PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA TAHAP
PRE-KLINIK DAN TAHAP KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
ANINDA NUR KUMALASARI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA TAHAP
PRE-KLINIK DAN TAHAP KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Oleh
ANINDA NUR KUMALASARI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRACT
THE DIFFERENCE OF CLINICAL REASONING SCORE BETWEEN
PRE-CLINICAL AND CLINICAL MEDICAL STUDENTS OF LAMPUNG
UNIVERSITY
By
ANINDA NUR KUMALASARI
Background: Clinical reasoning is a complex set ideas of diagnosis decision
making process that involves those experiences, skill, and reflective thought.
Medical faculty students undergoing pre-clinical and clinical students should
improve their clinical reasoning as early as possible, so it can produce good
quality of medical students. This study aims to determine the difference of clinical
reasoning score between pre-clinical and clinical medical students of Lampung
University.
Methods: This was a descriptive analytic study using cross sectional study.
Sampling using non-probability sampling method with the type of consecutive
sampling and measuring instruments in the form of script concordance test. Data
analysis was done by independent T test
Result: The research conducted on 124 respondents with independent test result
shows the score of preclinical student with mean 4,927 ± 1.3727 and score of
clinical students with mean 5,416 ± 1,6020 with p = 0,041. There are a significant
difference clinical reasoning score between pre-clinical and clinical medical
students of Lampung University
Conclusion: This study has a significant difference of clinical reasoning score
between pre-clinical and clinical medical students of Lampung University
Keywords: Clinical reasoning, pre-clinical, clinical
ABSTRAK
PERBEDAAN SKOR CLINICAL REASONING MAHASISWA TAHAP
PRE-KLINIK DAN TAHAP KEPANITERAAN KLINIK FAKULTAS
KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG
Oleh
ANINDA NUR KUMALASARI
Latar Belakang: Clinical reasoning merupakan kumpulan pemikiran yang
kompleks dalam proses pengambilan keputusan diagnosis yang melibatkan
pengalaman, keterampilan, dan pemikiran reflektif. Mahasiswa fakultas
kedokteran menjalani tahap pre-klinik dan klinik yang dimana Clinical reasoning
harus dilatih sedini mungkin sehingga dapat menghasilkan kualitas mahasiswa
yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan skor clinical
reasoning pada mahasiswa tahap pre-klinik dan mahasiswa tahap kepaniteraan
klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Metode Penelitian: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif analitik dengan
menggunakan cross sectional study. Pengambilan sampel menggunakan metode
non-probability sampling dengan jenis consecutive sampling dan alat ukur berupa
script concordance test. Analisis data dilakukan dengan uji independent T test.
Hasil: Penelitian dilakukan pada 124 responden dengan hasil uji independent T
test menunjukan skor pada mahasiswa tahap preklinik dengan rerata 4,927±
1,3727 sedangkan skor pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik dengan rerata
5,416± 1,6020 dengan p=0,041. Terdapat perbedaan yang bermakna skor clinical
reasoning mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Kesimpulan : Penelitian ini memiliki perbedaan bermakna antara skor clinical
reasoning mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Kata Kunci: Clinical reasoning, preklinik, klinik
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada 31 Januari 1995 sebagai anak ke tiga
dari tiga bersaudara dari Bapak Andi Ruslan Nur dan Ibu Septiwati.
Pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) diselesaikan di TK Pertiwi Bandar
Lampung pada tahun 2001, Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SDN 2 Rawa Laut
pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri
4 Bandar Lampung pada tahun 2010 dan Sekolah Menengah Atas (SMA)
diselesaikan di SMA Negeri 9 Bandar Lampung pada tahun 2013.
Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung melalui jalur Mandiri.
Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas Rahmat dan hidayah-Nya
Dengan segala kerendahan hati
kupersembahkan skripsi ini kepada:
Papa Andi Ruslan Nur dan Mama Septiwati tercinta
Kakak ku tersayang Andrean dan Andina
Terimakasih Untuk Cinta, Kasih Sayang Serta
Dukungan Yang Tiada Henti Kalian Berikan Selama Ini
Ya Allah, tidak ada kemudahan kecuali yang engkau jadikan mudah.
Dan engkau menjadikan kesedihan (kesulitan), jika engkau kehendaki
pasti akan menjadi mudah
(HR.Ibnu Hiban)
SANWACANA
Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
nikmat serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Perbedaan Skor Clinical Reasoning Pada Mahasiswa Tahap Pre-klinik
dan Tahap Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung”.
Dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku Rektor Universitas
Lampung;
2. Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
3. dr. Oktafany, S.Ked., M.Pd.Ked., selaku pembimbing pertama saya atas
kesediaannya untuk meluangkan waktu untuk selalu memberi nasihat,
masukan, saran dan kritik yang bermanfaat dalam proses penyelesaian
skripsi ini;
4. dr. Merry Indah Sari, S.Ked., M.Med.Ed., selaku pembimbing kedua atas
kesediaannya dalam meluangkan waktu disela-sela kesibukannya untuk
memberikan bimbingan, ilmu, kritik, saran, nasihat, motivasi, dan
bantuannya bagi penulis untuk menyelesaikan skripsi ini;
5. dr. Dwita Oktaria, S.Ked., M. Pd. Ked., selaku Penguji Utama pada ujian
skripsi, terima kasih atas nasihat, bimbingan, saran dan kritik yang
bermanfaat agar saya terus belajar dalam melakukan penelitian;
6. Dr. dr. Jhons Fatriyadi Suwandi, M.Kes., selaku Pembimbing Akademik
atas nasihat, bimbingan, saran dan kritik yang bermanfaat selama
perkuliahan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung ini;
7. Seluruh staf dosen Fakultas Kedokteran Universitas Lampung atas ilmu,
waktu dan bimbingan yang telah diberikan dalam proses perkuliahan;
8. Seluruh staf akademik, administrasi, tata usaha Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung yang telah sangat membantu, memberikan waktu
dan tenaga serta kesabarannya selama proses penyelesaian penelitian ini;
9. Kedua orang tua penulis, papa dan mama tercinta, untuk kasih sayang
yang tulus, cinta yang sempurna, doa yang tidak pernah putus yang selalu
mengiringi dalam setiap langkah saya hingga saat ini, terimakasih sudah
menjadi tempat bernaung bagi saya;
10. Kakak ku tercinta, Andrean dan Andina. Semoga kita menjadi anak yang
berbakti bagi kedua orang tua,
11. Seseorang yang selalu memotivasi serta mendampingi dalam suka maupun
duka, Willy Admajaya, S.H. Semoga apa yang menjadi cita cita kita akan
segera tercapai. Terimakasih untuk tidak pernah lelah menunggu.
12. Para Sahabat terbaik saya, Anggita, Reviana, Fitri, Ketty, Devi,
terimakasih atas motivasi, nasihat dan selalu mendengar keluh kesah saya
selama ini;
13. Para Sahabat saya selama berkuliah di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung, Anggita, Della, Karin, Nadia, Devi, Bella, Restu, Sisi, Okta,
Ola. Terimakasih untuk segala suka dan duka selama perkuliahan ini.
Semoga tidak ada halangan bagi kita untuk mendapatkan gelar dokter dan
menjadi dokter yang professional;
14. Teman-teman skripsi saya, terimakasih atas kerjasamanya selama ini
dalam mengatasi tiap kesulitan selama pelaksanaan penelitian skripsi ini;
15. Teman-teman sejawat angkatan 2014, CRAN14L. Terimakasih atas suka
dan duka selama 3,5 tahun perkuliahan ini. Semoga kelak kita bisa
menjadi dokter yang professional, amanah, dan sukses dunia akhirat;
16. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah
memberikan bantuan dalam penulisan skripsi in.
Bandar Lampung, 19 Maret 2018
Penulis,
Aninda Nur Kumalasari
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................................ i
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................. 5
1.3 TujuanPenelitian ............................................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum ............................................................................................ 6
1.3.2 Tujuan Khusus ........................................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 6
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti ................................................................................ 6
1.4.2 Manfaat Bagi Institusi ................................................................................ 6
1.4.3 Manfaat Bagi Mahasiswa ........................................................................... 6
1.4.4 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan ................................................................ 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 8
2.1 Clinical Reasoning ............................................................................................ 8
2.2 Tahapan Pendidikan Kedokteran ..................................................................... 19
2.2.1 Tahap Pre Klinik ..................................................................................... 19
2.2.2 Tahap Kepaniteraan Klinik ..................................................................... 20
2.3 Script Concordance Test (SCT) ....................................................................... 21
2.4 Kerangka Teori................................................................................................. 24
2.5 Kerangka Konsep ............................................................................................. 25
2.6 Hipotesis Penelitian .......................................................................................... 25
2.6.1Hipotesis Nul ........................................................................................... 25
2.6.2 Hipotesis Alternatif ................................................................................. 25
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................... 26
3.1 Rancangan Penelitian ....................................................................................... 26
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian........................................................................... 26
3.3 Populasi Dan Sampel ....................................................................................... 26
3.3.1 Populasi ................................................................................................... 26
ii
3.3.2 Sampel .................................................................................................... 27
3.4 Kriteria Inklusi dan Eksklusi ............................................................................ 28
3.5 Metode Pengambilan Data ............................................................................... 29
3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ................................. 30
3.6.1 Identifikasi Variabel ............................................................................... 30
3.6.2 Definisi Operasional Variabel ................................................................ 30
3.7 Instrumen Penelitian......................................................................................... 31
3.8 Alur Penelitian ................................................................................................. 33
3.9 Pengolahan Data dan Analisis Data ................................................................. 34
3.9.1 Pengolahan data ..................................................................................... 34
3.9.2 Analisis Data .......................................................................................... 34
3.10 Etika Penelitian .............................................................................................. 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 36
4.1 Hasil Penelitian ................................................................................................ 36
4.1.1 Analisis Univariat .................................................................................. 37
4.1.2 Analisis Bivariat ..................................................................................... 40
4.2 Pembahasan ...................................................................................................... 40
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 45
5.1 Simpulan .......................................................................................................... 45
5.2 Saran ................................................................................................................. 46
5.3 Keterbatasan ..................................................................................................... 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 48
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Definisi Operasional ................................................................................ 30
Tabel 2. Bobot Score Script Concordance Test ..................................................... 32
Tabel 3. Uji Normalitas .......................................................................................... 37
Tabel 4. Uji normalitas setelah transformasi data .................................................. 38
Tabel 5. Analisis Univariat Score SCT .................................................................. 39
Tabel 6. Hasil Uji independent T test Score SCT .................................................. 40
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Dimensi clinical reasoning .................................................................. 11
Gambar 2. Hubungan antara proses clinical reasoning dan format SCT .............. 22
Gambar 3. Kerangka teori clinical reasoning ........................................................ 24
Gambar 4. Kerangka Konsep ................................................................................. 25
Gambar 5. Alur Penelitian...................................................................................... 33
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Proses pembelajaran dalam bidang kedokteran kini telah mengalami
kemajuan. Secara tradisional, mahasiswa kedokteran menjalankan kuliah
kemudian menerapkan ilmu yang mereka dapat langsung kepada pasien
sebagai sebuah pelatihan kerja. Saat ini, proses pembelajaran di bidang
kedokteran telah menggunakan metode yang berdasarkan kasus nyata
maupun simulasi kasus. Proses pembelajaran dengan menggunakan kasus
klinis disebut Case Based Learning. Case based learning telah digunakan
dalam bidang kedokteran sejak tahun 1912 oleh Dr. James Lorrain Smith di
Universitas Edinburg (McLean, 2016). Fakultas Kedokteran menyadari
pentingnya melibatkan penalaran klinis secara dini dengan cara
mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar dan keterampilan klinis secara
vertikal (Elstein et al, 1990).
Keterampilan klinis untuk menetapkan diagnosis dan penatalaksaaan yang
tepat merupakan salah satu hal yang paling penting untuk dikuasai seorang
dokter. Pada tahap pre-klinik, fokus pengajaran terletak pada ilmu klinis dasar
sebagai landasan bagi mahasiswa agar kedepannya dapat memecahkan
masalah klinis ketika berhadapan dengan pasien secara langsung (Kassirer,
2
2010). Penetapan diagnosis membutuhkan tiga kategori pengetahuan yaitu
pengetahuan konsep (what information), pengetahuan strategi (how
information), pengetahuan kondisional (why information). The Revision of
Bloom’s Taxonomy menambahkan kategori keempat yaitu pengetahuan
metakognisi. Metakognisi adalah kegiatan atau proses memperoleh
pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dan sebagainya) atau usaha
mengenali sesuatu melalui pengalaman. Kategori tersebut berkaitan dengan
kemampuan clinical reasoning (Kiessewtter et al., 2016).
Clinical reasoning adalah sebuah kunci kompetensi dalam bidang kedokteran
dan merupakan kemampuan yang melibatkan beberapa kategori pengetahuan
serta kemampuan kognitif untuk menetapkan diagnosis. Clinical reasoning
adalah sebuah keterampilan kompleks dan kritis yang harus terus dilatih oleh
dokter maupun mahasiswa kedokteran (Findyartini et al, 2016). Keterampilan
ini sudah mulai digunakan sejak 40 tahun lalu di bidang medis Eropa (Elstein
et al,1978). Keluhan pasien yang ditemui seorang dokter tentunya bermacam-
macam. Keluhan yang sama belum tentu diagnosisnya sama begitu juga
sebaliknya, diagnosis penyakit yang sama belum tentu menunjukkan gejala
klinis yang serupa. Oleh karena itu clinical reasoning sangatlah penting
dalam pendidikan kedokteran. Clinical reasoning harus dilatih sedini
mungkin sejak tahapan pre-klinik, walaupun akan lebih dilatih dan diajarkan
pada tahap kepaniteraan klinik.
3
Mahasiswa fakultas kedokteran menjalani tahap pre-klinik terlebih dahulu
sebelum menjadi mahasiswa tahap kepaniteraan klinik (dokter muda) di RS
Pendidikan. Menurut Buku Panduan Program Studi Pendidikan Dokter
Universitas Lampung, tahap pre-klinik pada Universitas Lampung
diselenggarakan minimal tujuh semester dan maksimum 14 semester dengan
menggunakan sistem blok, sedangkan tahap kepaniteraan klinik dilaksanakan
minimal tiga semester dan maksimal enam semester. Pada tahap pre-klinik
mahasiswa menjalani beberapa kegiatan dalam melatih clinical reasoning,
diantaranya adalah tutorial dan clinical skills lab (CSL). Tutorial merupakan
diskusi kelompok yang diterapkan dalam problem based learning (PBL).
PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah
sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi kuliah atau materi
pelajaran (Lidnillah, 2011). CSL merupakan suatu fasilitas bagi mahasiswa
kedokteran untuk berlatih keterampilan klinis sebelum diterapkan kepada
pasien secara langsung (Al-Elq, 2007). Objective Structured Clinical
Examination (OSCE) adalah bentuk ujian CSL yang diketahui mampu
menilai clinical reasoning mahasiswa kedokteran dengan menilai
keterampilan aplikasi tindakan klinis kandidat ujian terhadap pasien/skenario
kasus yang diberikan institusi pendidikan. Ujian OSCE juga digunakan untuk
menilai kompetensi keterampilan klinis mahasiswa dan clinical reasoning
mahasiswa pada tahap sarjana atau pre klinik. Selama ujian OSCE,
mahasiswa mengumpulkan riwayat penyakit pasien dan menemukan hal yang
4
terkait, pada differensial diagnosis kemudian merencanakan penatalaksanaan
yang sesuai pada pasien tersebut (Lisiswanti & Triatama, 2017)
Tahap kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
dilaksanakan di RS Pendidikan Abdul Moeloek dan beberapa rumah sakit
jejaring lainnya seperti RS Achmad Yani, RS Bhayangkara, RS Jiwa, dan
untuk stase IKAKOM dilaksanakan di Puskesmas dan klinik perusahaan
dalam proses pembelajaran hingga layak dinyatakan sebagai seorang dokter.
Pendidikan Dokter tahap kepaniteraan klinik merupakan bagian yang wajib
dijalankan oleh dokter muda, melalui kepaniteraan klinik dokter muda akan
mendapatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dalam menangani pasien dan
lain-lain. Maka tahap kepaniteraan klinik adalah syarat mutlak bagi seorang
dokter muda yang akan menyelesaikan proses pendidikan kedokteran dan
menjadi seorang dokter (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012). Mahasiswa
tahap kepaniteraan klinik (dokter muda) akan dihadapkan langsung dengan
pasien dan mendapat kesempatan mengambil tindakan medis. Kesempatan
tersebut belum bisa dirasakan oleh mahasiswa tahap pre-klinik. Menelaah hal
tersebut, dapat dimengerti bahwa mahasiswa tahap kepaniteraan klinik
memiliki pengalaman dalam menerapkan clinical reasoning lebih banyak
dibandingkan dengan mahasiswa pre-klinik.
Sebelumnya telah dilakukan penelitian tentang perbedaan kemampuan
clinical reasoning pada mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik dan klinik di
Universitas Islam Sultan Agung pada tahun 2015 (Pujiati, 2015). Dalam
5
penelitian tersebut diketahui bahwa ternyata terdapat perbedaan kemampuan
clinical reasoning pada tahap pendidikan kepanitreaan klinik dan pre klinik di
Universitas Islam Sultan Agung. Mahasiswa kepaniteraan klinik memiliki
tingkat clinical reasoning lebih tinggi dibandingkan dengan mahasiswa pre-
klinik di Universitas Islam Sultan Agung. Hasil dari penelitian tersebut
berbeda dengan pernyataan bahwa mahasiswa kedokteran pre-klinik dan
kepaniteraan klinik berada dalam kelompok yang sama yaitu pemula, dan
memungkinkan bahwa kedua tahapan tersebut memiliki tingkat clinical
reasoning yang sama (Cuthbert et al, 1999).
Sebelumnya tidak ada penelitian tentang perbedaan skor clinical reasoning
pada mahasiswa tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung, oleh karena itu penulis ingin mengetahui
adakah perbedaan skor clinical reasoning mahasiswa tahap pre-klinik dan
tahap kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan yang ada pada latar belakang maka didapatkan
rumusan masalah yaitu:
Adakah perbedaan skor clinical reasoning pada mahasiswa tahap pre-klinik
dan mahasiswa tahap kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung?
6
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui perbedaan skor clinical reasoning pada mahasiswa
tahap pre-klinik dan mahasiswa tahap kepaniteraan klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui skor clinical reasoning pada mahasiswa tahap pre-
klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
2. Mengetahui skor clinical reasoning pada mahasiswa tahap
kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti
Menerapkan ilmu menulis dan meneliti.
1.4.2 Manfaat Bagi Institusi
Hasil penelitian dapat menjadi sumber informasi untuk melakukan
evaluasi dan mengambil kebijakan dalam perbaikan proses
pembelajaran untuk meningkatkan keterampilan clinical reasoning
mahasiswa Fakultas Kedokteran.
1.4.3 Manfaat Bagi Mahasiswa
Memberikan informasi tentang perbedaan skor clinical reasoning
tahap pre-klinik dan mahasiswa kepaniteraan klinik di Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung, sehingga dapat menjadi
7
motivasi belajar bagi mahasiswa kedokteran agar lebih
meningkatkan kemampuan keterampilan clinical reasoning.
1.4.4 Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan
Mendapatkan informasi terkait perbedaan skor clinical reasoning
pada mahasiswa tahap pre-klinik dan mahasiswa kepaniteraan
klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Clinical Reasoning
Seorang dokter wajib memiliki keterampilan klinis, kemampuan berinteraksi
dengan pasien, pengetahuan klinis dasar, kemampuan pemecahan masalah,
dan penalaran klinis (clinical reasoning). Dari semua hal tersebut, penalaran
klinis (clinical reasoning) merupakan komponen yang paling penting (Sibert
et al, 2006). Clinical reasoning merupakan kumpulan pemikiran yang
kompleks dalam proses pengambilan keputusan diagnosis yang melibatkan
pengalaman, keterampilan, dan pemikiran reflektif (Audétat et al., 2013).
Refleksi dan metakognisi merupakan faktor yang mempengaruhi penalaran
klinik. Para ahli menyatakan bahwa metode pembelajaran, metakognisi, lama
menempuh tahap sarjana kedokteran, umur, IPK saat menempuh tahap
sarjana kedokteran, lama menempuh rotasi klinik (bulan), dan motivasi secara
bersama-sama akan mempengaruhi clinical reasoning. Implementasi metode
pembelajaran yang sesuai akan mempengaruhi metakognisi dalam
meningkatkan clinical reasoning mahasiswa. Variabel luar yang dapat
mempengaruhi clinical reasoning dan tidak dikendalikan antara lain adalah
kemampuan mengajar dosen pembimbing klinik (ketrampilan mengajar
secara umum), kualitas dan kuantitas pembimbingan, pengalaman dalam
9
menghadapi variasi jenis kasus, kesiapan mahasiswa dalam pembelajaran,
perilaku mahasiswa, kemampuan praktis, emosi dan etika mahasiswa serta
sarana prasarana pendidikan. (Pamungkasari et al., 2015).
Terdapat enam langkah pembelajaran reflektif klinik (Pamungkasari et al,
2017).
1. Pemilihan kasus.
Dosen pembimbing klinik dan mahasiswa memilih kasus, alasan
pemilihan kasus, identifikasi kemampuan awal mahasiswa, rencana
dan strategi pembelajaran oleh mahasiswa.
2. Presentasi kasus.
Presentasi kasus berdasar evidence based medicine secara reflektif
diikuti diskusi tentang kasus. Dapat dilakukan secara langsung atau
beberapa hari sesudah setelah langkah satu.
3. Evaluasi diri.
Analisis mahasiswa tentang upaya pencapaian tujuan
pembelajarannya (proses dan hasil), rencana pembelajaran lebih
lanjut.
4. Umpan balik teman.
Umpan balik dari teman dalam satu kelompok tentang proses dan
hasil belajar mahasiswa yang melakukan refleksi.
5. Umpan balik pembimbing.
Umpan balik dari pembimbing tentang proses dan hasil belajar
mahasiswa.
10
6. Penulisan catatan refleksi.
Penulisan catatan refleksi oleh mahasiswa, dikumpulkan satu hari
sesudah pertemuan kasus, diikuti umpan balik oleh dosen secara
tertulis.
Metakognisi adalah: i) bagian dari perencanaan, pemantauan dan evaluasi
proses pembelajaran, ii) pengetahuan tentang pengetahuan yang dimiliki oleh
diri sendiri, iii) sistem kognitif, berfikir tentang cara berfikir dan kemampuan
belajar untuk belajar, iv) berfikir tentang apa yang telah diketahui dan yang
belum diketahui dan befikir tentang bagaimana mempelajarinya, v)
melibatkan kesadaran akan kendali cara belajar, vi) belajar bagaimana cara
belajar memproses pengetahuan dan kemampuan dalam segala kondisi secara
efektif (Hasbullah, 2015).
Dapat disimpulkan bahwa metakognisi adalah suatu kesadaran tentang
kognitif kita sendiri, bagaimana kognitif kita bekerja serta bagaimana
mengaturnya. Kemampuan ini sangat penting terutama untuk keperluan
efisiensi penggunaan kognitif kita dalam menyelesaikan masalah. Secara
ringkas metakognitif dapat diistilahkan sebagai “thinking about thinking”
(Flavell, 1979).
11
Proses dan dimensi clinical reasoning yang di kutip dari Carrier, Levasseur,
Bédard, & Desrosiers (2010) adalah :
Penyelesaian masalah
Gambar 1. Dimensi clinical reasoning(Carier et al., 2010)
Dua proses kognitif yang berbeda namun berkaitan terlibat dalam clinical
reasoning yaitu problem solving (pemecahan masalah) dan decision making
(pengambilan keputusan). Problem solving merupakan suatu cara yang
digunakan oleh seorang professional kesehatan untuk memadukan teori dan
pengalaman professional maupun personal sehingga situasi yang sedang
dialami seorang pasien dapat dipahami. Proses problem solving menggunakan
strategi pengenalan pola memiliki 4 tahap : (i) menyadari adanya masalah, (ii)
Penyelesaian masalah Pengambilan
keputusan
12
pengambilan petunjuk berdasarkan pengalaman di masa lampau, (iii)
formulasi masalah, (iv) identifikasi solusi potensial yang melibatkan
pengetahuan. Proses selanjutnya adalah decision making dimana solusi
potensial dievaluasi dan memilih salah satu solusi yang sesuai. Selanjutnya
keputusan ini akan digunakan untuk mengatasi masalah.
Berpikir menuju suatu diagnosis merupakan bagian dari proses clinical
reasoning. Hardjodisastro (2016) mengemukakan beberapa pola penentuan
diagnosis, yaitu :
A. Pola induktif
Pola induktif yaitu berfikir berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan pemeriksaan penunjang. Keuntungan dari pola berpikir induktif
ini adalah:
1. Anamnesis yang lengkap, menimbulkan perasaan yang nyaman
bagi pasien, pasien merasa diperhatikan yang kemudian akan
menimbulkan kepercayaan dan harapan yang lebih besar. Selain itu
juga, anamnesis yang lengkap menimbulkan rasa empati dokter
terhadap penderitaan pasien.
2. Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang lengkap akan menghasilkan
data klinik yang lengkap pula, dapat berfungsi sebagai skrining
kemungkinan penyakit lain yang tidak langsung berhubungan dengan
masalah klinik yang membawa pasien datang berobat.
13
3. Dalam pendidikan kedokteran selalu diajarkan anatomi, fisiologi,
histologi, biokimia dan lain-lain, secara bertahap mahasiswa mengenal
gejala dan patofisiologinya.
4. Waktu pendidikan terbatas sehingga tidak mungkin mengajarkan
semuanya, oleh karena itu perlu belajar terus-menerus (belajar
sepanjang hayat).
Selain keuntungan, pola berpikir induktif juga memiliki kelemahan,
antara lain:
1. Banyak konsep yang diajarkan cenderung ketinggalan zaman.
2. Gejala dan tanda penyakit yang diajukan adalah gejala dan tanda
tergantung dari waktu menderita penyakit.
3. Bila suatu saat mendapatkan kasus yang belum dikenal, dokter
cenderung berhenti berpikir.
4. Mahasiswa cenderung pasif dan statis.
5. Cara berpikir induktif hanya baik bila pasien hanya menderita satu
penyakit, tidak baik untuk pasien dengan berbagai penyakit atau
penyakit fase lanjut.
B. Pola deduktif hipotetik
Pola deduktif hipotetik yaitu pemikiran yang berdasarkan hipotesis
atau persangkaan mengenai penyakit yang diderita pasien. Perbedaan
dengan cara induktif adalah pada interpretasi data klinik. Pada cara
deduktif setiap data yang masuk sudah dilakukan persangkaan atau
14
hipotesis. Dengan masuknya data baru, hipotesis menjadi lebih sempit
dan akhirnya sampai pada tahap menetapkan diagnosis kerja,
diagnosis banding, dan diagnosis pasti.
C. Pola deduktif hipotetik integratif
Pola deduktif hipotetik integratif yaitu memiliki dasar yang sama
dengan pola deduktif hipotetik, namun pikiran tidak ditujukan ke arah
penyakit, tetapi dikembangkan ke dua arah, yaitu ke arah anatomi dan
ke arah etiologi yang kemudian diintegrasikan. Pola berpikir deduktif
hipotetik integratif sangat cocok untuk pembelajaran berdasarkan
masalah (Problem Based Learning).
Terdapat tiga kategori dalam penetapan diagnosis yaitu pengetahuan konsep
(what information), pengetahuan strategis (how information), pengetahuan
kondisional (why information) dan metakognisi. Metakognisi adalah kegiatan
atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran, perasaan, dan
sebagainya) atau usaha mengenali sesuatu melalui pengalaman. Kategori
tersebut berkaitan dengan kemampuan clinical reasoning (Kiesseweter et al,
2016)
1. Pengetahuan konsep (what information)
Penjelasan tentang fakta – fakta, informasi yang berulang.
Pengetahuan tentang penyebab suatu masalah. Contoh pengetahuan
yang termasuk dalam pengetahuan konsep:
“nilai leukosit 2.000? Nilai normal sekitar 10.000”
15
“antibiotik juga dapat menyebabkan urin berwarna merah”
“sindroma nefrotik terdiri dari proteinuria, hipoalbumin dan
dislipidemia dan edema”
2. Pengetahuan strategi ( how information)
Pengetahuan strategi adalah pengetahuan tentang bagaimana,
seseorang melaksanakan sesuatu, yang menjelaskan kenapa mereka
lebih memilih suatu tindakan. Contoh pengetahuan yang termasuk
dalam pengetahuan strategi:
“pertama-tama, saya ingin tahu berapa banyak rokok yang dia
hisap?”
“apa ada hasil urin nya? Karena itu tes yang murah dan cepat, kita
harus periksa”
“bisa dilakukan pemeriksaan USG untuk identifikasi cairan bebas
di abdomen”
3. Pengetahuan kondisi (why information)
Pengetahuan kondisi adalah pengetahuan yang memiliki keterkaitan
antara fakta-fakta. Fakta- fakta yang ada dihubungkan sehingga dapat
melakukan penilaian.
Contoh pengetahuan yang termasuk dalam pengetahuan kondisi:
“dia memiliki sirosis ginjal, dia juga sudah terkena anemia dan
diabetes. Dari semuanya berarti dia terkena gagal ginjal kronis”
“gagal ginjal kronis mengakibatkan enzim RAAS teraktivasi
sehingga menyebabkan hipertensi. Itu alasan kenapa setelah
pengobatan tidak ada perbaikan”
16
4. Pengetahuan metakognitif (selfcognition)
Pengetahuan metakognitif adalah pengetahuan berdasarkan
pengalaman secara umum serta berdasarkan pengetahuan pribadi dan
berfikir secara kognitif. Contoh pengetahuan yang termasuk dalam
pengetahuan metakognitif :
“saya rasa ini benar. Saya tidak terlalu yakin, tapi sepertinya tidak
apa apa.”
“oooh. Ada darah di urinnya, seperti perkiraan saya.”
Aspek dari clinical reasoning (Ivone, 2010) yaitu :
1. Penalaran ilmiah
Penalaran ilmiah digunakan untuk mengerti suatu kondisi yang sedang
terjadi pada seseorang dan memutuskan untuk mengintervensinya.
Penalaran ilmiah berkenaan dengan perencanaan penatalaksanaan,
dimana dokter menggunakan teorinya dalam mengenali masalah dan
penunjuk dalam pengambilan keputusan. Dua bentuk dari penalaran
ilmiah yaitu :
a. Penalaran diagnostik memperhatikan „kepekaan‟ permasalahan
klinis dan definisi permasalahan.
b. Penalaran prosedural terjadi ketika seorang dokter berpikir
tentang penyakit atau kecacatan dan memutuskan prosedur
penatalaksanaan yang akan digunakan dalam menangani
masalah tersebut. Ini meliputi anamnesis, pengamatan, atau
evaluasi resmi berdasarkan standarisasi.
17
Penalaran ilmiah merupakan kemampuan untuk memahami mengenai
kondisi pada umumnya atau sebenarnya. Beberapa contoh pertanyaan
yang dapat diajukan dalam penalaran ilmiah, antara lain:
(1) penyakit, luka atau masalah perkembangan apa yang umum
terjadi?
(2) apakah kecacatan yang biasanya timbul sebagai akibat dari
kondisi ini?
(3) apakah yang merupakan kerusakan yang khas yang
berhubungan kondisi ini?
(4) apakah yang merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
performa penderita?
(5) teori dan penelitian apa yang tersedia sebagai pedoman dalam
melakukan penilaian dan intervensi?
(6) protokol intervensi apa yang dapat digunakan pada kondisi
orang ini?
2. Penalaran naratif
Penalaran naratif melibatkan cara berpikir dalam bentuk narasi.
Penalaran naratif memahami arti kondisi atau penderitaan tersebut
bagi penderita. Beberapa contoh pertanyaan yang bisa diajukan dalam
penalaran naratif antara lain:
(1) bagaimana kehidupan penderita ini?
(2) apakah kondisi sehat kelak akan mempengaruhi kehidupan
penderita tersebut atau kemampuan untuk melanjutkan
hidupnya?
18
(3) apakah yang menjadi aktifitas paling utama bagi penderita
ini?
(4) apakah setelah sembuh, penderita dapat melakukan kembali
aktifitasnya dan apakah tujuan dalam terapi terpenuhi?
3. Penalaran pragmatik
Penalaran pragmatik memahami isu-isu praktek yang mempengaruhi
tindakan klinis. Beberapa contoh pertanyaan yang bisa diajukan dalam
penalaran pragmatik, antara lain:
(1) siapa yang berhubungan dengan orang ini dan mengapa?
(2) sumber daya apa yang ada untuk mendukung intervensi?
(3) apakah yang merupakan harapan dari dokter?
(4) apakah terapi dan perlengkapan sudah tersedia?
(5) apakah merupakan kompetensi dokter dalam melakukan
tindakan klinis tersebut?
4. Penalaran etis
Penalaran etis merupakan kemampuan untuk melakukan penalaran
secara moral dalam melakukan tindakan. Beberapa contoh pertanyaan
yang bisa diajukan dalam penalaran etis, antara lain:
(1) apakah keuntungan dan resiko yang berhubungan dengan
tindakan dan apakah keuntungan lebih besar daripada resiko yang
akan terjadi apabila dilakukan tindakan tersebut?
(2) dalam keterbatasan waktu dan sumber daya, apakah yang
merupakan prioritas dalam pelaksanaan terapi?
19
(3) bagaimana mungkin seorang dokter dapat mencapai tujuan
dari penatalaksanan apabila keluarga pasien tidak setuju?
Metakognitif merupakan salah satu unsur dalam penegakkan diagnosis dan
merupakan salah satu aspek dalam clinical reasoning. Pengalaman dalam
bidang klinis dapat menjadi salah satu faktor yang dapat membedakan
clinical reasoning pada mahasiswa tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan
klinik.
2.2 Tahapan Pendidikan Kedokteran
2.2.1 Tahap Pre Klinik
Pada tahap pre-klinik mahasiswa menjalani beberapa kegiatan seperti
kuliah pakar, tutorial, clinical skills lab dan praktikum. Tutorial
merupakan diskusi kelompok yang diterapkan dalam problem based
learning (PBL). PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran yang
menggunakan masalah sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk
belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah,
serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari
materi kuliah atau materi pelajaran (Lidnillah, 2011). Mahasiswa
kedokteran akan berlatih keterampilan klinis melalui CSL (clinical skills
lab) sebelum diterapkan kepada pasien secara langsung (Al-Elq, 2007).
Menurut Buku Panduan Program Studi Pendidikan Dokter Universitas
Lampung, tahap pre-klinik pada Universitas Lampung diselenggarakan
minimal 7 semester dan maksimum 14 semester dengan menggunakan
20
sistem blok. Terdapat 25 sebaran blok dan mata kuliah yang di ambil
oleh mahasiswa Fakulas Kedokteran Universitas Lampung. Setelah
selesai menempuh dan memenuhi persyaratan yang ditentukan dalam
tahap ini, mahasiswa berhak mendapat gelar Sarjana Kedokteran (S.ked)
dan berhak melanjutkan pendidikan ke tahap program Profesi Dokter
(tahap kepaniteraan klinik).
2.2.2 Tahap Kepaniteraan Klinik
Pendidikan Dokter Tahap Kepaniteraan Klinik merupakan tahap yang
ditempuh setelah pendidikan sarjana kedokteran (tahap pre-klinik).
Macam-macam proses pembelajaran pada tahap program profesi dokter
terdiri dari bedside teaching, case report, clinical science session, expert
session, follow up pasien, dan laporan jaga (FK UNILA, 2018). Kegiatan
belajar mengajar yang diterapkan dalam tahap ini merupakan pendidikan
profesi dokter yang berupa praktek dalam bidang kesehatan bersifat
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif di bawah bimbingan para
dokter ahli dan tenaga medis lain yang berlangsung di Rumah Sakit
Pendidikan Utama dan Satelit, Puskesmas, klinik perusahaan dan Rumah
Sakit Afiliasi. Sebagai bagian dari pendidikan dokter maka kegiatan
belajar mengajar di tahap kepaniteraan klinik mengacu dan berpedoman
pada tujuan Fakultas Kedokteran Universitas masing masing serta
Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang ditetapkan oleh Konsil
Kedokteran Indonesia (Konsil Kedokteran Indonesia, 2012).
21
Mahasiswa tahap kepaniteraan klinik akan dihadapkan langsung dengan
pasien dan mendapat kesempatan mengambil tindakan medis. Menurut
Buku Panduan Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Lampung,
tahap kepaniteraan klinik dilaksanakan paling cepat 3 semester dan
paling lambat 6 semester. Beban studi pada tahap kepaniteraan klinik
setara dengan 40 sks. Setelah selesai menempuh dan memenuhi
persyaratan yang ditentukan pada tahap ini mahasiswa berhak mendapat
sebutan dokter (dr.).
2.3 Script Concordance Test (SCT)
Script concordance test merupakan suatu instrumen penelitian yang
dikembangkan dalam dunia pendidikan kedokteran (Lubarsky et al, 2011).
Script concordance test adalah metode untuk menilai kemampuan clinical
reasoning yang bisa digunakan untuk mahasiswa kedokteran baik yang sudah
lulus maupun belum, dan dapat dipercaya hasilnya dengan waktu tes selama
1-1.5 jam (Meterissian, 2006). Manfaat dari SCT yaitu: tes yang cukup akurat
dengan waktu ujian hanya 1-1,5 jam, berpotensi untuk berbagi perkembangan
soal ujian dan bisa menjadi bank soal yang aman antar universitas dan
pendidikan profesional (Sibert etal, 2006).
Script concordance test telah menunjukkan kualitas psikometrik yang baik
(construct validity, reliability, and feasibility) berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh berbagai disiplin ilmu kesehatan dan seluruh spektrum
pendidikan kesehatan mulai dari sarjana pasca sarjana dan pendidikan yang
22
lebih tinggi. Dalam SCT, peserta ujian diberikan skenario klinis singkat,
diikuti dengan serangkaian pertanyaan yang meminta penilaian tentang
kemungkinan diagnostik atau pilihan penatalaksanaan. Meskipun konteks
klinis telah cukup diberikan kesempatan pengambilan keputusan, namun
sejumlah ketidakpastian, ketidaktepatan, atau ketidaklengkapan sengaja
tertanam dalam setiap kasus untuk mensimulasikan kondisi ambigu yang
sering dihadapi pada kasus sebenarnya (Lubarsky et al, 2013).
Gambar 2. Hubungan antara langkah dalam proses clinical reasoning dan
format SCT (Lubarsky et al, 2013).
23
Tiga kunci dalam Script Concordance Testyaitu :
1. Peserta ujian dihadapkan dengan situasi klinis tidak jelas dan harus
memilih antara beberapa pilihan yang realistis.
2. Kemungkinan jawaban mencerminkan cara informasi diproses dalam
situasi pemecahan masalah yang kompleks.
3. Penilaian memperhitungkan variabilitas tanggapan ahli untuk situasi klinis.
24
2.4 Kerangka Teori
Gambar 3.Kerangka teori ( Carrieret al., 2010 & Pamungkasari et al., 2015)
Penyelesaian masalah Pengambilan keputusan
25
Variabel dependen
Skor Clinical Reasoning
Variabel independen
Tahap Pendidikan
2.5 Kerangka Konsep
Gambar 4. Kerangka Konsep
2.6 Hipotesis Penelitian
2.6.1 Hipotesis Null
Tidak terdapat perbedaan skor clinical reasoning pada mahasiswa
kepaniteraan klnik dan mahasiswa tahap pre-klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
2.6.2 Hipotesis Alternatif
Terdapat perbedaan skor clinical reasoning pada mahasiswa
kepaniteraan klnik dan mahasiswa tahap pre-klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
26
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan pendekatan
secara cross sectional (potong lintang) yang bertujuan untuk mengetahui
perbedaan clinical reasoning pada mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik
dan mahasiswa tahap kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung. Dalam penelitian cross sectional (potong lintang) digunakan
pendekatan transversal, dimana observasi terhadap variabel bebas dan
variabel terikat dilakukan hanya sekali pada saat yang sama (Dahlan, 2014).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan
Rumah Sakit Abdul Moeloek pada bulan Desember 2017 sampai Maret tahun
2018.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung tahap pre-klinik yang telah melewati blok
27
neuropsikiatri dan mahasiswa tahap kepaniteraan klinik yang telah
melewati stase Ilmu Penyakit Saraf.
3.3.2 Sampel
Untuk mengetahui jumlah sampel minimal yang dibutuhkan, dilakukan
perhitungan jumlah sampel dengan menggunakan rumus besar sampel
untuk penelitian analitik komparatif numerik tidak berpasangan sebagai
berikut :
n = (( )
)
Keterangan :
Zα : Nilai standar normal untuk kesalahan tipe 1 (dengan
kesalahan 0,05 = 1,645)
Zβ : Nilai standar normal untuk kesalahan tipe 2 (dengan
kesalahan 0,001 = 1,282)
S : Standar deviasi
X1 – X2 : selisih minimal rerata yang dianggap bermakna
Dengan hasil perhitungan sebagai berikut :
n1 = n2 = (( )
)
n1= n2 = 2 (( )
)
= 61,91 = 62 mahasiswa
Menurut rumus tersebut didapatkan sampel minimal untuk masing
masing kelompok adalah 62 mahasiswa, sehingga sampel total minimal
28
adalah 124 mahasiswa. Sampel diperoleh menggunakan teknik
consecutive sampling.
3.4 Kriteria Inklusi dan Ekslusi
Kriteria inklusi dalam penelitian ini diantaranya adalah :
a. Mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung yang telah melewati blok neuropsikiatri.
b. Mahasiswa kedokteran tahap kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung yang telah melewati stase Ilmu Penyakit Saraf.
c. Mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung yang bersedia menjadi responden.
d. Mahasiswa kedokteran tahap kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran
yang bersedia menjadi responden.
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini diantaranya adalah :
a. Mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung yang menjalankan masa studi lebih dari 14 semester.
b. Mahasiswa kedokteran tahap kepaniteraan klinik yang menjalankan masa
studi lebih dari 6 semester.
29
3.5 Metode Pengambilan Data
Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder.
1. Data primer
Data primer adalah data yang diperoleh peneliti langsung dari sumber
pertamanya. Data primer diperoleh dengan cara membagikan Script
Concordance Test kepada responden yaitu mahasiswa tahap pre-klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang sudah melewati blok
neuropsikiatri dan mahasiswa tahap kepaniteraan klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung yang telah menjalani stase Ilmu
Penyakit Saraf di Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung.
Responden diminta untuk mengerjakan Script Concordance Test yang
telah disediakan.
2. Data sekunder
Data sekunder adalah data yang telah tersusun dalam dokumen-dokumen.
Data sekunder diperoleh dari pihak kampus mengenai jumlah mahasiswa
kedokteran tahap pre-klinik yang telah melewati blok neuropsikiatri dan
jumlah mahasiswa kedokteran tahap kepaniteraan klinik yang telah
menjalani stase Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
30
3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.6.1 Identifikasi variabel
1. Variabel bebas: mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung tahap pre-klinik yang telah melewati blok neuropsikiatri dan
tahap kepaniteraan klinik yang telah melewati stase Ilmu Penyakit
Saraf.
2. Variabel terikat: clinical reasoning mahasiswa kedokteran tahap
pre-klinik yang telah melewati blok neuropsikiatri dan clinical
reasoning mahasiswa kedokteran tahap kepaniteraan klinik yang telah
menjalani stase Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung.
3.6.2 Definisi operasional variabel
Table 1.Definisi Oprasional
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Tahap
pendidikan
kedokteran
Clinical
reasoning
Merupakan jenjang
pendidikan
kedokteran,
terdapat dua
tahapan yaitu
pre-klinik dan
kepaniteraan klinik
merupakan
kumpulan
pemikiran yang
kompleks dalam
proses pengambilan
keputusan
diagnosis yang
melibatkan
pengalaman,
keterampilan, dan
pemikiran reflektif
(Audétat, Lubarsky,
Blais, Charlin,
2013)
Script
concordance
test
Pre-klinik
Kepaniteraan
klinik
Skor
kemampuan
clinical
reasoning dalam
SCT
(0-11,3)
Ordinal
Interval
31
3.7 Instrumen Penelitian
Perbedaan skor clinical reasoning mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik dan
tahap kepaniteraan klinik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dapat
diukur melalui Script Concordance Test. Script Concordance Test, terdiri dari
skenario klinis singkat, diikuti dengan serangkaian pertanyaan yang meminta
penilaian tentang kemungkinan diagnostik atau pilihan penatalaksanaan.
Setelah disusun oleh seorang ahli, selanjutnya Script Concordance Test
diujikan kepada sepuluh sampai lima belas dokter lainnya. Serangkaian
pertanyaan tersebut dibagi dalam tiga bagian. Bagian pertama yaitu (“jika
anda berfikir tentang”) berisi tentang pilihan diagnosis atau pilihan
penatalaksanaan. Bagian kedua yaitu (“kemudian kalian menemukan”)
menampilkan sebuah tanda klinis yang baru seperti tanda fisik, sebuh kondisi
yang pernah ditemui maupun hasil test laboratorium. Bagian ketiga yaitu
(“hipotesis ini akan menjadi”) merupakan skala yang mewakili keputusan
klinis ,terdiri dari positif, negatif, dan netral (-2,-1,0,1,2). Tidak ada batasan
minimal dalam penyusunan dan pembuatan SCT, namun dianjurkan untuk
mengajukan beberapa pertanyaan dalam masing masing kasus. Tiga
pertanyaan untuk setiap kasus menunjukan realibilitas (Fournier et al, 2008).
Skor kemampuan dalam Script Concordance Test yaitu 1, <1, dan 0 untuk
setiap pertanyaan yang ditentukan berdasarkan pertimbangan para ahli (Wan,
2015). Contohnya adalah jika dari sepuluh orang dokter, tujuh orang memilih
+2 maka bobot niai yaitu 0,7 (7/10), tiga orang memilih +1 maka bobot nilai
yaitu 0,3 (3/10), dan tidak ada yang memilih 0 -1 dan -2 maka bobot nilai
adalah 0 (Lubarsky et al, 2013).
32
Pada penelitian ini, Script Concordance Test disusun oleh seorang ahli dalam
bidang saraf yaitu dr.Hj.Dharmawita., Sp.S.,M.Kes dan telah dikonsultasikan
kepada ahli medical education di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Script Concordance Test pada penelitian ini terdiri dari dua skenario klinis
dalam bidang saraf, yang terbagi menjadi dua puluh dua butir soal dengan
kompetensi 3A dan 3B. Setelah disetujui, Script Concordance Test diujikan
kepada sepuluh dokter umum yang berada pada tahap intermediate di
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung untuk menentukan bobot nilai
pada masing masing soal. Hasil dari penilaian masing-masing pertanyaan
terdapat pada tabel 2
Tabel 2. Bobot Score Script Concordance Test setelah diujikan kepada 10
orang dokter
NO Bobot Jawaban
1 -2 = 0,5 -1 = 0,5 0 = 0 +1 = 0 +2 = 0
2 -2 = 0 -1 = 0,1 0 = 0,2 +1 = 0,2 +2 = 0,5
3 -2 = 0 -1 = 0 0 = 0 +1 = 0,8 +2 = 0,2
4 -2 = 0,1 -1 = 0 0 = 0,3 +1 = 0,4 +2 = 0,2
5 -2 = 0,2 -1 = 0,2 0 = 0,4 +1 = 0,1 +2 = 0,1
6 -2 = 0,1 -1 = 0 0 = 0,3 +1 = 0,4 +2 = 0,2
7 -2 = 0 -1 = 0 0 = 0 +1 =0,6 +2 =0,4
8 -2 = 0 -1 = 0,2 0 = 0,5 +1 = 0,2 +2 = 0,1
9 -2 = 0 -1 = 0,2 0 = 0,3 +1 = 0,2 +2 = 0,3
10 -2 = 0 -1 = 0 0 = 0 +1 = 0,7 +2 = 0,3
11 -2 = 0 -1 = 0 0 = 0,2 +1 = 0,4 +2 = 0,4
12 -2 = 0 -1 = 0,4 0 = 0,3 +1 =0,2 +2 =0,1
13 -2 = 0,7 -1 = 0,2 0 = 0 +1 = 0,1 +2 =0
14 -2 = 0,4 -1 = 0,5 0 = 0 +1 = 0,1 +2 = 0
15 -2 = 0 -1 = 0 0 =0 +1 =0,7 +2 =0,3
16 -2 = 0,1 -1 = 0,3 0 = 0,2 +1 =0,3 +2 =0,1
17 -2 = 0,1 -1 = 0 0 =0 +1 =0,2 +2 =0,7
18 -2 = 0 -1 = 0,1 0 = 0,1 +1 =0,6 +2 =0,2
19 -2 = 0 -1 =0,1 0 = 0,4 +1 =0,4 +2 =0,1
20 -2 = 0 -1 = 0,3 0 = 0,1 +1 =0,5 +2 =0,1
21 -2 = 0 -1 = 0 0 = 0 +1 =0,5 +2 =0,5
22 -2 = 0 -1 = 0 0 = 0,1 +1 =0,5 +2 =0,4
33
3.8Alur Penelitian
Gambar 5. Alur penelitian
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung
Mahasiswa Pre-Klinik Angkatan 2014 Mahasiswa Kepaniteraan Klinik
Pengisian Formulir inform consent + Script
Concordance Test
Pengisian Formulir inform consent+
Script Concordance Test
Pencatatan Hasil
Input Data dan Analisis Data
Pengolahan Data
Kesimpulan
Pengambilan sampel menggunakan teknik
consecutive sampling
34
3.9 Pengolahan data & Analisis data
3.9.1 Pengolahan data
Data penelitian yang sudah terkumpul dan diproses melalui serangkaian
pengolahan data secara manual yaitu sebagai berikut (Dahlan, 2014) :
a) Editing, untuk melakukan pengecekan isian formulir atau
kuesioner apakah jawaban yang ada di kuesioner sudah lengkap,
jelas, relevan, serta konsisten.
b) Coding untuk menerjemahkan data yang dikumpulkan selama
penelitian ke dalam simbol yang cocok untuk keperluan analisis.
c) Data entry, memasukan data kedalam komputer.
d) Verifying, melakukan pemeriksaan secara visual terhadap data
yang telah dimasukan kedalam komputer.
e) Computer output, hasil analisis yang telah dilakukan oleh
komputer kemudian dicetak.
3.9.2 Analisis data
A. Analisis data univariat
Variabel yang diteliti disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi variabel
bebas dan variabel terikat.
B. Analisis data bivariat
Untuk mengetahui hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat menggunakan uji statistik. Data yang diperoleh dari hasil
pengamatan dianalisis statistik dengan uji normalitas Kolmogorof-
35
smirnov. Suatu data dikatakan terdistribusi normal apabila nilai p>0,05,
sebaliknya jika nilai p<0,05 dikatakan data tidak terdistribusi normal.
Jika nilai hitung Kolmogorf-smirnov lebih kecil dari nilai tabel
Kolmogorf-smirnov maka data dinyatakan terdistribusi normal,
sedangkan jika nilai hitung Kolmogorf-smirnov lebih besar dari nilai
table Kolmogorf-smirnov maka data dinyatakan tidak terdistribusi
normal. Jika varian data berdistribusi normal maka dilanjutkan dengan
metode uji statistik Independent T test. Jika varian data berdistribusi
tidak normal maka dilakukan transformasi data dan menggunakan uji
normalitas terhadap variabel hasil transformasi. Apabila didapatkan
sebaran data yang juga tidak normal, maka dilanjutkan dengan uji
statistik Man-whitney. Hipotesis akan dianggap bermakna bila p<0,05.
3.10 Etika Penelitian
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dari Komisi Etik
Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan
nomor registrasi No: 792/UN26.8/DL/2018. Sebelum responden
mengerjakan Script Concordance Test, responden terlebih dahulu diberi
penjelasan mengenai penelitian dan menandatangani lembar persetujuan
(inform consent).
45
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian perbedaan tingkat clinical reasoning mahasiswa
kedokteran tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung, didapatkan simpulan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan yang bermakna skor clinical reasoning
mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
2. Skor clinical reasoning pada mahasiswa tahap pre-klinik Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung didapatkan nilai rerata sebesar
4,927 dengan standar deviasi adalah 1,3727 dan nilai std.error mean
0,1743.
3. Skor clinical reasoning pada mahasiswa tahap kepaniteraan klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung didapatkan nilai rerata
sebesar 5,416 dengan standar deviasi adalah 1,6020 dan nilai standar
eror 0,2034.
46
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka peneliti menyarankan
agar:
1. Bagi mahasiswa khususnya mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
lampung disarankan agar meningkatkan pengetahuan dasar, berfikir kritis,
refleksi diri dan metakognitif sehingga dapat meningkatkan kemampuan
clinical reasoning.
2. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti perbedaan tingkat clinical reasoning
mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung, uji validitas dan reabilitas
skor script concordance test dapat dilakukan oleh expert dalam bidang
Ilmu Penyakit Saraf.
3. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti perbedaan tingkat clinical reasoning
mahasiswa kedokteran tahap pre-klinik dan tahap kepaniteraan klinik
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dapat menggunakan script
concordance test dari bidang lain selain dari bidang Ilmu Penyakit Saraf
dan lebih memperhatikan faktor yang dapat mempengaruhi hasil
penelitian.
4. Bagi institusi khususnya Fakultas Kedokteran Universitas Lampung agar
dapat menerapkan metode pembelajaran reflektif secara efektif.
47
5.3 Keterbatasan
Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu variasi soal yang digunakan oleh
peneliti hanya mencakup dalam bidang Ilmu Penyakit Saraf sehingga hasil
penelitian hanya terbatas pada bidang tersebut. Keterbatasan lain dalam
penelitian ini yaitu responden tidak mengerjakan script concordance test
dalam satu tempat secara bersamaan sehingga dikhawatirkan dapat
mempengaruhi hasil penelitian. Selain itu, oleh karena keterbatasan waktu
dan sumber daya, maka validitas dan reabilitas bobot skor script concordance
test yang seharusnya dilakukan oleh expert, hanya dilakukan oleh dokter
umum yang berada pada tahap intermediate.
48
DAFTAR PUSTAKA
Al-elq AH. 2007. Medicine and clinical skills laboraories. Journal of family &
community medicine. 14(2): 63 – 59.
Audétat MC, Lubarsky S, Blais JG, Charlin B. 2013. Clinical reasoning: where
do we stand on identifying and remediating difficulties?. Creative
education. 4(6): 42–48.
Barrow M, McKimm J, Samarasekera DD. 2010. Strategies for Planning and
Designing Medical Curricula and Clinical Teaching. South-East Asian
Journal of Medical Education. 4(1): 2-7.
Carrier A, Levasseur M, Bédard D, Desrosiers J. 2010. Community occupational
therapists‟ clinical reasoning: identifying tacit knowledge. Australian
occupational therapy journal. 57(6): 356–65.
Cuthbert L, Teather D, Teather B, Sharples M. 1999. Expert / novice differences
in diagnostic medical cognition - a review of the literature school of
cognitive and computing sciences. Cognitive science research paper. 1–33.
Dahlan MS. 2014. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan. Jakarta:
Epidemiologi Indonesia.
Elstein AS, Shulman LS, Sprafka SA. 1978. Medical problem solving: an
analysis of clinical reasoning. Cambridge (MA): Harvard University Press.
Elstein AS, Shulman LS, Sprafka SA. 1990. Medical Problem Solving: a ten year
retrospective. The SAGE social science collection: Evaluation & health
profesion. 13: 5–36.
Eva, K. W. 2005. What every teacher needs to know about clinical reasoning. Medical
education. 39(1): 98-106.
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 2018. Buku Panduan Kepaniteraan
Klinik.
Findyartini A, Hawthorne L, Mccoll G, & Chiavaroli N. 2016. How clinical
reasoning is taught and learned : Cultural perspectives from the University
of Melbourne and Universitas Indonesia. BMC Medical Education. 16:
195-185
49
Flavell JH. 1979. Metacognition and Cognitif Monitoring.American
Psychologist. 34 (10): 906-911.
Fournier JP, Demeester A, Charlin B.2008.Script consordance test: guidelines for
construction. BMC Medical Informatics and Decision Making. 8: 25-18.
Gesundheit, N., Brutlag, P., Youngblood, P., Gunning, W. T., Zary, N., & Fors,
U. 2009. The use of virtual patients to assess the clinical skills and reasoning
of medical students: initial insights on student acceptance. Medical teacher.
31(8): 739-742.
Hardjodisastro D. 2006. Menuju seni ilmu kedokteran:bagaimana dokter berpikir,
bekerja dan menampilkan diri. Jakarta: Gramedia pustaka utama. Hal 60 –
118.
Hasbullah. 2015. The effect of ideal metacognitif strategy on achievement
inmathematic. International journal of educational research and technology.
6(4): 45-42
Irfannudin. 2009. Knowledge and critical thinking skills increase clinical
reasoning ability inurogenital disorders: a Universitas Sriwijaya Medical
Faculty experience. Medical Journal of Indonesia. 18: 53-9.
Ivone J. 2010. Critical Thinking, intelectual, skills, reasoning, and clinical
reasoning. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.
Kassirer JP. 2010. Teaching clinical reasoning: case-based and coached.
Academic Medicine. 85(07): 1118 – 1124.
Kiesewetter J, Ebersbach R, Tsalas N, Holzer M, Schimidmaler R, Fischer MR.
2016. Knowledge is not enough to solve the problems – the role of
diagnostic knowledge in clinical reasoning activiies. BMC Medical
Education. 16: 311-303.
Konsil Kedokteran Indonesia. 2012. Standar Kompetensi Dokter Indonesia.
Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia.
Lidnillah D. 2011. Pembelajaran berbasis masalah ( problem based learning ).
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Lisiswanti R, Triatama TK. 2017. Penilaian Kemampuan Clinical Reasoning
Mahasiswa Kedokteran Menggunakan Clinical Performance Examination
dan Objective Structured Clinical Examination. J Agromed Unila. 4(1): 185-
189
Lubarsky S, Charlin B, Cook DA, Chalk C, van der Vleuten CPM. 2011. Script
concordance testing: a review of published validity evidence. Medical
Education.45(4): 329–38.
50
Lubarsky S, Dory V, Duggan P, Gagnon R, Charlin B. 2013. Script concordance
testing: from theory to practice: AMEE guide no. 75. Medical Teacher.
35(3): 184–93.
McLean SF. 2016. Case-Based Learning and its application in medical and
health-care fields: a review of worldwide literature. Journal of Medical
Education and Curricular Development. 3: 39–49.
Meterissian S. 2006. A novel method of assessing clinical reasoning in surgical
residents. Surg Innov. 13: 115–19.
Muir F. The Understanding and Experience of Students, Tutors and Educators
Regarding Reflection in Medical Education: a Qualitative Study.
2010.International Journal of Medical Education. 1: 61-67.
Pamungkasari EP, Kumara A, Armis, Emilia O. 2015. Pengaruh pembelajaran
reflektif dan metakognisi terhadap penalaran klinik mahasiswa program
profesi dokter. Jurnal pendidikan kedokteran Indonesia. 4(2): 65-74.
Pamungkasari EP, Kumara A, Armis, Emilia O. 2017. Pengembangan Model
Pembelajaran Reflektif Untuk Program Studi Profesi Dokter: Enam
Langkah Pembelajaran Reflektif Klinik. pendidikan kedokteran Indonesia .
6(3): 153-162.
Pujiati PA. 2015. The difference in clinical reasoning competence between pre-
clinical students and clinical students on pediatric tropical disease cases.
Sains Medika. 6(1): 25–29.
Rencic, J. 2011. Twelve tips for teaching expertise in clinical reasoning. Medical
Teacher. 3(11): 887-892.
Sibert L, Darmoni SJ, Dahamna B, Hellot MF, Weber J, Charlin B. 2006. Online
clinical reasoning assessment with script concordance test in urology: results
of a French pilot study. BMC Medical Education. 6: 45–53.
Septiani. 2014. Perbedaan Kemampuan Clinical Reasoning Mahasiswa Preklinik
Dengan Mahasiswa Rotasi Klinik FK Unissula. [Skripsi]. Semarang:
Universitas Islam Sultan Agung.
Tiara. 2018. Hubungan Refleksi Diri Terhadap Nilai Ujian Akhir Blok (Uab)
Tropical Infectious Disease (TID) Mahasiswa Tahun Kedua Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung Tahun 2017. [Skripsi]. Bandar Lampung:
Universitas Lampung.
Universitas Lampung. 2010. Panduan program studi pendidikan dokter
Universitas Lampung 2010. Bandar Lampung. 33 – 35.
51
Wan SH. 2015. Using the script concordance test to assess clinical reasoning
skills in undergraduate and postgraduate medicine. Hongkong Medical
Journal. 21: 455-61.