1
WP/5/2018
WORKING PAPER
PERUBAHAN STRUKTURAL DI INDUSTRI
MANUFAKTUR DAN KETENAGAKERJAAN
Donni Fajar Anugrah, Marissa Novita, Bambang Indra Ismaya,
Ratna Rosalia Rahayu
2018
Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank Indonesia.
0
Perubahan Struktural di Industri Manufaktur dan Ketenagakerjaan
Donni Fajar Anugrah, Marissa Novita, Bambang Indra Ismaya,
Ratna Rosalia Rahayu1
Abstrak
Seiring dengan kemajuan teknologi, kebutuhan tenaga kerja dengan keahlian yang sesuai dengan penggunaan teknologi baru dalam industri
manufaktur semakin meningkat. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan perubahan teknologi terhadap peningkatan skilled labor dan mengidentifikasi faktor-faktor teknologi yang memengaruhi
peningkatan skilled labor. Untuk melihat hubungan antara faktor tersebut digunakan metode regresi panel pada data survei tahunan industri
manufaktur periode 2010-2015 yang diagregasi berdasarkan kode international standard industrial classification (ISIC) 3 digit. Untuk
mendapatkan informasi yang lebih detail, dilakukan variasi rentang periode pengamatan untuk melihat apakah ada perubahan jalur transmisi teknologi terhadap permintaan skilled labor. Penelitian ini juga dipertajam dengan
membagi kelompok industri berdasarkan intensitas research and development (R&D).
Hasil estimasi mengonfirmasi adanya shifting kebutuhan tenaga kerja dari non-skilled labor ke skilled labor akibat perubahan teknologi (skill-biased technology change) di industri manufaktur. Dengan membagi periode pengamatan menjadi dua periode waktu (2010-2012 dan 2013-2015)
ditemukan fakta bahwa pengaruh teknologi masuk ke dalam industri manufaktur Indonesia melalui dua jalur transmisi, yaitu jalur foreign direct investment (FDI) dan jalur R&D. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya perbedaan perubahan jalur transmisi teknologi antarkelompok industri. Pada kelompok industri teknologi rendah terjadi perubahan jalur transmisi
teknologi dari jalur R&D (2010-2012) menjadi jalur FDI (2013-2015). Sebaliknya, pada kelompok industri teknologi menengah-tinggi terjadi
perubahan jalur transmisi teknologi dari jalur FDI (2010-2012) menjadi jalur R&D (2013-2015). Di sisi lain, hasil regresi juga menunjukkan bahwa difusi teknologi baru melalui FDI, imported material, dan ekspor belum berlaku di
Indonesia.
Keywords: tenaga kerja, teknologi, panel data
JEL classification: C23, J24, O33
1 Penulis adalah para peneliti di Grup Riset Ekonomi (GRE), Departemen Kebijakan Ekonomi dan Moneter (DKEM), Bank Indonesia. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Aida S. Budiman selaku Kepala Departemen dan Bapak Reza Anglingkusumo selaku Kepala Grup, atas bimbingan dan arahan yang diberikan. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Ahmad Zaki Fahmi selaku external reviewer dari World Bank atas saran dan masukan yang diberikan.
1
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Indonesia telah mengalami transformasi struktur ketenagakerjaan dalam 20
tahun terakhir. Sektor primer, seperti sektor pertanian, memiliki nilai pangsa tenaga
kerja sebesar 55% pada tahun 1988 dan menjadi sektor utama bagi perekonomian
Indonesia. Meskipun masih menjadi sektor utama, pangsa sektor pertanian tersebut
mengalami penurunan hingga mencapai nilai pangsa sebesar 30,5% pada 2018.
Penurunan pangsa tersebut diiringi dengan kenaikan pangsa tenaga kerja di sektor
sekunder dan tersier, seperti sektor manufaktur dan sektor perdagangan. Pada
tahun 1988, pangsa tenaga kerja di sektor manufaktur dan sektor perdagangan
masing-masing sebesar 8,4% dan 15%. Pangsa kedua sektor tersebut mengalami
peningkatan masing-masing menjadi sebesar 14,1% dan 24,9% pada tahun 2018.
Meskipun tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur belum setinggi
sektor perdagangan, sektor manufaktur menjadi sektor utama penyumbang
perekonomian Indonesia dengan pangsa terhadap PDB rata-rata sebesar 21,6%
selama periode 2010-2018, tertinggi dibandingkan sektor lainnya.2
Perubahan struktur ketenagakerjaan juga merupakan dampak
perkembangan teknologi yang membawa perubahan komposisi, penyerapan tenaga
kerja, produktivitas sektoral, serta kapabilitas modal dasar perekonomian. Lebih
lanjut, kemajuan teknologi menyebabkan permintaan akan skilled labor relatif lebih
tinggi, sedangkan permintaan terhadap pekerja unskilled labor yang melakukan
kegiatan rutin relatif lebih rendah. Hal tersebut merupakan faktor pendorong yang
menyebabkan terjadinya perbedaan upah antara skilled labor dan upah unskilled
labor. Skilled Biased Technology Change (SBTC) merupakan efek dari pergeseran
dalam teknologi proses produksi yang menyebabkan produktivitas perusahaan
meningkat. Penyerapan teknologi tersebut tidak hanya membawa kemajuan yang
dapat membantu pekerja, tetapi juga menyebabkan pekerja dengan keterampilan
rendah menjadi tidak terpakai karena terjadi peralihan tugas dalam pekerjaan.
Penelitian terkait dampak penyerapan teknologi terhadap perubahan struktur
tenaga kerja di Indonesia masih terbatas. Salah satunya adalah penelitian oleh Lee
dan Wie (2013) yang menganalisis dampak perubahan teknologi terhadap
perubahan kompetensi tenaga kerja dan perbedaan upah di Indonesia pada periode
2 Data tenaga kerja sampai dengan Februari 2018.
2
2000-2006. Hasil estimasi penelitian tersebut menunjukkan bahwa pergeseran
komposisi tenaga kerja tidak hanya didorong oleh realokasi angkatan kerja
antarindustri, tetapi juga didorong oleh perubahan di dalam industri yang
menunjukkan adanya SBTC. Namun, penelitian tersebut hanya mencakup industri
manufaktur secara keseluruhan tanpa mengklasifikasi industri berdasarkan tingkat
teknologi. Padahal, perbedaan teknologi produksi di tiap-tiap industri menyebabkan
perbedaan karakteristik industri, terutama dalam hal komposisi tenaga kerja dan
tingkat upah.
Penelitian ini akan membagi industri berdasarkan tingkat teknologi untuk
melihat dampak teknologi terhadap tiap-tiap kelompok industri. Selain itu,
penelitian ini akan menggunakan timeframe terbaru, yaitu periode 2010-2015. Pada
periode tersebut, perkembangan teknologi terjadi secara cepat dengan munculnya
internet of things dalam setiap aspek perekonomian.
1.2. Tujuan Riset
Berdasarkan paparan di atas, tujuan dari penelitian ini adalah sebagai
berikut.
1) Mengidentifikasi hubungan perubahan teknologi terhadap peningkatan skilled
labor.
2) Mengidentifikasi faktor-faktor teknologi yang memengaruhi peningkatan skilled
labor.
1.3. Sistematika Pembahasan
Penulisan penelitian ini terdiri atas 5 (lima) bagian yang diawali dengan
bagian 1 Pendahuluan. Selanjutnya, bagian 2 (dua) berisikan konsep teori dan studi
literatur. Pada bagian 3 (tiga) akan dijabarkan tentang model dan metodologi serta
data yang digunakan dalam penelitian ini. Bagian 4 (empat) berisikan analisis hasil
pengujian empirik dari riset ini serta uraian terkait perkembangan struktur tenaga
kerja dan dampak teknologi terhadap struktur tenaga kerja. Terakhir, Bagian 5
(lima) berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian. AB II TINJAUAN
PUSTAKA
3
2. Tinjauan Pustaka
2.1. Konsep Teori
2.1.1. Tenaga Kerja
Secara umum tenaga kerja adalah individu yang menawarkan keterampilan
dan kemampuan untuk memproduksi barang atau jasa agar perusahaan dapat
meraih keuntungan dan untuk itu individu tersebut akan memperoleh upah sesuai
dengan keterampilan yang dimilikinya. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
menggolongkan penduduk usia 15-64 tahun sebagai tenaga kerja. Sementara itu,
Indonesia menggolongkan penduduk usia 10 tahun ke atas sebagai tenaga kerja
dengan alasan banyaknya jumlah penduduk yang bekerja berusia 10-14 tahun dan
65 tahun ke atas (Ananta, 1990). Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang
Republik Indonesia No. 13 Tahun 2003 Pasal 1 tentang Ketenagakerjaan, yang
dimaksud dengan tenaga kerja adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga
kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.
Permintaan produsen atas tenaga kerja berbeda dengan permintaan
konsumen terhadap barang dan jasa. Orang membeli barang karena barang itu
memberikan manfaat (utility) kepada si pembeli. Namun, pengusaha
mempekerjakan seseorang karena seseorang itu membantu memproduksi barang
atau jasa untuk dijual kepada masyarakat. Permintaan terhadap tenaga kerja dapat
terjadi berdasarkan bertambahnya permintaan terhadap suatu barang
(Simanjuntak, 1985). Dengan demikian, untuk mempertahankan tenaga kerja yang
digunakan perusahaan, permintaan masyarakat terhadap produk perusahaan
harus tetap stabil dan bila memungkinkan meningkat. Untuk menjaga stabilitas
permintaan produk perusahaan serta kemungkinan pelaksanaan ekspor,
perusahaan harus memiliki kemampuan bersaing, baik untuk pasar dalam negeri
maupun luar negeri. Oleh karena itu, diharapkan permintaan perusahaan terhadap
tenaga kerja dapat dipertahankan atau bahkan ditingkatkan (Sumarsono, 2003).
Permintaan atas tenaga kerja sangat ditentukan oleh sifat permintaan atas
barang-barang yang diproduksinya. Pengusaha akan terus menambah jumlah
pekerja selama pekerja tambahan tersebut dapat menghasilkan penjualan
tambahan yang melebihi upah yang dibayarkan kepadanya. Seorang pengusaha
akan berhenti menambah jumlah pekerjanya apabila tambahan pekerja yang
terakhir hanya menghasilkan tambahan produksi yang sama nilainya. Ini adalah
4
syarat yang perlu dipenuhi apabila perusahaan ingin memaksimalkan
keuntungannya. Secara formula, syarat untuk memaksimalkan keuntungan
perusahaan tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut.
π = ππππΏ .............................................................................................................. (1)
W adalah tingkat upah dan ππππΏ adalah produksi marginal pekerja yang keduanya
dinyatakan dalam nilai fisikal (dalam nilai riil) dan bukan dalam nilai uang (Sukirno,
2005).
Grafik 1 pada subgrafik (a) menunjukkan bahwa semakin banyak tenaga
kerja yang digunakan, semakin sedikit produksi marginal yang diciptakan oleh
setiap tambahan pekerja. Misalnya, tingkat upah dalam perekonomian adalah ππ΄.
Kegiatan produksi mencapai produksi marginal sebanyak ππππΏ = ππ΄ jika
perusahaan menggunakan tenaga kerja sebanyak πΏπ΄. Pada subgrafik (b) terlihat
tingkat upah ππ΄ sebanyak πΏπ΄ tenaga kerja akan digunakan. Untuk memaksimalkan
keuntungan perusahaan akan digunakan tenaga kerja sehingga tingkat produksi
marginal sama nilainya dengan π0. Misalnya, kesamaan itu dicapai pada π0 = πππ0
sehingga permintaan tenaga kerja sebanyak πΏ0. Hubungan antara tingkat upah π0
dan permintaan tenaga kerja ditunjukkan oleh titik B. Untuk memaksimalkan
keuntungan, perusahaan harus menggunakan tenaga kerja sehingga upah sama
dengan produksi marginal yang akan dicapai pada π1 = πππ1. Hubungan antara
upah π1 dengan tenaga kerja πΏ1 ditunjukkan oleh titik C. Permintaan tenaga kerja
oleh perusahaan tersebut diperoleh dari menarik satu garis melalui titik A, B dan C,
yaitu kurva π·πΏ.
Grafik 1. Kurva Permintaan Tenaga Kerja
Sumber: Sukirno (2005)
Permintaan tenaga kerja merupakan fungsi yang menggambarkan hubungan
antara tingkat upah dan jumlah tenaga kerja yang diminta. Semakin besar
permintaan barang dan jasa dari masyarakat, semakin besar pula permintaan
5
tenaga kerja perusahaan ke masyarakat. Perusahaan meminta tenaga kerja karena
kemampuannya menghasilkan barang dan jasa. Permintaan tenaga kerja berkaitan
dengan jumlah tenaga yang dibutuhkan oleh perusahaan atau instansi secara
keseluruhan. Haryani (2002) menyatakan faktor-faktor yang memengaruhi
permintaan jumlah tenaga kerja di pasar tenaga kerja adalah sebagai berikut.
1) Tingkat Upah
Tingkat upah akan memengaruhi tinggi rendahnya biaya produksi perusahaan.
Kenaikan tingkat upah akan mengakibatkan kenaikan biaya produksi, yang
selanjutnya akan meningkatkan harga per unit produk yang dihasilkan. Kondisi
ini memaksa produsen untuk mengurangi jumlah produk yang dihasilkan, yang
juga dapat mengurangi permintaan tenaga kerja. Penurunan jumlah tenaga
kerja akibat perubahan skala produksi disebut efek skala produksi (scale effect).
Kenaikan upah dengan asumsi bahwa harga barang-barang modal yang lain
tetap menyebabkan pengusaha cenderung menggantikan tenaga kerja dengan
mesin. Penurunan jumlah tenaga kerja akibat adanya penggantian tenaga kerja
dengan mesin disebut efek substitusi (substitution effect).
2) Teknologi
Yang lebih berpengaruh dalam menentukan permintaan tenaga kerja adalah
kemampuan mesin untuk menghasilkan produk dalam kuantitas yang jauh
lebih besar daripada kemampuan manusia.
3) Produktivitas
Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dapat dicapai dan
keseluruhan sumber daya yang dipergunakan per satuan waktu. Peningkatan
produktivitas tenaga kerja merupakan sasaran yang strategis karena
peningkatan produktivitas faktor-faktor lain sangat bergantung pada
kemampuan tenaga manusia yang memanfaatkannya (Sumarsono, 2003).
Dengan demikian, jumlah tenaga kerja yang diminta dapat ditentukan oleh
tingkat produktivitas tenaga kerja itu sendiri.
4) Kualitas Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang berkualitas akan menyebabkan produktivitasnya meningkat.
Kualitas tenaga kerja tecermin dari tingkat pendidikan, keterampilan,
pengalaman, dan kematangan tenaga kerja dalam bekerja.
6
5) Fasilitas Modal
Pada suatu industri, dengan asumsi bahwa faktor-faktor produksi yang lain
bersifat konstan, semakin besar modal yang ditanamkan, semakin besar
permintaan tenaga kerja yang dibutuhkan.
2.1.2. Skill Biased Technology Change
Hipotesis dalam konsep skill biased technology change (SBTC) menyatakan
bahwa permintaan terhadap skilled labor akan meningkat jika terdapat penyerapan
teknologi baru di sebuah lingkungan kerja. Terjadinya SBTC tersebut selanjutnya
memberikan dampak terhadap perbedaan upah di antara tenaga kerja industri yang
disebabkan oleh adanya peningkatan upah untuk tenaga kerja berketerampilan
tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja berketerampilan rendah.
Pendekatan dasar SBTC digunakan dalam beberapa literatur (Bound dan
Johnson, 1989); Berman, Bound, dan Griliches, 1994); dan Autor, Katz, dan
Krueger, 1998) yang memodelkan SBTC dalam fungsi produksi dengan bentuk
sebagai berikut.
π = π(ππ» , ππΏ) = π΄[πΌ(ππ»ππ»)(πβ1)/π + (1 β πΌ)(ππΏππΏ)(πβ1)/π](πβ1)/π
.................................. (2)
Y adalah jumlah output, ππ» merupakan input tenaga kerja berkeahlian tinggi, dan
ππΏ merupakan input tenaga kerja berkeahlian rendah. π > 0 merupakan elastisitas
dari input tenaga kerja dan π΄, πΌ, ππ», serta ππΏ adalah parameter teknologi yang
mungkin berbeda pada setiap periode. Pada beberapa aplikasinya, ππ» diukur dengan
jumlah lulusan perguruan tinggi, sedangkan ππΏ diukur dengan jumlah lulusan
sekolah meskipun pada beberapa studi pendefinisian kategori tenaga kerja ini lebih
fleksibel.
Selanjutnya, permintaan high-skilled labor dapat diukur melalui pendekatan
marginal produk dari dua kelompok tenaga kerja yang direpresentasikan oleh rasio
upah kedua kelompok tenaga kerja tersebut (ππ»/ππΏ). Dengan memodifikasi ke dalam
bentuk logaritma dan diferensial pertama terhadap waktu, perubahan share upah
tersebut dapat dihitung dengan persamaan berikut.
β log (ππ»
ππΏ) = β log [
πΌ
1βπΌ] + ( π β 1)/πβπππ (
ππ»
ππΏ) β 1/ πβπππ (
ππ»
ππΏ) ....................................... (3)
Hal yang pertama kali perlu diamati pada persamaan (3) adalah perubahan
dalam upah harus menggambarkan perubahan dari suplai tenaga kerja berkeahlian
tinggi atau perubahan teknologi. Dalam persamaan tersebut digunakan asumsi
7
bahwa variabel lain yang memengaruhi upah relatif (contoh: harga sewa, efisiensi,
upah premium, dan tingkat institusi) diabaikan. Lebih lanjut, ketika tidak ada
perubahan teknologi, tingkat upah relatif dari skilled labor akan bervariasi
mengikuti suplai relatif tenaga kerja tersebut.
Persamaan (3) menunjukkan bahwa hanya SBTC yang mampu membawa ke
kondisi kesenjangan upah. Pergeseran pada parameter A atau pergeseran proporsi
gH dan gL menyebabkan produktivitas dari kedua kelompok keahlian tersebut tidak
berubah dan hanya memengaruhi tingkat upah. Selain itu, SBTC turut berperan
dalam peningkatan Ξ± atau peningkatan gH terhadap gL. Peningkatan pada Ξ± akan
menyebabkan peningkatan pada produktivitas marginal dari skilled labor dan pada
saat yang sama akan menurunkan produktivitas marginal dari unskilled labor.
Kondisi tersebut dikenal dengan istilah extensive SBTC. Di sisi lain, intensive SBTC
terjadi pada saat perubahan teknologi meningkatkan produktivitas marginal dari
skilled labor tanpa perlu menurunkan produk marginal dari unskilled labor.
2.2. Studi Literatur
Penelitian mengenai pergeseran struktur tenaga kerja pada awalnya
dilakukan oleh beberapa penelitian di Amerika Serikat (AS). Bound dan Johnson
(1989) melakukan analisis terkait perubahan struktur upah yang terjadi di AS pada
periode 1979-1987 yang mungkin disebabkan oleh pergeseran struktur permintaan
produk, skilled-labor saving technology, dan perubahan upah yang diterima oleh
lower skilled labor. Penelitian tersebut membuktikan bahwa penyebab utama
perubahan struktur upah adalah adanya kombinasi perubahan teknologi produksi
sehingga menyebabkan penurunan permintaan tenaga kerja kasar dan peningkatan
permintaan terhadap tenaga kerja terdidik.
Penelitian lain dilakukan oleh Berman, Bound, dan Griliches (1994) yang
mengkaji pergeseran permintaan dari unskilled ke arah skilled labor di industri
manufaktur AS setelah tahun 1980 yang disebabkan oleh adanya production labor-
saving technology change. Production labor-saving technology change yang terjadi
dibuktikan dengan beberapa hal, yaitu: (1) adanya peningkatan penggunaan skilled
labor di 450 industri manufaktur yang tidak berasal dari adanya realokasi tenaga
kerja antarindustri; (2) kegiatan perdagangan dan pembangunan industri
pertahanan hanya memiliki sedikit efek terhadap realokasi tenaga kerja; dan (3)
peningkatan pekerja nonproduksi berkorelasi tinggi dengan investasi untuk
komputer dan R&D. Autor, Katz, dan Krueger (1998) juga mengonfirmasi adanya
8
peningkatan permintaan tenaga kerja dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi
sebagai dampak komputerisasi pada industri di US periode 1940-1996.
Pergeseran struktur tenaga kerja akibat SBTC pada negara berkembang juga
dikaji oleh Berman, Bound, dan Machin (1997) dan Machin dan Reenen (1998).
Berman, Bound, dan Machin (1997) membuktikan bahwa terdapat peningkatan
proporsi skilled labor di negara OECD meskipun upah relatif stabil. Machin dan
Reenen (1998) memperluas cakupan analisis yang sebelumnya dilakukan oleh
Berman, Bound dan Griliches (1994) dengan membandingkan di enam negara OECD
dan menemukan bahwa perubahan teknologi melalui intensitas R&D sangat erat
kaitannya dengan peningkatan skilled labor. Meskipun demikian, pada kasus di
India, Berman, Somanathan, dan Tan (2005) membuktikan adanya skill upgrading
yang terlihat dari adanya peningkatan output dan capital skill yang tidak disebabkan
oleh SBTC.
Penelitian lain terkait dengan perubahan struktur tenaga kerja dilakukan
oleh Graetz dan Michaels (2015) dan Acemoglu dan Restrepo (2017). Graetz dan
Michaels (2015) mengkaji dampak ekonomi akibat penggunaan robotisasi dengan
menggunakan data panel industri di tujuh belas negara pada periode 1993-2007
dan menemukan bahwa penggunaan robot dapat meningkatkan produktivitas
tenaga kerja dan nilai tambah pada industri yang berkontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi. Sementara itu, Acemoglu dan Restrepo (2017) mengkaji
mengenai pengaruh peningkatan penggunaan robot pada industri di pasar tenaga
kerja lokal di AS pada periode tahun 1990-2007 dengan menggunakan model
persaingan antara robot dan tenaga manusia dalam proses produksi dengan tugas
yang berbeda. Hasil kajian tersebut menemukan bahwa penggunaan robot dapat
mengurangi jumlah pekerja dan biaya upah dan secara positif meningkatkan
produktivitas meskipun hal tersebut menyebabkan terjadinya pergeseran tenaga
kerja.
Dalam penelitian lain, Acemoglu dan Restrepo (2017) lebih lanjut menemukan
bahwa penerapan teknologi baru akan menyebabkan terjadinya kelebihan pasokan
tenaga kerja karena tugas yang sebelumnya dilakukan oleh pekerja dapat
digantikan dengan otomatisasi. Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan
otomatisasi akan mengurangi pasokan tenaga kerja, tetapi mendorong terciptanya
tugas-tugas baru yang membutuhkan tenaga kerja dengan keahlian lebih tinggi. Hal
tersebut juga dikaji oleh Ramaswamy (2018) yang menemukan bahwa peningkatan
otomatisasi tidak akan menyebabkan hilangnya pekerjaan secara agregat karena
9
akan ada permintaan untuk jenis pekerja terampil atau spesialisasi baru dalam
pekerjaan. Sebaliknya, low skilled labor dalam pekerjaan rutin memiliki potensi yang
lebih tinggi untuk kehilangan pekerjaan.
Penelitian lain terkait dengan pergeseran struktur tenaga kerja di Asia
dilakukan oleh Seo dan Lee (2002) dan Lim dan Han (2018). Seo dan Lee (2002)
mengkaji korelasi antara teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dan peningkatan
keterampilan kerja pada periode 1993-1999 di Korea. Penelitian tersebut
menemukan bahwa teknologi informasi dan komunikasi di sektor industri Korea
berkorelasi positif dengan peningkatan keterampilan pekerja selama periode 1993-
1999, terutama pada periode 1996-1999. Sementara itu, Lim dan Han (2018)
mengkaji dampak penerapan teknologi terhadap upah dan produktivitas di
Singapura. Hasil analisis kajian tersebut menyatakan bahwa penerapan teknologi
informasi dan komunikasi (TIK) yang lebih besar di Singapora menghasilkan
pertumbuhan produktivitas yang nyata dan upah yang lebih tinggi yang efeknya
lebih besar di sektor jasa meskipun dampak pada unskilled labor belum dapat
dirasakan.
Sementara itu, beberapa penelitian terkait dengan perubahan struktur tenaga
kerja di Indonesia telah dilakukan oleh Gropello dan Sakellariou (2010) dan Lee dan
Wie (2013). Gropello dan Sakellariou (2010) menganalisis peningkatan proporsi
skilled labor di tujuh negara di Asia Timur, termasuk di Indonesia. Hasil kajian ini
membuktikan adanya peningkatan proporsi skilled labor pada periode 1997-2005 di
Indonesia. Peningkatan proporsi skilled labor tersebut terutama terjadi di sektor jasa
dan perdagangan meskipun di industri manufaktur belum terlihat peningkatan yang
signifikan. Selain itu, Lee dan Wie (2013) menganalisis dampak perubahan teknologi
terhadap produktivitas industri melalui skill upgrading yang memengaruhi
komposisi pekerja nonproduksi (skilled labor) di Indonesia pada tahun 2000-2006.
Penelitian tersebut membuktikan bahwa terdapat pengaruh skilled biased
technology change (SBTC) pada peningkatan kompetensi tenaga kerja di Indonesia
melalui kegiatan impor dan investasi asing yang masuk ke Indonesia membawa
teknologi.
1 BAB III DATA, METODOLOGI, DAN MODEL
10
3. Data, Metodologi, dan Model
3.1. Data
Penelitian ini menggunakan data industri manufaktur di Indonesia yang
bersumber dari data survei industri besar sedang (SIBS) dari BPS. Pada data SIBS
terdapat informasi dari responden dalam level perusahaan. Tabel 1 menyajikan
informasi dari SIBS yang digunakan untuk menganalisis dampak perubahan
teknologi terhadap struktur tenaga kerja.
Tabel 1. Variabel yang Digunakan dalam Penelitian
Variabel Keterangan
Share tenaga kerja nonproduksi Menggunakan data jumlah tenaga kerja
nonproduksi/jumlah tenaga kerja di perusahaan
Upah/gaji TK nonproduksi Upah/gaji tenaga kerja nonproduksi, yaitu upah pekerja yang melakukan kegiatan supervisi, marketing,
sales, dan administrasi.
Upah/gaji TK produksi Upah/gaji tenaga kerja di bagian produksi
Fixed Capital Modal tetap perusahaan yang meliputi tanah,
bangunan, mesin, kendaraan, dan aset tetap lainnya.
Output Total nilai barang yang diproduksi perusahaan
R&D dan HD
Menggunakan pendekatan pengeluaran
lainperusahaan yang mencakup biaya R&D dan Human Development
Export Persentase nilai barang yang diekspor
Import Persentase nilai bahan baku yang diimpor
FDI Menggunakan pendekatan besar modal asing di
perusahaan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data antarindustri
manufaktur secara time series untuk melihat perubahan komposisi tenaga kerja
berketerampilan tinggi. Meskipun demikian, data SIBS dalam bentuk level
perusahan memiliki kelemahan, yaitu tidak semua sampel perusahaan menjadi
responden pada tahun yang sama. Hal tersebut menyebabkan adanya data yang
tidak tersedia pada tahun-tahun tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan data dalam bentuk level industri yang diagregasi berdasarkan kode
industri ISIC 3 digit. Periode data yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun
2010 s.d. 2015.
Selain itu, data level industri diklasifikasi menurut tingkat intensitas R&D
yang dikeluarkan oleh OECD, yaitu terbagi menjadi industri teknologi rendah,
industri teknologi menengah-rendah, industri teknologi menengah-tinggi, dan
industri teknologi tinggi. Namun, penelitian ini difokuskan pada kelompok
klasifikasi industri teknologi rendah dan industri teknologi menengah-tinggi.
11
Jumlah cross section dan sampel pada setiap kelompok industri dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Data yang Digunakan dalam Penelitian
Kelompok Industri Jumlah Cross
Section
Jumlah
Data
Seluruh industri 69 414
Industri teknologi rendah 25 150
Industri teknologi menengah-tinggi 18 108
3.2. Model
Dampak perkembangan teknologi terhadap struktur tenaga kerja di industri
manufaktur diukur dengan menggunakan model pendekatan yang telah
dikembangkan oleh Lee dan Wie (2013) yang melihat perubahan proporsi tenaga
kerja berketerampilan tinggi sebagai berikut.
βπππ‘π = π½0 + π½1βππ (
πππ‘π
πππ‘π) + π½2βππ (
πΎππ‘
πππ‘) + πππ‘ ................................................................. (4)
βπππ‘π adalah perubahan komposisi tenaga kerja nonproduksi di perusahaan j pada
tahun t, πππ‘π dan πππ‘
π adalah upah/gaji tenaga kerja nonproduksi dan produksi di
perusahaan j pada tahun t, πΎππ‘ adalah modal tetap (fixed capital) di perusahaan j
pada tahun t, dan πππ‘ adalah nilai tambah perusahaan j pada tahun t. Dalam
persamaan tersebut π½0 merupakan bias perubahan teknologi yang dimiliki
antarindustri.
Tenaga kerja nonproduksi merupakan tenaga kerja yang tidak berkaitan
langsung dengan produksi, seperti operator mesin, melainkan pekerja yang
mengawasi dan mengelola perusahaan. Oleh karena itu, tenaga kerja nonproduksi
diasumsikan sebagai tenaga kerja dengan keterampilan lebih tingi, sedangkan
tenaga kerja produksi diasumsikan sebagai tenaga kerja dengan keterampilan lebih
rendah.
Dalam penelitian ini, model tersebut dikembangkan dengan menambahkan
variabel eksternal yang menggambarkan saluran masuknya teknologi baru yang
menyebabkan peningkatan kualitas tenaga kerja, seperti biaya R&D, biaya Human
Development, nilai produk yang diekspor, bahan baku yang diimpor, dan investasi
asing yang masuk sehingga persamaan di atas menjadi sebagai berikut.
12
βπππ‘π = π½0 + π½1β ln (
πππ‘π
πππ‘π) + π½2β ln (
πΎππ‘
πππ‘) + π½3β ln π¦ + π½4 (
π &π·ππ‘
πΌππ£π π‘ππ‘ ) +π½5 (
π»π·ππ‘
πΌππ£π π‘ππ‘ ) + π½6 (
πΉπ·πΌ
πΌππ£π π‘ππ‘ ) +
π½7 (πΈπ₯ππππ‘ππ‘
ππ’π‘ππ’π‘ππ‘ ) + π½8 (
πΌπππππ‘ππ‘
ππ’π‘ππ’π‘ππ‘ ) + πππ‘ ............................................................................ (5)
Pemilihan variabel untuk mengetahui pengaruh perkembangan teknologi
terhadap perubahan struktur ketenagakerjaan dilihat berdasarkan komposisi
tenaga kerja nonproduksi (skilled labor) terhadap total tenaga kerja. Variabel beserta
referensinya adalah sebagai berikut.
1) Upah/Gaji Nonproduksi dan Produksi
Perubahan komposisi tenaga kerja di industri manufaktur dapat diukur dengan
menggunakan pendekatan upah tenaga kerja. Perubahan komposisi tenaga
kerja di industri dipengaruhi oleh adanya perbedaan upah antara skilled labor
dan unskilled labor (Bound dan Johnson, 1989).
2) Kapital
Menurut Chennells dan Reenen (1999), penambahan teknologi akan
meningkatkan kapital industri yang selanjutnya akan meningkatkan
permintaan skilled labor dibandingkan dengan unskilled labor. Lebih lanjut,
peningkatan permintaan akan menyebabkan kurva permintaan bergeser dan
menciptakan titik keseimbangan baru untuk upah skilled labor yang lebih
tinggi. Contohnya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Berman et al., (1994),
investasi terhadap komputerisasi (peningkatan kapital teknologi) menyebabkan
terjadinya peningkatan kualitas kompetensi pekerja.
3) Research & Development
Menurut Berman, Bound, dan Griliches (1994), peningkatan pekerja
nonproduksi di industri murni disebabkan oleh dorongan kebutuhan
perusahaan tersebut. Peningkatan pekerja nonproduksi tersebut akan memiliki
korelasi terhadap investasi R&D. Selain itu, menurut Chennells dan Reenen
(1999), pada perusahaan dengan pengeluaran R&D yang intensif memiliki upah
skilled labor yang relatif lebih tinggi.
4) Human Development
Menurut Horstein, Krusell, dan Violante (2005), unskilled labor merupakan
spesialis dalam pekerjaannya dan membutuhkan sejumlah pelatihan agar dapat
mengerjakan berbagai pekerjaan yang dapat dilakukan oleh skilled labor. Oleh
13
karena itu, peningkatan biaya pelatihan dan pengembangan tenaga kerja akan
berdampak pada peningkatan kompetensi pekerja sehingga akan meningkatkan
skilled labor di perusahaan.
5) Ekspor dan Impor
Menurut Berman, Bound, dan Machin (1997), negara berkembang dengan
jumlah tenaga kerja berkompetensi rendah yang melimpah akan meningkat
upah skilled labor-nya jika negara tersebut membuka diri terhadap perdagangan
dengan negara lain. Kegiatan ekspor dan impor menjadi salah satu jalan masuk
teknologi ke industri. Lee, Jong-Wha, dan Wie (2013) juga menyebutkan bahwa
perkembangan teknologi tidak hanya dipengaruhi oleh investasi teknologi
domestik, tetapi juga dipengaruhi juga oleh spillover teknologi dari mitra dagang.
Ketika suatu negara memiliki nilai ekspor yang tinggi, kecenderungan
perusahaan untuk menyerap teknologi baru agar dapat menciptakan produk
yang mampu bersaing di pasar global juga akan semakin tinggi. Sementara itu,
pada negara berkembang, teknologi akan masuk melalui impor barang dari
negara maju sehingga memberikan dampak terhadap peningkatan kompetensi
tenaga kerja.
6) Foreign Direct Investment (FDI)
Menurut Borensztein, De Gregorio, dan Lee (1995) FDI merupakan salah satu
sarana penting dalam transfer teknologi di negara berkembang karena
kontribusinya dalam pertumbuhan ekonomi dibandingkan dengan investasi
dalam negeri. Produktivitas FDI yang lebih tinggi sangat bergantung pada
ketersediaan sumber daya manusia. SjΓΆholm (2016) juga menunjukkan bahwa
FDI berkontribusi pada perubahan struktur ekonomi, yaitu pada kegiatan yang
bernilai tambah lebih tinggi yang berdampak pada peningkatan upah yang lebih
tinggi.
3.3. Metodologi
Sehubungan dengan persamaan di atas yang menggunakan perbandingan
data antarperusahaan manufaktur secara time series untuk melihat perubahan
komposisi tenaga kerja berketerampilan tinggi, estimasi dalam penelitian ini
menggunakan panel data. Panel data merupakan sekumpulan data cross section
yang masing-masing diamati selama periode waktu yang berurutan (Baltagi, 2005).
Penggunaan panel data dalam analisis memilki keunggulan dibandingkan dengan
data time series atau data cross section karena keberagaman data tiap-tiap individu
14
dapat dikontrol. Selain itu, panel data memberikan informasi data dengan
variabilitas yang lebih tinggi, kolinearitas antarvariabel yang lebih rendah, dan lebih
efisien. Dalam penggunaannya, panel data digunakan untuk mempelajari
perubahan variabel dinamis yang berubah sepanjang waktu atau untuk
mengidentifikasi dan mengukur dampak perubahan variabel yang tidak dapat
terdeteksi pada data time series atau data cross section. Namun, penggunaan panel
data memiliki keterbatasan dalam hal desain dan pengumpulan data yang
mencakup seluruh variabel pada seluruh periode sehingga apabila data tidak
terpenuhi dapat menimbulkan distorsi dalam pengukuran.
Regresi panel merupakan teknik untuk memodelkan pengaruh variabel
penjelas terhadap variabel respons pada panel data. Regresi panel data berbeda
dengan regresi data time series dan cross-section, yaitu pada panel data terdapat dua
dimensi: cross-section dan waktu. Formulanya adalah sebagai berikut.
yit= Ξ± + Ξ² Xβit +uit I = 1,β¦,N; t=1,β¦,T ............................................................... (6)
Secara umum, terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam melakukan
estimasi model panel data, yaitu model tanpa pengaruh individu (common effect) dan
model dengan pengaruh individu (fixed effect dan random effect). Pada model
common effect estimasi yang dilakukan menggabungkan seluruh data time series
dan cross section dengan menggunakan pendekatan ordinary least square (OLS)
dalam mengestimasi parameternya. Secara umum, persamaan model common effect
dituliskan sebagai berikut.
Yit= Ξ± + Ξ² Xit +Ξ΅it .................................................................................................. (7)
dengan penjelasan:
Yit = Variabel yang dijelaskan pada unit pengamatan ke-i dan waktu ke-t
Xit = Variabel penjelas pada unit pengamatan ke-i dan waktu ke-t
Ξ² = Koefisien slope atau koefisien arah
Ξ± = Intersep model regresi
Ξ΅it = Komponen error pada unit pengamatan ke-i dan waktu ke-t
Sementara itu, pada model fixed effect dilakukan teknik penambahan
variabel dummy dengan asumsi bahwa koefisien slope konstan dengan intersep yang
bervariasi antaranggota panel. Penambahan variabel dummy pada fixed effect model
membawa konsekuensi terhadap berkurangnya derajat kebebasan (degree of
15
freedom) yang menyebabkan efisiensi parameter berkurang. Oleh karena itu,
selanjutnya berkembang pendekatan random effect model yang mengakomodasikan
perbedaan karakteristik individu dan waktu pada error dari model sehingga random
error pada model diurai menjadi error untuk komponen waktu dan error gabungan.
16
4. Analisis Empirik
4.1. Perkembangan Tenaga Kerja di Indonesia
Sejalan dengan jumlah tenaga kerja di sektor manufaktur yang mengalami
pertumbuhan yang stagnan, jumlah tenaga kerja di Industri Besar-Sedang (IBS) juga
mengalami pertumbuhan yang stagnan, yaitu rata-rata 0,9% per tahun selama
periode 2001-2015. Sementara itu, peningkatan jumlah tenaga kerja IBS meningkat
pesat selama periode 2008-2012 yang kemudian mengalami perlambatan
pertumbuhan pada periode 2013-2014 hingga akhirnya mengalami penurunan
jumlah tenaga kerja pada tahun 2015 (Grafik 2). Hal tersebut ditenggarai terjadi
sebagai dampak penurunan harga komoditas yang menyebabkan beberapa industri
batubara dan migas mengurangi jumlah pekerjanya. Selain itu, kinerja industri TPT
dan industri pengolahan kayu juga menurun sebagai akibat dari melemahnya nilai
rupiah dan keterbatasan pemodalan pada periode tersebut.
Secara keseluruhan, struktur ketenagakerjaan IBS di Indonesia masih
didominasi oleh tenaga kerja produksi yang bertanggung jawab pada proses
produksi, fabrikasi, perakitan, dan pekerjaan langsung terkait dengan produksi
dengan pangsa rata-rata pada periode 2001-2015 mencapai 84% dari total tenaga
kerja IBS. Di sisi lain, tenaga kerja nonproduksi yang bertugas sebagai supervisor,
sales, marketing, R&D, administrasi, dan tugas lain hanya mencapai 16% dari total
tenaga kerja. Hal tersebut menunjukkan bahwa secara umum industri di Indonesia
masih bersifat padat karya (labor intensive) dengan jumlah tenaga kerja yang
melimpah dan berkaitan langsung dengan proses produksi, seperti industri
makanan dan minuman (mamin) serta industri TPT. Di sisi lain, selama periode
2001-2015 belum terlihat adanya perubahan komposisi yang signifikan antara
tenaga kerja produksi yang merupakan unskilled labor dan tenaga kerja
nonproduksi yang merupakan skilled labor.
17
Grafik 2. Tren Jumlah Pekerja Industri
Manufaktur
Grafik 3. Tren Rata-Rata Upah TK
Meskipun perubahan dalam komposisi tenaga kerja belum terlihat,
peningkatan yang signifikan pada upah tenaga kerja sudah terjadi, terutama pada
upah tenaga kerja nonproduksi (Grafik 3). Perhitungan upah tenaga kerja
didapatkan dari data upah seluruh perusahaan responden SIBS selama setahun
dibagi dengan jumlah agregat tenaga kerja. Berdasarkan data dari SIBS tersebut,
dapat dilihat bahwa secara keseluruhan pekerja nonproduksi menerima upah
tahunan yang lebih tinggi dibandingkan dengan upah pekerja produksi. Jika dirata-
ratakan selama periode 2001-2015, upah pekerja nonproduksi lebih besar 1,84 kali
dibandingkan dengan upah pekerja produksi. Hal itu menunjukkan bahwa pekerja
nonproduksi memiliki nilai tambah yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerja
produksi. Sementara itu, dilihat dari pertumbuhan kenaikan upah, selama periode
2001-2015 upah pekerja produksi rata-rata tumbuh sebesar 12,6%, lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan upah nonproduksi, yaitu sebesar
7,8%. Meskipun upah pekerja produksi tumbuh lebih tinggi, tetapi belum dapat
dikatakan bahwa peningkatan upah menunjukkan permintaan yang lebih tinggi
terhadap pekerja produksi mengingat kenaikan upah produksi masih diatur dalam
peraturan Upah Minimum Regional (UMR) yang setiap tahun mengalami kenaikan.
Di sisi lain, peningkatan upah pekerja nonproduksi menunjukkan adanya
permintaan skilled labor yang tidak dapat dipenuhi oleh pasar tenaga kerja
domestik. Kesenjangan upah tersebut akan terus meningkat apabila kebutuhan
skilled labor tidak dapat terpenuhi.
18
Grafik 4. Share TK Berdasarkan
Tingkat Pendidikan
Grafik 5. Pertumbuhan TK
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Mengacu pada suplai tenaga kerja berdasarkan tingkat pendidikan yang
tersedia di Indonesia, terdapat pergeseran tenaga kerja dari tingkat pendidikan
rendah ke tingkat pendidikan yang lebih tinggi (Grafik 4). Hal tersebut menunjukkan
adanya peningkatan kompetensi atau skill upgrading. Berdasarkan data BPS,
terdapat penurunan pangsa tenaga kerja yang memiliki pendidikan sekolah dasar
ke bawah (pendidikan rendah), yaitu sebesar 61% pada tahun 2001 menurun
menjadi 42% pada tahun 2018. Di sisi lain, tenaga kerja berpendidikan menengah
(SMP dan SLTA) mengalami kenaikan, yaitu dari 34% menjadi 46%. Sementara itu,
tenaga kerja berpendidikan tinggi (diploma/perguruan tinggi) mengalami kenaikan,
yaitu dari 5% menjadi 12%. Berdasarkan tren pertumbuhan itu, tenaga kerja
berpendidikan tinggi mengalami rata-rata peningkatan tertinggi, yaitu sebesar 7,8%
per tahun. Sementara itu, tenaga kerja berpendidikan menengah rata-rata tumbuh
sebesar 3,9% per tahun (Grafik 5). Tren pergeseran tingkat pendidikan yang terjadi
juga searah dengan perkembangan tenaga kerja sektoral yang bergerak dari sektor
pertanian yang sebelumnya dilakukan oleh petani dengan tingkat pendidikan
rendah ke sektor industri dan jasa yang memerlukan tenaga kerja dengan tingkat
pendidikan menengah-tinggi. Selain itu, pergeseran tingkat pendidikan tenaga kerja
juga merupakan dampak dari kebijakan pemerintah terkait dengan wajib belajar
sembilan tahun yang memengaruhi peningkatan suplai tenaga kerja di tingkat
pendidikan menengah.
19
Grafik 6. Share Tingkat Pendidikan
Pengangguran/Angkatan Kerja
Grafik 7. Pertumbuhan Pengangguran
Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Secara keseluruhan tingkat pengangguran di Indonesia memang mengalami
penurunan, tetapi secara nominal tingkat pengangguran yang berasal dari tingkat
pendidikan menengah-tinggi mengalami peningkatan. Hal tersebut terlihat dari
jumlah pengangguran yang berasal dari tingkat pendidikan SLTA dan
diploma/perguruan tinggi pada tahun 2018 yang mencapai angka 7,90% dan 6,69%
dari total angkatan kerja di tingkat pendidikan yang sama (Grafik 6). Angka tersebut
lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pengangguran pada angkatan kerja di
tingkat SD ke bawah, yaitu sebesar 2,67% dan tingkat SMP sebesar 5,18%. Di
samping itu, apabila dilihat dari sisi tren, peningkatan pengangguran paling tinggi
berasal dari tingkat pendidikan diploma/perguruan tinggi, yaitu dengan rata-rata
sebesar 6,54% per tahun dari 2001-2015 dan diikuti oleh peningkatan
pengangguran dari tingkat pendidikan SLTA, yaitu sebesar 0,51% per tahun (Grafik
7). Hal tersebut menunjukkan bahwa meskipun suplai tenaga kerja berpendidikan
menengah-tinggi mengalami peningkatan, penyerapan tenga kerja untuk
kompetensi yang lebih tinggi masih belum tersedia.
Selain akibat dari ketidakseimbangan pertumbuhan lulusan perguruan
tinggi dengan laju penciptaan lapangan kerja, peningkatan jumlah pengangguran
juga disebabkan oleh tidak cocoknya kualifikasi lulusan perguruan tinggi dengan
spesifikasi yang dibutuhkan industri. Hal ini juga terjadi pada tenaga kerja lulusan
sekolah vokasi atau SMK/kejuruan yang seharusnya merupakan lulusan yang siap
untuk langsung bekerja, jumlah penganggurannya justru terus menunjukkan tren
peningkatan (Grafik 8). Kondisi tersebut mengindikasikan adanya ketidakcocokan
antara kurikulum sekolah vokasi dan kebutuhan industri. Dalam rangka
meningkatkan kompetensi SMK/kejuruan, sejumlah upaya telah dilakukan oleh
pemerintah, antara lain, program link and match yang diatur dalam Permenperin No.
3/2017. Pada program link and match, sekolah vokasi bekerja sama dengan industri
terpilih dalam menentukan materi dan sertifikasi pelatihan yang dibutuhkan oleh
20
industri dan memberi kesempatan magang di perusahaan. Selain itu, pemerintah
memberikan insentif tambahan bagi industri yang membangun politeknik. Namun,
perkembangan dan dampak penerapan program tersebut belum secepat yang
diharapkan.
Grafik 8. Perkembangan TK Lulusan Sekolah Vokasi
4.2. Hasil Pengujian Empirik
4.2.1. Agregat Seluruh Industri
Pada subbagian ini akan ditampilkan hasil estimasi dengan metode panel
data untuk melihat terjadinya perubahan permintaan skilled labor akibat teknologi
di industri manufaktur Indonesia. Terdapat empat model yang dikembangkan, yaitu
model tanpa variabel teknologi (model 1), model dengan variabel teknologi yang
ditransmisikan melalui R&D (model 2), model dengan variabel teknologi yang
ditransmisikan melalui FDI (model 3), dan model dengan variabel teknologi yang
ditransmisikan melalui ekspor-impor (model 2). Hasil estimasi parameter dari
keempat model tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Estimasi Agregat Seluruh Industri 2000-2015
Keterangan: *Ξ±=10%; ** Ξ±=5%; *** Ξ±=1%;
21
Tabel 3 menunjukkan adanya shifting kebutuhan tenaga kerja dari non-skilled
labor ke skilled labor yang tertangkap dari peningkatan rasio upah pekerja
nonproduksi terhadap pekerja produksi di industri. Hal itu terkonfirmasi dari hasil
estimasi pada keempat model yang menunjukkan hubungan yang positif dan
signifikan antara perubahan rasio jumlah pekerja nonproduksi terhadap pekerja
produksi dan rasio upah pekerja nonproduksi terhadap pekerja produksi. Kondisi
tersebut membuktikan adanya peningkatan permintaan skilled labor yang lebih
cepat dibandingkan dengan supply skilled labor di pasar tenaga kerja. Di sisi lain,
hal itu menjadi peringatan bagi sistem pendidikan di Indonesia untuk berbenah agar
mampu mencetak tenaga kerja terampil (skilled labor) yang sesuai dengan
kebutuhan industri dengan cepat. Temuan ini mengonfirmasi hasil focus group
disscussion (FGD) yang menyebutkan bahwa sebagian besar lulusan sekolah vokasi
Indonesia tidak cocok dengan kebutuhan industri di lapangan3. Hasil ini
menguatkan hasil penelitian Lee dan Wie (2013) yang menemukan bahwa shifting
kebutuhan tenaga kerja terjadi di Industri Indonesia.
Selain tingkat upah, hasil estimasi juga mengonfirmasi adanya shifting
kebutuhan tenaga kerja dari non-skilled labor ke skilled labor akibat perubahan
teknologi (skill-biased technology change) di industri manufaktur secara
keseluruhan. Dari empat pendekatan teknologi yang digunakan, hasil estimasi
menunjukkan bahwa hanya investasi di bidang R&D yang secara signifikan
mendorong shifting kebutuhan tenaga kerja di Indonesia. Temuan tersebut
mengonfirmasi hasil penelitian Berman, Bound, dan Griliches (1994), Chennells dan
Reenen (1999), serta Lee dan Wie (2013). Ketiga penelitian tersebut menemukan
hubungan yang kuat antara investasi di bidang R&D dan permintaan skilled labor.
Perusahaan yang memiliki intensi yang tinggi terhadap R&D akan membutuhkan
skilled labor yang lebih tinggi. Pada masa depan, kebutuhan skilled labor
diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan kultur produk yang siklus
hidupnya semakin pendek dan menuntut kemampuan R&D yang tinggi di setiap
perusahaan. Selain itu, R&D juga menjadi kunci persaingan antarperusahaan.
Selain menggunakan seluruh sampel, dalam penelitian ini juga dilakukan
regresi dengan panjang data yang berbeda untuk melihat terjadinya perubahan
struktur model di sepanjang periode pengamatan. Periode pengamatan dipecah
menjadi periode 2010-2012 (Tabel 4) dan periode 2013-2015 (Tabel 5). Pada hasil
regresi dengan periode 2010-2012 dan periode 2013-2015 diketahui bahwa rasio
3 FGD Pokja III dengan pelaku usaha tahun 2018
22
upah pekerja nonproduksi terhadap pekerja produksi secara konsisten dan
signifikan memengaruhi perubahan rasio jumlah pekerja nonproduksi terhadap
pekerja produksi. Hal itu menunjukkan bahwa miss-match supply-demand untuk
skilled labor terjadi sepanjang periode pangamatan. Selain itu ,temuan ini juga
mengonfirmasi terjadinya shifting kebutuhan tenaga kerja dari non-skilled labor ke
skilled labor. Di sisi lain, hasil estimasi menunjukkan adanya perubahan jalur
transmisi teknologi terhadap kebutuhan skilled labor di Indonesia. Pada periode
2010-2012 jalur transmisi teknologi yang signifikan adalah FDI, sedangkan pada
periode 2013-2015 jalur transmisi teknologi yang signifikan adalah R&D.
Tabel 4. Hasil Estimasi Agregat Seluruh Industri 2000-2012
Keterangan: *Ξ±=10%; ** Ξ±=5%; *** Ξ±=1%;
Tabel 5. Hasil Estimasi Agregat Seluruh Industri 2013-2015
Keterangan: *Ξ±=10%; ** Ξ±=5%; *** Ξ±=1%;
Pengaruh FDI yang signifikan pada periode 2000-2012 disebabkan oleh
kondisi ekonomi global yang mendorong masuknya aliran modal ke negara-negara
emerging market, termasuk Indonesia. Kondisi global yang mendorong derasnya
aliran modal ke Indonesia adalah kebijakan quantitative easing (QE) yang dilakukan
oleh The Fed sejak akhir 2008 sampai dengan Desember 2013. Pada periode
tersebut, The Fed memberlakukan sejumlah kebijakan yang salah satunya adalah
menurunkan suku bunga acuan hingga level terendah dengan tujuan untuk
23
mendorong kegiatan ekonomi domestik AS (Grafik 9). Akibatnya, para pemilik modal
mengalihkan modalnya ke negara lain yang memiliki suku bunga lebih kompetitif
dan pada masa itu negara emerging (termasuk Indonesia) dianggap paling
prospektif. Hal itu menyebabkan aliran modal, baik melalui lembaga pasar modal
(capital market) maupun FDI masuk dalam jumlah yang sangat besar. Jumlah FDI
yang masuk ke Indonesia selama masa QE (2008-2013) mencapai USD114.572 juta,
tumbuh hampir dua kali lipat dibandingkan dengan total FDI enam tahun sebelum
terjadinya QE yang hanya mencapai USD38.441 juta (Grafik 10). Fakta itu
menunjukkan keyakinan kuat investor terhadap prospek ekonomi Indonesia
sebagaimana yang ditunjukkan oleh perbaikan peringkat investasi dari berbagai
lembaga pemeringkat dunia.
Di samping itu, peningkatan FDI yang pesat pada sektor manufaktur juga
disinyalir sebagai dampak pencapaian peringkat βinvestment gradeβ dari lembaga
pemeringkat Fitch dan Moodyβs yang meningkatkan ketertarikan dan kepercayaan
investor asing terhadap Indonesia.
Grafik 9. Suku Bunga Acuan US Grafik 10. Perkembangan FDI Indonesia
Sumber: The Fed Sumber: CEIC, diolah
Berbeda dengan periode sebelumnya, hasil estimasi menunjukkan bahwa
jalur transmisi teknologi pada periode 2013-2015 di Indonesia masuk melalui jalur
R&D. Perubahan jalur transmisi dari FDI ke R&D juga tidak terlepas dari kondisi
ekonomi global yang terjadi pada periode pengamatan. The Fed mulai menghentikan
kebijakan QE-nya pada Desember 2013 yang sudah diantisipasi oleh para pemilik
modal sejak awal 2013. Salah satu dampaknya adalah turunnya aliran investasi
(FDI) ke negara-negara luar Amerika Serikat, khususnya negara berkembang,
seperti Indonesia. Di sisi lain, persaingan antarperusahaan ditambah dengan
semakin pendeknya siklus hidup produk mendorong peningkatan intensitas R&D di
setiap perusahaan. Selain itu, sebagian FDI yang masuk pada periode 2010-2012
24
diperkirakan juga dimanfaatkan beberapa perusahaan untuk memperkuat
kapasitas R&D.
4.2.2. Kelompok Industri Teknologi Rendah
Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa pada kelompok industri berteknologi rendah
mengalami shifting kebutuhan tenaga kerja dari non-skilled labor ke skilled labor
yang terlihat dari adanya peningkatan rasio upah pekerja nonproduksi terhadap
pekerja produksi di industri. Hal itu terkonfirmasi dari hasil estimasi pada keempat
model yang menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara perubahan
rasio jumlah pekerja nonproduksi terhadap pekerja produksi dan rasio upah pekerja
nonproduksi terhadap pekerja produksi. Sementara itu, pada Tabel 7 dan Tabel 8
dapat dilihat bahwa terdapat shifting jalur transmisi teknologi terhadap permintaan
skilled labor, yaitu pada periode 2010-2012 jalur transmisi teknologi yang signifikan
adalah R&D, sedangkan pada periode 2013-2015 jalur transmisi teknologi yang
signifikan adalah FDI.
Tabel 6. Hasil Estimasi Kelompok Industri Teknologi Rendah 2000-2015
Keterangan: *Ξ±=10%; ** Ξ±=5%; *** Ξ±=1%;
Pada kelompok industri teknologi rendah, seperti industri TPT, industri alas
kaki, dan industri mamin, inovasi yang muncul berasal dari permintaan pasar
dengan tingkat kematangan produk yang tinggi. Hal itu mendorong perusahaan di
sektor tersebut untuk mencari pasar baru, yaitu melalui kegiatan R&D. R&D pada
kelompok industri teknologi rendah pada umumnya berupa diversifikasi produk,
seperti perubahaan desain baju pada industri TPT dan perubahan variasi makanan
pada industri mamin. Namun, di samping diversifikasi produk, kelompok industri
teknologi rendah juga melakukan R&D pada inovasi proses meskipun teknologi yang
diterapkan merupakan teknologi yang sudah ada, misalnya, penerapan teknologi
komunikasi dan informasi. Untuk menyerap teknologi tersebut, industri teknologi
rendah memerlukan proses pembelajaran agar dapat menggunakan teknologi baru
25
yang dianggap sebagai biaya R&D tersebut secara produktif. Hal tersebut secara
tidak langsung berpengaruh dengan tenaga kerja di industri teknologi rendah, yaitu
terjadi peningkatan keahlian pekerja agar mampu menggunakan teknologi tersebut
secara efisien. Pada akhirnya hal itu akan menyebabkan shifting permintaan skilled
labor pada industri teknologi rendah (Potters, 2009).
Tabel 7. Hasil Estimasi Kelompok Industri Teknologi Rendah 2000-2012
Keterangan: *Ξ±=10%; ** Ξ±=5%; *** Ξ±=1%;
Faktor R&D yang signifikan pada shifting skilled labor di industri industri
teknologi rendah di Indonesia pada tahun 2010-2012 disinyalir sebagai dampak dari
program restrukturisasi permesinan tekstil dan produk tekstil (TPT) yang
dicanangkan oleh Kementerian Perindustrian pada tahun 2007-2009. Program
tersebut berdampak pada kebutuhan skilled labor pada tahun-tahun setelahnya.
Berdasarkan data Kemenperin, program modernisasi mesin tersebut berhasil
menciptakan tenaga kerja baru dan peningkatan produktivitas sebesar 17%-28%.
Penggunaan mesin baru tersebut memicu industri TPT untuk dapat meningkatkan
kemampuan SDM-nya melalui kerja sama dengan balai-balai litbang atau dengan
Jurusan Tekstil di perguruan tinggi setempat.
Tabel 8. Hasil Estimasi Kelompok Industri Teknologi Rendah 2013-2015
Keterangan: *Ξ±=10%; ** Ξ±=5%; *** Ξ±=1%;
26
Pada periode 2013-2015, FDI menjadi jalur transmisi teknologi yang
signifikan memengaruhi shifting permintaan skilled labor di industri teknologi
rendah. Hal tersebut sejalan dengan peningkatan FDI yang masuk ke kelompok
industri teknologi rendah pada periode 2013-2015 (Grafik 11 dan Grafik 12).
Terjadinya shifting pada jalur transmisi teknologi memperlihatkan bahwa FDI
masuk ke industri teknologi rendah pada saat kondisi industri sudah cukup stabil
dan efisien untuk dimasuki. Hal tersebut merupakan dampak dari keberhasilan
proses R&D yang dilakukan pada periode sebelumnya. Lebih lanjut, FDI yang masuk
ke dalam industri teknologi rendah membawa teknologi yang lebih canggih sehingga
tenaga kerja pada industri teknologi rendah akan mendapatkan transfer teknologi
yang akan meningkatkan kompetensi tenaga kerja. Hal tersebut memicu terjadinya
shifting permintaan skilled labor pada industri teknologi rendah.
Grafik 11. Perkembangan Share FDI
Sektoral
Grafik 12. Perkembangan Nilai FDI
Industri Teknologi Rendah
Sumber: CEIC, diolah
Sumber: CEIC, diolah
4.2.3. Kelompok Industri Teknologi Menengah-Tinggi
Selanjutnya, analisis juga dilakukan lebih spesifik untuk kelompok industri
teknologi menengah-tinggi. Dari hasil pengujian empirik ditemukan bahwa shifting
kebutuhan tenaga kerja (TK) juga terjadi pada kelompok industri teknologi
menengah-tinggi. Tabel 9 menunjukkan hasil estimasi pada keempat model yang
menghasilkan hubungan yang positif dan signifikan antara perubahan rasio jumlah
pekerja nonproduksi terhadap pekerja produksi dan rasio upah pekerja nonproduksi
terhadap pekerja produksi. Temuan ini menunjukkan tidak seimbangnya supply-
demand terhadap skilled labor di pasar tenaga kerja.
27
Tabel 9. Hasil Estimasi Kelompok Industri Teknologi Menengah-Tinggi 2010-2015
Keterangan: *Ξ±=10%; ** Ξ±=5%; *** Ξ±=1%;
Hasil pengujian empirik juga mengonfirmasi adanya shifting kebutuhan
tenaga kerja dari non-skilled labor ke skilled labor akibat perubahan teknologi (skill-
biased technology change) pada kelompok industri teknologi menengah-tinggi. Pada
periode 2010-2012, pengaruh teknologi pada kelompok industri teknologi
menengah-tinggi masuk melalui jalur transmisi FDI (Tabel 10). Sementara itu, pada
periode 2013-2015 transmisi pengaruh teknologi bergeser melalui jalur R&D (Tabel
11).
Tabel 10. Hasil Estimasi Kelompok Industri Teknologi Menengah-Tinggi 2010-2012
Keterangan: *Ξ±=10%; ** Ξ±=5%; *** Ξ±=1%;
Berbeda dengan kelompok industri teknologi rendah, pada awal periode
pengamatan (2010-2012), FDI menjadi jalur transmisi teknologi yang signifikan
pada kelompok industri menengah-tinggi. Hal itu disebabkan oleh FDI yang masuk
ke sektor sekunder di Indonesia pada masa penerapan kebijakan QE AS (2008-2012)
sebagian besar masuk ke kelompok industri teknologi menengah-tinggi. Data Badan
Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyebutkan bahwa dari total FDI yang
masuk ke sektor sekunder pada periode 2010-2012, yaitu sebesar USD4.448 juta,
46% di antaranya masuk ke industri-industri pada kelompok industri menengah-
tinggi. Selanjutnya, pada periode 2013-2015, transmisi teknologi pada kelompok
28
industri menengah-tinggi bergeser melalui jalur R&D. Sebagaimana penjelasan pada
subbab sebelumnya, kebijakan QE oleh The Fed pada Desember 2013 berdampak
pada penurunan FDI ke Indonesia. Sementara itu, perusahaan-perusahaan
domestik terus meningkatkan kemampuan R&D-nya untuk mengimbangi
permintaan pasar sebagai akibat dari semakin ketatnya persaingan ditambah
dengan semakin pendeknya siklus hidup produk.
Tabel 11. Hasil Estimasi Kelompok Industri Teknologi Menengah-Tinggi 2013-2015
Keterangan: *Ξ±=10%; ** Ξ±=5%; *** Ξ±=1%;
Dari seluruh temuan tersebut, dapat dilhat bahwa FDI dan R&D memiliki
peran penting dalam peningkatan kualitas TK di Indonesia. Hal itu menunjukkan
pentingnya harmonisasi kebijakan-kebijakan yang dapat mendukung masuknya
FDI dan peningkatan intensitas R&D. Untuk peningkatan R&D, Indonesia bisa
belajar dari pengalaman Thailand yang dinilai berhasil dalam menarik investasi di
bidang R&D. Dengan demikian, Indonesia dapat menjadi pusat riset, terutama riset
industri otomotif di Asia Tenggara. Bahkan, The National Science Technology and
Innovation Policy Office (STI) menyebutkan bahwa nilai investasi di bidang R&D di
Thailand saat ini diperkirakan mencapai 160 triliun Thailand Baht pada akhir
tahun 2018 atau 1% dari PDB Thailand4. Investasi untuk R&D tersebut berasal dari
pihak swasta sebesar 70% dan sisanya sebesar 30% dari pemerintah Thailand. Pada
masa depan, Thailand memosisikan industri berbasis inovasi sebagai pendorong
utama perekonomian negara tersebut.
Berdasarkan informasi dari berbagai sumber, kunci keberhasilan Thailand
mendorong R&D adalah sebagai berikut.
4 Dikutip dari : http://www.nationmultimedia.com/detail/Corporate/30341437.
29
1) Insentif untuk Industri Berbasis Teknologi
Pemerintah Thailand memiliki skema insentif yang relatif menarik bagi pelaku
industri untuk menanamkan investasi untuk R&D. Contohnya, selain insentif
umum untuk industri baru yang masuk, pemerintah Thailand juga memberikan
insentif khusus untuk industri di bidang robotik, kesehatan, pertanian,
bioteknologi, dan industri kreatif sebagai bagian dari visi Thailand 4.0. Insentif
yang diberikan pemerintah Thailand, seperti pembebasan pajak pendapatan
selama 8-13 tahun untuk investasi pada keempat bidang industri tersebut
(Gambar 1).
Gambar 1. Blueprint Thailand 4.0
Sumber: National Science, Technology and Innovation Office of Thailand
2) Zona Ekonomi Khusus Inovasi
Selain kebijakan berupa insentif, pemerintah Thailand juga membangun pusat-
pusat industri khusus yang salah satunya adalah economic zone of innovation
(EZI). Saat ini Thailand telah memiliki EZI di koridor barat yang lebih dikenal
sebagai eastern economic corridor of innovation (EECi). EZI ini didesain
sedemikian rupa untuk mendukung akselerasi industri berbasis inovasi dan IT,
baik dari sisi infrastruktur maupun insentif khusus lain.
3) Kebijakan Talent Mobility
Thailand memiliki kebijakan untuk mendorong penyerapan skilled labor oleh
industri. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan
formulasi ulang untuk program beasiswa yang dibiayai pemerintah yang
lulusannya disalurkan ke industri yang bukan instansi pemerintah. Saat ini
rasio tenaga kerja R&D yang bekerja di sektor swasta mencapai 72% dari total
tenaga kerja R&D di Thailand (Tabel 12).
30
Tabel 12. Komposisi Tenaga Kerja R&D di Thailand
Ph.D. Master Bachelor Total
Sektor Publik 9.967 23.449 3.333 36.749 (72%)
Sektor Swasta 743 3.758 9.764 14.254 (28%)
Sumber: National Science, Technology and Innovation Office of Thailand
Berdasarkan hasil pengujian empiris, FDI juga menjadi jalur transmisi
teknologi yang signifikan memengaruhi shifting permintaan skilled labor di industri
manufaktur. Masuknya FDI pada perusahaan Multi National Company (MNC)
merupakan dampak dari globalisasi industri yang menerapkan Global Value Chain
(GVC). GVC menyebabkan perusahaan membagi proses produksinya menjadi
beberapa bagian, seperti desain, pengadaaan komponen, perakitan, dan distribusi
serta mengalokasikannya ke berbagai lokasi lintas negara tempat pekerjaan tersebut
paling efisien dikerjakan. Hal tersebut didukung oleh kemajuan teknologi sehingga
mempermudah distribusi barang dan kontrol produksi yang dilakukan oleh
perusahaan induk ke tiap-tiap anak perusahaan di berbagai lokasi.
FDI yang dibawa oleh perusahaan MNC juga memiliki spillover positif bagi
perusahaan domestik. Perusahaan MNC yang memiliki produktivitas yang lebih
tinggi akan memicu persaingan untuk produk sejenis di pasar domestik.
Perusahaan domestik akan berusaha untuk meningkatkan daya saingnya, yaitu
melalui peningkatan produktivitas dengan cara melakukan imitasi teknologi yang
pada akhirnya akan memfasilitasi mereka untuk masuk ke pasar luar negeri (Wang
dan Blomstron, 1992). Teknik produksi yang lebih efisien tersebut menyebabkan
terjadinya pergeseran kompetensi tenaga kerja ke kompetensi yang lebih tinggi
sehingga mengubah permintaan tenaga kerja perusahaan domestik.
Mengingat pentingnya FDI dalam meningkatkan kompetensi tenaga kerja di
Indonesia, pemerintah perlu menerapkan kebijakan yang dapat menarik investasi
asing ke Indonesia. Sejauh ini, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan
untuk mempermudah dan mempercepat kegiatan usaha di Indonesia, seperti
pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) yang diresmikan pada Januari 2015 dan
penggunaan layanan izin investasi 3 Jam (123J); kemudahan investasi langsung
konstruksi (KLIK) pada 32 kawasan industri; penerbitan paket kebijakan ekonomi
jilid ke-16 pada Agustus 2017 terkait pembentukan satgas untuk meningkatkan
layanan seluruh perizinan serta penerapan check list perizinan pada KEK, FTZ,
kawasan industri, dan kawasan pariwisata; pnerbitan peraturan baru terkait tax
holiday dengan insentif yang lebih besar pada April 2018; dan peluncuran sistem
online single submission (OSS) pada Juli 2018 untuk mempermudah sistem
31
perizinan antar K/L, baik di pusat maupun di daerah. Meskipun telah dimanfaatkan
dengan baik oleh pelaku usaha, target investasi yang diharapkan masih belum
setinggi yang ditargetkan oleh Pemerintah.
Apabila dibandingkan dengan negara peers di ASEAN, seperti Thailand, FDI
yang masuk mengalami pertumbuhan yang tinggi dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu, FDI yang masuk ke Thailand pada tahun 2016 mayoritas masuk ke
industri manufaktur, seperti industri kimia (28%), industri elektronik (19%), dan
industri logam dan otomotif (18%). Tingginya FDI yang masuk ke Thailand
merupakan dampak dari berbagai kebijakan dan insentif yang disiapkan oleh
pemerintah yang mampu menarik investor. Pemerintah Thailand menerapkan
berbagai insentif, seperti pembebasan corporate income tax, pengecualian bea impor
permesinan, pengecualian impor bahan baku yang digunakan untuk produk ekspor,
dan insentif pajak lainnya. Pemberian insentif dikelompokkan berdasarkan jenis
aktivitas industri yang mendukung target pemerintah, seperti pengembangan
nanoteknologi, bioteknologi, advanced material, dan digital technology akan
mendapatkan insentif yang lebih banyak dibandingkan dengan industri pendukung
dengan teknologi rendah. Kebijakan tersebut mendorong masuknya industri
teknologi tinggi ke Thailand sehingga transfer teknologi yang terjadi akan
meningkatkan kompetensi industri lokal di negara tersebut. Selain itu, pemerintah
Thailand memberikan insentif tambahan, seperti pembebasan pajak bagi
perusahaan yang melakukan kegiatan untuk meningkatkan daya saing industri
(contoh: R&D, donasi teknologi, dan pengembangan suplier lokal) bagi industri yang
membangun pabrik di lokasi SEZ dan industri yang membangun pabrik di kawasan
industri yang berada di area pengembangan pemerintah.
Berdasarkan hasil FGD dengan berbagai pelaku usaha, perusahaan global
masih melihat adanya tumpang tindih dalam regulasi di Indonesia. Selain itu, skema
insentif pajak yang diberikan kurang menarik dibandingkan dengan insentif yang
diberikan negara peers lain. Hal tersebut menyebabkan perusahaan induk dari
perusahaan MNC menahan ekspansi industri di Indonesia dan memilih negara lain,
seperti Thailand yang memberikan insentif pajak lebih baik. Untuk itu, pemerintah
perlu melihat kebijakan yang diterapkan negara lain, seperti Thailand dalam
menetapkan kebijakan dan skema insentif investasi yang lebih menarik sehingga
Indonesia dapat mendorong FDI berorientasi ekspor dan teknologi tinggi.
2 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
32
5. Simpulan dan Saran
5.1. Simpulan
Hasil penelitian membuktikan terjadinya perpindahan atau shifting
kebutuhan tenaga kerja di industri manufaktur di Indonesia, yaitu dari non-skilled
labor menuju skilled labor. Perpindahan tersebut merupakan dampak perubahan
teknologi (skill-biased technology change). Dari pengujian empiris ditemukan
hubungan yang signifikan antara perubahan rasio jumlah pekerja skilled labor
terhadap jumlah pekerja non-skilled labor dan share upah skilled labor terhadap
upah non-skilled labor. Selain menunjukkan adanya pengaruh teknologi terhadap
kebutuhan tenaga kerja di Indonesia, temuan ini juga mengindikasikan adanya
ketidakseimbangan suppy-demand terhadap skilled labor di pasar tenaga kerja.
Kondisi tersebut menyebabkan disparitas upah semakin tinggi. Selain itu, terdapat
permasalahan ketidakcocokan atau mismatch antara kebutuhan industri dan
pasokan tenaga kerja. Dalam hal ini, jurusan pendidikan lulusan tidak sesuai
dengan keahlian yang dibutuhkan oleh industri.
Dengan pembagian periode pengamatan menjadi periode 2010-2012 dan
periode 2013-2015, terdapat temuan menarik, yaitu adanya dua jalur transmisi
teknologi. Kedua jalur tersebut, yaitu jalur FDI dan jalur R&D yang merupakan
sarana masuknya pengaruh teknologi ke dalam industri manufaktur di Indonesia.
Dari sisi kelompok industri, kelompok industri teknologi rendah mengalami
perubahan jalur transmisi, yaitu dari jalur R&D pada periode 2010-2012 menjadi
jalur FDI pada periode 2013-2015. Sebaliknya, kelompok industri teknologi
menengah-tinggi mengalami perubahan jalur transmisi teknologi, dari jalur FDI
pada periode 2010-2012 menjadi jalur R&D pada periode 2013-2015.
Pengaruh teknologi melalui jalur FDI menunjukkan bahwa peran investasi
asing dalam meningkatkan penguasaan dan penerapan teknologi di industri
domestik masih sangat dominan. FDI juga sudah mulai banyak masuk ke industri
teknologi rendah yang tecermin dari penguatan jalur FDI pada periode 2013-2015.
Sementara itu, R&D mulai terus dikembangkan oleh kelompok industri teknologi
menengah-tinggi. Hal itu menunjukkan bahwa inovasi terus berkembang dalam
kelompok industri teknologi menengah-tinggi dalam negeri, terutama ketika
industri memasuki Era Industri 4.0 yang mengedepankan otomatisasi dan
penggunaan internet. Penelitian ini juga menemukan bahwa alih teknologi melalui
jalur ekspor-impor tidak signifikan terhadap skill-biased technology change. Hal itu
33
berarti bahwa difusi teknologi baru melalui jalur transmisi imported material belum
kuat pengaruhnya.
5.2. Saran
Dari simpulan penelitian ini, terlihat bahwa sebagai sarana transmisi
teknologi, FDI dan R&D memiliki peran penting dalam industri manufaktur di
Indonesia. Dengan demikian, upaya peningkatan FDI dan R&D sangat diperlukan
sehingga transfer teknologi dapat terwujud lebih cepat. Untuk mendorong
peningkatan FDI diperlukan berbagai upaya untuk menarik investor asing, seperti
kestabilan makroekonomi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan
berkesinambungan. Di samping itu, faktor lain yang diperlukan adalah kestabilan
politik, iklim investasi yang kondusif, infrastruktur yang memadai, dan SDM yang
berkualitas sesuai dengan kebutuhan industri. Untuk menciptakan iklim investasi
yang kondusif dibutuhkan koordinasi yang erat antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Pengembangan kemudahan perizinan berusaha, seperti melalui
sistem Online Single Submission (OSS) merupakan suatu langkah yang tepat untuk
menarik minat investor masuk ke Indonesia. Sistem tersebut juga menunjang
implementasi berbagai Paket Kebijakan Ekonomi yang telah dikeluarkan
pemerintah.
Jalur lain yang juga penting untuk terus ditingkatkan adalah jalur R&D.
Untuk mendorong majunya kegiatan R&D di Indonesia, pemerintah perlu
menciptakan lingkungan investasi yang proinovasi, seperti pembuatan insentif
khusus bagi industri berbasis riset, pembuatan zona industri khusus riset dan
inovasi, penyediaan infrastruktur yang memadai, dan kepastian tersedianya tenaga
kerja berkualitas yang dapat diserap oleh industri tersebut. Selain itu, pemerintah
juga harus mendorong masuknya research center perusahaan yang memiliki
jaringan pemasaran global karena hal itu akan memberikan multiplier effect yang
sangat besar bagi industri Indonesia.
Temuan lain yang perlu dicermati dari hasi penelitian ini adalah
ketidakseimbangan suppy-demand terhadap skilled labor di pasar tenaga kerja.
Untuk mendorong peningkatan suplai skilled labor yang dibutuhkan industri,
pemerintah perlu melakukan penyelarasan kurikulum yang ada di lembaga
pendidikan atau jurusan/studi di perguruan tinggi. Penyesuaian ini sangat
diperlukan untuk mengatasi permasalahan ketidakcocokan ketenagakerjaan di
Indonesia. Program-program kemitraan antara lembaga pendidikan dan industri,
34
seperti program link and match perlu ditingkatkan dan diperluas. Penguatan sumber
daya manusia (SDM) atau human capital di Indonesia tidak hanya dari sisi kuantitas,
tetapi juga dari sisi kualitas (Afandi, Anugrah, dan Bary, 2018). Selain itu, SDM yang
berkualitas sangat dibutuhkan untuk mendorong pengembangan R&D yang dapat
menarik investor asing untuk berinovasi di industri domestik.
35
Daftar Pustaka
Acemoglu, D., & Restrepo, P. (2017). Robots and Jobs: Evidence from US Labor
Markets. Ssrn. https://doi.org/10.2139/ssrn.2940245
Acemoglu, D., & Restrepo, P. (2017). The Race Between Man and Machine:
Implications of Technology for Growth, Factor Shares and Employment.
NATIONAL BUREAU OF ECONOMIC RESEARCH, Working Pa.
Afandi, Y., Anugrah, D. F., & Bary, P. (2018). Human Capital and Economic Growth
Across Regions: A Case Study in Indonesia. Eurasian Economic Review.
Ananta, A. (1990). Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Demografi
LPFEUI.
Autor, D. H., F. Katz, L., & Krueger, A. B. (1998). Computing Inquality: Have
Computers Changed the Labor Market? The Quarterly Journal of Economics,
(November). https://doi.org/10.1162/003355398555874
Baltagi, B. H. (2005). Econometric Analysis of Panel Data. Vasa.
Berman, E., Bound, J., & Griliches, Z. (1994). Changes in the Demand for Skilled
Labor Within U.S. Manufacturing: Evidence From The Annual Survey of
Manufactures. The Quarterly Journal of Economics, (May).
https://doi.org/10.1080/09540250600667892
Berman, E., Bound, J., & Machin, S. (1997). Implications of Skill-Biased Technological
Change: International Evidence (NBER Working Paper Series No. 6166).
Cambridge.
Berman, E., Somanathan, R., & Tan, H. W. (2005). IS SKILL β BIASED
TECHNOLOGICAL CHANGE HERE YETβ―? Evidence from Indian
Manufacturing in the 1990s 1. World Bank Policy Research Working Paper,
3761.
Borensztein, E., De Gregorio, J., & Lee, J.-W. (1995). How Does Foreign Direct
Investment Affect Economic Growth? (NBER Working Paper Series No. 5057).
Cambridge.
Bound, J., & Johnson, G. (1989). Changes In The Structure of Wages During The
1980βsβ―: An Evaluation of Alternative Explanations (NBER Working Paper
Series No. 2983). Cambridge. https://doi.org/10.3386/w2168
Chennells, L., & Reenen, J. Van. (1999). Has technology hurt less-skilled workers?
Graetz, G., & Michaels, G. (2015). Robots at Work (No. 1335). CEP Discussion Paper.
London.
Gropello, E. di, & Sakellariou, C. (2010). Industry and Skill Wage Premiums in East
Asia. The World Bank Policy Research Working Paper, WPS5379(July).
Haryani, S. (2002). Hubungan Industrial di Indonesia. Yogyakarta: AMP YKPN.
Horstein, A., Krusell, P., & Violante. (2005). The Effects of Technical Change on Labor
36
Market Inequalities. NBER Macroeconomics Annual 2009, Volume 24, 1β130.
Retrieved from
http://www.econ.nyu.edu/user/violante/Books/GrowthHB_final.pdf
Lee, J., & Wie, D. (2013). Technological Change, Skill Demand, and Wage Inequality
in Indonesia (No. 340).
Lim, J., & Han, M. (2018). Impact of Technology on Wages and Productivity in
Singapore (No. 18-04). Manila.
Machin, S., & Reenen, J. Van. (1998). Technology and changes in skill structure:
evidence from seven oecd countries* s. The Quarterly Journal of Economics,
(November).
Potters, L. (2009). R&D in Low-Tech Sectors, (08), 1β17.
Ramaswamy, K. V. (2018). Technological Change, Automation and Employment: A
Short Review of Theory and Evidence. Mumbai.
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.21433.06241
Seo, H., & Lee, Y. (2002). Ict Diffusion and Skill Upgrading in Korean Industries, 10β
11.
SjΓΆholm, F. (2016). Foreign Direct Investment and Value Added in Indonesia.
Working Paper-Department of Economics School of Economics and
Management Lund University, (1141).
Sukirno, S. (2005). Mikro Ekonomi Pengantar (3rd ed.). Jakarta: Raja Grafindo
Persada.
Sumarsono, S. (2003). Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan
Ketenagakerjaan. Yogyakarta: Graha Ilmu.