Download - Post Partum Blues
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kehamilan merupakan episode dramatis terhadap kondisi biologis,
perubahan psikologis dan adaptasi dari seorang wanita yang pernah
mengalaminya. Sebagian besar kaum wanita menganggap bahwa kehamilan
adalah peristiwa kodrati yang harus dilalui tetapi sebagian wanita
mengganggap sebagai peristiwa khusus yang sangat menentukan kehidupan
selanjutnya. Perubahan fisik dan emisional yang kompleks, memerlukan
adaptasi terhadap penyesuaian pola hidup dengan proses kehamilan yang
terjadi. Konflik antara keinginan prokreasi, kebanggaan yang ditumbuhkan
dari norma-norma sosial cultural dan persoalan dalam kehamilan itu sendiri
dapat merupakan pencetus berbagai reaksi psikologis, mulai dari reaksi
emosional ringan hingga ke tingkat gangguan jiwa yang berat.
Beberapa penyesuaian dibutuhkan oleh wanita dalam menghadapi
aktivitas dan peran barunya sebagai ibu pada minggu-minggu atau bulan-
bulan pertama setelah melahirkan, baik dari segi fisik maupun segi
psikologis. Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, tetapi
sebagian lainnya tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami
gangguan-gangguan psikologis dengan berbagai gejala atau sindroma yang
oleh para peneliti dan klinisi disebut postpartum blues.
Postpartum blues adalah gangguan suasana hati yang dialami oleh
sekitar 50% wanita dalam 3-6 hari setelah melahirkan (Kendell dkk, 1987).
Terdapat bukti bahwa kemurungan (blues) ini dipicu oleh turunnya
progesteron (Haris dkk, 1994). Antara 50-80 % ibu-baru melaporkan
beberapa bentuk postpartum blues. Insiden postpartum blues sedang atau
berat berkisar dari 30-200 per 1000 kelahiran hidup. Insiden postpartum
blues ringan bersamaan dengan awitan pasca partum adalah sekitar satu
setiap 1000 kelahiran hidup.
Postpartum blues dapat terjadi sejak hari pertama pascapersalinan
atau pada saat fase taking in, cenderung akan memburuk pada hari ketiga
2
sampai kelima dan berlangsung dalam rentang waktu 14 hari atau dua
minggu pasca persalinan. Keadaan ini sering disebut puerperium atau
trimester keempat kehamilan yang bila tidak segera diatasi bisa berlanjut
pada depresi pascapartum yang biasanya terjadi pada bulan pertama setelah
persalinan.. Labilitas efek dialami oleh banyak para wanita ini. Mereka
mungkin mudah menangis selama beberapa jam dan kemudian pulih
sempurna namun mudah menangis kembali keesokan harinya. yang utama,
gejala-gejala yang tampak bersifat ringan dan biasanya hanya berlangsung
beberapa jam sampai beberapa hari. Jika keadaan ini dibiarkan terus-
menerus maka dapat menjadi masalah yang menyulitkan, tidak
menyenangkan dan dapat membuat perasaan perasaan tidak nyaman bagi
wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang gangguan ini dapat
berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu depresi dan psikosis
pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk, terutama dalam masalah
hubungan perkawinan dengan suami dan perkembangan anaknya.
Postpartum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan
mental yang ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak
terdiagnosis dan tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya.
Diindikasikan terapi supportif dan wanita yang bersangkutan dapat
diyakinkan bahwa disforia yang dialaminya bersifat sementara dan
kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan hormon. Mereka harus
dipantau untuk mendeteksi kemungkinan timbulnya gangguan jiwa yang
lebih berat termasuk depresi atau psikosis post partum. Dalam hal ini peran
perawat dalam memberikan asuhan keperawatan sangat penting sehingga
gangguan jiwa yang lebih berat dapat diminimalkan.
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi Post Partum Blues
2. Untuk mengetahui etiologi terjadinya Post Partum Blues
3. Untuk mengetahui manifestasi klinis Post Partum Blues
4. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang terjadinya Post Partum Blues
5. Untuk mengetahui penatalaksanaan bagi pasien Post Partum Blues
3
6. Untuk mengetahui pencegahan terjadinya Post Partum Blues
7. Untuk mengetahui asuhan keperawatan Post Partum Blues
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Postpartum blues sudah dikenal sejak lama. Savage pada tahun 1875
telah menulis referensi di literature kedokteran mengenai suatu keadaan
disforia ringan pasca-salin yang disebut sebagai „milk fever„ karena gejala
disforia tersebut muncul bersamaan dengan laktasi.
Postpartum blues adalah tipe paling banyak dari depresi post partum
yang merupakan suatu gangguan penyerta dalam kehidupan baru (kelahiran)
dimana ibu mengalami depresi selama masa transisi kurang dari 1-14 hari
dengan puncak pada hari kelima (Back, 1999).
Post Partum Blues adalah suatu gangguan psikologis sementara yang
ditandai dengan memuncaknya emosi pada minggu pertama setelah
melahirkan. Suasana hati yang paling utama adalah kebahagiaan, namun
emosi penderita menjadi labil. (Santrock, 2002)
Dewasa ini, postpartum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity
blues atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek
ringan yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan.
Postpartum blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang
ringan oleh sebab itu sering tidak dipedulikan sehingga tidak terdiagnosis dan
tidak ditatalaksanai sebagaimana seharusnya, akhirnya dapat menjadi masalah
yang menyulitkan, tidak menyenangkan dan dapat membuat perasaan tidak
nyaman bagi wanita yang mengalaminya, dan bahkan kadang-kadang
gangguan ini dapat berkembang menjadi keadaan yang lebih berat yaitu
depresi dan psikosis pasca-salin, yang mempunyai dampak lebih buruk,
terutama dalam masalah hubungan perkawinan dengan suami dan
perkembangan anaknya.
Baby blues adalah keadaan di mana seorang ibu mengalami perasaan
tidak nyaman setelah persalinan, yang berkaitan dengan hubungannya dengan
si bayi, atau pun dengan dirinya sendiri. Ketika plasenta dikeluarkan pada
saat persalinan, terjadi perubahan hormon yang melibatkan endorphin,
5
progesteron, dan estrogen dalam tubuh Ibu, yang dapat mempengaruhi
kondisi fisik, mental dan emosional Ibu.
2.2 Etiologi
Penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum
diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya
postpartum blues, antara lain:
1. Faktor hormonal, berupa perubahan kadar estrogen, progesteron, prolaktin
dan estriol yang terlalu rendah atau terlalu tinggi. Kadar estrogen turun
secara bermakna setelah melahirkan, ternyata estrogen memiliki efek
supresi aktifitas enzim monoamine oksidase. Yaitu suatu enzim otak yang
bekerja menginaktifasi baik noradrenalin maupun serotonin yang berperan
dalam suasana hati, perubahan mood dan kejadian depresi.
2. Faktor demografik yaitu umur dan paritas
3. Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan
4. Takut kehilangan bayi atau bayi sakit
5. Takut untuk memulai hubungan suami istri, anak akan terganggu.
6. Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan, seperti : tingkat
pendidikan, status perkawinan, kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat
gangguan kejiwaan sebelumnya, sosial ekonomi serta keadekuatan
dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga dan teman). Apakah
suami menginginkan juga kehamilan ini, apakah suami, keluarga, dan
teman memberi dukungan moril (misalnya dengan membantu pekerjaan
rumah tangga, atau berperan sebagai tempat ibu mengadu/berkeluh-kesah)
selama ibu menjalani masa kehamilannya atau timbul permasalahan,
misalnya suami yang tidak membantu, tidak mau mengerti perasaan istri
maupun persoalan lainnya dengan suami, problem dengan orang tua dan
mertua, problem dengan si sulung.
7. Kelelahan, kurang tidur, kekhawatiran financial dan melahirkan bayi cacat.
6
2.3 Manifestasi Klinis
Gejala–gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan sikap
seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6 hari
setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya:
a. insomnia, mudah sedih, depresi, ansietas, gangguan konsentrasi,
iritabilitas, dan labilitas efek,
b. sering tiba-tiba menangis karena merasa tidak bahagia, penakut, tidak mau
bicara, sakit kepala, dan kelelahan,
c. sering berganti mood, tidak mau makan, tidak bergairah, khususnya
terhadap hal yang semula sangat diminati, dan sangat sulit membuat
keputusan, merasa tidak mempunyai ikatan batin dengan si kecil yang baru
saja dilahirkan.
Gejala – gejala itu mulai muncul setelah persalinan dan pada umumnya
akan menghilang dalam waktu antara beberapa jam sampai beberapa hari.
Namun jika masih berlangsung beberapa minggu atau beberapa bulan itu
dapat disebut postpartum depression.
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Skrining untuk mendeteksi gangguan mood / depresi sudah
merupakan acuan pelayanan pasca salin yang rutin dilakukan. Untuk skrining
ini dapat dipergunakan beberapa kuesioner dengan sebagai alat bantu.
Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan kuesioner
dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas perubahan
perasaan depresi selama 7 hari pasca salin. Pertanyaan-pertanyaannya
berhubungan dengan labilitas perasaan, kecemasan, perasaan bersalah serta
mencakup hal-hal lain yang terdapat pada postpartum blues. Kuesioner ini
terdiri dari 10 (sepuluh) pertanyaan, di mana setiap pertanyaan memiliki 4
(empat) pilihan jawaban yang mempunyai nilai skor dan harus dipilih satu
sesuai dengan gradasi perasaan yang dirasakan ibu pasca salin saat itu.
Pertanyaan harus dijawab sendiri oleh ibu dan rata-rata dapat diselesaikan
dalam waktu 5 menit.
7
Cox et. Al., mendapati bahwa nilai skoring lebih besar dari 12 (dua
belas) memiliki sensitifitas 86% dan nilai prediksi positif 73% untuk
mendiagnosis kejadian postpartum blues. EPDS juga telah teruji validitasnya
di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Italia, dan Indonesia.
EPDS dapat dipergunakan dalam minggu pertama pasca salin dan bila
hasilnya meragukan dapat diulangi pengisiannya 2 (dua) minggu kemudian.
2.5 Penatalaksanaan
Penanganan gangguan mental pasca-salin pada prinsipnya tidak berbeda
dengan penanganan gangguan mental pada momen-momen lainya. Para ibu
yang mengalami post-partum blues membutuhkan pertolongan yang
sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan pertolongan yang
sesungguhnya. Para ibu ini membutuhkan dukungan psikologis seperti juga
kebutuhan fisik lainnya yang harus juga dipenuhi. Mereka membutuhkan
kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka dari situasi
yang menakutkan. Mungkin juga mereka membutuhkan pengobatan dan/atau
istirahat, dan seringkali akan merasa gembira mendapat pertolongan yang
praktis.
Dengan bantuan dari teman dan keluarga, mereka mungkin perlu untuk
mengatur atau menata kembali kegiatan rutin sehari-hari, atau mungkin
menghilangkan beberapa kegiatan, disesuaikan dengan konsep mereka
tentang keibuan dan perawatan bayi. Bila memang diperlukan, dapat
diberikan pertolongan dari para ahli, misalnya dari seorang psikolog atau
konselor yang berpengalaman dalam bidang tersebut.
Para ahli obstetri memegang peranan penting untuk mempersiapkan
para wanita untuk kemungkinan terjadinya gangguan mental pasca-salin dan
segera memberikan penanganan yang tepat bila terjadi gangguan tersebut,
bahkan merujuk para ahli psikologi/konseling bila memang diperlukan.
Dukungan yang memadai dari para petugas obstetri, yaitu: dokter dan
bidan/perawat sangat diperlukan, misalnya dengan cara memberikan
informasi yang memadai/adekuat tentang proses kehamilan dan persalinan,
8
termasuk penyulit-penyulit yang mungkin timbul dalam masa-masa tersebut
serta penanganannya.
Post-partum blues juga dapat dikurangi dengan cara belajar tenang
dengan menarik nafas panjang dan meditasi, tidur ketika bayi tidur,
berolahraga ringan, ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu, tidak
perfeksionis dalam hal mengurusi bayi, membicarakan rasa cemas dan
mengkomunikasikannya, bersikap fleksibel, bergabung dengan kelompok
ibu-ibu baru. Dalam penanganan para ibu yang mengalami post-partum blues
dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling
emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual
tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat
tertentu.
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di
tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-
sama, dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga
teman dekatnya.
Cara mengatasi gangguan psikologi pada nifas dengan postpartum blues
ada dua cara yaitu :
Dengan cara pendekatan komunikasi terapeutik
Tujuan dari komunikasi terapeutik adalah menciptakan hubungan baik
antara bidan dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
1. Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
2. Dapat memahami dirinya
3. Dapat mendukung tindakan konstruktif.
4. Dengan cara peningkatan support mental
Beberapa cara peningkatan support mental yang dapat dilakukan
keluarga diantaranya :
1. Sekali-kali ibu meminta suami untuk membantu dalam mengerjakan
pekerjaan rumah seperti : membantu mengurus bayinya, memasak,
menyiapkan susu dll.
2. Memanggil orangtua ibu bayi agar bisa menemani ibu dalam menghadapi
kesibukan merawat bayi
9
3. Suami seharusnya tahu permasalahan yang dihadapi istrinya dan lebih
perhatian terhadap istrinya
4. Menyiapkan mental dalam menghadapi anak pertama yang akan lahir
5. Memperbanyak dukungan dari suami
6. Suami menggantikan peran isteri ketika isteri kelelahan
7. Ibu dianjurkan sering sharing dengan teman-temannya yang baru saja
melahirkan
8. Bayi menggunakan pampers untuk meringankan kerja ibu
9. Mengganti suasana, dengan bersosialisasi
10. Suami sering menemani isteri dalam mengurus bayinya
Selain hal diatas, penanganan pada klien postpartum blues pun dapat
dilakukan pada diri klien sendiri, diantaranya dengan cara :
1. Belajar tenang dengan menarik nafas panjang dan meditasi
2. Tidurlah ketika bayi tidur
3. Berolahraga ringan
4. Ikhlas dan tulus dengan peran baru sebagai ibu
5. Tidak perfeksionis dalam hal mengurusi bayi
6. Bicarakan rasa cemas dan komunikasikan
7. Bersikap fleksibel
8. Kesempatan merawat bayi hanya datang 1 x
9. Bergabung dengan kelompok ibu
2.6 Pencegahan
Menurut para ahli, stres dalam keluarga dan kepribadian si ibu,
memengaruhi terjadinya depresi ini. Stres di keluarga bisa akibat faktor
ekonomi yang buruk atau kurangnya dukungan kepada sang ibu. Hampir
semua wanita, setelah melahirkan akan mengalami stres yang tak menentu,
seperti sedih dan takut. Perasaan emosional inilah yang memengaruhi
kepekaan seorang ibu pasca melahirkan.
Hingga saat ini, memang belum ada jalan keluar yang mujarab untuk
menghindari postpartum blues. Yang bisa dilakukan, hanyalah berusaha
melindungi diri dan mengurangi resiko tersebut dari dalam diri.
Sikap proaktif untuk mengetahui penyebab dan resikonya, serta meneliti
10
faktor-faktor apa saja yang bisa memicu juga dapat dijadikan alternatif untuk
menghindari postpartum blues. Selain itu juga dapat mengkonsultasikan pada
dokter atau orang yang profesional, agar dapat meminimalisir faktor resiko
lainnya dan membantu melakukan pengawasan.
Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko
Postpartum blues yaitu :
1. Menambah pengetahuan diri tentang postpartum blues
Mencari informasi mengenai Postpartum blues, sehingga ibu sadar
terhadap kondisi ini. Apabila terjadi, maka ibu dapat segera mendapatkan
bantuan secepatnya.
2. Tidur dan makan yang cukup
Diet nutrisi cukup penting untuk kesehatan, lakukan usaha yang
terbaik dengan makan dan tidur yang cukup. Keduanya penting selama
periode postpartum dan kehamilan.
3. Olahraga
Olahraga adalah kunci untuk mengurangi postpartum. Lakukan
peregangan selama 15 menit dengan berjalan setiap hari, sehingga
membuat ibu merasa lebih baik dan menguasai emosi berlebihan.
4. Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan
Jika memungkinkan, hindari membuat keputusan besar seperti
membeli rumah atau pindah kerja, sebelum atau setelah melahirkan.
Tetaplah hidup secara sederhana dan menghindari stres, sehingga dapat
segera dan lebih mudah menyembuhkan postpartum yang diderita.
5. Beritahukan perasaan
Sebaiknya ibu jangan takut untuk berbicara dan mengekspresikan
perasaan yang diinginkan dan dibutuhkan demi kenyamanan. Jika
memiliki masalah dan merasa tidak nyaman terhadap sesuatu, segera
beritahukan pada pasangan atau orang terdekat.
6. Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan
Dukungan dari keluarga atau orang yang ibu cintai selama melahirkan,
sangat diperlukan. Ceritakan pada pasangan atau orangtua, atau siapa saja
11
yang bersedia menjadi pendengar yang baik. Yakinkan diri bahwa mereka
akan selalu ada setiap mengalami kesulitan.
7. Persiapkan diri dengan baik
Persiapan sebelum melahirkan sangat diperlukan.
8. Senam Hamil
Kelas senam hamil akan sangat membantu ibu dalam mengetahui
berbagai informasi yang diperlukan, sehingga nantinya ibu tak akan
terkejut setelah keluar dari kamar bersalin. Jika ibu tahu apa yang
diinginkan, pengalaman traumatis saat melahirkan akan dapat dihindari.
9. Lakukan pekerjaan rumah tangga
Pekerjaan rumah tangga sedikitnya dapat membantu ibu melupakan
golakan perasaan yang terjadi selama periode postpartum. Kondisi ibu
yang belum stabil, bisa dicurahkan dengan memasak atau membersihkan
rumah. Mintalah dukungan dari keluarga dan lingkungan, meski pembantu
rumah tangga telah melakukan segalanya.
10. Dukungan emosional
Dukungan emosi dari lingkungan dan juga keluarga, akan membantu
ibu dalam mengatasi rasa frustasi yang menjalar.
11. Dukungan kelompok Postpartum blues
Dukungan terbaik datang dari orang-orang yang ikut mengalami dan
merasakan hal yang sama dengan ibu. Carilah informasi mengenai
adanya kelompok Postpartum blues yang bisa ibu ikuti, sehingga ibu
tidak merasa sendirian menghadapi persoalan ini
12
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1. Contoh Kasus
Ibu A berumur 33 tahun menjalani rawat inap di Ruang Merpati RS
Soetomo sejak tanggal 15 Desember 2010. Ibu A melahirkan anak ke-3
pada hari Senin tanggal 15 Desember tersebut di RS Soetomo ditolong oleh
dokter. Anak lahir selamat dengan BBL 3,1 kg. Kondisi ibu saat ini (hari ke-
3 post partum) adalah lemas. Wajah terlihat pucat, tidak nafsu makan,
insomnia, dan sering diam sejak melahirkan. Suami klien sering
menemukan istrinya menangis pada malam hari saat semua orang tidur dan
terkadang pada siang hari saat sepi. Suami klien selalu menemani saat klien
menangis, dan klien selalu mengatakan “Pak, bagaimana kalau anak kita
meninggal lagi?”. Ibu A memiliki riwayat obstetric yang buruk. Dua anak
pertamanya meninggal setelah dilahirkan. Anak pertama meninggal 2 jam
setelah dilahirkan, dan anak ke dua meninggal setelah 12 jam dilahirkan.
3.2. Pengkajian
Pengenalan gejala mood merupakan hal yang penting untuk
dilakukan oleh perawat perinatal. Rencana keperawatan harus merefleksikan
respons perilaku yang diharapkan dari gangguan tertentu. Rencan individu
didasarkan pada karakteristik wanita dan keadaannya yang spesifik. Suami
atau pasangan wanita tersebut juga dapat mengalami gangguan emosional
akibat perilaku wanita tersebut.
Pengkajian pada wanita postpartum blues meliputi ;
a. Identitas klien
Data diri klien meliputi : nama, umur, pekerjaan, pendidikan, alamat,
medical record dan lain – lain.
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan dahulu
Riwayat penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal kronik,
hemofilia, riwayat pre eklampsia, trauma jalan lahir, kegagalan
13
kompresi pembuluh darah, tempat implantasi plasenta, retensi sisa
plasenta.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang dirasakan saat ini yaitu: kehilangan darah dalam
jumlah banyak (>500ml), Nadi lemah, pucat, lokea berwarna merah,
haus, pusing, gelisah, letih, tekanan darah rendah, ekstremitas
dingin, dan mual.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Adanya riwayat keluarga yang pernah atau sedang menderita
hipertensi, penyakit jantung, dan pre eklampsia, penyakit keturunan
hemopilia dan penyakit menular.
4) Riwayat Obstetrik
a. Riwayat menstruasi meliputi: Menarche, lamanya siklus,
banyaknya, baunya, keluahan waktu haid, HPHT
b. Riwayat perkawinan meliputi: usia kawain, kawin yang ke
berapa, usia mulai hamil
c. Riwayat hamil, persalinan, dan nifas yang lalu.
Riwayat hamil meliputi: Waktu hamil muda, hamil tua,
apakah ada abortus, retensi plasenta. Riwayat persalinan
meliputi: Tua kehamilan, cara persalinan, penolong, tempat
bersalin, apakah ada kesulitan dalam persalinan anak lahir
atau mati, berat badan anak waktu lahir, panjang waktu lahir.
Riwayat nifas meliputi: Keadaan lochea, apakah ada
pendarahan, ASI cukup atau tidak dan kondisi ibu saat nifas,
tinggi fundus uteri dan kontraksi.
d. Riwayat Kehamilan sekarang.
1) Hamil muda, keluhan selama hamil muda
2) Hamil tua, keluhan selama hamil tua, peningkatan berat
badan, tinggi badan, suhu, nadi, pernafasan,
peningkatan tekanan darah, keadaan gizi akibat mual,
keluhan lain.
14
3) Riwayat antenatal care meliputi : Dimana tempat
pelayanan, beberapa kali, perawatan serta
pengobatannya yang didapat.
c. Pola aktifitas sehari-hari
1. Makan dan minum, meliputi komposisi makanan, frekuensi, baik
sebelum dirawat maupun selama dirawat. Adapun makan dan minum
pada masa nifas harus bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan
yang mengandung protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah –
buahan.
2. Eliminasi, meliputi pola dan defekasi, jumlah warna, konsistensi.
Adanya perubahan pola miksi dan defeksi. BAB harus ada 3-4 hari
postpartum sedangkan miksi hendaklah secepatnya dilakukan sendiri
(Rustam Mukthar, 1995)
3. Istirahat atau tidur meliputi gangguan pola tidur karena perubahan
peran dan melaporkan kelelahan yang berlebihan.
4. Personal hygiene meliputi : Pola atau frekuensi mandi, menggosok
gigi, keramas, baik sebelum dan selama dirawat serta perawatan
mengganti balutan atau duk.
Pengkajian pada pasien postpartum blues menurut Bobak (2004) dapat
dilakukan pada pasien dalam beradaptasi menjadi orang tua baru.
Pengkajiannya meliputi ;
1. Dampak pengalaman melahirkan
Banyak ibu memperlihatkan suatu kebutuhan untuk memeriksa
proses kelahiran itu sendiri dan melihat kembali perilaku mereka saat
hamil dalam upaya retrospeksi diri ( Konrad, 1987 ). Selama hamil, ibu
dan pasangannya mungkin telah membuat suatu rencana tertentu tentang
kelahiran anak mereka, hal – hal yang mencakup kelahiran pervagina dan
beberapa intervensi medis. Apabila pengalaman mereka dalam persalinan
sangat berbeda dari yang diharapkan ( misalnya ; induksi, anestesi
epidural, kelahiran sesar ), orang tua bisa merasa kecewa karena tidak
bisa mencapai yang telah direncanakan sebelumnya. Apa yang dirasakan
15
orang tua tentang pengalaman melahirkan sudah pasti akan
mempengaruhi adaptasi mereka untuk menjadi orang tua.
2. Citra diri ibu
Suatu pengkajian penting mengenai konsep diri, citra tubuh, dan
seksualitas ibu. Bagaimana perasaan ibu baru tentang diri dan tubuhnya
selama masa nifas dapat mempengaruhi perilaku dan adaptasinya dalam
menjadi orang tua. Konsep diri dan citra tubuh ibu juga dapat
mempengaruhi seksualitasnya. Perasaan – perasaan yang berkaitan
dengan penyesuaian perilaku seksual setelah melahirkan seringkali
menimbulkan kekhawatiran pada orang tua baru. Ibu yang baru
melahirkan bisa merasa enggan untuk memulai hubungan seksual karena
takut merasa nyeri atau takut bahwa hubungan seksual akan mengganggu
penyembuhan jaringan perineum.
3. Interaksi Orang tua – Bayi
Suatu pengkajian pada masa nifas yang menyeluruh meliputi
evaluasi interaksi orang tua dengan bayi baru. Respon orang tua terhadap
kelahiran anak meliputi perilaku adaptif dan perilaku maladatif. Baik ibu
maupun ayah menunjukkan kedua jenis perilaku maupun saat ini
kebanyakan riset hanya berfokus pada ibu. Banyak orang tua baru
mengalami kesulitan untuk menjadi orang tua sampai akhirnya
keterampilan mereka membaik. Kualitas keibuan atau kebapaan pada
perilaku orang tua membantu perawatan dan perlindungan anak. Tanda –
tanda yang menunjukkan ada atau tidaknya kualitas ini, terlihat segera
setelah ibu melahirkan, saat orang tua bereaksi terhadap bayi baru lahir
dan melanjutkan proses untuk menegakkan hubungan mereka.
4. Perilaku Adaptif dan Perilaku Maladaptif
Perilaku adaptif berasal dari penerimaan dan persepsi realistis
orang tua terhadap kebutuhan bayinya yang baru lahir dan keterbatasan
kemampuan mereka, respon social yang tidak matur, dan
ketidakberdayaannya. Orang tua menunjukkan perilaku yang adaptif
ketika mereka merasakan suka cita karena kehadiran bayinya dan karena
tugas – tugas yang diselesaikan untuk dan bersama anaknya, saat mereka
16
memahami yang dikatakan bayinya melalui ekspresi emosi yang
diperlihatkan bayi dan yang kemudian menenangkan bayinya, dan ketika
mereka dapat membaca gerakan bayi dan dapat merasa tingkat kelelahan
bayi.
Perilaku maladaptif terlihat ketika respon orang tua tidak sesuai
dengan kebutuhan bayinya. Mereka tidak dapat merasakan kesenangan
dari kontak fisik dengan anak mereka. Bayi – bayi ini cenderung akan
dapat diperlakukan kasar. Orang tua tidak merasa tertarik untuk melihat
anaknya. Tugas merawat anak seperti memandikan atau mengganti
pakaian, dipandang sebagai sesuatu yang menyebalkan. Orang tua tidak
mampu membedakan cara berespon terhadap tanda yang disampaikan
oleh bayi, seperti rasa lapar, lelah keinginan untuk berbicara dan
kebutuhan untuk dipeluk dan melakukan kontak mata. Tampaknya sukar
bagi mereka untuk menerima anaknya sebagai anak yang sehat dan
gembira.
5. Struktur dan fungsi keluarga
Komponen penting lain dalam pengkajian pada pasien postpartum
blues ialah melihat komposisi dan fungsi keluarga. Penyesuaian seorang
wanita terhadap perannya sebagai ibu sangat dipengaruhi oleh
hubungannya dengan pasangannya, ibunya dengan keluarga lain, dan
anak – anak lain.
Sedangkan Pengkajian Dasar data klien menurut Marilynn E. Doenges
(2001) Adalah:
1. Aktivitas/istirahat
Insomnia mungkin teramati.
2. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
3. Integritas Ego
Peka rangsang, takut/menangis ("Postpartum blues" sering terlihat kira-
kira 3 hari setelah kelahiran).
4. Eliminasi
Diuresis diantara hari ke-2 dan ke-5.
17
5. Makanan/cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan mungkin hari-hari ke-3.
6. Nyeri/ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara/pembesaran dapat terjadi diantara hari ke-3 sampai
ke-5 pascapartum.
7. Seksualitas
Uterus 1 cm diatas umbilikus pada 12 jam setelah kelahiran, menurun
kira-kira 1 lebar jari setiap harinya. Lokhia rubra berlanjut sampai hari ke
2-3, berlanjut menjadi lokhia serosa dengan aliran tergantung pada posisi
(misalnya; rekumben versus ambulasi berdiri) dan aktivitas (misalnya;
menyusui). Payudara: produksi kolostrum 48 jam pertama, berlanjut pada
susu matur, biasanya pada hari ke-3; mungkin lebih dini, tergantung
kapan menyusui dimulai.
3.3. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada pasien postpartum blues menurut Marilynn
E.Doenges (2001) adalah :
1. Risiko tinggi terhadap perubahan menjadi orang tua b.d harapan tidak
realistis untuk diri sendiri/bayi/pasangan, tidak terpenuhinya kebutuhan
maturasi sosial/emosional dari klien /pasangan, adanya stresor (misalnya:
finansial, rumah tangga , pekerjaan)
Tujuan :
1. Mengungkapkan masalah dan pertanyaan tentang menjadi orang tua.
2. Mendiskusikan peran menjadi orang tua secara realistis, secara aktif
mulai melakukan tugas perawatan bayi baru lahir dengan tepat,
mengidentifikasi sumber-sumber.
Intervensi Keperawatan :
1. Kaji kekuatan, kelemahan, usia, status perkawinan, ketersediaan
sumber pendukung dan latar belakang budaya.
Rasional : Mengidentifikasi faktor-faktor risiko potensial dan
sumber-sumber pendukung, yang mempengaruhi kemampuan
18
klien/pasangan untuk menerima tantangan peran menjadi orang
tua.
2. Perhatikan respons klien/pasangan terhadap kelahiran dan peran
menjadi orang tua
Rasional : Kemampuan klien untuk beradaptasi secara positif
untuk menjadi orang tua mungkin dipengaruhi oleh reaksi ayah
dengan kuat.
3. Evaluasi sifat dari menjadi orangtua secara emosi dan fisik yang
pernah dialami klien/pengalaman selama kanak-kanak.
Rasional : Peran menjadi orang tua dipelajari, dan individu
memakai peran orang tua mereka sendiri menjadi model peran.
4. Tinjau ulang catatan intrapartum terhadap lamanya persalinan,
adanya komplikasi, dan peran pasangan pada persalinan.
Rasional : Persalinan lama dan sulit, dapat secara sementara
menurunkan energi fisik dan emosional yang perlu untuk
mempelajari peran menjadi ibu dan dapat secara negatif
mempengaruhi menyusui.
5. Kolaborasi dalam merujuk untuk konseling bila keluarga beresiko
tinggi terhadap masalah menjadi orang tua atau bila ikatan positif
diantara klien/pasangan dan bayi tidak terjadi
Rasional : Perilaku menjadi orang tua yang negatif dan
ketidakefektifan koping memerlukan perbaikan melalui
konseling, pemeliharaan atau bahkan psikoterapi yang lama.
2. Risiko tidak efektif koping individual b.d krisis maturasional dari
kehamilan atau mengasuh anak dan melakukan peran ibu dan
menjadi orangtua (melepaskan untuk adopsi), kerentanan personal,
ketidakadekuatan sistem pendukung, persepsi tidak realistis.
Tujuan :
1. Mengungkapkan ansietas dan respon emosional
2. Mengidentifikasi kekuatan individu dan kemampuan koping
pribadi
19
3. Mencari sumber-sumber yang tepat sesuai kebutuhan.
Intervensi Keperawatan
1. Kaji respon emosional klien selama pranatal dan dan periode
intrapartum dan persepsi klien tentang penampilannya selama
persalinan
Rasional : Terhadap hubungan langsung antara penerimaan
yang positif akan peran feminin dan keunikan fungsi feminin
serta adaptasi yang positif terhadap kelahiran anak, menjadi
ibu, dan menyusui.
2. Anjurkan diskusi oleh klien/pasangan tentang persepsi
pengalaman kelahiran
Rasional : Membantu klien/pasangan bekerja melalui proses
dan memperjelas realitas dari pengalaman fantasi.
3. Kaji terhadap gejala depresi yang fana ("perasaan sedih"
pascapartum) pada hari ke-2 sampai ke-3 pascapartum (misalnya;
ansietas, menangis, kesedihan, konsentrasi yang buruk, dan
depresi ringan atau berat)
Rasional : Sebanyak 80 % ibu-ibu mengalami depresi
sementara atau perasaan emosi kecewa setelah melahirkan.
4. Berikan dukungan emosional dan bimbingan antisipasi untuk
membantu klien mempelajari peran baru dan strategi untuk
koping terhadap bayi baru lahir
Rasional : Keterampilan menjadi ibu/orang tua bukan secara
insting tetapi harus dipelajari
3. Gangguan pola tidur b.d respon hormonal dan psikologis (sangat
gembira, ansietas, kegirangan), nyeri atau ketidaknyamanan, proses
persalinan dan kelahiran melelahkan.
Tujuan :
1. Mengidentifikasi penilaian untuk mengakomodasi perubahan
yang diperlukan dengan kebutuhan terhadap anggota keluarga
baru, melaporkan peningkatan rasa sejahtera dan istirahat
20
Intervensi Keperawatan
1. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat
Rasional : Persalinan atau kelahiran yang lam dan sulit,
khususnya bila ini terjadi malam, meningkatkan tingkat
kelelahan.
2. Kaji faktor – faktor, bila ada yang mempengaruhi istirahat
Rasional : Membantu meningkatkan istirahat, tidur dan
relaksasi dan menurunkan rangsang.
3. Berikan informasi tentang kebutuhan untuk tidur / istirahat setelah
kembali kerumah
Rasional : Rencana yang kreatif yang membolehkan untuk
tidur dengan bayi lebih awal serta tidur siang membantu untuk
memenuhi kebutuhan tubuh.
4. Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada
suplai ASI
Rasional : Kelelahan dapat mempengaruhi penilaian
psikologis, suplai ASI , dan penurunan refleks secara
psikologis.
21
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Postpartum blues (PPB) atau sering juga disebut maternity blues
atau baby blues dimengerti sebagai suatu sindroma gangguan afek ringan
yang sering tampak dalam minggu pertama setelah persalinan. Postpartum
blues ini dikategorikan sebagai sindroma gangguan mental yang ringan.
Penyebab pasti terjadinya postpartum blues sampai saat ini belum
diketahui. Namun, banyak faktor yang diduga berperan terhadap terjadinya
postpartum blues, antara lain:
1) Faktor hormonal
2) Faktor demografik yaitu umur dan paritas
3) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persalinan
4) Takut kehilangan bayi atau bayi sakit
5) Takut untuk memulai hubungan suami istri, anak akan terganggu.
6) Latar belakang psikososial wanita yang bersangkutan
7) Kelelahan, kurang tidur, kekhawatiran financial dan melahirkan
bayi cacat.
Gejala–gejala postpartum blues ini bisa terlihat dari perubahan
sikap seorang ibu. Gejala tersebut biasanya muncul pada hari ke-3 atau 6
hari setelah melahirkan. Beberapa perubahan sikap tersebut diantaranya
seperti insomnia, mudah sedih, depresi, ansietas, gangguan konsentrasi,
iritabilitas, dan labilitas efek, sering berganti mood, tidak mau makan, dan
tidak bergairah.
Endinburgh Posnatal Depression Scale (EPDS) merupakan
kuesioner dengan validitas yang teruji yang dapat mengukur intensitas
perubahan perasaan depresi selama 7 hari pasca salin.
Dalam penanganan para ibu yang mengalami postpartum blues
dibutuhkan pendekatan menyeluruh/holistik. Pengobatan medis, konseling
emosional, bantuan-bantuan praktis dan pemahaman secara intelektual
tentang pengalaman dan harapan-harapan mereka mungkin pada saat-saat
tertentu.
22
Secara garis besar dapat dikatakan bahwa dibutuhkan penanganan di tingkat
perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama,
dengan melibatkan lingkungannya, yaitu: suami, keluarga dan juga teman
dekatnya.
Berikut ini beberapa kiat yang mungkin dapat mengurangi resiko
Postpartum blues yaitu :
1) Menambah pengetahuan diri tentang postpartum blues
2) Tidur dan makan yang cukup
3) Olahraga
4) Hindari perubahan hidup sebelum atau sesudah melahirkan
5) Beritahukan perasaan
6) Dukungan keluarga dan orang lain diperlukan
7) Persiapkan diri dengan baik
8) Senam Hamil
9) Lakukan pekerjaan rumah tangga
10) Dukungan emosional
11) Dukungan kelompok Postpartum blues
4.2. Saran
1. Saran untuk ibu dan wanita yang sudah menikah untuk selalu
memperhatikan kesehatan serta melakukan pencegahan-pencegahan
postpartum blues.
2. Saran untuk suami dan keluarga untuk dapat memberikan dukungan
psikologi pada ibu hamil.
3. Saran untuk mahasiswa perawat untuk dapat memahami secara baik
dan benar konsep asuhan keperawatan pada ibu dengan postpartum
blues.
23
DAFTAR PUSTAKA
Chamberlain, Geoffrey dan Dewhurst, Sir John Maulany dan Ronardy. 1994.
Apractice of Obstetrics and Gynaecology. Jakarta: Widya Medika
Stright, Barbara R. 2004. Keperawatan Ibu-bayi Baru Lahir. Jakarta: EGC
Komala, Sugiarto dan Kartini, Agnes. 1997. Kedaruratan Obstetri. Jakarta: Widya
Medika
Supriyadi, Teddy Gunawan, Johanes Melfiawati. 1994. Kedaruratan Obstetri dan
Ginekologi. Jakarta: EGC
Hartini, Andry. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC