Download - Proposal KTI Dr.dian
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indeks kesehatan merupakan salah satu tolok ukur terhadap kemakmuran
dan kesejahteraan suatu negara. Karena indeks kesehatan merupakan salah satu
pilar penting untuk melihat seberapa berhasil seorang kepala negara dan
pemerintahannya dalam mensejahterakan rakyatnya.6
Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi
dan kesehatan masyarakat. Data WHO menyebutkan angka kejadian gizi buruk
pada balita tahun 2002 meningkat 8,3% dan gizi kurang 27%. Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar di Indonesia tahun 2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi
kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi buruk. Data yang sama menunjukkan
13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak sangat kurus dan 17,1% anak
memiliki kategori sangat pendek.5 Salah satu penyakit yang sering menyertai
kurang gizi pada balita adalah pneumonia.8
Pada usia anak-anak menurut UNICEF (2006), pneumonia merupakan
penyebab kematian terbesar terutama di negara berkembang seperti Indonesia.
Angka kematian pneumonia pada balita diperkirakan mencapai 21%. Adapun
angka kesakitan mencapai 250 hingga 299 per 1000 anak balita setiap tahunnya.
Fakta yang sangat mencengangkan.4
IPKM (Indeks Pembangunan Kesehatan Masyarakat) merupakan indeks
komposit yang dirumuskan dari 24 indikator kesehatan Pembangunan Kesehatan
Masyarakat. IPKM dirumuskan dari data kesehatan berbasis komunitas yaitu
Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar). Menurut hasil Riskesdas 2007 Kabupaten
Lombok Barat menduduki rangking 296 dari 440 kabupaten se Indonesia, dan
masuk kategori Daerah Bermasalah Kesehatan (DBK). Dari 24 indikator
tersebut, paling dominan adalah indikator tentang gizi dan KIA.1
Gambar 1. Tabel Indikator IPKM Berdasarkan RISKESDAS 2007
VARIABEL INDIKATOR BOBOT Kondisi Lobar
2007
Prev. Balita gizi buruk dan kurang Mutlak 5 27,59
Prev. Balita sangat pendek dan pendek Mutlak 5 41,74
Prev. Balita sangat kurus dan kurus Mutlak 5 17,62
Page 1
Akses air bersih Mutlak 5 70,52
Akses sanitasi Mutlak 5 21,67
Cakupan penimbangan balita Mutlak 5 45,09
Cakupan pemeriksaan neonatal 1 Mutlak 5 63,33
Cakupan imunisasi lengkap Mutlak 5 22,71
Rasio dokter/ puskesmas Mutlak 5 1,25
Rasio bidan/ desa Mutlak 5 1,21
Cakupan persalinan oleh nakes Mutlak 5 76,45
Balita gemuk Penting 4 13,59
Diare Penting 4 18,93
Hipertensi Penting 4 29,52
Pneumonia Penting 4 1,89
Proporsi perilaku cuci tangan Penting 4 13,08
Prevalensi gangguan mental Perlu 3 14,73
Proporsi merokok tiap hari Perlu 3 28,52
Prevalensi penyakit gigi dan mulut Perlu 3 36,02
Prevalensi asma Perlu 3 4,88
Prevalensi disabilitas Perlu 3 25,41
Prevalensi cedera Perlu 3 13,02
Prevalensi penyakit sendi Perlu 3 44,83
Prevalensi ISPA Perlu 3 30,14
IPKM 0,462781
Sumber : IPKM Kemenkes RI 2010
Dilihat dari tabel indikator IPKM diatas, pneumonia termasuk ke dalam
indikator IPKM dengan bobot 4 yang dianggap sebagai kasus “penting”.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini dilakukan untuk
memberikan informasi lebih lanjut mengenai hubungan antara gizi buruk dengan
kejadian pneumonia pada balita.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah: Adakah hubungan antara gizi buruk dengan kejadian pneumonia pada
balita di Puskesmas Pemenang kabupaten Lombok Barat?
Page 2
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara gizi buruk dengan kejadian
peumonia pada balita di wilayah kerja Puskesmas Pemenang kabupaten Lombok
Barat.
Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian Pneumonia pada balita di
Wilayah Kerja Puskesmas Pemenang
2. Untuk mengetahui distribusi frekuensi gizi buruk pada balita di Wilayah
Kerja Puskesmas Pemenang.
3. Untuk mengetahui hubungan gizi buruk dengan kejadian Pneumonia pada
balita di Wilayah Kerja Puskesmas Pemenang.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Dengan mengetahui hubungan antara gizi buruk dengan kejadian pneumonia
pada balita di Puskesmas Pemenang kabupaten Lombok Barat, dapat
diperoleh informasi ilmiah sebagai sumbangan kepada dunia kedokteran
serta untuk memperkaya pengetahuan di bidang Kedokteran.
2. Manfaat praktis
a) Bagi puskesmas
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan fikiran
bagi tenaga
kesehatan di Puskesmas Pemenang kabupaten Lombok Barat untuk
mengatasi penyakit infeksi Pneumonia pada balita yang mengalami
gizi buruk.
b) Bagi akademik
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi dan
masukan yang
bermanfaat bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Islam
Al-Azhar Mataram mengenai penyakit pneumonia, khususnya pada
balita berstatus gizi buruk.
Page 3
c) Bagi masyarakat
Memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan masyarakat
tentang pentingnya menjaga status gizi terhadap peningkatan status
kesehatan balita.
Page 4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Status Gizi
2.1.1 Definisi status gizi
Status gizi bisa diartikan suatu keadaan tubuh manusia akibat
dari konsumsi suatu makanan dan penggunaan zat-zat gizi dari
makanan tersebut yang dibedakan antara status gizi buruk, gizi
kurang, gizi baik dan gizi lebih (Sri). Menurut WHO (1990)
indeks status gizi adalah gabungan dua parameter antropometri
yang digunakan untuk menilai status gizi.
2.1.2 Klasifikasi status gizi berdasarkan WHO
Indeks antropometri yang umum digunakan untuk menilai status
gizi adalah :
a. BB/U (Berat Badan menurut Umur)
Indeks antropometri dengan BB/U mempunyai kelebihan
diantaranya lebih mudah dan lebih cepat dimengerti
masyarakatnumum, baik untuk mengukur status gizi akut atau
kronis, berat badan dapat berfluktuasi, sangat sensitif terhadap
perubahan kecil dan dapat mendeteksi kegemukan.
Indeks BB/U adalah pengukuran total berat badan termasuk air,
lemak, tulang dan otot. Untuk pengkategorian status gizi
berdasarkan BB/U dapat dilihat dalam tabel 1.
Tabel 1.Status Gizi dengan Indikator BB/U Menurut Baku
WHO NCHS
Kategori Z Score
Status gizi lebih >2,0 SD
Status gizi baik -2,0 SD sampai 2,0 SD
Status gizi kurang < -2,0 SD
Status gizi buruk ≤ -3,0 SD
Page 5
b. TB/U (Tinggi Badan menurut Umur)
Tinggi badan merupakan antropometri yang mengambarkan
keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi
badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Keuntungan
indeks TB/U diantaranya adalah baik untuk menilai status gizi
masa lampau, pengukur panjang badan dapat dibuat sendiri,
murah dan mudah dibawa.
Tabel 2.Status Gizi dengan Indikator TB/U Menurut Baku
WHO NCHS
Kategori Z Score
Normal ≥ -2,0 SD
Pendek < -2,0 SD
c. BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan)
Dalam keadaan normal berat badan akan searah dengan
pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu,
keuntungan dari indeks BB/TB adalah tidak memerlukan data
umur dan dapat membedakan proporsi badan (gemuk, normal
dan kurus).
Tabel 3.Status Gizi dengan Indikator BB/TB Menurut Baku
WHO NCHS
Kategori Z Score
Gemuk > 2 SD
Normal -SD sampai + 2SD
Kurus < -2SD
Sangat kurus < -3SD
Selain cara diatas, klasifikasi status gizi bisa ditentukan dengan
menentukan indeks massa tubuh (IMT) para responden
berdasarkan hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan.
Page 6
IMT =berat badan(kg)
tinggi badan❑2(m)
Skala pengukuran :
Status gizi kurang : skor IMT < 18,5
Status gizi baik (normal) : skor IMT 18,5 – 24,9
Status gizi lebih (overweight dan obesitas) : skor IMT >
25
2.1.3 Cara penilaian status gizi
Status gizi dapat ditentukan secara langsung dan secara tidak
langsung (Widardo, 1997). Penilaian status gizi secara langsung
dapat dibagi menjadi empat penilaian yaitu :
1. Antropometri
a. Pengertian
Secara umum antropometri berarti ukuran tubuh
manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka
antropometri gizi berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dan tingkat gizi.
b. Penggunaan
Antropometri secara umum digunakan untuk melihat
ketidakseimbangan asupan protein dan energi.
Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola
pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh
seperti lemak, otot dan jumlah air
dalam tubuh.
2. Klinis
a. Pengertian
Penilaian klinis adalah metode yang sangat penting
untuk menilai status gizi masyarakat. Metode ini
didasarkan atas perubahan–perubahan yang terjadi
yang dihubungkan dengan ketidakcukupan zat gizi.
Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel (superficial
epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut dan
Page 7
mukosa oral atau pada organ –organ yang dekat
dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
b. Penggunaan
Penggunaan metode ini umumnya untuk survei
klinis secara cepat (rapid clinical surveys). Survei ini
dirancang untuk mendeteksi secara cepat tanda–
tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau
lebih zat gizi. Disamping itu digunakan untuk
mengetahui tingkat status gizi seseorang dengan
melakukan pemeriksaan fisik yaitu tanda (sign) dan
gejala (symptom) atau riwayat penyakit.
3. Biokimia
a. Pengertian
Penilaian satus gizi secara biokimia adalah
pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris
yang dilakukan pada
berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang
digunakan antara lain : darah, urin, tinja, dan juga
beberapa
jaringan tubuh seperti hati dan otot.
b. Penggunaan
Metode ini digunakan untuk suatu peringatan bahwa
kemungkinan akan terjadi keadaan malnutrisi yang
lebih parah lagi. Banyak gejala klinis yang kurang
spesifik, maka
penentuan secara faal dapat lebih banyak menolong
untuk
menentukan kekurangan gizi yang spesifik.
4. Biofisik
a. Pengertian
Penentuan status gizi secara biofisik adalah
penentuan status gizi dengan melihat kemampuan
fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan
struktur dari jaringan.
Page 8
b. Penggunaan
Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu
seperti kejadian buta senja epidemik (epidemic of
night blindness). Cara yang digunakan adalah tes
adaptasi gelap.
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga
yaitu :
1. Survei Konsumsi Makanan
a. Pengertian
Survei konsumsi makanan adalah penentuan status
gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah
dan jenis zat gizi yang di konsumsi.
b. Penggunaan
Pengumpulan data konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai
zat gizi pada masyarakat, keluarga, dan individu.
Survei ini dapat mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangan zat gizi.
2. Statistik Vital
a. Pengertian
Pengukuran status gizi dengan statistik vital adalah
dengan menganalisis data beberapa statistik
kesehatan seperti angka kematian berdasarkan umur,
angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan
gizi.
b. Penggunaan
Penggunaan penilaian status gizi dengan statistik
vital dipertimbangkan sebagai bagian dari indikator
tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat.
3. Faktor Ekologi
a. Pengertian
Page 9
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi
merupakan masalah ekologi sebagai hasil interaksi
beberapa faktor fisik, biologis, dan lingkungan
budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat
tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah,
irigasi, dan lain–lain.
b. Penggunaan
Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting
untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu
masyarakat sebagai dasar untuk melakukan program
intervensi gizi.
2.2 Pneumonia
2.2.1 Definisi
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan
benda asing.
2.2.2 Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh bakteri (diplococcus
pneumoniae, pneumococcu, streptococcus hemolyticus,
mycobacterium tuberculosis, dll), virus (virus influenza,
adenovirus, dll), jamur ( histoplasma capsulatum, aspergillus
species, dll). Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita
pneumonia berulang atau tidak mampu mengatasi penyakit ini
dengan sempurna. Di negara berkembang, pneumonia pada anak
terutama disebabkan oleh bakteri.
2.2.3 Faktor resiko
Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya pneumonia adalah
daya tahan tubuh yang menurun misalnya akibat malnutrisi
energi protein (MEP), penyakit menahun, faktor iatrogen seperti
trauma pada paru, anestesia, aspirasi, pengobatan dengan
antibiotika yang tidak sempurna.
2.2.4 Distribusi pneumonia
a. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Orang (Person)
Page 10
Data SKRT tahun 1995 menunjukkan bahwa 20,9%
kematian bayi disebabkan oleh pneumonia dan merupakan
penyebab kematian nomor dua pada bayi. Sedangkan pada
anak balita 21,9% kematiannya disebabkan oleh pneumonia
dan merupakan penyebab kematian nomor satu dari semua
penyebab kematian pada anak balita. Hasil SDKI tahun 1997
menyebutkan bahwa prevalensi pneumonia menurut jenis
kelamin lebih tinggi terjadi pada anak laki-laki 9,4%,
sedangkan pada anak perempuan 8,5%. Hasil SDKI pada
tahun 2001 menunjukkan bahwa prevalensi pneumonia
paling tinggi terjadi pada anak usia 1-4 tahun yaitu 33,76%
dan prevalensi pada anak usia < 1 tahun yaitu sebesar 31%.
Menurut WHO tahun 2005 proporsi kematian balita dan bayi
karena pneumonia di dunia adalah sebesar 19% dan 26%.
b. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Tempat (Place)
Angka kematian balita tahun 1995 di Indonesia masih tinggi
mencapai 31% dari seluruh kematian penduduk Indonesia,
dengan perincian 22,4% di Jawa dan Bali dan 43,5% sampai
55,1% di kawasan Timur Indonesia.
c. Distribusi Pneumonia Berdasarkan Waktu (Time)
Dari data SDKI tahun 1991, 1994, dan 1997 dapat diketahui
bahwa prevalensi pneumonia pada balita telah mengalami
sedikit penurunan yaitu dengan prevalensi 10% pada tahun
1991, 10% untuk tahun 1994, dan 9% untuk tahun 1997.
2.2.5 Patogenesis dan patofisiologi
Pneumonia dapat terjadi akibat menghirup bibit penyakit di
udara, atau kuman di tenggorokan terisap masuk ke paru-paru.
Penyebaran bisa juga melalui darah dari luka di tempat lain,
misalnya di kulit. Jika melalui saluran napas, agen (bibit
penyakit) yang masuk akan dilawan oleh berbagai sistem
pertahanan tubuh manusia. Hal ini memicu terjadi reaksi
inflamasi. Kaskade inflamasi memicu kebocoran plasma dan
hilangnya surfaktan, yang mengakibatkan hilangnya udara dan
konsolidasi. Selain itu, mikroorganisme penyebab pneumonia
Page 11
juga dapat merusak secara langsung dengan sekresi enzim,
protein, dan toksin yang dapat mengganggu membran sel.
2.2.6 Menifestasi klinis
Gejala penyakit pneumonia ini berupa nafas cepat dan nafas
sesak, arena paru meradang secara mendadak, suhu tubuh
meningkat dapat mencapai 40 derajat celcius, menggigil, batuk,
suara serak, pada saat bernapas, dapat terdengar suara wheezing
atau mengi, bila sesak napasnya sangat berat akan terlihat
cekungan di dada bagian bawah (chest indwelling) saat menarik
napas. Gejala tambahan pneumonia di antaranya adalah anak
tidak nafsu makan, tidak mau menetek atau minum susu, oleh
karenanya anak akan menjadi lemah.
2.2.7 Diagnosis
Anamnesis akan ditemukan gejala khas yaitu takipneu,
demam, batuk, dll.
Pemeriksaan fisik : diagnosis pneumonia pada balita
didasarkan pada adanya batuk atau kesukaran bernafas
disertai peningkatan frekuensi nafas (nafas cepat) sesuai
umur. Adanya nafas cepat ini ditentukan dengan cara
menghitung frekuensi pernafasan. Batas nafas cepat
adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali permenit
atau lebih pada anak usia 2 bulan - <1 tahun dan 40 kali
per menit atau lebih pada anak usia 1- <5 tahun.
Diagnosis pneumonia berat didasarkan pada adanya
batuk atau kesukaran bernafas disertai nafas sesak atau
penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada
anak usia 2 bulan - <5 tahun. Untuk kelompok umur < 2
bulan diagnosis pneumonia berat ditandai dengan adanya
nafas cepat, yaitu frekuensi pernafasan sebanyak 60 kali
per menit, atau adanya penarikan yang kuat pada dinding
dada sebelah bawah ke dalam.
Pemeriksaan penunjang
Page 12
a. Laboratorium : Pemeriksaan kultur darah seringkali
positif terutama pada pneumonia pneumococcus dan
merupakan cara yang lebih pasti untuk
mengidentifikasi organisme dibandingkan dengan
kultur yang potensial terkontaminasi.
b. Radiologi : Gambaran radiologis pada foto toraks PA
yang khas ialah terdapat konsolidasi pada lobus,
lobulus atau segmen dari satu atau lebih lobus paru.
Terlihat patchy infiltrate para parenkim paru dengan
gambaran infiltrasi kasar pada beberapa tempat di
paru sehingga menyerupai bronchopneumonia. Pada
foto toraks mungkin disertai gambaran yang
menunjukkan ada cairan di pleura atau fisura
interlober. Pneumonia biasanya menyebabkan suatu
daerah persebulungan yang berbatas tegas yang di
dalamnya terdapat daerah yang masih terisi udara
dan/atau bronkhi yang berisi udara (air
bronchogram). Biasanya pneumonia menyebabkan
adanya opasitas yang tidak jelas dan tersebar pada
beberapa bagian paru.
2.3 Hubungan antara status kurang gizi dengan kejadian pneumonia
Asupan nutrisi yang menurun pada balita menyebabkan balita
mengalami gizi kurang/buruk yang berakibat penurunan
kekebalan tubuh. Penurunan kekebalan tubuh ini tentunya
menimbulkan bermacam-macam efek buruk bagi tubuh, dalam
hal ini pembentukan sIgA menurun dan pada paru-paru dapat
terjadi kerusakan epitel saluran napas. Kemudian paparan
bakteri yang ditularkan dengan mudah akan menginfeksi balita
sehingga angka pneumonia meningkat. Hampir semua bakteri,
virus, jamur, atau parasit dapat menyerang dan menginfeksi
paru-paru jika sistem kekebalan tubuh terganggu.
2.4 Kerangka teori
Page 13
2.5 Kerangka Konsep
Pada penelitian ini kerangka konsep tentang hubungan status gizi buruk dan
pneumonia pada balita akan diuraikan berdasarkan variabel-variabel
karakteristik demografi, pengetahuan dan sarana pelayanan kesehatan.
Gambar 2. Kerangka konsep hubungan status gizi dan kejadian pneumonia
2.6 Hipotesis
Hipotesis Alternatif (Ha) : Ada hubungan antara status gizi buruk dengan
kejadian pneumonia pada balita.
Hipotesis Null (H0) : Tidak ada hubungan antara status gizi buruk
dengan kejadian pneumonia pada balita.
BAB 3
Page 14
Malnutrisi : Kekebalan menurun Agen opportunistik
Pneumonia : Epitel saluran napas
bagian bawah rusak Nafsu makan menurun
Status gizi kurang/burukAsupan nutrisi menurun
Sistem imunitas menurunInfeksi mikroorganisme dan kerusakan epitel saluran napas
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis penelitian
Penilitian ini adalah penelitian analitik yang akan mencari dan menilai hubungan
sebab dan akibat antara gizi buruk dengan pneumonia. Pendekatan yang
digunakan pada desain penelitian ini adalah study case control.
3.2 Waktu dan tempat penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di puskesmas Pemenang Kabupaten Lombok
Barat.
3.3 Populasi dan sampel
Populasi pada penelitian ini adalah semua balita yang menjalani pengobatan di
Puskesmas Pemenang.
Kriteria inklusi: Anak usia di bawah lima tahun
Kriteria eksklusi:
a. Orang tua tidak kooperatif
b. Menderita penyakit paru lain
c. Menderita penyakit imunosupresif
d. Pengobatan dengan obat imunosupresif
Sampel pada penelitian ini adalah seluruh subjek penelitian yang memenuhi
kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Besarnya sampel pada
penelitian ini adalah semua anak balita dengan pneumonia di Puskesmas
Pemenang. Dan sebagai kontrol adalah balita yang tidak pneumonia sebanyak
jumlah balita dengan pneumonia
.
3.4 Teknik pengumpulan data
Data dapat diambil dari puskesmas. Alat ukur atau instrument yang digunakan
dalam penelitian ini adalah : kuisioner, catatan medis pasien pneumonia, baku
rujukan berat badan terhadap umur WHO – NCHS dalam versi skor simpang
baku (score=z).
3.5 Pengolahan dan analisa data
Page 15
Untuk menguji hubungan antara status gizi dengan klasifikasi pneumonia pada
balita adalah dengan menggunakan uji statistik Person Chi Square dan akan
diolah dengan Statistical Product and Service Solution (SPSS) 16 for Windows.
3.6 Identifikasi variabel penelitian
1. Variabel bebas: Status gizi
2. Variabel terikat : pneumonia pada balita
3. Variabel luar : Berat badan lahir rendah (BBLR), tidak
mendapatkan imunisasi, asupan asi, defisiensi vitamin A, pajanan
polusi udara.
3.7 Definisi Operasional
1. Status gizi anak
Yang dimaksud status gizi anak balita disini adalah status gizi pada anak
umur 1–5 tahun yang ditentukan berdasarkan data antropometri berupa
berat badan terhadap umur dengan berpedoman pada standar NCHS –
WHO yang disajikan dalam versi skor simpang baku (standar deviation
score=z). Alat ukur yang dipakai adalah anamnesis umur secara
langsung dan alat pengukur berat badan dalam satuan kilogram.
2. Pneumonia
Klasifikasipneumonia dibagi menjadi :
a. Pneumonia berat : bila ada tarikan dinding dada ke dalam
(retraksi) dan stridor.
b. Pneumonia : napas cepat dengan laju napas:
> 50x/menit pada anak 2 bulan – 1 tahun
> 40x/menit pada anak 1 – 5 tahun
c. Bukan pneumonia : bila tidak ada tanda-tanda pneumonia.
Skala yang digunakan untuk variabel pneumonia adalah skala
nominal dikotom, dimana hasil pengukuran berupa pneumonia dan tidak
pneumonia.
Page 16