Download - REFERAT HNP
BAB 1
PENDAHULUAN
Dalam bahasa kedokteran Inggris, pinggang dikenal sebagai “low
back”. Secara egenera pinggang adalah daerah tulang belakang L-1 sampai
seluruh tulang sacrum dan otot-otot sekitarnya. Tulang belakang lumbal sebagai
unit egenerati dalam berbagai sikap tubuh dan gerakan ditinjau dari sudut
mekanika.
Daerah pinggang mempunyai fungsi yang sangat penting pada tubuh
manusia. Fungsi penting tersebut antara lain, membuat tubuh berdiri tegak,
pergerakan, danmelindungi beberapa organ penting.
Peranan otot-otot egener trunksi adalah memberikan tenaga imbangan
ketik mengangkat benda. Dengan menggunakan alat petunjuk tekanan yang
ditempatkan di dalam egener pulposus manusia, tekanan intradiskal dapat
diselidiki pada berbagai sikap tubuh dan keadaan. Sebagai standar dipakai
tekanan intradiskal ketika berdiri tegak.
Tekanan intradiskal yang meningkat pada berbagai sikap dan keadaan
itu diimbangi oleh tenaga otot abdominal dan torakal. Hal ini dapat
diungkapkan oleh penyelidikan yang menggunakan korset toraks atau abdomen
yang bisa dikembungkempiskan yang dikombinasi dengan penempatan alat
penunjuk tekanan di dalam lambung. Hasil penyelidikan tersebut
mengungkapkan bahwa 30% sampai 50% dari tekanan intradiskal torakal dan
lumbal dapat dikurangi dengan mengencangkan otot-otot torakal dan abdominal
sewaktu melakukan pekerjaan dan dalam berbagai posisi.
Kontraksi otot-otot torakal dan abdominal yang sesuai dan tepat dapat
meringankan beban tulang belakang sehingga tenaga otot yang relevan
merupakanmekanisme yang melindungi tulang belakang. Secara sederhana,
kolumna vertebralis torakolumbal dapat dianggap sebagai tong dan otot-otot
torakal serta lumbal sebagai simpai tongnya.
Hernia Nukleus Pulposus merupakan salah satu dari sekian banyak
“Low Back Pain” akibat proses degenerative. Penyakit ini banyak ditemukan di
masyarakat, dan biasanya dikenal sebagai ‘loro boyok’. Biasanya mereka
mengobatinya dengan pijat urat dan obat-obatan gosok, karena anggapan yang
salah bahwa penyakit ini hanya sakit otot biasa atau karena capek bekerja.
Penderita penyakit ini sering mengeluh sakit pinggang yang menjalar ke
tungkai bawah terutama pada saat aktifitas membungkuk (sholat, mencangkul).
Penderita mayoritas melakukan suatu aktifitas mengangkat beban yang berat
dan sering membungkuk.
Hernia Nukleus Pulposus (HNP) merupakan salah satu penyebab dari
nyeri punggung (NPB) yang penting. Prevalensinya berkisar antara 1-2% dari
populasi. HNP lumbalis paling sering (90%) mengenai diskus intervertebralis
L5-S1 dan L4-L5. Biasanya NBP oleh karena HNP lumbalis akan membaik
dalam waktu kira-kira 6 minggu. Tindakan pembedahan jarang diperlukan
kecuali pada keadaan tertentu.
BAB II
DAFTAR PUSTAKA
A. DEFINISI
HNP (Hernia Nukleus Pulposus) yaitu keluarnya nukleus pulposus dari
discus melalui robekan annulus fibrosus hingga keluar ke belakang atau
dorsal menekan medulla spinalis atau mengarah ke dorsolateral menekan
radix spinalis sehingga menimbulkan gangguan.
Daerah sakitnya tergantung di mana terjadi penjepitan, misalnya di leher
maka akan terjadi migrain atau sakit sampai ke bahu. Bisa juga terjadi
penjepitan di tulang ekor, maka akan terasa sakit seperti otot ketarik pada
bagian paha atau betis, kesemutan, bahkan sampai pada kelumpuhan.
Gambar 1. Protrusi nucleus pulposus
B. ETIOLOGI
Hernia nukleus pulposus dapat disebabkan oleh beberapa hal berikut:
a. Trauma, hiperefleksia, injuri pada vertebrae
b. Spinal stenosis
c. Ketidakstabilan vertebra karena salah posisi, mengangkat, dsb.
d. Pembentukan osteofit
e. Degenerasi dan dehidrasi annulus dan nucleus discus sehingga
berkurangnya elastisitas dari discus intervertebralis.
C. FAKTOR RESIKO
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah :
1. Umur: makin bertambah umur risiko makin tinggi
2. Jenis kelamin: laki-laki lebih banyak dari wanita
3. Riwayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
Faktor risiko yang dapat dirubah :
1. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau
menarik barang-barang berta, sering membungkuk atau gerakan
memutar pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi
yang konstan seperti supir.
2. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih,
latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
3. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan
diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.
5. Batuk lama dan berulang
D. PATOGENESIS
Stages of Disc Herniation
1. Disc Degeneration: chemical changes associated with aging causes discs to weaken, but without a herniation.
2. Prolapse: the form or position of the disc changes withsome slight impingement into the spinal canal. Also called a bulge or protrusion.
3. Extrusion: the gel-like nucleus pulposus breaks through the tire-like wall (annulus fibrosus) but remains within the disc.
4. Sequestration or Sequestered Disc: the nucleus pulposus breaks through the annulus fibrosus and lies outside the disc in the spinal canal (HNP).
Gambar 2. Perjalanan hernia nucleus pulposus.
Nukleus pulposus terdiri dari jaringan penyambung longgar dan sel-sel
kartilago yang mempunyai kandungan air yang tinggi. Nukleus pulposus
bergerak, cairan menjadi padat dan rata serta melebar di bawah tekanan dan
menggelembungkan annulus fibrosus. Menjebolnya nukleus pulposus ke
kanalis vertebralis berarti bahwa nukleus pulposus menekan pada radik
yang bersama-sama dengan arteri radikulasi berada dalam bungkusan dura.
Hal ini terjadi bila penjebolan di sisi lateral. Bilamana tempat herniasinya
di tengah, maka tidak ada radiks yang terkena.
Protrusi atau ruptur nukleus pulposus biasanya didahului dengan
perubahan degenerative yang terjadi pada proses penuaan. Kehilangan
protein polisakarida dalam diskus menurunkan kandungan air nukleus
pulposus. Kemudian pada degenerasi diskus, kapsulnya mendorong ke arah
medula spinalis atau mungkin ruptur dan memungkinkan nukleus pulposus
terdorong terhadap sakus dural atau terhadap saraf spinal saat muncul dari
kolumna spinal.
Menjebolnya (hernia) nucleus pulposus bisa ke korpus vertebra diatas
atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis vertbralis.
Menjebolnya sebagian dari nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra
dapat dilihat dari foto roentgen polos dan dikenal sebagai nodus Schmorl.
Robekan sirkumferensial dan radikal pada nucleus fibrosus diskus
intervertebralis berikut dengan terbentuknya nodus schomorl merupakan
kelainan mendasari low back pain´sub kronik atau kronik yang kemudian
disusun oleh nyeri sepanjang tungkai yang dikenal sebagai khokalgia atau
siatika.
E. GEJALA KLINIS
Manifestasi klinik HNP tergantung dari radiks saraf yang lesi. Gejala klinik
yang paling sering adalah ischialgia. Nyeri biasanya bersifat tajam seperti
terbakar dan berdenyut, menjalar sampai bawah lutut. Bila saraf sensorik yang
besar terkena akan timbul gejala kesemutan atau rasa tebal sesuai
dermatomnya. Pada kasus berat dapat terjadi kelemahan otot atau hilangnya
reflek tendon patella (KPR) dan Achilles (APR). bila mengenai konus atau
kauda equine dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan fungsi seksual.
Keadaan ini merupakan suatu kegawatan yang memerlukan tindakan
pembedahan untuk mencegah kerusakan miksi secara permanen. Nyeri pada
HNP akan meningkat bila terjadi kenaikan tekanan intratekal atau intradiskal
seperti saat mengejan, batuk, bersin, mengangkat benda berat dan
membungkuk.
Gejala klinis yang dapat ditemukan berupa:
1. Nyeri punggung bawah yang hebat, mendadak, menetap beberapa
jam sampai beberapa minggu secara perlahan-lahan
2. Skiatika berupa rasa nyeri hebat pada salah satu atau dua tungkai
sesuai dengan distribusi akar saraf dan menjadi hebat bila batuk,
bersin, atau membungkuk
3. Parestesia yang hebat dapat disertai dengan skiatika sesuai dengan
distribusi saraf dan mungkin terjadi sesudah gejala nyeri saraf
menurun
4. Deformitas berupa hilangnya lordosis lumbal atau skoliosis oleh
karenan spasme otot lumbal yang hebat.
5. Mobilitas gerakan tulang belakang berkurang. Pada stadium akut
gerakan pada bagian lumbal sangat terbatas, kemudian muncul
nyeri pada saat ekstensi tulang belakang.
6. Nyeri tekan pada daerah herniasi dan pada daerah paravertebral
atau bokong
7. Gejala neurologis pada tungkai, berupa kelemahan otot, perubahan
reflex, dan perubahan sensoris yang mengatur akar saraf
F. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Mula timbul nyeri: apakah didahului trauma atau aktivitas fisik,
ataukah spontan.
b. Sifat nyeri: nyeri tajam, menusuk dan berdenyut sering
bersumber dari sendi, tulang dan ligamen; sedangkan pegal,
biasanya berasal dari otot.
c. Lokasi nyeri: nyeri yang disertai penjalaran ke arah tungkai
menunjukkan keterlibatan radiks saraf.
d. Hal-hal yang meringankan atau memprovokasi nyeri: bila
berkurang setelah melakukan tirah baring mungkin HNP tetapi
bila bertambah, mungkin disebabkan tumor; bila berkurang
setelah berjalan jalan mungkin tumor dalam kanalis vertebralis;
nyeri dan kaku waktu bangun pagi dan berkurang setelah
melakukan gerakan tubuh mungkin disebabkan spondilitis
ankilopoetika; batuk, bersin dan mengejan akan memprovokasi
nyeri pada HNP.
e. Klaudikasio intermitens dibedakan atas jenis vaskuler dan
neurogenik, jenis neurogenik memperlihatkan pulsasi pembuluh
darah perifer yang normal dan nyeri berkembang menjadi
parestesia dan kelumpuhan.
f. Adanya demam selama beberapa waktu terakhir menyokong
adanya infeksi, misalnya spondilitis.
g. Nyeri bersifat stasioner mungkin karena gangguan mekanik
kronik; bila progresif mungkin tumor.
h. Adakah gangguan fungsi miksi dan defekasi, fungsi genitalia,
siklus haid, penggunaan AKDR (IUD), fluor albus, atau jumlah
anak.
i. Nyeri berpindah-pindah dan tidak wajar mungkin nyeri
psikogenik.
j. Riwayat keluarga dapat dijumpai pada artritis rematoid dan
osteoartritis.
2. Pemeriksaan Fisik Umum
a. Posisi berdiri:
i. Perhatikan cara penderita berdiri dan sikap berdirinya.
ii. Perhatikan bagian belakang tubuh: adakah deformitas,
gibus, skoliosis, lordosis lumbal (normal, mendatar, atau
hiperlordosis), pelvis yang miring tulang panggul kanan
dan kiri tidak sama tinggi, atrofi otot.
b. Perhatikan cara penderita berjalan/gaya jalannya.
i. Posisi duduk: Perhatikan cara penderita duduk dan sikap
duduknya.
ii. Perhatikan bagian belakang tubuhnya.
c. Derajat gerakan (range of motion) dan spasmus otot.
d. Hipersensitif denervasi (piloereksi terhadap hawa dingin).
e. Palpasi untuk mencari trigger zone, nodus miofasial, nyeri pada
sendi sakroiliaka, dan lain-lain.
f. Posisi berbaring :
i. Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap
berbaringnya.
ii. Pengukuran panjang ekstremitas inferior.
iii. Pemeriksaan abdomen, rektal, atau urogenital.
g. Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya
kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya
(psychological overlay).
h. Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang
menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan
intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke
kiri prosesus spinosus sambil melihat respons pasien.
i. Pada spondilolistesis yang berat dapat diraba adanya ketidak-
rataan (step-off) pada palpasi di tempat/level yang terkena.
j. Penekanan dengan jari jempol pada prosesus spinalis dilakukan
untuk mencari adanya fraktur pada vertebra.
k. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan
neurologis.
i. Refleks yang menurun atau menghilang secara simetris
tidak begitu berguna pada diagnosis LBP dan juga tidak
dapat dipakai untuk melokalisasi level kelainan, kecuali
pada sindroma kauda ekuina atau adanya neuropati yang
bersamaan.
ii. Refleks patella terutama menunjukkan adanya gangguan
dari radiks L4 dan kurang dari L2 dan L3. Refleks tumit
predominan dari S1.
iii. Harus dicari pula refleks patologis seperti babinski,
terutama bila ada hiperefleksia yang menunjukkan adanya
suatu gangguan upper motor neuron (UMN).
iv. Dari pemeriksaan refleks ini dapat membedakan akan
kelainan yang berupa UMN atau LMN.
3. Pemeriksaan neurologik,
a. Pemeriksaan sensorik
b. Pemeriksaan motorik à dicari apakah ada kelemahan, atrofi atau
fasikulasi otot
c. Pemeriksaan tendon
d. Pemeriksaan yang sering dilakukan
i. Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque,
tesbragard, tes Sicard)
ii. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes
Valsava)
iii. Tes Patrick dan Tes Contra Patrick
iv. Tes Distraksi dan Tes Kompresi
4. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan neurofisiologi. Terdiri dari: Elektromiografi
(EMG). Bisa mengetahui akar saraf mana yang terkena dan
sejauh mana gangguannya, masih dalam tahap iritasi atau tahap
kompresi.
b. Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP) . Berguna untuk
menilai pasien spinal stenosis atau mielopati.
c. Myelogram. Berguna untuk menjelaskan ukuran dan lokasi dari
hernia. Bila operasi dipertimbangkan maka myelogram
dilakukan untuk menentukan tingkat protrusi diskus. Juga
digunakan untuk membedakan kompresi radiks dari neuropati
perifer.
d. MRI tulang belakang. Bermanfaat untuk diagnosis kompresi
medulla spinalis atau kauda equina. Alat ini sedikit kurang teliti
daripada CT scan dalam hal mengevaluasi gangguan radiks
saraf. MRI merupakan standar baku emas untuk HNP.
e. Pemeriksaan Radiologi. Foto rontgen tulang belakang. Pada
penyakit diskus, foto ini normal atau memperlihatkan perubahan
degeneratif dengan penyempitan sela invertebrata dan
pembentukan osteofit
Gambar 3. Myelo CT untuk melihat lokasi HNP
f. Pemeriksaan laboratorium. Untuk menyingkirkan kelainan-
kelainan pada saluran kencing.
G. TERAPI
1. Tirah baring
Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari
dengan sikap yang baik adalah sikap dalam posisi setengah duduk dimana
tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut. tertentu. Tempat
tidur tidak boleh memakai pegas/per dengan demikina tempat tidur harus
dari papan yang larus dan diutu[ dengan lembar busa tipis. Tirah baring
bermanfaat untuk nyeri punggung bawah mekanik akut. Lama tirah baring
tergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita.
2. Meredakan Nyeri
Kompres lembab panas, sedatif, dan relaksan otot.
3. Medikamentosa
a. Symtomatik
Analgetik (salisilat, parasetamol), kortikosteroid (prednison,
prednisolon), anti-inflamasi non-steroid (AINS) seperti piroksikan,
antidepresan trisiklik (amitriptilin), obat penenang minor (diasepam,
klordiasepoksid).
b. Kausal
Kolagenese
4. Fisioterapi
Biasanya dalam bentuk diatermy (pemanasan dengan jangkauan
permukaan yang lebih dalam) untuk relaksasi otot dan mengurangi
lordosis.
5. Traksi
Traksi servikal yang disertai dengan penyanggah kepala yang dikaitkan
pada katrol dan beban.
6. Terapi operatif (Pembedahan)
Terapi operatif (Pembedahan) dikerjakan apabila dengan tindakan
konservatif tidak memberikan hasil yang nyata, kambuh berulang atau
terjadi defisit neurologik. Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk
mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi nyeri dan
mengubah defisit neurologik.
7. Rehabilitasi
Mengupayakan penderita segera bekerja seperti semula agar tidak
menggantungkan diri pada orang lain dalam melakukan kegiatan sehari-hari (the
activity of daily living). Klien tidak mengalami komplikasi pneumonia, infeksi
saluran kencing dan sebagainya.