Download - retno 2010
-
SKRIPSI
PENGEMBANGAN METODE PENENTUAN KADAR DEHP DAN
ANALISIS MIGRASI DEHP KE DALAM SIMULAN PANGAN
DI PUSAT RISET OBAT DAN MAKANAN, BADAN POM RI
Oleh
PRATIWI RETNO
F24050949
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
-
PENGEMBANGAN METODE PENENTUAN KADAR DEHP DAN
ANALISIS MIGRASI DEHP KE DALAM SIMULAN PANGAN
DI PUSAT RISET OBAT DAN MAKANAN, BADAN POM RI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
PRATIWI RETNO
F24050949
2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
-
Pratiwi Retno. F24050949. Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP dan
Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan Pangan di Pusat Riset Obat dan
Makanan, Badan POM RI. Di bawah bimbingan Maggy T. Suhartono dan
Winiati P. Rahayu.
RINGKASAN
Seiring dengan berkembangnya teknologi pengemasan pangan, penggunaan
bahan kimia pun semakin meningkat sehingga banyak muncul isu yang mencuat
terkait dengan bahaya kimia. Salah satu isu kimiawi yang mencuat dan menjadi
perhatian dunia internasional saat ini adalah migrasi bahan pemlastis kemasan ke
dalam pangan, khususnya di-(2-etilheksil) ftalat (DEHP). Centers for Disease
Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat telah mendeteksi keberadaan
ftalat dalam sampel urin dari seluruh 2,790 orang yang diuji, kecuali pada
12 orang (CDC, 2005), dengan enam atau lebih jenis ftalat ditemukan pada
84% orang yang diuji. Besar paparan DEHP adalah sebesar 32% dari keseluruhan
paparan ftalat. DEHP ini memiliki efek kronis yaitu menumpuk dalam tubuh dan
akan menimbulkan masalah kesehatan setelah bertahun-tahun kemudian. DEHP
termasuk kategori dua dalam pelabelan dan klasifikasi bahaya, yang artinya bahan
diperlakukan seperti jika berdampak pada manusia, berdasarkan bukti jelas pada
hewan.
DEHP merupakan pemlastis yang sebagian besar digunakan untuk
meningkatkan fleksibilitas kemasan jenis polivinil klorida (PVC). Menurut survei
di Eropa tahun 1999 yang dilakukan oleh European Council for Plasticisers and
Intermediates (Cadogan, 2006), DEHP merupakan jenis pemlastis yang paling
banyak digunakan, yakni sebesar 42%. Peraturan Kepala Badan POM No.
HK.00.05.55.6497 tanggal 20 Agustus 2007 telah mengatur mengenai batas
migrasi beberapa zat kemasan yang kontak dengan pangan, tetapi belum mengatur
tentang batas penggunaan dan migrasi DEHP. Selain itu, metode penentuan kadar
DEHP dan analisis migrasi DEHP yang dikembangkan di Indonesia masih
terbatas.
Tujuan penulis melakukan penelitian ini adalah membantu melaksanakan
pengembangan metode penentuan kadar DEHP dan analisis migrasi DEHP ke
dalam simulan pangan (n-heptana). Data yang diperoleh diharapkan dapat
menunjang penelitian mengenai DEHP berikutnya sehingga dapat dijadikan
pertimbangan dalam penentuan kebijakan mengenai DEHP.
Penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap, yaitu penentuan Limit Deteksi
Instrumen (LDI), pengembangan metode penentuan kadar DEHP, dan
pengembangan metode analisis migrasi DEHP ke dalam simulan pangan
(n-heptana). Seluruh tahapan penelitian menggunakan instrumen GC-MS dengan
kondisi kolom 30 m x 0.25 mm I.D. x 0.25 m df HP-5MS; injeksi splitless (1 l); suhu awal oven 50C, dipertahankan selama 1 menit, dinaikkan dengan laju
30C/menit hingga 280C, dinaikkan dengan laju 15C/menit hingga 320C dan
dipertahankan selama 3 menit; gas pembawa Helium, 0.99 ml/menit
(36.1 cm/detik), aliran tetap (52.6 kPa); dan deteksi dengan MS dalam mode SIM.
LDI yang dicari dalam penelitian ini merupakan batas terendah konsentrasi
DEHP yang dapat dideteksi oleh instrumen GC-MS untuk n-heptana. LDI yang
-
2
didapat adalah 1.00 g/ml n-heptana dengan koefisien korelasi (r) kurva sebesar
0.986. Metode ini disarankan untuk diulang lagi dengan penambahan standar
internal butil benzil ftalat (BBP) agar diperoleh r kurva yang lebih baik (>0.99).
Pengembangan metode penentuan kadar DEHP dilakukan dengan
memodifikasi metode dari Consumer Products Safety Commision (CPSC) dan
Sentra Teknologi Polimer (STP), lalu mengujinya pada satu sampel kemasan
lunch box PVC (sampel A). Modifikasi dilakukan melalui penambahan miliQ
untuk memudahkan pengendapan senyawa selain ftalat, sehingga pengekstrakan
DEHP juga menjadi lebih mudah dan lebih banyak. Perbedaan modifikasi metode
yaitu metode A tidak ditambahkan miliQ, metode B ditambahkan 5 ml miliQ,
sedangkan metode C ditambahkan 10 ml miliQ. Persentase kadar DEHP berturut-
turut pada metode A, B, dan C adalah 2.33, 119.77, dan 40.74%. Seluruh Relative
Standard Deviation (RSD) metode memenuhi kriteria yang baik RSD (
-
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
PENGEMBANGAN METODE PENENTUAN KADAR DEHP DAN
ANALISIS MIGRASI DEHP KE DALAM SIMULAN PANGAN
DI PUSAT RISET OBAT DAN MAKANAN, BADAN POM RI
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
PRATIWI RETNO
F24050949
Menyetujui,
Bogor, 20 Januari 2010
Dosen Pembimbing I/Akademik,
(Prof. Dr. Maggy T. Suhartono)
NIP: 19530507.197701.2.001
Dosen Pembimbing II/Lapang,
(Prof. Dr. Winiati P. Rahayu)
NIP: 19560813.198201.2.001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
(Dr. Ir. Dahrul Syah)
NIP: 19650814.199002.1.001
Tanggal lulus: 11 Januari 2010
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang merupakan anak pertama dari pasangan
Wiyanto Suroso dan Cut Anita Krishna, dilahirkan pada
tanggal 3 Mei 1987 di Jakarta. Penulis memiliki dua adik,
yaitu Ariwiyanti Yasmin dan Farhan Sujatmoko. Sejak usia
dua tahun hingga saat ini, penulis tinggal di Depok. Penulis
bersekolah di Taman Kanak-Kanak Nurul Islam selama dua
tahun. Kemudian meneruskan pendidikan di SD Yaspen Tugu Ibu (1993-1999),
SLTP Negeri 3 Depok (1999-2002), dan SMA Negeri 1 Depok (2002-2005).
Selama SLTP, penulis aktif di ekstrakurikuler Rohani Islam. Begitu pula di
SMA. Selain itu, penulis pun kerap mengisi acara berlingkup kota maupun
nasional melalui ekstrakurikuler lain yang diikutinya, yakni Rampak Kendang.
Saat kelulusan, penulis mendapat predikat Siswa Berprestasi Akademik di SMA
Negeri 1 Depok.
Melalui jalur USMI, penulis melanjutkan kuliah di Institut Pertanian Bogor
(IPB). Penulis memilih Mayor Ilmu dan Teknologi Pangan dengan Minor
Perkembangan Anak. Pada tingkat pertama, penulis mengikuti UKM bela diri
Thifan Pokhan dan Panahan. Saat kenaikan tingkat, penulis sempat mendapatkan
penghargaan sebagai Mahasiswa Berprestasi Akademik Tingkat Persiapan
Bersama IPB. Selama menjalani kuliah mulai tingkat dua hingga empat, penulis
mendapatkan beasiswa pendidikan Tanoto yang diberikan oleh Tanoto
Foundation.
Berbagai kegiatan organisasi dan kepanitiaan diikuti penulis, antara lain:
Anggota Badan Pengawas Masa Perkenalan Fakultas Fateta (2008), Pengurus
BEM Fateta Departemen Pengembangan Sumber Daya Manusia (2007-2008),
Bendahara Food Chat Club (2007-2008), Bendahara Kejuaraan Nasional Panahan
In Door Terpadu VII (2007), Panitia Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XV
(2007), Sekretaris Kepanitiaan Wisuda Sarjana (2007) dan Wisuda Diploma
(2006), dan sebagainya. Saat ini penulis bersama beberapa teman dari ITP 42 dan
43 membuka kantin bernama Caf Friends 24 yang didanai oleh Direktorat
Pengembangan Kewirausahaan dan Hubungan Alumni IPB.
-
ii
Menjelang tingkat akhir, penulis melakukan penelitian tentang Efek
Sorgum, Jewawut, dan Ketan Hitam dalam Pencegahan Hemolisis Eritrosit
Manusia dan Tikus. Akan tetapi, penulis memilih untuk mengerjakan tugas akhir
berdasarkan hasil kegiatan magangnya yang dilaksanakan di Pusat Riset Obat dan
Makanan Badan POM RI. Penelitian ini berjudul Pengembangan Metode
Penentuan Kadar DEHP dan Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan Pangan di
Pusat Riset Obat dan Makanan, Badan POM RI.
-
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP dan
Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan Pangan di Pusat Riset Obat dan
Makanan, Badan POM RI dengan baik. Penulis sepenuhnya menyadari bahwa
penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan
yang penuh ketulusan baik secara moril maupun materil dari semua pihak. Pada
kesempatan ini dengan segenap hati penulis menyampaikan penghargaan dan
ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibunda, ayahanda, dan kedua adikku tercinta. Terima kasih atas doa, kasih
sayang yang tulus serta dukungan moril dan materil yang berharga bagi
penulis
2. Ibu Prof. Dr. Maggy T. Suhartono selaku dosen pembimbing I/akademik dan
Prof. Dr. Winiati P. Rahayu selaku dosen pembimbing II/lapang yang telah
memberikan dorongan, arahan, dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi
penulis
3. Bapak Dr. Ir. Sukarno, M.Sc sebagai dosen penguji yang telah memberikan
masukan yang berarti bagi kesempurnaan skripsi ini
4. Ibu Wiwi Hartuti, S. Farm., Apt. selaku pembimbing teknis di PROM serta
seluruh kepala bidang dan staf PROM lainnya yang telah membantu dan
membimbing selama penulis magang
5. Tanoto Foundation yang telah memberikan dukungan materiil dalam bentuk
beasiswa pendidikan kepada penulis
6. Seluruh dosen dan staf Departemen ITP dan IKK atas ilmu dan bantuannya
selama penulis berkuliah
7. Boyke Fadhliy atas perhatian dan pemberian motivasinya untuk terus maju
8. Mike M. Siregar, Upik Rasi S.R., Tri Oktora A., Priyanka P.D., Siyam S., dan
Fitri selaku rekan satu bimbingan dan penelitian yang selalu menyemangati
-
ii
9. Keluarga Caf Friends 24, yaitu Fahmi N., Riza A.A., RH. Fitri Faradilla,
Widya, Widi, Risma, Rina, Rijali, Zul, dan Tito yang menemani penulis
mengembangkan caf sembari mengerjakan skripsi
10. Keluarga besar ITP 41, 42, dan 43. Terima kasih atas kebersamaan yang
selama ini terjalin
11. Seluruh teman kos di Harmony 2 dan Wisma SAS
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu dan telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini
Penulis menyadari skripsi ini tidak luput dari kesalahan. Namun, penulis
berharap semoga hasil karya ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, 20 Januari 2010
Penulis
-
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... vii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
A. LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
B. TUJUAN ................................................................................................... 2
C. MANFAAT ............................................................................................... 2
II. KEADAAN UMUM INSTANSI ..................................................................... 3
A. VISI DAN MISI PROM ........................................................................... 4
B. TUGAS DAN FUNGSI PROM ................................................................ 4
C. BIDANG RISET PROM ........................................................................... 5
III. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 7
A. KEMASAN PANGAN ............................................................................. 7
B. MIGRASI KEMASAN PANGAN ........................................................... 9
C. SIMULAN PANGAN ............................................................................... 9
D. DI-(2-ETILHEKSIL) FTALAT (DEHP) ................................................ 11
1. Karakteristik ..................................................................................... 11
2. Produksi dan Penggunaan ................................................................ 12
3. Regulasi ........................................................................................... 12
4. Metabolisme ..................................................................................... 14
5. Dampak terhadap Tubuh .................................................................. 15
E. TEKNIK PENGUKURAN DEHP .......................................................... 16
IV. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG ........................................................... 18
A. KEGIATAN KERJA DI PROM ............................................................. 18
1. Pelatihan HPLC ............................................................................... 18
2. Pelatihan GC-MS ............................................................................. 18
3. Pencarian Material Safety Data Sheet (MSDS) Pelarut .................. 18
4. Pembuatan Draft Proposal Program Intensif Riset Terapan ............ 19
-
iv
B. PENELITIAN PENGEMBANGAN METODE ..................................... 19
V. METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................... 20
A. BAHAN DAN ALAT ............................................................................. 20
B. METODE ................................................................................................ 21
1. Penentuan Limit Deteksi Instrumen (LDI) (Harmita (2004) dan
EU (2001)) ....................................................................................... 21
2. Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP (modifikasi CPSC
(2009) dan STP (2009)) ................................................................... 23
3. Pengembangan Metode Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan
Pangan (modifikasi Badan POM RI (2007a) dan EU (2001)) ......... 26
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 28
A. KEGIATAN KERJA DI PROM ............................................................. 28
1. Pelatihan HPLC ............................................................................... 28
2. Pelatihan GC-MS ............................................................................. 29
3. Pencarian Material Safety Data Sheet (MSDS) Pelarut .................. 30
4. Pembuatan Draft Proposal Program Intensif Riset Terapan ............ 30
B. PENELITIAN PENGEMBANGAN METODE ..................................... 31
1. Persiapan Bahan dan Alat ................................................................ 31
2. Kondisi Pengukuran, Troubleshooting, dan Maintenance GC-MS . 32
3. Penentuan Limit Deteksi Instrumen (LDI) (Harmita (2004) dan
EU (2001)) ....................................................................................... 36
4. Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP (modifikasi CPSC
(2009) dan STP (2009)) ................................................................... 39
5. Pengembangan Metode Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan
Pangan (modifikasi Badan POM RI (2007a) dan EU (2001)) ......... 44
VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 48
A. KESIMPULAN ....................................................................................... 48
B. SARAN ................................................................................................... 48
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 50
LAMPIRAN .......................................................................................................... 54
-
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur kimia DEHP (Gobas et al., 2003) ...................................... 11
Gambar 2. Skema penelitian .............................................................................. 21
Gambar 3. Sampel penentuan kadar DEHP ....................................................... 24
Gambar 4. Sampel analisis migrasi DEHP ........................................................ 26
Gambar 5. HPLC seri 20 AD Shimadzu ............................................................ 28
Gambar 6. GC-MS seri QP-2010 Shimadzu ...................................................... 30
Gambar 7. Fragmentasi massa DEHP (David et al., 2003) ............................... 33
Gambar 8. Sampler di bagian autosampler (AOC-20s) .................................... 34
Gambar 9. Jendela Peak Monitor View ............................................................. 35
Gambar 10. Penggantian septum ......................................................................... 36
Gambar 11. Kromatogram larutan DEHP 0.75 g/ml ......................................... 37
Gambar 12. Kurva hubungan antara konsentrasi DEHP dengan rata-rata area
DEHP ............................................................................................... 38
Gambar 13. Kromatogram larutan DEHP 0.75 g/ml + BBP 1000 g/ml ......... 39
Gambar 14. Penggumpalan pada larutan setelah penambahan miliQ ................. 42
Gambar 15. Perbandingan kromatogram tiga ulangan injeksi pada (a) metode A,
(b) metode B, (c) metode C ............................................................. 43
Gambar 16. Perbandingan kromatogram tiga ulangan injeksi pada kemasan A . 45
-
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Pembatasan produk PVC untuk anak-anak di beberapa negara ............. 13
Tabel 2. Informasi sampel kemasan ..................................................................... 20
Tabel 3. Kondisi dan parameter GC-MS (EU, 2001) ........................................... 23
Tabel 4. Kondisi ion MS (EU, 2001) ................................................................... 23
Tabel 5. Perbedaan antar metode.......................................................................... 24
Tabel 6. Kadar DEHP pada tiga metode .............................................................. 40
Tabel 7. Migrasi DEHP pada lima sampel kemasan pangan................................ 45
-
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Struktur organisasi Badan POM (Badan POM RI, 2007b) ............ 55
Lampiran 2. Diagram alir Penentuan Limit Deteksi Instrumen ......................... 56
Lampiran 3. Diagram alir Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP .... 57
Lampiran 4. Diagram alir pembuatan larutan standar internal BBP .................. 58
Lampiran 5. Diagram alir pembuatan larutan standar DEHP ............................ 59
Lampiran 6. Diagram alir Pengembangan Metode Analisis Migrasi DEHP ke
dalam Simulan Pangan .................................................................. 60
Lampiran 7. Ringkasan Material Safety Data Sheet (MSDS) Pelarut ............... 61
Lampiran 8. Ringkasan Draft Proposal Metode Deteksi Logam Berat Merkuri
(Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dalam Produk Perikanan
Khas Bangka-Belitung, Bali, dan Sulawesi Selatan menggunakan
AAS (Atomic Absorption Spectrophotometric) ............................. 64
Lampiran 9. Perhitungan Penentuan Limit Deteksi Instrumen .......................... 65
Lampiran 10. Perhitungan kurva standar ............................................................. 67
Lampiran 11. Perhitungan Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP ..... 68
Lampiran 12. Perhitungan Pengembangan Metode Analisis Migrasi DEHP ke
dalam Simulan Pangan .................................................................. 69
-
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Seiring dengan berkembangnya teknologi pengemasan pangan,
penggunaan bahan kimia pun semakin meningkat sehingga banyak muncul
isu yang mencuat terkait dengan bahaya kimia. Salah satu isu kimiawi yang
mencuat dan menjadi perhatian dunia internasional saat ini adalah migrasi
bahan pemlastis kemasan ke dalam pangan, khususnya di-(2-etilheksil) ftalat
(DEHP). Centers for Disease Control and Prevention (CDC) Amerika Serikat
telah mendeteksi keberadaan ftalat dalam sampel urin dari seluruh 2,790
orang yang diuji, kecuali pada 12 orang (CDC, 2005), dengan enam atau lebih
jenis ftalat ditemukan pada 84% orang yang diuji. Besar paparan DEHP
adalah sebesar 32% dari keseluruhan paparan ftalat. DEHP ini memiliki efek
kronis yaitu menumpuk dalam tubuh dan akan menimbulkan masalah
kesehatan setelah bertahun-tahun kemudian. DEHP termasuk kategori dua
dalam pelabelan dan klasifikasi bahaya, yang artinya bahan diperlakukan
seperti jika berdampak pada manusia, berdasarkan bukti jelas pada hewan.
DEHP merupakan pemlastis yang sebagian besar digunakan untuk
meningkatkan fleksibilitas kemasan jenis polivinil klorida (PVC). Menurut
survei di Eropa tahun 1999 yang dilakukan oleh European Council for
Plasticisers and Intermediates (Cadogan, 2006), DEHP merupakan jenis
pemlastis yang paling banyak digunakan, yakni sebesar 42%. Akan tetapi,
penggunaannya menurun menjadi 21% pada tahun 2005. Hal ini terjadi
karena semakin banyak industri yang menghindari pemakaian DEHP.
Peraturan Kepala Badan POM No. HK.00.05.55.6497 tanggal
20 Agustus 2007 telah mengatur mengenai batas migrasi beberapa zat
kemasan yang kontak dengan pangan, tetapi belum mengatur tentang batas
penggunaan dan migrasi DEHP. Selain itu, metode penentuan kadar DEHP
dan analisis migrasi DEHP yang dikembangkan di Indonesia masih terbatas.
Hal inilah yang mendorong perlunya pengembangan dua metode yang telah
disebutkan di atas. Penelitian ini mengembangkan metode penentuan kadar
DEHP dengan tiga variasi kondisi dan mencoba metode analisis migrasi
-
2
DEHP dengan menggunakan simulan pangan sebagai langkah awal sebelum
mengujicobakannya ke dalam pangan. Simulan pangan yang digunakan
adalah n-heptana sebagai pengganti pangan berlemak (nasi goreng dan kue).
Pangan berlemak dan berminyak terutama terkontaminasi senyawa ftalat
karena sifat lipofiliknya (Wenzl, 2009).
B. TUJUAN
Tujuan dari magang ini adalah
1. Mengaitkan ilmu yang diperoleh selama di perguruan tinggi dengan
tempat magang dan meningkatkan wawasan penulis mengenai
lingkungan kerja, terutama dalam suatu instansi pemerintah.
2. Membantu melaksanakan pengembangan metode kadar DEHP dan
analisis migrasi DEHP ke dalam simulan pangan (n-heptana).
C. MANFAAT
Adapun manfaat dari magang ini adalah
1. Memberikan pengalaman bagi penulis mengenai dunia kerja, khususnya
di Badan POM RI.
2. Menyediakan data yang bermanfaat untuk penelitian mengenai kadar dan
migrasi DEHP selanjutnya.
-
3
II. KEADAAN UMUM INSTANSI
Badan POM merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)
yang sebelum tahun 2001 bernama Direktorat Jendral POM dan berada di bawah
naungan Departemen Kesehatan. Badan POM didesain sedemikian rupa sehingga
merefleksikan adanya scientific based executing agency yang memiliki
independensi tinggi, tidak birokratik, dapat bertindak secara cepat dalam lingkup
nasional, akurat, dan profesional dalam pengambilan keputusan berdasarkan
bukti-bukti ilmiah.
Oleh karena sangat penting peran lembaga ini, Badan POM ditetapkan
sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) melalui Keputusan
Presiden Nomor 166 tahun 2000, sebagaimana telah diubah dengan Keputusan
Presiden Nomor 173 tahun 2000. Pembentukan Badan POM ini ditindaklanjuti
dengan Keputusan Kepala Badan POM Nomor 02001/SK/KBPOM, tanggal
26 Februari tahun 2001, tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan POM setelah
mendapatkan persetujuan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor 34/M.PAN/2/2001 tanggal 1 Februari 2001.
Badan POM memiliki berbagai kewenangan. Kewenangan tersebut, antara
lain: mengatur, meregulasi, dan menstandardisasi Obat dan Makanan. Selain itu
juga mengevaluasi produk sebelum diizinkan beredar. Badan POM memberikan
lisensi dan sertifikasi industri di bidang farmasi dan pangan berdasarkan cara-cara
produksi yang baik. Fungsi sebagai post marketing vigilance yang meliputi
pengambilan sampel dan pengujian laboratorium, pemeriksaan sarana produksi
dan distribusi, penyidikan dan penegakan hukum, juga dipegang oleh Badan
POM. Di samping itu, Badan POM juga melakukan pre-audit dan post-audit iklan
serta media promosi produk lainnya. Fungsi lain Badan POM yaitu melakukan
riset terhadap pelaksanaan kebijakan pengawas obat dan makanan.
Badan POM terletak di Jalan Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat.
Lokasi tepatnya yaitu di depan Rutan Salemba, diapit oleh Departemen Kesehatan
RI dan Percetakan Negara RI.
Badan POM dipimpin oleh seorang kepala Badan. Beliau membawahi
inspektorat, sekretariat utama, Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan
-
4
Narkotika, Psikotropika, dan Zat Aditif, Deputi II Bidang Pengawasan Obat
Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen, Deputi III Bidang Pengawasan
Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya, Pusat Pengujian Obat dan Makanan
Nasional, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, Pusat Riset Obat dan Makanan,
Pusat Informasi Obat dan Makanan, dan Unit Pelaksana Teknis Badan POM.
Struktur organisasi Badan POM ditunjukkan dalam Lampiran 1.
Bagian dari Badan POM yang akan dijabarkan lebih lanjut adalah Pusat
Riset Obat dan Makanan (PROM) karena di bagian itulah penulis melaksanakan
kegiatan magang. PROM didirikan pada tahun 2001 berdasarkan SK Kepala
Badan POM RI No. 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia tanggal 26 Februari 2001.
PROM adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang berada di bawah dan
bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. PROM dipimpin oleh seorang
kepala. Dalam melaksanakan tugas sehari-hari, PROM secara teknis dibina oleh
Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama.
A. VISI DAN MISI PROM
Visi dan misi PROM sama dengan Badan POM. Visinya adalah: Obat
dan Makanan terjamin aman, bermanfaat, dan bermutu; sedangkan misinya
adalah: melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko
terhadap kesehatan.
B. TUGAS DAN FUNGSI PROM
Sesuai dengan SK Kepala Badan POM RI No. 02001/KBPOM tanggal
26 Februari 2001, PROM mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang
riset toksikologi, keamanan pangan, dan produk terapetik. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, PROM melakukan fungsi sebagai berikut:
1. Menyusun rencana dan program riset Obat dan Makanan
2. Melaksanakan riset Obat dan Makanan
3. Mengevaluasi dan menyusun laporan pelaksanaan riset Obat dan Makanan
-
5
C. BIDANG RISET PROM
Riset di PROM terbagi menjadi tiga bidang, yaitu:
1. Bidang Toksikologi
Bidang toksikologi mempunyai tugas menyusun rencana dan
program, pelaksanaan, evaluasi serta penyusunan laporan pelaksanaan riset
toksikologi. Bidang toksikologi melaksanakan pengujian toksisitas umum
dan toksisitas khusus untuk menghasilkan data keamanan suatu bahan atau
produk. Judul penelitian yang telah dilakukan oleh bidang toksikologi
selama tahun 2007 hingga 2009 antara lain adalah (1) riset toksisitas akut
dan subkronis chitosan; (2) riset toksisitas akut terhadap tanaman obat; dan
(3) uji toksisitas seluler kemasan.
2. Bidang Keamanan Pangan
Bidang keamanan pangan mempunyai tugas menyusun rencana dan
program, pelaksanaan, evaluasi serta penyusunan laporan pelaksanaan riset
keamanan pangan. Penelitian yang ditekankan yaitu mengembangkan
metode untuk mengidentifikasi kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan
benda lain di dalam pangan yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia. Berikut ini adalah beberapa judul
penelitian yang telah dilakukan bidang keamanan pangan selama tahun
2007 hingga 2009: (1) studi paparan dan pengembangan metode sakarin
dan siklamat pada pangan jajanan anak sekolah; (2) kajian penelusuran
mikroba patogen penyebab keracunan pada pangan dengan menggunakan
metode PCR; (3) kajian hasil riset pengawet alami pada pangan; (4) kajian
migran kemasan pangan; (5) pengembangan metode deteksi mikotoksin
pada pangan; dan (6) kajian formaldehida alami pada pangan.
3. Bidang Terapetik
Bidang produk terapetik mempunyai tugas menyusun rencana dan
program, pelaksanaan, evaluasi serta penyusunan pelaksanaan riset
terapetik. Bidang terapetik melaksanakan penelitian terhadap obat, obat
tradisional, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), kosmetik
dan suplemen makanan. Judul penelitian yang telah dilakukan bidang
terapetik selama tahun 2007 hingga 2009, antara lain: (1) kajian risiko
-
6
pengunaan produk obat tradisional; (2) riset pengembangan metode
analisis produk terapetik; dan (3) riset produksi marker tanaman obat
unggulan.
-
7
III. TINJAUAN PUSTAKA
A. KEMASAN PANGAN
Kemasan menurut UU No. 7 Tahun 1996 Bab 1 Pasal 1 tentang Pangan,
adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan atau membungkus
pangan, baik yang bersentuhan langsung dengan pangan maupun tidak. Saat
ini banyak jenis bahan yang digunakan untuk mengemas makanan, di
antaranya adalah berbagai jenis plastik, kertas, fiberboard, gelas, tinplate, dan
alumunium.
Dalam industri pangan, kemasan mempunyai peranan yang sangat
penting. Fungsi kemasan, antara lain: (1) melindungi produk terhadap
pengaruh cuaca, sinar matahari, benturan, kotoran, dan lain-lain, (2) menarik
perhatian konsumen, (3) memudahkan distribusi, penyimpanan, dan
pemajangan, (4) tempat penempelan label yang berisi informasi tentang nama
produk, komposisi bahan, isi bersih, nama dan alamat produsen/importir,
nomor pendaftaran, kode produksi, tanggal kadaluarsa, petunjuk penggunaan,
informasi nilai gizi, tanda halal, serta klaim atau pernyataan khusus (Lpez-
Cervantes et al, 2003).
Menurut Astawan (2008), kemasan harus dirancang agar memenuhi
beberapa persyaratan penting, yaitu: (1) faktor ergonomi, meliputi
kemudahan untuk dibawa, dibuka, dan dipegang, (2) faktor estetika, meliputi
paduan warna, logo, ilustrasi, huruf, dan tata letak tulisan, (3) faktor identitas
agar tampil beda dengan produk lain dan mudah dikenali.
Berdasarkan urutan dan jaraknya dengan produk, kemasan dapat
dibedakan atas kemasan primer, sekunder, dan tersier. Kemasan primer
adalah kemasan yang langsung bersentuhan dengan pangan, sehingga dapat
terjadi migrasi komponen bahan kemasan ke pangan yang berpengaruh
terhadap rasa, bau, dan warna. Kemasan sekunder adalah kemasan lapis
kedua setelah kemasan primer, dengan tujuan untuk lebih memberikan
perlindungan kepada produk. Kemasan tersier adalah kemasan lapis ketiga
setelah kemasan sekunder, dengan tujuan untuk memudahkan proses
-
8
transportasi sehingga lebih praktis dan efisien. Kemasan tersier dapat berupa
kotak karton atau peti kayu (Astawan, 2008).
Syarat keamanan kemasan pangan, di antaranya (Astawan, 2008):
1. Kemasan tidak bersifat toksik dan beresidu terhadap pangan.
2. Kemasan harus mampu menjaga bentuk, rasa, kehigienisan, dan gizi
bahan pangan.
3. Senyawa bahan kimia berbahaya kemasan tidak boleh bermigrasi ke
dalam bahan pangan terkemas.
4. Bentuk, ukuran, dan jenis kemasan memberikan efektivitas.
5. Bahan kemasan tidak mencemari lingkungan hidup.
Menurut Peraturan Kepala Badan POM RI No. 00.05.55.6497/2007
tentang Bahan Kemasan Pangan, jenis bahan kemasan terdiri dari plastik
(termasuk varnishes dan coating), selulosa teregenerasikan (regenerated
cellulose), elastomer dan karet, kertas dan karton, keramik, kaca/gelas, logam
dan paduan logam (alloy), kayu/gabus, produk tekstil, lilin parafin, dan
mikrokristal. Masing-masing jenis bahan pengemas ini memiliki keunggulan
untuk jenis pangan tertentu.
Di antara berbagai jenis bahan kemasan pangan yang dikenal, plastik
menempati porsi terbesar. Kemudahan dibentuk, fleksibilitas yang tinggi, dan
tampilan yang menarik dengan aneka warna cetakan merupakan sejumlah
alasan plastik lebih dominan dibandingkan bahan kemasan lain dalam
beberapa dekade terakhir. Bahan kemasan plastik berupa polietilen (PE),
polipropilen (PP), poliester (PET, PEN, PC), ionomer, etilen vinil asetat
(EVA), poliamida (PA), polivinil klorida (PVC), poliviniliden klorida
(PVdC), polistiren (PS), stiren butadiena (SB), akrilonitril butadiena stirena
(ABS), etilen vinil alkohol (EVOH), polimetil pentena (TPX), polimer tinggi
nitril (HNP), fluoropolimer (PCTFE/PTFE), materi berbasis selulosa, dan
polivinil asetat (PVA) (Kirwan and Strawbridge, 2003).
Dalam proses pembuatan plastik, berbagai bahan tambahan sering
ditambahkan ke dalam bahan dasar plastik untuk mempengaruhi sifat fisik,
warna atau bentuk kemasan. Bahan-bahan tambahan tersebut, antara lain:
pemlastis (plasticiser), antimikroba (antimicrobial), pengawet (preservative),
-
9
pembentuk busa (blowing agent), perekat (adhesive), pewarna (colorant), anti
statik, penahan api (flame retardant), pelumas (lubricant), pengisi (filler),
penstabil (stabilizer), dan pemutih (bleaching) (Hutapea, 2008).
B. MIGRASI KEMASAN PANGAN
Migrasi adalah proses pemindahan dua arah yang akan terus
berlangsung hingga potensi kimia dari pangan sama dengan potensi kimia
yang terdapat pada kemasan (Crosby, 1981). Migrasi merupakan salah satu
mekanisme yang digunakan untuk menjelaskan interaksi antara kemasan
dengan produk terkemas. Walaupun migrasi dapat berasal pula dari bahan
pangan ke dalam kemasan, yang lebih dikhawatirkan adalah migrasi dari
bahan kemasan ke dalam pangan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses migrasi, antara lain: (1) jenis
dan konsentrasi bahan kimia yang terkandung dalam kemasan, (2) sifat
alamiah pangan atau pilihan larutan simulan pangan disertai kondisi saat
terjadi kontak (suhu dan lama kontak), (3) ketebalan kemasan, dan (4) sifat
intrinsik bahan kemasan (inert atau tidak) (Budiawan (2004) dan Crompton
(2007)). Potensi migrasi meningkat seiring dengan meningkatnya lama
kontak, suhu kontak, dan luas permukaan kontak, semakin tinggi konsentrasi
komponen aditif dalam bahan kemasan, dan adanya bahan pangan yang
agresif. Potensi migrasi menurun bila bahan kemasan berbobot molekul
tinggi, kontak antara pangan dan kemasan tidak langsung atau kering, daya
difusi bahan kemasan rendah (inert), dan adanya lapisan pembatas yang inert
(Barnes et al., 2007).
C. SIMULAN PANGAN
Menurut McCort-Tipton and Pesselman (1999), simulan pangan adalah
larutan yang dapat menyerupai aksi pelepasan komponen dari pangan yang
berair, asam, beralkohol, dan berlemak. Simulan pangan digunakan sebagai
pengganti pangan pada uji migrasi kemasan. Uji dengan pangan langsung
terkadang sulit dilakukan karena produk pangan merupakan matriks yang
sangat kompleks.
-
10
Simulan pangan yang direkomendasikan Food and Drug
Administration (FDA) dan European Union (EU) diklasifikasikan
berdasarkan tipe pangannya, yakni pangan berair, asam, berlemak, dan
beralkohol. Secara umum, FDA merekomendasikan simulan etanol 10%
untuk pangan berair dan asam; etanol 10% atau 50% untuk pangan
beralkohol; dan minyak makan, HB307 (campuran trigliserida sintetis), atau
Miglyol 812 (minyak kelapa yang difraksinasi) untuk makanan berlemak.
FDA juga mengatur tentang beberapa simulan pengganti untuk pangan
berlemak, bila penggunaan minyak makan tidak praktis. Simulan tersebut
terdiri dari etanol 95% dan 50%, tergantung polimer yang diuji. Alternatif
simulan pangan yang disarankan oleh FDA, antara lain: air destilasi dan asam
asetat 3% untuk pangan berair dan asam; dan etanol 50% atau 95% atau
heptana untuk pangan berlemak (McCort-Tipton and Pesselman, 1999).
EU membagi penggunaan simulan pangan menjadi empat bagian, yaitu
air destilasi untuk pangan berair (pH>4,5); asam asetat 3% untuk pangan
asam (pH
-
11
D. DI-(2-ETILHEKSIL) FTALAT (DEHP)
Nama lain untuk senyawa ini adalah dioktil ftalat (DOP) dan bis(2-
etilkeksil) ftalat (BEHP). Nama dagang untuk DEHP meliputi Platinol DOP,
Octoil, Silicol 150, Bisoflex 81, dan Eviplast 80 (ATSDR, 2007). Struktur
kimia DEHP ditunjukkan dalam Gambar 1.
Gambar 1. Struktur kimia DEHP (Gobas et al., 2003)
1. Karakteristik
DEHP merupakan pemlastis dari golongan ftalat. Pemlastis
merupakan senyawa yang ditambahkan ke plastik untuk meningkatkan
fleksibilitas plastik. DEHP digunakan terutama untuk melunakkan PVC
yang bersifat kaku dan sulit diproses. Ftalat bekerja dengan cara
melekatkan diri di antara rantai polimer sehingga menjaga jarak lalu
menurunkan suhu transisi kaca (suhu saat polimer menjadi rapuh pada
pendinginan dan lentur pada pemanasan) secara signifikan dan
membuatnya menjadi lebih lentur (Rosyianie et al., 2008). DEHP tidak
terikat secara kimia dengan polimer, yakni hanya berupa gaya Van der
Waals lemah dan ikatan hidrogen antara molekulnya dengan segmen
polimer (Patrick, 2005).
Senyawa yang memiliki bobot molekul 390.6 g/mol dan titik leleh
-47C (Stanley et al., 2003) ini tidak dapat dievaporasi dengan mudah dan
dalam jumlah sedikit akan tetap ada dalam udara dekat sumber produksi.
Senyawa ini stabil dalam larutan dan tahan panas (Wenzl, 2009). DEHP
merupakan cairan tidak berwarna dan hampir tidak berbau. Senyawa ini
larut lebih mudah dalam bahan seperti bensin, penghilang cat, dan minyak
daripada dalam air.
-
12
DEHP memiliki beberapa keunggulan sehingga banyak dipakai
sebagai pemlastis. Keunggulan tersebut di antaranya: karakteristik gelasi
yang baik, efisiensi pemlastisan yang baik, dan sifat viskositas yang baik
dalam emulsi pasta PVC (Ecobilan, 2001).
2. Produksi dan Penggunaan
Proses produksi DEHP memerlukan reaksi antara anhidrat ftalat
dengan 2-etilheksanol (Ecobilan, 2001). Reaksinya adalah sebagai
berikut: C6H4(CO)2O + 2 C8H17OH C6H4(CO2 C8H17)2 + H2O.
DEHP digunakan pada banyak produk yang dibuat dari plastik,
khususnya PVC atau vinil. Kandungan DEHP yang tinggi terdapat pada
produk yang baru diproduksi. Barang-barang yang dibuat dari PVC
meliputi banyak mainan plastik, beberapa perabot plastik, ubin (ubin
vinil), kain pelapis mobil dan perabot, shower, pelapis dinding, beberapa
selang karet taman, penggaris kolam renang, pakaian hujan, celana
panjang bayi, taplak, film dan lembaran kemasan, pelapis kawat dan
kabel, pipa medis, dan kantong penyimpan darah. Produk PVC tidak
semuanya mengandung DEHP, tetapi DEHP ditemukan pada beberapa
produk mainan. Suatu studi menunjukkan bahwa DEHP dapat berpindah
dari plastik ke saliva yang disimulasikan di laboratorium (ATSDR, 2002).
Penggunaan DEHP dalam kemasan pangan, antara lain: cling dan
stretched lm untuk membungkus produk pangan (termasuk daging),
tutup botol, penutup kaleng pangan, dan tabung dalam transportasi
minuman (Patrick, 2005).
3. Regulasi
Berbagai negara telah mengatur ketentuan tentang pemlastis
kemasan pangan maupun mainan atau barang pengasuhan anak. Isu
mengenai keberadaan DEHP juga menjadi perhatian khusus pada mainan
anak, selain kemasan pangan. EU melalui Directive 2005/84/EC
membatasi penggunaan DEHP tidak boleh melebihi 0.1% dari massa
bahan pemlastis dalam mainan dan barang pengasuhan anak (EU, 2005).
-
13
Selain itu, EU melalui Directive 2007/19/EC menetapkan limit migrasi
spesifik untuk DEHP yang sangat rendah dalam pangan atau simulan
pangan, yaitu 1.5 mg/kg (EU, 2007). SCTEE sesuai dengan yang
disebutkan dalam EU (2001), menetapkan batas maksimum migrasi
DEHP sebesar 1.67 g/10 cm2/menit.
Beberapa negara lain seperti Canada, Spanyol, Korea Selatan, dan
Republik Ceko sudah melarang penggunaan kemasan pangan PVC baik
yang mungkin maupun mungkin tidak mengandung DEHP. Pembatasan
produk PVC tersebut ditunjukkan dalam Tabel 1 (Wargo et al., 2008).
Tabel 1. Pembatasan produk PVC untuk anak-anak di beberapa negara
Negara Tahun Pembatasan Nasional
Austria 1999 Larangan penjualan pemlastis ftalat dalam
mainan untuk anak di bawah usia tiga tahun
Denmark 1999
Larangan pemlastis ftalat dalam mainan dan
barang pengasuhan anak untuk anak di bawah
usia tiga tahun
Argentina 1999
Penutupan seluruh mainan dan barang
pengasuhan anak mengandung ftalat yang
dapat dikunyah anak di bawah usia tiga tahun
Yunani 1999
Larangan impor dan penjualan mainan PVC
yang mengandung ftalat untuk anak di bawah
usia tiga tahun
Norwegia 1999
Larangan memproduksi, distribusi, impor,
ekspor mainan, dan produk lain yang
mengandung pemlastis ftalat untuk anak di
bawah usia tiga tahun
Siprus 2000 Larangan untuk mainan bayi yang terbuat dari
PVC
Kepulauan
Fiji 2000
Larangan penjualan barang untuk anak yang
terbuat dari PVC, termasuk mainan kunyah dari
PVC lunak dan barang lain seperti penutup
kereta bayi dan alas kasur
Tunisia 2000
Larangan impor, penjualan, dan distribusi
seluruh mainan PVC serta barang pengasuhan
anak yang ditujukan untuk anak di bawah usia
tiga tahun dan yang mengandung lebih dari
0.1% dari salah satu kategori ftalat (DINP,
DEHP, DNOP, DIDP, BBP, DBP)
Republik
Ceko 2001 Larangan ftalat dalam mainan PVC
Jepang 2001 Dalam produksi resin mainan, PVC yang
mengandung DEHP tidak boleh digunakan
-
14
Pemerintah Amerika Serikat belum memiliki regulasi mengenai
pengunaan maupun migrasi DEHP dalam kemasan pangan. FDA
mengijinkan penggunaan DEHP sebagai pemlastis dalam bahan kemasan
pangan dengan kadar air tinggi. Walaupun DEHP bermigrasi ke dalam
Air Minum dalam Kemasan (AMDK), baik FDA maupun Environmental
Protection Agency (EPA) belum menetapkan limit untuk DEHP dalam
AMDK. Begitu pula dengan peraturan tentang mainan anak, Amerika
Serikat belum menetapkan peraturannya (Wargo et al., 2008).
Aturan di Indonesia, yakni Peraturan Kepala Badan POM RI No.
HK.00.05.55.6497 tentang Bahan Kemasan Pangan (sebagai peraturan
pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 24/Tahun 2006 tentang
Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan) memuat ketentuan mengenai
pemlastis yang dilarang dan diizinkan digunakan dalam kemasan pangan
(Badan POM RI, 2007a). DEHP merupakan salah satu jenis ftalat yang
diizinkan. Akan tetapi, batasan penggunaan maupun migrasinya belum
diatur. Begitu pula dengan peraturan mengenai DEHP terkait mainan dan
barang pengasuhan anak.
4. Metabolisme
Kebanyakan DEHP yang memasuki tubuh lewat pangan, air, atau
udara masuk ke darah melalui saluran pencernaan dan paru-paru. DEHP
dapat langsung masuk ke aliran darah melalui transfusi darah, menerima
obat melalui tabung plastik fleksibel atau mendapat perawatan dialisis.
Setelah DEHP dicerna, kebanyakan secara cepat dipecah dalam usus
menjadi mono-(2-etilheksil) ftalat (MEHP) dan 2-etilheksanol.
Pemecahan menjadi lebih lambat jika DEHP memasuki darah secara
langsung melalui transfusi. Walaupun beberapa MEHP diserap ke dalam
aliran darah dari usus, MEHP kurang baik terserap, sehingga kebanyakan
DEHP tercerna meninggalkan tubuh melalui feses. Senyawa ini yang telah
memasuki darah berkeliling melalui aliran darah ke hati, ginjal, testis, dan
jaringan lain. Sejumlah kecil senyawa ini kemungkinan disimpan dalam
lemak dan disekresikan pada ASI. Kebanyakan DEHP, MEHP, dan
-
15
2-etilheksanol keluar tubuh dalam 24 jam melalui urin dan feses (ATSDR,
2007).
5. Dampak terhadap Tubuh
Informasi mengenai dampak DEHP terhadap kesehatan yang akan
dijabarkan berikut ini seluruhnya berasal dari studi terhadap tikus dan
mencit yang dilaporkan oleh ATSDR (2007). Hal ini dilakukan dengan
memberikan ransum ataupun memasukkan DEHP ke dalam perut tikus
dan mencit menggunakan selang melalui mulut.
Pada studi menggunakan tikus dan mencit hamil yang terpapar
melalui mulut dengan dosis tinggi akan berdampak pada perkembangan
janin, meliputi kecacatan lahir dan bahkan kematian janin. DEHP atau
produk hasil uraiannya dapat melewati plasenta bayi. Oleh karena itu,
manusia yang terpapar dosis tinggi DEHP selama hamil kemungkinan
memiliki bayi dengan berat lahir yang rendah dan gangguan
perkembangan sistem syaraf kerangka. Studi pada hewan juga
menunjukkan bahwa DEHP atau beberapa produk uraiannya dapat
berpindah dari ibu ke bayi melalui ASI dan mengganggu perkembangan
hewan yang masih muda. Hal ini kemungkinan dapat pula terjadi pada
manusia karena DEHP ditemukan pada ASI manusia.
Studi paparan jangka panjang pada tikus dan mencit menunjukkan
bahwa DEHP dosis tinggi dapat merugikan kesehatan terutama pada hati
dan testis. Dampak ini diinduksi dengan tingkat DEHP yang lebih tinggi
daripada yang diterima manusia dari paparan lingkungan. Risiko
kesehatan akibat DEHP pada anak dan orang dewasa belum diketahui
perbedaannya. Bagaimana pun, beberapa studi menunjukkan bahwa
hewan jantan yang masih muda lebih rentan terutama pada organ
seksualnya.
Toksisitas DEHP dalam jaringan lain kurang terkarakterisasi dengan
baik, walaupun dampak pada tiroid, ovarium, ginjal, dan darah telah
dilaporkan dalam beberapa studi hewan. Potensi DEHP berbahaya bagi
ginjal disebabkan oleh terpaparnya organ ini selama dialisis. Tabung
-
16
plastik untuk dialisis ginjal umumnya mengandung DEHP dan
menyebabkan DEHP memasuki darah pasien. Akan tetapi, perubahan
ginjal pada pasien yang mengalami dialisis jangka panjang kemungkinan
dapat pula disebabkan oleh penyakit ginjal. Perubahan struktur dan fungsi
ginjal terjadi pada beberapa tikus percobaan yang terpapar. Walaupun
begitu, terdapat ketidakkonsistenan perubahan ginjal yang terlihat,
sehingga perubahan ginjal tikus dapat dinyatakan tidak berbeda nyata.
Tubuh manusia menyerap dan memecah DEHP berbeda dengan
tikus dan mencit. Oleh karena itu, akibat yang terlihat pada tikus dan
mencit setelah paparan dengan DEHP mungkin tidak terjadi pada manusia
dan hewan tingkat tinggi seperti monyet atau primata (ATSDR, 2007).
E. TEKNIK PENGUKURAN DEHP
Berdasarkan survei yang dilakukan pada 19 laboratorium kontrol
pangan Eropa oleh Wenzl (2009), teknik yang umum digunakan untuk
pengukuran ftalat adalah kromatografi gas dengan detektor spekrometer
massa atau biasa disebut GC-MS. Gas Chromatography-Flame Ionisation
Detection (GC-FID) atau Gas Chromatography-Electron Capture Detection
(GC-ECD) merupakan alternatif penggunaan MS, tapi penggunaannya sangat
jarang. HPLC-MS dapat digunakan sebagai teknik alternatif dan khususnya
berguna untuk analisis campuran isomer (David et al., 2003).
DEHP merupakan isomer tunggal, yang menyebabkan senyawa ini
cukup mudah menguap dan termostabil, sehingga dapat dianalisis dengan
Capillary Gas Chromatography (CGC). CGC merupakan teknik analisis yang
paling luas digunakan untuk penentuan ftalat (David et al., 2003). Kolom
yang biasa digunakan untuk pemisahan kromatografi analit adalah kolom
berpolaritas rendah yang mengandung fase diam dengan tipe 5% fenil-
95% metil polisiloksan.
Program suhu bervariasi tergantung kompleksitas pemisahan analit.
Mode MS Single Ion Monitoring (SIM) dengan tipe ionisasi Electron
Ionisation (EI) merupakan cara analisis yang umum diaplikasikan untuk
pengukuran GC-MS. Akan tetapi, terdapat pula sedikit laboratorium yang
-
17
mengoperasikan MS dalam mode scan dalam kisaran rasio massa-muatan
(m/z) dari 50 hingga 350 atau lebih tinggi. Setelah EI pada 70 eV, fragmen
ion utama dari DEHP diwakili oleh m/z 149, yang dibentuk oleh ion anhidrat
asam ftalat yang terprotonasi. Ion ini biasa digunakan untuk menguji
kandungan DEHP secara kuantitatif. Oleh karena kelimpahan dari jumlah ion
ini rendah, mayoritas laboratorium menggunakan ion tambahan, yang
berperan dalam konfirmasi identitas area puncak (Wenzl, 2009).
Positive Chemical Ionisation (PCI) merupakan tipe ionisasi alternatif
selain EI. PCI menggunakan gas metana dan amonia sebagai gas pereaksi
yang menghasilkan puncak lebih melimpah pada molekul ion dari tiap jenis
ftalat, sehingga dapat mendeteksi puncak kromatogram seperti halnya
pembedaan ftalat yang berlainan (George and Prest (2001) dalam Wenzl
(2009)). Hal ini merupakan keunggulan, khususnya dalam analisis campuran
kompleks dari isomer ftalat yang berbeda. Bagaimana pun, tidak ada satupun
dari laboratorium yang disurvei Wenzl (2009) menggunakan Chemical
Ionisation (CI) dalam MS untuk penentuan ftalat.
Standardisasi internal dengan standar berlabel isotop tidak umum
digunakan oleh seluruh laboratorium yang menggunakan GC-MS untuk
pengukuran ekstrak sampel pangan. Beberapa laboratorium menggunakan
Dialil Ftalat (DAP), Diheksil Ftalat (DHXP), atau Butil Benzil Ftalat (BBP)
sebagai standar internal, dan banyak laboratorium yang menggunakan pula
kalibrasi eksternal (Wenzl, 2009).
-
18
IV. DESKRIPSI KEGIATAN MAGANG
Magang merupakan perpaduan kegiatan studi, analisis, dan aplikasi yang
dilakukan mahasiswa untuk mendapatkan pengalaman kerja praktis sesuai dengan
bidang studi yang dipilih. Magang dapat dilakukan di perusahaan atau instansi
pemerintah. Melalui magang, mahasiswa diharapkan dapat mempelajari,
mengamati, dan memberikan pemecahan masalah atau saran terhadap setiap
permasalahan yang muncul di tempat ia magang.
Kegiatan magang ini dilakukan di Laboratorium Kimia dan Instrumen,
PROM Badan POM RI mulai bulan Februari sampai dengan Juli 2009. Kegiatan
magang terbagi menjadi dua bagian, yaitu melakukan kegiatan kerja di PROM
dan mengikuti penelitian pengembangan metode.
A. KEGIATAN KERJA DI PROM
1. Pelatihan HPLC
Pelatihan HPLC ini dilaksanakan di Laboratorium Instrumen
PROM pada tanggal 23 Februari 2009. Pelatihan ini dipandu oleh teknisi
Shimadzu dari PT Ditek Jaya.
2. Pelatihan GC-MS
Pelatihan GC-MS ini diadakan di Laboratorium Instrumen PROM
pada tanggal 4-6 Maret 2009. Pelatihan ini dipandu oleh teknisi Shimadzu
dari PT Ditek Jaya.
3. Pencarian Material Safety Data Sheet (MSDS) Pelarut
Pencarian MSDS ini dilakukan melalui internet. MSDS pelarut yang
dicari adalah pelarut yang direncanakan akan digunakan dalam penelitian
tentang kemasan. Pelarut tersebut antara lain: tetrahidrofuran (THF),
aseton, n-heksana, n-heptana, 2-propanol, asetonitril, sikloheksana,
natrium sulfat anhidrida, diklorometana, etanol 96%, dan metanol. Akan
tetapi, MSDS pelarut yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini
hanyalah THF, aseton, n-heksana, dan n-heptana.
-
19
4. Pembuatan Draft Proposal Program Intensif Riset Terapan
Pengiriman proposal singkat ini dilakukan melalui internet. Draft
proposal yang dibantu pembuatannya adalah Metode Deteksi Logam
Berat Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dalam Produk
Perikanan Khas Bangka-Belitung, Bali, dan Sulawesi Selatan dengan
Menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometric)".
B. PENELITIAN PENGEMBANGAN METODE
Penelitian ini merupakan kegiatan utama yang dilakukan penulis.
Metodologi penelitian lebih detail dijelaskan dalam BABLV.
-
20
V. METODOLOGI PENELITIAN
A. BAHAN DAN ALAT
Bahan-bahan yang digunakan, antara lain: sampel kemasan PVC lima
merek, yakni sampel A-E (informasi sampel kemasan dapat dilihat pada
Tabel 2), larutan standar DEHP, larutan standar internal Butil Benzil Ftalat
(BBP), simulan pangan n-heptana, n-heksana, tetrahidrofuran (THF), miliQ,
aseton, kertas saring Whatman, tisu, dan aluminium foil.
Tabel 2. Informasi sampel kemasan
Sampel Karakteristik sampel Foto sampel
A
Lunch box
p= 15.4 cm; l= 9.3 cm; t= 1.8 cm
merek 1PLAST B3A
B
Lunch box
p= 12.9 cm; l= 6.5 cm; t= 3 cm
merek BX STP 4A
C
Lunch box
p= 19 cm; l= 10.5 cm; t= 4 cm
merek BX STP 2A
D Wadah kue
p= 21.7 cm; l= 7.1 cm; t= 7.9 cm
E Wadah kue
p= 19.8 cm; l= 8.5 cm; t= 7.2 cm
Keterangan: p = panjang; l = lebar; t = tinggi
Alat-alat dan instrumen yang digunakan, antara lain: gelas piala, labu
takar, corong gelas, sudip, pinset, gunting, penggaris, termometer,
mikropipet, oven, Gas Chromatograph-Mass Spectrometer (GC-MS) seri
QP-2010 Shimadzu, penangas air, inkubator, dan neraca analitik.
-
21
B. METODE
Metode penelitian yang digunakan terbagi menjadi tiga tahap, yaitu
penentuan Limit Deteksi Instrumen (LDI), pengembangan metode penentuan
kadar DEHP, dan pengembangan metode analisis migrasi DEHP ke dalam
simulan pangan n-heptana. Skema penelitian ditunjukkan dalam Gambar 2.
Gambar 2. Skema penelitian
1. Penentuan Limit Deteksi Instrumen (LDI) (Harmita (2004) dan
EU (2001))
LDI merupakan sinyal terendah di atas background yang dapat
dipercaya terdeteksi (tetapi tidak terkuantitasi) oleh instrumen analisis.
LDI hanya meliputi bagian deteksi instrumen. Prosedur penyiapan uji
penentuan LDI tidak meliputi preparasi sampel, faktor pengenceran,
ataupun parameter spesifik metode lainnya. Penentuan LDI ini bertujuan
Pembuatan 5 konsentrasi larutan DEHP dalam n-heptana (0.75, 1.25,
1.50, 2.75, 5.00 g/ml @ 6 ulangan)
Injeksikan ke GC-MS dengan autosampler
Pembuatan kurva hubungan antara
konsentrasi dengan rata-rata area DEHP
Perhitungan secara statistik mencari LDI
Persiapan sampel kemasan dan alat
Pengembangan metode A, B, dan C (modifikasi penambahan miliQ)
Penentuan kadar DEHP pada 1 merek kemasan
PVC
Pemilihan metode
Persiapan sampel kemasan dan alat
Pengembangan metode analisis migrasi DEHP
(simulan, suhu, dan waktu tertentu)
Analisis migrasi DEHP pada 5 merek kemasan
PVC
Penentuan LDI Pengembangan metode
penentuan kadar DEHP
Pengembangan metode
analisis migrasi DEHP ke
dalam simulan pangan
-
22
untuk mencari batas terendah konsentrasi DEHP yang dapat dideteksi
oleh alat GC-MS.
Sebelum melakukan analisis, seluruh alat gelas dikeringkan dalam
oven lalu dibilas dengan aseton. Larutan stok standar DEHP dibuat dalam
n-heptana untuk menyamai larutan yang digunakan dalam tahap analisis
migrasi dengan simulan pangan n-heptana. Kromatogram konsentrasi
DEHP yang dipakai adalah kromatogram yang stabil. Kromatogram
dinyatakan stabil bila persen deviasi tiap ulangan konsentrasi adalah
10% (CPSC, 2009). Oleh karena itu, konsentrasi yang dipakai untuk
menentukan LDI adalah 0.75, 1.25, 1.50, 2.75, dan 5.00 g/ml. Larutan
tersebut masing-masing diambil sebanyak 1.5 ml kemudian dimasukkan
ke dalam vial GC-MS dan diletakkan di autosampler GC-MS. Sebanyak
1 l larutan diinjeksikan ke dalam instrumen GC-MS. Tiap konsentrasi
diinjeksi sebanyak enam ulangan. Kondisi dan parameter GC-MS yang
digunakan mengacu pada EU (2001), dijabarkan dalam Tabel 3. Kondisi
ion yang harus dipantau ditunjukkan dalam Tabel 4. Diagram alir metode
ini ditunjukkan dalam Lampiran 2.
Larutan blanko dibuat hanya dari n-heptana. Hasil tiap area DEHP
dalam larutan standar dikurangi dengan area DEHP dalam larutan blanko.
Rata-rata area dari tiap konsentrasi dihitung, kemudian dibuat kurva
hubungan antara konsentrasi (sumbu x) dengan rata-rata area DEHP
(sumbu y). Nilai LDI ini dapat dihitung secara statistik melalui garis
regresi linier dari kurva tersebut.
Perhitungan nilai LDI mengikuti rumus sebagai berikut:
Keterangan:
S (y/x) = simpangan baku residual respon analitik
Y = area DEHP yang didapat dari persamaan regresi
Yi = rata-rata area DEHP
N = jumlah konsentrasi larutan standar DEHP
Sl = arah garis linier (kepekaan arah) dari kurva = slope (b) pada
persamaan garis y = a + bx
-
23
Tabel 3. Kondisi dan parameter GC-MS (EU, 2001)
GC
Kolom 30 m x 0.25 mm I.D. x 0.25 m df HP-5MS
Injeksi splitless, 1 l
Program suhu kolom oven
Suhu awal 50C, dipertahankan selama 1
menit, dinaikkan dengan laju 30C/menit
hingga 280C, dinaikkan dengan laju
15C/menit hingga 320C, dipertahankan
selama 3 menit
Suhu injeksi 325C
Gas pembawa Helium
Mode kontrol aliran Tekanan
Tekanan 52.6 kPa
Aliran total 23.1 ml/menit
Aliran kolom 0.99 ml/menit
Kecepatan linier 36.1 cm/detik
Aliran purge 3.0 ml/menit
Waktu gas saver 2.5 menit
MS
Deteksi MS dalam mode SIM
Suhu sumber ion 290C
Suhu interface 300C
Waktu potong pelarut 4 menit
Tabel 4. Kondisi ion MS (EU, 2001)
Analit DEHP BBP
Ion primer 149 149
Ion sekunder 279 91
2. Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP (modifikasi CPSC
(2009) dan STP (2009))
a. Persiapan Sampel dan Alat
Seluruh alat gelas dikeringkan dalam oven. Setelah itu, alat
gelas dibilas dengan aseton (STP, 2009). Sampel kemasan PVC yang
digunakan hanya sampel A. Sampel dipotong kecil-kecil seperti
ditunjukkan dalam Gambar 3.
-
24
Gambar 3. Sampel penentuan kadar DEHP
b. Metode Analisis
Pengembangan metode penentuan kadar DEHP ini merupakan
perpaduan metode CPSC (2009) dan STP (2009). Metode analisis
dasar mengacu pada metode CPSC (2009). Adapun pengembangan
dari metode CPSC (2009) ini mengambil dari STP (2009). Metode
STP tidak menggunakan standar internal dalam analisisnya, padahal
standar internal sangat dibutuhkan untuk analisis yang memakai
GC-MS. Pengembangan metode ini dimaksudkan untuk mencari
metode yang dapat mempercepat pengendapan senyawa ftalat
(termasuk DEHP) dalam analisis, sehingga dapat mempercepat pula
waktu pengerjaan analisis. Modifikasi metode dilakukan pada tahap
pemisahan senyawa ftalat dengan senyawa non ftalat, yakni melalui
penambahan miliQ. Penambahan miliQ ini sendiri merupakan
pengembangan dari penambahan akuades pada metode STP (2009).
Perbedaan antar metode ditunjukkan dalam Tabel 5.
Tabel 5. Perbedaan antar metode
Metode Penambahan miliQ
A tanpa
B 5 ml
C 10 ml
Kadar DEHP dari tiap metode tersebut dihitung dan dilihat
apakah terdapat perbedaan. Metode yang memberikan hasil kadar
DEHP maksimal 30-40%, akan dipilih untuk divalidasi. Pemilihan
metode ini didasari pada jumlah kadar DEHP yang mengacu pada
literatur karena komposisi DEHP dalam kemasan merupakan rahasia
industri.
-
25
Metode analisis dijelaskan berikut ini. Sampel kemasan yang
telah dipotong kecil-kecil, ditimbang sebanyak 0.1 g dan dimasukkan
ke dalam gelas piala ukuran 100 ml. Larutan THF ditambahkan
sebanyak 10 ml, dikocok hingga sampel terlarut sempurna. Lalu
n-heksana ditambahkan 20 ml.
Pada metode A, larutan didiamkan setidaknya 5 menit,
kemudian larutan disaring dengan kertas saring Whatman. Pada
metode B, miliQ ditambahkan 5 ml, sedangkan pada metode CPSC 3,
miliQ ditambahkan 10 ml. Setelah penambahan milliQ, bagian bawah
larutan menggumpal. Proses clean up untuk memindahkan bahan yang
menggumpal dilakukan dengan filtrasi. Supernatan disaring dengan
kertas saring Whatman. Filtrat ditampung minimal 2 ml. Kemudian
filtrat diambil 0.1 ml filtrat dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer
50 ml. Larutan BBP 250 g/ml sebanyak 80 l dan n-heptana 20 ml
ditambahkan ke dalam labu erlenmeyer. Larutan diaduk hingga
homogen. Larutan tersebut diambil sebanyak 1.5 ml lalu dimasukkan
ke dalam vial GC-MS dan ditempatkan di autosampler GC-MS.
GC-MS dioperasikan sesuai dengan kondisi dan parameter yang
ditunjukkan dalam Tabel 3 dan Tabel 4. Diagram alir metode ini
ditunjukkan dalam Lampiran 3. Pembuatan larutan standar internal
BBP dijabarkan dalam Lampiran 4, sedangkan pembuatan larutan
standar DEHP terdapat dalam Lampiran 5.
Perhitungan kadar DEHP mengikuti rumus sebagai berikut:
% Kadar DEHP (w/w) = x 100
Keterangan:
C DEHP = Konsentrasi DEHP dalam sampel GC-MS (g/ml)
V = Volume total pelarut (THF, heksana, miliQ) (ml)
FP = Faktor pengenceran filtrat dengan n-heptana
m = Massa sampel (g)
-
26
3. Pengembangan Metode Analisis Migrasi DEHP ke dalam Simulan
Pangan (modifikasi Badan POM RI (2007a) dan EU (2001))
a. Persiapan Sampel dan Alat
Seluruh alat gelas dikeringkan dalam oven. Setelah itu, alat
gelas dibilas dengan aseton (STP, 2009). Sampel yang digunakan
adalah lima merek sampel kemasan PVC, yakni sampel A, B, C, D,
dan E. Sampel dipotong seluas 3 cm x 3 cm, ditunjukkan dalam
Gambar 4.
Gambar 4. Sampel analisis migrasi DEHP
b. Metode Analisis
Pengembangan metode analisis migrasi DEHP ini merupakan
perpaduan metode Badan POM RI (2007a) dan EU (2001). Metode
mengenai migrasi dalam peraturan Badan POM RI (2007a) masih
terbatas pada migrasi global atau total, yaitu migrasi keseluruhan
(unsur-unsurnya tidak diketahui secara pasti) komponen kemasan.
Akan tetapi, peraturan ini sudah mengatur penggunaan simulan
pangan berdasarkan jenis pangan dan kondisi proses pengolahan serta
penyimpanan pangan yang dikemas.
Sampel pangan yang diwakili simulan pangan dalam penelitian
ini adalah nasi goreng dan kue (pangan berlemak atau tipe pangan V)
yang dimasukkan ke dalam kemasan dalam keadaan hangat (kondisi
pengisian panas di bawah 66C). Oleh karena itu, simulan dengan
kondisi analisis yang cocok dan mengacu pada peraturan Badan POM
RI (2007a) adalah simulan n-heptana untuk merendam sampel
kemasan dalam suhu 38C selama 30 menit.
Metode EU (2001) menganalisis migrasi ftalat dalam mainan
anak-anak ke simulan saliva dengan cara membuat saliva sintetik dan
menggunakan alat pengepres agar bentuk sampelnya seragam. Bagian
-
27
metode EU (2001) yang digunakan dalam metode analisis ini adalah
perlakuan terhadap simulan n-heptana setelah perendaman sampel.
Metode analisis migrasi dijelaskan sebagai berikut. Sampel
kemasan direndam dalam 50 ml larutan simulan n-heptana yang telah
dipanaskan hingga bersuhu 38C. Wadah ditutup dengan aluminium
foil. Wadah lalu diletakkan dalam inkubator bersuhu 38C selama
30 menit. Setelah itu, 5 ml tiap larutan diambil dan dievaporasikan
hingga menjadi residu kering. Residu dilarutkan dengan 1 ml
n-heptana dan 1 ml BBP 1 g/ml. Larutan dimasukkan ke vial GC-MS
dan diletakkan dalam autosampler GC-MS. Larutan sebanyak 1 l
kemudian diinjeksikan ke dalam instrumen GC-MS. Kondisi dan
parameter GC-MS ditunjukkan dalam Tabel 3 dan Tabel 4. Diagram
alir metode ini ditunjukkan dalam Lampiran 6. Kurva standar yang
digunakan untuk penghitungan besar migrasi DEHP sama dengan
metode penentuan kadar DEHP.
Perhitungan migrasi DEHP mengikuti rumus sebagai berikut:
Migrasi DEHP (g/10 cm2/menit) =
Keterangan:
C DEHP = Konsentrasi DEHP dalam sampel GC-MS (g/ml)
Lperm = Luas permukaan sampel (cm2)
V1 = Volume heptana untuk merendam sampel (ml)
V2 = Volume heptana untuk evaporasi, diambil dari V1 (ml)
V3 = Volume heptana untuk melarutkan kembali residu dari V2 (ml)
t = Waktu perendaman sampel (menit)
-
28
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KEGIATAN KERJA DI PROM
1. Pelatihan HPLC
Hal-hal yang dibahas mengenai HPLC adalah sebagai berikut:
a. Pengenalan komponen HPLC dan fungsinya
Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai komponen
HPLC dan fungsinya: (1) botol reservoir (fase gerak ditampung di
botol reservoir dan disedot melalui selang ke sistem HPLC dengan
bantuan pompa), (2) degasser (menghilangkan udara terlarut dari fase
gerak sehingga menghindari adanya gelembung udara), (3) unit
pompa (mengalirkan fase gerak melalui injektor manual, kolom,
detektor, dan terakhir ke botol pembuangan), (4) unit oven
(memanaskan kolom tempat pemisahan sampel dan menghindari
fluktuatif suhu), (5) injektor manual (tempat injeksi sampel, dengan
suntikan khusus), (6) kolom (memisahkan komponen-komponen
sampel melalui interaksi antara fase gerak dengan fase diam), (7)
detektor (mendeteksi analit yang dielusi dari kolom dan mengirim
sinyal data ke komputer), (8) pembuangan akhir (menampung fase
gerak dan sampel yang telah melalui detektor). HPLC ditunjukkan
dalam Gambar 5.
Gambar 5. HPLC seri 20 AD Shimadzu
b. Pengenalan program pilihan utama
Tiga program pilihan utama tersebut adalah Data Acquisition,
Batch Table, dan Report. Data Acquisition berfungsi untuk menyetel
parameter atau metode baru, membuka metode yang sudah pernah
-
29
dibuat, menyetel perhitungan pre-run, melihat kromatogram yang
sedang berjalan, dan melakukan injeksi tunggal (single-run). Batch
Table berfungsi untuk membuat jadwal penginjeksian yang banyak
dan menghitung data. Report berfungsi untuk membuat format laporan
hasil analisis.
c. Percobaan analisis Single-Run dan pembuatan format laporan
Setelah penjelasan umum mengenai HPLC, dilakukan percobaan
injeksi dengan cara Single-Run. Pembuatan laporan dalam satu lembar
kertas dapat dilakukan dengan Summary Simple (beberapa hasil
injeksi), Single Simple (satu hasil injeksi), ataupun Single Complete
(satu hasil injeksi beserta parameternya).
2. Pelatihan GC-MS
Hal-hal yang dibahas mengenai GC-MS adalah sebagai berikut:
a. Pengenalan komponen GC-MS dan fungsinya
Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai komponen
utama GC-MS dan fungsinya: (1) gas pembawa (membawa senyawa
sampel dalam kolom dan membantu pemisahannya), (2) autosampler
(tempat meletakkan vial GC-MS dan bergerak secara otomatis
menginjek sampel setelah diprogram), (3) unit oven (memanaskan
kolom tempat pemisahan sampel, (4) kolom (memisahkan komponen-
komponen sampel melalui interaksi antara fase gerak dengan fase
diam), (5) detektor MS (mendeteksi analit yang dielusi dari kolom dan
mengirim sinyal data ke komputer). GC-MS yang digunakan
ditunjukkan dalam Gambar 6.
-
30
Gambar 6. GC-MS seri QP-2010 Shimadzu
MS terdiri dari tiga bagian, yaitu sumber ion, penganalisis
massa, dan detektor ion. Sumber ion bertugas memecah komponen
sampel menjadi fragmen (fungsi seperti sidik jari). Penganalisis massa
berfungsi memisahkan fragmen berdasarkan bobot molekul
(kualitatif). Detektor ion untuk menghitung jumlah ion yang
dihasilkan (kuantitatif).
b. Pengenalan program utama
Program utama dalam instrumen ini adalah GC-MS Real Time
Analysis dan GC-MS Post Run Analysis. GC-MS Real Time Analysis
hanya dapat dijalankan bila instrumen dalam keadaan hidup karena
program ini berfungsi saat analisis sampel. GC-MS Post Run Analysis
digunakan untuk mengolah data hasil analisis sampel.
c. Percobaan analisis Single-Run dan pembuatan format laporan
Di samping penjelasan umum mengenai GC-MS, dilakukan pula
percobaan injeksi dengan cara Single-Run. Kemudian dibuat format
laporannya dengan memilih informasi mana yang perlu ditampilkan.
3. Pencarian Material Safety Data Sheet (MSDS) Pelarut
MSDS memberikan informasi mengenai karakteristik pelarut dan
cara penanganannya. Ringkasan data MSDS pelarut yang dikumpulkan
ditunjukkan dalam Lampiran 7. Akan tetapi, MSDS yang diacu dalam
penelitian ini adalah MSDS pelarut THF, aseton, n-heksana, n-heptana.
4. Pembuatan Draft Proposal Program Intensif Riset Terapan
Ringkasan draft proposal tersebut terlampir dalam Lampiran 8.
-
31
B. PENELITIAN PENGEMBANGAN METODE
1. Persiapan Bahan dan Alat
Aplikasi penggunaan senyawa ftalat yang luas menyebabkan
senyawa ini ada di mana-mana dalam lingkungan, baik pangan, udara, air,
pangan, dan produk kosmetik atau kesehatan (Wenzl, 2009). Tidak
menutup kemungkinan, ftalat ini juga mengkontaminasi pelarut, peralatan
plastik, dan karet laboratorium. Oleh karena itu, banyak metode yang
melakukan perlakuan pendahuluan terhadap alat gelas, pelarut, maupun
instrumennya untuk mengurangi jumlah ftalat yang mengkontaminasi.
Dalam penelitian ini, perlakuan pendahuluannya adalah mengeringkan
seluruh alat gelas dalam oven 50C, kemudian dibilas dengan aseton dan
pelarutnya masing-masing. Selain cara ini, ada pula metode yang
mengeringkan alat gelas hingga suhu 550C selama 2 jam tanpa
membilasnya lagi dengan pelarut (Wenzl, 2009) agar ftalat dalam alat
gelas dapat terdegradasi sempurna dan merasa yakin bahwa tanpa
pembilasan, ftalat sudah minimal. Akan tetapi, dalam penelitian ini suhu
pengeringan yang dipakai hanya 50C dan dilakukan sampai alat gelas
kering saja karena oven yang digunakan terkalibrasi pada suhu tersebut.
Sebagai penggantinya, digunakan aseton untuk mendegradasi ftalat yang
tersisa (Health Canada (2007) dan STP (2009)).
Mengacu pada EU (2001), penggunaan peralatan plastik dan karet
harus dihindari dalam penelitian ini. Oleh karena itu, bulb dan sarung
tangan karet atau plastik tidak dipakai. Seluruh pengambilan pelarut
dilakukan dengan mikropipet. Selain itu, kontak antara larutan sampel
dengan screw cap dan crimp cap berbahan PTFE pada vial GC-MS juga
harus dihindari. Crimp cap pun jika memungkinkan hanya sekali pakai
karena biasanya pada penginjeksian kedua dari vial yang sama, area
puncak yang terbaca berbeda cukup jauh.
Sifat senyawa ftalat yang dapat terdegradasi di bawah paparan
cahaya matahari (Wenzl, 2009) menyebabkan wadah penyimpanan
larutan DEHP harus berwarna gelap atau wadah dibungkus aluminium
foil. Kondisi pelarut (n-heptana) yang mudah menguap menyebabkan
-
32
wadah penyimpanan larutan pun harus tertutup rapat. Hal ini berguna
untuk mempertahankan konsentrasi DEHP yang dibuat. Di samping itu,
penyimpanan larutan DEHP sebaiknya tidak lebih dari seminggu karena
konsentrasinya yang sudah berubah.
2. Kondisi Pengukuran, Troubleshooting, dan Maintenance GC-MS
Capillary Gas Chromatography (CGC) adalah teknik analisis yang
paling banyak digunakan untuk penentuan ftalat. Untuk pemisahan dalam
GC, kolom kapiler yang dibungkus fase diam non polar
(polidimetilsiloksan atau polimetil-fenilsiloksan) lebih dipilih karena
menyediakan resolusi yang cukup, suhu operasi maksimum yang lebih
tinggi, dan kebocoran yang lebih rendah dibandingkan kolom yang
dibungkus fase diam polar seperti poli(etilen glikol (kolom Wax) atau fase
diam sianopropil. Pemisahan dalam penelitian ini menggunakan kolom
dengan panjang 30 m dan diameter dalam 0.25 mm yang dibungkus
0.25 m film 5% fenil-95% metil polisiloksan (RTX 5). Kondisi analisis
ini memberikan resolusi yang cukup dan merupakan kompromi yang baik
antara resolusi dan kecepatan analisis. Semakin panjang atau semakin
lama program suhu, memberikan resolusi yang semakin baik pula (David
et al., 2003).
Teknik injeksi splitless digunakan karena DEHP diperkirakan
berjumlah sedikit sehingga perlu memasukkan seluruh sampel ke kolom.
Di samping itu, teknik ini merupakan solusi dari kelemahan teknik split
yang terkadang membedakan senyawa berbobot molekul besar sehingga
sampel yang memasuki kolom tidak mewakili sampel yang diinjeksi
(McNair and Miller, 1998). DEHP termasuk senyawa berbobot molekul
besar, yaitu 390.6 g/mol.
Mode MS yang digunakan adalah mode SIM. Mode scan tidak
digunakan karena menyebabkan instrumen mudah jenuh dan tidak
langsung menunjukkan kromatogram DEHP. Biasanya mode scan
digunakan untuk kualitatif dan masih dalam tahap mengidentifikasi
senyawa apa saja yang terdapat dalam sampel, sedangkan dalam
-
33
pencarian DEHP ini sudah diketahui berapa kondisi ion yang diperlukan.
Terdapat dua ion yang digunakan dalam memfragmentasi DEHP, yaitu
pada m/z 149 dan 279. Ion primer DEHP pada m/z 149, berasal dari
fragmentasi dengan kehilangan gugus alkil ester dan pembentukan sebuah
cincin furan. Selain ion pada m/z 149 yang sangat banyak, spektrum lain
menunjukkan area puncak yang kecil. Ion sekunder DEHP pada m/z 279.
Ion ini dihasilkan dari fragmentasi dengan kehilangan satu gugus alkil.
Pada Gambar 7 ditunjukkan fragmentasi ion pada m/z 279 lebih lanjut
menjadi m/z 167 (David et al., 2003). Akan tetapi, ion yang digunakan
dalam penelitian ini hanya dua ion utama karena dengan dua ion tersebut
sudah cukup menunjukkan senyawa yang dimaksud adalah DEHP.
Gambar 7. Fragmentasi massa DEHP (David et al., 2003)
Instrumen GC-MS yang digunakan dalam penelitian ini masih
tergolong baru. Pada awal penelitian, pencarian LDI agak sulit diperoleh
karena kromatogram yang didapat masih belum stabil (deviasi lebih dari
10%). Oleh karena itu, peneliti bekerja sama dengan teknisi Shimadzu
melakukan uji coba menginjeksi blank sample, yakni hanya menggunakan
sampel udara atau menginjeksi tanpa pelarut apapun. Seharusnya
kromatogram blank sample hanya berupa garis lurus. Akan tetapi, uji coba
ini tidak menunjukkan hasil tersebut. Awalnya diduga syringe penginjeksi
kotor. Oleh sebab itu, uji coba kembali dilakukan dengan menghilangkan
udara (degassing) terlebih dahulu dari syringe dan menginjeksi secara
manual. Sayangnya, kromatogram blank sample masih belum rata.
-
34
Dugaan penyebab berikutnya adalah kolom yang terkontaminasi bahan
alam saat uji coba analisis dalam pelatihan GC-MS. Bahan alam memiliki
komponen yang sangat beragam dan berkonsentrasi tinggi, sehingga
dikhawatirkan komponen tersebut masih berada dalam kolom dan
menganggu analisis. Alternatif cara yang dapat dilakukan agar hasil
analisis baik adalah melakukan conditioning semalaman (McNair and
Miller, 1998), yakni mencuci kolom sepanjang malam dengan pelarut
yang dipakai. Cara ini cukup berhasil sehingga peneliti dapat memulai
kembali penelitian.
Adakalanya autosampler juga bermasalah, yaitu di bagian sampler
(Gambar 8) yang tidak mau berotasi, ditandai dengan muncul message:
AOC-20s rotating error. Hal yang harus dilakukan adalah mencabut
sambungan kabel sampler lalu masuk ke system configuration dan
memasukkan lagi AOC-20s dalam daftar bagian instrumen yang
digunakan.
Gambar 8. Sampler di bagian autosampler (AOC-20s)
Masalah yang sering muncul pula adalah kebocoran. Kebocoran
dapat terjadi di setiap sambungan kolom dalam GC maupun MS. Tiap
baru menyalakan instrumen, pemeriksaan kebocoran harus dilakukan.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan membuka program GC-MS Real Time
Analysis, pada jendela Peak Monitor View (Gambar 9) mengisi m/z di
tiga kolom. Isi m/z berurutan dari kiri ke kanan, m/z 18 (H2O), m/z 28
(N2), dan m/z 69 (PFTBA). Kemudian mengisi detektor 0.5 kV, mengklik
ikon Open PFTBA dan Filamen ON. Tidak ada kebocoran bila puncak di
kolom m/z 69 atau m/z 18 masih lebih tinggi daripada m/z 28. Bila hal ini
tidak terjadi, ganti m/z 69 dengan m/z 59 (aseton). Lalu cek kebocoran
dengan menggunakan kapas yang dibasahi aseton, usapkan ke bagian-
bagian GC dan MS yang dicurigai bocor. Bila saat kapas berada di suatu
-
35
bagian yang sedang diperiksa dan puncak kromatogram di m/z 59
langsung meningkat, berarti di bagian tersebutlah terjadi kebocoran. Hal
yang harus dilakukan adalah mengencangkan sambungan di bagian
tersebut, lalu menyalakan instrumen dari awal, dan menjalankan Vacuum
control lagi.
Gambar 9. Jendela Peak Monitor View
Septum pun harus diganti setiap 100 kali injeksi. Septum terletak di
dalam GC, tepatnya di atas kolom dan di bawah syringe autosampler.
Septum berfungsi memastikan agar syringe tidak bergeser saat
menginjeksi sampel. Gambar 10 menunjukkan cara penggantian septum.
Bila septum tidak diganti setelah 100 kali injeksi, ada risiko kebocoran
karena septum sudah terlalu panas. Hasil analisis pun tidak akan baik.
-
36
Gambar 10. Penggantian septum
Menurut Goodman (2009), frekuensi maintenance instrumen
menjadi lebih sering bila kondisi penginjeksian memakai splitless. Hal ini
disebabkan oleh injeksi splitless yang memasukkan matriks sampel dan
pelarut lebih banyak dibandingkan injeksi split sehingga meningkatkan
pula pemakaian sistem dan sistem menjadi mudah jenuh.
3. Penentuan Limit Deteksi Instrumen (LDI) (Harmita (2004) dan
EU (2001))
Penentuan LDI dimaksudkan untuk mencari batas terendah
konsentrasi DEHP yang dapat dideteksi oleh GC-MS. Walaupun LDI
biasanya tidak berhubungan langsung dalam pelaporan tentang hasil
penelitian, LDI bermanfaat bila instrumen baru digunakan dan belum ada
data mengenai berapa LDI untuk senyawa yang bersangkutan. LDI ini
penting dicari karena merek instrumen GC-MS yang digunakan belum
memberikan data mengenai senyawa yang dipakai dalam penelitian ini
(DEHP dalam n-heptana). LDI tiap pelarut berbeda di tiap merek
instrumen. LDI yang dicari dalam penelitian ini diperuntukkan bagi
GC-MS seri QP-2010 Shimadzu.
Hasil kromatogram yang ditampilkan dalam program report adalah
Total Ion Chromatogram (TIC). TIC merupakan gabungan dari ion
primer (149) dan ion sekunder (279) yang digunakan dalam pencarian
DEHP. Kenaikan respon ion primer dan ion sekunder secara bersamaan
pada waktu retensi tertentu menandakan itulah senyawa yang dicari
(Health Canada, 2007). Contoh salah satu kromatogram hasil injeksi
larutan DEHP berkonsentrasi 0.75 g/ml dapat dilihat di Gambar 11.
Pada gambar tersebut terlihat di waktu retensi 11.628 menit terdapat
-
37
puncak kromatogram yang lebih tinggi dan luas dibandingkan dengan
puncak yang lain. Puncak ini adalah puncak kromatogram DEHP.
Gambar 11. Kromatogram larutan DEHP 0.75 g/ml
Waktu retensi DEHP bervariasi tergantung dari pelarut dan kondisi
oven instrumen. David et al. (2003) mendapatkan waktu retensi DEHP
murni sekitar 23.5 menit menggunakan instrumen GC-MS yang berbeda
kondisi ovennya dengan penelitian ini. Waktu retensi DEHP dalam
n-heptana di penelitian ini berkisar dari 11.62 hingga 11.63 menit. Dalam
metode STP (2009), yang melarutkan DEHP dalam n-heptana tetapi
menggunakan instrumen GC-FID, didapat DEHP pada waktu retensi
11 menit. Pada metode Health Canada (2007) yang menginjeksi DEHP
dalam pelarut diklorometana/aseton (1:1) dan kondisi oven berbeda,
puncak DEHP keluar pada waktu retensi 9 menit. Berbeda lagi dengan
metode CPSC (2009) yang menggunakan pelarut sikloheksana, DEHP
keluar di waktu retensi 10.42-10.49 menit.
Persamaan kurva dalam penentuan LDI ini adalah
y = 336,705.40x + 172,803.85 dengan r = 0.9860. Kurva ditunjukkan
dalam Gambar 12, sedangkan perhitungannya dicantumkan dalam
Lampiran 9.
-
38
Gambar 12. Kurva hubungan antara konsentrasi DEHP dengan
rata-rata area DEHP
Berdasarkan perhitungan secara statistik, LDI adalah 1.00 g/ml.
Artinya, instrumen ini dapat mengindentifikasi DEHP dalam n-heptana
bila konsentrasinya di atas 1.00 g/ml.
Melihat hasil korelasi regresi (r=0.9860) yang bernilai kurang dari
0.99, diperlukan percobaan penambahan standar internal BBP dalam
penelitian berikutnya. Penambahan standar internal ini diharapkan dapat
memperbaiki kelinieran kurva dan mendapatkan LDI yang lebih akurat.
Gambar 13 menunjukkan salah satu kromatogram larutan DEHP
0.75 g/ml yang ditambahkan BBP 1000 g/ml. Larutan ini digunakan
sebagai kurva standar pada perhitungan penentuan kadar dan analisis
migrasi DEHP. Nantinya, kurva standar LDI merupakan hubungan antara
konsentrasi DEHP dengan normalisasi area DEHP (rasio area DEHP
dengan BBP). Pada gambar tersebut terlihat jelas pada waktu retensi
11 menit terdapat puncak kromatogram yang dominan, di samping puncak
DEHP di waktu retensi 11.6 menit. Puncak tersebut adalah puncak
kromatogram BBP. Hal ini sudah dipastikan melalui pembacaan ulang
kromatogram menggunakan mode SIM dengan ion primer 149 dan ion
sekunder 91. Respon kedua ion meningkat secara bersamaan. Standar
internal ini bermanfaat untuk mengoreksi respon senyawa yang dicari.
Penjelasan lebih lanjut tentang standar internal terdapat pada sub bab
Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP.
0
400.000
800.000
1.200.000
1.600.000
2.000.000
0,00 1,00 2,00 3,00 4,00 5,00 6,00
Rat
a-ra
ta A
rea
DE
HP
(m
V)
Konsentrasi DEHP (g/ml)
-
39
Gambar 13. Kromatogram larutan DEHP 0.75 g/ml + BBP 1000 g/ml
Dalam pelaporan hasil analisis biasanya dicantumkan besar
Limit of Detection (LOD) dan Limit of Quantitation (LOQ). Sebenarnya
LOD ini jamak pula disebut sebagai Limit Deteksi Metode (EPA, 2001).
Pencarian LOD dan LOQ ini memperhitungkan efek persiapan sampel
atau metode yang digunakan dalam analisis sampel. Oleh karena itu,
dalam penentuan LOD dan LOQ ini seluruh tahapan metode dikenakan
pada larutan DEHP dalam n-heptana. Besar LOD dan LOQ pun khusus
untuk satu metode. Bila ada perubahan metode, LOD dan LOQ-nya pun
berubah. LOD dan LOQ ini merupakan salah satu parameter validasi
metode analisis.
4. Pengembangan Metode Penentuan Kadar DEHP (modifikasi CPSC
(2009) dan STP (2009))
Pengembangan metode penentuan kadar DEHP ini merupakan
perpaduan metode CPSC (2009) dan STP (2009). Modifikasi metode
dilakukan pada tahap pemisahan senyawa ftalat dengan senyawa non
ftalat, yakni melalui penambahan miliQ. Sampel kemasan yang digunakan
dalam pengembangan metode ini hanyalah sampel A. Hal ini untuk
memudahkan dalam pengambilan keputusan metode mana yang akan
dipilih.
Nilai kadar DEHP ditunjukkan dalam Tabel 6. Perhitungan
lengkapnya dijabarkan dalam Lampiran 10 dan Lampiran 11.
-
40
Tabel 6. Kadar DEHP pada tiga metode
Metode
% Kadar DEHP (w/w)
Ulangan Rata-rata SD % RSD
1 2 3
A 2.36 2.34 2.29 2.33 0.03 1.41
B 119.45 119.25 120.60 119.77 0.73 0.61
C 40.81 40.96 40.44 40.74 0.27 0.67
Persentase kadar DEHP berturut-turut pada metode A, B, dan C
adalah 2.33, 119.77, dan 40.74%. Besar RSD dari tiap metode
memberikan hasil yang baik karena besar RSD masih kurang dari 2%
(Ibrahim, 2009).
Dalam metode ini, reagen yang dipakai adalah THF, n-heksana,
miliQ, dan n-heptana. THF berfungsi untuk melarutkan kemasan PVC.
THF merupakan senyawa dengan kepolaran sedang yang dapat
melarutkan senyawa polar dan non polar. Oleh karena itu, seluruh bagian
PVC dapat terlarut. Ukuran sampel juga berpengaruh dalam kemudahan
sampel untuk larut. Semakin kecil dan halus ukuran potongan sampel,
semakin mudah dan cepat sampel larut. Selain itu, DEHP pun semakin