Download - Semuel kamangmau msdm viii
MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
“PELATIHAN, ORIENTASI DAN PENGEMBANGAN”
OLEH
NAMA : SEMUEL K KAMANGMAU
NIM : 1323773610
JURUSAN AKUNTANSI
POLITEKNIK NEGERI KUPANG
2016
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang MasalahFungsi operasional merupakan dasar dalam pelaksanaan manajemen
sumber daya manusia (SDM) yang efisien dan efektif untuk pencapaian tujuan
organisasi/ perusahaan tersebut. Fungsi operasional tersebut terdiri dari orientasi,
pelatihan, dan pengembangan SDM. Sistem orientasi tersebut sangat dibutuhkan
sebagai wahana pembinaan ketenagakerjaan yang mampu beroperasi secara
efektif dan menghasilkan tenaga kerja yang siap pakai.
Dalam suatu organisasi adanya orientasi dan pelatihan mutlak diperlukan.
Kinerja karyawan menjadi fokus pelatihan utama yang dapat ditingkatkan melalui
progam orientasi kerja kerja bagi karyawan baru, pelatihan bahkan
pengembangan. Oleh karena itu pemkalah membahas dalam materi ini dengan
tema orientasi, penilaian dan pengembangan sumber daya manusia.
BAB IIPEMBAHASAN
A. KONTRIBUSI PELATIHAN TERHADAP STRATEGI BISNISProgram pelatihan, pendidikan dan pengembangan harus mampu
meningkatkan keahlian, kemampuan karyawan dan membantu mereka
mengoptimalkan potensi yang dimiliki. Langkah penting dalam
mengimplementasikan strategi adalah evaluasi. Evaluasi pelaksanaan strategi
harus selalu dilakukan untuk mengidentifikasi keberhasilan dan kegagalan.
B. RANCANGAN SISTEM PELATIHAN YANG EFEKTIFDalam merancang suatu pelatihan agar efektif dalam mencapa i
tujuannya, ada dua hal utama yang perlu diperhatikan, yaitu pendekatan atau
metode pembelajaran yang digunakan dan rancangan penyajian materi
pelatihan. Pendekatan pelatihan yang berpusat pada peserta (participant
centered training) dengan menerapkan metode pembelajaran pengalaman
(experiential learning) telah terbukti mampu meningkatkan rasa
percaya diri para pesertanya, sehingga sebagian masalah yang hendak
dipecahkan dalam pelatihan (motivation problems) sebenarnya secara tidak
langsung telah dapat teratasi dengan sendirinya.. Materi pelatihan harus
disajikan dengan cara sedemikian rupa agar menimbulkan efek memori
yang mendukung terjadinya proses belajar. Sebagai sebuah model
pembelajaran, experiential learning dapat digambarkan sebagai suatu proses
dimana pengalaman-pengalaman individu direfleksikan dan dari padanya
timbul gagasan atau pengetahuan-pengetahuan baru. Dengan menggunakan
model Experiential Learning, maka peran terpenting seorang trainer dalam
sebuah pelatihan adalah menjadi fasilitator. Ia berfungsi sebagai perancang
pengalaman belajar kreatif. Sebagai fasilitator ia harus menciptakan situasi
belajar yang memungkinkan semua peserta memperoleh pengalaman baru
atau membantu peserta menata pengalamannya di masa lampu dengan cara
baru (Greenway, 2005).
Dalam experiential learning, pengelola kelas lebih bersifat sebagai seorang
fasilitator. Untuk itu perlu dikenali fungsi-fungsi fasilitatif sebagai berikut:
a. Emotional stimulation, dimana perilaku ekspresif fasilitator harus mampu
merangsang ekspresi emosi peserta secara lebih bebas.
b. Caring, dimana fasilitator harus mampu mengembangkan hubungan
interpersonal yang hangat dan bersahabat. Hubungan ini ditandai
dengan adanya pemahaman terhadap peserta.
c. Meaning attribution, dimana fasilitator berfungsi untuk menyediakan
penjelasan kognitif atas perilaku dan kegiatan yang dilaksanakan, atau
dengan kata lain fasilitator harus mampu mengarahkan peserta dalam
pemberian arti atas sesuatu pengalaman belajar.
d. Executive function, dimana fasilitator berfungsi sebagai seorang eksekutif
dalam kelas. Dalam hal ini fasilitator menggunakan pendekatan-
pendekatan manajerial atas segala aktivitas yang terjadi di dalam kelas,
seperti menghentikan aktivitas, bertanya kepada peserta untuk memproses
pengalaman, dan sebagainya (Achmat, 2005, hal. 13 – 14).
Selain perlu mengenali fungsinya, seorang fasilitator yang profesional
seharusnya juga memahami gaya belajar para individu peserta pelatihan,
karena hal ini akan sangat berguna dalam pengelolaan kelas. Kolb dan Fry
(dalam Tennant, 1997) menyebut adanya empat gaya belajar yang
didasarkan pada karakteristik belajarnya, meliputi:
a. Converger, yaitu mereka yang mengutamakan konsep-konsep abstrak
dan aktif bereksperimen. Ia kuat dalam mengaplikasikan secara
praktis ide-idenya memfokuskan pada penalaran deduktif dalam
menghadapi masalah- masalah yang spesifik dan tidak emosional.
b. Diverger, yaitu mereka yang mengutamakan pengalaman-
pengalaman konkrit dan merefleksikan hasil pengamatan. Ia memiliki
kemampuan imajinatif yang kuat, dapat menggeneralisasikan ide-ide
dengan baik dan melihat suatu hal dari perspektif yang berbeda serta
memiliki ketertarikan pada orang-orang.
c. Assimilator, yaitu mereka yang mengutamakan konsep-konsep abstrak
dan merefleksikan hasil pengamatan. Ia memiliki kemampuan yang baik
dalam menciptakan model-model teoritis dan menggunakan penalaran
induktif.
d. Accommodator, yaitu mereka yang mengutamakan pengalaman-
pengalaman konkrit dan aktif bereksperimen. Kekuatan terbesarnya
pada bagaimana melakukan sesuatu, berani mengambil resiko, dan
memecahkan masalah secara intuitif.
Anderson (dalam Matlin, 1998) melalui teori Adaptive Control of Thought
(ACT*), membedakan pengetahuan manusia yang tersimpan dalam memori
menjadi dua, yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural.
Pengetahuan deklaratif adalah pengetahuan tentang fakta-fakta, hukum-
hukum; pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang bagaimana
cara melakukan suatu tindakan. Cara mengajarkan kedua jenis
pengetahuan tersebut dalam pelatihan berbeda, termasuk cara dalam
memberikan feedback- nya. Jika tujuan pelatihan untuk mengajarkan
fakta-fakta dan hukum-hukum (pengetahuan deklaratif), maka eksternal
feedback lebih tepat dan seharusnya diberikan secara bebas. Akan tetapi,
apabila tujuan pelatihan untuk mengajarkan bagaimana melakukan sesuatu
(pengetahuan prosedural), maka feedback intrinsik relatif lebih penting
(Chai, 2002)
Dalam merancang materi suatu pelatihan, perlu memperhatikan prinsip-
prinsip kerja sistem kognitif. Matlin (1998) menggambarkan adanya
lima prinsip bagaimana sistem kognitif bekerja, yaitu: 1) proses kognitif
adalah aktif, bukan pasif; 2) proses kognitif dapat ditandai secara efisien
dan akurat; 3) proses kognitif menangani informasi yang positif dengan
lebih baik dibanding informasi yang negatif; 4) proses kognitif saling
berhubungan antara satu dengan yang lain, tidak bekerja sendiri-sendiri;
dan 5) kebanyakan proses kognitif berlangsung secara top-down dan
bottom-up sekaligus. Dengan mendasarkan pada bagaimana proses-
proses kognitif berlangsung, maka dalam merancang materi suatu
pelatihan seharusnya: 1) antara materi satu dengan yang lainnya harus
dapat dihubungkan secara logis; 2) materi-materi yang disajikan dalam
bentuk positif (menggunakan kalimat-kalimat positif, afirmatif), tidak
menegasikan fakta-fakta; 3) penjelasan-penjelasan menggunakan
penalaran induktif dan deduktif sekaligus.
Materi yang satu dengan yang lainnya dalam suatu pelatihan, selain
mempertimbangkan efek-efek memori tersebut, dalam penyajiannya juga
harus diorganisasikan agar dapat saling dihubungkan dan mengikuti
urutan yang logis. Urutan tersebut dapat mengikuti pola-pola yang ada,
bergantung pada isi materi dan tujuan diberikannya materi tersebut. Pola-
pola urutan (sequencing) yang dapat digunakan misalnya time-sequencing
(yaitu suatu pola penyajian materi berdasarkan urutan waktu secara
kronologis); spatial-sequencing (yaitu suatu pola yang menunjukkan
bagaimana sesuatu berhubungan dengan sesuatu yang lain dalam ruang,
posisi dan orientasi visual); atau cause-effect sequence (yaitu suatu pola
yang menjelaskan terlebih dahulu alasan-alasan suatu kejadian,
masalah atau isu, kemudian mendiskusikan konsekuensi- konsekuensi,
hasil-hasil dan akibat-akibatnya).
C. METODE-METODE DALAM PELATIHANJenis-jenis metode yang umum digunakan dalam proses pelatiahan
(Training Methode ), adapun jenis metodenya ialah sebagai berikut :
1) Metode On The Job TrainingHampir 90% dari pengetahuan pekerjaan diperoleh melalui
metode on the job training. Prosedur metode ini informal, observasi
sederhana dan mudah serta praktis. Pegawai mempelajari
pekerjaannya dengan mengamati pekerja lain yang sedang bekerja,
dan kemudian mengobservasi perilakunya. Aspek-aspek lain dari on
the job training adalah lebih formal dalam format. Pegawai senior
memberikan contoh cara mengerjakan pekerjaan dan pegawai baru
memperhatikannya.
Metode ini dapat pula menggunakan peta-peta, gambar-gambar,
sample-sampel masalah dan mendemonstrasikan pekerjaan agar
pegawai baru dapat memahaminya dengan jelas. Metode ini sangat
tepat untuk mengajarkan skill yang dapat dipelajari dalam beberapa
hari atau beberapa minggu. Manfaat dari metode ini adalah peserta
belajardengan perlengkapan yang nyata dan dalam limgkungan
pekerjaan atau job yang jelas.
2) Metode Vestibule atau balaiVestibule adalah suatu ruangan isolasi atau terpisah yang
disunakan untuk tempat pelatihan bagi pegawai baru yang akan
menduduki suatu pekerjaan. Metode ini merupakan metode
pelatihan yang sangat cocok untuk banyak peserta (pegawai baru)
yang dilatih dengan jenis pekerjaan yang sama dan dalam waktu
yang sama. Pelaksanaan metode ini biasanya dilakukan dalam
waktu beberapa hari sampai beberapa bulan dengan pengawasan
instruktur, misalnya pe;atihan pekerjaan, pengetikan klerek, operator
mesin.
3) Metode Demonstrasi dan ContohSuatu demonstrasi menunjukkan dan merencanakan bagaimana
suatu pekerjaan atau bagaimana sesuatu itu dikerjakan. Metode ini
melibatkan penguraian dan memeragakan sesuatu melalui contoh-
contoh. Metode ini sangat mudah bagi manajer dalam mengajarkan
pegawai baru mengenai aktivitas nyata melaui suatu tahap
perencanaan dari “Bagaimana dan apa sebab” pegawai
mengerjakan pekerjaan yang ia kerjakan. Metode ini sangat efektif,
kaena lebih mudah menunjukkan kepada peserta cara mengerjakan
suatu tugas, karena dikombinasikan dengan alat Bantu belajar
seperti : gambar-gambar, teks materi, ceramah, diskusi.
4) Metode SimulasiMetode ini merupakan suatu situasi atau peristiwa menciptakan
bentuk realitas atau imitasi dari realitas. Simulasi ini merupakan
pelengkap sebagai tehnik duplikat yang mendekati kondisi nyata
pada pekerjaan. Metode simulasi yang popular adalah permainan
bisnis (bussiness games). Metode ini merupakan metode pelatihan
yang sangat mahal, tetapi sangat bermanfaat dan diperlukan dalam
pelatihan.
5) Metode ApprenticeshipMetode ini adalah suatu cara mengembangkan ketrampilan (skill)
pengrajin atau pertukangan. Metode ini tidak mempunyai standar
format. Pegawai peserta mendapatkan bimbingan umum dan dapat
langsung mengerjakan pekerjaannya.
6) Metode Ruang KelasMetode ini merupakan metode training yang dilakukan di dalam
kelas walaupun dapat dilakukan di area pekerjaan. Metode ruang
kelas adalah kuliah, konferensi, studi kasus, bermain peran dan
pengajaran berprogram (programmed instruction).
Harus kita akui bahwa kualitas yang lekatkan terhadap seorang
tenaga kerja dalam proses pelatihan akan sangat mencerminkan
tingkat efektifitas maupun efisiensi dari kinerja suatu perusahaan
kedepannya. Tingkat efektifitas dan efisiensi kinerja perusahaan dapat
prediksikan akan menjadi buruk jika tingkat kualitas pemahaman akan
program pelatihannya pun juga buruk, begitu juga sebaliknya.
Profesionalisme seorang karyawan akan keseriusan menjalankan
proses pelatihan sangat dibutuhkan demi tercapainya target-target
organisasi atau perusahaan yang telah ditentukan sebelumnya. Dan
sejatinya dengan cukup tersedianya berbagi pilihan seorang manajer
ataupun perusahaan dalam menggunakan metode pelatihan (Training
Methode )yang akan dipilihnya, setidaknya akan memberikan opsi
menguntungkan daripada manajer maupun perusahaan yang
bersangkutan dalam mengaplikasikan metode terbaik yang memang
layak mereka gunakan.
D. SOSIALISASI DAN ORIENTASIPada hakikatnya proses sosialisasi merupakan hasil dari interaksi antar
manusia. Selama manusia masih berinteraksi, proses sosialisasi pun masih
berlangsung. Proses sosialisasi dilakukan setiap orang sejak lahir di muka bumi
sampai meninggal. Bahkan, seorang bayi yang baru lahir melakukan
sosialisasi. Contohnya belajar membuka mata untuk melihat dunia, belajar
memegang sesuatu, dan belajar merasakan sesuatu. Bersamaan dengan
berjalannya waktu, pembelajaran bayi mengenai dunia semakin kompleks.
Misalnya belajar berjalan, berbicara, makan, dan mengenal lingkungan sekitar.
Berdasarkan tahapannya, proses sosialisasi seseorang dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu sosialisasi primer dan sekunder.
Orientasi adalah pengenalan dan adaptasi terhadap suatu situasi atau
lingkungan. Dimaksud orientasi disini adalah pengembangan dan pelatihan
awal bagi para karyawan baru yang memberi mereka informasi bagi
perusahaan, pekerjaan, maupun kelompok kerja. Pengenalan dan orientasi
perlu diprogamkan karena adanya sejumlah aspek khas yang muncul pada saat
seseorang memasuki lingkungan kerja yang baru.
Materi-materi yang diberikan pada masa orientasi kepada para SDM/
Karyawan baru meliputi :
Profil organisasi termasuk didalamnya sejarah berdirinya perusahaan, visi
dan misi yang ingin dicapai perusahaan, struktur organisasi perusahaan
berikut para pemangku jabatan pada seluruh departemen yang perlu
diketahui.
Peraturan-peraturan dan berbagai kebijakan perusahaan dalam
hubungannya dengan hak dan kewajiban karyawan.
Berbagai fasilitas yang mungkin dapat digunakan atau tidak boleh
digunakan oleh karyawan.
Pengenalan kondisi lingkungan kerja dimana karyawan tersebut akan berja
seperti siapa yang menjadi atasanlangsung,atasan tidak langsung, rekan
kerja, bawahan, kondisi ruangan kerja, dan fasilitasnya.
Pengenalan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh SDM yang
bersangkutan sesuai dengan job description.
Adapun tujuan dari Orientasi adalah:
menutupi gap antara kecakapan pegawai dgn permintaan pekerjaan/jabatan
mengurangi waktu yg dibutuhkan untuk penyesuaian diri dengan pekerjaan
yang dihadapi (reduce learning time to teach acceptable performance)
meningkatkan prestasi kerja dalam pelaksanaan tugas sekarang (improve
performance on present job)
membentuk sikap & tingkah laku yang diharapkan dalam pelaksanaan tugas
(attitude formation)
membantu memecahkan masalah operasional perusahaan sehari-hari,
seperti mengurangi absen, mengurangi kecelakaan kerja, dll. (aid in solving
operation problem)
mempersiapkan pegawai utk memperoleh keahlian tertentu yg dibutuhkan
perusahaan di masa depan (fill manpower needs)
menambah nilai bagi pegawai (benefits to employee themselves)
DEFINISI SOSIALISASI DAN ORIENTASI KERJA
Sosialisasi dan orientasi (induksi) kerja yaitu pengenalan dan
pembekalan tentang :
1. Peran dan tugas yang akan diembannya.
2. Struktur organisasi perusahaan, agar tahu posisinya.
3. Kebijakan-kebijakan yang berlaku di lingkungan perusahaan.
4. Pimpinan perusahaan dan rekan kerjanya.
5. Memahami dan mampu melaksanakan pekerjaan sesuai
dengan mekanisme kerja yang telah ditetapkan.
TUJUAN SOSIALISASI DAN ORIENTASI KERJA
Sosialisasi dan orientasi (induksi) kerja bertujuan untuk :
1. Menciptakan kesan yang baik agar dapat menumbuhkan sikap
positif terhadap setiap perusahaan.
2. Memperkenalkan standar capaian kinerja untuk dipahami
sebagaimana mestinya, sehingga dapat dijadikan rujukan
dalam pelaksanaan tugasnya.
3. Membantu menumbuhkan semangat kerja pegawai baru.
4. Memperkenalkan budaya dan etika kerja professional secara
bertanggung jawab.
5. Membangun komitmen untuk mempercepat proses integrasi
pegawai baru terhadap lingkungan perusahaan.
6. Memahami berbagai kebijakan perusahaan, sehingga
mampu menyusun rencana-rencana pengembangan
karier secara individual.
7. Mengatasi rasa canggung dalam mengembangkan model
komunikasi interaktif, baik dengan pimpinan maupun
sesama pegawai.
8. Mengenal site plan (denah posisi) lingkungan perusahaan,
sehingga memudahkan bagi pegawai baru ketika harus
berhubungan dengan unit kerja lain yang lokasinya berjauhan.
9. Menumbuhkan kebanggaan atas penerimaan dirinya sebagai
pegawai perusahaan.
E. PROSES PENGEMBANGAN KARYAWANPelatihan merupakan sebuah proses dimana orang
mendapatkan kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan
organisasional. Pelatihan memberikan pengetahuan, keterampilan
serta mengubah sikap yang spesifik dan dapat diidentifikasi untuk
digunakan dalam pekerjaan mereka dalam organisasi (Mathis-
Jackson:2006). Dengan adanya pengetahuan dan ketrampilan
diharapkan agar seseorang dapat melakukan pekerjaan atau tugas
yang menjadi tanggung jawabnya dengan menggunakan sumber
daya yang maksimal untuk mencapai hasil yang diinginkan sesuai
waktu yang ditentukan dalam organisasi. Program pelatihan harus
mencakup sebuah pengalaman belajar dan merupakan
kegiatan organisasional yang dirancang dan dirumuskan sebagai
rancangan organisasi yang efektif terdiri dari 3 faktor utama, yaitu
tahap identifikasi kebutuhan pelatihan, tahap pelaksanaan pelatihan
dan tahap evaluasi pelatihan. Terdapat empat tahap pada proses
pelatihan yaitu; penilaian, perancangan, penyampaian, dan evaluasi.
Penggunaan dari proses tersebut akan mengurangi terjadinya
usaha-usaha pelatihan yang tidak terencana, tidak terkoordinasi, dan
serampangan. (Mathis, 2006).
1. Proses pelatihan a. Proses pelatihan yang pertama adalah penilaian yang terdiri
dari analisis kebutuhan pelatihan serta identifikasi tujuan dan
kriteria pelatihan. Penilaian dilakukan di awal sebelum
melakukan pelatihan untuk mencari atau mengidentifikasi
kemampuan apa yang diperlukan karyawan dalam rangka
menunjang kebutuhan organisai. Setelah mengidentifikasi
pelatihan apa saja yang diperlukan karyawan, selanjutnya
adalah menetukan tujuan dari setiap pelatihan yang akan
dilakukan.
b. Setelah melakukan penilaian, proses pelatihan yang kedua
adalah perancangan yang terdiri dari pemilihan metode
pelatihan dan isi pelatihan. Pada tahap ini menentukan metode
dan isi pelatihan seperti apa yang akan diadakan dan
disesuaikan dengan analisis penilaian kebutuhan.
c. Selanjutnya proses yang ketiga adalah penyampaian yang
terdiri dari jadwal, pelaksanaan dan pemantauan pelatihan.
Tahap ini merupakan rangkaian kegiatan pelaksanaan
program pelatihan yang sesuai dengan hasil perancangan dan
ada pemantauan terhadap jalannya pelatihan.
d. Proses pelatihan yang terakhir adalah evaluasi yaitu
mengukur hasil pelatihan dan membandingkan dengan
tujuan yang telah ditetapkan. Apakah pelatihan berjalan
dengan sukses dan sesuai dengan tujuan atau tidak.
2. Proses pengembangan a. Perencanaan Sumber Daya Manusia Pengembangan dimulai
dengan membuat rencana SDM organisasi karena
rencana ini menganalisis, meramalkan dan menyebutkan
kebutuhan organisasional, sumber daya manusia pada saat ini
dan pada masa yang akan datang.
b. Kemampuan dan Kapasitas yang Diperlukan untuk Menjalankan
Rencana Setelah merencanakan SDM, sebuah organisasi
kemudian menentukan kemampuan serta kapasitas yang
dibutuhkan untuk setiap jabatan baik pada tingkat fungsional
maupun manajerial. Kemampuan yang diharapkan dapat
berupa hard competencies maupun soft competencies sesuai
dengan standar kompetensi jabatan yang ada di organisasi
tersebut. Kemampuan dan kapasitas diperlukan dalam
menjalankan rencana pengembangan SDM terutama dalam
pengambilan keputusan yang berkualitas, syarat dengan nilai
etika, ketrampilan teknis dan lain-lain.
c. Perencanaan Suksesi Dalam tahap ini, organisasi menentukan
rencana penggantian jabatan, baik jangka pendek maupun
jangka panjang, karena adanya kemungkinan pensiun, rotasi,
promosi, keluar, meninggal, dan sebagainya.
d. Penilaian Kebutuhan Pengembangan Dalam tahap ini,
organisasi dapat melakukannya melalui Training need
assessment (TNA)
e. Perencanaan Pengembangan Melakukan rencana
pengembangan baik pengembangan secara organisasional
maupun pengembangan terhadap SDM secara individual. Hal
ini akan berjalan dengan baik setelah kita menganalisa
kebutuhan apa saja untuk melakukan pelatihan dan
pengembangan sumber daya manusia.
f. Metode Pengembangan Pada dasarnya ada 2 pendekatan
untuk mengembangkan SDM yaitu pengembangan pada
pekerjaan (on-the-job development) dan pengembangan di luar
pekerjaan (off-the-job development).
g. Evaluasi Keberhasilan Pengembangan Pada tahap ini
perusahaan mengevaluasi program pengembangan SDM yang
telah dilaksanakan. Hasil penilaian program pengembangan
SDM akan menjadi suatu acuan di masa yang akan datang
agar perusahaan senantiasa mengalami peningkatan dalam
kinerjanya.
F. PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN KARYAWANMenurut Noe,Hollenbeck, Gerhart, Wright (2010:526) terdapat empat
pendekatan yang digunakan untuk mengembangkan karyawan: pendidikan
formal, penilaian, berbagai pengalaman kerja, dan hubungan pribadi.
1. Pendidikan FormalProgram-program pendidikan formal (formal education programs)
meliputi program-program di luar dan di dalam perusahaan yang dirancang
khusus bagi para karyawan perusahaan, kursus-kursus singkat yang
ditawarkan para konsultan atau universitas, program-program
M.B.A eksekutif, dan program-program universitas dimana para
peserta benar-benar berada di universitas ketika mengikuti kelas.
Program-program tersebut mungkin meliputi ceramah oleh para ahli bisnis,
berbagai permainan dan simulasi bisnis, petualangan belajar, serta
pertemuan dengan para pelanggan. Banyak perusahaan seperti Bank of
Montreal dan General Electric terutama mengandalkan pada program-
program pengembangan dalam perusahaan yang ditawarkan oleh pusat-
pusat pelatihan dan pengembangan atau universitas perusahaan, daripada
mengirim para karyawan untuk program-program yang ditawarkan
universitas. Berbagai perusahaan mengandalkan program-program dalam
perusahaan karena perushaan tersebut dapat dikaitkan langsung dengan
kebutuhan-kebutuhan bisnis, dapat mudah dievaluasi dengan
menggunakan metric-metrik perusahaan dan bisa mendapatkan tingkat
keterlibatan manajemen senior.
2. PenilaianPenilaian (Assesment) meliputi mengumpulkan informasi dan
memberikan umpan balik kepada karyawan tentang perilaku, gaya
komunikasi, atau berbagai keterampilannya. Para karyawan, rekan
kerjanya, para manajer, dan para pelanggan dapat memberikan informasi.
Penilaian paling sering digunakan untuk mengidentifikasi para karyawan
dengan potensi manajerial serta mengukur berbagai kekuatan dan
kelemahan para manajer saat ini. Penilaian juga digunakan untuk
mengidentifikasi para manajer dengan potensi untuk pindah ke
posisi-posisi eksekutif yang lebih tinggi serta dapat digunakan oleh tim-tim
kerja untuk mengidentifikasi berbagai kekuatan dan kelemahan dari para
anggota tim individu dan proses-proses pengambilan keputusan atau gaya-
gaya komunikasi yang menghambat produktivitas tim.
a. Tes-tes kepribadian
Tes-tes digunakan untuk menentukan apakah para karyawan memiliki
berbagai karakteristik kepribadian yang diperlukan agar berhasil
pada pekerjaan-pekerjaan manajerial tertentu atau pekerjaan-pekerjaan
yang melibatkan tugas-tugas internasional. Tes-tes kepribadian
biasanya mengukur lima dimensi utama: keterbukaan, penyesuaian diri,
keramahan, kerajinan, dan keingintahuan. Penilaian mengidentifikasi
para manajer yang siap untuk tugas-tugas internasional mungkin
tidak sesuai dengan posisinya saat ini, atau membutuhkan pelatihan
agar lebih memahami budaya perusahaan.
b. Indikator Jenis Myers-Briggs
Indikator jenis Myers-Briggs ini merupakan alat penilaian psikologis
yang terpopuler yang diguanakan untuk pembentukan tim dan
pengembangan kepemimpinan yang mengidentifikasi berbagai pilihan
para karyawan terhadap energy, pengumpulan informasi, pengambilan
keputusan, dan gaya hidup.
c. Pusat-pusat penilaian
Pusat penilaian merupakan proses dimana beberapa pemeringkat
mengevaluasi kinerja para karyawan berdasarkan sejumlah latihan.
Pusat penilaian biasanya berlokasi di luar perusahaan seperti
pusat pertemuan. Jenis-jenis latihan yang digunakan pusat-pusat
penilaian meliputi berbagai diskusi kelompok tanpa pemimpin,
Keranjang masuk, wawancara, dan permainan peran. Pada diskusi
kelompok tanpa pemimpin, tim yang terdiri atas lima sampai tujuh
orang karyawan ditugaskan untuk memecahkan masalah bersama-
sama pada jangka waktu tertentu. Pada wawancara, para karyawan
ditanya tentang pekerjaan dan berbagai pengalaman pribadi,
keterampilan, dan rencana kariernya. Keranjang masuk(In-basket)
merupakan simulasi tugas-tugas administrasi dari pekerjaan manajer.
Permainan peran (Role plays) mengacu pada peserta yang mengambil
bagian atau peran dari manajer atau karyawan lain.
d. Benchmark (Studi banding/Penentuan Tolak Ukur
Benchmark atau biasa yang disebut studi banding merupakan alat yang
digunakan sebagai Penentuan tolak ukur faktor-faktor penting untuk
menjadi manajer yang berhasil. Berbagai hal yang diukur oleh
penentuan tolak ukur didasarkan pada penelitian yang menelaah
pelajaran dari para eksekutif yang belajar pada berbagai peristiwa yang
sangat penting dalam kariernya. Sebagai contoh, seorang staff
pemasaran melakukan studi banding kepada manajer pemasaran
dengan cara mengikuti setiap kegiatan-kegiatan pemasaranyang
dilakukan manajer tersebut. Dengan begitu, nantinya staff tersebut
akan belajar tentang bagaimana manajernya dapat mengambil
keputusan berbagai permasalahan yang dialami.
e. Penilaian kerja dan system umpan balik 360 derajat
Penilaian kerja merupakan proses dimana organisasi mendapatkan
informasi tentang seberapa baik karyawan melakukan pekerjaanya.
Kecenderungan terbaru pada penilaian kinerja untuk pengembangan
manajemen adalah penggunaan umpan balik ke atas dan umpan balik
360 derajat. Umpan balik ke atas (Upward FeedBack) mengacu pada
proses penilaian kinerja bagi para manajer yang meliputi berbagai
evaluasi yang dilakukan oleh para bawahannya. Pada system umpan
balik 360 derajat, system penilaian kinerja bagi para manajer yang
meliputi evaluasi-evaluasi dari berbagai orang yang berinteraksi dengan
manajer. Proses tersebut meliputi berbagai evaluasi diri dan evaluasi
dari atasan manajer, para bawahan, rekan kerja, dan pelanggan.
3. Berbagi pengalaman kerjaSebagian besar pengembangan karyawan terjadi melalui pengalaman
kerja (job experiences). Hubungan, masalah, tuntutan, tugas, atau ciri lain
yang dihadapi para karyawan pada pekerjaanya. Asumsi utama dari
menggunakan pengalaman pekerjaan untuk pengembangan karyawan
adalah pengembangan paling mungkin terjadi ketika ada ketidakcocokan
antara keterampilan karyawan dengan pengalaman di masa lalu serta
keterampilan yang dibutuhkan pada pekerjaan. Agar dapat berhasil pada
pekerjaanya, para karyawan harus merentangkan keterampilannya, yaitu
dipaksa belajar keterampilan baru, menerapkan keterampilannya dan
pengetahuan dengan cara baru, serta pengalaman baru yang utama.
a. perluasan Pekerjaan (Job Enlargement)
Dalam hirarkinya, job enlargement mengarah ke samping. Artinya
seorang karyawan diberi tugas yang masih dalam satu level dengan
pekerjaan pokoknya. Contoh: Seorang karyawan bagian teller suatu
waktu diminta untuk menjadi custumer service. Job enlargement
berfungsi agar seorang karyawan tidak jenuh bekerja, karena diberi
tugas baru walaupun pekerjaan tersebut masih dalam level yang sama.
b. Peralihan (job enrichment),promosi,dan gerakan ke bawah
Gerakan ke atas, horizontal, dan kebawah tersedia untuk tujuan-tujuan
pengembangan pada kebanayakan perusahaan. Pada proses job
enrichment mengarah vertikal. Artinya seorang karyawan diberi tugas yang
levelnya diatas pekerjaan pokoknya saat ini. Secara implisit, job enrichment
akan menambah tanggung jawab. Contoh: Seorang mahasiswa menjadi
asisten dosen. Job enrichment berfungsi juga sebagai mediator untuk
promosi karyawan.. Promosi merupakan pengangkatan ke dalam posisi-
posisi dengan tantangan yang lebih besar, tanggung jawab yang lebih
banyak, dan kewenangan yang lebih banyak dari pekerjaan sebelumnya.
Promosi biasanya termasuk kenaikan gaji. Gerakan ke bawah (downward
move) terjadi ketika seorang karyawan kurang diberikan tanggung jawab
dan kewenangan. Hal ini mungkin melibatkan pindah pada posisi lain pada
tingkat yang sama (penurunan pangkat secara horizontal), gerakan lintas
fungsi sementara, atau penurunan pangkat karena lemahnya kinerja.
c. Rotasi pekerjaan
Perputaran pekerjaan merupakan proses memindahkan individu secara
sistematis dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain selama waktu berjalan.
Tugas pekerjaan mungkin ada pada bidang fungsional perusahaan atau
gerakan yang mungkin ada antara pekerjaan-pekerjaan pada bidang
fungsional atau Departemen. Karyawan yang berputar pada posisi-posisi
baru diperlukan untuk mendokumentasikan berbagai pengalaman dan
pembelajaran, terutama menekankan cara posisi agar membantunya lebih
memahami perusahaan.
d. Magang di luar perusahaan
Seperti halnya pelatihan, magang kerja dapat dilakukan di dalam
perusahaan atau di luar perusahaan. Magang di dalam perusahaan
biasanya lintas departemen dengan durasi satu sampai tiga bulan.
Contohnya, seorang karyawan di bagian pemasaran melakukan magang
kerja selama sebulan di Departeman Keuangan untuk mempelajari proses
penghitungan harga jual produk yang dilakukan di departemen tersebut.
Magang kerja internal ini ditujukan untuk menyelaraskan dan meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan karyawan.
Di sisi lain, magang eksternal dilakukan di perusahaan induk atau perusahaan
lain. Sebagai contoh, seorang karyawan sebuah perusahaan kendaraan
bermotor dikirim ke Jepang selama 6 bulan untuk magang di induk
perusahaan.
4. Hubungan pribadiPara karyawan juga dapat mengembangkan berbagai ketrampilan dan
meningkatkan pengetahuannya tentang perusahaan dan para pelanggannya
dengan berinteraksi bersama anggota organisasi yang lebih berpengalaman.
Kepenasihatan dan pembinaan merupakan dua jenis hubungan antarpribadi
yang digunakan untuk mengembangkan para karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Hani Handoko. 1987,. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Edisi
Kedua : Yogyakarta.
Mondy, R. Wayne. 2008,. Manajemen Sumber Daya Manusia, jilid 1 Edisi 10, PT.
Gelora Aksara Pratama: Jakarta.
Sofyadi, Heman. 2008,. Manajemen Sumber Daya Manusia, PT. Graha Ilmu :
Yogyakarta.
http://epsmanajemensdm.blogspot.com/2009/12/analisis-kebutuhan-pelatihan-
training.html
Dessler, Gary. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia edisi kesepuluh
jilid 1. Jakarta:PT.Indeks
Gomes, Faustino Cardoso. 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:Penerbit Andi Offset
Noe,Raymond A et al. 2010. Manajemen Sumber Daya Manusia:mencapai
keunggulan bersaing edisi 6 buku 1. Jakarta:Penerbit Salemba Empat
Simamora, Henry.1997. Manajemen Sumber Daya Manusia edisi kedua.
Yogyakarta:STIE YKPN
http://azizah19.blogspot.co.id/