Acara II
PRODUK SURIMI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:
Rudyanto Kurniawan 12.70.0168
Kelompok: C3
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2014
1. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan surimi dengan berbagai perlakuan dapat dilihat pada tabel 1 berikut
ini.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Surimi
Kel Perlakuan WHC (mg H2O)Sensoris
Kekenyalan Aroma
C1Sukrosa 2,5%
Polifosfat 0,1%Garam 2,5%
91515,400 + +++
C2Sukrosa 2,5%
Polifosfat 0,1%Garam 2,5%
77240,506 + ++
C3Sukrosa 2,5%
Polifosfat 0,3%Garam 2,5%
140421,941 ++ ++
C4Sukrosa 5%
Polifosfat 0,3%Garam 2,5%
70325,949 + +++
C5Sukrosa 5%
Polifosfat 0,5%Garam 2,5%
209843,882 ++ ++
C6Sukrosa 5%
Polifosfat 0,5%Garam 2,5%
150864,979 ++ ++
Keterangan:Kekenyalan: Aroma:+ : tidak kenyal + : tidak amis++ : kenyal ++ : amis+++ : sangat kenyal +++ : sangat amis
Berdasarkan data hasil pengamatan surimi dalam tabel 1, dapat dilihat bahwa dalam
pembuatan surimi digunakan perlakuan yang berbeda tiap kelompok pada sukrosa dan
polifosfat, namun kadar garam yang digunakan sama. WHC atau water holding
capacity yang paling tinggi adalah WHC pada perlakuan dengan kadar sukrosa dan
polifosfat yang paling tinggi, yaitu pada kelompok C5 dengan WHC sebesar
209843,882 mg, yang paling rendah adalah pada perlakuan sukrosa tinggi dan polifosfat
sedang, yaitu kelompok C4 dengan WHC 70325,949 mg. Pada perlakuan sukrosa dan
polifosfat rendah, pada kelompok C1 dan C2 berturut - turut memiliki WHC 91515,400
1
2
dan 77240,506 mg, yang lebih kecil daripada perlakuan sukrosa rendah dan polifosfat
sedang kelompok C3 dengan WHC 140421,941 mg, dan yang lebih tinggi adalah
perlakuan sukrosa dan polifosfat tinggi, pada kelompok C6 dengan WHC 150864,979
mg. Pada uji sensori kekenyalan, kelompok C1, C2 dan C4 mendapatkan hasil yang
sama yaitu menghasilkan surimi dengan tekstur yang tidak kenyal, sedangkan pada
kelompok C3, C5 dan C6 didapatkan hasil ketiganya menghasilkan surimi dengan
tekstur kenyal. Pada uji sensoris aroma, didapatkan hasil yang sama pada kelompok C1
dan C4 yaitu menghasilkan surimi dengan aroma yang sangat amis, sedangkan pada
kelompok C2, C3, C5 dan C6 didapatkan hasil surimi yang memiliki aroma yang amis.
2. PEMBAHASAN
Praktikum yang dilakukan adalah praktikum “Surimi” dan adapun praktikum ini
bertujuan agar praktikan dapat mengetahui cara dan proses dalam pembuatan surimi.
Menurut Miyauchi (1970), surimi merupakan bahan dasar yang digunakan untuk
membuat berbagai makanan seperti sosis, nugget, dan bakso yang menggunakan daging
ikan sebagai bahan dasar dalam pembuatannya. Surimi juga diketahui sebagai produk
semi processed protein ikan. Ditambahkan juga dari pernyataan Benjakul et al(2005),
surimi mengandung protein miofibril yang larut di dalam garam. Surimi adalah produk
cacahan daging ikan yang memiliki karakteristik khusus dalam pembentukan gel. Pada
pembentukan sol dengan suhu kurang dari 40oC, kekuatan gel surimi meningkat. Hal
tersebut juga dapat diperkuat berdasarkan pernyataan Tanaka (2001), protein miofibril
pada surimi, dapat membentuk tekstur surimi yang kenyal dan elastis.
Ikan disusun dengan komponen yang paling besar adalah protein. Protein yang terdapat
dalam tubuh ikan contohnya adalah protein miofibril, protein stroma(protein jaringan
ikat) dan protein sarkoplasma. Protein yang paling banyak terdapat tubuh ikan adalah
protein miofibril (Andini, 2006). Menurut Ali & Elizabeth(2009), protein miofibril yang
penting sebagai parameter kualitas gel surimi adalah aktin, miosin dan aktomiosin
Menurut Suzuki (1981), gel yang dibentuk di dalam surimi merupakan gel yang kuat
dan elastis sehingga surimi dapat digunakan sebagai bahan pengemulsi. Surimi dapat
terbagi atas 3 jenis yaitu mu-en surimi, ka-en surimi dan nama surimi, Imu-en surimi
adalah surimi yang dibuat tanpa adanya penambahan garam, ka-en surimi adalah surimi
yang dibuat dengan penambahan garam, kedua jenis surimi tersebut melalui tahap
pembekuan terlebih dahulu, berbeda dengan nama surimi, adalah surimi yang diproses
tanpa adanya proses pembekuan.
Ikan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ikan bawal. Menurut Perangin angin et
al(1999) semua jenis ikan sebenarnya dapat digunakan sebagai bahan dasar surimi,
namun untuk mendapatkan surimi dengan hasil yang maksimal, harus menggunakan
ikan yang berdaging warna putih, tidak terlalu amis, tidak berbau lumpur. Berdasarkan
syarat tersebut, maka ikan bawal telah memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan
3
4
dasar dalam pembuatan surimi dengan kualitas baik.Menurut Benjakul(2012), dapat
digunakan ikan pelagis dengan daging yang berwarna gelap, apabila metode pemanasan
dan perlakuan yang diberikan benar, akan dapat meningkatkan kualitas dari surimi yang
dibuat. Menurut Tanaka(2001), untuk menjaga tekstur surimi, dilakukan penambahan
protein nabati, gula dan garam. Ikan yang digunakan untuk pembuatan surimi harus
memiliki kandungan lemak yang rendah, karena lemak yang ada di dalam ikan akan
mempengaruhi tekstur dari surimi yang dibuat. Selain itu, apabila kadar lemak semakin
tinggi, maka daging ikan akan lebih cepat mengalami ketengikan, apabila ikan yang
digunakan memiliki kandungan lemak tinggi, maka perlu dilakukan penanganan dengan
melakukan ekstraksi lemak untuk mengurangi kadar lemak di dalam ikan. Ditambahkan
juga dari pernyataan Koswara et al(2001), bahwa lemak yang tinggi juga dapat
mengakibatkan terjadinya oksidasi lemak yang akan mengubah proses gelasi secara
signifikan dan akan karena adanya oksidasi lemak maka ikan akan cepat mengalami
ketengikan. Ikan yang baik untuk pembuatan surimi adalah ikan dengan tingkat
keasaman yang mendekati netral yaitu antara pH 6,5 hingga pH 7. Menurut
Suzuki(1980) proses pembuatan surimi biasanya terdiri atas pencucian daging ikan,
filleting, minching, leaching, dewatering dan staining.
1.1. Proses Pembuatan Surimi
Dalam praktikum surimi ini, yang pertama dilakukan adalah mencuci daging ikan yang
akan digunakan untuk percobaan serta ditimbang beratnya, lalu dipisahkan dari kepala,
sirip, sisik, ekor, kulit dan isi perut, dan diambil daging putihnya sebanyak 100 gram.
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Suzuki (1981) bahwa daging ikan harus melalui
tahap pencucian terlebih dahulu setelah dipisahkan dari kulit, ekor, sirip, sisik serta isi
perut ikan. Kemudian daging ikan digiling sampai halus, dan selama penggilingan
berlangsung ditambahkan es batu. Menurut Andini(2009), penambahan es batu
bertujuan untuk menjaga tekstur daging ikan agar tidak mudah berubah dan tetap pada
kondisi yang bagus. Kemudian daging ikan yang sudah digiling, dicuci dengan air es
sebanyak 3 kali. Menurut Andini(2009), pencucian berulang dapat membantu dalam
menghilangkan darah, bau, lemak agar didapatkan daging ikan dengan hasil yang bagus.
5
Kemudian dilakukan penyaringan dengan kain saring. Menurut Tanaka(2001),
penambahan zat – zat tertentu seperti gula sukrosa, garam, dan polifosfat yang
dilakukan guna untuk menjaga gel surimi serta membantu dalam pengawetan surimi
agar tidak cepat rusak. Hal tersebut sesuai dengan penambahan yang dilakukan dalam
praktikum ini, adalah untuk mendapatkan surimi dengan kualitas yang baik dan tidak
cepat rusak. Penambahan gula dan polifosfat dapat menjaga tekstur gel dengan
mencegah proses denaturasi protein pada suhu rendah dan meningkatkan kekuatan gel.
Pertama dilakukan penambahan sukrosa 2,5% untuk kelompok 1-3 dan sukrosa 5%
untuk kelompok 4-6. Menurut Suzuki (1981), sukrosa juga dikenal sebagai
cryoprotective agent yaitu zat yang melindungi dan mencegah terjadinya denaturasi
dalam daging ikan. Perlindungan tersebut dapat meliputi kelarutan, daya ikat
air/WHC(water holding capacity), emulsi, dan warna. Kemudian dilakukan
penambahan garam 2,5%. Karena ada penambahan garam, maka dapat disimpulkan
bahwa surimi yang dibuat dalam praktikum ini adalah mu-en surimi, seperti pernyataan
Suzuki(1981) bahwa mu-en surimi dibuat dengan penambahan garam. Shimizu &
Toyohara (1994), penambahan garam dalam surimi adalah bertujuan untuk menjaga
agar proses pembentukan gel bisa lebih optimal. Kadar garam yang biasa digunakan
adalah sekitar 2-3%, apabila kadar garam kurang dari 2% maka miofibril tidak dapat
larut, dan apabila kadar garam melebihi 12%, maka miofibril akan terhidrasi dan terjadi
salting out. Lalu ditambahkan polifosfat 0,1% untuk kelompok 1 dan 2, polifosfat 0,3%
untuk kelompok 3 dan 4, dan polifosfat 0,5% untuk kelompok 5 dan 6. Menurut
Nopianti et al(2010), penambahan polifosfat bertujuan untuk meningkatkan tingkat
permotongan, karena penambahan polifosfat dapat menurunkan viskositas pasta ikan.
Penambahan polifosfat juga dapat membantu dalam pembentukan gel, meningkatkan
pH, dan menjaga WHC. Biasanya penambahan polifosfat diiringi dengan penambahan
gula sukrosa untuk menyatukan atau menggabungkan fungsinya agar pembentukan gel
dan kualitas surimi optimal.
Kemudian surimi dimasukkan ke dalam wadah dan dimasukkan ke dalam freezer
selama 1 malam. Setelah 1 malam, surimi di-thawing, lalu diukur tingkat hardness,
WHC, dan kualitas sensoris yang mencakup kekenyalan dan aroma. Menurut Singh &
D. R. Heldman(2001), untuk mengawetkan bahan pangan dan menjaga kualitasnya
6
dapat dilakukan proses pembekuan atau freezeing pada yang sangat rendah, yaitu sekitar
-10oC hingga -20oC. Maka tujuan dari pembekuan selama 1 malam adalah untuk
mengawetkan surimi. Menurut Andini et al(2009) surimi yang disimpan pada suhu yang
sangat rendah dapat mengalami perubahan – perubahan tertentu, seperti perubahan
biokimia pada penurunan sifat gelasi karena denaturasi dari protein dalam surimi.
Ditambahkan juga oleh Winarno(1994) bahwa produk – produk beku biasanya
cenderung mengalami denaturasi protein yang menyebabkan penurunan tekstur,
oksidasi lemak dan dehidrasi. Menurut Soeparno(1994), daging memiliki daya ikat air
atau biasa disebut sebagai WHC(water holding capacity), dan penurunan atau kenaikan
dari WHC dapat mempengaruhi tekstur dari bahan pangan. Maka WHC juga merupakan
komponen yang penting untuk ditinjau dalam praktikum ini.
Berdasarkan data dari hasil pengamatan tabel 1, dapat dilihat bahwa perlakuan tiap
kelompok terhadap surimi yang dibuat adalah berbeda satu sama lain, namun kadar
garam yang digunakan sama. Pada kelompok C1 dan C2, diberi perlakuan polifosfat dan
sukrosa rendah, pada kelompok C3 diberi perlakuan sukrosa rendah dan polifosfat
sedang, pada kelompok C4 diberi perlakuan sukrosa tinggi dan polifosfat sedang, dan
pada kelompok C5 & C6 diberi perlakuan sukrosa tinggi dan polifosfat sedang. Hal ini
dilakukan untuk melihat perbandingan satu sama lain pada hasil akhir surimi untuk
melihat mana yang lebih baik. Menurut Santana et al(2012) penambahan yang paling
ideal untuk menjaga kualitas surimi adalah pada sukrosa 4%, polifosfat 0,2% dan
sorbitol 4%. Menurut Satya & Chandra(2011) selain sukrosa , dapat juga digunakan
chitosan sebagai alternatif dari sukrosa sebagai cryoprotecting agent untuk menghindari
rasa yang terlalu manis pada hasil akhir surimi. Chitosan juga dapat meningkatkan
kekuatan gel pada surimi.Namun penggunaan chitosan sebagai cryoprotecting agent
alternati masih sangat jarang. Ditambahkan juga oleh Ali & Allah(2013) bahwa
penambahan chitosan juga dapat mempengaruhi warna putih atau whiteness dari surimi
di mana dengan penambahan konsentrasi yang semakin tinggi maka tingkat whiteness
dari surimi akan semakin meningkat.
.WHC atau water holding capacity yang paling tinggi adalah WHC pada perlakuan
dengan kadar sukrosa dan polifosfat yang paling tinggi, yaitu pada kelompok C5 dengan
7
WHC sebesar 209843,882 mg, yang paling rendah adalah pada perlakuan sukrosa dan
polifosfat sedang, yaitu kelompok C4 dengan WHC 70325,949 mg. Pada perlakuan
sukrosa dan polifosfat rendah, pada kelompok C1 dan C2 berturut - turut memiliki
WHC 91515,400 dan 77240,506 mg, yang lebih kecil daripada perlakuan sukrosa dan
polifosfat sedang kelompok C3 dengan WHC 140421,941 mg, dan yang lebih tinggi
adalah perlakuan sukrosa dan polifosfat tinggi, pada kelompok C6 dengan WHC
150864,979 mg. Hasil yang didapatkan dalam percobaan tersebut kurang sesuai dengan
pernyataan Gopakumar(1997) bahwa dengan semakin tingginya penambahan sukrosa
dan polifosfat yang termasuk dalam cryoprotecting agent maka WHC pada surimi akan
semakin baik, dan WHC itu sendiri merupakan daya pengikatan air oleh protein, jadi
seharusnya WHC semakin baik dengan semakin banyaknya sukrosa dan polifosfat
namun pada hasil praktikum tidak demikian. Ditambahkan juga oleh Butkuss(1970)
bahwa sukrosa dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air, di mana adanya tegangan
permukaan pada air semakin meningkat sehingga molekul air yang dapat keluar
semakin sedikit dan kualitas protein lebih terjaga dan tetap baik. Dapat disimpulkan,
dengan penambahan cryorprotectant seharusnya dapat meningkatkan WHC pada
surimi. Ketidaksesuaian tersebut dapat terjadi karena ada suatu kemungkinan.
Pada uji sensori kekenyalan, kelompok C1, C2 dan C4 mendapatkan hasil yang sama
yaitu menghasilkan surimi dengan tekstur yang tidak kenyal, sedangkan pada kelompok
C3, C5 dan C6 didapatkan hasil ketiganya menghasilkan surimi dengan tekstur kenyal.
Pada uji sensoris aroma, didapatkan hasil yang sama pada kelompok C1 dan C4 yaitu
menghasilkan surimi dengan aroma yang sangat amis, sedangkan pada kelompok C2,
C3, C5 dan C6 didapatkan hasil surimi yang memiliki aroma yang amis. Menurut Huda
et al(2001), penambahan polifosfat akan membuat tekstur dari surimi menjadi semakin
lembut dan aroma menjadi semakin tidak amis, dan hal tersebut benar, pada kelompok
C5 dan C6 didapatkan hasil kenyal, namun pada kelompok C4 didapatkan hasil yang
kurang sesuai, di mana didapatkan hasil yang kurang kenyal dibandingkan dengan C3
dengan cryoprotectant yang lebih rendah. Pada segi aroma, juga cukup sesuai, namun
pada kelompok C4, didapatkan hasil yang kurang sesuai di mana aromanya lebih amis
daripada kelompok C2 dan C3. Ketidaksesuaian tersebut kemungkinan dapat terjadi
seperti pernyataan Gopakumar(1997), bahwa pada saat dilakukan pembekuan,
8
kemampuan mengemulsi, mengikat lemak, membentuk gel, dan mengikat air akan
menurun sehingga faktor – faktor tersebut dapat mempengaruhi tekstur dan aroma dari
surimi, atau adapun kelemahan dari metode sensoris seperti pernyataan Petrucci(1992)
bahwa metode sensoris merupakan metode yang mudah, tidak membutuhkan biaya
besar, dan tidak memerlukan peralatan khusus. Namun kelemahan dari metode sensoris
adalah sulit untuk menentukan standart karena perbedaan persepsi tiap penguji.
3. KESIMPULAN
Surimi adalah produk setengah jadi yang dibuat dari cacahan ikan.
Surimi mengandung protein miofibril penting seperti aktin, miosin dan
aktomiosin.
Untuk mendapatkan surimi dengan kualitas yang baik adalah menggunakan
daging ikan yang berwarna putih, tidak beraroma lumpur
Proses pencucian dilakukan berulang kali untuk mencuci bersih komponen –
komponen seperti darah, dan agar baunya tidak terlalu amis
Daging berwarna gelap juga bisa menjadi surimi dengan kualitas yang baik
dengan perlakuan yang tepat.
Surimi dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu mu-en surimi, ka-en surimi dan nama
surimi
Dalam praktikum ini yang dibuat adalah surimi dengan jenis mu-en.
Sukrosa dapat berperan sebagai cryoprotecting agent yang dapat membantu dalam
mencegah denaturasi protein
Polifosfat digunakan untuk meningkatkan kekuatan gel
Garam dapat mendukung pembentukan gel yang optimal
WHC adalah daya ikat air oleh protein yang penting dalam gelasi dan
pembentukan emulsi
Apabila penggunaan sukrosa dan polifosfat semakin tinggi maka nilai WHC akan
meningkat
Sebagai alternatif, chitosan dapat digunakan sebagai alternatif cryoprotecting
agent
Chitosan dapat meningkatkan kekuatan gel surimi
Polifosfat dapat mengurangi bau amis dari ikan
Semarang, 9 September 2014 Asisten dosenDea Nathania
Rudyanto Kurniawan12.70.0168
9
4. DAFTAR PUSTAKA
Ali Jafarpour, Elisabeth, M. Gorcyza. (2009). Rheological Characteristics and Microstructure of Common Carp (Cyprinus carpio) Surimi and Kamaboko Gel
Andini, Yulita Sari. (2006). Karakteristik Surimi Hasil Ozonisasi Daging Merah Ikan Tongkol (Euthynnus sp.). Skripsi. Institut Pertanian Bogor.
Benjakul, Soottawat, Chutima Tongkaew, Wonnop Visessanguan. (2005). Effect of Reducing Agents on Physicochemical Properties and Gel-forming Ability of Surimi Produced from Frozen Fish
Butkus, H. (1970). Acceletate Denaturation of Myosin in Frozen Solution. J Food Sci.
Fennema, O.R. (1985). Food Chemistry-Second Edition, Revised and Expanded. New York: Marcel Dekker, Inc.
Gopakumar, K. (1997). Tropical Fishery Product. Science Publishes Inc. Uniter Kingom
Habib Allah Hajidoun, Ali Jafarpour (2013) The Influence of Chitosan on Textural Properties of Common Carp (Cyprinus Carpio) Surimi
Huda, Nurul, Aminah Abdullah dan Abdul Salam Babji. (2001). Functional properties of surimi powder from three Malaysian marine Fish. International Journal of Food Science and Technology 2001, 36, 401±406.
Koswara S, Hariyadi P, dan Purnomo EH. (2001). Tekno Pangan dan Agroindustri. Jakarta: UI Press.
Meriit, J. H, M. L. Windsor, A. Aitken, I. M. Mackie. (1982). Fish Handling and Processing Second Edition. Her Majesty’s Stationery Office. Edinburgh.
Miyauchi, David, George Kudo and Max Patashnik. (1970). Surimi-A Semi-Processed Wet Fish Protein. Pacific Fishery Products Technology Center.
Nopianti, Rodiana, Nurul Huda, and Noryati Ismail. (2010). Loss of functional properties of proteins during frozen storage and improvement of gel-forming properties of surimi. As. J. Food Ag-Ind. 3(06), 535-547.
10
11
Peranginangin R, Wibowo S, Nuri Y, dan Fawza. (1999). Teknologi Pengolahan Surimi. Jakarta: Instalasi Penelitian Perikanan Laut Slipi Balai Penelitian Perikanan Laut.
Petrucci, R. H. (1992). Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Erlangga. Jakarta.
Santana, P., Huda, N. dan Yang, T. A. (2012). Technology for production of surimi powder and potential of applications. A review. International Food Research Journal 19(4): 1313-1323 (2012).
Sarker, Md. Zaidul Islam, M. Abd Elgadir, Sahena Ferdosh, Md. Jahurul Haque Akanda, Mohd Yazid Abdul Manap dan Takahiro Noda. (2012). Effect of Some Biopolymers on the Rheological Behavior of Surimi Gel. A Review. Molecules 2012, 17, 5733-5744; doi:10.3390/molecules17055733.
Satya Sadhan, Dey & Krushna, Chandra Dora. (2011).Suitability of Chitosan as Cryoprotectant on Croaker Fish (Johnius gangeticus) Surimi during Frozen Storage
Shimizu YH., and Toyohara H. (1994). Fish Jelly Product. Handout. Sakyo Kyoto: Facultyof Agric Kyoto. Kitashirakawa University.
Singh, R. P. & R. Heldman. (2001). Introduction to food Engineering. 3rd Edition. Academic Press. Glasgow.
Soeparno. (1994). Ilmu dan Teknologi Daging. UGM Press. Yogyakarta.
Suzuki, T. (1981). Fish and Krill Protein: Processing Technology. London: Applied Science Publ Ltd.
Tanaka, M. (2001). Surimi and Surimi Products. Department of Food Science and Technology. Jepang.
Tina, N., Nurul, H. dan Ruzita, A. (2010). Surimi-like Material: Challenges and Prospect. A Review. International Food Research Journal 17: 509-517 (2010).
Toyoda, K., Shiraishi, T., Yoshioka, H., Yamada, T., Ichinose, Y. and Oku, H. (1992) Regulation of Polyphosphoinositide Metabolism in Peaplasma Membrane by Elicitor and Suppressor from a Pea Pathogen, Mycosphaerella pinodes. Plant Cell Physiol. 33: 445-452.
Yasir Ali Arfat, Soottawat Benjakul. (2012). Gelling Characteristics of Surimi from Yellow Stripe Trevally (Selaroides leptolepis)
12
Winarno, F.G. (1994). Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
5. LAMPIRAN
5.1. Perhitungan
Rumus WHC:
Luas A = 13
a (h0+4h1+2 h2+4 h3+h4)
Luas B = 13
a (h0+4 h1+2 h2+4 h3+h4)
Luas area basah = LA – LB
Kandungan air bebas = mg H2O = luas areabasah−8,0
0,0948
Kelompok E1
Luas A = 13
20(9,7+4 ×15,4+2× 17+4 ×15,2+7,2) = 1182
Luas B = 13
20(9,7+4×15+2 ×+4× 0,8+7,2) = 174
Luas area basah = 1182 – 174 = 1008
Kandungan air bebas = mg H2O = 1008−8,0
0,0948 = 10548,523 mg
Kelompok E2
LA=13
18,7 (10,5+(4 ×16,5 )+(2×18,5 )+( 4×17,9 )+ (2× 16,9 )+8 )
LA=1414,34
LB=13
18,7(10,5+ (4 × 2,9 )+(2× 1,2 )+(4 × 0,9 )+(2 ×2 )+8)
LB=249,96
Luas area basah=1414,34−249,96=1164,38
mg H 2O=1164,38−8,00,0948
=12198,10
Kelompok E3
LA=13
18,7 (10,5+(4 ×16,5 )+(2×18,5 )+( 4×17,9 )+ (2× 16,9 )+8 )
13
14
LA=1414,34
LB=13
18,7(10,5+ (4 × 2,9 )+(2× 1,2 )+(4 × 0,9 )+(2×2 )+8)
LB=249,96
Luas area basah=1414,34−249,96=1164,38
mg H 2O=1164,38−8,00,0948
=6902,954
Kelompok E4
LA=13
19(9,6+4 × 16,8+2× 18,7+4 ×15,6+9,7) = 1.179,9
LA=13
19(9,6+4 × 1,2+2× 0,3+4 ×1,4+9,7) ¿191,9
Luas area basah = 1179,9-191,9 = 988
Kandungan air bebas = mg H 2O=988−8,00,0948
¿10.337,55
Kelompok E5
LA=13
18,7 (10,5+(4 ×16,5 )+(2×18,5 )+( 4×17,9 )+ (2× 16,9 )+8 )
LA=1414,34
LB=13
18,7(10,5+ (4 × 2,9 )+(2× 1,2 )+(4 × 0,9 )+(2 ×2 )+8)
LB=249,96
Luas area basah=1414,34−249,96=1164,38
mg H 2O=1164,38−8,00,0948
=15396,624
5.2. Jurnal
5.3. Laporan sementara