TERORGANISIR, BERKESINAMBUNGAN,
DAN PERAN KELOMPOK REFERENSI
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
Undang-undang No.28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
3. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang Hak Cipta melakukan
pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf a, huruf b, huruf e, dan/atau huruf g untuk Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
4. Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang dilakukan dalam bentauk
pembajakan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah).
TERORGANISIR, BERKESINAMBUNGAN,
DAN PERAN KELOMPOK REFERENSI
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.
SOSIALISASI BANK SYARIAH Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.
Editor - Aan Herdiana, M.Sos
Cet.1 – Purwokerto, Penerbit Amerta Media
SOSIALISASI BANK SYARIAH Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Diterbitkan pertama kali oleh CV Amerta Media Hak cipta dilindungi oleh undang-undang All Rights Reserved Hak penerbitan pada Penerbit Amerta Media Dilarang mengutip atau memperbayak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin tertulis dari Penerbit
Anggota IKAPI Cetakan Pertama: Juni 2020
15 cm x 23 cm
ISBN: 978-623-6555-03-3
Penulis :
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.
Editor :
Aan Herdiana, M.Sos
Desain Cover : Adji Azizurrachman
Tata Letak : M. Rifki, S.Kom
Diterbitkan Oleh :
CV. Amerta Media Jl Raya Sidakangen, No. 001 Purwokerto, Banyumas, Jawa Tengah 53183
NIB. 0220002381476
NP. 202003-1708-4520-1345-639
Email : [email protected]
Website: www.penerbitbuku.id
Whatsapp : 081-356-3333-24
Isi di luar tangung jawab penerbit Amerta Media
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| v
PENGANTAR PENULIS
Alhamdulillah, akhirnya saya dapat mempersembahkan sedikit
pemikiran dan gagasan hasil penelitian tentang “Sosialisasi Bank
Syariah: Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok
Referensi”. Buku ini sebagai bentuk kecintaan penulis kepada
sistem keuangan dan perbankan syariah yang sejak dulu sudah
penulis sukai. Sosialisasi Bank Syariah sangat penting untuk
mendongkrak pemahaman dan literasi serta inklusi terhadap
keuangan dan perbankan syariah yang sekarang mulai digalakkan
oleh pemerintah.
Tujuan akhir dari sosialisasi yaitu tersadarnya masyarakat Indonesia
akan arti pentingnya sistem keuangan Islam/ syariah khususnya
bank syariah, yang tujuannya tidak saja untuk keselamatan dunia
karena mengimplementasikan Islam tidak saja dalam beribadah
(sholat, puasa, zakat, berbuat baik) namun juga dalam
bermuamallah sesuai ajaran Islam/ Hukum Islam (beraktifitas
ekonomi, transaksi antar bank, antar pelanggan) sehingga bisa
menggapai kebahagiaan dunia dan juga akherat.
Tidak saja kebahagiaan individu, namun juga kebahagiaan suatu
sistem/ negara, kerena sistem keuangan syariah/ Islam telah
terbukti lebih kuat pada saat sistem keuangan dunia di terjang krisis
ekonomi. Sebagai bukti tahun 1997/1998, yang lainnya pada
kolaps/ gulung tikar puluhan bank konvensional pada saat itu,
namun bank syariah Alhamdulilah masih berdiri sampai sekarang.
Dengan demikian, ada aspek positif dari sistem bank syariah
terhadap kestabilan keuangan negara. Kesadaran masyarakat
terhadap pentingnya peran bank syariah yang perlu disosialisasikan
dengan terorganisir, berkesinambungan dan jangan lupan peran
kelompok referensi yang dapat mendorong program ini. Beberapa
sumber dari buku ini sudah dipresentasikan oleh penulis di forum
ilmiah internasional dan dipublikasikan di Jurnal Internasional
Berputasi.
Penulis
Suryo Budi Santoso, S.E., M.SA., Ph.D.
Herni Justiana Astuti, S.E., M.Si., Ph.D
vi | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| vii
KATA PENGANTAR
Buku yang berjudul “Sosialisasi Bank Syariah, Terorganisir,
Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi” ini
merupakan kumpulan hasil pemikiran dan penelitian terkait desain
dan program sosialisasi bank syariah. Buku yang terdiri dari lima
Bab ini merupakan edisi pertama dari buku kumpulan pemikiran
dan penelitian yang direncanakan akan dilanjutkan seri-seri
berikutnya.
Bab pertama memberikan pengantar mengenai pentingnya kajian
tentang sosialisasi bank syariah. Bab kedua membandingkan antara
bank syariah dengan bank konvensional, ditinjau dari beberapa
aspek, seperti moral hazard, pertumbuhan, dampak krisis, dan
pengelolaan.
Bab ketiga merupakan hasil studi literatur, membahas desain
program sosialisasi bank syariah yang terorganisir dan
berkesinambungan. Pembahasan dimulai dari pengertian sosialisasi,
dilanjutkan dengan sosialisasi bank syariah di Indonesia yang
dilakukan oleh: Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan
(OJK), Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Pusat Komunikasi
Ekonomi Syariah (PKES), Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan
Muhammadiyah, pembahasan, program sosialisasi OC (Organizing
& Continuous). Akhirnya disimpulkan bahwa model sosialisasi OC
yang baik adalah seperti yang dilakukan MUI & Muhammadiyah.
Bab keempat merupakan hasil penelitian dengan survai, terhadap
145 responden, dengan alat analisis statistik SEM-PLS, membahas
faktor-faktor yang membentuk sosialisasi perbankan syariah.
Struktur pembaban mulai dari:
viii | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metode Penelitian, Hasil &
Diskusi. Kesimpulan, sosialisasi yang efektif adalah melalui
pemangku kepentingan, melalui Proaktif, dan sinergi dengan
berbagai lembaga lain.
Bab kelima, merupakan hasil penelitian, yang membahas desain
sosialisasi Bank Syariah ditinjau dari kelompok referensi, Ulama,
Guru Pendidikan Agama Islam, Pemimpin Komunitas.
Pelaksanaan penelitian dengan metode analisis kualitatif &
kuantitatif. Pembahasan dengan analisis faktor hasil wawancara
dengan sembilan informan, menyimpulkan bahwa ada enam faktor
yang membentuk sosialisasi efektif, yaitu: lembaga bisnis, formal
education, ulama, sinergi, proaktif, pendidikan tinggi.
Dengan membaca Buku ini kita akan memperoleh pemahaman
yang cukup komprehensif mengenai berbagai aspek sosialisasi
perbankan syariah.
Prof. Drs. Bambang Agus Pramuka, MA., Ph.D.
Guru Besar Fakultas Ekonomi- Universitas Jenderal Soedirman
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| ix
Daftar Isi
Judul....................................................................................... i
Tentang Buku ....................................................................... iv
Pengantar Penulis .................................................................. v
Kata Pengantar ....................................................................vii
Daftar Isi .............................................................................. ix
BAB 1
PENGANTAR ...................................................................... 1
BAB 2
BANK SYARIAH VS BANK
KONVENSIONAL .............................................................. 5
BAB 3
DESAIN PROGRAM SOSIALISASI BANK
SYARIAH YANG TERORGANISIR DAN
BERKESINAMBUNGAN ................................................... 15
Pendahuluan ......................................................................................... 16
Prinsip Ekonomi Islam ....................................................................... 17
Lebih stabil mana, bank syariah atau bank
konvensional? ....................................................................................... 28
Sosialisasi Bank Syariah ....................................................................... 35
Pengertian Sosialisasi ........................................................................... 35
Dari marketing ke socialization ............................................................... 37
Sosialisasi bank syariah di Indonesia ................................................. 40
a. Bank Indonesia ....................................................................... 40
b. OJK (Otoritas Jasa Keuangan: Indonesia
Financial Service Authority) ....................................................... 41
c. MES (Masyarakat Ekonomi Syariah:
Association of Islamic Economy) ................................................. 45
d. PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi
Syariah) .................................................................................... 46
e. Organisasi sosial Islam. ......................................................... 48
viii | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Pembahasan .......................................................................................... 52
Program sosialisasi OC (Organizing and Continuous) ......................... 55
Kesimpulan ........................................................................................... 66
BAB 4
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK
SOSIALISASI PERBANKAN SYARIAH ............................ 69
Pendahuluan ......................................................................................... 70
Tinjauan Pustaka .................................................................................. 73
Metode Penelitian ................................................................................ 74
Hasil dan Diskusi ................................................................................. 75
Discussion ................................................................................................ 78
Penutup ................................................................................................. 82
BAB 5
DESAIN SOSIALISASI BANK SYARIAH
DITINJAU DARI KELOMPOK
REFERENSI ........................................................................ 83
Pendahuluan ......................................................................................... 84
Sosialisasi Bank Syariah ....................................................................... 86
Grup Referensi ..................................................................................... 87
Ulama/ Islamic Scholar ........................................................................... 88
Guru Pendidikan Agama Islam .......................................................... 89
Pemimpin komunitas .......................................................................... 90
Pelaksanaan Penelitian ........................................................................ 92
Pembahasan .......................................................................................... 94
Analisis Factor ...................................................................................... 100
Kesimpulan ........................................................................................... 106
Daftar Pustaka ...................................................................... 108
Tentang Penulis.................................................................... 113
x| S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H
BAB 1
PENGANTAR
Teroroganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Negara Indonesia memiliki populasi muslim terbesar di
dunia (Lugo, 2009). Kondisi ini sangat strategis bagi perkembangan
bank syariah di Indonesia dibandingkan dengan negara lainya.
Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa perkembangan bank
syariah dilihat dari aset masih belum mengembirakan. Sejak adanya
bank syariah di Indonesia pada tahun 1993 sampai tahun 2016 saja
misalnya, atau sekitar 23 tahun, total aset bank syariah di Indonesia
masih dibawah 6 persen dari total aset bank konvensional (OJK,
2016a, OJK, 2016b).
Bank syariah adalah sebuah sistem perbankan yang relatif
baru di Indonesia bahkan di dunia, jika dibandingkan dengan
sistem perbankan konvensional yang sudah ada dan beroperasi
sejak lama. Infrastruktur ATM (Automatic Teller Mechine) dan
jaringan cabang yang sudah ada di mana-mana di wilayah
Indonesia, menjadi kelebihan bagi bank konvensional dalam
operasionalnya. Berdasarkan fatwa MUI tahun 2004 (MUI, 2004)
menyatakan bahwa bunga itu haram, 2 tahun kemudian ormas
Islam Muhammadiyah melalui Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid
Pimpinan Pusat Muhammadiyah (Muhammadiyah, 2006) yang
salah satu keputusannya menghimbau kepada seluruh jajaran dan
warga Muhammadiyah serta umat Islam secara umum agar
bermuamalat sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Namun aset
bank syariah masih dibawah 5% meskipun awal beredarnya fatwa-
fatwa tersebut sempat menimbulkan reaksi positif umat Islam
2 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H
untuk menempatkan uangnya di bank syariah. Beberapa bank
syariah dibanjiri aliran dana pindahan dari bank konvensional.
Namun sekali lagi aset bank syariah masih di kisaran 6% dari aset
bank konvensional.
Sebagai organisasi yang relatif baru, bank syariah sangat
memerlukan strategi sosialisasi yang tepat sasaran dan efektif agar
keberadaan bank syariah bisa lebih dikenal dan digunakan sebagai
sistem perbankan utama dalam melakukan transaksi perbankan di
Indonesia. Sosialisasi bank syariah selama ini sudah ada, namun
hasilnya belum optimal (Santoso, 2015). Indikator perkembangan
aset bank syariah yang masih jauh tertinggal dengan bank
konvensional menjadi salah satu ukuran diperlukannya upaya
mendesain sosialisasi perbankan syariah yang lebih baik.
Bagaimana memacu sosialisasi perbankan syariah di tengah-tengah
masyarakat, yang secara tradisional selama dua abad telah dinina-
bobokan oleh sistem perbankan konvensional?
Menurut Assael (2004) bahwa kelompok referensi
berpengaruh terhadap perilaku konsumen membernya dalam
menumbuhkan minat beli. Ulama, tokoh masyarakat, guru atau
dosen adalah sekelompok orang yang memiliki pengaruh yang kuat
bagi santrinya, masyarakatnya dan murid atau mahasiswanya. Apa
yang disampaikan oleh kelompok referensinya bisa jadi menjadi
acuan mereka yang berhubungan langsung. Bahkan mereka lebih
mempercayai kata-kata kelompok referensi untuk menjalani hidup
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 3
4 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
termasuk dalam memutuskan untuk membeli atau bertransaksi
dibanding yang lainnya. Kelompok referensi tersebut mempunyai
potensi untuk memberikan informasi tentang bank syariah. Tanpa
ada informasi mengenai pemahaman sistem perbankan syariah
yang benar, dikhawatirkan akan menimbulkan pengertian yang
keliru mengenai beberapa elemen dan produk-produk yang
ditawarkan oleh bank syariah tersebut.
Oleh karena itu, kajian tentang sosialisasi bank syariah
menjadi penting untuk dibahas (masing jarang dilakukan oleh
peneliti bank syariah). Kajian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi sebuah desain sosialisiasi perbankan syariah secara
terorganisir dan berkesinambungan, factor-faktor yang membentuk
sosialisasi bank syariah, dan sosialisasi bank syariah yang ditinjau
dari tiga kelompok referensi penting yaitu ulama, tokoh
masyarakat, dan guru pendidikan agama Islam. Ketiga kelompok
referensi sangat dekat dengan masyarakat, dan dapat memiliki
pengaruh untuk menggerakkan masyarakat untuk bertransaksi
dengan bank syariah.
BAB 2
BANK SYARIAH VS BANK KONVENSIONAL
6 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Persaingan bank konvensional dan bank syariah dapat
menempatkan bank syariah ke posisi yang tidak/ kurang
menguntungkan. Clement M. Henry mengamati bahwa, meskipun
dalam ekonomi Islam merekomendasikan pembiyaan jangka
panjang dan metode pembiayaan berbagi risiko, seperti Mudharabah
dan Musyarakah, keduanya tidak bisa sepenuhnya menghindari
risiko seperti pinjaman jangka panjang dari bank konvensional.
Metode pembagian risiko seperti Mudarabah atau Musyarakah "lebih
mengandalkan tingkat kepercayaan yang tinggi antara mitra bisnis,
sedangkan bank konvensional tidak demikian. Bank konvensional
melakukan pengalihan resiko pembiayaan. Artinya, tanpa "saling
percaya" secara mendalam. Dampaknya bagi bank syariah adalah
membutuhkan biaya monitoring yang jauh lebih tinggi (Henry,
2004).
Moral hazard dapat timbul dari klien cenderung terjadi di
bank syariah dibandingkan bank konvensional, bagi peminjam
dapat memanipulasi keuntungan dan kerugian dengan
mengorbankan bank. Jika masalah moral hazard ini diselesaikan,
bank-bank Syariah mungkin dapat mengurangi risiko kredit.
Namun, itu memerlukan banyak biaya dan, dalam analisis terakhir,
hal tersebut menghambat daya saing bank syariah. Bahkan jika
kembalinya dana (deposito) di bank syariah mungkin besarnya
kurang dari bunga yang dibebankan oleh bank konvensional, kaum
muslim tetap setia dan memiliki keyakinan diri dengan
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 7
menyetorkan uang mereka ke bank syariah. Hal ini yang
meyebabkan bank syariah dapat bersaing dengan bank
konvensional untuk mendapatkan keuntungan (Henry, 2004).
Namun, tidak semua umat Islam bersedia untuk menyetorkan uang
mereka ke bank-bank syariah. Oleh karena itu, bank konvensional
memiliki peluang untuk menerima setoran dana dari umat Islam
akan relatif tinggi. Intinya, menurut Çizakça menegaskan bahwa,
"Bank Syariah sebenarnya memiliki keinginan dalam memajukan
bank syariah, namun bank syariah tidak bisa sebebas seperti bank
konvensional dalam mengoperasikan sistem perbankan karena
harus patuh dengan hukum-hukum Islam, seperti tidak bisa
membiayai bisnis-bisnis yang dilarang oleh hukum Islam"(Çizakça,
2011).
Menurut Kayed, Mahlknecht dan Hassan, bank-bank
Syariah enggan melakukan CDS (credit default swap atau derivatif
keuangan atau kontrak yang memungkinkan investor untuk
"menukar" atau mengimbangi risiko kreditnya dengan risiko dari
investor lain) atau CDO (collateralized debt obligations / utang yang
dijamin) karena pembagian risiko dan pergeseran resiko seperti
yang diterapkan dalam produk CDS atau CDO ini dilarang. Hal Ini
disisi lain memungkinkan bank syariah untuk terbebas dari krisis
keuangan global. Bank-bank syariah yang konservatif dalam
manajemen perbankan, berhati-hati terhadap produk terstruktur
dan "instrumen keuangan yang canggih". Kayed dkk menyebutkan
8 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
bahwa, berbeda dari kontrak PLS (Profit Loss Sharing) dimana kedua
belah pihak yang mendapatkan keuntungan bahkan kerugian.
Berbeda dengan bank konvensional yang hanya menjamin hanya
satu pihak, dimana kerugian ditanggung oleh pihak peminjam.
spekulasi berisiko tinggi yang dibawa oleh optimisme yang
berlebihan jelas dibatasi oleh larangan "risiko berlebihan dari
ketidakpastian" (gharar) dan risiko pinjaman yang dianggap
dihindari di bidang keuangan Islam (Kayed dkk, 2011). Menurut
Islamic Finance and Global Stability Report (2010), "bank syariah di
wilayah Teluk menghasilkan 38,2 persen tingkat pertumbuhan aset
dan 20,1 persen tingkat pertumbuhan laba dibandingkan bank
konvensional mencapai 16,3 persen tingkat pertumbuhan asset dan
-6,1 persen tingkat pertumbuhan labanya pada tahun 2007-2008
(Salem dan Badreldin 2014).
Namun, perbankan syariah tidak bisa menghindari secara
menyeluruh dari pengaruh krisis keuangan global yang asal-usulnya
tidak di perbankan syariah. Sebuah laporan IMF pada tahun 2009
menyatakan bahwa "bank syariah dan bank konvensional
menghadapi risiko yang sama dalam krisis keuangan global yang (a)
profil risiko kepatuhan sesuai syariah dan kontrak konvensional
sebanding; dan (b) risiko kredit adalah risiko utama untuk kedua
jenis bank tersebut. Tidak seperti bank konvensional, pada bank
syariah tidak diizinkan untuk memiliki kontrak langsung dengan
derivatif keuangan atau sekuritas sehingga tidak mengalami
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 9
terimbas selama krisis global "(IMF, 2009: 10). Masih menurut
laporan IMF dalam halaman yang sama bahwa "bank-bank syaiah
yang kurang dipengaruhi oleh dampak awal dari krisis global,
sementara bank konvensional berpotensi mencerminkan efek
putaran pertama yang kuat melalui market-to-market valuasi atas efek
pada tahun 2008 "," untuk semester pertama tahun 2009, data
menunjukkan penurunan yang sedikit lebih besar profitabilitas bagi
bank syariah dibandingkan dengan bank konvensional, jika
dikaitkan dengan efek putaran kedua krisis terhadap ekonomi riil,
terutama real estate. Secara khusus, kinerja lemah dari bank syariah
pada tahun 2009 terutama didorong oleh Uni Emirat Arab dan
Qatar, di mana mereka memiliki eksposur jauh lebih tinggi untuk
real estate dan sektor konstruksi" (IMF, 2009).
Hal yang sama juga disampaikan oleh Hasan dan Dridi
(2010) bahwa perbedaan kinerja bank syariah dan bank
konvensional selama krisis keuangan, dengan menggunakan data
bank tahun 2007-2010 untuk sekitar 120 bank syariah dan
konvensional di delapan negara. Berkenaan dengan bank syariah,
hasilnya "mencakup lebih dari delapan puluh persen dari bank
syariah secara global yang tahan terhadap krisis global (tanpa
melibatkan data negara Iran)". Akibatnya, bank-bank syariah bisa
membatasi dampak negatif terhadap profitabilitas disebabkan oleh
krisis yang lebih baik dari bank konvensional. Namun, pada saat
yang sama "kelemahan dalam praktik manajemen risiko di
10 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
beberapa bank syariah" muncul dengan jelas. Fakta bahwa
profitabilitas mereka menurun di 2009 dibandingkan dengan bank
konvensional: Bahwa perubahan profitabilitas pada tahun 2007-
2008 adalah -8,3% di bank syariah dan -34,1% di bank
konvensional, dan pada tahun berikutnya -47,9% (Bank
Konvensioanal) dan -13,4% (Bank Syariah) pada 2008-2009.
Jelaslah bahwa krisis global turut memberi kerusakan parah ke
bank syariah di tahun tunggal 2009. Oleh karena itu, bank syariah
dinilai telah menunjukkan stabilitas yang lebih pada tahap awal
krisis keuangan global. Namun hal itu kurang stabil dalam tahap
berikutnya. Terlepas dari itu, Hasan dan Dridi menganggap bahwa
leverage yang lebih rendah dan solvabilitas yang lebih tinggi, yang
telah di sebut di atas semua adalah faktor stabilitas keuangan bank
syariah.
Selain itu, dalam hal pertumbuhan kredit dan aset, bank
syariah memiliki kinerja yang lebih baik daripada bank
konvensional. Kredit dan aset pertumbuhan bank syariah 'yang
setidaknya dua kali lebih tinggi dari bank konvensional selama
krisis" (Pertumbuhan kredit tahun 2007-2009: 40,7% di bank
syariah dan 19% di bank konvensional; Pertumbuhan aset di 2007-
2009 : 31,8% di bank syariah dan 12,6% di bank konvensional)
(Hasan dan Dridi, 2010).
Santoso (2014) menemukan faktor-faktor untuk
mengintensifikasikan bank bank syariah di Indonesia seperti; (1
)improvement of human resource quality in the banking sector and increase of
supply of them; (2) not only optimizing direct financing and deposit structure,
but also diversifying financing and funding beyond much dependence on direct
financing and deposits; and (3) related to this matter, increase of utilization of
sukuk by Islamic banks.
Jika kita kaji lebih jauh setelah krisis, pada Tabel 2.1.
dibawah ini, laporan statistik tahun 2013 pada data tentang bank
syariah yang dipublikasi oleh Ernst and Young, sebuah lembaga
penelitian internasional terkemuka yang menyatakan bahwa
sumber data mereka berasal dari bank sentral di dunia, laporan
keuangan perusahaan, dan wawancara dengan para eksekutif
perbankan dan pengamat industri, juga mengungkapkan bahwa
bank syariah jelas tumbuh lebih cepat daripada bank konvensional
setelah runtuhnya krisis keuangan global di enam negara yang
disebut QISMUT (Qatar, Indonesia, Saudi Arabia, Malaysia, Uni
Arab Emirate, dan Turkey).
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 11
12 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Table 2.1.- The 5 Year CAGR (Compound Annual Growth
Rate),Assets, and Market Share of Islamic Banksin Six RGM1:
2008-2012
Six RGM CAGR of
Islamic Banks
Compared with CAGR
of Conventional
Banks
Islamic Bank
Assets(US$)
Market Share (%)
Qatar 31% 1.8 Faster 54b 24%
Indonesia 42% 3.1 Faster 20b 4.6%
Saudi Arabia
11%
3.6 Faster
245b
53%
Malaysia 20% 2.1 Faster 125b 20%
UAE 14% 3.0 Faster 83b 17%
Turkey 29% 1.6 Faster 39b 5.6%
Source: Ernst and Young, 2014 (Edited)
Selain itu, Amba dan Almukharreq (2013) meneliti dampak
dari krisis keuangan pada kinerja bank syariah dan konvensional
1 RGM (Rapid Growth Market) adalah sekelompok 25 negara selektif yang
memiliki perkiraan yang baik dalam pertumbuhan pasar dengan ekonomi
dan populasi pada ukuran tertentu, dan secara strategis penting untuk
bisnis. Secara khusus, enam negara RGM, Qatar, Indonesia, Arab Saudi,
Malaysia, UEA, dan Turki disebut QISMUT di mana bank-bank syariah
diperkirakan akan tumbuh tercepat di dunia..
dengan analisis dari 92 bank di negara-negara GCC: 27 bank
syariah (IB) dan 65 bank konvensional (CB) di tahun 2006.
Pertama, ROE (Return on Equity) dan ROA (Return on Asset),
indikator profitabilitas bank menurun 41,33% dan 67,60% masing-
masing pada bank syariah (IB), sedangkan oleh 62,72% dan
106,83% masing-masing di bank konvensional (CB). Namun,
penurunan profitabilitas tidak berbeda secara signifikan antara IB
dan CB selama krisis. Kedua, dalam hal struktur modal, rasio
ekuitas dan rasio ekuitas yang nyata menurun di IB dengan 8,49%
and13.19% masing-masing dan di CB dengan 9,34% and 25.71%
masing-masing. Hal ini ditemukan bahwa rasio ekuitas nyata
memiliki perbedaan yang signifikan antara IB dan CB. Ketiga, rasio
aset likuid terhadap total aset, indikator likuiditas menurun 8,55%
di IB dan dengan 13,33% di CB selama krisis sehingga penulis
menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan dalam
likuiditas antara IB dan CB selama krisis. Terakhir, kewajiban
diukur berdasarkan deposit ratio (rasio deposito untuk tota lassets)
dan rasio overhead (rasio biaya overhead untuk total aset). Selama
krisis, rasio simpanan meningkat 7,95% di IB dan 6.36% di CB dan
rasio biaya overhead juga meningkat sebesar 19,40% di IB dan
31,83% di CB, yang berarti bahwa rasio biaya overhead yang
berbeda secara signifikan antara IB dan CB selama krisis.
Sebagai kondisi awal, bank syariah memiliki kecukupan
modal yang lebih tinggi, kurang leveraged, yaitu, memiliki rasio
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.|13
14 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
modal-to-aset yang lebih tinggi, dan memiliki portofolio investasi
yang lebih kecil, yang semuanya menunjukkan tingkat stabilitas,
kebijaksanaan dan konservatif bank syariah. Sementara ini kinerja
keuangan yang diperlukan untuk mengamati prinsip perbankan
syariah, seperti pembagian risiko (profit and loss sharing), tidak
transfer risiko seperti di bank konvensional, dan pembiayaan
ekuitas berbasis, pembiayaan tidak-utang berbasis seperti di bank
konvensional, hal ini memiliki juga efek dari mengurangi kerusakan
dari setiap krisis keuangan. Ini adalah alasan mengapa derajat
profitabilitas dan pertumbuhan kredit dan aset bank syariah yang
lebih tinggi atau dipertahankan lebih baik dan mengapa bank
syariah kurang dipengaruhi oleh deleveraging daripada dalam kasus
bank konvensional ketika krisis keuangan terjadi, bahkan jika itu
memukul bank syariah yang lebih keras di tahun tunggal 2009
(Hasan dan Dridi, 2010).
Namun, bank syariah juga ada beberapa faktor lemah:
Mengelola likuiditas di perbankan syariah sulit karena infrastruktur
dan alat untuk manajemen risiko likuiditas oleh bank syariah masih
lemah; pasar uang antar bank syariah yang dipimpin oleh tingkat
antar bank tidak cukup; ketergantungan kurang pada bank grosir
deposito; tidak adanya lender of the last resort, dan; keterbelakangan
pasar obligasi syariah (sukuk) jika dibandingkan dengan rekan-
rekan konvensional (Hasan dan Dridi, 2010).
BAB 3
DESAIN PROGRAM SOSIALISASI BANK SYARIAH
YANG TERORGANISIR DAN BERKESINAMBUNGAN
16 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Pendahuluan
Pertama, tulisan ini mempertimbangkan kualitas bank
syariah yang dibedakan dengan bank konvensional. Keduanya
diasumsikan pada dasar yang kuat dari nilai-nilai moral dan etika.
Meskipun bank konvensional tidak dapat sepenuhnya
mengabaikan moralitas dan etika. Performa bank syariah lebih
stabil daripada bank konvensional selama masa krisis keuangan
yang parah, yang disebabkan oleh prinsip fundamental dan
“bijaksana konservatif”. Namun, bank syariah tidak dapat lepas
dari krisis yang berasal dari keuangan konvensional. Mengingat
kesenjangan skala yang luas dan interkoneksi yang erat antara bank
syariah dan konvensional, yang pertama akan terus melengkapi,
bukan bergantian dengan, yang terakhir.
Kedua, tulisan ini berdiri di atas kualitas pertama yang
dijelaskan di atas, bertujuan untuk merancang model sosialisasi
bank syariah di Indonesia. Sosialisasi bank-bank syariah tidak
hanya berarti pemasaran bank syariah saja, dalam arti hanya sebatas
memperluas pasar-, tetapi lebih jauh dan dalam dari itu, sosialisasi
memiliki tujuan menyebarkan -tidak hanya secara ekonomi-, tetapi
juga bank-bank syariah yang secara etis bermakna bagi masyarakat.
Namun dalam pelaksanaannya, sosialisasi yang sedang berlangsung
tentang bank syariah yang dilakukan oleh beberapa institusi kurang
terintegrasi, kurang efisien, dan kurang berpengaruh daripada yang
diperkirakan.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 17
Kemudian tulisan ini mendesain program sosialisasi (OC
Program/ Organizing - Continuous Program) dari bank syariah yang
akan dilakukan, dengan cara yang terorganisir dengan baik, dan
terus menerus oleh beberapa organisasi sosial Islam populer,
utama, dan modern untuk tujuan memperoleh banyak pelanggan
syariah bank yang lebih sadar akan pentingnya moral dan etika
bank syariah, terutama melalui saluran sistem pendidikan. Program
OC harus memiliki percabangan pola pendidikan, misalnya, oleh
lembaga pendidikan, tingkat pendidikan masyarakat, atau oleh
daerah perkotaan/pedesaan. Jika sosialisasi bank syariah berjalan
dengan sukses, bank syariah akan memperkuat posisi mereka di
mana mereka bertindak dengan kualitas sosial dan etika yang
berbeda.
Prinsip Ekonomi Islam
Untuk memulainya, kita harus mengklarifikasi posisi berdiri
ekonomi Islam dan keuangan Islam berdasarkan prinsip ekonomi
Islam. Menurut Khurshid Ahmed, ekonomi Islam tidak netral nilai.
Meskipun ini bukan aspek teologi, atau aspek hukum, ia memiliki
seperangkat nilai sendiri di mana ia beroperasi. Ciri khas dari
ekonomi Islam adalah, bahwa ia tidak menyembunyikan nilai-
nilainya berbeda dengan ekonomi Barat. Ekonomi Islam tidak
hanya berurusan dengan bagaimana manusia berperilaku, tetapi
juga bagaimana mereka harus berperilaku. Ekonomi Islam
mengarahkan manusia menuju pencapaian dan aktualisasi keadilan
18 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
(‘adl) dalam hubungan manusia melalui serangkaian peraturan yang
dikenal sebagai halal dan haram, yaitu, apa yang diizinkan dan apa
yang dilarang (Ahmed, 2000).
Ahmed, dalam artikel lain, juga menegaskan bahwa
ekonomi Islam menyerukan perubahan dari perbankan berbasis
bunga dan sistem keuangan menjadi berbasis ekuitas, sistem
pengambilan saham di mana uang digunakan terutama sebagai
sarana dan ukuran, di mana uang adalah pelayan bukan master, dan
di mana uang tidak menghasilkan uang tetapi uang digunakan
langsung sebagai fasilitator untuk produksi barang dan jasa
(Ahmed, 1999). Hasanuzzaman (2010) juga mengamati bahwa
ekonomi Islam memiliki prasyarat bahwa kegiatan ekonomi tidak
hanya diatur oleh keinginan dan pengalaman manusia tetapi juga
oleh perintah Syariah. Sementara itu, sebagai percabangan ilmu
sosial, ekonomi Islam tidak terlepas dari persyaratan sosial dan
nilai-nilai moral.
Berkenaan dengan etika, surat kabar resmi Vatikan,
Observatory Romano, menyatakan bahwa prinsip etika yang
menjadi dasar bank syariah dapat mendekatkan mereka dengan
klien mereka dan pada semangat sejati yang seharusnya
diasumsikan oleh setiap produk dan layanan keuangan pada
awalnya sebagai misi mereka (Totaro , 2009). Artikel itu juga
disampaikan oleh Temporal dengan komentar tambahan bahwa
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 19
“kekuatan keuangan Islam terletak pada transaksi perbankan yang
sesuai syariah dan etis” (Temporal, 2011).
Salah satu alasan mengapa bank syariah disebarkan dengan
penuh semangat dalam beberapa tahun terakhir dapat dipahami
dengan kerangka kerja mendasar dari sistem nilai ekonomi Islam
yang menggambarkan batas-batas area bebas dari tindakan
ekonomi (Abdul-Rauf, 2010). Ini tidak diukur hanya dengan
kompatibilitasnya dengan bank konvensional, tetapi oleh
kontribusi yang dilakukan oleh bank syariah terhadap perbaikan,
keadilan, ekuitas dan keadilan seluruh komunitas Islam. Bank
syariah bertanggung jawab untuk memajukan pendirian dan
pertumbuhan perusahaan bisnis dengan baik sehingga kegiatan
perusahaan ini dapat diizinkan oleh hukum Islam (Haroon, 2000).
Kemudian, salah satu perilaku keuangan yang paling
dilarang dalam ekonomi Islam adalah mengambil bunga (riba). Hal
itu karena dalam ajaran Islam seseorang yang hidup dalam
masyarakat Islam harus saling membantu satu sama lain, disaat
dibutuhkan dengan menyediakan uang tanpa biaya tambahan.
Larangan terhadap riba berarti bahwa seseorang tidak dapat
menginvestasikan uang seseorang dalam obligasi dan
mengumpulkan bunga secara pasif; jika seseorang ingin
meningkatkan kekayaannya, kekayaan ini harus diinvestasikan
langsung untuk menghasilkan keuntungan. Pikiran ini segera
membawa kita pada prinsip pembagian laba/rugi (Pryor, 2010).
20 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Penyediaan sumber daya keuangan untuk usaha untuk tujuan
produktif hanya diizinkan berdasarkan pembagian laba/rugi. Islam
memungkinkan pengembalian modal dengan syarat bahwa
penyedia modal berbagi dalam risiko bisnis (Ahmed, 2000).
El-Galfy dan Khiyar menegaskan bahwa dalam keuangan
Islam, uang tidak memiliki nilai intrinsik dalam dirinya sendiri.
Seorang muslim tidak dapat meminjamkan uang kepada, atau
menerima uang dari siapa pun dengan harapan mendapatkan
keuntungan yang telah ditentukan sebelumnya. Ini berarti bahwa
bunga tidak diperbolehkan dan menghasilkan uang dari uang
dilarang. “Uang harus digunakan dengan cara yang produktif, di
mana kekayaan hanya dapat dihasilkan melalui perdagangan yang
sah dan investasi dalam aset. Sarana utama keuangan Islam
didasarkan pada perdagangan. Setiap keuntungan yang terkait
dengan perdagangan dibagi antara pihak yang menyediakan modal
dan pihak yang menyediakan keahlian. Akibatnya, bank syariah
telah mengembangkan empat teknik pembiayaan syariah utama,
yaitu: mudharabah, musharaka, ijara dan murabahah” (El-Galfy dan
Khiyar, 2012).
Lalu apakah ada faktor keuangan Islam yang mirip dengan
keuangan konvensional? Menurut seorang sarjana terkemuka
Malaysia di bidang keuangan Islam, Abbas Mirakhor, ada beberapa
kesamaan mendasar antara ekonomi modern dan ekonomi Islam.
Mirakhor dan Bao berpendapat bahwa kontribusi utama Adam
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 21
Smith dalam Theory of Moral Sentiments adalah untuk membayangkan
sistem sosial moral-etis yang koheren dan untuk menunjukkan
bagaimana setiap anggota masyarakat akan menegakkan kebutuhan
akan evolusi organik individu dan masyarakat. Mereka juga
berpendapat bahwa ada beberapa karya teoretis yang merefleksikan
pemikiran Smith seperti itu, mencari pembagian risiko yang
optimal dalam ekonomi pasar yang didesentralisasi. Misalnya,
model Arrow-Debreu-Hahn menunjukkan keseimbangan umum
dalam ekonomi pasar yang terdesentralisasi, di mana risiko
dialokasikan kepada mereka yang paling mampu menanggungnya
dan di mana sekuritas mewakili klaim keuangan kontinjensi pada
sektor riil dengan benar (Mirakhor dan Bao, 2013). Sedangkan,
pembagian risiko adalah salah satu faktor yang paling penting
dalam keuangan Islam, dalam teori ekonomi konvensional, juga
disebutkan bahwa risiko harus dialokasikan di antara pelaku pasar
daripada membiarkannya terkonsentrasi di antara peminjam.
Mengikuti argumen Mirakhor dan Bao, Sheng dan Singh
juga menunjukkan beberapa kesamaan antara keuangan modern
(konvensional) dan keuangan Islam. Kekhawatiran mereka agak
terfokus pada kesamaan sehubungan dengan larangan atau
diizinkan riba (bunga). “Tingkat diskonto” (ini), yang biasanya
dianggap sebagai tingkat bunga pasar, seharusnya mencerminkan
preferensi masyarakat antara konsumsi atau utilitas saat ini dan
konsumsi dan utilitas besok. Jika keduanya sama-sama dihargai, ini
22 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
dapat dianggap, sebagai kasus keuangan Islam, dengan “tingkat
diskonto nol” atau tingkat bunga nol”. Sheng dan Singh menemu
kan, mengikuti pernyataan yang dikutip di atas, pembenaran etis
dari tingkat bunga nol dalam karya klasik Pigou dan Ramsey yang
berpendapat bahwa preferensi waktu harus nol untuk pencapaian
keadilan antar generasi. Tingkat diskonto positif akan sangat
menguntungkan generasi saat ini dengan mengorbankan generasi
masa depan (Shen dan Singh, 2013).
Shen dan Singh juga mengutip sebuah doktrin yang dirujuk
oleh John Maynard Keynes dalam Teori Umum Ketenagakerjaan,
Bunga, dan Uang, “tingkat bunga tidak menyesuaikan diri pada
tingkat yang paling sesuai dengan keuntungan sosial tetapi secara
konsisten cenderung naik terlalu tinggi, sehingga pemerintah yang
bijak peduli untuk mengekangnya dengan undang-undang dan
kebiasaan dan bahkan dengan menerapkan sanksi hukum moral ”.
Keynes mengkritik sekolah klasik itu dengan alasan ia menolak
doktrin ini sebagai kekanak-kanakan dan ia bersikeras bahwa itu,
jauh dari penolakan, pantas mendapatkan rehabilitasi dan
kehormatan (Shen dan Singh, 2013).
Sebagaimana dibahas di atas, meskipun pendekatan dan
konsep fundamental ekonomi modern dan ekonomi Islam sangat
berbeda satu sama lain, mereka kadang-kadang cenderung saling
mendekati satu sama lain, karena ekonomi modern, seperti
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 23
ekonomi Islam, tidak dapat sepenuhnya mengabaikan moral atau
sisi etis dari aktivitas keuangan bagi manusia.
Kemudian kita akan fokus pada masalah analitis mengenai
persaingan lembaga perbankan konvensional dan lembaga
perbankan syariah. Sebuah studi IMF baru-baru ini oleh Cevik dan
Charap yang membandingkan tingkat pengembalian dari dua jenis
lembaga perbankan di Malaysia dan Turki dari tahun 1997 hingga
2010 menegaskan bahwa tidak ada banyak perbedaan dalam tingkat
pengembalian yang diperoleh oleh kedua kelompok sebagai hasil
dari persaingan di antara mereka (Lihat Gambar 1).
Gambar 1: Tingkat Pengemsbalian yang Diperoleh di Bank-bank
di Malaysia dan di Turki pada tahun 1997 hingga 2010
Source: Cevik and Charap, 2011.
24 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Sementara analisis Cevik dan Charap memiliki penelitian
empiris yang akan ditinjau dalam bagian berikutnya, itu membuat,
dalam arti tertentu, demonstrasi teoretis bahwa, apakah Islam atau
konvensional, pertanyaan tentang optimalitas hanya dipertim-
bangkan dari perspektif perusahaan perbankan individu dan bukan
dari perspektif lembaga perbankan keseluruhan (Cevik dan Charap,
2011). Hal ini membuat suatu perspektif yang agak berbeda dengan
peneliti-peneliti lainnya.
Seperti halnya dengan pendanaan, memang orang-orang
Muslim secara umum tampaknya lebih suka menyimpan uang
mereka di bank-bank syariah daripada di bank konvensional.
Bahkan jika pengembalian dana (deposito) dari bank syariah
mungkin lebih kecil dari biaya bunga oleh bank konvensional,
umat Islam yang setia meyakinkan diri dengan menyetor uang
mereka ke bank syariah. Ini memungkinkan bank syariah untuk
bersaing dengan bank konvensional dalam keseluruhan profita-
bilitas. Namun, seperti yang didiskusikan Henry, bahkan umat
Islam yang setia/loyal mungkin tidak akan selalu mau mengabaikan
biaya kesempatan (opportunity cost) karena tidak menyetor uang
mereka ke bank konvensional yang juga menerima uang Muslim
(Henry, 2004). Singkatnya, seperti dinyatakan oleh Çizakça,
keinginan untuk menjalankan industri perbankan syariah sesuai
dengan hokum/syariah Islam bertentangan dengan kebutuhan
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 25
untuk bersaing dengan sistem konvensional dan naluri untuk
bertindak seperti mereka (Çizakça, 2011: 141).
Dari apa yang kami katakan sejauh ini disimpulkan bahwa
ekonomi Islam, keuangan Islam dan bank syariah didasarkan pada
sistem nilai yang solid, meskipun moralitas juga diidentifikasi dalam
rekan-rekan konvensional dalam beberapa derajat, bahwa daya
saing secara fundamental tergantung pada masing-masing bank,
apakah mereka dapat menjadi bank syariah atau tidak, dan bahwa
bank syariah tidak selalu memiliki keunggulan dibandingkan bank
konvensional dalam hal memantau biaya kepada peminjam atau
daya tarik bagi penabung. Di sini kita harus melanjutkan aspek-
aspek yang lebih positif dari perbankan Islam, stabilitas keuangan,
di samping nilai moral.
Berkenaan dengan stabilitas keuangan, Askari, Iqbal,
Krichene, dan Mirakhor menekankan stabilitas yang melekat pada
sistem keuangan Islam. Sistem keuangan Islam dapat dimodelkan
sebagai kepemilikan ekuitas non-spekulatif yang terkait erat dengan
sektor riil dan di mana permintaan untuk saham baru ditentukan
oleh tabungan riil dalam perekonomian. Bank syariah memiliki aset
riil secara langsung dan beroperasi seperti sistem holding ekuitas.
Dalam sistem keuangan Islam, profitabilitas sepenuhnya dijamin
oleh pertumbuhan ekonomi riil, sedangkan dalam sistem keuangan
konvensional, profitabilitas tidak didorong oleh sektor riil. Seperti
yang ditunjukkan oleh Askari dan yang
26 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
lainnya, bank-bank syariah cenderung kebal terhadap ekspansi
kredit yang tidak dikembalikan, pertama karena mereka dianggap
cocok dengan jatuh tempo deposito dengan jatuh tempo investasi:
Deposito jangka pendek pada dasarnya dapat membiayai operasi
perdagangan jangka pendek, dan panjang deposito jangka panjang
biasanya digunakan untuk investasi jangka panjang, dan yang kedua
karena investasi jangka panjang ini adalah untuk membiayai
aktivitas nyata dalam produksi barang dan jasa, bukan untuk
membiayai aktivitas yang tidak nyata dengan tingkat bunga tetap
atau mengambang (Askari dkk. , 2010).
Askari dan yang lainnya terus berdebat bahwa dalam sistem
sistem keuangan Islam, perusahaan dan rumah tangga cenderung
mengevaluasi tingkat pengembalian, tidak dibandingkan dengan
tingkat bunga seperti dalam sistem keuangan konvensional, tetapi
dibandingkan dengan tingkat pengembalian rata-rata yang
ditentukan oleh riil. faktor, preferensi konsumen dan produktivitas
modal marjinal. Akibatnya, tabungan dan rencana investasi nyata,
bukan kredit, menentukan tidak hanya investasi jangka panjang
oleh bank syariah tetapi juga harga ekuitas di pasar saham syariah,
yang mengurangi risiko sistemik yang disebabkan oleh boom
kredit, gelembung spekulatif, dan perdagangan utang (Askari dkk.,
2010).
Argumentasi mereka membawa kita pada pertanyaan:
apakah siklus bisnis dalam ekonomi Islam lebih moderat daripada
dalam ekonomi konvensional? Berkenaan dengan pertanyaan ini,
Pryor menyebutkan bahwa sebagian besar ekonom Islam
menganggap bahwa siklus bisnis cenderung terhambat karena
beberapa alasan: Tidak ada pergerakan suku bunga untuk
mendorong investasi prosiklikal; Karena tabungan terkait lebih erat
dengan investasi, ada sedikit peluang bahwa kedua kelompok unsur
ini tidak selaras; Spekulasi destabilisasi kurang mungkin karena
bank kurang bersedia untuk berpartisipasi dalam skema seperti itu
daripada individu; Ada sedikit insentif untuk piramida aset
keuangan yang tunduk pada risiko likuiditas (Pryor, 1985). Namun,
perlu dicatat bahwa, karena mode pembiayaan Islam sangat terkait
dengan transaksi nyata dan fisik, ia rentan terhadap fluktuasi harga
aset yang berasal dari pembiayaan konvensional dan mentrans-
misikan ke pembiayaan Islam.
Di sini kita akan pindah ke diskusi empiris untuk menjawab
pertanyaan: Apakah bank syariah sebenarnya lebih stabil daripada
bank konvensional.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 27
28 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Teroroganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Dalam mempertimbangkan pertanyaan seperti yang
ditunjukkan di atas, penting untuk mengingatkan bahwa dampak
langsung dari krisis keuangan global 2008-2009 pada sektor
perbankan Islam terbatas karena sebagian prinsip-prinsip intrinsik
untuk perbankan Islam. Menurut Kayed, Mahlknecht dan Hassan,
bank-bank syariah konservatif dalam manajemen perbankan,
berhati-hati terhadap produk-produk terstruktur, dan dengan
demikian melengkapi instrumen keuangan mereka. Faktanya, bank
syariah enggan terhadap CDS (credit default swaps) atau CDO
(kewajiban hutang yang dijaminkan) karena pembagian risiko harus
diperhatikan dan pengalihan risiko sebagaimana diterapkan dalam
produk ini dilarang. Ini memungkinkan sebagian besar bank
syariah tetap dari krisis. Kayed dan yang lainnya mengatakan
Lebih stabil mana, bank syariah atau bank konvensional?
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.|29
bahwa, tidak seperti kontrak PLS di mana kedua belah pihak
terekspos untung dan rugi, pengalihan risiko dalam perbankan
konvensional hanya menjamin satu pihak untuk memperoleh,
sedangkan kerugian ditanggung oleh pihak lain. Kita harus
mengakui bahwa perbankan Islam tidak dapat melarikan diri
sepenuhnya dari pengaruh krisis keuangan global yang tidak berasal
dari perbankan Islam, misalnya, seperti di negara-negara Teluk di
mana valuasi ekuitas turun tajam, pasar real estat jatuh ke
kedalaman, dan nilai sukuk menurun drastis dari 30,8 miliar dolar
pada 2007 menjadi 14,9 miliar dolar pada tahun berikutnya.
Namun, keuangan Islam tidak rusak sepenuhnya oleh krisis).
Spekulasi risiko tinggi yang dibawa oleh optimisme berlebihan jelas
dibatasi oleh larangan risiko ketidakpastian yang berlebihan (gharar)
dan risiko leverage yang dianggap dapat dihindari dalam keuangan
Islam (Kayed dkk., 2011).
Demikian juga, Hasan dan Dridi menunjukkan perbedaan
kinerja bank syariah dan bank konvensional selama krisis
keuangan, menggunakan data bank syariah yang mencakup tahun
2007-2010 untuk sekitar 120 bank syariah dan konvensional di
delapan negara, di mana sekitar seperempatnya adalah bank
syariah. Sehubungan dengan bank syariah, data mereka mencakup
lebih dari delapan puluh persen dari bank syariah secara global jika
Iran dikecualikan. Akibatnya, bank syariah dapat membatasi
dampak buruk terhadap profitabilitas yang disebabkan oleh krisis
30 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Teroroganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
lebih baik daripada bank konvensional, namun, pada saat yang
sama, kelemahan dalam praktik manajemen risiko dari beberapa
bank syariah muncul dengan jelas oleh kenyataan bahwa
profitabilitas mereka menurun pada tahun 2009 dibandingkan ke
bank konvensional (Perubahan dalam profitabilitas pada 2007-
2008: Bank syariah -8,3% dan bank konvensional -34,1%; pada
2007-2009: IB -47,9% dan CB -13,4%).
Di sisi lain, dalam hal pertumbuhan kredit dan aset, bank
syariah mempertahankan kinerja yang lebih baik daripada bank
konvensional. Pertumbuhan kredit dan aset bank syariah
setidaknya dua kali lebih tinggi daripada krisis bank konvensional
(Pertumbuhan kredit pada 2007-2009: IB 40,7% dan CB 19%;
Pertumbuhan aset pada 2007-2009 IB 31,8% dan CB 12,6%)
(Hasan dan Dridi, 2010). Oleh karena itu, sepenuhnya berbicara,
bank-bank syariah menunjukkan ketahanan yang lebih kuat selama
krisis keuangan global. Hasan dan Dridi berasumsi bahwa stabilitas
keuangan mereka, seperti leverage yang lebih rendah dan
solvabilitas yang lebih tinggi, merupakan faktor penyumbang bagi
kinerja yang lebih baik.
Sebagai kondisi awal, bank syariah memiliki kecukupan
modal yang lebih tinggi, lebih sedikit penggerak, yaitu, memiliki
rasio modal terhadap aset yang lebih tinggi, dan memiliki
portofolio investasi yang lebih kecil, yang semuanya menunjukkan
tingkat keleluasaan dan kekonservasian bank syariah. Sementara
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.|31
kinerja keuangan ini diperlukan untuk mengamati prinsip-prinsip
bank syariah, seperti pembagian risiko (pembagian untung-rugi),
bukan transfer risiko seperti pada bank konvensional, dan
pembiayaan berbasis aset, bukan pembiayaan berbasis utang,
seperti pada bank konvensional, kinerja ini cenderung untuk
mencegah kerusakan dari krisis keuangan dari memperburuk. Ini
adalah alasan mengapa tingkat profitabilitas dan pertumbuhan
kredit dan aset bank syariah lebih tinggi atau dipertahankan lebih
baik dan mengapa bank syariah kurang terpengaruh oleh
“deleveraging”atau proses atau praktik mengurangi tingkat utang
seseorang dengan menjual asetnya dengan cepat, seperti dalam
kasus bank konvensional ketika krisis keuangan terjadi (Hasan dan
Dridi, 2010).
Namun, sebagai kondisi awal, bank syariah juga memiliki
faktor yang lemah: mengelola likuiditas dalam perbankan syariah
sulit karena infrastruktur dan alat untuk manajemen risiko
likuiditas oleh bank syariah masih lemah, seperti kekurangan pasar
uang antar bank syariah yang dipimpin oleh syariah yang dipimpin
oleh bank antar harga, kurang mengandalkan deposito bank grosir,
tidak adanya lender-of-last-resort, dan keterbelakangan pasar obligasi
syariah (sukuk). Ini adalah alasan mengapa, setelah dampak krisis
pindah ke ekonomi riil, bank-bank syariah di beberapa negara
menghadapi kerugian lebih besar terutama dalam hal profitabilitas
32 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Teroroganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
dibandingkan dengan rekan-rekan konvensional mereka (Hasan
dan Dridi, 2010).
Di sini sekali lagi, kita harus perhatikan bahwa bank syariah
bersaing dengan bank konvensional. Imam dan Kpodar berupaya
mengidentifikasi faktor-faktor yang terkait dengan pengembangan
perbankan syariah. Menggunakan berbagai teknik estimasi
ekonometrik, dan dengan data sampel 117 negara untuk tahun
1992-2006, mereka menyimpulkan bahwa pendapatan per kapita,
pangsa umat Islam dalam populasi, status sebagai produsen minyak
(harga minyak), integrasi ekonomi dengan negara-negara Timur
Tengah (pangsa perdagangan dengan negara-negara ini) dan
kedekatan dengan dua pusat keuangan Islam, Bahrain dan
Malaysia, secara bermakna dan positif terkait dengan difusi bank
syariah yang ditunjukkan oleh jumlah bank syariah (lihat Gambar
2) dan pangsa aset bank syariah di total aset perbankan. Namun,
sebagian besar faktor ini dibentuk menjadi hubungan internal bank
syariah, oleh karena itu, analisis tidak dapat menunjukkan
hubungan bank syariah dengan bank konvensional sepenuhnya
(Imam dan Kpodar, 2010).
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.|33
Gambar 2: Pangsa Bank syariah dalam Total Sistem Perbankan di
Negara-Negara Terpilih, 2006 (Persen)
Source: Imam and Kpodar, 2010.
Lebih penting lagi, Imam dan Kpodar menunjukkan bahwa
suku bunga bank konvensional memiliki dampak negatif pada bank
syariah, yang menerangi aspek persaingan antara bank syariah dan
bank konvensional. Jika tingkat bunga bank konvensional rendah,
umat Islam dan non-Muslim yang kurang saleh menganggapnya
sebagai penurunan biaya kesempatan untuk menyetor uang mereka
ke bank-bank syariah dan cenderung meningkatkannya, dan
sebaliknya. Menariknya, nilai ambang batas suku bunga
diperkirakan 3,5 persen oleh Imam dan Kpodar. Di sisi lain,
keberadaan sistem perbankan yang dikembangkan adalah faktor
34 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Teroroganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
positif pada bank syariah, karena dominasi sistem perbankan
konvensional yang canggih dan kompetitif dan produk mereka juga
akomodatif bagi bank syariah dan merangsang pertumbuhan
mereka. Ini berarti bahwa bank syariah cenderung bertindak
sebagai pelengkap, bukan pengganti, untuk bank konvensional
(Imam dan Kpodar, 2010).
Pada akhir argumen dalam pendahuluan yang mengkaji
penelitian teoritis dan empiris sebelumnya, dua kualitas luar biasa
dari bank syariah diklarifikasi: 1) Bank syariah memiliki dasar nilai
moral dan etika yang solid, dan wajib mematuhi syariah, meskipun
konvensional bank tidak dapat sepenuhnya mengabaikan moralitas
dan etika juga; 2) Kinerja bank syariah lebih stabil daripada bank
konvensional bahkan selama krisis keuangan yang parah, yang
disebabkan oleh prinsip fundamental dan bijaksana konservatif
mereka, meskipun mereka tidak dapat lepas dari limpahan krisis
yang asal-usulnya ditemukan dalam keuangan konvensional. Selain
itu, mudah diakui dari pertimbangan ini bahwa bank syariah selalu
dekat hubungannya dengan bank konvensional, dan bahwa mereka
selalu dihadapkan dengan pengaruh bank konvensional yang
skalanya jauh lebih besar daripada bank syariah.
Dalam artikel lain, menetapkan kualitas pertama bahwa
bank syariah memiliki dasar yang kuat dari nilai-nilai moral dan
etika, sebagai pedoman argumen, saya akan membatasi fokus saya
pada masalah sebagai berikut: Bagaimana bank syariah di Indonesia
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.|35
dapat disosialisasikan. Bagaimana menumbuhkan daya saing
ekonomi dan manajerial mereka atau bagaimana membuat mereka
hidup berdampingan dengan bank konvensional dikesampingkan
dalam artikel. Setelah membedakan konsep sosialisasi dari
pemasaran di bagian pendahuluan berikutnya, saya meninjau
kinerja sosialisasi perbankan syariah Indonesia yang sedang
berjalan di bagian ketiga dan menunjukkan beberapa masalah dan
menyatakan faktor pendukung penting untuk sosialisasi di lembaga
sosial Islam, MUI dan Muhammadiyah di bagian keempat. Di
bagian selanjutnya, saya menunjukkan sketsa program sosialisasi
“Terorganisir, dan Berkesinambungan [OC/ Organizing and
Continuous] yang dilakukan terutama oleh MUI dan
Muhammadiyah. Sebagai kesimpulan, dinyatakan bahwa sejauh
bank syariah di Indonesia memiliki kemauan untuk didasarkan
pada kepatuhan Syariah, program sosialisasi patut
dipertimbangkan.
Sosialisasi Bank Syariah
Pengertian Sosialisasi
Ketika kita berbicara tentang prospek sistem perbankan
Islam Indonesia di masa depan, kita harus mempertimbangkan
secara mendalam tidak hanya cara menumbuhkannya secara
ekonomi, tetapi juga cara mensosialisasikannya secara moral dan
etis. Secara umum, sosialisasi adalah upaya untuk mempopulerkan
sesuatu untuk membuatnya dikenal, dipahami, dan diinternalisasi
oleh masyarakat (Bahasa, 1988). Berdasarkan definisi ini, sosialisasi
bank syariah dalam artikel tersebut dapat disebut sebagai langkah
penyebaran bank syariah kepada publik, memberi masyarakat
pengakuan dan makna sosial dan moral darinya, dan mengundang
mereka untuk lebih sering menggunakan bank syariah.
Memang, sosialisasi bank syariah saat ini dilaksanakan oleh
beberapa lembaga syariah di Indonesia. Namun, itu tidak dihargai
karena sangat efektif, dan inilah sebabnya kami akan membahas
sosialisasi bank syariah dalam artikel ini. Tanpa banyak ulasan kita
dapat dengan mudah menemukan alasan tidak efektifnya sosialisasi
bank syariah yang sedang berlangsung: (1) sosialisasi tidak meluas
ke daerah pedesaan di luar daerah perkotaan; (2) wawasan dan
pengetahuan perbankan syariah umumnya terbatas di kalangan
akademisi dan praktisi, sedangkan masyarakat tidak mengenal dan
36 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H T e r o r o g a n i s i r , B e r k e s i n a m b u n g a n , d a n G r o u p R e f e r e n s i
memahami dengan jelas lembaga keuangan Islam (Sutanto dan
Umam, 2013) .
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.|37
Dari marketing ke socialization
Apakah sosialisasi berbeda dari pemasaran? Kotler
mengamati bahwa pemasaran adalah proses sosial di mana
pemasok bertujuan untuk memuaskan konsumen dan konsumen
(individu atau kelompok) mendapatkan produk dan layanan
tertentu yang mereka butuhkan dan inginkan (Kotler, 2000).
Pemasaran memiliki lima alat: 1) Iklan, 2) Promosi penjualan, 3)
Hubungan masyarakat dan publisitas, 4) Penjualan pribadi, dan 5)
Pemasaran langsung (penggunaan surat, telepon, faks, email, atau
internet).
Konsumen bank adalah pelanggan. Mereka menginginkan
produk dan layanan perbankan yang membuat mereka puas
dengan imbalan investasi atau simpanan mereka. Mereka
didasarkan pada kesepakatan antara bank dan pelanggannya.
Pelanggan selalu mengevaluasi produk dan layanan alternatif
sebelum mereka memutuskan untuk memilih bank favorit mereka,
mengumpulkan informasi tentang produk dan layanan keuangan
yang mereka inginkan, dari keluarga, teman, kelompok referensi
atau program promosi.
Pemasaran adalah sejenis komunikasi. Menurut Lavidge
dan Steiner, proses komunikasi antara pemasok barang dan jasa
dan klien atau klien potensial dapat ditunjukkan pada gambar 3.
Ada tiga tahap dalam hirarki komunikasi: kognitif, afektif dan
perilaku. Pada tahap kognitif, pelanggan potensial menjadi sadar
akan pemasok dan produk mereka dan menambah pengetahuan
mereka. Perusahaan memberi mereka pengetahuan dan sikap yang
baik. Pada tahap afektif, pelanggan dihubungkan dengan pemasok
dan produk mereka, lebih suka mereka, memberikan kepercayaan
kepada mereka, dan terakhir meyakinkan jasa mereka. Pada tahap
perilaku terakhir, pelanggan memulai tindakan menggunakan
barang dan jasa dari pemasok. Pada tahap akhir inilah pelanggan
benar-benar mengubah perilaku pembelian barang dan jasa
(Lavidge & Steiner, 1961). Pelanggan cenderung terlibat lebih
dalam dan lebih dalam dengan barang dan jasa, menghabiskan
banyak waktu dan upaya untuk menemukan peluang untuk
membelinya sebenarnya.
38 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.|39
Gambar 3. Hierarki Pemasaran Efektif (Lavidge & Steiner, 1961)
Model yang ditunjukkan di atas oleh Kotler, Lavidge dan
Steiner berlaku untuk bank syariah maupun bank konvensional.
Tahap kognitif adalah proses kesadaran terhadap keberadaan bank
syariah dan menambah pengetahuan mereka. Pada tahap afektif,
40 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
pelanggan cenderung melakukan sesuatu melalui menghubungkan,
preferensi, dan keyakinan ke bank syariah. Terakhir pada tahap
perilaku, klien mulai bertindak untuk bertransaksi bank syariah dan
membeli produk dan layanan keuangan mereka (Kotler, 2000).
Namun, sosialisasi bank syariah berbeda dari pemasaran
murni dan sederhana di dalamnya bahwa pemasaran tidak memiliki
tujuan lain selain peningkatan kepuasan ekonomi dan utilitas baik
konsumen dan penyedia layanan di pasar perbankan, sedangkan
sosialisasi bank syariah adalah proses di mana bank syariah
memiliki tujuan yang kuat untuk meningkatkan kehadiran sosial
dan etika mereka sebagai mereka yang mematuhi syariah, untuk
membuat masyarakat memahami signifikansi sosial dari perbankan
syariah dengan baik, dan terakhir membuat pelanggan
menggunakan produk dan layanan dari bank syariah pada ini
pemahaman.
Sosialisasi bank syariah di Indonesia
a. Bank Indonesia
Tidak perlu ditanyakan lagi bahwa Bank Indonesia,
sebagai bank sentral Republik Indonesia, memiliki satu misi
utama untuk menstabilkan nilai rupiah Indonesia (Indonesia,
2014). Namun, Bank Indonesia memiliki tugas penting lainnya
untuk mensosialisasikan bank syariah, untuk menyampaikan
pesan dan informasi tentang bank syariah kepada publik, dan
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.|41
untuk mempromosikan produk keuangan syariah, bekerja
sama dengan pihak lain termasuk bank syariah, Pusat
Komunikasi Ekonomi Syariah: Ekonomi Syariah Pusat
Komunikasi), MUI (Majelis Ulama Indonesia: Majelis Ulama
Indonesia), universitas terkait, dan berbagai tokoh publik
lainnya, partai dan lembaga di Indonesia. Menambah program-
program, seperti mengiklankan perbankan Islam kepada
publik dalam berbagai acara bincang-bincang di TV dan radio,
di papan iklan, dan di media lain.
Selain itu, Bank Indonesia menyelenggarakan berbagai
seminar di bawah sponsor bersama dengan beberapa asosiasi
industri dan bisnis Indonesia, seperti Kadin, untuk tujuan
mengumpulkan dana dari bank syariah dan mempromosikan
manajemen aset pelanggan industri dan bisnis di bawah bank
syariah. Bank juga mendorong masyarakat untuk
mengkonversi deposito mereka dari bank konvensional ke
bank syariah, bekerja sama dengan organisasi sosial Islam
massa seperti Muhammadiyah (Choiruzzad dan Nugroho,
2013).
b. OJK (Otoritas Jasa Keuangan: Indonesia Financial Service
Authority)
OJK adalah lembaga keuangan yang baru didirikan
pada tahun 2012, berdasarkan UU No. 21 tahun 2011, untuk
42 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
mengambil alih sebagian tugas Bank Indonesia: regulasi dan
pengawasan semua kegiatan lembaga keuangan Indonesia
(Otoritas, 2014a). Ketika OJK dimulai pada 2012, proyek
sosialisasi bank syariah juga berhasil dari Bank Indonesia:
"Strategi Besar Pengembangan Pasar Perbankan Syariah" yang
menyusun enam program berikut. Signifikansi mereka dapat
diwakili oleh slogan, seperti "Melampaui perbankan" dan
"Bank syariah, lebih dari sekedar bank" (Otoritas, 2013).
Pertama, strategi tersebut mendesain visi jangka
menengah baru dari pengembangan perbankan Islam: 1)
Untuk membuat masyarakat Indonesia memahami perbankan
Islam secara lebih mendalam dan menetapkan 50 triliun
rupiah sebagai target jumlah aset bank syariah; 2) Untuk
memposisikan bank syariah Indonesia sebagai sektor
keuangan paling menarik di ASEAN dan; 3) Untuk mencapai
status perbankan syariah terkemuka di ASEAN.
Kedua, strategi membangun program branding atau
citra baru bank syariah. Citra baru yang menjelaskan bahwa
bank syariah melakukan segala upaya untuk membawa
manfaat timbal balik bagi pelanggan dan bank. Inilah yang
membedakan bank syariah dari bank konvensional tidak hanya
dalam keunggulan kompetitif dari berbagai produk dan
layanan keuangan tetapi juga aspek transparan dan etis dari
manajemen dan paralel dengan diferensiasi. Hal itu
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.|43
mendorong bank syariah untuk memperbarui teknologi
informasi dan untuk memenuhi syarat investasi yang sesuai
oleh para ahli keuangan Islam.
Ketiga, strategi tersebut memiliki program pemetaan
untuk metode sosialisasi bank syariah yang paling efektif dan
intensif, di mana para pelaku sosialisasi bank syariah dengan
mudah mengetahui lokasi bank syariah saat ini, distribusi
populasi saat ini dan aksesibilitasnya ke bank syariah. Program
ini akan memungkinkan para aktor untuk menentukan
prioritas sosialisasi dan memusatkan sumber daya dan energi
mereka yang terbatas ke orang-orang yang paling
membutuhkan produk dan layanan bank syariah di Indonesia.
Keempat, strategi ini memiliki program untuk
mengembangkan lebih banyak produk dan layanan keuangan
yang menarik bagi pelanggan potensial baik secara komersial
maupun agama. Sementara, memperluas jaringan kantor bank
syariah nasional dan menamai produk keuangan Islam,
misalnya, "setoran-iB" atau "pembiayaan–iB”, sehingga publik
dapat memahami, menerima, dan diyakinkan untuk
menggunakannya.
Kelima, strategi ini memiliki program untuk memasok
pelanggan dengan produk dan layanan dengan kualitas yang
ditingkatkan di bawah kepatuhan syariah. Hal ini akan
direalisasikan oleh sumber daya manusia yang kompeten,
teknologi informasi terkini untuk memenuhi kebutuhan
pelanggan, dan iklan.
Keenam, strategi ini memiliki program pendidikan
yang lebih luas dan lebih efisien. Publik melalui berbagai
saluran komunikasi langsung atau tidak langsung (media cetak
dan elektronik, dan online / situs web) untuk membuat
masyarakat memahami keunggulan produk dan layanan bank
syariah yang dapat bermanfaat kepada mereka (Otoritas,
2014b).
Meninjau tindakan Bank Indonesia dan OJK ini, kita
dapat memahami bahwa organisasi-organisasi ini jelas
merupakan salah satu aktor utama sosialisasi bank syariah (B.
Indonesia, Undated). Namun, mereka memusatkan program
sosialisasi mereka terutama ke lima kota besar di Indonesia,
oleh karena itu, tidak mencakup wilayah nasional Indonesia.
44 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H T e r o r o g a n i s i r , B e r k e s i n a m b u n g a n , d a n G r o u p R e f e r e n s i
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 45
c. MES (Masyarakat Ekonomi Syariah: Association of Islamic
Economy)
Selanjutnya, penulis merujuk pada beberapa tulisan
atau artikel dari asosiasi ekonomi Islam dan lembaga sosial
yang misinya adalah untuk menyebarkan ekonomi dan
keuangan Islam di Indonesia. Meskipun artikel tersebut
mengulas kegiatan sosialisasi mereka tentang bank-bank
syariah, artikel ini tidak mempertimbangkan misi subyektif
mereka. Artikel ini mempertimbangkan peran asosiasi
ekonomi Islam dan lembaga sosial dalam sosialisasi bank
syariah sejauh kami menyadari bahwa bank syariah tidak dapat
menggantikan, tetapi melengkapi dengan, bank konvensional.
Sementara OJK adalah agen Bank Indonesia, MES
adalah murni asosiasi ekonomi swasta yang mendorong
masyarakat untuk mengadopsi sistem ekonomi Islam di
Indonesia. MES, sejak didirikan pada tahun 2001 di Jakarta,
telah memperluas cabang di hampir semua wilayah di
Indonesia dan di beberapa negara asing seperti Inggris, Arab
Saudi, Malaysia, dan Jerman. MES memperoleh sumber daya
keuangan dari biaya keanggotaan, sumbangan, dan beberapa
amal dengan cara Islam, kecuali dari yayasan sepuluh juta
Rupiah Indonesia yang digantikan oleh para pendiri (MES,
2014).
46 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
MES mengadvokasi ekonomi Islam dan etika bisnis di
Indonesia, dan upaya untuk mengakumulasi sumber daya
manusia yang dilengkapi dengan moral, pengetahuan dan
kemampuan untuk menjalankan kegiatan ekonomi Islam,
dengan visi di masa depan bahwa ia akan dapat diterima
sebagai yang berpengaruh. Referensi ekonomi dari perilaku
Islam dan diikuti oleh publik sedemikian rupa sehingga pilihan
utama masyarakat adalah bisnis Islam, investasi dan keuangan.
MES merekomendasikan dengan tegas bahwa muslim
menggunakan bank syariah ketika dia membutuhkan layanan
perbankan, seolah-olah mereka makan makanan halal ketika
dia perlu makan. Namun, tindakan MES untuk sosialisasi bank
syariah terlalu sporadis. Sebagai contoh, hanya diadakan satu
lokakarya pada tahun 2013, "Pelatihan dan Lokakarya
Nasional: Aspek Hukum dan Akad Kontrak Perbankan
Syariah" di Bandung; dan satu lokakarya pada 2012 juga,
"Workshop Perbankan Syariah (Tingkat Dasar)" di Semarang,
sementara itu memiliki banyak program tentang pertukaran
saham dan asuransi syariah.
d. PKES (Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah)
PKES adalah asosiasi ekonomi swasta besar lainnya
yang misinya mirip dengan MES. Visi terakhir PKES adalah
menciptakan komunitas yang anggotanya memahami, percaya,
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 47
dan menerapkan diri mereka pada, ekonomi Islam secara
keseluruhan ("kaffah" dalam bahasa Arab). PKES didirikan
pada 14 Mei 2003, di Jakarta dan sesudahnya, seperti MES,
memperluas cabang atau perwakilan di beberapa tempat di
Indonesia dan di luar negeri. Demikian juga, PKES memiliki
banyak sumber daya keuangan, seperti sumbangan para
pendiri dan lainnya, biaya keanggotaan, subsidi pemerintah,
dan keuntungan dari bisnis mereka sendiri (PKES, 2014).
Misi PKES adalah: 1) Peningkatan pemahaman
masyarakat tentang esensi ekonomi Islam; 2) Menciptakan
kepercayaan publik pada keuntungan ekonomi dari mematuhi
aturan Syariah; dan 3) Pertumbuhan dan perkembangan
ekonomi Islam di Indonesia.
PKES baru-baru ini meluncurkan gerakan baru yang
disebut GRES! (Gerakan Ekonomi Syariah: Gerakan Nasional
Ekonomi Islam) untuk membangun ekonomi Islam secara
keseluruhan, yang melibatkan banyak perusahaan Islam,
pelaku bisnis, lembaga keuangan, regulator, asosiasi,
universitas, dan banyak pemangku kepentingan lainnya. Setiap
unit dapat memegang programnya sendiri, tetapi pada saat
yang sama mereka berkumpul menjadi GRES! Gerakan ini
dimulai langsung dengan alamat Presiden Indonesia, Susilo
Bambang Yudoyono, pada 17 November 2013 di Museum
Nasional, Jakarta, sebagai kampanye inovatif membangun
48 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
ekonomi Islam (Aryani, 2013). Jelas dari proses ini bahwa,
meskipun PKES adalah asosiasi ekonomi swasta, ia memiliki
hubungan dekat dengan pemerintah. Namun, staf PKES
sangat langka dan benar-benar terbatas sehingga sulit untuk
melaksanakan sosialisasi bank syariah dalam skala penuh.
Tercatat ada satu forum utama mengenai sosialisasi bank
syariah pada tahun 2013, “Menunggu Bank syariah milik
Negara”, sebuah program bersama dengan Kementerian
BUMN dan Bank Indonesia.
e. Organisasi sosial Islam.
Organisasi sosial Islam berbeda dari asosiasi ekonomi
Islam. Asosiasi ekonomi Islam terdiri dari berbagai kelompok
ekonomi dan individu, sedangkan organisasi sosial Islam
terdiri dari para pemimpin agama Islam, seperti Majelis Ulama
Indonesia. MUI (Majelis Ulama Indonesia), sebuah organisasi
sosial Islam yang didirikan pada tahun 1975, adalah asosiasi
para cendekiawan, pemimpin, dan intelektual Islam. MUI
bertujuan untuk mewujudkan negara yang aman, damai, adil
dan makmur baik secara spiritual maupun fisik sehingga
Tuhan dapat memberkati. Untuk mencapai tujuan tersebut,
MUI membantu dan membimbing orang-orang,
mengeluarkan fatwa, merumuskan kebijakan misi Islam, dan
menawarkan penghubung antara cendekiawan Islam dan para
pemimpin pemerintah (Indonesia, 2014).
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 49
MUI dapat dianggap sebagai pemimpin sosialisasi,
penyebaran, pemahaman, kepercayaan, dan dorongan bank
syariah kepada pelanggan potensial karena telah menunjukkan
dirinya sebagai poros gerakan populer Islam di bidang
perbankan: MUI mengeluarkan fatwa pada tahun 2004 untuk
menyatakan bahwa bunga bank harus secara khusus dilarang
sebagai haram, hal-hal dan perilaku yang dilarang dalam
hukum Islam (Indonesia, 2004).2
Organisasi sosial Islam lainnya yang diharapkan
berkontribusi banyak untuk sosialisasi bank syariah adalah
Muhammadiyah. Ini adalah organisasi sosial Islam modernis
besar serta MUI, dan bertujuan terutama, tetapi tidak secara
radikal, untuk mempraktikkan agama Islam dalam kehidupan
2 Perlu dicatat di sini bahwa MUI sungguh-sungguh mendukung
pendirian bank syariah pertama di Indonesia (Bank Muamalat
Indonesia) pada tahun 1992. Sebelum gerakan pendirian ini, ada
kebangkitan gerakan ekonomi Islam yang menyerukan Islamisasi
sistem ekonomi pada 1980-an. . Salah satu argumen utama gerakan
ekonomi Islam adalah mengenai masalah biaya bunga (Al Banna
Choiruzzad & Nugroho, 2013). Gagasan untuk menciptakan bank
syariah di Indonesia dibentuk dalam sebuah lokakarya tentang bank
dan kepentingan perbankan pada 18-20 Agustus 1990 di Cisarua
Bogor, dengan sponsor MUI, dan diteruskan ke Konferensi Nasional
MUI, pada 22-25 Agustus pada tahun 1990 di Jaya Jakarta. Kemudian
MUI memulai sebuah kelompok kerja yang kemudian membuat cetak
biru bank syariah pertama (Antonio, 2001).
50 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
sehari-hari menurut kitab suci agama Islam, Al-Quran [dari
Tuhan], dan Hadist. [ucapan, tindakan, dan persetujuan dari
Nabi Muhammad]. Muhammadiyah didirikan oleh KH
Ahmad Dahlan di Yogyakarta pada tahun 1912. Pendidikan
dan kesehatan telah menjadi dua bidang sosial yang paling
menonjol sejak didirikan, dan sekarang di Indonesia ada 172
institusi pendidikan tinggi dan 457 rumah sakit atau klinik
yang dikelola oleh Muhammadiyah (Muhammadiyah, 2014).3
Muhammadiyah juga telah mengungkapkan sikap yang
bermanfaat terhadap pemantapan sistem ekonomi Islam.
Muhammadiyah, seperti halnya MUI, membuat fatwa, Nomor
8 pada tahun 2006, yang mengecam bunga bank sebagai
haram (Muhammadiyah, 2006), dan pada Kongres
Muhammadiyah ke-45 di Malang, itu menyatakan bahwa ia
3 Karena Muhammadiyah memiliki kedalaman kehadiran di
masyarakat Indonesia tanpa saingan di negara-negara mayoritas
Muslim lainnya, Islam Indonesia dikatakan sebagai “Islam yang
diasosiasikan”. Fitur organisasi yang paling mencolok dari masyarakat
Muslim di Indonesia adalah keberadaan dan daya tahan asosiasi
kesejahteraan sosial Muslim seperti Muhammadiyah. Asosiasi-
asosiasi ini menganggap jalan tengah perawatan kesehatan,
kesejahteraan sosial, dan sekolah sebagai tujuan akhir bagi diri
mereka sendiri. Dengan cara ini, kehidupan asosiasional di Indonesia
telah membantu menciptakan budaya religius praktis dari jalan
tengah Islam (Hefner, 2013).
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 51
akan mentransfer semua aset ke bank-bank syariah untuk
menggunakannya. untuk memperluas layanan keuangan
syariah melalui bank syariah (Anhar, 2013).
Mempertimbangkan bahwa sikap dan kinerja
Muhammadiyah terhadap bank-bank syariah jelas positif,
bahwa status sosialnya di Indonesia sangat tinggi, dan bahwa
aktivitas sosialnya telah sangat diperkirakan oleh publik,
diharapkan untuk menjadi penggerak utama syariah, dan juga
sosialisasi bank syariah di masa depan.
52 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Pembahasan
Dalam sebuah wawancara penulis bersama Rifki Ismal,
peneliti senior Bank Indonesia, menyatakan bahwa sosialisasi,
penyebaran dan pemahaman publik tentang bank syariah di
Indonesia belum mencapai pada tingkat yang optimal (Ismal,
2014). Akibatnya, seperti yang telah saya bahas di artikel lain, bank
syariah hanya menunjukkan akselerasi yang lambat selama 22 tahun
sejak pendirian bank syariah pertama di Indonesia, dan pangsa
pasar aset bank syariah masih sekecil kurang dari 6 persen.
Indonesia adalah negara yang memiliki populasi Muslim terbesar.
Halim Alam, Deputi Gubernur Bank Indonesia, mengatakan
bahwa Indonesia dapat menjadi pelopor dan referensi untuk
pengembangan keuangan Islam di dunia. Dia menyatakan pada
Februari 2012 bahwa industri perbankan syariah memiliki jaringan
11 bank syariah, 24 unit bisnis syariah, dan 155 BPR Islam. 11
bank syariah adalah BNI Syariah, Bank Muamalat Indonesia, Bank
Syariah Mandiri, dan Bank Syariah Mega Indonesia, Bank BCA
Syariah, Bank BRI Syariah, Bank Jabar Banten Syariah, Bank Panin
Syariah, Bank Syariah Bukopin, Bank Victoria Syariah, dan Bank
Maybank Syariah Indonesia. Tingkat pertumbuhan perbankan
syariah di Indonesia sekarang melebihi tingkat pertumbuhan
perbankan nasional secara keseluruhan (Alamsyah, 2012). Namun,
jumlah aset jauh lebih sedikit dibandingkan dengan bank
konvensional
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 53
Bahkan, seperti yang saya bahas di atas, upaya berkelanju
tan untuk mensosialisasikan bank syariah di Indonesia tampaknya
memiliki banyak kendala. Ismal menunjukkan faktor penting yang
menunjukkan kurangnya sosialisasi bank syariah: koordinasi di
antara para pelaku tidak lancar dan tindakan mereka terlalu umum
dan terlalu terfragmentasi. Mereka hanya melakukan proyek
terpisah mereka yang tidak saling berhubungan dengan lancar satu
sama lain. Saling pengertian antara para pelaku sosialisasi tidak
cukup. Jika kolaborasi para aktor, Bank Indonesia, OJK, organisasi
ekonomi non-pemerintah seperti MES, PKES, dan organisasi
sosial Islam seperti MUI dan Muhammadiyah berfungsi dengan
baik, didukung oleh pemerintah, sosialisasi bank syariah kepada
publik di Indonesia akan diharapkan untuk ditingkatkan lebih baik
dan terus lebih stabil.
Selain itu, catatan penting dari sosialisasi yang sedang
berlangsung adalah bahwa ada sedikit data yang menunjukkan
berapa banyak orang di setiap wilayah atau kabupaten yang
membutuhkan lebih banyak pengetahuan dan informasi bank
syariah dan cenderung menjadi pelanggan bank syariah. Salah satu
alasan utama mengapa sosialisasi bank syariah kepada publik
diperlukan lebih lanjut adalah bahwa banyak orang di Indonesia
tidak memahami bank syariah dengan baik. Dalam hal ini, sebuah
ide layak dipertimbangkan bahwa kata-kata bahasa Indonesia harus
digunakan untuk kontrak dan produk perbankan syariah sebagai
54 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
pengganti yang ditulis dalam bahasa Arab sehingga orang-orang
dapat lebih mudah memahami metode perbankan syariah. Ini akan
memiliki efek penyebaran sosial menggunakan bank syariah
(Purwata, 2013).
Karena MUI dan Muhammadiyah adalah salah satu
lembaga sosial Islam terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia,
keduanya akan dapat menjadi kandidat dari pemain-pemain
terkemuka dan mengatur untuk mensosialisasikan bank-bank
syariah secara strategis di tingkat nasional, sebagaimana telah
dibahas. Ismal, dengan asumsi potensi mereka (MUI dan
Muhammadiyah), menyarankan cara mengatasi kesulitan sosialisasi
bank syariah saat ini dengan cara-cara berikut: a) Melibatkan ulama
MUI secara lebih mendalam untuk mensosialisasikan bank syariah;
b) Menyusun kurikulum intensif perbankan syariah dan
pembiayaan di beberapa jenis sekolah di Indonesia untuk
mengatasi kekurangan sumber daya manusia bank syariah; dan c)
Meningkatkan publikasi dan distribusi buku teks tentang bank
syariah dan keuangan dengan menggunakan jaringan MUI dan
Muhammadiyah yang luas (Ismal, 2013). Di atas segalanya, MUI
dan Muhammadiyah tampaknya memiliki kekuatan untuk
mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk memainkan peran
yang lebih aktif dalam sosialisasi bank-bank syariah, memanfaatkan
hubungan dekat mereka dengan otoritas politik Indonesia.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 55
Program sosialisasi OC (Organizing and Continuous)
Pada bagian ini, dengan mengacu pada argumen Ismal,
penulis merancang model program sosialisasi bank syariah di
Indonesia, yang disebut program sosialisasi "the Organised, and
Continuous (OC)" yang dilakukan terutama oleh MUI dan
Muhammadiyah. Organisasi-organisasi sosial Islam yang besar ini
akan mengendalikan dan mengatur sosialisasi bank-bank syariah
secara terorganisir dan berkelanjutan. Gambar 4 menunjukkan
model untuk input, tindakan, dan proses output dari program
sosialisasi OC.
Gambar 4.
Input, Action, and Output Process of OC Socialization Program
Program OC mencakup proses Input-Action-Output.
Pertama, input diimplementasikan oleh PSBS (Pusat Sosialisasi
Bank Syariah) atau SCIB (Socialization Center of Islamic Bank) atau
Pusat Sosialisasi bank syariah. Meskipun PSBS tidak dapat
56 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
digambarkan dengan jelas dalam desain saya, itu seharusnya
menjadi penyelenggara non-pemerintah terutama terdiri dari
anggota organisasi sosial Islam. PSBS memfokuskan kerjanya pada
pengendalian dan pengaturan sosialisasi bank syariah di Indonesia
yang terdiri dari 33 provinsi. Tugas PSBS adalah perencanaan,
pelaksanaan, kontrol, dan evaluasi beberapa program sosialisasi
bank syariah, baik itu formal dan non-formal. Selain itu juga
melakukan pekerjaan pemetaan yang membagi populasi
berdasarkan wilayah atau latar belakang pendidikan untuk
mempromosikan sosialisasi secara efektif dan efisien.
Kedua, melalui proses tindakan, pelanggan potensial
mengalami setiap tahap sosialisasi. Awalnya pelanggan menjadi
sadar akan keberadaan bank syariah, dan kemudian menambah
pengetahuan mereka. Lalu, pelanggan atau masyarakat mempunyai
perasaan suka dan percaya pada bank syariah. Pada tahap ini,
pelanggan mulai memiliki citra dan sikap positif dan simpatik
terhadap bank syariah. Terakhir pada tahap perilaku, pelanggan
benar-benar menggunakan bank syariah. Ketiga, dalam proses
output, program OC akan memajukan sosialisasi bank syariah, dan
akan mengarah pada perkembangan bank syariah dengan mantap.
Salah satu program sosialisasi formal OC melalui
kurikulum pendidikan agama nasional yang telah diperkenalkan di
Indonesia. Dengan dukungan MUI dan Muhammadiyah, sosialisasi
bank syariah akan dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 57
agama nasional. Mulai dari taman kanak-kanak hingga sekolah
dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, dan
universitas, sesuai dengan tingkat pendidikan masing-masing.
Bahan dan isinya juga disesuaikan untuk setiap level. Hal tersebut
tentunya akan membuat murid, siswa, guru, dosen, dan tutor yang
dikirim dari luar menjadi sadar akan perbankan syariah, mendapat
kan pengetahuan tentang perbankan syariah, dihubungkan dengan
arti pentingnya perbankan syariah, dan percaya pada perbankan
syariah, sampai mereka akhirnya melakukan transaksi dengan bank-
bank syariah “sadar dengan arti pentingnya perbankan syariah bagi
dirinya, agamanya, dan bangsa Indonesia.4
Berkenaan dengan program pendidikan yang diuraikan di
atas, Gambar 5, prototipe pemetaan, menunjukkan bahwa angka
partisipasi sekolah (SPR) untuk anak usia 7-12, 13-15, dan 16-18
4 Hefner mengamati bahwa pendidikan Islam di Indonesia termasuk
yang paling vital dan inovatif di dunia Muslim. Keterbukaan
pendidikan telah difasilitasi oleh fakta bahwa pendidik Islam
Indonesia telah memeluk arus utama reformasi sosial dan inovasi
kurikuler yang dipromosikan oleh para pemimpin Indonesia (Hefner,
2013). Bahkan di sekolah-sekolah Islam di Indonesia, seperti
Pesantren dan Madrasah yang lebih mengutamakan Islam dalam
kurikulum mereka daripada sekolah umum, kebanyakan dari mereka
inovatif dan melampaui studi agama untuk menawarkan
keterampilan yang dapat dipasarkan dan pendidikan umum (mata
pelajaran non-agama) (Tan, 2011).
58 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Sources: (Indonesia, 2013).
adalah 98 persen, 90 persen, dan 63 persen masing-masing,
sedangkan SPR untuk anak usia 19-24 tahun hanya sekitar 20
persen. Dapat dikatakan bahwa, karena tingkat sekolah dasar,
sekolah menengah pertama, dan tingkat partisipasi sekolah tinggi,
akan efektif untuk memusatkan program sosialisasi bank syariah
yang lebih intensif pada tingkat yang lebih rendah ini. Karena
sebagian besar kurikulum bank syariah, perbankan dan keuangan
Islam saat ini disiapkan untuk siswa di tingkat universitas untuk
profesional dan peneliti di industri perbankan syariah. Gagasan
kurikulum pendidikan di tingkat yang lebih rendah dari sekolah
pendidikan dasar, sekolah menengah pertama, dan SMA sepertinya
inovatif dan menarik.
Sources: (Indonesia, 2013).
0,00
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
SchoolParticipation Rate(SPR) 7-12 years
SchoolParticipation Rate(SPR) 13-15 years
SchoolParticipation Rate(SPR) 16-18 years
SchoolParticipation Rate(SPR) 19-24 years
1 2 3 4
Figure 5. Indonesia Formal Education Participation
in 2013
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 59
Program sosialisasi formal OC lainnya adalah pelatihan
ulama (sarjana Islam) di bidang perbankan Islam oleh MUI dan
Muhammadiyah. Secara umum, masyarakat Indonesia, khususnya
anggota komunitas muslim cenderung memiliki beberapa tokoh
kunci sebagai panutan. Dalam pengajian (pertemuan Islam non-
formal di masyarakat), orang yang dijadikan teladan oleh
masyarakat adalah Ulama. Oleh karena itu, jika ulama di Indonesia
pertama kali disosialisasikan melalui program pelatihan, hal itu
dapat memberikan dampak yang diinginkan pada pengikut dan
audiens ulama dalam pengajian.
Karena ulama memiliki pengetahuan yang relatif banyak
tentang bank syariah dan keuangan tanpa pelatihan khusus, mereka
segera mampu mengajarkan secara signifikan tentang bank syariah
kepada audiens. Ulama diharapkan menjadi panutan untuk
memandu banyak pengikut dalam kesadaran, pengakuan,
menghubungkan, preferensi, keyakinan, dan pembelian dalam
program sosialisasi OC bank-bank syariah dalam kehidupan sehari-
hari. Ulama dapat memberikan rekomendasi terbaik dari bank
syariah, peluang setoran, dan kelayakan pembiayaan untuk audiens
dan pengikut. Proses ini meningkatkan transaksi populer dengan
bank syariah.
Salah satu program sosialisasi OC informal adalah
pengajian. Pengajian adalah pertemuan Islam non-formal di
masyarakat di Indonesia yang dilakukan oleh ulama yang bertujuan
60 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
untuk mentransfer pengetahuan agama Islam dari ulama ke publik.
Ulama dapat memberikan pengetahuan agama Islam kepada
pengikutnya secara langsung. Namun, ketika pengetahuan tentang
agama Islam ditransfer melalui buku-buku agama Islam, video dan
jenis media lainnya, metode ini tidak langsung. Transfer
pengetahuan bank syariah yang dimediasi oleh pengajian dapat
mendorong audiens dan pengikut untuk terbiasa dengan transaksi
dengan bank syariah, seperti investasi, setoran dan pinjaman.
Ketika cendekiawan Islam berbicara kepada audiens dan pengikut,
mereka dapat mengajarkan pentingnya disiplin dan aturan
transaksi, seperti pembayaran kembali.
Ketika kita membahas program OC dalam pengajian, perlu
untuk melihat gambar 6, prototipe pemetaan seperti gambar 5,
yang menunjukkan prioritas sosialisasi bank syariah kepada
komunitas muslim menurut provinsi. Dari distribusi populasi
muslim di Indonesia yang ditunjukkan pada gambar 6, kami
menemukan bahwa jumlah terbesar muslim tinggal di Jawa Timur,
Jawa Barat, dan Jawa Tengah. Untuk itu, direkomendasikan bahwa
pengajian, program sosialisasi OC informal bank syariah,
dikonsentrasikan di tiga provinsi ini sebagai target utama dalam
program sosialisasi non-formal, yang akan diikuti oleh provinsi lain
yang berpenduduk banyak populasi Muslim. setelah tiga provinsi
besar, seperti Banten dan DKI Jakarta.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 61
Figure 6. The Number of Muslims in Indonesia
by Provinces in 2010
Papua
West Papua North Maluku
Maluku West Sulawesi
Gorontalo Southeast Sulawesi
South Sulawesi Central Sulawesi North Sulawesi East Kalimantan
South Kalimantan Central Kalimantan
West Kalimantan East Nusa Tenggara
West Nusa Tenggara Bali
Banten
East Java Yogyakarta Special Regensy
Central Java West Java DKI Jakarta Riau Island
Bangka Belitung Islands Lampung Bengkulu
South Sumatera Jambi
Riau West Sumatera North Sumatera
Aceh
0 10.000.00020.000.00030.000.00040.000.00050.000.000
Source: (Indonesia, 2010b)
62 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Menurut sensus Indonesia pada 2010, total populasi adalah
237.641.326, yang terbagi atas daerah pedesaan, 119 321 070 (50,21
persen) dan di daerah perkotaan, 118 320 256 (49,79 persen)
(Indonesia, 2010a). Dengan adanya divisi ini, PSBS harus membuat
dua strategi pendekatan program pengajian. Pendekatan pertama
adalah sosialisasi penduduk yang tinggal di daerah pedesaan. Di
masyarakat pedesaan, pengajian perlu menekankan pemahaman
dasar bank syariah sehingga masyarakat dapat mengetahui, dan
terbiasa dengan, berbagai layanan dasar bank syariah, seperti
tabungan, pembiayaan untuk pertanian, pertanian, perkebunan,
dan usaha kecil lainnya. Pendekatan kedua adalah sosialisasi
penduduk yang tinggal di perkotaan. Beberapa dari mereka terlibat
dalam industri dan jasa skala menengah dan besar. Dalam
komunitas perkotaan, pengajian perlu menekankan pemahaman
tentang bank syariah di tingkat menengah sehingga orang dapat
bertransaksi dengan bank syariah untuk tabungan, pembiayaan
untuk industri dan investasi yang kadang-kadang berskala
menengah dan besar.
Program sosialisasi informal OC lainnya adalah diskusi
kelompok FGD (Focus Group Discussion). SCBI perlu melakukan
diskusi kelompok FGD dengan manajer bisnis, direktur dan
investor dari berbagai industri, termasuk yang ada di konglomerat
muslim besar di Indonesia. Menurut Forbes pada tahun 2012, total
aset dari empat konglomerat muslim terbesar, Chairul Tanjung,
Achmad Hamami, Garibaldi Tohir, dan Aksa Mahmud mencatat
Rp 73 triliun (Oktarianisa, 2012). Jika semua aset ini diinvestasikan
atau disetor ke bank syariah, total pendanaan bank syariah akan
meningkat sebesar 33 persen, Rp 291 triliun. Ini berarti bahwa
sosialisasi bank syariah juga perlu didekati untuk bisnis besar dan
investor besar.
Rifki Ismal mengatakan dalam sebuah wawancara pada
tahun 2014 bahwa bank syariah dapat meningkatkan kinerja
mereka secara signifikan dengan menarik investor dan konglomerat
besar, termasuk yang non-Muslim (Ismal, 2014). Oleh karena itu,
program sosialisasi OC bank syariah perlu memiliki jangkauan luas,
tidak hanya mencakup bisnis publik, dan kecil dan menengah tetapi
juga bisnis besar untuk menyebarkan signifikansi sosial dan etika
bank syariah serta untuk meningkatkan profitabilitas bank syariah
(Santoso, 2014).
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 63
64 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Sebatas tambahan, dalam mensosialisasikan bank syariah di
Indonesia, sejatinya kita dapat berkonsultasi dengan salah satu
model lembaga keuangan mikro syariah non-bank yang sukses atau
Baitul Maal Wattamwil (BMT). Aktivitas BMT sangat berbeda dari
bank syariah (bank komersial syariah formal) di mana BMT
memfasilitasi berbagai jenis layanan amal gratis untuk penduduk
miskin yang tidak dapat dilayani oleh bank syariah: Misalnya,
layanan mobil ambulans gratis untuk orang-orang yang perlu pergi
ke rumah sakit untuk keadaan darurat atau dari rumah sakit ke
rumah yang dapat ditemukan di banyak daerah di Indonesia;
Program pelatihan kerja di mana para pengangguran muda yang
memiliki motivasi tinggi untuk bekerja atau memulai usaha kecil
dapat diberikan pelatihan kerja dengan gratis, misalnya, untuk
tukang cukur, dan lainnya. Mereka yang menyelesaikan pelatihan
untuk tukang cukur juga bisa dipinjamkan toko dengan semua alat
tukang cukur. Mereka dapat mengembalikan semua fasilitas yang
dibagikan bersama dengan BMT setiap hari atau setiap minggu
berdasarkan perjanjian.
Ada banyak cara untuk meningkatkan anggota BMT.
Bahkan, pengajian adalah salah satunya, di mana biasanya BMT
melibatkan guru-guru (ustad) untuk mengajarkan pemikiran Islam
di desa-desa, membayar mereka biaya bensin dan sepeda motor di
bawah qardhul hasan. Qardhul hasan adalah program pembiayaan
untuk membantu seseorang atau organisasi dan program ini adalah
misi sosial tanpa keuntungan. Ustad mengajar agama Islam
populasi pedesaan dan pada saat yang sama memperkenalkan
keuangan mikro Islam. Sinergi antara BMT dan pengajian telah
meningkatkan jumlah keanggotaan BMT secara dramatis. Tidak
hanya anggota, tetapi juga aset BMT telah tumbuh dengan baik.
Ketika BMT didirikan pada tahun 1998, total modal adalah Rp.
2.000.000, dan setelah belasan tahun, pada 2010, jumlahnya adalah
Rp.64.000.000 (Rostiyani, 2010).
Program sosialisasi bank syariah dapat mempertimbangkan
keberhasilan yang didahulukan dari BMT dan hubungan antara
BMT dan pengajian, terutama karena BMT jauh lebih kecil
daripada bank syariah dalam skala dan karena Ustad adalah guru
bagi orang muslim, tentunya berbeda dengan ulama, dimana ciri
ulama adalah dengan mempunyai pengetahuan Islam secara
mendalam, menjadi panutan yang terhormat sebagai masyarakat
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 65
Muslim dalam kehidupan sehari-hari. Ulama adalah ustad, tetapi
ustad tidak selalu ulama, lebih sederhananya seperti itu. Berkaca
dari hal tersebut, sejatinya bank syariah mempunyai potensi yang
luar biasa untuk dikembangkan.
66 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Kesimpulan
Bank syariah di Indonesia memiliki dua tujuan. Pertama,
mereka berusaha untuk bersaing dengan bank konvensional.
Faktanya, bank syariah memiliki potensi untuk menjadi lebih
menarik dan kompetitif, karena mereka secara intrinsik resisten
terhadap fluktuasi pasar keuangan internasional. Kedua, bank
syariah berusaha untuk disosialisasikan, menyatukan diri mereka
dengan pelanggan dengan kesadaran agama dan sosial. Dalam
artikel itu, cara untuk mencapai tujuan kedua digambarkan secara
kasar.
Sosialisasi dan penyebaran bank syariah telah dilakukan
oleh berbagai pihak seperti pemerintah, Bank Indonesia, OJK,
organisasi non-pemerintah seperti MES dan PKES, dan organisasi
sosial Islam seperti MUI dan Muhammadiyah. Namun, ada banyak
kekurangan dan hambatan dalam tindakan mereka dengan hasil
bahwa sosialisasi sekarang masih kurang optimal, tidak terintegrasi,
tidak efisien, dan dihentikan.
Berdasar hal tersebut penulis merancang sebuah rencana
yang disebut program sosialisasi "the Organised, and Continuous (OC)"
dari bank-bank syariah yang akan dilakukan oleh Pusat Sosialisasi
Bank Syariah (PSBS), sebuah badan pengelola independen untuk
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengendalian OC
formal. dan program informal, terutama terdiri dari anggota
organisasi sosial Islam terkemuka, MUI dan Muhammadiyah.
Melalui proses Input-Action-Output dari program OC, pelanggan
potensial mengalami kesadaran, pengetahuan, menghubungkan,
preferensi, keyakinan bank syariah, sampai pelanggan memutuskan
untuk menggunakan bank syariah dan membeli produk dan
layanan mereka. PSBS memiliki peran strategis dalam
mengimplementasikan program formal dan non-formal OC. MUI
dan Muhammadiyah mengerahkan kekuatan yang cukup untuk
mempengaruhi tidak hanya pemerintah, cendekiawan Islam, dan
organisasi Islam, tetapi juga masyarakat dalam sosialisasi bank-
bank syariah, dengan hasil bahwa mereka memiliki keuntungan
dalam mengeksekusi kekuasaan mereka di kedua level, yaitu,
puncak otoritas dan orang-orang akar kaca massa.
Dalam program formal diatur kurikulum bank syariah di
setiap tingkat sekolah, dan di program formal lainnya dilatih ulama
bekerja sama dengan MUI dan Muhammadiyah dimana ulama
dapat memperoleh kemampuan untuk membimbing dan
memimpin pengikut mereka dalam pengajian menjadi pelanggan
sebenarnya dari bank syariah. Program non-formal adalah
pengajian di mana ulama bukan trainee, tetapi pemimpin audiensi
dan pengikut. Program non-formal lainnya adalah FGD (Focus
Group Diskusi) di mana SBIC mendorong pengusaha dan
investor untuk menempatkan dana mereka di bank-bank syariah
dengan kesadaran etika Islam.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 67
68 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Teroroganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Sejauh bank-bank syariah di Indonesia memiliki kemauan
tidak hanya untuk menjadi kompetitif secara ekonomi, tetapi juga
untuk menjadi lembaga keuangan berdasarkan aturan syariah, ada
baiknya merancang program sosialisasi yang dilakukan tidak secara
paksa, tetapi secara sukarela dalam masyarakat Indonesia.
BAB 4 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMBENTUK SOSIALISASI PERBANKAN SYARIAH
70 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Pendahuluan
Bank syariah di Indonesia berdiri sejak 27 tahun lalu.
Perkembangan aset bank syariah bisa dikatakan lambat. Hal ini bisa
dilihat dari persentase aset bank syariah dibandingkan dengan bank
konvensional adalah 3,93% (OJK, 2019). Persentase aset bank
syariah selama 27 tahun masih kecil. Partisipasi bank syariah
Indonesia di dunia adalah 5,5 persen pada tahun 2014-2015. Angka
ini relatif kecil jika dibandingkan dengan Bahrain dan Malaysia
yang masing-masing telah mencapai 27,7 persen dan 20,7 persen
(Jimam & Ismail, 2019).
Hal ini memberi sinyal untuk perkembangan bank syariah
di Indonesia sangat lambat. Satu hal penting dalam mengembang
kan bank syariah di Indonesia adalah desain sosialisasi bank
syariah. Bank syariah di Indonesia adalah sistem perbankan yang
relatif baru jika dibandingkan dengan sistem perbankan konvensio
nal. Desain sosialisasi bank syariah yang baik diharapkan dapat
meningkatkan minat masyarakat Indonesia menggunakan layanan
perbankan syariah dalam kehidupan sehari- hari. Umat Islam
menggunakan jasa bank syariah adalah bagian dari ibadah dalam
hal kegiatan ekonomi sesuai dengan agama Islam. Selanjutnya,
Indonesia memiliki populasi muslim terbesar di dunia (12,9 persen)
yang merupakan peluang bagus untuk pengembangan bank syariah
Indonesia (Jimam & Ismail, 2019).
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.|71
Kuwamura (2009) menemukan bahwa proaktif diperlukan
dalam mewujudkan internasionalisasi pendidikan di Jepang melalui
berbagai cara seperti meningkatkan keragaman secara efektif,
mengembangkan berbagai kompetensi antar budaya. Dengan kata
lain Kawamura (2009) telah menemukan bahwa proaktif
diperlukan untuk mengoptimalkan hasil dengan berbagai jalur.
Sosialisasi bank syariah juga dituntut proaktif. Karena itu,
seperti yang ditemukan oleh Goerdel menyatakan bahwa proaktif
sangat penting untuk keberhasilan pencapaian tujuan manajemen.
Para Manajer yang selalu melakukan kontak dengan pelaku jaringan
usaha dengan jaringannya sering mengalami kesuksesan daripada
mereka yang tidak melakukan kontak. Proaktif menjadi penting
dalam keberhasilan pencapaian tujuan organisasi. Perspektif
holistik tentang bagaimana perusahaan dapat lebih proaktif dalam
perjalanan mereka untuk menjadi lebih berorientasi keberlanjutan
(Lozano, 2013). Sirkulasi model bisnis menyiratkan tantangan
signifikan untuk pengurangan ketidakpastian proaktif untuk
pengusaha (Linder dan Williander, 2015). Proaktif penting dalam
bisnis, perusahaan, organisasi dan juga untuk pengurangan
ketidakpastian. Selain proaktif, perlu ada sinergi antara institusi
bisnis, pendidikan formal, cendekiawan Islam, dan universitas
diperlukan dalam sosialisasi bank syariah.
Diperlukan sinergi untuk menghasilkan tujuan organisasi.
Sinergi dapat mendukung perubahan dinamis (Waheed et.al,
2018). Sosialisasi keuangan syariah adalah tanggung jawab bersama
antara Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan dan praktisi
keuangan syariah. Langkah-langkah strategis dalam sosialisasi bank
syariah meliputi penargetan, integrasi, pemahaman, dan implemen
tasi (Karnawijaya, 2019).
Karena itu, seperti yang ditemukan oleh Goerdel
menyatakan bahwa proaktif sangat penting untuk keberhasilan
pencapaian tujuan manajemen. Manajer yang selalu melakukan
kontak dengan pelaku jaringan pengusaha atau bersinergi dengan
jaringan sering mengalami kesuksesan daripada mereka yang tidak
melakukan kontak. Dengan demikian, sinergi dan proaktif menjadi
penting dalam keberhasilan pencapaian tujuan organisasi.
Sosialisasi adalah proses rekonstruksi budaya di mana individu
dalam setiap generasi baru dibimbing untuk membangun
kemiripan kesinambungan budaya (Kuczynski, 2015).
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.|73
Tinjauan Pustaka
Penelitian tentang sosialisasi bank syariah belum banyak
dilakukan di tingkat internasional. Telah ada studi tentang
sosialisasi bank syariah di Indonesia, meskipun jumlahnya tidak
banyak. Beberapa peneliti menyukai hasil survei nasional oleh
Otoritas literasi dan inklusi bank Syariah Indonesia adalah 6,63%
dan 9,61% pada 2016. Ini berarti bahwa orang sudah mulai
menggunakan perbankan syariah dan produk keuangan, tetapi
tidak banyak orang mengerti tentang perbankan syariah dan
produk keuangan. Jadi, sosialisasi tentang bank syariah itu penting,
termasuk produknya.
Peneliti lain, Sakinah menemukan bahwa cendekiawan
Islam memiliki peran strategis dalam sosialisasi perbankan syariah
karena ulama adalah sebagai pewaris para nabi dengan posisi dan
predikat sebagai ahlul ilmi (ahli ilmu), ahlul khasyah (orang yang
taqwa), ahlul bashirah (memiliki kompetensi). Sarjana Islam atau
ulama di Indonesia adalah salah satu strategi cara untuk membantu
sosialisasi bank syariah dengan baik. Sosialisasi bank syariah saat ini
dilaksanakan oleh beberapa lembaga syariah di Indonesia. Namun,
tidak dihargai untuk menjadi sangat efektif (Santoso, 2016).
Sosialisasi bank syariah tidak efektif dalam hal: (1) sosialisasi hanya
di daerah perkotaan; (2) publik tidak tahu dan memahami dengan
jelas lembaga keuangan Islam, tetapi wawasan dan pengetahuan
74 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
perbankan Islam umumnya terbatas di kalangan akademisi dan
praktisi (Herry and Umam, 2013).
Metode Penelitian
Data diperoleh dari kuesioner pada orang yang pernah
berhubungan atau bertransaksi dengan bank syariah. Hasil survei
pada responden diperoleh 145 jawaban responden yang layak
untuk dianalisis. Kemudian, data dianalisis menggunakan model
SEM dengan pendekatan Partial Least Squares. Pada tahap analisis,
ada dua hubungan yang terpisah namun berurutan. Pertama, kita
harus merancang model pengukuran (model luar/ Outer Model)
untuk mengetahui validitas dan reliabilitas indikator variabel laten.
Kedua, model struktural diuji dengan merancang model dalam.
Model luar dirancang menggunakan beberapa pengukuran.
Pertama, validitas konvergen atau memuat faktor (minimum 0,5
dapat diterima jika penelitian masih dalam tahap awal
mengembangkan skala pengukuran) (Chin, 2010). Kedua, varians
rata-rata yang diekstraksi adalah> 0,5 (Fornell and Larcker, 1981).
Evaluasi berikutnya adalah reliabilitas komposit (nilai> 0,6
menunjukkan bahwa konstruksi dapat diandalkan) (Bagozzi and
Youjae, 1988).
Hasil dan Diskusi
Model Luar (Outer Model)
Model pengukuran dapat dilanjutkan ke tahap model dalam
jika memenuhi kriteria yang valid dan dapat diandalkan. Dapat
dilihat bahwa tabel 2 menggambarkan model pengukuran. Semua
indikator pada loading factor 1 tidak dapat diterima karena
beberapa faktor pemuatan lebih kecil dari 0,5. Indikator-indikator
ini adalah FE2 (0.436) dan FE3 (-0.173). Setelah tiga indikator
dikeluarkan dari model (lihat loading faktor 2), hasilnya diperoleh
bahwa semua indikator dapat diterima, kecuali indikator FE1 yang
memiliki skor sempurna. Dengan demikian, variabel Pendidikan
Formal harus dikeluarkan dari model, sementara AVE untuk
variabel lain sudah memenuhi persyaratan untuk nilai di atas 0,50.
Kemudian, semua indikator dan variabel valid. Model ini dikatakan
andal jika nilai Composite Reliability lebih dari 0,6. Jika dilihat pada
tabel 2, semua variabel telah memenuhi kriteria yang dapat
diandalkan.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 75
76 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Model Dalam (Inner Model)
Evaluasi model struktural atau model dalam (Inner Model)
bertujuan untuk memprediksi hubungan antara variabel laten.
Model dalam (Inner Model) dievaluasi dengan melihat nilai R-Square
untuk konstruksi endogen laten. Berdasarkan Gambar 1, dapat
dilihat bahwa Synergy dapat menjelaskan hubungan dengan Bisnis
Institusi, Sarjana Islam dan Pendidikan Tinggi sebesar 47,9%.
Sedangkan Lembaga Bisnis, Sarjana Islam dan Pendidikan Tinggi
dapat menjelaskan hubungannya dengan Proaktif sebesar 42,9%.
Variabilitas Sosialisasi Bank Syariah dijelaskan oleh Sinergi dan
Proaktif sebesar 49%.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 77
Tabel 3 menjelaskan hasil hubungan langsung, koefisien
jalur, dan nilai P (P. Value). Ada 8 hubungan pengaruh langsung.
Semua dari hubungan langsung memiliki efek signifikan, dan juga
arah hubungan itu positif.
78 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Tabel 4 menjelaskan hasil hubungan tidak langsung,
koefisien jalur, dan nilai P (P. Value). Ada 6 hubungan pengaruh
tidak langsung. Semua hubungan tidak langsung memiliki pengaruh
yang signifikan, dan juga arah hubungan tersebut adalah positif,
kecuali hubungan Islami Scholar (Ulama) dengan Sosialisasi Bank
Syariah melalui Proaktif.
Discussion
a.) Efek pilar utama terhadap sosialisasi melalui pemangku
kepentingan sinergisitas bersinergi dengan institusi bisnis,
pendidikan tinggi dan sarjana Islam untuk mengoptimalkan
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 79
sosialisasi bank syariah. Stakeholder terdiri dari institusi bank
syariah, pemerintah, dan masyarakat. Institusi bisnis,
pendidikan tinggi dan sarjana Islam untuk mengoptimalkan
sosialisasi perbankan syariah tidak dapat digunakan secara
langsung. Mereka harus bersinergi untuk mendapatkan hasil
maksimal dalam sosialisasi bank syariah. Institusi bisnis yang
dapat disinergikan adalah sekolah, madrasah, dan pesantren.
Madrasah adalah jenis sekolah agama atau khusus untuk studi
Islam, meskipun ini mungkin bukan satu-satunya topik yang
dipelajari serta kurikulum modern, sementara pesantren atau
pondok pesantren adalah sekolah Islam dengan sistem asrama
(mondok/ bertempat tinggal) bersama dengan pengajar atau
ustad di Indonesia. Madrasah jelas banyak muridnya yang
Muslim karena sebagai negara yang penduduknya Islam,
idealnya harus bersinergi. Madrasah dan pondok pesantren
hampir yakin bahwa murid-muridnya adalah muslim. Dengan
demikian, mensinergikan madrasah dan pesantren untuk
melakukan sosialisasi tentang bank syariah benar-benar perlu
dilakukan secara serius. Selanjutnya, guru dan sekolah dapat
memberikan contoh dengan menggunakan layanan bank
syariah. Hal ini membuat siswa lebih percaya diri karena telah
diberi contoh oleh guru dan sekolah. Selain itu, pengusaha
Muslim menggunakan layanan perbankan syariah dalam
kegiatan sehari-hari mereka. Sebagai seorang wirausahawan
Muslim harus memiliki komitmen dalam mensosialisasikan
80 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
bank syariah. Pendidikan tinggi sangat penting untuk diajak
bekerja sama dalam sosialisasi perbankan syariah. Melalui tiga
pilar pendidikan tinggi, mulai dari pengajaran, penelitian, dan
pengabdian masyarakat tentunya memiliki aspek strategis
untuk dikembangkan. Sosialisasi dapat bersinergi lebih kuat
melalui peran strategis universitas untuk kemajuan bank
syariah di Indonesia. Akhirnya, hubungan dengan sinergi
adalah Cendekiawan Islam. Peran sarjana (ulama) Islam dalam
sosialisasi bank syariah sangat penting. Cendekiawan Islam
sangat berpengaruh terhadap pengikutnya. Hal strategis inilah
yang perlu disinergikan dengan baik. Jika tidak dilakukan
dengan baik, maka pengikut Ulama (Sarjana Islam/ Islamic
Scholar) juga cenderung tidak menggunakan layanan dari
perbankan Islam. Sebagaimana diinformasikan di atas bahwa
Cendekiawan Islam (Ulama) adalah variabel yang memiliki
pengaruh terbesar pada sinergi dengan Cendekiawan Islam
yang menyebarkan informasi tentang fatwa kepada para
sarjana Indonesia di bank-bank syariah sebagai indikator
terbesar faktor panutan.
b.) Efek Pilar Utama untuk Sosialisasi melalui Proaktif.
Stakeholder harus proaktif dengan pendidikan formal, institusi
bisnis, pendidikan tinggi dan sarjana Islam untuk
mengoptimalkan sosialisasi bank syariah. Sosialisasi bank
syariah membutuhkan proaktif dari para pemangku
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 81
kepentingan. Stakeholder harus proaktif dengan; Pendidikan
formal, lembaga bisnis, pendidikan tinggi dan sarjana Islam
(Ulama). Proaktif membutuhkan lebih banyak item daripada
sinergi. Dengan proaktif keempat item di atas, maka sosialisasi
bank syariah bisa lebih baik. Proaktif dengan pendidikan
formal, terutama SMP dan SMA, maka sosialisasi bank syariah
akan lebih efektif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedua
hal di atas dapat diterima sebagai item yang perlu dilakukan
secara proaktif.
c.) Sosialisasi bank syariah memerlukan sinergi dan proaktif dari
lembaga bisnis, pendidikan tinggi dan sarjana Islam untuk
berhasil. Sosialisasi bank syariah tidak sinergis dan tidak
proaktif dengan pendidikan formal, terutama di tingkat
sekolah dasar dan sekolah menengah pertama. Pendidikan
formal masih bisa sinergis dan proaktif di sekolah menengah
atas sehubungan dengan sosialisasi bank syariah. Hal ini dapat
terjadi karena responden berasumsi bahwa siswa belum
memahami materi Bank syariah secara mendalam, terutama
untuk siswa kelas satu hingga empat, dapat dipahami untuk
kelas lima dan enam.
Penutup
Untuk merancang model sosialisasi bank syariah yang
optimal kepada masyarakat luas dengan mensinergikan pilar-pilar
utama sosialisasi yaitu lembaga bisnis, pendidikan tinggi dan
82 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
cendekiawan Islam. Pendidikan formal yang melibatkan sekolah
dasar, menengah pertama dan menengah atas tidak berpengaruh
pada optimalisasi sosialisasi. Pendidikan formal hanya memiliki
efek tidak langsung pada optimalisasi sosialisasi melalui proaktif.
Namun, tidak semua tingkatan dalam pendidikan formal menjadi
bahan baku untuk proses sosialisasi. Pendidikan dasar tidak
termasuk indikator yang membangun model sosialisasi. Oleh
responden dianggap siswa sekolah dasar masih belum memahami
keberadaan bank syariah. Keterbatasan ini dapat menjadi saran
untuk penelitian lebih lanjut untuk lebih memperhatikan studi
sosialisasi bank syariah yang sesuai untuk siswa sekolah dasar.
Selain itu, perlu untuk merancang ceramah cendekiawan Islam/
Ulama secara integratif tentang fatwa Ulama/Cendekiawan Islam
Indonesia, karena merupakan indikator terbesar yang mempeng
aruhi keberhasilan sosialisasi melalui sinergi.
BAB 5 DESAIN SOSIALISASI BANK SYARIAH DITINJAU DARI KELOMPOK REFERENSI
84 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Pendahuluan
Negara Indonesia memiliki populasi muslim terbesar di
dunia (Lugo, 2009). Kondisi ini sangat strategis bagi perkembangan
bank syariah di Indonesia dibandingkan dengan negara lainya.
Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa perkembangan bank
syariah dilihat dari aset masih belum mengembirakan. Sejak adanya
bank syariah di Indonesia pada tahun 1993 sampai saat ini (2016)
atau sekitar 23 tahun, total aset bank syariah di Indonesia masih
dibawah 5 persen dari total aset bank konvensional (OJK, 2016a,
OJK, 2016b).
Bank syariah adalah sistem perbankan yang relatif baru di
Indonesia bahkan di dunia jika dibandingkan dengan sistem
perbankan konvensional yang telah ada dan beroperasi untuk
waktu yang lama. Bank Konvensional memiliki ATM (Automatic
Teller Machine) dan jaringan cabang yang sudah ada di mana-mana
di wilayah Indonesia. Ini menjadi keuntungan bagi bank
konvensional dalam operasinya. Berdasarkan fatwa MUI (Majelis
Ulama Indonesia) tahun 2004 (MUI, 2004) menyatakan bahwa
bunga adalah haram. Ekonomi Islam mengarahkan manusia
"menuju pencapaian dan aktualisasi keadilan („ adl) dalam
hubungan manusia "melalui serangkaian peraturan" yang dikenal
sebagai halal dan haram, yaitu, apa yang diizinkan dan apa yang
dilarang "(Ahmed, 2000). Dua tahun berikutnya kemudian
Masyarakat Islam Muhammadiyah melalui Majelis Fatwa Tarjih
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.|85
dan Tajdid, Pimpinan Pusat Muhammadiyah (Muhammadiyah,
2006) yang salah satu keputusannya mengimbau semua anggota
organisasi dan warga Muhammadiyah dan umat Islam pada
umumnya untuk muamalat / kegiatan di dunia sesuai dengan
prinsip syariah.
Fatwa MUI pada tahun 2004 tentang bunga bank yang
disebut haram di bank konvensional (MUI, 2017), pada awalnya
secara teoritis memberi dampak positif pada peningkatan jumlah
orang Indonesia yang beralih dari bank konvensional ke bank
syariah. Ini terjadi karena mayoritas orang Indonesia adalah
Muslim. Sayangnya, fakta yang terjadi pada 2016, perkembangan
aset bank syariah menurun dari lima persen di tahun sebelumnya
menjadi empat persen. Sebuah survei dari otoritas jasa keuangan
atau OJK (Otoritas Jasa Keuangan) tahun 2013 menemukan
bahwa hanya 22 persen dari populasi Indonesia memahami layanan
perbankan dan 57 persen dari populasi sudah menggunakan
layanan perbankan. Oleh karena itu, OJK membuat tujuh arah
kebijakan Roadmap Perbankan Syariah Indonesia 2015-2019
adalah 1. memperkuat sinergi kebijakan antara otoritas dengan
pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya; 2). Perkuat modal
dan skala bisnis dan tingkatkan efisiensi dengan program kerja; 3).
Memperbaiki struktur dana dan mendukung perluasan segmen
pembiayaan; 4). Meningkatkan kualitas layanan dan keragaman
produk; 5). Meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya
86 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
manusia dan teknologi informasi dan infrastruktur lainnya; 6).
Tingkatkan literasi dan preferensi masyarakat; 7). Memperkuat dan
menyelaraskan pengaturan dan pengawasan (OJK, 2017a).
Program sosialisasi bank syariah diarahkan ke program nomor
enam (Meningkatkan literasi dan preferensi masyarakat).
Bank syariah sebagai organisasi perbankan yang relatif baru
sangat membutuhkan strategi sosialisasi yang tepat sasaran dan
efektif sehingga keberadaan bank syariah dapat lebih dikenal dan
digunakan sebagai sistem perbankan utama saat melakukan
transaksi perbankan di Indonesia. Menumbuhkan kesadaran dalam
menggunakan bank syariah, yang berdampak tidak saja kepada
ketundukkan dalam agama Islam, khususnya dalam pengamalan
Islam dalam aktivitas ekonomi, namun juga sebagai salah satu
penguat/ tameng bangsa Indonesia dari terpaan krisis ekonomi
yang diawali dari krisis keuangan, khususnya krisis perbankan, jika
fluktuasi kurs mata uang rupiah tidak lagi “normal”, seperti yang
pernah terjadi pada tahun1997. Pada saati itu, banyak sekali bank
konvensional yang gulung tikar atau ditutup, sementara bank
syariah Indonesia (Bank Muamalat Indonesia) terbukti masih tegar
berdiri sampai sekarang.
Sosialisasi Bank Syariah
Sosialisasi bank syariah telah dilakukan oleh pemerintah
dan organisasi masyarakat, tetapi hasilnya tidak optimal (Santoso,
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.|87
2015). Indikator pengembangan aset bank syariah masih kecil
dibandingkan dengan bank konvensional. Ini adalah salah satu
poin penting dari perlunya sosialisasi perbankan Islam yang lebih
baik. Bagaimana sosialisasi perbankan syariah di Indonesia dapat
bersaing dengan sistem bank konvensional yang selama dua abad
yang lalu telah mengenal sistem perbankan konvensional.
Grup Referensi
Kelompok acuan (reference group) adalah seorang individu
atau sekelompok orang yang secara nyata mempengaruhi perilaku
seseorang (Assael, 2004). Kelompok acuan digunakan oleh
seseorang sebagai dasar untuk perbandingan atau sebuah referensi
dalam membentuk respons afektif dan kognitif dan perilaku.
Kelompok acuan akan memberikan standar dan nilai yang akan
mempengaruhi perilaku seseorang. Dalam perspektif pemasaran,
kelompok acuan adalah kelompok yang berfungsi sebagai referensi
bagi seseorang dalam keputusan pembelian dan konsumsi. Seorang
ayah adalah kelompok acuan bagi anak-anaknya, anak-anaknya
tersebut akan meminta izin ayahnya jika mereka ingin membeli
sesuatu. Hal tesebut juga dapat dilakukan seorang ulama, tokoh
masyarakat ataupun guru maupun dosen yang mempengaruhi
konsumen disekitar mereka dalam membeli atau bertransaksi.
Pengaruh tersebut bisa berbentuk adanya keinginan
konsumen untuk mengasosiasikan dirinya dengan kelompok acuan.
88 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Asosiasi atau identifikasi bisa berdasarkan rasa kagum, keinginan
untuk mengikuti jejak atau gaya hidup mereka dan pengahargaan.
Ketika konsumen menggunakan merek seperti yang gunakan oleh
kelompok referensi. Seorang konsumen mungkin memiliki motiv-
asi kuat untuk mengikuti perilaku kelompok acuannya, kare na
adanya keinginan untuk diterima oleh kelompok acuan tersebut.
Jika produk dan jasa yang dibeli akan terlihat oleh publik atau
orang lain dalam pemakaiannya, maka konsumen akan berusaha
mematuhi norma-norma yang diarahkan oleh kelompok acuan
tersebut. Karena produk dan jasa yang dibeli akan menggambarkan
citra diri konsumen tersebut.
Ulama/ Islamic Scholar
Sarjana Islam adalah orang-orang yang ahli dalam masalah
ini atau dalam pengetahuan agama Islam (KBBI, 2017). Ada
banyak Islamic Scholar/ sarjana Islam/ Ulama di Indonesia.
Sarjana Islam biasanya memiliki kemampuan tidak hanya dalam
pengetahuan Islam, tetapi juga memiliki kemampuan untuk
mempraktikkan pengetahuan mereka dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini menyebabkan banyak pengikut Islam menjadi heran dan
menghormati para ulama Islam. Secara umum, ulama Islam dapat
disebut sebagai Kyai. Dhofier (2014) menemukan bahwa Kyai
sebagai pemimpin pesantren, ia adalah pemimpin kreatif yang telah
mengarahkan tradisi pesantren ke dimensi yang baru dan
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.|89
panorama kehidupan pesantren yang sangat beragam tidak akan
seperti sekarang ini. tanpa kejeniusan kreatifnya.
Karena itu, pengaruh besar Cendekiawan Islam/ Ulama
kepada para pengikut sangat besar. Selain itu, beberapa Ulama di
daerah terpencil atau di desa-desa terpencil kadang-kadang terlalu
sesuai dengan Cendekiawan Islam atau Kyai. Sebagai contoh,
beberapa Muslim tradisional di desa-desa akan selalu memegang
tradisi yang diperintahkan Kyai, meskipun kadang-kadang tidak ada
sumber dari Quran dan Hadits Nabi Muhammad SAW, seperti
upacara tujuh bulanan untuk wanita hamil "Mitoni", yang tujuh-
Hari untuk keluarga "Selamatan" yang baru meninggal. Dapat
disimpulkan bahwa Ulama memiliki potensi untuk mempengaruhi
pengikutnya untuk bertransaksi di bank syariah.
Guru Pendidikan Agama Islam
Indonesia memiliki enam agama yang diakui, Islam, Budha,
Hindu, Kristen Protestan, dan Konghuchu. Pelajaran agama di
sekolah setiap minggu ada 2 jam. Materi yang diberikan dalam
studi agama tergantung pada agama masing-masing siswa. Islam
berkumpul dengan siswa-siswa Islam dan diajar oleh para guru
agama Islam, orang-orang Kristen berkumpul dengan para siswa
Kristen dan diajar oleh para guru agama Kristen. Lukens-Bull
(2017) menemukan bahwa pendidikan agama, dalam kepercayaan
apa pun, memiliki tujuan utama pengajaran tradisi, namun
90 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
diciptakan, dan penciptaan pria dan wanita muda yang akan
menjunjung tinggi tradisi itu dalam pengaturan yang mungkin
bertentangan dengan itu.
Guru pendidikan agama Islam juga memiliki pengaruh
besar pada siswa di sekolah. Guru di Indonesia dipandang sebagai
orang yang pintar dan dapat mencerahkan siswa mereka. Terutama
sebagai guru pendidikan agama Islam yang secara intelektual dan
religius memiliki kemampuan lebih dalam dua hal ini. Karena itu,
perilaku guru agama Islam juga berpengaruh besar pada siswanya.
Pemimpin komunitas
Tokoh masyarakat adalah orang-orang terkemuka (dalam
politik, budaya, dan lainnya). Dia adalah tokoh kunci di
masyarakat. Deggs dan Miller (2013) mengatakan bahwa tingkat
konsistensi antara pemimpin perguruan tinggi dan pemimpin
masyarakat diperlukan untuk menunjukkan perilaku, tindakan, dan
keyakinan yang membentuk, mewakili, dan mendukung nilai-nilai
masyarakat yang diharapkan. Demikian juga, masyarakat, yang
merupakan kolektif dari sub-organisasi, memainkan peran penting
dalam membantu pengembangan individu, terutama yang berkaitan
dengan pencapaian pendidikan. Karena itu, tokoh masyarakat
menjadi contoh yang selalu ditiru oleh masyarakat sekitar dapat
mendorong masyarakat untuk menggunakan bank syariah
Usman dkk (2017) menemukan bahwa variabel norma
agama dalam konteks peran agama mempengaruhi keputusan
konsumen untuk menggunakan layanan perbankan syariah. Tingkat
religiusitas mempengaruhi keputusan pelanggan dalam kelompok
tradisional, tetapi tidak mempengaruhi kelompok kontemporer.
Selain itu, ditemukan bahwa keputusan tentang penggunaan bank
syariah melalui intervensi variabel kepercayaan dan sumber
informasi secara tidak langsung dipengaruhi oleh religiusitas.
Sementara itu, Houjeir dkk (2017) mengatakan bahwa
pengembangan hubungan saling percaya antara bankir dan klien
dipengaruhi oleh asal-usul budaya dari mitra hubungan. Keyakinan
agama yang kuat, dan kesetiaan kepada keluarga, suku dan bangsa,
mengarah pada kepercayaan berbasis pengaruh yang kuat antara
bankir dan klien dari budaya Arab. Kepercayaan berbasis kognitif
adalah lebih khas dari hubungan bankir / klien Uni Emirat Arab
(UEA) yang melibatkan mitra dari luar dunia Arab. Al-zu'bi (2016)
menemukan dalam penelitiannya bahwa kepercayaan tinggi dan
rendah cenderung mempengaruhi pola komunikasi orang tua
Muslim Yordania. Tingkat pengaruh tidak langsung paling banyak
dikaitkan dengan kepercayaan umat Islam.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 91
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan alat analisis kualitatif dan
kuantitatif. Lebih jelasnya, dipaparkan di bawah ini:
1. Analisis kualitatif
Di bawah ini komponen-komponen analisis data: Model Alir
Suber: Miles dan Huberman (1994)
92 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Teroroganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 93
Dalam menganalisis data seperti yang disebut di atas
mulai dari reduksi data, penyajian data, sampai pada penarikan
kesimpulan atau verifikasi, pendekatan yang dipergunakan
adalah dengan pendekatan paradigma intrepretif dengan
menggunakan model konstruktivist.
2. Analisis Kuantitatif
Dari indikator yang diperoleh dari pendekatan
kualitatif dianalisis faktor sehingga menghasilkan variabel yang
selanjutnya digunakan untuk mendesain model. Untuk
menguji model digunakan analisis SEM (Structural Equation
Modeling). Kuesioner yang dibuat berdasarkan indikator yang
ada diuji validitas dan reliabilitas. Apakah instrumen tersebut
dapat mengukur apa yang seharusnya diukur dan apakah
instrumen tersebut memiliki konsistensi hasil pengukuran dari
waktu ke waktu.
Model dievaluasi dengan menggunakan Partial Least
Square. Kemudian langkah terakhir adalah mengiterprestasikan
model dan memodifikasi model bagi model-model yang tidak
memenuhi syarat pengujian yang dilakukan.
94 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Pembahasan
Penelitian ini menggunakan metode interview dua tahap
dengan responden kelompok referensi sebagai berikut: ulama,
tokoh masyarakat, dan guru / dosen. Hasil interview tahap
pertama menghasilkan indikator-indikator untuk membuat daftar
pertanyaan tahap berikutnya atau tahap ke dua. Tahap kedua,
pertanyaan ditujukan kepada individu yang pernah bertransaksi
dengan bank syariah.
Analisis selanjutnya dengan menggunakan kuanttatif,
dengan menggunakan analisis SPSS (statistical package for social
sciences) versi 23. Menurut Ghozali (2016), tujuan utama analisis
faktor adalah untuk menentukan struktur data matriks dan untuk
menganalisis struktur keterkaitan (korelasi) antara jumlah variabel
(nilai uji, item uji, kuesioner jawaban) dengan mendefinisikan
seperangkat kesamaan variabel atau dimensi, dan sering disebut
faktor atau komponen.
Analisi faktor digunakan peneliti untuk mengidentifikasi
dimensi dari struktur dan kemudian menentukan sejauh mana
masing-masing variabel dapat di jelaskan pada masing-masing
dimensi tersebut.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 95
Wawancara dilakukan untuk menghasilkan indikator.
Indikator yang dihasilkan digunakan untuk menghasilkan daftar
pertanyaan yang dibagikan kepada responden yang memenuhi
syarat. Hasil kuesioner dianalisis dengan menggunakan analisis
faktor eksploratori (EFA). Dari analisis ini, ditemukan
pengelompokan indikator baru menjadi variabel.
Tujuan analisis faktor adalah:
1. Data Summarization, yang mengidentifikasi hubungan antar
variabel dengan melakukan uji korelasi. Analisis faktor
mensyaratkan bahwa matriks data harus memiliki korelasi yang
cukup untuk memungkinkan analisis faktor. Ada dua cara
untuk menentukan asumsi analisis factor:
a. Kaiser Meyer Olkin Mengukur Sampling (KMO) KMO
adalah perbandingan indeks jarak antara koefisien korelasi
dengan koefisien korelasi parsial. Jika jumlah kuadrat
koefisien korelasi parsial antara semua pasangan variabel
kecil bila dibandingkan dengan jumlah kuadrat koefisien
korelasi, maka akan menghasilkan nilai KMO mendekati
1. Nilai KMO dianggap cukup jika lebih dari 0,5.
b. Uji Bartlett of Sphericity. Bartlett Test of Sphericity
adalah untuk menguji apakah ada korelasi antar variabel.
Jika hasilnya signifikan, matriks korelasi memiliki korelasi
yang signifikan dengan beberapa variabel. Bartlett Test of
96 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Sphericity memenuhi persyaratan untuk signifikansi di
bawah 0,05 (5%).
2. Reduksi Data. Setelah terjadi korelasi, proses pembuatan
seperangkat variabel baru disebut faktor untuk mengganti
sejumlah variabel tertentu.
a. Ekstraksi Komunalitas
Ekstraksi Komunalitas mengestimasi varians dari setiap
variabel yang digambarkan oleh komponen yang
terbentuk. Nilai komunalitas besar (> 0,5), ini bisa
diartikan bahwa keseluruhan variabel yang digunakan
memiliki hubungan yang kuat dengan faktor-faktor yang
terbentuk.
b. Total Variance
Total Variance menunjukkan besarnya persentase
keragaman total yang bisa dijelaskan oleh keragaman
faktor yang terbentuk. Untuk mengetahui berapa banyak
komponen / faktor yang digunakan untuk menjelaskan
keragaman total maka dilihat dari nilai eigenvalue yang
besar, komponen dengan eigenvalue > 1 adalah
komponen yang digunakan. Kolom 'kumulatif%'
menunjukkan persentase kumulatif varians yang dapat
dijelaskan oleh faktor.
c. Rotasi Faktor.
Tujuan rotasi faktor adalah mengklarifikasi variabel yang
masuk ke dalam faktor tertentu. Pada masing-masing
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 97
komponen, pengelompokkan faktor dilakukan dengan
melihat faktor pembebanan di atas 0,50.
3. Hasil wawancara dengan sembilan informan dari tiga
kelompok referensi (Islamic Scholar, Guru Pendidikan Agama
Islam, dan Tokoh Masyarakat) menghasilkan 18 indikator.
No
Pernyataan
1
Model sosialisasi bank syariah kepada masyarakat
melalui pemahaman fatwa DSN (Dewan Syariah
Nasioal) – dari MUI berkaitan dengan bank
syariah, produk perbankan syariah, dll.
2
Model sosialisasi materi dakwah yang di sampaikan
ulama berisi tentang fatwa-fatwa DSN-MUI yang
berkaitan dengan bank syariah
3
Model sosialisasi dengan membekali ulama materi
yang lengkap tentang arti pentingnya bank syariah
bagi umat
4
Model sosialisasi melalui penjelasan produk-
produk bank syariah dilakukan oleh pihak bank
syariah kepada masyarakat
5
Model sosialisasi melalui penjelasan bank syariah
Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
oleh pemerintah kepada masyarakat.
6 Dalam sosialisasi bank syariah, perbankan syariah
proaktif melakukan pendekatan kepada ulama
7 Media sosialisasi bank syariah menggunakan media
yang ada (TV, Koran, Radio, dll)
8 Sosialisasi perbankan syariah bersinergi dengan
lembaga pendidikan di tingkat PT (Perguruan
Tinggi).
9 Sosialisasi perbankan syariah bersinergi dengan
lembaga pendidikan di tingkat SMA/ SMK
10 Sosialisasi perbankan syariah bersinergi dengan
lembaga pendidikan di tingkat SMP
11 Sosialisasi perbankan syariah bersinergi dengan
lembaga pendidikan di tingkat SD
12 Sosialisasi bank syariah bersinergi dengan tokoh
masyarakat
13 Sosialisasi bank syariah bersinergi dengan Ulama.
14 Sosialisasi bank syariah bersinergi dengan Guru/
Dosen/ Pendidik.
98 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 99
15 Model sosialisasi dilakukan dengan memasukkan
sistem perbankan syariah dalam mata pelajaran
Pendidikan Agama Islam di sekolah/ madrasah/
pesantren.
16 Model sosialisasi dilakukan di sekolah/ perguruan
tinggi dengan praktek ketauladanan pendidik
menggunakan produk bank syariah
17 Model sosialisasi dengan jalan pengaruh institusi
pendidikan Islam mewajibkan menggunakan
transaksi keuangan perbankan menggunakan bank
syariah
18 Model sosialisasi dengan jalan pengaruh institusi
Bisnis Islam mewajibkan menggunakan transaksi
keuangan perbankan menggunakan bank syariah
Kedelapan belas indikator dijadikan daftar pernyataan.
Selanjutnya, daftar pernyataan tersebut dibagikan kepada
responden sebanyak 230 responden, namun kuesioner yang bisa
dianalisis hanya 226 responden. Tingkat responnya adalah 98%.
Ada 101 laki-laki dan 125 responden perempuan.
100 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Analisis Factor
Berdasarkan tabel 2, Hasil analisis KMO (Kaiser-Meyer-
Olkin) menemukan 0,830, hasilnya layak dilanjutkan menjadi
analisis faktor lebih besar dari 0,50.
Table 2. KMO and Bartlett's Test
Kaiser-Meyer-Olkin Measure of Sampling
Adequacy. .830
Bartlett's Test of
Sphericity
Approx. Chi-Square 1350.103
df 153
Sig. .000
Menurut tabel 2, didapati uji Bartlett terhadap uji
spherisitas yang signifikan dengan nilai 0.000. Ini berarti matriks
korelasi memiliki korelasi yang signifikan dengan beberapa
variabel.
Reduksi data
a. Extraction Communalities
Menurut tabel 3, hasil nilai komunalitas besar (> 0,5),
hal ini dapat diartikan bahwa keseluruhan variabel yang
digunakan memiliki hubungan yang kuat dengan faktor-faktor
yang terbentuk.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 101
Tabel 3. Komunalitas
Communalities
Initial Extraction
X1 1.000 .589 X2 1.000 .699 X3 1.000 .660 X4 1.000 .633 X5 1.000 .697 X6 1.000 .830 X7 1.000 .655 X8 1.000 .670 X9 1.000 .683 X10 1.000 .823 X11 1.000 .796 X12 1.000 .588 X13 1.000 .692 X14 1.000 .636 X15 1.000 .436 X16 1.000 .621 X17 1.000 .636
X18 1.000 .690
Extraction Method: Principal Component Analysis.
b. Total Variance Explained
Delapan belas indikator yang dianalisis ternyata hasil
ekstraksi komputer menjadi 6 faktor (eigenvalue> 1 to factor),
lihat tabel 4.
102 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Table 4. Total Variance Explained
Co
mp
on
ent
Initial Eigenvalues Extraction Sums of Squared Loadings
Rotation Sums of Squared Loadings
Total
% of
Varian ce
Cumul ative %
Total
% of
Varian ce
Cumul ative %
Total
% of
Varian ce
Cumula tive %
1 5.518 30.654 30.654 5.518 30.654 30.654 2.560 14.222 14.222
2 1.664 9.245 39.900 1.664 9.245 39.900 2.332 12.954 27.176
3 1.558 8.658 48.558 1.558 8.658 48.558 2.315 12.862 40.038
4 1.176 6.531 55.089 1.176 6.531 55.089 1.864 10.354 50.393
5 1.080 6.001 61.090 1.080 6.001 61.090 1.515 8.415 58.808
6 1.038 5.765 66.855 1.038 5.765 66.855 1.448 8.047 66.855
7 .825 4.583 71.438
8 .760 4.223 75.661
9 .608 3.377 79.038
10 .560 3.111 82.149
11 .537 2.983 85.133
12 .487 2.706 87.839
13 .472 2.623 90.462
14 .447 2.483 92.945
15 .393 2.184 95.129
16 .354 1.968 97.097
17 .305 1.695 98.792
18 .217 1.208
100.00 0
Extraction Method: Principal Component Analysis.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 103
Faktor 1-6 menjelaskan 30,65%; 9,24%; 8,66%; 6,53%; 6,00%;
5,77%, masing-masing. Faktor keseluruhan bisa menjelaskan
variasi 66,86%.
c. Factor Rotation
Lihat tabel 5, Dapat dilihat bahwa hasil matriks
komponen yang diputar. Ada enam komponen. Semua
pengelompokan faktor komponen dilakukan dengan melihat
faktor pembebanan di atas 0,50.
Table 5. Rotated Component Matrixa
Component
1
2
3
4
5
6
X1
.292
.003
.690
.112
.120
.008
X2 .180 .119 .793 -.020 .152 .009
X3 .074 .126 .761 .211 .065 .105
X4 -.056 .085 .369 .137 -.036 .683
104 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
X5 .051 .183 .378 -.182 .618 .320
X6 .150 .060 .100 .196 .869 -.013
X7 -.158 .097 .128 .675 .037 .385
X8 .248 .109 -.173 .158 .136 .723
X9 .263 .692 .052 .109 .193 .288
X10 .142 .867 .150 .109 .099 .083
X11 .231 .842 .066 .167 -.028 -.021
X12 .193 .357 .230 .545 .222 -.155
X13 .283 .182 .261 .582 .403 -.097
X14 .261 .094 -.017 .711 -.080 .216
X15 .536 .200 .252 .170 .059 .116
X16 .711 .202 .242 .057 .015 .112
X17 .742 .191 .001 .073 .210 .005
X18 .806 .096 .154 .078 .033 -.009
Extraction Method: Principal Component Analysis.
Rotation Method: Varimax with Kaiser Normalization.a
a. Rotation converged in 9 iterations.
Hasil komponen matriks menunjukkan pengelom-
pokan indikator menjadi 6 variabel (lihat tabel 5). Variabel
pertama terdiri dari indikator X15, X16, X17, dan X18
bernama Business Institutions dengan faktor pembebanan
lebih dari 0,50 dan faktor tertinggi pada faktor X18.
Variabel kedua terdiri dari indikator X9, X10 dan X11
yang diberi nama Formal Education dan faktor tertinggi pada
faktor X11. Variabel ketiga terdiri dari X1, X2, dan X3
bernama Islamic Scholar, dan faktor tertinggi pada faktor X2.
Variabel keempat terdiri dari X7, X12, X13, dan X14 yang
diberi nama Synergize, dan faktor tertinggi pada faktor X14.
Variabel kelima terdiri dari X5 dan X6 bernama Proactive,
faktor tertinggi pada faktor X6. Terakhir, enam variabel yang
terdiri dari X4 dan X8 diberi nama Higher Education, faktor
tertinggi pada faktor X8.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 105
106 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Kesimpulan
Kondisi perkembangan perbankan syariah di Indonesia
tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat Indonesia yang memiliki
jumlah Muslim terbanyak di dunia (Mayoritas). Kondisi
perkembangan aset bank syariah telah menurun pada 2013-2014,
mendorong OJK membuat tujuh arahan kebijakan dalam roadmap
Bank Indonesia 2015-2019. Salah satunya adalah pentingnya
program sosialisasi bank syariah.
Kelompok referensi cendekiawan Islam, guru pendidikan
agama Islam, dan tokoh masyarakat setelah wawancara,
disimpulkan menjadi delapan belas indikator. Kuesioner dilakukan
dengan menggunakan delapan belas indikator dan ditujukan
kepada responden terpilih yang telah melakukan transaksi di bank
syariah. Kuesioner yang diperoleh adalah 230 dan yang dapat
diproses sebesar 226. Data diolah dengan analisis faktor dari SPSS
versi 23 dan menemukan enam variabel dari delapan belas
indikator. Hasil uji KMO (Kaiser-Meyer-Olkin) memenuhi syarat
untuk semua indikator di atas 0,50 dan juga uji Bartlett terhadap
bola senyawai juga signifikan pada 0,05. Faktor keseluruhan bisa
menjelaskan variasi 66,86%. Selanjutnya, secara lebih rinci sebagai
berikut: faktor 1 menjelaskan 30,65%; Faktor 2 menjelaskan
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 107
9.24%; Faktor 3 menjelaskan 8,66%; Faktor 4 menjelaskan 6,53%;
Faktor 5 menjelaskan 6,00%; Dan faktor 6 menjelaskan 5,77%. 18
indikator yang dianalisis ternyata hasil ekstraksi komputer menjadi
6 faktor (nilai eigen> 1 sampai faktor).
Hasil komponen matriks menunjukkan pengelompokan
indikator menjadi 6 variabel. Variabel pertama terdiri dari indikator
X15, X16, X17, dan X18 bernama lembaga bisnis. Variabel kedua
terdiri dari indikator X9, X10 dan X11 yang diberi nama Formal
Education. Variabel ketiga terdiri dari X1, X2, dan X3 bernama
Islamic Scholar. Variabel keempat terdiri dari X7, X12, X13, dan
X14 yang diberi nama Synergize. Variabel kelima terdiri dari X5
dan X6 bernama Proactive, dan enam variabel yang terdiri dari X4
dan X8 diberi nama Higher Education.
108 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Daftar Pustaka
Abdul-Rauf, M. (2010). The Islamic Doctrine of Economics and
Contemporary Economic Thought, American Enterprise
Institute for Public Policy Research, 1979 (Al-Roubaie, A.
and Alvi. S., Eds) Islamic Banking and Financ. Vol. 1.
Routledge
Ahmed, K. (2000). Islamic Economics Based on Human Value.
(Siddiqi, A., Ed.) Anthology of Islamic Banking. Institute
of Islamic Banking and Insurance.
Al Banna Choiruzzad, S., & Nugroho, B. E. (2013). Indonesia’s
Islamic Economy Project and the Islamic Scholars.
Procedia Environmental Sciences, 17, 957–966.
https://doi.org/10.1016/j.proenv.2013.02.114
Anhar, S. 2013. The Role of Muhammadiyah Orgaization to
Islamic Bank in Indoneisa. Santoso, Perscom (Personal
Communication/in-depth interview. Muhammmadiyah
Organization Center Office.
Amba, Sekhar and Almukharreq. 2013. Impact of the Financial
Crisis on Profitability of the Islamic Banks vs Conventional
Banks- Evidence from GCC. International Journal of
Financial Research. 4(3):83-93
Antonio, M. S. (2001). Bank Syariah: dari Teori ke Praktik (Islamic
Bank: from Teory to Practice) Gema Insani.
Alamsyah, H. (2012). Perkembangan dan Prospek Perbankan
Syariah Indonesia, Tantangan dalam Menyongsong
Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) 2015 (The Development
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 109
and Prospect of Indonesia Islamic Bank in The ASEAN
Economic Community (AEC) 2015). Scientific Forum in
8th Anniversary the Indonesian Association of Islamic
Economic at 13th April. (in Indonesian)
Al-Zu‟ bi, A. (2016). The Direct And Indirect Influences Of
Locus Of Control On Jordanian Parents‟ Communication
Patterns: Consumer Socialization and Cultural
Perspectives. Journal of Islamic Marketing, 7(2), 167-186.
Aryani, G. (2013). Presiden Canangkan Gres! di Monas (President
Announced Gres! in Monas). Antara News. Retrieved July
12, from
http://www.antaranews.com/berita/405382/presiden-
canangkan-gres-di-monas.
Askari, H., Iqbal, Z., Krichenne, N., and Mirakhor, A. (2011). The
Stability of Islamic Finance: Creating a Resilient Financial
Environment for a Secure Future. Wiley
Assael H. 2004, Consumers Behavior and Marketing Action,Edisi
3, South WesternCollegePublishing, Cincinatti,OH.
.Bagozzi RP, Youjae Yi. On the Evaluation of Structural Equation
Models. Journal of the Academy of Marketing Science
[Internet]. Springer Nature; 1988 Jan 1;16(1):74–94.
Available from:
http://dx.doi.org/10.1177/009207038801600107
Bei Studenten bevorzugt. H&V Journal [Internet]. Springer
Nature; 2016 Dec;68(12):17–8. Available from:
http://dx.doi.org/10.1007/s35824-016-0201-9
Cevik, S., and Charap, J. (2011). The Behavior of Conventional
and Islamic Bank Deposit Return in Malaysia and Turkey.
IMF Working Paper.
110 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Çizakça, M. (2011). Islamic Capitalism and Finance: Origins,
Evolution and the Future. Edward Elgar.
Deggs, D. M., and Miller, M. T. (2013). Community College and
Community Leader Expectations of the “Village”.
Community College Journal of Research and Practice,
37(6), 424-432.
Dhofier, Z. (2014). The Pesantren Tradition: A Study of the Role
of the Kyai in the Maintenance of the Traditional
Ideology of Islam in Java. Thesis The Australian National
University. Canberra. Australia.
El-Galfy, and Khiyar. (2012). Islamic Banking and Economic
Growth: A Review. The Journal of Applied Business
Research. 28(5).943-956
Ernst and Young, 2014. World Islamic Banking Competitiveness
Report 2013-2014. The transition begins.
http://www.ey.com/Publication/vwLUAssets/World_Isla
mic_Banking_Competitiveness_Report_2013-
14/$FILE/World Islamic Banking Competitiveness
Report 2013-14.pdf
Fornell C, Larcker DF. Evaluating Structural Equation Models
with Unobservable Variables and Measurement Error.
Journal of Marketing Research [Internet]. JSTOR; 1981
Feb;18(1):39. Available from: http://dx.doi.org/10.2307/3151312.
Ghozali, Imam. 2016. Aplikasi Analisis Multivariete dengan
Program IBM SPSS 23 or Application of Multivariate
Analysis with IBM SPSS 23 Program. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro or Diponegoro University
Publishing (In Bahasa Indonesia).
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 111
Goerdel HT. Taking Initiative: Proactive Management and
Organizational Performance in Networked
Environments. Journal of Public Administration
Research and Theory [Internet]. Oxford University Press
(OUP); 2005 Jul 13;16(3):351–67. Available from:
http://dx.doi.org/10.1093/jopart/mui051
Haroon, S. (2000). The Philosophy of Islamic Banking (Siddiqi, A.,
Ed). Anthology of Islamic Banking. Institute of Islamic
Banking and Insurance
Hasan, M., and Dridi, J. (2010). The Effects of the Global Crisis
on Islamic and Conventional Banks: A Comparative Study.
IMF Working Paper.
Hasanuzzaman, S. M. (2010). Defining Islamic Economics. Journal
of Islamic Banking and Finance, 14(1). 1997 (Al-Roubaie,
A., and Alvi, S., Eds). Islamic Banking and Finance Vol. 1.
Routledge
Henry, C. M. (2004). Financial Performances of Islamic versus
Conventional Banks (Henry, C.M., and Wilson, R., Eds).
The Politics of Islamic Finance. Edinburgh University
Press.
Hefner, R. W. (2013). Indonesia in the Global Scheme of Islamic
Things: Sustaining the Virtuous Circle of Education.
Associations and Democracy (Burhanudin, J. and Dijk,
K.V., Eds). Islam in Indonesia: Contrasting Images and
Interpretations. Amsterdam University Press.
Houjeir, R., Houjeir, R., Brennan, R., and Brennan, R. (2017). The
influence of culture on trust in B2B banking
relationships. International Journal of Bank Marketing,
35(3): 495-515.
112 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Imam, P. A., and Kpodar, K. (2010). Islamic Banking: How Has It
Diffused? IMF Working Paper.
IMF, 2009. International Monetary Fund Reort: Global Financial
Stability Report, October 2009 : Navigating the Financial
Challenges Ahead.
Ismal, R. (2013). Islamic Banking in Indonesia: New Perspectives
on Monetary and Financial Issues. Wiley
Ismal, R., 2014. A Program to Improve the Performance of the
Islamic Banking Industry. Santoso, S. B., Personal
Comunication/ in-depth interview. Indonesia Central Bank
Office
Kayed, R. N., Mahlknech, M., and Hassan, M. K. (2011). The
Current Market Crisis: Lessons Learned, Risks and
Strengths of Islamic Capital Markets Compared to the
Conventional System (Hassan, K. and Mahlknecht, M.
Eds). Islamic Capital Markets: Products and Strategies.
John Wiley and Sons
K. Sutanto, Herry and Umam, 2013. Manajemen Pemasaran Bank
Syariah. CV Pustaka Setia (Bahasa Indonesia).
KBBI, 2017. Kamus Besar Bahasa Indonesia or Indonesia
Dictionary. Retrieved on June 10, http://kbbi.web.
id/ulama.
Kotler, P. (2000). Marketing Management. Prentice Hall
Kuczynski L, Mol JD. 2015. Dialectical Models of
Socialization. Handbook of Child Psychology and
Developmental Science [Internet]. John Wiley & Sons,
Inc.; 2015 Mar 23;1–46. Available from:
http://dx.doi.org/10.1002/ 9781118963418.childpsy109
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 113
Kuwamura A. The Challenges of Increasing Capacity and Diversity
in Japanese Higher Education Through Proactive
Recruitment Strategies. Journal of Studies in International
Education [Internet]. SAGE Publications; 2009 Jan
23;13 (2) : 189–202. Available from: http://dx.doi.org/
10.1177 / 1028315308331102
Lavidge, R. J., and Steiner, G. A. (1961). A Model for Predictive
Measurements of Advertising Effectiveness. The Journal of
Marketing. 25(10). 59-62.
Linder M, Williander M. 2015. Circular Business Model
Innovation: Inherent Uncertainties. Business Strategy and
the Environment [Internet]. Wiley; 2015 Sep 17;26(2):182–
96. Available from: http://dx.doi.org/10.1002/bse.1906
Lozano R. A Holistic Perspective on Corporate Sustainability
Drivers. Corporate Social Responsibility and
Environmental Management [Internet]. Wiley; 2013 Apr
3;22(1):32–44. Available from: http://dx.doi.org
/10.1002/csr.1325
Lugo, Luis. 2009. Mapping the Global Muslim Population: A
Report on the Size and Distribution of the World‟ s
Muslim Population. Pew Rerearch Centre. Washington,
D.C. Retrieved on June 1 on http://
allafrica.com/download/resource/main/main/idatcs/00
011909:cbf45d797f6515d212cec2ec5ef6fb5f.pdf.
Lukens-Bull, R. A. (2017). Teaching morality: Javanese Islamic
education in a globalizing era. Journal of Arabic and
Islamic Studies, 3, 26-47.
MES. (2014). Islamic Economic Society. Retrieved July 13 from
http://www.islamiceconomic.org.
114 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
Mirakhor, A. and Bao, W. Y. (2013). Epistemological Foundation
of Finance: Islamic and Conventional (Iqbal, Z. and
Mirakhor, A., Eds). Economic Development and Islamic
Finance). The World Bank
MUI, 2014. Majelis Ulama Indonesia. The Council of Indonesia
Ulama: Function and Purposes. Retrieved September 17,
from http://mui.or.id/
Muhammadiyah. 2006. Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan
Pusat Muhammadiyah tentang Bunga Bank or Fatwa from
Tarjih and Tajdid Board from Muhammadiyah Leader
about Bank Interest is Haram.
Muhammadiyah, M. T. 2014. The History of Muhammadiyah.
Retrieved September 19 from
http://www.muhammadiyah.or.id/content-50-det-
eksistensi-gerakan--muhammadiyah.html
MUI,. 2017. Majelis Ulama Indonesia: Council of Indonesia
Ulama. Fatwa Majelis Ulama Indonesia No. 1 Tahun 2004.
Tentang Bunga Bank. [Fatwa of Indonesian Ulema
Council. No. 1 in 2004 on Bank Interest.] Retrieved on
May 21, 2017 from http://istayn.staff.uns.ac.id/files/
2012/09/perbankansyariah_pkes_secure1.pdf.(
Karnawijaya, N. 2019. “Optimization of The Government ‟ s
Role In Supporting The Socialization Strategy Of Sharia
Pawn Products,” vol. 4, no. 1, pp. 1–12, 2019.
KBBI, 2017. Kamus Besar Bahasa Indonesia or Indonesia
Dictionary. Retrieved on June 10,
http://kbbi.web.id/ulama.
OJK, 2013. Otoritas Jasa Keuangan. Towards Integrated Financial
Industry Supervision. Annual Report.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 115
OJK, 2014a. Otoritas Jasa Keuangan. Duties and Function.
Retrieved September 17, from
http://www.ojk.go.id/en/duty-and-function.
OJK. 2014b. Otoritas Jasa Keuangan. Islamic Banking in
Indonesia in Brief. Retrieved July 19, from
http://www.ojk.go.id/en/sharia-bank.
OJK, 2016a. Otoritas Jasa Keuangan.. Statistik Perbankan
Indonesia Juli. Vol. 14. No.8. http://www.ojk.go.id/id/
kanal/perbankan/data-dan-statistik/statistik-perbankan-
indonesia/Documents/Pages/Statistik-Perbankan-
Indonesia---Juli-2016/SPI%20Juli%202016.pdf.
OJK, 2016. Otoritas Jasa Keuangan. Perlindungan Konsumen
dan Grand Strategy Perbankan syariah
OJK, 2016b. Otoritas Jasa Keuangan.,. Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) or Financial Services Authority. Roadmap of Islamic
Banking Indonesia 2015-2019. Retrieved on June
3, from http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/berita-
dan-kegiatan/publikasi/Pages/Roadmap-Perbankan- Syariah-
Indonesia-2015-2019.aspx
OJK, 2017b. Otoritas Jasa Keuangan.. Statistik Perbankan Syariah
Juli.
Vol 14. No.8. http://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/data-dan-
statistik/statistik-perbankan-
syariah/Documents/Pages/Statistik- Perbankan-Syariah---
Juli-2016/SPS%20Juli%202016.pdf.
OJK, 2019. Otoritas Jasa Keuangan. SNAP SHOT
PERBANKAN SYARIAH INDONESIA.
116 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
PKES. (2014). Islamic Economic Communication Center Profile.
Retrieved July 12, from http://ekonomisyariah.info.
Purwata, H., 2013. Bank Syariah Perlu Tingkatkan Sosialisasi
(Islamic Bank Need Increase Socialisation). Republika
Online. Retrieved July 14, 2014. from
http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/syariah-
ekonomi/13/12/24/mybbxc-bank-syariah-perlu-
tingkatkan-sosialisasi.
Pryor, F. L. (2010). The Islamic Economic System. Journal of
Comparative Economics. 9(2). 1985. (Al-Roubaie, A. and
Alvi. S., Eds). Islamic Banking and Finance Vol. 1.
Routledge.
Rostiyani. (2010). BMT Should Determine Discover Their Own
Self. Republika Newspaper. October 26. (in Indonesian)
S Jimam N, E Ismail N. 2019. Patients‟ Knowledge,
Attitudes, And Practices On Uncomplicated Malaria
Management In Plateau State, North-Central Nigeria.
Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical
Research [Internet]. Innovare Academic Sciences Pvt Ltd;
2019 Feb 15;299–303. Available from:
http://dx.doi.org/10.22159/ajpcr.2019.v12i3.30459
Salem, R. A., and Badreldin, A. M. (2014). Assessing the Resilience
of Islamic Banks: An Empirical Analysis. (Ahmed, H.,
Asutay, M., and Wilson, R., Eds). Islamic Banking and
Financial Crisis: Reputation, Stability and Risks. Edinburgh
University Press.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 117
Santoso, S.B., 2014. Supporting Factors for Intensification of
Islamic Banking in Indonesia. Human and Socio-
Environmental Studies Kanazawa University (27): 39-55
Santoso, S.B. 2015. A Design of Organized and Continuous [OC]
Islamic Bank Socialization Program to Confirm the Social
Significance of Islamic Banks in Indonesia. Bulletin
Graduate School of Human and Socio-Enviromental
Studies Kanazawa University. (30): 109-136.
Santoso, S.B., 2016. “Possibility of Intensifying and Socializing
the Islamic Banks in Indonesia : Supporting the Indonesian
Financial System Stabilization and Searching for
Socialization Significance in the Islamic Banks in Indonesia
Suryo Budi Santoso Student ID No : 1221072011 Gra,”
Dr. Disertation - Kanazawa Univ. - Japan, 2016.
Sutanto, H., and Umam, K. (2013). Manajemen Pemasaran Bank
Syariah. CV Pustaka Setia. (in Indonesian).
Sheng, A., and Singh, A. (2013). Islamic Finance Revisited:
Conceptual and Analytical Issues from the Perspective of
Conventional Economics (Iqbal, Z., and Mirakhor, A.,
Eds). Economic Development and Islamic Finance. The
World Bank.
Tan, Charlene. (2011). Islamic Education and Indoctrination: The
Case of Indonesia. Routledge.
Totaro, L. (2009). Vatican Says Islamic Finance May Help Western
Banks in Crisis. Retrieved September 5, 2014 from
http://www.bloomberg.com/apps/news?pid=newsarchive
&sid=aOsOLE8uiNOg.
Usman, H., Tjiptoherijanto, P., Balqiah, T. E., & Agung, I. G. N.
(2017). The role of religious norms, trust, importance of
118 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi
attributes, and information sources in the relationship
between religiosity and selection of the Islamic bank.
Journal of Islamic Marketing, 8(2).
Vinzi, Vincenzo Esposito , Chin, Wynne W., Jörg Henseler,
Huiwen Wang., 2010. Handbook of Partial Least Squares:
Concepts, Methods and Applications. Springer Science &
Business Media
Waheed, H.J., Abduljalil, M., Alkuraishy, H.Estimation of
apolipoprotein A, apo B, apo E and somebiochemical
markers in type 2 diabetic patients in Iraq(2018)
International Journal of Pharmaceutical Research, 10 (3),
pp. 493-498.
SURYO BUDI SANTOSO, SE., M.SA., Ph.D. & HERNI JUSTIANA ASTUTI, S.E., M.Si., Ph.D.| 119
Tentang Penulis
Penulis adalah Alumni dari Kana-
zawa University – Jepang. Dosen
Berprestasi se Universitas Muhamm-
adiyah Purwokerto tahun 2018.
Asesor BAN-PT. Ketua Program
Studi Magister Manajemen (S2)
Program Pasca sarjana – Universitas
Muhammadiyah Purwokerto (UMP).
Ketua Persatuan Pelajar Indonesia (PPI) – di Jepang – Komisariat
Ishikawa Perspektur, Kepala Biro Pengembangan dan Kerjasama
UMP, Ketua Lembaga Pembina dan Pemgawas Keuangan (LPPK)
– PDM Banyumas, Pengawas Usaha pada BTM (Baitul Tamwil
Muhamamdiyah) Banyumas, Ketua II, MES (Masarakat Ekonomi
Syariah) Banyumas Raya periode 2008 – 2012, Ketua Puskopsyah
(Pusat Koperasi Syariah) Kabupaten Banyumas periode 2000-2003.
Herni Justiana Astuti, S.E., M.Si., Ph.D.
merupakan dosen tetap di Universitas
Muhammadiyah Purwokerto (UMP) yang
mengajar pada Program Studi Manajemen,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis. Gelar
Sarjana diperoleh pada bidang Manajemen
pada Tahun 1996 di Universitas Jendral
Soedirman (UNSOED), dan Magister
Pendidikan diperoleh pada bidang
Manajemen pada Tahun 2006 di Universitas yang sama. Tahun
2016 menyelesaikan Ph.D di bidang Manajemen di Kanazawa
Unicersity Jepang. Sebagai dosen, beliau mengampu berbagai mata
kuliah, salah satunya adalah mata kuliah Metodologi Penelitian,
Manajemen Pemasaran,
Perilaku Konsumen dan Strategi Pemasaran. Karya buku ini
merupakan dedikasinya untuk peningkatan pengetahuan mahasis-
wa dalam pengembangan keilmuannya.
120 | S O S I A L I S A S I B A N K S Y A R I A H Terorganisir, Berkesinambungan, dan Peran Kelompok Referensi