UPAYA REVITALISIASI SEKTOR KEHUTANAN
DI KABUPATEN BOGOR
Ir. Siti Nurianty, MM Kadistanhut Kab.Bogor
Selama periode tahun 2014 – 2015, Distanhut telah berhasil meningkatkan
persentase luas penanganan rehabilitasi hutan dan lahan kritis dari 175,95 % menjadi
303,96 %, atau naik 57,89 %. Peningkatan tersebut merupakan implementasi dari
upaya-upaya penanganan rehabilitasi hutan dan lahan kritis yang telah dilakukan
melalui kegiatan vegetatif maupun sipil teknis berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan
hutan secara lestari.
Pengelolaan hutan secara lestari yang dimaksud adalah suatu praktek
pengelolaan hutan untuk mendapatkan manfaat dan nilai - nilai sumberdaya hutan bagi
generasi sekarang dengan tidak mengorbankan produktivitas dan kualitasnya bagi
kepentingan generasi yang akan datang. Pengelolaan hutan ini dapat dikelompokkan
menjadi 5 (lima) aspek utama, yaitu : 1. Kepastian dan keamanan kawasan; 2.
Kelangsungan produksi; 3. Konservasi flora dan fauna serta tingkat dampak lingkungan
yang dapat diterima; 4. Manfaat sosial ekonomi dan partisipasi masyarakat; dan 5.
Kelembagaan.
Upaya penanganan hutan di Kabupaten Bogor dilakukan secara vegetatif dan sipil
teknis. Pada tahun 2016, Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor
melaksanakan/memfasilitasi beberapa upaya penanganan hutan secara vegetatif yaitu
Kegiatan Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) yang diimplementasikan dengan
pendistribusian bibit tanaman, pembuatan persemaian, penghijauan Daerah Tangkapan
Air (DTA), penanaman bambu, rehabilitasi DAS besar di Jawa Barat, pengayaan
tanaman, dan upaya penanaman secara swadaya, sedangkan upaya penanganan
secara sipil teknis dilakukan melalui fasilitasi pembangunan dam penahan, gully plug,
dan sumur resapan.
Kedua upaya penanganan tersebut bertujuan untuk memulihkan dan
mempertahankan daya dukung lahan yaitu dengan cara meningkatkan kapasitas
infiltrasi tanah untuk meningkatkan penyimpanan air, mengurangi laju aliran
permukaan, mengendalikan endapan, dan alur air pada permukaan tanah yang berasal
dari daerah tangkapan air di bagian hulu, sebagai sumber air pertanian berskala kecil
sehingga menghambat material tanah dan hara terhanyut. Hal ini berdampak pada
ketersediaan air, dimana ketersediaan air sepanjang tahun sangat penting bagi
pertanian.
Strategi percepatan rehabilitasi hutan dan lahan dilakukan melalui upaya-upaya
yang melibatkan seluruh komponen masyarakat sesuai dengan surat edaran Bupati
tentang gerakan penanaman 1 milyar pohon. Hal ini untuk meningkatkan kesadaran
semua pihak (PNS, BUMD, BUMN/Swasta, dan Masyarakat) untuk menanam dan
memelihara pohon. Pada tahun 2015 telah tertanam sebanyak 3.949.640 pohon, jumlah
tersebut dipenuhi oleh sektor kehutanan dan non kehutanan.
Salah satu jenis tanaman yang mendukung prinsip pengelolaan hutan secara lestari
yaitu bambu, tanaman ini memiliki prospek yang sangat menjanjikan di masa depan.
Bambu adalah tanaman pengganti kayu dari hutan tropis yang dapat tumbuh dengan
cepat dan mampu meregenerasi dirinya sendiri secara alami. Saat tangkai bambu
dipanen, maka tunas baru akan muncul dan menggantikannya dalam waktu beberapa
bulan. Jika dibandingkan dengan tanaman kayu yang hanya dapat dipanen dengan
rotasi beberapa tahun, bambu dapat dipanen secara rutin pertahun. Tergantung dari
jenisnya, usia produktif penanaman bambu dapat lebih dari 50 tahun. Panen perdana
tanaman bambu dapat dimulai setelah usia tanaman mencapai 5-7 tahun.
Namun, ketersediaannya di alam semakin berkurang akibat adanya permintaan
pasar yang sangat besar dan terus meningkat dengan cepat dari sektor industri. Oleh
karena itu, meningkatnya kebutuhan/permintaan bambu dan adanya peraturan yang
mengatur mengenai pelarangan eksploitasi sumber penghasil kayu menjadi dasar
produksi dan pengembangan pasar bambu. Pada tahun 2016, Distanhut memfasilitasi
gerakan penanaman bambu yang dilakukan di Kecamatan Jonggol seluas 3 Ha dan
Kecamatan Cijeruk seluas 2 Ha. Adapun jenis bambu yang dikembangkan adalah
bambu hitam dan bambu tali.
Gambar. Bibit Tanaman Bambu
Gambar. Penanaman Bambu di Desa Sukajaya Kecamatan Jonggol
Adapun produk turunan yang dapat dihasilkan dari bambu sehingga memberikan
nilai tambah bagi para petani di Kabupaten Bogor antara lain bilik bambu, tangga,
gazebo/saung, peralatan rumah tangga (kursi, tempat nasi, saringan/tetampah,
kukusan, dan tusuk sate), serta barang-barang kerajinan tangan (topi, anyaman, dan
tempat parsel).
Sejalan dengan hal ini, berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor :
P.35/Menhut-II/2007 tentang Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), Dinas Pertanian dan
Kehutanan turut berupaya mengurangi kerusakan kawasan hutan melalui
pemberdayaan masyarakat sekitar hutan dengan mengembangkan kegiatan berbasis
komoditi HHBK yang ada di Kabupaten Bogor antara lain budidaya jamur kayu,
budidaya lebah madu, dan budidaya sutera alam.
Sentra komoditas jamur kayu di Kabupaten Bogor tersebar di beberapa kecamatan
terutama di Kecamatan Cisarua, Ciawi, dan Megamendung. Upaya yang telah dilakukan
Distanhut dalam rangka pengembangan sentra komoditas jamur kayu yaitu melalui
penyaluran bantuan berupa bibit jamur kayu, tangki sterilisasi, rumah produksi jamur,
dan pelatihan/bimtek.
Bimbingan teknis (bimtek) tentang budidaya dan penanganan pasca panen
(pengolahan) jamur tiram dan lebah madu dilakukan dengan harapan dapat
memberikan pemahaman kepada petani/pelaku usaha tentang teknologi budidaya
maupun pasca panen/pengolahan jamur tiram dan lebah madu, termasuk juga
pelatihan tentang pembuatan bibit jamur tiram.
Gambar. Bimbingan Teknis Budidaya Lebah Madu
Untuk teknologi pasca panen/pengolahan jamur tiram, petani diberikan pelatihan
membuat produk makanan yang berbahan dasar dari jamur tiram, seperti nugget dan
baso jamur serta jenis produk olahan lainnya dengan harapan dapat membuat
diversifikasi olahan makanan berbahan dasar jamur yang memiliki nilai jual yang sangat
tinggi sehingga dapat meningkatkan pendapatan petani.
Gambar. Pelatihan Pengolahan Jamur Tiram
Gambar. Produk Olahan Jamur Tiram
Dalam rangka memasyarakatkan dan mempromosikan produk tersebut Dinas
Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor melakukan dan mengikuti beberapa event
promosi, seperti pasar tani dan juga pameran yang diadakan oleh Dinas Pertanian dan
Kehutanan Kabupaten Bogor dan OPD lain. Dalam event tersebut dipamerkan produk
segar dan olahan dari jamur tiram putih, serta beberapa produk madu yang dihasilkan
oleh petani (madu kaliandra, multiflora, akasia, dan termasuk juga madu
klanceng/teuweul). Selain ajang promosi, distanhut juga memfasilitasi lomba cipta
menu makanan dan minuman berbahan dasar jamur dan madu yang diikuti oleh para
petani (poktan) dan juga masyarakat umum. Mengingat pada tahun 2016 terdapat 155
petani jamur tiram putih yang tersebar hampir di 35 kecamatan di Kabupaten Bogor,
dengan total produksi sebanyak 1.770.610 kg/tahun dan omzet sekitar Rp.
16.781.010.000,-/tahun. Sedangkan untuk petani lebah madu sebanyak 97 petani
dengan total produksi sebanyak 8.518 liter/tahun dan omzet sekitar Rp.
1.419.600.000,-/tahun yang tersebar di Kecamatan Tenjo, Parung Panjang, Jasinga,
Cigudeg, dan Caringin.
Gambar. Lomba Cipta Menu
Selain untuk meningkatkan pendapatan petani, kegiatan budidaya jamur tiram
dan lebah madu diharapkan dapat menekan tingkat pencemaran lingkungan dengan
pemanfaatan limbah penggergajian kayu menjadi bahan baku media tanam (baglog)
jamur tiram dan pemanfaatan tanaman/tegakan sebagai sumber nectar dan pollen
(sumber pakan) dalam budidaya lebah madu.
Sejalan dengan itu, dalam melanjutkan strategi pengelolaan hutan rakyat yang
terintegrasi dan berkesinambungan, pada tahun 2016 telah dilakukan kegiatan-kegiatan
sebagai berikut :
1) Pembentukan 3 (tiga) unit koperasi usaha hutan rakyat baru yang berlokasi di
Kecamatan Caringin, Kecamatan Pamijahan, dan Kecamatan Nanggung. Sampai
saat ini sudah memasuki proses pengesahan dari notaris dan Kementerian Koperasi
dan UKM serta proses sertifikasi legalitas untuk hutan rakyat.
2) Pelaksanaan bimbingan teknis kepada 80 orang peserta yang berasal dari anggota
koperasi yang sudah terbentuk. Dalam bimbingan teknis ini disampaikan materi-
materi teknis yang akan menjadi bagian utama dalam pengelolaan usaha hutan
rakyat yang meliputi teknis penanaman, pemeliharaan tanaman, budidaya bawah
tegakan, budidaya ternak, perhitungan potensi tegakan, penebangan dan
pembagian batang, pengukuran dan penatausahaan hasil tebangan, penggergajian
kayu, serta pengelolaan limbah hasil industri.
Gambar. Bimbingan Teknis Pengelolaan Usaha Hutan Rakyat
3) Para pengelola koperasi mengikuti magang pada kegiatan industri hasil hutan yang
bertujuan agar para pengelola koperasi mendapatkan wawasan yang luas dalam
mengembangkan segala potensi hutan rakyat yang dimilikinya serta wawasan
tentang prospek pengelolaan hasil hutan rakyat kedepan.
Gambar. Magang Kegiatan Industri Hasil Hutan
Dengan demikian, maka dari tahun 2014 sampai tahun 2016 ini telah terbentuk
sebanyak 8 unit koperasi usaha kayu rakyat yang memiliki sertifikasi legalitas kayu,
serta bertambahnya wawasan dan kemampuan pengelolaan usaha kayu rakyat yang
diharapkan akan memperkuat dan mempercepat capaian hasil maupun manfaat yang
ingin diperoleh, sehingga dapat memberikan andil dalam mewujudkan Kabupaten Bogor
menjadi kabupaten termaju di Indonesia, terlebih lagi dalam pengelolaan hutan
rakyatnya.
Seluruh pencapaian kemajuan revitalisasi sektor kehutanan yang telah dilakukan
selama ini tidak terlepas dari peran aktif seluruh personil pada Unit Pelaksana Teknis
(UPT) yang dimiliki Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor melalui para
petugas pertanian di lapangan/kecamatan serta adanya dukungan para penyuluh
pertanian.