VALIDASI MODUL EXPRESSIVE WRITING THERAPY
(TERAPI MENULIS EKSPRESIF) UNTUK WARGA BINAAN
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi
Oleh:
DITHA WAHYU NINGTIYAS
F100160237
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
i
HALAMAN PERSETUJUAN
VALIDASI MODUL EXPRESSIVE WRITING THERAPY
(TERAPI MENULIS EKSPRESIF) UNTUK WARGA BINAAN
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
DITHA WAHYU NINGTIYAS
F100160237
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen
Pembimbing
Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si, Psikolog
NIK/NIDK. 838/0624067301
ii
HALAMAN PENGESAHAN
VALIDASI MODUL EXPRESSIVE WRITING THERAPY (TERAPI
MENULIS EKSPRESIF) UNTUK WARGA BINAAN
OLEH
DITHA WAHYU NINGTIYAS
F100160237
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Program Studi Psikologi
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Kamis, 4 Juni 2020
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dosen Penguji:
1. Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si, Psikolog (…………………….)
Ketua Dewan Penguji
2. Dr. Eny Purwandari, M.Si (…………………….)
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Wisnu Sri Hertinjung, S.Psi., M.Psi, Psikolog (…………………….)
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
Susatyo Yuwono, S.Psi, M.Si, Psikolog
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka saya akan pertanggung jawabkan sepenuhnya.
Surakarta, 04 Juni 2020
Penulis
DITHA WAHYU NINGTIYAS
F100160237
1
VALIDASI MODUL EXPRESSIVE WRITING THERAPY (TERAPI
MENULIS EKSPRESIF) UNTUK WARGA BINAAN
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat modul intervensi mengenai
kecemasan warga binaan di lapas. Faktor expressive writing therapy yaitu faktor
internal dan faktor eksternal. Metode pelitian modul yaitu menggunakan studi
pustaka dan literatur review. Analisis validitas modul menggunakan expert
judgement. Expressive writing therapy ini terdiri dari 4 tahapan, tahapan-tahapan
tersebut adalah Recognation / initial writing, Examination / writing exercise,
Juxtaposition / Feedback, dan Application to the self. setiap tahap berlangsung
kurang lebih 20 menit dan aplikasinya menggunakan waktu 5 sampai 7 hari.
Berdasarkan hasil analisis validitas modul expresive writing therapy, Modul yang
sudah direvisi oleh peneliti ini bisa digunakan untuk penelitian selanjutnya.
Kata Kunci: modul intervensi, expressive writing therapy, warga binaan,
psikoanalisis, Freud, expert judgement
Abstract
The purpose of this research is to create intervention modules regarding the
anxiety of target residents in prison. Factors expressive writing therapy that is
internal factors and external factors. The method of module is using library
studies and review literature. Module validity analysis using expert judgement.
Expressive writing therapy consists of 4 stages, the steps are recognition / initial
writing, Examination / writing exercise, Juxtaposition / Feedback, and Application
to the self. Every stage lasts approximately 20 minutes and the application takes 5
to 7 days. Based on the results of the validity analysis of the module of expresive
writing therapy, the module that has been revised by this researcher can be used
for subsequent research.
Keywords: intervention module, expressive writing therapy, assisted citizen,
psychoanalysis, Freud, expert judgement
1. PENDAHULUAN
Seorang narapidana yang akan kembali ke tengah masyarakat tidak lepas dari
permasalahan pribadi masing-masing. Salah satu permasalahan yang dihadapi
oleh warga binaan pemasyarakatan adalah kecemasan yang bahkan telah terjadi
sejak masih berstatus sebagai narapidana, karena para mantan narapidana merasa
takut akan banyak hal, mereka merasakan tidak memiliki apapun dan tidak layak
untuk kembali ke masyarakat, mereka merasa banyak hal yang tidak diketahui
tentang dunia luar karena terbiasa hidup di dalam penjara (Febrianto, 2019).
Dalam Penelitian Terapi realita didapati dari 12 subjek 9 diantaranya mengalami
2
kecemasan, kemudian setelah dilakukan penelitian subjek diberikan intervensi dan
psikoedukasi terhadap kecemasan yang dialami.
Menurut Fahrulina (Konghoiro, 2017) bahwa menjelang kebebasan, warga
binaan merasakan berbagai permasalahan psikologis. Permasalahan psikologis
tersebut meliputi depresi, stress dan kecemasan yang disebabkan kebingungan
masa depan. Namun menurut Utari et al. (2012) mengatakan, berdasarkan
observasi dan wawancara yang dilakukan di lembaga pemasyarakatan kelas IIA
Sragen bahwa subjek yang saya temui mengatakan bahwa 12 dari 20 warga
binaan mengalami kebingungan mengenai kegiatan apa yang akan dilakukan
setelah bebas dari lapas, dan ketika diobservasi saat berkomunikasi bahwa warga
binaan tersebut menjadi gelisah dengan badan gemetar dan tidak fokus berbicara
dengan selalu melihat-lihat lingkungan sekitar, sehingga hal ini merupakan bagian
dari kecemasan. Kemudian muncul trending topic mengenai berita bahwa ada satu
warga binaan yang tidak mau dipulangkan karena alasan nyaman berada di lapas
dikutip oleh (Wardoyo, 2019). Hal tersebut merupakan beberapa dampak dari
sebuah kecemasan. Taylor (1953) menyebutkan kecemasan merupakan gangguan
psikologis yang umumnya muncul pada warga binaan saat menjelang masa
pembebasan (Konghoiro, 2017)
Beberapa cara untuk menurunkan kecemasan pada pasien diantaranya :
farmakologi, pendekatan suportif dan psikoterapi menurut Smeltzer & Bare
(Rihiantoro, 2018). Expressive writing therapy termasuk kedalam psikoterapi
karena menggunakan modul sebagai media meluapkan perasaan kecemasannya.
Sebelumnya terdapat salah satu penelitian yang menunjukkan adanya pengaruh
terapi menulis ekspresif terhadap tingkat kecemasan pada ODHA yang dilakukan
oleh Sari (2019), di Yayasan Spirit Paramacita Denpasar. Dalam modul expressive
writing therapi yang dibuat dari sumber dana swadana ini peneliti tidak menemui
hambatan dari kesimpulan yang dipaparkan hasil penelitian. Sehingga bisa untuk
lebih dikembangkan pada khalayak luas baik yang memiliki permasalahan
perasaan, pikiran maupun seseorang yang mempunyai sakit kronis.
Warga binaan sulit mengungkapkan pikiran dan perasaannya pada teman
karena tidak percaya diri, akses bertemu keluarga dan berkomunikasi yang sulit,
menuangkan emosi, pikiran serta perasaan ini harus menggunakan alat yang
3
mudah ditemui dan bisa digunakan selama di dalam penjara. Bercerita dengan
warga binaan lain belum tentu juga akan terselesaikan masalahnya. Karena aturan
dari lapas kunjungan hanya dibatasi waktu, akses telepon juga berbayar dan
dibatasi waktu, serta tidak menggunakan alat-alat dari benda tajam. Expressive
writing therapy sangat cocok untuk mengatasi permasalahan yang dirasakan
warga binaan. Alat-alat yang digunakan mudah didapat, mudah diaplikasikan,
rahasianya terjaga, fleksibel dan dapat digunakan di dalam lapas. Perasaan dan
pikiran yang masih sangat dipendam pada saat aplikasinya dapat dikonsultasikan
dengan konselor agar tidak menjadi masalah lebih besar.
Modul expressive writing therapy merupakan hal dasar dalam langkah
awal melakukan terapi menulis. Meski demikian, modul mampu diaplikasikan
dalam penelitian kualitatif yang lain. Ketika peneliti yang mempunyai suatu minat
dalam penyusunan penelitian pada bentuk eksperimen, peneliti diharapkan
mampu untuk merancang suatu modul yang benar dan memberikan pengaruh pada
tujuan eksperimen yang ingin diteliti. Modul ini akan menjadi pedoman agar
eksperimen yang diberikan sesuai dengan dasar susunan dan terkontrol dengan
baik.
Katarsis merupakan penggambaran emosi seseorang yang mampu
melepaskan rasa sakit di masa lalu dengan cara mengartikulasi segala kesakitan
tersebut secara jelas dan menyeluruh. Hal ini terkait dengan teori psikoanalisa
Sigmund Freud yang mana, katarsis dalam sudut pandang psikoanalisa berarti
ekspresi dan pelepasan emosi yang ditekan. Expressive writing therapy ini
sebagai media proyeksi yang sesuai dengan teori Freud. Bersandar pada konsep
unconscious mind, hambatan emosional, perkembangan sosial dan penggunaan
teknik expressive writing. Tritmen ini untuk membawa materi bawah sadar yang
ditekan menuju kepada kesadaran.
Modul expressive writing therapy merupakan hal dasar dalam langkah
awal melakukan terapi menulis. Meski demikian, modul mampu diaplikasikan
dalam penelitian kualitatif yang lain. Ketika peneliti yang mempunyai suatu minat
dalam penyusunan penelitian pada bentuk eksperimen, peneliti diharapkan
mampu untuk merancang suatu modul yang benar dan memberikan pengaruh pada
tujuan eksperimen yang ingin diteliti. Modul ini akan menjadi pedoman agar
4
eksperimen yang diberikan sesuai dengan dasar susunan dan terkontrol dengan
baik.
Berbagai teknik dapat dilakukan untuk menangani sebuah masalah
kecemasan. Teknik pemberian psikoterapi atau disebut dengan terapi kejiwaan.
Psikoterapi kognitif ini diterapkan dengan artian untuk memulihkan sebuah fungsi
kognitif yang dimiliki oleh seseorang, yaitu daya ingat dan konsentrasi dan
kemampuan berpikir secara rasional (Hayat, 2017)
Terdapat berbagai cara untuk menurunkan tingkat kecemasan pada warga
binaan menjelang masa bebasnya, salah satunya yaitu dengan metode expressive
writing therapy sesuai pada teori yang dikemukakakn oleh Pannebaker & Smith
yang kemudian sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Qonitatin, Widyawati
dan Asih (Sugiarto, 2018). Expressive writing adalah suatu metode dimana
individu didorong agar menceritakan masalah-masalah, perasaan-perasaan dan
mood yang dihadapinya dalam bentuk tulisan sehingga individu tersebut dapat
mengeluarkan emosi-emosi yang terpendam dalam dirinya. Menurut Adler dan
Rodman menyebutkan bahwa ada dua faktor yang dapat menimbulkan
kecemasan, yaitu peristiwa negatif pada masa lalu & pikiran yang tidak logis, dari
faktor tersebut salah satunya adalah peristiwa negatif pada masa lalu yang
kemudian bisa diberi terapi dalam bentuk perlakuan expressive writing (Dona,
2016)
Teori Spilberger (1972) kecemasan terbagi kedalam dua bentuk, (1) Trait
Anxiety (Kecemasan Dasar), sebuah perasaan khawatir dan merasa terancam yang
menghinggapi diri seseorang tentang sebuah kondisi yang sebenarnya tidak
berbahaya. Kecemasan ini diakibatkan pada kepribadian individu yang
mempunyai kemampuan cemas yang lebih tinggi dibandingkan orang lain. (2)
State Anxiety (Kecemasan Sesaat), adalah keadaan sementara (bervariasi setiap
waktu) dan keadaan emosional pada diri seseorang dengan adanya perasaan
khawatir dan tegang yang dirasakan secara sadar dan sifatnya subjektif. Pada
penelitian ini kecemasan menjelang bebas termasuk ke dalam state anxiety,
dikarenakan bagaimana teknik reaksi state anxiety terkait pada stimulus yang
membangkitkan pada peristiwa masa lalu seseorang dengan kondisi serupa.
Tingginya sebuah state anxiety adalah pengalaman yang tidak menyenangkan
5
sehingga mampu menjadikan proses motorik (defence mechanism) dan proses
kognitif menurun.
Menurut Pennebaker & Smyth (2016), Expressive writing therapy
merupakan sebuah teknik menulis mengenai sebuah pengalaman atau peristiwa
yang mengusik sebuah pikiran. Aktivitas sederhana ini berguna untuk
memulihkan mental dan kesehatan fisik seseorang selama berminggu-minggu,
bulan, juga sampai bertahun-tahun. Terapi ini adalah sebuah cara menulis singkat
yang membantu seseorang mengatasi dan memahami gejolak emosional dalam
aktivitas kehidupan mereka (Sugiarto, 2018)
Expressive writing yang ada saat ini biasanya digunakan untuk mengatasi
emosi marah, Hiperaktivitas, ADHD, emosi korban kekerasan, peningkatan
pembelajaran, psikosomatik, kecemasan korban bullying, depresi, kecemasan
pada diabetes mellitus dll dalam Fitria, Niman, Sari (2019). Sedangkan yang
peneliti buat ini expressive writing therapy untuk warga binaan. Hal yang
membedakan antara expressive writing ini dengan yang lain adalah expressive
writing yang digunakan untuk mengatasi kecemasan warga binaan agar mampu
berbaur kembali ke masyarakat setelah bebas. Masih jarang ada peneliti yang
berniat menggunakan expressive writing therapy di lapas.
Pendekatan Psikoanalisa memandang bahwa segala tingkah laku manusia
berasal dari dorongan (motif) yang tidak didasari oleh individu itu sendiri
(Setiawan, 2018). Pendekatan Psikoanalisa terdiri atas 3 aspek : a). Pendekatan
yang menekankan pada proses-proses psikis, b). Teknik pada psikoanalisa
diorientasikan untuk mengobati gangguan-gangguan kepribadian, c). Bentuk
terbesar berada pada dunia ketidaksadaran dan merupakan sumber energi yang
sangat penting.
Katarsis yang berarti menyucikan atau untuk membersihkan. Katarsis
merupakan penggambaran emosi seseorang yang mampu melepaskan rasa sakit di
masa lalu dengan cara mengartikulasi segala kesakitan tersebut secara jelas dan
menyeluruh. Teori katarsis diambil dari psikoanalisis Sigmund Freud. Menurut
Freud manusia digerakkan oleh dua naluri, yaitu naluri eros dan thanatos. Eros
berarti naluri konstruktif dan thanatos nerupakan naluri desktruktif. Sebab pada
dasarnya manusia itu sifatnya agrsif, senang merusak, emosional, membunuh dan
6
menghancurkan. Dorongan agresif pasti tidak sepenuhnya dibernarkan oleh
masyarakat. Apabila seseorang memiliki hambatan, dorongan agresif, emosi yang
menumpuk dan membuat ketegangan. Teori katarsis mengemukakan individu
memiliki kecenderungan untuk mengurangi rangsangan tingkat emosional
terhadap orang lain. (Wahyuningsih, 2017)
Menurut Baron & Byrne (1997) aktivitas katarsis ini efektif untuk
mengurangi agresi yang bersifat terbuka. Katarsis mampu menjadi saluran emosi
yang mampu menjadi relaksasi dan dianjurkan untuk mengurangi kobaran emosi
yang berlebihan. Scheff, Greenberg, dkk (1996) Verbal tidak terlalu penting dan
tidak cukup untuk terapi, sedangkap pelepasan emosi merupakan hal terpenting
dalam terapi. Emosi harus mampu diekspresikan seseorang dalam jarak optimal.
Melalui katarsis memang tidak sesederhana menanamkan tekanan emosional,
akan tetapi persepsi untuk mengontrol dan menguasai perasaan ataupun pikiran
yang menekan saat ini.
Perlakuan khusus untuk warga binaan agar apa yang dilakukan tidak
berkembang menjadi perbuatan yang maladaptif yang lebih kompleks lagi. Fakta
lapangan bahwa warga binaan memiliki kemampuan untuk menulis dan didukung
dengan akses menggunakan alat tulis yang diperbolehkan oleh lapas, hanya saja
apa yang dituliskan perlu dialihkan ke media yang tepat. Teknik expressive
writing therapy dipilih menjadi lembar ekspresi diri untuk mengalihkan perasaan
kecemasan yang mereka alami. Menurut Qonitatin (2019) dengan menulis
ekspresif individu dapat berfikir mengenai peristiwa yang dialami dan proses
emosional serta elemen objektif pada peristiwa tersebut yang kemudian akan
menjadi renungan yang meredakan pada peristiwa yang dialami atau dirasakan
tersebut (Setyaputri, 2019)
Faktor yang mempengaruhi expressive writing dibagi menjadi dua, yaitu
faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal yang sangat mempengaruhi
seseorang misalnya lingkungan dan pola asuh karena pemberian konseling
expressive writing bisa dipengaruhi oleh faktor eksternal yang sulit dikontrol.
Selanjutnya dengan memberikan pujian pada subyek penelitian juga fokus untuk
mengikuti instruksi, dan mempertimbangkan tingkat keseriusan masalah yang
dimiliki subyek. Faktor internal yang mempengaruhi merupakan motivasi.
7
Semakin besar motivasi individu untuk melaksanakan sesuatu, pada hal ini yaitu
kemahiran menulis sehingga diharap hal itu mampu memudahkan penyelesaian
masalah kecemasan yang dialami warga binaan. Dengan menulis, warga binaan
mampu menuangkan segala perasaan, pikiran, dan emosi dan perasaannya yang
tidak mampu di utarakan (Awalina, 2018)
Hynes dan Thompson (dalam Purnamarini, 2016) mengelompokkan terapi
menulis menjadi 4 tahapan yakni: Recognation / Initial writing, bertujuan untuk
memfokuskan pikiran, merelaksasi, membuka imajinasi dan menghapuskan
pikiran negatif yang dapat muncul pada diri klien, serta konsentrasi klien atau
mengevaluasi keadaan emosi. Pertama, klien diberikan peluang untuk menulis
secara bebas frase, kata-kata atau mengatakan hal lain yang keluar dalam pikiran
tanpa arahan dan perencanaan. Selain menulis, sesi ini juga dapat dimulai dengan
pemanasan, menggambar bentuk sederhana, gerakan ice breaking sederhana, atau
mendengarkan sebuah instrumen. Tahap ini berjalan selama 20 menit.
Examination/writing exercise, tahap ini untuk mengetahui lebih dalam
reaksi klien terhadap suatu situasi tertentu, diawali dengan peristiwa emosional
yang umum hingga pengalaman utama yang mengusik klien, misalnya ketika
kehilangan pekerjaan, kecemasan ketika menghadapi suatu peristiwa atau
didiagnosis mengalami suatu penyakit. Pelaksanaan terapi menulis dilakukan pada
tahap ini. Tidak ada instruksi yang baku pada tahap ini, sehingga instruksi yang
disampaikan dapat disesuaikan dengan usia dan juga pemahaman klien. Tahap ini
berlangsung sekitar 20 menit. Pada sesi ini, menulis yang dilakukan klien sudah
terarah. Dalam sesi ini bukan hanya penggalian tentang masa lalu klien, tetapi
juga untuk menghadapi situasi yang sedang maupun situasi di masa depan yang
akan dihadapi.
Juxtaposition/Feedback, pada tingkatan ini, klien diarahkan untuk
mendapatkan persepsi baru dalam memperhatikan sebuah permasalahan, sehingga
mampu memberikan gagasan baru terhadap sikap, perilaku, pemahaman dan
penilaian yang lebih dalam dirinya. Hal utama tahap ini yaitu melihat bagaimana
perasaan klien pada waktu menulis ekspresif, setelah menulis dan saat membaca
kembali tulisan tersebut.
8
Application to the self, pada tahap terakhir ini klien diarahkan untuk
mengaplikasikan ilmu barunya ke dalam dunia nyata. Konselor atau terapis
mendukung klien mengorganisasikan apa yang sudah dipelajari selama sesi
menulis dengan merenungkan kembali apa saja yang perlu diperbaiki atau diubah
dan yang harus dipertahankan.
Expressive Writing Therapy ini bisa diterapkan pada semua usia, mulai
dari anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Terapi menulis ini bisa digunakan
baik secara individual atau kelompok, menurut White & Murray (2017). Manfaat
yang didapatkan saat menerapkan cara ini adalah : 1) Seseorang menjadi lebih
mudah dalam meluapkan emosi dengan cermat, 2) Seseorang bisa melepaskan
masalah dari dalam diri, 3) Seseorang mampu menurunkan gejala-gejala negatif
akibat timbulnya masalah cemas (pusing, sakit perut dll), 4) Menguatkan
pemberdayaan diri.
Berdasarkan uraian diatas maka validasi dalam proses penyusunan modul
expressive writing therapy yang sudah ada sebelumnya, dan masih perlu
dikembangkan untuk terapi terhadap warga binaan. Sehingga tujuan penelitian ini
untuk validasi modul expressive writing untuk warga binaan di lapas.
2. METODE
Metode yang dipakai pada penelitian ini menggunakan studi pustaka dan literatur
review jurnal dan buku-buku yang mendukung mengenai expressive writing
therapy. Prosedur pengembangan modul yang diadaptasi dari Borg and Gall,
dilaksanakan, sesuai dengan tahap-tahap berikut:
2.1 Penelitian Awal dan Pengumpulan Informasi
Langkah pertama dalam pengembangan modul expressive writing therapy
ini adalah dengan cara mengumpulkan informasi dan menganalisa kebutuhan dari
peneliti pada warga binaan. Tahap-tahapan yang dilakukan adalah: Studi Pustaka,
melakukan studi pustaka yang berkaitan tentang penelitian. Hasil studi pustaka
berupa modul expressive writing yang signifikan dan kajian pustaka yang
mendukung penelitian. Survey Lapangan, kegiatan ini bertujuan untuk
menghasilkan dan memutuskan masalah utama yang dirasakan warga binaan.
Adapun yang dilaksanakan di tahap ini adalah : Analisis kebutuhan yaitu dengan
teknik : 1) Wawancara kepada warga binaan pemasyarakatan, 2) Pengisian angket
9
awal untuk menguatkan hasil wawancara, serta 3) analisis konsep yang
dilaksanakan untuk menggali konsep utama yang akan dipergunakan untuk
merinci dan menyusun modul. Hal ini bertujuan untuk menentukan materi dan
teori yang mendukung penyusunan modul expressive writing therapy.
Desain Pengembangan Modul, setelah dilakukan analisa kebutuhan warga
binaan, maka langkah selanjutnya yaitu mengembangkan produk yang
disesuaikan dengan kebutuhan warga binaan. Langkah awal untuk pengembangan
adalah melakukan desain rancangan modul. Proses ini menjadi dua aspek yaitu
aspek model ID (Instructional Design) dan aspek isi yaitu materi seperti apa yang
akan diberikan kepada warga binaan. Dalam pembuatan produk modul expressive
writing therapy ini digunakan word dan software desain cover Canva. Proses
penyusunan untuk pengembangan modul ini meliputi: Tujuan yang jelas untuk
pengembangan modul expressive writing therapy. Isi, modul expressive writing
yang dikembangkan harus sesuai pada kebutuhan yang berlaku di lembaga
pemasyarakatan tempat penelitian, sehingga perlu dikaji standar teori, manfaat
dan parameter apa saja yang terkandung pada modul expressive writing therapy
yang dikembangkan. Membuat Interface, interface merupakan tampilan awal atau
cover dari modul expressive writing yang akan dibuat. Membuat Modul, modul
merupakan bahan yang berisi teori, materi, deskripsi, tujuan, manfaat dan contoh
aplikasi dari expressive writing therapy.
Uji Lapangan Terbatas, expert judgement digunakan untuk melihat tingkat
kelayakan dari modul expressive writing yang telah dikembangkan sebelum
produk tersebut digunakan dalam pelatihan. Uji ini akan dilaksanakan oleh 3
Rater yaitu Wisnu Sri Hertinjung, S.Psi, M.Psi, Psikolog, Isnaya Arina Hidayati,
S.Pdl., S.Psi., M.Si dan Ajeng Nova Dumpratiwi, S.Psi., M.Psi., Psikolog, yang
selanjutnya akan divalidasi oleh Susatyo Yuwono, S.Psi., M.Si., Psikolog.
Revisi, setelah dilakukan expert judgement, bila masih terdapat bagian-
bagian yang belum sesuai dengan norma, maka mesti dilaksanakan perbaikan
sesuai dengan masukan rater. Rater merupakan pihak yang menentukan apakah
telah layak untuk digunakan dalam penelitian.
Produk Akhir, setelah expert judgement dilaksanakan, kemudian diperoleh
modul yang layak dan sesuai dengan kebutuhan warga binaan. Modul tersebut
10
dapat digunakan dalam proses menangani perasaan tertekan dan kurang tenang
secara mandiri oleh warga binaan. Adapun produk akhir yang diperoleh dalam
pengembangan ini adalah modul expressive writing therapy.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis data dalam penelitian ini menggunakan analisis expert judgement.
Teknik analisis expert judgement merupakan teknik analisis yang dipakai untuk
menganalisis data dengan mendeskripsikan atau menggambarkan data-data yang
sudah dikumpulkan seadanya tanpa maksud membuat generalisasi dari hasil
penelitian yang kemudian melalui expert judgement. Expert judgement disini
untuk mengetahui kelayakan modul yang digunakan untuk melakukan expressive
writing therapy.
Sebelum expert judgement modul expressive writing therapy berisi
tentang materi expressive writing therapy, alur tahapan expressive writing
therapy dimulai dari tahap persiapan, pelatihan dan pasca pelatihan. Dan point
akhir adalah tahap pelaksanaan dari expressive writing therapy. Setelah expert
judgement. Beberapa rater menambahkan catatan tambahan, revisi perbaikan dan
pertanyaan tambahan dalam modul. Sehingga ada beberapa point yang diperbaiki
dan ditambahkan.
Merujuk pada hasil expertjudgement yang sudah dianalisis 3 rater. Modul
expressive writing therapy ini masih perlu perbaikan di bagian latar belakang
sebab kalimat belum lengkap, penulisan referensi masih perlu diperbaiki, tata tulis
huruf, penghapusan kata yang terlalu berlebihan maknanya. Kemudian pada
bagian materi modul ini perlu ditambahkan per-tahap pelatihan itu selama kurang
lebih 20 menit dan penambahan penelitian sebelumnya, perbaikan font yang
belum sesuai dengan yang lain, penulisan kalimat dan tanda baca yang belum
sesuai dengan ejaan yang disempurnakan (EYD), penulisan kutipan-kutipan. Hasil
validasi bagian latar belakang meliputi tata tulis, kandungan isi (content), bahasa,
struktur ejaan kalimat.
Bagian alur tahap pelatihan fasilitator dan observer itu berbeda fasilitator
atau konselor ini yang memimpin jalannya pelatihan expressive writing therapy
dan observer yang membantu kelancaran proses pelatihan, mahasiswa mapro
menjamin kemampuan fasilitator karena kriteria yang diberikan peneliti untuk
11
melakukan pelatihan ini yaitu minimal S2 atau psikolog yang boleh karena
mampu melakukan terapi, penambahan kriteria fasilitator dengan fasilitator
merupakan orang yang mampu mentransfer materi atau komunikatif, ahli sebagai
fasilitator atau trainer. Hasil validasi bagian alur tahap pelatihan meliputi bahasa
dan kandungan isi (content).
Bagian tahap pelatihan perlu penjelasan lebih mengenai 2 jam yang
dipakai karena 2 jam ini merupakan waktu untuk melakukan pelatihan dan untuk
aplikasinya memakai 4-7 hari untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan hasil
yang signifikan dengan pelatihan. Hasil validasi bagian tahap pelatihan meliputi
kandungan isi (content) dan struktur kalimat. Kemudian pada daftar pustaka tulis
sesuai dengan format APA. Hal tersebut termasuk kedalam tata tulis. Kesimpulan
hasil validasi modul expressive writing therapy secara keseluruhan melalui
expertjudgement yaitu tata tulis, kandungan isi (content), bahasa, struktur kalimat.
Tahap proses penyusunan modul expressive writing therapy ini dimulai
dengan mencari permasalahan atau menggali dari kehidupan warga binaan
dilapas. Kemudian setelah mendapatkan permasalahan yang dapat diangkat
menjadi bahan pertimbangan, peneliti memiliki ide untuk membuat modul yang
sesuai untuk mengatasi permasalahan warga binaan tersebut. Dari ide yang
didapatkan peneliti modul tersebut perlu didukung teori dan kajian-kajian
pendukung, maka peneliti mencari kajian pustaka dan literatur review yang sesuai
dengan tema yang diangkat peneliti. Proses dalam validasi modul yaitu ketika
modul sudah selesai dalam proses pembuatan, modul ini kemudian diajukan
expert judgement untuk melihat kelayakan modul dimana expert judgement ini
dilakukan oleh seseorang yang ahli atau disebut rater untuk menguji kelayakan isi
dari modul tersebut apakah sudah dapat diaplikasikan kepada subjek atau belum.
Hasil modul yang di expertjudgement yaitu beberapa point dalam modul masih
perlu diperbaiki sebelum diaplikasikan kepada subjek. Setelah modul selesai
diperbaiki kemudian peneliti harus mengajukan kepada dosen pembimbing untuk
validasi modul. Produk akhir setelah modul divalidasi adalah Modul expressive
writing therapy yang dapat diaplikasikan untuk intervensi.
Berdasarkan hasil validasi modul expressive writing therapy menggunakan
analisis expertjudgement dengan menggunakan kajian pustaka, dapat diketahui
12
adanya korelasi positif antara kecemasan warga binaan dan expressive writing
therapy. Alat-alat yang digunakan mudah didapat, mudah diaplikasikan,
rahasianya terjaga, fleksibel dan dapat digunakan di dalam lapas.
Pendekatan Psikoanalisa memandang bahwa segala tingkah laku manusia
berasal dari dorongan (motif) yang tidak didasari oleh individu itu sendiri
(Setiawan, 2018). Pendekatan Psikoanalisa terdiri atas 3 aspek dan expressive
writing therapy ini mencakup ketiganya yaitu berorientasi masalah psikis
kecemasan warga binaan, mengobati gangguan kepribadian yaitu mempersiapkan
warga binaan untuk kembali ke masyarakat tanpa rasa takut, energi pikiran dan
komukasi positif mendukung expressive writing untuk menyelesaikan masalah
yang dialami.
Korelasi positif dengan expressive writing therapy adanya peranan penting
mengatasi masalah kecemasan warga binaan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Pennebaker & Smyth (2018), Expressive writing therapy merupakan sebuah
teknik menulis mengenai sebuah pengalaman atau peristiwa yang mengusik
sebuah pikiran. Sehingga pada saat warga binaan mengalami kecemasan baik
dalam kesehariannya maupun saat menjelang bebas mengenai kehidupannya
sehari-hari nanti atau bergaul dengan masyarakat dapat segera diatasi secara
mandiri (Sugiarto, 2018). Tujuan dan harapan penyelesaian masalah yang dialami
akan lebih mudah terselesaikan jika mengikuti tahapan-tahapan prosedur pelatihan
expressive writing. Dimana expressive writing ini dimulai dengan mengembalikan
kepercayaan diri subjek, kemudian menuliskan masalah-masalah yang dihadapi,
menuliskan harapan dari masalahnya dan bila masih ada yang belum sesuai
harapan bisa dikonsultasikan kepada konselor maupun trainer yang membimbing
selama berlangsungnya expressive writing. Karena sebenarnya subjek sendiri
yang memiliki masalah dan akan memutuskan bagaimana keputusan yang diambil
untuk menyelesaikan masalahnya.
Expressive writing therapy sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Pannebaker & Smith yang kemudian didukung dengan penelitian sebelumnya
oleh Qonitatin, Widyawati dan Asih (Sugiarto, 2018). Expressive writing adalah
suatu metode dimana individu didorong agar menceritakan masalah-masalah,
perasaan-perasaan dan mood yang dihadapinya dalam bentuk tulisan sehingga
13
individu tersebut dapat mengeluarkan emosi-emosi yang terpendam dalam
dirinya. Tahapan terapi menulis ini sebelumnya sudah pernah dicoba di SMA
Negeri 59 Jakarta dan hasilnya terjadi penurunan kecemasaan saat ujian sekolah
yang signifikan setelah diberikan perlakuan. Maka dapat disimpulkan bahwa,
terdapat pengaruh layanan terapi expressive writing terhadap penurunan
kecemasan saat ujian sekolah siswa SMA Negeri 59 Jakarta. Dan setiap tahap
pelatihan berlangsung ±20 menit dan aplikasinya terbukti mampu untuk mengatasi
kecemasan yang dirasakan
Hasil validasi modul expressive writing therapy ini berpengaruh pada
tujuan penyelesaian masalah kecemasan yang ada pada warga binaan. Namun
pada saat expertjudgement ada beberapa bagian yang perlu diperbaiki sehingga
memperoleh hasil berupa produk yang layak untuk digunakan saat pelatihan.
Pelatihan ini tidak dapat terlaksana dikarenakan adanya covid19 yang membatasi
ruang dan waktu untuk melakukan pelatihan dan aplikasi pada warga binaan.
Kelebihan dari validasi modul expressive writing therapy ini yaitu
memberikan cara pengaplikasian yang tepat mengenai expressive writing,
menyediakan media yang dapat dijaga kerahasiannya oleh penulis, menggunakan
alat-alat yang mudah ditemui dan bisa digunakan dimana saja kapan saja, tema
permasalahan yang diangkat dari modul adalah real sehingga mudah
dikembangkan. Kekurangan dari penyusunan modul expressive writing adalah
ujicoba tidak memungkinkan dikarenakan adanya covid 19 yang membatasi ruang
untuk melakukan pelatihan modul expressive writing therapy.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab
sebelumnya, berdasarkan expert judgment dapat disimpulkan bahwa Modul
expressive writing siap diaplikasikan karena memenuhi standar tata tulis,
kandungan isi (content), bahasa, struktur ejaan kalimat dan expressive writing
mampu untuk mengatasi permasalahan fisik maupun psikologis yang dapat
dilakukan baik secara mandiri dengan alat sederhana dan pasti tersedia. Modul
expressive writing therapy ini dapat diterapkan pada berbagai usia, dapat
14
diterapkan pada berbagai latar belakang budaya, bebas dari adanya umpan balik
(social feedback).
4.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dengan melihat beberapa
karakteristik data literatur review dan hasil expert judgement peneliti dapat
memberikan saran kepada peneliti selanjutnya diharapkan dapat menyiapkan
sarana dan prasarana untuk uji coba atau pelatihan modul expressive writing
therapy ini.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, A. R. (2016). Metode Penelitian Psikologi Langkah Cerdas Menyelesaikan
Skripsi. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.
Alwisol. (2016). Psikologi Kepribadian. Malang: Universitas Muhammadiyah
Malang.
Amelia, K. R. (2010). Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kecemasan
Menghadapi Masa Pembebasan Pada Narapidana Di Lembaga
Pemasyarakatan Kelas Iia Pekanbaru. Riau: Universitas Islam Negeri
Sultan Syarif Kasim.
Andayani, R. P. (2017). Pengembangan Modul Pembelajaran Menulis Cerpen
Bermuatan Motivasi Berprestasi Untuk Siswa Kelas Xi Sma. Basindo
: Jurnal Kajian Bahasa Sastra Indonesia, 103-116.
Annisa, D. F., & Ifdil, I. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) Pada Lanjut Usia
(Lansia). Konselor, 93-99.
Arifin, Z. (2017). Kriteria Instrumen Dalam Suatu Penelitian. Jurnal Theorems
(The Original Research Of Mathematics), Vol. 2, 28-36.
Atikasuri, M. M. (2018). Tingkat Kecemasan Pada Andikpas Usia 14-18 Tahun
Menjelang Bebas. Jnc, 78-84.
Awalina, W. &. (2018). Studi Kepustakaan Penerapan Konseling Expressive
Writing Dalam Lingkup Pendidikan. Jurnal Bk Unesa, Vol 8, No 2, 1-
9.
Aziz, N. A. (2017). Strategi Coping Terhadap Kecemasan Pada Ibu Hamil
Dengan Riwayat Keguguran Di Kehamilan Sebelumnya. Jipt Jurnal
Ilmiah Psikologi Terapan Vol. 05, 144-157.
Azwar, S. (2012). Reliabilitas Dan Validitas (4 Ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Bachri, S. C. (2017). Perbedaan Tingkat Kecemasan Pasien Berdasarkan Usia,
Jenis Kelamin, Tingkat Pendidikan Dan Pengalaman Pencabutan Gigi
15
Di Rsgm Fkg Universitas Jember. E-Jurnal Pustaka Kesehatan, 138-
144.
Bukhori, B. (2016). Kecemasan Berbicara Di Depan Umum Ditinjau Dari
Kepercayaan Diri Dan Keaktifan Dalam Organisasi Kemahasiswaan.
Jurnal Komunikasi Islam, 6(1), 158-186.
Bungin, B. (2011). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.
Dona, F. A. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) Pada Lanjut Usia (Lansia).
Konselor, 93-99.
Febrianto, B. &. (2019). Efektivitas Konseling Kelompok Realita Untuk
Menurunkan Kecemasan Pada Klien Pemasyarakatan. Jurnal Ilmiah
Psikologi Terapan, 7(1), 132-145.
Fenn, K., & Byrne, M. (2013). The Key Principles Of Cognitive Behavioural
Therapy. Innovait, 579-585.
Fitria, I. F. (2016). Menulis Ekspresif Untuk Anak Jalanan : “Suatu Metode
Terapi Menulis Dalam Diary Melalui Modul Eksperimen”. Jurnal
Psikoislamedia, 1(1), 125-139.
Hadi, S. (2015). Metodologi Riset. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Hayat, A. (2017). Kecemasan Dan Metode Pengendaliannya. Khazanah : Jurnal
Studi Islam Dan Humaniora 12(1).
Herdiani, W. S. (2012). Pengaruh Expressive Writing Pada Kecemasan
Menyelesaikan Skripsi. Calyptra, 1-19.
Hikmah, I. (2020). Pengembangan Paket Pelatihan Menulis Ekspresif Sebagai
Media Katarsis Kecemasan Pada Siswa Introvert Di Sma. Jurnal
Pendidikan Konseling Islam, 14-26.
Jess, F. &. (2010). Teori Kepribadian Theories Of Personality. Jakarta: Penerbit
Salemba Humanika.
Joseph, M. C. (2017). Penerapan Terapi Penerimaan Dan Komitmen Untuk
Mengurangi Kecemasan Pada Narapidana Menjelang Pembebasan
Bersyarat Di Lapas X. Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, Dan
Seni, 239-247.
Joseph, M. S. (2018). Penerapan Terapi Seni Dalam Mengurangi Kecemasan Pada
Perempuan Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga Di Jakarta.
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, Dan Seni, 2(1), 77-87.
Konghoiro, I. K. (2017). Penerapan Group Gestalt Therapy Bagi Warga Binaan
Lapas Narkotika X Yang Mengalami Kecemasan Menjelang Bebas.
Jurnal Muara Ilmu Sosial, Humaniora, Dan Seni, 1(2), 430-438.
16
Krismawati, Y. (2014). Teori Psikologi Perkembangan Erik H. Erikson Dan
Manfaatnya. Kurios, 46-56.
Kurniawan, Y. &. (2015). Spiritual-Emotional Writing Therapy Pada Subjek
Yang Mengalami Episode Depresif Sedang Dengan Gejala Somatis.
Humanitas Vol. 12 No. 2, 147-157.
Maharani, S. N. (2017). Efektivitas Expressive Writing Therapy Dalam
Menurunkan Tingkat Stress Pada Remaja Dengan Albino Ditinjau
Dari Tipe Kepribadian Iintrovert Dan Ekstrovert. Persona: Jurnal
Psikologi Indonesia Vol. 6, 98-110.
Maya, A. M. (2018). Tingkat Kecemasan Pada Andikpas Usia 14-18 Tahun
Menjelang Bebas. Jnc, 78-84.
Murti, D. R. (2012). Pengaruh Expressive Writing Terhadap Penurunan Depresi
Pada Remaja Smk Di Surabaya. Jurnal Psikologi Klinis Dan
Kesehatan Mental, 94-100.
Mutiarachmah, D. &. (2019). Hubungan Antara Regulasi Diri Dan Psychological
Well-Being Dengan Kecemasan Dalam Menghadapi Dunia Kerja
Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Jurusan Kesejahteraan Sosial Uin
Syarif Hidayatullah Jakarta. Jurnal Ikra-Ith Humaniora, 3(3), 163-
177.
Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2006). Psikologi Abnormal. Jakarta:
Erlangga.
Nida, F. L. (2014). Zikir Sebagai Psikoterapi Dalam Gangguan Kecemasan Bagi
Lansia. Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 133-150.
Nikko, S. D. (2017). Interventions That Target Improvements In Mental Health
For Parents Of Children With Autism Spectrum Disorders: A
Narrative Review. Clinical Psychology Review, 51, 1-14.
Niman, S. S. (2015). Pengaruh Terapi Menulis Ekspresif Terhadap Tingkat
Kecemasan Siswa Kelas Xii Ma Ruhul Amin Yayasan Spmma. Surya,
31-38.
Nyssen, O. P. (2016). Does Therapeutic Writing Help People With Long-Term
Conditions? Systematic Review, Realist Synthesis And Economic
Considerations. Health Technology Assesment, Volume 20, 1-410.
Oktaviany, A. &. (2014). Pendekatan Expressive Writing Pada Narapidana
Wanita Yang Mengalami Kecemasan Menjelang Bebas. Manasaold,
3(2), 59-71.
Olga, P. N. (2016). Does Therapeutic Writing Help People With Long-Term
Conditions? Systematic Review, Realist Synthesis And Economic
Considerations. Health Technology Assesment, Volume 20, 1-410.
17
Pennebaker, J. W. (2018). Expressive Writing In Psychological Science.
Association For Psychological Science, 13(2), 1-4.
Pranoto, N. (2015). Writing For Therapy: Menyembuhkan Luka Emosi, Galau,
Patah Hati, Luka Hati, Luka Jiwa Dengan Kata-Kata. Jakarta:
Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Pratama, M. G. (2019, 07 18). Warnasumsel.Com. Dipetik 05 11, 2020, Dari
Warnasumsel.Com: Https://Warnasumsel.Com/Kisah-Di-Balik-Buku-
Suara-Perempuan-Cerita-Dari-Balik-Jeruji/
Purnamarini, D. P. (2016). Pengaruh Terapi Expressive Wiriting Terhadap
Penurunan Kecemasan Saat Ujian. Bimbingan Konseling, 36-42.
Qonitatin, N. W. (2011). Pengaruh Katarsis Dalam Menulis Ekspresif Sebagai
Intervensi Depresi Ringan Pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi 9(1).
Rahman, A. A. (2016). Metode Penelitian Psikologi Langkah Cerdas
Menyelesaikan Skripsi. Bandung: Pt Remaja Rosdakarya.
Retnoningtyas, D. W. (2017). Pengaruh Expressive Writing Terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan Mahasiswa Tahun Pertama. Jurnal Psikologi
“Mandala”1(1), 14-25.
Rihiantoro, T. H. (2018). Pengaruh Teknik Relaksasi Otot Progresif Terhadap
Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai
Betik, Volume 14, No. 2, 129-135.
Rohmadani, Z. V. (2017). Relaksasi Dan Terapi Menulis Ekspresif Sebagai
Penanganan Kecemasan Pada Difabel Daksa. Journal Of Health
Studies, 18-27.
S, A. (2012). Reliabilitas Dan Validitas (4 Ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Saifudin, N. K. (2015). Pengaruh Terapi Menulis Ekspresif Terhadap Tingkat
Kecemasan Siswa Kelas Xii Ma Ruhul Amin Yayasan Spmma. Jurnal
Stikes Muhammadiyah Lamongan, 31-38.
Sari, F. S., & Batubara, I. M. (2017). Kecemasan Anak Saat Hospitalisasi.
Kesehatan Kusuma Husada, 144-149.
Sari, N. M. (2019). Terapi Menulis Ekspresif Terhadap Tingkat Kecemasan Pada
Odha. Jurnal Gema Keperawatan, 22-27.
Schroder, H. S., Moran, T. P., & Moser, J. S. (2017). The Effect Of Expressive
Writing On The Error-Related Negativity Among Individuals With
Chronic Worry. Psychophysiology, 1-11.
Setiawan, M. A. (2018). Pendekatan-Pendekatan Konseling Teori Dan Aplikasi
Editor : Ngalimun, M.Pd. Sleman: Cv Budi Utama.
18
Setyaputri, N. Y. (2019). Pemanfaatan Teknik Menulis Ekspresif Sebagai Wujud
Katarsis Untuk Mereduksi Burnout Mahasiswa Tingkat Akhir. In
Prosiding Semdikjar (Seminar Nasional Pendidikan Dan
Pembelajaran) (Hal. 404-410). Kediri: Pascasarjana Iain Kediri.
Sloan, D. M., & Marx, B. P. (2017). Maximizing Outcomes Associated With
Expressive Writing. Clinical Psychology Science And Practice, 1-4.
Sugiarto, A. &. (2018). Pengaruh Expressive Writing Therapy Terhadap
Penurunan Depresi, Cemas, Dan Stres Pada Remaja. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa, 48-61.
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian & Pengembangan. Bandung: Alfabeta.
Susanti, R., & Supriyantini, S. (2013). Pengaruh Expressive Writing Therapy
Terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan Berbicara Dimuka Umum
Pada Mahasiswa. Jurnal Psikologi, 119-129.
Tong, S. G. (2019). Perancangan Analisis Risiko Bidang Administratif
Departemen Impor Key Account Management Pt. X. Jurnal Titra,
Vol. 7, No. 2, 213-218.
Wahyuningsih, S. (2017). Teori Katarsis Dan Perubahan Sosial. Jurnal
Komunikasi, 11(1), 39-52.
Wardoyo, P. (2019, Januari 30). Joglosemarnews. Dipetik Februari 4, 2020, Dari
Joglosemarnews: Http://Joglosemarnews.Com/2019/01/Cerita-Haru-
Kakek-Napi-Asal-Tangen-Sragen-Yang-Menolak-Pulang-Di-Hari-
Kebebasannya-Dari-Lapas-Kalapas-Sampai-Tergerak-Antar-Pakai-
Kursi-Roda/?Amp
Wekoadi, G. M. (2018). Writing Therapy Terhadap Penurunan Cemas Pada
Remaja Korban Bullying. Jurnal Riset Kesehatan, 37-44.
Yusup, F. (2018). Uji Validitas Dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Kuantitatif.
Jurnal Tarbiyah: Jurnal Ilmiah Kependidikan Vol. 7, 17-23.