Download - Warta Bappeda Edisi 4
MEDIA�KOMUNIKASI�TRIWULANAN
PROVINSI JAWA BARAT
Vol. 29 No. 4, Oktober - Desember 2015
PEMBANGUNAN DESA
NILAI TUKAR PETANI JAWA BARATWADUK JATIGEDE
BENDUNGAN TERBESAR KE-2
DI INDONESIAPERENCANAAN
dariredaksi
Assalamu'alaikum Wr. Wb
Para pembaca yang berbahagia pada terbitan Warta
Bappeda Edisi Triwulan IV Volume 29 Nomor 4 (Oktober-
Desember) Tahun 2015 ini, kami hadirkan beberapa artikel yang
mengupas tentang Kondisi Tenaga Kerja Sektor Pertanian di Jawa
Barat, Perbandingan Angka Pengangguran di Jawa Barat, Nilai
Tukar Petani di Jawa Barat, Meningkatkan Produktifitas Kerja serta
artikel lainnya yang cukup menarik untuk disimak oleh para
pembaca.
Pembaca Warta Bappeda yang kami hormati, selain tulisan
tersebut diatas kami sajikan pula artikel tentang Perencanaan
Pembangunan Desa, Taqwa Dasar Pembentukan Karakter.
Kemudian artikel yang berisi informasi terkini kegiatan Bappeda
dalam rubrik Liputan yaitu tentang Penghargaan Pembebasan
Lahan Waduk Jatigede.
Akhir kata kami sampaikan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada para penulis atas kontribusinya. Kami tunggu
artikel berikutnya yang akan diterbitkan dalam Edisi Triwulan 1
Tahun 2016. Selamat membaca.
Wassalamu'alaikum Wr. Wb.
Jl. Ir. H. Juanda No.287 Telp.2516061
Website : bappeda.jabarprov.go.id
E-mail : [email protected]
TERBIT BERDASARKAN SK. MENPEN RI
NO. 1353/SK/DITJENPPG/1988
ISSN: 0216-6232
Penanggung Jawab:
Prof. Dr. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA
Ketua:
Linda Al-Amin, ST, MT
Sekertaris:
Anjar Yusdinar, S.STP., M.Si.
Penyunting:
Ir. H. Tresna Subarna, M.M.
Drs. Bunbun W. Korneli, MAP
Ir. Agus Ruswandi, M.Si
Drs. Achmad Pranusetya, M.T.
T. Sakti Budhi Astuti, SH., M.Si.
Fotografer:
Roni Sachroni, BA
Sekretariat:
Hj. Megi Novalia, S.Ip., M.Si.
Mamat Rahmat
menerima tulisan dari pembaca yang berhubungan dengan wawasan perencanaan, disarankan untuk melampirkan foto-foto yang mendukung.Tulisan diketik satu spasi minimal 5 halaman A4. Artikel yang pernah dimuat di media lain, tidak akan dimuat.Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah substansi.
PROVINSI JAWA BARAT
Foto Cover: Roni Sachroni, BADesain Cover & Layout: Ramadhan Setia Nugraha, S.Sos
Cover Depan Cover Belakang
Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda 1
daftarisi
NILAI TUKAR PETANI JAWA BARAT
Nilai tukar petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani
dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase.
Nilai tukar petani merupakan salah satu indikator dalam menentukan tingkat
kesejahteraan petani. Pengumpulan data dan perhitungan NTP di Indonesia
dilakukan oleh Biro Pusat Statistik.
10
15
PerencanaanPembangunanDesa
29
Perbandingan AngkaPengangguran Jawa Barat
23
MeningkatkanProduktivitasKerja Pada Global
Competitiveness Index,
Indonesia menduduki
peringkat paling akhir di
antara negara-negara
ASEAN dalam urusan
efisiensi pasar tenaga
kerja. Hal ini berarti
banyak permasalahan
dalam tenaga kerja
Indonesia.
dafta
ris
i
Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda 2
LAPORAN UTAMA
3 Waduk Jatigede, Bendungan Terbesar ke-2 di Indonesia
WAWASAN PERENCANAAN
10 Nilai Tukar Petani Jawa Barat
15 Perencanaan PembangunanDesa
23 Meningkatkan ProduktivitasKerja
29 Perbandingan Angka Pengangguran Jawa Barat
LIPUTAN
65 Bersama Mitra MembangunJabar Maju Sejahtera untuk Semua - Lebih Jauh TentangKebijakan dan ImplementasiProgram CSR di Jawa Barat
GALERI
74 Pemprov Jabar Sebar 800 ribuBenih Ikan di Jatigede
38 Kondisi Tenaga Kerja SektorPertanian di Jawa Barat
47 Kebijakan PembangunanBerbasis data
Rehat
55 Taqwa Dasar Pembentukan Karakter
78 Penyerahan Sertifikat KawasanCiletuh sebagai Geopark Nasional dari Komisi NasionalIndonesia untuk UNESCO
laporan
uta
ma
3Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
WaDUK JATIGEDE
BendunganTerbesar ke-2
Foto: Dokumentasi Bappeda
ada Oktober 2005, Ppemerintah Tiongkok
mengatakan bahwa
mereka bersedia
mengucurkan dana 199,8 USD
atau sekitar Rp 2,04 triliun
untuk membiayai
pembangunan waduk.
Bersama kontraktor lokal
Wijaya Karya, Waskita Karya,
Hutama Karya, dan
Pembangunan Perumahan,
perusahaan Tiongkok
SinoHydro merampungkan
Waduk Jatigede.
Waduk Jatigede,
terletak di kabupaten
Sumedang. Merupakan
sebuah waduk yang
sudah direncanakan
sejak zaman Hindia
Belanda. Dibangun
dengan membendung
aliran Sungai Cimanuk
di wilayah Kecamatan
Jatigede, Kabupaten
Sumedang.
di Indonesia
laporanutama
4 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
Apalagi setelah mendapat restu dari
Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono,
proyek ini kembali berjalan mulus. Karena SBY
menggunakan dalih Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau
MP3EI.
Melalui mekanisme MP3EI, pemerintah
memotong kompas semua peraturan daerah.
Pemerintah daerah pun mendapat mandat untuk
mengawal pembangunan waduk yang
mengatasnamakan kepentingan nasional
tersebut.
Seperti diketahui Waduk Jatigede telah
dirintis sejak era Soekarno yang digagas pada
tahun 1963. Menyisakan persoalan kompleks,
selain mengakibatkan 16 ribu warga Kabupaten
Sumedang yang terdampak, bencana ekologi
yang menyebabkan hilangnya sekitar 1 juta lahan
hijau produktif, ancaman pengangguran massif,
puluhan situs kebudayaan sunda sejak era abad
ke- 8 hingga Kerajaan Padjajaran terancam
tenggelam. Proyek multinasional tersebut
menyisakan persoalan yang belum terselesaikan
hingga detik peluncuran penggenangan yang
dibuka oleh Presiden Jokowi akhir Agustus 2015
lalu.
Dalam hal ini Bappeda Provinsi Jawa Barat
sebagai Badan Perencaan Pembangunan Daerah
menjadi yang terdepan dalam penuntasan
masalah, terutama dalam hal pembebasan lahan
Gambar Waduk Jatigede yang di ambil pada tanggal 9 September 2015
Melalui mekanisme MP3EI, pemerintah memotong kompas
semua peraturan daerah. Pemerintah daerah pun
mendapat mandat untuk mengawal pembangunan waduk
yang mengatasnamakan kepentingan nasional tersebut.
Foto:
Doku
menta
si B
appeda
laporanutama
5Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
1. PEMBEBASAN LAHAN
Penandatanganan kontrak pelaksanaan
konstruksi, tanggal 30 April 2007, antara
Sinohydro Corporation Limmited Join Operation
With Consorsium Of Indonesian Contractors (CIC)
dengan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)
pembangunan Waduk Jatigede.
Permendagri no 15/197
Pembebasan Tahun 1982-1986
Permendagri no 15/197
Pembebasan Tahun 1982-1986
Keppres no 55/1993
Pembebasan Tahun 1994-1997
NRULE
Perpres no 36/2005 dan
p.ka.bpn no. 3/2007
Pembebasan Tahun 2005-skrg
1.918 kk
1.226 kk
4.065 kk
4.065 kk
Waktu pelaksanaan konstruksi :
115 Nopember 2007 s/d 30 Desember
2013 SNVT pembangunan Waduk
Jatigede didampingi oleh konsultan
nasional dan konsultan asing dari China.
223 Oktober 2008 : Peledakan perdana
terowongan pengelak sebagai awal
dimulainya pembangunan fisik Waduk
Jatigede.
33 Agustus 2011 : Pengalihan aliran
Sungai Cimanuk ke terowongan
pengelak sebagai awal dimulainya
pembangunan fisik bendung utama
Waduk Jatigede.
Foto-foto:
Doku
menta
si B
apped
a
laporanutama
6 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
2. MANFAAT WADUK JATIGEDE
Seperti kita ketahui, diantara
sederet polemik yang hadir. Waduk
Jatigede hadir sebagai oase yang
mampu memberikan manfaat
banyak bagi masyarakat sekitar.
Berikut manfaat Waduk Jatigede
yang digadang-gadang menjadi
waduk terbesar kedua di
Indonesia:
Irigasi
90.000Ha
Air Baku
3500 Liter/dt
PLTA 110 MW
Pengendalian Banjir Wilayah Kab. Indramayu
dan Cirebon seluas 14.000 Ha
3. KRONOLOGIS PEMBANGUNAN WADUK JATIGEDE
Foto:
Doku
menta
si B
appeda
laporanutama
7Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
4. RENCANA PENANGANAN KELUHAN MASYARAKAT YANG TERKENA DAMPAK PEMBANGUNAN YANG BERADA DALAM AREA WADUK JATIGEDE TOTAL 12.119 KELUHAN
· Penyesuaian harga lahan dan bangunan
yang dibebaskan/mendapat ganti rugi
tahun 1982 – 1986, dikarenakan kecilnya
realisasi pembayaran di lapangan di
banding harga yang tercantum dalam
aturan (SK Bupati dan SK Dirjen Bina
Marga). Timbulnya tuntutan ini,
berdasarkan pengakuan dari masyarakat
karena terlalu rendahnya harga dan
adanya pemaksaan serta intimidasi
dalam pembebasan/ganti rugi lahan dan
bangunan. Sudah ada yang di proses di
pengadilan. Keluhan masyarakat tetap
dilayani (407 Komplain)
· Salah orang dalam pembayaran/ ganti
rugi . Terdapat masyarakat (pemilik
lahan) yang merasa belum menerima
uang pembebasan/ganti rugi
dikarenakan penerima uang
pembebasan/ganti rugi bukan pemilik
lahan tapi kepala desa. Dilayani, diproses
bila ada bukti pendukung (7 Komplain)
· Salah ukur dalam pembebasan/ganti
rugi lahan. Lahan dan bangunan yang
dibebaskan/mendapat ganti rugi tahun
1982-1986 banyak yang ukurannya tidak
sesuai, dikarenakan : Pembayaran/ganti
rugi lahan milik masyarakat didasarkan
kepada tanda bukti pembayaran pajak,
sedangkan untuk menghindari besarnya
pajak, masyarakat memberikan
keterangan luas lahan yang dimiliki
kepada petugas pajak lebih kecil
daripada luas lahan yang sebenarnya.
Dan waktu diadakan pengukuran lahan
oleh petugas, masyarakat merasa tidak
pernah diikut sertakan. Dilayani (5.687
Komplain)
· Salah klasifikasi dalam pembebasan/
ganti rugi lahan. Lahan sawah oleh
petugas dibayar sama dengan harga
darat, padahal harga sawah lebih
tinggi/mahal daripada harga lahan darat.
Dilayani, diproses bila ada bukti (2.024
Komplain)
· Lahan dan bangunan milik masyarakat
yang terlewat dan belum mendapat
ganti rugi. berdasarkan pengakuan
masyarakat belum ada yang
dibebaskan/mendapat ganti rugi.
(Dilayani 3.646 Komplain)
· Tanah terisolasi. Terdapatnya lahan milik
masyarakat yang akan terisolasi apabila
waduk jatigede sudah digenangi.
Dilayani, diproses bila ada bukti (348
Komplain)
Ds. Conggeang, Salah satu tempat relokasi warga daerah terdampak Waduk JatigedeFoto-foto:
Doku
menta
si B
apped
a
8 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
laporanutama
5. RINGKASAN PERATURAN PRESIDEN RI NO.1 TAHUN 2015 TENTANG PENANGANAN DAMPAK SOSIAL KEMASYARAKATAN PEMBANGUNAN WADUK JATIGEDE. DIUNDANGKAN PADA TANGGAL 5 JANUARI 2015:
· Area waduk jatigede kab. Sumedang: 5
kec. 28 desa (pasal 1)
· Terhadap masyarakat yang terkena
dampak pembangunan Waduk Jatigede
dalam area Waduk Jatigede perlu
dilakukan segera penanganan dampak
sosial (pasal 1)
· Masyarakat yang terkena dampak
pembangunan waduk jatigede (pasal 2):
a. Penduduk yang berada di area
Waduk Jatigede yang telah
dibebaskan tanah dan/atau
bangunannya untuk pembangunan
Waduk Jatigede namun belum
memperoleh tempat penampungan
pemukiman baru berdasarkan
Peraturan Menteri Dalam Negeri
Nomor 15 Tahun 1975
b. Penduduk lainnya yang berada di
area Waduk Jatigede yang tidak
termasuk huruf a
· Penduduk sebagaimana dimaksud huruf
a dan b ditetapkan oleh Gubernur Jawa
Barat berdasarkan hasil verifikasi dan
validasi yang dilakukan oleh BPKP (pasal
2)
· Kepada penduduk sebagaimana
dimaksud dalam huruf a diberikan
tempat pemukiman baru berupa rumah
pengganti dalam bentuk uang tunai,
diperuntukan sebagai (pasal 3):
a. Penggantian bangunan
b. Penggantian pengadaan tanah
c. Tunjangan kehilangan pendapatan
· Kepada penduduk sebagaimana
dimaksud dalam huruf b diberikan uang
santunan, untuk (pasal 4):
a. Biaya pembongkaran rumah
b. Mobilisasi
c. Sewa Rumah
d. Tunjangan kehilangan pendapatan
Foto-foto Peresmian Waduk Jatigede Oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan
Foto-foto:
Doku
menta
si N
et
9Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
laporanutama
6. TAHAPAN SEBELUM PENGISIAN WADUK
JATIGEDE MENURUT PP NOMOR 37
TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN
BAHWA SELAMA KONSTRUKSI,
PEMBANGUN BENDUNGAN
HARUS MELAKUKAN:
TAHAP – I : PENGOSONGAN AREA GENANGAN
a. Pemindahan penduduk dan atau
pemukiman kembali (progres 67%, 6997
dari 10.920 kk status 14 agustus 2015)
b. Pemindahan satwa liar yang dilindungi
c. Penyelamatan benda bersejarah (progres
90%)
TAHAP – II : PEMBERSIHAN LAHAN GENANGAN
a. Tegakan di kawasan hutan yang dikelola
perum perhutani : ± 1.389 ha (progres
90%)
b. Aset PLN berupa :
Gardu listrik (41 unit)
Tiang tegangan menengah (380 buah)
dan tegangan rendah (452 buah)
Alat pembatas pengukuran 4.334
pelanggan
Sambungan rumah 3 kabel sepanjang
86,7 km
Jaringan tegangan menengah
sepanjang 21,47 km dan jaringan
tegangan rendah sepanjang 16,4 km
c. Rumah tidak berpenghuni dan
bangunan lainnya.
TAHAP – III : PENGISIAN WADUK
Dilaksanakan selama 219 hari dengan asumsi
mulai 31 Agustus 2015
Penghargaan Pahlawan Jatigede
Kepala Bappeda Prof. Dr. Ir. Deny Juanda
Puradimaja, DEA mendapatkan penghargaan dari
Kementerian PUPR atas kinerjanya sebagai Ketua
Samsat Jatigede menuntaskan masalah
penanganan Waduk yang sudah 52 tahun tak
kunjung terselesaikan.
Dalam upacara Hari Bakti PU ke-70, Kamis
(3/12), Menteri PUPR Basuki Hadimuljono selaku
Inspektur Upacara memberikan penghargaan
kepada beberapan pejabat daerah yang sudah
berjasa menuntasakan masalah yang berkaitan
dengan kegiatan Pembangunan Umum dan
Perumahan Rakyat.
Dalam acara yang bertajuk Bangun
Infrastruktur untuk Negeri tersebut, Mentrei PUPR
memberikan penghargaan kepada Tim Samsat
Waduk Jatigede atas kinerjanya yang telah
menuntaskan masalah Waduk Jatigede.
Penerimaan penghargaan diwakili oleh Kepala
Bappeda Jawa Barat, Prof. Dr. Ir. Deny Juanda
Puradimaja, DEA. *Tim Peliputan Bappeda.
Foto-foto: Dokumentasi Bappeda
10 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
waw
asanp
ere
nca
naan
Nilai Tukar PetaniJawa Barat
ilai tukar petani (NTP) Nadalah rasio antara indeks harga yang
diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Nilai tukar petani merupakan salah satu indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan petani. Pengumpulan data dan perhitungan NTP di Indonesia dilakukan oleh Biro Pusat Statistik. Indeks harga yang
Foto: Dokumentasi Bappeda
Oleh Trisna Subarna
*) Peneliti Utama Pada Bappeda Provinsi Jawa Baratdan Guru Tidak Tetap pada SMK Pertanian Pembangunan Negeri Lembang
& Putri Nutrisi*Pendahuluan
11Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
diterima petani (IT) adalah indeks harga yang
menunjukkan perkembangan harga produsen
atas hasil produksi petani. Dari nilai IT, dapat
dilihat fluktuasi harga barang-barang yang
dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga
sebagai data penunjang dalam penghitungan
pendapatan sektor pertanian. IT dihitung
berdasarkan nilai jual hasil pertanian yang
dihasilkan oleh petani, mencakup sektor padi,
palawija, hasil peternakan, perkebunan rakyat,
sayuran, buah, dan hasil perikanan (perikanan
tangkap maupun budi daya). Indeks harga yang
dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang
menunjukkan perkembangan harga kebutuhan
rumah tangga petani, baik kebutuhan untuk
konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan
untuk proses produksi pertanian. Dari IB, dapat
dilihat fluktuasi harga barang-barang yang
dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian
terbesar dari masyarakat di pedesaan, serta
fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk
memproduksi hasil pertanian. Perkembangan IB
juga dapat menggambarkan perkembangan
inflasi di pedesaan. IB dihitung berdasarkan
indeks harga yang harus dibayarkan oleh petani
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan
penambahan barang modal dan biaya produksi,
yang dibagi lagi menjadi sektor makanan dan
barang dan jasa non makanan
(https://id.wikipedia.org/wiki/Nilai_tukat_petani.
Diunduh 21 September2015).
wawasanperencanaan
Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :
1 NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode
tertentu lebih baik dibandingkan dengan
NTP pada tahun dasar, dengan kata lain
petani mengalami surplus. Harga produksi
naik lebih besar dari kenaikan harga
konsumsinya. Pendapatan petani naik dan
menjadi lebih besar dari pengeluarannya.
2 NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode
tertentu sama dengan NTP pada tahun
dasar, dengan kata lain petani mengalami
i m pa s . Ke n a i k a n / p e n u r u n a n h a rg a
produksinya sama dengan persentase
kenaikan/penurunan harga barang konsumsi.
Pe n d a p a t a n p e t a n i s a m a d e n g a n
pengeluarannya.
3 NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode
tertentu menurun dibandingkan NTP pada
tahun dasar, dengan kata lain petani
mengalami defisit. Kenaikan harga produksi
relatif lebih kecil dibandingkan dengan
kenaikan harga barang konsumsinya.
Pendapatan petani turun dan lebih kecil dari
pengeluarannya.
Orientasi pembangunan saat ini yang
berfokus pada industri dan modal cenderung
mengesampingkan pembangunan pertanian
pedesaan, sehingga indikator nilai tukar petani
tidak masuk ke dalam tujuan pembangunan.
Foto: Dokumentasi Bappeda
12 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Kondisi Nila Tukar Petani Jawa BaratSebagai indikator kesejahteraan petani, Nilai
Tukar Petani (NTP) diperoleh dari rasio Indeks
Harga Diterima Petani dengan Indeks Harga
Dibayar Petani. NTP menunjukkan kemampuan
tukar (term of trade) komoditas hasil pertanian
dengan barang & jasa konsumsi petani baik
untuk keperluan rumah tangga maupun proses
produksi. Semakin tinggi NTP berarti semakin
kuat kemampuan atau daya beli petani di
pedesaan.
Dalam kurun waktu bulanan dari Desember
Tahun 2014 sampai Agustus Tahun 2015, dengan
tahun dasar 2010 =100, secara kumulatif terjadi
penurunan NTP bagi petani di Jawa Barat, dengan
NTP tertinggi pada Bulan Januari 2015 dan
terendah pada Bulan Mei 2015 (Gambar 1). Trend
penurunan NTP tersebut mencerminkan semakin
rendahnya tingkat kesejahteraan petani. Kondisi
ini disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil
produksi pertanian lebih tinggi dibandingkan
dengan kenaikan indeks harga barang dan jasa
yang dikonsumsi rumah tangga petani atau
dengan kata lain Indeks Harga Diterima Petani (IT)
naik lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan
Indeks Harga Dibayar Petani (IB).
105.16
105.95 105.69
105.45
102.78 102.48
103.08
104.17
104.11
100.00
101.00
102.00
103.00
104.00
105.00
106.00
107.00
Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat (Poin)
123.80
127.38
117.72
122.36
110.00
115.00
120.00
125.00
130.00
Perkembangan NTP, IT dan IB Petani Jawa Barat Tahun 2015 (Poin)
a. Indeks yang Diterima Petani (IT)
b. Indeks yang Dibayar Petani (IB)
Gambar 1.Nilai Tukar Petani di Jawa Barat Tahun 2015
Sumber: Pusdalisbang Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2015, BPS Jawa Barat 2015.
Indeks harga yang dibayar petani yaitu harga
barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga
petani serta barang dan jasa yang diperlukan
petani dalam proses produksi (IB) terlihat
mengalami kenaikan yang konstan, dari 117,72
poin pada Bulan Desember 2014 menjadi 122,36
poin pada Bulan Agusus 2015, atau mengalami
kenaikan sebesar 4,64 poin. Sedangkan pada IT
yaitu indek yang diterima petani dai hasil
usahataninya menunjukkan fluktuasi harga dari
komoditas-komoditas yang dihasilkan petani.
Pada Bulan Desember Tahun 2014 IT sebesar
123,80 poin, sedangkan pada Bulan Agustus 2015
naik menjadi 127,38 poin atau meningkat sebesar
3,58 poin (Tabel 1).
Besarnya kenaikan IB tersebut tidak secara
linier di ikuti oleh indeks yang diterima petani (IT)
yang cenderung fluktuatif, sehingga NTP pada
periode tersebut turun sebesar 1,05 poin dari
kondisi Desember 2014 sebesar 105,16 menjadi
104,11 poin pada Bulan Agustus Tahun 2015.
Kondisi ini menggambarkan semakin kurang
sejahteranya petani pada Tahun 2015 dibanding
dengan Tahun 2014. Tidak sebandingnya
peningkatan IB dengan IT petani disebabkan oleh
kurang efektifnya kebijaksanaan harga, subsidi,
perkreditan dan lainnya mulai dari kegiatan
usahatani sampai pemasaran hasil yang secara
langsung dan tidak langsung mempengaruhi nilai
tukar petani (Elizabeth dan Darwis, 2000).
13Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Tabel 1Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jawa Barat Per Subsektor Pertanian (Dalam Poin)
14 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Menurunnya NTP disebabkan oleh
karakteristik NTP yang cenderung menurun, yang
berkaitan dengan karakteristik yang melekat dari
komoditas pertanian yang tidak terproteksi
harganya dan non pertanian yang kuat dalam
menentukan harga (Muchjidin Rachmat, 2000).
Menurut Bappenas (2013), ada tiga penjelasan
mengenai terjadinya penurunan NTP, yaitu: (1)
Elastisitas pendapatan produk pertanian bersifat
inelastik,sementara produk non pertanian
cenderung lebih elastis, (2) Perubahan teknologi
dengan laju yang berbeda menguntungkan
produk manufaktur,dan (3) Perbedaan dalam
struktur pasar,dimana struktur pasar dari produk
pertanian cenderung kompetitif, sementara
struktur pasar produk manufaktur cenderung
kurang kompetitif dan mengarah ke pasar
monopoli/oligopoli.
Sektor pertanian terdiri atas sub sektor
tanaman pangan, hortikultura, perikanan,
peternakan, dan perkebunan. Berdasarkan sub
sektor tersebut pada Tahun 2015 dengan tahun
dasar Tahun 2012, diperoleh NTP tertinggi dari
sub sektor peternakan sebesar 111,33 poin,
terendah pada sub sektor perkebunan sebesar
94,33 poin dan sub sektor perikanan sebesar
98,80 poin (Tabel 2). NTP sub sektor perkebunan
berada di bawah tahun dasar Tahun 2012 yang
disebabkan Indeks yang Dibayar Petani (IB)
sebesar 121,25 poin, yang lebih besar dibanding
dengan Indeks yang Diterima Petani (IT) sebesar
114,38 poin, demikian juga terjadi pada sub
sektor perikanan IB lebih besar yaitu 120,15 poin
dibanding IT sebesar 118,71 poin, serhingga
petani yang mengusahakan komoditas
perkebunan dan perikanan di Jawa Barat pada
Tahun 2015 tidak menguntungkan dibanding
Tahun 2012.
KesimpulanNilai Tukar Petani di Jawa Barat dari
Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2014 terjadi
penurunan yang disebabkan oleh indeks harga
yang di bayar (IB) petani tidak sebanding dengan
indeks yang diterima (IT) petani, sebagai akibat
dari meningkatnya harga yang di bayar petani,
sedangkan harga jual petani tidak meningkat.
Implikasi Kebijakan
Implikasi dari analisis ini adalah diperlukan
kebijakan pemerintah untuk meningkatkan Nilai
Tukar Petani berupa kebijaksanaan harga produksi
pertanian, subsidi sarana dan peralatan pertanian,
perkreditan bagi usahatani, dan perbaikan
infrastruktur usahatani, peningkatan kualitas dan
jumlah penyuluh pertanian.
Beberapa langkah strategis yang dapat
dilakukan adalah melalui optimalisasi
penggunaan lahan melalui peningkatan intensitas
tanaman, pengembangan usahatani komoditas
komersial yang bersifat padat tenaga kerja,
usaha-usaha konsolidasi lahan dan managemen
usahatani, serta pengembangan agroindustri
berbasis bahan baku setempat harus menjadi
prioritas pemerintah daerah dalam kerangka
otonomi daerah.
Daftar Pustaka
Bappenas, 2013. Analisis Nilai Tukar Petani( NTP)
sebagai bahan penyusunan RJMN
Tahun 2015-2019. Kerjasama
Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional/Bappena-
Japan International Cooperation
Agency (Jica) 2013
BPS Jawa Barat, Tahun 2012, 2013, 2014. Jawa
Barat Dalam Angka.
Elisabeth, Roosgandha dan Darwis, Valeriana.
2000. Peran Nilai Tukar Petani dan Nilai
Tukar Komoditas Dalam Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Petani
Kedelai (Studi Kasus : Provinsi Jawa
Timur). Pusat Analisis Sosial Ekonomi
dan Kebijakan Pertanian Bogor Badan
Litbang Kementrian Pertanian.
Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi
Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan
Faktor Determinan. Pusat Peneletian
dan Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian..
Muchjidin Rachmat, 2000. Analisa Nilai Tukar
Petani Indonesia. Disertasi. Institut
Pertanian Bogor.
Nizwar Syafa'at, Adreng Purwoto, Saktyanu K.
Dermoredjo, Ketut Kariyasa, Mohamad
Maulana, dan Pantjar Simatupang,
2007. Indikator Makro Sektor Pertanian
Indonesia Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jl. A.
Yani No. 70 Bogor 16161
wawasanperencanaan
pembangunan Perencanaan
Oleh Sakti Budhi Astuti. AS, SH., MSi * Dhipa Galuh Purba**
*) Perencana Madya Bidang PE Bappeda Provinsi Jawa Barat**) Budayawan Sunda, Penulis, Aktivis Film, Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung
Foto: Dokumentasi Bappeda
15Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
desa Desa adalah kesatuan
masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus
kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan adat
istiadat setempat yang diakui dan
dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Sedangkan
pemerintahan Desa adalah
penyelenggaraan urusan
pemerintahan oleh Pemerintah
Desa dan Badan Permusyawaratan
Desa dalam mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat
setempat berdasarkan asal-usul
dan adat istiadat setempat yang
diakui dan dihormati dalam sistem
Pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Pendahuluan
16 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Beberapa hal yang perlu diperhatikan
tentang unsur-unsur desa, menurut Bintarto
(1983 : 13), seperti 1. Daerah, dalam arti tanah-
tanah yang produktif dan tidak produktif beserta
penggunaannya, unsur lokasi, luas dan batas
yang merupakan lingkungan geografis setempat;
2. Penduduk, hal yang meliputi jumlah
pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata
pencaharian penduduk desa setempat; 3.Tata
Kehidupan, menyangkut tentang seluk beluk
kehidupan masyarakat desa; 4. Letak, unsur letak
ini menentukan besar kecilnya isolasi suatu
daerah terhadap daerah-daerah lainnya. Unsur-
unsur tersebut tidak terpisahkan melainkan ada
keterkaitan satu dengan lainnya sebagai satu
kesatuan yang utuh. Maju mundurnya desa
tergantung pada unsur tersebut, yang dalam
kenyataan ditentukan oleh faktor usaha manusia
dan tata geografis.
Kedudukan DesaDesa pada awalnya merupakan kesatuan
masyarakat hukum (dan hukum adat) yang
memiliki pemerintahan sendiri (self-governing
community). Tetapi dalam perjalanan sejarahnya,
Desa dengan otonomi aslinya mulai tereliminasi
dengan intervensi dari Pemerintah Supradesa,
baik sebelum kemerdekaan (zaman penjajahan
Belanda dan penduduk Jepang) maupun setelah
kemerdekaan.
Dengan perkembangan aturan-aturan yang
mengatur tentang desa dan pemerintahan desa,
maka dalam UU Nomor 6 tahun 2014 BAB II
Bagian Kesatu Pasal 5, dinyatakan bahwa
kedudukan Desa berkedudukan di wilayah
Kabupaten/Kota. Dan Bagian Kedua Pasal 6,
dinyatakan jenis Desa, adalah (1) Desa terdiri atas
Desa dan Desa Adat. (2) Penyebutan Desa atau
Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disesuaikan dengan penyebutan yang berlaku di
daerah setempat.
Kewenangan Desa Konsepsi tentang kewenangan dan urusan
pemerintahan tidak terlepas dari konsepsi asas
penyelenggaraan pemerintahan, yaitu
desentralisasi yang intinya adalah penyerahan
kewenangan/urusan pemerintahan, dekonsentrasi
yang intinya adalah pelimpahan wewenang
Pemerintahan Pusat kepada pejabat di daerah,
tugas pembantuan yang intinya adalah
menyertakan daerah atau desa untuk turut serta
melaksanakan tugas yang menjadi kewenangnan
Pemerintah tingkat atasnya.
Menurut ketentuan UU Nomor 32 Tahun
2004 Pasal 206 juncto PP No. 72 Tahun 2005
Pasal 4 juncto Permendagri No. 30 Tahun 2006,
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan
desa mencakup:
a. Urusan pemerintahan yang sudah ada
berdasarkan hak asal-usul desa;
b. Urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan kabupaten/kota yang
diserahkan pengaturannya kepada desa;
c. Tugas pembantuan dari Pemerintah,
pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah
kabupaten/kota;
d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh
peraturan perundangan-undangan
diserahkan kepada desa.
Sedangkan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 Bab
Foto-foto: Dokumentasi Bappeda
17Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
IV Pasal 18, menyatakan Kewenangan Desa
meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan
Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan
Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan
pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan
prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat
istiadat Desa.
Dalam Pasal 19 menyatakan Kewenangan
Desa meliputi:
a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul, di
urus oleh Desa
b. Kewenangan lokal berskala Desa, di urus
oleh Desa
c. Kewenangan yang ditugaskan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;
dan
d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,
atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, di urus oleh Desa
Dalam hal ini masih ada persamaan dan
perbedaan, yang bermaksud mengaktifkan peran
serta desa itu sendiri.
Perencanaan Pembangunan DesaDalam undang-undang dinyatakan, bahwa
pemerintah desa memiliki kewenangan untuk
mengatur dan mengurus pemerintahannya
sendiri, namun dalam penyusunan perencanaan
pembangunan tetap harus memperhatikan
keterkaitan antara perencanaan Kabupaten/Kota,
desa/ kelurahan dan antar pemerintah
desa/kelurahan, sehingga pencapaian tujuan desa
diharapkan dapat mendukung pencapaian tujuan
pembangunan daerah. Aspek hubungan
kelembagaan desa mempertimbangkan
kewenangan yang diberikan pemerintah daerah
terkait pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya lainnya maupun dengan pelayanan
umum serta keuangan di tingkat desa. Melalui
otonomi desa diharapkan pemerintah desa
mampu meningkatkan kualitas pelayanan, daya
saing, pertumbuhan ekonomi, pemerataan,
keadilan dalam pembangunan serta memiliki
kapasitas dalam meningkatkan daya guna potensi
dan keanekaragaman sumber daya lokal.
Perencanaan pembangunan desa diuraikan
dalam PP No. 72 Tahun 2005 Bab VI, padahal
materi tersebut tidak disinggung sama sekali
dalam UU No. 32 Tahun 2004 sebagai landasan
pengaturan tentang desa, maupun UU No. 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional.
Dalam PP No. 72 Tahun 2005 pasal 63
menyebutkan bahwa dalam rangka
penyelenggarakan pemerintahan desa disusun
perencanaan pembangunan desa sebagai satu
kesatuan dalam sistem perencanaan
pembangunan daerah kabupaten/kota.
Perencanaan Pembangunan desa disusun secara
partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai
dengan kewenangannya. Yang dimaksud dengan
“partisipatif” dalam ketentuan ini adalah
melibatkan pihak terkait dalam penyusunan
perencanaan pembangunan desa.
Sedangkan pada pasal 64 PP No. 72 Tahun
2005 menyebutkan bahwa perencanaan
pembangunan desa disusun secara berjangka,
yang meliputi :
18 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
a. Rencana pembangunan jangka
menengah desa yang selanjutnya
disebut RPJMDes untuk jangka waktu 5
(lima) tahun dan ditetapkan dengan
Peraturan Desa.
b. Rencana kerja pembangunan desa,
selanjutnya disebut RKPDesa,
merupakan penjabaran dari RPJMDes
untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, dan
ditetapkan dengan Keputusan Kepala
Desa.
Dalam UU Nomor 25 tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pada
pasal 5 menyatakan bahwa Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah
adalah dokumen perencanaan pembangunan
daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan
merupakan penjabaran dari visi, misi dan
program Kepala Daerah (Gubernur dan
Bupati/Walikota). RPJM Daerah tersebut
ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah
Kepala Daerah dilantik dan ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Daerah (pasal 19 (3)).
Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Desa (RPJM Desa) merupakan dokumen rencana
strategis pembangunan desa yang menjadi acuan
bagi pemangku kepentingan dalam menetapkan
kebijakan, tujuan, strategi dan prioritas program
pembangunan desa dalam rentang waktu 5 (lima)
tahun. Selain sebagai dokumen perencanaan,
RPJM Desa merupakan penjabaran dari visi, misi,
dan program Kepala Desa yang penyusunannya
berpedoman pada hasil musyawarah desa
(musrenbang desa).
Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa
disusun RPJM Desa sebagai satu kesatuan dalam
sistem perencanaan pembangunan daerah
kabupaten/Kota, sehingga dalam penyusunannya
perlu memperhatikan Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJM
Kabupaten/Kota). Dalam Peraturan Pemerintah
No. 72 Tahun 2005 tentang Desa dijelaskan
bahwa RPJM Desa ditetapkan dengan Peraturan
Desa.
Permendagri No. 66 Tahun 2007 tentang
Perencanaan Pembangunan Desa, memberi
amanah kepada pemerintah desa untuk
menyusun program pembangunannya. Forum
perencanaan yang dikenal sebagai Musyawarah
Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang
Desa) merupakan wadah pelibatan dan aspirasi
masyarakat dalam proses perencanaan dan
penganggaran pembangunan desa, yang
diharapkan menjadi instrumen pengambilan
keputusan penting dalam upaya peningkatan
kesejahteraan masyarakat secara merata dan
berkeadilan lebih bisa tercapai.
Dalam rangka perencanaan pembangunan
nasional, pemerintah Desa harus memperhatikan
kewenangan yang diberikan oleh pemerintah
pusat dan struktur tata pemerintahan. Oleh
karena itu tujuan dan sasaran pembangunan
harus memperhatikan permasalahan yang
menjadi lingkup desa maupun amanat
pembangunan yang diberikan oleh pemerintah
daerah (Kabupaten/Kota).
Pelaksanaan kewenangan dan pengelolaan
sumber daya, pelayanan serta keuangan desa
untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat
diformulasikan dalam dokumen rencana
pembangun yang diatur dalam Undang-Undang
Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang
Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah. Dimana rencana
pembangunan menurut undang-undang tersebut
dibagi menjadi rencana pembangunan jangka
panjang, rencana pembangunan jangka
menengah dan rencana kerja pemerintah desa.
Terdapat dua dokumen rencana desa, yaitu
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa
(RPJM Desa) untuk lima tahun dan Rencana Kerja
Pembangunan Desa (RKP Desa) tahunan.
Dokumen RPJM Desa ditetapkan dalam bentuk
Peraturan Desa (Perdes) dan RKP Desa ditetapkan
dengan Peraturan Kepala Desa. RKP Desa menjadi
acuan penyusunan dokumen Anggaran
Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) sebagai
hasil (output) dari musrenbang tahunan.
Foto: Dokumentasi Bappeda
19Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Sumber : Ichary Soekirno., Komite Perencana, 2015, “Spirit Perencanaan Pembangunan
Desa Berdasarkan UU No. 6/2014 Tentang Desa Serta PP 43 & PP 60 Th 2014”
RPJM - DESA MENGACU KE RPJM - KABUPATENRKP - DESA MENGACU KE RPJM - DESA
Prinsip-prinsip perencanaan, dalam
penyusunan RPJM Desa dilakukan melalui
pendekatan keterpaduan yaitu: teknokratis,
demokratis, partisipatif, politis, bottom-up dan
top down process. Hal ini dimaksudkan agar
perencanaan desa selain diharapkan memenuhi
kaidah penyusunan rencana yang sistematis,
terpadu, transparan dan akuntabel; konsisten
dengan rencana lain yang relevan; juga
kepemilikan rencana (sense of ownership)
menjadi aspek yang perlu diperhatikan, seperti
prinsip-prinsip sebagai berikut
1Strategis; dokumen RPJM Desa merupakan
suatu kerangka kerja pembangunan yang
komprehensif dan sistematis dalam
mencapai harapan yang dicita-citakan, dan
hasil dari pemikiran strategis dalam menggali
gagasan dan isu-isu penting yang
berpengaruh terhadap pencapaian visi dan
misi pemerintahan desa dan masyarakat.
Kebijakan strategis yang dituangkan dalam
RPJM Desa menentukan arah perubahan dan
orientasi pembangunan yang perlu dilakukan
untuk mencapai harapan dan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian, kualitas
dokumen RPJM Desa sangat ditentukan
seberapa jauh dokumen perencanaan dapat
mengungkapkan secara sistematis proses
pemikiran strategis tersebut.
2Demokratis dan Partisipatif; RPJM Desa
merupakan dokumen milik bersama
sebagai acuan kebijakan desa yang disusun
secara partisipatif melibatkan pemangku
kepentingan, dengan prinsip musyawarah dan
partisipasi menjadi landasan dalam proses
penyusunan RPJM Desa yang dilaksanakan
secara transparan, akuntabel, dan melibatkan
masyarakat dalam pengambilan keputusan
perencanaan di semua tahapan perencanaan.
3Politis; RPJM Desa sebagai sebuah produk
politik yang dalam penyusunannya
melibatkan proses konsultasi dengan
kekuatan politis terutama Kepala Desa dan
BPD.
4Bottom-up Planning; Perencanan dari
bawah yang dimaksud bahwa proses
penyusunan RPJM Desa harus
20 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
memperhatikan dan mengakomodasikan
kebutuhan dan aspirasi masyarakat, seperti :
penjaringan aspirasi dan kebutuhan
masyarakat untuk melihat konsistensi dengan
visi, misi dan program kepala desa terpilih;
memperhatikan hasil proses musrenbang dan
kesepakatan dengan masyarakat tentang
prioritas pembangunan desa; dan
memperhatikan hasil dari proses penyusunan
usulan kegiatan desa.
5Top-down Planning; Perencanan dari atas
yang dimaksud bahwa proses penyusunan
RPJM Desa perlu bersinergi dengan
rencana strategis di atasnya dan komitmen
pemerintahan atasan berkaitan: RPJM Desa
sinergi dengan RPJM Kabupaten/Kota; dan
RPJM Desa sinergi dan komitmen pemerintah
terhadap tujuan pembangunan global seperti
Millenium Development Goals (MDGs),
Sustainable Development, pemenuhan Hak
Asasi Manusia, pemenuhan air bersih, sanitasi,
dan infrastruktur dasar.
Dialektika Proses Pembangunan Desa
Membangun
Desa
Desa
Membangun
Inisiatif Pembangunan Umumnya
Bukan dari Desa (Top Down)
Inisiatif Pembangunan dari Desa
(Bottom Up)
Program / Kegiatan ?Tata Kelola Perdesaan ?Sumber Pendanaan ?
Program / Kegiatan ?Tata Kelola Perdesaan ?Sumber Pendanaan ?
Sumber : Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2015,
“Desa Membangun Prinsip Perencanaan Pembangunan Di Jawa Barat”
PenutupUpaya penguatan terhadap otonomi Desa
yang diharapkan bersumber dari kemandirian
Desa sebagai subsistem pemerintahan dengan
posisi terendah yang tidak dapat dipisahkan dari
sistem pemerintahan nasional, maka memerlukan
pendekatan secara komperehensif, integral,
konsisten, serta dapat meningkatkan sumber
daya manusia yang maksimal.
KesimpulanProses penyusunan RPJM Desa diharapkan
menghasilkan sebuah dokumen perencanaan
yang benar-benar berkulitas dan terukur. RPJM
Desa yang baik tidak hanya mampu
mengakomodasikan aspirasi masyarakat tetapi
memiliki bobot yang memadai, tingkat adaptasi
tinggi terhadap perubahan dan dapat
diimplementasikan secara optimal, seperti pada :
Foto:
Doku
menta
si B
appeda
21Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Hasil Proses Strategis1• Tersedianya profil desa yang berisi
status, posisi, dan kedudukan desa
dalam penyelenggaraan fungsi
pemerintahan desa, koordinasi antar
unit kerja pemerintahan desa serta
kondisi internal (kelemahan dan
kekuatan) dan eksternal (tantangan dan
peluang) dalam 5 (lima) tahun ke depan;
• Tersedianya dokumen RPJM Desa yang
telah disahkan berisikan visi, misi Kepala
Desa Terpilih; tujuan, arah, strategi, dan
kebijakan pembangunan dan keuangan
desa; prioritas program (ekonomi,
pendidikan, kesehatan, infrastruktur,
dsb.) Tolok ukur dan target kinerja
capaian program, pagu indikatif, dan
penanggung jawab kelembagaan.
Hasil Proses Demokratis 2dan Partisipatif
• Profil kebutuhan pembangunan desa
sesuai aspirasi dan kebutuhan dengan
melibatkan pemangku kepentingan.
• Naskah kesepakatan para pemangku
kepentingan dalam konsultasi publik
pada tahapan perencanaan dan
Musrenbang RPJM Desa yang berisikan
konsensus dan kesepakatan terhadap
prioritas isu pembangunan jangka
menengah, rumusan tujuan, arah,
strategi, dan kebijakan pembangunan
dan keuangan desa dan program
prioritas.
Hasil Proses Politis3• Kesepakatan dan rekomendasi hasil
konsultasi dengan BPD terkait dengan
kebijakan pembangunan desa dan
peraturan pendukung lainnya;
• Peraturan Desa (Perdes) tentang RPJM
Desa.
Daftar Pustaka :
Bintarto R., 1983, Interaksi Desa-Kota dan
Permasalahannya, Ghalia Indonesia, Jakarta
Bappeda Provinsi Barat, 2015, “Desa Membangun
Prinsip Perencanaan Pembangunan Di Jawa Barat”
pada Pelatihan Desa Provinsi Jawa Barat tahun
2015
Soekirno, Ichary., 2015, Spirit Perencanaan
Pembangunan Desa Berdasarkan UU No. 6/2014
Tentang Desa Serta PP 43 & PP 60 Th 2014 pada
Pelatihan Desa Provinsi Jawa Barat tahun 2015
Peraturan – Peraturan
Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah
Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang
Desa
Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang
Desa
Peraturan Pemerintah No. 43 tentang Peraturan
Pelaksanaan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa
Peraturan Pemerintah No. 60 tentang Dana Desa
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Negara
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 66 Tahun
2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 30 Tahun
2006 Tatacara Penyerahan Urusan Pemerintahan
Kabupaten dan Kota Kepada Desa
Foto: Dokumentasi Bappeda
22 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
waw
asan
pere
nca
naan
Foto: Dokumentasi Bappeda
23Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
Meningkatkan Produktivitas
Kerja Oleh Arif Rahman, M.MPd *
*) Pengajar Manajemen di Fidkom UIN Bandung
ada Global Competitiveness Index, Indonesia menduduki Pperingkat paling akhir di antara negara-negara ASEAN dalam urusan efisiensi pasar tenaga kerja. Hal ini berarti
banyak permasalahan dalam tenaga kerja Indonesia. Sementara sebentar lagi akan datang tenaga asing dari negara-negara ASEAN, yang membanjiri lapangan kerja sekaligus mengancam tenaga kerja Indonesia (Kementerian Perdagangan, Menuju ASEAN Economic Community 2015). Walhasil tenaga kerja Indonesia paska pemberlakukan MEA akan menjadi penonton, banyak menganggur, atau menempati posisi rendah (buruh kasar).
24 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Di antara permasalahan yang dihadapi
tenaga kerja Indonesia adalah daya saing dan
produktivitas yang rendah. Mengenai
produktivitas tenaga kerja Indonesia yang rendah,
juga dikatakan oleh Chairul Tanjung, mantan
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,
bahwa permasalahan saat ini yang terjadi pada
pekerja Indonesia bukan terkait upah tinggi
melainkan persoalan produktivitas. Karena yang
dihitung cost upah per unit. Misalnya, upah
sekarang Rp 2,2 juta per bulan, tapi hanya bisa
menghasilkan 10 unit, maka akan menjadi mahal.
Sebaliknya, jika gaji Rp 3 juta atau Rp 5 juta, tapi
memproduksi 100 unit, maka jatuhnya murah.
Persoalan produktivitas ini sudah menjadi
persoalan yang vital dan krusial bagi tenga kerja
Indonesia. Menurut basis data 2011, bahwa
tingkat produktivitas tenaga kerja berdasarkan
PDB per pekerja, untuk negara ASEAN Indonesia
berada pada posisi kelima di bawah dari Brunai
Darussalam (USD 92,3 ribu), Singapura (USD 92,0
ribu), Malaysia (USD 33,3 ribu), Thailand (USD
15,4 ribu), Indonesia (USD 9,5 ribu), Pilipina (USD
9,2 ribu), Vietnam (USD 5,5 ribu), Laos (USD 5,0
ribu), Kamboja (USD 3,6 ribu), dan terakhir Burma
(USD 3,4 ribu) (dalam APO Productivity Databook,
2013). Wajar saja kalau tenaga kerja dari
Indonesia kalah bersaing dengan tenaga kerja
dari luar negeri.
Bagaimana dengan produktivitas SDM
provinsi Jawa Barat sendiri? Apakah nasibnya
sama dengan bangsa Indonesia? Rasanya tidak
jauh berbeda, karena Jawa Barat merupakan
bagian dari Indonesia. Dan kalau melihat tenaga
kerja, baik di Jawa Barat ataupun di luar daerah
Jawa Barat, tenaga kerja asal Jawa Barat masih
25Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
menempati posisi-posisi level menengah ke
bawah. Terlebih urusan produktivitas yang masih
diragukan oleh lembaga-lembaga dalam dan luar
negeri.
Daya saing SDM Jawa Barat berada pada
peringkat ke-6 dari 33 provinsi. Posisi yang sangat
memprihatinkan untuk Jawa Barat yang
menyandang sebagai provinsi besar dengan
segudang potensinya. Posisi ini masih bisa
dinaikkan menjadi posisi daya saing kesatu, di
antara upaya meningkatkannya ialah dengan
meningkatkan kualitas SDM dan meningkatkan
produktivitas kerjanya. Tulisan ini ingin berbagi
pandangan mengenai strategi dan hal-hal yang
menjadi perhatian dalam meningkatkan
produktivitas kerja di Jawa Barat.
Faktor Determinan Produktivitas
Persoalan produktivitas harus segera diatas,
mengingat pemberlakukan MEA tinggal 4 bulan
lagi. Tentu bukan hal mudah meningkatkan
produktivitas kerja dalam waktu kurang dari 4
bulan. Karena meningkatkan produktivitas kerja
membutuhkan perbaikan dan perubahan-
perubahan radikal dan konsisten.
Menurut hasil dari beberapa penelitian,
memperlihatkan bahwa produktivitas sangat
dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: knowledge,
skills, abilities dan behaviors (Bernandin dan
Russell, 1993: 518). Berikut penjelasannya:
Knowledge.
1 Knowledge atau pengetahuan
sesungguhnya dasar dalam pencapaian
produktivitas. Ada perbedaan substansial
antara pengetahuan dengan bidang
lainnya. Konsep pengetahuan lebih
berorientasi pada intelegensi, daya pikir,
penguasaan ilmu, serta luas sempitnya
wawasan yang dimiliki seseorang.
Pengetahuan merupakan akumulasi hasil
proses pendidikan baik, yang diperoleh
secara formal maupun non formal, yang
memberikan kontribusi pada seseorang
dalam memecahkan masalah, mencipta
atau berkarya, termasuk dalam
menyelesaikan pekerjaan. Dengan
pengetahuan yang luas seorang pekerja
akan mampu melakukan pekerjaan dengan
baik sehingga bisa meningkatkan
produktivitas.
Skills.
2 Skills atau keterampilan ini diperoleh
melalui proses belajar dan berlatih.
Keterampilan berkaitan dengan
kemampuan seseorang untuk melakukan
atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan
yang bersifat teknis, seperti keterampilan
komputer, keterampilan bengkel,
keterampilan IT, keterempilan penggunaan
teknologi komunikasi, dan lain-lain.
Seorang pekerja yang menguasai
keterampilan, akan mampu menyelesaikan
pekerjaan secara efesien sehingga bisa
mencapai produktivitas tinggi.
Abilities.
3 Abilities atau kemampuan,
terbentuk dari sejumlah kompetensi yang
dimiliki oleh seorang pekerja. Konsep ini
jauh lebih luas, karena dapat mencakup
sejumlah kompeten. Pengetahuan dan
Foto: Dokumentasi Bappeda
26 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
keterampilan termasuk faktor pembentuk
kemampuan. Apabila seorang pegawai
mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang tinggi, diharapkan
memiliki ability yang tinggi pula.
Attitude4 atau behaviors merupakan suatu
kebiasaan yang terpolakan. Jika kebiasaan
yang terpolakan tersebut memiliki implikasi
positif dalam hubungannya dengan
perilaku kerja seseorang, maka hal itu akan
menguntungkan. Apabila kebiasaan-
kebiasaan (perilaku dan sikap) pegawai
adalah baik, maka hal tersebut dapat
menjamin perilaku kerja yang baik pula.
Misalnya seorang pegawai mempunyai
kebiasaan tepat waktu, disiplin,
bertanggungjawab atas tugas dan
pekerjaan-pekerjaannya, senantiasa
menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas,
tidak menunda pekerjaan, maka perilaku
kerja juga baik. Dengan kondisi pegawai
yang memiliki kebiasaan dan perilaku baik,
maka produktivitas pun dipastikan dapat
terwujud (Sulistiyani dan Rosidah, 2003:
200-201).
Sementara itu, Klinger dan Nanbaldian
menyatakan bahwa produktivitas merupakan
fungsi perkalian dari usaha pegawai (effort), yang
didukung dengan motivasi yang tinggi, dengan
kemampuan pegawai (ability) yang diperoleh
melalui latihan-latihan. Produktivitas yang
meningkat, berarti performansi yang baik, akan
menjadi feedback bagi usaha, atau motivasi
pekerja pada tahap berikutnya.
Mengenai proses keterkaitan di antara factor
yang mempengaruhi produktivitas kerja, Klingner
dan Nalbandian menggambarkannya pada bagan
berikut:
Feedback (Performance Appraisal)
Effort (Motivation) Ability (Training) Performance (Productivity)
Performance (Productivity)
X
Faktor Eksternal dalam Peningkatan Produktivitas� Pada pembahasan faktor determinan dalam
meningkatkan produktivitas kerja, yang terdiri
dari knowledge, skills, abilities dan behaviors,
semuanya merupakan faktor internal. Artinya
faktor yang terdapat pada diri pegawai sendiri,
yang semuanya bisa dicapai oleh setiap pegawai
atau pekerja.
Berikutnya ada juga beberapa faktor lain
yang secara tidak langsung ikut terlibat, dan
berandil besar dalam peningkatan produktivitas
kerja, di antaranya:
1Badan-badan legislatif dan eksekutif yang
harus mendukung terhadap iklim usaha di
Indonesia. Kalau kedua lembaga ini
senantiasa berseteru dan banyak
mengedepankan ego politik masing-masing
sehingga memunculkan kekacauan di bidang
politik, maka akan berimbas pada iklim lainnya.
Seperti dolar yang terus melonjak sementara
rupiah melemah. Implikasi lainnya harga-harga
produksi semakin tinggi sehingga harga jual tidak
terkendali, yang tidak bisa dijual ke pasar.
Termasuk para pemimpin ini dalam mengambil
dan membuat standar upah minimum, kebijakan
27Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
terhadap produk luar negeri dengan pembatasan
dan lain sebagainya.
2Pimpinan dan manajer perusahaan
semuanya mempunyai pengaruh besar
terhadap kemampuan pekerja melalui
pemberian motivasi dan semangat kerja pegawai,
contoh perilaku dan sikap yang baik sehingga
menjadi teladan sebagai pekerja yang patut ditiru,
berfikir dan bertindak kreatif, berpikiran dan
berpandangan jauh ke depan, untuk membuka
luas peluang-peluang lainnya demi
pengembangan perusahaan. Dengan adanya
peluang-peluang baru, maka akan tercipta
tantangan-tantangan yang bisa memicu potensi-
potensi lain yang selama ini tertutup.
3Pelatihan dengan metode dan materi yang
tepat dan ter-up date. Latih karyawan atau
pegawai dengan berbagai pelatihan yang
actual sehingga para karyawan terinstall
pengetahuan, skill dan kompetensinya. Di
samping itu, karyawan juga tidak jenuh dengan
kemampuan yang dimilikinya.
Bisa jadi karyawan tidak bisa produktif seperti
orang lain, karena tidak menguasai cara
pengerjaan sebuah produk atau sebuah
pekerjaan. Sementara ilmu pengetahuan,
wawasan di luar terus berkembang. Banyak
karyawan yang kreatif dan terampil, karena
mereka terus ditempa dengan berbagai pelatihan
dan kegiatan-kegiatan yang bisa mencerahkan
pegawai.
4Melakukan promosi jabatan dan bonus
yang tepat kepada para pegawai yang
dianggap memiliki loyalitas, dedikasi, dan
telah berkontribusi tinggi. Termasuk juga jangan
melupakan untuk melakukan evaluasi dan
pemberian sanksi terhadap pegawai yang tidak
disiplin dan tidak produktif lagi. Ketika karyawan
atau pegawai dipromosikan kepada jebatan dan
posisi yang lebih tinggi, dengan fasilitas dan gaji
yang lebih bagus, maka akan meningkatkan
semangat dan gairah bekerja untuk dirinya dan
karyawan lainnya. Hal lain efek dari pemberian
bonus, para karyawan akan merasa bahwa dirinya
merasa dilibatkan dalam urusan keuntungan.
Karyawan akan merasa bahwa keuntungan tidak
hanya dimakan oleh pimpinan atau pemilik
perusahaan, tetapi juga dibagi-bagi terhadap
karyawan yang telah bekerja keras meningkatkan
produktivitas.
5Target dan SOP yang terukur dan jelas.
Buatlah target dan SOP yang bisa dipahami
dan tersosialisasi dengan baik terhadap ke
semua karyawan. Termasuk tidak hanya kejelasan
Foto: Dokumentasi Bappeda
28 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
dari target-target, tetapi juga fisibilitas tujuan
secara keseluruhan (Gomes, 2003: 168). Bisa jadi
para karyawan tidak produktif karena mereka
tidak bisa memahami, atau tidak tahu akan target
dan SOP dalam mencapai target tersebut.
6Keamanan dan kesehatan. Perhatian
terhadap alat pengaman dan kondisi kerja.
Kondisi kerja yang tidak nyaman jelas akan
mengurangi kesempatan bagi pekerja untuk
bekerja secara lebih efisien dan efektif. Termasuk
jaminan kesehatan dan keselamatan akan
membuat kenyamanan para pekerja ketika
bekerja (Gomes, 2003: 168). Buatkan peraturan
dan SOP perihal karyawan sakit, penggantian
biaya berobat dan fasilitas-fasilitas kesehatan
yang bisa dimanfaatkan setiap pegawai.
�
Penutup� Jawa Barat yang merupakan salah satu
provinsi besar dan dekat dengan Ibu Kota Jakarta,
berpeluang besar menyokong dan menyuplai
tenaga kerja ke berbagai daerah, termasuk luar
negeri. Dari beberapa upaya dan strategi dalam
peningkatan produktivitas kerja sebagaimana di
bahas tadi, tinggal bagaimana melakukan
kebijakan dan program-program pemerintah
yang support terhadap pengembangan diri
pegawai (perusahaan). Termasuk bagaimana
pemerintah bisa melakukan trigger sampai
memberikan peluang kepada pegawai dalam
meningkatkan kompetensi dan skillsnya. Seperti
memberikan pelatihan gratis, beasiswa pelatihan
dan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,
membuka jaringan ke luar negeri agar bisa
memakai jasa tenaga kerja asal Jawa Barat. Dan
yang terpenting adalah bagaimana menciptakan
mental-mental petarung, jiwa siap bersaing dan
selalu mencintai tantangan. Sehingga ketika
selesai mengerjakan suatu pekerjaan, maka dia
akan menciptakan tantangan lainnya untuk
segera diselesaikan.
�
Daftar PustakaAPO Productivity Databook 2013 ap
Benardin, John H. dan Russel, Yoyce E.A. 1993.
Human Resource Management,
McGraw Hill, Inc. Singapore
Gomes, Faustino Cardoso. 2003. Manajemen
Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:
Penerbit Andi
Kementerian Perdagangan. Menuju ASEAN
Economic Community 2015.
Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah. 2003.
Manajemen Sumber Daya Manusia:
Konsep, Teori dan Pengembangan
dalam Konteks Organisasi Publik.
Yogyakarta: Graha Ilmu
Foto: Dokumentasi Bappeda
29Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
waw
asanp
ere
nca
naan
Perbandingan Angka
PengangguranJawa Barat
Oleh R. Maman Sukherman *
*) Bekerja pada BPS Jawa Barat, Alumni Akademi Ilmu Statisik (AIS) Jakarta (1978) dan FMIPA-UNPAD. Bandung – Jurusan Statistika (1983), Pengajar Mata Kuliah Presentasi & Interpretasi Data pada Kursus SPAMA Angkatan I s/d XIII Diklat Depdagri. Wilayah II-Bandung, Anggota IPADI (Ikatan Praktisi Dan Ahli Demogra) - Jawa Barat.
ada dasarnya perencanaan
Pekonomi adalah keharusan mutlak; karena orang
dipaksa oleh keadaan untuk membandingkan tujuan-tujuan sosial dengan sumber-sumber yang tersedia dan memutuskan bagaimana mengalokasikan sumber-sumber tersebut (Glassburner B & Chandra A, 1997). Akan tetapi, suatu fakta yang tidak dapat dibantah ialah adanya fenomena perbedaan dalam berbagai hal, diantaranya perbedaan sumber-daya alam (SDA.), sumber-daya manusia (SDM.), sumber-daya tekhnologi dan malah kerapkali terjadi perbedaan sumber-daya finansial; sehingga dalam setiap proses pembangunan sosio-ekonomi di suatu wilayah (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) tidak dapat dihindari munculnya suatu fenomena ketimpangan perekonomian dan sosial.
Pendahuluan
Foto: Dokumentasi Bappeda
30 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Fenomena disparitas (ketimpangan) sosial
maupun ekonomi, secara pragmatis merupakan
salah satu bentuk manifestasi dari ketidak-
berhasilan proses pembangunan perekonomian,
Salah satu dampak negatip dari adanya fenomena
tersebut ialah munculnya fenomena
pengangguran di masyarakat. Untuk itu
diperlukan beragam data bukan hanya data
penduduk usia kerja, akan tetapi diperlukan pula
data potensi perekonomian menurut sektor
perekonomian/ lapangan usaha, tingkat
pendidikan penduduk dan ketersediaan lapangan
pekerjaan.
Lebih jauh, fenomena insiden pengangguran
merupakan suatu bye–product (produk ikutan)
yang tidak diharapkan terjadinya, akan tetapi
terjadi karena merupakan akibat ketidak-
sempurnaan suatu system atau memang bagian
dari proses yang harus terjadi. Dari fenomena
tersebut, selayaknya salah satu ukuran yang
dapat diperlihatkan untuk melihat seberapa jauh
sukses program pembangunan sosial – ekonomi
di provinsi ini adalah kontribusi provinsi ini dalam
besaran angka pengangguran nasional.
Salah satu tehnik yang dilakukan untuk
menangkap fenomena pengangguran penduduk
usia kerja adalah dengan pendekatan statistik,
yaitu menghitung besaran persentase tingkat
pengangguran terbuka (TPT.) yang lazim
dinyatakan dalam besaran persentase ( % ).
Proses penghitungan angka tersebut diawali
dengan membuat konsep dan definisi yang baku
tentang usia kerja, sehingga dapat melakukan
segmentasi penduduk atas dua segmen; yaitu
segmen penduduk usia kerja dan segmen
penduduk bukan usia kerja.
Pembuatan konsep dan definisi tersebut tidak
semena-mena atau asal-asalan. Akan tetapi
mengikuti rekomendasi lembaga internasional
yang memiliki kompetensi untuk hal tersebut
sehingga hasil kompilasi statistik yang diperoleh
akan memiliki sifat : dapat diperbandingkan antar
negara/ regional, dapat di up-date sesuai waktu
yang direkomendasikan untuk diperbandingkan
dan dapat digunakan secara murah dan effisien
dalam perencanaan ekonomi ketenaga-kerjaan
serta dapat memberikan ruang yang luas bagi
lembaga eksekutif dan legislative bekerja-sama
membuat soft-ware di bidang ketenaga-kerjaan
berupa undang-undang, peraturan pemerintah,
peraturan daerah dan lainnya.
Orde Pemerintahan Dan Wilayah Pembangunan
Mengikuti perjalanan sejarah keberadaan
negeri ini, ada tiga orde pemerintahan yang
dikenal; yaitu : yang pertama adalah Orde Lama
(identik dengan era pemerintahan Dr.Hc. Ir
Soekarno), yang ke dua adalah Orde Baru
(pemerintahan Jenderal Soeharto, pasca peristiwa
G-30-S/ PKI, yang dilanjutkan oleh Prof Dr. BJ
Habibie) dan yang ke tiga adalah Orde Reformasi
(yang dimulai dengan pemerintahan KH
Abdurachman Wahid dan dilanjutkan oleh
Megawati Soekarnoputri).
Foto:
Doku
menta
si B
appeda
31Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Pada dasarnya ” goal target ” yang diinginkan
dalam setiap sistem pemerintahan tidaklah
berubah; yaitu perolehan kesejahteraan yang
prima bagi penduduk yang berdomisili di masing-
masing kabupaten/ kota secara khusus dan
secara umum adalah kesejahteraan bagi
penduduk yang berdomisili di negeri ini.
Walaupun demikian, proses pendekatan yang
dilakukan berbeda-beda sesuai dengan pola
pemikiran masing-masing pemerintahan yang
disesuaikan dengan kondisi dan situasi pada
kurun waktu masing-masing pemerintahan
tersebut berlangsung.
Segmentasi wilayah tersebut menimbulkan
kemajuan perekonomian yang berbeda–beda
antar wilbang., sehingga menimbulkan fenomena
disparitas sosio-ekonomi. Walaupun demikian
secara resultante, proses ini telah memberikan
suatu keberhasilan pada Provinsi Jawa Barat
(sebelum dimekarkan) memposisikan diri sebagai
1Dibentuk dengan UU No 15/ Tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 Tentang Pembentukan Kota
Cilegon dan Kota Depok. 2Dibentuk padaTahun 1993 dengan UU No 2/ Tahun 1993 tertanggal 28 Pebruari 1993 Tentang
Pembentukan Kota Tangerang.
Wilayah Pembangunan
(Wilbang) Kabupaten/ kota
[1] [2]
Wilbang I-Banten Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang, dan Kota Cilegon1,
Wilbang II – BOTABEK Kabupaten/ Kota Bogor, Kabupaten/ Kota Tangerang2 dan Kabupaten/ Kota Bekasi,
Kota Depok,
Wilbang III-Sukabumi Kabupaten/ Kota Sukabumi,
Wilbang IV-Bandung Raya Kabupaten/ Kota Bandung, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sumedang, Kabupaten
Garut,
Wilbang V–Priangan Timur Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya,
Wilbang VI – Cirebon Kabupaten/ Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka,
danKabupaten Indramayu,
Wilbang VII - Purwasuka Kabupaten Purwakarta, Subang dan Kabupaten Karawang.
Untuk memacu pembangunan perekonomian
wilayah Provinsi Jawa Barat secara totalitas, pada
era pemerintahan Orde Baru, pemerintah daerah
Provinsi Jawa Barat melakukan segmentasi
wilayah dengan mengetengahkan gagasan
spesifikasi wilayah yang dikenal dengan
terminology wilayah pembangunan. Dalam kaitan
tersebut ada tujuh wilayah pembangunan
(wilbang) di Provinsi Jawa Barat, yaitu :
Daftar 1. Wilayah Pembangunan Di Provinsi Jawa
Barat
provinsi dengan zone per
ekonomian industri; dimulai pada Tahun 1994
dengan kontribusi sektor industri terhadap
perekonomian regional Jawa Barat sebesar 33,05
persen (BPS.Jawa Barat,1995). Dengan proses
disseminasi data, untuk mendapatkan data spatial
PDRB Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten,
Sumber : BAPPEDA Provinsi Jawa Barat
3
Berdasarkan UU no 23/ Tahun 2000, tertanggal 17 Oktober 2000, tentang “ Pembentukan Provinsi Banten ”, wilayah administrasi Provinsi Banten adalah Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang Dan Kota Cilegon.
3
32 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
diperoleh informasi peran sektor industri pengolahan yang memposisikan Jawa Barat
sebagai provinsi dengan zone industri terjadi pada Tahun 1995 dengan kontribusi sektor
industri pengolahan terhadap perekonomian Jawa Barat sebesar 31,41 persen dengan
Tabel 1. Kontribusi Nilai Tambah Bruto Sektoral Atas Dasar Harga Berlaku Pada Perekonomian Provinsi Jawa Barat* Tahun 1995, 2000, 2005, 2010 dan 2013
Kode
Sektor
Kontribusi Sektoral PDRB Jawa Barat (%) Kontribusi Sektor PDRB Jawa Barat Terhadap Sektor PDB.
1995 2000 2005 2010 2013 1995 2000 2005 2010 2013 [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]
1 16.46 14.70 11.93 12.60 11.95 12.26 13.18 12.76 9.86 9.75
2 6.78 8.96 3.08 2.01 1.74 9.79 9.93 3.89 2.16 1.82 3 31.41 40.84 44.46 37.80 34.56 16.61 23.84 22.43 18.24 17.18 4 1.50 1.98 2.89 2.76 2.73 15.37 25.72 42.18 43.35 41.66 5 6.47 2.68 2.94 3.76 4.40 10.90 6.89 5.85 4.40 5.20 6 17.59 18.17 19.08 22.38 24.44 13.50 18.25 17.27 19.57 20.09 7 4.80 3.75 5.32 7.08 8.20 9.05 11.37 11.45 12.91 13.77 8 5.01 2.73 3.03 2.74 3.01 7.36 6.72 5.11 4.53 4.72 9 9.97 6.19 7.27 8.85 8.98 14.23 9.96 10.22 10.35 9.60
Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 12.77 14.09 13.98 11.97 11.78
Kriteria Industri industri industri industri industri - - - - -
Sumber : BPS., dari berbagai penerbitan.
BPS Jawa Barat, PDRB Provinsi Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha 1993 - 1996.
BPS, PDRB Provinsi -provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2000 – 2004
BPS, PDRB Provinsi -provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2005 – 2009
BPS, PDRB Provinsi -provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2009 – 2013
Catatan : (*) = tidak termasuk kabupaten/ kota yang menjadi wilayah Provinsi Banten
(1)= sektor Pertanian, (2) = sektor Pertambangan dan Pengalian, (3) = sektor industri Pengolahan,
(4) = sektor Listrik, Gas dan Air bersih, (5) = sektor konstruksi/ Bangunan, (6) = perdagangan,
Hotel dan Restoran, (7) = Transport dan Komunikasi, (8) = Keuangan, dan (9) = Jasa-jasa.(masih
menggunakan Tahun dasar 2000)
Besaran angka kontribusi sektor pertanian pada Tahun 1995 sebesar 16,46 persen,
menunjuk kan indikasi adanya ketergantungan perekonomian Jawa Barat terhadap sektor
pertanian meskipun secara factual sektorindustri pengolahan merupakan yang paling
dominan dalam perekonomian Jawa Barat.
Kontribusi Perekonomian Jawa Barat
Pengamatan dari aspek perekonomian
dilakukan dengan menggunakan ukuran
kontribusi nilai tambah (value added) sektor
industri pengolahan terhadap besaran PDRB,
hasilnya zone perekonomian wilayah Jawa Barat
pada Tahun 2000 (saat prosesi pemekaran
administrasi Provinsi Jawa Barat dilakukan dengan
UU No 23/ Tahun 2000) berada pada posisi
perekonomian industri berdasarkan applikasi
kriteria UNIDO (mengamati bentuk tata
perekonomian regional dari aspek kontribusi
sektor industri terhadap perekonomian regional/
Kriteria UNIDO:1. daerah yang masih tradisional (% kontribusi sektor industri terhadap perekonomian di bawah 10 persen). 2. daerah transisi (% kontribusi sektor industri terhadap perekonomian 10-20 persen). 3. daerah semi industri (% kontribusi sektor industri terhadap perekonomian 20-30 persen)4. daerah industri (% kontribusi sektor industri terhadap perekonomian 30 persen). (Thee KianWie[1990], H. Suseno T.W [1997])
4
4
33Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
wilayah) dengan besaran kontribusi sektor
industri pengolahan sekitar 40,84 persen.
Pada tahun yang sama besaran kontribusi
sektor industri pengolahan provinsi derby,
Provinsi Banten, sekitar 52,64 persen.
Suatu pengamatan dilakukan dalam kurun
waktu 1995 – 2013 untuk mengetahui
perkembangan kontribusi sektor industri
pengolahan terhadap besaran PDRB Jawa
Barat dan kontribusi perekonomian Jawa Barat
terhadap perekonomian nasional secara
sektoral. Besaran kontribusi tersebut akan
memperlihatkan peran perekonomian Provinsi
Jawa Barat terhadap perekonomian nasional,
Paparan Tabel 1. memperlihatkan
kontribusi industri pengolahan Jawa Barat
terhadap sektor industri pengolahan nasional
sebesar 16,61 persen. Peran ini meningkat
pada saat prosesi pemekaran administrasi
pemerintahan provinsi pada Tahun 2000, yaitu
sebesar 23,84 persen. Pada kurun waktu Tahun
2005 – 2013, terlihat adanya pola penurunan
atas kontribusi sektor industri pengolahan
Jawa Barat terhadap besaran nilai tambah
sektor industri pengolahan nasional; yaitu
pada Tahun 2005 kontribusi sektor industri
pengolahan menjadi 22.43 persen, pada Tahun
2010 berubah menjadi 18.24 persen dan
kontribusi tahun 2013 menjadi sekitar 17.18
persen (lihat Tabel 1.).
Suatu hal yang menarik, meskipun secra
regional peran sektor listrik, gas dan air bersih
sangat kecil antara 1,50 persen (tahun 1995) –
2,89 persen (Tahun 2005 ) < 5 persen; akan
tetapi kontribusi terhadap sektor listrik, gas
dan air bersih nasional menunjukkan
peningkatan yang signifikan yaitu antara
besaran 15,37 persen pada tahun 1995 (di
bawah angka kontribusi sektor industri
pengolahan sebesar 16,61 persen) sampai
43,35 persen (di atas angka kontribusi sektor
industri pengolahan sebesar 18,24 persen)
pada Tahun 2010.
Yang perlu diwaspadai adalah penurunan
kontribusi sektor industri yang diimbangi
dengan peningkatan kontribusi sektor
perdagangan, yang memberikan signal
menurunnya keinginan para pelaku bisnis
untuk melakukan usaha di sektor industri dan
cenderung sebagai pembeli (buyer) komoditas
yang sudah tersedia di pasaran luar negeri dan
siap untuk di import ke dalam negeri.
Dampak negative dari pengaruh tersebut,
adalah meningkatnya penutupan usaha
industri dan diganti dengan maraknya
bermunculan toko-toko perdagangan yang
menjual komoditas. Salah satu yang perlu
diantisipasi adalah bertambahnya para pencari
kerja di provinsi ini, fenomena ini dapat
diamati dari besaran indikator ketenaga-
kerjaan berupa : angka Tingkat Pengangguran
Terbuka (TPT), Tingkat Partisipasi Angkatan
Kerja (TPAK) dan Tingkat Kesempatan Kerja
(TKK) yang setiap tahun dilakukan
pemantauan melalui survey angkatan kerja
nasional (Sakernas).
Yang perlu diwaspadai adalah penurunan kontribusi sektor industri yang diimbangi dengan peningkatan kontribusi sektor perdagangan, yang memberikan signal menurunnya keinginan para pelaku bisnis untuk melakukan usaha di sektor industri dan cenderung sebagai pembeli (buyer) komoditas yang sudah tersedia di pasaran luar negeri dan siap untuk di import ke dalam negeri.
Foto: Dokumentasi Bappeda
34 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Komparasi Tingkat Pengangguran
Seperti dipaparkan sebelumnya, kontribusi sektor industri pengolahan Provinsi
Banten terhadap perekonomian Banten sebesar 50,24 persen dan pada tahun yang sama
(Tahun 2000) kontribusi sektor industri pengolahan Provinsi Jawa Barat sebesar 40,84
persen. Pada kurun waktu 2010 – 2014, kontribusi sektor pengolahan Provinsi Jawa Barat
cenderung menurun secara fluktuatif; yaitu dari besaran 39,62 persen pada Tahun 2001
menjadi 34,59 pada Tahun 2013/2014. Pola yang sama berlaku pada sektor industri
pengolahan Banten, yaitu dari besaran 53,03 persen pada Tahun 2000 menjadi 45,58
persen pada Tahun 2013/2014 (lihat Tabel 2.).
Tahun Provinsi Jawa Barat Provinsi Banten Indonesia
TPAK TPT % sektor Industri TPAK TPT
% sektor Industri TPAK TPT
% sektor Industri
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]
2000 64.83 4.44 40.84 63.97 4.27 52.64 69.60 5.03 27.75 2001 54.99 6.58 39.62 52.57 7.67 53.03 58.07 4.46 30.06 2002 56.82 14.64 39.58 54.20 14.69 51.82 60.08 4.46 28.72 2003 57.42 15.40 42.58 55.07 17.45 50.71 60.43 11.39 28.25 2004 62.45 13.69 40.44 62.55 14.31 50.16 67.55 9.86 28.14 2005 61.49 15.53 44.46 61.86 16.59 49.75 66.79 11.24 27.41 2006 61.41 14.59 45.28 62.43 18.91 49.70 66.16 10.28 27.54 2007 62.50 13.08 44.97 61.57 15.75 47.80 66.99 9.11 27.05 2008 63.09 12.08 43.70 64.80 15.18 51.27 67.18 8.39 27.89 2009 62.89 10.96 40.77 63.74 14.97 49.25 67.23 7.87 26.36 2010 62.38 10.33 37.80 65.34 13.68 48.41 67.72 7.14 24.80 2011 62.77 9.83 37.11 67.79 13.06 47.65 68.34 6.56 24.34 2012 63.78 9.08 35.69 65.03 10.13 45.87 67.88 6.14 23.97 2013 63.01 9.22 34.59 63.53 9.90 45.58 66.90 6.25 23.70 2014 62.77 8.45 34.59 63.84 9.07 45.58 66.60 5.94 21.02
Tabel 2.Komparasi TPAK, TPT dan Kontribusi Sektor Industri (%) Provinsi Jawa Barat,
Banten, Dan Indonesia, Tahun 2000 – 2014
Sumber : BPS., Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia - Agustus (2001- 2004, 2006 - 2014)
BPS.,Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia - November 2005.
Suatu faktor krusial lainnya yang
memperlihatkan derajat kesehatan
perekonomian regional, ialah angka
pengangguran. Insiden pengangguran
merupakan salah satu bentuk bye–product
(produk ikutan) yang tidak diharapkan
terjadinya, akan tetapi terjadi karena
merupakan akibat ketidak-sempurnaan
suatu system atau memang bagian dari
proses yang harus terjadi. Salah satu tehnik
yang dilakukan untuk menangkap
fenomena pengangguran penduduk usia
kerja adalah dengan pendekatan statistik,
yaitu menghitung besaran persentase
tingkat pengangguran terbuka (TPT.) yang
lazim dinyatakan dalam besaran persentase
( % ).
Dikaitkan dengan kewajiban
pemerintah memberi tunjangan pada para
penduduk yang sedang menganggur, maka
untuk negara industri maju angka
pengangguran ini tidak boleh melebihi
besaran 6 % (Lester R. Brown, Kembali Ke
Simpang Jalan); karena bila melebihi angka
tersebut akan membebani anggaran untuk
tunjangan pengangguran yang umumnya
harus disiapkan dalam anggaran belanja
pemerintah bagi kalangan penduduk tanpa
pekerjaan tersebut.
Tahun
Jumlah Pencari Kerja Di Provinsi Di Pulau Jawa Dan Bali (orang) Jlh. Pencari Kerja Kont DKI-
Jakarta Jawa Barat
Jawa Tengah
DI-Jog yakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
P. Jawa & Bali
Indonesia
Jawa Barat
IHH
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12]
1999 668,322 1,764,384 664,921 59,236 883,478 - 43,699 4,084,040 6,030,319 29.26 0.287 2000 286,891 712,939 853,260 86,771 845,590 146,486 51,112 2,983,049 4,904,652 14,54 0.232 2001 - - - - - - - - - - - 2002 549,356 2,191,531 1,081,694 90,436 1,168,461 530,060 84,047 5,695,585 9,132,104 24.00 0.245 2003 589,682 2,047,851 1,154,080 100,818 1,642,881 530,551 101,761 6,167,624 9,939,301 20.60 0.233 2004 602,741 2,319,715 1,299,220 113,560 1,447,263 549,593 89,640 6,421,732 10,251,351 22.63 0.239 2005 652,645 2,692,226 1,641,569 140,450 1,646,056 648,124 106,430 7,527,500 11,899,266 22.63 0.239 2006 490,761 2,561,525 1,356,909 117,948 1,575,299 754,617 120,188 6,977,247 10,932,000 23.43 0.241 2007 552,380 2,386,214 1,360,219 115,200 1,366,503 632,762 77,577 6,490,855 10,011,142 23.84 0.241 2008 580,511 2,263,584 1,227,308 107,529 1,296,313 656,560 69,548 6,201,353 9,394,515 24.09 0.236 2009 569,337 2,079,830 1,252,267 121,046 1,033,512 652,462 66,470 5,774,924 8,962,617 23.21 0.232 2010 582,843 1,951,391 1,046,883 107,148 828,943 726,377 68,791 5,312,376 8,319,779 23.45 0.229 2011 555,408 1,901,843 1,002,662 74,317 821,546 680,564 52,384 5,088,724 7,700,086 24.70 0.235 2012 529,976 1,828,986 962,141 77,150 819,563 519,210 47,325 4,784,351 7,244,956 25.24 0.240 2013 467,178 1,870,649 1,022,728 63,889 871,338 509,286 41,482 4,846,550 7,388,737 25.32 0.246 2014 429,110 1,775,196 996,344 67,418 843,490 484,053 44,126 4,639,737 7,244,905 24.50 0.245
35Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Tabel 3. Jumlah Pencari Kerja Di Pulau Jawa Dan Bali Menurut Provinsi,
Kontribusi Provinsi Jawa Barat Dan Indeks Herfindahl –Hirschman,
Tahun 1999 – 2014.
Sumber : BPS., Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia –Agustus
Catatan : Kecuali data Tahun 2005 pada bulan Nopember, data untuk tahun lainnya dilakukan pada
Bulan Agustus
Besaran populasi pencari kerja (pengangguran) nasional akan tergantung pada
kondisi perekonomian di masing-masing provinsi, sehingga merupakan suatu perilaku
yang wajar bila diamati seberapa besar kontribusi masing-masing provinsi terhadap
besaran populasi pencari kerja nasional. Untuk itu diamati provinsi-provinsi yang
berlokasi di Pulau Jawa dan Bali, untuk melihat besaran kontribusi masing-masing
provinsi terhadap besaran populasi pencari kerja nasional.
Salah satu persoalan yang krusial adalah bagaimana kontribusi dan derajat
konsentrasi pencari kerja (penganggur) tersebut. Paparan pada Tabel 3, pada Tahun
1999 besaran populasi pencari kerja di Pulau Jawa dan Bali sekitar 4.084.040 orang
atau 67,72 persen dari populasi pencari kerja nasional; dan pada tahun 2000 (dari
angka sensus penduduk 2000) besaran populasi pencari kerja di Pulau Jawa dan Bali
sebesar 2.983.049 orang atau 60,82 persen. Sebuah informasi yang ingin diketahui
adalah di provinsi mana kaum pencari kerja tersebut terkonsentrasi ? Untuk itu dicoba
diamati dengan menggunakan besaran pencari kerja di Provinsi yang berdomisili di
Pulau Jawa dan Bali. Sebuah formula statistika yang disebut indeks Hirschman-
Herfindahl diapplikasikan terhadap data sebaran pencari kerja di provinsi yang
berlokasi Di Pulau Jawa dan Bali pada kurun waktu 1999-2014, dan hasil kompilasi
indeks Herfindahl – Hirschman untuk tahun 1999 – 2014 menunjukkan angka indeks
tersebut ada pada satu kriteria :
= Kriteria HHI untuk Pulau Jawa & Bali (0.287 - 0.229 ) > 0,18 menyatakan
konsentrasi tinggi (High concentration) ada pada Provinsi Jawa Barat.
36 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Simpulan Dan SaranAktivitas perekonomian merupakan salah
satu fenomena yang memperlihatkan pola laku
humanitas yang hidup dan bergerak di seluruh
aspek sosial maupun budaya, kerap kali
memperlihatkan pola yang sama dan sering kali
tidak menunjukkan keseragaman gerak meskipun
terjadi pada tatanan musim yang sama.
Aktivitas seluruh sektor perekonomian suatu
daerah, secara teoritis dapat diamati dengan
mengukur nilai tambah (value added) yang terjadi
dalam setiap aktivitas perekonomian.
Keseluruhan jumlah nilai tambah yang terbentuk
dari aktivitas ekonomi di daerah tersebut akan
memunculkan potensi perekonomian yang terjadi
di wilayah tersebut, dalam bahasa statistik
ekonomi regional disebut sebagai Produk
Domestik Bruto (PDB.) untuk tingkatan nasional
Sulitnya menata keharmonisan atau
keseimbangan dalam menata lapangan pekerjaan
yang sesuai dan cocok, menimbulkan ungkapan
skeptis (skeptical statement); bahwa tujuan pokok
ekonomi adalah menciptakan pendapatan bukan
pekerjaan. “ Dunia yang paling indah” adalah
dunia yang bisa menciptakan pendapatan tanpa
kerja, dan “ Dunia yang paling buruk” adalah
dunia yang tidak menciptakan pendapatan apa-
apa walau dalam keadaan bekerja penuh (Oshima
H. T.,1971).
Dari penelitian yang dilakukan, beberapa
temuan dapat dengan mengamati sebaran
pencari kerja di Pulau Jawa dan Bali:
1Tingkat pengangguran terbuka (TPT)
di provinsi yang zone
perekonomiannya termasuk zone
perekonomian industri lebih tinggi
dibandingkan provinsi yang memiliki
zone perekonomian non industri.
2Provinsi yang sama-sama memiliki
kharakteristik zone industri dengan
kontribusi sektor industri pengolahan
lebih tinggi akan memiliki TPT yang
lebih tinggi pula,
3Indeks Herfindahl- Hirschman
diapplikasikan terhadap sebaran
pencari kerja di Pulau Jawa dan Bali,
derajat konsentrasi pencari kerja di Jawa
Barat dikategorikan konsentrasi tinggi,
hal ini disimpulkan dari perolahan
besaran indeks sekitar (0.287 - 0.229 ) >
0,18 menyatakan konsentrasi tinggi
(High concentration).
Hasil kompilasi indikator ketenaga-kerjaan
pada Tahun 2013 dan 2014 besaran TPT nasional
Foto-foto: Dokumentasi Bappeda
37Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
relatif aman, yaitu pada angka 6,25 persen dan
5,94 persen (lihat Tabel 2) < 6 persen dan bukan
zone perekonomian industri serta pemerintah
tidak mengeluarkan dana tunjangan/santunan
pengangguran untuk para pencari kerja atau yang
menganggur. Untuk Provinsi Jawa Barat dan
Banten besaran TPT tersebut pada tahun yang
sama di atas 6 persen dan masuk zone
perekonomian industri (walaupun tidak
mengeluarkan tunjangan seperti di negara
industri maju), hal ini perlu diantisipasi secara
baik. Hal ini dikaitkan angka IHH menunjukkan
derajat konsentrasi pencari kerja di Jawa Barat
sangat tinggi, meskipun besaran TPT Jawa Barat
lebih kecil dibandingkan besaran TPT Provinsi
Banten dan sama-sama tidak mengeluarkan dana
program tunjangan pengangguran, akan tetapi
kehawatiran yang besar adalah peningkatan
angka insiden kemiskinan dan kriminalitas. Untuk
hal tersebut, suatu saran : “ diperlukan upaya
yang sistemik untuk mengeliminasi dan
menanggulangi dampak hal-hal tersebut ”.
Daftar PustakaBPS, PDRB Provinsi -provinsi di Indonesia
Menurut Lapangan Usaha 2000 – 2004
BPS, PDRB Provinsi -provinsi di Indonesia
Menurut Lapangan Usaha 2005 – 2009
BPS, PDRB Provinsi -provinsi di Indonesia
Menurut Lapangan Usaha 2009 - 2013
BPS Jawa Barat, PDRB Provinsi Jawa Barat
Menurut Lapangan Usaha 1993–1996, Bandung
BPS. Jawa Barat,1995,
Glassburner B & Chandra A, 1997, Ekonomi
Makro, LP3ES-Jakarta
H. Suseno T.W., No 692/ Tahun XIV/1997,
Transformasi Industri manufaktur dan Implikasi
Ketenaga-kerjaan, Jakarta
Herfindahl-Hirschman Index, Wikipedia The free-
encyclopedia
Lester R. Brown, Kembali Ke Simpang Jalan,
Yayasan Obor, Jakarta.
Thee KianWie, Prisma No 2/1990, Perubahan Ke
Arah Industrialisasi Berorientasi Ekspor-
Peluang dan Rintangan, Jakarta
Oshima H. T., 1971, “ Penyerapan Tenaga Kerja di
Asia Timur dan Asia Tenggara ”,
Malayan Economic Review Vol 16.
38 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
waw
asan
pere
nca
naan
Oleh Trisna Subarna
*) Peneliti Utama Pada Bappeda Provinsi Jawa Baratdan Guru Tidak Tetap pada SMK Pertanian Pembangunan Negeri Lembang
& Putri Nutrisi*
Kondisi Tenaga Kerja
Sektor Pertaniandi Jawa Barat
Foto:
Do
kum
enta
si B
appeda
39Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
40 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Abstrak
Sektor pertanian merupakan sektor utama
dalam penyerapan tenaga kerja bagi penduduk
Jawa Barat, setelah perdagangan dan industri.
Sektor ini secara absolut terus meningkat dari
3.811.628 orang pada bulan Agustus Tahun 2013
menjadi 4.166.407 orang pada Bulan Agustus
Tahun 2015 atau dalam kurun waktu tersebut
terjadi penambahan serapan tenaga pada sektor
pertanian kerja sebanyak 354.779 orang. Keadaan
tenaga kerja dan kesempatan kerja di Jawa Barat
ditandai oleh adanya beberapa masalah pokok
yang bersifat struktural. Masih tingginya tingkat
pertumbuhan penduduk menyebabkan tingginya
pertumbuhan angkatan kerja. Diperkirakan
pertumbuhan angkatan kerja di Jawa Barat lebih
tinggi daripada pertumbuhan penduduk oleh
karena struktur umur penduduk yang relatif
muda. Hal ini berarti banyak tenaga kerja yang
berusia muda dan umumnya kurang atau belum
trampil serta kurang pengalaman. Selain itu
masalah ketenagakerjaan juga ditandai oleh
adanya kekurang seimbangan penyebaran tenaga
kerja bila dikaitkan dengan sumberdaya alam
yang tersedia. Kondisi tersebut digambarkan oleh
perkembangan penyerapan tenaga kerja
berdasarkan lapangan usaha di Jawa Barat yang
merefleksikan proporsi penyerapan tenaga kerja
sektor pertanian masih merupakan andalan
pembangunan Jawa Barat yang ditunjukkan oleh
masih tingginya penyediaan lapangan kerja di
sektor pertanian. Utuk itu diperlukan; (1)
peningkatan kemampuan masyarakat dalam
menguasai teknologi dan informasi diperlukan
agar tenaga kerja pertanian kita mampu
berkompetisi di pasar global; (2) Pembangunan
pertanian beroriensi ekspor dan melebarkan atau
meningkatkan produk yang mempunyai
elastisitas permintaan tinggi; (3)Menciptakan
petani yang mempunyai kemampuan manajerial
yang tinggi atau petani yang mempunyai
enterpreneurship ( jiwa wirasusaha) agar mereka
mampu menggerakkan pembangunan pertanian
di berbagai tempat; (4) Diperlukan langkah
komprehensif untuk menjamin ketersediaan lahan
pertanian dalam upaya mewujudkan lapangan
kerja berbasis pertanian.
Kata Kunci: Lapangan kerja, pertanian
Foto: Dokumentasi Bappeda
41Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
PENDAHULUAN
Kebijakan Daerah Jawa Barat dalam bidang
ketenagakerjaan mengacu kepada Misi Pertama
pada RPJMD 2013-2018 yaitu membangun
masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing.
Strategi pertama untuk pencapaian misi tersebut
pada bidang ketenagakerjaan ditujukan untuk
meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga
kerja dengan arah kebijakan peningkatan daya
saing tenaga kerja. Strategi kedua, memberikan
perlindungan bagi tenaga kerja dengan arah
kebijakan perlindungan, pengawasan dan
memberikan bantuan hukum bagi tenaga kerja
Jawa Barat. Strategi ketiga, perluasan lapangan
kerja dengan arah kebijakan (a) Peningkatan
penempatan tenaga kerja; (b) Penciptaan
lapangan kerja bagi masyarakat berkebutuhan
khusus (RPJMD Pemerintah Daerah Provinsi Jawa
Barat, 2013-2018).
Ada beberapa peran sektor pertanian dalam
pembangunan ekonomi antara lain; 1) sebagai
penyedia pangan, 2) sebagai sumber tenaga kerja
bagi sektor perekonomian lain, 3) sebagai sumber
kapital bagi pertumbuhan ekonomi modern
khususnya dalam tahap awal pembangunan, 4)
sebagai sumber devisa dan 5) masyarakat
pedesaan merupakan pasar bagi produk yang
dihasilkan dari sektor industri di perkotaan (Gillis
et al, 1992). Sektor pertanian mempunyai
kontribusi dalam pembangunan nasional dan
regional Jawa Barat, yang berperan dalam
penyerapan tenaga kerja, yang berdampak
kepada penyediaan lapangan kerja. Selama lima
tahun terakhir terjadi kecenderungan penurunan
kontribusi tenaga kerja sektor pertanian terhadap
tenaga kerja Nasional Penurunan kontribusi
penyerapan tenaga kerja sektor pertanian
terhadap keseluruhan angkatan kerja. Berkenaan
dengan hal tersebut, maka sektor pertanian perlu
melakukan perbaikan, mengingat sektor
pertanian merupakan sektor terbesar dalam
penyerapan tenaga kerja.
Indikator yang dipakai selama ini untuk
mengevaluasi kinerja pembangunan sektor
pertanian antara lain adalah Produk Domestik
Regional Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja,
penyedia devisa dan peranannya menurunkan
jumlah penduduk miskin yang terkait dengan
Nilai Tukar Petani (NTP). Namun demikian kinerja
pembangunan pertanian tidak lagi dilihat hanya
semata-mata dari kontribusinya terhadap
perekonomian regional dan nasional tapi juga
peranan artikulatifnya yaitu keterkaitan antar
sektor baik ke depan maupun ke belakang dan
peranan promotifnya yaitu merangsang
pertumbuhan sektor lain secara tidak langsung
dengan menciptakan lingkungan pembangunan
yang mantap.
Sektor pertanian mempunyai
kontribusi dalam pembangunan
nasional dan regional Jawa Barat,
yang berperan dalam penyerapan
tenaga kerja, yang berdampak
kepada penyediaan lapangan kerja
Foto: Dokumentasi Bappeda
42 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
SERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN DI JAWA BARAT
Sektor pertanian merupakan sektor utama
dalam penyerapan tenaga kerja bagi penduduk
Jawa Barat, setelah perdagangan dan industri.
Sektor ini secara absolut terus meningkat dari
3.811.628 orang pada bulan Agustus Tahun 2013
menjadi 4.166.407 orang pada Bulan Agustus
Tahun 2015 atau dalam kurun waktu tersebut
terjadi penambahan serapan tenaga pada sektor
pertanian kerja sebanyak 354.779 orang.
Penambahan serapan lapangan kerja dari sektor
pertanian tersebut tidak terlepas dari upaya
Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam
merealisasikan target serapan tenaga kerja
sebanyak dua juta orang dari berbagai sektor
pada Tahun 2018. Dengan demikian maka dengan
hanya dilihat dari sektor pertanian saja, target
dua juta serapan tenaga kerja optimis dapat di
capai.
Namun demikian, dilihat dari laju
pertumbuhan serapan tenaga kerja sektor
pertanian, target capaian tersebut perlu
diwaspadai. Data menunjukkan laju pertumbuhan
tiga sektor utama perekonomian Jawa Barat
mengalami pertumbuhan yang lamban, sektor
pertanian pada periode Agustus 2013 sampai
Agustus 2015 hanya meningkat sebesar 0,31
persen. Kondisi ini diakibatkan oleh menurunnya
laju pertumbuhan NTP yang terus menurun, yang
mengakibatkan gairah pengembangan sektor
pertanian menjadi turun. Kondisi tersebut sejalan
dengan peran sektor pertanian terhadap PDRB
Jawa Barat yang terus menurun. Untuk itu
diperlukan upaya khusus dalam meningkatkan
NTP yang erat kaitannya dengan serapan tenaga
kerja sektor pertanian melalui teknologi tepat
guna, penyuluhan dan mekanisasi serta
diversifikasi usaha pertanian.
Gambar : Serapan Tenaga Kerja Lapangan Usaha Utama di Jawa Barat
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2011,2012,2013,204, 2015 diolah
Trend lesunya penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, terutama di pedesaan
membawa beberapa implikasi yang serius :
(1) Akan semakin menurunkan tingkat produktivitas kerja sektor pertanian, (kelebihan
tenaga kerja tidak dapat direspon dengan perluasan areal);
(2) Akan semakin meningkatkan pengangguran tidak kentara di pedesaan, (yang
kalau tidak segera di carikan pemecahannya akan mempunyai implikasi sosial
ekonomi yang luas);
(3) semakin sulit meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor pertanian.
Keragaan angkatan kerja di Jawa Barat memberikan beberapa gambaran penting nya
sektor pertanian dalam memperluas lapangan kerja, menghapus kemiskinan dan
43Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
mendorong pembangunan ekonomi yang lebih
luas (Sudaryanto dan Munif, 2005). Pertimbangan
tentang pentingnya mengakselerasi sektor
pertanian di Jawa Barat sesuai dengan pendapat
Simatupang (1997) bahwa sektor pertanian masih
tetap sebagai penyerap tenaga kerja, sehingga
akselerasi pembangunan sektor pertanian akan
membantu mengatasi masalah pengangguran.
Proporsi kesempatan kerja sektor pertanian
mengalami peningkatan yang cukup signifikan
dibanding dua sektor utama lainnya (industri dan
perdagangan/jasa). Sebagai ilustrasi proporsi
kesempatan kerja sektor pertanian Tahun 2013
sebesar 22,20 persen dan pada Tahun 2014
menurun menjadi sebesar 19,80 persen,
sementara sampai dengan bulan Agustus Tahun
2015 meningkat lagi menjadi 20,37 persen.
Lapangan kerja pada sektor pertanian yang
berdampak terhadap serapan tenaga kerja masih
menjadi piliah masyarakat Jawa Barat yang
sebagian besar berada di perdesaan, yang
dilaksanakan pada kegiatan on farm atau
usahatani budidaya. Sampai dengan Bulan
Agustus Tahun 2015, sektor pertanian, industri,
dan perdaganan /jasa menduduki tiga besar
penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat.
Penurunan lapangan kerja pada Tahun 2014
disebabkan oleh cuaca yang ekstrim, dibeberapa
wilayah Jawa Barat terjadi banjir dan kekeringan
sehingga sebagian penduduk di pedesaan beralih
ke sektor lain.
Gambar Penduduk Jawa Barat Usia 15 Tahun Keatas Pada Sektor Pertanian, Tahun 2013-2015
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2011,2012,2013,204, 2015 diolah
Keadaan tenaga kerja dan kesempatan kerja
di Jawa Barat ditandai oleh adanya beberapa
masalah pokok yang bersifat struktural. Masih
tingginya tingkat pertumbuhan penduduk
menyebabkan tingginya pertumbuhan angkatan
kerja. Diperkirakan pertumbuhan angkatan kerja
di Jawa Barat lebih tinggi daripada pertumbuhan
penduduk oleh karena struktur umur penduduk
yang relatif muda. Hal ini berarti banyak tenaga
kerja yang berusia muda dan umumnya kurang
atau belum trampil serta kurang pengalaman.
Selain itu masalah ketenagakerjaan juga ditandai
oleh adanya kekurang seimbangan penyebaran
tenaga kerja bila dikaitkan dengan sumberdaya
alam yang tersedia. Kondisi tersebut digambarkan
oleh perkembangan penyerapan tenaga kerja
berdasarkan lapangan usaha di Jawa Barat yang
merefleksikan proporsi penyerapan tenaga kerja
sektor pertanian masih merupakan
andalanpembangunan Jawa Barat yang
ditunjukkan oleh masih tingginya penyediaan
lapangan kerja di sektor pertanian.
Foto:
Do
kum
enta
si B
appeda
44 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Gambar Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Penyediaan Lapangan Kerja di Jawa Barat
Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2011,2012,2013,204, 2015 diolah
Penyerapan tenaga kerja yang tinggi pada sektor
pertanian di pedesaan membawa beberapa
implikasi pokok :
1Semakin menurunnya produktivitas kerja
sektor pertanian terutama di Jawa, karena
kelebihan tenaga kerja tidak dapat
direspon dengan perluasan areal;
2Meningkatnya pengangguran tidak kentara
di pedesaan, yang kalau tidak segera di
carikan pemecahannya akan mempunyai
implikasi sosial ekonomi yang luas;
3Semakin sulit meningkatkan efisiensi dan
produktivitas sektor pertanian. Beberapa
langkah strategis yang dapat dilakukan
adalah melalui optimalisasi penggunaan lahan
melalui peningkatan intensitas tanaman,
pengembangan usahatani komoditas komersial
yang bersifat padat tenaga kerja, usaha-usaha
konsolidasi lahan dan managemen usahatani,
serta pengembangan agroindustri berbasis bahan
baku setempat harus menjadi prioritas
pemerintah daerah dalam kerangka otonomi
daerah.
Penurunan PDRB Jawa Barat pada sektor
pertanian dari Tahun 2010 sampai dengan Tahun
2014 yang telah di bahas di atas tidak diikuti
penurunan penyerapan tenaga sektor pertanian.
Hal ini sesuai dengan pendapat Supriyati, Saptana
dan Sumedi (2002) yang menyatakan bahwa
dengan stabilnya jumlah tenaga kerja sektor
pertanian dan terjadinya penurunan Produk
Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian tidak
menyebabkan penurunan produktivitas dan
pendapatan tenaga kerja sektor pertanian di
pedesaan serta ketahanan pangan. Namun
demikian sektor pertanian menanggung beban
penyerapan tenaga kerja yang semakin berat,
sehingga perlu di lihat perubahan-perubahan
sosial ekonomi secara mikro di pedesaan,
sehingga dapat diperkirakan kearah mana
perubahan-perubahan tersebut terjadi, seta
langkah antisipatif dalam merumuskan
rekomendasi kebijakan yang tepat.
45Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Terobosan dalam Peningkatan Penyediaan
lapangan Kerja Pertanian.
Untuk dapat meningkatkan gairah
pada sektor pertanian agar tetap
memberikan kontribusi pada
pembangunan ekonomi di Jawa Barat,
melalui penyediaan lapangan kerja dan
penyerapan tenaga kerja pada sektor
pertanian, maka beberapa pertimbangan
dan pemikiran yang harus diperhatikan :
1Lapangan kerja pada sektor
pertanian masih menjadi pilihan
masyarakat Jawa Barat, khususnya
di perdesaan, dengam melaksanakan
kegiatan on farm atau budidaya
pertanian. Proporsi penyerapan
tenaga kerja sektor pertanian masih
merupakan andalan pembangunan
Jawa Barat yang ditunjukkan oleh
masih tingginya penyediaan lapangan
kerja di sektor pertanian
2Sektor pertanian di Jawa Barat
merupakan salah satu sektor yang
berperan besar dalam penyerapan
tenaga kerja, yaitu menempati urutan
kedua setelah sektor perdagangan,
rumah makan dan jasa akomodasi.
Sampai dengan bulan Agustus tahun
2015, sektor pertanian, industri, dan
perdaganan /jasa menduduki tiga
besar penyerapan tenaga kerja di Jawa
Barat.
Dalam rangka itu, maka
direkomendasikan untuk dilakukan
beberapa langkah terobosan
pembangunan pada sektor pertanian,
untuk menjadi solusi yang praktis dalam
menghadapi beberapa trend penurunan
yang terjadi, yaitu :
1Pemberian penguatan melalui
subsidi pertanian (benih, pupuk,
obat,dll) dan pemberdayaan
masyarakat petani (kredit usaha tani)
untuk meningkatkan kemandirin dan
produktivitas masyarakat petani.
2Optimalisasi penggunaan lahan
melalui peningkatan intensitas
tanaman (riset pertanian, teknologi
pertanian, mekanisasi pertanian)
untuk mengantisapasi kondisi krisis
lahan pertanian,
3Pengembangan usaha tani
komoditas komersial yang bersifat
padat tenaga kerja (komoditi
berorientasi eksport), untuk
melakukan penyerapan tenaga kerja
pertanian dan peningkatan
produktivitas pertanian,
4Pengembangan agroindustri
berbasis bahan baku setempat,
untuk meningkatkan kualitas dan
daya saing daerah pada industri
pertanian (pemberian insentif atas
penggunaan bahan baku lokal).
5Konsolidasi lahan pertanian dan
managemen usaha pertanian yang
terintegrasi untuk peningkatan
produktivitas dan kualitas hasil-hasil
pertanian (pemanfaatan lahan2 PTPN
simbiosis kerjasama dengan
pemberdayaan kelompok2 petani
setempat).
Foto:
Doku
menta
si B
appeda
46 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
Kesimpulan
(1) Sektor pertanian di Jawa Barat
merupakan salah satu sektor yang
berperan dalam penyerapan tenaga
kerja, yaitu menempati urutan kedua
setelah sektor perdagangan, rumah
makan dan jasa akomodasi.
Perkembangan proporsi kesempatan
kerja sektor pertanian Tahun 2013-2015
mengalami peningkatan yang cukup
signifikan dibanding dua sektor utama
lainnya (industri dan perdagangan/jasa).
(2) Keadaan tenaga kerja dan kesempatan
kerja di Jawa Barat ditandai oleh masih
tingginya tingkat pertumbuhan
penduduk menyebabkan tingginya
pertumbuhan angkatan kerja. Hal ini
berarti banyak tenaga kerja yang berusia
muda dan umumnya kurang atau belum
trampil serta kurang pengalaman. Selain
itu masalah ketenagakerjaan juga
ditandai oleh adanya kekurang
seimbangan penyebaran tenaga kerja
bila dikaitkan dengan sumberdaya alam
yang tersedia.
Rekomendasi Kebijakan
(1) Peningkatan Kemampuan menguasai
teknologi dan informasi diperlukan
untuk mengantisipasi pertanian masa
depan khususnya setelah
diberlakukannya AFTA dan WTO.
Tujuannya agar tenaga kerja pertanian
kita mampu berkompetisi di pasar
global.
(2) Mengarahkan pembangunan pertanian
ke Jawa Barat Selatan, oriensi ekspor dan
melebarkan atau meningkatkan produk
yang mempunyai elastisitas permintaan
tinggi.
(3) Menciptakan petani yang mempunyai
kemampuan manajerial yang tinggi atau
petani yang mempunyai
enterpreneurship ( jiwa wiraswasta) perlu
terus dikembangkan agar mereka
mampu menggerakkan pembangunan
pertanian di berbagai tempat.
(4) Diperlukan langkah komprehensif untuk
menjamin ketersediaan lahan pertanian
dalam upaya mewujudkan lapangan
kerja berbasis pertanian.
DAFTAR Pustaka
BPS Jawa Barat, Tahun 2012, 2013, 2014. Jawa
Barat Dalam Angka
Nizwar Syafa'at, Adreng Purwoto, Saktyanu K.
Dermoredjo, Ketut Kariyasa, Mohamad
Maulana, dan Pantjar Simatupang,
2007. Indikator Makro Sektor Pertanian
Indonesia Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jl. A.
Yani No. 70 Bogor 16161
Rusastra, I Wayan dan M. Suryadi. 2004. Ekonomi
Tenaga Kerja Pertanian dan
Implikasinya dalam Meningkatkan
Kesejahteraan Buruh Tani. Jurnal
Penelitian dan Pengembangan Sosial
Ekonomi Pertanian. Vol. 23 (3). Bogor.
Saktyanu K. Dermoredjo Dan Khairina Noekman,
ANALISIS PENENTUAN Indikator
Utama Pembangunan Sektor Pertanian
Di Indonesia: Pendekatan Analisis
Komponen Utama Pusat Analisis Sosial
Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Jalan A. Yani 70, Bogor
Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun
2014. Pusat Data Dan Sistem Informasi
Pertanian Sekretariat Jenderal -
Kementerian Pertanian 2014.
Supriyati, Saptana Dan Sumedi, 2002, Dinamika
Ketenagakerjaan Dan Penyerapan
Tenaga Kerja Di Pedesaan Jawa (Kasus
Di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah
Dan Jawa Timur) Pusat Penelitian Dan
Pengembangan Sosial Ekonomi
Pertanian, Bogor Badan Penelitian Dan
Pengembangan Pertanian, Kementrian
Pertanian RI.
Mohammad Abdul Mukhyi, 2007.Analisis Peranan
Sub sektor Pertanian dan Sektor
Unggulan Terhadap
PembangunanKawasan Ekonomi
Propinsi Jawa Barat. Pendekatan
Analisis IRIO. Simposium Nasional RAPI
VI 2007 ISSN: 1412-9612. Faku1tas
Ekonomi, Universitas Gunadarma
47Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
waw
asanp
ere
nca
naan
Kebijakan Pembangunan Berbasis Data
Dalam proses perencanaan
pembangunan dibutuhkan data
yang akurat, valid dan akuntable.
Dalam proses implementasi
pembangunan dibutuhkan dta
yang tepat sehingga kebijakan pembangunan
yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
organisasi manapun dapat tepat guna dan
berhasil guna. Begitu juga dalam mengevaluasi
hasil dari pembangunan harus dudukung oleh
data yang tepat agar dalam proses evaluasi dapat
menjadi informasi pembangunan yang bisa
diterima oleh semua pihak. Demikian pentingnya
arti data maka dapat disimpulkan perencanaan,
implementasi dan evaluasi pembangunan harus
didukung oleh data relevan yang mampu
memberikan fakta atas proses pembangunan.
Pendahuluan
*) Fungsional Perencana Pertama, Pada Pusdalisbang Jawa Barat**) Honorer Pusdalisbang Jawa Barat
Oleh Oman Nuralam Putra*& Ihsan Ramadhan**
Foto:
Do
kum
enta
si B
appeda
48 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Data adalah catatan atas kumpulan fakta.
Bentuk jamak dari data adalah datum yang
berasal dari Bahasa Latin yang berarti “ sesuatu
yang diberikan”. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Data adalah Keterangan yang benar
dan nyata; Keterangan atau bahan nyata yang
dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau
kesimpulan). Data adalah keterangan objektif
tentang suatu fakta baik dalam bentuk kuantitatif,
kualitatif maupun gambar visual (images) yang
diperoleh baik melalui observasi langsung
maupun dari yang sudah terkumpul dalam
bentuk cetakan atau perangkat penyimpan
lainnya. (Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional). Sementara itu pembangunan
merupakan proses perubahan ke arah kondisi
yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan
secara terencana. Proses perencanaan itu sendiri
merupakan point kajian untuk berhasilnya
pembangunan sehingga harus dilakukan dengan
baik dan komprehensif. Agar dapat menghasilkan
perencanaan yang ideal, maka setiap penyusunan
perencanaan harus menggunakan data dan
informasi yang valid dan terbaru. Tanpa data dan
informasi yang akurat, maka perencanaan yang
disusun tidak tepat sasaran, salah prioritas, salah
kebijakan,dan rentan pemborosan anggaran.
Pada akhirnya tujuan pembangunan untuk
peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak
dapat dicapai dengan efektif dan efisien.
Sebagaimana disebutkan oleh salah satu
pakar perencanaan pembangunan menyebutkan
bahwa salah satu konsekuensi yang harus
diterima dalam menyikapi peran pemerintah
daerah yang semakin besar dalam perencanaan
dan pelaksanaan pembangunan adalah
dibutuhkan data dasar/ basis data/ data base
yang lebih lengkap lagi dalam pelaksanaan
pembangunan di daerah agar setiap tahapan
pembangunan dapat dilandasi data yang lebih
aktual. ( Bagdja Muljarijadi, “ Pembangunan
Daerah di Indonesia: Paradigma baru
menghadapi era desentralisasi,” Universitas
Padjajaran, Bandung dalam Semiloka
Desentralisasi Fiskal di Indonesia, 19 Juni – 1 Juli
2000) (ci2). Dengan demikian kebijakan
pembangunan tidak didasarkan pada praduga,
perkiraan, perasaan, intuisi, asumsi ataupun
mimpi dari perorangan atau kelompok
masyarakat, akan tetapi diambil dari data yang
benar-benar memiliki akurasi dan akuntabilitas
tinggi. Apalagi apabila melihat ke negara-negara
maju (contoh Amerika Serikat dan Korea Selatan)
mereka telah mengambil kebijakan
pembangunan berdasarkan hasil riset yang
memakan waktu bertahun-tahun, sehingga pada
implementasinya sinergi dengan kebutuhan
rakyatnya.
Foto-foto: Dokumentasi Bappeda
49Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Prospek Satu Data Pembangunan di Jawa Barat
Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyadari
arti pentingnya data untuk proses perencanaan,
implementasi dan evaluasi pembangunan.
Sehingga diterbitkanlah Peraturan Gubernur Jawa
(BAPPEDA) Provinsi Jawa Barat yang alamat
kantornya di Jalan Sangkurian Nomor 2 Bandung.
Untuk memperkuat eksistensinya maka
diterbitkanlah Peraturan Daerah (Perda) Nomor
Barat Nomor 113 Tahun 2009 Tentang Organisasi
Tata Kerja UPTB di Lingkungan Pemerintah
Provinsi Jawa Barat. Peraturan Gubernur inilah
yang melahirkan Badan Teknis yang mengelola
urusan Data Pembangunan di Jawa Barat dengan
nama Balai Pusat Data dan Analisa Pembangunan
Jawa Barat yang disingkat dengan (Pusdalisbang
Jawa Barat). Sekarang Balai tersebut dipimpin
oleh Pejabat setingkat Eselon III di bawah Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
24 Tahun 2012 Tentang Satu Data Pembangunan
Jawa Barat. Kemudian untuk lebih teknis lagi
dalam pelaksanaan Perda diterbitkanlah Peraturan
Gubernur Nomor 80 Tahun 2015 Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor
24 Tahun 2012 Tentang Satu Data Pembanguna
Jawa Barat yang disertai dengan Keputusan
Gubernur Jawa Barat Nomor : 912/Kep.1067-
Bappeda/2015 Tentang Forum Data
Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat.
50 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Proses regulasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat
yang memiliki keinginan Data menjadi sebuah
urusan yang penting bagi proses perencanaan,
implementasi dan evaluasi pembangunan.
Langkah tersebut merupakan kemajuan di
bandingkan dengan Provinsi-Provinsi lain di
Indonesia. Karena dari laporan data tamu yang
berkunjung ke Pusdalisbang Jawa Barat hampir
dari setiap Provinsi di Indonesia telah berkunjung
untuk melakukan studi banding untuk
diimplementasikan di Provinsinya masing-masing.
Dari laporan yang mereka berikan bahwa di
daerah mereka belum ada Pusdalisbang yang
seperti berdiri atau didirikan sebagaimana di Jawa
Barat. Hal tersebut menunjukkan bahwa Jawa
Barat telah selangkah lebih maju dalam merespon
data yang harus menjadi rujukan bagi setiap
kebijakan pembangunan yang diambil oleh
Pemerintah.
Penguatan kelembagaan yang telah
dilakukan oleh Pemerintah Jawa Barat membawa
prospek data di Jawa Barat akan menuju kepada
titik terang dan menuju ke arah yang benar. Jawa
Barat telah membuat tatanan pembangunan
dengan pengambilan dasar alasan kepada objek
yang benar yaitu satu data pembangunan Jawa
Barat. Hal ini mempertegas bahwa Jawa Barat
tidak ingin salah dalam memulai langkah
perencanaan, implementasi dan evaluasi
pembangunan. Semuanya harus berawal dari data
yang akurat, valid dan akuntable agar
pembangunan bisa tepat sasaran dan dapat
dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.
Sementara ini akibat minimnya data yang dimiliki
masih dirasakan oleh para analis kebijakan publik
sangat memprihatinkan untuk mendukung
mempertajam analisa mereka karena data
pembangunan masih tercecer di berbagai Satuan
Kerja Perangkat Organisasi Daerah (SKPD)
Provinsi Jawa Barat. Sementara untuk data-data
yang bersifat sektoral atau rinci Pusdalisbang
belum bisa menjawab secepat keinginan publik.
Hal itu dikarenakan secara tugas pokok dan
fungsi Pusdalisbang hanya bersifat kompilasi data
dari setiap SKPD tersebut. Namun ke depan
apabalia situasi dan kondisi mendukung maka
sebaiknya Pusdalisbang menuju ke arah
melengkapi semua data primer ataupun skunder
bahkan menuju ke arah melengkapi data real
time. Satu hal yang sangat mungkin terjadi di
Jawa Barat karena dukungan infra dan
suprastruktur sangat kuat, sebagai modal
tercapainya tujuan yang di cita-citakan, yaitu
terwujudnya satu data pembangunan di Jawa
Barat.
Membangun Paradigma Publik
Persepsepsi publik terhadap pentingnya data
untuk menciptakan perencanaan, implementasi
dan evaluasi pembangunan berbasis data perlu
diperjuangkan. Selama ini masyarakat cenderung
menikmati proses pembangunan dari sisi
implementasi dan hasil. Tetapi sepertinya tidak
mau mengerti dari proses perencanaan dan
evaluasi pembangunan. Bagaimana proses
perencanaan itu dibuat dengan proses yang
panjang dan bagaimana evaluasi pembangunan
dilakukan oleh para pemangku kepentingan di
birokrasi. Semestinya paradigma publik juga
bergeser dari paradigma menghakimi Pemerintah
ke arah mau mengetahui, memahami dan
mengerti apa persoalan pembangunan yang
dihadapi oleh para pelaksananya.
Apabila paradigma publik telah bergeser ke
arah mau mengetahui, memahami dan mengerti
maka akan terjadi dialog dua arah yang saling
melengkapi, saling memperbaiki dan saling
memberikan solusi alternatif. Suasana dialogis
tersebut akan terbangun ketika proses
pendidikan sudah membingkai masyarakat pada
tataran intelektual yang standar (dengan ukuran
Indek Pembangunan Manusia/IPM di atas 80
point) atau angka rata-rata lama sekolah suatu
daerah sudah mencapai 17 tahun (lulusan
perguruan tinggi). Oleh karena itu membangun
paradigma publik yang ideal tadi harus didukung
oleh pondasi pendidikan masyarakat yang
berkualitas.
Tanpa pondasi pendidikan yang berkualitas
mustahil akan tercipta suasana dialogis antara
publik dengan pelaksana pembagunan. Data
kembali menunjukkan arah langkah para
pemangku kepentingan membangun paradigma
publik yang seharusnya dilakukan. Dengan
membangun pondasi pendidikan yang kuat di
masyarakat maka dalam jangka panjang dialog
saling melengkapi dan slaing pengertian akan
terwujud.
51Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Pentingnya Komitmen Pemangku Kepentingan
Komitmen para pemangku kepentingan
khususnya jajaran birokrasi, memegang peranan
kunci penting agar data menjadi elemen dasar
bagi hadirnya kebijakan yang pro rakyat. Data
harus diosisikan sebagai persoalan penting dan
didorong menjadi persoalan vital bagi kemajuan
pembangunan. Langkah yang paling realistis
adalah bagaimana proses bergeraknya Peraturan
Gubernur Jawa Barat Nomor 80 Tahun 2015
Tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 24
Tahun 2012 Tentang Satu Data Pembangunan
Jawa Barat direspon serius oleh seluruh institusi
pemerintah Jawa Barat. Bagaimana DRD dan
Kepala SKPD bersatu padu bahu membahu
mendukung upaya terwujudnya proses
pengumpulan, pengolahan dan diseminasi satu
data pembangunan di Jawa Barat itu tercipta.
Bagaimana dukungan secara regulasi di masing-
masing kantor tersebut terhadap berjalan
lancarnya proses pengumpulan, pengolahan dan
diseminasi data terjadi. Itu semu membutuhkan
komitmen para pemangku kepentingan dalam
implementasi Pergub tersebut.
Dalam Pergub tersebut sudah diatur
bagaimana proses reward (penghargaan/insentif)
punishment(hukuman/disinsentif) bagi SKPD atas
apresiasi terhadap proses pengumpulan,
pengolahan dan diseminasi data. Itu merupakan
senjata baginya untuk lebih membuat soal data
ini menjadi hal yang menarik. Sehingga persoalan
data itu tidak lagi menjadi hal yang membuat
bosan, tidak menarik dan menjenuhkan, akan
tetapa berubah menjadi sesuatu yang cantik,
anggun, menawan, menarik dan diminati semua
orang.
Bentuk komitmen para pemangku
kepentingan salah satu diantaranya adalah
dengan menganggarkan dalam program dan
kegiatannya adalah soal pengumpulan dan
pengolahan data. Hal itu harus menjadi unggulan
program dan kegiatan tidak sekedar ada untuk
menunjang agar lepas dari kewajiban
menjalankan kewajiban dari terbitnya Pergub
Nomor 80 Tahun 2015, tetapi merupakan gerakan
bersama yang ditimbulkan oleh kesadaran
kolektif. Dan bentuk komitmen yang lainnya
adalah menegaskan kepada seluruh pegawai di
lingkungan Pemerintah Daerah Jawa Barat untuk
mengetahui proses pembangunan yang berbasis
data.
Foto-foto:
Doku
menta
si B
appeda
52 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
wawasanperencanaan
Kebijakan Pembangunan Berbasis Data Berkualitas
Melihat betapa pentingnya data bagi proses
perencanaan, implementasi dan evaluasi
pembangunan maka dibutuhkan data yang
berkualitas dan akuntable, sebagaimana
tercantum di dalam vis Pusdalisbang yaitu :
Mewujudkan Satu Data untuk pembangunan
Jawa Barat yang berkualitas dan akuntabel.
Pertanyaannya adalah data yang seperti apa yang
dikatakan berkualitas dan data seperti apa yang
dikatakan sebagai data yang akuntabel?. Karena
tanpa data yang berkualitas dan memiliki
akuntabilitas tidak mungkin dijadikan referensi
dalam proses pengambilan keputusan dalam
kebijakan pembangunan.
Minimal ada 13 (tiga belas) indikator data itu
disebut sebagai berkualitas, yaitu :
1Accuracy yaitu data yang tersimpan nilainya
benar (contoh nama seseorang cocok dengan
alamatnya),
2Domain integrity yaitu nilai atributnya sesuai
dengan batasan yang diperkenankan (contoh
nilai simbol laki-laki dan perempuan),
3Data Type yaitu Nilai data disimpan dalam
tipe data yang sesuai (contoh data nama
disimpan dengan tipe text sesuai),
4Consistency yaitu nilai sebuah field data akan
sama semua dalam berbagai berkas (seperti
field produk A dengan kode 123, akan selalu
sama kodenya di setiap berkas lain),
5Redudancy yaitu tidak boleh ada data yang
sama disimpan di tempat yang berbeda
dalam satu system,
6Completeness, yaitu Tidak ada nilai atttribut
salah yang diberikan dalam system,
7Duplication yaitu tidak ada baris record yang
sama dalam satu system,
8Conformance To Business Rules yaitu sesuai
dengan aturan institusi yang berlaku (contoh
di bank loan balance = + or 0),
9Structural Definiteness yaitu dapat
didefinisikan strukturnya (seperti nama
didefinisikan sebagai firstname + middlename +
lastname),
0Data Anomaly yaitu sebuah field hanya
digunakan sesuai kegunaannya. (seperti
field address3 digunakan untuk mencatat baris
ketiga dalam alamat bukan untuk telp atau fax),
1Clarity yaitu Kejelasan arti kegunaan dan
cara penulisan sebuah data (seperti
penamaan khusus),
2Timely yaitu merepresentasikan waktu dari
data yang dimasukkan (artinya jika data
digunakan perhari maka data pada warehaouse
harus juga dibuat per hari),
3Usefulness yaitu setiap data harus benar
digunakan oleh user (pengguna),
4Adherence To Data Integrity Rules yaitu
taat pada aturan keterhubungan data
( jangan sampai ada data yang muncul tidak ada
kaitannya sama sekali dengan persoalan yang
diperlukan).
Indikator tersebut menunjukkan bahwa data
yang berkualitas akan menjamin kesuaian
Kegunaan, kesesuaian dengan representasi
kepentingan institusi, terhubung tidak hanya
dalam satu data tapi keseluruhan system, Form
dan data konsisten terhadap keseluruhan system
sehingga menjadi kumpulan data yang dapat
dipertanggunjawabkan (Datawarehouse
Akuntable). Data yang dapat
dipertnggungjawabkan juga menunjukkan bahwa
data tersebut memiliki tingkat akurasi data yang
tinggi. Data yang dikatakan akurat minimal
memiliki indikator, yaitu sesuai entitasnya, elemen
data didefinisikan menggunakan database
teknologi, elemen data menyesuaikan dengan
batasan tervalidasi, masing-masing data memiliki
tipe data yang sesuai sehingga dapat
dioperasionalisasikan sebagai database yang
akurat dan update.
Memang untuk tersedianya data yang
berkualitas dan akurat membutuhkan proses
yang terintegrasi, sistematis dan terstruktur.
Karena data yang berfiat makro dan sektoral tidak
semudah membalikan telapak tangan didapatkan.
Proses tersebut membutuhkan waktu dan ruang
yang lama sehingga menghasilkan data yang
sesuai dengan kebutuhan bagi proses
pengambilan kebijakan dalam pembangunan.
Sebagaimana dalam Undang-undang nomor 25
Tahun 2014 Tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional yang menyebutkan
bahwa pembangunan adalah proses perubahan
ke arah yang lebih baik secara terencana.
Perencanaan merupakan kajian dan analisis
1
11
11
53Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
wawasanperencanaan
mendalam untuk berhasilnya pembangunan. Agar
Menghasilkan Perencanaan Yang Ideal harus
menggunakan data dan informasi yang valid dan
terbaru. Sehingga dapat tercapai tujuan
pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat dapat dicapai dengan efektif dan
efisien.
Data yang berkualitas akan sangat penting
artinya dalam menjaga kualitas pembangunan
yang dihasilkan, karena didapat dari sumber data
yang berkualitas. Sebagaimana dalam istilah
sistem informasi pengolahan data dikenal istila
“Gigo” yang merupakan kepanjangan dari
“Garbage In Garbage Out, Apabila Input Datanya
Sampah, Maka Yang Dihasilkanya Sampah Pula”.
Kita berharap out put dari data yang diambil
sebagai dasar pengambilan kebijakan dapat
berkualitas atau merupakan data berkualitas
untuk menghasilkan prodak pembangunan yang
berkualitas. Penutup
Demikian beberapa pemikiran yang
menyangkut pentingnya data dalam proses
perencanaan, implementasi dan evaluasi
Pembangunan. Tentu idealisme ini menjadi
sebuah pemikiran yang memiliki keterkaitan erat
dengan berbagai orang dengan tingkat
pemahaman yang berbeda dalam memandang
data. Oleh karena itu diharapkan tulisan ini
mampu menerobos pemikiran semua orang
dalam memposisikan data secara utuh dan
transparan. Sehingga semuanya bermuara pada
titik yang sama (kalimatun sawa) yaitu bahwa
Jawa Barat harus memiliki satu data
pembangunan yang kuat untuk proses
perencanaan, implementasi dan evaluasi
pemabngunan.
Referensi :
1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional
2. Pergub Nomor 80 Tahun 2015, Tentang
Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 24
Tahun 2012 Tentang Satu Data
Pembangunan Jawa Barat.
3. Menuju Pusat Data Pembangunan
Daerah, Blog Kementerian Dalam Negeri,
12 Juni 2013, Ditjen Bangda-
Kemendagri.
Foto: Dokumentasi Bappeda
Foto: Dokumentasi Bappeda
reh
at
54 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
55Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
Oleh Lia Muliawaty*Abd. Majid**
*) PNS Bappeda Provinsi Jawa Barat**) Guru Besar Pengkajian Islam UPI
taqwadasar pembentukan karakter
Foto:
Doku
menta
si B
appeda
56 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
slam adalah ajaran Allah swt kepada umat Imanusia melalui rasul-Nya, mulai dari nabi
Adam as hatta nabi Muhammad saw. Pada
generasi nabi Muhammad ajaran itu ada di dalam
Alquran. Itu sebabnya, Allah memposisikan
Alquran sebagai hudan bagi umat manusia dan
nabi Muhammad saw diposisikan Allah sebagai
model orang yang ideal karena Muhammad
dianggap oleh Allah sebagai pribadi yang
memiliki karakter paripurna (insan kamil).
Atas dasar itulah, Allah menurunkan firman-
Nya yang pertama kepada beliau untuk segera
iqra` (membaca) fakta. Di antara yang wajib
dibaca oleh Muhammad saw saat itu adalah
karakter orang-orang Arab Makkah yang diklaim
oleh Tuhan sebagai karakter jahiliyah. Karakter
mereka sudah tidak benar baik secara teologis,
ideologis, maupun humanistik.Untuk melengkapi
pengetahuan nabi Muhammad saw, Allah
memetakan berbagai kategorisasi karakter orang
atau kelompok masyarakat, di antaranya ada
yang terkategorikan : kafir, musyrik, munafiq,
dzalim, fasiq.
Selain itu, Muhammad juga diberitahukan
untuk mempelajari kehidupan generasi manusia
sebelumnya. Ada karakter iblis, setan, Adam dan
Hawa termasuk kedua anaknya Habil, dan Qabil.
Demikian juga ada personifikasi Ibrahim, Ismail,
Yusuf, Musa, Isa, Qarun, Firaun, Maryam dengan
karakternya masing-masing. Mereka semua
itu`ibrah dan amtsal yang amat penting bagi
Muhammad saw dalam mengemban tugasnya
untuk menuntun, mengarahkan, dan membina
generasi manusia berikutnya. Dasarnya ialah
iman, ajarannya Islam dan personifikasinya
muttaqin.
Nabi Muhammad saw diperkenalkan pula
konsep dan isyarat kajian yang substansial dan
empiris-exersize seperti ihsan, shabar, tawakkal,
hubb, ridla, dan sejenisnya. Kesemuanya konsep
itu merupakan isyarat ilmiah sekaligus ranah yang
akademis bagi para ilmuwan untuk menelaah,
mengeksplorasi, mengkaji, meneliti, dan dapat
merumuskan berbagai bentuk kajian yang bisa
diimplementasikan secara terbuka kepada
masyarakat. Di sinilah posisi ilmuwan dalam
menyebarkan islam melalui dakwah ilmu, sains,
dan teknologinya.
Dalam kaitannya dengan agama, Islam yang
kita anut bisa diibaratkan sebagai ikatan transaksi
hidup seseorang dengan Allah.
Salah satu nilai dasar ajaran-Nya yakni
musyahadah (Q.s. Ali `Imran / 3:52; al-Maidah /
5:111). Syahadat berarti “kehadiran” dan
rehat
Foto: Dokumentasi Bappeda
57Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
“pengetahuan” bila akan dijadikan sebagai
konsep, menurut Mahmoud Syaltout, dalam
kitabnya Al-Kitab wa Alquran, Qiraah Mu`ashirah
(1991), maka kemungkinan ada dua yang
terkandung di dalamnya.
Pertama, pengenalan indera langsung atau
persepsi langsung melalui alat-alat indera atau
dengan cara mendengarkan informasional.
Kedua, ada pengetahuan yang diperoleh melalui
deduksi rasional yang merupakan teoretis. Terkait
dengan soal yang kedua ini, Allah, antara lain
menyatakan “Hari kiamat itu adalah hari yang
semua manusia dikumpulkan kepada-Nya, dan
hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (yawm
al-masyhud)” (Q.s. Hud / 11:103). Maka yang
dimaksud dengan hari yang disaksikan (yawm al-
masyhud) itu adalah kehadiran langsung manusia
pada hari tersebut dan bukan lagi hanya sebatas
pengetahuan teoretis.
Melalui sifat rahman dan rahim-Nya, umat
manusia kembali diingatkan oleh-Nya bahwa
tugas pokok setiap orang sepanjang hayatnya
adalah mengabdikan diri dan seluruh aktifitas
kehidupannya hanya kepada-Nya. Dasar hidup
dan pengabdian itu, menurut tuntunan Alquran
haruslah dilakukan secara ikhlas agar nantinya
memperoleh restu dan ridha-Nya. Itulah
sebabnya, ikhlas ditempatkan oleh Allah sebagai
pondasi dasar dan utama bagi pelaksanaan
seluruh ibadah hamba-Nya (Q.s. al-Bayyinah /
98:4; al-Mu`min / 40:114) dan puncaknya ialah
mengharapkan ridha Allah swt (Q.s. al-Baqarah /
2:207; 256; al-Nisa / 4:114). Maka pantas bila
perilaku riya dan sejenisnya dilarang oleh Allah
dengan satu maksud agar di hari perhitungan
(yawm al-hisab) nanti hidup dan aktifitas
seseorang sepanjang hayatnya tidak
sia-sia.
Dengan adanya upaya untuk
mengetahui pondasi dan ujung
ibadah seperti itu diharapkan bisa
membentuk dan mewujudkan
karakter dan kepribadian yang oleh
Allah namai Muttaqin. Bahkan
berkali-kali Allah swt
memperingatkan hamba-Nya bahwa
dasar hidup yang benar adalah
taqwa untuk satu tujuan mencari
keridhaan-Nya (Q.s. al-Tawbah /
9:100).
Sebagai simpul keseluruhan
ajaran Islam, maka setiap ada kata taqwa selalu
diikuti dengan perintah kepada orang-orang yang
telah bertaqwa atau mutaqqin untuk
mengimplementasikan nilai-nilai taqwa itu hatta
secara berkesinambungan dengan menunjukkan
prestasi yang berkualitas tinggi sehimgga mampu
memenangkan beragam kompetisi secara sehat
dan positif dalam berbagai aktifitas.
Dalam banyak redaksi ayat Alquran maupun
hadits nabi Muhammad saw ditemukan
pernyataan bahwa keseluruhan ibadah formal
–arkan al-Islam- menjadi pijakan dasar atau basis
untuk membentuk dan meningkatkan kualitas
ketaqwaan bagi pelakunya.
Sebagai suatu simpul, maka taqwa
mengandung banyak nilai. Bila implementasi
nilai-nilai ketaqwaan seorang muslim
dihubungkan dengan kompetisi umat se-jagad
pada millennium sekarang, tampaknya ada
beberapa nilai utama yang agak diabaikan. Nilai-
nilai yang saya maksudkan adalah (1) penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) kemampuan
mengefisiensikan waktu, dan (3) urgensi
kedisiplinan.
Dengan adanya upaya untuk mengetahui pondasi dan ujung ibadah seperti itu diharapkan bisa membentuk dan mewujudkan karakter dan kepribadian yang oleh Allah namai Muttaqin
rehatFoto:
Doku
menta
si B
appeda
58 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
Saham penting Islam yang telah
disumbangkan kepada masyarakat
internasional adalah terbentuknya
peradaban dan pesatnya pertumbuhan
serta kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Hal itu, antara lain telah
dibuktikan oleh para intelektual muslim
kelas dunia pada generasi Ibn Sina, Ibn
Rusyd, Al-Khawarizmy. Di dalam buku
History of Islamic Origins of Western
Education A.D. 800-1350; With an
Introduction to Mediaeval Muslim
Education (1964) yang ditulis oleh Mehdi
Nakosteen antara lain dia nyatakan bahwa
ilmu pengetahuan Islam mengalami
kemajuan yang amat mengesankan
selama periode “abad pengetahuan”
melalui orang-orang kreatif seperti Al-
Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibn Sinan, Ibn Sina
(Avicenna), Ibn Rusyd (Averrous), Al-
Mas`udi, Al-Thabari, Al-Ghazaly, Nasir
Khusru, dan Omar Kayyam, serta yang
lainnya. Pengetahuan Islam pada masa itu,
telah melakukan investigasi dalam ilmu
kedokteran, teknologi, matematika,
geografi, dan bahkan sejarah, meski
kesemuanya itu dilakukan di dalam
framework keagamaan dan skolastikisme.
Karena itu, Islam berperan
menginternasionalkan ilmu pengetahuan.
Dari nilai dan semangat wahyu
pertama, iqra, yang diberikan kepada nabi
Muhammad saw 15 abad silam merupakan
basis bagi pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, karakter, dan
peradaban. Karena itu, apabila kita simak
dengan mencermati ajaran dasar Islam,
maka ajarannya bersifat (1) kreatif dan
dinamis, (2) reaksioner dan finalistik. Bila
sifat dasar ini dipergunakan sebagai tolok
ukur untuk mengetahui kualitas karakter
dan rendahnya daya saing umat Islam bila
dibandingkan dengan apa yang dicapai
masyarakat non-Muslim di berbagai
bidang antara lain oleh karena faktor-
faktor (1) jauh dan tidak menjadikan
Alquran sebagai sumber inspirasi, (2)
menganggap teks wahyu dan hadits
sebagai rambu-rambu normatif, (3) kurang
menekuni ilmu-ilmu nalar dan filsafat, (4)
malas dan acuh terhadap perkembangan
masyarakat dunia, (5) terbuai oleh hasil-
hasil produksi dari pihak-pihak lain
sehingga lebih memposisikan diri sebagai
konsumen bukan produsen, (6) kurang
mengembangkan ilmu-ilmu praktis dan
rendahnya kreatifitas.
Obyek “bacaan” telah dihamparkan
Allah dalam bentuk alam. Untuk
mengetahui alam secara lebih mendalam
kita dibekali otak. Otak melahirkan `aql.
Untuk mengoptimalkan fungsi otak, maka
tiada jalan lain kecuali membaca, yang
merupakan unsur utama dan mendasar
memajukan manusia dalam segala segi.
Berdasarkan penelitian, setiap
manusia normal memiliki kecepatan rata-
rata membaca 300 kata per-menit dengan
score ingatan antara 40-70% dari
keseluruhan wacana yang dibacanya. Dan
jika dilatih secara berkelanjutan bisa
mencapai 600 kata per-menit dan bisa
mengingat seluruh wacana yang
dibacanya. Itu semua bisa dilakukan berkat
anugerah Allah yang tiada tara kepada
setiap manusia dan wajib
dioptimalisasikan sesuai kehendak
pemberinya. ”Demikianlah Allah
menerangkan tanda-tanda kekuasaan-
Nya, apakah kamu tidak juga
memahaminya?” (Q.s. al – Baqarah /
2:242). Otak manusia diperkirakan oleh
para ahli mengandung 10.000 juta neuron
(sel-sel kecil) otak. Otak manusia terbagi
menjadi dua belahan, yaitu kanan dan kiri.
Setiap belahan otak manusia mengandung
10.000 milyar sel-sel otak. Belakangan
ditemukan pembagiannya terdiri dari otak
kanan, kiri, dan tengah. Ketiganya
mempunyai fungsi tersendiri tetapi tetap
berada dalam satu sistem.
Obyek “bacaan” telah dihamparkan Allah dalam bentuk alam. Untuk mengetahui alam secara lebih mendalam kita dibekali otak. Otak melahirkan `aql. Untuk mengoptimalkan fungsi otak, maka tiada jalan lain kecuali membaca, yang merupakan unsur utama dan mendasar memajukan manusia dalam segala segi.
rehat
59Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
rehat
Potensi yang demikian besar itu kalau kita
manfaatkan seoptimal mungkin maka bisa
dipastikan mendatangkan sejumlah manfaat bagi
kehidupan, pengabdian, dan menunjang peran
kekhalifahan manusia di planet bumi ini. Namun
sayang sekali anugerah itu, menurut perkiraan
para ahli, rata-rata orang baru bisa
memanfaatkan potensi itu sekitar 1%. Sampai
saat kini, secara maksimal baru mencapai 10%
penggunaannya oleh manusia setingkat filosof-
filosof kelas dunia yaitu Plato, Aristoteles, dan
Socrates.
Demikian halnya pemanfaatan waktu secara
efisien ternyata dalam suatu penelitian
menunjukkan bahwa masyarakat muslim tidak
efisien, dan tidak produktif mempergunakan
waktu. Fakta membuktikan bahwa baru ada tiga
negara yang masyarakatnya sangat produktif
mempergunakan waktu, yaitu:
Tahun Negara Israel Jepang Amerika
1970 1975 1980
43,1 jam 40,3 jam 38,3 jam
43,3 jam 38,3 jam 41,2 jam
39,8 jam 39,5 jam 39,7 jam
Dikutip dari : Statistical Year Book AnnuairieStatistique 1981/87, New York, 1938.
Dari segi konsep dan efisiensi waktu, ini
sebenarnya merupakan salah satu prinsip ajaran
Islam yang masih banyak diabaikan oleh kita
dalam berkompetisi secara sehat untuk meraih
masa depan yang jauh lebih gemilang.
Sedangkan tingkat kedisiplinan kita juga
masih sangat rendah dalam segala hal. Islam
mengajarkan kita mengenai pentingnya disiplin.
Disiplin merupakan karakter yang amat penting
ditanamkan kepada setiap individu sejak kecil.
Klimaks disiplin adalah perilaku taat atau patuh
yang sangat terpuji dan tidak melanggar aturan
Tuhan. Ini berhubungan erat dengan soal
keinsafan dan keyakinan terhadap adanya Tuhan
Yang Maha Esa hadir (Omnipresent ) yang selalu
mengawasi serta tidak pernah absent dalam
kehidupan kita. Perhatikanlah beberapa ayat yang
berhubungan dengan masalah ini di dalam
Alquran antara lain di dalam surah: al-Hadid /
57:4; al-Zalzalah / 99:7-8; al-Baqarah/ 2:115; al-
Mujadilah / 58:7 dan al-`Ashr / 103:1-3.
Pertanyaannya ialah, derajat dan kualitas
taqwa bagaimana yang diharapkan oleh Allah
dari tiap-tiap prosesi ibadah hamba-Nya? Kalau
kita mempelajari berbagai redaksi Alquran dan
beberapa informasi matan hadits nabi
Muhammad akan memperoleh kesimpulan bila
seseorang telah mengimplementasikan nilai-nilai
ketaqwaannya serta menjauhi larangan-Nya.
Mengapa mesti demikian?
Dalam banyak fakta kita melihat dan
menyadari sendiri bahwa ajaran-ajaran Allah dan
Rasul-Nya umumnya sekedar pada tatanan
hapalan dan bacan-bacaan harian belum sampai
ke tingkat aplikasi. Bahkan ada kecenderungan
belakangan ini, ada di antara umat muslim yang
beragama pada tahap pemuasan dan kebutuhan
logika dan pengetahuan semata. Ajaran tinggal
ajaran, solusi kehidupannya sibuk cari sendiri
formulanya.
Menarik, dengan adanya pembelajaran dari
mengapa Allah mengutuk kaum Yahudi pada
zaman dahulu kala (Q.s. al-Maidah / 4:41-50),
oleh karena model keberagamaan mereka seperti
yang oleh masyarakat Barat sebut secular.
Pelajaran itu bisa jadi bagian dari cara mengkritisi
keislaman kita selama ini yang belum “membumi”
dalam segala aspek kehidupan penganutnya. Hal
seperti ini banyak pula didukung oleh sistem nilai
dan budaya-budaya lokal daerah.
Dengan demikian, sikap, perilaku, nilai dan
budaya lokal suatu masyarakat turut andil atas
paham dan praktik keberagaman masyarakat
setempat. Maka Islam menyikapi budaya ialah
mentolerir yang sejalan atau menolak yang
bertentangan dengannya.
Mempelajari berbagai indikator dari nilai-nilai
taqwa yang dapat kita baca dari teks-teks
keagamaan Islam -Alquran dan Hadits- bisa
berkesimpulan bahwa taqwa adalah keseluruhan
konsep nilai Islam. Jadi, kepribadian manusia yang
bertaqwa ialah mereka yang taat sepenuhnya
kepada hukum-hukum Allah dan
mengimplementasikannya ke dalam profesinya.
60 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
rehat
Pendidikan Budi Pekerti
Sebagai sebuah rangkaian generasi
dalam komunitas bangsa kita mengakui
masih adanya sikap dan perilaku yang
agak sulit untuk dirubah di dalam
berbagai sisi kehidupan masyarakat kita.
Seiring dengan konsekuensi logis dan
komitmen moral dari gerakan reformasi
(ishlah) dalam segala bidang kehidupan
berbangsa dan bernegara kita telah
memunculkan suatu kesadaran baru
bahwa untuk membenahi keadaan, perlu
kiranya kita kembali ke akar persoalan
yaitu bagaimana agar pembangunan
mental, budi pekerti individu dan
masyarakat kita memperoleh prioritas
utama dalam segala macam pekerjaan
kita.
Istilah budi pekerti adalah pemaknaan
yang menjadi kearifan lokal masyarakat
kita terhadap akhlaq al-karimah atau sifat-
sifat terpuji. Sifat atau perilaku terpuji yang
dimaksud tentu menurut ukuran Allah dan
Rasul-Nya. Dan nabi Muhammad telah
mempraktikkan akhlaq al-karimah itu
sehingga memperoleh pujian dari Allah
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar
berbudi pekerti yang agung” (Q.s. al-
Qalam / 68:4). Bahkan isteri beliau, `Aisyah
ra, menyatakan kana khuluquhu Alquran.
Dampak dari pelaksanaan ketiga tolok
ukur tersebut akan dirasakan oleh yang
bersangkutan dan masyarakat secara luas.
Adapun praktik dan model akhlaq mulia
dan dikehendaki oleh Allah swt,
keseluruhannya telah dilaksanakan oleh
Muhammad Rasulullah saw semasa
hidupnya. Karena itu adalah tidak
berlebihan jika Muhammad Quraish
Shihab (1996) berkata, Muhammad bin
'Abdullah itu adalah “Alquran berjalan”.
Beliau adalah teladan dan idola kita
semua. Allah menegaskan hal itu melalui
firman-Nya “Sesungguhnya telah ada pula
pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang
baik bagimu, yaitu bagi orang yang
mengharapkan rahmat Allah dan
kedatangan hari kiamat dan dia banyak
menyebut nama Allah” (Q.s. al-Ahzab /
33:21)
Ada tiga komponen
utama dalam pendidikan
budi pekerti ini yang
menjadi tolok ukur,
yaitu adanya
sikap
istiq
amah
(consis
tent)
keteladanan
(behavioristic)
peles
taria
n nila
i-nila
i
(val
ues p
erpet
uatio
n)
ajar
an Is
lam
Foto:
Doku
menta
si B
appeda
61Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
rehat
Mengapa? Karena nabi Muhammad
sepanjang hayatnya telah melaksanakan
ajaran Allah sebagai yang terkandung di
dalam Alquran dalam semua segi
kehidupannya, mulai dari masalah-
masalah pribadi sampai kepada urusan
kenegaraan. Muhammad, menurut Naquib
al-Attas (1978) bahwa Ia adalah manusia
yang memberikan kepada kita Alquran
seperti yang diwahyukan oleh Allah
kepadanya, yang telah memberi kita
pengetahuan mengenai identitas dan
nasib kita, yang hidupnya merupakan
penafsiran yang jitu dan sempurna dari
Alquran sehingga hidupnya menjadi fokus
dari hal-hal yang harus kita tiru dan
menjadi semangat sejati yang
membimbing hidup kita, adalah nabi
Muhammad saw.
Meskipun nabi Muhammad saw telah
lama meninggalkan kita namun pedoman
perilakunya tidak meninggalkan kita yakni
Alquran dan perilaku nyata beliau sebagai
yang terbaca dalam sabda-sabdanya
sendiri. Di sinilah kita perlu
mengembangkan etos kerja dengan
manajemen yang berbasis Qurani atau
dalam istilah lain, tantangan yang
mendesak bagi umat Islam menurut
Nurcholish Madjid (1979) adalah
bagaimana melepaskan energi yang ada
dalam Alquran. Diperlukan adanya
perubahan paradigma terhadap Alquran
dari membaca ke pemahaman yang tepat,
rasional, dan mengimplementasikan isinya.
Persoalan ini telah diisyaratkan oleh
Allah swt melalui firman-Nya
“Sesungguhnya telah Kami turunkan
kepada kamu sebuah kitab yang di
dalamnya terdapat sebab-sebab
kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu
tidak memahaminya” (Q.s. al-Anbiya /
21:10). Jadi kalau ada pertanyaan, di
manakah letak kunci sukses keberhasilan
nabi Muhammad saw dalam membangun,
memimpin dan membawa umat manusia
keluar dari krisis jahiliyah ke sikap tauhid?
Tiada lain karena nabi Muhammad saw
konsisten mengikuti petunjuk Allah
sebagaimana yang termaktub di dalam
kitab suci Alquran secara utuh dalam
kehidupannya. Pandangan dan gambaran
kehidupan di atas dapat kita pahami dari
penjelasan Alquran yang menyatakan “Hai
orang-orang yang beriman, masuklah
kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan
janganlah kamu turuti langkah-langkah
syaithan. Sesungguhnya syaithan itu
musuh yang nyata bagimu” (Q.s. al-
Baqarah / 2:208).
Foto: Dokumentasi Bappeda
62 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
rehat
Peradaban Global
Islam juga diakui para orientalis, misalnya
pengakuan dalam bentuk pernyataan bahwa
Islam is the future wave of the world (Islam
adalah gelombang dunia masa depan).
Setidaknya, demikian pernyataan menarik yang
bisa kita simpulkan dari dua buku Civilization on
Trial dan A Study of History yang ditulis oleh
Arnold Toynbee, seorang sejarawan kawakan dari
Inggris. Ketika para ilmuwan meneliti dan
berkesimpulan bahwa latar belakang satu
manusia dengan yang lainnya.
Fakta ini menegaskan bahwa ada kesadaran
baru internasional bahwa manusia adalah
makhluk yang satu, saling tergantung dan
bergantung dengan pihak lain. Ketergantungan
tertinggi manusia adalah kepada Allah pencipta
semesta alam. Allah swt telah menjelaskan
perspektif kehidupan ini di dalam Q.s. al-Baqarah
/ 2:213 dan al-Maidah / 5:48.
Islam telah memberitahukan kepada umat
muslim jauh sebelumnya bahwa manusia memiliki
karakter kompetitif. Di sini tipologi dan karakter
manusia dibentuk. Namun yang terpenting dan
amat dibutuhkan oleh Allah swt dari hamba-Nya
adalah terbinanya hubungan kesetaraan antar
manusia dengan cara saling mengenal karakter
atau watak-watak dasar dan lingkungan sosial
sebagai basis membangun interaksi secara
dinamis dan positif. Dari semua itu, Allah akan
menilai siapa di antara kalian yang paling
berprestasi dan taat kepada-Nya. “Hai manusia,
sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kamu saling kenal
mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia di antara kamu adalah orang yang paling
bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.s. al-
Hujurat / 49:13).
Inilah maknanya mengapa umat manusia
diminta oleh Allah swt untuk lebih menonjolkan
karakter ketaqwaan dalam kompetensi global,
bukan menonjolkan ras, etnik, bangsa atau dari
negara mana ia berasal. Islam secara tegas
mengajarkan egalitarianisme atau paham
kesederajatan di hadapan Tuhan.
Islam, menurut pandangan Louise Marlow
dalam salah satu bukunya, Hierarchy and
Egalitarianism in Islamic Thought (1997) adalah
agama yang paling tidak mengenal budaya
kompromi dalam keteguhannya bahwa semua
umat manusia sama kedudukannya di hadapan
Tuhan. Di hadapan Allah, perbedaan derajat dan
kekayaan tidaklah berarti, dua prasyarat utama
yang perlu diperhatikan oleh siapa saja manakala
ingin berkarakter unggul dan maju dalam setiap
kompetisi yaitu iman dan taqwa, sebagaimana
yang difirmankan Allah swt dalam Alquran
“…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Q.s. al-
Mujadilah / 58:11)
Dari ayat ini nampak jelas bahwa yang segera
kita tingkatkan agar derajat umat Islam naik di
mana pun adalah dengan cara (1) meningkatkan
kualitas iman, dan (2) memperbaiki pradigma dan
kualitas berpikir. Khusus yang berkaitan dengan
kualitas berpikir ini, Ibn Miskawaih dalam
bukunya Tahdzib al-Akhlaq (1985) menyatakan
bahwa perilaku, kebaikan dan kualitas seseorang
Foto:
Doku
menta
si B
appeda
63Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
rehat
sesungguhnya terletak pada fakultas berpikirnya.
Manusia yang paling baik adalah yang paling
mampu melakukan tindakan secara tepat
buatnya, yang paling memperhatikan syarat-
syarat substansinya, dan yang membedakan
dirinya dari sebuah benda alam yang ada.
Dengan adanya konsepsi ini, umat Islam tidak
pernah mengalami kendala, karena melalui
Alquran, Allah swt telah mengingatkan dan
menuntun manusia ke arah itu. Sedangkan
persoalan besar bagi kita ialah implementasinya.
Tidak ada yang tidak bisa kita wujudkan, sebab
Allah telah mendorong manusia melalui firman-
Nya “Kamu adalah umat yang terbaik yang
dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma`ruf dan mencegah dari yang munkar dan
beriman kepada Allah” (Q.s. Ali `Imran / 3:110).
Sudah barang tentu ini amat bergantung
kepada kesadaran dan kemauan kaum muslim,
baik secara individual maupun kolektif. Kita
memohon dan terus mengusahakan agar seluruh
ibadah dan kehidupan kita semakin bermakna
sehingga bisa dijadikan modal untuk
meningkatkan prestasi dan daya saing secara
lebih profesional sesuai bidang pekerjaan
masing-masing.
Segala macam upaya konstruktifikasi positif
akan bisa diraih serta berbagai ekses negatif
peradaban globalisasi akan dapat dihindari dan
diatasi, selama seseorang dan masyarakat
memiliki komitmen kuat yang menempatkan
iman-taqwa yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-
Nya sebagai basis dan tolok ukur kehidupannya.
Hal itu mustahil akan bisa raih tanpa adanya
kepeloporan dari karakter yang terpuji untuk
mewujudkan keimanan dan ketaqwaan melalui
akhlak mulia dari pribadi insan-insan muttaqin.
Insya Allah puasa ramadlan kita telah menaikkan
derajat taqwa kita.
Bila puasa dasarnya iman tujuannya taqwa,
maka haji yang akan kita lakukan dasarnya taqwa
tujuannya ridla Allah swt. Maka boleh jadi ibadah
haji seseorang sangat ditentukan oleh derajat dan
kualitas ketaqwaan yang diperoleh dari ibadah
puasanya.
Daftar Pustaka
Departemen Agama RI. 1971.
AlqurandanTerjemahannya. Jakarta:
Jamunu.
Marlow, Louise. 1997. Hierarcy and
Egililitarianisme in Islamic Thought.
Cambridge: University Press.
Nakosteen, Mehdi. 1964. History of Islamic.
Colorado: University of Colorado Press,
Boulder.
Shihab, M. Quraish. 1996. “Membumikan” Al-
Quran. Bandung: Mizan.
Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005
tentangGuru danDosen. Bandung: Citra
Umbara.
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003
tentangSistemPendidikanNasional.
Bandung: Citra Umbara.
Miskawaih, Ibn, Abu Ali Ahmad. 1405 H./1985 M.
Tahzib Al-Akhlaq. Dar Al-Kutub Al-
`Ilmiyyah.
Foto:
Doku
menta
si B
appeda
64 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
lip
uta
n
Foto: Dokumentasi Bappeda
65Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
Membangun Jabar Maju dan Sejahtera untuk Semua Lebih Jauh tentang Kebijakan dan Implementasi Program CSR di Jawa Barat
MitraBersama
66 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
liputan
Lebih Jauh tentang Kebijakan dan Implementasi Program CSR di Jawa Barat
Selalu ada hubungan timbal-balik antara dunia usaha dan pemerintah.
Gerak pembangunan senantiasa membutuhkan investasi. Pada saat
yang sama, masyarakat menjadi bagian tidak terpisahkan dari
pembangunan itu sendiri. Sinergi inilah yang kemudian melahirkan
konsep Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP) atau lebih beken dengan nama Corporate Sosial Responsibility (CSR). Di Jawa
Barat, sinergi para pihak ini kian komplit dengan adanya transformasi
paradigma pembangunan dari tripple hellix menjadi Jabar Masagi.
Tonggak sejarah itu dibangun empat
tahun lalu, 14 Januari 2011. Tempat
kelahirannya juga tak kalah bersejarah,
Gedung Negara Pakuan. Tidak kurang
dari pimpinan daerah, wakil rakyat,
dunia usaha, media, hingga figur publik turut
bersepakat untuk bersama-sama bersinergi
membangun Jawa Barat melalui program CSR dan
Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).
Kesepakatan itu kemudian diberi nama Komitmen
Bandung: Deklarasi Jabar Maju Bersama Mitra.
“Kami, para pihak di Jawa Barat secara
bersama-sama meyakini perlunya kerjasama
untuk menghasilkan kinerja dan karya
pembangunan yang lebih baik dan monumental.
Kami sepenuhnya siap melakukan kemitraan yang
saling mempercayai untuk tercapainya efektivitas
dan percepatan pembangunan. Kami siap
mewujudkan gerakan bersinergi dalam
membangun Jawa Barat melalui pengembangan
implementasi Program Corporate Social
Responsibility serta Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan untuk dua misi utama, yaitu
kemanusiaan dan lingkungan (humanity and
environment).”
Itulah petikan komitmen yang turut
ditandatangani Gubernur Jawa Barat Ahmad
Heryawan, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD) Jawa Barat periode 2009-2014
Irfan Suryanagara, Managing Director Putra
Sampurna Foundation Neni Soemawinat,
Pemimpin Umum Harian Pikiran Rakyat Syafik
Umar, hingga Mojang Jabar 2004 Tina Talisa. Dua
tahun kemudian, komitmen CSR-PKBL ini
dikukuhkan melalui Peraturan Daerah Provinsi
Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2013 tentang
Pedoman Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
Perusahaan serta Program Kemitraan dan Bina
Lingkungan di Jawa Barat. Perda ini yang
kemudian menjadi rujukan utama program CSR
dan PKBL di Jawa Barat.Foto: Dokumentasi Net
67Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
liputan
Nah, rujukan itu pula yang menjadi salah satu
sajian utama diseminasi Kebijakan dan
Implementasi Program CSR di Jawa Barat oleh
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(Bappeda) Jawa Barat sekaligus Sekretaris Tim
Fasilitasi CSR Jawa Barat Deny Juanda Puradimaja
di Karawang International Industry City (KIIC)
pada 11 November 2015. Diseminasi ini diikuti
sejumlah perusahaan yang beroperasi di KIIC dan
pemangku kepentingan lain di Kabupaten
Karawang, termasuk Kepala Bappeda Kabupaten
Karawang.
Jawara InvestasiBesarnya jumlah perusahaan di Jawa Barat
menjadi alasan mengapa sinergi CSR dan PKBL
menjadi begitu penting. Sampai 2015 ini tercatat
Jawa Barat memiliki 5.861 industri besar, baik
penanaman modal asing (PMA) maupun
penanaman modal dalam negeri (PMDN). Jumlah
ini belum termasuk lebih dari 199 ribu industri
kecil menengah dan 8,6 juta unit usaha mikro.
Tentu, jumlah melimpah ruah itu tak bisa serta
merta disasar sekaligus.
“Program CSR-PKBL Jabar sementara ini akan
fokus kepada kelompok sasaran 3.532 industri
besar dan 72 badan usaha milik negara (BUMN)
yang beraktivitas di Jawa Barat,” ungkap Kepala
Bappeda Jabar saat memberikan sambutan pada
diseminasi yang turut menghadirkan narasumber
PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia
tersebut.
Kepala Bappeda
Jabar berharap
perusahaan-
perusahaan swasta
berbasis kawasan industri
seperti yang beroperasi di KIIC
dapat bergabung menjadi mitra CSR Jabar serta
meminati program dan kegiatan pembangunan
yang ditawarkan pemerintah daerah. Meski
begitu, bukan berarti sebelumnya tak ada CSR di
Jawa Barat. Selama ini, pelaksanaan tanggung
jawab sosial perusahaan, baik melalui program
CSR bagi perseroan maupun melalui PKBL bagi
BUMD dan BUMN telah berjalan. Cuma saja, perlu
upaya-upaya peningkatan derajat sinergitas dan
sinkronisasi kegiatan antara pemerintah daerah
dan dunia usaha.
Sekretariat Tim Fasilitasi CSR Jabar mencatat,
sampai 2015 jumlah perusahaan yang telah
bergabung dan bersinergi mencapai 73
perusahaan. Jumlah itu terdiri atas 36 BUMN, tiga
BUMD, dan 34 perusahaan swasta PMA/PMDN.
“Program CSR-PKBL Jabar sementara ini akan fokus kepada kelompok sasaran 3.532 industri besar dan 72 badan usaha milik negara (BUMN) yang beraktivitas di Jawa Barat,”
Foto:
Doku
menta
si B
appeda
68 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
liputan
Lebih jauh Kepala Bappeda Jabar
menjelaskan, investasi menjadi faktor yang
penting untuk pembangunan Jawa Barat.
Investasi akan berperan penting terhadap
pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan
kerja, dan akan memberikan dampak dan manfaat
ganda bagi banyak pihak termasuk perusahaan,
masyarakat, dan pemerintah. Karena investasi
besar tidak mungkin dibiayai hanya oleh
pemerintah, sambungnya, maka dibutuhkan
kontribusi investasi dari dunia usaha dan
masyarakat untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi Jawa Barat.
“Kita patut bersyukur bahwa sampai saat ini
Jawa Barat masih menjadi daya tarik bagi
berbagai jenis investasi. Ini satu anugerah bagi
Jawa Barat karena kebayang kalau industrinya
sepi maka lalu banyak penganggur. Kita
beruntung karena 60 persen industri manufaktur
di Indonesia ada di Jawa Barat. Industri terutama
berkembang di Cikarang, Bekasi, dan Karawang.
Sebentar lagi Purwakarta dan Subang. Wajar bila
kemudian Jawa Barat dikukuhkan sebagai salah
satu regional champion investasi di Indonesia,”
papar guru besar bidang Hidrogeologi Daerah
Gunung Api dan Karst ini.
Jabar Masagi Kepala Bappeda Jabar menjelaskan, investasi
dunia usaha menjadi penting bagi pembangunan
di Jawa Barat. Melalui praktik investasi dan bisnis
yang bertanggung jawab sosial, sebuah
perusahaan akan berorientasi manfaat baik secara
ekonomi, sosial maupun lingkungannya. Inilah
yang kemudian dikenal sebagai konsep Jabar
Masagi.
Jabar Masagi adalah transformasi dari tripple
hellix 'Segitiga-ABG' (academician, business and
government) menjadi 'Segiempat-ABCG' berupa
empat pilar utama pembangunan. Yakni,
academician, business, community, and
government (ABCG) dan satu simpul laws and
regulation dengan stakeholders pattern ABCG ini.
Dengan demikian, peran aktif positif dari
komunitas menjadi bagian penting dalam proses
perencanaan.
Dia berharap Jabar Masagi dapat menjadi
spirit sangat kuat dan dorongan dalam
melakukan sinergitas dan kerjasama lebih luas
dengan berbagai kalangan untuk secara bersama
membangun keharmonisan dalam berkomunikasi
dan berkoordinasi. Konsep yang sama juga
menjadi ruang bertukar informasi dalam
memformulasikan program pembangunan yang
realistis, tepat sasaran, dan berdaya guna bagi
kesejahteraan masyarakat di Jawa Barat.
Lebih dari sekadar charity, Jabar Masagi
konsep mengembangkan pola kemitraan CSR
sebagai sebuah investasi sosial dari dunia usaha
untuk berpartisipasi dalam pembangunan Jawa
Barat. Sejalan dengan itu, tagline program CSR-
PKBL Jabar adalah “Jabar Maju Bersama Mitra”. Ke
depan, program CSR-PKBL bakal terus diperluas
dan dikembangkan.
Konsep kemitraan ini menjadi salah satu poin
penting Perda Nomor : 2/2013. CSR Jabar
mengedepankan prinsip pendanaan rupiah sama
dengan 0 (nol) dan pola kerja bersinergi program
Lebih dari sekadar
charity, Jabar
Masagi konsep
mengembangkan
pola kemitraan
CSR sebagai sebuah
investasi sosial dari
dunia usaha untuk
berpartisipasi
dalam
pembangunan
Jawa Barat
Foto: Dokumentasi Bappeda
69Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
liputan
derajat tinggi dan koordinasi derajat rendah.
Dengan demikian, tidak ada dana CSR yang
masuk ke pemerintah daerah. Adapun
peruntukkan CSR meliputi program sosial,
lingkungan, kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan
infrastruktur.
“Intinya CSR itu bukan sumber APBD. Oleh
karena itu, tidak ada alasan pemerintah
kabupaten maupun provinsi meminta dana CSR
untuk masuk ke APBD. Oleh karenanya,
pemerintah itu harus memfasilitasi kegiatan-
kegiatan dunia usaha sehingga CSR-nya itu
terarah. Yang menentukan akan ini akan itu
adalah pengusahanya, bukan pemerintah
daerahnya. Nah, sekarang ada berbagai cara
pemerintah daerah agar para pengusaha itu
ketika akan memutuskan akan sejalan dengan
harapan pemerintah,” paparnya lagi.
Dalam Perda CSR, sambung dia, pengusaha
bisa bertanya kepada pemda di daerah itu mau
membuat apa. Bisa juga pemerintah daerah
menyelenggarakan gathering atau apa dengan
menceritakan akan membuat apa. Dengan
konsep kemitraan tersebut, pengusaha yang akan
menyalurkan CSR cukup berkomunikasi dan
dijalankan dengan mekanisme masing-masing.
Kemudian persentase juga sudah tidak ada dari
deviden.
Tidak kalah pentingnya, CSR harus senantiasa
mendahulukan masyarakat di sekitar perusahaan.
Tentu, CSR bisa saja dialirkan kepada masyarakat
di luar kawasan perusahaan. Catatannya,
masyarakat di sekitar perusahaan sudah terlebih
dahulu tercukupi. Meneruskan pesan Gubernur
Ahmad Heryawan, Kepala Bappeda Jabar
meminta kawasan-kawasan pabrik dilengkapi
dengan fasilitas kesehatan dan pendidikan secara
memadai.
“Kami mengharapkan CSR itu atas dasar
kebanggaan dan kesenangan pengusaha-
pengusaha, bukan karena disuruh-suruh
pemdanya. Tidak boleh itu. Tapi, pengusaha juga
tidak aware terhadap lingkungan. CSR di KIIC ini
boleh disalurkan ke Sukabumi. Boleh, tidak ada
masalah. Misalnya begini, Bapak punya dana CSR
Rp 10 miliar setahun. Dari jumlah itu, 80 persen
disebar di Karawang, 20 persen lagi akan ke
Sukabumi. Kenapa ke Sukabumi? Karena
direksinya orang Sukabumi. Boleh dilakukan
karena ada kesepakatan, jadi tidak ada mutlak-
mutlakan di sini. Tetapi terhadap lazimnya
manusia seperti dalam Islam, dahulukan saudara
terdekat,” jelasnya.
Ditinjau dari aspek perencanaan, program CSR
dan PKBL dilakukan melalui tiga pendekatan:
partisipatif, kemitraan, dan kesepakatan.
Partisipatif berarti pendekatan melibatkan semua
pihak yang berkepentingan terhadap
pembangunan yang akan dibiayai oleh
perusahaan. Kemitraan berarti lebih
Foto: Dokumentasi Net
70 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
liputan
mengutamakan kepentingan dan kebutuhan
bersama dalam mewujudkan manfaat bersama.
Kesepakatan berarti pendekatan yang didasarkan
kesamaan cara pandang dalam penyelenggaraan
CSR dan PKBL.
Dengan tiga prinsip tadi, Kepala Bappeda
Jabar berharap program CSR dan PKBL bisa
berkontribusi nyata dalam mewujudkan visi Jawa
Barat. CSR dan PKBL bisa benar-benar
mewujudkan “Jawa Barat Maju dan Sejahtera
untuk Semua” sebagaimana menjadi visi Jawa
Barat itu sendiri. Ya, Bersama Mitra, Membangun
Jabar Maju dan Sejahtera untuk Semua.
CSR Terpadu Lalu, apakah CSR sudah berhasil menjadi
daya ungkit kesejahteraan masyarakat? Jawaban
ironis datang dari Kepala Bappeda Kabupaten
Karawang Samsuri. Merujuk data Badan Pusat
Statistik (BPS) Kabupaten Karawang, sampai saat
ini Karawang masih banyak dihuni penduduk
miskin. Karena itu, perlu sebuah formula efektif
guna menyalurkan dana CSR kepada masyarakat
atau daerah yang benar-benar membutuhkan.
“Contoh paling faktual seiring dengan
program CSR Jabar adalah keperluan terhadap
ruang kelas baru. Ini sudah pernah kita lakukan
dengan beberapa perusahaan. Misalnya nanti
branding-nya perusahaan Bapak. Begitu juga
yang baru dilakukan dari teman-teman KIIC
berupa SMK yang terdekat di Jababeka. Bantuan
seperti itu dari dulu sudah jalan, termasuk dari
Toyota. Contoh lain adalah adanya kuota khusus
bagi orang Karawang untuk bekerja di
perusahaan yang berdomisili di Karawang,” kata
Kepala Bappeda Karawang.
Di sisi lain, Kepala Bappeda Karawang
menyoroti jumlah dana CSR yang digulirkan
perusahaan. Bila BUMN atau BUMD mematok
angka CSR pada angka 5 persen, tidak demikian
dengan perusahaan swasta. Jumlah CSR korporasi
bergantung kepada anggaran dasar dan
anggaran rumah tangga (AD/ART) masing-
masing. Akibatnya, jumlah CSR tidak bisa dihitung
secara rinci.
“Kami sering ngobrol dengan teman-teman
(dari perusahaan) bahwa CSR diberikan kepada
masyarakat berdasarkan proposal yang masuk.
Kegiatannya berupa Agustusan, rehab musala,
dan lain sebagainya. Nah, kedepan kami inginkan
coba CSR ini –kalau boleh disarankan–disatukan.
Beberapa perusahaan bersatu, sehingga dana
yang terkumpul bisa besar. Dana ini bisa
disalurkan untuk beasiswa pendidikan di sekitar
perusahaan. Perusahaan mau pilih yang mana,
silahkan,” ungkapnya.
Toyota Berbagi Salah satu model CSR datang dari PT Toyota
Motor Manufacturing Indonesia melalui program
Toyota Berbagi, kependekan dari Bersama
Membangun Indonesia. Program mengusung
empat pilar utama CSR, meliputi lingkungan
(environment), keamanan berlalulintas (traffic
safety), pendidikan (education), serta
71Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
liputan
pembangunan komunitas dan filantrofi
(community development and philantrophy).
Untuk lingkungan, Toyota aktif dalam
kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat,
termasuk pendidikan. Bentuknya berupa hibah
untuk kegiatan lingkungan dan usaha untuk
konservasi keanekaragaman hayati dan
penanaman pohon menuju pembangunan
berkelanjutan. Kampanye keselamatan lalulintas
dilakukan untuk meningkatkan kesadaran semua
orang, terutama pengguna jalan termasuk sopir,
penumpang, dan pejalan kaki. Di bidang
pendidikan, Toyota secara aktif dan positif
memajukan dan membina sumber daya manusia
untuk masa depan dan bekerjasama dengan
berbagai mitra dengan menggunakan
sumberdaya terbaik yang tersedia.
“Di bidang community development, kami
bekerja untuk menciptakan kerukunan dari
beragam masyarakat. Kami melakukan
pembinaan bersama melalui kegiatan bersifat
sosial yang dapat meningkatkan kesejahteraan
Program mengusung empat pilar utama CSR, meliputi lingkungan
(environment), keamanan berlalulintas (traffic safety), pendidikan
(education), serta pembangunan komunitas dan filantrofi (community
development and philantrophy).
Foto: Dokumentasi Net
72 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
liputan
73Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
liputan
masyarakat,” papar tim CSR Toyota.
Sejauh ini, CSR Toyota dilakukan di
sejumlah daerah di Indonesia. Beberapa di
antaranya adalah revitalisasi Taman Semanggi
di Jakarta Pusat pada 2014 lalu. Kemudian,
Taman Toyota dan Taman Astra di Cempaka
Putih, Jakarta Pusat. Ada lagi penanaman
pohon bakau di Pulau Pramuka, Kepulauan
Seribu. Penanaman 230 ribu bakau di
Cilamaya, Karawang. Toyota Forest berupa
penanaman 260 ribu bakau juga dilakakukan
di Pedes, Karawang. Penanaman 17 ribu pohon
keras di Danau Cipule, Karawang, dan sederet
program lingkungan lainnya.
Di bidang pendidikan, Toyota
menggulirkan program Toyota Eco Youth
berupa kompetisi antarsekolah. Kompetisi
yang ditujukan untuk membangun cara
pandang generasi muda Indonesia, khususnya
para pelajar sekolah menengah atas dan
kejuruan atau sederajat, untuk memberikan
kontribusi langsung terhadap peningkatan
kualitas lingkungan sekolah serta komunitas
sekitarnya.
“Untuk memberikan apresiasi kepada
sekolah-sekolah terpilih dalam
mengembangkan minat siswa peduli
Lingkungan, dibangunlah 22 Toyota Eco
Gallery di 22 Sekolah menengah di penjuru
Indonesia,” tambah pihak Toyota.
Program lain berupa penyempurnaan
Simpang Gelora, penyempurnaan Simpang
Mampang-Tendean, Jakarta Selatan, program
pembinaan model pendidikan anak usia dini
(PAUD), dan lain-lain. Ada lagi program
pemberdayaan masyarakat sekitar Toyota di
Jakarta Utara maupun Karawang.
Tim Peliputan Bappeda
Foto-foto:
Doku
menta
si B
appeda
74 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
galeri
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Barat
melakukan kegiatan menebar benih ikan air tawar sekitar 800 ribu ekor di Waduk Jatigede, Sabtu (21/11). Kepala Bappeda Jabar Prof. DR. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA bersama para pejabat terkait melakukan penebaran di salah satu titik yang menjadi spot khusus penyebaran benih ikan. �Kegiatan ini kedepanya untuk kepentingan warga sekitar maupun para wisatawan juga.� Ujar Deny disela-sela penebaran ikan. Seperti diketahui, September lalu Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Jawa Barat sudah menebar satu juta ekor benih ikan. Ini merupakan langkah awal dari pemerintah yang saat ini sudah menggenangi Waduk Jatigede sejak Agustus lalu.
pemprov Jabar Sebar 800 Ribu Benih Ikan
di Jatigede
Foto-foto: Dokumentasi Bappeda
75Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
galeri
76 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
galeri
77Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
galeri
Foto-foto: Dokumentasi Bappeda
Kawasan Ciletuh
78 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
galeri
Penyerahan Sertifikat
Kawasan Ciletuhsebagai Geopark Nasional
dari Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO
Foto-foto:
Doku
menta
si B
appeda
79Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda
galeri
Foto-foto: Dokumentasi Bappeda
galeri
80 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda
Jelajah Jabar Merencana
Turut Berpartisipasi
Melalui
Kunjungi dan Salurkan Aspirasi
Provinsi Jawa BaratBAPPEDA
Jelajah Jabar Merencana
Ayo Dalam Perencanaan
Pembangunan Jawa Barat
RKPD Jabar Online 2101
Merencana
Jabar
Anda
dalam
e-mail: [email protected]
www.bappeda.jabarprov.go.id www.pusdalisbang.jabarprov.go.id
SMS JABAR MEMBANGUN
0811 200 5500RKPDJabar-ONLINE
KM-0 Pro Poor JABAR-ONLINE
SMS SATU DATA JABAR08778 200 5500
Contoh: RLS*JAWA BARAT*2011#