warta bappeda edisi 4

84
MEDIAKOMUNIKASITRIWULANAN PROVINSI JAWA BARAT Vol. 29 No. 4, Oktober - Desember 2015 PEMBANGUNAN DESA NILAI TUKAR PETANI JAWA BARAT WADUK JATIGEDE BENDUNGAN TERBESAR KE-2 DI INDONESIA PERENCANAAN

Upload: dokumentasi-bappeda-jabar

Post on 25-Jul-2016

281 views

Category:

Documents


34 download

DESCRIPTION

Majalah Triwulan Badan Perencanaan Pembangunan Provinsi Jawa Barat Vol. 29 No.4, Oktober - Desember 2015

TRANSCRIPT

Page 1: Warta Bappeda Edisi 4

MEDIA�KOMUNIKASI�TRIWULANAN

PROVINSI JAWA BARAT

Vol. 29 No. 4, Oktober - Desember 2015

PEMBANGUNAN DESA

NILAI TUKAR PETANI JAWA BARATWADUK JATIGEDE

BENDUNGAN TERBESAR KE-2

DI INDONESIAPERENCANAAN

Page 2: Warta Bappeda Edisi 4

dariredaksi

Assalamu'alaikum Wr. Wb

Para pembaca yang berbahagia pada terbitan Warta

Bappeda Edisi Triwulan IV Volume 29 Nomor 4 (Oktober-

Desember) Tahun 2015 ini, kami hadirkan beberapa artikel yang

mengupas tentang Kondisi Tenaga Kerja Sektor Pertanian di Jawa

Barat, Perbandingan Angka Pengangguran di Jawa Barat, Nilai

Tukar Petani di Jawa Barat, Meningkatkan Produktifitas Kerja serta

artikel lainnya yang cukup menarik untuk disimak oleh para

pembaca.

Pembaca Warta Bappeda yang kami hormati, selain tulisan

tersebut diatas kami sajikan pula artikel tentang Perencanaan

Pembangunan Desa, Taqwa Dasar Pembentukan Karakter.

Kemudian artikel yang berisi informasi terkini kegiatan Bappeda

dalam rubrik Liputan yaitu tentang Penghargaan Pembebasan

Lahan Waduk Jatigede.

Akhir kata kami sampaikan terima kasih yang sebesar-

besarnya kepada para penulis atas kontribusinya. Kami tunggu

artikel berikutnya yang akan diterbitkan dalam Edisi Triwulan 1

Tahun 2016. Selamat membaca.

Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

Jl. Ir. H. Juanda No.287 Telp.2516061

Website : bappeda.jabarprov.go.id

E-mail : [email protected]

TERBIT BERDASARKAN SK. MENPEN RI

NO. 1353/SK/DITJENPPG/1988

ISSN: 0216-6232

Penanggung Jawab:

Prof. Dr. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA

Ketua:

Linda Al-Amin, ST, MT

Sekertaris:

Anjar Yusdinar, S.STP., M.Si.

Penyunting:

Ir. H. Tresna Subarna, M.M.

Drs. Bunbun W. Korneli, MAP

Ir. Agus Ruswandi, M.Si

Drs. Achmad Pranusetya, M.T.

T. Sakti Budhi Astuti, SH., M.Si.

Fotografer:

Roni Sachroni, BA

Sekretariat:

Hj. Megi Novalia, S.Ip., M.Si.

Mamat Rahmat

menerima tulisan dari pembaca yang berhubungan dengan wawasan perencanaan, disarankan untuk melampirkan foto-foto yang mendukung.Tulisan diketik satu spasi minimal 5 halaman A4. Artikel yang pernah dimuat di media lain, tidak akan dimuat.Redaksi berhak mengedit tulisan tanpa mengubah substansi.

PROVINSI JAWA BARAT

Foto Cover: Roni Sachroni, BADesain Cover & Layout: Ramadhan Setia Nugraha, S.Sos

Cover Depan Cover Belakang

Page 3: Warta Bappeda Edisi 4

Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda 1

daftarisi

NILAI TUKAR PETANI JAWA BARAT

Nilai tukar petani (NTP) adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani

dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase.

Nilai tukar petani merupakan salah satu indikator dalam menentukan tingkat

kesejahteraan petani. Pengumpulan data dan perhitungan NTP di Indonesia

dilakukan oleh Biro Pusat Statistik.

10

15

PerencanaanPembangunanDesa

29

Perbandingan AngkaPengangguran Jawa Barat

23

MeningkatkanProduktivitasKerja Pada Global

Competitiveness Index,

Indonesia menduduki

peringkat paling akhir di

antara negara-negara

ASEAN dalam urusan

efisiensi pasar tenaga

kerja. Hal ini berarti

banyak permasalahan

dalam tenaga kerja

Indonesia.

Page 4: Warta Bappeda Edisi 4

dafta

ris

i

Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda 2

LAPORAN UTAMA

3 Waduk Jatigede, Bendungan Terbesar ke-2 di Indonesia

WAWASAN PERENCANAAN

10 Nilai Tukar Petani Jawa Barat

15 Perencanaan PembangunanDesa

23 Meningkatkan ProduktivitasKerja

29 Perbandingan Angka Pengangguran Jawa Barat

LIPUTAN

65 Bersama Mitra MembangunJabar Maju Sejahtera untuk Semua - Lebih Jauh TentangKebijakan dan ImplementasiProgram CSR di Jawa Barat

GALERI

74 Pemprov Jabar Sebar 800 ribuBenih Ikan di Jatigede

38 Kondisi Tenaga Kerja SektorPertanian di Jawa Barat

47 Kebijakan PembangunanBerbasis data

Rehat

55 Taqwa Dasar Pembentukan Karakter

78 Penyerahan Sertifikat KawasanCiletuh sebagai Geopark Nasional dari Komisi NasionalIndonesia untuk UNESCO

Page 5: Warta Bappeda Edisi 4

laporan

uta

ma

3Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

WaDUK JATIGEDE

BendunganTerbesar ke-2

Foto: Dokumentasi Bappeda

ada Oktober 2005, Ppemerintah Tiongkok

mengatakan bahwa

mereka bersedia

mengucurkan dana 199,8 USD

atau sekitar Rp 2,04 triliun

untuk membiayai

pembangunan waduk.

Bersama kontraktor lokal

Wijaya Karya, Waskita Karya,

Hutama Karya, dan

Pembangunan Perumahan,

perusahaan Tiongkok

SinoHydro merampungkan

Waduk Jatigede.

Waduk Jatigede,

terletak di kabupaten

Sumedang. Merupakan

sebuah waduk yang

sudah direncanakan

sejak zaman Hindia

Belanda. Dibangun

dengan membendung

aliran Sungai Cimanuk

di wilayah Kecamatan

Jatigede, Kabupaten

Sumedang.

di Indonesia

Page 6: Warta Bappeda Edisi 4

laporanutama

4 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

Apalagi setelah mendapat restu dari

Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono,

proyek ini kembali berjalan mulus. Karena SBY

menggunakan dalih Masterplan Percepatan dan

Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia atau

MP3EI.

Melalui mekanisme MP3EI, pemerintah

memotong kompas semua peraturan daerah.

Pemerintah daerah pun mendapat mandat untuk

mengawal pembangunan waduk yang

mengatasnamakan kepentingan nasional

tersebut.

Seperti diketahui Waduk Jatigede telah

dirintis sejak era Soekarno yang digagas pada

tahun 1963. Menyisakan persoalan kompleks,

selain mengakibatkan 16 ribu warga Kabupaten

Sumedang yang terdampak, bencana ekologi

yang menyebabkan hilangnya sekitar 1 juta lahan

hijau produktif, ancaman pengangguran massif,

puluhan situs kebudayaan sunda sejak era abad

ke- 8 hingga Kerajaan Padjajaran terancam

tenggelam. Proyek multinasional tersebut

menyisakan persoalan yang belum terselesaikan

hingga detik peluncuran penggenangan yang

dibuka oleh Presiden Jokowi akhir Agustus 2015

lalu.

Dalam hal ini Bappeda Provinsi Jawa Barat

sebagai Badan Perencaan Pembangunan Daerah

menjadi yang terdepan dalam penuntasan

masalah, terutama dalam hal pembebasan lahan

Gambar Waduk Jatigede yang di ambil pada tanggal 9 September 2015

Melalui mekanisme MP3EI, pemerintah memotong kompas

semua peraturan daerah. Pemerintah daerah pun

mendapat mandat untuk mengawal pembangunan waduk

yang mengatasnamakan kepentingan nasional tersebut.

Foto:

Doku

menta

si B

appeda

Page 7: Warta Bappeda Edisi 4

laporanutama

5Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

1. PEMBEBASAN LAHAN

Penandatanganan kontrak pelaksanaan

konstruksi, tanggal 30 April 2007, antara

Sinohydro Corporation Limmited Join Operation

With Consorsium Of Indonesian Contractors (CIC)

dengan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)

pembangunan Waduk Jatigede.

Permendagri no 15/197

Pembebasan Tahun 1982-1986

Permendagri no 15/197

Pembebasan Tahun 1982-1986

Keppres no 55/1993

Pembebasan Tahun 1994-1997

NRULE

Perpres no 36/2005 dan

p.ka.bpn no. 3/2007

Pembebasan Tahun 2005-skrg

1.918 kk

1.226 kk

4.065 kk

4.065 kk

Waktu pelaksanaan konstruksi :

115 Nopember 2007 s/d 30 Desember

2013 SNVT pembangunan Waduk

Jatigede didampingi oleh konsultan

nasional dan konsultan asing dari China.

223 Oktober 2008 : Peledakan perdana

terowongan pengelak sebagai awal

dimulainya pembangunan fisik Waduk

Jatigede.

33 Agustus 2011 : Pengalihan aliran

Sungai Cimanuk ke terowongan

pengelak sebagai awal dimulainya

pembangunan fisik bendung utama

Waduk Jatigede.

Foto-foto:

Doku

menta

si B

apped

a

Page 8: Warta Bappeda Edisi 4

laporanutama

6 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

2. MANFAAT WADUK JATIGEDE

Seperti kita ketahui, diantara

sederet polemik yang hadir. Waduk

Jatigede hadir sebagai oase yang

mampu memberikan manfaat

banyak bagi masyarakat sekitar.

Berikut manfaat Waduk Jatigede

yang digadang-gadang menjadi

waduk terbesar kedua di

Indonesia:

Irigasi

90.000Ha

Air Baku

3500 Liter/dt

PLTA 110 MW

Pengendalian Banjir Wilayah Kab. Indramayu

dan Cirebon seluas 14.000 Ha

3. KRONOLOGIS PEMBANGUNAN WADUK JATIGEDE

Foto:

Doku

menta

si B

appeda

Page 9: Warta Bappeda Edisi 4

laporanutama

7Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

4. RENCANA PENANGANAN KELUHAN MASYARAKAT YANG TERKENA DAMPAK PEMBANGUNAN YANG BERADA DALAM AREA WADUK JATIGEDE TOTAL 12.119 KELUHAN

· Penyesuaian harga lahan dan bangunan

yang dibebaskan/mendapat ganti rugi

tahun 1982 – 1986, dikarenakan kecilnya

realisasi pembayaran di lapangan di

banding harga yang tercantum dalam

aturan (SK Bupati dan SK Dirjen Bina

Marga). Timbulnya tuntutan ini,

berdasarkan pengakuan dari masyarakat

karena terlalu rendahnya harga dan

adanya pemaksaan serta intimidasi

dalam pembebasan/ganti rugi lahan dan

bangunan. Sudah ada yang di proses di

pengadilan. Keluhan masyarakat tetap

dilayani (407 Komplain)

· Salah orang dalam pembayaran/ ganti

rugi . Terdapat masyarakat (pemilik

lahan) yang merasa belum menerima

uang pembebasan/ganti rugi

dikarenakan penerima uang

pembebasan/ganti rugi bukan pemilik

lahan tapi kepala desa. Dilayani, diproses

bila ada bukti pendukung (7 Komplain)

· Salah ukur dalam pembebasan/ganti

rugi lahan. Lahan dan bangunan yang

dibebaskan/mendapat ganti rugi tahun

1982-1986 banyak yang ukurannya tidak

sesuai, dikarenakan : Pembayaran/ganti

rugi lahan milik masyarakat didasarkan

kepada tanda bukti pembayaran pajak,

sedangkan untuk menghindari besarnya

pajak, masyarakat memberikan

keterangan luas lahan yang dimiliki

kepada petugas pajak lebih kecil

daripada luas lahan yang sebenarnya.

Dan waktu diadakan pengukuran lahan

oleh petugas, masyarakat merasa tidak

pernah diikut sertakan. Dilayani (5.687

Komplain)

· Salah klasifikasi dalam pembebasan/

ganti rugi lahan. Lahan sawah oleh

petugas dibayar sama dengan harga

darat, padahal harga sawah lebih

tinggi/mahal daripada harga lahan darat.

Dilayani, diproses bila ada bukti (2.024

Komplain)

· Lahan dan bangunan milik masyarakat

yang terlewat dan belum mendapat

ganti rugi. berdasarkan pengakuan

masyarakat belum ada yang

dibebaskan/mendapat ganti rugi.

(Dilayani 3.646 Komplain)

· Tanah terisolasi. Terdapatnya lahan milik

masyarakat yang akan terisolasi apabila

waduk jatigede sudah digenangi.

Dilayani, diproses bila ada bukti (348

Komplain)

Ds. Conggeang, Salah satu tempat relokasi warga daerah terdampak Waduk JatigedeFoto-foto:

Doku

menta

si B

apped

a

Page 10: Warta Bappeda Edisi 4

8 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

laporanutama

5. RINGKASAN PERATURAN PRESIDEN RI NO.1 TAHUN 2015 TENTANG PENANGANAN DAMPAK SOSIAL KEMASYARAKATAN PEMBANGUNAN WADUK JATIGEDE. DIUNDANGKAN PADA TANGGAL 5 JANUARI 2015:

· Area waduk jatigede kab. Sumedang: 5

kec. 28 desa (pasal 1)

· Terhadap masyarakat yang terkena

dampak pembangunan Waduk Jatigede

dalam area Waduk Jatigede perlu

dilakukan segera penanganan dampak

sosial (pasal 1)

· Masyarakat yang terkena dampak

pembangunan waduk jatigede (pasal 2):

a. Penduduk yang berada di area

Waduk Jatigede yang telah

dibebaskan tanah dan/atau

bangunannya untuk pembangunan

Waduk Jatigede namun belum

memperoleh tempat penampungan

pemukiman baru berdasarkan

Peraturan Menteri Dalam Negeri

Nomor 15 Tahun 1975

b. Penduduk lainnya yang berada di

area Waduk Jatigede yang tidak

termasuk huruf a

· Penduduk sebagaimana dimaksud huruf

a dan b ditetapkan oleh Gubernur Jawa

Barat berdasarkan hasil verifikasi dan

validasi yang dilakukan oleh BPKP (pasal

2)

· Kepada penduduk sebagaimana

dimaksud dalam huruf a diberikan

tempat pemukiman baru berupa rumah

pengganti dalam bentuk uang tunai,

diperuntukan sebagai (pasal 3):

a. Penggantian bangunan

b. Penggantian pengadaan tanah

c. Tunjangan kehilangan pendapatan

· Kepada penduduk sebagaimana

dimaksud dalam huruf b diberikan uang

santunan, untuk (pasal 4):

a. Biaya pembongkaran rumah

b. Mobilisasi

c. Sewa Rumah

d. Tunjangan kehilangan pendapatan

Foto-foto Peresmian Waduk Jatigede Oleh Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan

Foto-foto:

Doku

menta

si N

et

Page 11: Warta Bappeda Edisi 4

9Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

laporanutama

6. TAHAPAN SEBELUM PENGISIAN WADUK

JATIGEDE MENURUT PP NOMOR 37

TAHUN 2010 TENTANG BENDUNGAN

BAHWA SELAMA KONSTRUKSI,

PEMBANGUN BENDUNGAN

HARUS MELAKUKAN:

TAHAP – I : PENGOSONGAN AREA GENANGAN

a. Pemindahan penduduk dan atau

pemukiman kembali (progres 67%, 6997

dari 10.920 kk status 14 agustus 2015)

b. Pemindahan satwa liar yang dilindungi

c. Penyelamatan benda bersejarah (progres

90%)

TAHAP – II : PEMBERSIHAN LAHAN GENANGAN

a. Tegakan di kawasan hutan yang dikelola

perum perhutani : ± 1.389 ha (progres

90%)

b. Aset PLN berupa :

Gardu listrik (41 unit)

Tiang tegangan menengah (380 buah)

dan tegangan rendah (452 buah)

Alat pembatas pengukuran 4.334

pelanggan

Sambungan rumah 3 kabel sepanjang

86,7 km

Jaringan tegangan menengah

sepanjang 21,47 km dan jaringan

tegangan rendah sepanjang 16,4 km

c. Rumah tidak berpenghuni dan

bangunan lainnya.

TAHAP – III : PENGISIAN WADUK

Dilaksanakan selama 219 hari dengan asumsi

mulai 31 Agustus 2015

Penghargaan Pahlawan Jatigede

Kepala Bappeda Prof. Dr. Ir. Deny Juanda

Puradimaja, DEA mendapatkan penghargaan dari

Kementerian PUPR atas kinerjanya sebagai Ketua

Samsat Jatigede menuntaskan masalah

penanganan Waduk yang sudah 52 tahun tak

kunjung terselesaikan.

Dalam upacara Hari Bakti PU ke-70, Kamis

(3/12), Menteri PUPR Basuki Hadimuljono selaku

Inspektur Upacara memberikan penghargaan

kepada beberapan pejabat daerah yang sudah

berjasa menuntasakan masalah yang berkaitan

dengan kegiatan Pembangunan Umum dan

Perumahan Rakyat.

Dalam acara yang bertajuk Bangun

Infrastruktur untuk Negeri tersebut, Mentrei PUPR

memberikan penghargaan kepada Tim Samsat

Waduk Jatigede atas kinerjanya yang telah

menuntaskan masalah Waduk Jatigede.

Penerimaan penghargaan diwakili oleh Kepala

Bappeda Jawa Barat, Prof. Dr. Ir. Deny Juanda

Puradimaja, DEA. *Tim Peliputan Bappeda.

Foto-foto: Dokumentasi Bappeda

Page 12: Warta Bappeda Edisi 4

10 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

waw

asanp

ere

nca

naan

Nilai Tukar PetaniJawa Barat

ilai tukar petani (NTP) Nadalah rasio antara indeks harga yang

diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Nilai tukar petani merupakan salah satu indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan petani. Pengumpulan data dan perhitungan NTP di Indonesia dilakukan oleh Biro Pusat Statistik. Indeks harga yang

Foto: Dokumentasi Bappeda

Oleh Trisna Subarna

*) Peneliti Utama Pada Bappeda Provinsi Jawa Baratdan Guru Tidak Tetap pada SMK Pertanian Pembangunan Negeri Lembang

& Putri Nutrisi*Pendahuluan

Page 13: Warta Bappeda Edisi 4

11Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

diterima petani (IT) adalah indeks harga yang

menunjukkan perkembangan harga produsen

atas hasil produksi petani. Dari nilai IT, dapat

dilihat fluktuasi harga barang-barang yang

dihasilkan petani. Indeks ini digunakan juga

sebagai data penunjang dalam penghitungan

pendapatan sektor pertanian. IT dihitung

berdasarkan nilai jual hasil pertanian yang

dihasilkan oleh petani, mencakup sektor padi,

palawija, hasil peternakan, perkebunan rakyat,

sayuran, buah, dan hasil perikanan (perikanan

tangkap maupun budi daya). Indeks harga yang

dibayar petani (IB) adalah indeks harga yang

menunjukkan perkembangan harga kebutuhan

rumah tangga petani, baik kebutuhan untuk

konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan

untuk proses produksi pertanian. Dari IB, dapat

dilihat fluktuasi harga barang-barang yang

dikonsumsi oleh petani yang merupakan bagian

terbesar dari masyarakat di pedesaan, serta

fluktuasi harga barang yang diperlukan untuk

memproduksi hasil pertanian. Perkembangan IB

juga dapat menggambarkan perkembangan

inflasi di pedesaan. IB dihitung berdasarkan

indeks harga yang harus dibayarkan oleh petani

dalam memenuhi kebutuhan hidupnya dan

penambahan barang modal dan biaya produksi,

yang dibagi lagi menjadi sektor makanan dan

barang dan jasa non makanan

(https://id.wikipedia.org/wiki/Nilai_tukat_petani.

Diunduh 21 September2015).

wawasanperencanaan

Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :

1 NTP > 100 berarti NTP pada suatu periode

tertentu lebih baik dibandingkan dengan

NTP pada tahun dasar, dengan kata lain

petani mengalami surplus. Harga produksi

naik lebih besar dari kenaikan harga

konsumsinya. Pendapatan petani naik dan

menjadi lebih besar dari pengeluarannya.

2 NTP = 100 berarti NTP pada suatu periode

tertentu sama dengan NTP pada tahun

dasar, dengan kata lain petani mengalami

i m pa s . Ke n a i k a n / p e n u r u n a n h a rg a

produksinya sama dengan persentase

kenaikan/penurunan harga barang konsumsi.

Pe n d a p a t a n p e t a n i s a m a d e n g a n

pengeluarannya.

3 NTP < 100 berarti NTP pada suatu periode

tertentu menurun dibandingkan NTP pada

tahun dasar, dengan kata lain petani

mengalami defisit. Kenaikan harga produksi

relatif lebih kecil dibandingkan dengan

kenaikan harga barang konsumsinya.

Pendapatan petani turun dan lebih kecil dari

pengeluarannya.

Orientasi pembangunan saat ini yang

berfokus pada industri dan modal cenderung

mengesampingkan pembangunan pertanian

pedesaan, sehingga indikator nilai tukar petani

tidak masuk ke dalam tujuan pembangunan.

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 14: Warta Bappeda Edisi 4

12 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Kondisi Nila Tukar Petani Jawa BaratSebagai indikator kesejahteraan petani, Nilai

Tukar Petani (NTP) diperoleh dari rasio Indeks

Harga Diterima Petani dengan Indeks Harga

Dibayar Petani. NTP menunjukkan kemampuan

tukar (term of trade) komoditas hasil pertanian

dengan barang & jasa konsumsi petani baik

untuk keperluan rumah tangga maupun proses

produksi. Semakin tinggi NTP berarti semakin

kuat kemampuan atau daya beli petani di

pedesaan.

Dalam kurun waktu bulanan dari Desember

Tahun 2014 sampai Agustus Tahun 2015, dengan

tahun dasar 2010 =100, secara kumulatif terjadi

penurunan NTP bagi petani di Jawa Barat, dengan

NTP tertinggi pada Bulan Januari 2015 dan

terendah pada Bulan Mei 2015 (Gambar 1). Trend

penurunan NTP tersebut mencerminkan semakin

rendahnya tingkat kesejahteraan petani. Kondisi

ini disebabkan oleh kenaikan indeks harga hasil

produksi pertanian lebih tinggi dibandingkan

dengan kenaikan indeks harga barang dan jasa

yang dikonsumsi rumah tangga petani atau

dengan kata lain Indeks Harga Diterima Petani (IT)

naik lebih rendah dibandingkan dengan kenaikan

Indeks Harga Dibayar Petani (IB).

105.16

105.95 105.69

105.45

102.78 102.48

103.08

104.17

104.11

100.00

101.00

102.00

103.00

104.00

105.00

106.00

107.00

Nilai Tukar Petani (NTP) Jawa Barat (Poin)

123.80

127.38

117.72

122.36

110.00

115.00

120.00

125.00

130.00

Perkembangan NTP, IT dan IB Petani Jawa Barat Tahun 2015 (Poin)

a. Indeks yang Diterima Petani (IT)

b. Indeks yang Dibayar Petani (IB)

Gambar 1.Nilai Tukar Petani di Jawa Barat Tahun 2015

Sumber: Pusdalisbang Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2015, BPS Jawa Barat 2015.

Indeks harga yang dibayar petani yaitu harga

barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga

petani serta barang dan jasa yang diperlukan

petani dalam proses produksi (IB) terlihat

mengalami kenaikan yang konstan, dari 117,72

poin pada Bulan Desember 2014 menjadi 122,36

poin pada Bulan Agusus 2015, atau mengalami

kenaikan sebesar 4,64 poin. Sedangkan pada IT

yaitu indek yang diterima petani dai hasil

usahataninya menunjukkan fluktuasi harga dari

komoditas-komoditas yang dihasilkan petani.

Pada Bulan Desember Tahun 2014 IT sebesar

123,80 poin, sedangkan pada Bulan Agustus 2015

naik menjadi 127,38 poin atau meningkat sebesar

3,58 poin (Tabel 1).

Besarnya kenaikan IB tersebut tidak secara

linier di ikuti oleh indeks yang diterima petani (IT)

yang cenderung fluktuatif, sehingga NTP pada

periode tersebut turun sebesar 1,05 poin dari

kondisi Desember 2014 sebesar 105,16 menjadi

104,11 poin pada Bulan Agustus Tahun 2015.

Kondisi ini menggambarkan semakin kurang

sejahteranya petani pada Tahun 2015 dibanding

dengan Tahun 2014. Tidak sebandingnya

peningkatan IB dengan IT petani disebabkan oleh

kurang efektifnya kebijaksanaan harga, subsidi,

perkreditan dan lainnya mulai dari kegiatan

usahatani sampai pemasaran hasil yang secara

langsung dan tidak langsung mempengaruhi nilai

tukar petani (Elizabeth dan Darwis, 2000).

Page 15: Warta Bappeda Edisi 4

13Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Tabel 1Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Jawa Barat Per Subsektor Pertanian (Dalam Poin)

Page 16: Warta Bappeda Edisi 4

14 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Menurunnya NTP disebabkan oleh

karakteristik NTP yang cenderung menurun, yang

berkaitan dengan karakteristik yang melekat dari

komoditas pertanian yang tidak terproteksi

harganya dan non pertanian yang kuat dalam

menentukan harga (Muchjidin Rachmat, 2000).

Menurut Bappenas (2013), ada tiga penjelasan

mengenai terjadinya penurunan NTP, yaitu: (1)

Elastisitas pendapatan produk pertanian bersifat

inelastik,sementara produk non pertanian

cenderung lebih elastis, (2) Perubahan teknologi

dengan laju yang berbeda menguntungkan

produk manufaktur,dan (3) Perbedaan dalam

struktur pasar,dimana struktur pasar dari produk

pertanian cenderung kompetitif, sementara

struktur pasar produk manufaktur cenderung

kurang kompetitif dan mengarah ke pasar

monopoli/oligopoli.

Sektor pertanian terdiri atas sub sektor

tanaman pangan, hortikultura, perikanan,

peternakan, dan perkebunan. Berdasarkan sub

sektor tersebut pada Tahun 2015 dengan tahun

dasar Tahun 2012, diperoleh NTP tertinggi dari

sub sektor peternakan sebesar 111,33 poin,

terendah pada sub sektor perkebunan sebesar

94,33 poin dan sub sektor perikanan sebesar

98,80 poin (Tabel 2). NTP sub sektor perkebunan

berada di bawah tahun dasar Tahun 2012 yang

disebabkan Indeks yang Dibayar Petani (IB)

sebesar 121,25 poin, yang lebih besar dibanding

dengan Indeks yang Diterima Petani (IT) sebesar

114,38 poin, demikian juga terjadi pada sub

sektor perikanan IB lebih besar yaitu 120,15 poin

dibanding IT sebesar 118,71 poin, serhingga

petani yang mengusahakan komoditas

perkebunan dan perikanan di Jawa Barat pada

Tahun 2015 tidak menguntungkan dibanding

Tahun 2012.

KesimpulanNilai Tukar Petani di Jawa Barat dari

Tahun 2012 sampai dengan Tahun 2014 terjadi

penurunan yang disebabkan oleh indeks harga

yang di bayar (IB) petani tidak sebanding dengan

indeks yang diterima (IT) petani, sebagai akibat

dari meningkatnya harga yang di bayar petani,

sedangkan harga jual petani tidak meningkat.

Implikasi Kebijakan

Implikasi dari analisis ini adalah diperlukan

kebijakan pemerintah untuk meningkatkan Nilai

Tukar Petani berupa kebijaksanaan harga produksi

pertanian, subsidi sarana dan peralatan pertanian,

perkreditan bagi usahatani, dan perbaikan

infrastruktur usahatani, peningkatan kualitas dan

jumlah penyuluh pertanian.

Beberapa langkah strategis yang dapat

dilakukan adalah melalui optimalisasi

penggunaan lahan melalui peningkatan intensitas

tanaman, pengembangan usahatani komoditas

komersial yang bersifat padat tenaga kerja,

usaha-usaha konsolidasi lahan dan managemen

usahatani, serta pengembangan agroindustri

berbasis bahan baku setempat harus menjadi

prioritas pemerintah daerah dalam kerangka

otonomi daerah.

Daftar Pustaka

Bappenas, 2013. Analisis Nilai Tukar Petani( NTP)

sebagai bahan penyusunan RJMN

Tahun 2015-2019. Kerjasama

Kementerian Perencanaan

Pembangunan Nasional/Bappena-

Japan International Cooperation

Agency (Jica) 2013

BPS Jawa Barat, Tahun 2012, 2013, 2014. Jawa

Barat Dalam Angka.

Elisabeth, Roosgandha dan Darwis, Valeriana.

2000. Peran Nilai Tukar Petani dan Nilai

Tukar Komoditas Dalam Upaya

Peningkatan Kesejahteraan Petani

Kedelai (Studi Kasus : Provinsi Jawa

Timur). Pusat Analisis Sosial Ekonomi

dan Kebijakan Pertanian Bogor Badan

Litbang Kementrian Pertanian.

Irawan, B. 2005. Konversi Lahan Sawah: Potensi

Dampak, Pola Pemanfaatannya, dan

Faktor Determinan. Pusat Peneletian

dan Pengembangan Sosial Ekonomi

Pertanian..

Muchjidin Rachmat, 2000. Analisa Nilai Tukar

Petani Indonesia. Disertasi. Institut

Pertanian Bogor.

Nizwar Syafa'at, Adreng Purwoto, Saktyanu K.

Dermoredjo, Ketut Kariyasa, Mohamad

Maulana, dan Pantjar Simatupang,

2007. Indikator Makro Sektor Pertanian

Indonesia Pusat Analisis Sosial

Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jl. A.

Yani No. 70 Bogor 16161

Page 17: Warta Bappeda Edisi 4

wawasanperencanaan

pembangunan Perencanaan

Oleh Sakti Budhi Astuti. AS, SH., MSi * Dhipa Galuh Purba**

*) Perencana Madya Bidang PE Bappeda Provinsi Jawa Barat**) Budayawan Sunda, Penulis, Aktivis Film, Dosen UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Foto: Dokumentasi Bappeda

15Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

desa Desa adalah kesatuan

masyarakat hukum yang

memiliki batas-batas

wilayah yang berwenang untuk

mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat,

berdasarkan asal-usul dan adat

istiadat setempat yang diakui dan

dihormati dalam sistem

Pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia. Sedangkan

pemerintahan Desa adalah

penyelenggaraan urusan

pemerintahan oleh Pemerintah

Desa dan Badan Permusyawaratan

Desa dalam mengatur dan

mengurus kepentingan masyarakat

setempat berdasarkan asal-usul

dan adat istiadat setempat yang

diakui dan dihormati dalam sistem

Pemerintahan Negara Kesatuan

Republik Indonesia.

Pendahuluan

Page 18: Warta Bappeda Edisi 4

16 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Beberapa hal yang perlu diperhatikan

tentang unsur-unsur desa, menurut Bintarto

(1983 : 13), seperti 1. Daerah, dalam arti tanah-

tanah yang produktif dan tidak produktif beserta

penggunaannya, unsur lokasi, luas dan batas

yang merupakan lingkungan geografis setempat;

2. Penduduk, hal yang meliputi jumlah

pertambahan, kepadatan, persebaran dan mata

pencaharian penduduk desa setempat; 3.Tata

Kehidupan, menyangkut tentang seluk beluk

kehidupan masyarakat desa; 4. Letak, unsur letak

ini menentukan besar kecilnya isolasi suatu

daerah terhadap daerah-daerah lainnya. Unsur-

unsur tersebut tidak terpisahkan melainkan ada

keterkaitan satu dengan lainnya sebagai satu

kesatuan yang utuh. Maju mundurnya desa

tergantung pada unsur tersebut, yang dalam

kenyataan ditentukan oleh faktor usaha manusia

dan tata geografis.

Kedudukan DesaDesa pada awalnya merupakan kesatuan

masyarakat hukum (dan hukum adat) yang

memiliki pemerintahan sendiri (self-governing

community). Tetapi dalam perjalanan sejarahnya,

Desa dengan otonomi aslinya mulai tereliminasi

dengan intervensi dari Pemerintah Supradesa,

baik sebelum kemerdekaan (zaman penjajahan

Belanda dan penduduk Jepang) maupun setelah

kemerdekaan.

Dengan perkembangan aturan-aturan yang

mengatur tentang desa dan pemerintahan desa,

maka dalam UU Nomor 6 tahun 2014 BAB II

Bagian Kesatu Pasal 5, dinyatakan bahwa

kedudukan Desa berkedudukan di wilayah

Kabupaten/Kota. Dan Bagian Kedua Pasal 6,

dinyatakan jenis Desa, adalah (1) Desa terdiri atas

Desa dan Desa Adat. (2) Penyebutan Desa atau

Desa Adat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

disesuaikan dengan penyebutan yang berlaku di

daerah setempat.

Kewenangan Desa Konsepsi tentang kewenangan dan urusan

pemerintahan tidak terlepas dari konsepsi asas

penyelenggaraan pemerintahan, yaitu

desentralisasi yang intinya adalah penyerahan

kewenangan/urusan pemerintahan, dekonsentrasi

yang intinya adalah pelimpahan wewenang

Pemerintahan Pusat kepada pejabat di daerah,

tugas pembantuan yang intinya adalah

menyertakan daerah atau desa untuk turut serta

melaksanakan tugas yang menjadi kewenangnan

Pemerintah tingkat atasnya.

Menurut ketentuan UU Nomor 32 Tahun

2004 Pasal 206 juncto PP No. 72 Tahun 2005

Pasal 4 juncto Permendagri No. 30 Tahun 2006,

urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan

desa mencakup:

a. Urusan pemerintahan yang sudah ada

berdasarkan hak asal-usul desa;

b. Urusan pemerintahan yang menjadi

kewenangan kabupaten/kota yang

diserahkan pengaturannya kepada desa;

c. Tugas pembantuan dari Pemerintah,

pemerintah provinsi, dan/atau pemerintah

kabupaten/kota;

d. Urusan pemerintahan lainnya yang oleh

peraturan perundangan-undangan

diserahkan kepada desa.

Sedangkan dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 Bab

Foto-foto: Dokumentasi Bappeda

Page 19: Warta Bappeda Edisi 4

17Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

IV Pasal 18, menyatakan Kewenangan Desa

meliputi kewenangan di bidang penyelenggaraan

Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan

Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan

pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan

prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan adat

istiadat Desa.

Dalam Pasal 19 menyatakan Kewenangan

Desa meliputi:

a. Kewenangan berdasarkan hak asal usul, di

urus oleh Desa

b. Kewenangan lokal berskala Desa, di urus

oleh Desa

c. Kewenangan yang ditugaskan oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,

atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota;

dan

d. Kewenangan lain yang ditugaskan oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi,

atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota

sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan, di urus oleh Desa

Dalam hal ini masih ada persamaan dan

perbedaan, yang bermaksud mengaktifkan peran

serta desa itu sendiri.

Perencanaan Pembangunan DesaDalam undang-undang dinyatakan, bahwa

pemerintah desa memiliki kewenangan untuk

mengatur dan mengurus pemerintahannya

sendiri, namun dalam penyusunan perencanaan

pembangunan tetap harus memperhatikan

keterkaitan antara perencanaan Kabupaten/Kota,

desa/ kelurahan dan antar pemerintah

desa/kelurahan, sehingga pencapaian tujuan desa

diharapkan dapat mendukung pencapaian tujuan

pembangunan daerah. Aspek hubungan

kelembagaan desa mempertimbangkan

kewenangan yang diberikan pemerintah daerah

terkait pengelolaan sumber daya alam dan

sumber daya lainnya maupun dengan pelayanan

umum serta keuangan di tingkat desa. Melalui

otonomi desa diharapkan pemerintah desa

mampu meningkatkan kualitas pelayanan, daya

saing, pertumbuhan ekonomi, pemerataan,

keadilan dalam pembangunan serta memiliki

kapasitas dalam meningkatkan daya guna potensi

dan keanekaragaman sumber daya lokal.

Perencanaan pembangunan desa diuraikan

dalam PP No. 72 Tahun 2005 Bab VI, padahal

materi tersebut tidak disinggung sama sekali

dalam UU No. 32 Tahun 2004 sebagai landasan

pengaturan tentang desa, maupun UU No. 25

Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional.

Dalam PP No. 72 Tahun 2005 pasal 63

menyebutkan bahwa dalam rangka

penyelenggarakan pemerintahan desa disusun

perencanaan pembangunan desa sebagai satu

kesatuan dalam sistem perencanaan

pembangunan daerah kabupaten/kota.

Perencanaan Pembangunan desa disusun secara

partisipatif oleh pemerintahan desa sesuai

dengan kewenangannya. Yang dimaksud dengan

“partisipatif” dalam ketentuan ini adalah

melibatkan pihak terkait dalam penyusunan

perencanaan pembangunan desa.

Sedangkan pada pasal 64 PP No. 72 Tahun

2005 menyebutkan bahwa perencanaan

pembangunan desa disusun secara berjangka,

yang meliputi :

Page 20: Warta Bappeda Edisi 4

18 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

a. Rencana pembangunan jangka

menengah desa yang selanjutnya

disebut RPJMDes untuk jangka waktu 5

(lima) tahun dan ditetapkan dengan

Peraturan Desa.

b. Rencana kerja pembangunan desa,

selanjutnya disebut RKPDesa,

merupakan penjabaran dari RPJMDes

untuk jangka waktu 1 (satu) tahun, dan

ditetapkan dengan Keputusan Kepala

Desa.

Dalam UU Nomor 25 tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional pada

pasal 5 menyatakan bahwa Rencana

Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Daerah

adalah dokumen perencanaan pembangunan

daerah untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan

merupakan penjabaran dari visi, misi dan

program Kepala Daerah (Gubernur dan

Bupati/Walikota). RPJM Daerah tersebut

ditetapkan paling lambat 3 (tiga) bulan setelah

Kepala Daerah dilantik dan ditetapkan dengan

Peraturan Kepala Daerah (pasal 19 (3)).

Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Desa (RPJM Desa) merupakan dokumen rencana

strategis pembangunan desa yang menjadi acuan

bagi pemangku kepentingan dalam menetapkan

kebijakan, tujuan, strategi dan prioritas program

pembangunan desa dalam rentang waktu 5 (lima)

tahun. Selain sebagai dokumen perencanaan,

RPJM Desa merupakan penjabaran dari visi, misi,

dan program Kepala Desa yang penyusunannya

berpedoman pada hasil musyawarah desa

(musrenbang desa).

Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa

disusun RPJM Desa sebagai satu kesatuan dalam

sistem perencanaan pembangunan daerah

kabupaten/Kota, sehingga dalam penyusunannya

perlu memperhatikan Rencana Pembangunan

Jangka Menengah Daerah (RPJM

Kabupaten/Kota). Dalam Peraturan Pemerintah

No. 72 Tahun 2005 tentang Desa dijelaskan

bahwa RPJM Desa ditetapkan dengan Peraturan

Desa.

Permendagri No. 66 Tahun 2007 tentang

Perencanaan Pembangunan Desa, memberi

amanah kepada pemerintah desa untuk

menyusun program pembangunannya. Forum

perencanaan yang dikenal sebagai Musyawarah

Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbang

Desa) merupakan wadah pelibatan dan aspirasi

masyarakat dalam proses perencanaan dan

penganggaran pembangunan desa, yang

diharapkan menjadi instrumen pengambilan

keputusan penting dalam upaya peningkatan

kesejahteraan masyarakat secara merata dan

berkeadilan lebih bisa tercapai.

Dalam rangka perencanaan pembangunan

nasional, pemerintah Desa harus memperhatikan

kewenangan yang diberikan oleh pemerintah

pusat dan struktur tata pemerintahan. Oleh

karena itu tujuan dan sasaran pembangunan

harus memperhatikan permasalahan yang

menjadi lingkup desa maupun amanat

pembangunan yang diberikan oleh pemerintah

daerah (Kabupaten/Kota).

Pelaksanaan kewenangan dan pengelolaan

sumber daya, pelayanan serta keuangan desa

untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat

diformulasikan dalam dokumen rencana

pembangun yang diatur dalam Undang-Undang

Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem

Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang

Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah. Dimana rencana

pembangunan menurut undang-undang tersebut

dibagi menjadi rencana pembangunan jangka

panjang, rencana pembangunan jangka

menengah dan rencana kerja pemerintah desa.

Terdapat dua dokumen rencana desa, yaitu

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa

(RPJM Desa) untuk lima tahun dan Rencana Kerja

Pembangunan Desa (RKP Desa) tahunan.

Dokumen RPJM Desa ditetapkan dalam bentuk

Peraturan Desa (Perdes) dan RKP Desa ditetapkan

dengan Peraturan Kepala Desa. RKP Desa menjadi

acuan penyusunan dokumen Anggaran

Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa) sebagai

hasil (output) dari musrenbang tahunan.

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 21: Warta Bappeda Edisi 4

19Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Sumber : Ichary Soekirno., Komite Perencana, 2015, “Spirit Perencanaan Pembangunan

Desa Berdasarkan UU No. 6/2014 Tentang Desa Serta PP 43 & PP 60 Th 2014”

RPJM - DESA MENGACU KE RPJM - KABUPATENRKP - DESA MENGACU KE RPJM - DESA

Prinsip-prinsip perencanaan, dalam

penyusunan RPJM Desa dilakukan melalui

pendekatan keterpaduan yaitu: teknokratis,

demokratis, partisipatif, politis, bottom-up dan

top down process. Hal ini dimaksudkan agar

perencanaan desa selain diharapkan memenuhi

kaidah penyusunan rencana yang sistematis,

terpadu, transparan dan akuntabel; konsisten

dengan rencana lain yang relevan; juga

kepemilikan rencana (sense of ownership)

menjadi aspek yang perlu diperhatikan, seperti

prinsip-prinsip sebagai berikut

1Strategis; dokumen RPJM Desa merupakan

suatu kerangka kerja pembangunan yang

komprehensif dan sistematis dalam

mencapai harapan yang dicita-citakan, dan

hasil dari pemikiran strategis dalam menggali

gagasan dan isu-isu penting yang

berpengaruh terhadap pencapaian visi dan

misi pemerintahan desa dan masyarakat.

Kebijakan strategis yang dituangkan dalam

RPJM Desa menentukan arah perubahan dan

orientasi pembangunan yang perlu dilakukan

untuk mencapai harapan dan kesejahteraan

masyarakat. Dengan demikian, kualitas

dokumen RPJM Desa sangat ditentukan

seberapa jauh dokumen perencanaan dapat

mengungkapkan secara sistematis proses

pemikiran strategis tersebut.

2Demokratis dan Partisipatif; RPJM Desa

merupakan dokumen milik bersama

sebagai acuan kebijakan desa yang disusun

secara partisipatif melibatkan pemangku

kepentingan, dengan prinsip musyawarah dan

partisipasi menjadi landasan dalam proses

penyusunan RPJM Desa yang dilaksanakan

secara transparan, akuntabel, dan melibatkan

masyarakat dalam pengambilan keputusan

perencanaan di semua tahapan perencanaan.

3Politis; RPJM Desa sebagai sebuah produk

politik yang dalam penyusunannya

melibatkan proses konsultasi dengan

kekuatan politis terutama Kepala Desa dan

BPD.

4Bottom-up Planning; Perencanan dari

bawah yang dimaksud bahwa proses

penyusunan RPJM Desa harus

Page 22: Warta Bappeda Edisi 4

20 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

memperhatikan dan mengakomodasikan

kebutuhan dan aspirasi masyarakat, seperti :

penjaringan aspirasi dan kebutuhan

masyarakat untuk melihat konsistensi dengan

visi, misi dan program kepala desa terpilih;

memperhatikan hasil proses musrenbang dan

kesepakatan dengan masyarakat tentang

prioritas pembangunan desa; dan

memperhatikan hasil dari proses penyusunan

usulan kegiatan desa.

5Top-down Planning; Perencanan dari atas

yang dimaksud bahwa proses penyusunan

RPJM Desa perlu bersinergi dengan

rencana strategis di atasnya dan komitmen

pemerintahan atasan berkaitan: RPJM Desa

sinergi dengan RPJM Kabupaten/Kota; dan

RPJM Desa sinergi dan komitmen pemerintah

terhadap tujuan pembangunan global seperti

Millenium Development Goals (MDGs),

Sustainable Development, pemenuhan Hak

Asasi Manusia, pemenuhan air bersih, sanitasi,

dan infrastruktur dasar.

Dialektika Proses Pembangunan Desa

Membangun

Desa

Desa

Membangun

Inisiatif Pembangunan Umumnya

Bukan dari Desa (Top Down)

Inisiatif Pembangunan dari Desa

(Bottom Up)

Program / Kegiatan ?Tata Kelola Perdesaan ?Sumber Pendanaan ?

Program / Kegiatan ?Tata Kelola Perdesaan ?Sumber Pendanaan ?

Sumber : Bappeda Provinsi Jawa Barat, 2015,

“Desa Membangun Prinsip Perencanaan Pembangunan Di Jawa Barat”

PenutupUpaya penguatan terhadap otonomi Desa

yang diharapkan bersumber dari kemandirian

Desa sebagai subsistem pemerintahan dengan

posisi terendah yang tidak dapat dipisahkan dari

sistem pemerintahan nasional, maka memerlukan

pendekatan secara komperehensif, integral,

konsisten, serta dapat meningkatkan sumber

daya manusia yang maksimal.

KesimpulanProses penyusunan RPJM Desa diharapkan

menghasilkan sebuah dokumen perencanaan

yang benar-benar berkulitas dan terukur. RPJM

Desa yang baik tidak hanya mampu

mengakomodasikan aspirasi masyarakat tetapi

memiliki bobot yang memadai, tingkat adaptasi

tinggi terhadap perubahan dan dapat

diimplementasikan secara optimal, seperti pada :

Foto:

Doku

menta

si B

appeda

Page 23: Warta Bappeda Edisi 4

21Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Hasil Proses Strategis1• Tersedianya profil desa yang berisi

status, posisi, dan kedudukan desa

dalam penyelenggaraan fungsi

pemerintahan desa, koordinasi antar

unit kerja pemerintahan desa serta

kondisi internal (kelemahan dan

kekuatan) dan eksternal (tantangan dan

peluang) dalam 5 (lima) tahun ke depan;

• Tersedianya dokumen RPJM Desa yang

telah disahkan berisikan visi, misi Kepala

Desa Terpilih; tujuan, arah, strategi, dan

kebijakan pembangunan dan keuangan

desa; prioritas program (ekonomi,

pendidikan, kesehatan, infrastruktur,

dsb.) Tolok ukur dan target kinerja

capaian program, pagu indikatif, dan

penanggung jawab kelembagaan.

Hasil Proses Demokratis 2dan Partisipatif

• Profil kebutuhan pembangunan desa

sesuai aspirasi dan kebutuhan dengan

melibatkan pemangku kepentingan.

• Naskah kesepakatan para pemangku

kepentingan dalam konsultasi publik

pada tahapan perencanaan dan

Musrenbang RPJM Desa yang berisikan

konsensus dan kesepakatan terhadap

prioritas isu pembangunan jangka

menengah, rumusan tujuan, arah,

strategi, dan kebijakan pembangunan

dan keuangan desa dan program

prioritas.

Hasil Proses Politis3• Kesepakatan dan rekomendasi hasil

konsultasi dengan BPD terkait dengan

kebijakan pembangunan desa dan

peraturan pendukung lainnya;

• Peraturan Desa (Perdes) tentang RPJM

Desa.

Daftar Pustaka :

Bintarto R., 1983, Interaksi Desa-Kota dan

Permasalahannya, Ghalia Indonesia, Jakarta

Bappeda Provinsi Barat, 2015, “Desa Membangun

Prinsip Perencanaan Pembangunan Di Jawa Barat”

pada Pelatihan Desa Provinsi Jawa Barat tahun

2015

Soekirno, Ichary., 2015, Spirit Perencanaan

Pembangunan Desa Berdasarkan UU No. 6/2014

Tentang Desa Serta PP 43 & PP 60 Th 2014 pada

Pelatihan Desa Provinsi Jawa Barat tahun 2015

Peraturan – Peraturan

Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang

Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional.

Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang

Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang

Desa

Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 tentang

Desa

Peraturan Pemerintah No. 43 tentang Peraturan

Pelaksanaan UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa

Peraturan Pemerintah No. 60 tentang Dana Desa

yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Dan

Belanja Negara

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 66 Tahun

2007 tentang Perencanaan Pembangunan Desa

Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 30 Tahun

2006 Tatacara Penyerahan Urusan Pemerintahan

Kabupaten dan Kota Kepada Desa

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 24: Warta Bappeda Edisi 4

22 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

waw

asan

pere

nca

naan

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 25: Warta Bappeda Edisi 4

23Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

Meningkatkan Produktivitas

Kerja Oleh Arif Rahman, M.MPd *

*) Pengajar Manajemen di Fidkom UIN Bandung

ada Global Competitiveness Index, Indonesia menduduki Pperingkat paling akhir di antara negara-negara ASEAN dalam urusan efisiensi pasar tenaga kerja. Hal ini berarti

banyak permasalahan dalam tenaga kerja Indonesia. Sementara sebentar lagi akan datang tenaga asing dari negara-negara ASEAN, yang membanjiri lapangan kerja sekaligus mengancam tenaga kerja Indonesia (Kementerian Perdagangan, Menuju ASEAN Economic Community 2015). Walhasil tenaga kerja Indonesia paska pemberlakukan MEA akan menjadi penonton, banyak menganggur, atau menempati posisi rendah (buruh kasar).

Page 26: Warta Bappeda Edisi 4

24 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Di antara permasalahan yang dihadapi

tenaga kerja Indonesia adalah daya saing dan

produktivitas yang rendah. Mengenai

produktivitas tenaga kerja Indonesia yang rendah,

juga dikatakan oleh Chairul Tanjung, mantan

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian,

bahwa permasalahan saat ini yang terjadi pada

pekerja Indonesia bukan terkait upah tinggi

melainkan persoalan produktivitas. Karena yang

dihitung cost upah per unit. Misalnya, upah

sekarang Rp 2,2 juta per bulan, tapi hanya bisa

menghasilkan 10 unit, maka akan menjadi mahal.

Sebaliknya, jika gaji Rp 3 juta atau Rp 5 juta, tapi

memproduksi 100 unit, maka jatuhnya murah.

Persoalan produktivitas ini sudah menjadi

persoalan yang vital dan krusial bagi tenga kerja

Indonesia. Menurut basis data 2011, bahwa

tingkat produktivitas tenaga kerja berdasarkan

PDB per pekerja, untuk negara ASEAN Indonesia

berada pada posisi kelima di bawah dari Brunai

Darussalam (USD 92,3 ribu), Singapura (USD 92,0

ribu), Malaysia (USD 33,3 ribu), Thailand (USD

15,4 ribu), Indonesia (USD 9,5 ribu), Pilipina (USD

9,2 ribu), Vietnam (USD 5,5 ribu), Laos (USD 5,0

ribu), Kamboja (USD 3,6 ribu), dan terakhir Burma

(USD 3,4 ribu) (dalam APO Productivity Databook,

2013). Wajar saja kalau tenaga kerja dari

Indonesia kalah bersaing dengan tenaga kerja

dari luar negeri.

Bagaimana dengan produktivitas SDM

provinsi Jawa Barat sendiri? Apakah nasibnya

sama dengan bangsa Indonesia? Rasanya tidak

jauh berbeda, karena Jawa Barat merupakan

bagian dari Indonesia. Dan kalau melihat tenaga

kerja, baik di Jawa Barat ataupun di luar daerah

Jawa Barat, tenaga kerja asal Jawa Barat masih

Page 27: Warta Bappeda Edisi 4

25Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

menempati posisi-posisi level menengah ke

bawah. Terlebih urusan produktivitas yang masih

diragukan oleh lembaga-lembaga dalam dan luar

negeri.

Daya saing SDM Jawa Barat berada pada

peringkat ke-6 dari 33 provinsi. Posisi yang sangat

memprihatinkan untuk Jawa Barat yang

menyandang sebagai provinsi besar dengan

segudang potensinya. Posisi ini masih bisa

dinaikkan menjadi posisi daya saing kesatu, di

antara upaya meningkatkannya ialah dengan

meningkatkan kualitas SDM dan meningkatkan

produktivitas kerjanya. Tulisan ini ingin berbagi

pandangan mengenai strategi dan hal-hal yang

menjadi perhatian dalam meningkatkan

produktivitas kerja di Jawa Barat.

Faktor Determinan Produktivitas

Persoalan produktivitas harus segera diatas,

mengingat pemberlakukan MEA tinggal 4 bulan

lagi. Tentu bukan hal mudah meningkatkan

produktivitas kerja dalam waktu kurang dari 4

bulan. Karena meningkatkan produktivitas kerja

membutuhkan perbaikan dan perubahan-

perubahan radikal dan konsisten.

Menurut hasil dari beberapa penelitian,

memperlihatkan bahwa produktivitas sangat

dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: knowledge,

skills, abilities dan behaviors (Bernandin dan

Russell, 1993: 518). Berikut penjelasannya:

Knowledge.

1 Knowledge atau pengetahuan

sesungguhnya dasar dalam pencapaian

produktivitas. Ada perbedaan substansial

antara pengetahuan dengan bidang

lainnya. Konsep pengetahuan lebih

berorientasi pada intelegensi, daya pikir,

penguasaan ilmu, serta luas sempitnya

wawasan yang dimiliki seseorang.

Pengetahuan merupakan akumulasi hasil

proses pendidikan baik, yang diperoleh

secara formal maupun non formal, yang

memberikan kontribusi pada seseorang

dalam memecahkan masalah, mencipta

atau berkarya, termasuk dalam

menyelesaikan pekerjaan. Dengan

pengetahuan yang luas seorang pekerja

akan mampu melakukan pekerjaan dengan

baik sehingga bisa meningkatkan

produktivitas.

Skills.

2 Skills atau keterampilan ini diperoleh

melalui proses belajar dan berlatih.

Keterampilan berkaitan dengan

kemampuan seseorang untuk melakukan

atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan

yang bersifat teknis, seperti keterampilan

komputer, keterampilan bengkel,

keterampilan IT, keterempilan penggunaan

teknologi komunikasi, dan lain-lain.

Seorang pekerja yang menguasai

keterampilan, akan mampu menyelesaikan

pekerjaan secara efesien sehingga bisa

mencapai produktivitas tinggi.

Abilities.

3 Abilities atau kemampuan,

terbentuk dari sejumlah kompetensi yang

dimiliki oleh seorang pekerja. Konsep ini

jauh lebih luas, karena dapat mencakup

sejumlah kompeten. Pengetahuan dan

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 28: Warta Bappeda Edisi 4

26 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

keterampilan termasuk faktor pembentuk

kemampuan. Apabila seorang pegawai

mempunyai pengetahuan dan

keterampilan yang tinggi, diharapkan

memiliki ability yang tinggi pula.

Attitude4 atau behaviors merupakan suatu

kebiasaan yang terpolakan. Jika kebiasaan

yang terpolakan tersebut memiliki implikasi

positif dalam hubungannya dengan

perilaku kerja seseorang, maka hal itu akan

menguntungkan. Apabila kebiasaan-

kebiasaan (perilaku dan sikap) pegawai

adalah baik, maka hal tersebut dapat

menjamin perilaku kerja yang baik pula.

Misalnya seorang pegawai mempunyai

kebiasaan tepat waktu, disiplin,

bertanggungjawab atas tugas dan

pekerjaan-pekerjaannya, senantiasa

menyelesaikan pekerjaan sampai tuntas,

tidak menunda pekerjaan, maka perilaku

kerja juga baik. Dengan kondisi pegawai

yang memiliki kebiasaan dan perilaku baik,

maka produktivitas pun dipastikan dapat

terwujud (Sulistiyani dan Rosidah, 2003:

200-201).

Sementara itu, Klinger dan Nanbaldian

menyatakan bahwa produktivitas merupakan

fungsi perkalian dari usaha pegawai (effort), yang

didukung dengan motivasi yang tinggi, dengan

kemampuan pegawai (ability) yang diperoleh

melalui latihan-latihan. Produktivitas yang

meningkat, berarti performansi yang baik, akan

menjadi feedback bagi usaha, atau motivasi

pekerja pada tahap berikutnya.

Mengenai proses keterkaitan di antara factor

yang mempengaruhi produktivitas kerja, Klingner

dan Nalbandian menggambarkannya pada bagan

berikut:

Feedback (Performance Appraisal)

Effort (Motivation) Ability (Training) Performance (Productivity)

Performance (Productivity)

X

Faktor Eksternal dalam Peningkatan Produktivitas� Pada pembahasan faktor determinan dalam

meningkatkan produktivitas kerja, yang terdiri

dari knowledge, skills, abilities dan behaviors,

semuanya merupakan faktor internal. Artinya

faktor yang terdapat pada diri pegawai sendiri,

yang semuanya bisa dicapai oleh setiap pegawai

atau pekerja.

Berikutnya ada juga beberapa faktor lain

yang secara tidak langsung ikut terlibat, dan

berandil besar dalam peningkatan produktivitas

kerja, di antaranya:

1Badan-badan legislatif dan eksekutif yang

harus mendukung terhadap iklim usaha di

Indonesia. Kalau kedua lembaga ini

senantiasa berseteru dan banyak

mengedepankan ego politik masing-masing

sehingga memunculkan kekacauan di bidang

politik, maka akan berimbas pada iklim lainnya.

Seperti dolar yang terus melonjak sementara

rupiah melemah. Implikasi lainnya harga-harga

produksi semakin tinggi sehingga harga jual tidak

terkendali, yang tidak bisa dijual ke pasar.

Termasuk para pemimpin ini dalam mengambil

dan membuat standar upah minimum, kebijakan

Page 29: Warta Bappeda Edisi 4

27Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

terhadap produk luar negeri dengan pembatasan

dan lain sebagainya.

2Pimpinan dan manajer perusahaan

semuanya mempunyai pengaruh besar

terhadap kemampuan pekerja melalui

pemberian motivasi dan semangat kerja pegawai,

contoh perilaku dan sikap yang baik sehingga

menjadi teladan sebagai pekerja yang patut ditiru,

berfikir dan bertindak kreatif, berpikiran dan

berpandangan jauh ke depan, untuk membuka

luas peluang-peluang lainnya demi

pengembangan perusahaan. Dengan adanya

peluang-peluang baru, maka akan tercipta

tantangan-tantangan yang bisa memicu potensi-

potensi lain yang selama ini tertutup.

3Pelatihan dengan metode dan materi yang

tepat dan ter-up date. Latih karyawan atau

pegawai dengan berbagai pelatihan yang

actual sehingga para karyawan terinstall

pengetahuan, skill dan kompetensinya. Di

samping itu, karyawan juga tidak jenuh dengan

kemampuan yang dimilikinya.

Bisa jadi karyawan tidak bisa produktif seperti

orang lain, karena tidak menguasai cara

pengerjaan sebuah produk atau sebuah

pekerjaan. Sementara ilmu pengetahuan,

wawasan di luar terus berkembang. Banyak

karyawan yang kreatif dan terampil, karena

mereka terus ditempa dengan berbagai pelatihan

dan kegiatan-kegiatan yang bisa mencerahkan

pegawai.

4Melakukan promosi jabatan dan bonus

yang tepat kepada para pegawai yang

dianggap memiliki loyalitas, dedikasi, dan

telah berkontribusi tinggi. Termasuk juga jangan

melupakan untuk melakukan evaluasi dan

pemberian sanksi terhadap pegawai yang tidak

disiplin dan tidak produktif lagi. Ketika karyawan

atau pegawai dipromosikan kepada jebatan dan

posisi yang lebih tinggi, dengan fasilitas dan gaji

yang lebih bagus, maka akan meningkatkan

semangat dan gairah bekerja untuk dirinya dan

karyawan lainnya. Hal lain efek dari pemberian

bonus, para karyawan akan merasa bahwa dirinya

merasa dilibatkan dalam urusan keuntungan.

Karyawan akan merasa bahwa keuntungan tidak

hanya dimakan oleh pimpinan atau pemilik

perusahaan, tetapi juga dibagi-bagi terhadap

karyawan yang telah bekerja keras meningkatkan

produktivitas.

5Target dan SOP yang terukur dan jelas.

Buatlah target dan SOP yang bisa dipahami

dan tersosialisasi dengan baik terhadap ke

semua karyawan. Termasuk tidak hanya kejelasan

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 30: Warta Bappeda Edisi 4

28 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

dari target-target, tetapi juga fisibilitas tujuan

secara keseluruhan (Gomes, 2003: 168). Bisa jadi

para karyawan tidak produktif karena mereka

tidak bisa memahami, atau tidak tahu akan target

dan SOP dalam mencapai target tersebut.

6Keamanan dan kesehatan. Perhatian

terhadap alat pengaman dan kondisi kerja.

Kondisi kerja yang tidak nyaman jelas akan

mengurangi kesempatan bagi pekerja untuk

bekerja secara lebih efisien dan efektif. Termasuk

jaminan kesehatan dan keselamatan akan

membuat kenyamanan para pekerja ketika

bekerja (Gomes, 2003: 168). Buatkan peraturan

dan SOP perihal karyawan sakit, penggantian

biaya berobat dan fasilitas-fasilitas kesehatan

yang bisa dimanfaatkan setiap pegawai.

Penutup� Jawa Barat yang merupakan salah satu

provinsi besar dan dekat dengan Ibu Kota Jakarta,

berpeluang besar menyokong dan menyuplai

tenaga kerja ke berbagai daerah, termasuk luar

negeri. Dari beberapa upaya dan strategi dalam

peningkatan produktivitas kerja sebagaimana di

bahas tadi, tinggal bagaimana melakukan

kebijakan dan program-program pemerintah

yang support terhadap pengembangan diri

pegawai (perusahaan). Termasuk bagaimana

pemerintah bisa melakukan trigger sampai

memberikan peluang kepada pegawai dalam

meningkatkan kompetensi dan skillsnya. Seperti

memberikan pelatihan gratis, beasiswa pelatihan

dan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi,

membuka jaringan ke luar negeri agar bisa

memakai jasa tenaga kerja asal Jawa Barat. Dan

yang terpenting adalah bagaimana menciptakan

mental-mental petarung, jiwa siap bersaing dan

selalu mencintai tantangan. Sehingga ketika

selesai mengerjakan suatu pekerjaan, maka dia

akan menciptakan tantangan lainnya untuk

segera diselesaikan.

Daftar PustakaAPO Productivity Databook 2013 ap

Benardin, John H. dan Russel, Yoyce E.A. 1993.

Human Resource Management,

McGraw Hill, Inc. Singapore

Gomes, Faustino Cardoso. 2003. Manajemen

Sumber Daya Manusia. Yogyakarta:

Penerbit Andi

Kementerian Perdagangan. Menuju ASEAN

Economic Community 2015.

Sulistiyani, Ambar Teguh dan Rosidah. 2003.

Manajemen Sumber Daya Manusia:

Konsep, Teori dan Pengembangan

dalam Konteks Organisasi Publik.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 31: Warta Bappeda Edisi 4

29Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

waw

asanp

ere

nca

naan

Perbandingan Angka

PengangguranJawa Barat

Oleh R. Maman Sukherman *

*) Bekerja pada BPS Jawa Barat, Alumni Akademi Ilmu Statisik (AIS) Jakarta (1978) dan FMIPA-UNPAD. Bandung – Jurusan Statistika (1983), Pengajar Mata Kuliah Presentasi & Interpretasi Data pada Kursus SPAMA Angkatan I s/d XIII Diklat Depdagri. Wilayah II-Bandung, Anggota IPADI (Ikatan Praktisi Dan Ahli Demogra) - Jawa Barat.

ada dasarnya perencanaan

Pekonomi adalah keharusan mutlak; karena orang

dipaksa oleh keadaan untuk membandingkan tujuan-tujuan sosial dengan sumber-sumber yang tersedia dan memutuskan bagaimana mengalokasikan sumber-sumber tersebut (Glassburner B & Chandra A, 1997). Akan tetapi, suatu fakta yang tidak dapat dibantah ialah adanya fenomena perbedaan dalam berbagai hal, diantaranya perbedaan sumber-daya alam (SDA.), sumber-daya manusia (SDM.), sumber-daya tekhnologi dan malah kerapkali terjadi perbedaan sumber-daya finansial; sehingga dalam setiap proses pembangunan sosio-ekonomi di suatu wilayah (negara/ provinsi/ kabupaten/ kota) tidak dapat dihindari munculnya suatu fenomena ketimpangan perekonomian dan sosial.

Pendahuluan

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 32: Warta Bappeda Edisi 4

30 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Fenomena disparitas (ketimpangan) sosial

maupun ekonomi, secara pragmatis merupakan

salah satu bentuk manifestasi dari ketidak-

berhasilan proses pembangunan perekonomian,

Salah satu dampak negatip dari adanya fenomena

tersebut ialah munculnya fenomena

pengangguran di masyarakat. Untuk itu

diperlukan beragam data bukan hanya data

penduduk usia kerja, akan tetapi diperlukan pula

data potensi perekonomian menurut sektor

perekonomian/ lapangan usaha, tingkat

pendidikan penduduk dan ketersediaan lapangan

pekerjaan.

Lebih jauh, fenomena insiden pengangguran

merupakan suatu bye–product (produk ikutan)

yang tidak diharapkan terjadinya, akan tetapi

terjadi karena merupakan akibat ketidak-

sempurnaan suatu system atau memang bagian

dari proses yang harus terjadi. Dari fenomena

tersebut, selayaknya salah satu ukuran yang

dapat diperlihatkan untuk melihat seberapa jauh

sukses program pembangunan sosial – ekonomi

di provinsi ini adalah kontribusi provinsi ini dalam

besaran angka pengangguran nasional.

Salah satu tehnik yang dilakukan untuk

menangkap fenomena pengangguran penduduk

usia kerja adalah dengan pendekatan statistik,

yaitu menghitung besaran persentase tingkat

pengangguran terbuka (TPT.) yang lazim

dinyatakan dalam besaran persentase ( % ).

Proses penghitungan angka tersebut diawali

dengan membuat konsep dan definisi yang baku

tentang usia kerja, sehingga dapat melakukan

segmentasi penduduk atas dua segmen; yaitu

segmen penduduk usia kerja dan segmen

penduduk bukan usia kerja.

Pembuatan konsep dan definisi tersebut tidak

semena-mena atau asal-asalan. Akan tetapi

mengikuti rekomendasi lembaga internasional

yang memiliki kompetensi untuk hal tersebut

sehingga hasil kompilasi statistik yang diperoleh

akan memiliki sifat : dapat diperbandingkan antar

negara/ regional, dapat di up-date sesuai waktu

yang direkomendasikan untuk diperbandingkan

dan dapat digunakan secara murah dan effisien

dalam perencanaan ekonomi ketenaga-kerjaan

serta dapat memberikan ruang yang luas bagi

lembaga eksekutif dan legislative bekerja-sama

membuat soft-ware di bidang ketenaga-kerjaan

berupa undang-undang, peraturan pemerintah,

peraturan daerah dan lainnya.

Orde Pemerintahan Dan Wilayah Pembangunan

Mengikuti perjalanan sejarah keberadaan

negeri ini, ada tiga orde pemerintahan yang

dikenal; yaitu : yang pertama adalah Orde Lama

(identik dengan era pemerintahan Dr.Hc. Ir

Soekarno), yang ke dua adalah Orde Baru

(pemerintahan Jenderal Soeharto, pasca peristiwa

G-30-S/ PKI, yang dilanjutkan oleh Prof Dr. BJ

Habibie) dan yang ke tiga adalah Orde Reformasi

(yang dimulai dengan pemerintahan KH

Abdurachman Wahid dan dilanjutkan oleh

Megawati Soekarnoputri).

Foto:

Doku

menta

si B

appeda

Page 33: Warta Bappeda Edisi 4

31Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Pada dasarnya ” goal target ” yang diinginkan

dalam setiap sistem pemerintahan tidaklah

berubah; yaitu perolehan kesejahteraan yang

prima bagi penduduk yang berdomisili di masing-

masing kabupaten/ kota secara khusus dan

secara umum adalah kesejahteraan bagi

penduduk yang berdomisili di negeri ini.

Walaupun demikian, proses pendekatan yang

dilakukan berbeda-beda sesuai dengan pola

pemikiran masing-masing pemerintahan yang

disesuaikan dengan kondisi dan situasi pada

kurun waktu masing-masing pemerintahan

tersebut berlangsung.

Segmentasi wilayah tersebut menimbulkan

kemajuan perekonomian yang berbeda–beda

antar wilbang., sehingga menimbulkan fenomena

disparitas sosio-ekonomi. Walaupun demikian

secara resultante, proses ini telah memberikan

suatu keberhasilan pada Provinsi Jawa Barat

(sebelum dimekarkan) memposisikan diri sebagai

1Dibentuk dengan UU No 15/ Tahun 1999 tertanggal 20 April 1999 Tentang Pembentukan Kota

Cilegon dan Kota Depok. 2Dibentuk padaTahun 1993 dengan UU No 2/ Tahun 1993 tertanggal 28 Pebruari 1993 Tentang

Pembentukan Kota Tangerang.

Wilayah Pembangunan

(Wilbang) Kabupaten/ kota

[1] [2]

Wilbang I-Banten Kabupaten Pandeglang, Lebak, Serang, dan Kota Cilegon1,

Wilbang II – BOTABEK Kabupaten/ Kota Bogor, Kabupaten/ Kota Tangerang2 dan Kabupaten/ Kota Bekasi,

Kota Depok,

Wilbang III-Sukabumi Kabupaten/ Kota Sukabumi,

Wilbang IV-Bandung Raya Kabupaten/ Kota Bandung, Kabupaten Cianjur, Kabupaten Sumedang, Kabupaten

Garut,

Wilbang V–Priangan Timur Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya,

Wilbang VI – Cirebon Kabupaten/ Kota Cirebon, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka,

danKabupaten Indramayu,

Wilbang VII - Purwasuka Kabupaten Purwakarta, Subang dan Kabupaten Karawang.

Untuk memacu pembangunan perekonomian

wilayah Provinsi Jawa Barat secara totalitas, pada

era pemerintahan Orde Baru, pemerintah daerah

Provinsi Jawa Barat melakukan segmentasi

wilayah dengan mengetengahkan gagasan

spesifikasi wilayah yang dikenal dengan

terminology wilayah pembangunan. Dalam kaitan

tersebut ada tujuh wilayah pembangunan

(wilbang) di Provinsi Jawa Barat, yaitu :

Daftar 1. Wilayah Pembangunan Di Provinsi Jawa

Barat

provinsi dengan zone per

ekonomian industri; dimulai pada Tahun 1994

dengan kontribusi sektor industri terhadap

perekonomian regional Jawa Barat sebesar 33,05

persen (BPS.Jawa Barat,1995). Dengan proses

disseminasi data, untuk mendapatkan data spatial

PDRB Provinsi Jawa Barat dan Provinsi Banten,

Sumber : BAPPEDA Provinsi Jawa Barat

3

Berdasarkan UU no 23/ Tahun 2000, tertanggal 17 Oktober 2000, tentang “ Pembentukan Provinsi Banten ”, wilayah administrasi Provinsi Banten adalah Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kabupaten Serang, Kota Tangerang Dan Kota Cilegon.

3

Page 34: Warta Bappeda Edisi 4

32 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

diperoleh informasi peran sektor industri pengolahan yang memposisikan Jawa Barat

sebagai provinsi dengan zone industri terjadi pada Tahun 1995 dengan kontribusi sektor

industri pengolahan terhadap perekonomian Jawa Barat sebesar 31,41 persen dengan

Tabel 1. Kontribusi Nilai Tambah Bruto Sektoral Atas Dasar Harga Berlaku Pada Perekonomian Provinsi Jawa Barat* Tahun 1995, 2000, 2005, 2010 dan 2013

Kode

Sektor

Kontribusi Sektoral PDRB Jawa Barat (%) Kontribusi Sektor PDRB Jawa Barat Terhadap Sektor PDB.

1995 2000 2005 2010 2013 1995 2000 2005 2010 2013 [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11]

1 16.46 14.70 11.93 12.60 11.95 12.26 13.18 12.76 9.86 9.75

2 6.78 8.96 3.08 2.01 1.74 9.79 9.93 3.89 2.16 1.82 3 31.41 40.84 44.46 37.80 34.56 16.61 23.84 22.43 18.24 17.18 4 1.50 1.98 2.89 2.76 2.73 15.37 25.72 42.18 43.35 41.66 5 6.47 2.68 2.94 3.76 4.40 10.90 6.89 5.85 4.40 5.20 6 17.59 18.17 19.08 22.38 24.44 13.50 18.25 17.27 19.57 20.09 7 4.80 3.75 5.32 7.08 8.20 9.05 11.37 11.45 12.91 13.77 8 5.01 2.73 3.03 2.74 3.01 7.36 6.72 5.11 4.53 4.72 9 9.97 6.19 7.27 8.85 8.98 14.23 9.96 10.22 10.35 9.60

Total 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 12.77 14.09 13.98 11.97 11.78

Kriteria Industri industri industri industri industri - - - - -

Sumber : BPS., dari berbagai penerbitan.

BPS Jawa Barat, PDRB Provinsi Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha 1993 - 1996.

BPS, PDRB Provinsi -provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2000 – 2004

BPS, PDRB Provinsi -provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2005 – 2009

BPS, PDRB Provinsi -provinsi di Indonesia Menurut Lapangan Usaha 2009 – 2013

Catatan : (*) = tidak termasuk kabupaten/ kota yang menjadi wilayah Provinsi Banten

(1)= sektor Pertanian, (2) = sektor Pertambangan dan Pengalian, (3) = sektor industri Pengolahan,

(4) = sektor Listrik, Gas dan Air bersih, (5) = sektor konstruksi/ Bangunan, (6) = perdagangan,

Hotel dan Restoran, (7) = Transport dan Komunikasi, (8) = Keuangan, dan (9) = Jasa-jasa.(masih

menggunakan Tahun dasar 2000)

Besaran angka kontribusi sektor pertanian pada Tahun 1995 sebesar 16,46 persen,

menunjuk kan indikasi adanya ketergantungan perekonomian Jawa Barat terhadap sektor

pertanian meskipun secara factual sektorindustri pengolahan merupakan yang paling

dominan dalam perekonomian Jawa Barat.

Kontribusi Perekonomian Jawa Barat

Pengamatan dari aspek perekonomian

dilakukan dengan menggunakan ukuran

kontribusi nilai tambah (value added) sektor

industri pengolahan terhadap besaran PDRB,

hasilnya zone perekonomian wilayah Jawa Barat

pada Tahun 2000 (saat prosesi pemekaran

administrasi Provinsi Jawa Barat dilakukan dengan

UU No 23/ Tahun 2000) berada pada posisi

perekonomian industri berdasarkan applikasi

kriteria UNIDO (mengamati bentuk tata

perekonomian regional dari aspek kontribusi

sektor industri terhadap perekonomian regional/

Kriteria UNIDO:1. daerah yang masih tradisional (% kontribusi sektor industri terhadap perekonomian di bawah 10 persen). 2. daerah transisi (% kontribusi sektor industri terhadap perekonomian 10-20 persen). 3. daerah semi industri (% kontribusi sektor industri terhadap perekonomian 20-30 persen)4. daerah industri (% kontribusi sektor industri terhadap perekonomian 30 persen). (Thee KianWie[1990], H. Suseno T.W [1997])

4

4

Page 35: Warta Bappeda Edisi 4

33Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

wilayah) dengan besaran kontribusi sektor

industri pengolahan sekitar 40,84 persen.

Pada tahun yang sama besaran kontribusi

sektor industri pengolahan provinsi derby,

Provinsi Banten, sekitar 52,64 persen.

Suatu pengamatan dilakukan dalam kurun

waktu 1995 – 2013 untuk mengetahui

perkembangan kontribusi sektor industri

pengolahan terhadap besaran PDRB Jawa

Barat dan kontribusi perekonomian Jawa Barat

terhadap perekonomian nasional secara

sektoral. Besaran kontribusi tersebut akan

memperlihatkan peran perekonomian Provinsi

Jawa Barat terhadap perekonomian nasional,

Paparan Tabel 1. memperlihatkan

kontribusi industri pengolahan Jawa Barat

terhadap sektor industri pengolahan nasional

sebesar 16,61 persen. Peran ini meningkat

pada saat prosesi pemekaran administrasi

pemerintahan provinsi pada Tahun 2000, yaitu

sebesar 23,84 persen. Pada kurun waktu Tahun

2005 – 2013, terlihat adanya pola penurunan

atas kontribusi sektor industri pengolahan

Jawa Barat terhadap besaran nilai tambah

sektor industri pengolahan nasional; yaitu

pada Tahun 2005 kontribusi sektor industri

pengolahan menjadi 22.43 persen, pada Tahun

2010 berubah menjadi 18.24 persen dan

kontribusi tahun 2013 menjadi sekitar 17.18

persen (lihat Tabel 1.).

Suatu hal yang menarik, meskipun secra

regional peran sektor listrik, gas dan air bersih

sangat kecil antara 1,50 persen (tahun 1995) –

2,89 persen (Tahun 2005 ) < 5 persen; akan

tetapi kontribusi terhadap sektor listrik, gas

dan air bersih nasional menunjukkan

peningkatan yang signifikan yaitu antara

besaran 15,37 persen pada tahun 1995 (di

bawah angka kontribusi sektor industri

pengolahan sebesar 16,61 persen) sampai

43,35 persen (di atas angka kontribusi sektor

industri pengolahan sebesar 18,24 persen)

pada Tahun 2010.

Yang perlu diwaspadai adalah penurunan

kontribusi sektor industri yang diimbangi

dengan peningkatan kontribusi sektor

perdagangan, yang memberikan signal

menurunnya keinginan para pelaku bisnis

untuk melakukan usaha di sektor industri dan

cenderung sebagai pembeli (buyer) komoditas

yang sudah tersedia di pasaran luar negeri dan

siap untuk di import ke dalam negeri.

Dampak negative dari pengaruh tersebut,

adalah meningkatnya penutupan usaha

industri dan diganti dengan maraknya

bermunculan toko-toko perdagangan yang

menjual komoditas. Salah satu yang perlu

diantisipasi adalah bertambahnya para pencari

kerja di provinsi ini, fenomena ini dapat

diamati dari besaran indikator ketenaga-

kerjaan berupa : angka Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT), Tingkat Partisipasi Angkatan

Kerja (TPAK) dan Tingkat Kesempatan Kerja

(TKK) yang setiap tahun dilakukan

pemantauan melalui survey angkatan kerja

nasional (Sakernas).

Yang perlu diwaspadai adalah penurunan kontribusi sektor industri yang diimbangi dengan peningkatan kontribusi sektor perdagangan, yang memberikan signal menurunnya keinginan para pelaku bisnis untuk melakukan usaha di sektor industri dan cenderung sebagai pembeli (buyer) komoditas yang sudah tersedia di pasaran luar negeri dan siap untuk di import ke dalam negeri.

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 36: Warta Bappeda Edisi 4

34 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Komparasi Tingkat Pengangguran

Seperti dipaparkan sebelumnya, kontribusi sektor industri pengolahan Provinsi

Banten terhadap perekonomian Banten sebesar 50,24 persen dan pada tahun yang sama

(Tahun 2000) kontribusi sektor industri pengolahan Provinsi Jawa Barat sebesar 40,84

persen. Pada kurun waktu 2010 – 2014, kontribusi sektor pengolahan Provinsi Jawa Barat

cenderung menurun secara fluktuatif; yaitu dari besaran 39,62 persen pada Tahun 2001

menjadi 34,59 pada Tahun 2013/2014. Pola yang sama berlaku pada sektor industri

pengolahan Banten, yaitu dari besaran 53,03 persen pada Tahun 2000 menjadi 45,58

persen pada Tahun 2013/2014 (lihat Tabel 2.).

Tahun Provinsi Jawa Barat Provinsi Banten Indonesia

TPAK TPT % sektor Industri TPAK TPT

% sektor Industri TPAK TPT

% sektor Industri

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]

2000 64.83 4.44 40.84 63.97 4.27 52.64 69.60 5.03 27.75 2001 54.99 6.58 39.62 52.57 7.67 53.03 58.07 4.46 30.06 2002 56.82 14.64 39.58 54.20 14.69 51.82 60.08 4.46 28.72 2003 57.42 15.40 42.58 55.07 17.45 50.71 60.43 11.39 28.25 2004 62.45 13.69 40.44 62.55 14.31 50.16 67.55 9.86 28.14 2005 61.49 15.53 44.46 61.86 16.59 49.75 66.79 11.24 27.41 2006 61.41 14.59 45.28 62.43 18.91 49.70 66.16 10.28 27.54 2007 62.50 13.08 44.97 61.57 15.75 47.80 66.99 9.11 27.05 2008 63.09 12.08 43.70 64.80 15.18 51.27 67.18 8.39 27.89 2009 62.89 10.96 40.77 63.74 14.97 49.25 67.23 7.87 26.36 2010 62.38 10.33 37.80 65.34 13.68 48.41 67.72 7.14 24.80 2011 62.77 9.83 37.11 67.79 13.06 47.65 68.34 6.56 24.34 2012 63.78 9.08 35.69 65.03 10.13 45.87 67.88 6.14 23.97 2013 63.01 9.22 34.59 63.53 9.90 45.58 66.90 6.25 23.70 2014 62.77 8.45 34.59 63.84 9.07 45.58 66.60 5.94 21.02

Tabel 2.Komparasi TPAK, TPT dan Kontribusi Sektor Industri (%) Provinsi Jawa Barat,

Banten, Dan Indonesia, Tahun 2000 – 2014

Sumber : BPS., Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia - Agustus (2001- 2004, 2006 - 2014)

BPS.,Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia - November 2005.

Suatu faktor krusial lainnya yang

memperlihatkan derajat kesehatan

perekonomian regional, ialah angka

pengangguran. Insiden pengangguran

merupakan salah satu bentuk bye–product

(produk ikutan) yang tidak diharapkan

terjadinya, akan tetapi terjadi karena

merupakan akibat ketidak-sempurnaan

suatu system atau memang bagian dari

proses yang harus terjadi. Salah satu tehnik

yang dilakukan untuk menangkap

fenomena pengangguran penduduk usia

kerja adalah dengan pendekatan statistik,

yaitu menghitung besaran persentase

tingkat pengangguran terbuka (TPT.) yang

lazim dinyatakan dalam besaran persentase

( % ).

Dikaitkan dengan kewajiban

pemerintah memberi tunjangan pada para

penduduk yang sedang menganggur, maka

untuk negara industri maju angka

pengangguran ini tidak boleh melebihi

besaran 6 % (Lester R. Brown, Kembali Ke

Simpang Jalan); karena bila melebihi angka

tersebut akan membebani anggaran untuk

tunjangan pengangguran yang umumnya

harus disiapkan dalam anggaran belanja

pemerintah bagi kalangan penduduk tanpa

pekerjaan tersebut.

Page 37: Warta Bappeda Edisi 4

Tahun

Jumlah Pencari Kerja Di Provinsi Di Pulau Jawa Dan Bali (orang) Jlh. Pencari Kerja Kont DKI-

Jakarta Jawa Barat

Jawa Tengah

DI-Jog yakarta

Jawa Timur

Banten

Bali

P. Jawa & Bali

Indonesia

Jawa Barat

IHH

[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12]

1999 668,322 1,764,384 664,921 59,236 883,478 - 43,699 4,084,040 6,030,319 29.26 0.287 2000 286,891 712,939 853,260 86,771 845,590 146,486 51,112 2,983,049 4,904,652 14,54 0.232 2001 - - - - - - - - - - - 2002 549,356 2,191,531 1,081,694 90,436 1,168,461 530,060 84,047 5,695,585 9,132,104 24.00 0.245 2003 589,682 2,047,851 1,154,080 100,818 1,642,881 530,551 101,761 6,167,624 9,939,301 20.60 0.233 2004 602,741 2,319,715 1,299,220 113,560 1,447,263 549,593 89,640 6,421,732 10,251,351 22.63 0.239 2005 652,645 2,692,226 1,641,569 140,450 1,646,056 648,124 106,430 7,527,500 11,899,266 22.63 0.239 2006 490,761 2,561,525 1,356,909 117,948 1,575,299 754,617 120,188 6,977,247 10,932,000 23.43 0.241 2007 552,380 2,386,214 1,360,219 115,200 1,366,503 632,762 77,577 6,490,855 10,011,142 23.84 0.241 2008 580,511 2,263,584 1,227,308 107,529 1,296,313 656,560 69,548 6,201,353 9,394,515 24.09 0.236 2009 569,337 2,079,830 1,252,267 121,046 1,033,512 652,462 66,470 5,774,924 8,962,617 23.21 0.232 2010 582,843 1,951,391 1,046,883 107,148 828,943 726,377 68,791 5,312,376 8,319,779 23.45 0.229 2011 555,408 1,901,843 1,002,662 74,317 821,546 680,564 52,384 5,088,724 7,700,086 24.70 0.235 2012 529,976 1,828,986 962,141 77,150 819,563 519,210 47,325 4,784,351 7,244,956 25.24 0.240 2013 467,178 1,870,649 1,022,728 63,889 871,338 509,286 41,482 4,846,550 7,388,737 25.32 0.246 2014 429,110 1,775,196 996,344 67,418 843,490 484,053 44,126 4,639,737 7,244,905 24.50 0.245

35Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Tabel 3. Jumlah Pencari Kerja Di Pulau Jawa Dan Bali Menurut Provinsi,

Kontribusi Provinsi Jawa Barat Dan Indeks Herfindahl –Hirschman,

Tahun 1999 – 2014.

Sumber : BPS., Keadaan Angkatan Kerja Di Indonesia –Agustus

Catatan : Kecuali data Tahun 2005 pada bulan Nopember, data untuk tahun lainnya dilakukan pada

Bulan Agustus

Besaran populasi pencari kerja (pengangguran) nasional akan tergantung pada

kondisi perekonomian di masing-masing provinsi, sehingga merupakan suatu perilaku

yang wajar bila diamati seberapa besar kontribusi masing-masing provinsi terhadap

besaran populasi pencari kerja nasional. Untuk itu diamati provinsi-provinsi yang

berlokasi di Pulau Jawa dan Bali, untuk melihat besaran kontribusi masing-masing

provinsi terhadap besaran populasi pencari kerja nasional.

Salah satu persoalan yang krusial adalah bagaimana kontribusi dan derajat

konsentrasi pencari kerja (penganggur) tersebut. Paparan pada Tabel 3, pada Tahun

1999 besaran populasi pencari kerja di Pulau Jawa dan Bali sekitar 4.084.040 orang

atau 67,72 persen dari populasi pencari kerja nasional; dan pada tahun 2000 (dari

angka sensus penduduk 2000) besaran populasi pencari kerja di Pulau Jawa dan Bali

sebesar 2.983.049 orang atau 60,82 persen. Sebuah informasi yang ingin diketahui

adalah di provinsi mana kaum pencari kerja tersebut terkonsentrasi ? Untuk itu dicoba

diamati dengan menggunakan besaran pencari kerja di Provinsi yang berdomisili di

Pulau Jawa dan Bali. Sebuah formula statistika yang disebut indeks Hirschman-

Herfindahl diapplikasikan terhadap data sebaran pencari kerja di provinsi yang

berlokasi Di Pulau Jawa dan Bali pada kurun waktu 1999-2014, dan hasil kompilasi

indeks Herfindahl – Hirschman untuk tahun 1999 – 2014 menunjukkan angka indeks

tersebut ada pada satu kriteria :

= Kriteria HHI untuk Pulau Jawa & Bali (0.287 - 0.229 ) > 0,18 menyatakan

konsentrasi tinggi (High concentration) ada pada Provinsi Jawa Barat.

Page 38: Warta Bappeda Edisi 4

36 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Simpulan Dan SaranAktivitas perekonomian merupakan salah

satu fenomena yang memperlihatkan pola laku

humanitas yang hidup dan bergerak di seluruh

aspek sosial maupun budaya, kerap kali

memperlihatkan pola yang sama dan sering kali

tidak menunjukkan keseragaman gerak meskipun

terjadi pada tatanan musim yang sama.

Aktivitas seluruh sektor perekonomian suatu

daerah, secara teoritis dapat diamati dengan

mengukur nilai tambah (value added) yang terjadi

dalam setiap aktivitas perekonomian.

Keseluruhan jumlah nilai tambah yang terbentuk

dari aktivitas ekonomi di daerah tersebut akan

memunculkan potensi perekonomian yang terjadi

di wilayah tersebut, dalam bahasa statistik

ekonomi regional disebut sebagai Produk

Domestik Bruto (PDB.) untuk tingkatan nasional

Sulitnya menata keharmonisan atau

keseimbangan dalam menata lapangan pekerjaan

yang sesuai dan cocok, menimbulkan ungkapan

skeptis (skeptical statement); bahwa tujuan pokok

ekonomi adalah menciptakan pendapatan bukan

pekerjaan. “ Dunia yang paling indah” adalah

dunia yang bisa menciptakan pendapatan tanpa

kerja, dan “ Dunia yang paling buruk” adalah

dunia yang tidak menciptakan pendapatan apa-

apa walau dalam keadaan bekerja penuh (Oshima

H. T.,1971).

Dari penelitian yang dilakukan, beberapa

temuan dapat dengan mengamati sebaran

pencari kerja di Pulau Jawa dan Bali:

1Tingkat pengangguran terbuka (TPT)

di provinsi yang zone

perekonomiannya termasuk zone

perekonomian industri lebih tinggi

dibandingkan provinsi yang memiliki

zone perekonomian non industri.

2Provinsi yang sama-sama memiliki

kharakteristik zone industri dengan

kontribusi sektor industri pengolahan

lebih tinggi akan memiliki TPT yang

lebih tinggi pula,

3Indeks Herfindahl- Hirschman

diapplikasikan terhadap sebaran

pencari kerja di Pulau Jawa dan Bali,

derajat konsentrasi pencari kerja di Jawa

Barat dikategorikan konsentrasi tinggi,

hal ini disimpulkan dari perolahan

besaran indeks sekitar (0.287 - 0.229 ) >

0,18 menyatakan konsentrasi tinggi

(High concentration).

Hasil kompilasi indikator ketenaga-kerjaan

pada Tahun 2013 dan 2014 besaran TPT nasional

Foto-foto: Dokumentasi Bappeda

Page 39: Warta Bappeda Edisi 4

37Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

relatif aman, yaitu pada angka 6,25 persen dan

5,94 persen (lihat Tabel 2) < 6 persen dan bukan

zone perekonomian industri serta pemerintah

tidak mengeluarkan dana tunjangan/santunan

pengangguran untuk para pencari kerja atau yang

menganggur. Untuk Provinsi Jawa Barat dan

Banten besaran TPT tersebut pada tahun yang

sama di atas 6 persen dan masuk zone

perekonomian industri (walaupun tidak

mengeluarkan tunjangan seperti di negara

industri maju), hal ini perlu diantisipasi secara

baik. Hal ini dikaitkan angka IHH menunjukkan

derajat konsentrasi pencari kerja di Jawa Barat

sangat tinggi, meskipun besaran TPT Jawa Barat

lebih kecil dibandingkan besaran TPT Provinsi

Banten dan sama-sama tidak mengeluarkan dana

program tunjangan pengangguran, akan tetapi

kehawatiran yang besar adalah peningkatan

angka insiden kemiskinan dan kriminalitas. Untuk

hal tersebut, suatu saran : “ diperlukan upaya

yang sistemik untuk mengeliminasi dan

menanggulangi dampak hal-hal tersebut ”.

Daftar PustakaBPS, PDRB Provinsi -provinsi di Indonesia

Menurut Lapangan Usaha 2000 – 2004

BPS, PDRB Provinsi -provinsi di Indonesia

Menurut Lapangan Usaha 2005 – 2009

BPS, PDRB Provinsi -provinsi di Indonesia

Menurut Lapangan Usaha 2009 - 2013

BPS Jawa Barat, PDRB Provinsi Jawa Barat

Menurut Lapangan Usaha 1993–1996, Bandung

BPS. Jawa Barat,1995,

Glassburner B & Chandra A, 1997, Ekonomi

Makro, LP3ES-Jakarta

H. Suseno T.W., No 692/ Tahun XIV/1997,

Transformasi Industri manufaktur dan Implikasi

Ketenaga-kerjaan, Jakarta

Herfindahl-Hirschman Index, Wikipedia The free-

encyclopedia

Lester R. Brown, Kembali Ke Simpang Jalan,

Yayasan Obor, Jakarta.

Thee KianWie, Prisma No 2/1990, Perubahan Ke

Arah Industrialisasi Berorientasi Ekspor-

Peluang dan Rintangan, Jakarta

Oshima H. T., 1971, “ Penyerapan Tenaga Kerja di

Asia Timur dan Asia Tenggara ”,

Malayan Economic Review Vol 16.

Page 40: Warta Bappeda Edisi 4

38 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

waw

asan

pere

nca

naan

Oleh Trisna Subarna

*) Peneliti Utama Pada Bappeda Provinsi Jawa Baratdan Guru Tidak Tetap pada SMK Pertanian Pembangunan Negeri Lembang

& Putri Nutrisi*

Kondisi Tenaga Kerja

Sektor Pertaniandi Jawa Barat

Foto:

Do

kum

enta

si B

appeda

Page 41: Warta Bappeda Edisi 4

39Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

Page 42: Warta Bappeda Edisi 4

40 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Abstrak

Sektor pertanian merupakan sektor utama

dalam penyerapan tenaga kerja bagi penduduk

Jawa Barat, setelah perdagangan dan industri.

Sektor ini secara absolut terus meningkat dari

3.811.628 orang pada bulan Agustus Tahun 2013

menjadi 4.166.407 orang pada Bulan Agustus

Tahun 2015 atau dalam kurun waktu tersebut

terjadi penambahan serapan tenaga pada sektor

pertanian kerja sebanyak 354.779 orang. Keadaan

tenaga kerja dan kesempatan kerja di Jawa Barat

ditandai oleh adanya beberapa masalah pokok

yang bersifat struktural. Masih tingginya tingkat

pertumbuhan penduduk menyebabkan tingginya

pertumbuhan angkatan kerja. Diperkirakan

pertumbuhan angkatan kerja di Jawa Barat lebih

tinggi daripada pertumbuhan penduduk oleh

karena struktur umur penduduk yang relatif

muda. Hal ini berarti banyak tenaga kerja yang

berusia muda dan umumnya kurang atau belum

trampil serta kurang pengalaman. Selain itu

masalah ketenagakerjaan juga ditandai oleh

adanya kekurang seimbangan penyebaran tenaga

kerja bila dikaitkan dengan sumberdaya alam

yang tersedia. Kondisi tersebut digambarkan oleh

perkembangan penyerapan tenaga kerja

berdasarkan lapangan usaha di Jawa Barat yang

merefleksikan proporsi penyerapan tenaga kerja

sektor pertanian masih merupakan andalan

pembangunan Jawa Barat yang ditunjukkan oleh

masih tingginya penyediaan lapangan kerja di

sektor pertanian. Utuk itu diperlukan; (1)

peningkatan kemampuan masyarakat dalam

menguasai teknologi dan informasi diperlukan

agar tenaga kerja pertanian kita mampu

berkompetisi di pasar global; (2) Pembangunan

pertanian beroriensi ekspor dan melebarkan atau

meningkatkan produk yang mempunyai

elastisitas permintaan tinggi; (3)Menciptakan

petani yang mempunyai kemampuan manajerial

yang tinggi atau petani yang mempunyai

enterpreneurship ( jiwa wirasusaha) agar mereka

mampu menggerakkan pembangunan pertanian

di berbagai tempat; (4) Diperlukan langkah

komprehensif untuk menjamin ketersediaan lahan

pertanian dalam upaya mewujudkan lapangan

kerja berbasis pertanian.

Kata Kunci: Lapangan kerja, pertanian

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 43: Warta Bappeda Edisi 4

41Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

PENDAHULUAN

Kebijakan Daerah Jawa Barat dalam bidang

ketenagakerjaan mengacu kepada Misi Pertama

pada RPJMD 2013-2018 yaitu membangun

masyarakat yang berkualitas dan berdaya saing.

Strategi pertama untuk pencapaian misi tersebut

pada bidang ketenagakerjaan ditujukan untuk

meningkatkan kualitas dan produktivitas tenaga

kerja dengan arah kebijakan peningkatan daya

saing tenaga kerja. Strategi kedua, memberikan

perlindungan bagi tenaga kerja dengan arah

kebijakan perlindungan, pengawasan dan

memberikan bantuan hukum bagi tenaga kerja

Jawa Barat. Strategi ketiga, perluasan lapangan

kerja dengan arah kebijakan (a) Peningkatan

penempatan tenaga kerja; (b) Penciptaan

lapangan kerja bagi masyarakat berkebutuhan

khusus (RPJMD Pemerintah Daerah Provinsi Jawa

Barat, 2013-2018).

Ada beberapa peran sektor pertanian dalam

pembangunan ekonomi antara lain; 1) sebagai

penyedia pangan, 2) sebagai sumber tenaga kerja

bagi sektor perekonomian lain, 3) sebagai sumber

kapital bagi pertumbuhan ekonomi modern

khususnya dalam tahap awal pembangunan, 4)

sebagai sumber devisa dan 5) masyarakat

pedesaan merupakan pasar bagi produk yang

dihasilkan dari sektor industri di perkotaan (Gillis

et al, 1992). Sektor pertanian mempunyai

kontribusi dalam pembangunan nasional dan

regional Jawa Barat, yang berperan dalam

penyerapan tenaga kerja, yang berdampak

kepada penyediaan lapangan kerja. Selama lima

tahun terakhir terjadi kecenderungan penurunan

kontribusi tenaga kerja sektor pertanian terhadap

tenaga kerja Nasional Penurunan kontribusi

penyerapan tenaga kerja sektor pertanian

terhadap keseluruhan angkatan kerja. Berkenaan

dengan hal tersebut, maka sektor pertanian perlu

melakukan perbaikan, mengingat sektor

pertanian merupakan sektor terbesar dalam

penyerapan tenaga kerja.

Indikator yang dipakai selama ini untuk

mengevaluasi kinerja pembangunan sektor

pertanian antara lain adalah Produk Domestik

Regional Bruto (PDB), penyerapan tenaga kerja,

penyedia devisa dan peranannya menurunkan

jumlah penduduk miskin yang terkait dengan

Nilai Tukar Petani (NTP). Namun demikian kinerja

pembangunan pertanian tidak lagi dilihat hanya

semata-mata dari kontribusinya terhadap

perekonomian regional dan nasional tapi juga

peranan artikulatifnya yaitu keterkaitan antar

sektor baik ke depan maupun ke belakang dan

peranan promotifnya yaitu merangsang

pertumbuhan sektor lain secara tidak langsung

dengan menciptakan lingkungan pembangunan

yang mantap.

Sektor pertanian mempunyai

kontribusi dalam pembangunan

nasional dan regional Jawa Barat,

yang berperan dalam penyerapan

tenaga kerja, yang berdampak

kepada penyediaan lapangan kerja

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 44: Warta Bappeda Edisi 4

42 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

SERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN DI JAWA BARAT

Sektor pertanian merupakan sektor utama

dalam penyerapan tenaga kerja bagi penduduk

Jawa Barat, setelah perdagangan dan industri.

Sektor ini secara absolut terus meningkat dari

3.811.628 orang pada bulan Agustus Tahun 2013

menjadi 4.166.407 orang pada Bulan Agustus

Tahun 2015 atau dalam kurun waktu tersebut

terjadi penambahan serapan tenaga pada sektor

pertanian kerja sebanyak 354.779 orang.

Penambahan serapan lapangan kerja dari sektor

pertanian tersebut tidak terlepas dari upaya

Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam

merealisasikan target serapan tenaga kerja

sebanyak dua juta orang dari berbagai sektor

pada Tahun 2018. Dengan demikian maka dengan

hanya dilihat dari sektor pertanian saja, target

dua juta serapan tenaga kerja optimis dapat di

capai.

Namun demikian, dilihat dari laju

pertumbuhan serapan tenaga kerja sektor

pertanian, target capaian tersebut perlu

diwaspadai. Data menunjukkan laju pertumbuhan

tiga sektor utama perekonomian Jawa Barat

mengalami pertumbuhan yang lamban, sektor

pertanian pada periode Agustus 2013 sampai

Agustus 2015 hanya meningkat sebesar 0,31

persen. Kondisi ini diakibatkan oleh menurunnya

laju pertumbuhan NTP yang terus menurun, yang

mengakibatkan gairah pengembangan sektor

pertanian menjadi turun. Kondisi tersebut sejalan

dengan peran sektor pertanian terhadap PDRB

Jawa Barat yang terus menurun. Untuk itu

diperlukan upaya khusus dalam meningkatkan

NTP yang erat kaitannya dengan serapan tenaga

kerja sektor pertanian melalui teknologi tepat

guna, penyuluhan dan mekanisasi serta

diversifikasi usaha pertanian.

Gambar : Serapan Tenaga Kerja Lapangan Usaha Utama di Jawa Barat

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2011,2012,2013,204, 2015 diolah

Trend lesunya penyerapan tenaga kerja pada sektor pertanian, terutama di pedesaan

membawa beberapa implikasi yang serius :

(1) Akan semakin menurunkan tingkat produktivitas kerja sektor pertanian, (kelebihan

tenaga kerja tidak dapat direspon dengan perluasan areal);

(2) Akan semakin meningkatkan pengangguran tidak kentara di pedesaan, (yang

kalau tidak segera di carikan pemecahannya akan mempunyai implikasi sosial

ekonomi yang luas);

(3) semakin sulit meningkatkan efisiensi dan produktivitas sektor pertanian.

Keragaan angkatan kerja di Jawa Barat memberikan beberapa gambaran penting nya

sektor pertanian dalam memperluas lapangan kerja, menghapus kemiskinan dan

Page 45: Warta Bappeda Edisi 4

43Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

mendorong pembangunan ekonomi yang lebih

luas (Sudaryanto dan Munif, 2005). Pertimbangan

tentang pentingnya mengakselerasi sektor

pertanian di Jawa Barat sesuai dengan pendapat

Simatupang (1997) bahwa sektor pertanian masih

tetap sebagai penyerap tenaga kerja, sehingga

akselerasi pembangunan sektor pertanian akan

membantu mengatasi masalah pengangguran.

Proporsi kesempatan kerja sektor pertanian

mengalami peningkatan yang cukup signifikan

dibanding dua sektor utama lainnya (industri dan

perdagangan/jasa). Sebagai ilustrasi proporsi

kesempatan kerja sektor pertanian Tahun 2013

sebesar 22,20 persen dan pada Tahun 2014

menurun menjadi sebesar 19,80 persen,

sementara sampai dengan bulan Agustus Tahun

2015 meningkat lagi menjadi 20,37 persen.

Lapangan kerja pada sektor pertanian yang

berdampak terhadap serapan tenaga kerja masih

menjadi piliah masyarakat Jawa Barat yang

sebagian besar berada di perdesaan, yang

dilaksanakan pada kegiatan on farm atau

usahatani budidaya. Sampai dengan Bulan

Agustus Tahun 2015, sektor pertanian, industri,

dan perdaganan /jasa menduduki tiga besar

penyerapan tenaga kerja di Jawa Barat.

Penurunan lapangan kerja pada Tahun 2014

disebabkan oleh cuaca yang ekstrim, dibeberapa

wilayah Jawa Barat terjadi banjir dan kekeringan

sehingga sebagian penduduk di pedesaan beralih

ke sektor lain.

Gambar Penduduk Jawa Barat Usia 15 Tahun Keatas Pada Sektor Pertanian, Tahun 2013-2015

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2011,2012,2013,204, 2015 diolah

Keadaan tenaga kerja dan kesempatan kerja

di Jawa Barat ditandai oleh adanya beberapa

masalah pokok yang bersifat struktural. Masih

tingginya tingkat pertumbuhan penduduk

menyebabkan tingginya pertumbuhan angkatan

kerja. Diperkirakan pertumbuhan angkatan kerja

di Jawa Barat lebih tinggi daripada pertumbuhan

penduduk oleh karena struktur umur penduduk

yang relatif muda. Hal ini berarti banyak tenaga

kerja yang berusia muda dan umumnya kurang

atau belum trampil serta kurang pengalaman.

Selain itu masalah ketenagakerjaan juga ditandai

oleh adanya kekurang seimbangan penyebaran

tenaga kerja bila dikaitkan dengan sumberdaya

alam yang tersedia. Kondisi tersebut digambarkan

oleh perkembangan penyerapan tenaga kerja

berdasarkan lapangan usaha di Jawa Barat yang

merefleksikan proporsi penyerapan tenaga kerja

sektor pertanian masih merupakan

andalanpembangunan Jawa Barat yang

ditunjukkan oleh masih tingginya penyediaan

lapangan kerja di sektor pertanian.

Foto:

Do

kum

enta

si B

appeda

Page 46: Warta Bappeda Edisi 4

44 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Gambar Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap Penyediaan Lapangan Kerja di Jawa Barat

Sumber : BPS Provinsi Jawa Barat, 2011,2012,2013,204, 2015 diolah

Penyerapan tenaga kerja yang tinggi pada sektor

pertanian di pedesaan membawa beberapa

implikasi pokok :

1Semakin menurunnya produktivitas kerja

sektor pertanian terutama di Jawa, karena

kelebihan tenaga kerja tidak dapat

direspon dengan perluasan areal;

2Meningkatnya pengangguran tidak kentara

di pedesaan, yang kalau tidak segera di

carikan pemecahannya akan mempunyai

implikasi sosial ekonomi yang luas;

3Semakin sulit meningkatkan efisiensi dan

produktivitas sektor pertanian. Beberapa

langkah strategis yang dapat dilakukan

adalah melalui optimalisasi penggunaan lahan

melalui peningkatan intensitas tanaman,

pengembangan usahatani komoditas komersial

yang bersifat padat tenaga kerja, usaha-usaha

konsolidasi lahan dan managemen usahatani,

serta pengembangan agroindustri berbasis bahan

baku setempat harus menjadi prioritas

pemerintah daerah dalam kerangka otonomi

daerah.

Penurunan PDRB Jawa Barat pada sektor

pertanian dari Tahun 2010 sampai dengan Tahun

2014 yang telah di bahas di atas tidak diikuti

penurunan penyerapan tenaga sektor pertanian.

Hal ini sesuai dengan pendapat Supriyati, Saptana

dan Sumedi (2002) yang menyatakan bahwa

dengan stabilnya jumlah tenaga kerja sektor

pertanian dan terjadinya penurunan Produk

Domestik Bruto (PDB) sektor pertanian tidak

menyebabkan penurunan produktivitas dan

pendapatan tenaga kerja sektor pertanian di

pedesaan serta ketahanan pangan. Namun

demikian sektor pertanian menanggung beban

penyerapan tenaga kerja yang semakin berat,

sehingga perlu di lihat perubahan-perubahan

sosial ekonomi secara mikro di pedesaan,

sehingga dapat diperkirakan kearah mana

perubahan-perubahan tersebut terjadi, seta

langkah antisipatif dalam merumuskan

rekomendasi kebijakan yang tepat.

Page 47: Warta Bappeda Edisi 4

45Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Terobosan dalam Peningkatan Penyediaan

lapangan Kerja Pertanian.

Untuk dapat meningkatkan gairah

pada sektor pertanian agar tetap

memberikan kontribusi pada

pembangunan ekonomi di Jawa Barat,

melalui penyediaan lapangan kerja dan

penyerapan tenaga kerja pada sektor

pertanian, maka beberapa pertimbangan

dan pemikiran yang harus diperhatikan :

1Lapangan kerja pada sektor

pertanian masih menjadi pilihan

masyarakat Jawa Barat, khususnya

di perdesaan, dengam melaksanakan

kegiatan on farm atau budidaya

pertanian. Proporsi penyerapan

tenaga kerja sektor pertanian masih

merupakan andalan pembangunan

Jawa Barat yang ditunjukkan oleh

masih tingginya penyediaan lapangan

kerja di sektor pertanian

2Sektor pertanian di Jawa Barat

merupakan salah satu sektor yang

berperan besar dalam penyerapan

tenaga kerja, yaitu menempati urutan

kedua setelah sektor perdagangan,

rumah makan dan jasa akomodasi.

Sampai dengan bulan Agustus tahun

2015, sektor pertanian, industri, dan

perdaganan /jasa menduduki tiga

besar penyerapan tenaga kerja di Jawa

Barat.

Dalam rangka itu, maka

direkomendasikan untuk dilakukan

beberapa langkah terobosan

pembangunan pada sektor pertanian,

untuk menjadi solusi yang praktis dalam

menghadapi beberapa trend penurunan

yang terjadi, yaitu :

1Pemberian penguatan melalui

subsidi pertanian (benih, pupuk,

obat,dll) dan pemberdayaan

masyarakat petani (kredit usaha tani)

untuk meningkatkan kemandirin dan

produktivitas masyarakat petani.

2Optimalisasi penggunaan lahan

melalui peningkatan intensitas

tanaman (riset pertanian, teknologi

pertanian, mekanisasi pertanian)

untuk mengantisapasi kondisi krisis

lahan pertanian,

3Pengembangan usaha tani

komoditas komersial yang bersifat

padat tenaga kerja (komoditi

berorientasi eksport), untuk

melakukan penyerapan tenaga kerja

pertanian dan peningkatan

produktivitas pertanian,

4Pengembangan agroindustri

berbasis bahan baku setempat,

untuk meningkatkan kualitas dan

daya saing daerah pada industri

pertanian (pemberian insentif atas

penggunaan bahan baku lokal).

5Konsolidasi lahan pertanian dan

managemen usaha pertanian yang

terintegrasi untuk peningkatan

produktivitas dan kualitas hasil-hasil

pertanian (pemanfaatan lahan2 PTPN

simbiosis kerjasama dengan

pemberdayaan kelompok2 petani

setempat).

Foto:

Doku

menta

si B

appeda

Page 48: Warta Bappeda Edisi 4

46 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Kesimpulan

(1) Sektor pertanian di Jawa Barat

merupakan salah satu sektor yang

berperan dalam penyerapan tenaga

kerja, yaitu menempati urutan kedua

setelah sektor perdagangan, rumah

makan dan jasa akomodasi.

Perkembangan proporsi kesempatan

kerja sektor pertanian Tahun 2013-2015

mengalami peningkatan yang cukup

signifikan dibanding dua sektor utama

lainnya (industri dan perdagangan/jasa).

(2) Keadaan tenaga kerja dan kesempatan

kerja di Jawa Barat ditandai oleh masih

tingginya tingkat pertumbuhan

penduduk menyebabkan tingginya

pertumbuhan angkatan kerja. Hal ini

berarti banyak tenaga kerja yang berusia

muda dan umumnya kurang atau belum

trampil serta kurang pengalaman. Selain

itu masalah ketenagakerjaan juga

ditandai oleh adanya kekurang

seimbangan penyebaran tenaga kerja

bila dikaitkan dengan sumberdaya alam

yang tersedia.

Rekomendasi Kebijakan

(1) Peningkatan Kemampuan menguasai

teknologi dan informasi diperlukan

untuk mengantisipasi pertanian masa

depan khususnya setelah

diberlakukannya AFTA dan WTO.

Tujuannya agar tenaga kerja pertanian

kita mampu berkompetisi di pasar

global.

(2) Mengarahkan pembangunan pertanian

ke Jawa Barat Selatan, oriensi ekspor dan

melebarkan atau meningkatkan produk

yang mempunyai elastisitas permintaan

tinggi.

(3) Menciptakan petani yang mempunyai

kemampuan manajerial yang tinggi atau

petani yang mempunyai

enterpreneurship ( jiwa wiraswasta) perlu

terus dikembangkan agar mereka

mampu menggerakkan pembangunan

pertanian di berbagai tempat.

(4) Diperlukan langkah komprehensif untuk

menjamin ketersediaan lahan pertanian

dalam upaya mewujudkan lapangan

kerja berbasis pertanian.

DAFTAR Pustaka

BPS Jawa Barat, Tahun 2012, 2013, 2014. Jawa

Barat Dalam Angka

Nizwar Syafa'at, Adreng Purwoto, Saktyanu K.

Dermoredjo, Ketut Kariyasa, Mohamad

Maulana, dan Pantjar Simatupang,

2007. Indikator Makro Sektor Pertanian

Indonesia Pusat Analisis Sosial

Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Jl. A.

Yani No. 70 Bogor 16161

Rusastra, I Wayan dan M. Suryadi. 2004. Ekonomi

Tenaga Kerja Pertanian dan

Implikasinya dalam Meningkatkan

Kesejahteraan Buruh Tani. Jurnal

Penelitian dan Pengembangan Sosial

Ekonomi Pertanian. Vol. 23 (3). Bogor.

Saktyanu K. Dermoredjo Dan Khairina Noekman,

ANALISIS PENENTUAN Indikator

Utama Pembangunan Sektor Pertanian

Di Indonesia: Pendekatan Analisis

Komponen Utama Pusat Analisis Sosial

Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.

Jalan A. Yani 70, Bogor

Statistik Ketenagakerjaan Sektor Pertanian Tahun

2014. Pusat Data Dan Sistem Informasi

Pertanian Sekretariat Jenderal -

Kementerian Pertanian 2014.

Supriyati, Saptana Dan Sumedi, 2002, Dinamika

Ketenagakerjaan Dan Penyerapan

Tenaga Kerja Di Pedesaan Jawa (Kasus

Di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah

Dan Jawa Timur) Pusat Penelitian Dan

Pengembangan Sosial Ekonomi

Pertanian, Bogor Badan Penelitian Dan

Pengembangan Pertanian, Kementrian

Pertanian RI.

Mohammad Abdul Mukhyi, 2007.Analisis Peranan

Sub sektor Pertanian dan Sektor

Unggulan Terhadap

PembangunanKawasan Ekonomi

Propinsi Jawa Barat. Pendekatan

Analisis IRIO. Simposium Nasional RAPI

VI 2007 ISSN: 1412-9612. Faku1tas

Ekonomi, Universitas Gunadarma

Page 49: Warta Bappeda Edisi 4

47Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

waw

asanp

ere

nca

naan

Kebijakan Pembangunan Berbasis Data

Dalam proses perencanaan

pembangunan dibutuhkan data

yang akurat, valid dan akuntable.

Dalam proses implementasi

pembangunan dibutuhkan dta

yang tepat sehingga kebijakan pembangunan

yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau

organisasi manapun dapat tepat guna dan

berhasil guna. Begitu juga dalam mengevaluasi

hasil dari pembangunan harus dudukung oleh

data yang tepat agar dalam proses evaluasi dapat

menjadi informasi pembangunan yang bisa

diterima oleh semua pihak. Demikian pentingnya

arti data maka dapat disimpulkan perencanaan,

implementasi dan evaluasi pembangunan harus

didukung oleh data relevan yang mampu

memberikan fakta atas proses pembangunan.

Pendahuluan

*) Fungsional Perencana Pertama, Pada Pusdalisbang Jawa Barat**) Honorer Pusdalisbang Jawa Barat

Oleh Oman Nuralam Putra*& Ihsan Ramadhan**

Foto:

Do

kum

enta

si B

appeda

Page 50: Warta Bappeda Edisi 4

48 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Data adalah catatan atas kumpulan fakta.

Bentuk jamak dari data adalah datum yang

berasal dari Bahasa Latin yang berarti “ sesuatu

yang diberikan”. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia, Data adalah Keterangan yang benar

dan nyata; Keterangan atau bahan nyata yang

dapat dijadikan dasar kajian (analisis atau

kesimpulan). Data adalah keterangan objektif

tentang suatu fakta baik dalam bentuk kuantitatif,

kualitatif maupun gambar visual (images) yang

diperoleh baik melalui observasi langsung

maupun dari yang sudah terkumpul dalam

bentuk cetakan atau perangkat penyimpan

lainnya. (Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004

tentang Sistem Perencanaan Pembangunan

Nasional). Sementara itu pembangunan

merupakan proses perubahan ke arah kondisi

yang lebih baik melalui upaya yang dilakukan

secara terencana. Proses perencanaan itu sendiri

merupakan point kajian untuk berhasilnya

pembangunan sehingga harus dilakukan dengan

baik dan komprehensif. Agar dapat menghasilkan

perencanaan yang ideal, maka setiap penyusunan

perencanaan harus menggunakan data dan

informasi yang valid dan terbaru. Tanpa data dan

informasi yang akurat, maka perencanaan yang

disusun tidak tepat sasaran, salah prioritas, salah

kebijakan,dan rentan pemborosan anggaran.

Pada akhirnya tujuan pembangunan untuk

peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak

dapat dicapai dengan efektif dan efisien.

Sebagaimana disebutkan oleh salah satu

pakar perencanaan pembangunan menyebutkan

bahwa salah satu konsekuensi yang harus

diterima dalam menyikapi peran pemerintah

daerah yang semakin besar dalam perencanaan

dan pelaksanaan pembangunan adalah

dibutuhkan data dasar/ basis data/ data base

yang lebih lengkap lagi dalam pelaksanaan

pembangunan di daerah agar setiap tahapan

pembangunan dapat dilandasi data yang lebih

aktual. ( Bagdja Muljarijadi, “ Pembangunan

Daerah di Indonesia: Paradigma baru

menghadapi era desentralisasi,” Universitas

Padjajaran, Bandung dalam Semiloka

Desentralisasi Fiskal di Indonesia, 19 Juni – 1 Juli

2000) (ci2). Dengan demikian kebijakan

pembangunan tidak didasarkan pada praduga,

perkiraan, perasaan, intuisi, asumsi ataupun

mimpi dari perorangan atau kelompok

masyarakat, akan tetapi diambil dari data yang

benar-benar memiliki akurasi dan akuntabilitas

tinggi. Apalagi apabila melihat ke negara-negara

maju (contoh Amerika Serikat dan Korea Selatan)

mereka telah mengambil kebijakan

pembangunan berdasarkan hasil riset yang

memakan waktu bertahun-tahun, sehingga pada

implementasinya sinergi dengan kebutuhan

rakyatnya.

Foto-foto: Dokumentasi Bappeda

Page 51: Warta Bappeda Edisi 4

49Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Prospek Satu Data Pembangunan di Jawa Barat

Pemerintah Provinsi Jawa Barat menyadari

arti pentingnya data untuk proses perencanaan,

implementasi dan evaluasi pembangunan.

Sehingga diterbitkanlah Peraturan Gubernur Jawa

(BAPPEDA) Provinsi Jawa Barat yang alamat

kantornya di Jalan Sangkurian Nomor 2 Bandung.

Untuk memperkuat eksistensinya maka

diterbitkanlah Peraturan Daerah (Perda) Nomor

Barat Nomor 113 Tahun 2009 Tentang Organisasi

Tata Kerja UPTB di Lingkungan Pemerintah

Provinsi Jawa Barat. Peraturan Gubernur inilah

yang melahirkan Badan Teknis yang mengelola

urusan Data Pembangunan di Jawa Barat dengan

nama Balai Pusat Data dan Analisa Pembangunan

Jawa Barat yang disingkat dengan (Pusdalisbang

Jawa Barat). Sekarang Balai tersebut dipimpin

oleh Pejabat setingkat Eselon III di bawah Kepala

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

24 Tahun 2012 Tentang Satu Data Pembangunan

Jawa Barat. Kemudian untuk lebih teknis lagi

dalam pelaksanaan Perda diterbitkanlah Peraturan

Gubernur Nomor 80 Tahun 2015 Tentang

Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor

24 Tahun 2012 Tentang Satu Data Pembanguna

Jawa Barat yang disertai dengan Keputusan

Gubernur Jawa Barat Nomor : 912/Kep.1067-

Bappeda/2015 Tentang Forum Data

Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat.

Page 52: Warta Bappeda Edisi 4

50 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Proses regulasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat

yang memiliki keinginan Data menjadi sebuah

urusan yang penting bagi proses perencanaan,

implementasi dan evaluasi pembangunan.

Langkah tersebut merupakan kemajuan di

bandingkan dengan Provinsi-Provinsi lain di

Indonesia. Karena dari laporan data tamu yang

berkunjung ke Pusdalisbang Jawa Barat hampir

dari setiap Provinsi di Indonesia telah berkunjung

untuk melakukan studi banding untuk

diimplementasikan di Provinsinya masing-masing.

Dari laporan yang mereka berikan bahwa di

daerah mereka belum ada Pusdalisbang yang

seperti berdiri atau didirikan sebagaimana di Jawa

Barat. Hal tersebut menunjukkan bahwa Jawa

Barat telah selangkah lebih maju dalam merespon

data yang harus menjadi rujukan bagi setiap

kebijakan pembangunan yang diambil oleh

Pemerintah.

Penguatan kelembagaan yang telah

dilakukan oleh Pemerintah Jawa Barat membawa

prospek data di Jawa Barat akan menuju kepada

titik terang dan menuju ke arah yang benar. Jawa

Barat telah membuat tatanan pembangunan

dengan pengambilan dasar alasan kepada objek

yang benar yaitu satu data pembangunan Jawa

Barat. Hal ini mempertegas bahwa Jawa Barat

tidak ingin salah dalam memulai langkah

perencanaan, implementasi dan evaluasi

pembangunan. Semuanya harus berawal dari data

yang akurat, valid dan akuntable agar

pembangunan bisa tepat sasaran dan dapat

dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat.

Sementara ini akibat minimnya data yang dimiliki

masih dirasakan oleh para analis kebijakan publik

sangat memprihatinkan untuk mendukung

mempertajam analisa mereka karena data

pembangunan masih tercecer di berbagai Satuan

Kerja Perangkat Organisasi Daerah (SKPD)

Provinsi Jawa Barat. Sementara untuk data-data

yang bersifat sektoral atau rinci Pusdalisbang

belum bisa menjawab secepat keinginan publik.

Hal itu dikarenakan secara tugas pokok dan

fungsi Pusdalisbang hanya bersifat kompilasi data

dari setiap SKPD tersebut. Namun ke depan

apabalia situasi dan kondisi mendukung maka

sebaiknya Pusdalisbang menuju ke arah

melengkapi semua data primer ataupun skunder

bahkan menuju ke arah melengkapi data real

time. Satu hal yang sangat mungkin terjadi di

Jawa Barat karena dukungan infra dan

suprastruktur sangat kuat, sebagai modal

tercapainya tujuan yang di cita-citakan, yaitu

terwujudnya satu data pembangunan di Jawa

Barat.

Membangun Paradigma Publik

Persepsepsi publik terhadap pentingnya data

untuk menciptakan perencanaan, implementasi

dan evaluasi pembangunan berbasis data perlu

diperjuangkan. Selama ini masyarakat cenderung

menikmati proses pembangunan dari sisi

implementasi dan hasil. Tetapi sepertinya tidak

mau mengerti dari proses perencanaan dan

evaluasi pembangunan. Bagaimana proses

perencanaan itu dibuat dengan proses yang

panjang dan bagaimana evaluasi pembangunan

dilakukan oleh para pemangku kepentingan di

birokrasi. Semestinya paradigma publik juga

bergeser dari paradigma menghakimi Pemerintah

ke arah mau mengetahui, memahami dan

mengerti apa persoalan pembangunan yang

dihadapi oleh para pelaksananya.

Apabila paradigma publik telah bergeser ke

arah mau mengetahui, memahami dan mengerti

maka akan terjadi dialog dua arah yang saling

melengkapi, saling memperbaiki dan saling

memberikan solusi alternatif. Suasana dialogis

tersebut akan terbangun ketika proses

pendidikan sudah membingkai masyarakat pada

tataran intelektual yang standar (dengan ukuran

Indek Pembangunan Manusia/IPM di atas 80

point) atau angka rata-rata lama sekolah suatu

daerah sudah mencapai 17 tahun (lulusan

perguruan tinggi). Oleh karena itu membangun

paradigma publik yang ideal tadi harus didukung

oleh pondasi pendidikan masyarakat yang

berkualitas.

Tanpa pondasi pendidikan yang berkualitas

mustahil akan tercipta suasana dialogis antara

publik dengan pelaksana pembagunan. Data

kembali menunjukkan arah langkah para

pemangku kepentingan membangun paradigma

publik yang seharusnya dilakukan. Dengan

membangun pondasi pendidikan yang kuat di

masyarakat maka dalam jangka panjang dialog

saling melengkapi dan slaing pengertian akan

terwujud.

Page 53: Warta Bappeda Edisi 4

51Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Pentingnya Komitmen Pemangku Kepentingan

Komitmen para pemangku kepentingan

khususnya jajaran birokrasi, memegang peranan

kunci penting agar data menjadi elemen dasar

bagi hadirnya kebijakan yang pro rakyat. Data

harus diosisikan sebagai persoalan penting dan

didorong menjadi persoalan vital bagi kemajuan

pembangunan. Langkah yang paling realistis

adalah bagaimana proses bergeraknya Peraturan

Gubernur Jawa Barat Nomor 80 Tahun 2015

Tentang Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 24

Tahun 2012 Tentang Satu Data Pembangunan

Jawa Barat direspon serius oleh seluruh institusi

pemerintah Jawa Barat. Bagaimana DRD dan

Kepala SKPD bersatu padu bahu membahu

mendukung upaya terwujudnya proses

pengumpulan, pengolahan dan diseminasi satu

data pembangunan di Jawa Barat itu tercipta.

Bagaimana dukungan secara regulasi di masing-

masing kantor tersebut terhadap berjalan

lancarnya proses pengumpulan, pengolahan dan

diseminasi data terjadi. Itu semu membutuhkan

komitmen para pemangku kepentingan dalam

implementasi Pergub tersebut.

Dalam Pergub tersebut sudah diatur

bagaimana proses reward (penghargaan/insentif)

punishment(hukuman/disinsentif) bagi SKPD atas

apresiasi terhadap proses pengumpulan,

pengolahan dan diseminasi data. Itu merupakan

senjata baginya untuk lebih membuat soal data

ini menjadi hal yang menarik. Sehingga persoalan

data itu tidak lagi menjadi hal yang membuat

bosan, tidak menarik dan menjenuhkan, akan

tetapa berubah menjadi sesuatu yang cantik,

anggun, menawan, menarik dan diminati semua

orang.

Bentuk komitmen para pemangku

kepentingan salah satu diantaranya adalah

dengan menganggarkan dalam program dan

kegiatannya adalah soal pengumpulan dan

pengolahan data. Hal itu harus menjadi unggulan

program dan kegiatan tidak sekedar ada untuk

menunjang agar lepas dari kewajiban

menjalankan kewajiban dari terbitnya Pergub

Nomor 80 Tahun 2015, tetapi merupakan gerakan

bersama yang ditimbulkan oleh kesadaran

kolektif. Dan bentuk komitmen yang lainnya

adalah menegaskan kepada seluruh pegawai di

lingkungan Pemerintah Daerah Jawa Barat untuk

mengetahui proses pembangunan yang berbasis

data.

Foto-foto:

Doku

menta

si B

appeda

Page 54: Warta Bappeda Edisi 4

52 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

wawasanperencanaan

Kebijakan Pembangunan Berbasis Data Berkualitas

Melihat betapa pentingnya data bagi proses

perencanaan, implementasi dan evaluasi

pembangunan maka dibutuhkan data yang

berkualitas dan akuntable, sebagaimana

tercantum di dalam vis Pusdalisbang yaitu :

Mewujudkan Satu Data untuk pembangunan

Jawa Barat yang berkualitas dan akuntabel.

Pertanyaannya adalah data yang seperti apa yang

dikatakan berkualitas dan data seperti apa yang

dikatakan sebagai data yang akuntabel?. Karena

tanpa data yang berkualitas dan memiliki

akuntabilitas tidak mungkin dijadikan referensi

dalam proses pengambilan keputusan dalam

kebijakan pembangunan.

Minimal ada 13 (tiga belas) indikator data itu

disebut sebagai berkualitas, yaitu :

1Accuracy yaitu data yang tersimpan nilainya

benar (contoh nama seseorang cocok dengan

alamatnya),

2Domain integrity yaitu nilai atributnya sesuai

dengan batasan yang diperkenankan (contoh

nilai simbol laki-laki dan perempuan),

3Data Type yaitu Nilai data disimpan dalam

tipe data yang sesuai (contoh data nama

disimpan dengan tipe text sesuai),

4Consistency yaitu nilai sebuah field data akan

sama semua dalam berbagai berkas (seperti

field produk A dengan kode 123, akan selalu

sama kodenya di setiap berkas lain),

5Redudancy yaitu tidak boleh ada data yang

sama disimpan di tempat yang berbeda

dalam satu system,

6Completeness, yaitu Tidak ada nilai atttribut

salah yang diberikan dalam system,

7Duplication yaitu tidak ada baris record yang

sama dalam satu system,

8Conformance To Business Rules yaitu sesuai

dengan aturan institusi yang berlaku (contoh

di bank loan balance = + or 0),

9Structural Definiteness yaitu dapat

didefinisikan strukturnya (seperti nama

didefinisikan sebagai firstname + middlename +

lastname),

0Data Anomaly yaitu sebuah field hanya

digunakan sesuai kegunaannya. (seperti

field address3 digunakan untuk mencatat baris

ketiga dalam alamat bukan untuk telp atau fax),

1Clarity yaitu Kejelasan arti kegunaan dan

cara penulisan sebuah data (seperti

penamaan khusus),

2Timely yaitu merepresentasikan waktu dari

data yang dimasukkan (artinya jika data

digunakan perhari maka data pada warehaouse

harus juga dibuat per hari),

3Usefulness yaitu setiap data harus benar

digunakan oleh user (pengguna),

4Adherence To Data Integrity Rules yaitu

taat pada aturan keterhubungan data

( jangan sampai ada data yang muncul tidak ada

kaitannya sama sekali dengan persoalan yang

diperlukan).

Indikator tersebut menunjukkan bahwa data

yang berkualitas akan menjamin kesuaian

Kegunaan, kesesuaian dengan representasi

kepentingan institusi, terhubung tidak hanya

dalam satu data tapi keseluruhan system, Form

dan data konsisten terhadap keseluruhan system

sehingga menjadi kumpulan data yang dapat

dipertanggunjawabkan (Datawarehouse

Akuntable). Data yang dapat

dipertnggungjawabkan juga menunjukkan bahwa

data tersebut memiliki tingkat akurasi data yang

tinggi. Data yang dikatakan akurat minimal

memiliki indikator, yaitu sesuai entitasnya, elemen

data didefinisikan menggunakan database

teknologi, elemen data menyesuaikan dengan

batasan tervalidasi, masing-masing data memiliki

tipe data yang sesuai sehingga dapat

dioperasionalisasikan sebagai database yang

akurat dan update.

Memang untuk tersedianya data yang

berkualitas dan akurat membutuhkan proses

yang terintegrasi, sistematis dan terstruktur.

Karena data yang berfiat makro dan sektoral tidak

semudah membalikan telapak tangan didapatkan.

Proses tersebut membutuhkan waktu dan ruang

yang lama sehingga menghasilkan data yang

sesuai dengan kebutuhan bagi proses

pengambilan kebijakan dalam pembangunan.

Sebagaimana dalam Undang-undang nomor 25

Tahun 2014 Tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional yang menyebutkan

bahwa pembangunan adalah proses perubahan

ke arah yang lebih baik secara terencana.

Perencanaan merupakan kajian dan analisis

1

11

11

Page 55: Warta Bappeda Edisi 4

53Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

wawasanperencanaan

mendalam untuk berhasilnya pembangunan. Agar

Menghasilkan Perencanaan Yang Ideal harus

menggunakan data dan informasi yang valid dan

terbaru. Sehingga dapat tercapai tujuan

pembangunan untuk peningkatan kesejahteraan

masyarakat dapat dicapai dengan efektif dan

efisien.

Data yang berkualitas akan sangat penting

artinya dalam menjaga kualitas pembangunan

yang dihasilkan, karena didapat dari sumber data

yang berkualitas. Sebagaimana dalam istilah

sistem informasi pengolahan data dikenal istila

“Gigo” yang merupakan kepanjangan dari

“Garbage In Garbage Out, Apabila Input Datanya

Sampah, Maka Yang Dihasilkanya Sampah Pula”.

Kita berharap out put dari data yang diambil

sebagai dasar pengambilan kebijakan dapat

berkualitas atau merupakan data berkualitas

untuk menghasilkan prodak pembangunan yang

berkualitas. Penutup

Demikian beberapa pemikiran yang

menyangkut pentingnya data dalam proses

perencanaan, implementasi dan evaluasi

Pembangunan. Tentu idealisme ini menjadi

sebuah pemikiran yang memiliki keterkaitan erat

dengan berbagai orang dengan tingkat

pemahaman yang berbeda dalam memandang

data. Oleh karena itu diharapkan tulisan ini

mampu menerobos pemikiran semua orang

dalam memposisikan data secara utuh dan

transparan. Sehingga semuanya bermuara pada

titik yang sama (kalimatun sawa) yaitu bahwa

Jawa Barat harus memiliki satu data

pembangunan yang kuat untuk proses

perencanaan, implementasi dan evaluasi

pemabngunan.

Referensi :

1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004

tentang Sistem Perencanaan

Pembangunan Nasional

2. Pergub Nomor 80 Tahun 2015, Tentang

Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 24

Tahun 2012 Tentang Satu Data

Pembangunan Jawa Barat.

3. Menuju Pusat Data Pembangunan

Daerah, Blog Kementerian Dalam Negeri,

12 Juni 2013, Ditjen Bangda-

Kemendagri.

Foto: Dokumentasi Bappeda

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 56: Warta Bappeda Edisi 4

reh

at

54 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

Page 57: Warta Bappeda Edisi 4

55Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

Oleh Lia Muliawaty*Abd. Majid**

*) PNS Bappeda Provinsi Jawa Barat**) Guru Besar Pengkajian Islam UPI

taqwadasar pembentukan karakter

Foto:

Doku

menta

si B

appeda

Page 58: Warta Bappeda Edisi 4

56 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

slam adalah ajaran Allah swt kepada umat Imanusia melalui rasul-Nya, mulai dari nabi

Adam as hatta nabi Muhammad saw. Pada

generasi nabi Muhammad ajaran itu ada di dalam

Alquran. Itu sebabnya, Allah memposisikan

Alquran sebagai hudan bagi umat manusia dan

nabi Muhammad saw diposisikan Allah sebagai

model orang yang ideal karena Muhammad

dianggap oleh Allah sebagai pribadi yang

memiliki karakter paripurna (insan kamil).

Atas dasar itulah, Allah menurunkan firman-

Nya yang pertama kepada beliau untuk segera

iqra` (membaca) fakta. Di antara yang wajib

dibaca oleh Muhammad saw saat itu adalah

karakter orang-orang Arab Makkah yang diklaim

oleh Tuhan sebagai karakter jahiliyah. Karakter

mereka sudah tidak benar baik secara teologis,

ideologis, maupun humanistik.Untuk melengkapi

pengetahuan nabi Muhammad saw, Allah

memetakan berbagai kategorisasi karakter orang

atau kelompok masyarakat, di antaranya ada

yang terkategorikan : kafir, musyrik, munafiq,

dzalim, fasiq.

Selain itu, Muhammad juga diberitahukan

untuk mempelajari kehidupan generasi manusia

sebelumnya. Ada karakter iblis, setan, Adam dan

Hawa termasuk kedua anaknya Habil, dan Qabil.

Demikian juga ada personifikasi Ibrahim, Ismail,

Yusuf, Musa, Isa, Qarun, Firaun, Maryam dengan

karakternya masing-masing. Mereka semua

itu`ibrah dan amtsal yang amat penting bagi

Muhammad saw dalam mengemban tugasnya

untuk menuntun, mengarahkan, dan membina

generasi manusia berikutnya. Dasarnya ialah

iman, ajarannya Islam dan personifikasinya

muttaqin.

Nabi Muhammad saw diperkenalkan pula

konsep dan isyarat kajian yang substansial dan

empiris-exersize seperti ihsan, shabar, tawakkal,

hubb, ridla, dan sejenisnya. Kesemuanya konsep

itu merupakan isyarat ilmiah sekaligus ranah yang

akademis bagi para ilmuwan untuk menelaah,

mengeksplorasi, mengkaji, meneliti, dan dapat

merumuskan berbagai bentuk kajian yang bisa

diimplementasikan secara terbuka kepada

masyarakat. Di sinilah posisi ilmuwan dalam

menyebarkan islam melalui dakwah ilmu, sains,

dan teknologinya.

Dalam kaitannya dengan agama, Islam yang

kita anut bisa diibaratkan sebagai ikatan transaksi

hidup seseorang dengan Allah.

Salah satu nilai dasar ajaran-Nya yakni

musyahadah (Q.s. Ali `Imran / 3:52; al-Maidah /

5:111). Syahadat berarti “kehadiran” dan

rehat

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 59: Warta Bappeda Edisi 4

57Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

“pengetahuan” bila akan dijadikan sebagai

konsep, menurut Mahmoud Syaltout, dalam

kitabnya Al-Kitab wa Alquran, Qiraah Mu`ashirah

(1991), maka kemungkinan ada dua yang

terkandung di dalamnya.

Pertama, pengenalan indera langsung atau

persepsi langsung melalui alat-alat indera atau

dengan cara mendengarkan informasional.

Kedua, ada pengetahuan yang diperoleh melalui

deduksi rasional yang merupakan teoretis. Terkait

dengan soal yang kedua ini, Allah, antara lain

menyatakan “Hari kiamat itu adalah hari yang

semua manusia dikumpulkan kepada-Nya, dan

hari itu adalah suatu hari yang disaksikan (yawm

al-masyhud)” (Q.s. Hud / 11:103). Maka yang

dimaksud dengan hari yang disaksikan (yawm al-

masyhud) itu adalah kehadiran langsung manusia

pada hari tersebut dan bukan lagi hanya sebatas

pengetahuan teoretis.

Melalui sifat rahman dan rahim-Nya, umat

manusia kembali diingatkan oleh-Nya bahwa

tugas pokok setiap orang sepanjang hayatnya

adalah mengabdikan diri dan seluruh aktifitas

kehidupannya hanya kepada-Nya. Dasar hidup

dan pengabdian itu, menurut tuntunan Alquran

haruslah dilakukan secara ikhlas agar nantinya

memperoleh restu dan ridha-Nya. Itulah

sebabnya, ikhlas ditempatkan oleh Allah sebagai

pondasi dasar dan utama bagi pelaksanaan

seluruh ibadah hamba-Nya (Q.s. al-Bayyinah /

98:4; al-Mu`min / 40:114) dan puncaknya ialah

mengharapkan ridha Allah swt (Q.s. al-Baqarah /

2:207; 256; al-Nisa / 4:114). Maka pantas bila

perilaku riya dan sejenisnya dilarang oleh Allah

dengan satu maksud agar di hari perhitungan

(yawm al-hisab) nanti hidup dan aktifitas

seseorang sepanjang hayatnya tidak

sia-sia.

Dengan adanya upaya untuk

mengetahui pondasi dan ujung

ibadah seperti itu diharapkan bisa

membentuk dan mewujudkan

karakter dan kepribadian yang oleh

Allah namai Muttaqin. Bahkan

berkali-kali Allah swt

memperingatkan hamba-Nya bahwa

dasar hidup yang benar adalah

taqwa untuk satu tujuan mencari

keridhaan-Nya (Q.s. al-Tawbah /

9:100).

Sebagai simpul keseluruhan

ajaran Islam, maka setiap ada kata taqwa selalu

diikuti dengan perintah kepada orang-orang yang

telah bertaqwa atau mutaqqin untuk

mengimplementasikan nilai-nilai taqwa itu hatta

secara berkesinambungan dengan menunjukkan

prestasi yang berkualitas tinggi sehimgga mampu

memenangkan beragam kompetisi secara sehat

dan positif dalam berbagai aktifitas.

Dalam banyak redaksi ayat Alquran maupun

hadits nabi Muhammad saw ditemukan

pernyataan bahwa keseluruhan ibadah formal

–arkan al-Islam- menjadi pijakan dasar atau basis

untuk membentuk dan meningkatkan kualitas

ketaqwaan bagi pelakunya.

Sebagai suatu simpul, maka taqwa

mengandung banyak nilai. Bila implementasi

nilai-nilai ketaqwaan seorang muslim

dihubungkan dengan kompetisi umat se-jagad

pada millennium sekarang, tampaknya ada

beberapa nilai utama yang agak diabaikan. Nilai-

nilai yang saya maksudkan adalah (1) penguasaan

ilmu pengetahuan dan teknologi, (2) kemampuan

mengefisiensikan waktu, dan (3) urgensi

kedisiplinan.

Dengan adanya upaya untuk mengetahui pondasi dan ujung ibadah seperti itu diharapkan bisa membentuk dan mewujudkan karakter dan kepribadian yang oleh Allah namai Muttaqin

rehatFoto:

Doku

menta

si B

appeda

Page 60: Warta Bappeda Edisi 4

58 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

Saham penting Islam yang telah

disumbangkan kepada masyarakat

internasional adalah terbentuknya

peradaban dan pesatnya pertumbuhan

serta kemajuan ilmu pengetahuan dan

teknologi. Hal itu, antara lain telah

dibuktikan oleh para intelektual muslim

kelas dunia pada generasi Ibn Sina, Ibn

Rusyd, Al-Khawarizmy. Di dalam buku

History of Islamic Origins of Western

Education A.D. 800-1350; With an

Introduction to Mediaeval Muslim

Education (1964) yang ditulis oleh Mehdi

Nakosteen antara lain dia nyatakan bahwa

ilmu pengetahuan Islam mengalami

kemajuan yang amat mengesankan

selama periode “abad pengetahuan”

melalui orang-orang kreatif seperti Al-

Kindi, Al-Razi, Al-Farabi, Ibn Sinan, Ibn Sina

(Avicenna), Ibn Rusyd (Averrous), Al-

Mas`udi, Al-Thabari, Al-Ghazaly, Nasir

Khusru, dan Omar Kayyam, serta yang

lainnya. Pengetahuan Islam pada masa itu,

telah melakukan investigasi dalam ilmu

kedokteran, teknologi, matematika,

geografi, dan bahkan sejarah, meski

kesemuanya itu dilakukan di dalam

framework keagamaan dan skolastikisme.

Karena itu, Islam berperan

menginternasionalkan ilmu pengetahuan.

Dari nilai dan semangat wahyu

pertama, iqra, yang diberikan kepada nabi

Muhammad saw 15 abad silam merupakan

basis bagi pengembangan ilmu

pengetahuan, teknologi, karakter, dan

peradaban. Karena itu, apabila kita simak

dengan mencermati ajaran dasar Islam,

maka ajarannya bersifat (1) kreatif dan

dinamis, (2) reaksioner dan finalistik. Bila

sifat dasar ini dipergunakan sebagai tolok

ukur untuk mengetahui kualitas karakter

dan rendahnya daya saing umat Islam bila

dibandingkan dengan apa yang dicapai

masyarakat non-Muslim di berbagai

bidang antara lain oleh karena faktor-

faktor (1) jauh dan tidak menjadikan

Alquran sebagai sumber inspirasi, (2)

menganggap teks wahyu dan hadits

sebagai rambu-rambu normatif, (3) kurang

menekuni ilmu-ilmu nalar dan filsafat, (4)

malas dan acuh terhadap perkembangan

masyarakat dunia, (5) terbuai oleh hasil-

hasil produksi dari pihak-pihak lain

sehingga lebih memposisikan diri sebagai

konsumen bukan produsen, (6) kurang

mengembangkan ilmu-ilmu praktis dan

rendahnya kreatifitas.

Obyek “bacaan” telah dihamparkan

Allah dalam bentuk alam. Untuk

mengetahui alam secara lebih mendalam

kita dibekali otak. Otak melahirkan `aql.

Untuk mengoptimalkan fungsi otak, maka

tiada jalan lain kecuali membaca, yang

merupakan unsur utama dan mendasar

memajukan manusia dalam segala segi.

Berdasarkan penelitian, setiap

manusia normal memiliki kecepatan rata-

rata membaca 300 kata per-menit dengan

score ingatan antara 40-70% dari

keseluruhan wacana yang dibacanya. Dan

jika dilatih secara berkelanjutan bisa

mencapai 600 kata per-menit dan bisa

mengingat seluruh wacana yang

dibacanya. Itu semua bisa dilakukan berkat

anugerah Allah yang tiada tara kepada

setiap manusia dan wajib

dioptimalisasikan sesuai kehendak

pemberinya. ”Demikianlah Allah

menerangkan tanda-tanda kekuasaan-

Nya, apakah kamu tidak juga

memahaminya?” (Q.s. al – Baqarah /

2:242). Otak manusia diperkirakan oleh

para ahli mengandung 10.000 juta neuron

(sel-sel kecil) otak. Otak manusia terbagi

menjadi dua belahan, yaitu kanan dan kiri.

Setiap belahan otak manusia mengandung

10.000 milyar sel-sel otak. Belakangan

ditemukan pembagiannya terdiri dari otak

kanan, kiri, dan tengah. Ketiganya

mempunyai fungsi tersendiri tetapi tetap

berada dalam satu sistem.

Obyek “bacaan” telah dihamparkan Allah dalam bentuk alam. Untuk mengetahui alam secara lebih mendalam kita dibekali otak. Otak melahirkan `aql. Untuk mengoptimalkan fungsi otak, maka tiada jalan lain kecuali membaca, yang merupakan unsur utama dan mendasar memajukan manusia dalam segala segi.

rehat

Page 61: Warta Bappeda Edisi 4

59Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

rehat

Potensi yang demikian besar itu kalau kita

manfaatkan seoptimal mungkin maka bisa

dipastikan mendatangkan sejumlah manfaat bagi

kehidupan, pengabdian, dan menunjang peran

kekhalifahan manusia di planet bumi ini. Namun

sayang sekali anugerah itu, menurut perkiraan

para ahli, rata-rata orang baru bisa

memanfaatkan potensi itu sekitar 1%. Sampai

saat kini, secara maksimal baru mencapai 10%

penggunaannya oleh manusia setingkat filosof-

filosof kelas dunia yaitu Plato, Aristoteles, dan

Socrates.

Demikian halnya pemanfaatan waktu secara

efisien ternyata dalam suatu penelitian

menunjukkan bahwa masyarakat muslim tidak

efisien, dan tidak produktif mempergunakan

waktu. Fakta membuktikan bahwa baru ada tiga

negara yang masyarakatnya sangat produktif

mempergunakan waktu, yaitu:

Tahun Negara Israel Jepang Amerika

1970 1975 1980

43,1 jam 40,3 jam 38,3 jam

43,3 jam 38,3 jam 41,2 jam

39,8 jam 39,5 jam 39,7 jam

Dikutip dari : Statistical Year Book AnnuairieStatistique 1981/87, New York, 1938.

Dari segi konsep dan efisiensi waktu, ini

sebenarnya merupakan salah satu prinsip ajaran

Islam yang masih banyak diabaikan oleh kita

dalam berkompetisi secara sehat untuk meraih

masa depan yang jauh lebih gemilang.

Sedangkan tingkat kedisiplinan kita juga

masih sangat rendah dalam segala hal. Islam

mengajarkan kita mengenai pentingnya disiplin.

Disiplin merupakan karakter yang amat penting

ditanamkan kepada setiap individu sejak kecil.

Klimaks disiplin adalah perilaku taat atau patuh

yang sangat terpuji dan tidak melanggar aturan

Tuhan. Ini berhubungan erat dengan soal

keinsafan dan keyakinan terhadap adanya Tuhan

Yang Maha Esa hadir (Omnipresent ) yang selalu

mengawasi serta tidak pernah absent dalam

kehidupan kita. Perhatikanlah beberapa ayat yang

berhubungan dengan masalah ini di dalam

Alquran antara lain di dalam surah: al-Hadid /

57:4; al-Zalzalah / 99:7-8; al-Baqarah/ 2:115; al-

Mujadilah / 58:7 dan al-`Ashr / 103:1-3.

Pertanyaannya ialah, derajat dan kualitas

taqwa bagaimana yang diharapkan oleh Allah

dari tiap-tiap prosesi ibadah hamba-Nya? Kalau

kita mempelajari berbagai redaksi Alquran dan

beberapa informasi matan hadits nabi

Muhammad akan memperoleh kesimpulan bila

seseorang telah mengimplementasikan nilai-nilai

ketaqwaannya serta menjauhi larangan-Nya.

Mengapa mesti demikian?

Dalam banyak fakta kita melihat dan

menyadari sendiri bahwa ajaran-ajaran Allah dan

Rasul-Nya umumnya sekedar pada tatanan

hapalan dan bacan-bacaan harian belum sampai

ke tingkat aplikasi. Bahkan ada kecenderungan

belakangan ini, ada di antara umat muslim yang

beragama pada tahap pemuasan dan kebutuhan

logika dan pengetahuan semata. Ajaran tinggal

ajaran, solusi kehidupannya sibuk cari sendiri

formulanya.

Menarik, dengan adanya pembelajaran dari

mengapa Allah mengutuk kaum Yahudi pada

zaman dahulu kala (Q.s. al-Maidah / 4:41-50),

oleh karena model keberagamaan mereka seperti

yang oleh masyarakat Barat sebut secular.

Pelajaran itu bisa jadi bagian dari cara mengkritisi

keislaman kita selama ini yang belum “membumi”

dalam segala aspek kehidupan penganutnya. Hal

seperti ini banyak pula didukung oleh sistem nilai

dan budaya-budaya lokal daerah.

Dengan demikian, sikap, perilaku, nilai dan

budaya lokal suatu masyarakat turut andil atas

paham dan praktik keberagaman masyarakat

setempat. Maka Islam menyikapi budaya ialah

mentolerir yang sejalan atau menolak yang

bertentangan dengannya.

Mempelajari berbagai indikator dari nilai-nilai

taqwa yang dapat kita baca dari teks-teks

keagamaan Islam -Alquran dan Hadits- bisa

berkesimpulan bahwa taqwa adalah keseluruhan

konsep nilai Islam. Jadi, kepribadian manusia yang

bertaqwa ialah mereka yang taat sepenuhnya

kepada hukum-hukum Allah dan

mengimplementasikannya ke dalam profesinya.

Page 62: Warta Bappeda Edisi 4

60 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

rehat

Pendidikan Budi Pekerti

Sebagai sebuah rangkaian generasi

dalam komunitas bangsa kita mengakui

masih adanya sikap dan perilaku yang

agak sulit untuk dirubah di dalam

berbagai sisi kehidupan masyarakat kita.

Seiring dengan konsekuensi logis dan

komitmen moral dari gerakan reformasi

(ishlah) dalam segala bidang kehidupan

berbangsa dan bernegara kita telah

memunculkan suatu kesadaran baru

bahwa untuk membenahi keadaan, perlu

kiranya kita kembali ke akar persoalan

yaitu bagaimana agar pembangunan

mental, budi pekerti individu dan

masyarakat kita memperoleh prioritas

utama dalam segala macam pekerjaan

kita.

Istilah budi pekerti adalah pemaknaan

yang menjadi kearifan lokal masyarakat

kita terhadap akhlaq al-karimah atau sifat-

sifat terpuji. Sifat atau perilaku terpuji yang

dimaksud tentu menurut ukuran Allah dan

Rasul-Nya. Dan nabi Muhammad telah

mempraktikkan akhlaq al-karimah itu

sehingga memperoleh pujian dari Allah

“Dan sesungguhnya kamu benar-benar

berbudi pekerti yang agung” (Q.s. al-

Qalam / 68:4). Bahkan isteri beliau, `Aisyah

ra, menyatakan kana khuluquhu Alquran.

Dampak dari pelaksanaan ketiga tolok

ukur tersebut akan dirasakan oleh yang

bersangkutan dan masyarakat secara luas.

Adapun praktik dan model akhlaq mulia

dan dikehendaki oleh Allah swt,

keseluruhannya telah dilaksanakan oleh

Muhammad Rasulullah saw semasa

hidupnya. Karena itu adalah tidak

berlebihan jika Muhammad Quraish

Shihab (1996) berkata, Muhammad bin

'Abdullah itu adalah “Alquran berjalan”.

Beliau adalah teladan dan idola kita

semua. Allah menegaskan hal itu melalui

firman-Nya “Sesungguhnya telah ada pula

pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang

baik bagimu, yaitu bagi orang yang

mengharapkan rahmat Allah dan

kedatangan hari kiamat dan dia banyak

menyebut nama Allah” (Q.s. al-Ahzab /

33:21)

Ada tiga komponen

utama dalam pendidikan

budi pekerti ini yang

menjadi tolok ukur,

yaitu adanya

sikap

istiq

amah

(consis

tent)

keteladanan

(behavioristic)

peles

taria

n nila

i-nila

i

(val

ues p

erpet

uatio

n)

ajar

an Is

lam

Foto:

Doku

menta

si B

appeda

Page 63: Warta Bappeda Edisi 4

61Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

rehat

Mengapa? Karena nabi Muhammad

sepanjang hayatnya telah melaksanakan

ajaran Allah sebagai yang terkandung di

dalam Alquran dalam semua segi

kehidupannya, mulai dari masalah-

masalah pribadi sampai kepada urusan

kenegaraan. Muhammad, menurut Naquib

al-Attas (1978) bahwa Ia adalah manusia

yang memberikan kepada kita Alquran

seperti yang diwahyukan oleh Allah

kepadanya, yang telah memberi kita

pengetahuan mengenai identitas dan

nasib kita, yang hidupnya merupakan

penafsiran yang jitu dan sempurna dari

Alquran sehingga hidupnya menjadi fokus

dari hal-hal yang harus kita tiru dan

menjadi semangat sejati yang

membimbing hidup kita, adalah nabi

Muhammad saw.

Meskipun nabi Muhammad saw telah

lama meninggalkan kita namun pedoman

perilakunya tidak meninggalkan kita yakni

Alquran dan perilaku nyata beliau sebagai

yang terbaca dalam sabda-sabdanya

sendiri. Di sinilah kita perlu

mengembangkan etos kerja dengan

manajemen yang berbasis Qurani atau

dalam istilah lain, tantangan yang

mendesak bagi umat Islam menurut

Nurcholish Madjid (1979) adalah

bagaimana melepaskan energi yang ada

dalam Alquran. Diperlukan adanya

perubahan paradigma terhadap Alquran

dari membaca ke pemahaman yang tepat,

rasional, dan mengimplementasikan isinya.

Persoalan ini telah diisyaratkan oleh

Allah swt melalui firman-Nya

“Sesungguhnya telah Kami turunkan

kepada kamu sebuah kitab yang di

dalamnya terdapat sebab-sebab

kemuliaan bagimu. Maka apakah kamu

tidak memahaminya” (Q.s. al-Anbiya /

21:10). Jadi kalau ada pertanyaan, di

manakah letak kunci sukses keberhasilan

nabi Muhammad saw dalam membangun,

memimpin dan membawa umat manusia

keluar dari krisis jahiliyah ke sikap tauhid?

Tiada lain karena nabi Muhammad saw

konsisten mengikuti petunjuk Allah

sebagaimana yang termaktub di dalam

kitab suci Alquran secara utuh dalam

kehidupannya. Pandangan dan gambaran

kehidupan di atas dapat kita pahami dari

penjelasan Alquran yang menyatakan “Hai

orang-orang yang beriman, masuklah

kamu ke dalam Islam keseluruhannya, dan

janganlah kamu turuti langkah-langkah

syaithan. Sesungguhnya syaithan itu

musuh yang nyata bagimu” (Q.s. al-

Baqarah / 2:208).

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 64: Warta Bappeda Edisi 4

62 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

rehat

Peradaban Global

Islam juga diakui para orientalis, misalnya

pengakuan dalam bentuk pernyataan bahwa

Islam is the future wave of the world (Islam

adalah gelombang dunia masa depan).

Setidaknya, demikian pernyataan menarik yang

bisa kita simpulkan dari dua buku Civilization on

Trial dan A Study of History yang ditulis oleh

Arnold Toynbee, seorang sejarawan kawakan dari

Inggris. Ketika para ilmuwan meneliti dan

berkesimpulan bahwa latar belakang satu

manusia dengan yang lainnya.

Fakta ini menegaskan bahwa ada kesadaran

baru internasional bahwa manusia adalah

makhluk yang satu, saling tergantung dan

bergantung dengan pihak lain. Ketergantungan

tertinggi manusia adalah kepada Allah pencipta

semesta alam. Allah swt telah menjelaskan

perspektif kehidupan ini di dalam Q.s. al-Baqarah

/ 2:213 dan al-Maidah / 5:48.

Islam telah memberitahukan kepada umat

muslim jauh sebelumnya bahwa manusia memiliki

karakter kompetitif. Di sini tipologi dan karakter

manusia dibentuk. Namun yang terpenting dan

amat dibutuhkan oleh Allah swt dari hamba-Nya

adalah terbinanya hubungan kesetaraan antar

manusia dengan cara saling mengenal karakter

atau watak-watak dasar dan lingkungan sosial

sebagai basis membangun interaksi secara

dinamis dan positif. Dari semua itu, Allah akan

menilai siapa di antara kalian yang paling

berprestasi dan taat kepada-Nya. “Hai manusia,

sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari

seorang laki-laki dan seorang perempuan dan

menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan

bersuku-suku supaya kamu saling kenal

mengenal. Sesungguhnya orang yang paling

mulia di antara kamu adalah orang yang paling

bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah

Maha mengetahui lagi Maha Mengenal” (Q.s. al-

Hujurat / 49:13).

Inilah maknanya mengapa umat manusia

diminta oleh Allah swt untuk lebih menonjolkan

karakter ketaqwaan dalam kompetensi global,

bukan menonjolkan ras, etnik, bangsa atau dari

negara mana ia berasal. Islam secara tegas

mengajarkan egalitarianisme atau paham

kesederajatan di hadapan Tuhan.

Islam, menurut pandangan Louise Marlow

dalam salah satu bukunya, Hierarchy and

Egalitarianism in Islamic Thought (1997) adalah

agama yang paling tidak mengenal budaya

kompromi dalam keteguhannya bahwa semua

umat manusia sama kedudukannya di hadapan

Tuhan. Di hadapan Allah, perbedaan derajat dan

kekayaan tidaklah berarti, dua prasyarat utama

yang perlu diperhatikan oleh siapa saja manakala

ingin berkarakter unggul dan maju dalam setiap

kompetisi yaitu iman dan taqwa, sebagaimana

yang difirmankan Allah swt dalam Alquran

“…niscaya Allah akan meninggikan orang-orang

yang beriman di antaramu dan orang yang diberi

ilmu pengetahuan beberapa derajat” (Q.s. al-

Mujadilah / 58:11)

Dari ayat ini nampak jelas bahwa yang segera

kita tingkatkan agar derajat umat Islam naik di

mana pun adalah dengan cara (1) meningkatkan

kualitas iman, dan (2) memperbaiki pradigma dan

kualitas berpikir. Khusus yang berkaitan dengan

kualitas berpikir ini, Ibn Miskawaih dalam

bukunya Tahdzib al-Akhlaq (1985) menyatakan

bahwa perilaku, kebaikan dan kualitas seseorang

Foto:

Doku

menta

si B

appeda

Page 65: Warta Bappeda Edisi 4

63Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

rehat

sesungguhnya terletak pada fakultas berpikirnya.

Manusia yang paling baik adalah yang paling

mampu melakukan tindakan secara tepat

buatnya, yang paling memperhatikan syarat-

syarat substansinya, dan yang membedakan

dirinya dari sebuah benda alam yang ada.

Dengan adanya konsepsi ini, umat Islam tidak

pernah mengalami kendala, karena melalui

Alquran, Allah swt telah mengingatkan dan

menuntun manusia ke arah itu. Sedangkan

persoalan besar bagi kita ialah implementasinya.

Tidak ada yang tidak bisa kita wujudkan, sebab

Allah telah mendorong manusia melalui firman-

Nya “Kamu adalah umat yang terbaik yang

dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang

ma`ruf dan mencegah dari yang munkar dan

beriman kepada Allah” (Q.s. Ali `Imran / 3:110).

Sudah barang tentu ini amat bergantung

kepada kesadaran dan kemauan kaum muslim,

baik secara individual maupun kolektif. Kita

memohon dan terus mengusahakan agar seluruh

ibadah dan kehidupan kita semakin bermakna

sehingga bisa dijadikan modal untuk

meningkatkan prestasi dan daya saing secara

lebih profesional sesuai bidang pekerjaan

masing-masing.

Segala macam upaya konstruktifikasi positif

akan bisa diraih serta berbagai ekses negatif

peradaban globalisasi akan dapat dihindari dan

diatasi, selama seseorang dan masyarakat

memiliki komitmen kuat yang menempatkan

iman-taqwa yang diajarkan oleh Allah dan Rasul-

Nya sebagai basis dan tolok ukur kehidupannya.

Hal itu mustahil akan bisa raih tanpa adanya

kepeloporan dari karakter yang terpuji untuk

mewujudkan keimanan dan ketaqwaan melalui

akhlak mulia dari pribadi insan-insan muttaqin.

Insya Allah puasa ramadlan kita telah menaikkan

derajat taqwa kita.

Bila puasa dasarnya iman tujuannya taqwa,

maka haji yang akan kita lakukan dasarnya taqwa

tujuannya ridla Allah swt. Maka boleh jadi ibadah

haji seseorang sangat ditentukan oleh derajat dan

kualitas ketaqwaan yang diperoleh dari ibadah

puasanya.

Daftar Pustaka

Departemen Agama RI. 1971.

AlqurandanTerjemahannya. Jakarta:

Jamunu.

Marlow, Louise. 1997. Hierarcy and

Egililitarianisme in Islamic Thought.

Cambridge: University Press.

Nakosteen, Mehdi. 1964. History of Islamic.

Colorado: University of Colorado Press,

Boulder.

Shihab, M. Quraish. 1996. “Membumikan” Al-

Quran. Bandung: Mizan.

Undang-undang RI Nomor 14 Tahun 2005

tentangGuru danDosen. Bandung: Citra

Umbara.

Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003

tentangSistemPendidikanNasional.

Bandung: Citra Umbara.

Miskawaih, Ibn, Abu Ali Ahmad. 1405 H./1985 M.

Tahzib Al-Akhlaq. Dar Al-Kutub Al-

`Ilmiyyah.

Foto:

Doku

menta

si B

appeda

Page 66: Warta Bappeda Edisi 4

64 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

lip

uta

n

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 67: Warta Bappeda Edisi 4

65Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

Membangun Jabar Maju dan Sejahtera untuk Semua Lebih Jauh tentang Kebijakan dan Implementasi Program CSR di Jawa Barat

MitraBersama

Page 68: Warta Bappeda Edisi 4

66 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

liputan

Lebih Jauh tentang Kebijakan dan Implementasi Program CSR di Jawa Barat

Selalu ada hubungan timbal-balik antara dunia usaha dan pemerintah.

Gerak pembangunan senantiasa membutuhkan investasi. Pada saat

yang sama, masyarakat menjadi bagian tidak terpisahkan dari

pembangunan itu sendiri. Sinergi inilah yang kemudian melahirkan

konsep Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP) atau lebih beken dengan nama Corporate Sosial Responsibility (CSR). Di Jawa

Barat, sinergi para pihak ini kian komplit dengan adanya transformasi

paradigma pembangunan dari tripple hellix menjadi Jabar Masagi.

Tonggak sejarah itu dibangun empat

tahun lalu, 14 Januari 2011. Tempat

kelahirannya juga tak kalah bersejarah,

Gedung Negara Pakuan. Tidak kurang

dari pimpinan daerah, wakil rakyat,

dunia usaha, media, hingga figur publik turut

bersepakat untuk bersama-sama bersinergi

membangun Jawa Barat melalui program CSR dan

Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL).

Kesepakatan itu kemudian diberi nama Komitmen

Bandung: Deklarasi Jabar Maju Bersama Mitra.

“Kami, para pihak di Jawa Barat secara

bersama-sama meyakini perlunya kerjasama

untuk menghasilkan kinerja dan karya

pembangunan yang lebih baik dan monumental.

Kami sepenuhnya siap melakukan kemitraan yang

saling mempercayai untuk tercapainya efektivitas

dan percepatan pembangunan. Kami siap

mewujudkan gerakan bersinergi dalam

membangun Jawa Barat melalui pengembangan

implementasi Program Corporate Social

Responsibility serta Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan untuk dua misi utama, yaitu

kemanusiaan dan lingkungan (humanity and

environment).”

Itulah petikan komitmen yang turut

ditandatangani Gubernur Jawa Barat Ahmad

Heryawan, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD) Jawa Barat periode 2009-2014

Irfan Suryanagara, Managing Director Putra

Sampurna Foundation Neni Soemawinat,

Pemimpin Umum Harian Pikiran Rakyat Syafik

Umar, hingga Mojang Jabar 2004 Tina Talisa. Dua

tahun kemudian, komitmen CSR-PKBL ini

dikukuhkan melalui Peraturan Daerah Provinsi

Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2013 tentang

Pedoman Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

Perusahaan serta Program Kemitraan dan Bina

Lingkungan di Jawa Barat. Perda ini yang

kemudian menjadi rujukan utama program CSR

dan PKBL di Jawa Barat.Foto: Dokumentasi Net

Page 69: Warta Bappeda Edisi 4

67Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

liputan

Nah, rujukan itu pula yang menjadi salah satu

sajian utama diseminasi Kebijakan dan

Implementasi Program CSR di Jawa Barat oleh

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

(Bappeda) Jawa Barat sekaligus Sekretaris Tim

Fasilitasi CSR Jawa Barat Deny Juanda Puradimaja

di Karawang International Industry City (KIIC)

pada 11 November 2015. Diseminasi ini diikuti

sejumlah perusahaan yang beroperasi di KIIC dan

pemangku kepentingan lain di Kabupaten

Karawang, termasuk Kepala Bappeda Kabupaten

Karawang.

Jawara InvestasiBesarnya jumlah perusahaan di Jawa Barat

menjadi alasan mengapa sinergi CSR dan PKBL

menjadi begitu penting. Sampai 2015 ini tercatat

Jawa Barat memiliki 5.861 industri besar, baik

penanaman modal asing (PMA) maupun

penanaman modal dalam negeri (PMDN). Jumlah

ini belum termasuk lebih dari 199 ribu industri

kecil menengah dan 8,6 juta unit usaha mikro.

Tentu, jumlah melimpah ruah itu tak bisa serta

merta disasar sekaligus.

“Program CSR-PKBL Jabar sementara ini akan

fokus kepada kelompok sasaran 3.532 industri

besar dan 72 badan usaha milik negara (BUMN)

yang beraktivitas di Jawa Barat,” ungkap Kepala

Bappeda Jabar saat memberikan sambutan pada

diseminasi yang turut menghadirkan narasumber

PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia

tersebut.

Kepala Bappeda

Jabar berharap

perusahaan-

perusahaan swasta

berbasis kawasan industri

seperti yang beroperasi di KIIC

dapat bergabung menjadi mitra CSR Jabar serta

meminati program dan kegiatan pembangunan

yang ditawarkan pemerintah daerah. Meski

begitu, bukan berarti sebelumnya tak ada CSR di

Jawa Barat. Selama ini, pelaksanaan tanggung

jawab sosial perusahaan, baik melalui program

CSR bagi perseroan maupun melalui PKBL bagi

BUMD dan BUMN telah berjalan. Cuma saja, perlu

upaya-upaya peningkatan derajat sinergitas dan

sinkronisasi kegiatan antara pemerintah daerah

dan dunia usaha.

Sekretariat Tim Fasilitasi CSR Jabar mencatat,

sampai 2015 jumlah perusahaan yang telah

bergabung dan bersinergi mencapai 73

perusahaan. Jumlah itu terdiri atas 36 BUMN, tiga

BUMD, dan 34 perusahaan swasta PMA/PMDN.

“Program CSR-PKBL Jabar sementara ini akan fokus kepada kelompok sasaran 3.532 industri besar dan 72 badan usaha milik negara (BUMN) yang beraktivitas di Jawa Barat,”

Foto:

Doku

menta

si B

appeda

Page 70: Warta Bappeda Edisi 4

68 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

liputan

Lebih jauh Kepala Bappeda Jabar

menjelaskan, investasi menjadi faktor yang

penting untuk pembangunan Jawa Barat.

Investasi akan berperan penting terhadap

pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan

kerja, dan akan memberikan dampak dan manfaat

ganda bagi banyak pihak termasuk perusahaan,

masyarakat, dan pemerintah. Karena investasi

besar tidak mungkin dibiayai hanya oleh

pemerintah, sambungnya, maka dibutuhkan

kontribusi investasi dari dunia usaha dan

masyarakat untuk meningkatkan pertumbuhan

ekonomi Jawa Barat.

“Kita patut bersyukur bahwa sampai saat ini

Jawa Barat masih menjadi daya tarik bagi

berbagai jenis investasi. Ini satu anugerah bagi

Jawa Barat karena kebayang kalau industrinya

sepi maka lalu banyak penganggur. Kita

beruntung karena 60 persen industri manufaktur

di Indonesia ada di Jawa Barat. Industri terutama

berkembang di Cikarang, Bekasi, dan Karawang.

Sebentar lagi Purwakarta dan Subang. Wajar bila

kemudian Jawa Barat dikukuhkan sebagai salah

satu regional champion investasi di Indonesia,”

papar guru besar bidang Hidrogeologi Daerah

Gunung Api dan Karst ini.

Jabar Masagi Kepala Bappeda Jabar menjelaskan, investasi

dunia usaha menjadi penting bagi pembangunan

di Jawa Barat. Melalui praktik investasi dan bisnis

yang bertanggung jawab sosial, sebuah

perusahaan akan berorientasi manfaat baik secara

ekonomi, sosial maupun lingkungannya. Inilah

yang kemudian dikenal sebagai konsep Jabar

Masagi.

Jabar Masagi adalah transformasi dari tripple

hellix 'Segitiga-ABG' (academician, business and

government) menjadi 'Segiempat-ABCG' berupa

empat pilar utama pembangunan. Yakni,

academician, business, community, and

government (ABCG) dan satu simpul laws and

regulation dengan stakeholders pattern ABCG ini.

Dengan demikian, peran aktif positif dari

komunitas menjadi bagian penting dalam proses

perencanaan.

Dia berharap Jabar Masagi dapat menjadi

spirit sangat kuat dan dorongan dalam

melakukan sinergitas dan kerjasama lebih luas

dengan berbagai kalangan untuk secara bersama

membangun keharmonisan dalam berkomunikasi

dan berkoordinasi. Konsep yang sama juga

menjadi ruang bertukar informasi dalam

memformulasikan program pembangunan yang

realistis, tepat sasaran, dan berdaya guna bagi

kesejahteraan masyarakat di Jawa Barat.

Lebih dari sekadar charity, Jabar Masagi

konsep mengembangkan pola kemitraan CSR

sebagai sebuah investasi sosial dari dunia usaha

untuk berpartisipasi dalam pembangunan Jawa

Barat. Sejalan dengan itu, tagline program CSR-

PKBL Jabar adalah “Jabar Maju Bersama Mitra”. Ke

depan, program CSR-PKBL bakal terus diperluas

dan dikembangkan.

Konsep kemitraan ini menjadi salah satu poin

penting Perda Nomor : 2/2013. CSR Jabar

mengedepankan prinsip pendanaan rupiah sama

dengan 0 (nol) dan pola kerja bersinergi program

Lebih dari sekadar

charity, Jabar

Masagi konsep

mengembangkan

pola kemitraan

CSR sebagai sebuah

investasi sosial dari

dunia usaha untuk

berpartisipasi

dalam

pembangunan

Jawa Barat

Foto: Dokumentasi Bappeda

Page 71: Warta Bappeda Edisi 4

69Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

liputan

derajat tinggi dan koordinasi derajat rendah.

Dengan demikian, tidak ada dana CSR yang

masuk ke pemerintah daerah. Adapun

peruntukkan CSR meliputi program sosial,

lingkungan, kesehatan, pendidikan, ekonomi, dan

infrastruktur.

“Intinya CSR itu bukan sumber APBD. Oleh

karena itu, tidak ada alasan pemerintah

kabupaten maupun provinsi meminta dana CSR

untuk masuk ke APBD. Oleh karenanya,

pemerintah itu harus memfasilitasi kegiatan-

kegiatan dunia usaha sehingga CSR-nya itu

terarah. Yang menentukan akan ini akan itu

adalah pengusahanya, bukan pemerintah

daerahnya. Nah, sekarang ada berbagai cara

pemerintah daerah agar para pengusaha itu

ketika akan memutuskan akan sejalan dengan

harapan pemerintah,” paparnya lagi.

Dalam Perda CSR, sambung dia, pengusaha

bisa bertanya kepada pemda di daerah itu mau

membuat apa. Bisa juga pemerintah daerah

menyelenggarakan gathering atau apa dengan

menceritakan akan membuat apa. Dengan

konsep kemitraan tersebut, pengusaha yang akan

menyalurkan CSR cukup berkomunikasi dan

dijalankan dengan mekanisme masing-masing.

Kemudian persentase juga sudah tidak ada dari

deviden.

Tidak kalah pentingnya, CSR harus senantiasa

mendahulukan masyarakat di sekitar perusahaan.

Tentu, CSR bisa saja dialirkan kepada masyarakat

di luar kawasan perusahaan. Catatannya,

masyarakat di sekitar perusahaan sudah terlebih

dahulu tercukupi. Meneruskan pesan Gubernur

Ahmad Heryawan, Kepala Bappeda Jabar

meminta kawasan-kawasan pabrik dilengkapi

dengan fasilitas kesehatan dan pendidikan secara

memadai.

“Kami mengharapkan CSR itu atas dasar

kebanggaan dan kesenangan pengusaha-

pengusaha, bukan karena disuruh-suruh

pemdanya. Tidak boleh itu. Tapi, pengusaha juga

tidak aware terhadap lingkungan. CSR di KIIC ini

boleh disalurkan ke Sukabumi. Boleh, tidak ada

masalah. Misalnya begini, Bapak punya dana CSR

Rp 10 miliar setahun. Dari jumlah itu, 80 persen

disebar di Karawang, 20 persen lagi akan ke

Sukabumi. Kenapa ke Sukabumi? Karena

direksinya orang Sukabumi. Boleh dilakukan

karena ada kesepakatan, jadi tidak ada mutlak-

mutlakan di sini. Tetapi terhadap lazimnya

manusia seperti dalam Islam, dahulukan saudara

terdekat,” jelasnya.

Ditinjau dari aspek perencanaan, program CSR

dan PKBL dilakukan melalui tiga pendekatan:

partisipatif, kemitraan, dan kesepakatan.

Partisipatif berarti pendekatan melibatkan semua

pihak yang berkepentingan terhadap

pembangunan yang akan dibiayai oleh

perusahaan. Kemitraan berarti lebih

Foto: Dokumentasi Net

Page 72: Warta Bappeda Edisi 4

70 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

liputan

mengutamakan kepentingan dan kebutuhan

bersama dalam mewujudkan manfaat bersama.

Kesepakatan berarti pendekatan yang didasarkan

kesamaan cara pandang dalam penyelenggaraan

CSR dan PKBL.

Dengan tiga prinsip tadi, Kepala Bappeda

Jabar berharap program CSR dan PKBL bisa

berkontribusi nyata dalam mewujudkan visi Jawa

Barat. CSR dan PKBL bisa benar-benar

mewujudkan “Jawa Barat Maju dan Sejahtera

untuk Semua” sebagaimana menjadi visi Jawa

Barat itu sendiri. Ya, Bersama Mitra, Membangun

Jabar Maju dan Sejahtera untuk Semua.

CSR Terpadu Lalu, apakah CSR sudah berhasil menjadi

daya ungkit kesejahteraan masyarakat? Jawaban

ironis datang dari Kepala Bappeda Kabupaten

Karawang Samsuri. Merujuk data Badan Pusat

Statistik (BPS) Kabupaten Karawang, sampai saat

ini Karawang masih banyak dihuni penduduk

miskin. Karena itu, perlu sebuah formula efektif

guna menyalurkan dana CSR kepada masyarakat

atau daerah yang benar-benar membutuhkan.

“Contoh paling faktual seiring dengan

program CSR Jabar adalah keperluan terhadap

ruang kelas baru. Ini sudah pernah kita lakukan

dengan beberapa perusahaan. Misalnya nanti

branding-nya perusahaan Bapak. Begitu juga

yang baru dilakukan dari teman-teman KIIC

berupa SMK yang terdekat di Jababeka. Bantuan

seperti itu dari dulu sudah jalan, termasuk dari

Toyota. Contoh lain adalah adanya kuota khusus

bagi orang Karawang untuk bekerja di

perusahaan yang berdomisili di Karawang,” kata

Kepala Bappeda Karawang.

Di sisi lain, Kepala Bappeda Karawang

menyoroti jumlah dana CSR yang digulirkan

perusahaan. Bila BUMN atau BUMD mematok

angka CSR pada angka 5 persen, tidak demikian

dengan perusahaan swasta. Jumlah CSR korporasi

bergantung kepada anggaran dasar dan

anggaran rumah tangga (AD/ART) masing-

masing. Akibatnya, jumlah CSR tidak bisa dihitung

secara rinci.

“Kami sering ngobrol dengan teman-teman

(dari perusahaan) bahwa CSR diberikan kepada

masyarakat berdasarkan proposal yang masuk.

Kegiatannya berupa Agustusan, rehab musala,

dan lain sebagainya. Nah, kedepan kami inginkan

coba CSR ini –kalau boleh disarankan–disatukan.

Beberapa perusahaan bersatu, sehingga dana

yang terkumpul bisa besar. Dana ini bisa

disalurkan untuk beasiswa pendidikan di sekitar

perusahaan. Perusahaan mau pilih yang mana,

silahkan,” ungkapnya.

Toyota Berbagi Salah satu model CSR datang dari PT Toyota

Motor Manufacturing Indonesia melalui program

Toyota Berbagi, kependekan dari Bersama

Membangun Indonesia. Program mengusung

empat pilar utama CSR, meliputi lingkungan

(environment), keamanan berlalulintas (traffic

safety), pendidikan (education), serta

Page 73: Warta Bappeda Edisi 4

71Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

liputan

pembangunan komunitas dan filantrofi

(community development and philantrophy).

Untuk lingkungan, Toyota aktif dalam

kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat,

termasuk pendidikan. Bentuknya berupa hibah

untuk kegiatan lingkungan dan usaha untuk

konservasi keanekaragaman hayati dan

penanaman pohon menuju pembangunan

berkelanjutan. Kampanye keselamatan lalulintas

dilakukan untuk meningkatkan kesadaran semua

orang, terutama pengguna jalan termasuk sopir,

penumpang, dan pejalan kaki. Di bidang

pendidikan, Toyota secara aktif dan positif

memajukan dan membina sumber daya manusia

untuk masa depan dan bekerjasama dengan

berbagai mitra dengan menggunakan

sumberdaya terbaik yang tersedia.

“Di bidang community development, kami

bekerja untuk menciptakan kerukunan dari

beragam masyarakat. Kami melakukan

pembinaan bersama melalui kegiatan bersifat

sosial yang dapat meningkatkan kesejahteraan

Program mengusung empat pilar utama CSR, meliputi lingkungan

(environment), keamanan berlalulintas (traffic safety), pendidikan

(education), serta pembangunan komunitas dan filantrofi (community

development and philantrophy).

Foto: Dokumentasi Net

Page 74: Warta Bappeda Edisi 4

72 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

liputan

Page 75: Warta Bappeda Edisi 4

73Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

liputan

masyarakat,” papar tim CSR Toyota.

Sejauh ini, CSR Toyota dilakukan di

sejumlah daerah di Indonesia. Beberapa di

antaranya adalah revitalisasi Taman Semanggi

di Jakarta Pusat pada 2014 lalu. Kemudian,

Taman Toyota dan Taman Astra di Cempaka

Putih, Jakarta Pusat. Ada lagi penanaman

pohon bakau di Pulau Pramuka, Kepulauan

Seribu. Penanaman 230 ribu bakau di

Cilamaya, Karawang. Toyota Forest berupa

penanaman 260 ribu bakau juga dilakakukan

di Pedes, Karawang. Penanaman 17 ribu pohon

keras di Danau Cipule, Karawang, dan sederet

program lingkungan lainnya.

Di bidang pendidikan, Toyota

menggulirkan program Toyota Eco Youth

berupa kompetisi antarsekolah. Kompetisi

yang ditujukan untuk membangun cara

pandang generasi muda Indonesia, khususnya

para pelajar sekolah menengah atas dan

kejuruan atau sederajat, untuk memberikan

kontribusi langsung terhadap peningkatan

kualitas lingkungan sekolah serta komunitas

sekitarnya.

“Untuk memberikan apresiasi kepada

sekolah-sekolah terpilih dalam

mengembangkan minat siswa peduli

Lingkungan, dibangunlah 22 Toyota Eco

Gallery di 22 Sekolah menengah di penjuru

Indonesia,” tambah pihak Toyota.

Program lain berupa penyempurnaan

Simpang Gelora, penyempurnaan Simpang

Mampang-Tendean, Jakarta Selatan, program

pembinaan model pendidikan anak usia dini

(PAUD), dan lain-lain. Ada lagi program

pemberdayaan masyarakat sekitar Toyota di

Jakarta Utara maupun Karawang.

Tim Peliputan Bappeda

Foto-foto:

Doku

menta

si B

appeda

Page 76: Warta Bappeda Edisi 4

74 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

galeri

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Jawa Barat

melakukan kegiatan menebar benih ikan air tawar sekitar 800 ribu ekor di Waduk Jatigede, Sabtu (21/11). Kepala Bappeda Jabar Prof. DR. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA bersama para pejabat terkait melakukan penebaran di salah satu titik yang menjadi spot khusus penyebaran benih ikan. �Kegiatan ini kedepanya untuk kepentingan warga sekitar maupun para wisatawan juga.� Ujar Deny disela-sela penebaran ikan. Seperti diketahui, September lalu Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Jawa Barat sudah menebar satu juta ekor benih ikan. Ini merupakan langkah awal dari pemerintah yang saat ini sudah menggenangi Waduk Jatigede sejak Agustus lalu.

pemprov Jabar Sebar 800 Ribu Benih Ikan

di Jatigede

Foto-foto: Dokumentasi Bappeda

Page 77: Warta Bappeda Edisi 4

75Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

galeri

Page 78: Warta Bappeda Edisi 4

76 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

galeri

Page 79: Warta Bappeda Edisi 4

77Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

galeri

Foto-foto: Dokumentasi Bappeda

Page 80: Warta Bappeda Edisi 4

Kawasan Ciletuh

78 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

galeri

Penyerahan Sertifikat

Kawasan Ciletuhsebagai Geopark Nasional

dari Komisi Nasional Indonesia untuk UNESCO

Foto-foto:

Doku

menta

si B

appeda

Page 81: Warta Bappeda Edisi 4

79Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015 Warta Bappeda

galeri

Foto-foto: Dokumentasi Bappeda

Page 82: Warta Bappeda Edisi 4

galeri

80 Volume 29 Nomer 4 Oktober - Desember 2015Warta Bappeda

Page 83: Warta Bappeda Edisi 4

Jelajah Jabar Merencana

Turut Berpartisipasi

Melalui

Kunjungi dan Salurkan Aspirasi

Provinsi Jawa BaratBAPPEDA

Jelajah Jabar Merencana

Ayo Dalam Perencanaan

Pembangunan Jawa Barat

RKPD Jabar Online 2101

Merencana

Jabar

Anda

dalam

Page 84: Warta Bappeda Edisi 4

e-mail: [email protected]

www.bappeda.jabarprov.go.id www.pusdalisbang.jabarprov.go.id

SMS JABAR MEMBANGUN

0811 200 5500RKPDJabar-ONLINE

KM-0 Pro Poor JABAR-ONLINE

SMS SATU DATA JABAR08778 200 5500

Contoh: RLS*JAWA BARAT*2011#