draft proposal per 100109-naik cetak

Upload: sarah-silaen

Post on 30-Oct-2015

81 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

proposal penelitian

TRANSCRIPT

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pada tahun 2004 terdapat kurang lebih 12.000 penderita MG di Indonesia.MG 1 MG merupakan salah satu penyakit autoimun yang dapat menyebabkan kematian, misalnya bila terjadi kelumpuhan pada otot-otot pernafasan. Penatalaksanaan yang tepat terhadap penyakit ini bisa mencegah komplikasi yang berbahaya. MG 2 Namun dengan obat-obatan dan terapi yang ada saat ini, sebagian besar penderita tetap melaporkan berbagai keluhan seperti misalnya kelumpuhan pada matanya. Selain itu efek samping obat-obat yang digunakan untuk MG di Indonesia cukup merugikan, misalnya mestinon memiliki efek samping mual, muntah, meningkatkan sekresi saliva, diare, dan perut keram; prostigmin memiliki efek samping meningkatkan sekresi saliva, fasikulasi, pusing, konvulsi, mengatuk, sakit kepala, disatria, perubahan penglihatan, aritmia jantung, sinkop, meningkatkan sekresi membran mukosa, gagal napas, bronkospasme, mual, muntah, serta spasme GI tract dan hipermotilitas; neostigmine memiliki efek samping aritmia jantung, hipotensi, gagal jantung, sakit kepala, konvulsi, koma, susah tidur, bicara tidak beraturan, agitasi, cemas, mual, muntah, diare, perut keram, meningkatkan peristaltik, defekasi dan urinasi involunter, sekresi bronkial, bronkospasme, depresi napas, wheezing, ruam, dan urtikaria. (?)

Indonesia sendiri merupakan negara tropis kaya akan berbagai tanaman obat. Namun, hanya beberapa dari tanaman obat tersebut yang telah didayagunakan dengan tepat laksana. Salah satu tanaman obat tersebut adalah akar kucing (Acalypha indica, Linn) yang merupakan tanaman liar dari keluarga Euphorbiaceae yang ditemukan di seluruh daerah tropis di dunia, termasuk Indonesia, Malaysia, dan India.1,2,3,4 (AK) Tanaman ini dikenal dengan nama cekamas di daerah Sumatera. Selain itu dikenal pula dengan nama lelatang, kucing-kucingan, rumput bolong-bolong, dan rumput kokowngan di daerah Jawa. Namun, umumnya dipakai nama kucing-kucingan sebagai nama dagang.1 (AK)

Bagian tanaman ini yang dapat digunakan adalah daun, akar, ranting, dan bunganya.2 (AK) Selama berabad-abad, akar kucing telah digunakan untuk merawat sejumlah penyakit, seperti bronkitis, asma, pneumonia, rematik, purgatif, antiparasit, antibakteri, antifungal, dan antihelmintes, termasuk sebagai ekspektoran, diuretik (Varies et al. 1996).4 (AK) Tanaman ini pun memiliki aksi katartik, hemostatik, emetik, anodin, dan hipnotis.2 (AK) Selain itu, di Indonesia, daun Acalypha indica digunakan untuk pencahar dan obat sakit mata.1 (AK) Ekstrak dari tanaman ini juga telah mendapat reputasi sebagai linimentum yang baik dalam perawatan artritis dan sifilis.3(AK) Selain itu, juga digunakan untuk perawatan anak malnutrisi, penderita gangguan pencernaan makanan (dispepsi), perdarahan, seperti epistaksis, hematemesis, melena, dan hematuria, serta penyakit malaria, dan konstipasi.Rebusan akar kucing ini sendiri sudah digunakan sebagai obat untuk mengatasi diare di India.5 Selain itu rebusan akar tanaman ini sendiri juga sudah diuji coba dapat menurunkan kadar asam urat darah.6 Percobaan yang telah dilakukan menunjukan bahwa rebusan akar dari tumbuhan akar kucing tidak bersifat toksik.5 Namun tanaman ini belum pernah digunakan sebagai terapi untuk pengobatan kelumpuhan otot misalnya seperti pada penyakit myasthenia gravis. Oleh karena tanaman akar kucing ini belum pernah diujicobakan untuk mengatasi gangguan tersebut, studi pustaka untuk memperkaya analisis sulit dilakukan.

Berdasarkan ide awal, penelitian ini mulanya diarahkan pada penyakit stroke karena secara empiris tanaman ini berkhasiat membantu penyembuhan gejala sisa pasca stroke. Namun, belum ada model penelitian yang menyerupai penyakit tersebut. Model penelitian mengikuti hasil uji awal ekstrak akar tanaman Acalypha indica secara eks vivo dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh kelompok lain, dengan judul Efek Neuroterapi Ekstrak Rebusan Akar Acalypha indica linn (akar kucing) secara Eks Vivo. Model penelitian tersebut menggunakan pankuronium bromida sebagai pelumpuh yang bekerja di neuromuscular junction pada katak.Penggunaan pankuronium bromide sebagai pelumpuh otot yang bekerja di neuromuscular junction lebih dikaitkan dengan penyakit myasthenia gravis. Karena itu penelitian selanjutnya lebih diarahkan pada penyakit myasthenia gravis. Penelitian ini didahului dengan membuktikan bahwa ekstrak akar tanaman Acalypha indica pada dosis 25 mg dapat mengatasi kelumpuhan akibat pankuronium bromida pada katak.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ekstrak rebusan akar tanaman akar kucing (ratak) per oral dapat mengurangi kelumpuhan otot pada hewan percobaan (katak) setelah penyuntikan pankuronium bromida?

1.3 HIPOTESIS PENELITIAN

Ekstrak akar tanaman Acalypha indica dapat mengurangi kelumpuhan otot pada hewan percobaan (katak) akibat penyuntikan pankuronium bromida.

1.4 TUJUAN PENELITIAN

1.4.1 Tujuan Umum

Ekstrak akar tanaman Acalypha indica dapat mengurangi kelumpuhan otot pada hewan percobaan (katak) akibat penyuntikan pankuronium bromida.

1.4.2 Tujuan Khusus

Ekstrak akar tanaman Acalypha indica pada dosis tertentu dapat mengurangi kelumpuhan otot pada hewan percobaan (katak) akibat penyuntikan pankuronium bromida.1.5MANFAAT PENELITIAN

1.5.1 Manfaat bagi Peneliti

1. Memperoleh pengetahuan dan pengalaman dalam membuat suatu penelitian.2. Menggali pengetahuan tentang efek ekstrak akar tanaman Acalypha indica terhadap kelumpuhan di neuromuscular junction.

3. Menyelesaikan tugas utama pendidikan secara sistematis dan integratif.

1.5.2 Manfaat bagi Perguruan Tinggi

1. Mengamalkan Tri Dharma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan fungsi perguruan tinggi sebagai lembaga penyelenggaraan pendidikan, terutama dalam penelitian, dan pengabdian masyarakat2. Turut berperan serta dalam rangka mewujudkan Visi FKUI 2010 sebagai universitas riset.

3. Meningkatkan kerjasama yang harmonis serta komunikasi antara mahasiswa dan staf pengajar serta tenaga pendukung baik di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia maupun di lingkungan Universitas Indonesia.1.5.3Manfaat bagi masyarakat1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pengobatan penyakit myastenia gravis atau kelumpuhan di neuromuscular junction dengan tanaman akar kucing.

2. Meningkatkan upaya pencegahan terhadap penyakit yang lebih baik (terutama myastenia gravis) daripada mengobati dengan menggunakan akar kucing.

3. Mengembangkan budidaya tanaman obat asli Indonesia terutama Acalypha indica agar menjadi primadona tanaman berkhasiat di dalam negeri maupun luar negeri.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Acalypha indica Linn.

Gambar . Tanaman Acalypha indica Linn.[4drtempatstella]Tanaman yang memiliki nama umum kucing-kucingan atau akar kucing ini merupakan gulma yang sangat umum ditemukan tumbuh liar di pinggir jalan, lapangan rumput, maupun di lereng bukit atau gunung pada daerah tropis. [1,2, 5, 6]2.1.1 Taksonomi [6]Kingdom: Plantae

Divisi: Spermatophyta

Subdivisi: Angiospermae

Kelas: Dicotyledoneae

Bangsa: Euphorbiales

Suku: Euphorbiaceae

Famili: Acalypha

Jenis: Acalypha indica Linn.

2.1.2 Deskripsi [1, 6]Habitus:Semak, tinggi 30-50 cm.

Batang:Tegak, masif, bulat, bercabang, berambut halus, berwarna hijau.

Daun:Tunggal, letak tersebar, bentuk belah ketupat, ujung runcing, pangkal membulat, tipis, tepi bergerigi, pertulangan menyirip, panjang 3-4 cm, lebar 2-3 cm, tangkai panjang silindris, berwarna hijau.

Bunga:Majemuk, bentuk bulir, berkelamin satu, terletak di ketiak daun dan ujung cabang, kecil-kecil, dalam rangkaian berbentuk bulir, bulir betina lebih pendek, daun pelindung menjari, terbagi dalam 5-15 taju yang sempit, bunga jantan duduk dalam gelendong sepanjang sumbu bulir, bakal buah beruang tiga, berambut, tangkai putik silindris, putih kehijauan atau merah pucat, mahkota bulat telur, merah, bertaju, berambut.

Buah:Kotak, bulat, berwarna hitam.

Biji:Bulat panjang, berwarna coklat.

Akar:Tunggang, berwarna putih kotor.

2.1.3 Kandungan

Tanaman ini mengandung acalyphine, sinogenik glikosida, inositol metileter, resin, triacetonamine, minyak volatil, saponin, tanin, flavonoida, dan minyak atsiri. [5, 6]

Gambar . Struktur kimia acalyphin [7]

2.1.4 Kegunaan

Tanaman ini berkhasiat sebagai antiinflamasi, antibiotik, anthelmintik, diuretik, laksatif dan hemostatis.[1, 3, 4] Ekstrak daun dan akar tanaman Aacalypha indica memiliki potensi aktivitas antifungal dan antibakteri secara in vitro.[4,5] Tanaman ini dapat digunakan sebagai alternatif pengobatan disentri basiler, disentri amuba, diare, dispepsia, epistaksis, hematemesis, melena, hematuria, malaria.[1]2.2 Rana pipiens

2.2.1 Taksonomi

Kingdom: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Amphibia

Ordo

: Anura

Famili

: Ranidae

Genus

: Rana

Spesies: Pipiens12.2.2 Sistem Persarafan

Katak memiliki sistem persarafan yang sudah berkembang dengan baik, terdiri dari otak, tulang belakang dan saraf-saraf perifer. Bagian-bagian saraf sistem saraf tersebut bisa disamakan dengan manusia. Medula mengatur fungsi pencernaan dan pernafasan. Postur tubuh dan koordinasi pergerakan otot diatur oleh cerebellum. Cerebrum pada katak berukuran kecil.2

2.2.3 Sistem Pencernaan dan Absorbsi

Tempat pencernaan dimulai adalah di mulut, sama seperti pada manusia. Mulut katak dilengkapi dengan gigi yang lemah dan hampir tidak berguna. Lidah pada katak sangat khusus, biasanya dilipat ke belakang dan bisa memanjang ke luar untuk menangkap mangsa karena memiliki permukaan lengket. Makanan yang masuk akan melewati esophagus, lambung dan selanjutnya ke usus halus dimana proses pencernaan paling banyak terjadi. Berbagai kelenjar, hati dan pancreas akan mengeluarkan sekretnya di usus halus. Sebagian besar absorbsi juga terjadi di sini. Selanjutnya hasil pencernaan akan dibuang melalui urin bila cair dan kloaka bila padat.2

Gambar . Kerangka Anura (sumber: http://www.infovisual.info/02/028_en.html)

Gambar . Kerangka Anura (sumber: http://www.savalli.us/LSC370/Anatomy/4.FrogSkeletonLabel.html

Gambar . Organ Dalam Anura (sumber: http://student.britannica.com/eb/art-52906/Digestive-system-of-a-frog2.3 Asetilkolin guyton, ganong,mariebStruktur sederhana asetilkolin adalah asetil ester kolin.ganong Asetilkolin (Ach) berada pada vesikel sinaps yang kecil berukuran kira-kira 40 nanometer, dibentuk oleh aparatus Golgi dalam badan sel motoneuron medula spinalis. Vesikel ini kemudian diangkut oleh aliran aksoplasma melalui inti akson dari badan sel pusat pada medula spinalis menuju sambungan neuromuskular yang terletak di ujung serat saraf. Kira-kira 300.000 vesikel-vesikel ini berkumpul di bagian terminal saraf dari sebuah lempeng akhir otot rangka.guyton ACh dilepaskan oleh semua neuron yang menstimulasi otot rangka dan oleh sejumlah neuron dari sistem saraf otonom. Neuron yang melepaskan ACh juga terdapat di sistem saraf pusat.marieb

Gambar . Strukur kimia asetilkolin (sumber: http://www.rathbuc.com/images/acetylcholine.gif)

2.3.1 Sintesis asetilkolin (ganong, guyton, marieb, farmakologi)Sintesis ACh memerlukan reaksi kolin dengan asetil KoA. Kolin adalah amina penting yang juga prekursor dari membran fosfolipid berupa fosfatidilkolin, spingomielin, signaling phospholipids platelet-activating factor, dan spingosilfosforilkolin. Terjadi ambilan aktif kolin melalui transporter ke neuron kolinergik yang tergantung pada Na+ ekstrasel dan dihambat oleh hemikolinium. Kolin juga disintesis dalam neuron. Asetil KoA disintesis dalam mitokondria ujung saraf dan diaktivasi oleh kombinasi senyawa asetat dengan koenzim A yang tereduksi. Reaksi antara asetil KoA dan kolin dikatalisis oleh enzim kolin asetiltransferase (kolinasetilase). Enzim ini disintesis dalam perikarion sel saraf dan ditransporasi sepanjang akson ke ujung saraf.

Reaksi pembentukan ACh terjadi dalam sitoplasma ujung saraf. ACh kemudian akan diangkut melalui membran vesikel menuju ke bagian dalamnya, tempat ACh disimpan dalam bentuk sangat pekat, dengan sekitar 10.000 molekul ACh dalam setiap vesikel.

Asetil KoA + Kolin

Asetilkolin + CoA marieb2.3.2 Kolinesterase ganong, farmakologi, mariebKolinesterase tersebar luas di berbagai jaringan dan cairan tubuh. Terdapat dua macam kolinesterase, yakni asetilkolinesterase (AchE) dan butirilkolinesterase (BuChE). Asetilkolinesterase (juga dikenal sebagai kolinesterase yang spesifik atau kolinesterase yang sejati) terutama terdapat di tempat transmisi kolinergik pada membran pra- maupun pascasinaps, dan merupakan kolinesterase yang memecah ACh. Butirilkolinesterase (juga dikenal sebagai serum esterase atau pseudokolinesterase) terutama memecah butirilkolin dan banyak terdapat dalam plasma dan hati. Enzim ini berperan dalam eliminasi suksinilkolin, suatu obat relaksan otot rangka.

Degradasi ACh terjadi melalui hidrolisis ACh menjadi kolin dan asetat. Reaksi ini dikatalisis oleh enzim asetilkolinesterase. Enzim ini memiliki afinitas terbesar untuk ACh, namun ia juga menghidrolisis kolin ester lainnya.

Gambar . Sintesis dan degradasi asetilkolin (sumber: http://www.frca.co.uk/images/acetylcholine.jpg)2.3.3 Reseptor Asetilkolin ganong, farmakologiBerdasarkan efek farmakologisnya, reseptor ACh dibagi menjadi dua tipe. Pertama, tipe muskarinik yang efeknya disebut efek muskarinik. Reseptor muskarinik terdapat di organ efektor otonomik, di ganglion, di medula adrenal, di sel tertentu seperti endotel, dan di sistem saraf pusat. Reseptor kolinergik muskarinik ini dihambat olah obat atropin. Reseptor muskarinik memiliki 5 subtipe, yakni M1, M2, M3, M4, dan M5. M1 di ganglia dan berbagai kelenjar, M2 di jantung dan M3 di otot polos dan kelenjar. Reseptor M4 dan M5 belum jelas diketahui fungsinya. Penempelan ACh dengan bagian eksternal reseptor muskarinik akan menyebabkan bagian internalnya melepaskan protein G ke dalam sel. Protein G inilah yang akan menginisiasi aktivitas lain dalam sel seperti kontraksi otot polos, ekskresi kelenjar, dan lain-lain. Respon terhadap reseptor muskarinik lebih lambat daripada respon terhadap reseptor tipe kedua, yakni reseptor kolinergik nikotinik.

Gambar . Reseptor kolinergik muskarinik (sumber: http://www.nature.com/nrd/journal/v6/n9/images/nrd2379-f5.jpg)Aksi dari reseptor kolinergik nikotinik disebut aksi nikotinik. Reseptor nikotinik terdapat di sambungan neuromuskular otot, ganglia otonom, dan sistem saraf pusat. Semua reseptor nikotinik berhubungan langsung dengan kanal kation, aktivasinya menyebabkan peningkatan permeabilitas Na+ dan K+ sehingga terjadi depolarisasi. Penempelan ACh dengan bagian eksternal reseptor nikotinik akan menginduksi perubahan konformasi yang secara selektif membuka kanal terhadap ion Na+. Influks dari Na+ inilah yang merangsang terjadinya depolarisasi. Efek nikotinik dihambat oleh nikotin dalam dosis besar. Pada otot rangka, efek nikotinik khusus dihambat oleh kurare.

Gambar . Reseptor kolinergik nikotinik (sumber: www.atsdr.cdc.gov/csem/cholinesterase/nicotinic_receptors.html)2.4 Sambungan neuromuskular

Serat otot rangka dipersarafi oleh serat saraf besar dan bermielin yang berasal dari motoneuron besar pada kornu anterior dari medula spinalis. Tiap-tiap serat saraf secara normal bercabang beberapa kali dan merangsang tiga sampai beberapa ratus serat otot rangka. Ujung-ujung saraf membuat sambungan, yang disebut sambungan neuromuskular. Ketika serat otot mendekati pertengahan serat, potensial aksi di dalam serat menjalar dalam dua arah menuju ujung-ujung serat otot. (guyton)

Pada sambungan neuromuskular, saraf dan serat otot rangka tidak berkontak secara langsung. (Sherwood) Terdapat celah sinaps yang lebarnya 20-30 nanometer dan terisi oleh suatu lamina basalis, yang merupakan lapisan tipis dengan serat retikular yang dapat dilalui cairan ekstraselular secara difusi.(guyton) Celah ini terlalu besar untuk dapat memfasilitasi terjadinya transmisi elektrik. (Sherwood) Pada terminal akson terdapat banyak mitokondria yang menyediakan energi terutama untuk sintesis bahan transmiter perangsang, yaitu ACh yang akan merangsang serat otot. ACh disintesis dalam sitoplasma bagian terminal, namun dengan cepat diabsorbsi ke dalam sejumlah vesikel sinaps yang kecil yang dalam keadaan normal terdapat di bagian terminal lempeng akhir motorik. (guyton)(guy, sher, gan)Bila impuls saraf tiba di sambungan neuromuskular, kira-kira 125 kantong ACh dilepaskan dari terminal masuk ke dalam celah sinaps. Adanya potensial aksi akan memicu terbukanya voltage-gated kanal Ca2+ pada terminal button, yang memungkinkan difusi Ca2+ dari ekstraseluler ke terminal button. Difusi Ca2+ ini menyebabkan penglepasan ACh dari vesikel ke dalam celah sinaps secara eksositosis. ACh yang dilepaskan berdifusi melintasi celah sinaps dan berikatan dengan reseptor ACh tipe nikotinik. Pengikatan ACh dengan reseptor ini menginduksi terbukanya gerbang kanal pada lempeng akhir motorik. Terbukanya kanal ini menyebabkan pertukaran kation Na+ dan K+, namun tidak dengan anion. Permeabilitas membran terhadap ion Na+ dan K+ seimbang. Namun pada kenyataannnya, terdapat jauh lebih banyak ion Na+ yang mengalir melalui saluran ACh dibanding ion lain. Hal ini terjadi karena dua alasan berikut. Pertama, hanya terdapat dua ion positif dalam konsentrasi cukup besar untuk memberi pengaruh yang cukup kuat, yaitu ion natrium dalam cairan ekstraseluler dan ion kalium dalam cairan intraseluler. Kedua, nilai potensial yang sangat negatif pada bagian dalam membran otot, -80 sampai -90 milivolt, akan menarik ion-ion natrium ke dalam serat otot, sementara pada saat yang bersamaan akan mencegah keluarnya ion kalium. Efek utama terbukanya saluran ACh adalah bahwa sejumlah besar ion natrium dapat masuk ke dalam serat otot, yang bersama ion tersebut terbawa serta sejumlah besar muatan positif. Peristiwa ini akan mengubah potensial setempat pada membran serat otot yang disebut potensial lempeng akhir. Potensial lempeng akhir ini akan menimbulkan suatu potensial aksi pada membran otot dan selanjutkan menyebabkan kontraksi otot.

(guy, ganong)

Sekali ACh dilepaskan ke daerah sinaps, ia akan terus mengaktifkan reseptor ACh selama berada dalam ruangan. Namun, jika terjadi repolarisasi, ACh dengan cepat akan dihancurkan oleh enzim asetilkolinesterase, yang melekat pada lamina basalis, yaitu lapisan dari jaringan ikat halus yang mengisi ruang sinaptik antara terminal presinaptik dan membran otot postsinaptik. Sejumlah kecil ACh lainnya akan berdifusi keluar dari ruang sinaptik.

Periode ACh menetap dalam ruang sinaptik sangat singkat, paling lama beberapa milidetik, tapi hampir selalu cukup untuk merangsang serat otot. Degredasi ACh yang cepat akan mencegah perangsangan otot kembali.

Gambar (nomor) menjelaskan prinsip potensial lempeng akhir yang menimbulkan potensial aksi. Potensial lempeng akhir A dan C begitu lemah untuk menimbulkan suatu potensial aksi, namun mereka menghasilkan potensial lempeng akhir setempat yang lemah, yang terekam dalam gambar. Sebaliknya potensial lempeng akhir B jauh lebih kuat dan menyebabkan saluran natrium terbuka, sehingga akan menimbulkan suatu potensial aksi. Potensial lempeng akhir yang lemah pada titik A disebabkan keracunan serat otot oleh kurare, suatu obat yang dapat memblok kerja gerbang ACh pada saluran ACh dengan cara bersaing dengan ACh pada tempat reseptornya. Potensial pada titik C disebabkan oleh pengaruh toksin botulinum, yaitu racun bakteri yang menurunkan pelepasan ACh oleh terminal saraf. (guyton, ganong)

Gambar . Potensial Lempeng Akhir. A, Potensial lempeng akhir yang lemah yang terekam pada otot yang sudah teracuni kurare, terlalu lemah untuk menimbulkan potensial aksi; B, potensial lempeng akhir normal yang menimbulkan potensial aksi otot; dan C, potensial lempeng akhir yang lemah yang disebabkan oleh racun botulinum yang menurunkan pelepasan asetilkolin pada lempeng akhir, dan terlalu lemah untuk menimbulkan suatu potensial aksi otot. guyton2.5 Penyakit Neuromuskular

2.5.1 Myastenia Gravis

2.5.1.1 Definisi

Myastenia Gravis (MG) adalah penyakit akibat kelainan imunitas dimana terbentuk antibodi terhadap reseptor nikotinik post-sinaptik asetilkolin pada myoneural junction. Berkurangnya reseptor asetilkolin akan menimbulkan karakteristik berkurangnya kekuatan otot dan timbul kelelahan secara progresif setelah otot tersebut digunakan. 12.5.1.2 Klasifikasi

Myastenia Gravis bisa diklasifikasi berdasarkan kelainan yang timbul:

1. Biasanya 85 90 % penderita akan mengalami Generalized Myastenia Gravis pada 1 tahun onset yang ditandai dengan kelemahan pada tungkai, lengan dan kaki.

2. 10 15 % penderita hanya mengalami kelemahan pada otot yang mengendalikan pergerakan mata yang disebut Ocular Myastenia Gravis. 3. Selain itu ada Myastenia Gravis yang didapat secara kongenital yang timbul pada bayi dari penderita MG.

4. Myastenia Gravis juga bisa bersifat sementara misalnya pada 10 20 % bayi dari penderita MG yang akan mengalami kelumpuhan selama beberapa minggu setelah lahir akibat adanya antibodi dari ibu di dalam tubuhnya. 2Myastenia Gravis Foundation di Amerika Serikat telah mengklasifikasikan MG berdasarkan tingkat keparahannya:

Kelas I: kelemahan otot hanya terjadi pada otot, kemungkinan terjadi ptosis, tidak ada kelainan pada otot lain.

Kelas II: kelemahan pada otot mata dan kelainan ringan pada otot tubuh lain.

Kelas IIa: terutama pada bagian tungkai atau axial.

Kelas IIb: terutama pada bulbar dan/atau otot-otot pernafasan.

Kelas III: kelemahan pada otot mata dan kelainan sedang pada otot tubuh lain.

Kelas IIIa: terutama pada bagian tungkai atau axial.

Kelas IIIb: terutama pada bulbar dan/atau otot-otot pernafasan.

Kelas IV: kelemahan pada otot mata dan kelainan berat pada otot tubuh lain.

Kelas IVa: terutama pada bagian tungkai atau axial.

Kelas IVb: terutama pada bulbar dan/atau otot-otot pernafasan.

Kelas V: pasien dengan intubasi untuk mempertahankan pernafasan. 32.5.1.3 Etiologi

Tidak diketahui dengan jelas bagaimana autoantibodi terhadap reseptor asetilkolin bisa timbul, namun beberapa genotip diperkirakan berhubungan dengan penyakit ini.1 Selain itu muncul spekulasi bahwa MG disebabkan adanya kelainan pada organ timus.4,5 Hal ini dikarenakan penelitian menunjukkan adanya sel epitelial myoid pada timus yang memiliki bentuk seperti sel otot skelet. Sel ini bisa bersifat antigenik dan menimbulkan reaksi imun. Namun hal ini sendiri belum dipastikan.4

Beberapa kemungkinan lain yang menjadi penyebab, misalnya:

Pembesaran organ timus, karena pada 75% penderita MG ditemukan adanya penyakit pada timus, pada 85% penderita terdapat hyperplasia, dan pada 10-15% penderita terdapat thyoma.

Penyakit auto-imun seperti Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dan Rheumatoid Arthritis.

Tumor pada bagian tubuh lain seperti small cell carcinoma pada paru dan penyakit Hodgkin

Hipertiroidisme terdapat pada 3-8% penderita.

Beberapa obat yang berhubungan:

D-penicillamine yang meningkatkan Anti-AChR pada titer antibodi.

Nitrofurantoin telah dihubungkan dengan ocular Myasthenia Gravis pada satu kasus.

Aminoglikosida, polymyxin dan banyak obat lainnya yang mungkin berhubungan dengan MG.42.5.1.4 Patofisiologi

Ketika potensial aksi berjalan dari motor neuron dan sampai ke neuron terminal, asetilkolin akan dilepaskan dari presinaps dan akan menempel pada reseptornya di postsinaps. Kanal di reseptor asetilkolin akan terbuka sehingga Na+ dan kation lain akan masuk ke lempeng akhir serat otot dan menimbulkan depolarisasi. Depolarisasi akan terakumulasi dan bila cukup kuat akan menimbulkan kontraksi. Selanjutnya jumlah asetilkolin yang dikeluarkan akan berkurang karena jumlah yang disimpan pada presinaps akan habis.4Pada sebagian besar kasus Myastenia Gravis, terdapat berkurangnya reseptor asetikolin fungsional pada taut neuromuskular dengan cara:

Mengakibatkan kerusakan langsung pada membran postsinaps.

Meningkatkan degradasi reseptor.

Menghambat penempelan asetilkolin pada reseptornya.5Hal ini akan mengakibatkan transmisi neuromuskular terganggu dan kontraksi tidak dapat timbul.

2.5.1.5 Gejala Klinis

Otot menjadi lumpuh bila digunakan terus-menerus.

Kekuatan otot yang lumpuh normal kembali setelah istirahat beberapa saat.

Kelumpuhan pada ocular menimbulkan ptosis baik unilateral maupun bilateral.

Pada kelumpuhan otot-otot wajah, maka tampak penderita tidak memiliki ekspresi sehingga tidak bisa menyedot atau bersiul, tidak bisa mengangkat wajahnya, suara tidak jelas, rahang lemah sehingga tidak bisa mengunyah daging atau permen karet dan ada kemungkinan terjadi aspirasi sekresi oral.

Penderita tidak bisa bernafas dengan baik bila terjadi kelumpuhan otot-otot pernafasan.

Kelumpuhan pada otot-otot anggota gerak tubuh mengakibatkan pasien tidak bisa melakukan pekerjaan fisik yang berat, seperti menaiki tangga.4,5,6icen2.5.1.6 Pemeriksaan

Pemeriksaan laboratorium:

Antibodi anti-AChR positif pada 90% penderita Generalized Myastenia Gravis namun hanya pada 50-70% penderita Ocular Myastenia Gravis.

Tes fungsi tiroid karena biasanya pada penderita Ocular Myastenia Gravis terdapat hipertiroidisme.

Pemeriksaan faktor rheumatoid dan ANA yang berhubungan dengan penyakit autoimun.4icenPemeriksaan radiologi:

MRI atau CT-Scan otak untuk memeriksa kemungkinan adanya massa yang menekan saraf kranial sebagai diagnosis banding kelumpuhan.

MRI atau CT-Scan timus untuk melihat adanya kelainan.4icenPemeriksaan lain:

Pemberian antikolinesterase, bila terjadi peningkatan kekuatan otot maka menunjukkan hasil positif. Tes sensitivitas ini 86% untuk Ocular Myastenia Gravis dan 95% untuk Generalized Myastenia Gravis.6icen Repetitive Nerve Stimulation dilakukan dengan pemberian stimulasi dengan tujuan menghabiskan asetilkolin yang disimpan. 4,6icen Single Fiber Electromyography merupakan metode yang paling sensitif untuk memeriksa transmisi abnormal neuromuskular dengan merekam potensial aksi serat otot menggunakan sejenis jarum konsentrik.6icen2.5.1.7 Penatalaksanaan

Non-Medikamentosa:

Thymectomy pada pasien dengan kelainan timus.

Pembedahan pada pasien yang mengalami strabismus atau diplopia yang tidak bisa ditangani dengan pengobatan.

Blepharoptosis pada pasien dengan ptosis yang tidak respons terhadap terapi.

Pengurangan makanan solid pada pasien yang mengalami kelumpuhan rahang.4icenMedikamentosa:

Inhibitor asetilkolinesterase, contohnya diisofluorofosfat (DFP), edrofonium, dan takrin, mencegah pemecahan asetilkolin dan memberikan peningkatan kekuatan pada otot. Namun obat simtomatik ini tidak berpengaruh terhadap proses autoimun pada tubuh sehingga pemberiannya hanya bersifat menyembuhkan sementara. Efek sampingnya antara lain mual, muntah, diare, meningkatnya saliva, meningkatnya sekresi bronkial, dan berbagai efek dari peningkatan aktivitas muskarinik.

Kortikosteroid merupakan obat paling umum yang diberikan pada pasien dengan penyakit akibat kelainan sistem imun. Obat ini biasanya digunakan merupakan obat pertama yang diberikan untuk mengatasi serangan autoimun. Namun karena efek sampingnya yang merugikan seperti hipertensi, retensi cairan, osteoporosis, ulkus gastrik, moon face dan lainnya, pemberian obat ini harus diawasi dengan baik.

Azathioprine merupakan obat yang mencegah proliferasi limfosit T. Obat ini efektif untuk mengatasi autoimun pada jangka panjang, selain itu juga memiliki efek samping yang lebih ringan daripada kortikosteroid. Namun butuh waktu sekitar 4-8 bulan setelah terapi untuk menunjukkan efek yang baik pada penderita MG. Efek sampingnya antara lain anemia makrositik, leukopenia, trombositopenia, hepatitis toksik, serta obat ini bersifat teratogenik.

Cyclosporin memiliki kerja yang sama dengan azathioprine namun jarang digunakan karena efek sampingnya terutama nefrotoksisitas yang ditimbulkan. Efek samping lainnya misalnya hipertensi, tremor, sakit kepala, muntah dan lainnya.

Mycophenolate mofetil merupakan modulator imun yang memiliki sifat selektif menghambat proliferasi limfosit T dan B. Pemberian obat ini setelah 2 bulan menunjukkan adanya peningkatan kekuatan otot yang sebelumnya mengalami kelumpuhan. Namun biasanya lebih sering digunakan kortikosteroid karena dengan dosis yang sama rendah, kortikosteroid memberikan efek yang lebih cepat dan lebih baik. Efek samping dari obat ini biasanya ringan, antara lain diare, sakit perut, dan mual.6icen2.5.1.8 Prognosis

Penatalaksanaan yang tepat akan mencegah Ocular Myastenia Gravis meningkat menjadi Generalized Myastenia Gravis. 4icen Sekitar 15-17% pasien tetap mengalami keluhan pada bagian mata setelah bertahun-tahun menjalani terapi.4icen Dengan pemberian pengobatan yang baik dan terapi yang sesuai, sebagian besar pasien akan memiliki waktu hidup normal.5icen Angka kematian kurang dari 4%.5icen2.5.1.9 Efek Samping Obat Simptomatik Myastenia Gravisfarmakoterapi page 55Obat simtomatik MG adalah anti-asetilkolinesterase. Gejala keracunan yang timbul tergantung dari jenis obat yang digunakan. Umumnya gejala keracunan berupa efek muskarinik, nikotinik, dan efek di sentral. Beberapa efek samping yang timbul adalah:

Mata hiperemis disertai miosis yang kuat

Bronkokonstriksi dan laringospasme terutama bila zat terhirup

Perangsangan selaput lendir hidung menyebabkan pengeluaran sekret yang mirip alergi, disertai bersin dan sekresi saliva berlebih

Peristaltik usus meningkat disertai muntah dan diare

Bila pajanan terjadi pada kulit, beberapa obat dapat menyebabkan produksi kringat bertambah

Pada otot rangka dapat menyebabkan tremor, fibrilasi otot, dan kejang

Pada keracunan yang berat dapat menimbulkan kelumpuhan

Gejala yang meliputi efek pada saraf pusat berupa ataksia, hilang refleks, bingung, sukar bicara, konvulsi, koma, pernapasan Cheyne Stokes dan kelumpuhan napas

Keracunan dapat berlangsung dari beberapa jam sampai beberapa minggu. Kematian dapat terjadi dalam waktu yang beragam, sehingga pengobatan terhadap keracunan harus diberikan segera.

2.5.2 Sindrom Myastenik Lambert-Eaton

Sindrom Myastenik Lambert-Eaton merupakan penyakit taut neuromuskular yang berbeda dengan MG. Biasanya penyakit ini berkembang sebagai proses paraneoplastik, terutama bersama dengan karsinoma sel kecil paru-paru (60% kasus), meskipun dapat terjadi pada ketiadaan penyakit ganas yang mendasari. Pasien mengalami kelemahan otot proksimal dengan disfungsi otonom. Pada sindrom ini tidak terjadi perbaikan klinis yang efektif apabila diberikan substansi antikolinesterase, dan studi elektrofisiologi menunjukkan bukti adanya peningkatan neurotransmisi dengan stimulasi berulang. Keadaan-keadaan tersebut membedakan sindrom ini dengan MG.

Antikolinesterase yang ditemukan pada vesikel sinaptik taut neuromuskular penderita sindrom myastenik lambert-eaton merupakan asetilkolinesterase yang normal dan membran postsinapsnya responsif terhadap substansi tersebut. Namun, dalam tiap potensial aksi presinaps, vesikel yang dilepaskan semakin sedikit. Telah ditemukan bahwa sejumlah pasien memiliki antibodi yang mengenali kanal kalsium voltage-gated tipe PQ presinaps.robins1345 Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa penyakit ini disebabkan oleh proses autoimun.

2.5.3 Sindrom Pasca Polio (dari price)Sindrom pascapolio (PPS) atau atrofi neuromuskular pascapoliomielitis, adalah kelemahan otot progresif yang biasanya dimulai pada awal usia 20 hingga 30 tahun setelah sembuh dari infeksi virus poliomyelitis yang menyerang sel kornu anterior medula spinalis serta nukleus nervus kranialis. Onset penyakit ini biasanya mendadak, dan kelemahan bisa menyebar pada bagian otot yang awalnya tidak terkena penyakit polio. Perkiraan insidensi keseluruhan sekitar 25% dari populasi yang tahan terhadap polio, dengan perkiraan terbaru dari The Easter Seal Society adalah 1.600.000 di Amerika Serikat (NNDS, 2000). Sindrom ini umumnya terjadi pada wanita1benny dan biasanya terjadi 25-30 tahun setelah penyakit awalnya (polio) sudah menunjukkan perbaikan.2 bennyGejala trias klasik mencakup kelelahan yang tidak biasa, kelemahan otot baru dengan atau tanpa atrofi otot, dan nyeri otot yang sering disertai oleh kejang otot (International Polio Network, 1999). Gejala lainnya adalah paresis atau paralisis neuron motorik bagian bawah yang khas: nyeri otot, fasikulasi, dan kelemahan otot yang dapat mencapai tingkatan yang tinggi atau berkembang menjadi atrofi otot. Ekstremitas paling sering terkena. Namun, otot pernapasan dapat juga terlibat, serta kepala dan otot leher yang dipersarafi oleh nervus kranial IX, X, dan XI (paralisis bulbar). Akibatnya dapat berupa gagal napas, apnea berat waktu tidur, kesulitan menelan, episode tersedak, atau aspirasi.

Kriteria umum berikut ini harus ada untuk membuat suatu diagnosis: episode polio paralitik sebelumnya; periode kestabilan fungsional; kelemahan baru yang mendadak atau berangsur-angsur yang biasanya bersamaan dengan beberapa gejala yang sudah ada; dan keadaan di luar medis, ortopedik, dan neurologik yang dapat menyebabkan gejala. Diagnosis ditegakkan melalui anamnesis rinci, pemeriksaan neurologik, dan hasil laboratorium (termasuk MRI, studi elektrofisiologik, biopsi otot, dan analisis CSF).

Penyebab PSS laten yang lama masih kontroversial namun biasanya dipercaya dalam melibatkan kelainan neuron motorik bagian bawah yang bertahan, bersamaan dengan suatu perkembangan disintegrasi perlahan dari akson saraf perifer. Postpolio syndrome ini diduga oleh karena disfungsi yang progresif dan hilangnya motor neuron yang mengkompensasi ketika terjadi infeksi originalnya (polio) dan bukan infeksi poliovirus yang persisten ataupun reaktivasi.1 benny Penjelasan tentang kelemahan yang paling dapat diterima adalah disfungsi otot motorik dengan hilangnya saraf terminal yang bersangkutan dalam unit motorik yang menetap setelah serangan polio awal.

Pengobatan bersifat suportif dan ditujukan untuk mempertahankan fungsi pernapasan, meringankan gejala, dan mencegah komplikasi. Sekarang ini tidak ada pengobatan yang dapat mencegah atau mengobati PPS. Obat-obatan seperti piridostigmin dan selegilin yang bekerja pada taut neuromuskular telah cukup berhasil digunakan dalam terapi simtomatik. Prognosis umumnya baik; progresi untuk menjadi lebih buruk biasanya berjalan lambat, sekitar 1-10 tahun.2.7 Pankuronium

2.7.1 Pelemas Otot Rangka

Obatobat yang mempengaruhi otot rangka dibagi menjadi dua kelompok mayor, yaitu obat-obat yang menyebabkan paralisis (seperti: pemblokade neuromuskular), dan obat-obat yang mengurangi spastisitas pada berbagai kondisi neurologik (seperti: spasmolitik).[katzung]

2.7.2 Obat Pemblokade NeuromuskularRelaksasi otot rangka dan paralisis dapat terjadi akibat interupsi fungsi pada beberapa tempat yang berbeda, dari sistem saraf pusat, saraf somatik bermyelin, ujung saraf motorik tidak bermyelin, reseptor nikotinik asetilkolin, motor end plate, hingga membran otot.[katzung]

Gambar 1. Skematik neuromuscular junction (V, transmitter vesicle; M, mitokondria; ACh, asetilkolin; AChE, asetilkolinesterase; JF, junctional folds).[katzung]Terdapat beberapa klasifikasi umum neuromuscular blocking agents. Berdasarkan durasi aksi obat, dibagi menjadi long-, intermediate-, dan short-acting. Pancuronium termasuk dalam kategori long-acting. Blokadenya terjadi dalam waktu yang cukup lama, karena itu biasanya hanya diperlukan dalam konsentrasi rendah. Pengaturan konsentrasi yang rendah ini juga dimaksudkan untuk memperlambat onsetnya.[Goodman gilman]

Berdasarkan kelas kimianya pankuronium terdiri atas natural alkaloid, ammonio steroid, dan benzylisoquinolines. Pankuronium (termasuk ammonio steroid) tidak menyebabkan pelepasan histamin, dapat memblokade reseptor muskarinik, dan bermanifestasi pada blokade vagal serta takikardia.[Goodman gillman]

Berdasarkan mekanisme kerjanya terdapat 2 mekanisme dasar. Pertama, obat yang mencegah akses transmitter ke reseptornya dan mencegah depolarisasi. Nondepolarizing neuromuscular blocking drugs ini bersifat antagonis (contoh: atracurium, cisatracurium, doxacurium, gallamine, mivacurium, pancuronium, rapacuronium, rocuronium, tubocurarine, dan vecuronium). Kedua, obat-obat yang mencegah akses transmitter namun menyebabkan depolarisasi. Depolarizing neuromuscular blocking drugs ini bersifat agonis (contoh: suksinilkolin).[katzung]

Tabel 1. Klasifikasi Neuromuscular Blocking Agents [Goodman gillman]AGENTCHEMICAL CLASSPHARMACOLOGICAL PROPERTIESTIME OF ONSET, minCLINICAL DURATION, minMODE OF ELIMINATION

Succinylcholine (ANECTINE, others)Dicholine esterUltrashort duration; depolarizing1-1.55-8Hydrolysis by plasma cholinesterases

D-TubocurarineNatural alkaloid (cyclic benzylisoquinoline)Long duration; competitive4-680-120Renal elimination; liver clearance

Atracurium (TRACRIUM)BenzylisoquinolineIntermediate duration; competitive2-430-60Hofmann degradation; hydrolysis by plasma esterases; renal elimination

Doxacurium (NUROMAX)BenzylisoquinolineLong duration; competitive4-690-120Renal elimination

Mivacurium (MIVACRON)BenzylisoquinolineShort duration; competitive2-412-18Hydrolysis by plasma cholinesterases

Pancuronium (PANCURONIUM BROMIDA)Ammonio steroidLong duration; competitive4-6120-180Renal elimination

Pipecuronium (ARDUAN)Ammonio steroidLong duration; competitive2-480-100Renal elimination; liver metabolism and clearance

Rocuronium (ZEMURON)Ammonio steroidIntermediate duration; competitive1-230-60Liver metabolism

Vecuronium (NORCURON)Ammonio steroidIntermediate duration; competitive2-460-90Liver metabolism and clearance; renal eliminatio

2.7.3 Struktur Kimia

Obat-obat pemblokade neuromuskular mengandung struktur yang mirip dengan asetilkolin.[katzung] Obat-obat yang menyebabkan depolarisasi memiliki struktur asetilkolin yang tersusun linear. [katzung] Strukturnya lebih fleksibel sehingga memungkinkan terjadinya rotasi ikatan bebas.[Goodman gillman] Obat-obat yang tidak menyebabkan depolarisasi (seperti: pankuronium) memiliki struktur asetilkolin yang tersusun dalam sistem cincin semi kaku dan besar.[katzung dan Goodman gillman] Selain itu, juga terdapat satu atau dua nitrogen kuarterner, yang menyebabkan mereka bersifat lipid-soluble yang lemah dan sulit menembus sistem saraf pusat.[katzung]

Gambar 2. Hubungan struktural antara suksinilkolin dan pankuronium dengan asetilkolin. [katzung]2.7.4 Nondepolarizing Drugs

Tempat kerja D-tubocurarine dan agen blokade kompetitif lainnya terdapat di motor end plate. Antagonis kompetitif bergabung dengan reseptor asetilkolin nikotinik pada end plate sehingga memblokade pengikatan asetilkolin secara kompetitif. Hal ini menyebabkan sel otot menjadi tidak sensitif terhadap impuls dari saraf motorik. Meskipun demikian, daerah end plate dan sisa membran serat otot yang ada tetap memiliki sensitifitas yang normal terhadap depolarisasi K+, dan serat otot tetap berespon secara langsung terhadap stimulasi elektrik.[Goodman gillman]

Peningkatan konsentrasi antagonis kompetitif tubokurare secara progresif menurunkan amplitudo eksitasi postjunctional end plate potensial. Amplitudo ini dapat turun di bawah 70% dari nilai inisiasinya, sehingga tidak cukup menginisiasi propagasi dari potensial aksi pada otot. Tubokurare (antagonis kompetitif) menurunkan frekuensi pembukaan kanal tetapi tidak mempengaruhi konduktansi atau durasi pembukaan tiap kanalnya. Pada konsentrasi yang lebih tinggi, kurare dan antagonis kompetitif lainnya memblokade kanal secara langsung dengan cara non kompetitif dengan agonis dan bergantung pada membran potensial.[Goodman gillman]

Jika terdapat obat antikolinesterase, potensial end plate diperpanjang mencapai 25-30 milisecond, yang mengindikasikan adanya pengikatan kembali transmitter ke reseptor di sebelahnya sebelum tejadi difusi dari sinaps. Meskipun 2 antagonis kompetitif dapat berikatan dengan tiap molekul reseptor di tempat milik agonis, pengikatan 1 molekul antagonis pada tiap reseptor cukup membuatnya menjadi tidak berfungsi.[Goodman gillman]

Tubokurare dan neuromuscular blocking agents kuarterner lainnya, yang disuntikan secara intravena bahkan dalam dosis yang besar tidak memiliki efek signifikan terhadap sistem saraf pusat seperti stimulan, depresan, atau efek analgesik karena mereka tidak dapat menembus sawar darah otak. Oleh karena itu, kerja obat-obat ini hanya berefek pada kelumpuhan perifer di otot rangka.[Goodman gillman]

Tabel 2. Perbandingan nondepolarizing (D-Tubocurarine) dengan depolarizing (Decamethonium) blocking agents [Goodman gillman]

D-TUBOCURARINEDECAMETHONIUM

Effect of D-tubocurarine administered previouslyAdditiveAntagonistic

Effect of decamethonium administered previouslyNo effect, or antagonisticSome tachyphylaxis; but may be additive

Effect of antikolinesterase agents on blockReversal of blockNo reversal

Effect on motor end plateElevated threshold to acetylcholine; no depolarizationPartial, persisting depolarization

Initial excitatory effect on striated muscleNoneTransient fasciculations

Character of muscle response to indirect tetanic stimulation during partial blockPoorly sustained contractionWell-sustained contraction

SOURCE: Based on data in Paton and Zaimis, 1952; Zaimis, 1976.

2.7.5 Karakteristik Kelumpuhan

Ketika agen pemblokade kompetitif disuntikan secara intravena pada manusia dengan dosis yang tepat, terjadi kelemahan otot yang makin lama berkembang menjadi kelumpuhan total.[goodman gillman] Secara umum, otot-otot besar (seperti: abdominal, diafragma) lebih resisten terhadap blokade dibanding otot-otot yang lebih kecil (seperti: wajah, kaki, tangan).[katzung] Otot-otot kecil dan yang bergerak cepat seperti mata, rahang, dan laring akan berelaksasi terlebih dahulu sebelum ekstremitas. Pemulihan otot biasanya terjadi dengan urutan sebaliknya, sehingga diafragma menjadi otot pertama yang pulih fungsinya.[Goodman gillman]

2.7.6 Farmakokinetik Pankuronium

Absorpsi:sangat sedikit diserap dari saluran gastrointesinal. Absorpsi obat ini cukup baik pada intramuskular. Onset yang cepat bisa didapat dari pemberian intravena.[Goodman gillman]

Ikatan protein: sangat rendah

Biotransformasi: Hepatik (dalam jumlah kecil) Goodman gillman

Waktu paruh distribusi: 1013 menit

Waktu paruh eliminasi: 89161 menit

Eliminasi primer: Renal

Eliminasi sekunder: bilier

Waktu untuk pulih (didapati 90% respon kejang): 2 kelompok tidak berpasangan, yaitu:

a. Sebaran data harus normal

b. Varians data harus sama

Apabila nilai p > 0,05 dapat diambil kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan varians antara kelompok data yang dibandingkan atau dengan kata lain varians data adalah sama.

2. Jika memenuhi syarat, maka dilakukan uji one way anova.3. Jika tidak memenuhi syarat, maka diupayakan untuk melakukan transformasi data supaya sebaran menjadi normal dan varians menjadi sama.

4. Jika variabel hasil transformasi tidak berdistribusi normal atau varians tetap tidak sama, maka dipilih uji Kruskal-Wallis5. Jika pada uji anova atau Kruskal-Wallis menghasilkan nilai p < 0,05, dapat disimpulkan bahwa setidaknya terdapat dua kelompok yang mempunyai varians data yang berbeda secara bermakna. Untuk mengetahui kelompok yang mengalami perbedaan bermakna, dilakukan analisis post-hoc.Pankuronium bromida

Air

Piracetam

Negatif

Positif

Kolin asetiltransferase

Kontrol

Pengobatan farmakologi

Rebusan Akar Tanaman Akar Kucing (RATAK)

Uji in vivo pada Rana pipiens

Taut Neuromuskular

Efek samping tinggi

Ekstrak akar Acalypha indica

Kerugian

Obat herbal

Obat antiAChE

Neuroterapi

Pascapolio

Myastenia Gravis

Antibodi AChR

Disfungsi progresif motor neuron

Kelainan neuromuskular

Lambert-Eaton

Kanal kalsium

Obat pelumpuh