efektifitas kebijakan restrukturisasi organisasi …digilib.unila.ac.id/47254/6/tesis tanpa bab...

116
EFEKTIFITAS KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD) (Studi di Kabupaten Pesisir Barat) (Tesis) Indah Melani MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: others

Post on 05-Apr-2020

21 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

EFEKTIFITAS KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI

ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD)

(Studi di Kabupaten Pesisir Barat)

(Tesis)

Indah Melani

MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

ABSTRAK

EFEKTIVITAS KEBIJAKAN RESTRUKTURISASIORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD)

(Studi di Kabupaten Pesisir Barat)

OlehIndah Melani

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerahdan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentangPerangkat Daerah menjelaskan bahwa perubahan dalam sebuah organisasiperangkat daerah memiliki tujuan untuk memaksimalkan dan mengoptimalkanpelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing organisasi sehingga organisasi bisaberjalan dengan efektif dan efesien. Tujuan dalam penelitian ini adalah untukmengukur tingkat efektivitas kebijakan restrukturisasi organisasi perangkat daerahdi Kabupaten Pesisir Barat.Penelitian ini menggunakan desain analisis deskriptifkuantitatif. Sampel Peneliti dalam penelitian ini adalah pegawai di lingkunganOrganisasi Perangkat Daerah di kabupaten Pesisir Barat. Berdasarkan hasilpengujian korelasi product momentdi ketahui bahwa: (1) Sumber daya manusiateknis berjalan dengan cukup kurang efektif hal itu dilihat sebelum pelaksanaanrestrukturisasi pegawai teknis memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.527sedangkan sesudah memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.583(2) Sumberdaya manusia non teknis dalam melaksanakan kebijakan restrukturisasi berjalandengan sangat kurang efektif, hal itu terlihat dari sebelum pelaksanaanrestrukturisasi pegawai non teknis memiliki nilai correlation coefficient sebesar0.464 sedangkan sesudah memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.565 (3)Sarana dan prasarana perangkat keras dalam pelaksanaan kebijakan restrukturisasiberjalan cukup kurang efektif, hal itu terlihat sebelum pelaksanaan restrukturisasiperangkat keras memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.417 sedangkansesudah pelaksanaan memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.430(4)Sarana dan prasarana seperti perangkat lunak dalam pelaksanaan kebijakanrestrukturisasi berjalan masih sangat kurang efektif, hal itu terlihat dari sebelumpelaksanaan restrukturisasi perangkat lunak memiliki nilai correlation coefficientsebesar 0.433 sedangkan sesudah memiliki nilaicorrelation coefficient sebesar0.495(5) Kontrol awal dalam pelaksanaan kebijakan restrukturisasi berjalan cukupkurang efektif, hal itu terlihat sebelum pelaksanaan restrukturisasi kontrol awalmemiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.546 sedangkan sesudahpelaksanaan memiliki nilaicorrelation coefficient sebesar 0.542(6) Kontrol akhirdalam pelaksanaan kebijakan restrukturisasi berjalan cukup kurang efektif, hal ituterlihat dari sebelum pelaksanaan restrukturisasi kontrol akhir memiliki nilaicorrelation coefficient sebesar 0.513 sedangkan sesudah pelaksanaan memilikinilaicorrelation coefficient diperoleh nilai sebesar 0.496.

Kata Kunci: Efektivitas, Kebijakan, Restrukturisasi Organisasi

ABSTRACT

THE EFFECTIVENESS OF THE ORGANIZATION'SRESTRUCTURING POLICY AREA DEVICES

(Studies in the County on the West Coast)

ByIndah Melani

Based on Act No 23 year 2014 about local government and governmentregulation of the republic of Indonesia number 18 Year 2016 of the regionexplained that the change in an organization has a goal area to device maximizeand optimize the execution of the duties and functions of each organization so thatthe organization can run effectively and efficiently. The aim in this study is tomeasure the effectiveness of the policy of restructuring the organization in thearea of device on the west coast.This research uses descriptive quantitativeanalysis design. Researchers in the study sample was a clerk in the organizationalenvironment the device area districts on the west coast. Based on the test resultscorrelation product moment in that: (1) Human resources technical run with lesseffective enough it is seen before the implementation of the restructuring oftechnical employees have a value of correlation's of 0527 While having valuecorrelation's of 0583 (2) Non technical human resources in carrying out thepolicy of restructuring run with very less effective, it can be seen from before theimplementation of the restructuring of the employee non technical valuecorrelation's of 0464 while having value correlation's of 0565 (3) Hardwarefacilities and infrastructure in the implementation of the policy of restructuringproceeding quite less effective, it is visible prior to the implementation of therestructuring of the hard disk has the value of the correlation's of 0417 whereasafter the implementation has a value of correlation's of 0430 (4) Facilities andinfrastructure such as software in the implementation of the policy ofrestructuring the walking is still very effective, it is less visible than before theimplementation of the restructuring of the software has the value of thecorrelation's of 0433 while having value correlation 's of 0495 (5) Initial Controlin the implementation of the policy of restructuring proceeding quite less effective,it looks before the implementation of the restructuring of the initial control valuecorrelation's of 0546 while after the implementation has a value of correlation'sof 0542 (6) Control end in the implementation of the policy of restructuring goingpretty effectively, it is less visible than before the implementation of therestructuring of the control end has a value correlation's of 0513 whereas afterthe implementation has the value's value of obtained correlation 0496.

Key words:Effectiveness, Policy, Organizational Restructuring

EFEKTIFITAS KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI

ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD)

(Studi di Kabupaten Pesisir Barat)

Oleh

Indah Melani

Tesis

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN

Pada

Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

MAGISTER ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 20 Oktober 1982,

anak keempat dari lima bersaudara, buah cinta dari Bapak

Sasmito dan Ibu Muryati

Jenjang Akademik Penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan Sekolah

Dasar (SD) Negeri Tegalwangi 1 diselesaikan tahun 1994, Sekolah Menengah

Pertama (SMP) di SMP Negeri 10 Tegal Pada Tahun 1997, dan Sekolah

Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri 4 Tegal yang diselesaikan pada tahun

2000. Tahun 2000, Penulister daftar sebagai Mahasiswa S1 Jurusan Ilmu

Pemerintahan FISIP Universitas Pancasakti Tegal (UPS Tegal) dan selesai di

tahun 2004.

Tahun 2016, Penulis terdaftar sebagai Mahasiswa S2 Program Studi Magister

Ilmu Pemerintahan (MIP) Konsentrasi Manajemen Pemerintahan FISIP

Universitas Lampung selesai tahun 2018. Organisasi Formal semasa kuliah yang

Penulis ikuti adalah Anggota Senat/ BEM Universitas di Universitas Pancasakti

Tegal, hingga saat ini Penulis sekarang ini adalah sebagai Pegawai Negeri di

Kabupaten Pesisir Barat Provinsi Lampung.

MOTTO

“Menyia-nyiakan waktu lebih buruk dari kematian.

Karena Kematian memisahkanmu dari dunia sementara

menyia-nyiakan waktu memisahkanmu dari Allah.”

(Imam bin Al Qoyim)

“Jika kau tak suka sesuatu, ubahlah!

Jika tak bisa, maka ubahlah cara pandangmu tentangnya”

(Maya Angelou)

PERSEMBAHAN

Kupersembahkan hasil karya yang sederhana

Untuk orang-orang yang berharga dalam hidupku:

Bapak

Sasmito yang telah memberikan dukungan, perhatian, dan motivasi selama

ini dengan kasih sayang tulus tanpa pamrih yang diiringi doa restu kepada

Allah SWT

Ibu

Muryati Wanita terhebat yang aku sayangi yang selalu menjadi

semangat dan hadir dalam setiap mimpiku

Suami

Ma’ruf Anshori, S.Pi lelaki yang sudah mendampingiku selama dua belas

tahun ini, dan semoga keluarga kecil kita selalu diberkahi Allah SWT.

Kakak- kakak dan Adikku

Opi, Aris, Andi dan Nita serta seluruh keluarga besar tercinta yang selalu

memotivasi dan mendukungku.

Almamater Tercinta Universitas Lampung

Yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman.

SANWACANA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat

rahmat, karunia dan kasih sayang-Nyalah sehingga akhirnya penulis dapat

menyelesaikan tesis ini yang berjudul “EFEKTIVITAS KEBIJAKAN

RESTRUKTURISASI ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD)

(STUDI DI KABUPATEN PESISIR BARAT)” yang merupakan salah satu

syarat untuk mendapatkan gelar Magister Ilmu Pemerintahan (MIP) pada Program

Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Lampung.

Tesis ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai

pihak. Pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan

terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr Sudjarwo, M.S. selaku Direktur Pascasarjana Universitas

Lampung,

2. Bapak Dr. Syarief Makhya selaku Dekan FISIP Universitas Lampung,

sekaligus selaku Penguji Tesis, terima kasih untuk seluruh saran dan

motovasinya selama ini

3. Bapak Drs. Hertanto, M.Si, Ph.D. selaku Ketua Program Studi Magister Ilmu

Pemerintahan FISIP Universitas Lampung,

4. Ibu Dr. Feni Rosalia, M.Si. selaku Koordinator Sekretariat Program Studi

Magister Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Lampung, sekaligus

Pembimbing Utama Tesis, untuk kesedian waktunya selama ini dengan sabar

memberikan bimbingan, saran, kritik serta motivasi yang membangun agar

dapat memberikan yang terbaik dalam proses penyelesaian tesis ini,terimaksih

atas Support dan motivasinya,

5. Bapak Dr. R Pitojo Budiono, M.Si. selaku Pembimbing Pembantu Tesis

terima kasih atas semua bimbingan, saran, kritik serta motivasi dalam proses

penyelesaian tesis ini,

6. Seluruh Jajaran Dosen Pengajar di Program Pascasarjana Magister Ilmu

Pemerintahan FISIP Universitas Lampung

7. Seluruh Staf Administrasi di Program Pascasarjana Magister Ilmu

Pemerintahan FISIP Universitas Lampung dan Karyawan TU Fisip Unila yang

membantu dan melayani urusan administrasi perkuliahan,

8. Teristimewa kepada orang tuaku, Bapakku Sasmito terimakasih telah menjadi

Bapak yang kuat, baik dan yang selalu memberikan doa dan motivasi, yang

selalu bekerja keras mendidik untuk menjadikan Penulis menjadi manusia

yang berguna dan bermanfaat bagi orang lain, semoga Allah SWT selalu

memberikan kesehatan dan nikmat-Nya untuk Bapakku dan Ibuku Muryati

terimakasih karena semangat dan doa dari Ibu akhirnya Penulis mampu

memotivasi diri, hingga mampu menjalani hidup tanpa dirimu

9. Teruntuk Suamiku tercinta Ma’ruf Anshori, S.Pi terimakasih kuucapkan untuk

segala dukungan dan motivasi mas sehingga ayi dapat menyelesaikan

pendidikan ini sesuai dengan harapan.

10. Kepada Kakak-kakakku Opi, Aris dan Andi adikku Nita terima kasih atas

segala nasihat serta saran yang memotivasi untuk terus berkembang menjadi

pribadi yang lebih baik lagi,

11. Kepada seluruh teman-teman Mahasiswa Pascasarjana Magister Ilmu

Pemerintahan (MIP) angkatan 2016, terima kasih sudah menjadi keluarga

baru, dan terima kasih atas kebersamaannya, semoga silahturahmi kita tetap

terjaga dengan baik,

12. Sahabat-sahabatku Luluk, Vina Iyan, dan Lusi Akhir kata, Penulis menyadari

bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan, akan tetapi sedikit harapan

semoga tesis yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita

semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Oktober 2018

Penulis,

Indah Melani

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ................................................................................... 14

C. Tujuan Penelitian ..................................................................................... 14

D. Manfaat Penelitian ................................................................................... 14

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Efektifitas Organisasi .............................................................................. 16

1. Pengertian Efektivitas Organisasi ....................................................... 16

2. Pengukuran Efektifitas ....................................................................... 21

B. Kebijakan ................................................................................................ 24

1. Pengertian Kebijakan .......................................................................... 24

2. Tahap Kebijakan ................................................................................. 25

C. Penataan Organisasi Pemerintah ............................................................. 28

1. Pengertian Organisasi ......................................................................... 28

2. Jenis-Jenis Organisasi ......................................................................... 29

3. Karakter-Karakter Organisasi ............................................................. 31

4. Model Organisasi ................................................................................ 32

5. Organisasi Pemerintah ........................................................................ 35

6. Restrukturisasi Organisasi Pemerintah ............................................... 42

7. Proses Penataan Organisasi Pemerintah ............................................. 45

8. Tujuan Penataan Organisasi Pemerintah Daerah................................ 46

D. Daerah Otonomi Baru ............................................................................. 48

1. Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) ....................................... 48

2. Syarat Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) ............................ 49

3. Faktor-Faktor Pendorong Pembentukan Daerah Otonom Baru

(DOB) ................................................................................................. 50

4. Prosedur Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) ........................ 52

E. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016

Tentang Perangkat Daerah ...................................................................... 54

F. Penelitian Terdahulu ............................................................................... 62

G. Kerangka Pikir ........................................................................................ 68

H. Hipotesis .................................................................................................. 68

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian ........................................................................................ 69

B. Variabel Penelitian .................................................................................. 69

C. Definisi Konseptual Variabel .................................................................. 70

D. Definisi Operasional Variabel ................................................................. 72

E. Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................. 77

F. Jenis dan Sumber Data ............................................................................ 79

G. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 80

H. Teknik Analisis Data ............................................................................... 82

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Sebelum Dilakukan Restrukturisasi Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat ............................ 85

B. Gambaran Umum Sesudah Dilakukan Restrukturisai Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat ............................ 89

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian ...................................................................................... 94

1. Deskripsi Jawaban Responden Variabel X ........................................ 94

2. Deskripsi Jawaban Responden Variabel Efektivitas Restrukturisasi

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) (Y) ................................................ 112

3. Uji Instrumen Penelitian .................................................................... 113

a. Uji Validitas .................................................................................. 113

b. Uji Reliabilitas .............................................................................. 117

4. Uji Hipotesis ...................................................................................... 119

a. Pegawai Teknis ............................................................................. 119

b. Pegawai Non Teknis ..................................................................... 120

c. Perangkat Keras ............................................................................ 121

d. Perangkat Lunak ........................................................................... 123

e. Kontrol Awal ................................................................................ 124

f. Kontrol Akhir ................................................................................ 125

B. Pembahasan ............................................................................................ 127

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ............................................................................................. 143

B. Saran ....................................................................................................... 144

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan tatanan kehidupan masyarakat Indonesia, sebagai hasil dari upaya

peningkatan kualitas nasional yang sistematis sehingga telah melahirkan berbagai

arus tuntutan baru di semua sektor kehidupan. Salah satu isu yang berkaitan

dengan arus tersebut adalah tuntutan sejumlah daerah untuk melakukan

pemekaran wilayah atau pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB). Menurut

Sarundajang, (2005:56-67), pertimbangan dilakukannya pemekaran wilayah atau

pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) adalah terkait aspek potensi yang

dimiliki daerah, sehingga dipandang perlu diberikan wewenang kepada daerah-

daerah tersebut untuk mengurus pemerintahan daerahnya sendiri. Potensi daerah

yang merupakan kekayaan alam baik yang sifatnya dapat diperbaharui maupun

yang tidak dapat diperbaharui seperti minyak bumi, batu bara, timah, tembaga,

biji besi ataupun nikel, melahirkan pertimbangan khusus bagi pemerintah pusat

untuk mengatur pemerataan daerah, hasrat ini kemudian mewajibkan pemerintah

membentuk pemerintah daerah sekaligus pemberian otonomi daerah untuk

menyelenggarakan rumah tangga daerahnya.

Dalam konteks ada kecenderungan pemerintah pusat untuk mengatur

pemerintahan hingga berakibat daerah kehilangan kreativitas dan inovasi.

2

Kebutuhan untuk memanfaatkan institusi daerah disebabkan oleh adanya variasi

dalam hal kepadatan penduduk, itensitas kebutuhan dan minimnya sumber daya

yang tersedia pada masyarakat. Dalam dua dekade terakhir ini misalnya,

kepentingan potensial pemerintah daerah telah meningkat sejalan dengan tuntutan

yang semakin besar terhadap pembangunan daerah dan peningkatan pelayanan.

Pembangunan yang semakin luas di daerah telah menciptakan sebuah wilayah-

wilayah baru yang pada gilirannya menciptakan tuntutan yang semakin kompleks.

Semakin besar hambatan, semakin tidak dapat dihindarkan masalah sosial yang

timbul di wilayah-wilayah tersebut, seperti masalah kriminalitas, pemukiman

kumuh, persediaan air yang tidak mencukupi, fasilitas kebersihan yang terbatas,

pendidikan yang tidak memuaskan, pengangguran dan kesenjangan pembangunan

di segala bidang, hal ini tentunya membutuhkan penanganan yang serius dengan

melibatkan unsur lembaga yang mampu menciptakan keteraturan.

Pemerintah daerah dengan berbagai produk peraturannya dipandang penting

peranannya untuk mengatasi permasalahan yang kompleks, sebab jangkauan dan

kemampuan pemerintah pusat terlalu jauh untuk menangani masalah-masalah ini.

Keterbatasan kemampuan pemerintah pusat juga merupakan salah satu alasan

pentingnya diadakan pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB). Kendali

pemerintahan yang terlalu luas dapat menyebabkan pelayanan publik yang sulit

dijangkau, pembangunan yang tidak merata, dan kemiskinan yang tinggi pada

wilayah yang letaknya jauh dari ibu kota pemerintahan, hal inilah yang menjadi

penyebab suatu daerah ingin memisahkan diri. Suatu daerah yang mekar menjadi

Daerah Otonomi Baru (DOB), biasanya merupakan daerah yang letaknya jauh

3

dari ibu kota kabupaten lama (kabupaten induk), sehingga sulit bagi masyarakat

untuk mendapatkan sarana dan prasarana umum.

Pelaksanaan otonomi daerah memiliki masalah-masalah yang berbeda ditiap

kabupaten, salah satunya adalah adanya tarik ulur terkait masalah kelayakan suatu

daerah menjadi sebuah kabupaten dan menjadi sebuah Daerah Otonomi Baru

(DOB). Menurut Kaloh (2007:194), mengatakan dalam konteks pemekaran daerah

atau wilayah tersebut yang lebih dikenal dengan pembentukan Daerah Otonomi

Baru (DOB), bahwa daerah otonom tersebut diharapkan mampu memanfaatkan

peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama berkaitan

dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam,

dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat

setempat yang lebih baik.

Menurut Widjaja (2005:134-135), pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB)

pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik guna

mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di samping sebagai sarana

pendidikan politik lokal. Perkembangan daerah dengan adanya otonomi

menunjukkan semakin banyak daerah yang terlihat lebih maju dan berkembang

sejak diberikan otonomi yang lebih besar terutama daerah yang memiliki sumber

daya alam cukup besar. Otonomi ternyata diberikan kepada daerah untuk

mengembangkan daerahnya yang pada dasarnya adalah untuk memberdayakan

daerah termasuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mempercepat

pembangunan, mempermudah pelayanan publik, mengurangi angka kemiskinan

dan lain-lain. Berdasarkan hal tersebut maka pemerintah Daerah Otonomi Baru

4

(DOB) perlu melakukan penataan atau restrukturisai Organisasi Perangkat Daerah

(OPD) dengan tujuan dapat mempercapat pembangunan daerah, mengurangi

angka kemiskinan, meningkatkan kesejahteran masyarakat dengan cepat dan

efektif serta pelayanan publik dapat dilakukan dengan efeksitif dan efesien. proses

penataan atau restrukturisai Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pemerintah

sudah mengeluarkan regulasi sebagai dasar untuk penataan organisasi bagi Daerah

Otonomi Baru (DOB) regulasi tersebut yaitu Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah yang

diundangkan pada tanggal 19 Juni 2016 dengan ketentuan mencabut dan

menyatakan tidak berlaku terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007

tentang Organisasi Perangkat Daerah. PP Nomor 18 Tahun 2016 ini adalah tindak

lanjut dari amanat dalam UU pemerintah daerah serta adanya perubahan

pembagian urusan pemerintah antara Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi dan

Pemerintah Kabupaten dan Kota. Dalam artian bahwa dengan diberlakukannya PP

Nomor 18 Tahun 2016 maka peraturan tersebut adalah rujukan yuridis untuk

membentuk regulasi pelaksana daerah yang nantinya dapat digunakan sebagai

dasar hukum dalam pembentukan organisasi perangkat daerahnya.

Perangkat Daerah atau Organisasi Perangkat Daerah (OPD) merupakan organisasi

atau lembaga pada pemerintah daerah yang bertanggung jawab kepada kepala

daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Perangkat daerah

dibentuk oleh masing-masing daerah berdasarkan pertimbangan karakteristik,

potensi, dan kebutuhan daerah sehingga diperlukan tampilan susunan organisasi

5

yang ramping namun kaya akan fungsi di mana tampilan organisasi pemerintah

yang besar dan gemuk akan menghabiskan banyak resources, fenomena ini telah

banyak dilihat dalam praktek organisasi pemerintah selama ini baik ditingkat

pusat maupun daerah.

Organisasi pemerintahdaerah dari Sabang sampai Merauke dibangun dan

dikembangkan dengan menggunakan azas uniformitas, adaptasi terhadap

keragaman aktualitas kontektual lokal tidak direspon secara proporsional

akibatnya nomenklatur, jenis dan jumlah lembaga (organisasi) yang

dikembangkan di seluruh daerah di Indonesia hampir sama. Secara implisit

sebenarnya ada nuansa kesadaran bahwa praktek pembentukan dan

pengembangan kelembagaan birokrasi pemerintah daerah yang uniform sudah

tidak relevan dengan dinamika lingkungan internal maupun eksternalnya. Nuansa

implisit lainnya sebagaimana disebutkan dalam peraturan pemerintah tersebut

adalah bahwa organisasi yang dibentuk pemerintah daerah haruslah disesuaikan

dengan kondisi kontektual daerah dengan berpedoman kepada hal tersebut maka

sebenarnya bagi daerah-daerah yang memiliki volume dan kompleksitas

permasalahan yang berbeda dengan daerah lainnya juga harus memiliki,

menetapkan dan mengembangkan organisasi di lingkungan pemerintahan yang

berbeda pula.

Meskipun peraturan pemerintah tersebut telah mengisyaratkan akan perlunya

sebuah bentuk birokrasi daerah yang berbeda dari yang telah ada sekarang ini,

namun ternyata dalam realitas pelaksanaan otonomi daerah di era reformasi dan

demokratisasi ini fenomena-fenomena yang ditampilkan oleh pemerintah daerah

6

dalam merestrukturisasi dan atau mengembangkan organisasi dilingkungannya

masih seperti pada masa sebelumnya. Birokrasi daerah masih saja dibangun

dengan gaya struktur lama dan cenderung justru lebih besar dari masa sebelumnya

dengan adanya tampilan yang demikian maka kehendak untuk mewujudkan

pemberdayaan rakyat akan menemui persoalan, sebab sebagian besar dana

pemerintah akan tersedot untuk membiayai birokrasi sedangkan untuk

pemberdayaan rakyat menjadi tidak terprioritaskan.

Secara lebih luas dengan adanya penataan organisasi perangka daerah sebenarnya

adalah dalam kerangka pengembangan kepemerintahan yang baik (good

governance). Penataan organisasi perangkat daerah dalam kerangka good

governance diharapkan akan menciptakan suatu penyelenggaraan pemerintahan

daerah yang lebih akuntabel, transparan, responsif, terbuka, efektif dan efisien,

karena dengan penyelenggaraan good governance memungkinkan semua elemen

yang ada yaitu negara, sektor swasta dan masyarakat bisa terlibat secara

proporsional dalam menentukan kebijakan publik yang dibuat dan akan

diimplementasikan.

Pelaksanaan penataan organisasi perangkat daerah dibawah Peraturan Pemerintah

Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah mengisyaratkan bahwa

penataan organisasi perangkat daerah dilakukan seharusnya tidak sekedar karena

adanya tuntutan formal dengan adanya perubahan aturan/paradigma atau hanya

dalam rangka mengakomodasi kepentingan internal birokrasi itu sendiri, namun

yang lebih penting dan substansial adalah karena adanya kebutuhan objektif di era

otonomi daerah yang baru dan secara lebih luas harus mampu menciptakan

7

sebuah kepemerintahan yang baik (good governance). Realitas pembentukan

organisasi setelah pergeseran format pemerintah daerah justru bergeser dari

tujuan-tujuan pembentukan organisasi yang ideal. Fenomena semacam ini telah

muncul di beberapa kabupaten dan kota di Indonesia termasuk salah satunya

Kabupaten Pesisir Barat yang merupakan daerah otonomi baru. Implikasi terhadap

bentuk struktur organisasi Perangkat Daerah Kabupaten Pesisir Barat yang

pembentukannya didasarkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016

Tentang Perangkat Daerahadalah, Pertama, lambatnya pengambilan keputusan

akibat jenjang hirarkis yang panjang karena terlalu banyaknya jumlah jabatan

struktural. Kedua, duplikasi dan tumpang tindih (overlapping) tugas dan fungsi

antar unit kerja sehingga tidak menciptakan institutional coherence. Ketiga, tidak

terciptanya sinkronisasi mekanisme dan prosedur kerja antar satuan organisasi,

dan Keempat, ketidakterpaduan berbagai program dan kegiatan antar satuan

organisasi perangkat daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang Perangkat Daerah dibuat

sebagai salah satu alat untuk dapat mewujudkan suatu perangkat daerah yang

efisien dengan membatasi jumlah maupun besaran dari organisasi yang dapat

dibentuk serta efektif dengan menetapkan kriteria dan persyaratan bagi organisasi

yang dapat dibentuk melalui transformasi dalam sistem dan organisasi pemerintah

daera

Semua Kabupaten di Provinsi Lampung wajib melaksanakan kebijakan Peraturan

Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 adalah Kabupaten Pesisir Barat, sebagai

Daerah Otonomi Baru (DOB) Kabupaten Pesisir Barat memerlukan penataan

8

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan tujuan agar Organisasi Perangkat

Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat tidak terlalu besar, tetapi kaya akan

fungsi. dalam pembentukan dan penyusunan perangkat daerah di Kabupaten

Pesisir Barat disesuaikan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Barat

Nomor 11 Tahun 2017 tentang perubahan atas Peraturan Daerah Kabupaten

Pesisir Barat Nomor 23 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat

Daerah Kabupaten Pesisir Barat yang merupakan bagian dari aturan pokok

penyelenggaraan terbentuknya organisasi tersebut. Pemerintah Kabupaten Pesisir

Barat menetapkan perlunya diadakan penataan ulang terhadap struktur organisasi

perangkat daerah, yang bertujuan untuk, Pertama, mengoptimalkan lini terdepan

pelayanan pemerintahan, sehingga dapat mendekatkan pelayanan sedekat-

dekatnya kepada masyarakat (optimalisasi pelayanan di tingkat kecamatan dan

kelurahan). Kedua, sumber daya pemerintah daerah dapat dialokasikan secara

proporsional, sehingga tugas pokok pemerintahan daerah lebih fokus kepada tugas

fasilitasi dan pemberdayaan masyarakat, yang memberikan ruang lebih besar bagi

partisipasi masyarakat (empowering), dan Ketiga, menetapkan besaran dan

susunan organisasi sesuai prinsip-prinsip pengorganisasian yang baik.

Berdasarkan hasil wawancara pra penelitian dengan Kepala Sub bagian

Kelembagaan Bagian Organisasi Sekretariat Daerah Kabupaten Pesisir Barat,

menyebutkan bahwa:

Dalam proses Pembentukan Peraturan Daerah sebagaiimplementasi/peraturan pelaksana dari PP Nomor 18 Tahun 2016 dengantujuan agar dapat dilaksanakan sebagai mestinya dalam menjalankan tugassebagai pemerintah daerah. Kepala Sub Bagian Kelembagaan BagianOrganisasi Kabupaten Pesisir Barat, juga menyebutkan bahwa dalamproses Pembentukan Perda sebagai implementasi/peraturan pelaksana dariPP Nomor 18 Tahun 2016 ditujukan agar nantinya dapat digunakan

9

sebagai dasar hukum bagi Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat untukmelakukan penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD), (WawancaraTanggal 5 Februari 2018).

Sebagaimana disebutkan dalam pendahuluan PP Nomor 18 Tahun 2016 yang

menyebutkan bahwa pengelompokan organisasi Perangkat Daerah didasarkan

pada konsepsi pembentukan organisasi yang terdiri atas 5 (lima) elemen, yaitu

kepala daerah (strategic apex), sekretaris daerah (middle line), dinas daerah

(operating core), badan/fungsi penunjang (technostructure), dan staf pendukung

(supporting staff). Berdasarkan hasil observasi dan wawancara awal di ketahui

bahwa Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Barat Nomor 11 Tahun 2017 tentang

Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten Pesisir digunakan

sebagai dasar untuk menggabungkan, menghapuskan, atau menambahkan

Organisasi Perangkat Daerah yang baru yang akan memberi pelayanan maksimal

kedepannya, sehingga tidak tumpang tindih dan dapat berdaya guna serta berhasil

guna sesuai dengan kepentingan masyarakat kabupaten Pesisir Barat.

Sedangkan hasil dari pembentukan dan penyusunan perangkat daerah adalah ada

beberapa urusan pemerintahan yang digabung dalam satu perangkat daerah

berdasarkan peritimbangan efisiensi, efektivitas dan rasionalitas serta disesuaikan

dengan kebutuhan nyata dan kemampuan daerah, serta adanya koordinasi,

integrasi, sinkronisasi dan komunikasi kelembagaan antara pusat dan daerah.

Adapun perubahan yang terjadi setalah adanya penataan Organisasi Perangkat

Daerah (OPD) Kabupaten Pesisir Barat adalah sebagai berikut:

10

Tabel. 1 Penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten PesisirBarat Tahun 2017

No Organisasi PerangkatDaerah (OPD)

Sebelum PenataanOPD

Sesudah PenataanOPD

1 Sekretariat DaerahBagian 7 9Staf Ahli Bupati 3 3Asisten 3 3Sub Bagian 18 27

2 Sekretariat DPRDBagian 3 3

3 Inspektorat4 Dinas 13 205 Kantor 3 16 Badan 7 67 Kecamatan 11 11

Jumlah 65 82Sumber: Bagian Organisasi Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir Barat, Tahun 2018

Berdasarkan data di atas maka dapat di ketahui bahwa semua Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat mengalami perubahan,

perubahan sangat besar terjadi pada sub bagian yang ada di Sekretariat Daerah

dimana sebelum penataan berjumlah 18 sub bagian meningkat menjadi 27 sub

bagian, dinas semula 13 dinas dan sesudah penataan menjadi 20 dinas, untuk

Kantor dikarenakan sebagian berubah menjadi dinas dan sebagian lagi menjadi

badan maka kantor sudah tidak terdapat lagi di Pemerintah Daerah Kabupaten

Pesisir Barat. Sedangkan OPD lainnya sebagian meningkat dan menurun 1 atau 2

tingkat,untuk OPD yang tidak mengalami perubahan yaitu jumlah Kecamatan dan

Inspektorat. Perubahan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) bertujuan untuk

memaksimalkan dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas dan fungsi masing-

masing organisasi pemerintahan.

Berdasarkan data di atas maka dapat di ketahui bahwa Organisasi Perangkat

Daerah (OPD) yang ada di Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat yang terdiri dari

11

unsur staf, unsur pelaksana maupun unsur penunjang sebelum proses penataan

Organisasi Perangka Daerah (OPD) berjumlah sebanyak 65 organisasi sedangkan

setelah proses penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) jumlahnya menjadi

sebanyak 82 organisasi. Perubahan organisasi di Kabupaten Pesisir Barat yang

terjadi berdampak pada penggunaan dana APBD Kabupaten Pesisir Barat untuk

biaya birokrasi (aparatur) yang juga semakin meningkat dan tidak efesien, hal itu

terlihat dari meningkatnya belanja pegawai baik langsung maupun tidak langsung

di mana sebelum dilakukan penataan organisasi tahun 2016 belanja pegawai

sebesar Rp.78.565.102.023,00 dan di tahun 2017 belanja pegawai langsung

meningkat menjadi Rp.79.755.933.149,05 pada hal di tahun 2016 memiliki

surplus anggaran pegawai sbesar Rp.5.690.831.126,24 namun setelah penataan

organisasi pada tahun 2017 surplus anggaran menjadi berkurang signifikan

menjadi Rp.1.374.855.464,33, (LRA Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2017).

Peningkatan anggaran setalah adanya restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah

(OPD) ternyata juga tidak berdampak pada peningkatan jumlah Aparatur Sipil

Negara (ASN) di Kabupaten Pesisir Barat bahkan jumlah ASN mengalami

pengurangan, pengurangan tersebut dikarenakan adanya pengalihan personel

untuk ASN Dina Kehutanan dan guru SMK dan SMA yang diambil alih oleh

Pemerintah Provinsi hal itu terlihat dari jumlah ASN sebelum dilakukan

restrukturisasi dan diambil alih pada tahun 2016 sebanyak 2.149 ASN setelah

diambil alih dan dilakukan restrukturisasi pada tahun 2017 jumlah ASN

mengalami penurunan sebanyak 2.041 ASN, (BKD Kabupaten Pesisir Barat

Tahun 2018).

12

Selain adanya perubahan terhadap jumlah ASN implementasi restrukturisasi

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) diharapkan juga berdampak pada pelayanan

publik yaitu memperpendek jalur pelayana birokrasi memperjelas mekanisme dan

prosedur pelayanan serta transparansi dalarn biaya pelayanan. Namun fakta

empiris menunjukkan bahwa kualitas pelayanan di beberapa OPD yaitu Dinas

Kependudukan dan Catatan Sipil serta Dinas Pelayana Perizinan pada Pemerintah

Kabupaten Pesisir Barat belum dapat memenuhi harapan masyarakat hal itu

terlihat dari indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh

Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil serta Dinas Pelayanan Perizinan masih

relatif rendah, (Hasil Observasi Pra Penelitian Tanggal 5 Februari 2018).

Berdasarkan hasil di atas maka dapat ketahui bahwa penyarapan anggaran untuk

pegawai yang cukup besar ternyata kurang diimbangi dengan kualitas Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat di mana publik menilai

penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) belum efektif dalam menjalankan

tugas dan fungsinya. Dengan demikian semakin banyaknya porsi dana APBD

yang digunakan untuk kepentingan aparatur maka dana untuk kepentingan publik

porsinya semakin kecil, hal tersebut yang membuat tata kelola pemerintahan yang

ada di Kabupaten Pesisir Barat tidak sejalan dengan nilai-nilai good governance.

Selain itu proses penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten

Pesisir Barat yang telah dilaksanakan ternyata tidak mampu mewujudkan

organisasi yang benar-benar berkompeten dalam menjalankan tugas dan

fungsinya, karena beban tugas yang diemban sudah melebihi kapasitas organisasi

yang ada di Sekretariat Daerah Kabupaten Pesisir Barat yang berujung pada

13

ketidakefektifan, penyusunan yang kurang tepat sehingga menyebabkan

pelayanan kepada masyarakat dalam bidang-bidang tertentu tidak efektif dan

efisien. Seperti yang telah diuraikan di atas, struktur organisasi yang komplek

menyebabkan perumusan misi dan fungsi organisasi di Sekretariat Daerah

Kabupaten Pesisir Barat menjadi tidak jelas dan mengakibatkan tumpang tindih

tugas pokok dan fungsi yang dilaksanakan oleh suatu bagian.

Pernyataan tersebut secara implisit dapat di pahami bahwa pembentukan dan

penyusunan perangkat daerahyang dilakukan memang mengurangi jumlah

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) atau Jabatan yang ada, hanya saja ketika

dalam proses pembentukan dan penyusunan perangkat daerahada penggabungan

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang berbeda tugas dan fungsi tentu menjadi

tidak efektif lagi, apabila dilihat dengan struktur organisasi tersebut, di mana

terlihat semakin padat. Harapan yang diinginkan oleh semua pihak adalah struktur

yang lebih ramping dan fleksibel, dalam artian dapat memberikan ruang bagi

terjadinya diskresi (tidak menganut formalisasi) dan tidak sentralistis

(desentralistis), yang memungkinkan terjadinya sinergi diantara kalangan birokrat

dan terciptanya team work yang solid bukan tergantung pada satu atau

sekelompok individu dalam birokrasi yang saling mendukung.

Penelitian ini juga sangat penting dilakukan sebagai informasi bagi pemerintah

daerah Kabupaten Pesisir Barat khususnya dan dapat dipergunakan sebagai bahan

pertimbangan dalam proses penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD)

kedepannya, mengingat penataan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang

dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir Barat dianggap masih

14

kurang efektif dan cenderung semakin besar, hal tersebut berdampak pada

meningkatnya keperluan biaya birokrasi (aparatur) serta menurunnya penyerapan

anggaran untuk kepentingan publik, selain itu Organisasi Perangkat Daerah

(OPD) ternyata juga tidak mampu mewujudkan organisasi yang benar-benar

berkompeten dalam menjalankan tugas pokok dan fungsinya.

Berdasarkan uraian tersebut membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

ini dengan judul: “EFEKTIVITAS KEBIJAKAN RESTRUKTURISASI

ORGANISASI PERANGKAT DAERAH (OPD) (Studi di Kabupaten Pesisir

Barat)”.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah seberapa efektif kebijakan

restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengukur tingkat efektifitas kebijakan

restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat.

D. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan antara lain:

1. Kegunaan akademik

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pengembangan

ilmu pemerintahan khususnya tentang masalah pemerintahan dan kebijakan.

15

2. Kegunaan praktis

Temuan penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi praktis

kepada Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat untuk efektifitas kebijakan

restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat.

16

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Efektivitas Organisasi

1. Pengertian Efektivitas Organisasi

Konsep efektivitas yang merupakan suatu konsep yang bersifat multidimensional,

maka makna yang diungkapkan sering berbeda, walaupun pada akhirnya tujuan

dari efektivitas itu adalah pencapaian tujuan. Secara etimologi kata efektivitas

berasal dari kata efektif, dalam bahasa inggris effective telah mengintervensi ke

dalam bahasa Indonesia dan memiliki makna berhasil. Soekanto (2010:17),

menerangkan efektivitas berasal dari kata effektiviens yang berarti ukuran sampai

sejauh mana suatu kelompok mencapai tujuan. Beberapa ahli berpendapat tentang

efektivitas seperti Miller dalam Tangkilisan (2015:160), mengungkapkan bahwa:

Effectiveness be define as the degree to which a social system achieve itsgoals. Effectiveness must be distinguished from efficiency. Efficiency ismeanly concerd with goal attainment. (Efektivitas dimaksud sebagaitingkat seberapa jauh suatu system sosial mencapai tujuannya. Efektivitasini harus dibedakan dengan efisiensi. Efisiensi terutama mengandungpengertian perbandingan antara biaya dan hasil sedangkan efektivitassecara langsung dihubungkan dengan pencapaian suatu tujuan).

Menurut Bastian dalam Tangkilisan (2015:162), menyatakan efektivitas adalah

hubungan antara output dan tujuan, dimana efektivitas diukur berdasarkan

seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi

mencapaitujuan yang telah ditetapkan. Artinya bahwa efektivitas dapat dilihat

17

melalui pencapaian hasil yang kemudian disesuaikan dengan tujuan yang telah

direncanakan sebelumnya. Sedangkan Handayadiningrat (2012:251),

mengemukakan bahwa efektivitas adalah pengukuran dalam arti tercapainya

sasaran atau tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.

Melihat dari uraian diatas, terdapat berbagai macam konsep efektivitas yang

diungkapkan oleh para ahli yang juga mengandung berbagai macam makna sesuai

dengan kerangka acuan yang dipakai. Efektivitas dapat dipakai untuk menjelaskan

keberhasilan dalam melaksanakan sesuatu atau melakukan sesuatu dan efektivitas

juga digunakan untuk memberi batasan dari segi hasil dan dampak yang dicapai.

Walaupun demikian, peneliti menyimpulkan bahwa efektivitas lebih dapat

digunakan sebagai ukuran untuk melihat tercapai atau tidaknya suatu kegiatan

atau program yang telah ditetapkan yang dapat dilihat melalui tujuan dan hasil

yang dicapainya.

Pada dasarnya, alasan dari didirikannya suatu organisasi adalah untuk mencapai

tujuan dan sasaran yang telah disepakati bersama dengan lebih efektif dan efisien.

Selain itu, dengan tindakan yang dilakukan bersama-sama dengan penuh rasa

tanggung jawab, maka pencapaian tujuan dari organisasi tersebut diharapkan

dapat terlaksana dengan hasil yang baik. Suatu organisasi yang berhasil dapat

diukur dengan melihat pada sejauhmana organisasi tersebut dapat mencapai

tujuannya.

Menurut Dessler dalam Tangkilisan (2015:152), mengemukakan pendapatnya

bahwa organisasi dapat diartikan sebagai pengaturan sumber daya dalam suatu

kegiatan kerja, dimana tiap-tiap kegiatan tersebut telah disusun secara sistematika

18

untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Pada organisasi tersebut masing-

masing personel yang terlibat didalamnya diberi tugas, wewenang, dan tanggung

jawab yang dikoordinasikan untuk mencapai tujuan organisasi, dimana tujuan

organisai tersebut dirumuskan secara musyawarah sebagai tujuan bersama yang

diwujudkan secara bersama-sama.

Selanjutnya Tangkilisan (2015:158), mendefinisikan organisasi secara sederhana

sebagai suatu bentuk kerja sama untuk mencapai tujuan bersama-sama secara

efisien dan efektif melalui kegiatan yang telah ditentukan secara sistematis dan

didalamnya ada pembagian tugas, wewenang, dan tanggung jawab yang jelas

dalam mencapai tujuan organisasi tersebut. Lebih lanjut dikatakan oleh

Georgopualos dan Tannebaum dalam Tangkilisan (2015:161), mengenai

pengertian efektivitas organisasi bahwa:

… organization effectiveness as the extent to which an organization as asocial system, given certain resources and mean, fulfill it’s objectivewithout incapacitating it’s means and resources and without placing strainupon it’s member. (Efektivitas organisasi adalah tingkat sejauh mana suatuorganisasi yang merupakan system sosial dengan segala sumber daya dansarana tertentu yang tersedia memenuhi tujuan-tujuannya tanpapemborosan dan menghindari ketegangan yang tidak perlu diantaraanggota-anggotanya).

Jadi secara umum ada pandangan bahwa efektivitas organisasi dimaksudkan atau

dapat didefinisikan dalam batas-batas tingkat pencapaian tujuan organisasi.

Efektivitas organisasi menurut Sedarmayanti (2009:38), sebagai tingkat

keberhasilanorganisasi dalam usaha mencapai tujuan/sasaran. Hall dalam

Tangkilisan (2015:164), mengartikan bahwa dengan tingkat sejauh mana suatu

organisasi merealisasikan tujuannya, semua konsep tersebut hanya menunjukan

pada pencapaian tujuan organisasi, sedangkan bagaimana cara mencapainya tidak

19

dibahas. Sedangkan Tangkilisan (2015:166), sendiri mengartikan efektivitas

organisasi menyangkut dua aspek, yaitu tujuan organisasi dan pelaksanaan fungsi

atau cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Pengertian lain menurut Susanto (2015:156), efektivitas organisasi merupakan

daya pesan untuk mempengaruhi atau tingkat kemampuan pesan-pesan untuk

mempengaruhi. Menurut pengertian Susanto tersebut, efektivitas organisasi bisa

diartikan sebagai suatu pengukuran akan tercapainya tujuan yang telah

direncanakan sebelumnya secara matang. Efektivitas organisasi merupakan suatu

ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target dapat tercapai,

(Sedarmayanti, 2009:61). Pendapat tersebut menyatakan bahwa efektivitas

organisasi merupakan suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh

target yang telah ditetapkan sebelumnya oleh lembagaatau organisasi dapat

tercapai. Hal tersebut sangat penting peranannya di dalam setiap lembaga atau

organisasi dan berguna untuk melihat perkembangan dan kemajuan yang dicapai

oleh suatu lembaga atau organisasi itu sendiri. Setiap organisasi atau lembaga di

dalam kegiatannya menginginkan adanya pencapaian tujuan. Tujuan dari suatu

lembaga akan tercapai segala kegiatannya dengan berjalan efektif akan dapat

dilaksanakan apabila didukung oleh faktor-faktor pendukung efektivitas

organisasi.

Berdasarkan pengertian-pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas

organisasi merupakan ukuran yang menunjukkan seberapa jauh program atau

kegiatan mencapai hasil dan manfaat yang diharapkan. Menurut pendapat

Mahmudi (2005:92), efektivitas merupakan hubungan antara output dengan

20

tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan,

maka semakin efektif organisasi, atau kegiatan. Berdasarkan pendapat tersebut,

bahwa efektivitas mempunyai hubungan timbal balik antara output dengan tujuan,

semakin besar kontribusi output, maka semakin efektif suatu kegiatan.

Efektivitas berfokus pada outcome (hasil), atau kegiatan yang dinilai efektif

apabila output yang dihasilkan dapat memenuhi tujuan yang diharapkan atau

dikatakan spending wisely. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar

mengenai hubungan arti efektivitas di bawah ini.

Gambar 1. Hubungan EfektivitasSumber: Mahmudi (2005:92)

Sehubungan dengan pengertian di atas, maka efektivitas organisasi adalah

menggambarkan seluruh siklus input, proses dan output yang mengacu pada hasil

guna daripada suatu organisasi, atau kegiatan yang menyatakan sejauhmana

tujuan (kualitas, kuantitas, dan waktu) telah dicapai, serta ukuran berhasil

tidaknya suatu organisasi mencapai tujuannya dan mencapai target-targetnya. Hal

ini berarti efektivitas organisasi yang dipentingkan adalah semata-mata hasil atau

tujuan yang dikehendaki.

Melihat dari uraian mengenai efektivitas, organisasi dan efektivitas organisasi

diatas, peneliti menyimpulkan bahwa efektivitas organisasi lebih dapat digunakan

sebagai ukuran untuk melihat tercapai atau tidaknya suatu organisasi dalam

melaksanakan kegiatan-kegiatan atau fungsi-fungsi sehingga tujuan yang telah

Efektivitas =

21

ditetapkan dapat tercapai dengan menggunakan secara optimal alat-alat dan

sumber-sumber yang ada.

2. Pengukuran Efektivitas

Penilaian keefektivan suatu organisasi dapat dilakukan dengan menggunakan

beberapa pendapat ahli sebagai pisau untuk mengetahui apakah organisasi

tersebut telah mencapai tujuan yang telah direncanakan sebelumnya atau tidak.

Sterss dalam Tangkilisan (2015:174), mengemukakan lima kriteria dalam

pengukuran efektivitas organisasi, yaitu:

a. Produktivitas

b. Kemampuan adaptasi atau fleksibilitas

c. Kepuasan kerja

d. Pencarian sumber daya.

Sementara Gibson dalam Tangkilisan (2015:176), mengatakan bahwa efektivitas

suatu organisasi dapat pula diukur dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Kejelasan tujuan yang hendak dicapai

2. Kejelasan strategi pencapaian tujuan

3. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap

4. Perencanaan yang matang

5. Penyusunan program yang tepat

6. Tersedianya sarana dan prasarana

7. Sistem pengawasan dan pengendalian yang bersifat mendidik.

Tangkilisan (2015:177), menyatakan yang digunakan untuk mengukur

keefektivan suatu organisasi adalah dengan prospek tujuan, dimana tolak ukurnya

22

adalah bagaimana organisasi mencapai tujuan, termasuk merealisasikan visi dan

misi organisasi sesuai dengan mandat yang diembannya. Dilain pihak, Sharma

dalam Tangkilisan (2015:182), memberikan kriteria atau ukuran efektivitas

organisasi yang menyangkut faktor internal organisasi dan faktor eksternal

organisasi, yang meliputi antara lain:

a. Produktivitas organisasi atau output

b. Kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan didalam dan di

luar organisasi

c. Tidak adanya ketegangan didalam organisasi atau hambatan-hambatan konflik

diantara bagian-bagian organisasi.

Jika dicermati pendapat dari beberapa ahli diatas, diketahui bahwa dalam

pengukuran efektivitas organisasi dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan.

Dalam penelitian ini, peneliti menganalisis ukuran-ukuran atau indikator-indikator

keefektifan organisasi dengan mengidentifikasi ukuran yang sesuai dengan

kondisi organisasi yang akan peneliti teliti yaitu efektifitas organisasi perangkat

daerah sehingga data yang diperoleh nanti akan relevan. Selain itu, dengan

memperhatikan hal yang diungkapkan oleh Steers dalam Tangkilisan (2015:175),

tentang beberapa masalah dalam usaha melakukan pengukuran efektivitas, maka

identifikasi terhadap pengukuran efektivitas organisasi perangkat daerah dapat

dilakukan dengan lebih baik. Masalah-masalah tersebut, yaitu:

a. Kriteria evaluasi

b. Perspektif waktunya berbeda-beda

c. Kriteria sering kali bertentangan satu sama lain

d. Sebagian kriteria tidak dapat diterapkan pada jenis-jenis organisasi tertentu

23

e. Sebagian kriteria mungkin sulit diukur dengan tepat.

Berdasarkan hal tersebut, indikator yang diungkapkan oleh Steers tidak akan

dipakai dalam penelitian ini karena lima kriteria yang telah disebutkan

sebelumnya lebih cocok digunakan untuk organisasi yang berorientasi ekonomi

dan jelas tidak sesuai dengan organisasi perangkat daerah yang merupakan

organisasi pemerintah yang berorentasi pada pelayanan publik. Sedangkan,

indikator keefektivan organisasi menurut Gibson, lebih baik jika digunakan oleh

organisasi besar yangmemiliki wilayah kerja yang luas dan struktur organisasi

yang kompleks sehingga peneliti menyimpulkan akan menggunakan indikator-

indikator tersebut relevan dengan keadaan organisasi perangkat daerah di mana

organisasi perangkat daerah adalah organisasi yang besar dan memiliki

kompleksitas yang tinggi dikarenakan memiliki wilayah kerja yang luas.

Selanjutnya, pendapat yang diungkapkan Tangkilisan hanya menggunakan satu

alat ukur yaitu tujuan yang menurut peneliti apabila digunakan dalam penelitian

ini maka akan sulit menjawab rumusan masalah penelitian sedangkan Sharma

mengungkapkan tiga indikator sebagai alat ukur keefektivan organisasi tetapi

tidak akan peneliti gunakan sebagai indikator hal itu dikarenakan ada beberapa

indikator yang kurang relevan dengan keadaan organisasi perangkat daerah

walaupun indikator yang di ungkapkan sudah mencakup faktor internal dan faktor

eksternal organisasi.

24

B. Kebijakan

1. Pengertian Kebijakan

Kebijakan Secara etimologi, istilah kebijakan berasal dari Bahasa Inggris policy

akan tetapi, kebanyakan orang berpandangan bahwa istilah kebijakan senantiasa

disamakan dengan istilah kebijaksanaan. Padahal apabila dicermati berdasarkan

tata bahasa, istilah kebijaksanaan berasal dari kata wisdom.

Peneliti berpandangan bahwa istilah kebijakan berbeda dengan istilah

kebijaksanaan, hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa pengertian

kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan yang lebih

lanjut,sedangkan kebijakan mencangkup peraturan-peraturan yang ada di

dalamnya termasuk konteks politik.

Pendapat Anderson yang dikutip oleh dalam Wahab (2012:3), merumuskan

kebijaksanaan sebagai berikut:

Kebijaksanaan sebagai langkah tindakan yang secara sengaja dilakukanoleh seseorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanyamasalah atau persoalan tertentu yang sedang dihadapi oleh karena itu,kebijaksanaanmenurut Anderson merupakan langkah tindakan yangsengaja dilakukan oleh aktor yang berkenaan dengan adanya masalah yangsedang di hadapi.

Kebijakan menurut pendapat Carl Friedrich yang dikutip oleh dalam Wahab

(2012:3, bahwa:

Kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yangdiusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungantertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu serayamencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaranyang diinginkan.

25

Kebijakan mengandung suatu unsur tindakan untuk mencapai tujuan dan

umumnya tujuan tersebut ingin dicapai oleh seseorang, kelompok ataupun

pemerintah, Suatu kebijakan tentu mempunyai hambatan-hambatan tertentu,

tetapi tetap harus dicaripeluang-peluang untuk mewujudkan tujuan dan sasaran

yang diinginkan, kebijakan juga tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dan

praktik-praktik sosial yang ada dalam masyarakat, apabila kebijakan tersebut

bertentangan dengan norma, nilai dan praktik yang hidup dalam masyarakat maka

kebijakan itu tentu akan mendapat kendala ketika diimplementasikan. Sebaliknya,

kebijakan harus mampu mengakomodasi nilai, norma dan praktik sosial yang

hidup serta berkembang dalam masyarakat.Berdasarkan penjelasan beberapa

definisi terkait kebijakan tersebut, maka dapat peneliti simpulkan bahwa

kebijakan merupakan upaya atau tindakan untuk mempengaruhi sistem

pencapaian tujuan yang diinginkan, upaya dan tindakan tersebut bersifat strategis

yaitu berjangka panjang dan menyeluruh.

2. Tahap Kebijakan

Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai

pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di mana

dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan dan proses. Proses pembuatan

kebijakan publik merupakan proses yang kompleks karena melibatkan banyak

proses maupun variabel yang harus dikaji, sebuah kebijakan publik terkadang

mempunyai sifat penekanan yang tegas dan memaksa sifat inilah yang tidak

membedakan antara organisasi pemerintahan dan swasta. Hal ini berarti bahwa

kebijakan publik menuntut ketaatan yang luas dari masyarakat, dalam pemahaman

ini kebijakan publik umumnya harus dilegalisasi dalam bentuk hukum, karena jika

26

suatu kebijakan tanpa adanya legalisasi dari hukum akan dianggap lemah dan

tidak efektif. Dimensi paling inti dari kebijakan publik adalah proses kebijakan

yang dilakukan dengan melalui beberapa tahap.

Dalam pembuatan sebuah kebijakan bukanlah hal yang mudah perlu adanya

sebuah proses yang harus dilakukan menurut Dye dalam Nugroho (2013:529),

mengembangkan sebuah proses kebijakan dengan beberapa tahap yaitu sebagai

berikut:

a. Identifikasi masalah (identification of policy problem)

b. Penyusunan agenda (agenda setting)

c. Formulasi kebijakan (policy formulation)

d. Pengesahan kebijakan (policy legitimation)

e. Implementasi kebijakan (policy implementation)

f. Evaluasi kebijakan (policy evaluation.)

Sedangkat Menurut Dunn dalam Winarno (2012:36-38), tahap-tahap kebijakan

publik adalah:

a. Tahap penyusunan agenda

Merupakan tahap penempatan masalah pada agenda publik oleh para pejabat

yang dipilih dan diangkat. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi

terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan, pada akhirnya

masalah masuk kedalam beberapa agenda kebijakan para perumus kebijakan,

pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara

masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula

masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

27

b. Tahap formulasi kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para

pembuat kebijakan. Masalah-masalah tersebut didefinisikan untuk kemudian

dicari pemecahan masalah terbaik, pemecahan masalah tersebut berasal dari

berbagai alternatif yang ada, sama halnya dengan perjuangan suatu masalah

untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakn

masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang

di ambil untuk memecahkan masalah, pada tahap ini, masing-masing aktor

akan bermain untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

c. Tahap adopsi kebijakan

Banyaknya alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para perumus kebijakan,

pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan diadopsi dengan dukungan

dari mayoritas legislatif, konsensus antara direktur lembaga atau keputusan

peradilan.

d. Tahap implementasi kebijakan

Semua program hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut

tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program kebijakan yang telah di

ambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni

dilaksanakan oleh badan-badan administrasi maupun agen-agen pemerintah

ditingkat bawah. Kebijakan yang telah dilaksanakan oleh unit-unit

administrasi yang memobilisasi sumberdaya finansial dan manusia. Pada

tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa

implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana (implementors),

namun beberapa yang lain mungkin akan di tentang oleh para pelaksana.

28

e. Tahap penilaian kebijakan atau evaluasi

Tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi untuk

melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu memecahkan

masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang

diinginkan. Hal ini memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh

karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi

dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang di

inginkan.

C. Penataan Organisasi Pemerintah

1. Pengertian Organisasi

Menurut Robbin (2006:4), organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang

dikoordinasikan yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk

mencapai suatu tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Organisasi itu ada untuk

mencapai sesuatu, sesuatu ini adalah tujuan, dan tujuan tersebut biasanya tidak

dapat dicapai oleh individu-individu yang bekerja sendiri atau jika mungkin hal

tersebut dicapai secara lebih efisien melalui usaha kelompok tidak perlu semua

anggota mendukung tujuan organisasi secara penuh namun definisi kita

menyatakan adanya kesepakatan umum mengenai misi organisasi. Sedangkan

Leavitt dalam Zarkasi (2008:318), memandang organisasi sebagai suatu sistem

yang lengkap terdiri dari interaksi dari empat variabel utama, yaitu:

a. Task atau tugas yang meliputi unsur keluaran (out put) produksi atau tujuan

dari organisasi.

29

b. Struktur, yaitu yang kaitannya dengan badan organisasi kebijaksanaan

ketentuan perundang-undangan dan lain-lain yang sejenis.

c. People atau orang-orang yang berada pada organisasi tersebut.

d. Teknologi atau peralatan teknis yang digunakan oleh suatu organisasi untuk

menghasilkan produknya baik berupa barang ataupun jasa.

Dimock dalam Handayaningrat (2011:17), memberikan definisi organisasi sebagai

perpaduan secara sistematis dari bagian-bagian yang saling bergantung atau

berkaitan untuk membentuk suatu kesatuan yang bulat melalui kewenangan,

koordinasi dan pengawasan dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan.

Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat di ketahui bahwa organisasi dapat

didefinisikan sebagai sekelompok orang yang mempunyai tujuan bersama yang

hanya dapat diselenggarakan dengan kerjasama atau usaha bersama antara

anggota-anggota kelompok agar kerjasama berjalan dengan baik dan teratur maka

diadakan pembagian kerja di bawah suatu pimpinan.

2. Jenis-Jenis Organisasi

Jenis organisasi antara lain adalah organisasi publik dan organisasi non publik,

terkait dengan permasalahan yang akan diteliti, perlu lebih menajamkan

pemahaman mengenai organisasi publik, dalam birokrasi atau pemerintah

kegiatan organisasi dilakukan berdasarkan sistem aturan abstrak yang konsisten

dan terdiri atas penerapan aturan-aturan. Sistem standar ini dirancang untuk

menjamin keseragaman baik dalam pelaksanaan setiap tugas maupun dalam

koordinasi berbagai macam tugas. Aturan dan pengaturan yang eksplisit

30

membatasi kewajiban masing-masing anggota organisasi dan hubungan di antara

mereka.

Menurut Thoha (2012:152), membedakan organisasi publik dengan organisasi

lainnya melalui aspek-aspek berikut ini:

a. Pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik dianggap lebih penting dari

pada organisasi privat (swasta), hal ini menyangkut kepentingan semua

lapisan masyarakat yang jika diserahkan ke pihak lain, maka dikhawatirkan

tidak berjalan dengan baik

b. Pelayanan yang diberikan oleh organisasi publik lebih bersifat monopoli atau

semi monopoli, artinya relatif sulit untuk dibagi-bagi dengan organisasi

lainnya.

c. Dalam pemberian pelayanan umum, organisasi publik dan administratornya,

berdasarkan undang-undang atau peraturan lainnya, memberikan warna

legalitas dengan demikian, pelayanan akan “lambat” menyesuaikan diri

dengan berbagai perubahan.

d. Organisasi publik dalam melayani masyarakat tidak ditentukan atas dasar

harga pasar seperti layaknya perusahaan.

e. Usaha-usaha organisasi publik akan dirasakan langsung oleh masyarakat,

sehingga pelaksanaannya harus adil, proporsional, tidak memihak, bersih dan

mengutamakan kepentingan masyarakat.

Fungsi-fungsi dasar organisasi pemerintah mencakup: pertama, merumuskan

kebijakan publik yang meliputi pemerataan, pertumbuhan ekonomi dan keamanan

melalui proses analisis situasi, alternatif perubahan di masa mendatang,

31

penyusunan strategi dan program serta evaluasi penilaian strategi dan program.

Kedua, pengendalian perilaku organisasi dan organisasi publik, yang mencakup

struktur, kepegawaian, keuangan, perbekalan, tatausaha kantor dan hubungan

masyarakat. Ketiga, penggunaan teknologi manajemen publik, diantaranya

kepemimpinan, komunikasi, koordinasi dan pengawasan.

3. Karakter-Karakter Organisasi

Menurut Popovich dalam LAN (2008:12), mengemukakan bahwa ada 8

karakteristik organisasi berbasis kinerja, yakni:

a. Mempunyai misi yang jelas.

b. Menetapkan hasil yang akan dicapai dan fokus pada pencapaian keberhasilan

tersebut.

c. Memberdayakan para pegawainya.

d. Memotivasi individu dalam organisasi untuk meraih sukses.

e. Bersifat fleksibel dan bisa beradaptasi dengan kondisi yang baru.

f. Selalu berkompetisi meningkatkan kinerja.

g. Selalu menyempurnakan prosedur kerja untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat.

h. Selalu berkomunikasi dengan stakeholders.

Dengan demikian organisasi yang dimaksudkan disini adalah organisasi dalam

arti struktur yaitu yang terdiri dari satuan-satuan organisasi beserta segenap

pejabat, kekuasaan, tugasnya, dan hubungan satu sama lain dalam rangka

mencapai suatu tujuan tertentu, meningkatkan kemampuan, kemandirian dan

kreativitas daerah disamping perlunya dukungan kualitas aparatur yang memadai,

32

maka dari dimensi organisasi juga harus memadai ini sejalan dengan apa yang

dikatakan Soewarno Handayaningrat (2011:54), bahwa aspek-aspek yang

mempengaruhi aparatur pemerintah daerah disamping aspek kepegawaian juga

ada aspek kelembagaan. Organisasi di sini adalah organisasi pemerintah daerah

otonom yang melaksanakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan,yang

merupakan susunan yang terdiri dari satuan-satuan organisasi beserta segenap

pejabat, kekuasaan, tugas dan hubungan-hubungan satu sama lain dalam rangka

pencapaian tujuan tertentu, (Robbin, 2006:128).

Berdasarkan konsep di atas maka dapat penulis simpulkan bahwa dalam

mewujudkan suatu organisasi khususnya organisasi birokrasi yang baik dan sehat

maka dalam setiap organisasi perlu ditetapkan azas-azas atau prinsip-prinsip

tertentu karena azas-azas ini merupakan sarana perantara guna menciptakan iklim

yang baik bagi terwujudnya tujuan organisasi secara keseluruhan sehingga untuk

mewujudkan suatu organisasi yang baik serta efektif dan struktur organisasi yang

ada dapat sehat dan efisien maka dalam organisasi tersebut perlu diterapkan

beberapa asas atau prinsip organisasi (Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir

Barat) untuk menciptakan organisasi yang sehat serta efisien maka organisasi

tersebut harus melaksanakan penataan ulang organisasi, dengan adanya penataan

ulang maka organisasi akan mudah di kendalikan dan terkontrol dengan baik

sesuai dengan tujuan yang diharapkan oleh pimpinan.

33

4. Model Organisasi

Menurut Handayaningrat (2011:49), terdapat model-model organisasi yang terdiri

atas:

a. Organisasi lini/garis (line organization)

Organisasi ini mempunyai bentuk sederhana, model organisasi ini terdapat

pada organisasi militer, dalam organisasi lini/garis ini bawahan hanya

mengenal satu atasan/pimpinan, sebagai sumber daripada kewenangan, yang

memberikan perintah/instruksi, bawahan hanya bertindak sebagai pelaksana,

sekalipun para pelaksana tidak seluruhnya melaksanakan secara langsung

tercapainya tujuan/tugas pokok organisasi, adapun kebaikan daripada

organisasi lini/garis ialah sederhana (simplycity), cepat dalam pengambilan

keputusan (quick decision), penuh tanggung jawab (completeness of

responsibility), mudah memelihara disiplin (ease of discipline), dan dapat

memanfaatkan tenaga yang kurang cakap (the ready utilization of unskilled

personnel), sedangkan keburukannya ialah masalah dalam analisa pekerjaan,

kurangnya tenaga yang ahli (lack of specialized skill), sukar diadakan

koordinasi, besarnya kepercayaan terhadap kepala/pemimpin, mudah

mengalihkan wewenang untuk pekerjaan yang bersifat sukarela.)

b. Organisasi lini/garis dan staf (line and staff organization)

Organisasi lini dan staf adalah organisasi yang pada umumnya dipergunakan

pada organisasi pemerintah, organisasi ini terdiri atas unit-unit lini/garis san

unit-unit staf dalam organisasi ini telah dikemukakan bahwa yang dimaksud

dengan lini (line) adalah orang-orang atau unit-unit secara langsung ikut serta

melaksanakan tercapainya tugas pokok/tujuan organisasi. Sedangkan yang

34

dimaksud dengan staf disini dalam arti staf pembantu, yaitu unitunit yang

tidak secara langsung ikut serta mencapai tujuan organisasi, tetapi hanya

memberikan kontribusinya dalam hal-hal yang tidak langsung, dengan

menyediakan bantuan dibidang kepegawaian, keuangan, material, dan bantuan

lainnya baik untuk kepentingan unit staf sendiri maupun unit lini.

c. Organisasi fungsi (functional organization)

Organisasi fungsi ini pada umumnya terdapat pada organisasi niaga, dalam

organisasi fungsi ini disusun atas dasar kegiatan dari tiap-tiap fungsi sesuai

dengan kepentingan perusahaan, dimana tiap-tiap fungsi/kepentingan seolah-

olah terpisah berdasarkan atas bidang keahliannya, walaupun demikian tiap-

tiap fungsi tidak dapat berdiri sendiri, karena saling bergantung agar

organisasi ini dapat berhasil dengan baik, maka masalah koordinasi dan

kerjasama menjadi sangat penting, sekalipun dalam organisasi ini

memperkerjakan para tenaga staf ahli, tetapi tanggung jawab tetap pada para

pejabat pelaksana utama.

d. Organisasi panitia (committe organization)

Panitia adalah sekelompok orang-orang yang ditunjuk untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatan khusus, yang tidak dapat diselesaikan sendiri oleh seseorang

atau sebuah dewan (banyak orang), disamping panitia terdapat istilah lain

semacam panitia ini, yaitu yang disebut gugus tugas (task force).Gugus tugas

ialah kelompok sementara yang terdiri daripada orang-orang yang mempunyai

keahlian khusus, yang diambil dan ditunjuk dari berbagai unit

organisasi/instansi, yang bertugas untuk melaksakan tugas tertentu, apabila

tugas tertentu ini sudah selesai maka gugus tugas ini akan dibubarkan.

35

5. Organisasi Pemerintah

a. Pengertian Organisasi Pemerintah

Organisasi pemerintah dikembangkan dari teori organisasi, oleh karena itu

untuk memahami organisasi pemerintah dapat ditinjau dari sudut pandang teori

organisasi. Menurut Fahmi (2013:1), organisasi pemerintah merupakan sebuah

wadah yang memiliki multi peran dan didirikan dengan tujuan mampu

memberikan serta mewujudkan keinginan berbagai pihak, dan tidak terkecuali

kepuasan bagi pemiliknya. Sedangkan menurut Stephen P. Robbins dalam

Fahmi (2013:2), organisasi pemerintah merupakan kesatuan sosial yang

dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat

diidentifikasi, yang bekerja atas dasar yang relatif terus menerus untuk

mencapai tujuan bersama atau sekelompok tujuan. Pengertian organisasi publik

berkenaan dengan proses pengorganisasian.

Menurut Handoko (2011:167), Pengorganisasian merupakan proses

penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber

daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya, dengan demikian

hasil pengorganisasian adalah stuktur organisasi, berkenaan dengan kesesuaian

organisasi birokrasi yang menjadi penyelenggara implentasi kebijakan publik.

Tantangannya adalah bagaimana agar tidak terjadi bureaucratic fragmentation

karena struktur ini menjadikan proses implementasi menjadi jauh dari efektif,

di Indonesia sering terjadi inefektivitas implementasi kebijakan karena

kurangnya koordinasi dan kerjasama diantara lembaga-lembaga Negara dan

pemerintah. Kebijakan yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama

banyak organisai, birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat

36

mendukung kebijakan yang telah diputuskan dengan melakukan koordinasi

yang baik.

Uraian tersebut lebih diperjelas oleh Nugroho (2013:28), bahwa organsiasi

mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

1) Penyeleksian atas dasar kualifikasiprofesional yang secara ideal diperkuat

dengan diploma yang diperoleh melalui ujian.

2) Anggotanya digaji dengan uang dan biasanya mempunyai hak-hak pensiun.

3) Pekerjaan pejabat ialah pekerjaannya yang satu-satunya.

4) Terdapat suatu struktur karier dan kenaikan pangkat adalah yang mungkin

baik melalui senioritas ataupun prestasi dan sesuai dengan penilaian para

atasan.

5) Pejabat tidak boleh mengambil kedudukannya sebagai miliknya pribadi

begitu pula sumber-sumber yang menyertai kedudukan itu.

6) Pejabat tunduk kepada pengendalian yang dipersatukan dan kepada sistem

disipliner.

Kemampuan untuk menunjukkan ciri tersebut tergantung pada pelaku

organsiasi atau aparat untuk berfikir dinamis dan berupaya untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat, untuk itu setiap aparat hendaknya memiliki semangat

kerja yang tinggi serta didukung oleh sumberdaya dan dana dalam pencapaian

tujuan negara. Berdasarkan perbedaan tugas pokok atau misi yang mendasari

organisasinya, Syukur Abdullah dalam Alfian (2011:229), menjelaskan bahwa

organsiasi dibedakan dalam tiga kategori, yaitu :

37

1) Organsiasi pemerintahan umum, yaitu rangkaian organisasi pemerintah

yang menjalankan tugas-tugas pemerintahan umum termasuk memelihara

ketertiban dan keamanan, dari tingkat pusat sampai daerah (propinsi,

kabupaten, kecamatan dan desa), tugas-tugas tersebut lebih bersifat

“mengatur” (regulative function).

2) Organsiasi pembangunan yaitu organisasi pemerintahan yang menjalankan

salah satu bidang atau sektor khusus guna mencapai tujuan pembangunan,

seperti pertanian, kesehatan, pendidikan, industri dan lain-lain. Fungsi

pokoknya adalah fungsi pembangunan (development function) atau fungsi

adaptasi (adaptive function).

3) Organsiasi pelayanan, yaitu unit organisasi yang pada hakekatnya

merupakan bagian yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Dalam

kategori ini dapat disebutkan antara lain rumah sakit, sekolah, kantor

koperasi, bank rakyat tingkat desa, kantor atau unit pelayanan departemen

sosial, transmigrasi dan berbagai unit organisasi lainnya yang memberikan

pelayanan langsung kepada masyarakat atas nama pemerintah. Fungsi

utamanya ialah pelayanan (service) langsung kepada masyarakat termasuk

dalam konsep ini ialah apa yang disebut oleh Michael Lipsky sebagai

organsiasi di lapangan tugas dan berhubungan langsung dengan warga

masyarakat.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa organisasi pemerintah

adalah salah suatu wadah yang menjamin penyediaan pelayanan publik sesuai

dengan asas-asas umum pemerintahan dan korporasi yang baik serta untuk

memberi perlindungan bagi setiap warga negara dan penduduk dari

38

penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik,

dilandasi dengan pengaturan hukum yang mendukungnya.

b. Tujuan Organisasi Pemerintah

Negara berkewajiban melayani setiap warga negara dan penduduk untuk

memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang

merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Pendirian organisasi pemerintah merupakan upaya untuk mempertegas

hak dan kewajiban setiap warga negara dan penduduk serta terwujudnya

tanggung jawab negara dan korporasi dalam penyelenggaraan pelayanan

publik, diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas.

Tujuan organisasi pemerintah sendiri menurut Etzioni dalam Handoko

(2011:109), yaitu suatu keadaan yang diinginkan di mana organisasi

bermaksud untuk merealisasikan dan sebagai pernyataan tentang keadaan di

waktu yang akan datang dimana organisasi sebagai kolektifitas mencoba untuk

menimbulkannya. Tujuan organisasi meletakkan kerangka prioritas untuk

memfokuskan arah semua program dan aktivitas lembaga dalam melaksanakan

misi lembaga. Pendirian organisasi pemerintah bertujuan secara optimal bagi

peningkatan:

1) Kesejahteraan rakyat, karena pada hakekatnya pelayanan publik merupakan

infrastruktur bagi setiap warga negara untuk mencapai suatu kesejahteraan

2) Budaya dan kualitas aparat pemerintah untuk menjadi abdi bagi negara dan

masyarakatnya, bukan sebagai penguasa terhadap negara dan

masyarakatnya

39

3) Kualitas pelayanan umum atau publik di berbagai bidang pemerintahan

umum dan pembangunan terutama pada unit-unit kerja pemerintah pusat

dan daerah, sehingga masyarakat diharapkan akan mendapatkan perilaku

pelayanan yang lebih cepat, tepat, murah, dan memuaskan. Selain itu, era

reformasi menuntut pelayanan umum harus transparan dan tidak

diskriminatif dengan menerapkan prinsip-prinsip akuntabilitas dan

pertimbangan efisiensi.

c. Organisasi Pemerintah Daerah

Pengertian pemerintah daerah menurut ketentuan umum pasal 1 Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah kepala

daerah beserta perangkat daerah, sedangkan pengertian daerah otonom yang

selanjutnya disebut daerah adalah kesatuan masyarakat hukum yang

mempunyai batas daerah tertentu berwenang mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia,

dibandingkan dengan perspektif lama (menurut Undang-Undang Nomor 5

Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah), maka dalam

undang-undang yang mengatur tentang otonomi daerah yang baru daerah

memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat.

Materi ini mengandung makna bahwa telah terjadi perubahan fundamental

dalam hal mengenai pengaturan otonomi daerah. Kewenangan untuk mengatur

dan mengurus kepentingan masyarakat lokal memiliki dimensi desentralisasi

politik (devolusi). Sedangkan dalam perspektif lama otonomi daerah

40

dipandang sebagai penyelenggaraan rumah tangga daerah dari akibat adanya

penyerahan urusan oleh pemerintah pusat kepada daerah. Desentralisasi yang

dijalankan oleh pemerintah daerah lebih bersifat desentralisasi administratif

(dekonsentrasi). Pengertian desentralisasi dan otonomi daerah sebenarnya

mempunyai tempatnya masing-masing istilah otonomi lebih cenderung pada

political aspect sedangkan desentralisasi lebih cenderung pada administratif

aspek, (Yudoyono, 2011:21).

Masih menurut undang-undang yang sama maka wilayah negara kesatuan

Republik Indonesia dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi dibentuk dan

disusun atau dibagi kedalam daerah provinsi, daerah kabupaten dan daerah

kota yang bersifat otonom yaitu yang berwenang mengatur dan mengurus

kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan

aspirasi masyarakat. Khusus untuk daerah provinsi selain melaksanakan azas

desentralisasi dan azas tugas pembantuan juga melaksanakan azas

dekonsentrasi, sedangkan untuk daerah kabupaten dan daerah kota sebagai

daerah otonom hanya melaksanakan dua azas, yaitu azas desentralisasi dan

azas tugas pembantuan.

Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah pasal 34 ayat 2 dan 3 disebutkan bahwa pemerintah daerah sebagai

badan eksekutif daerah adalah terdiri dari kepala daerah selaku top eksekutif

dan perangkat daerah selaku unsur pembantu kepala daerah. Penelitian ini yang

dimaksud dengan pemerintah daerah adalah pemerintah daerah kabupaten atau

kota yaitu kepala daerah (Bupati atau Walikota) dan perangkat daerah

41

kabupaten atau kota. Kabupaten dimaksud adalah Kabupaten Pesisir Barat

yang merupakan salah satu dari 15 kabupaten dan kota yang ada di Provinsi

Lampung.

Berkaitan dengan Pemerintah Daerah dan Pemerintahan Daerah menurut pasal

1 huruf (b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 yang dimaksud dengan

pemerintahan daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan

dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan Prinsip Negara

Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya dalam Siswanto (2016:55), juga

mengatakan bahwa berdasarkan suatu teoritis atau asumsi-asumsi yang dapat

diungkapkan adalah pola hubungan kewenangan yang setara, seimbang, dan

sinergis, antar pemegang kekuasaan, yakni lembaga eksekutif dan lembaga

legislatif daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, akan dapat

menjadi basis ke arah terciptanya sistem checks and balance sebagai prasyarat

kearah perwujudan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih

demokratis.

Pengertian lain pemerintah daerah menurut Harsono (2012:7), berpendapat

bahwa:

Pemerintah daerah muncul karena semakin meningkatnya kebutuhan-kebutuhan rakyat yang tinggal di dalam wilayah yang begitu luas, tidakcukup hanya diadakan oleh pemerintah khusus pusat di daerah sajamelainkan masih dibutuhkan pemain lokal yang diserahi urusan-urusantertentu untuk diselenggarakan sebagai urusan rumah tangga sendiri.

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas dapat dikatakan bahwa pemerintah

daerah adalah lembaga yang memegang kekuasaan dalam pemerintahan

42

daerah, di mana pemerintah daerah tersebut wajib melaksanakan tugasnya

sebagai pelaksana yang diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri demi tercapainya tujuan yang diharapkan.

6. Restrukturisasi Organisasi Pemerintah

Restrukturisasi berasal dari kata re dan struktur, maka struktur organisasi

berkaitan dengan hubungan yang relatif tetap diantara berbagai tugas yang ada

dalam organisasi. Menurut Gitosudarmo (2011:90), struktur organisasi berkaitan

dengan hubungan yang relatif tetap diantara berbagai tugas yang ada dalam

organisasi dimana proses untuk menciptakan struktur tersebut, dan pengambilan

keputusan tentang alternatif struktur disebut dengan nama desain organisasi.

Menurut Handoko (2006:114), restrukturisasi organisasi atau desain organisasi

dapat didefinisikan sebagai mekanisme-mekanisme formal dengan nama

organisasi dikelola dimana struktur organisasi menunjukkan kerangka dan

susunan perwujudan pola tetap hubungan-hubungan diantara fungsifungsi, bagian-

bagian atau posisi-posisi maupun orang-orang yang menunjukkan, tugas

wewenang dan tanggung jawab yang berbeda-beda dalam suatu organisasi.

Selanjutnya, Robbins (2006:77) mengartikan restrukturisasi organisasi sebagai

sebuah proses redesain atau penataan ulang terhadap tatanan birokrasi yang telah

ada ketika terjadi dinamika pada lingkungan baik internal maupun eksternalnya

maka birokrasi juga harus mengadaptasi dinamika tersebut agar dapat

berkembang. Adaptasi terhadap dinamika yang terjadi menyebabkan birokrasi

harus tampil sesuai dengan realita yang ada. Restrukturisasi atau penataan

kembali organisasi birokrasi pada hakekatnya adalah aktivitas untuk menyusun

43

satuan organisasi birokrasi yang akan diserahi bidang kerja, tugas atau fungsi

tertentu.

Hellriegel (2011:474), mendefinisikan desain organisasi sebagai proses penilaian

dan pemilihan struktur dan sistem formal komunikasi, bidang SDM, koordinasi,

kontrol, kewenangan, sarana dan prasarana serta tanggung jawab untuk mencapai

tujuan organisasi. Secara prinsip, desain organisasi harus mampu:

a. Menyalurkan informasi dan pembuatan keputusan berdasarkan kepentingan

stakeholders

b. Menentukan kewenangan dan tanggung jawab dalam tugas, bagian dan

departemen

c. Menyeimbangkan integrasi antara pekerjaan, tim, departemen dan bagian

dengan kemampuan adaptasi terhadap perubahan lingkungan.

Sehingga hakikat desain organisasi mengacu pada pola penyesuaian struktur

organisasi (bisa berwujud strukturisasi, restrukturisasi atau reformasi) agar tujuan

organisasi dapat tercapai. Menurut Wursanto (2013:19), desain organisasi

berhubungan dengan penggunaan prinsip-prinsip organisasi.Secara teoritis

organisasi selalu dipandang sebagai sesuatu yang dinamis, yang dapat berubah

sesuai dengan kebutuhan, situasi dan kondisi lingkungannya terdapat beberapa

pertimbangan mengapa suatu organisasi perlu dilakukan perubahan, antara lain

dikarenakan adanya perubahan:

a. Lingkungan internal; yaitu keseluruhan faktor yang ada dalam organisasi yang

mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi, yaitu:

1) Perubahan kebijakan pimpinan

44

2) Perubahan tujuan

3) Pemekaran/perluasan wilayah operasi organisasi

4) Volume kegiatan yang bertambah banyak

5) Tingkat pengetahuan dan keterampilan dari para anggota organisasi

6) Sikap dan perilaku dari para anggota organisasi

7) Berbagai macam ketentuan dan peraturan baru yang berlaku dalam

organisasi.

b. Lingkungan eksternal; yaitu keseluruhan faktor yang ada di luar organisasi

yang mempengaruhi organisasi dan kegiatan organisasi, yaitu:

1) Politik, meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan sistem

penyelenggaraan pemerintahan negara

2) Hukum, meliputi segala ketentuan yang berlaku yang harus ditaati oleh

setiap orang baik sebagai individu maupun secara kelompok

3) Kebudayaan, yang meliputi kebudayaan material dan kebudayaan non

material. Kebudayaan material berkaitan dengan mekanisasi atau

perkembangan teknologi. Sedangkan kebuayaan non material antara lain

perubahan norma, kebiasaan ataupun perilaku masyarakat

4) Sumber daya alam, berkaitan dengan perkembangan potensi segala sumber

daya alam yang dimiliki

5) Demografi, meliputi sumber tenaga kerja yang tersedia dalam masyarakat,

baik kuantitas, kualitas, maupun penyebarannya

6) Sosiologi, meliputi perubahan struktur social, struktur golongan ataupun

lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan.

45

Menurut Mintzberg (2003:153), dalam struktur organisasi terdapat peraturan-

peraturan, tugas dan hubungan kewenangan yang bersifat formal. Hubungan

kewenangan tersebut mengatur bagaimana orang bekerjasama dan menggunakan

sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan organisasi. Tugas-tugas yang

terdapat dalam struktur organisasi dibedakan ke dalam lima unsur dasar, yaitu

strategic apex, middle line, technostructure, supporting staff dan operating core.

Masing-masing unsur menjalankan fungsinya masing-masing dalam suatu

hubungan kerja yang sinergis dan sistematis sehingga tujuan yang diharapkan

dapat diwujudkan.

7. Proses Penataan Organisasi Pemerintah

Menurut Atmosudirdjo (2009:142), tahapan proses penyusunan struktur

organisasi, yaitu:

a. Melakukan review rencana dan tujuan. Plans menentukan maksud

organisasi dan goals menentukan kegiatan yang harus atau akan dijalankan.

b. Menentukan work activities untuk mencapai objectives. Dimulai membuat

rincian daftar kegiatan kerja, lalu merinci tugas apa yang harus dijalankan.

c. Klasifikasi dan penggolongan menilai kegiatan yang diidentifikasi lalu

menentukan sifatnya, kemudian aktivitas itu dikelompokkan menjadi unit

dengan desain pola, penamaan untuk menjadi struktur organisasi.

d. Pemberian assignment dan pendelegasian wewenang. Penugasan kepada

individu dan pelimpahan wewenang supaya dapat menyelesaikan tugas.

e. Mendesain hierarki pimpinan dan pengambil keputusan. Mencakup

penentuan tatanan hubungan operasional vertikal, horisontal dan menyilang

yang bersifat integratif serta lahirnya bagan organisasi. Sehingga struktur

46

organisasi dapat kita pahami sebagai suatu wujud formal untuk menemukan

koordinasi dalam hubungan timbal balik yang terdapat pada setiap anggota

organisasi, yang bisa kita cermati dari kondisi normatif dan perilakunya.

Penataan struktur organisasi dan tata kerja seharusnya tidak boleh lepas dari

pendekatan miskin struktur kaya fungsi yang berarti bahwa suatu organisasi yang

kecil namun memiliki fungsi yang besar. Organisasi yang besar dapat

menciptakan ketidakefisienan dalam berbagai hal namun tidak dapat dipungkiri

bahwa restrukturisasi organisasi yang dilakukan merupakan salah satu bentuk

harapan dan keinginan pengefektifan fungsi pemerintah dalam rangka

melaksanakan tugas pokok dan fungsi organisasi pemerintahan itu sendiri.

Melalui restrukturisasi diharapkan fungsi pemerintahan akan semakin efektif dan

efisien.

8. Tujuan Penataan Organisasi Pemerintah Daerah

Adapun tujuan penataan organisasi pemerintah menurut Goiullart dan Kelly

(2015:7), adalah menyiapkan organisasi untuk dapat mencapai tingkat kompetisi

yang digunakan, hal ini berhubungan dengan organisasi yang ramping dan fit.

Organisasi pemerintah sebagai organisasi publik yang telah mengadakan penataan

ulang dimana struktur organisasinya disesuaikan dengan tujuan organisasi yaitu

untuk kesejahteraan seluruh masyarakat, maka akan berpengaruh terhadap kualitas

pelayanan kepada masyarakat itu sendiri. Penataan organisasi pemerintah tidak

bisa dilihat hanya dari perampingan organisasi, SDM, atau kinerjanya saja akan

tetapi juga harus diperhatikan bahwa penataan organisasi pemerintah adalah

47

sebuah sistem yang saling mempengaruhi satu sama dengan lainnya dalam

pencapaian tujuan organisasi.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat di ketahui bahwa tujuan dari penataan

organisasi adalah melakukan perubahan struktur organisasi baik secara vertikal

maupun horizontal dengan tujuan mencapai hasil kerja yang efektif dan akurat.

Penataan organisasi menurut Robbin dalam Udaya (2006:326), di kelompokkan

dalam empat kategori yaitu:

a. Penataan struktur, mencakup perubahan dalam hubungan wewenang,

mekanisme koordinasi, rencangan ulang pekerjaan atau variabel struktur

serupa.

b. Penataan teknologi, meliputi modifikasi dalam cara kerja yang di proses

dalam metode serta peralatan yang digunakan.

c. Penataan setting fisik, meliputi perubahan ruang dan pengaturan tata letak dan

tempat kerja.

d. Penataan orang/sumber daya manusia, mengacu pada perubahan sikap,

keterampilan, pengharapan, persepsi dan perilaku pegawai.

Pendapat di atas menjelaskan bahwa ke empat penataan tersebut dilakukan dengan

tujuan untuk mencapai hasil kerja yang efektif dan lebih baik dari sebelumnya

untuk mencapai adanya peningkatan pelayanan publik yang diberikan oelh

pegawai kepada masyarakat.

48

D. Daerah Otonomi Baru

1. Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB)

Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) melalui proses pemekaran daerah

otonom sudah dikenal sejak awal berdirinya Republik ini selama pemerintahan

orde baru, pemekaran daerah juga terjadi dalam jumlah yang sangat terbatas.

Kebanyakan pembentukan daerah otonom ketika itu adalah pembentukan

Kotamadya sebagai konsekuensi dari proses pengkotaan sebagian wilayah sebuah

Kabupaten. Prosesnya diawali dengan pembentukan kota administratif sebagai

wilayah administratif, yang kemudian baru bisa dibentuk menjadi Kotamadya

sebagai daerah otonom.

Proses pemekaran daerah lebih bersifat top down atau sentralistik dengan

didominasi oleh proses teknokratis administratif sejak penerapan desentralisasi

melalui pemberlakuan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 dan mendapatkan revisi kembali menjadi Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 kebijakan pemekaran daerah mengalami perubahan signifikan.

Menurut Praktino (2008:23), menyatakan bahwa mulai tahun 2001, proses

kebijakan pemekaran daerah bersifat bottom-up dan didominasi oleh proses

politik dari pada proses administratif, diawali oleh dukungan aspirasi masyarakat,

diusulkan oleh kepala daerah dan DPRD induk, lalu dimintakan persetujuan dari

kepala daerah dan DPRD daerah atasan, kemudian diusulkan ke pemerintah

Nasional yang melibatkan Menteri Dalam Negeri, Dewan Pertimbangan Otonomi

49

Daerah (DPOD) dan DPR/DPD RI, kebijakan ini dimulai pada saat legitimasi

pemerintah yang lemah menghadapi tekanan politik masyarakat dan politisi

daerah. Regulasi dan situasi politik inilah kemudian memberikan ruang yang

sangat lebar bagi maraknya pengusulan pemekaran daerah dan persetujuan

pemerintah nasional terhadap usulan tersebut, hanya dalam waktu setengah

dekade, jumlah daerah otonom di Indonesia bertambah menjadi hampir dua kali

lipat.

2. Syarat Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB)

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 persyaratan

pembentukan DOB, secara normatif meliputi syarat administratif, teknis, dan fisik

kewilayahan, persyaratan administratif pembentukan daerah kabupaten/kota

meliputi:

a. Keputusan DPRD kabupaten/kota induk tentang persetujuan pembentukan

calon kabupaten/kota.

b. Keputusan bupati/walikota induk tentang persetujuan pembentukan calon

kabupaten/kota.

c. Keputusan DPRD provinsi tentang persetujuan pembentukan calon

kabupaten/kota.

d. Keputusan gubernur tentang persetujuan pembentukan calon

kabupaten/kota.

e. Rekomendasi Menteri.

Keputusan DPRD Kabupaten/kota diproses berdasarkan aspirasi sebagian besar

masyarakat setempat dan keputusan DPRD provinsi berdasarkan aspirasi sebagian

50

besar masyarakat setempat yang dituangkan dalam keputusan DPRD

kabupaten/kota yang akan menjadi cakupan wilayah calon provinsi. Syarat teknis

meliputi hasil kajian daerah, buku kabupaten/kota dalam angka terbitan terakhir

untuk semua kabupaten/kota yang ada di wilayah provinsi, RPJM

Kabupaten/Kota, Potensi masing-masing kecamatan/profil kabupaten/kota,

Monografi masing-masing kecamatan. Syarat fisik kewilayahan meliputi cakupan

wilayah, lokasi calon ibukota, sarana dan prasarana pemerintahan. Cakupan

wilayah untuk pembentukan provinsi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota,

kabupaten paling sedikit 5 (lima) kecamatan dan kota paling sedikit 4 (empat)

kecamatan.

3. Faktor-Faktor Pendorong Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB)

Meskipun syarat-syarat Pembentukan daerah yang ada pada Peraturan Pemerintah

Nomor 78 Tahun 2007 khususnya pada syarat administratif, dan fisik kewilayahan

sebagai syarat pemekaran telah dibuat semakin ketat, hal tersebut tidak mampu

membendung tuntutan daerah untuk melakukan pemekaran dan Pembentukan

Daerah tersebut. Menurut Prasojo (2008:25), bahwa terdapat sejumlah faktor

pendorong untuk melakukan tuntutan pemekaran daerah selama ini, sekaligus hal

tersebut menjadi penyebab mengapa penghentian (moratorium) pemekaran sulit

dilakukan yakni:

Pertama, tuntutan terhadap pemekaran adalah cara hukum mendorong pemerintah

untuk mengalirkan keuangan negara ke daerah. Selama insentif keuangan berupa

dana alokasi umum, dana alokasi, dan dana perimbangan lainnya dari pemerintah

pusat terus mengalir ke DOB, selama itu pula tuntutan pemekaran akan terjadi

51

dengan kata lain, pemekaran adalah alat bagi daerah untuk menekan pemerintah

pusat agar memberikan uang kepada daerah.

Kedua, selain berdimensi keuangan negara, pemekaran memiliki dimensi politik.

Pemekaran merupakan cara politik untuk memberikan ruang yang lebih besar

kepada kader-kader partai politik di daerah untuk berkiprah di lembaga-lembaga

perwakilan serta lembaga-lembaga pemerintahan daerah. Pembentukan DOB jelas

diikuti pembentukan sejumlah struktur dan posisi di daerah seperti kepala daerah,

wakil daerah, anggota DPRD, dan posisi-posisi pemerintahan lainnya. tidak

mengherankan jika anggota DPR memiliki interes yang tinggi untuk terus

membuat inisiatif RUU pemekaran.

Ketiga, pemekaran juga bisa berdimensi janji politisi kepada masyarakat di daerah

pemilihannya (Dapil) apalagi menjelang pemilu, janji pemekaran akan menjadi

alat kampanye yang efektif untuk mendongkrak suara dalam pemilu. Kontra opini

terhadap pemekaran bisa dipandang tidak pro daerah dan tidak pro Rakyat.

Keempat, tentu saja sangat legitimate untuk menyatakan bahwa dari luas wilayah

dan jangkauan pelayanan, pemekaran adalah jalan untuk mendekatkan pelayanan

sekaligus meningkatkan kemakmuran masyarakat. Disisi lain, menurut Syafrizal

(2012:88), ada beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya pemekaran wilayah,

antara lain:

a. Perbedaan agama

b. Perbedaan etnis dan budaya

c. Ketimpangan pembangunan ekonomi antar daerah

d. Luas daerah.

52

4. Prosedur Pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB)

Inisiatif pemekaran wilayah pada dasarnya berangkat dari adanya peluang hukum

bagi masyarakat dan daerah untuk melakukan pemekaran/penggabungan wilayah

sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 dan mendapatkan revisi kembali menjadi Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Berdasarkan sisi pemerintah pusat,

proses pembahasan pemekaran wilayah yang datang dari berbagai daerah melalui

dua tahapan besar yaitu proses teknokratis (kajian kelayakan teknis dan

administratif), serta proses politik karena selain harus memenuhi persyaratan

teknokratis yang telah diatur dalam UU dan Peraturan Pemerintah, proposal

pemekaran harus didukung secara politis oleh DPR.

Menurut pasal 16, 18-20 PP No. 78 Tahun 2007, tahapan dan prosedur

pembentukan daerah Kabupaten/Kota yang terdiri dari:

a. Ada aspirasi dari masyarakat daerah yang bersangkutan.

b. Aspirasi dari masyarakat ditampung oleh BPD atau gabungan BPD.

c. Selanjutnya dari BPD atau gabungan BPD aspirasi di masukan kepada

DPRD Kabupaten dan adanya kordinasi antar DPRD Kabupaten/Kota dan

Bupati/Walikota.

d. Selanjutnya Bupati/Walikota memerintahkan kepada Tim Pemda untuk

dibuatkan Kajian Daerah.

e. Kajian daerah yang telah di buat oleh Tim Pemda dilaporkan kembali

Kepada Bupati atau Walikota.

53

f. Selanjutnya DPRD kabupaten akan mengluarkan keputusan jika di tolak

maka proses pembentukan berhenti dan jika di terima proses di lanjutkan

kembali.

g. Jika di setujui maka akan di bahas bersama antara Bupati/Walikota dengan

DPRD Kabupaten/Kota dengan meperhatikan kajian daerah yang dibuat

oleh Tim Pemda.

h. Hasil keputusan yang lahir di daerah antara DPRD dan Bupati/Walikota di

serakan kepada Gubernur dengan meberikan data pendukung dan hasil

kajian di daerah.

i. Proses selanjutnya adalah adanya kordinasi antara DPRD Provinsi dan

Gubernur jika DPRD Provinsi dan Gubernur meyetujui maka akan di

serahkan ke Presiden untuk dapat meninjau lebih lanjut.

j. Dalam hal ini Presiden menunjuk Menteri Dalam Negeri untuk mekaji

lebih lanjut usulan Pembentukan Daerah Otonomi Baru tersebut.

k. Hasil dari kajian menteri dalam negeri akan di serahkan kepada presiden,

jika ketentuan daerah tersebut masuk dalam kelayakan dan di setujui

presiden, maka presiden melalui menteri dalam negeri akan

melaksanakaan Paripurna bersama DPR RI namun sebelum itu pemerintah

provinsi membuat regulasi tentang penetapan yang akan lebih lanjut

dibahas dalam paripurna.

54

E. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 Tentang

Perangkat Daerah

Sejalan dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang

Pemerintah Daerah telah mengakibatkan perubahan kewenangan pemerintah pusat

dan daerah yang berimplikasi pada terjadinya perubahan beban tugas dalam

struktur organisasi yang mewadahinya. Hal tersebut sesuai dengan ketentuan

Pasal 128 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah

ditetapkan bahwa susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dengan PERDA

sesuai dengan pedoman yang ditetapkan pemerintah (Peraturan Pemerintah

Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah).

Perangkat daerah adalah organisasi/lembaga pada pemerintahan daerah yang

bertanggung jawab kepada kepala daerah dan membantu kepala daerah dalam

penyelenggaraan pemerintahan yang terdiri atas Sekretariat Daerah, Dinas

Daerah, Lembaga Teknis Daerah, Kecamatan dan Kelurahan (sesuai kebutuhan).

Konstalasi dengan penataan organisasidi daerah tentunya harus dipertimbangkan

mengingat kemampuan daerah. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18

Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah, nomenklatur, jenis dan jumlah unit

organisasi di lingkungan pemerintah daerah berdasarkan kemampuan, kebutuhan

dan beban kerja. Pembentukan Organisasi Perangkat Daerah berdasarkan

pertimbangan:

1. Kewenangan pemerintahan yang dimiliki oleh daerah

2. Karakteristik, potensi dan kebutuhan daerah

3. Kemampuan keuangan daearah

55

4. Ketersediaan sumber daya aparatur

5. Pengembangan pola kerja sama (antar daerah dan/ atau pihak ketiga).

Selain dari itu, lebih spesifik seperti yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah telah menetapkan besaran

organisasi perangkat daerah berdasarkan pada unsur variabel jumlah penduduk,

luas wilayah serta jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD),

dengan ketentuan perangkat daerah sebagai berikut :

1. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai kurang dari 40 (empat

puluh) terdiri dari:

a. Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 3 (tiga) asisten

b. Sekretariat DPRD

c. Dinas paling banyak 12 (dua belas)

d. Lembaga teknis daerah paling banyak 8 (delapan)

e. Kecamatan

f. Kelurahan.

2. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai antara 40 (empat puluh)

sampai dengan 70 (tujuh puluh) terdiri dari:

a. Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 3 (tiga) asisten

b. Sekretariat DPRD

c. Dinas paling banyak 15 (lima belas)

d. Lembaga teknis daerah paling banyak 10 (sepuluh)

e. Kecamatan

f. Kelurahan.

56

3. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai lebih dari 70 (tujuh puluh)

terdiri dari:

a. Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 4 (empat) asisten

b. Sekretariat DPRD

c. Dinas paling banyak 18 (delapan belas)

d. Lembaga teknis daerah paling banyak 12 (dua belas)

e. Kecamatan

f. Kelurahan.

Tentunya, pergeseran nilai yuridis formal dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 ke Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 ke Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 ke Peraturan

Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 ke Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun

2016 telah membawa perubahan dalam tata kelola pemerintahan di daerah. Untuk

mengadakan perubahan tersebut bagian organisasi tidak bisa secara langsung

merubah organisasi yang ada, tapi harus terlebih dahulu mengadakan diagnosis

terhadap unsur penunjang, pendukung dan pelaksaaannya berupa jumlah dan

kualitasnya.

Penjelasan tersebut senada dengan apa yang disampaikan oleh Numberi

(2012:81),yang menjelaskan bahwa:

Penataan kelembagaan, maka organisasi pemerintah harus semakindiarahkan menuju organisasiyang semakin mampu, fleksibel, dan responsifterhadap kebutuhan masayarakat yang semakin kompleks dewasa ini.memperhatikan pertimbangan-pertimbangan tersebut, maka kebijakanorganisasi pemerintah diarahkan pada reformasi organisasi menujuorganisasi masa depan yang bercirikan: 1) Visi dan Misi Organisasi Jelas, 2)Organisasi flat atau datar, 3) Organisasi ramping atau tidak banyakpembidangan, 4) Organisasi jejaring (Network Organization), 5) Strategi

57

organisasi pembelajar (Learning Organization), 6) Organisasi banyak diisijabatan-jabatan professional, 7) Organisasi bervariasi.

Pengaturan organisasi pemerintahan daerah saat ini tengah memasuki babak baru

pasca terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi

Perangkat Daerah yang diikuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 56

Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat Daerah.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat

Daerah yang merupakan pengganti dari Peraturan Pemerintah sebelumnya ini

diterbitkan dengan dua semangat, yaitu semangat untuk mengatasi

kesimpangsiuran nomenklatur beserta tupoksi dan rentang kendali organisasi

sebagaimana diatur dalam PP 41 Tahun 2017 dan semangat untuk membatasi

sekaligus menyeragamkan jumlah organisasi daerah.

Kesimpangsiuran nomenklatur menjadi perhatian karena ketidaksesuaian

nomenklatur lembaga daerah dengan lembaga pusat seringkali berdampak pada

kesulitan proses pengalokasian anggaran, demikian juga variasi besaran organisasi

daerah telah menyebabkan tidak efektifnya kinerja instansi pemerintah daerah

semangat untuk membatasi jumlah organisasi daerah juga didasarkan pada alasan-

alasan rasionalitas sebagaimana diketahui, struktur organisasi pemerintah daerah

yang ada saat ini cenderung sangat gemuk sehingga menghisap sebagian besar

alokasi APBD untuk belanja aparatur, akibatnya, agenda-agenda yang secara

langsung berkaitan dengan kepentingan publik justru tidak bisa dilaksanakan

secara maksimal karena keterbatasan anggaran. Oleh karena itu, kehadiran

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat

Daerahini diharapakan akan berdampak pada efisiensi dan efektivitas struktur

58

organisasi yang akan berimplikasi pada penghematan pos belanja aparatur

sehingga bisa diarahkan untuk pos-pos kegiatan lain yang lebih produktif.

Penataan stuktur organisasi pemerintah daerah sudah selayaknya ditata dan diatur

sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing hal tersebut terlihat jelas pada

ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi

Perangkat Daerah yang mengisyaratkan besaran organisasi perangkat daerah

sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor keuangan, kebutuhan daerah,

cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus diwujudkan, jenis dan

banyaknya tugas, luas wilayah kerja dan kondisi geografis, jumlah dan kepadatan

penduduk, potensi daerah yang bertalian dengan urusan yang akan ditangani,

sarana dan prasarana penunjang tugas oleh karena itu kebutuhan akan organisasi

perangkat daerah bagi masing-masing daerah tidak senantiasa sama atau seragam.

Dalam Peraturan Pemerintah tersebut telah menetapkan kriteria dalam

menentukan jumlah besaran organisasi perangkat daerah pada masing-masing

pemerintah daerah dengan variabel jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah

APBD, yang kemudian ditetapkan pembobotan masing-masing variabel yaitu

40% (empat puluh persen) untuk variabel jumlah penduduk, 35% (tiga puluh lima

persen) untuk variabel luas wilayah dan 25% (dua puluh lima persen) untuk

variabel jumlah APBD, serta menetapkan variabel tersebut dalam beberapa kelas

interval, sebagaimana ditetapkan dalam lampiran Peraturan Pemerintah ini,

demikian juga mengenai jumlah susunan organisasi disesuaikan dengan beban

tugas masing-masing perangkat daerah.

59

Namun demikian, restrukturisasi organisasi pemerintah daerah juga bukan hal

yang mudah tindak lanjut terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016

tentang Organisasi Perangkat Daerah harus dilakukan secara hati-hati sehingga

bisa meminimalisir tingkat risiko yang mungkin dihadapi pemerintah daerah dan

pada saat yang sama bisa memaksimalkan peningkatan kinerja aparatur. Beban

daerah untuk melakukan restrukturisasi juga semakin berat karena secara teknis,

kebijakan ini mengharuskan dilakukannya restukturisasi kewenangan dan

organisasi daerah secara signifikan dalam waktu yang sangat singkat bagi daerah

yang tidak melaksanakan perampingan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 18

Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat Daerah akan dikenakan penalti berupa

pembatalan Peraturan Daerah tentang Organisasi yang akan berdampak pada

berkurangnya hak-hak keuangan dan hak kepegawaian serta administrasi lainnya.

Menurut Utomo (2010:56) yang menjelaskan bahwa:

Dalam melakukan penjabaran lebih lanjut untuk kabupaten dan kotamaupun provinsi dalam mengatur organisasi dan sumber daya manusia didalam kerangka reorganisasi, restrukturisasi, penciutan ataupunpengembangan perlu diperhatikan: 1) Kesesuaian dengan kebutuhandaerah (misi ataupun tuntutan masyarakat dan kompetisi), 2) Kemampuankeuangan (riil dan potensi serta tersedianya dana perimbangan). 3)Kemampuan dan kualitas SDM (mendasarkan job analysis-jobspesification maupun job classification). 4) Luas dan sempitnya daerah(sesuai dengan kondisi. Geografis, keberadaan daerah), serta 5)Tercapainya atau terjadinya kompatibilitas antar komponen atau fungsi.

Pasca reformasi telah melahirkan beberapa agenda yang dijewantahkan lewat

reformasi di tubuh pemerintah baik pusat maupun daerah. Salah satu agenda

mendesak dalam reformasi di tubuh pemerintahan adalah memperkecil stuktur

organisasipemerintahan yang begitu gemuk dan kecenderungan korup. Dalam

konteks ini, ada suatu kecenderungan bahwa pola struktur yang dibangun pada

60

aras lokal seharusnya dicarikan solusi agar terjadi perampingan dalam tubuh

pemerintahan daerah. Upaya yang dilakukan pun melalaui suatu konvensi

sehingga melahirkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang

Organisasi Perangkat Daerah sehingga menyebabkan korelasi antara kepentingan

pemerintah pusat dan pemerintah daerah, dan disesuakan dengan unsur-unsur

yang termuat dalam PP ini paling tidak ada 3 isu/faktor yang dipandang perlu

untuk diselesaikan menyangkut dengan penataan organisasi di daerah, antara lain:

1. Ketidaksesuaian nomenklatur lembaga daerah dengan lembaga pusat

seringkali berdampak pada kesulitan proses pengalokasian anggaran.

Penekanan pada konteks ini lebih spesifik pada aspek efesiensi dalam

pengalokasian anggaran antara pemerintah pusat dan daerah untuk mencermati

persoalan tersebut dapat dilihat setelah kehadiran Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2014 yang mana pusat seakan-akan kewalahan akan adanya

pembengkakan stuktur pemerintah di daerah, disana telah terjadi

kesimpangsiuran dalam menata nomenklatur pemerintah, oleh sebab itu

diantara kesimpangsiuran tersebut berdampak pada aspek pengalokasian

anggaran, kadangkala daerah dihadapkan dengan berbagai macam pilihan

menyangkut dengan pemberian layanan mendasar kepada masyarakat, hal ini

dikarenakan ada dinas atau strukur teknis yang tidak sesuai dengan

nomenklatur pusat sehingga tidak mendapatkan kucuran dana dari pusat,

sehingga yang terjadi adalah daerah kemudian menyediakan anggaran khsusus

untuk keberadaan dinas atau lembaga teknis yang secara tidak langsung dapat

menguras sumber daya anggaran di daerah.

61

2. Variasi besaran organisasi daerah telah menyebabkan tidak efektifnya kinerja

instansi pemerintah daerah. Salah satu ukuran kinerja pemerintah dalam

konteks sekarang adalah mengefektifkan kinerja dan menekan dari segi

anggaran atau kita kenal dengan efektifitas dan efesiensi dalam kinerja.

Sasaran tersebut adalah salah satu dari tujuan good governance. Realitas

menggambarkan bahwa variasi besaran organisasi telah membuat struktur

organisasi berkerja secara tidak efektif dan efesein tidak dapat dipungkiri

bahwa yang mana kadangkala ditemui berbagai macam penyimpangan dan

tidak dikoordinir secara baik oleh beberapa lembaga pemerintah dalam

menjalankan tugas, kadangkala antara struktur yang satu dengan lainnya

saling tumpang tindih dengen keberadaan mereka, belum lagi jika dihadapkan

dengan beberapa lembaga yang tidak sesuai dengan kebutuhan di daerah.

Initinya adalah variasi tersebut disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-

masing agar apa yang dijalankan oleh struktur organisasi pemerintah benar-

benar sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat di daerah serta merujuk

pada aspek efektifitas dan efesiensi dalam kinerja lembaga pemerintah daerah.

3. Struktur organisasi pemerintah daerah cenderung sangat gemuk sehingga

menghisap sebagian besar alokasi APBD untuk belanja aparatur. Seperti

dijelaskan pada isu utama diatas, bahwa sudah tentunya kesimpangsiuran

nomenkaltur akan mengakibatkan penghisapan atas alokasi APBD untuk

belanja aparatur, dalam sisi ini dapat dilihat bahwa kebanyakan alokasi APBD

secara representasi lebih besar pada konteks belanja aparatur pemerintahan

daerah ketimbang untuk pelayanan publik, daerah kemudian diperhadapkan

dengan asumsi-asumsi dasar untuk memenuhi semua kebutuhan sturktur

62

organisasi ketimbang penyediaan bahan-bahan dasar (governability) kepada

masyarakat di daerah dikarena terjadinya kegemukan dalam struktur tersebut.

Hal tersebut berakibat pada agenda-agenda yang secara langsung berkaitan

dengan kepentingan publik justru tidak bisa dilaksanakan secara maksimal

karena keterbatasan anggaran.

F. Penelitian Terdahulu

Untuk menambah referensi dalam penelitian ini penulis menambahkan penelitian

terdahulu yang berupa tesis atau jurnal dan lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian

berikut:

Tabel 2. Penelitian Terdahulu

No

Penulis danJudul

Penelitian

MetodePenelitian Hasil Penelitian

Perbedaan DenganPenelitian Terdahulu

1 Diana Hertati(2015),PengembanganModel PenataanOrganisasiPerangkatDaerahPemerintahKota Surabaya

MetodePenelitian dalampenelitian iniadalah metodedeskriptif danmemadunyadenganpendekatankualitatif

Deskripsi hasil dan analisispembahasan temuan penelitianpada bab sebelumnya, makadapat disimpulkan, sebagaiberikut:1. Proses penataan OPD

berpedoman pada regulasiberupa Perundang-Undangan dan PeraturanDaerah tanpa mengabaikanrelasi kebutuhan penataankelembagaan dengankondisi real tuntutanpenyelenggaraan pelayananpublik, penataan organisasiakan berproses dengan baikdanbenar. Penataan OPDdilaksanakan berdasarkanpertimbangan ukuran idealdan kesesuaian kebutuhanOrganisasi akan efesien danefektif.

2. Penataan kepegawaiandilaksanakan berdasarkanprinsip profesionalisme,kompetensi, prestasi kerja,agar kinerja kepegawaianlebih meningkat dan

Penelitian yangdilakukan oleh DianaHertati lebih mengarahkepada pengembanganorganisasi denganmenggunakan semuaregulasi yangberdasarkan padaprinsipprofesionalisme,kompetensi, prestasikerja sedangkanpenelitian yang penelitilakukan lebih terfokuspenataan organisasipemerintahberdasarkan padaimplementasi PP No 18Tahun 2016 tentangPerangkat Daerah

63

penyelenggaraan pelayananpublik menjadi berkualitas.

2 Sahrial (2014)ProsesPembentukanKebijakanpenataanOrganisasiPerangkatDaerah

MetodePenelitian dalampenelitian iniadalah metodedeskriptif danmemadunyadenganpendekatankualitatif

Hasil penelitian inimenunjukan bahwa prosespembentukan kebijakanpenataan organisasi perangkatdaerah di Kabupaten Kampardapat dilihat dari dua tahapan,yakni tahap awal kebijakansebagai upaya merespon danmelaksanakan amanat PP No.41 Tahun 2007 tentangOrganisasi Perangkat Daerahdan tahap evaluasi kebijakandan fasilitasi StrukturOrganisasi dan Tata KerjaKabupaten Kampar diketahuibahwa pembentukan seluruhOPD yang terkesan dipaksakandan tergesa-gera. Faktor-faktoryang menghambat prosespembentukan kebijakanpenataan organisasi perangkatdaerah di Kabupaten Kamparterdiri dari 3 (tiga) faktor antaralain, Keuangan atau Anggaran,Sumber Daya Manusia atauAparatur Pemerintah Daerah,dan Peraturan Perundang-undangan berikut peraturanpelaksana tentang kelembagaandaerah sering berganti-ganti.

Penelitian yangdilakukan oleh Sahriallebih mengharah padaproses penataanorganisasi pemerintahdalam meresponpembentukan PP no 41Tahun 2007 tentangOrganisasi PerangkatDaerah. Sedangkanpenelitian yang penelitilakukan lebih terfokuspada pelaksanaan PPNo 18 Tahun 2016tentang PerangkatDaerah dalam penataanorganisasi

3 Vifin Rofiana,M.AP (2014),ReformasiStrukturalOrganisasiPerangkatDaerah (DalamPerspektif PPNo. 41 Tahun2007 tentangOrganisasiPerangkatDaerah)

MetodePenelitian dalampenelitian iniadalah metodedeskriptif danmemadunyadenganpendekatankualitatif

Dapat disimpulkan bahwapenerapan sistem apa pun tentuterdapat konsekuensi yangmenyertainya. Ini dapat dilihatdari penerapan otonomi daerahyang berlandaskan asasdesentralisasi, dimana sampaisaat ini belum ada hasil yangmenyakinkan.Pemerintahandaerah yang diharapkan dapatlebih dekat dengan rakyat belumterlihat maksimal. Oleh karenaitu, dilakukan sebuah reformasistruktural yang terjadi di daerahyaitu dengan mengadakanpenataan kembali padaorganisasi perangkat daerahnya.Reformasi structural dalamorganisasi perangkat daerahdapat dilihat dari munculnya PPNo. 41 Tahun 2007. didalamnyaterdapat berbagai macamperubahan yang intinya inginmerampingkan birokrasi dengancara penghapusan,penggabungan dan

Penelitian yangdilakukan oleh VifinRofiana, M.APterfokus padapembaharuan strukturorganisasi pemerintahdaerah yang disesuaikan dengan PPNo. 41 Tahun 2007tentang OrganisasiPerangkat Daerah.Sedangkan penelitianyang peneliti lakukanlebih terfokus padapelaksanaan PP No 18Tahun 2016 tentangPerangkat Daerahdalam penataanorganisasi yangdilakukan olehpemerintah daerah

64

pembentukan organisasi baru.Namun, setiap kebijakan tentuterdapat dampak baik dan buruksebagai pertimbangan bagipembuatan kebijakanselanjutnya.

4 Rini Hadiyanti(2013),ImplementasiPeraturanPemerintahNomor8 Tahun 2003TentangPedomanOrganisasiPerangkatDaerahPemerintahKotaSamarinda

MetodePenelitian dalampenelitian iniadalah metodedeskriptif danmemadunyadenganpendekatankualitatif

Pada Sekretariat Daerah KotaSamarinda implementasiPeraturanPemerintah Nomor 8 Tahun2003 Tentang PedomanOrganisasi Perangkat DaerahPemerintah Kota Samarindayang terdiri atas Kepatuhantingkat birokrasi SekretariatDaerah Pemerintah KotaSamarinda telah dilaksanakandengan baik oleh para pelaksanaseperti pejabat struktural danpegawai Sekretariat Daerahdalam merumuskan sebuahKebijakan yaitu PeraturanDaerah Nomor 12 Tahun 2004Tentang Susunan Organisasidan Tata Kerja SekretariatDaerah Kota Samarinda yangkemudian membentuk sebuahstruktur organisasi sebagaipedoman bagi aparaturpemerintah dalam menjalankantugas dan fungsinya sehinggarutinitas kerja dilingkungansekretariat daerah berjalandengan lancar atau baik. Namundalam pelaksanaannya terdapatsedikit kendala dalam halketersediaan anggaran,kemudian sikap para pelaksanayang kurang bisa menerimaPP.No. 8 Tahun 2003 dankurangnya kinerja Sumber DayaManusia (SDM) yangberkualitas.

Penelitian yangdilakukan oleh RiniHadiyanti terfokuspada pelaksanaan PPNo 8 Tahun 2003Pedoman OrganisasiPerangkat Daerahdalam penataanorganisasi degan tujuantugas dan fungsiseluruh pegawai diorganisaisasi dalamberjalan denganoptimal. Sedangkanpenelitian yang penelitilakukan lebih terfokuspada pelaksanaan PPNo 18 Tahun 2016tentang PerangkatDaerah dalam penataanorganisasi yangdilakukan olehpemerintah daerahdengan tujuananggaran dapatdigunakan denganefesien, meningkatkaninerja SDM danmeningkatnya kinerjapelayanan publik

Sumber: Diolah oleh Peneliti (2018)

G. Kerangka Pikir

Pemerintah merupakan suatu organisasi yang mempunyai tujuan dalam

melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat, di setiap lembaga

pemerintahan diperlukan organisasi yang efektif dan berkualitas guna

65

meningkatkan kemampuan sehingga dapat dicapai efektivitas pelayanan

pemerintah kepada masyarakat sesuai yang diharapkan. Keefektivan sebuah

lembaga pemerintahan dalam mencapai tujuan ditentukan oleh sejauh mana

lembaga pemerintahan dalam mencapai sasaran dan target yang aka dicapai.

Efektivitas akan menjadi lebih jelas apabila memiliki arah dan tujuan untuk

mencapai sesuatu yang diharapkan. Penerapan makna efektivitas untuk organisasi

berarti tercapainya tujuan-tujuan organisasi sesuai dengan yang telah diterapkan

melalui kegiatan-kegiatan yang telah dilaksanakan. Menurut Siagian (2014:3335),

mengemukakan bahwa ukuran untuk mengetahui efektivitas suatu organisasi

mencakup tentang:

1. Kejelasan strategi pencapaian tujuan, pemerintah diharapkan memiliki strategi

yang tepat dan jelas dalam melaksanakan pemerintahan.

2. Kebijakan (proses analisis dan perumusan kebijaksanaan yang mantap),

pemerintah diharapkan mampu melakukan proses analisis yang tepat dalam

melihat kondisi di masyarakatnya sehingga mampu merumuskan kebijakan

yang matang dan sesuai dengan kondisi masyarakat.

3. Perencanaan yang matang, perlu dibuat perencanaan yang benar-benar matang

sesuai dengan kebutuhan dimasyarakat dan tidak merugikan kedua pihak, baik

itu pihak masyarakat maupun pemerintah itu sendiri.

4. Penyusunan program yang tepat, setelah adanya proses analisis yang tepat dan

baik maka akan dibuatlah penyusunan program yang sesuai dengan keadaan di

lapangan dan melalui proses perencanaan yang tepat maka akan menghasilkan

penyusunan program yang tepat sesuai dengan kebutuhan masyarakatnya

66

sehingga pemerintah desa diharapkan mampu memberikan pelayanan publik

yang maksimal kepada masyarakatnya;

Berdasarkan indikator tersebut maka proses pelaksanaan suatu kebijakan disebut

dengan implementasi kebijakan, dalam tahapan ini kita dapat mengetahui berhasil

atau tidaknya suatu kebijakan. Kondisi organisasi pemerintah daerah masih belum

sejalan dengan makna, maksud dan tujuan otonomi daerah, diterbitkannya

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Organisasi Perangkat

Daerah yang diharapkan dapat memberikan batasan untuk dipedomani bagi semua

daerah di Indonesia terhadap penyusunan lembaga perangkat daerah yang pada

gilirannya dapat menjawab persoalan yang timbul sebagai akibat peraturan

perundangan sebelumnya.

Pemerintah Daerah Kabupaten Pesisir Barat menyusun organisasi daerahnya

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 sebagai sarana untuk

mempermudah dalam memberikan pelayanan publik yang efisien dan berkualitas

dengan diterbitkannya Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Barat Nomor 11

Tahun 2017 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah Kabupaten

Pesisir Barat dan Peraturan Bupati Nomor 45 Tahun 2016 tentang Susunan

Organisasi dan Tata Kerja Kabupaten Pesisir Barat. Penelitian ini menitikberatkan

latar belakang pelaksanaan penataan organisasi perangkat daerah pada Sekretariat

Daerah Kabupaten Pesisir Barat, implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 18

Tahun 2016 di Kabupaten Pesisir Barat dan faktor-faktor yang menjadi hambatan

dalam implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 di Kabupaten

Pesisir Barat.

67

Penataan organisasi perangkat daerah Kabupaten Pesisir Barat dilakukan melalui

proses:

1. Melakukan review

2. Menentukan work activities

3. Klasifikasi

4. Pemberian assignment

5. Mendesain hierarki pimpinan.

Konsep yang termaktub dalam Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016

tentang Organisasi Perangkat Daerah adalah sinkronisasi antara lembaga

perangkat daerah dengan pusat agar memudahkan fungsi koordinasi antara

lembaga pusat dengan lembaga perangkat yang ada didaerah sehingga

memudahkan dalam hal penganggaran. Impilkasi lain yang diharapkan adalah,

bahwa dengan adanya sinkronisasi ini dapat terjadi efisiensi keuangan negara

karena adanya pengurangan unit atau bagian tertentu.

Berdasarkan uraian tersebut peneliti menjelaskan dalam kerangka pikir seperti

pada gambar dibawah ini:

68

Gambar2.Kerangka Pikir

H. Hipotesis

Hipotesis merupakan proposisi yang akan di uji keberlakuaanya atau merupakan

suatu jawaban sementara atas pertanyaan penelitian. Sehingga dalam penelitian ini

penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

Ho = Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terdiri dari

sumber daya manusia, sarana dan prasaran serta kontrol di Kabupaten

Pesisir Barat tidak efektif

Ha = Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terdiri dari

sumber daya manusia, sarana dan prasaran serta kontrol di Kabupaten

Pesisir Barat efektif.

SDM (X1)1. Teknis2. Non Teknis

Sarana dan Prasaran (X2)1. Perangkat Keras2. Perangkat Lunak

Kontol (X3)1. Awal2. Akhir

Efektivitas RestrukturisasiOrganisasi Perangkat

Daerah (OPD) (Y)

Restrukturisasi Organisasi

69

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain analisis deskriptif kuantitatif, menurut

Singaribun, (2012:31) penelitian kuantitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu

pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada

manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut

dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Menurut Singaribun, (2012:34)

penelitian kuantitatif menyoroti antara variabel dan menguji hipotesa yang telah

dirumuskan sebelumnya oleh karena itu penelitian dinamakan penelitian

menggunakan hipotesa walaupun uraian juga mengandung deskripsi tetapi sebagai

penelitian rasional fokusnya terletak pada penjelasan hubungan atau pengaruh

antara dua variabel.

B. Variabel Penelitian

Menurut Sugiyono, (2013:60), variabel penelitian adalah segala sesuatu yang

berbentuk apa saja yang ditetapkan dalam penelitian untuk dipelajari sehingga

diperoleh informasi tentang hal tersebut. variabel dalam penelitian ini antara lain:

1. Variabel independent (X) atau variabel bebas adalah variabel yang

mempengaruhi atau menjadi sebab timbulnya perubahan pada variabel terikat,

70

variabel dalam penelitian ini adalah Restrukturisasi Organisasi Perangkat

Daerah (OPD)(X).2. Variabel dependent (Y) atau variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi

atau menjadi akibat karena adanya perubahan dari variabel bebas, variabel

dependen dalam penelitian ini adalah Efektifitas (Y).

C. Definisi Konseptual Variabel

Definisi konseptual variabel adalah penarikan batasan yang menjelaskan suatu

konsep secara singkat, jelas dan tegas, definisi konseptual variabel dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Restrukturisasi organisasi

Robbins (2006:77) mengartikan restrukturisasi organisasi sebagai sebuah

proses redesain atau penataan ulang terhadap tatanan birokrasi yang telah ada

ketika terjadi dinamika pada lingkungan baik internal maupun eksternalnya

maka birokrasi juga harus mengadaptasi dinamika tersebut agar dapat

berkembang. Adaptasi terhadap dinamika yang terjadi menyebabkan birokrasi

harus tampil sesuai dengan realita yang ada. Restrukturisasi atau penataan

kembali organisasi birokrasi pada hakekatnya adalah aktivitas untuk menyusun

satuan organisasi birokrasi yang akan diserahi bidang kerja, tugas atau fungsi

tertentu. Dalam melakukan penataan organisasi di kelompokkakan menjadi 3

kelompok sesuai dengan teori yang dikembangkan oleh Robbin dalam Udaya

(2006:326), yaitu:

71

a. Sumber Daya Manusia (SDM)

Mengacu pada perubahan sikap, keterampilan, pengharapan, persepsi dan

perilaku pegawai untuk itu dalam penataan organisasi melibatkan pegawai

baik pegawai teknis maupun pegawai non teknis.

b. Sarana dan prasarana

Meliputi modifikasi dalam cara kerja yang di proses dalam metode serta

peralatan yang digunakan untuk itu sarana dan prasarana dalam penataan

organisasi memperhatikan perangkat keras dan perangkat lunak.

c. Kontrol

Mencakup perubahan dalam hubungan wewenang, mekanisme koordinasi,

rencangan ulang pekerjaan atau variabel struktur serupa untuk itu

diperpulukan kontrol dari awal dan kontrol akhir.

2. Efektivitas

Menurut Bastian dalam Tangkilisan (2015:162), menyatakan efektivitas adalah

hubungan antara output dan tujuan, dimana efektivitas diukur berdasarkan

seberapa jauh tingkat output, kebijakan dan prosedur dari organisasi

mencapaitujuan yang telah ditetapkan. Artinya bahwa efektivitas dapat dilihat

melalui pencapaian hasil yang kemudian disesuaikan dengan tujuan yang telah

direncanakan sebelumnya. Sementara Gibson dalam Tangkilisan (2015:176),

mengatakan bahwa efektivitas suatu organisasi dapat pula diukur dengan

memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

1. Kejelasan strategi pencapaian tujuan

2. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap

3. Perencanaan yang matang

72

4. Penyusunan program yang tepat.

D. Definisi Operasional Variabel

Operasional variabel dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu:

Definisi operasional adalah restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD)(X)Restrukturisasi adalah tindakan merubah struktur yang dipandang tidak sesuai

dengan tuntutan zaman dan tidak efektif lagi dalam memajukan organisasi,

menata ulang kelembagaan pemerintah, membangun organisasi sesuai dengan

tuntutan kebutuhan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka indikator kebijakan

restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) adalah sebagai berikut:

a. Sumber Daya Manusia (SDM)

Sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor yang sangat

penting dalam suatu perusahaan di samping faktor yang lain seperti modal.

Oleh karena itu, SDM baik itu teknis maupun non teknis harus dikelola

dengan baik untuk meningkatkan efektivitas organisasi. Dalam konteks

penataan kelembagaan, SDM baik secara individual maupun manajemen SDM

yang diterapkan akan berpengaruh terhadap kelembagaan yang dibentuk.

SDM yang berkualitas akan mengurangi besaran organisasi yang akan

diterapkan begitu halnya dengan pola manajemen SDM yang profesional,

dimulai dari proses rekrutmen, pengembangan pegawai sampai dengan

berhenti (pensiun) akan berpegaruh terhadap organisasi yang ada.

b. Sarana dan prasarana

Secara umum sarana dan prasarana adalah alat penunjang keberhasilan suatu

proses upaya yang dilakukan di dalam pelayanan publik, karena apabila kedua

73

hal ini tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan dapat

mencapai hasil yang diharapkan sesuai dengan rencana. Sarana dan prasarana

adalah merupakan seperangkat alat yang digunakan dalam suatu proses

kegiatan baik alat tersebut adalah merupakan peralatan pembantu maupun

peralatan utama, yang keduanya berfungsi untuk mewujudkan tujuan yang

hendak dicapai. Sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya

suatu proses (usaha, pembangunan, proyek). Untuk lebih memudahkan

membedakan keduanya, sarana lebih ditujukan untuk benda-benda yang

bergerak seperti komputer dan mesin-mesin. Sarana adalah perlengkapan

pembelajaran yang dapat dipindah-pindah sedangkan prasarana adalah fasilitas

dasar untuk menjalankan fungsi, oleh sebab itu sarana dan prasarana terdiri

dari perangkat keras dan perangkat lunak yang semua itu bertujuan untuk

meningkatkan produktifitas sebuah organisasi.

c. Kontrol

Kontrol pada hakikatnya harus menegakkan pilar-pilar efisiensi, efektivitas,

dan akuntabilitas serta sesuai aturan dan tepat sasaran. Kontrol harus

dilaksanakan seefektif mungkin, karena pelaksanaan fungsi kontrol dengan

baik, akan memberikan sumbangan yang besar pula dalam meningkatkan

efisiensi sehingga dapat meminimalisir tingkat kesalahan maupun

penyimpangan pekerjaan. Berkaitan dengan definisi tersebut proses

manajemen telah diselesaikan apabila kontrol telah dilaksanakan setiap

pimpinan memiliki fungsi yang melekat di dalam jabatannya untuk

melaksanakan kegiatan kontrol terhadap pelaksanaan pekerjaan atau pada

individu yang melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokoknya masing-

74

masing juntuk itu perlu dilakukan kontrol mulai dari perencanaan sampai

dengan pelaksanaan. Dalam melakukan kontrol baik mulai dari perencanaan

(awal) sampai dengan pelaksanaan (akhir) pimpinan harus menerapkan teknik

kontrol dengan biak dengan tujuan kebijakan restrukturisasi dapat berjalan

dengan baik dan efektif teknik kontrol yang harus dilaksanakan adalah kontrol

secara langsung, kontrol langsung ialah apabila pimpinan-pimpinan organisasi

melakukan sendiri kontrol terhadap pelaksanaan kebijakan restrukturisasi

organisasi yang sedang dijalankan oleh para bawahannya. Kontrol langsung

ini dapat berbentuk inspeksi langsung, on-the-spot observation dan on-the-

spot report.

Definisi operasional adalah Efektivitas Restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah

(OPD) (Y)

Efektivitas dapat dirumuskan sebagai tingkat perwujudan sasaran yang

menunjukkan sejauh mana sasaran telah dicapai, suatu OPD dapat dikatakan

efektif apabila OPD tersebut dapat sepenuhnya mencapai sasaran yang telah

ditetapkan serta dapat mencapai target. efektivitas umumnya dipandang sebagai

tingkat pencapaian tujuan operatif dan operasional dengan demikian pada

dasarnya efektivitas adalah tingkat pencapaian tujuan atau sasaran organisasi

sesuai yang ditetapkan. kaitannya dengan efektivitas restrukturisasi organisasi

berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 di lingkungan

Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat maka kriteria efektivitas OPD yang

digunakan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan perubahan organisasi

sebagaimana diatur dalam berbagai peraturan dan perundang-undangan tentang

organisasi perangkat daerah dan birokrasi pada umumnya. efektivitas OPD dapat

75

dilihat dari beberapa hal antara lain Sumber Daya Manusia (SDM), sarana dan

prasaran serta kontrol atau pengawasan. Berdasarkan penjelasan tersebut maka

indikator dari efektifif adalah sebagai berikut:

1. Kejelasan strategi

Kejelasan strategi merupakan sebuah pencapaian tujuan yang hendak di capai

supaya dalam pelaksanaan tugas dapat mencapai sasaran yang terarah dan tujuan

organisasi dapat tercapai dimana diketahui bahwa strategi adalah sebuah upaya

dalam mencapai sasaran-sasaran yang ditentukan agar para implementer tidak

tersesat dalam pencapaian tujuan organisasi, untuk itu kejelasan strategi harus

tepat sasaran, mudah untuk dipahami serta sesuai dengan kebutuhan organisasi.

2. Kebijakan (proses dan perumusan)

Proses dan perumusan kebijakan adalah penyusunan skala prioritas, hal itu

dikarenakan ada begitu banyak permasalahan, keinginan, tuntutan, maupun

aspirasi dari masyarakat, semuanya tidak mungkin dapat diselesaikan dan

dipenuhi sekaligus secara bersamaan. sehingga dapat diketahui permasalahan

apa saja yang harus segera didahulukan untuk diatasi dengan kebijakan publik.

Dimana diketahui bahwa proses dan perumusan sebuah kebijakan yang mantap

berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan

oleh sebuah organisasi untuk itu organisasi harus memperhatikan beberapa hal

antara lain kejelasan tujuan perlunya dilakukan restrukturisasi organisasi,

ketepatan kegiatan serta dampak atas kegiatan restrukturisasi organisasi.

3. Perencanaan

Sebelum pelaksanaan kegiatan restrukturisasi organisasi diperlukan sebuah

perencanaan yang matang serta berorentasi kepada hasil (outcome) dan keluaran

(output) sehingga apa yang organisasi laksanakan kedepan dapat terarah dan

76

terukur sesuai dengan kebutuhan organisasi. Untuk itu perencanaan kegiatan

restrukturisasi organisasi harus melaksanakan beberapa hal antara lain keputusan

kebijakan yang sudah terukur, kegiatan dapat mendukung pencapaian hasil

program atau fokus prioritas serta target kegiatan dapat tercapai.

4. Program

Penyusunan program yang tepat suatu rencana yang baik masih perlu

dijabarkan dalam program-program pelaksanaan yang tepat sebab apabila

tidak para pelaksana akan kurang memiliki pedoman bertindak dan bekerja

sehingga program-program yang sudah di rencanakan tidak dapat terlaksana

dengan baik sesuai dengan keinginan semua pihak hal itu dikarenakan tidak

adanya evaluasi program yang sudah dilaksanakan oleh para implementator.

Untuk itu program dalam sebuah organisasi yang akan melakukan kegiatan

restrukturisasi organisasi harus memperhatikan beberapa hal antara lain

program dapat mencerminkan tugas dan fungsi unit organisasi, program dapat

dilaksanakan dalam periode jangka menengah serta program harus dapat di

evaluasi. Hal tersebut harus dilaksanakan dengan tujuan program dapat

berjalan secara efektif dan efesien suatu program apabila tidak dilaksanakan

secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai

sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin didekatkan dengan

tujuan.

Berdasarkan penjelasan di atas maka untuk lebih jelas dapat dilihat dalam tabel di

bawah ini:

77

Tabel 3. Operasional Variabel

Restrukturisasi Organisasi (X) Efektivitas Restrukturisasi OrganisasiPerangkat Daerah (OPD) (Y)

SDMTeknis1. Penyusunan program restrukturisasi

OPD2. Koordinasi pelaksanaan

restrukturisasi OPD3. Pengembangan restrukturisasi OPD

Kejelasan strategi1.Ketepatam sasaran2.Kesesuaian dengan visi, misi dan tujuan

organisasi

Non Teknis1. Kewenangan dalam pelaksanan

restrukturisasi OPD2. Pengendalian dalam pelaksanaan

restrukturisasi OPD3. Penyelenggaraan sosialisasi sesudah

pelaksanaan restrukturisasi OPD

Kebijakan (proses dan perumusan)1.Kesesuaian dengam prosedur2.Keterlibatan unsur terkait (stekeholders)

Sarana dan prasaranPerangkat keras1. Administrasi perkantoran2. Pelayanan masyarakat3. Media presentasi

Perencanaan1.Kebijakan terukur dengan baik2.Mendukung program pemerintah daerah

Perangkat lunak1. Sistem Informasi Manajemen (SIM)

Sarpras digunakan dalam memantausarana dan prasarana

2. Sistem Informasi Manajemen (SIM)Aparatur Sipil Negara

Program1.Program sesuai dengan tugas dan fungsi

OPD2.Program di selesaikan dengan tepat waktu

KontrolAwal1. Penyusunan rencana kerja2. Penyiapan bahan perumusan

kebijakan3. Jaminan ketepatan pelaksanaanAkhir1. Kontrol masukan2. Kontrol Perilaku3. Kontrol Pengeluaran

E. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Menurut Sugiyono (2013:117), populasi adalah wilayah generalisasi yang

terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik

kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai yang ada

78

di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Pesisir Barat sebanyak

2.041 pegawai.

2. Sampel

Menurut Sugiyono, (2013:106) sampel adalah sebagian dari jumlah

karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Teknik pengambilan samapel dalam

penelitian ini adalah menggunakan random sampling, menurut Kerlinger

(2011:188), random sampling adalah metode penarikan dari sebuah populasi

atau semesta dengan cara tertentu sehingga setiap anggota populasi atau

semesta tadi memiliki peluang yang sama untuk terpilih atau terambil. Random

sampling dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik pengundian di mana

langkah-langkahnya adalah pertama beri nomor/catat nama-nama orang yang

terdapat dalam populasi kemudian kertas catatan-catatan tersebut digulung dan

dimasukkan ke dalam kotak. Caranya bisa sama persis dengan prosedur arisan

yang banyak terjadi dimasyarakat. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh

pegawai yang ada di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Kabupaten Pesisir

Barat sebanyak 2.041 pegawai dengan tingkat kepercayaan 90% dan tingkat

eror 10%. Sedangkan dalam proses pengambilan sampel penulis menggunakan

rumus Slovin yang dikembangkan oleh Sujarweni (2014:35), yaitu:

n = N1 + N x eDimana:

n = Sampel

N = Populasie = Prosentasi kelonggaran ketidakterikatan karena kesalahan pengambilan

sampel yang masih di teliti

79

Berdasarkan rumus tersebut maka dapat di ketahui bahwa:

n = 2.0411 + 2.041 X (0.1 )n = 2.04121.41= .

Berdasarkan hasil perhitungan di atas maka sampel penelitian ini untuk

populasi 2.041 orang dan tingkat kepercayaan 90% adalah 95 pegawai, dengan

rincian sebagai berikut:

Tabel 4. Perhitungan Pengambilan Sample

OPD JumlahPegawai Perhitungan sampel Jumlah

SampelSekretariat Daerah 61 61/2.041 x 95 = 2.877 3Sekretariat DPRD 16 16/2.041 x 95= 0.754 1

Inspektorat 18 18/2.041 x 95= 0.849 1Sekretariat KPU 11 11/2.041 x 95= 0.518 1

RSUD 28 28/2.041 x 95= 1.303 1Badan 106 106/2.041 x 95 = 4.933 5Dinas 1685 1685/2.041 x 95 = 78.429 78

Kecamatan 116 116/2.041 x 95 = 5.399 5Jumlah 2.041 95

Sumber: BKD Kabupaten Pesisir Barat Maret Tahun 2018

F. Jenis dan Sumber Data

a. Jenis data

Data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data

sekunder, yang berbentuk kuantitatif dan kualitatif. Data kuantitatif berupa

angka-angka, skala-skala, tabel-tabel, formula dan sebagainya yang

menggunakan perhitungan matematis.

80

b. Sumber data

Sumber data yang mendukung jawaban permasalahan dalam penelitian dengan

cara sebagai berikut:

a. Sumber data primer

Sumber data yang diperoleh dari sumber primer, diperoleh melalui

responden yang memberikan data berupa kata-kata atau kalimat pernyataan

atau memberikan jawaban dalam kuesioner yang peneliti bagikan.

b. Sumber data sekunder

Data yang diperoleh dari catatan-catatan, buku, makalah, monografi dan

lain-lain terutama yang berkaitan dengan permasalahan penelitian. Data

yang lain juga didapat dari arsip, sebagai sumber data dalam bentuk

dokumen, data statistik dan naskah-naskah yang telah tersedia dalam

lembaga atau instansi yang berhubungan dengan penelitian ini.

G. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Gozhali (2013:55), metode pengumpulan data dimaksudkan untuk

memperoleh bahan-bahan yang relevan, akurat dan terpercaya. Teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kuesioner

Kuesioner adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara

memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden

untuk dijawab. Pernyataan-pernyataan dibuat dalam bentuk angket dengan

menggunakan Skala ordinal 1–5 untuk mendapatkan data yang bersifat

subtansial. Skala ordinal adalah untuk mengurutkan seseorang atau objek

81

sesuai dengan banyak atau kuantitas dari karakteristik yang dimilikinya pada

skala ordinal, dimungkinkan untuk melakukan penghitungan (kuantifikasi)

variabel-variabel yang diuji sehingga dapat memberikan informasi yang lebih

substansial.

2. Wawancara

Wawancara bersifat terbuka dan luwes yang dilakukan dalam suasana yang

informal dan akrab, pertanyaan yang dilontarkan tidak kaku dan terlalu

terstruktur, sehingga dapat dilakukan wawancara ulang dengan sumber yang

sama jika diperlukan.

3. Observasi

Merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan jalan mengamati

terhadap fenomena yang diteliti, melalui teknik ini diharapkan akan

mendapatkan gambaran yang lebih lengkap dan menyeluruh mengenai obyek

yang diamati, karena peneliti dalam hal ini akan mengadakan pengamatan

langsung.

4. Studi pustaka

Studi pustaka merupakan metode pengumpulan data sekunder yang bersumber

pada literatur, dokumen, majalah dan hasil penelitian sebelumnya yang dapat

di peroleh dari perpustakaan, terutama yang berhubungan dengan masalah

penelitian.

5. Dokumentasi

Dokumentasi yaitu mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa

catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lengger,

82

agenda dan sebagainya yang relevan dengan penelitian yang sedang

dilakukan.

H. Teknik Analisis Data

Analisa data adalah proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih

mudah dibaca dan diinterpretasikan, dalam penelitian inianalisa data dilakukan

melalui beberapa tahap yakni:

a. Memeriksa (editing)

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah memeriksa semua data yang

telah dikumpulkan, baik itu melalui kuisioner (angket), wawancara atau

instrumen lainnya. Khusus untuk data yang hasilnya didapatkan dari angket,

maka langkah ini sangat perlu guna mengecek kembali apakah setiap angket

telah diisi sesuai dengan petunjuk sebelumnya, sehingga apabila didapati

angket yang masih belum diisi atau pengisian tidak sesuai dengan petunjuk,

maka kekurangan tersebut akan diperbaiki dengan jalan menyuruh isi kembali

angket yang masih kosong pada responden semula atau mencari responden

lain sebagai pengganti yang sesuai dengan polanya.

b. Memberi Tanda Kode (Coding)

Tahap ini dimaksudkan untuk mempermudah waktu mengadakan tabulasi dan

analisa, apalagi analisa data dilakukan dengan menggunakan komputer

(program SPSS) maka pengkodean ini menjadi sangat penting, melalui

pemberian kode atau tanda-tanda tertentu antara variabel satu dengan yang

lainnya.

83

c. Tabulasi Data

Tahap selanjutnya setelah proses editing dan coding selesai adalah tabulasi

data, melalui penyiapan tabel-tabel kerja yang disesuaikan dengan variabel

dan item pertanyaan. Selanjutnya mengisi data kedalam tabel kerja dan setelah

pengisian dilanjutkan memasukan data ke tabel lain (tabulasi silang).

Termasuk dalam proses ini adalah pemberian skor terhadap item-item tertentu

yang perlu diberikan skor.

d. Analisis Data

Setelah proses tabulasi data dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah

pengolahan data yang diperoleh dengan menggunakan rumus-rumus atau

aturan-aturan tertentu sesuai dengan pendekatan penelitian

(Arikunto,2013:244), pada tahapan ini mengingat rumusan masalah bersifat

asosiatif, yang hendak menguji hipotesis maka teknik analisis data yang akan

digunakan adalah analisis statistik parametris dan bersifat deduktif. Untuk itu

analisis data yang digunakan untuk melihat efektifitas restrukturisasi

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) yang terdiri dari kejelasan strategi,

kebijakan (proses dan prosedur), perencanaan dan program di Kabupaten

Pesisir Barat adalah dengan menggunakan korelasi peroduct moment pearson

yang merupakan salah satu teknik untuk mencari tingkat keeratan efektifitas

antara dua variabel atau lebih dengan cara memperkalikan momen-momen

(hal-hal penting) kedua variabel tersebut dengan rumus product moment.

Adapun rumusnya adalah sebagai berikut:

84

= ∑ − (∑ ). (∑ ){ . ∑ − (∑ ) }. { . ∑ − (∑ ) }= Angka indeks korelasi peroduct moment

= Jumlah responden∑ = Jumlah hasil perkalian antara skor X dan skor Y∑ = Jumlah keseluruhan skor X∑ = Jumlah keseluruhan skor Y

Selain menggunakan rumus di atas dalam melakukan uji korelasi product

moment peneliti menggunakan bantuan software pengolahan data yaitu

Statistical Package for Social Scieces (SPSS) versi 24.0 for windows.

85

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITI` AN

A. Gambaran Umum Sebelum Dilakukan Restrukturisasi Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat

Sejak di dirikan pada Tahun 2012 sesuai amanat Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2012 tentang Pembentukan Kabupaten Pesisir Barat, pembentukan

organisasi dan tata kerja satuan kerja di lingkungan Pemerintah Kabupaten Pesisir

Barat telah mengalami beberapa kali perubahan, yang terakhir penataan

organisasi perangkat daerah Kabupaten Pesisir Barat diatur dalam beberapa

Peraturan Bupati yang didasarkan pada variabel besaran organisasi perangkat

daerah Tahun 2014 antara lain:

1. Peraturan Bupati Pesisir Barat Nomor 35 Tahun 2014 tentang Pembentukan,

Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten dan Sekretariat

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pesisir Barat

2. Peraturan Bupati Pesisir Barat Nomor 36 Tahun 2014 tentang Pembentukan,

Organisasi dan Tata Kerja Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah dan Lembaga Teknis Daerah Kabupaten Pesisir Barat

3. Peraturan Bupati Pesisir Barat Nomor 37 Tahun 2014 tentang Pembentukan

Organisasi dan Tata Kerja Dinas Daerah Kabupaten Pesisir Barat

86

4. Peraturan Bupati Pesisir Barat Nomor 38 Tahun 2014 tentang Pembentukan,

Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Lain Sebagai Bagian Dari Perangkat

Daerah Kabupaten Pesisir Barat

5. Peraturan Bupati Pesisir Barat nomor 39 tahun 201413tentang Pembentukan

Organisasi dan Tatakerja Kecamatan dan Kelurahan pada Kabupaten Pesisir

Barat.

Dasar Pembentukan Struktur Organisasi tahun 2014 mengacu pada Peraturan

Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah, pada

Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi

Perangkat Daerah, disebutkan bahwa besaran organisasi perangkat daerah

ditetapkan berdasarkan variabel; jumlah penduduk, luas wilayah dan jumlah

APBD.

Selanjutnya berdasarkan ketentuan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 41

Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah, bahwa besaran organisasi

dibagi menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :

1. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai kurang dari 40 (empat

puluh) terdiri dari:

a. Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 3 (tiga) asisten

b. Sekretariat DPRD

c. Dinas paling banyak 12 (dua belas)

d. Lembaga teknis daerah paling banyak 8 (delapan)

e. Kecamatan

87

f. kelurahan.

2. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai antara 40 (empat puluh)

sampai dengan 70 (tujuh puluh) terdiri dari:

a. Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 3 (tiga) asisten

b. Sekretariat DPRD

c. Dinas paling banyak 15 (lima belas)

d. Lembaga teknis daerah paling banyak 10 (sepuluh)

e. Kecamatan

f. Kelurahan.

3. Besaran organisasi perangkat daerah dengan nilai lebih dari 70 (tujuh puluh)

terdiri dari:

a. Sekretariat daerah, terdiri dari paling banyak 4 (empat) asisten

b. Sekretariat DPRD

c. Dinas paling banyak 18 (delapan belas)

d. Lembaga teknis daerah paling banyak 12 (dua belas)

e. Kecamatan

f. Kelurahan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang Organisasi

Perangkat Daerah, besaran organisasi ditetapkan menjadi 3 type, yaitu:

1. Type A (jumlah nilai skor 70 ke atas)

2. Type B (jumlah nilai skor antara 40 sampai dengan 70)

3. Type C (jumlah nilai skor 40 kebawah).

88

Tabel 5. Nilai Variabel Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2014Variabel Kelas Interval Nilai

Jumlah Penduduk = 136,370 Jiwa ≤ 150.000 8Luas Wilayah = 2907,23 Km2 2001 – 3000 21Jumlah APBD = 432.000.000.000,- Rp. 400.000.000.001 –

Rp. 500.000.000.00015

Jumlah Nilai Variabel 44Sumber: Bagian Hukum dan Organisasi, Sekretariat Daerah Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2014

Tabel 6. Nilai Variabel Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2016Variabel Kelas Interval Nilai

Jumlah Penduduk = 156.306 Jiwa 150.001 – 300.000 16Luas Wilayah = 2907,23 Km2 2001 – 3000 35Jumlah APBD = 784.120.394.060,- Rp. 600.000.000.001 –

Rp. 800.000.000.00020

JumlahNilaiVariabel 71Sumber: Bagian Hukum dan Organisasi, Sekretariat Daerah Kabupaten Pesisir Barat Tahun 2016

Perubahan struktur organisasi menurut Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun

2007 tentang Organisasi perangkat Daerah ini kemudian berhasil merealisasikan

visi dan misi sebagaimana diharapkan. Pembentukan Organisasi Perangkat Daeah

pada tahun 2014 masih menggunakan pola minimal dengan penghitungan jumlah

nilai variabel yaitu 44 dan pada tahun 2016 penghitungan jumlah nilai variabel

mengalami peningkatan menjadi 71, Kabupaten Pesisir Barat harus menggunakan

pola maksimal pada pembentukan Organisasi Perangkat Daerahnya yang

diharapkan dapat memberikan pengaruh terhadap kemajuan dan membawa

kesejahteraan bagi masyarakat Kabupaten Pesisir Barat.

Kepala Bagian Organisasi menjelaskan bahwa dalam pembentukan organisasi

perangkat daerah, sebaiknya netral sesuai dengan kaidah-kaidah analisis jabatan,

maka hasil koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Lampung, mereka

89

memberikan beberapa pertimbangan yang dapat dipergunakan dalam menganalisis

penyusunan organisasi perangkat daerah Kabupaten Pesisir Barat, antara lain:

1. Menerapkan kaidah-kaidah analisis jabatan

2. Memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 tentang

Organisasi Perangkat Daerah

3. Status Kabupaten Pesisir Barat sebagai kabupaten pemekaran (Daerah

Otonomi Baru)

4. Mempertimbangakan kebutuhan, kemampuan, potensi dan karakteristik

daerah

5. Faktor personil dan pembiayaan yang dibutuhkan pada tahap awal penataaan

organisasi perangkat daerah

6. Dari segi efisiensi tugas dan fungsi masih dapat tertampung dengan Type B

mengingat kondisi personil maupun biaya yang dibutuhkan.

B. Gambaran Umum Sesudah Dilakukan Restrukturisai Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten Pesisir Barat

Tahun 2017 pemerintah daerah Kabupaten Pesisir Barat melakukan penataan

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan tujuan pelaksanaan tugas dan fungsi

serta pelayanan publik dapat berjalan lebih efektif dan efisiean, hal itu sesuai

dengan perubahan Peraturan Bupati Pesisir Barat Nomor 45 Tahun 2016 Tentang

Susunan Organisasi Dan Tata Kerja Kabupaten Pesisir Barat yang kemudian

disempurnakan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Barat Nomor 11

Tahun 2017 Tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Kabupaten Pesisir Barat

90

Nomor 23 Tahun 2016 Tentang Pembentukan Dan Susunan Perangkat Daerah

Kabupaten Pesisir Barat yang merupakan implementasi Peraturan Pemerintah

Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah Kabupaten Pesisir Barat

menghasilkan Perangkat Daerah dengan susunan sebagai berikut :

1. Sekretariat Daerah merupakan Sekretariat Daerah Tipe B

2. Sekretariat DPRD merupakan Sekretariat DPRD Tipe C

3. Inspektorat merupakan Inspektorat Tipe B

4. Dinas Daerah, terdiri dari:

a. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Tipe B menyelenggarakan urusan

pemerintahan bidang Pendidikan dan bidang Kebudayaan.

b. Dinas Kesehatan Tipe B menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang

Kesehatan.

c. Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Tipe B menyelenggarakan

urusan pemerintahan bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang.

d. Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Pemukiman Tipe C

menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Perumahan Rakyat dan

Bidang Pertanahan.

e. Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran Tipe B

menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Ketenteraman Dan

Ketertiban Umum Serta Perlindungan Masyarakat (Sub Polisi Pamong Praja

dan Sub Kebakaran).

f. Dinas Sosial Tipe B menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Sosial

91

g. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Tipe B menyelenggarakan urusan

pemerintahan bidang Tenaga Kerja dan bidang Transmigrasi.

h. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Tipe C

menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Pemberdayaan Perempuan

dan Perlindungan Anak.

i. Dinas Ketahanan Pangan Tipe B menyelenggarakan urusan pemerintahan

bidang Pangan.

j. Dinas Lingkungan Hidup Tipe B menyelenggarakan urusan pemerintahan

bidang Lingkungan Hidup.

k. Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Tipe A menyelenggarakan

urusan pemerintahan bidang Administrasi Kependudukan dan Pencatatan

Sipil.

l. Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pekon Tipe C menyelenggarakan

urusan pemerintahan bidang Pemberdayaan Masyarakat dan Desa.

m. Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Tipe B

menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Pengendalian Penduduk

dan Keluarga Berencana.

n. Dinas Perhubungan Tipe C menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang

Perhubungan.

o. Dinas Koperasi, UKM, Perindustrian dan Perdagangan Tipe B

menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Koperasi, Usaha Kecil dan

Menengah, bidang Perdagangan, dan bidang Perindustrian.

92

p. Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Tipe B

menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang Penanaman Modal dan

bidang Energi dan Sumber Daya Mineral.

q. Dinas Pemuda dan Olahraga Tipe B menyelenggarakan urusan

pemerintahan bidang Kepemudaan dan Olahraga.

r. Dinas Perikanan Tipe A menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang

Kelautan dan Perikanan.

s. Dinas Pariwisata Tipe A menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang

Pariwisata.

t. Dinas Pertanian Tipe A menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang

Pertanian.

u. Dinas Komunikasi dan Informatika Tipe B menyelenggarakan urusan

pemerintahan bidang Komunikasi dan Informatika dan bidang Persandian.

v. Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Tipe C menyelenggarakan urusan

pemerintahan bidang Perpustakaan dan bidang Kearsipan.

5. Badan Daerah terdiri dari:

a. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Tipe B melaksanakan fungsi

penunjang Perencanaan serta fungsi penunjang Penelitian dan

Pengembangan

b. Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah Tipe B melaksanakan

fungsi penunjang Keuangan

c. Badan Pendapatan Daerah Tipe B melaksanakan fungsi penunjang

Keuangan

93

d. Badan Kepegawaian Daerah Tipe C melaksanakan fungsi penunjang

Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan

e. Badan Kesatuan Bangsa dan Politik melaksanakan fungsi penunjang di

Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik

f. Badan Penanggulangan Bencana Daerah menyelenggarakan sub urusan

pemerintahan di Bidang Bencana.

6. Kecamatan terdiri dari:

a. Kecamatan Bangkunat dengan Tipe A

b. Kecamatan Ngaras dengan Tipe A

c. Kecamatan Ngambur dengan Tipe A

d. Kecamatan Pesisir Selatan dengan Tipe A

e. Kecamatan Krui Selatan dengan Tipe A

f. Kecamatan Pesisir Tengah dengan Tipe A

g. Kecamatan Way Krui dengan Tipe A

h. Kecamatan Karya Penggawa dengan Tipe A

i. Kecamatan Pesisir Utara dengan Tipe A

j. Kecamatan Lemong dengan Tipe A

k. Kecamatan Pulau Pisang dengan Tipe B.

143

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat di ketahui bahwa

kebijakan restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kabupaten

Pesisir Barat berjalan kurang efektif, hal itu terlihat dari:

1. Sumber daya manusia teknis dalam melaksanakan kebijakan restrukturisasi

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berjalan dengan cukup kurang efektif hal

itu dilihat sebelum pelaksanaan restrukturisasi OPD pegawai teknis memiliki

nilai correlation coefficient sebesar 0.527 sedangkan sesudah pelaksanaan

restrukturisasi memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.583

2. Sumber daya manusia non teknis dalam melaksanakan kebijakan restrukturisasi

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berjalan dengan sangat kurang efektif, hal

itu terlihat dari sebelum pelaksanaan restrukturisasi OPD pegawai non teknis

memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.464 sedangkan sesudah

pelaksanaan restrukturisasi OPD pegawai non teknis memiliki nilai correlation

coefficient sebesar 0.565

3. Sarana dan prasarana perangkat keras dalam pelaksanaan kebijakan

restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berjalan cukup kurang

efektif, hal itu terlihat sebelum pelaksanaan restrukturisasi OPD perangkat

keras memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.417 sedangkan sesudah

144

pelaksanaan restrukturisasi OPD perangkat keras memiliki nilai correlation

coefficient sebesar 0.430

4. Sarana dan prasarana seperti perangkat lunak dalam pelaksanaan kebijakan

restrukturisasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) berjalan masih sangat

kurang efektif, hal itu terlihat dari sebelum pelaksanaan restrukturisasi OPD

perangkat lunak memiliki nilai correlation coefficient sebesar 0.433 sedangkan

sesudah pelaksanaan restrukturisasi OPD perangkat lunak memiliki nilai

correlation coefficient sebesar 0.495

5. Kontrol awal dalam pelaksanaan kebijakan restrukturisasi Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) berjalan cukup kurang efektif, hal itu terlihat sebelum

pelaksanaan restrukturisasi OPD kontrol awal memiliki nilai correlation

coefficient sebesar 0.546 sedangkan sesudah pelaksanaan restrukturisasi OPD

kontrol awal memiliki nilai correlation coefficient 0.542

6. Kontrol akhir dalam pelaksanaan kebijakan restrukturisasi Organisasi

Perangkat Daerah (OPD) berjalan cukup kurang efektif, hal itu terlihat dari

sebelum pelaksanaan restrukturisasi OPD kontrol akhir memiliki nilai

correlation coefficient sebesar 0.513 sedangkan sesudah pelaksanaan

restrukturisasi OPD kontrol akhir memiliki nilai correlation coefficient sebesar

0.496.

145

B. Saran

Berdasarkan uraian kesimpulan di atas maka dapat diberikan rekomendasi sebagai

berikut:

1. Pemerintah daerah hendaknya memiliki inovasi sendiri dalam menentukan

strategi restrukturisasi sehingga tidak tergantung dengan kebijakan strategi

yang di keluarkan oleh pemerintah pusat hal itu dilakukan agar penataan OPD

dapat dilaksanakan secara optimal serta dapat menciptakan konsep organisasi

yang datar berdasarkan visi-misi, ramping, bersifat jejaring, memaksimalkan

jabatan fungsional sehingga dapat meminimalisasi resistensi yang ada

2. Pimpinan hendaknya memperhatikan kompetensi/kemampuan khususnya

pengetahuan dan keterampilan pegawai teknis dan non teknis yang

disesuaikan dengan jabatan/job yang akan dipegang, serta tidak didasarkan

pada aspek senioritas atau kepentingan jabatan sehingga menghasilkan

organisasi yang kaya akan fungsi serta terhindar dari adanya duplikasi tugas

pokok dan fungsi yang diakibatkan dari penyatuan organisasi (regrouping)

3. Pemerintah daerah hendaknya membuat sebuah SOP yang ditunjukkan kepada

seluruh pegawai untuk selalu memanfaatkan sarana dan prasarana baik

perangkat keras dan perangkat lunak yang disediakan oleh pemerintah daerah

dalam setiap menjalankan program pemerintah sehingga program pemerintah

daerah dapat berjalan dengan cepat khususnya pelayanan publik yang selama

ini masih cenderung lambat dan berbelit-belit perbaikan yang harus dilakukan

diantaranya perlunya penyederhanaan terhadap prosedur yang telah ada,

146

memberi jaminan ketepatan waktu pelayanan serta adanya kepastian biaya

pelayanan

4. Pimpinan hendaknya melakukan pengawasan atau kontrol secara rutin mulai

dari perencanaan atau penyusunan sampai dengan tahap implemengtasi di

semua lini yang terlibat dalam pelaksanaan kebijakan restrukturisasi

Organisasi Perangkat Daerah (OPD) hal itu dilakukan untuk menghindari

terjadinya kesalahan yang akan berdampak pada tidak tercapainya program-

program pemerintah daerah

5. Bagi masyarakat hendaknya mendukung dan ikut berpartisipasi dalam

mengontrol setiap kebijakan pemerintah agar tetap sesuai pada jalurnya.

DAFTAR PUSTAKA

Alfian, M.A. 2011. Menjadi Pemimpin Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Arikunto, Suharsimi. 2013. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: PT. Raja Grafindo.

Atmosudirdjo, Prajudi. 2009. Teori Organisasi. Jakarta: STIA-Lembaga

Administrasi Negara Press.

Fahmi, Irham. 2013. Perilaku Organisasi: Teori, Aplikasi dan Kasus, Bandung:

CV.Alfabeta.

Gouillart, F.J and Kelly,J.N. 2015. Transforming The Organization. McGraw-

Hill:Inc, New York.

Ghozali, Imam. 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS,

21 Update PLS Regresi Edisi 7.Semarang: Badan Penerbit Universitas

Diponegoro.

Gitosudarmo, Indriyo dan I Nyoman Sudita. 2011. Perilaku Keorganisasian.

Yogyakarta : BPFE.

Handayaningrat, Soewarno. 2011. Pengantar Studi Ilmu Administrasi dan

Managemen. Cetakan Keenam. Jakarta: PT Gunung Agung.

Handayaningrat, Soewarno. 2012. Sistem Birokrasi Pemerintah. Jakarta: CV Mas

Agung.

Handoko, T. Hanny. 2006. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia.

Yogyakarta: BPFE.

Handoko, T. Hanny. 2011. Manajemen Edisi 2. Yogyakarta: BPFE.

Harsono. 2012. Hukum Tata Negara:Pemerintahan Lokal Dari Masa Ke Masa,

Yogyakarta: Liberty

Hellriegel, Don dan Slocum, Jhon.W. 2011. Organizational Behavior. Sebastopol:

Alex Media Computindo

Jonathan, Sarwono. 2016. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif.

Yogyakarta: Graha Ilmu

Kaloh, J. 2007. Mencari bentuk Otonomi Daerah. Jakarta : PT Rineka Cipta.

Kerlinger. 2011. Asas–Asas Penelitian Behaviour. Edisi 3, Cetakan 7.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Lembaga Administrasi Negara RI. 2008. Budaya Kerja Organisasi Pemerintah

:Modul Pilot Project Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan Golongan III

(Student's Book)

Mahmudi. 2005. Manajemen Pelayanan Umum Sektor Publik, Yogyakarta: UPP

AMP YKPN.

Mintzberg.H. 2003. Structur In Fives Designing Efective, New Jersey: Prantice

Hall.

Nugroho, D. Riant. 2013. Kebijakan Publik Untuk Negara-Negara Berkembang.

Jakara: PTAlex Media Komputindo.

Numberi, Freddy. 2012. Organisasi dan Administrasi Pemerintah, Bahan Seminar

Nasional Profesionalisasi Birokrasi dan Peningkatan Pelyanan Publik,

Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fisip UGM Yogyakarta.

Pratikno. 2008. Desentralisasi, Pilihan yang tidak Pernah Final”, Kompleksitas

Persoalan Otonomi Daerah di Indonesia, Yogyakarta: Jurusan Ilmu

Pemerintahan FISIPOL UGM kerjasama dengan Pustaka Pelajar.

Prasojo, Eko. 2008. Dampak dan Masalah-Masalah Dalam Penyelenggaraan

Pemerintah Daerah Otonomi Baru. Jakarta: Universitas Indonesia Press

Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi. Jakarta: Index.

Sedarmayanti. 2009. Restrukturisasi dan Pemberdayaan Organisasi Untuk

Menghadapi Dinamika Perubahan Lingkungan. Bandung: Mandar Maju.

Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja Grafindo

Persada.

Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Bandung: Alfabeta.

Sujarweni, Wiratna. 2014. Statistika Untuk Penelitian. Yogyakarta: Graham Ilmu.

Sarundajang. 2005. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah, Cetakan ke IV,

Jakarta.

Singarimbun, M. 2012. Metode Penelitian Survei, Jakarta: LP3ES.

Siswanto, Sunarno, H. 2016. Hukum Pemerintahan Daerah di Indonesia, Jakarta:

Sinar Grafika

Susanto, Azhar. 2015. Sistem Informasi Akuntansi, Struktur Pengendalian Resiko

Pengembangan. Bandung: Linggar Jaya.

Siagian.P. Sondang.2014. Organisasi, Kepemimpinan dan Perilaku Administrasi,

Jakarta: Gunung Agung.

Syafrizal. 2012. Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Tangkilisan, Nogi Hessel. 2015. Manajemen Publik. Jakarta: PT. Gramedia

Widiasarana Indonesia.

Thoha, Miftah. 2012. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta:

PT Rajagrafindo Persada.

Utomo Warsito. 2010. Administrasi Publik Baru Indonesia; perubahan

paradigma dari administrasi negara ke administrasi publik, Cetakan I,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Udaya. 2006. Implementasi Balanced Scorecard Pada Organisasi Publik. diakses

melalui http://puslit2.petra.ac.id tanggal 20 Juli 2018

Wahab, Solichin Abdul. 2012. Analisis Kebijaksanaan:dari Formulasi ke

Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakara: Bumi Aksara.

Winarno, Budi. 2012. Kebijakan Publik: Teori dan Proses, Yogyakarta: Media

Presindo.

Widjaja. H.A.W. 2005. Otonomi Daerah dan Daerah Otonomi. Jakarta: PT.Raja

Grafindo Persada.

Wursanto, Ignasius. 2013. Dasar-Dasar Ilmu Organisasi. Edisidua. Yogyakarta:

Andi

Yudoyono, Bambang, Susilo. 2011. Otonomi Daerah. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

Zarkasi, Muslichah. 2008. Psikologi Manajemen. Jakarta: Erlangga

Jurnal:

Diana Hertati . 2015. Pengembangan Model Penataan Organisasi Perangkat

Daerah Pemerintah Kota Surabaya, Jurnal Program Studi Administrasi

Negara FISIP UPN “Veteran” Jatim, Volume 10, Nomor 2.

Harsono, Dwi. 2012. Organisasi Kemahasiswaan: Dulu, Kini dan Tantangan

Masa Depan. Tersedia [Online]

http://dwih74.blog.com/2012/12/10/organisasi-kemahasiswaan-dulu-kini-

dan-tantangan-masa-depan

Nugroho, Arianto, Dwi Agung. 2014 Pengaruh Motivasi, Budaya Organisasi,

danKepuasankerja Terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Nyonya Meneer

Semarang. JurnalDinamika Ekonomi Bisnis. Vol. 5 No. 2Oktober 2008

Numberi, Fredy. 2012. Organisasi dan Administrasi Pemerintah, Makalah.

Sahrial. 2014. Proses Pembentukan Kebijakan penataan Organisasi Perangkat

Daerah, Jurnal FISIP Universitas Riau, Kampus Bina Widya Km. 12,5

Simpang Baru Panam, Pekanbaru 28293.

Rini Hadiyanti. 2013. Implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003

Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah Pemerintah Kota

Samarinda, e-Journal Ilmu Pemerintahan, 2013, 1 (3) 985 – 997, ISSN

2338-3615, ejournal.ip.fisip.unmul.ac.id

Vifin Rofiana, M.AP. 2014. Reformasi Struktural Organisasi Perangkat Daerah

(Dalam Perspektif PP No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat

Daerah). Jurnal Kementrian Desa RI, Jakarta.

Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di

Daerah

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan

Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan

Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah