elib.unikom.ac.idelib.unikom.ac.id/files/disk1/476/jbptunikompp-gdl... · web viewmasyarakat...
TRANSCRIPT
Good Corporate Governance (GCG)
Tata kelola perusahaan (bahasa Inggris: corporate governance) adalah rangkaian
proses, kebiasaan, kebijakan, aturan, dan institusi yang mempengaruhi pengarahan,
pengelolaan, serta pengontrolan suatu perusahaan atau korporasi. Tata kelola perusahaan
juga mencakup hubungan antara para pemangku kepentingan (stakeholder) yang terlibat
serta tujuan pengelolaan perusahaan. Pihak-pihak utama dalam tata kelola perusahaan
adalah pemegang saham, manajemen, dan dewan direksi. Pemangku kepentingan lainnya
termasuk karyawan, pemasok, pelanggan, bank dan kreditor lain, regulator, lingkungan,
serta masyarakat luas.
Tata kelola perusahaan adalah suatu subjek yang memiliki banyak aspek. Salah satu
topik utama dalam tata kelola perusahaan adalah menyangkut masalah akuntabilitas dan
tanggung jawab mandat, khususnya implementasi pedoman dan mekanisme untuk
memastikan perilaku yang baik dan melindungi kepentingan pemegang saham. Fokus utama
lain adalah efisiensi ekonomi yang menyatakan bahwa sistem tata kelola perusahaan harus
ditujukan untuk mengoptimalisasi hasil ekonomi, dengan penekanan kuat pada
kesejahteraan para pemegang saham. Ada pula sisi lain yang merupakan subjek dari tata
kelola perusahaan, seperti sudut pandang pemangku kepentingan, yang menuntuk
perhatian dan akuntabilitas lebih terhadap pihak-pihak lain selain pemegang saham,
misalnya karyawan atau lingkungan.
Perhatian terhadap praktik tata kelola perusahaan di perusahaan modern telah
meningkat akhir-akhir ini, terutama sejak keruntuhan perusahaan-perusahaan besar AS
seperti Enron Corporation dan Worldcom. Di Indonesia, perhatian pemerintah terhadap
masalah ini diwujudkan dengan didirikannya Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG)
pada akhir tahun 2004.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Tata_kelola_perusahaan)
1
Membangun Tatakelola Perusahaan Menurut Prinsip-Prinsip GCG
Setiap perusahaan memiliki visi dan misi dari keberadaannya. Visi dan misi tersebut
merupakan pernyataan tertulis tentang tujuan-tujuan kegiatan usaha yang akan
dilakukannya. Tentunya kegiatan terencana dan terprogram ini dapat tercapai dengan
keberadaan sistem tatakelola perusahaan yang baik. Disamping itu perlu terbentuk
kerjasama tim yang baik dengan berbagai pihak, terutama dari seluruh karyawan dan top
manajemen.
Sistem tatakelola organisasi perusahaan yang baik ini menuntut dibangunnya dan
dijalankannya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan (GCG) dalam proses manajerial
perusahaan. Dengan mengenal prinsip-prinsip yang berlaku secara universal ini diharapkan
perusahaan dapat hidup secara berkelanjutan dan memberikan manfaat bagi para
stakeholdernya.
A. Prinsip-Prinsip GCG
Sejak diperkenalkan oleh OECD, prinsip-prinsip corporate governance berikut ini
telah dijadikan acuan oleh negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Prinsip-prinsip
tersebut disusun seuniversal mungkin sehingga dapat berlaku bagi semua negara atau
perusahaan dan diselaraskan dengan sistem hukum, aturan atau tata nilai yang berlaku di
negara masing-masing. Prinsip-prinsip tatakelola perusahaan yang baik ini antara lain :
(a). Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip ini memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris dan
direksi beserta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya.
Dewan direksi bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka
mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung
jawab atas keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas
2
pengelolaan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang saham
bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan perusahaan.
(b). Pertanggungan-Jawab ( Responsibility)
Prinsip ini menuntut perusahaan maupun pimpinan dan manajer perusahaan melakukan
kegiatannya secara bertanggung jawab. Sebagai pengelola perusahaan hendaknya dihindari
segala biaya transaksi yang berpotensi merugikan pihak ketiga maupun pihak lain di luar
ketentuan yang telah disepakati, seperti tersirat pada undang-undang, regulasi, kontrak
maupun pedoman operasional bisnis perusahaan.
(c). Keterbukaan (Transparancy)
Dalam prinsip ini, informasi harus diungkapkan secara tepat waktu dan akurat. Informasi
yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan
pengelolaan perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independen.
Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan
perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan.
(d). Kewajaran (Fairness)
Seluruh pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan perlakuan
yang adil dari perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktek-
praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain. Setiap anggota
direksi harus melakukan keterbukaan jika menemukan transaksi-transaksi yang
mengandung benturan kepentingan.
(e). Kemandirian (Independency)
Prinsip ini menuntut para pengelola perusahaan agar dapat bertindak secara mandiri sesuai
peran dan fungsi yang dimilikinya tanpa ada tekanan-tekanan dari pihak manapun yang
tidak sesuai dengan sistem operasional perusahaan yang berlaku. Tersirat dengan prinsip ini
3
bahwa pengelola perusahaan harus tetap memberikan pengakuan terhadap hak-hak
stakeholders yang ditentukan dalam undang-undang maupun peraturan perusahaan.
B. Pelaksanakan Tatakelola Perusahaan yang Sesuai dengan GCG
Dalam prakteknya prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik ini perlu
dibangun dan dikembangkan secara bertahap. Perusahaan harus membangun sistem dan
pedoman tata kelola perusahaan yang akan dikembangkannya. Demikian juga dengan para
karyawan, mereka perlu memahami dan diberikan bekal pengetahuan tentang prinsip-
prinsip tata kelola perusahaan yang baik yang akan dijalankan perusahaan.
Untuk memudahkan memberikan gambaran bagaimana prinsip-prinsip GCG tersebut
akan dibangun, dipahami dan dilaksanakan, berikut ini diberikan beberapa acuan praktis
yang perlu dikembangkan lebih lanjut di masing-masing perusahaan. Acuan ini diuraikan
mengikuti urutan butir-butir prinsip GCG yang telah dibahas di atas.
Accountability :
1. Pimpinan, manajer dan karyawan perusahaan telah mengetahui visi, misi, tujuan dan
target-target operasional di perusahaan
2. Pimpinan. Manajer, karyawan perusahaan telah mengetahui dan memahami peran, tugas
dan tanggung jawabnya masing-masing
3. Uraian tugas di setiap unit usaha atau unit organisasi telah ditetapkan dengan benar dan
sesuai dengan visi, misi dan tujuan perusahaan
4. Proses dalam pengambilan keputusaan telah mengacu dan mentaati sistem dan prosedur
yang telah dibangun.
5. Proses cek dan balance telah dilakukan secara menyeluruh di setiap unit organisasi.
6. Sistem penilaian kinerja operasional, organisasi dan kinerja perseorangan telah sepakat
ditetapkan, diterapkan dan dievaluasi dengan baik
7. Pertanggungan jawab kinerja pimpinan (BOC, BOD) perusahaan secara rutin seyogyanya
dapat dibangun dan dilaporkan.
4
8. Hasil pekerjaan telah didokumentasikan, dipelihara dan dijaga dengan baik
Responsibility :
1. Pimpinan, manajer dan karyawan perusahaan telah mengetahui dan memahami seluruh
peraturan perusahaan yang berlaku.
2. Pimpinan. Manajer dan karyawan perusahaan telah menerapkan sistem tata nilai dan
budaya perusahaan yang dianut perusahaan.
3. Proses dalam pengambilan keputusan di perusahaan senantiasa mengacu dan mentaati
sistem dan prosedur yang telah dibangun.
4. Manajer dan karyawan perusahaan telah bekerja sesuai dengan standar operasional,
prosedur maupun ketentuan yang berlaku di perusahaan.
5. Unit kerja organisasi perusahaan telah berupaya menghindari pengelolaan perusahaan
yang berpotensi merugikan perusahaan dan stakeholder.
6. Proses pendelegasian kewenangan telah dijalankan dengan cukup dan baik demi
terselenggaranya pekerjaan.
7. Manajer dan unit organisasi telah melakukan pertanggungan jawab hasil kerja secara
teratur.
Transparancy dan Disclosure :
1. Bahwa berbagai pemegang kepentingan (manajemen, karyawan, pelanggan) dapat
melihat dan memahami proses dalam pengambilan keputusan manajerial di perusahaan.
2. Pemegang saham berhak memperoleh informasi keuangan perusahaan yang relevan
secara berkala dan teratur.
3. Proses pengumpulan dan pelaporan informasi operasional perusahaan telah dilakukan
oleh unit organisasi dan karyawan secara terbuka dan obyektif, dengan tetapa menjaga
kerahasiaan nasabah/pelanggan
4. Pimpinan, manajer dan karyawan perusahaan telah melakukan keterbukaan dalam proses
pengambilan keputusan, sistem pengawasan dan standardisasi yang dilakukan.
5
5. Informasi tentang prosedur dan kebijakan di unit kerja maupun unit organisasi telah
dipublikasikan secara tertulis dan dapat diakses oleh semua pihak di dalam dan oleh unit-
unit terkait di luar perusahaan.
6. Eksternal auditor, komite audit, internal auditor memiliki akses atas informasi dengan
syarat kerahasiaan tetap dijaga.
7. Menyampaikan laporan keuangan audited dan kinerja usaha ke publik secara rutin,
maupun laporan corporate governance pada instansi yang berwenang.
Fairness :
1. Pengelola dan karyawan perusahaan akan memperhatikan kepentingan seluruh
stakeholder secara wajar menurut ketentuan yang berlaku umum.
2. Perlakuan adil kepada seluruh pihak pemegang kepentingan (nasabah, pelanggan,
pemilik) dalam memberikan pelayanan dan informasi.
3. Manajer, pimpinan unit organisasi dan karyawan dapat membedakan kepentingan
perusahaan dengan kepentingan organisasi.
4. Perlakuan, pengembangan timwork, hubungan kerja dan pembinaan pada para karyawan
akan dilakukan dengan memperhatikan hak dan kewajibannya secara adil dan wajar.
Independency :
1. Keputusan pimpinan perusahaan hendaknya lepas dari kepentingan berbagai pihak yang
merugikan perusahaan.
2. Proses pengambilan keputusan di perusahaan telah dilakukan secara obyektif untuk
kepentingan perusahaan
6
Good Corporate Governance
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP-RI)
http://www.bpkp.go.id
LATAR BELAKANG
Latar belakang kebutuhan atas good corporate governance (GCG) dapat dilihat dari latar
belakang praktis dan latar belakang akademis.
* Dari latar belakang praktis, dapat dilihat dari pengalaman Amerika Serikat yang harus
melakukan restrukturisasi corporate governance sebagai akibat market crash pada tahun
1929. Corporate governance yang buruk disinyalir sebagai salah satu sebab terjadinya krisis
ekonomi politik Indonesia yang dimulai tahun 1997 yang efeknya masih terasa hingga saat
ini.
Krisis keuangan yang terjadi di Amerika Serikat pada saat ini juga ditengarai karena tidak
diterapkannya prinsip-prinsip GCG, beberapa kasus skandal keuangan seperti Enron Corp.,
Worldcom, Xerox dan lainnya melibatkan top eksekutif perusahaan tersebut
menggambarkan tidak diterapkannya pronsip-prinsip GCG.
* Dari latar belakang akademis, kebutuhan good corporate governance timbul berkaitan
dengan principal-agency theory, yaitu untuk menghindari konflik antara principal dan
agentnya. Konflik muncul karena perbedaan kepentingan tersebut haruslah dikelola
sehingga tidak menimbulkan kerugian pada para pihak.
Korporasi yang dibentuk dan merupakan suatu Entitas tersendiri yang terpisah
merupakan Subyek Hukum, sehingga keberadaan korporasi dan para pihak yang
berkepentingan (stakeholders) tersebut haruslah dilindungi melalui penerapan GCG.
Selain pendekatan model Agency Theory dan Stakeholders Theory tersebut di atas,
kajian permasalahan GCG oleh para akdemisi dan praktisi juga berdasarkan Stewardship
Theory, Management Theory dan lainnya.
7
Surat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang
Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara,
menekankan kewajiban bagi BUMN untuk menerapkan GCG secara konsisten dan atau
menjadikan prinsip-prinsip GCG sebagai landasan operasionalnya, yang pada dasarnya
bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna
mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
kepentingan stakeholders lainnya, dan berlandaskan peraturan perundang-undangan dan
nilai-nilai etika.
PENGERTIAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Secara umum istilah good corporate governance merupakan sistem pengendalian dan
pengaturan perusahaan yang dapat dilihat dari mekanisme hubungan antara berbagai pihak
yang mengurus perusahaan (hard definition), maupun ditinjau dari "nilai-nilai" yang
terkandung dari mekanisme pengelolaan itu sendiri (soft definition). Tim GCG BPKP
mendefinisikan GCG dari segi soft definition yang mudah dicerna, sekalipun orang awam,
yaitu :
"KOMITMEN, ATURAN MAIN, SERTA PRAKTIK PENYELENGGARAAN BISNIS SECARA SEHAT
DAN BERETIKA"
PERAN BPKP DALAM PENGEMBANGAN GCG
Sesuai surat Nomor: S-359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang Pengkajian Sistem
Manajemen BUMN dengan prinsip-prinsip good corporate governance, Menteri Keuangan
meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk melakukan kajian
dan pengembangan sistem manajemen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengacu
pada prinsip Good Corporate Governance (GCG). Selanjutnya, BPKP telah membentuk Tim
Good Corporate Governance dengan Surat Keputusan Kepala BPKP Nomor KEP-06.02.00-
316/K/2000 yang diperbaharui dengan KEP-06.02.00-268/K/2001.
8
Tim GCG tersebut mempunyai tugas :
"MERUMUSKAN PRINSIP-PRINSIP PEDOMAN EVALUASI, IMPLEMENTASI DAN SOSIALISASI
PENERAPAN GCG, SERTA MEMBERIKAN MASUKAN KEPADA PEMERINTAH DALAM
MENGEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN KINERJA DALAM RANGKA PENERAPAN GCG PADA
BUMN/BUMD DAN BADAN USAHA LAINNYA (BUL)"
Sebagai bagian dari peningkatan governance di lingkungan Pemerintah Indonesia serta
dorongan dari beberapa lembaga internasional seperti International Monetary Fund (IMF),
Bank Dunia, Asian Development Bank (ADB), dan Overseas Economic Coordination Fund
(OECF), BPKP ikut mengerahkan sumber dayanya untuk mendorong penerapan good
corporate governance di lingkungan BUMN/D. Dilingkungan BUMN, upaya ini juga dilakukan
dalam rangka merespon surat Menteri Keuangan No. 359/MK.05/2001 tanggal 21 Juni 2001
seperti disebutkan di atas.
Selanjutnya, dengan dialihkannya Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan
kepada Menteri BUMN tersebut, saat ini sedang dilakukan tindak lanjut kerjasama dengan
Kantor Kementrian BUMN.
Demikian pula halnya dengan good corporate governance di bidang Badan Usaha Milik
Daerah (BUMD), BPKP telah melakukan interaksi dengan Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah (Otda) cq. Dirjen Otda. Upaya yang dilakukan oleh Tim GCG BPKP berupa
menyusun kajian dan bahan untuk sosialisasi GCG di BUMN/D. Strategi yang dilakukan
adalah melakukan kerjasama dengan Kantor Kementrian BUMN untuk melakukan
Sosialisasi, Lokakarya dan Asistensi Implementasi GCG
Dalam rangka mengukur tingkat penerapan GCG pada BUMN pertama kalinya, Menteri
BUMN meminta bantuan BPKP untuk melakukan pengukuran dan pengujian penerapan GCG
(Assessment) pada 16 BUMN, pengujian dan pengukuran GCG di 16 BUMN yang telah
dilakukan oleh BPKP merupakan momentum yang sangat strategis bagi dalam mengukur
dan menguji penerapan GCG pada BUMN dan mendorong penerapannya. Setelah pengujian
16 BUMN tersebut pengukuran dan pengujian penerapan GCG berlanjut pada BUMN-BUMN
lainnya, seperti BUMN sektor jasa keuangan, jasa konstruksi, perdagangan, sektor
perkebuanan, perhubungan dan lain-lain.
9
PRODUK BPKP DALAM PENGUKURAN DAN PENGEMBANGAN CGG
Dalam rangka pengembangan dan pengukuran penerapan GCG, BPKP telah melakukan
kajian, pengembangan dan penerbitan modul-modul untuk meningkatkan kompetensi SDM
BPKP dan menyebarkan kepedulian dan perlunya penerapan GCG. Beberapa modul,
pedoman dan lain-lain yang telah diterbitkan antara lain :
1. Modul Pengenalan GCG terdiri dari :
1. Modul 1, Dasar-dasar Coprorate Governance
2. Modul 2, Governance Pada Organ Utama
3. Modul 3, Implementasi Good Corporate Governance Manajemen Korporasi
4. Modul 4, Organ Pendukung Dalam Penerapan Good Corporate Governance
5. Modul 5, Pengelolaan Hubungan Dgn Stakeholder Lainnya dlm Penerapan GCG
2. Pedoman Evaluasi GCG terdiri dari :
1. Buku I, Pedoman Umum
2. Buku II, Indikator dan Parameter
3. Buku III, Metodologi Pengumpulan dan Pengolahan Data
4. Buku IV, Pemaparan
5. Buku V, Pelaporan
3. Pedoman Asistensi GCG terdiri dari :
1. Buku I, Petunjuk Teknis
2. Buku II, Penyusunan Code of Corporate Governance
3. Buku III, Penyusunan Code of Conduct
4. Buku IV, Penyusunan Piagam Komite Audit
5. Buku V, Penyusunan Piagam Internal Audit
10
4. Pedoman/Referensi Lain :
1. Kamus Scorecard GCG BPKP
2. Frequently Asked Question Good Corporate Governance
Untuk pengembangan penerapan GCG kedepan BPKP terus melakukan kajian dan
pengembangan, beberapa issu yang saat ini sedang mengemuka sehubungan dengan UU
tentang Perseroan Terbatas seperti Corporate Social Responsisbility (CSR) sedang dikaji
bagaimana implementasinya.
Evaluasi GCG 16 BUMN oleh BPKP
PENGUKURAN DAN PENGUJIAN PADA 16 BUMN
a. Latar Belakang
Krisis di kawasan Asia tahun 1997 diyakini oleh banyak pihak termasuk para pakar ekonomi
terkait langsung dengan praktik corporate governance yang kurang baik di berbagai negara
di Asia termasuk Indonesia. Menyadari hal tersebut, Pemerintah Indonesia menerbitkan
suatu aturan tentang pengembangan praktik Good Corporate Governance seperti tertuang
dalam Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan
Usaha Milik Negara No. Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000, yang selanjutnya
diatur lebih lanjut oleh Menteri BUMN melalui Surat Keputusan No. Kep-117/M-MBU/2002
tanggal 1 Agustus 2002. Melalui aturan ini Pemerintah mengharapkan perusahaan di
Indonesia khususnya BUMN dapat menerapkan konsep GCG ke dalam perusahaan masing-
masing.
Dalam perkembangannya, kebutuhan perusahaan tidak terkecuali BUMN untuk
menerapkan GCG tidak dapat ditawar-tawar lagi. Sejalan dengan hal tersebut, Pemerintah
sebagai pemilik BUMN sangat berkepentingan untuk mengetahui sampai sejauh mana
penerapan GCG di BUMN. Oleh sebab itu, Pemerintah yang dalam hal ini diwakili oleh
Menteri BUMN telah meminta pihak-pihak yang independen termasuk BPKP untuk
melakukan pengukuran dan pengujian terhadap penerapan GCG pada 16 BUMN.
11
b. Dasar Penugasan
Adapun dasar penugasan pengukuran dan pengujian penerapan GCG oleh BPKP ini
mencakup:
1. Menyajikan hasil pengukuran dan pengujian berupa gambaran (potret) kondisi
penerapan GCG di BUMN sebagai informasi bagi Pemerintah Indonesia c.q. Menteri BUMN.
2. Menunjukkan bidang-bidang di dalam perusahaan yang sudah baik maupun yang
memerlukan perbaikan dari segi GCG berikut rekomendasi perbaikan untuk lebih
meningkatkan pelaksanaan GCG di BUMN yang dimaksud.
c. Ruang Lingkup dan Periode yang diukur dan diuji
1. Ruang Lingkup Pengukuran dan pengujian GCG
Lingkup pengukuran dan pengujian sebagaimana tertuang dalam surat permintaan Menteri
BUMN No 54/SBU/2002 tanggal 30 April 2002 meliputi semua aspek kegiatan yang
mendukung pelaksanaan GCG pada 16 BUMN.
2. Periode dilakukannya pengukuran dan pengujian GCG
Dalam pelaksanaan pengukuran dan pengujian tersebut, periode yang dievaluasi adalah
satu tahun dihitung sampai dengan selesainya pekerjaan lapangan oleh Tim BPKP.
d. Metode dan Prosedur
Dalam melakukan pengukuran dan pengujian terhadap penerapan GCG, BPKP menggunakan
indikator penerapan GCG berikut parameter-parameter yang mengacu kepada Surat
Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang
Penerapan Praktik GCG pada BUMN.
Sedangkan prosedur pengukuran dan pengujian dibagi ke dalam 3 tahap, yaitu
perencanaan, pekerjaan lapangan dan pelaporan dengan metode-metode sebagai berikut :
1. Tahap Pendahuluan
12
2. Tahap Pekerjaan Lapangan
3. Tahap Pelaporan
Daftar nama BUMN yang diuji:
1. PT PN VIII
2. PT Adhi Karya
3. PT Sarinah
4. PT PELNI
5. PT Jasa Marga
6. PT Pelindo II
7. PT Kereta Api Indonesia
8. PT ASEI
9. PT Bank Negara Indonesia
10. PT Krakatau Steel
11. PT Kimia Farma
12. PT Timah
13. PT Danareksa
14. PT Perusahaan Listrik Negara
15. PT Surveyor Indonesia
16. PT Hotel Indonesia Nataour
“SUMBER : Tim Corporate Governance BPKP
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan, Jalan Pramuka No. 33, Ged. BPKP Lantai 8 Telp (021) 85908090 Jakarta, e-mail :[email protected], website, http://www.bpkp.go.id”
GCG dan Etika Bisnis
13
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK RI)
http://www.kpk.go.id
Pedoman Umum Pelaksanaan GCG
Prinsip Dasar
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten
dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang
saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai
pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip dasar
yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang
menunjang iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement)
2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar
pelaksanaan usaha.
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena
dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol
sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung jawab.
Pedoman Pokok Pelaksanaan GCG
A. Peranan Negara
1. Melakukan koordinasi secara efektif antar penyelenggara negara dalam penyusunan
peraturan perundang-undangan berdasarkan sistem hukum nasional dengan
memprioritaskan kebijakan yang sesuai dengan kepentingan dunia usaha dan masyarakat.
Untuk itu regulator harus memahami perkembangan bisnis yang terjadi untuk dapat
melakukan penyempurnaan atas peraturan perundang-undangan secara berkelanjutan.
14
2. Mengikutsertakan dunia usaha dan masyarakat secara bertanggungjawab dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan (rule-making rules).
3. Menciptakan sistem politik yang sehat dengan penyelenggara negara yang memiliki
integritas dan profesionalitas yang tinggi.
4. Melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten
(consistent law enforcement).
5. Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
6. Mengatur kewenangan dan koordinasi antar-instansi yang jelas untuk meningkatkan
pelayanan masyarakat dengan integritas yang tinggi dan mata rantai yang singkat serta
akurat dalam rangka mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
7. Memberlakukan peraturan perundang-undangan untuk melindungi saksi dan pelapor
(whistleblower) yang memberikan informasi mengenai suatu kasus yang terjadi pada
perusahaan. Pemberi informasi dapat berasal dari manajemen, karyawan perusahaan atau
pihak lain.
8. Mengeluarkan peraturan untuk menunjang pelaksanaan GCG dalam bentuk ketentuan
yang dapat menciptakan iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
9. Melaksanakan hak dan kewajiban yang sama dengan pemegang saham lainnya dalam
hal Negara juga sebagai pemegang saham perusahaan.
B. Peranan Dunia Usaha
1. Menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha yang
sehat, efisien dan transparan.
2. Bersikap dan berperilaku yang memperlihatkan kepatuhan dunia usaha dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan.
3. Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
15
4. Meningkatkan kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja perusahaan yang didasarkan
pada asas GCG secara berkesinambungan.
5. Melaksanakan fungsi ombudsman untuk dapat menampung informasi tentang
penyimpangan yang terjadi pada perusahaan. Fungsi ombudsman dapat dilaksanakan
bersama pada suatu kelompok usaha atau sektor ekonomi tertentu.
C. Peranan Masyarakat
1. Melakukan kontrol sosial dengan memberikan perhatian dan kepedulian terhadap
pelayanan masyarakat yang dilakukan penyelenggara negara serta terhadap kegiatan dan
produk atau jasa yang dihasilkan oleh dunia usaha, melalui penyampaian pendapat secara
objektif dan bertanggung jawab.
2. Melakukan komunikasi dengan penyelenggara negara dan dunia usaha dalam
mengekspresikan pendapat dan keberatan masyarakat.
3. Mematuhi peraturan perundang-undangan dengan penuh kesadaran dan tanggung
jawab.
PERNYATAAN PENERAPAN PEDOMAN GCG
Prinsip Dasar
Pelaporan penerapan corporate governance merupakan faktor penting untuk diungkapkan
oleh setiap perusahaan. Untuk itu, setiap perusahaan harus membuat pernyataan dalam
laporan tahunannya tentang pelaksanaan penerapan Pedoman GCG. Dengan demikian,
pemangku kepentingan terutama regulator dan investor dapat menilai sejauh mana
penerapan Pedoman GCG pada perusahaan tersebut telah dilaksanakan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
16
1. Perusahaan harus membuat pernyataan tentang pelaksanaan corporate governance
berdasarkan Pedoman GCG yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG). Pengungkapan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisah dari laporan tahunan
perusahaan.
2. Pernyataan tentang pelaksanaan corporate governance disertai dengan uraian tentang
aspek-aspek penting yang telah dilaksanakan. Uraian tersebut dapat sekaligus digunakan
untuk memenuhi ketentuan pelaporan dari otoritas terkait.
3. Dalam hal belum seluruh aspek Pedoman GCG yang dikeluarkan oleh KNKG dapat
dilaksanakan, perusahaan harus mengungkapkan aspek-aspek yang belum dilaksanakan
tersebut beserta alasannya. Penjelasan tentang aspek yang belum dilaksanakan dimasukkan
dalam uraian tentang informasi penting.
4. Informasi penting yang perlu diungkapkan dalam laporan tahunan meliputi tetapi tidak
terbatas pada:
Struktur dan pola kerja Dewan Komisaris, yang antara lain mencakup :
1. Nama anggota Dewan Komisaris dengan menyebutkan statusnya yaitu Komisaris
Independen atau Komisaris bukan Independen;
2. Jumlah rapat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris, serta jumlah kehadiran setiap
anggota Dewan Komisaris dalam rapat;
3. Mekanisme dan kriteria penilaian sendiri (self assessment) tentang kinerja masing-
masing para anggota Dewan Komisaris;
4. Penjelasan mengenai Komite-Komite Penunjang Dewan Komisaris yang meliputi: (a)
nama anggota dari masing-masing Komite; (b) uraian mengenai fungsi dan mekanisme kerja
dari setiap Komite; (c) jumlah rapat yang dilakukan oleh setiap komite serta jumlah
kehadiran setiap anggota; dan (d) mekanisme dan kriteria penilaian kinerja Komite.
Struktur dan pola kerja Direksi, yang antara lain mencakup :
1. Nama anggota Direksi dengan jabatan dan fungsinya masing-masing;
17
2. Penjelasan ringkas mengenai mekanisme kerja Direksi, termasuk didalamnya
mekanisme pengambilan keputusan serta mekanisme pendelegasian wewenang;
3. Jumlah rapat yang dilakukan oleh Direksi, serta jumlah kehadiran setiap anggota Direksi
dalam rapat;
4. Mekanisme dan kriteria penilaian terhadap kinerja para anggota Direksi;
5. Pernyataan mengenai efektivitas pelaksanaan sistem pengendalian internal yang
meliputi pengendalian risiko serta sistem pengawasan dan audit internal.
Informasi penting lainnya, yang antara lain mencakup :
1. Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan;
2. Kondisi keuangan perusahaan;
3. Pemegang saham pengendali;
4. Kebijakan dan jumlah remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi;
5. Transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa; dan
6. Risiko-risiko yang mungkin terjadi dan berpengaruh pada operasi perusahaan di masa
yang akan datang.
Peraturan INTERNATIONAL tentang GCG
* UNCAC pasal 12, 21, 22,
* SOX Act,
* POBO
A. UNCAC
http://www.unodc.org/pdf/crime/convention_corruption/signing/Convention-e.pdf
• Pasal 12 (Pencegahan Sektor Swasta)
18
1. Setiap Negara Peserta wajib mengambil tindakan-tindakan, sesuai dengan prinsip-
prinsip dasar sistem hukum nasionalnya, untuk mencegah korupsi yang melibatkan sektor
swasta, meningkatkan standar akutansi dan audit di sektor swasta, dan dimana diperlukan,
memberikan sanksi perdata, administratf dan pidana yang efektif sebanding untuk kelalaian
memenuhi tindakan-tindakan tersebut.
2. Tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan ini dapat meliputi:
(a). meningkatkan kerjasama antara badan-badan penegak hukum dan badan-badan
hukum perdata yang bersangkutan;
(b). meningkatkan pengembangan standar-standar dan prosedur-prosedur yang
dirancang untuk melindungi integritas badan-badan hukum swasta yang bersangkutan,
termasuk aturan-aturan tentang berperilaku dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan bisnis
dan semua profesi yang berkaitan, yang benar, terhormat dan pantas, dan pencegahan
benturan-benturan kepentingan dan peningkatan praktek komersial yang baik diantara
bisnis-bisnis dan dalam hubungan kontraktual dari bisnis-bisnis dengan Negara;
(c). Meningkatkan transparansi di antara badan-badan hukum swasta, termasuk, sejauh
diperlukan, tindakan-tindakan mengenai identitas dari badan-badan hukum dan orang-
orang yang terlibat dalam pendirian dan manajemen badan-badan usaha;
(d). Mencegah penyalahgunaan prosedur yang mengatur badan-badan perdata,
termasuk prosedur mengenai subsidi dan perizinan-perizinan yang diberikan oleh otoritas-
otoritas publik untuk kegiatan-kegiatan komersial;
(e). Mencegah benturan-benturan kepentingan dengan menerapkan pembatasan-
pembatasan, dimana perlu, untuk jangka waktu yang wajar, bagi kegiatan-kegiatan
profesional mantan pejabat-pejabat publik, atau dalam hal mempekerjakan pejabat-pejabat
publik oleh sektor swasta setelah mereka mengundurkan diri atau pensiun, dalam hal
kegiatan-kegiatan atau pekerjaan tersebut berhubungan langsung dengan fungsi-fungsi
yang dahulunya dipegang atau diawasi oleh pejabat-pejabat publik itu selama masa jabatan
mereka;
19
(f). Memastikan bahwa perusahan-perusahaan swasta, dengan memperhati-kan struktur
dan besarnya mereka, memiliki mekanisme kontrol audit internal membantu mencegah dan
melacak perbuatan-perbuatan korupsi dan bahwa rekening-rekening dan laporan-laporan
keuangan yang diperlukan dari perusahaan-perusahaan swasta itu mengikuti prosedur-
prosedur audit dan setifikasi yang tepat.
3. Guna mencegah korupsi, setiap Negara Peserta wajib mengambil tindakan-tindakan
yang mungkin diperlukan, sesuai dengan hukum nasionalnya dan peraturan perundang-
undangan mengenai pemeliharaan buku-buku dan catatan-catatan, laporan keuangan dan
standar akutansi dan auditing, untuk melarang perbuatan-perbuatan yang disebutkan
berikut ini, yang dilakukan dengan maksud untuk melakukan salah satu dari kejahatan-
kejahatan yang ditetapkan sesuai dengan Konvensi ini:
(a). Pembuatan catatan-catatan di luar pembukuan;
(b). Membuat transaksi-transaksi di luar pembukuan, dan yang tidak dapat diidentifikasi
dengan jelas;
(c). Mencatat pengeluaran yang tidak ada;
(d). Pembukuan kewajiban (utang) yang mempunyai identifikasi tujuannya yang tidak
benar;
(e). Penggunaan dokumen-dokumen palsu; dan,
(f). Pemusnahan secara sengaja dokumen pembukuan lebih awal dari yang telah
ditentukan oleh hukum.
4. Setiap Negara Peserta wajib menolak pengurangan pajak atau biaya-biaya yang
merupakan suap, yaitu salah satu unsur pokok dari tindak pidana yang ditetapkan sesuai
dengan Pasal 15 dan 16 Konvensi ini dan, dimana patut, biaya-biaya lain yang timbul sebagai
kelanjutan dari perilaku korupsi.
• Pasal 21(Penyuapan di Sektor Swasta)
Setiap Negara peserta wajib mengadopsi tindakan-tindakan legislatif dan tindakan-
tindakan yang lain sejauh diperlukan untuk menetapkan sebagai suatu tindak pidana
20
kejahatan, bilamana dilakukan dengan sengaja dalam melaksanakan kegiatan ekonomi,
keuangan atau perdagangan:
(a). Menjanjikan, menawarkan atau memberikan secara langsung atau tidak langsung,
suatu keuntungan yang tidak semestinya kepada seseorang yang memimpin atau bekerja,
dalam suatu kapasitas, untuk suatu badan di sektor swasta, untuk dirinya sendiri atau orang
lain, agar ia dengan melanggar tugas-tugasnya, melakukan sesuatu atau menahan diri dari
melakukan sesuatu tindakan
(b). Permohonan atau penerimaan, secara langsung atau tidak langsung suatu
keuntungan yang tidak semestinya, yang dilakukan oleh seseorang yang memimpin atau
bekerja dalam suatu kapasitas apapun untuk suatu badan sektor swasta untuk dirinya
sendiri atau untuk orang lain, agar ia secara melawan hak, melakukan atau menahan diri
untuk melakukan sesuatu.
• Pasal 22 (penggelapan Kekayaan dalam Sektor Swasta)
Setiap Negara peserta wajib mengadopsi tindakan-tindakan legislatif dan tindakan-
tindakan yang lain sejauh diperlukan untuk menetapkan sebagai suatu tindak pidana
kejahatan, bilamana dilakukan dengan sengaja dalam melaksanakan kegiatan ekonomi,
keuangan atau perdagangan, penggelapan oleh seorang yang memimpin atau bekerja,
dalam kapasditas apapun, dalam suatu badan di sektor swasta atas suatu kekayaan, dana-
dana (pribadi) (swasta) atau sekuritas-sekuritas atau segala sesuatu yang bernilai yang
dipercayakan kepadanya karena kedudukannya.
B. SOX Act
http://www.sarbanes-oxley.com/section.php?level=1&pub_id=Sarbanes-Oxley
C. POBO (Prevention of Bribery Ordinance)
21
http://www.legislation.gov.hk/blis_ind.nsf/CurAllEngDoc?
OpenView&Start=201&Count=30&Expand=201.1#201.1
Peraturan Nasional Negara Indonesia tentang GCG terangkum dalam :
• KUMPULAN UNDANG-UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI, EDISI
PERTAMA 2006
• UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION, 2003 (KONVENSI
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSAMENENTANG KORUPSI, 2003)
• UU RI NOMOR 7 TAHUN 2006, TENTANG PENGESAHAN UNITED NATION
CONVENTION AGAINST CORRUPTION 2003.
• UU RI NOMOR 30 TAHUN 2002, TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN TINDAK
PIDANA KORUPSI,
• PENJELASAN UU RI NOMOR 30 TAHUN 2002, TENTANG KOMISI PEMBERANTASAN
TINDAK PIDANA KORUPSI
• UU RI NOMOR 31 TAHUN 1999, TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
• UU RI NOMOR 20 TAHUN 2001, TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG
NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
• UU RI NOMOR 28 TAHUN 1999, TENTANG PENYELENGGARA NEGARA YANG BERSIH
DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME
• PENJELASAN UU RI NOMOR 28 TAHUN 1999, TENTANG PENYELENGGARA NEGARA
YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI, KOLUSI DAN NEPOTISME
Yang Diterbitkan oleh:
DIREKTORAT PEMBINAAN KERJA ANTAR KOMISI DAN INSTANSI KOMISI PEMBERANTASAN
KORUPSI
22
ASAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis
dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kesetaraan dan kewajaran diperlukan untuk mencapai kinerja yang
berkesinambungan dengan tetap memperhatikan pemangku kepentingan.
A. Transparansi (Transparency)
Prinsip Dasar :
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak
hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang
penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
Pedoman Pokok Pelaksanaan :
1. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat
dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan
haknya.
2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi,
sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi
pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan
23
lainnya yang memiliki benturan kepentingan, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan
dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan
kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk
memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
4. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada
pemangku kepentingan.
B. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip Dasar :
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan
wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lain . Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan :
1. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ
perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, sasaran usaha
dan strategi perusahaan.
2. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan
mempunyai kompetensi sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam
pelaksanaan GCG.
3. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam
pengelolaan perusahaan.
24
4. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang
konsisten dengan nilai-nilai perusahaan, sasaran utama dan strategi perusahaan, serta
memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system) .
5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan
semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of
conduct) yang telah disepakati .
C. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip Dasar :
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung
jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan
usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan :
1. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan
perusahaan (by-laws).
2. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan
membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
D. Independensi (Independency)
Prinsip Dasar :
25
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan :
1. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak
manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan
dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan
secara obyektif.
2. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan
atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain sehingga terwujud sistem
pengendalian internal yang efektif.
E. Kesetaraan dan Kewajaran ( Fairness )
Prinsip Dasar :
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kesetaraan dan kewajaran.
Pedoman Pokok Pelaksanaan :
1. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta
membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup
kedudukan masing-masing
26
2. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku
kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
3. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan,
berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama,
ras, jender, dan kondisi fisik.
ETIKA BISNIS & PEDOMAN PERILAKU
Prinsip Dasar :
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan GCG perlu dilandasi oleh
integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (code of conduct) yang
dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-
nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Prinsip dasar
yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
1. Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang
menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
2. Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan
harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua
karyawan. Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya
perusahaan yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
3. Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih
lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan :
A. Nilai-nilai Perusahaan
27
1. Nilai-nilai perusahaan merupakan landasan moral dalam mencapai visi dan misi
perusahaan. Oleh karena itu, sebelum merumuskan nilai-nilai perusahaan, perlu dirumuskan
visi dan misi perusahaan.
2. Walaupun nilai-nilai perusahaan pada dasarnya universal, namun dalam
merumuskannya perlu disesuaikan dengan sektor usaha serta karakter dan letak geografis
dari masing-masing perusahaan.
3. Nilai-nilai perusahaan yang universal antara lain adalah terpercaya, adil dan jujur.
B. Etika Bisnis
1. Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha
termasuk dalam berinteraksi dengan pemangku kepentingan (stakeholders) .
2. Penerapan nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis secara berkesinambungan mendukung
terciptanya budaya perusahaan.
3. Setiap perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati bersama dan
dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku.
C. Pedoman Perilaku
Fungsi Pedoman Perilaku :
1. Pedoman perilaku merupakan penjabaran nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis dalam
melaksanakan usaha sehingga menjadi panduan bagi organ perusahaan dan semua
karyawan perusahaan;
2. Pedoman perilaku mencakup panduan tentang benturan kepentingan, pemberian dan
penerimaan hadiah dan donasi, kepatuhan terhadap peraturan, kerahasiaan informasi, dan
pelaporan terhadap perilaku yang tidak etis.
Benturan Kepentingan :
28
1. Benturan kepentingan adalah keadaan dimana terdapat konflik antara kepentingan
ekonomis perusahaan dan kepentingan ekonomis pribadi pemegang saham, angggota
Dewan Komisaris dan Direksi, serta karyawan perusahaan;
2. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, anggota Dewan Komisaris dan Direksi
serta karyawan perusahaan harus senantiasa mendahulukan kepentingan ekonomis
perusahaan diatas kepentingan ekonomis pribadi atau keluarga, maupun pihak lainnya;
3. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang
menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan atau keuntungan pribadi, keluarga dan pihak-
pihak lain;
4. Dalam hal pembahasan dan pengambilan keputusan yang mengandung unsur benturan
kepentingan, pihak yang bersangkutan tidak diperkenankan ikut serta;
5. Pemegang saham yang mempunyai benturan kepentingan harus mengeluarkan
suaranya dalam RUPS sesuai dengan keputusan yang diambil oleh pemegang saham yang
tidak mempunyai benturan kepentingan;
6. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan yang memiliki
wewenang pengambilan keputusan diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak
memiliki benturan kepentingan terhadap setiap keputusan yang telah dibuat olehnya dan
telah melaksanakan pedoman perilaku yang ditetapkan oleh perusahaan.
Pemberian dan Penerimaan Hadiah dan Donasi :
1. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang
memberikan atau menawarkan sesuatu, baik langsung ataupun tidak langsung, kepada
pejabat Negara dan atau individu yang mewakili mitra bisnis, yang dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan;
2. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang
menerima sesuatu untuk kepentingannya, baik langsung ataupun tidak langsung, dari mitra
bisnis, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan;
3. Donasi oleh perusahaan ataupun pemberian suatu aset perusahaan kepada partai
politik atau seorang atau lebih calon anggota badan legislatif maupun eksekutif, hanya boleh
29
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam batas kepatutan
sebagaimana ditetapkan oleh perusahaan, donasi untuk amal dapat dibenarkan;
4. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan diharuskan
setiap tahun membuat pernyataan tidak memberikan sesuatu dan atau menerima sesuatu
yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
Kepatuhan terhadap Peraturan :
1. Organ perusahaan dan karyawan perusahaan harus melaksanakan peraturan
perundang-undangan dan peraturan perusahaan;
2. Dewan Komisaris harus memastikan bahwa Direksi dan karyawan perusahaan
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan peraturan perusahaan;
3. Perusahaan harus melakukan pencatatan atas harta, utang dan modal secara benar
sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Kerahasiaan Informasi :
1. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan perusahaan
harus menjaga kerahasiaan informasi perusahaan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, peraturan perusahaan dan kelaziman dalam dunia usaha;
2. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan
perusahaan dilarang menyalahgunakan informasi yang berkaitan dengan perusahaan,
termasuk tetapi tidak terbatas pada informasi rencana pengambil-alihan, penggabungan
usaha dan pembelian kembali saham;
3. Setiap mantan anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan, serta
pemegang saham yang telah mengalihkan sahamnya, dilarang mengungkapkan informasi
yang menjadi rahasia perusahaan yang diperolehnya selama menjabat atau menjadi
pemegang saham di perusahaan, kecuali informasi tersebut diperlukan untuk pemeriksaan
dan penyidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, atau tidak lagi menjadi
rahasia milik perusahaan.
30
Pelaporan terhadap pelanggaran Pedoman Perilaku :
1. Dewan Komisaris berkewajiban untuk menerima dan memastikan bahwa pengaduan
tentang pelanggaran terhadap etika bisnis dan pedoman perilaku perusahaan diproses
secara wajar dan tepat waktu;
2. Setiap perusahaan harus menyusun peraturan yang menjamin perlindungan terhadap
individu yang melaporkan terjadinya pelanggaran terhadap etika bisnis dan pedoman
perilaku perusahaan. Dalam pelaksanannya, Dewan Komisaris dapat memberikan tugas
kepada komite yang membidangi pengawasan implementasi GCG.
PERNYATAAN PENERAPAN PEDOMAN GCG
Prinsip Dasar :
Pelaporan penerapan corporate governance merupakan faktor penting untuk diungkapkan
oleh setiap perusahaan. Untuk itu, setiap perusahaan harus membuat pernyataan dalam
laporan tahunannya tentang pelaksanaan penerapan Pedoman GCG. Dengan demikian,
pemangku kepentingan terutama regulator dan investor dapat menilai sejauh mana
penerapan Pedoman GCG pada perusahaan tersebut telah dilaksanakan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan :
1. Perusahaan harus membuat pernyataan tentang pelaksanaan corporate governance
berdasarkan Pedoman GCG yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Governance
(KNKG). Pengungkapan tersebut merupakan bagian yang tidak terpisah dari laporan tahunan
perusahaan.
2. Pernyataan tentang pelaksanaan corporate governance disertai dengan uraian tentang
aspek-aspek penting yang telah dilaksanakan. Uraian tersebut dapat sekaligus digunakan
untuk memenuhi ketentuan pelaporan dari otoritas terkait.
31
3. Dalam hal belum seluruh aspek Pedoman GCG yang dikeluarkan oleh KNKG dapat
dilaksanakan, perusahaan harus mengungkapkan aspek-aspek yang belum dilaksanakan
tersebut beserta alasannya. Penjelasan tentang aspek yang belum dilaksanakan dimasukkan
dalam uraian tentang informasi penting.
4. Informasi penting yang perlu diungkapkan dalam laporan tahunan meliputi tetapi tidak
terbatas pada:
Struktur dan pola kerja Dewan Komisaris, yang antara lain mencakup:
1. Nama anggota Dewan Komisaris dengan menyebutkan statusnya yaitu Komisaris
Independen atau Komisaris bukan Independen;
2. Jumlah rapat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris, serta jumlah kehadiran setiap
anggota Dewan Komisaris dalam rapat;
3. Mekanisme dan kriteria penilaian sendiri (self assessment) tentang kinerja masing-
masing para anggota Dewan Komisaris;
4. Penjelasan mengenai Komite-Komite Penunjang Dewan Komisaris yang meliputi: (a)
nama anggota dari masing-masing Komite; (b) uraian mengenai fungsi dan mekanisme kerja
dari setiap Komite; (c) jumlah rapat yang dilakukan oleh setiap komite serta jumlah
kehadiran setiap anggota; dan (d) mekanisme dan kriteria penilaian kinerja Komite.
Struktur dan pola kerja Direksi, yang antara lain mencakup:
1. Nama anggota Direksi dengan jabatan dan fungsinya masing-masing;
2. Penjelasan ringkas mengenai mekanisme kerja Direksi, termasuk didalamnya
mekanisme pengambilan keputusan serta mekanisme pendelegasian wewenang;
3. Jumlah rapat yang dilakukan oleh Direksi, serta jumlah kehadiran setiap anggota Direksi
dalam rapat;
4. Mekanisme dan kriteria penilaian terhadap kinerja para anggota Direksi;
5. Pernyataan mengenai efektivitas pelaksanaan sistem pengendalian internal yang
meliputi pengendalian risiko serta sistem pengawasan dan audit internal.
32
Informasi penting lainnya, yang antara lain mencakup:
1. Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan;
2. Kondisi keuangan perusahaan;
3. Pemegang saham pengendali;
4. Kebijakan dan jumlah remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi;
5. Transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa; dan
6. Risiko-risiko yang mungkin terjadi dan berpengaruh pada operasi perusahaan di masa
yang akan datang.
PEDOMAN PRAKTIS PELAKSANAAN GCG
Prinsip Dasar :
Pelaksanaan GCG perlu dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Untuk itu
diperlukan pedoman praktis yang dapat dijadikan acuan oleh perusahaan dalam
melaksanakan GCG.
Pedoman Pokok Pelaksanaan :
Untuk melaksanakan GCG diperlukan penyusunan Pedoman GCG yang spesifik untuk
masing-masing perusahaan. Pedoman tersebut mencakup berbagai kebijakan yang
sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:
1. Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan.;
2. Kedudukan dan fungsi RUPS, Dewan Komisaris, Direksi, Komite-Komite Penunjang
Dewan Komisaris, dan Pengawasan Internal;
3. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya efektifitas fungsi masing-masing organ
perusahaan;
33
4. Kebijakan untuk memastikan akuntabilitas dan efektifitas pengendalian internal dan
laporan keuangan;
5. Pedoman perilaku (code of conduct) yang didasarkan pada etika bisnis yang disepakati;
6. Sarana pengungkapan informasi untuk pemangku kepentingan (public disclosure) ;
7. Kebijakan penyempurnaan berbagai peraturan perusahaan dalam rangka memenuhi
prinsip GCG.
Agar pelaksanaan GCG dapat berjalan efektif, diperlukan proses keikutsertaan semua pihak
dalam perusahaan. Untuk itu diperlukan tahapan sebagai berikut:
1. Membangun pemahaman, kepedulian dan komitmen semua organ perusahaan dan
semua karyawan dengan dipelopori oleh Pemegang Saham Pengendali, Dewan Komisaris
dan Direksi untuk melaksanakan GCG;
2. Melakukan kajian terhadap kondisi perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan
GCG dan tindakan penyempurnaan yang diperlukan;
3. Menyusun program dan pedoman pelaksanaan GCG (manual building) ;
4. Melakukan internalisasi pelaksanaan GCG sehingga terbangun rasa memiliki dari semua
pihak dalam perusahaan, serta pemahaman atas aplikasi dari pedoman GCG dalam aktivitas
sehari-hari;
5. Melakukan penilaian baik secara sendiri ( self assessment) maupun dengan
menggunakan jasa pihak eksternal yang independen untuk memastikan implementasi GCG
secara berkesinambungan. Penilaian (assessment) ini sebaiknya dilakukan setiap tahun dan
hasil penilaian tersebut dilaporkan kepada pemegang saham pada pelaksanaan RUPS dan
kepada publik dalam laporan tahunan.
KODE ETIK
I. PERNYATAAN ETIKA BISNIS
A. Pernyataan Kebijakan
34
Contoh :
Untuk menyesuaikan tujuan bisnis, Kami percaya pada Kejujuran, Kegiatan-kegiatan Etika,
Integritas dan Keterbukaan menjadi kekuatan bagi kredibilitas dan reputasi demi kelanjutan
Kesuksesan. Perusahaan berkomitmen untuk menyesuaikan dan akan terus mengenalkan
Prinsip-prinsip dan Nilai dengan Kebudayaan Perusahaan sebagai acuan dalam membangun
Hubungan dengan Shareholder, Pelanggan, Pegawai, dan Komunitas.
Prinsip-prinsip tersebut adalah :
1. Kesungguhan dalam Kesepakatan Bisnis;
2. Bertanggung jawab terhadap Pelanggan, Lingkungan dan Masyarakat;
3. Ramah-tamah dengan sesama Manusia;
4. Tidak Berlebihan dalam Kesepakatan Bisnis;
5. Perlakuan yang sama kepada semua pelanggan; dan
6. Semangat dalam membangun Bisnis.
B. Tujuan Pernyataan etika Bisnis
Contoh :
Tujuan dari Pernyataan etika Bisnis adalah :
1. Meningkatkan kepedulian dan memberikan panduan bagi manajemen dan pegawai di
perusahaan dalam melakukan kegiatan keseharian dan dalam membuat keputusan bisnis;
2. Memacu kepedulian terhadap isu etika dan aksi perlawanan dalam keseharian aktivitas
bisnis dan menjunjung Nilai seperti Kepercayan, Keterbukaan, Kejujuran, dan Akuntabilitas
dalam setiap kesepakatan.
3. Mempromosikan dan menjaga Tinggi Standar Etika, patuh pada Undang-Undang,
Peraturan, menghormati Kebudayaan lokal dan nasional, Menjamin hal ini diperhatikan dan
melekat pada individu-individu pada organisasi;
35
4. Membangun kerangka kerja bagi perilaku profesional dan bertanggung jawab untuk
berprestasi untuk semua individu di perusahaan; dan
5. Menanamkan Kejelasan dan Prinsip-prinsip realistis atau Nilai yang diberikan kepada
Manajemen, Pimpinan dan Pegawai dalam memformulasikan dan mengimplementasikan
Kode etik, penghargaan klien dan best practices, membuatnya sebagai bagian dari
Kebudayaan Organisasi.
C. Ruang Lingkup dan Penerapan
Ruang Lingkup dan Penerapan harus luas ke seluruh perusahaan dan semua bagian pegawai
dan harus digunakan pada semua tipe kegiatan di Organisasi.
Contoh :
1. Pernyataan Kode Etik diterapkan pada pendekatan perusahaan dan harapan ketika
berhubungan dengan pelanggan, suplier, pegawai, masyarakat dan lingkungan
2. Kode etik perusahaan menjangkau seluruh level manajemen dan pegawai dan pemilik
perusahaan dalam area berikut ini:
* Kegiatan bisnis untuk Marketing Produk dan Jasa;
* Kerahasian Informasi atau Kerahasiaan seluruh rahasia dan kepemilikan informasi;
dan
* Penggunaan tenologi yang pantas, privasi, dan penyelahgunaan Intelektual Hak
Kepemilikan.
II. DASAR KEBIJAKAN ETIKA BISNIS
Contoh :
A. Kebijakan Etika
Kebijakan perusahaan mengikuti dan tunduk pada seluruh Undang-Undang pemerintah,
Peraturan yang berhubungan dengan bisnis, baik itu menunjukan atau bagian, menjaga
36
serangkaian Integritas tertinggi selama Undang-Undang mengijinkan. Perusahaan
mengharapkan dilakukan dengan standar integritasnya di seluruh Perusahaan dan tidak
akan mentoleransi hasil yang diperoleh menggunakan pelanggaran Undang-Undang atau
kesepakatan yang tidak cermat.
B. Kebijakan Konflik Kepentingan
Merupakan kebijakan perusahaan dimana pegawai pada semua level diharapkan menjauhi
setiap konflik antara kepentingan mereka dengan kepentingan perusahaan yang akan
mempengaruhi kenerja perusahaan.
C. Kebijakan Pemberian dan Hiburan
Kebijakan perusahaan mengurangi praktek-praktek Pemberian kepada pegawai kami yang
berasal dari rekan bisnis, suplier dan pelanggan. Kebijakan Perusahaan melayani
kepentingan bisnis perusahaan dan mengembangkan konstruksi hubungan dengan
organisasi dan individu dalam melakukan bisnis atau melakukan bisnis dengan perusahaan.
D. Kebijakan Keamanan
Merupakan Kebijakan Perusahaan yang mendukung bisnis dalam bersikap yang melindungi
keamanan pegawai, berkaitan dengan operasional, pelanggan dan masyarakat. Perusahaan
percaya dengan menciptakan lingkungan yang aman dan sehat untuk pegawai dalam
melakukan tugas dan tanggung jawabnya dilingkungan kerjanya akan memberikan hasil
yang terbaik.
E. Kebijakan Lingkungan
Merupakan Kebijakan Perusahaan untuk menjalankan bisnis dalam bersikap yang sesuai
dengan keseimbangan kebutuhan ekonomi masyarakat dan lingkungan saat beroperasi.
37
Perusahaan harus patuh dengan Peraturan dan Undang-Undang lingkungan dan
menggunakan standar tanggung jawab dimana Peraturan dan Undang-Undang tidak ada
dan harus peduli, hormat, dan bertanggung jawab untuk lingkungan disekitar pegawai.
Perusahaan juga akan berkolaborasi dengan pemerintah dan kelompok industri dalam
pembangunan Undang-Undang lingkungan yang effektive dan Peraturan yang
mempertimbangkan resiko, biaya, dan keuntungan, termasuk dampak pada energi dan
suplai produk.
F. Kebijakan Hubungan Pengguna dan Kualitas Produk
Kepuasan pelanggan adalah keutamaan bagi kesuksesan perusahaan. Oleh karena itu,
perusahaan berhati-hati dengan tanggung jawabnya kepada pelanggan dan komitmen untuk
mempertahankan Integritas produk dan jasa, meyakinkan waktu penerimaannya, dengan
harga yang pantas. Perusahaan juga membutuhkan kejujuran dalam mengiklankan produk
dan bentuk komunikasi lainnya.
G. Kebijakan Persamaan Kesempatan Pegawai
Merupakan kebijakan perusahaan untuk menyediakan kesempatan yang sama, berdasarkan
kesesuaian pekerjaan, ketika perekrutan dan promosi pegawai. Pelecehan seksual, fisik,
atau mental pegawai tidak akan dapat ditoleransi.
III. Kepatuhan
Kepatuhan pada Kebijakan Etika perusahaan adalah tanggung jawab seluruh pegawai,
begitu juga CEO. Penghargaan dimonitor oleh Supervisor, dibawah bimbingan Manager dan
Koordinator perusahaan. Setiap manager mendapatkan rasa hormat mereka dari contoh
perilaku, kinerja, keterbukaan dan kompetensi sosial .
Sedikitnya sekali setahun, pegawai harus menandatangani pernyataan bahwa mereka
mengerti Kebijakan Etika Perusahaan dan menerima salinannya. Perusahaan berharap
38
semua pegawai dan manajemen bekerja sama dalam menjunjung Keberadaan Etika
Perusahaan dan Pegawai perusahaan dan Pegawai yang lainnya harus konfirmasi tertulis
bahwa mereka telah menjalankan semua operasional dalam pengawasan seusai dengan
Kebijakan. Kejahatan terhadap Kebijakan akan menghasilkan ketidakdisiplinan, meningkat
lagi sampai pemecatan pegawai.
IV. LAPORAN & KOMUNIKASI TERBUKA
Contoh :
Pegawai dan Manajemen mendorong untuk bertanya, peduli dan membuat saran yang
tepat sesuai dengan kegiatan bisnis perusahaan. Laporan terhadap pelaku kejahatan
Undang-Undang, Kebijakan Perusahaan, Prosedur Internal Kontrol atau Pelanggaran
kepercayaan harus dilaporkan kepada Manajemen.
Pegawai dapat berdiskusi berbagai persoalan dengan supervisor dan meminta review ke
depan, pada supervisor yang ada atau yang lain, jika tidak puas dengan review supervisor
sekarang. Review berlanjut ke tingkat Manajemen yang sesuai untuk memecahkan isu yang
ada.
Tergantung pada subyek pertanyaan persoalan, peduli atau saran, pegawai secara langsung
dari Departemen yang bersangkutan, sebagai contoh, Departemen SDM, Departemen
Keamanan, Departemen Kesehatan dan Departemen Lingkungan, Departemen Keuangan
dan yang lainnya.
Tidak ada bentuk Balas Jasa akan diberikan menghadapi orang yang melaporkan
mengetahui atau Pelaku Kejahatan etika sesuai dengan Prosedur yang dijelaskan diatas,
kecuali pegawai yang bersikap mengabaikan kebenaran, akan mendapatkan tindakan.
Setiap orang merespon setiap laporan atau saran diharapkan bijaksana sesuai keadaan dan
kerahasiaan, meskipun tidak dapat digunakan, tergantung keadaan sekitar. (Keterbukaan
dapat dihasilkan dari Peraturan Penyidikan dan Pengadilan). Pertanyaan tentang aplikasi
Kebijakan di kegiatan tertentu dan situasi meningkat, pimpinan, pegawai, diharapkan
39
meminta klarifikasi dan panduan sebagai pertimbangan apakah akan menjadi Kejahatan
kebijakan, dan tindakan sesuai kemudian akan diberikan.
Contoh kasus dalam Etika Bisnis
1. Memburu software ilegal sampai ke dapur perusahaan
sumber: Suwantin Oemar; Bisnis Indonesia (11 April 2005) Perusahaan swasta, yang masih
menggunakan software ilegal untuk tujuan komersial, tampaknya harus berpikir dua kali
untuk meneruskan penggunaan peranti lunak itu pada personal computer mereka. Bila tidak
menggantinya dengan software resmi, maka bersiaplah untuk berhadapan dengan penegak
hukum.
3. Langgar Hak Paten, Ericsson Gugat Samsung
Sumber : Dewi Widya Ningrum –http://www.detikinet.com/
Jakarta, Raksasa perangkat jaringan mobile Ericsson melayangkan gugatan terhadap
pembuat ponsel Samsung Electronics. Gugatan ini diajukan karena Samsung dituduh telah
melanggar hak paten.
"Kami sudah melayangkan gugatan hukum kepada Samsung terkait pelanggaran hak paten
di Amerika Serikat, Inggris, Jerman dan Belanda," kata Ase Lindskog, juru bicara Ericsson.
4. Sebuah jendela peluang buat Dell
Filed under: Current Events, Moral & Ethics, Brand Management — itpin @ 8:02 am Dell
akhirnya memutuskan menarik dan mengganti baterai komputer notebook-nya yang
bermasalah dengan mengeluarkan biaya sebesar USD 4.1 juta. Banyak posting di komunitas
blogging yang menyebutkan Dell sebenarnya sudah menyadari masalah ini sejak 2 tahun
sebelumnya. Lebih jauh lagi, video clip yang menggambarkan bagaimana sebuah notebook
Dell yang meledak telah beredar luas di Internet. Pelajaran pertama dari kasus ini: Internet
telah menambah kompleksitas kegiatan ‘public relations’ dan ‘crisis management’
perusahaan. Perusahaan tidak bisa lagi bersembunyi di balik perkataan “no comments“,
40
sementara komunitas Internet telah dilengkapi dengan tools sedemikian banyaknya untuk
menyuarakan dan menyebarkan pendapat mereka.
Implementasi Good Corporate Governance di Sektor Swasta, BUMN dan BUMD -- KPK --
(Date 9/6/2008 17:50:00 | Topic: Studi Litbang)
Di dalam berbagai analisis dikemukakan, ada keterkaitan antara krisis ekonomi, krisis
finansial dan krisis yang berkepanjangan di berbagai negara dengan lemahya corporate
governance. Corporate governance adalah seperangkat tata hubungan diantara
manajemen, direksi, dewan komisaris, pemegang saham dan para pemangku kepentingan
(stakeholders) lainnya yang mengatur dan mengarahkan kegiatan perusahaan (OECD, 2004)
Good Corporate Governance (GCG) diperlukan untuk menjaga kelangsungan hidup
perusahaan melalui pengelolaan yang didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas,
responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
Di tahun 2007 Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan PT Multi Utama Indojasa
melaksanakan kegiatan studi Implementasi Good Corporate Governance (GCG) di Sektor
Swasta, BUMN dan BUMD. Studi ini ditujukan untuk memperoleh gambaran awal (baseline)
yang komprehensif tentang pelaksanaan prinsip-prinsip GCG di sektor swasta, BUMN dan
BUMD di Indonesia yang dari waktu ke waktu bisa digunakan sebagai data pembanding
dengan kondisi di masa depan.
Studi dilakukan dengan 3 (tiga) metode, yaitu (1) penyebaran kuesioner kepada responden,
(2) wawancara mendalam dengan pimpinan perusahaan yang menangani implementasi
GCG, dan (3) penelusuran dokumen perusahaan. Perusahaan yang terlibat dalam studi ini
adalah 66 perusahaan, yang terdiri dari 37 perusahaan swasta yang sudah go public, 17
perusahaan BUMN (12 diantaranya sudah go public), dan 12 perusahaan BUMD. Dari setiap
perusahaan, diambil sekitar 27 responden, mulai dari Preskom hingga karyawan non-
manajerial, serta pihak-pihak eksternal dari perusahaan seperti pelanggan, pemasok,
41
perusahaan asuransi, auditor eksternal, investor institusi, lembaga pembiayaan dan
perusahaan afiliasi. Data dari kuesioner diolah dan dianalisis secara kuantitatif, sedangkan
hasil wawancara mendalam dan penelusuran dokumen diolah dan dianalisis secara
kualitatif.
Analisis implementasi GCG dilakukan dengan mengukur implementasi berdasarkan prinsip-
prinsip GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi, dan fairness,
serta berdasarkan kerangka kerja GCG yaitu compliance, conformance, dan performance.
Selain itu, secara khusus dilihat aspek code of conduct, pencegahan korupsi dan disclosure.
Dari hasil studi diketahui bahwa secara umum implementasi GCG pada perusahaan-
perusahaan yang menjadi responden sudah sangat baik. Hal ini dapat dilihat dari Indeks
GCG yang didapat, baik berdasarkan prinsip-prinsip GCG yang mencapai angka 88,89
maupun berdasarkan kerangka kerja implementasi GCG (compliance, conformance dan
performance) yang mencapai 90,41. Demikian juga untuk aspek code of conduct,
pencegahan korupsi, dan disclosure. .Hal ini berarti secara rata-rata, hampir 90% dari
prinsip-prinsip GCG sudah dilaksanakan oleh perusahaan responden.
Dari prinsip-prinsip GCG, ada satu prinsip yang relatif lemah yaitu responsibilitas. Lemahnya
implementasi prinsip ini berkenaan dengan masih lemahnya implementasi dalam
pembentukan komite-komite fungsional di bawah Komisaris. Sebagian perusahaan
responden hanya memiliki Komite Audit, Komite Nominasi dan Remunerasi serta Komite
Manajemen Resiko, sedangkan komite-komite lainnya seperti Komite Asuransi, Komite
Kepatuhan, Komite Eksekutif, dan Komite GCG, masih banyak yang belum memilikinya.
Adapun prinsip yang sudah relatif kuat adalah prinsip transparansi dan fairness. Ini
menunjukkan perusahaan telah berupaya untuk lebih transparan dan fair kepada
stakeholder.
Jika dilihat berdasarkan kerangka kerja GCG, aspek yang masih lemah adalah aspek
compliance pada sisi Board dan conformance pada sisi Karyawan. Pada sisi Board,
kelemahannya selain pada pembentukan komite-komite, juga pada implementasi
pencegahan benturan kepentingan, dan peningkatan kerjasama dengan penegak hukum.
42
Sedangkan pada sisi karyawan, berkaitan dengan penandatanganan pernyataan kepatuhan
kepada Pedoman Perilaku dan Peraturan Perusahaan.
Indeks code of conduct adalah 88,77. Artinya secara umum perusahaan telah memiliki code
of conduct dan telah memuat beberapa hal yang berkaitan dengan implementasi prinsip-
prinsip GCG. Namun yang masih perlu diperbaiki dalam code of conduct ini adalah
sosialisasi kepada pihak eksternal seperti pelanggan, pemasok dan perusahaan asuransi.
Indeks pencegahan korupsi adalah 89,39, yang berarti sudah cukup baik. Namun beberapa
hal yang perlu didorong adalah pengawasan terhadap pelaksanaan dari tindakan yang
berpotensi terhadap terjadinya benturan kepentingan. Selain itu, masih belum adanya
kerjasama antara perusahaan dengan lembaga penegak hukum dalam mengembangkan
sistem pencegahan korupsi.
Indeks untuk disclosure ini adalah 92,42. Aspek ini termasuk yang menonjol dan menjadi
perhatian utama dari responden, terutama bagi perusahaan yang sudah go public. Aspek ini
menjadi sangat diprioritaskan oleh perusahaan karena kinerja pada aspek ini dapat dinilai
dan dirasakan oleh pihak luar.
Untuk analisis, perusahaan responden dibagi dalam 4 (empat) kelompok, yaitu
BUMN/BUMD Lembaga Keuangan, BUMN/BUMD Non Lembaga Keuangan, Swasta Lembaga
Keuangan, dan Swasta Non Lembaga Keuangan. Pembagian ini untuk memudahkan analisis
serta agar perbandingan antar perusahaan dapat dilakukan lebih fair.
Hasil studi menunjukkan bahwa swasta lembaga keuangan memiliki indeks yang paling
tinggi dibanding kelompok yang lain, baik berdasarkan prinsip-prinsip GCG maupun
berdasarkan compliance, conformance, dan performance. Selain itu, kelompok ini juga
memiliki indeks yang paling tinggi untuk code of conduct dan pencegahan korupsi. Namun
untuk disclosure, indeks tertinggi diraih kelompok swasta non lembaga keuangan.
Secara umum implementasi di perusahaan yang bergerak di sektor keuangan, baik
perusahaan swasta BUMN/BUMD lebih baik dibanding perusahaan non lembaga keuangan.
Selain itu, implementasi di perusahaan yang swasta lebih baik dibanding BUMN/BUMD.
Demikian pula, perusahaan yang sudah terbuka (go public) lebih baik dibanding perusahaan
yang belum go public.
43
Berdasarkan kerangka kerja GCG, aspek compliance cukup lemah pada kelompok
perusahaan non lembaga keuangan. Hal ini dikarenakan oleh banyaknya perusahaan yang
belum melengkapi komite-komite fungsionalnya. Selain itu, masih kurangnya tindakan
komisaris terhadap (potensi) benturan kepentingan yang menyangkut dirinya. Sebaliknya,
aspek-aspek tersebut sangat diperhatikan oleh perusahaan-perusahaan yang bergerak di
sektor keuangan, sehingga lembaga keuangan lebih patuh dibanding perusahaan non
lembaga keuangan.
Sebagai rekomendasi, untuk meningkatkan kualitas implementasi GCG, perusahaan-
perusahaan perlu didorong untuk lebih patuh dalam membentuk berbagai komite
fungsional yang diperlukan dalam penerapan GCG. Lembaga-lembaga yang berfungsi
mengawasi dan membina seperti Bank Indonesia, Menneg BUMN dan Bapepam LK agar
lebih proaktif dalam mengawasi implementasi GCG terutama berkaitan dengan potensi
terjadinya benturan kepentingan. Selain itu, perlu diterbitkan peraturan yang dapat
memaksa perusahaan sawsta yang belum terbuka dan BUMD untuk menerapkan GCG.
Implementasi Good Goverment dan Clean Goverment pada institusi pemerintah terutama
yang berkaitan dengan pelayanan publik seperti Ditjen Pajak, Bea Cukai, Imigrasi, BPN,
Institusi yang mengeluarkan perizinan, dan institusi penegak hukum. Hal ini untuk
mendorong badan usaha lebih konsisten dalam menerapkan GCG serta untuk menciptakan
iklam usaha yang lebih sehat, kondusif dan kompetitif.
Dalam rangka meningkatkan kerjasama perusahaan dengan lembaga penegak hukum dalam
upaya pencegahan korupsi, diperlukan rumusan bentuk dan metode kerjasama yang dapat
dilakukan dan mendorong perusahaan untuk melakukan kerjasama dengan lembaga
penegak hukum.
Perlu adanya sosialisasi yang intensif tentang pedoman umum GCG, penyusunan code of
conduct, kaitan GCG dengan pencegahan korupsi, dan best practises dalam penerapan GCG
melalui berbagai media.
44
PEDOMAN UMUM GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG)
http://www.governance-indonesia.com
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1999, Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Menko Ekuin Nomor: KEP/31/M.EKUIN/08/1999 telah
mengeluarkan Pedoman
Good Corporate Governance (GCG) yang pertama. Pedoman tersebut telah beberapa kali
disempurnakan, terakhir pada tahun 2001. Berdasarkan pemikiran bahwa suatu sektor
ekonomi tertentu cenderung memiliki karakteristik yang sama, maka pada awal tahun 2004
dikeluarkan Pedoman GCG Perbankan Indonesia dan pada awal tahun 2006 dikeluarkan
Pedoman GCG Perasuransian Indonesia.
Sejak Pedoman GCG dikeluarkan pada tahun 1999 dan selama proses pembahasan
pedoman GCG sektor perbankan dan sektor perasuransian, telah terjadi perubahan-
perubahan yang mendasar, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Walaupun peringkat
penerapan GCG di dalam negeri masih sangat rendah, namun semangat menerapkan GCG di
kalangan dunia usaha dirasakan ada peningkatan. Perkembangan lain yang penting dalam
kaitan dengan perlunya penyempurnaan, Pedoman GCG adalah adanya krisis ekonomi dan
moneter pada tahun 1997-1999 yang di Indonesia
berkembang menjadi krisis multidimensi yang berkepanjangan. Krisis tersebut antara lain
terjadi karena
banyak perusahaan yang belum menerapkan GCG secara konsisten, khususnya belum
diterapkannya
45
etika bisnis. Oleh karena itu, etika bisnis dan pedoman perilaku menjadi hal penting yang
dituangkan dalam bab tersendiri.
Di luar negeri terjadi pula perkembangan dalam penerapan GCG. Organisation for Economic
Cooperation and Development (OECD) telah merevisi Principles of Corporate Governance
pada tahun 2004. Tambahan penting dalam pedoman baru OECD adalah adanya penegasan
tentang perlunya penciptaan kondisi oleh Pemerintah dan masyarakat untuk dapat
dilaksanakannya GCG secara efektif.
Peristiwa WorldCom dan Enron di Amerika Serikat telah menambah keyakinan tentang
betapa pentingnya penerapan GCG. Di Amerika Serikat, peristiwa tersebut ditanggapi
dengan perubahan
fundamental peraturan perundang-undangan di bidang audit dan pasar modal. Di negara-
negara lain, hal tersebut ditanggapi secara berbeda, antara lain dalam bentuk
penyempurnaan Pedoman GCG di negara yang bersangkutan.
Sehubungan dengan pelaksanaan GCG, Pemerintah juga makin menyadari perlunya
penerapan good governance di sektor publik, mengingat pelaksanaan GCG oleh dunia usaha
tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa adanya good public governance dan partisipasi
masyarakat. Dengan latar belakang perkembangan tersebut, maka pada bulan November
2004, Pemerintah dengan Keputusan Menko Bidang Perekonomian Nomor:
KEP/49/M.EKON/11/2004 telah menyetujui pembentukan Komite Nasional Kebijakan
Governance (KNKG) yang terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-Komite Korporasi. Dengan
telah dibentuknya KNKG, maka Keputusan Menko Ekuin Nomor : KEP/31/M.EKUIN/08/1999
tentang pembentukan KNKCG dinyatakan tidak berlaku lagi.
B. Maksud dan Tujuan Pedoman
Pedoman ini dikeluarkan untuk menjadi acuan dalam melaksanakan GCG bagi semua
perusahaan di Indonesia termasuk perusahaan yang beroperasi atas dasar prinsip syariah.
Perusahaan yang sahamnya telah tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan
daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, dan perusahaan-
perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan
46
yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, diharapkan menjadi pelopor
dalam penerapan pedoman ini. GCG diperlukan dalam rangka:
1. Mendorong tercapainya kesinambungan perusahaan melalui pengelolaan yang
didasarkan pada asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta
kesetaraan dan kewajaran.
2. Mendorong pemberdayaan fungsi dan kemandirian masing-masing organ perusahaan,
yaitu Dewan Komisaris, Direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.
3. Mendorong pemegang saham, anggota Dewan Komisaris dan anggota Direksi agar dalam
membuat keputusan dan menjalankan tindakannya dilandasi oleh nilai moral yang tinggi
dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan.
4. Mendorong timbulnya kesadaran dan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap
masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan.
5. Mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dengan tetap memperhatikan
pemangku kepentingan lainnya.
6. Meningkatkan daya saing perusahaan secara nasional maupun internasional, sehingga
meningkatkan kepercayaan pasar yang dapat mendorong arus investasi dan pertumbuhan
ekonomi nasional yang berkesinambungan.
Pedoman ini yang memuat prinsip dasar dan pedoman pokok pelaksanaan GCG merupakan
standar minimal yang akan ditindaklanjuti dan dirinci dalam Pedoman Sektoral yang
dikeluarkan oleh KNKG.
Berdasarkan Pedoman tersebut, masing-masing perusahaan perlu membuat manual yang
lebih operasional. Regulator juga diharapkan dapat menggunakan Pedoman ini sebagai
acuan dalam menyusun peraturan terkait serta sanksi yang perlu dikenakan.
47
BAB I
PENCIPTAAN SITUASI KONDUSIF UNTUK MELAKSANAKAN GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Prinsip Dasar
GCG diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten
dengan peraturan perundang-undangan. Penerapan GCG perlu didukung oleh tiga pilar yang
saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai
pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha. Prinsip-
prinsip dasar yang harus dilaksanakan oleh masing-masing pilar adalah:
1. Negara dan perangkatnya menciptakan peraturan perundang-undangan yang menunjang
iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan, melaksanakan peraturan perundang-
undangan dan penegakan hukum secara konsisten (consistent law enforcement).
2. Dunia usaha sebagai pelaku pasar menerapkan GCG sebagai pedoman dasar pelaksanaan
usaha.
3. Masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa dunia usaha serta pihak yang terkena
dampak dari keberadaan perusahaan, menunjukkan kepedulian dan melakukan kontrol
sosial (social control) secara obyektif dan bertanggung jawab.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Peranan Negara
1.1. Melakukan koordinasi secara efektif antar penyelenggara negara dalam penyusunan
peraturan perundang-undangan berdasarkan sistem hukum nasional dengan
memprioritaskan kebijakan yang sesuai dengan kepentingan dunia usaha dan masyarakat.
Untuk itu regulator harus memahami perkembangan bisnis yang terjadi untuk dapat
melakukan penyempurnaan atas peraturan perundang-undangan secara berkelanjutan.
48
1.2. Mengikutsertakan dunia usaha dan masyarakat secara bertanggungjawab dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan (rule-making rules).
1.3. Menciptakan sistem politik yang sehat dengan penyelenggara negara yang memiliki
integritas dan profesionalitas yang tinggi.
1.4. Melaksanakan peraturan perundang-undangan dan penegakan hukum secara konsisten
(consistent law enforcement).
1.5. Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
1.6. Mengatur kewenangan dan koordinasi antar-instansi yang jelas untuk meningkatkan
pelayanan masyarakat dengan integritas yang tinggi dan mata rantai yang singkat serta
akurat dalam rangka mendukung terciptanya iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
1.7. Memberlakukan peraturan perundang-undangan untuk melindungi saksi dan pelapor
(iwhistleblower) yang memberikan informasi mengenai suatu kasus yang terjadi pada
perusahaan. Pemberi informasi dapat berasal dari manajemen, karyawan perusahaan atau
pihak lain.
1.8. Mengeluarkan peraturan untuk menunjang pelaksanaan GCG dalam bentuk ketentuan
yang dapat menciptakan iklim usaha yang sehat, efisien dan transparan.
1.9. Melaksanakan hak dan kewajiban yang sama dengan pemegang saham lainnya dalam
hal Negara juga sebagai pemegang saham perusahaan.
2. Peranan Dunia Usaha
2.1. Menerapkan etika bisnis secara konsisten sehingga dapat terwujud iklim usaha yang
sehat, efisien dan transparan.
2.2. Bersikap dan berperilaku yang memperlihatkan kepatuhan dunia usaha dalam
melaksanakan peraturan perundang-undangan.
2.3. Mencegah terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN).
2.4. Meningkatkan kualitas struktur pengelolaan dan pola kerja perusahaan yang didasarkan
pada asas GCG secara berkesinambungan.
49
2.5. Melaksanakan fungsi ombudsman untuk dapat menampung informasi tentang
penyimpangan yang terjadi pada perusahaan. Fungsi ombudsman dapat dilaksanakan
bersama pada suatu kelompok usaha atau sektor ekonomi tertentu.
3. Peranan Masyarakat
3.1. Melakukan kontrol sosial dengan memberikan perhatian dan kepedulian terhadap
pelayanan masyarakat yang dilakukan penyelenggara negara serta terhadap kegiatan dan
produk atau jasa yang dihasilkan oleh dunia usaha, melalui penyampaian pendapat secara
obyektif dan bertanggung jawab.
3.2. Melakukan komunikasi dengan penyelenggara negara dan dunia usaha dalam
mengekspresikan pendapat dan keberatan masyarakat.
3.3. Mematuhi peraturan perundang-undangan dengan penuh kesadaran dan tanggung
jawab.
BAB II
ASAS GOOD CORPORATE GOVERNANCE
Setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada setiap aspek bisnis
dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas,
independensi serta kesetaraan dan kewajaran diperlukan untuk mencapai kesinambungan
usaha perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan.
1. Transparansi (Transparency)
Prinsip Dasar
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan
informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh
pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak
hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi juga hal yang
penting untuk pengambilan keputusan oleh pemegang saham, kreditur dan pemangku
kepentingan lainnya.
50
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1.1. Perusahaan harus menyediakan informasi secara tepat waktu, memadai, jelas, akurat
dan dapat diperbandingkan serta mudah diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan
haknya.
1.2. Informasi yang harus diungkapkan meliputi, tetapi tidak terbatas pada, visi, misi,
sasaran usaha dan strategi perusahaan, kondisi keuangan, susunan dan kompensasi
pengurus, pemegang saham pengendali, kepemilikan saham oleh anggota Direksi dan
anggota Dewan Komisaris beserta anggota keluarganya dalam perusahaan dan perusahaan
lainnya yang memiliki benturan kepentingan, sistem manajemen risiko, sistem pengawasan
dan pengendalian internal, sistem dan pelaksanaan GCG serta tingkat kepatuhannya, dan
kejadian penting yang dapat mempengaruhi kondisi perusahaan.
1.3. Prinsip keterbukaan yang dianut oleh perusahaan tidak mengurangi kewajiban untuk
memenuhi ketentuan kerahasiaan perusahaan sesuai dengan peraturan
perundangundangan, rahasia jabatan, dan hak-hak pribadi.
1.4. Kebijakan perusahaan harus tertulis dan secara proporsional dikomunikasikan kepada
pemangku kepentingan.
2. Akuntabilitas (Accountability)
Prinsip Dasar
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan
wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar, terukur dan sesuai dengan
kepentingan perusahaan dengan tetap memperhitungkan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang diperlukan untuk
mencapai kinerja yang berkesinambungan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
51
2.1. Perusahaan harus menetapkan rincian tugas dan tanggung jawab masing-masing organ
perusahaan dan semua karyawan secara jelas dan selaras dengan visi, misi, sasaran usaha
dan strategi perusahaan.
2.2. Perusahaan harus meyakini bahwa semua organ perusahaan dan semua karyawan
mempunyai kemampuan sesuai dengan tugas, tanggung jawab, dan perannya dalam
pelaksanaan GCG.
2.3. Perusahaan harus memastikan adanya sistem pengendalian internal yang efektif dalam
pengelolaan perusahaan.
2.4. Perusahaan harus memiliki ukuran kinerja untuk semua jajaran perusahaan yang
konsisten dengan nilai-nilai perusahaan, sasaran utama dan strategi perusahaan, serta
memiliki sistem penghargaan dan sanksi (reward and punishment system).
2.5. Dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya, setiap organ perusahaan dan
semua karyawan harus berpegang pada etika bisnis dan pedoman perilaku (code of
conduct) yang telah disepakati.
3. Responsibilitas (Responsibility)
Prinsip Dasar
Perusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung
jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan
usaha dalam jangka panjang dan mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
3.1. Organ perusahaan harus berpegang pada prinsip kehati-hatian dan memastikan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, anggaran dasar dan peraturan
perusahaan (bylaws).
52
3.2. Perusahaan harus melaksanakan tanggung jawab sosial dengan antara lain peduli
terhadap masyarakat dan kelestarian lingkungan terutama di sekitar perusahaan dengan
membuat perencanaan dan pelaksanaan yang memadai.
4. Independensi (Independency)
Prinsip Dasar
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat
diintervensi oleh pihak lain.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
4.1. Masing-masing organ perusahaan harus menghindari terjadinya dominasi oleh pihak
manapun, tidak terpengaruh oleh kepentingan tertentu, bebas dari benturan kepentingan
dan dari segala pengaruh atau tekanan, sehingga pengambilan keputusan dapat dilakukan
secara obyektif.
4.2. Masing-masing organ perusahaan harus melaksanakan fungsi dan tugasnya sesuai
dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, tidak saling mendominasi dan
atau melempar tanggung jawab antara satu dengan yang lain sehingga terwujud sistem
pengendalian internal yang efektif.
5. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness)
Prinsip Dasar
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan
kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas
kesetaraan dan kewajaran.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
53
5.1. Perusahaan harus memberikan kesempatan kepada pemangku kepentingan untuk
memberikan masukan dan menyampaikan pendapat bagi kepentingan perusahaan serta
membuka akses terhadap informasi sesuai dengan prinsip transparansi dalam lingkup
kedudukan masing-masing.
5.2. Perusahaan harus memberikan perlakuan yang setara dan wajar kepada pemangku
kepentingan sesuai dengan manfaat dan kontribusi yang diberikan kepada perusahaan.
5.3. Perusahaan harus memberikan kesempatan yang sama dalam penerimaan karyawan,
berkarir dan melaksanakan tugasnya secara profesional tanpa membedakan suku, agama,
ras, jender, dan kondisi fisik.
BAB III
ETIKA BISNIS DAN PEDOMAN PERILAKU
Prinsip Dasar
Untuk mencapai keberhasilan dalam jangka panjang, pelaksanaan GCG perlu dilandasi oleh
integritas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan pedoman perilaku (code of conduct) yang
dapat menjadi acuan bagi organ perusahaan dan semua karyawan dalam menerapkan nilai-
nilai (values) dan etika bisnis sehingga menjadi bagian dari budaya perusahaan. Prinsip-
prinsip dasar yang harus dimiliki oleh perusahaan adalah:
1. Setiap perusahaan harus memiliki nilai-nilai perusahaan (corporate values) yang
menggambarkan sikap moral perusahaan dalam pelaksanaan usahanya.
2. Untuk dapat merealisasikan sikap moral dalam pelaksanaan usahanya, perusahaan harus
memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati oleh organ perusahaan dan semua karyawan.
Pelaksanaan etika bisnis yang berkesinambungan akan membentuk budaya perusahaan
yang merupakan manifestasi dari nilai-nilai perusahaan.
3. Nilai-nilai dan rumusan etika bisnis perusahaan perlu dituangkan dan dijabarkan lebih
lanjut dalam pedoman perilaku agar dapat dipahami dan diterapkan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
54
1. Nilai-Nilai Perusahaan
1.1. Nilai-nilai perusahaan merupakan landasan moral dalam mencapai visi dan misi
perusahaan. Oleh karena itu, sebelum merumuskan nilai-nilai perusahaan, perlu dirumuskan
visi dan misi perusahaan.
1.2. Walaupun nilai-nilai perusahaan pada dasarnya universal, namun dalam
merumuskannya perlu disesuaikan dengan sektor usaha serta karakter dan letak geografis
dari masing-masing perusahaan.
1.3. Nilai-nilai perusahaan yang universal antara lain adalah terpercaya, adil dan jujur.
2. Etika Bisnis
2.1. Etika bisnis adalah acuan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha
termasuk dalam berinteraksi dengan pemangku kepentingan (stakeholders).
2.2. Penerapan nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis secara berkesinambungan mendukung
terciptanya budaya perusahaan.
2.3. Setiap perusahaan harus memiliki rumusan etika bisnis yang disepakati bersama dan
dijabarkan lebih lanjut dalam pedoman perilaku.
3. Pedoman Perilaku
3.1. Fungsi Pedoman Perilaku
a. Pedoman perilaku merupakan penjabaran nilai-nilai perusahaan dan etika bisnis dalam
melaksanakan usaha sehingga menjadi panduan bagi organ perusahaan dan semua
karyawan perusahaan;
b. Pedoman perilaku mencakup panduan tentang benturan kepentingan, pemberian dan
penerimaan hadiah dan donasi, kepatuhan terhadap peraturan, kerahasiaan informasi, dan
pelaporan terhadap perilaku yang tidak etis.
3.2. Benturan Kepentingan
55
a. Benturan kepentingan adalah keadaan dimana terdapat konflik antara kepentingan
ekonomis perusahaan dan kepentingan ekonomis pribadi pemegang saham, angggota
Dewan Komisaris dan Direksi, serta karyawan perusahaan;
b. Dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta
karyawan perusahaan harus senantiasa mendahulukan kepentingan ekonomis perusahaan
diatas kepentingan ekonomis pribadi atau keluarga, maupun pihak lainnya;
c. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang
menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan atau keuntungan pribadi, keluarga dan
pihak-pihak lain;
d. Dalam hal pembahasan dan pengambilan keputusan yang mengandung unsur benturan
kepentingan, pihak yang bersangkutan tidak diperkenankan ikut serta;
e. Pemegang saham yang mempunyai benturan kepentingan harus mengeluarkan suaranya
dalam RUPS sesuai dengan keputusan yang diambil oleh pemegang saham yang tidak
mempunyai benturan kepentingan;
f. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan yang memiliki
wewenang pengambilan keputusan diharuskan setiap tahun membuat pernyataan tidak
memiliki benturan kepentingan terhadap setiap keputusan yang telah dibuat olehnya dan
telah melaksanakan pedoman perilaku yang ditetapkan oleh perusahaan.
3.3. Pemberian dan Penerimaan Hadiah dan Donasi
a. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang
memberikan atau menawarkan sesuatu, baik langsung ataupun tidak langsung, kepada
pejabat Negara dan atau individu yang mewakili mitra bisnis, yang dapat mempengaruhi
pengambilan keputusan;
b. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan dilarang
menerima sesuatu untuk kepentingannya, baik langsung ataupun tidak langsung, dari mitra
bisnis, yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan;
c. Donasi oleh perusahaan ataupun pemberian suatu aset perusahaan kepada partai
56
politik atau seorang atau lebih calon anggota badan legislatif maupun eksekutif, hanya boleh
dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Dalam batas
kepatutan sebagaimana ditetapkan oleh perusahaan, donasi untuk amal dapat
dibenarkan;
d. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan diharuskan
setiap tahun membuat pernyataan tidak memberikan sesuatu dan atau menerima sesuatu
yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan.
3.4. Kepatuhan terhadap Peraturan
a. Organ perusahaan dan karyawan perusahaan harus melaksanakan peraturan perundang-
undangan dan peraturan perusahaan;
b. Dewan Komisaris harus memastikan bahwa Direksi dan karyawan perusahaan
melaksanakan peraturan perundang-undangan dan peraturan perusahaan;
c. Perusahaan harus melakukan pencatatan atas harta, utang dan modal secara benar sesuai
dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.
3.5. Kerahasiaan Informasi
a. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan perusahaan
harus menjaga kerahasiaan informasi perusahaan sesuai dengan peraturan
perundangundangan, peraturan perusahaan dan kelaziman dalam dunia usaha;
b. Setiap anggota Dewan Komisaris dan Direksi, pemegang saham serta karyawan
perusahaan dilarang menyalahgunakan informasi yang berkaitan dengan perusahaan,
termasuk tetapi tidak terbatas pada informasi rencana pengambil-alihan, penggabungan
usaha dan pembelian kembali saham;
c. Setiap mantan anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta karyawan perusahaan, serta
pemegang saham yang telah mengalihkan sahamnya, dilarang mengungkapkan informasi
yang menjadi rahasia perusahaan yang diperolehnya selama menjabat atau menjadi
57
pemegang saham di perusahaan, kecuali informasi tersebut diperlukan untuk pemeriksaan
dan penyidikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, atau tidak lagi menjadi
rahasia milik perusahaan.
3.6. Pelaporan atas pelanggaran dan perlindungan bagi pelapor
a. Dewan Komisaris berkewajiban untuk menerima dan memastikan bahwa pengaduan
tentang pelanggaran terhadap etika bisnis dan pedoman perilaku perusahaan dan peraturan
perundang-undangan, diproses secara wajar dan tepat waktu;
b. Setiap perusahaan harus menyusun peraturan yang menjamin perlindungan terhadap
individu yang melaporkan terjadinya pelanggaran terhadap etika bisnis, pedoman perilaku
perusahaan dan peraturan perundang-undangan. Dalam pelaksanannya, Dewan Komisaris
dapat memberikan tugas kepada komite yang membidangi pengawasan implementasi GCG.
BAB IV
ORGAN PERUSAHAAN
Organ perusahaan, yang terdiri dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Dewan
Komisaris dan Direksi, mempunyai peran penting dalam pelaksanaan GCG secara efektif.
Organ perusahaan harus menjalankan fungsinya sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas
dasar prinsip bahwa masingmasing organ mempunyai independensi dalam melaksanakan
tugas, fungsi dan tanggung jawabnya semata-mata untuk kepentingan perusahaan.
A. Rapat Umum Pemegang Saham
Prinsip Dasar
RUPS sebagai organ perusahaan merupakan wadah para pemegang saham untuk
mengambil keputusan penting yang berkaitan dengan modal yang ditanam dalam
perusahaan, dengan memperhatikan ketentuan anggaran dasar dan peraturan perundang-
undangan. Keputusan yang diambil dalam RUPS harus didasarkan pada kepentingan usaha
perusahaan dalam jangka panjang. RUPS dan atau pemegang saham tidak dapat melakukan
intervensi terhadap tugas, fungsi dan
58
wewenang Dewan Komisaris dan Direksi dengan tidak mengurangi wewenang RUPS untuk
menjalankan haknya sesuai dengan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan,
termasuk untuk melakukan penggantian atau pemberhentian anggota Dewan Komisaris dan
atau Direksi.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Pengambilan keputusan RUPS harus dilakukan secara wajar dan transparan dengan
memperhatikan hal-hal yang diperlukan untuk menjaga kepentingan usaha perusahaan
dalam jangka panjang, termasuk tetapi tidak terbatas pada:
1.1. Anggota Dewan Komisaris dan Direksi yang diangkat dalam RUPS harus terdiri dari
orangorang yang patut dan layak (fit and proper) bagi perusahaan. Bagi perusahaan yang
memiliki Komite Nominasi dan Remunerasi, dalam pengangkatan anggota Dewan Komisaris
dan Direksi harus mempertimbangkan pendapat komite tersebut.
1.2. Dalam mengambil keputusan menerima atau menolak laporan Dewan Komisaris dan
Direksi, perlu dipertimbangkan kualitas laporan yang berhubungan dengan GCG.
1.3. Bagi perusahaan yang memiliki Komite Audit, dalam menetapkan auditor eksternal
harus mempertimbangkan pendapat komite tersebut;
1.4. Dalam hal anggaran dasar dan atau peraturan perundang-undangan mengharuskan
adanya keputusan RUPS tentang hal-hal yang berkaitan dengan usaha perusahaan,
keputusan yang diambil harus memperhatikan kepentingan wajar para pemangku
kepentingan.
1.5. Dalam mengambil keputusan pemberian bonus, tantiem dan dividen harus
memperhatikan kondisi kesehatan keuangan perusahaan.
2. RUPS harus diselenggarakan sesuai dengan kepentingan perusahaan dan dengan
memperhatikan anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan, serta dengan
persiapan yang memadai, sehingga dapat mengambil keputusan yang sah. Untuk itu:
2.1. Pemegang saham diberikan kesempatan untuk mengajukan usul mata acara RUPS
sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
59
2.2. Panggilan RUPS harus mencakup informasi mengenai mata acara, tanggal, waktu dan
tempat RUPS;
2.3. Bahan mengenai setiap mata acara yang tercantum dalam panggilan RUPS harus
tersedia di kantor perusahaan sejak tanggal panggilan RUPS, sehingga memungkinkan
pemegang saham berpartisipasi aktif dalam RUPS dan memberikan suara secara
bertanggung jawab. Jika bahan tersebut belum tersedia saat dilakukan panggilan untuk
RUPS, maka bahan itu harus disediakan sebelum RUPS diselenggarakan;
2.4. Penjelasan mengenai hal-hal lain yang berkaitan dengan mata acara RUPS dapat
diberikan sebelum dan atau pada saat RUPS berlangsung;
2.5. Risalah RUPS harus tersedia di kantor perusahaan, dan perusahaan menyediakan
fasilitas agar pemegang saham dapat membaca risalah tersebut.
3. Penyelenggaraan RUPS merupakan tanggung jawab Direksi. Untuk itu, Direksi harus
mempersiapkan dan menyelenggarakan RUPS dengan baik dan dengan berpedoman pada
butir 1 dan 2 diatas. Dalam hal Direksi berhalangan, maka penyelenggaraan RUPS dilakukan
oleh Dewan Komisaris atau pemegang saham sesuai dengan peraturan perundang-
undangan dan anggaran dasar perusahaan.
B. Dewan Komisaris dan Direksi
Prinsip Dasar
Kepengurusan Perusahaan Terbatas di Indonesia menganut sistem dua badan (two-board
system) yaitu Dewan Komisaris dan Direksi yang mempunyai wewenang dan tanggung
jawab yang jelas sesuai dengan fungsinya masing-masing sebagaimana diamanahkan dalam
anggaran dasar dan peraturan perundang-undangan (fiduciary responsibility). Namun
demikian, keduanya mempunyai tanggung jawab untuk memelihara kesinambungan usaha
perusahaan dalam jangka panjang. Oleh karena itu,
Dewan Komisaris dan Direksi harus memiliki kesamaan persepsi terhadap visi, misi, dan
nilai-nilai (values) perusahaan.
60
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Tanggung jawab bersama Dewan Komisaris dan Direksi dalam menjaga kelangsungan
usaha perusahaan dalam jangka panjang tercermin pada:
1.1. Terlaksananya dengan baik internal kontrol dan manajemen risiko;
1.2. Tercapainya imbal hasil (return) yang optimal bagi pemegang saham;
1.3. Terlindunginya kepentingan pemangku kepentingan secara wajar;
1.4. Terlaksananya suksesi kepemimpinan yang wajar demi kesinambungan manajemen di
semua lini organisasi.
2. Sesuai dengan visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan, Dewan Komisaris dan Direksi perlu
bersamasama menyepakati hal-hal tersebut di bawah ini:
2.1. Rencana jangka panjang, strategi, maupun rencana kerja dan anggaran tahunan;
2.2. Kebijakan dalam memastikan pemenuhan peraturan perundang-undangan dan
anggaran dasar perusahaan serta dalam menghindari segala bentuk benturan kepentingan
(conflict of interest);
2.3. Kebijakan dan metode penilaian perusahaan, unit dalam perusahaan dan personalianya;
2.4. Struktur organisasi sampai satu tingkat di bawah Direksi yang dapat mendukung
tercapainya visi, misi dan nilai-nilai perusahaan.
C. Dewan Komisaris
Prinsip Dasar
Dewan Komisaris sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolektif
untuk melakukan pengawasan dan memberikan nasihat kepada Direksi serta memastikan
bahwa Perusahaan melaksanakan GCG. Namun demikian, Dewan Komisaris tidak boleh
turut serta dalam mengambil keputusan operasional. Kedudukan masing-masing anggota
Dewan Komisaris termasuk Komisaris Utama adalah setara. Tugas Komisaris Utama sebagai
primus inter pares adalah mengkoordinasikan kegiatan Dewan Komisaris. Agar pelaksanaan
tugas Dewan Komisaris dapat berjalan secara efektif, perlu dipenuhi prinsip-prinsip berikut:
61
1. Komposisi Dewan Komisaris harus memungkinkan pengambilan keputusan secara efektif,
tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.
2. Komisaris harus profesional, yaitu berintegritas dan memiliki kemampuan sehingga dapat
menjalankan fungsinya dengan baik termasuk memastikan bahwa Direksi telah
memperhatikan kepentingan semua pemangku kepentingan.
3. Fungsi pengawasan dan pemberian nasihat Dewan Komisaris mencakup tindakan
pencegahan, perbaikan, sampai kepada pemberhentian sementara.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Komposisi, Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Dewan Komisaris
1.1. Jumlah anggota Dewan Komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan
dengan tetap memperhatikan efektivitas dalam pengambilan keputusan.
1.2. Dewan Komisaris dapat terdiri dari Komisaris yang tidak berasal dari pihak terafiliasi
yang dikenal sebagai Komisaris independen dan Komisaris yang terafiliasi. Yang dimaksud
dengan terafiliasi adalah pihak yang mempunyai hubungan bisnis dan kekeluargaan dengan
pemegang saham pengendali, anggota Direksi dan Dewan Komisaris lain, serta dengan
perusahaan itu sendiri. Mantan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang terafiliasi serta
karyawan perusahaan, untuk jangka waktu tertentu termasuk dalam kategori terafiliasi.
1.3. Jumlah Komisaris independen harus dapat menjamin agar mekanisme pengawasan
berjalan secara efektif dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Salah satu dari
Komisaris independen harus mempunyai latar belakang akuntansi atau keuangan.
1.4. Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang
transparan. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, badan usaha milik
negara dan atau daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat,
perusahaan yang produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan
yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon
anggota Dewan Komisaris dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui Komite Nominasi
dan Remunerasi. Pemilihan Komisaris independen harus memperhatikan pendapat
62
pemegang saham minoritas yang dapat disalurkan melalui Komite Nominasi dan
Remunerasi.
1.5. Pemberhentian anggota Dewan Komisaris dilakukan oleh RUPS berdasarkan alasan yang
wajar dan setelah kepada anggota Dewan Komisaris diberi kesempatan untuk membela diri.
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Dewan Komisaris
2.1. Anggota Dewan Komisaris harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas sehingga
pelaksanaan fungsi pengawasan dan pemberian nasihat untuk kepentingan perusahaan
dapat dilaksanakan dengan baik.
2.2. Anggota Dewan Komisaris dilarang memanfaatkan perusahaan untuk kepentingan
pribadi, keluarga, kelompok usahanya dan atau pihak lain.
2.3. Anggota Dewan Komisaris harus memahami dan mematuhi anggaran dasar dan
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan tugasnya.
2.4. Anggota Dewan Komisaris diharapkan memahami dan melaksanakan Pedoman GCG ini.
3. Fungsi Pengawasan Dewan Komisaris
3.1. Dewan Komisaris tidak boleh turut serta dalam mengambil keputusan operasional.
Dalam hal Dewan Komisaris mengambil keputusan mengenai hal-hal yang ditetapkan dalam
anggaran dasar atau peraturan perundang-undangan, pengambilan keputusan tersebut
dilakukan dalam fungsinya sebagai pengawas, sehingga keputusan kegiatan operasional
tetap menjadi tanggung jawab Direksi. Kewenangan yang ada pada Dewan Komisaris tetap
dilakukan dalam fungsinya sebagai pengawas dan penasihat.
3.2. Dalam hal diperlukan untuk kepentingan perusahaan, Dewan Komisaris dapat
mengenakan sanksi kepada anggota Direksi dalam bentuk pemberhentian sementara,
dengan ketentuan harus segera ditindaklanjuti dengan penyelenggaraan RUPS.
3.3. Dalam hal terjadi kekosongan dalam Direksi atau dalam keadaan tertentu sebagaimana
ditentukan oleh peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar, untuk sementara
Dewan Komisaris dapat melaksanakan fungsi Direksi.
63
3.4. Dalam rangka melaksanakan fungsinya, anggota Dewan Komisaris baik secara bersama-
sama dan atau sendiri-sendiri berhak mempunyai akses dan memperoleh informasi tentang
perusahaan secara tepat waktu dan lengkap.
3.5. Dewan Komisaris harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga
pelaksanaan tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan sebagai salah satu
alat penilaian kinerja mereka.
3.6. Dewan Komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh Direksi, dalam rangka
memperoleh pembebasan dan pelunasan tanggung jawab (acquit et dėcharge) dari RUPS.
3.7. Dalam melaksanakan tugasnya, Dewan Komisaris dapat membentuk komite. Usulan dari
komite disampaikan kepada Dewan Komisaris untuk memperoleh keputusan. Bagi
perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah,
perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk
atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak
luas terhadap kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk Komite Audit,
sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan.
4. Komite Penunjang Dewan Komisaris
4.1. Komite Audit
a. Komite Audit bertugas membantu Dewan Komisaris untuk memastikan bahwa: (i)
laporan keuangan disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum, (ii) struktur pengendalian internal perusahaan telah dapat dilaksanakan dengan baik,
(iii) pelaksanaan audit internal maupun eksternal telah dilaksanakan sesuai dengan standar
audit yang berlaku, dan (iv) tindak lanjut temuan hasil audit dilaksanakan oleh manajemen;
b. Komite Audit memproses calon Auditor Eksternal termasuk imbalan jasanya untuk
disampaikan kepada Dewan Komisaris;
c. Jumlah anggota Komite Audit harus disesuaikan dengan kompleksitas Perusahaan dengan
tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. Bagi perusahaan yang
64
sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang
menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang produk atau jasanya
digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap
kelestarian lingkungan, Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen dan anggotanya
dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan. Salah seorang
anggota memiliki latar belakang dan
kemampuan akuntasi dan atau keuangan.
4.2. Komite Nominasi dan Remunerasi
a. Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris dalam
menetapkan kriteria pemilihan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta sistem
remunerasinya.
b. Komite Nominasi dan Remunerasi bertugas membantu Dewan Komisaris mempersiapkan
calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi dan mengusulkan besaran remunerasinya.
Dewan Komisaris dapat mengajukan calon tersebut dan remunerasinya untuk memperoleh
keputusan RUPS dengan cara sesuai ketentuan Anggaran Dasar.
c. Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan
daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang
produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai
dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, Komite Nominasi dan Remunerasi diketuai
oleh Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari Komisaris dan atau pelaku
profesi dari luar perusahaan;
d. Keberadaan Komite Nominasi dan Remunerasi serta tata kerjanya dilaporkan dalam
RUPS.
4.3. Komite Kebijakan Risiko
a. Komite Kebijakan Risiko bertugas membantu Dewan Komisaris dalam mengkaji sistem
manajemen risiko yang disusun oleh Direksi serta menilai toleransi risiko yang dapat diambil
oleh perusahaan;
65
b. Anggota Komite Kebijakan Risiko terdiri dari anggota Dewan Komisaris, namun bilamana
perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan.
4.4. Komite Kebijakan Corporate Governance
a. Komite Kebijakan Corporate Governance bertugas membantu Dewan Komisaris dalam
mengkaji kebijakan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh Direksi serta menilai
konsistensi penerapannya, termasuk yang bertalian dengan etika bisnis dan tanggung jawab
sosial perusahaan (corporate social responsibility);
b. Anggota Komite Kebijakan Corporate Governance terdiri dari anggota Dewan Komisaris,
namun bilamana perlu dapat juga menunjuk pelaku profesi dari luar perusahaan.
c. Bila dipandang perlu, Komite Kebijakan Corporate Governance dapat digabung dengan
Komite Nominasi dan Remunerasi.
5. Pertanggungjawaban Dewan Komisaris
5.1. Dewan Komisaris dalam fungsinya sebagai pengawas, menyampaikan laporan
pertanggungjawaban pengawasan atas pengelolaan perusahaan oleh Direksi. Laporan
pengawasan Dewan Komisaris merupakan bagian dari laporan tahunan yang disampaikan
kepada RUPS untuk memperoleh persetujuan.
5.2. Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan atas laporan
keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan pelunasan tanggung jawab
(acquit et dėcharge) kepada masing-masing anggota Dewan Komisaris sejauh hal-hal
tersebut tercermin dari laporan tahunan, dengan tidak mengurangi tanggung jawab
masingmasing anggota Dewan Komisaris dalam hal terjadi tindak pidana atau kesalahan dan
atau kelalaian yang menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga yang tidak dapat dipenuhi
dengan aset perusahaan.
5.3. Pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada RUPS merupakan perwujudan
akuntabilitas pengawasan atas pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas
GCG.
D. Direksi
66
Prinsip Dasar
Direksi sebagai organ perusahaan bertugas dan bertanggungjawab secara kolegial dalam
mengelola perusahaan. Masing-masing anggota Direksi dapat melaksanakan tugas dan
mengambil keputusan sesuai dengan pembagian tugas dan wewenangnya. Namun,
pelaksanaan tugas oleh masing-masing anggota Direksi tetap merupakan tanggung jawab
bersama. Kedudukan masing-masing anggota Direksi termasuk Direktur Utama adalah
setara. Tugas Direktur Utama sebagai primus inter pares adalah mengkoordinasikan
kegiatan Direksi. Agar pelaksanaan tugas Direksi dapat berjalan secara efektif, perlu
dipenuhi prinsip-prinsip berikut:
1. Komposisi Direksi harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan
keputusan secara efektif, tepat dan cepat, serta dapat bertindak independen.
2. Direksi harus profesional yaitu berintegritas dan memiliki pengalaman serta kecakapan
yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.
3. Direksi bertanggung jawab terhadap pengelolaan perusahaan agar dapat menghasilkan
keuntungan (profitability) dan memastikan kesinambungan usaha (sustainability)
perusahaan.
4. Direksi mempertanggung jawabkan kepengurusannya dalam RUPS sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Komposisi Direksi
1.1. Jumlah anggota Direksi harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan
tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan.
1.2. Anggota Direksi dipilih dan diberhentikan oleh RUPS melalui proses yang transparan.
Bagi perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan
daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang
produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai
dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, proses penilaian calon anggota Direksi
dilakukan sebelum dilaksanakan RUPS melalui Komite Nominasi dan Remunerasi.
67
1.3. Pemberhentian anggota Direksi dilakukan oleh RUPS berdasarkan alasan yang wajar dan
setelah kepada yang bersangkutan diberi kesempatan untuk membela diri.
1.4. Seluruh anggota Direksi harus berdomisili di Indonesia, di tempat yang memungkinkan
pelaksanaan tugas pengelolaan perusahaan sehari-hari.
2. Kemampuan dan Integritas Anggota Direksi
2.1. Anggota Direksi harus memenuhi syarat kemampuan dan integritas sehingga
pelaksanaan fungsi pengelolaan perusahaan dapat dilaksanakan dengan baik.
2.2. Anggota Direksi dilarang memanfaatkan perusahaan untuk kepentingan pribadi,
keluarga, kelompok usahanya dan atau pihak lain.
2.3. Anggota Direksi harus memahami dan mematuhi anggaran dasar dan peraturan
perundangundangan yang berkaitan dengan tugasnya.
2.4. Anggota Direksi diharapkan memahami dan melaksanakan Pedoman GCG ini.
3. Fungsi Direksi
Fungsi pengelolaan perusahaan oleh Direksi mencakup 5 (lima) tugas utama yaitu
kepengurusan, manajemen risiko, pengendalian internal, komunikasi, dan tanggung jawab
sosial.
3.1. Kepengurusan
a. Direksi harus menyusun visi, misi, dan nilai-nilai serta program jangka panjang dan jangka
pendek perusahaan untuk dibicarakan dan disetujui oleh Dewan Komisaris atau
RUPS sesuai dengan ketentuan anggaran dasar;
b. Direksi harus dapat mengendalikan sumberdaya yang dimiliki oleh perusahaan secara
efektif dan efisien;
c. Direksi harus memperhatikan kepentingan yang wajar dari pemangku kepentingan;
68
d. Direksi dapat memberikan kuasa kepada Komite yang dibentuk untuk mendukung
pelaksanaan tugasnya atau kepada karyawan perusahaan untuk melaksanakan tugas
tertentu, namun tanggung jawab tetap berada pada Direksi;
e. Direksi harus memiliki tata tertib dan pedoman kerja (charter) sehingga pelaksanaan
tugasnya dapat terarah dan efektif serta dapat digunakan sebagai salah satu alat penilaian
kinerja.
3.2. Manajemen Risiko
a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem manajemen risiko perusahaan yang
mencakup seluruh aspek kegiatan perusahaan;
b. Untuk setiap pengambilan keputusan strategis, termasuk penciptaan produk atau jasa
baru, harus diperhitungkan dengan seksama dampak risikonya, dalam arti adanya
keseimbangan antara hasil dan beban risiko;
c. Untuk memastikan dilaksanakannya manajemen risiko dengan baik, perusahaan perlu
memiliki unit kerja atau penanggungjawab terhadap pengendalian risiko.
3.3. Pengendalian Internal
a. Direksi harus menyusun dan melaksanakan sistem pengendalian internal perusahaan
yang handal dalam rangka menjaga kekayaan dan kinerja perusahaan serta memenuhi
peraturan perundang-undangan. Untuk itu perusahaan harus memiliki sistem pengendalian
termasuk auditor internal dan auditor eksternal;
b. Perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan
daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang
produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai
dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, harus memiliki satuan kerja pengawasan
internal;
c. Satuan kerja atau fungsi pengawasan internal bertugas membantu Direksi dalam
memastikan pencapaian tujuan dan kelangsungan usaha dengan: (i) melakukan evaluasi
terhadap pelaksanaan program perusahaan; (ii) memberikan saran dalam upaya
69
memperbaiki efektifitas proses pengendalian risiko; (iii) melakukan evaluasi kepatuhan
perusahaan terhadap ketentuan internal, pelaksanaan GCG dan perundang-undangan; dan
(iv) memfasilitasi kelancaran pelaksanaan audit oleh auditor eksternal;
d. Satuan kerja atau pemegang fungsi pengawasan internal bertanggung jawab kepada
Direktur Utama atau Direktur yang membawahi tugas pengawasan internal. Satuan kerja
pengawasan internal mempunyai hubungan fungsional dengan Dewan Komisaris melalui
Komite Audit.
3.4. Komunikasi
a. Direksi harus memastikan kelancaran komunikasi antara perusahaan dengan pemangku
kepentingan dengan memberdayakan fungsi Sekretaris Perusahaan;
b. Fungsi Sekretaris Perusahaan adalah: (i) memastikan kelancaran komunikasi antara
perusahaan dengan pemangku kepentingan; dan (ii) menjamin tersedianya informasi yang
boleh diakses oleh pemangku kepentingan sesuai dengan kebutuhan wajar dari pemangku
kepentingan;
c. Perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan
daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang
produk atau jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai
pengaruh terhadap kelestarian lingkungan, harus memiliki Sekretaris Perusahaan yang
fungsinya dapat mencakup pula hubungan dengan investor (investor relations);
d. Dalam hal perusahaan tidak memiliki satuan kerja kepatuhan (compliance) tersendiri,
fungsi untuk menjamin kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan dilakukan oleh
Sekretaris Perusahaan;
e. Sekretaris Perusahaan atau pelaksana fungsi Sekretaris Perusahaan bertanggung jawab
kepada Direksi. Laporan pelaksanaan tugas Sekretaris Perusahaan disampaikan pula kepada
Dewan Komisaris;
3.5. Tanggung Jawab Sosial
70
a. Dalam rangka mempertahankan kesinambungan usaha perusahaan, Direksi harus dapat
memastikan dipenuhinya tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social
responsibility);
b. Direksi harus mempunyai perencanaan tertulis yang jelas dan fokus dalam melaksanakan
tanggung jawab sosial perusahaan.
4. Pertanggungjawaban Direksi
4.1. Direksi harus menyusun pertanggungjawaban pengelolaan perusahaan dalam bentuk
laporan tahunan yang memuat antara lain laporan keuangan, laporan kegiatan perusahaan,
dan laporan pelaksanaan GCG.
4.2. Laporan tahunan harus memperoleh persetujuan RUPS, dan khusus untuk laporan
keuangan harus memperoleh pengesahan RUPS.
4.3. Laporan tahunan harus telah tersedia sebelum RUPS diselenggarakan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku untuk memungkinkan pemegang saham melakukan penilaian.
4.4. Dengan diberikannya persetujuan atas laporan tahunan dan pengesahan atas laporan
keuangan, berarti RUPS telah memberikan pembebasan dan pelunasan tanggung jawab
(acquit et dėcharge) kepada masing-masing anggota Direksi sejauh hal-hal tersebut
tercermin dari laporan tahunan, dengan tidak mengurangi tanggung jawab masing-masing
anggota Direksi dalam hal terjadi tindak pidana atau kesalahan dan atau kelalaian yang
menimbulkan kerugian bagi pihak ketiga yang tidak dapat dipenuhi dengan aset
perusahaan.
4.5. Pertanggungjawaban Direksi kepada RUPS merupakan perwujudan akuntabilitas
pengelolaan perusahaan dalam rangka pelaksanaan asas GCG.
71
BAB V
PEMEGANG SAHAM
Prinsip Dasar
Pemegang saham sebagai pemilik modal, memiliki hak dan tanggung jawab atas perusahaan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Dalam
melaksanakan hak dan tanggung jawabnya, perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. Pemegang saham harus menyadari bahwa dalam melaksanakan hak dan tanggung
jawabnya, juga harus memperhatikan kelangsungan hidup perusahaan.
2. Perusahaan harus menjamin dapat terpenuhinya hak dan tanggung jawab pemegang
saham atas dasar asas fairness (kesetaraan dan kewajaran) sesuai dengan peraturan
perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Hak dan Tanggungjawab Pemegang Saham
1.1. Hak pemegang saham harus dilindungi dan dapat dilaksanakan sesuai peraturan
perundangundangan dan anggaran dasar perusahaan. Hak pemegang saham tersebut pada
dasarnya meliputi:
a. Hak untuk menghadiri, menyampaikan pendapat, dan memberikan suara dalam RUPS
berdasarkan ketentuan satu saham memberi hak kepada pemegangnya untuk
mengeluarkan satu suara;
b. Hak untuk memperoleh informasi mengenai perusahaan secara tepat waktu, benar dan
teratur, kecuali hal-hal yang bersifat rahasia, sehingga memungkinkan pemegang saham
membuat keputusan mengenai investasinya dalam perusahaan berdasarkan informasi yang
akurat;
c. Hak untuk menerima bagian dari keuntungan perusahaan yang diperuntukkan bagi
pemegang saham dalam bentuk dividen dan pembagian keuntungan lainnya, sebanding
dengan jumlah saham yang dimilikinya;
72
d. Hak untuk memperoleh penjelasan lengkap dan informasi yang akurat mengenai
prosedur yang harus dipenuhi berkenaan dengan penyelenggaraan RUPS agar pemegang
saham dapat berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, termasuk keputusan mengenai
hal-hal yang mempengaruhi eksistensi perusahaan dan hak pemegang saham;
e. Dalam hal terdapat lebih dari satu jenis dan klasifikasi saham dalam perusahaan, maka:
(i) setiap pemegang saham berhak mengeluarkan suara sesuai dengan jenis, klasifikasi dan
jumlah saham yang dimiliki; dan (ii) setiap pemegang saham berhak untuk diperlakukan
setara berdasarkan jenis dan klasifikasi saham yang dimilikinya.
1.2. Pemegang saham harus menyadari tanggung jawabnya sebagai pemilik modal dengan
memperhatikan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar perusahaan. Tanggung
jawab pemegang saham tersebut pada dasarnya meliputi:
a. Pemegang saham pengendali harus dapat: (i) memperhatikan kepentingan pemegang
saham minoritas dan pemangku kepentingan lainnya sesuai peraturan perundangundangan;
dan (ii) mengungkapkan kepada instansi penegak hukum tentang pemegang saham
pengendali yang sebenarnya (ultimate shareholders) dalam hal terdapat dugaan terjadinya
pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan, atau dalam hal diminta oleh otoritas
terkait;
b. Pemegang saham minoritas bertanggung jawab untuk menggunakan haknya dengan baik
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar;
c. Pemegang saham harus dapat: (i) memisahkan kepemilikan harta perusahaan dengan
kepemilikan harta pribadi; dan (ii) memisahkan fungsinya sebagai pemegang saham dengan
fungsinya sebagai anggota Dewan Komisaris atau Direksi dalam hal pemegang saham
menjabat pada salah satu dari kedua organ tersebut;
d. Dalam hal pemegang saham menjadi pemegang saham pengendali pada beberapa
perusahaan, perlu diupayakan agar akuntabilitas dan hubungan antar-perusahaan dapat
dilakukan secara jelas.
2. Tanggungjawab Perusahaan terhadap Hak dan Kewajiban Pemegang Saham
73
2.1. Perusahaan harus melindungi hak pemegang saham sesuai dengan peraturan
perundangundangan dan anggaran dasar perusahaan.
2.2. Perusahaan harus menyelenggarakan daftar pemegang saham secara tertib sesuai
dengan peraturan perundang-undangan dan anggaran dasar.
2.3. Perusahaan harus menyediakan informasi mengenai perusahaan secara tepat waktu,
benar dan teratur bagi pemegang saham, kecuali hal-hal yang bersifat rahasia.
2.4. Perusahaan tidak boleh memihak pada pemegang saham tertentu dengan memberikan
informasi yang tidak diungkapkan kepada pemegang saham lainnya. Informasi harus
diberikan kepada semua pemegang saham tanpa menghiraukan jenis dan klasifikasi saham
yang dimilikinya.
2.5. Perusahaan harus dapat memberikan penjelasan lengkap dan informasi yang akurat
mengenai penyelenggaraan RUPS.
BAB VI
PEMANGKU KEPENTINGAN
Prinsip Dasar
Pemangku kepentingan -selain pemegang saham- adalah mereka yang memiliki kepentingan
terhadap perusahaan dan mereka yang terpengaruh secara langsung oleh keputusan
strategis dan operasional perusahaan, yang antara lain terdiri dari karyawan, mitra bisnis,
dan masyarakat terutama sekitar tempat usaha perusahaan. Antara perusahaan dengan
pemangku kepentingan harus terjalin hubungan yang sesuai dengan asas fairness
(kesetaraan dan kewajaran) berdasarkan ketentuan yang berlaku bagi masing-masing pihak.
Agar hubungan antara perusahaan dengan pemangku kepentingan berjalan dengan baik,
perlu diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Perusahaan menjamin tidak terjadinya diskriminasi berdasarkan suku, agama, ras, aliran
dan gender serta terciptanya perlakuan yang adil dan jujur dalam mendorong
74
perkembangan karyawan sesuai dengan potensi, kemampuan, pengalaman dan
keterampilan masing-masing.
2. Perusahaan dan mitra bisnis harus bekerja sama untuk kepentingan kedua belah pihak
atas dasar prinsip saling menguntungkan.
3. Perusahaan harus memperhatikan kepentingan umum, terutama masyarakat sekitar
perusahaan, serta pengguna produk dan jasa perusahaan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Karyawan
1.1. Perusahaan harus menggunakan kemampuan bekerja dan kriteria yang terkait dengan
sifat pekerjaan secara taat asas dalam mengambil keputusan mengenai penerimaan
karyawan.
1.2. Penetapan besarnya gaji, keikutsertaan dalam pelatihan, penetapan jenjang karir dan
penentuan persyaratan kerja lainnya harus dilakukan secara obyektif, tanpa membedakan
latar belakang etnik, agama, jenis kelamin, usia, cacat tubuh yang dipunyai seseorang, atau
keadaan khusus lainnya yang dilindungi oleh peraturan perundang-undangan.
1.3. Perusahaan harus memiliki peraturan tertulis yang mengatur dengan jelas pola
rekrutmen serta hak dan kewajiban karyawan.
1.4. Perusahaan harus menjamin terciptanya lingkungan kerja yang kondusif, termasuk
kesehatan dan keselamatan kerja agar setiap karyawan dapat bekerja secara kreatif dan
produktif.
1.5. Perusahaan harus memastikan tersedianya informasi yang perlu diketahui oleh
karyawan melalui sistem komunikasi yang berjalan baik dan tepat waktu.
1.6. Perusahaan harus memastikan agar karyawan tidak menggunakan nama, fasilitas, atau
hubungan baik perusahaan dengan pihak eksternal untuk kepentingan pribadi. Untuk itu
perusahaan harus mempunyai sistem untuk menjaga agar setiap karyawan menjunjung
tinggi standar etika dan nilai-nilai perusahaan serta mematuhi kebijakan peraturan dan
prosedur internal yang berlaku.
75
1.7. Karyawan serta serikat pekerja yang ada di perusahaan berhak untuk menyampaikan
pendapat dan usul mengenai lingkungan kerja dan kesejahteraan karyawan.
1.8. Karyawan berhak melaporkan pelanggaran atas etika bisnis dan pedoman perilaku,
serta peraturan perundang-undangan yang terkait dengan perusahaan.
2. Mitra Bisnis
2.1. Mitra Bisnis adalah pemasok, distributor, kreditur, debitur, dan pihak lainnya yang
melakukan transaksi usaha dengan perusahaan.
2.2. Perusahaan harus memiliki peraturan yang dapat menjamin dilaksanakannya hak dan
kewajiban mitra bisnis sesuai dengan perjanjian dan peraturan perundang-undangan.
2.3. Mitra bisnis berhak memperoleh informasi yang relevan sesuai dengan hubungan bisnis
dengan perusahaan sehingga masing-masing pihak dapat membuat keputusan atas dasar
pertimbangan yang adil dan wajar.
2.4. Kecuali dipersyaratkan lain oleh peraturan perundang-undangan, perusahaan dan mitra
bisnis berkewajiban untuk merahasiakan informasi dan melindungi kepentingan masing-
masing pihak.
3. Masyarakat serta Pengguna Produk dan Jasa
3.1. Perusahaan harus memiliki peraturan yang dapat menjamin terjaganya keselarasan
hubungan antara perusahaan dengan masyarakat sekitar, termasuk penerapan program
kemitraan dan bina lingkungan.
3.2. Perusahaan bertanggungjawab atas kualitas produk dan jasa yang dihasilkan serta
dampak negatif terhadap dan keselamatan pengguna.
3.3. Perusahaan bertanggungjawab atas dampak negatif yang ditimbulkan oleh kegiatan
usaha perusahaan terhadap masyarakat dan lingkungan dimana perusahaan beroperasi.
Oleh karena itu, perusahaan harus menyampaikan informasi kepada masyarakat yang dapat
terkena dampak kegiatan perusahaan.
76
BAB VII
PERNYATAAN TENTANG PENERAPAN PEDOMAN GCG
Prinsip Dasar
Setiap perusahaan harus membuat pernyataan tentang kesesuaian penerapan GCG dengan
Pedoman GCG ini dalam laporan tahunannya. Pernyataan tersebut harus disertai laporan
tentang struktur dan mekanisme kerja organ perusahaan serta informasi penting lain yang
berkaitan dengan penerapan GCG. Dengan demikian, pemegang saham dan pemangku
kepentingan lainnya, termasuk regulator, dapat menilai sejauh mana Pedoman GCG pada
perusahaan tersebut telah diterapkan.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Pernyataan tentang penerapan GCG beserta laporannya, merupakan bagian dari laporan
tahunan perusahaan. Pernyataan dan laporan tersebut dapat sekaligus digunakan untuk
memenuhi ketentuan pelaporan dari otoritas terkait.
2. Dalam hal belum seluruh aspek Pedoman GCG ini dapat dilaksanakan, perusahaan harus
mengungkapkan aspek yang belum dilaksanakan tersebut beserta alasannya.
3. Laporan tentang struktur dan mekanisme kerja organ perusahaan meliputi:
3.1. Struktur dan mekanisme kerja Dewan Komisaris, yang antara lain mencakup:
a. Nama anggota Dewan Komisaris dengan menyebutkan statusnya yaitu Komisaris
Independen atau Komisaris bukan Independen;
b. Jumlah rapat yang dilakukan oleh Dewan Komisaris, serta jumlah kehadiran setiap
anggota Dewan Komisaris dalam rapat;
c. Mekanisme dan kriteria penilaian sendiri (self assessment) tentang kinerja masingmasing
para anggota Dewan Komisaris;
d. Penjelasan mengenai Komite-Komite Penunjang Dewan Komisaris yang meliputi: (i) nama
anggota dari masing-masing Komite; (ii) uraian mengenai fungsi dan mekanisme kerja dari
77
setiap Komite; (iii) jumlah rapat yang dilakukan oleh setiap Komite serta jumlah kehadiran
setiap anggota; dan (iv) mekanisme dan kriteria penilaian kinerja Komite.
3.2. Struktur dan mekanisme kerja Direksi, yang antara lain mencakup:
a. Nama anggota Direksi dengan jabatan dan fungsinya masing-masing;
b. Penjelasan ringkas mengenai mekanisme kerja Direksi, termasuk didalamnya mekanisme
pengambilan keputusan serta mekanisme pendelegasian wewenang;
c. Jumlah rapat yang dilakukan oleh Direksi, serta jumlah kehadiran setiap anggota Direksi
dalam rapat;
d. Mekanisme dan kriteria penilaian terhadap kinerja para anggota Direksi;
e. Pernyataan mengenai efektivitas pelaksanaan sistem pengendalian internal yang meliputi
pengendalian risiko serta sistem pengawasan dan audit internal.
4. Informasi penting lainnya yang berkaitan dengan penerapan GCG dan perlu diungkapkan
dalam laporan penerapan GCG antara lain mencakup:
4.1. Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan;
4.2. Pemegang saham pengendali;
4.3. Kebijakan dan jumlah remunerasi Dewan Komisaris dan Direksi;
4.4. Transaksi dengan pihak yang memiliki benturan kepentingan;
4.5. Hasil penilaian penerapan GCG yang dilaporkan dalam RUPS tahunan; dan
4.6. Kejadian luar biasa yang telah dialami perusahaan dan dapat berpengaruh pada kinerja
perusahaan.
BAB VIII
78
PEDOMAN PRAKTIS PENERAPAN GCG
Prinsip Dasar
Pelaksanaan GCG perlu dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan. Untuk itu
diperlukan pedoman praktis yang dapat dijadikan acuan oleh perusahaan dalam
melaksanakan penerapan GCG.
Pedoman Pokok Pelaksanaan
1. Dalam rangka penerapan GCG, masing-masing perusahaan harus menyusun pedoman
GCG perusahaan dengan mengacu pada Pedoman GCG ini dan Pedoman Sektoral (bila ada).
Pedoman GCG perusahaan tersebut mencakup sekurang-kurangnya hal-hal sebagai berikut:
1.1. Visi, misi dan nilai-nilai perusahaan;
1.2. Kedudukan dan fungsi RUPS, Dewan Komisaris, Direksi, Komite Penunjang Dewan
Komisaris, dan Pengawasan Internal;
1.3. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya fungsi setiap organ perusahaan secara
efektif;
1.4. Kebijakan untuk memastikan terlaksananya akuntabilitas, pengendalian internal yang
efektif dan pelaporan keuangan yang benar;
1.5. Pedoman perilaku (code of conduct) yang didasarkan pada nilai-nilai perusahaan dan
etika bisnis;
1.6. Sarana pengungkapan informasi untuk pemegang saham dan pemangku kepentingan
lainnya;
1.7. Kebijakan penyempurnaan berbagai peraturan perusahaan dalam rangka memenuhi
prinsip GCG.
2. Agar pelaksanaan GCG dapat berjalan efektif, diperlukan proses keikutsertaan semua
pihak dalam perusahaan. Untuk itu diperlukan tahapan sebagai berikut:
79
2.1. Membangun pemahaman, kepedulian dan komitmen untuk melaksanakan GCG oleh
semua anggota Direksi, Dewan Komisaris dan Pemegang Saham Pengendali, serta semua
karyawan;
2.2. Melakukan kajian terhadap kondisi perusahaan yang berkaitan dengan pelaksanaan
GCG dan tindakan korektif yang diperlukan;
2.3. Menyusun program dan pedoman pelaksanaan GCG perusahaan;
2.4. Melakukan internalisasi pelaksanaan GCG sehingga terbentuk rasa memiliki dari semua
pihak dalam perusahaan, serta pemahaman atas pelaksanaan pedoman GCG dalam kegiatan
sehari-hari;
2.5. Melakukan penilaian sendiri (self assessment) atau dengan menggunakan jasa pihak
eksternal yang independen untuk memastikan penerapan GCG secara berkesinambungan.
Hasil penilaian tersebut diungkapkan dalam laporan tahunan dan dilaporkan dalam RUPS
tahunan.
80
PERKEMBANGAN GCG DI INDONESIA
Peringkat Corruption Perception Index (CPI) atau Indek Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia
Diantara Negara-negara ASEAN tahun 2008 :
Source: Tranparency International
Corruption Perceptions Index 2009 :
Click map above to launch an interactive version with individual country scores. The darker
the blue, the higher the perceived level of public sector corruption.
81
What is the Corruption Perceptions Index?
The Corruption Perceptions Index (CPI) measures the perceived level of public-sector
corruption in 180 countries and territories around the world. The CPI is a "survey of
surveys", based on 13 different expert and business surveys.
“Indonesia (CPI 2009 Score : 2,8 / Convidence Range : 2,4-3,2) still has a long way to go to
eradicate corruption but the recent tough approach by the Corruption Eradication
Commission (KPK) is encouraging. The KPK has reported a 100 per cent conviction rate for
corruption cases involving some of the country's highest-ranking officials. A crucial task for
the new administration is to continue support of the KPK. Local anti-corruption advocate
must ensure that this agency is not weakened”. Source transparency international 2009,
http://www.transparency.org
Peraturan dan Kelembagaan GCG di Indonesia :
• Dibentuknya Komite Nasional tentang Kebijakan Corporate Governance (KNKCG)
melalui Keputusan Menko Ekuin Nomor: KEP/31/M.EKUIN/08/1999 tentang pembentukan
KNKCG . Menerbitkan Pedoman GCG Indonesia
• Saat ini telah dibentuk Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) sebagai
pengganti KNKCG melalui Surat Keputusan Menko Bidang Perekonomian Nomor:
KEP/49/M.EKON/11/2004. Terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-Komite Korporasi.
Komitmen GCG – Pemerintah dan Bank Indonesia :
• Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN Nomor Kep-133/M-PBUMN/1999
tentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN.
82
• SE Ketua Bapepam Nomor Se-03/PM/2000 tentang Komite Audit yang berisi
himbauan perlunya Komite Audit dimiliki oleh setiap Emiten.
• Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 Tentang Pedoman umum
pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN.
• Keputusan Menteri BUMN No. 09A/MBU/2005 Tentang Proses Penilaian Fit & Proper
Test Calon Anggota Direksi BUMN
• SE Menteri BUMN No. 106 Tahun 2000 dan Keputusan Menteri BUMN No. 23 Tahun
2000 - mengatur dan merumuskan pengembangan praktik good corporate governance
dalam perusahaan perseroan.
• Disempurnakan dengan KEP-117/M-MBU/2002 tentang Keputusan Menteri BUMN
Nomor Kep-117/M-MBU/2002 tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance
Pada BUMN.
• Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBI/2006 tentang GCG yang dirubah dengan
PBI No. 8/14/GCG/2006.
Komitmen GCG – Sektor Swasta :
• Bursa Efek
Pada tahun 2000, Bursa Efek Jakarta (sekarang Bursa Efek Indonesia) memberlakukan
Keputusan Direksi PT Bursa Efek Jakarta Nomor Kep-315/BEJ/062000 perihal Peraturan
Pencatatan Efek Nomor I-A yang antara lain mengatur tentang kewajiban mempunyai
Komisaris Independen, Komite Audit, memberikan peran aktif Sekretaris Perusahaan di
dalam memenuhi kewajiban keterbukaan informasi serta mewajibkan perusahaan tercatat
untuk menyampaikan informasi yang material dan relevan.
• Lahirnya Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI).
• Lahirnya Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG)
• Lahirnya Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD)
83
• Lahirnya Lembaga Komisaris dan Direksi Indonesia (LKDI) yang kegiatannya antara
lain mengadakan Forum LKDI untuk membahas berbagai hal seperti tanggung jawab hukum
bagi Komisaris dan Direksi, undang-undang pencucian uang dsb.
• Lahirnya Indonesia Corporate Secretary Association (ICSA)
• Lahirnya Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI)
• Lahirnya Asosiasi Auditor Internal (AAI)
• Lahirnya Klinik GCG Kadin
• Annual Report Award
• Berbagai award tentang GCG
Harapan untuk Perbaikan Penerapan GCG di Indonesia :
• Adanya undang-undang atau peraturan yang mengharuskan implementasi GCG
khususnya bagi perusahaan swasta.
• Peningkatan governance bagi instansi pemerintah terutama yang berkaitan dengan
pelayanan publik dan penegakan hukum - Ditjen Pajak, Bea Cukai, Imigrasi, BPN, Institusi
yang mengeluarkan perizinan, dan institusi penegak hukum.
• Mengingat rendahnya tingkat implementasi GCG di BUMD, maka perlu
dipertimbangkan untuk menyusun mekanisme yang dapat “memaksa” BUMD untuk
mengimplementasikan GCG. Misalnya UU yang mengatur BUMD.
• Sosialisasi dan asistensi tentang GCG khususnya kepada perusahaan yang belum go
public.
• Penerapan GCG yang dikaitkan dengan upaya pencegahan korupsi di sektor swasta.
• Bapepam LK dan BEI perlu memberlakukan aturan GCG yang lebih luas untuk semua
perusahaan yang go public.
• Menjadikan GCG sebagai Corporate Culture.
84
Beberapa Tipikal Penyimpangan Korporasi di Indonesia :
• Penggunaan perusahaan sebagai vehicle untuk mendapatkan dana murah dari
masyarakat.
• Ketidakterbukaan atas informasi bisnis yang berisiko.
• Penggunaan nama perusahaan untuk pinjaman pribadi.
• Keputusan bisnis yang diambil karena moral hazard.
• Intervensi pemegang saham atau pihak lain dalam kegiatan perusahaan.
• Adanya praktik perusahaan dalam perusahaan.
• Perusahaan “highly leveraged” tidak mempertimbangkan service capacity.
• Diversifikasi dan ekspansi usaha yang tidak prudensial.
• Risiko tidak dikelola secara hati-hati.
• Diabaikannya hak-hak pemegang saham minoritas.
Parameter Implementasi GCG :
• Compliance (kepatuhan) yaitu sejauh mana perusahaan telah mematuhi aturan-
aturan yang ada dalam memenuhi prinsip-prinsip GCG;
• Conformance (kesesuaian dan kelengkapan) yaitu sejauh mana perusahaan telah
berperilaku sesuai dengan berbagai aspek yang menjadi prinsip GCG dan kelengkapan
perangkat dalam memenuhi kebutuhan implementasi GCG
• Performance (unjuk kerja) yaitu sejauh mana perusahaan telah menampilkan bukti
(evidence) yang menunjukkan bahwa perusahaan telah mendapatkan manfaat yang nyata
dari perapan prinsip GCG di dalam perusahaan.
Manfaat Implementasi GCG :
85
• Pengelolaan sumber daya korporasi secara amanah dan bertanggungjawab, yang
akan meningkatkan kinerja korporasi secara sustainable.
• Perbaikan citra korporasi sebagai agen ekonomi yang bertanggungjawab (good
corporate citizen) sehingga meningkatkan nilai perusahaan (value of the firm).
• Peningkatkan keyakinan investor terhadap korporasi sehingga menjadi lebih atraktif
sebagai target investasi.
• Memudahkan akses terhadap investasi domestik dan asing
• Melindungi Direksi dan Dewan Komisaris dari tuntutan hokum
Definisi Good Corporate Governance menurut OECD :
• SISTEM :
Mengatur bagaimana korporasi diarahkan dan dikendalikan untuk meningkatkan
kemakmuran bisnis secara accountable untuk mewujudkan nilai pemegang saham dalam
jangka panjang dengan tidak mengabaikan kepentingan stakeholder lainnya.
• STRUKTUR :
Memberikan kejelasan fungsi, hak, kewajiban dan tanggungjawab antara pihak-pihak yang
berkepentingan atas korporasi, mencakup proses kontrol internal dan eksternal yang efektif
serta menciptakan keseimbangan internal (antar organ perusahaan) dan keseimbangan
eksternal (antar stakeholders)
Tentang Transparency International
Transparency International (TI), merupakan sebuah organisasi kemasyarakatan yang
memfokuskan diri melawan korupsi dengan menyertakan seluruh masyarakat ke dalam
sebuah koalisi internasional yang kuat dalam rangka membasmi efek buruk dari korupsi
yang berimbas kepada kaum lelaki, perempuan dan anak-anak di seluruh dunia. Misi utama
dari TI adalah untuk menciptakan sebuah lingkungan yang bersih dari praktik korupsi.
Transparency International berpusat di Berlin, Jerman dan mempunyai cabang di 99 negara.
86
TI-Indonesia, sebagai bagian dari upaya global untuk menghapuskan korupsi, mempunyai
tujuan untuk mendorong tumbuhnya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan
pemerintahan dan kegiatan usaha di Indonesia.
Penekanan kami adalah pada pembaharuan sistem, bukan pada pengungkapan kasus-kasus
korupsi secara individu.
Pemberantasan Korupsi Merupakan Salah Satu Faktor Terpenting Dalam Mengembalikan
Ekonomi Indonesia
Korupsi menyebabkan dampak negatif pada masyarakat akibat harga yang menjadi semakin
mahal, menyebabkan prioritas terganggu, dan pengalokasian sumber daya yang tidak tepat.
Korupsi juga merusak pembangunan ekonomi dan sosial. Korupsi adalah lawan dari
kejujuran dan keadilan, yang merupakan nilai-nilai utama yang mendukung sebuah
masyarakat.
Indonesia merupakan salah satu negara terkorup di dunia. Untuk merevitalisasi ekonominya
dan menghapuskan kemiskinan, Indonesia memerlukan sebuah Strategi Nasional untuk
menghapuskan korupsi. Untuk membangun strategi nasional tersebut, seluruh elemen
masyarakat harus ikut terlibat. Kemudian, elit-elit politik harus mempunyai kemauan politik
untuk melaksanakannya. Hanya dengan cara inilah Indonesia dapat keluar dari krisis
ekonomi yang berkepanjangan ini dan memberikan kesejahteraan kepada seluruh
rakyatnya.
Pada upaya melawan korupsi, seluruh elemen masyarakat harus bekerjasama untuk
membangun kekuatan bersama. Dengan memadukan seluruh kekuatan ini, lembaga
internasional, pemerintah, sektor swasta, dan yang paling penting masyarakat sipil dapat
mengalahkan korupsi.
Sebagai bagian dari jaringan global, kami mempunyai kesempatan untuk membawa keahlian
dan pengalaman dari belahan dunia lain ke masyarakat kita sehingga masyarakat kita dapat
belajar dan menggunakan beragam metoda dan pendekatan dalam upaya memberantas
korupsi. Kami juga siap bekerjasama dengan siapa saja untuk membangun sebuah
pendekatan anti korupsi yang berbasis pada budaya dan sistem nilai yang kita anut.
87
TI-Indonesia didirikan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut :
• TI-Indonesia adalah sebuah perkumpulan berbentuk asosiasi yang didirikan sesuai dengan
hukum yang berlaku di Indonesia
• TI-Indonesia adalah sebuah organisasi non pemerintah yang independen, nir laba,
mempunyai nilai-nilai tanpa kekerasan dan non-partisan
• TI-Indonesia berdomisili di Jakarta dan akan membuka kantor-kantor daerah di seluruh
Indonesia
• TI-Indonesia berafiliasi dengan Transparency International, yang berkedudukan di Berlin,
Jerman, tetapi mempunyai status otonom
• TI-Indonesia mempunyai kode etik yang mengacu pada Kode Etik Transparency
International
Prioritas dan Kegiatan Strategis :
• Mempromosikan transparansi dan akuntabilitas (tanggung gugat) pengelolaan dana-dana
publik yang dikutip dari masyarakat seperti pajak, dana-dana jaminan sosial seperti
Jamsostek, dana-dana keagamaan seperti ONH dan zakat, dan pendapatan negara dari
pengelolaan dan eksploitasi sumber daya alam.
• Mempromosikan integritas (harkat dan martabat) dari sistem politik yang demokratis,
yang dilaksanakan lewat berbagai kegiatan seperti sistem kegiatan keuangan partai politik,
dan pola pengambilan keputusan di DPR.
• Mempromisikan pulau-pulau integritas di berbagai lembaga pemerintahan terutama di
dalam pengalaman barang dan jasa.
• Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang akibat negatif dari korupsi melalui
kampanye yang dilakukan dengan cara-cara yang populer dan komunikasi aktif di lapis akar
rumput.
• Mempromosikan tata kelola perusahaan yang baik.
Program yang telah berjalan :
88
• Studi Standar Akuntansi Khusus Partai Politik di Indonesia
• Pemantauan Integritas Lembaga DPR/MPR
• Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Pajak Bumi dan Bangunan
• Iklan Layanan Masyarakat
• Layar Tancap Anti-Korupsi
• Membuat Program populer Televisi
• Pemantauan Dana Kampanye Legislatif dan Presiden
• Program Peningkatan Kapasitas Masyarakat Sipil dan Pemerintah Lokal; Upaya
Pencegahan Korupsi Dalam Rekonstruksi Aceh
• Survei Indeks Persepsi Korupsi Indonesia 2004 & 2006
• Studi Awal Transparansi di Industri Ekstraktif
Program yang sedang berlangsung :
• Pakta Integritas dalam Pengadaan Barang dan Jasa
• Prinsip Bisnis Tanpa Suap
• Mempromosikan Sistem Integritas Lokal untuk memerangi korupsi
• Penerbitan Berbagai Macam Buku Anti Korupsi
• Transparansi Pengelolaan pendapatan Industri Ekstraktif
• Indeks Persepsi Korupsi 2008
Kantor Transparency International Indonesia
Jl. Senayan Bawah No.17 Jakarta 12180 Indonesia
Telp : +62-21 720 8515, 723 6004, 726 7807, 27, Fax : +62-21 726 7815
Website : www.ti.or.id, Email : [email protected]
89
OECD Principles of Corporate Governance
(ORGANISATION FOR ECONOMIC CO-OPERATION AND DEVELOPMENT)
http://www.oecd.org
I. THE RIGHTS OF SHAREHOLDERS
The corporate governance framework should protect shareholders’ rights.
A. Basic shareholder rights include the right to:
1) secure methods of ownership registration;
2) convey or transfer shares;
3) obtain relevant information on the corporation on a timely and regular basis;
4) participate and vote in general shareholder meetings;
5) elect members of the board;
6) share in the profits of the corporation.
B. Shareholders have the right to participate in, and to be sufficiently informed on, decisions
concerning fundamental corporate changes such as:
1) amendments to the statutes, or articles of incorporation or similar governing documents
of the company;
90
2) the authorisation of additional shares;
3) extraordinary transactions that in effect result in the sale of the company.
C. Shareholders should have the opportunity to participate effectively and vote in general
shareholder meetings and should be informed of the rules, including voting procedures, that
govern general shareholder meetings:
1. Shareholders should be furnished with sufficient and timely information concerning the
date, location and agenda of general meetings, as well as full and timely information
regarding the issues to be decided at the meeting.
2. Opportunity should be provided for shareholders to ask questions of the board and to
place items on the agenda at general meetings, subject to reasonable limitations.
3. Shareholders should be able to vote in person or in absentia, and equal effect should be
given to votes whether cast in person or in absentia.
D. Capital structures and arrangements that enable certain shareholders to obtain a degree
of control disproportionate to their equity ownership should be disclosed.
E. Markets for corporate control should be allowed to function in an efficient and
transparent manner.
OECD Principles of Corporate Governance :
1. The rules and procedures governing the acquisition of corporate control in the capital
markets, and extraordinary transactions such as mergers, and sales of substantial portions
of corporate assets, should be clearly articulated and disclosed so that investors understand
their rights and recourse. Transactions should occur at transparent prices and under fair
conditions that protect the rights of all shareholders according to their class.
2. Anti-take-over devices should not be used to shield management from accountability.
F. Shareholders, including institutional investors, should consider the costs and benefits of
exercising their voting rights.
91
II. THE EQUITABLE TREATMENT OF SHAREHOLDERS
The corporate governance framework should ensure the equitable treatment of all
shareholders, including minority and foreign shareholders. All shareholders should have the
opportunity to obtain effective redress for violation of their rights.
A. All shareholders of the same class should be treated equally.
1. Within any class, all shareholders should have the same voting rights. All investors should
be able to obtain information about the voting rights attached to all classes of shares before
they purchase. Any changes in voting rights should be subject to shareholder vote.
2. Votes should be cast by custodians or nominees in a manner agreed upon with the
beneficial owner of the shares.
3. Processes and procedures for general shareholder meetings should allow for equitable
treatment of all shareholders. Company procedures should not make it unduly difficult or
expensive to cast votes.
B. Insider trading and abusive self-dealing should be prohibited.
C. Members of the board and managers should be required to disclose any material
interests in transactions or matters affecting the corporation.
III. THE ROLE OF STAKEHOLDERS IN CORPORATE GOVERNANCE
The corporate governance framework should recognise the rights of stakeholders as
established by law and encourage active co-operation between corporations and
stakeholders in creating wealth, jobs, and the sustainability of financially sound enterprises.
A. The corporate governance framework should assure that the rights of stakeholders that
are protected by law are respected.
B. Where stakeholder interests are protected by law, stakeholders should have the
opportunity to obtain effective redress for violation of their rights.
92
C. The corporate governance framework should permit performance-enhancing
mechanisms for stakeholder participation.
D. Where stakeholders participate in the corporate governance process, they should have
access to relevant information.
IV. DISCLOSURE AND TRANSPARENCY
The corporate governance framework should ensure that timely and accurate disclosure is
made on all material matters regarding the corporation, including the financial situation,
performance, ownership, and governance of the company.
A. Disclosure should include, but not be limited to, material information on:
1. The financial and operating results of the company.
2. Company objectives.
3. Major share ownership and voting rights.
4. Members of the board and key executives, and their remuneration.
5. Material foreseeable risk factors.
6. Material issues regarding employees and other stakeholders.
7. Governance structures and policies.
B. Information should be prepared, audited, and disclosed in accordance with high quality
standards of accounting, financial and non-financial disclosure, and audit.
C. An annual audit should be conducted by an independent auditor in order to provide an
external and objective assurance on the way in which financial statements have been
prepared and presented.
D. Channels for disseminating information should provide for fair, timely and cost-efficient
access to relevant information by users.
93
V. THE RESPONSIBILITIES OF THE BOARD
The corporate governance framework should ensure the strategic guidance of the company,
the effective monitoring of management by the board, and the board’s accountability to the
company and the shareholders.
A. Board members should act on a fully informed basis, in good faith, with due diligence and
care, and in the best interest of the company and the shareholders.
B. Where board decisions may affect different shareholder groups differently, the board
should treat all shareholders fairly.
C. The board should ensure compliance with applicable law and take into account the
interests of stakeholders.
D. The board should fulfil certain key functions, including:
1. Reviewing and guiding corporate strategy, major plans of action, risk policy, annual
budgets and business plans; setting performance objectives; monitoring implementation
and corporate performance; and overseeing major capital expenditures, acquisitions and
divestitures.
2. Selecting, compensating, monitoring and, when necessary, replacing key executives and
overseeing succession planning.
3. Reviewing key executive and board remuneration, and ensuring a formal and transparent
board nomination process.
4. Monitoring and managing potential conflicts of interest of management, board members
and shareholders, including misuse of corporate assets and abuse in related party
transactions.
94
5. Ensuring the integrity of the corporation’s accounting and financial reporting systems,
including the independent audit, and that appropriate systems of control are in place, in
particular, systems for monitoring risk, financial control, and compliance with the law.
6. Monitoring the effectiveness of the governance practices under which it operates and
making changes as needed.
7. Overseeing the process of disclosure and communications.
E. The board should be able to exercise objective judgement on corporate affairs
independent, in particular, from management.
1. Boards should consider assigning a sufficient number of non-executive board members
capable of exercising independent judgement to tasks where there is a potential for conflict
of interest. Examples of such key responsibilities are financial reporting, nomination and
executive and board remuneration.
2. Board members should devote sufficient time to their responsibilities.
F. In order to fulfil their responsibilities, board members should have access to accurate,
relevant and timely information.
95
Implementasi GCG pada Perusahaan Manufaktur /Jasa berdasarkan prinsip moral dan
etika pada struktur organisasi (hardware) dan berdasarkan moral, etika visi dan misi
(software).
Implementasi Good Corporate Governance (GCG) di PT Petrokimia Gresik tercermin dalam
Wujud Komitmen, sbb :
• Anggaran Dasar Perusahaan
• Board Policy Manual (BPM)
• Corporate Policy Manual (CPM)
• Pedoman Perilaku Bisnis (PPB)
• Pedoman Manajemen Risiko (PMR)
• Sistem Manajemen
• State of Corporate Intent (SCI)
• Contract Management (KPI)
• Internal Audit Charter (IAC)
96
• Coommittee Audit Charter (CAC)
• Risk Based Audit
• RJP, RKAP, SK. M. BUMN No. 100/MBU/2002
• Hubungan Anak Perusahaan, Anggota Holding
• Corporate Social Responsibility (CSR)
• Peraturan & Perundang-undangan yang berkaitan dengan penerapan GCG
SURAT EDARAN BANK INDONESIA NO. 9/12/DPNP PERIHAL PELAKSANAAN
GOOD CORPORATE GOVERNANCE BAGI BANK UMUM
1. Apa latar belakang penerbitan Surat Edaran Bank Indonesia (SE BI) ini?
Dengan telah dikeluarkannya Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 8/4/PBI/2006 tentang
Pelaksanaan Good Corporate Goovernace bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah
dengan PBI No 8/14/PBI/2006, dianggap perlu diatur ketentuan pelaksanannya dalam SE BI
perihal Pelaksanaan Good Corporate Governace bagi Bank Umum untuk mempermudah
penerapannya oleh Bank.
2. Apa saja pokok-pokok penjelasan dalam SE BI ini?
a. Memperjelas difinisi independen atau independensi bagi Komisaris Independen dan Pihak
Independen termasuk Presiden Direktur.
b. Memperjelas tata cara melakukan self assessment pelaksanaan Good Corporate
Governance (GCG).
c. Memperjelas aspek-aspek yang perlu diungkap dalam Laporan Pelaksanaan GCG.
97
3. Persyaratan apa yang ditetapkan agar seseorang dapat menjadi Komisaris Independen,
Pihak Independen dan Presiden Direktur?
a. Seseorang dapat menjadi Komisaris Independen/Pihak Independen apabila tidak memiliki:
1) Hubungan keuangan, yakni apabila memperoleh penghasilan, bantuan keuangan atau
pinjaman dari anggota Dewan Komisaris lainnya dan/atau Direksi (pengurus) Bank, dari
perusahaan yang PSP nya pengurus Bank, dan dari Pemegang Saham Pengendali (PSP) Bank.
2) Hubungan kepengurusan, yakni apabila menjadi pengurus pada perusahaan dimana
Dewan Komisaris Bank lainnya menjadi pengurus, menjadi pengurus pada perusahaan yang
PSP nya pengurus Bank, dan menjadi pengurus atau Pejabat Eksekutif pada perusahaan PSP
Bank.
3) Hubungan kepemilikan saham yakni apabila menjadi pemegang saham pada perusahaan
yang PSP nya adalah pengurus dan/atau PSP Bank, dan/atau menjadi pemegang saham pada
perusahaan PSP Bank.
4) Hubungan dengan Bank apabila:
a) memiliki saham Bank lebih dari 5% (lima perseratus) dari modal disetor Bank;
b) menerima/memberi penghasilan, bantuan keuangan atau pinjaman dari/kepada Bank
yang menyebabkan pihak yang memberi bantuan, memiliki kemampuan untuk
mempengaruhi pihak yang menerima bantuan, seperti pihak terafiliasi dan/atau pihak yang
melakukan transaksi keuangan dengan bank (debitur inti dan deposan inti).
b. Seseorang dapat menjadi Presiden Direktur apabila tidak memiliki:
1) hubungan keuangan, yakni apabila menerima penghasilan, bantuan keuangan atau
pinjaman dari PSP Bank;
2) hubungan kepengurusan, yakni apabila menjadi pengurus dan Pejabat Eksekutif pada
perusahaan PSP Bank; dan
3) hubungan kepemilikan, yakni apabila menjadi pemegang saham pada perusahaan PSP
Bank, dan/atau pemegang saham Bank bersama PSP Bank, kecuali kepemilikan yang berasal
98
dari management shares option program (MSOP) Bank yang besarnya tidak lebih dari 5%
(lima perseratus) dari modal disetor Bank.
c. Dalam penjelasan diatas, yang dimaksud PSP Bank adalah pemegang saham Bank sampai
dengan pengendali akhir (ultimate shareholders) Bank.
44. Apakah seorang Komisaris perwakilan PSP yang telah berakhir masa jabatannya dan
akan menjadi Komisaris Independen harus melalui fit and proper test terlebih dahulu?
Mengingat persyaratan untuk menjadi Komisaris Independen lebih lengkap, maka mantan
Komisaris yang akan menjadi Komisaris Independen harus melalui fit and proper test
administrasi, yakni:
a. Mengajukan permohonan kepada Bank Indonesia dengan dilampiri surat pernyataan
independen.
b. Dilakukan penelitian terhadap independensi yang bersangkutan, yang meliputi hubungan
keuangan, kepengurusan, kepemilikan saham dengan anggota Dewan komisaris, Direksi
dan/atau Pemegang Saham Pengendali serta hubungan dengan Bank yang dapat
mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen.
c. Tidak tercatat dalam track record pada Bank Indonesia.
5. Terkait dengan Pasal 20 yang menyatakan bahwa Presiden Direktur wajib berasal dari
pihak yang independen terhadap PSP, apakah seorang Presiden Direktur yang memiliki
saham Bank dikatagorikan sebagai PSP Bank? Jika yang bersangkutan sebagai pihak
pengendali, apakah yang bersangkutan dapat memenuhi persyaratan sebagai Presiden
Direktur?
3.
Sesuai Pasal 1 angka 4 PBI tentang Penilaian Kemampuan dan Kepatutan (Fit and Proper
Test), bahwa seseorang yang dinyatakan sebagai PSP, tidak hanya yang memiliki saham 25%
atau lebih tetapi juga memiliki saham kurang dari 25% namun dapat dibuktikan melakukan
pengendalikan.
Sesuai Pasal 2 ayat (2) PBI diatas, dinyatakan bahwa yang termasuk sebagai pengendali
Bank adalah orang perseorangan, bahan hukum atau kelompok usaha yang melakukan
99
pengendalian terhadap Bank, termasuk namun tidak terbatas pada PSP, Pengurus dan
Pejabat Eksekutif.
Dengan memperhatikan kedua butir diatas, apabila Presiden Direktur memiliki saham
Bank maka yang besangkutan tergolong sebagai pengendali Bank atau menjadi PSP Bank,
sehingga tidak dapat menjadi Presiden Direktur. Namun untuk azas fairness, kepemilikan
saham yang berasal dari management shares option program (MSOP) Bank dengan
kepemilikan saham Bank tidak lebih dari 5% (lima perseratus) dapat dikecualikan sebagai
kepemilikan saham dimaksud.
66. Bagaimana penerapan masa tunggu (cooling off) bagi Komisaris Independen dan Pihak
Independen? Mantan anggota Direksi atau Pejabat Eksekutif yang melakukan tugas fungsi
pengawasan, tidak dapat menjadi Komisaris Independen/Pihak Independen pada Bank yang
sama, apabila aktifitas di fungsi pengawasan kurang dari 1 (satu) tahun/kurang dari 6
(enam) bulan.
7. Hal-hal apa yang diperlukan, apabila Dewan Komisaris Bank memutuskan
menyelenggarakan rapat dengan menggunakan teknologi telekonferensi? Hal-hal yang perlu
diperhatikan dalam penyelenggaraan rapat dengan menggunakan teknologi telekonferensi:
a. Dasar keputusan penyelenggaraan rapat, misalnya ketentuan intern Bank dan risalah
rapat;
b. Bukti rekaman penyelenggaraan rapat; dan
c. Risalah rapat yang telah ditandatangani oleh seluruh peserta yang hadir.
8. Dimana sajakah Pihak Independen anggota Komite dapat merangkap jabatan? Pihak
Independen anggota Komite dapat merangkap jabatan pada Bank yang sama, Bank lain
dan/atau perusahaan lain, sepanjang yang bersangkutan memenuhi: seluruh kompetensi
yang disyaratkan, kriteria independensi, mampu menjaga rahasia Bank, memperhatikan
kode etik yang berlaku serta tidak mengabaikan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
sebagai anggota Komite.
9. Dapatkah anggota Direksi Bank menjadi Pihak Independen anggota Komite pada Bank
lain?
100
Anggota Direksi Bank dilarang menjadi anggota Komite Audit, Komite Pemantau Risiko dan
Komite Remunerasi dan Nominasi baik pada Bank yang sama, Bank lain maupun perusahaan
lain.
10. Bagaimana cara Bank melakukan self assessmnet pelaksanaan Good Corporate
Governance (GCG)?
Self assessment GCG dilakukan dengan mengisi Kertas Kerja Self Assessment GCG yang telah
ditetapkan, yang meliputi 11 (sebelas) Faktor Penilaian, dengan cara:
a. Menetapkan Nilai Peringkat per Faktor, dengan melakukan Analisis Self Assessment
dengan cara membandingkan Tujuan dan Kriteria/Indikator yang telah ditetapkan dengan
kondisi Bank yang sebenarnya.
b. Menetapkan Nilai Komposit hasil self assessment , dengan cara membobot seluruh
Faktor, menjumlahkannya dan selanjutnya memberikan Predikat Kompositnya.
c. Dalam penetapan Predikat, perlu diperhatikan batasan berikut :
1) Apabila dalam penilaian seluruh Faktor terdapat Faktor dengan Nilai Peringkat 5, maka
Predikat Komposit tertinggi yang dapat dicapai Bank adalah ”Cukup Baik”;
2) Apabila dalam penilaian seluruh Faktor terdapat Faktor dengan Nilai Peringkat 4, maka
Predikat Komposit tertinggi yang dapat dicapai Bank adalah ”Baik”.
11. Bagaimana penulisan Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance dalam Laporan
Tahunan Bank?
Laporan Pelaksanaan GCG dapat menjadi Bab tersendiri dalam Laporan Tahunan Bank atau
disajikan terpisah dari Laporan Tahunan Bank yang disampaikan bersamasama dengan
Laporan Tahunan Bank.
12. Bagaimana perlakuan terhadap hasil pelaksanaan self assessment GCG Bank yang
berbeda dengan hasil pemeriksaan/pengawasan Bank Indonesia?
a. Apabila hasil pelaksanaan self assessment GCG Bank menunjukkan perbedaan yang
material yakni mengakibatkan hasil Predikat Komposit yang berbeda, maka Bank wajib
101
menyampaikan revisi hasil pelaksanaan self assessment GCG Bank tersebut secara lengkap
kepada Bank Indonesia.
b. Revisi hasil self assessment pelaksanaan GCG Bank tersebut, harus dipublikasikan dalam
Laporan Keuangan Publikasi Bank pada periode terdekat, meliputi Nilai 5 Komposit dan
Predikatnya.
Beberapa Contoh Software aplikasi untuk penerapan Good Corporate Governance :
Microsoft SAM (Software Asset Management)
About Software Asset Management :
Software Asset Management, or SAM, is a series of business processes that provides you
with everything you need to manage and control your organisation’s software through all
stages of its lifecycle.
Reasons to implement SAM :
1. Smoother operations.
2. Financial security.
3. Eliminate waste and redundancy.
4. Volume discounts.
5. Every employee benefits.
102
6. Liability.
7. Future benefits.
8. Corporate governance. SAM can help you identify and control your software risks, the
two basic considerations in good corporate governance.
www.microsoft.com/resources/sam/tool.mspx.
Corporate Governance Software/Board Management Software :
http://www.change-leaders.com/Corporate-Governance-Software.html
• Boardvantage
This corporate governance software is a hosted service that centralizes Board documents,
process and communication in a secure portal. (Boardvantage.com)
• Compliance360
This web-based corporate governance software assists in the management of corporate
compliance programs through a single, enterprise-wide application. (Compliance360.com)
• D2C
This corporate governance software enables cross-platform, real-time visibility into a
compliance analysis for each business process and more. (D2c.net)
• Directors Desk
A hosted board management software that improves Board communications and
effectiveness by reducing paperwork and the time involved in keeping Boards informed.
(DirectorsDesk.com)
• Protiviti's Governance Portal
103
A board management software and a simple cost-effective risk compliance management
tool with three applications: SarbOx Portal, Self Assessor and Operational Risk Management.
(Protiviti.com)
• Thomson BoardLink
BoardLink is a secure, web-based board management software solution that improves the
information flow between companies and their directors.
(https://www.thomsonboardlink.com/BOD/Logon.aspx)
Serena Software
Serena Software promotes good corporate governance and ethics through oversight by its
Board of Directors and applicable company policies, procedures and practices.
http://www.serena.com
Catatan Tambahan :
Corporate Politics :
Politik organisasional Adalah penggunaan kekuasaan untuk mempengaruhi
pengambil keputusan dalam organisasi atau pada perilaku anggota-anggotanya yang
bersifat mementingkan diri sendiri dan secara organisasional tidak bersangsi.
Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perilaku politik yakni :
A. Faktor indifidu
B. Faktor organisasi
Realokasi sumber daya
Keputusan promosi
Tingkat kepercayaan rendah
Ambiguitas peran
Sistem evaluasi kinerja tidak jelas
104
Praktik-praktik imbalan zero-sum
Pengambilan keputusan yang demokratis
Tekanan kinerja tinggi
Para manajer yang egois
Power
Power merupakan sesuatu yang penting di lingkup manajerial. Power adalah
kemampuan menyuruh orang lain melakukan apa yang kita ingin untuk mereka lakukan.
Power berbeda dengan pengaruh (influence). Pengaruh adalah suatu respon yang berupa
tindakan atas digunakannya power.
Perspektif manajerial terhadap power dan pengaruh harus mencakup pertimbangan praktis
tentang bagaimana memperoleh power yang diperlukan agar suatu pekerjaan dilakukan
oleh orang lain. Bagi higher-level superiors, power diperoleh dari personal power dan
pengaruh yang ditujukan pada atasan. Bagi manager, power diperoleh dari personal power
dan pengaruh yang ditujukan pada bawahan. Pada tingkat manajer itu pula, jika seorang
manajer memperoleh pengaruh yang ditujukan pada sesamanya yang mana pengaruh itu
didukung oleh personal power maka si manajer tadi bisa memperoleh kekuasaan atas
sesamanya (peers) dan pihak luar (outsiders). Bagi subordinates, power diperoleh dari
personal power dan position power, serta pengaruh yang ditujukan pada sesama bawahan.
Power bersifat non-politis apabila ia tetap dalam batas-batas otoritas formal, kebijakan
organisasional, prosedur, dan deskripsi kerja, atau apabila ia ditujukan pada pencapaian
tujuan yang ditentukan organisasi sendiri.
Perbedaan antara kepemimpinan dengan kekuasaan yakni terkait dengan kesesuaian
tujuan. Kekuasaan tidak mensyaratkan kesesuaian tujuan hanya ketergantugan, sebaliknya
kepemimpinan mensyaratkan keserasian antara tujuan pemimpin dan mereka yang
dipimpin. Perbedaan kedua berkaitan dengan arah pengaruh. Kepemimpinan berfokus pada
pengaruh kebawah kepada para pengikut. Kepemimpinan meminimalkan pola-pola
pengaruh kesamping dan keatas kekuasaan tidak demikian.
105
Empowerment adalah proses melalui mana para manajer membantu pihak lain
mendapatkan dan menggunakan power yang diperlukan untuk membuat keputusan yang
mempengaruhi mereka sendiri dan kerja mereka.
STRUKTUR ORGANISASI
Pengertian
Robbins (2003: 176). Struktur organisasi menetapkan cara tugas pekerjaan dibagi,
dikelompokkan, dan dikoordinasikan secara formal.
Gibson et al. (2006: 7). Struktur organisasi adalah cetak biru yang mengindikasikan
bagaimana orang dan pekerjaan dikelompokkan bersama dalam suatu organisasi.
Struktur digambarkan oleh suatu bagan organisasi.
Robbins dan Judge (2007: 478)
Struktur organisasi didefinisikan bagaimana tugas pekerjaan dipisahkan secara
formal.
McShane dan Glinow (2006: 233)
Struktur organisasi merujuk pada pembagian karyawan dan pola koordinasi,
komunikasi, aliran kerja, dan kekuasan formal yang langsung pada aktivitas
organisasi.
Elemen struktur organisasi :
Robbins (2003)
1. Rentang kendali
2. Sentralisasi dan desentralisasi
3. Formalisasi
4. Departementalisasi
106
5. Spesialisasi pekerjaan
6. Rantai komando
McShane & Glinow (2006)
1. Rentang kendali
2. Sentralisasi dan desentralisasi
3. Formalisasi
4. Departementalisasi
TIPE/DESAIN ORGANISASI :
Robbins (2003)
Desain org yg lazim:
Sederhana
Birokrasi
Matrik
Pilihan desain baru:
Struktur tim
Organisasi virtual
Org tanpa tapal batas
McShane & Glinow (2006), Tipe departementalisasi murni:
Struktur sederhana
Struktur fungsional
Struktur divisional
Struktur matrik
107
Struktur tim
Struktur organisasi adalah bagaimana organisasi membagi tugas dan pekerjaan serta
bagaimana mengkoordinasikannya. Ada enam elemen struktur organisasi yaitu: spesialisasi
pekerjaan, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan
desentralisasi, serta formalisasi. Tipe struktur atau desain organisasi yang dikenal adalah
struktur sederhana, fungsional, divisional, matrik, tim, birokrasi, organissi virtual, dan
organisasi tanpa tapal batas. Perbedaan struktur/desain organisasi antara organisasi yang
satu dengan yang lain dipengaruhi oleh faktor lingkungan, ukuran organisasi, teknologi, dan
strategi organisasi.
Budaya organisasi merupakan serangkaian praktik organisasi yang dapat dilihat sebagai
karakteristik yang sifatnya spesifik dan relatif konstan jika dibandingkan dengan sifat
organisasi lain. Ada tujuh karakteristik primer dari budaya organisasi: inovasi dan
pengambilan risiko, perhatian terhadap detail, orientasi hasil, orientasi orang, orientasi tim,
keagresifan, dan kemantapan.
Daftar Bacaan :
* Arafat, Wilson, Mohamad Fajri MP, Smart Strategy for 360 degree GCG (Good Corporate
Governance) (October 2009). Skyrocketing Publisher. ISBN 978-979-18098-1-8
* Arafat, Wilson, How To Implement GCG Effectively (July 2008). Skyrocketing Publisher.
* Becht, Marco, Patrick Bolton, Ailsa Röell, Corporate Governance and Control (October
2002; updated August 2004). ECGI - Finance Working Paper No. 02/2002.
* Brickley, James A., William S. Klug and Jerold L. Zimmerman, Managerial Economics &
Organizational Architecture, ISBN 0-07-282809-9
* Cadbury, Sir Adrian, The Code of Best Practice, Report of the Committee on the Financial
Aspects of Corporate Governance, Gee and Co Ltd, 1992
* Cadbury, Sir Adrian, "Corporate Governance : Brussels", Instituut voor Bestuurders,
Brussels, 1996.
108
* Claessens, Stijn, Djankov, Simeon & Lang, Larry H.P. (2000) The Separation of Ownership
and Control in East Asian Corporations, Journal of Financial Economics, 58: 81-112
* Clarke, Thomas (ed.) (2004) "Theories of Corporate Governance: The Philosophical
Foundations of Corporate Governance," London and New York: Routledge, ISBN 0-415-
32307-X
* Clarke, Thomas (ed.) (2004) "Critical Perspectives on Business and Management: 5
Volume Series on Corporate Governance - Genesis, Anglo-American, European, Asian and
Contemporary Corporate Governance" London and New York: Routledge, ISBN 0-415-
32910-8
* Clarke, Thomas & dela Rama, Marie (eds.) (2006) "Corporate Governance and
Globalization" London and Thousand Oaks, CA: SAGE, ISBN 1-4129-2899-0
* Colley, J., Doyle, J., Logan, G., Stettinius, W., What is Corporate Governance ? (McGraw-
Hill, December 2004) ISBN 0-07-144448-3
* Easterbrook, Frank H. and Daniel R. Fischel, The Economic Structure of Corporate Law,
ISBN 0-674-23539-8
* Erturk, Ismail, Froud, Julie, Johal, Sukhdev and Williams, Karel (2004) Corporate
Governance and Disappointment Review of International Political Economy, 11 (4): 677-713.
* Garrett, Allison, "Themes and Variations: The Convergence of Corporate Governance
Practices in Major World Markets," 32 Denv. J. Int’l L. & Pol’y 147 (2004).
* Holton, Glyn A (2006). Investor Suffrage Movement, Financial Analysits Journal, 62 (6),
15–20.
* Monks, Robert A.G. and Minow, Nell, Corporate Governance (Blackwell 2004) ISBN 1-
4051-1698-6
* Monks, Robert A.G. and Minow, Nell, Power and Accountability (HarperBusiness 1991)
* New York Society of Securities Analysts, 2003, Corporate Governance Handbook
* OECD (1999, 2004) Principles of Corporate Governance Paris: OECD)
109
* Özekmekçi, Abdullah, Mert (2004) "The Correlation between Corporate Governance and
Public Relations", Istanbul Bilgi University.
* Whittington, G. "Corporate Governance and the Regulation of Financial Reporting",
Accounting and Business Research, Vol. 2, 1993, Corporate Governance Special Issue, pp.
311-319.
* World Business Council for Sustainable Development WBCSD (2004) Issue Management
Tool: Strategic challenges for business in the use of corporate responsibility codes,
standards, and frameworks
110
111
112
113
114
115