endoftalmitis jamur endogen

16
Endoftalmitis Fungi Endogen : Organisme Penyebab, Strategi Penatalaksanaan, dan Hasil Ketajaman Penglihatan Aliha Lingappan, Charles C. Wykoff, Thomas A. Albini, Darlene Miller, Avinash Pathengay, Janet L. Davis, and Harry W. Flynn, JR Tujuan : Untuk melaporkan organisme penyebab, strategi penatalaksanaan, dan hasil ketajaman penglihatan pada endoftalmitis fungi endogen. Desain : Observasi kumpulan kasus. Metode : Laporan mikrobiologi dan rekam medis ditinjau secara retrospektif pada semua pasien dengan endoftalmitis fungi endogen antara 1 Januari 1990 sampai 1 Juli 2009. Hasil : Kriteria studi tercapai pada 65 mata dari 51 pasien dengan rata-rata waktu tindak lanjut 18 bulan. Yeast merupakan organisme penyebab terbanyak pada 38 (75%) pasien dibandingkan dengan molds pada 13 (25%) pasien. Ablasio retina terjadi pada 17 mata (26%). Ketajaman penglihatan 20/200 atau lebih baik terdapat pada 28 (56%) mata dengan yeast dan pada 5 (33%) mata dengan molds pada hasil tindak lanjut terakhir. Kesimpulan : Yeast merupakan penyebab terbanyak endoftalmitis fungi endogen unilateral maupun bilateral yang terbukti dengan kultur. Endoftalmitis fungi endogen

Upload: melissa-kanggriani

Post on 13-Jan-2016

49 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

jurding

TRANSCRIPT

Page 1: Endoftalmitis Jamur Endogen

Endoftalmitis Fungi Endogen : Organisme Penyebab,

Strategi Penatalaksanaan, dan Hasil Ketajaman Penglihatan

Aliha Lingappan, Charles C. Wykoff, Thomas A. Albini, Darlene Miller, Avinash

Pathengay, Janet L. Davis, and Harry W. Flynn, JR

Tujuan : Untuk melaporkan organisme penyebab, strategi penatalaksanaan, dan hasil

ketajaman penglihatan pada endoftalmitis fungi endogen.

Desain : Observasi kumpulan kasus.

Metode : Laporan mikrobiologi dan rekam medis ditinjau secara retrospektif pada

semua pasien dengan endoftalmitis fungi endogen antara 1 Januari 1990 sampai 1 Juli

2009.

Hasil : Kriteria studi tercapai pada 65 mata dari 51 pasien dengan rata-rata waktu

tindak lanjut 18 bulan. Yeast merupakan organisme penyebab terbanyak pada 38

(75%) pasien dibandingkan dengan molds pada 13 (25%) pasien. Ablasio retina

terjadi pada 17 mata (26%). Ketajaman penglihatan 20/200 atau lebih baik terdapat

pada 28 (56%) mata dengan yeast dan pada 5 (33%) mata dengan molds pada hasil

tindak lanjut terakhir.

Kesimpulan : Yeast merupakan penyebab terbanyak endoftalmitis fungi endogen

unilateral maupun bilateral yang terbukti dengan kultur. Endoftalmitis fungi endogen

umumnya dihubungkan dengan hasil ketajaman penglihatan yang buruk, terutama jika

disebabkan oleh molds. Ablasio retina sering ditemukan sewaktu tindak lanjut. (Am J

Ophthalmol 2012;153:162-166. 2012 by Elsevier Inc. All rights reserved.)

Endoftalmitis fungi endogen merupakan kondisi okular yang serius dengan

potensi hasil penglihatan akhir yang buruk. Pertumbuhan di okular terjadi melalui

penyebaran secara hematogen dan dapat melibatkan segmen anterior dan posterior

mata. Sebagian besar pasien dengan endoftalmitis fungi endogen memiliki satu atau

lebih predisposisi kondisi sistemik, termasuk faktor risiko seperti baru dirawat di

rumah sakit, diabetes mellitus, penyakit hati, gagal ginjal, kanker, indwelling lines,

operasi sistemik, transplantasi organ, HIV/AIDS, penggunaan obat secara intravena,

Page 2: Endoftalmitis Jamur Endogen

hiperalimentasi dan terapi imunosupresi. Endoftalmitis fungi endogen jarang muncul

pada pasien yang sehat dan imunokompeten tanpa faktor risiko.

Banyak fungi yang telah dilaporkan sebagai penyebab endoftalmitis fungi

endogen. Yang paling umum, endoftalmitis fungi endogen dihubungkan dengan

spesies Candida atau Aspergillus. Terapi yang telah dilaporkan meliputi kombinasi

berbagai macam antifungi sistemik dan intravitreus serta vitrektomi.

Laporan ini merepresentasikan secara berturut-turut sejumlah besar kumpulan

kasus pada pasien yang diterapi pada suatu pusat kesehatan untuk endoftalmitis fungi

endogen dan meliputi isolasi fungi spesifik, strategi penatalaksanaan dan hasil

ketajaman penglihatan.

Metode

Catatan klinis dan mikrobiologis diperiksa dari semua pasien yang dirawat di

Bascom Palmer Eye Institute (BPEI) antara tanggal 1 Januari 1990 sampai 1 Juli

2009, untuk hasil kultur yang terbukti mengandung jamur endogen pada intraokular

endoftalmitis (n=51). Setelah mendapatkan daftar organisme penyebab, catatan medis

yang sesuai dikaji untuk presentasi klinis, strategi pengobatan, dan hasil. Kriteria

inklusi dari penelitian ini adalah hasil kultur positif jamur dan perjalanan klinis sesuai

dengan endofalmitis fungi endogen.

Spesimen cairan intraokular diletakkan langsung pada agar-agar cokelat, 5%

agar darah domba, dan agar Sabouraud. Agar-agar cokelat dan agar- agar darah

domba diinkubasi pada suhu 35oC selama 2 minggu. Agar Sabouraud diinkubasi pada

suhu 35oC selama 72 jam dan kemudian pada suhu 25oC selama 2 minggu. Piringan

agar diperiksa setiap hari untuk mendeteksi pertumbuhan jamur. Koloni sugestif

pertumbuhan jamur dievaluasi dengan pewarnaan Giemsa dan pewarnaan Calcofluor

putih dan dengan potongan kultur untuk mendeteksi gambaran morfologi mikroskopis

serta kondisi karakteristik. Identifikasi mikroskopis dilengkapi dengan karakteristik

koloni secara makroskopik (warna, tekstur) dan waktu untuk mendeteksi serta

dibandingkan dengan standar kunci mikologi dan buku teks. Isolasi yang tidak biasa

dikirim ke Laboratorium Pengujian Jamur (San Antonio, Texas, USA) untuk

identifikasi. Kultur dan teknik identifikasi teknik tidak berubah selama masa

penelitian. (tahun 1990 hingga 2009).

Page 3: Endoftalmitis Jamur Endogen

Hasil kultur dianggap positif bila ada pertumbuhan organisme yang sama pada

dua atau lebih media solid di tempat inokulasi, atau ketika organisme tumbuh pada

satu media kultur dan terlihat pada pulasan berwarna (Gram, Giemsa, atau

methenamine perak Gomori). Pengobatan dan keputusan perawatan dibuat oleh dokter

yang merawat tanpa protokol penelitian yang telah ditetapkan.

TABEL. Faktor Resiko Sistemik pada Pasien dengan Endoftalmitis Fungi

Endogen

Faktor Resiko Jumlah Kasus Faktor Resiko Jumlah Kasus

Baru dirawat di

rumah sakit

35 Pengguna kateter

urin

7

Operasi sistemik 16 Transplantasi organ 6

Penyakit jantung

endokarditis

(CAD, CABG)

12 HIV/ AIDS 3

Kanker 12 Nutrisi parenteral

total

3

Diabetes Melitus 11 Hemodialisis 2

Terapi

imunosupresi

11 Sindrome Guillian-

Barre

2

Penyakit

pernapasan

(asma, bronkitis,

pneumonia)

10 Deep vein

Thrombosis

2

Penyakit

gastrointestinal

9 Meningitis 2

Pengguna obat

intravena

9 Prematur 2

Intravenous line 9 End-stage penyakit

hati

1

AIDS= acquired immunodeficiency syndrome; CABG= coronary artery bypass

graft;

HIV= human immunodeficiency virus.

Page 4: Endoftalmitis Jamur Endogen

Semua pasien memiliki setidaknya satu kondisi medis sistemik yang

berhubungan. Duapuluh empat pasien memiliki 3 atau lebih faktor resiko

Hasil

Demografik :

Kriteria penelitian terdapat pada 51 pasien (65 mata). Dari 51 pasien yang

ikut serta dalam penelitian ini, 30 merupakan pria. Usia rata-rata yaitu 51 tahun,

dengan rentang usia 3 bulan hingga 92 tahun. Tiga pasien berusia kurang dari 1

tahun. Rentang follow-up yaitu 2 hari hingga lebih dari 15 tahun (median, 138

hari). Empat belas pasien mengalami endoftalmitis fungi endogen bilateral.

Waktu dari timbulnya gejala hingga pasien datang ke dokter bervariasi

dari 0 hingga 60 hari (mean, 13 hari). Tidak ada pasien yang teridentifikasi

melalui skrining rutin. Gejala okular yang paling banyak yaitu penurunan

penglihatan (50 mata, 77%), mata merah (32 mata, 49%), nyeri (22 mata, 34%),

floaters (17 mata, 26%), dan fotofobia (8 mata, 12%). Diagnosis dini

endoftalmitis dibuat pada 38 mata (58%). Kasus lainnya didiagnosis uveitis tanpa

infeksi. Pada pemeriksaan awal, pada sebagian besar mata tampak adanya

inflamasi pada segmen anterior dan posterior (46 mata, 71%). Delapan belas mata

(28%) hanya mengalami inflamasi posterior fokal, dan satu mata (2%) hanya

mengalami inflamasi anterior fokal. Diantara 14 pasien dengan endoftalmitis

bilateral, 2 pasien mengalami inflamasi difus pada 1 mata dan inflamasi fokal

pada mata lainnya.

Semua pasien memiliki setidaknya satu kondisi sistemik medis yang

berkaitan (Tabel). Dua puluh empat pasien (47%) mengalami 3 atau lebih faktor

risiko. Tiga puluh lima pasien (69%) pernah dirawat dalam 6 bulan terakhir.

Delapan pasien (16%) dirawat inap pada saat diperiksa. Enam belas pasien (31%)

dimana endoftalmitis fungi endogen terjadi tidak dirawat inap saat diperiksa.

Faktor risiko utama berupa operasi non-okular (16 pasien, 31%). Empat belas

pasien mengalami imunosupresi, baik dalam pengobatan imunosupresan (11

pasien, 22%) atau penderita HIV/AIDS (3 pasien, 6%).

Page 5: Endoftalmitis Jamur Endogen

Diagnosis mikrobiologi :

Semua pasien (51 orang) memiliki hasil kultur intraokular yang positif.

Prosedur diagnostik primer yang paling banyak dilakukan yaitu vitrektomi pada

37 mata, yang mendapatkan hasil kultur positif pada 34 mata (92%). Prosedur

diagnostik primer lainnya yaitu parasintesis vitreus pada 16 (28%) dari 57 mata,

yang mendapatkan hasil positif pada 7 mata (44%) dan parasintesis aquous

humor pada 4 (7%) dari 57 mata, dengan 1 (25%) hasil positif dari 4 mata yang

dilakukan kultur. Pada 12 pasien, hasil kultur aquous awal atau parasintesis

vitreus negatif, namun spesimen vitrektomi berikutnya menunjukkan hasil kultur

positif. Sampel vitrektomi menegakkan atau mengkonfirmasi diagnosis

endoftalmitis fungal endogen pada 46 mata (81%). Semua 14 pasien yang

mengalami penyakit bilateral memiliki setidaknya hasil kultur intraokular yang

positif pada satu mata, dimana 6 dari 14 pasien, kultur intraokular didapatkan dari

kedua mata namun hasil positif dari kedua mata hanya terdapat pada 1 pasien.

Yeast (38 pasien, 75%), lebih sering ditemukan dari molds (13 pasien,

25%). Yeast yang merupakan penyebab tersering yaitu Candida albicans (33

pasien, 65%). Yeast lainnya yaitu Candida tropicalis (n=3) dan Cryptococcus

neoformans (n=2). Molds yang teridentifikasi termasuk Aspergillus fumigatus

(n=6), Aspergillus glaucus (n =2), Fusarium oxysporum (n= 2),Aspergillus niger

(n=1), Aspergillus terreus (n=1), dan Cladophialophora devriesii (n=1). Hasil

pemeriksaan mikrobiologis dari pasien dengan gejala bilateral menunjukkan

spektrum yang tidak berbeda dari kasus unilateral, yaitu Candida albicans

(n=11), Aspergillus fumigatus (n=2), Candida tropicalis (n=1).

Selain hasil kultur intraokular yang positif, 11 pasien (21%) memiliki

hasil kultur positif dari spesimen non-okular. Dari hasil-hasil ini, kultur darah

menunjukkan hasil positif pada 6 pasien (55%), kultur urin menunjukkan hasil

positif pada 3 pasien (27%), kultur sputum menunjukkan hasil positif pada 2

pasien (18%), dan cairan serebrospinal menunjukkan hasil kultur positif pada 1

pasien (9%).

Terapi dan Hasil Akhir :

Pengobatan awal terdiri dari kombinasi pengobatan sistemik dan topikal

pada 22 pasien (43%). Pada pasien yang menjalankan kedua jenis pengobatan

(sistemik dan topikal), pengobatan topikal terdiri atas injeksi intravitreus pada 15

Page 6: Endoftalmitis Jamur Endogen

mata dan vitrektomi dengan atau tanpa lensektomi, injeksi intravitreus, atau

keduanya pada 12 mata. Dua puluh satu mata (35%) pada 18 pasien pada awalnya

hanya menjalani pengobatan topikal. Empat dari 21 mata menjalani pengobatan

injeksi intravitreus saja. Tujuh belas mata menjalani vitrektomi dengan atau tanpa

lensektomi, dengan atau tanpa injeksi intravitreus. Satu mata dengan kelainan

utama di segmen anterior mendapatkan amfoterisin intrakamera pada saat

dilakukan vitrektomi.

Sebelas pasien (22%) pada awalnya hanya diobati dengan antijamur oral

atau intravena tanpa injeksi intraokular. Tiga puluh tiga pasien menjalani

pengobatan awal dengan obat oral (flukonazole, n=28; ketokonazole, n=4; atau

vorikonazole, n=1). Lima belas pasien awalnya diobati dengan pengobatan

intravena (amfoterisin B, n=12; flukonazole, n=2; itrakonazole, n=1).

Selama masa pengobatan, 48 pasien menerima pengobatan antijamur

sistemik: 28 pasien dengan antijamur per oral saja; 9 dengan pengobatan

intravena saja dan 11 dengan kombinasi obat antijamur per oral dan intravena.

Enam belas pasien menerima lebih dari 1 jenis pengobatan antijamur. Tiga pasien

tidak menerima pengobatan sistemik apapun; namun 2 dari 3 pasien ini memiliki

follow-up yang terbatas (<2hari). Pada 2 kasus bilateral 1 mata diterapi dengan

pengobatan lokal dan sistemik sedangkan mata lainnya hanya diberikan

pengobatan sistemik saja.

Selama masa pengobatan, 50 mata menerima injeksi intravitreus baik saat

operasi ataupun pada saat di klinik. Agen yang terutama digunakan yaitu

amfoterisin B (5µg/0,1 mL; 48 mata). Tiga mata diberikan vorikonazole

intravitreus (50µg/0,1 mL). Dua puluh lima mata menerima hanya 1 dosis

amfoterisin intravitreus. Dua puluh empat mata menerima lebih dari 1 injeksi

intravitreus (rentang 2-7 injeksi; metode 2 injeksi). Pada pasien-pasien yang

menerima injeksi berulang, amfoterisin digunakan pada semua pasien kecuali 1

pasien. Satu pasien ini terinfeksi C.albicans dan menerima 2 injeksi vorikonazole

diikuti 2 injeksi amfoterisin.

Lima puluh sembilan dari 65 mata (91%) menjalani PPV selama masa

pengobatan. Tiga puluh delapan dari 59 mata menerima injeksi antijamur pada

saat PPV. Diagnosis endoftalmitis fungi endogen telah dikonfirmasi dengan

kultur intraokular yang positif sebelum operasi pada 7 orang dari pasien-pasien

Page 7: Endoftalmitis Jamur Endogen

ini. Obat antijamur yang digunakan yaitu amfoterisin B (36 mata) dan

vorikonazole (2 mata).

Indikasi PPV lainnya yaitu untuk menghilangkan debris inflamasi vitreus

dan memperbaiki ablasi retina. Ablasi retina terjadi pada 17 mata (29%).

Organisme penyebab pada pasien-pasien ini sesuai urutan (C.albicans, n=14;

C.tropicalis, n=1; F.oxysporum, n=1; A.fumigatus, n=1). Ablasi retina terjadi

pada waktu kurang dari 1 minggu pada 5 mata (29%) dan sisanya 12 (71%)

mengalami ablasi retina setelah 1 minggu (rentang = 11-900 hari). Ablasi retina

terjadi pada 7 mata setelah 1 bulan. Ablasi retina terjadi pada 8 dari 14 pasien (16

dari 28 mata) pada penderita endoftalmitis bilateral. Pada mata yang mengalami

ablasi retina, 12 mata (71%) mengalami inflamasi difus dan 5 (29%) mengalami

inflamasi fokal. Setelah dilakukan intervensi pembedahan, perbaikan anatomi

terjadi pada 7 dari 17 mata (42%).

Hasil pemeriksaan ketajaman penglihatan dilakukan pada 47 pasien (59

mata) pada pemeriksaan follow-up terakhir. Pada 4 pasien lainnya, ketajaman

penglihatan tidak dapat dinilai secara akurat karena usia muda atau status mental

yang terbatas. Ketajaman penglihatan dengan hasil 20/200 atau lebih baik

terdapat pada 28 dari 50 mata (56%) dengan yeast dan 5 dari 15 mata (33%)

dengan molds. Ketajaman penglihatan dengan hasil 20/50 atau lebih baik terdapat

pada 21 dari 50 mata dengan yeast (42%) dan 1 dari 15 mata dengan molds (7%).

Pada pasien dengan endoftalmitis bilateral, 17 dari 28 mata (61%) memiliki

ketajaman penglihatan sebesar 20/200 atau lebih baik dan 6 dari 28 mata (21%)

memiliki ketajaman penglihatan sebesar 20/50 atau lebih baik. Semua mata yang

menjalani enukleasi (3 mata) memiliki hasil kultur positif untuk spesies

Aspergillus. Ketajaman penglihatan pada mata dengan ablasi retina adalah 20/200

atau lebih baik pada 5 dari 17 mata (29%) dan 20/50 atau lebih baik pada 4 dari

17 mata (24%).

Diskusi

Manifestasi klinis endoftalmitis fungi endogen telah dilaporkan sebelumnya

pada beberapa laporan kasus dan beberapa kumpulan kecil kasus klinis. Beberapa

ulasan memfokuskan hanya pada endoftalmitis fungi endogen. Sebagai tambahan,

tidak semua kasus yang dilaporkan sebelumnya dikonfirmasi secara mikrobiologis

Page 8: Endoftalmitis Jamur Endogen

maupun secara klinis. Menurut pengetahuan kami, studi ini merupakan kumpulan

terbesar kasus endoftalmitis fungi endogen yang terbukti dengan kultur.

Ablasi retina merupakan komplikasi yang tidak jarang setelah dilakukannya

vitrektomi untuk endoftalmitis dan berhubungan dengan hasil penglihatan akhir yang

buruk. Insidensi ablasi retina di Endophthalmitis Vitrectomy Study sebesar 8%. Suatu

ulasan mengenai endoftalmitis bakteri endogen melaporkan adanya perbaikan ablasi

retina sebesar 2% namun tidak ada data yang tersedia mengenai insiden ablasi retina

setelah vitrektomi pada kasus endoftalmitis fungi endogen. Insiden keseluruhan ablasi

retina pada studi ini adalah 17 (29%) mata. Pada 7 mata, ablasi retina muncul satu

bulan setelah PPV, mengarahkan pada adanya tarikan pada bagian perifer vitreus

dengan konsekuensi robeknya retina sebagai penyebabnya. Setelah intervensi

pembedahan, kesuksesan anatomi terlihat pada 7 (42%) dari 17 mata. Pada 4 (24%)

mata, ketajaman penglihatan sebesar 20/50 atau lebih dapat tercapai.

Sebagian besar pasien menjalani vitrektomi pars plana sewaktu tindak lanjut.

Tujuan dari intervensi pembedahan ini adalah untuk mendapatkan sampel yang

adekuat dan untuk membersihkan opaksitas vitreus sehinga penglihatan dapat

dikembalikan seperti semula. Pada kumpulan kasus yang terbukti positif secara kultur

ini, vitrektomi sebagai metode diagnostik primer lebih mungkin untuk mendapatkan

hasil kultur yang positif dibandingkan dengan pengambilan cairan di bilik mata depan

ataupun bilik mata belakang tanpa vitrektomi. Vitrektomi mendapatkan hasil kultur

yang positif pada 92% mata sewaktu metode ini digunakan untuk prosedur diagnosis

awal. Prosedur diagnostik awal lain yang dapat digunakan adalah dengan parasintesis

bilik mata depan dan vitreus tanpa vitrektomi, yang mendapatkan hasil positif pada

25% dan 44% mata. Laporan yang telah diterbitkan sebelumnya juga menyatakan

bahwa sampel dari vitrektomi lebih mungkin untuk mendapat hasil yang positif pada

kultur dibandingkan dengan hanya mengambil cairan vitreus dengan parasintesis.

Karena endoftalmitis fungi endogen umumnya dimulai pada koroid, pengambilan

cairan vitreus dengan parasintesis mungkin tidak dapat mengambil sampel yang

adekuat dari rongga vitreus, terutama pada infeksi molds.

Pada studi ini, organisme penyebab endoftalmitis fungi endogen paling banyak

yang terisolasi pada kultur adalah C. albicans (33 pasien; 65%). Pada 13 pasien,

molds terisolasi. Distribusi spesies fungi ini sama dengan yang telah disebutkan pada

studi sebelumnya. Pada studi ini, amfoterisin intravitreus merupakan antijamur yang

paling banyak digunakan. Dari 3 mata yang dienukleasi, ketiganya memberikan hasil

Page 9: Endoftalmitis Jamur Endogen

yang positif terhadap Aspergillus. Seperti yang telah dilaporkan pada studi

sebelumnya, hasil ketajaman penglihatan pada kasus infeksi karena molds lebih buruk

daripada karena yeast. Telah dinyatakan bahwa molds cenderung menyebabkan

infeksi yang lebih menginfiltrasi dan kurang responsif terhadap terapi antijamur.

Endoftalmitis Candida endogen dapat muncul sebagai uveitis yang progresif,

yang telah dilaporkan sebanyak 50% dari kasus endoftalmitis fungi endogen pada

beberapa kumpulan kasus. Pada studi ini, diagnosis klinis endoftalmitis ditegakkan

terlebih dahulu pada 58% pasien dengan hasil kultur yang positif. Penemuan ini

menegaskan pentingnya menjalankan tes mikrobiologi dan menerapkan kecurigaan

klinis terutama pada pasien yang baru dirawat di rumah sakit, menjalani operasi

abdomen, penyalahguna obat-obatan secara intravena, atau pasien

immunocompromise. Pada pasien dengan inflamasi segmen posterior yang memburuk

tanpa penyebab yang jelas, prosedur diagnostik dapat menentukan penyebab pastinya

dan menunjang pemberian terapi yang adekuat. Meskipun demikian, tidak ada kasus

endoftalmitis fungi endogen yang teridentifikasi melalui skrining rutin pada pasien

septikemia fungi pada studi ini. Skrining okular pada pasien candidemia

direkomendasikan untuk dilakukan pada anak-anak, pada pasien yang kritis, dan

pasien dengan gangguan kesadaran atau dengan gejala okular.

Berdasarkan observasi yang dibuat pada penelitian ini, kami

merekomendasikan untuk menerapkan kecurigaan yang tinggi untuk uveitis endogen

infeksius pada pasien dengan faktor risiko yang telah teridentifikasi (Tabel) dan tanda

klinis seperti vitreitis difus, lesi inflamasi korioretina dengan inflamasi fokal pada

vitreus, atau lesi korioretina subretina. Pada pasien-pasien seperti ini, vitrektomi

diagnostik sebaiknya dipertimbangkan. Berdasarkan penemuan klinis dan hasil kultur,

terapi intravitreal yang cocok dapat diberikan. Agen antijamur oral juga dapat

dipertimbangkan, umumnya flukonasol. Injeksi intravitreus berulang sekali atau dua

kali dalam satu minggu mungkin diperlukan sampai infeksi menghilang. Pasien

sebaiknya ditindaklanjut mengenai adanya kemungkinan ablasio retina yang terjadi.

Studi ini memiliki banyak keterbatasan, termasuk desainnya yang secara

retrospektif, keterbatasan protokol yang sama untuk diagnosis dan tatalaksana, tindak

lanjut yang terbatas dan bervariasi, serta terbatasnya penggunaan antijamur yang lebih

baru seperti vorikonasol. Disamping keterbatasan tersebut, studi ini mengonfirmasi

laporan-laporan yang ada sebelumnya mengenai endoftalmitis fungi endogen, dimana

terdapat predominansi kasus Candida, hasil ketajaman penglihatan yang buruk pada

Page 10: Endoftalmitis Jamur Endogen

kasus molds, dan kasus ablasio retina yang cukup sering (29%) pada mata yang

terlibat. Sebagai tambahan, studi ini mendokumentasikan bahwa vitrektomi lebih

mungkin untuk mendapat hasil kultur yang positif dibandingkan dengan pengambilan

cairan di bilik mata depan dan vitreus tanpa vitrektomi. Akhirnya, studi ini

mendokumentasikan hasil akhir ketajaman penglihatan sebesar 20/50 atau lebih baik

pada 24% mata dengan ablasio retina yang berhubungan dengan endoftalmitis fungi

endogen.