epidemoilogi kanker

31
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker 2.1.1 Definisi dan Epidemiologi Penyakit Kanker Kanker adalah istilah yang digunakan untuk suatu kondisi di mana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali (Dinas Kesehatan Kab Bone Bolango, 2007). Terdapat lebih daripada 100 jenis kanker dan setiapnya diklasifikasi berdasarkan jenis sel yang terlibat. Sejalan dengan pertumbuhan dan kembang biaknya, sel-sel kanker membentuk suatu massa dari jaringan ganas yang menyusup ke jaringan sehat di sekitarnya yang dikenal sebagai invasif. Di samping itu, sel kanker dapat menyebar (metastasis) ke bagian alat tubuh lainnya yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening sehingga tumbuh kanker baru di tempat lain dan hasilnya adalah suatu kondisi serius yang sangat sulit untuk diobati. Organisasi Penanggulangan Kanker Dunia (UICC) maupun Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, diperkirakan angka kejadian kanker di dunia meningkat 300 persen pada 2030, terutama di negara-negara berkembang, seperti Indonesia (KOMPAS, 2009). Di Indonesia, kanker menduduki peringkat keenam sebagai penyebab kematian dan sekitar 800.000 orang Indonesia terserang kanker setiap tahun (Suara Pembaruan Daily, 2007). Hal ini sejalan dengan pernyataan Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada Kabinet Indonesia Bersatu, Siti Fadilah Supari (2005), menyatakan bahwa kanker telah menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia. Begitu pula dalam Universitas Sumatera Utara

Upload: rivane-devilya-misa

Post on 03-Jan-2016

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kanker

2.1.1 Definisi dan Epidemiologi Penyakit Kanker

Kanker adalah istilah yang digunakan untuk suatu kondisi di mana sel

telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami

pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali (Dinas Kesehatan

Kab Bone Bolango, 2007). Terdapat lebih daripada 100 jenis kanker dan

setiapnya diklasifikasi berdasarkan jenis sel yang terlibat. Sejalan dengan

pertumbuhan dan kembang biaknya, sel-sel kanker membentuk suatu massa dari

jaringan ganas yang menyusup ke jaringan sehat di sekitarnya yang dikenal

sebagai invasif. Di samping itu, sel kanker dapat menyebar (metastasis) ke

bagian alat tubuh lainnya yang jauh dari tempat asalnya melalui pembuluh darah

dan pembuluh getah bening sehingga tumbuh kanker baru di tempat lain dan

hasilnya adalah suatu kondisi serius yang sangat sulit untuk diobati.

Organisasi Penanggulangan Kanker Dunia (UICC) maupun Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, diperkirakan angka kejadian kanker di

dunia meningkat 300 persen pada 2030, terutama di negara-negara berkembang,

seperti Indonesia (KOMPAS, 2009). Di Indonesia, kanker menduduki peringkat

keenam sebagai penyebab kematian dan sekitar 800.000 orang Indonesia

terserang kanker setiap tahun (Suara Pembaruan Daily, 2007). Hal ini sejalan

dengan pernyataan Menteri Kesehatan Republik Indonesia pada Kabinet

Indonesia Bersatu, Siti Fadilah Supari (2005), menyatakan bahwa kanker telah

menjadi ancaman serius bagi masyarakat Indonesia. Begitu pula dalam

Universitas Sumatera Utara

sambutannya ketika merasmikan 1st International Scientific Meeting Indonesian

Society of Surgical Oncologist/ISSO), beliau menyatakan bahwa jumlah pasien

kanker di Indonesia mencapai 6% dari 200 juta lebih penduduk Indonesia

(Siswono, 2005).

Jenis kanker tersering berbeda antara pria dan wanita di mana pada pria

kanker yang sering adalah kanker paru, lambung, hepar, kolorektal, esofagus, dan

prostat manakala pada wanita adalah kanker payudara, paru, lambung, kolorektal,

dan serviks (WHO, 2008). Apabila penyakit ini dapat dideteksi pada tahap awal,

maka lebih daripada separuh penyakit kanker dapat dicegah, bahkan dapat

disembuhkan dan perlu redefinisi dalam pelayanan kesehatan dari pengobatan ke

promosi dan preventif (DETAK, 2007). Tetapi hasil diagnosis kanker

menyatakan bahwa 80% penderita kanker ditemukan pada stadium lanjut yaitu

stadium 3 dan stadium 4 (Kompas, 2002). Pada tahap ini kanker sudah menyebar

ke bagian-bagian lain di dalam tubuh sehingga semakin kecil peluang untuk

sembuh dan pulih. Keadaan di atas menjadi salah satu penyebab meningkatnya

penyakit kanker di Indonesia.

WHO pula menyatakan bahwa sepertiga sampai setengah dari semua

jenis kanker dapat dicegah, sepertiga dapat disembuhkan bila ditemukan pada

stadium dini (DETAK, 2007). Oleh karena itu, upaya mencegah kanker dengan

menemukan kanker pada stadium dini merupakan upaya yang penting karena

disamping membebaskan masyarakat dari penderitaan kanker juga menekan

biaya pengobatan kanker yang mahal (Siswono, 2005). Jika pencegahan kanker

dilakukan oleh masing-masing individu, maka hal tersebut akan berdampak besar

dalam mengurangi angka kejadian kanker di dunia.

Universitas Sumatera Utara

2.1.2 Klasifikasi Kanker

Ada lima kelompok besar yang digunakan untuk mengklasifikasikan

kanker yaitu karsinoma, sarkoma, limfoma, adenoma dan leukemia (National

Cancer Institute, 2009).

1. Karsinoma ialah kanker yang berasal dari kulit atau jaringan yang menutupi

organ internal.

2. Sarkoma ialah kanker yang berasal dari tulang, tulang rawan, lemak, otot,

pembuluh darah, atau jaringan ikat.

3. Limfoma ialah kanker yang berasal dari kelenjar getah bening dan jaringan

sistem kekebalan tubuh.

4. Adenoma ialah kanker yang berasal dari tiroid, kelenjar pituitari, kelenjar

adrenal, dan jaringan kelenjar lainnya.

5. Leukemia ialah kanker yang berasal dari jaringan pembentuk darah seperti

sumsum tulang dan sering menumpuk dalam aliran darah.

2.1.3 Jenis-jenis kanker umum

Daftar jenis kanker yang umum termasuk kanker yang didiagnosis dengan

frekuensi terbesar di mana kejadian tahunan untuk tahun 2008 diperkirakan harus

35.000 kasus atau lebih. Tabel berikut memberikan perkiraan jumlah kasus baru

dan kematian untuk setiap jenis kanker yang umum:

Kanker Jenis Perkiraan Kasus Baru

Estimasi Kematian

Kandung kemih 68.810 14.100 Payudara (Wanita - Pria ) 182.460 - 1.990 40.480 - 450

Universitas Sumatera Utara

Usus besar dan rektal (gabungan) 148.810 49.960

Endometrium 40.100 7.470 Ginjal (Renal Cell) 46.232 11.059 Leukemia (semua) 44.270 21.710 Paru-paru (termasuk bronkus) 215.020 161.840 Melanoma 62.480 8.420 Limfoma Non-Hodgkin 66.120 19.160 Pankreas 37.680 34.290 Prostata 186.320 28.660 Kulit (nonmelanoma) > 1.000.000 <1.000 Kelenjar gondok 37.340 1.590

Tabel 2.1

(Sumber: US National Institutes of Health, Institut Kanker Nasional)

2.1.4 Faktor resiko

Terdapat empat faktor penyebab kanker seperti biologis, lingkungan,

makanan dan psikologis. Keempat-empat faktor penyebab kanker tersebut

dijelaskan seperti berikut:

2.1.4.1 Biologis

(a) Keturunan

Sejumlah penelitian menemukan bahwa sekitar 5% dari kasus kanker diakibatkan

oleh faktor keturunan. Faktor keturunan ini memang susah untuk dihindari

(Arief, I., 2009).

Universitas Sumatera Utara

(b) Hormon

Hormon estrogen yang berlebihan dalam tubuh dapat meningkatkan

kemungkinan terjangkitnya kanker kandungan dan kanker payudara. Sedang

hormon progesteron dapat mencegah timbulnya kanker endometrium, tetapi

meningkatkan resiko kanker payudara. Kedua jenis hormon tersebut banyak

digunakan sebagai bahan pil KB maupun terapi hormon pada wanita menopause.

Penggunaan jangka panjang dapat mengurangi resiko kanker kandungan dan

endometrium, tetapi meningkatkan resiko kanker payudara dan kanker hepar

(Kusmawan, E., 2009).

(c) Virus dan kuman

Virus human papilloma (HPV), merupakan penyebab utama kanker leher rahim

dan dapat meningkatkan resiko timbulnya kanker jenis lain. Virus hepatitis B dan

hepatitis C dapat memicu timbulnya kanker hati. Virus human T-cell

leukemia/lymphoma (HTLV-1) meningkatkan resiko limfoma dan leukemia.

Virus human immunodefisiensi (HIV) yang dikenal sebagai penyebab AIDS ini

meningkatkan resiko limfoma dan Kaposi’s sarcoma. Virus Epstein-Barr

meningkatkan resiko terjangkitnya limfoma. Virus human herpes 8 (HHV8)

dapat menyebabkan Kaposi’s sarcoma. Helicobacter pylori penyebab luka

lambung dan usus juga dapat menimbulkan kanker di sepanjang saluran

pencernaan. Untuk mengurangi kemungkinan tertular virus/bakteri tersebut,

hindari berganti-ganti pasangan seksual, juga jangan saling bertukar sikat gigi,

jarum, sisir, peralatan makan, dan sebagainya (Kusmawan, E., 2009).

Universitas Sumatera Utara

2.1.4.2 Lingkungan (DETAK, 2007 dan Harnawatiaj, 2008)

(a) Tembakau

Asap rokok/tembakau yang dihirup baik perokok aktif maupun perokok pasif

dapat menyebabkan kanker paru, pita suara, mulut, tenggorokan, ginjal, kandung

kencing, kerongkongan, perut, pankreas, leukemia, dan leher rahim. Bukan hanya

asapnya, bahkan sering menghirup aroma tembakau serta mengunyahnya juga

dapat menyebabkan kanker.

(b) Penyinaran yang berlebihan

Sinar matahari pagi baik untuk kesehatan. Tetapi sinar matahari siang yang

banyak mengandung ultraviolet dapat menyebabkan kanker kulit. Sinar

ultraviolet dapat menembus kaca, pakaian yang tipis, juga dapat dipantulkan oleh

pasir, air, salju, dan es. Perlu diingat bahwa lampu-lampu ultraviolet yang banyak

dijual di toko juga dapat menyebabkan kanker.

(c) Polusi udara

Menurut Chen Zichou, seorang ahli Institut Penelitian Kanker mengatakan,

penyebab utama meningkatnya jumlah kanker di China disebabkan polusi udara,

lingkungan, dan kondisi air yang kian hari kian memburuk.

2.1.4.3 Makanan

Banyak zat kimia yang ditambahkan dalam makanan dapat menjadi pemicu

kanker, misalnya zat pengawet, pewarna buatan, pemanis buatan dan perasa

buatan. Padahal, hampir semua makanan/minuman produksi pabrik atau yang

dijual di restoran mengandung zat-zat tambahan tersebut. Selain itu, kebanyakan

sayur-sayuran dan buah-buahan ditanam dengan mengandalkan pupuk buatan

Universitas Sumatera Utara

dan pestisida. Makanan yang dipanggang, dibakar, atau digoreng dengan minyak

jelantah juga berpotensi menyebabkan kanker (Cancer Helps, 2009).

2.1.4.4 Psikologis

(a) Stress

Kondisi stress dapat melemahkan respon imunitas tubuh. Menurunnya sistem

imunitas ini mempermudah sel-sel kanker menyerang tubuh karena kemampuan

sel imun untuk mengenal dan melawan musuh tidak dapat berfungsi secara baik.

2.1.5 Patogenesis Terjadinya Penyakit Kanker

Semua kanker bermula dari sel, yang merupakan unit dasar kehidupan

tubuh. Untuk memahami kanker, sangat penting untuk mengetahui apa yang

terjadi ketika sel-sel normal menjadi sel kanker. Tubuh terdiri dari banyak jenis

sel. Sel-sel tumbuh dan membelah secara terkontrol untuk menghasilkan lebih

banyak sel seperti yang dibutuhkan untuk menjaga tubuh sehat. Ketika sel

menjadi tua atau rusak, mereka mati dan diganti dengan sel-sel baru. Kematian

sel terprogram ini disebut apoptosis, dan ketika proses ini rusak, kanker mulai

terbentuk. Sel dapat mengalami pertumbuhan yang tidak terkendali jika ada

kerusakan atau mutasi pada DNA. Empat jenis gen yang bertanggung jawab

untuk proses pembelahan sel yaitu onkogen yang mangatur proses pembahagian

sel, gen penekan tumor yang menghalang dari pembahagian sel, suicide gene

yang kontrol apoptosis dan gen DNA-perbaikan menginstruksikan sel untuk

memperbaiki DNA yang rusak. Maka, kanker merupakan hasil dari mutasi DNA

onkogen dan gen penekan tumor sehingga menyebabkan pertumbuhan sel yang

tidak terkendali (National Cancer Institute, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Sel-sel tambahan ini dapat membentuk massa jaringan yang disebut

tumor. Namun, tidak semua jenis tumor itu kanker. Tumor dapat dibagikan

sebagai tumor jinak dan ganas di mana yang jinak dapat dihapus dan tidak

menyebar ke bagian tubuh lain manakala tumor ganas merupakan kanker yang

dapat menyerang jaringan sekitar dan menyebar ke bagian tubuh lain. Beberapa

kanker tidak membentuk tumor misalnya leukemia (National Cancer Institute,

2009).

2.1.6 Gejala kanker

Gejala kanker cukup bervariasi dan tergantung lokasi kanker, tahap

penyebaran, dan saiz tumor. Beberapa kanker dapat dirasakan atau dilihat

melalui kulit seperti benjolan pada payudara atau testikel dan dapat dijadikan

indicator lokasi kanker tersebut. Kanker kulit sering diidentifikasi dengan

perubahan kutil atau tahi lalat pada kulit. Beberapa kanker mulut memberikan

gambaran bercak putih di dalam mulut atau bintik putih di lidah.

Jenis kanker lain memiliki gejala yang kurang jelas secara fisik. Beberapa

tumor otak cenderung menampilkan gejala awal penyakit karena mereka

mempengaruhi fungsi kognitif penting. Kanker pankreas biasanya terlalu kecil

untuk menyebabkan gejala sehingga rasa sakit terjadi akibat dorongan terhadap

saraf terdekat. Selain daripada itu, ia juga mengganggu fungsi hati sehingga

tampilan kulit dan mata menguning yang dikenal sebagai ikterus. Gejala juga

dapat terjadi akibat tumor yang menyebabkan penekanan terhadap organ dan

pembuluh darah. Misalnya, kanker kolon dapat menyebabkan gejala seperti

sembelit, diare, dan perubahan ukuran tinja. Kanker kandung kemih atau prostat

dapat menyebabkan perubahan dalam fungsi kandung kemih (American Cancer

Society, 2010).

Universitas Sumatera Utara

Disebabkan sel kanker menggunakan energi tubuh dan mengganggu

fungsi normal hormon, terdapat kemungkinan besar untuk memperlihatkan gejala

seperti demam, lelah, keringat berlebihan, anemia, dan penurunan berat badan

tanpa sebab. Pada pasien kanker paru-paru atau tenggorokan akan presentasi

simptom seperti batuk dan suara serak (American Cancer Society, 2010).

Ketika kanker menyebar atau bermetastasis, gejala tambahan dapat dilihat

di area baru yang terkena dampak. Bengkak atau pembesaran kelenjar getah

bening merupakan gejala awal. Jika kanker menyebar ke otak, pasien mungkin

mengalami vertigo, sakit kepala, atau kejang manakala penyebaran ke paru-paru

dapat menyebabkan batuk dan sesak napas. Selain itu, hati dapat membesar dan

menyebabkan penyakit kuning dan tulang bisa rapuh, dan mudah patah. Gejala

metastasis akhirnya tergantung pada lokasi kanker menyebar (Fayed, L., 2009).

2.1.7 Diagnosis kanker

Deteksi dini kanker dapat meningkatkan pengobatan yang berhasil dan

prognosis baik. Dokter menggunakan informasi dari gejala dan beberapa

prosedur lain untuk mendiagnosis kanker. Teknik pencitraan seperti X-ray, CT

scan, MRI scan, PET scan, dan ultrasound digunakan secara teratur untuk

mendeteksi lokasi tumor. Dokter juga dapat melakukan endoskopi.

Pengekstrakan sel-sel kanker dan melihat di bawah mikroskop adalah

satu-satunya cara mutlak untuk mendiagnosis kanker. Prosedur ini disebut biopsi.

Tes diagnostik molekul yang sering digunakan juga seperti menganalisis lemak,

protein, dan DNA pada tingkat molekul. Sebagai contoh, sel-sel kanker prostat

mensekresi zat kimia yang disebut PSA (prostate-specific antigen) ke dalam

aliran darah yang dapat dideteksi oleh tes darah. Molekuler diagnostik, biopsi,

Universitas Sumatera Utara

dan teknik pencitraan digunakan secara bersama-sama untuk mendiagnosis

kanker (Crosta, P., 2010).

2.1.8 Stadium kanker

Sistem TNM adalah salah satu sistem pementasan yang paling umum

digunakan. Sistem ini telah diterima oleh International Union Against Cancer

(UICC) dan American Joint Committee on Cancer (AJCC). Kebanyakan fasilitas

medis menggunakan sistem TNM sebagai metode utama untuk pelaporan kanker

termasuk National Cancer Institute (NCI).

Sistem TNM ini berdasarkan pada besarnya tumor (T), tingkat

penyebaran ke kelenjar getah bening (N), dan adanya metastasis (M). Nomor

ditambahkan untuk setiap huruf untuk menunjukkan ukuran atau saiz tumor dan

luasnya penyebaran.

Tumor Primer (T)

TX Tumor primer tidak dapat dievaluasi

T0 Tidak ada bukti tumor primer

Tis Karsinoma in situ (kanker dini yang belum menyebar ke

jaringan tetangga)

T1, T2, T3,

T4

Ukuran dan / atau luas tumor primer

Tabel 2.2

Universitas Sumatera Utara

Kelenjar getah bening regional (N)

NX Kelenjar getah bening regional tidak dapat dievaluasi

N0 Tidak ada keterlibatan kelenjar getah bening regional

(kanker tidak ditemukan pada kelenjar getah bening)

N1, N2, N3 Keterlibatan kelenjar getah bening regional (jumlah dan /

atau luas menyebar)

Tabel 2.3

Metastasis jauh (M)

MX Metastasis jauh tidak dapat dievaluasi

M0 Tidak jauh metastasis (kanker belum menyebar ke bagian

lain dari tubuh)

M1 Metastasis jauh (kanker telah menyebar ke bagian tubuh

yang jauh)

Tabel 2.4

Tahap Definisi

Tahap 0 Karsinoma in situ (kanker dini yang hadir hanya di

lapisan sel yang mulai).

Tahap I, II, Angka yang lebih besar menunjukkan penyakit yang

Universitas Sumatera Utara

dan III lebih luas: ukuran tumor yang lebih besar, dan / atau

penyebaran kanker ke kelenjar getah bening terdekat dan

/ atau organ yang berdekatan dengan tumor primer.

Tahap IV Kanker telah menyebar ke organ lain.

Tabel 2.5

(Sumber : International Union Against Cancer (UICC) dan American Joint Committee on Cancer (AJCC), 2009)

2.1.9 Terapi kanker

Terapi kanker tergantung pada jenis kanker, stadium kanker, usia, status

kesehatan, dan karakteristik pribadi tambahan. Tidak ada pengobatan tunggal

untuk kanker dan pasien sering menerima kombinasi terapi dan perawatan

paliatif. Perawatan biasanya termasuk dalam salah satu kategori seperti operasi,

radiasi, kemoterapi, immunoterapi, terapi hormon, atau terapi gen.

Prinsip kerja pengobatan ini adalah dengan membunuh sel - sel kanker,

mengontrol pertumbuhan sel kanker, dan menghentikan pertumbuhannya agar

tidak menyebar dan mengurangi gejala-gejala yang disebabkan oleh kanker.

2.1.9.1 Operasi

Pembedahan merupakan pengobatan tertua untuk kanker. Jika kanker

belum bermetastasis, kemungkinan besar pasien dapat disembuhkan sepenuhnya

hanya dengan menyingkirkan tumor dengan operasi. Hal ini sering terlihat pada

penyingkiran prostat, payudara atau testis. Setelah penyakit ini telah menyebar,

tidak mungkin dapat menyingkirkan semua sel kanker. Operasi juga dapat

Universitas Sumatera Utara

berperan besar dalam membantu untuk mengontrol gejala seperti gangguan

pencernaan atau kompresi sumsum tulang belakang (Crosta, P., 2010).

2.1.9.2 Radioterapi

Radioterapi berarti pengobatan kanker dengan menggunakan sinar

radioaktif. Sinar X, elektron, dan sinar γ (gamma) banyak digunakan dalam

pengobatan kanker disamping partikel lain. Pada prinsipnya apabila berkas sinar

radioaktif atau partikel dipaparkan ke jaringan, maka akan terjadi berbagai

peristiwa antara lain peristiwa ionisasi molekul air yang mengakibatkan

terbentuknya radikal bebas di dalam sel yang pada gilirannya akan menyebabkan

kematian sel. Lintasan sinar juga menimbulkan kerusakan akibat tertumbuknya

DNA yang dapat diikuti kematian sel. Radioterapi digunakan sebagai pengobatan

mandiri untuk mengecilkan tumor atau menghancurkan sel-sel kanker termasuk

yang berkaitan dengan leukemia dan limfoma, dan juga digunakan dalam

kombinasi dengan pengobatan kanker lain (Siswono, 2002).

2.1.9.3 Kemoterapi

Kemoterapi terkadang merupakan pilihan pertama untuk menangani

kanker. Kemoterapi bersifat sistematik, berbeda dengan radiasi atau pembedahan

yang bersifat setempat, karenanya kemoterapi dapat menjangkau sel-sel kanker

yang mungkin sudah menjalar dan menyebar ke bagian tubuh yang lain.

Penggunaan kemoterapi berbeda-beda pada setiap pasien, kadang-kadang sebagai

pengobatan utama, pada kasus lain dilakukan sebelum atau setelah operasi dan

radiasi. Tingkat keberhasilan kemoterapi juga berbeda-beda tergantung jenis

kankernya. Kemoterapi biasa dilakukan di rumah sakit, klinik swasta, tempat

praktek dokter, ruang operasi dan juga di rumah (Crosta, P., 2010).

Universitas Sumatera Utara

2.1.9.4 Imunoterapi

Imunoterapi digunakan untuk merangsang sistem kekebalan tubuh untuk

melawan kanker. Misal, vaksin yang terdiri dari antigen diperoleh dari sel tumor

bisa menaikkan fungsi tubuh pada antibodi atau sel kekebalan (limfosit T).

Walaupun mekanisme tepat pada tindakan tidak benar-benar jelas, interferon

mempunyai tugas di dalam pengobatan beberapa kanker (Indonesian Pharmacist

Update, 2009).

2.1.9.5 Terapi hormon

Kanker dikaitkan dengan beberapa jenis hormon, terutamanya kanker

payudara dan kanker prostat. Terapi hormon dirancang untuk mengubah produksi

hormon dalam tubuh sehingga sel-sel kanker berhenti berkembang atau dibunuh

sepenuhnya. Terapi hormon kanker payudara sering fokus pada pengurangan

kadar estrogen (obat umum untuk ini adalah tamoxifen) dan hormon terapi

kanker prostat sering fokus pada pengurangan kadar testosteron. Selain itu,

beberapa kasus leukemia dan limfoma dapat diobati dengan hormon kortison

(Crosta, P., 2010).

2.2 Sistem Imun Tubuh

2.2.1 Definisi

Menurut Karnen Garna Baratawidjaja dalam buku Imunologi Dasar Edisi

Ketiga, sistem imun ialah semua mekanisme pertahanan yang digunakan tubuh

untuk mempertahankan keutuhan tubuh sebagai perlindungan terhadap bahaya

yang dapat ditimbulkan oleh berbagai bahan dalam lingkungan hidup. Fungsi

sistem kekebalan tubuh adalah untuk melindungi tubuh dari infeksi dan penyakit.

Sistem kekebalan tubuh bekerja untuk mengidentifikasi patogen dan sel-sel

Universitas Sumatera Utara

tumor yang dapat menyebabkan penyakit dan mengeliminasi dari sistem tubuh.

Tetapi, tugas ini adalah sanagat sulit karena patogen dan sel-sel buruk licik

sehingga mereka dapat merancang ulang diri mereka dan beradaptasi dengan

perubahan tubuh. Selain itu, ia juga berperanan dalam menyingkirkankan

jaringan atau sel yg mati atau rusak untuk perbaikan jaringan (Baratawidjaja,

1998).

Sistem kekebalan tubuh manusia dibagi kepada dua, yaitu kekebalan

tubuh non spesifik dan kekebalan tubuh spesifik. Sistem imun non spesifik

merupakan pertahanan tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai

mikroorganisme, oleh karena dapat memberikan respon langsung terhadap

antigen, sedang sistem imun spesifik membutuh waktu untuk mengenal antigen

terlebih dahulu sebelum dapat memberikan responnya.

2.2.2 Sistem imun non spesifik

Sistem imun non spesifik ini dibagi kepada empat yaitu pertahanan fisik

dan mekanik, pertahanan biokimiawi, pertahanan humoral serta pertahanan

seluler. Dalam sistem pertahanan fisik atau mekanik ini, kulit, selaput lendir, silia

saluran napas, batuk dan bersin akan mencegah masuknya berbagai kuman

patogen ke dalam tubuh. Kulit yang rusak misalnya oleh luka bakar dan selaput

lendir yang rusak oleh asap rokok akan meninggikan risiko infeksi. Pertahanan

biokimiawi adalah seperti asam hidroklorida dalam lambung, enzim proteolitik

dalam usus, serta lisozim dalam keringat, air mata, dan air susu. Berbagai bahan

dalam sirkulasi berperanan pada pertahanan humoral seperti komplemen,

interferon, dan C-Reactive Protein. Komplemen berperan meningkatkan

fagositosis dan mempermudah destruksi bakteri dan parasit. Interferon pula

dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus. Di samping itu, ia juga dapat

Universitas Sumatera Utara

mengaktifkan Natural Killer cell (sel NK). Fagosit, makrofag, sel NK dan sel K

berperanan dalam sistem imun non spesifik selular dan berperan untuk

menangkap, mamakan, membunuh dan akhirnya mencerna kuman

(Baratawidjaja, 1998).

2.2.3 Sistem imun spesifik

Berbeda dengan sistem imun non spesifik, sistem imun spesifik

mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi

dirinya. Benda asing yang pertama kali muncul dalam badan segera dikenal oleh

sistem imun spesifik sehingga terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut. Jika

sel imun tersebut berpapasan kembali dengan benda asing yang sama, maka

benda asing yang terakhir ini akan dikenal lebih cepat, kemudian dihancurkan

olehnya. Sistem imun spesifik terbagi antara humoral dan selular di mana yang

berperan dalam humoral adalah limfosit B manakala pada selular adalah limfosit

T. Antibodi yang dihasilkan sel B ini dapat pertahankan tubuh dari infeksi

ekstraseluler virus dan bakteri serta menetralisir toksinnya. Fungsi utama sistem

imun spesifik seluler pula untuk pertahanan terhadap bakteri yang hidup

intraseluler, virus, jamur, parasit dan keganasan (Baratawidjaja, 1998).

2.2.4 Imunologi infeksi

2.2.4.1 Imunitas terhadap virus

Virus merupakan golongan mikroorganisme yang untuk proliferasi

memerlukan sel hidup, karena tidak memiliki perangkat biokimiawi yang

diperlukan untuk sintesis protein dan karbohidrat.Tubuh memerangi virus yang

mempunyai berbagai fase infeksi. Sel K sebagai efektor pada Antibody

Universitas Sumatera Utara

Dependent Cell Cytotoxicity (ADCC) yang mempunyai reseptor Fc, dengan

bantuan antibody dan sel Tc ikut berperan pada pertahanan terhadap virus. Pada

umumnya penghancuran virus di dalam sel menguntungkan tubuh, tetapi reaksi

imun yang terjadi dapat menimbulkan pula kerusakan jaringan tubuh yang

disebut imunopatologik (Baratawidjaja, 1998).

2.2.4.2 Imunitas terhadap bakteri

Pertahanan tubuh terhadap bakteri terdiri dari spesifik dan non spesifik.

Epitel permukaan yang mempunyai fungsi proteksi akan membatasi masuknya

bakteri ke dalam tubuh. Menurut sifat patologik dinding sel, bakteri dibagi

menjadi gram negatif, gram positif, mycobacterium dan spirochaet. Struktur

dinding sel bakteri yang sebenarnya menentukan jenis respon imun tubuh. Semua

dinding sel bakteri mengandung membran lapisan dalam dan peptidoglikan.

Bakteri gram negatif masih mempunyai lapisan luar dari lipid yang kadang-

kadang mengandung lipopolisakarida (LPS). Enzim lisozim dapat

menghancurkan lapisan peptidoglikan, sedang komplemen dapat menghancurkan

lipid lapisan luar bakteri gram negatif. Susunan dinding mycobacterium sangat

kompleks. Berbagai jenis bakteri mempunyai fimbriae atau flagella yang

antigenik dan dapat bereaksi dengan antibodi. Beberapa bakteri mempunyai

kapsul luar sehingga bakteri lebih resisten terhadap fagositosis. Pada akhir respon

imun, semua bakteri dihancurkan fagosit. Bakteri yang resisten terhadap fagosit

seperti M.Tuberkulosis atau parasit obligat intraseluler seperti M.leprae

dikucilkan makrofag melalui pembentukkan granuloma atas pengaruh sel T

(Baratawidjaja, 1998).

2.2.4.3 Imunitas terhadap jamur

Infeksi jamur biasanya hanya mengenai bagian luar tubuh saja, tetapi

beberapa jamur dapat menimbulkan penyakit sistemis yang berbahaya, biasanya

Universitas Sumatera Utara

memasuki paru dalam bentuk spora. Mekanisme bawaan lini pertama adalah

adanya hambatan fisik berupa kulit dan selaput lendir, yang dilengkapi dengan

membran sel, reseptor seluler dan faktor humoral. Untuk waktu yang lama

dianggap bahwa kekebalan yang dimediasi sel (CMI) itu penting dan kekebalan

humoral memiliki peran sedikit atau tidak ada. Secara umum, CMI tipe Th1

diperlukan untuk pembersihan infeksi jamur, sementara imunitas Th2 biasanya

menghasilkan kerentanan terhadap infeksi. Makrofag yang diaktifkan limfokin

dan sel T diduga dapat menghancurkan jamur melalui mekanisme seperti yang

terjadi pada reaksi tipe IV (Blanco, JL dan Garcia ME, 2008).

2.2.4.4 Imunitas terhadap protozoa dan cacing

Infeksi parasit menimbulkan respon imun humoral dan seluler.

Mekanisme mana yang lebih berperan tergantung pada jenis parasit. Infeksi

parasit biasanya terjadi kronik dan kematian pejamu akan merugikan parasit

sendiri. Infeksi yang kronik akan meningkatkan kadar imunoglobulin dalam

sirkulasi, menimbulkan rangsangan antigen yang persisten dan pembentukan

kompleks imun. Parasit dapat menimbulkan imunosupresi dan efek

imunopatologik pada pejamu. Pada umumnya respon selular lebih efektif

terhadap protozoa intraseluler, sedang antibodi lebih efektif terhadap parasit

ekstraselular seperti dalam darah dan cairan jaringan. Sel T terutama sel Tc,

dapat menghancurkan parasit intraseluler, misalnya T.cruzi. Limfokin yang

dilepas oleh sel T yang disensitisasi dapat mengaktifkan makrofag untuk lebih

banyak membentuk reseptor untuk Fc dan C3, berbagai enzim dan faktor lain

yang dapat meninggikan sitotoksisitas (Baratawidjaja, 1998).

Cacing dalam lumen saluran cerna dapat dikeluarkan oleh sekresi selaput

lendir usus. Dalam hal ini baik sel B maupun sel T ikut berperan. Se Th

merangsang sel untuk membentuk antibodi spesifik, terutama IgE selama terjadi

infeksi parasit. Antigen-antigen yang dilepas parasit diduga berfungsi sebagai

Universitas Sumatera Utara

mitogen poliklonal yang T independen untuk sel B. Peranan antibodi dan

imunitas selular bervariasi dan bergantung pada jenis infeksi. Eosinofil diduga

mempunyai tiga efek terhadap infeksi cacing yaitu fagositosis kompleks antigen-

antibodi, modulasi hipersensitivitas melalui inaktivasi mediator dan membunuh

cacing tertentu melalui perantaraan IgG. Pengerahan eosinofil dipengaruhi

mediator yang dilepas sel mastosit dan sel T. Di samping itu sel T berpengaruh

pula atas pengeluaran eosinofil dari sumsum tulang (Baratawidjaja, 1998).

2.2.5 Imunologi Kanker

2.2.5.1 Respon imun terhadap sel kanker

Sel kanker dikenal sebagai nonself yang bersifat antigenik pada sistem

imunitas tubuh manusia sehingga ia akan menimbulkan respons imun secara

seluler maupun humoral. Imunitas humoral lebih sedikit berperan daripada

imunitas seluler dalam proses penghancuran sel kanker, tetapi tubuh tetap

membentuk antibodi terhadap antigen tumor. Dua mekanisme antibodi diketahui

dapat menghancurkan target kanker yaitu, Antibody dependent cell mediated

cytotoxicity (ADCC) dan Complement Dependent Cytotoxicity. Pada ADCC

antibodi IgG spesifik berikatan terhadap Tumor Associated Antigen (TAA) dan

sel efektor yang membawa reseptor untuk bagian Fc dari molekul Ig. Antibodi

bertindak sebagai jembatan antara efektor dan target. Antibodi yang terikat dapat

merangsang pelepasan superoksida atau peroksida dari sel efektor. Sel yang

dapat bertindak sebagai efektor di sini adalah limfosit null (sel K), monosit,

makrofag, lekosit PMN (polimorfonuklear) dan fragmen trombosit. Ini akan

mengalami lisis optimal dalam 4 sampai 6 jam (Halim, B dan Sahil, MF, 2001).

Pada Complement Dependent Cytotoxicity, pengikatan antibodi ke

permukaan sel tumor menyebabkan rangkaian peristiwa komplemen klasik dari C

Universitas Sumatera Utara

1,4,2,3,5,6,7,8,9. Komponen C akhir menciptakan saluran atau kebocoran pada

permukaan sel tumor. IgM lebih efisien dibanding IgG dalam merangsang proses

ini (Halim, B dan Sahil, MF, 2001).

Pada pemeriksaan patologi-anatomik tumor, sering ditemukan infiltrat

sel-sel yang terdiri atas sel fagosit mononuklear, limfosit, sedikit sel plasma dan

sel mastosit. Meskipun pada beberapa neoplasma, infiltrasi sel mononuklear

merupakan indikator untuk prognosis yang baik, pada umumnya tidak ada

hubungan antara infiltrasi sel dengan prognosis. Sistem imun yang nonspesifik

dapat langsung menghancurkan sel tumor tanpa sensitisasi sebelumnya. Efektor

sistem imun tersebut adalah sel Tc, fagosit mononuklear, polinuklear, Sel NK.

Aktivasi sel T melibatkan sel Th dan Tc. Sel Th penting pada pengerahan dan

aktivasi makrofag dan sel NK (Halim, B dan Sahil, MF, 2001).

Kontak langsung antara sel target dan limfosit T menyebabkan interaksi

antara reseptor spesifik pada permukaan sel T dengan antigen membran sel target

yang mencetuskan induksi kerusakan membran yang bersifat letal. Peningkatan

kadar cyclic Adenosine Monophosphate (cAMP) dalam sel T dapat menghambat

sitotoksisitas dan efek inhibisi Prostaglandin (PG) E1 dan E2 terhadap

sitotoksisitas mungkin diperantarai cAMP. Mekanisme penghancuran sel tumor

yang pasti masih belum diketahui walaupun pengrusakan membran sel target

dengan hilangnya integritas osmotik merupakan peristiwa akhir. Pelepasan

Limfotoksin (LT), interaksi membran-membran langsung dan aktifitas sel T

diperkirakan merupakan penyebab rusaknya membrane. Interleukin (IL),

interferon (IFN) dan sel T mengaktifkan pula sel NK. Lisis sel target dapat

terjadi tanpa paparan pendahuluan dan target dapat dibunuh langsung. Kematian

sel tumor dapat sebagai akibat paparan terhadap toksin yang terdapat dalam

granula, produksi superoksida atau aktivitas protease serine pada permukaan sel

efektor. Aktivitas NK dapat dirangsang secara in vitro dengan pemberian IFN.

Universitas Sumatera Utara

Penghambatan aktivasi sel NK terlihat pada beberapa PG (PGE1, PGE2, PGA1

dan PGA2), phorbol ester, glukokortikoid dan siklofosfamid. Sel NC (Natural

Cytotoxic) juga teridentifikasi menghancurkan sel tumor. Berbeda dengan sel

NK, sel NC kelihatannya distimulasi oleh IL-3 dan relatif tahan terhadap

glukokortikoid dan siklofosfamid (Halim, B dan Sahil, MF, 2001).

Selain itu, sitotoksisitas melalui makrofag menyebabkan makrofag yang

teraktivasi berikatan dengan sel neoplastik lebih cepat dibanding dengan sel

normal. Pengikatan khusus makrofag yang teraktivasi ke membran sel tumor

adalah melalui struktur yang sensitif terhadap tripsin. Pengikatan akan bertambah

kuat dan erat dalam 1 sampai 3 jam dan ikatan ini akan mematikan sel. Sekali

pengikatan terjadi, mekanisme sitotoksisitas melalui makrofag berlanjut dengan

transfer enzim lisosim, superoksida, protease, faktor sitotoksis yang resisten

terhadap inhibitor protease dan yang menyerupai LT. Sekali teraktivasi,

makrofag dapat menghasilkan PG yang dapat membatasi aktivasinya sendiri.

Makrofag yang teraktivasi dapat menekan proliferasi limfosit, aktivitas NK dan

produksi mediator. Aktivasi supresi dapat berhubungan dengan pelepasan PG

atau produksi superoksida. Sebagai tambahan, makrofag dapat merangsang dan

juga menghambat pertumbuhan sel tumor. Makrofag dapat pula berfungsi

sebagai efektor pada ADCC terhadap tumor. Indometasin dapat menghambat

efek perangsangan makrofag pada pertumbuhan tumor ovarium yang

diperkirakan prostaglandin mungkin berperan sebagai mediatornya. Di samping

itu makrofag dapat menimbulkan efek negatif berupa supresi yang disebut

makrofag supresor. Hal tersebut dapat disebabkan oleh tumor itu sendiri atau

akibat pengobatan (Halim, B dan Sahil, MF, 2001).

2.2.5.2 Mengapa kanker dapat luput dari pengawasan sistem imun

Walaupun ada sistem imunosurveilan, kanker dapat luput dari

pengawasan sistem imun tubuh bila faktor-faktor yang menunjang pertumbuhan

Universitas Sumatera Utara

tumor lebih berpengaruh dibanding dengan faktor-faktor yang menekan tumor,

sehingga terjadi apa yang dinamakan immunological escape kanker. Faktor-

faktor yang mempengaruhi luputnya tumor dari pengawasan sistem imun tubuh

sebagai berikut (Baratawidjaja, 1998) :

(a) Kinetik tumor (sneaking through)

Pada binatang yang diimunisasi, pemberian sel tumor dalam dosis kecil

akan menyebabkan tumor tersebut dapat menyelinap (sneak through) yang tidak

diketahui tubuh dan baru diketahui bila tumor sudah berkembang lanjut dan di

luar kemampuan sistem imun untuk menghancurkannya. Mekanisme terjadinya

tidak diketahui tapi diduga berhubungan dengan vaskularisasi neoplasma

tersebut.

(b) Modulasi antigenik

Antibodi dapat mengubah atau memodulasi permukaan sel tanpa

menghilangkan determinan permukaan.

(c) Masking Antigen

Molekul tertentu, seperti sialomucin, yang sering diikat permukaan sel

tumor dapat menutupi antigen dan mencegah ikatan dengan limfosit.

(d) Penglepasan Antigen (Shedding Antigen)

Antigen tumor yang dilepas dan larut dalam sirkulasi, dapat mengganggu

fungsi sel T dengan mengambil tempat pada reseptor antigen. Hal itu dapat pula

terjadi dengan kompleks imun antigen antibodi.

(e) Toleransi

Virus kanker mammae pada tikus disekresi dalam air susunya, tetapi bayi

tikus yang disusuinya toleran terhadap tumor tersebut. Infeksi kongenital oleh

Universitas Sumatera Utara

virus yang terjadi pada tikus-tikus tersebut akan menimbulkan toleransi terhadap

virus tersebut dan virus sejenis.

(f) Limfosit yang terperangkap

Limfosit spesifik terhadap tumor dapat terperangkap di dalam kelenjar

limfe. Antigen tumor yang terkumpul dalam kelenjar limfe yang letaknya

berdekatan dengan lokasi tumor, dapat menjadi toleran terhadap limfosit

setempat, tetapi tidak terhadap limfosit kelenjar limfe yang letaknya jauh dari

tumor.

(g) Faktor genetik

Kegagalan untuk mengaktifkan sel efektor T dapat disebabkan oleh

karena faktor genetik.

(h) Faktor penyekat

Antigen tumor yang dilepas oleh sel dapat membentuk kompleks dengan

antibodi spesifik yang membentuk pejamu. Kompleks tersebut dapat

menghambat efek sitotoksitas limfosit pejamu melalui dua cara, yaitu dengan

mengikat sel Th sehingga sel tersebut tidak dapat mengenal sel tumor dan

memberikan pertolongan kepada sel Tc.

(i) Produk tumor

PG yang dihasilkan tumor sendiri dapat mengganggu fungsi sel NK dan

sel K. Faktor humoral lain dapat mengganggu respons inflamasi, kemotaksis,

aktivasi komplemen secara nonspesifik dan menambah kebutuhan darah yang

diperlukan tumor padat.

Universitas Sumatera Utara

(j) Faktor pertumbuhan

Respons sel T bergantung pada IL. Gangguan makrofag untuk

memproduksi IL-1, kurangnya kerjasama di antara subset-subset sel T dan

produksi IL-2 yang menurun akan mengurangi respons imun terhadap tumor.

2.2.6 Defisiensi imun pada pasien kanker

Defisiensi imun harus dicurigai bila ditemukan tanda-tanda dari

peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Defisiensi imun primer atau kongenital

diturunkan tetapi defisiensi imun sekunder timbul dari berbagai faktor setelah

lahir. Penyakit defisiensi imun tersering mengenai limfosit, komplemen dan

fagosit. Defisiensi imun pada pasien kanker adalah dari faktor-faktor seperti

berikut (Halim, B dan Sahil, MF, 2001) :

(a) Lokasi tumor

Pada gangguan keganasan sel B seperti mieloma multipel dan leukemia

mielositik kronik dijumpai gangguan sel B poliklonal, defisiensi sel Th,

kelebihan sel Ts dan penurunan rasio sel T4 : T8 pada tumor solid. Kelainan

monosit dan sel T telah terlihat pada penderita karsinoma metastatik dan

sarkoma, terutama stadium lanjut. Parahnya gangguan sel T bervariasi dari

berbagai jenis tumor sesuai asalnya.

(b) Operasi

Depresi sel T dan B sementara terlihat pada kasus postoperatif. Gangguan

imunitas maksimal terjadi selama minggu pertama setelah pembedahan, biasanya

fungsi sel T akan kembali normal 1 bulan. Lama dan intensitas imunosupresi

berhubungan dengan jumlah trauma operasi, lama prosedur dan

Universitas Sumatera Utara

imunokompetensi sebelum operasi. Pembuangan jaringan limforetikuler dapat

mengganggu fungsi imun. Penelitian pada pasien kanker menunjukkan bahwa,

splenektomi dapat mempermudah timbulnya sepsis fulminan akibat bakteri.

Peningkatan kerentanan terhadap infeksi ini berhubungan dengan umur, penyakit

penyerta dan modalitas pengobatan kankernya. Tambahan radiasi kelenjar getah

bening dan kemoterapi akan menyebabkan gangguan lebih besar terhadap fungsi

sel B. Beberapa peneliti bahkan menggunakan injeksi penisilin profilaksis,

vaksin pneumokokus pada pasien post splenektomi sebelum diberi kemoterapi

atau radioterapi. Kerentanan ini disebabkan oleh menurunnya kemampuan

fagositosis dan gangguan pembentukan antibodi dini.

(c) Radioterapi

Radiasi berpengaruh terhadap limfosit, sehingga akan mengalami

kematian interfase dalam beberapa jam tanpa terjadinya mitosis. Sebelum

rangsangan, antigen limfosit hanya menunjukkan kemampuan yang terbatas

untuk memperbaiki kerusakan DNA akibat radiasi. Setelah rangsangan antigen,

sel plasma maupun sel reflektor menjadi lebih radioresisten. Limfopenia terjadi

bukan hanya akibat radiasi terhadap jaringan limfoid, tapi juga akibat destruksi

limfosit pada daerah tepi. Level sel T dan B dapat berkurang, tergantung bagian

yang diradiasi. Walaupun terjadi penurunan kadar sel B, respon humoral

biasanya tetap. Radiasi limfoid total dapat menyebabkan penurunan yang

menetap pada kadar sel T. Respon proliferatif sel T terhadap mitogen atau

antigen histokompatibilitas dapat tertekan selama bertahun-tahun. Radiasi total

badan dengan dosis besar dapat menyebabkan penurunan yang hebat dari seluruh

sel limforetikuler tetapi untuk mencapai kembali rasio normal T4 : T8 perlu lebih

dari setahun. Level monosit tidak menurun secara bermakna selama radioterapi

dan kebanyakan makrofag resisten terhadap radiasi.

Universitas Sumatera Utara

(d) Kemoterapi

Kebanyakan sitostatika bersifat imunosupresif kecuali Bleomisin dan

Vincristin dalam dosis terapeutik. Kemoterapi intermiten biasanya kurang

imunosupresif dibanding dengan tipe kontinu. Fungsi sel T dan B dapat kembali

di antara seri pengobatan walaupun gangguan menetap dapat terlihat setelah

pengobatan yang lama atau bila kemoterapi dan radiasi digabung. Glukokortikoid

mempengaruhi fungsi dan resirkulasi pada darah tepi dan level limfosit lebih

dipengaruhi dibanding monosit. Level sel T lebih dipengaruhi dibanding sel B

dan sel T CD4 lebih terpengaruh dibanding sel T CD8. Pada kemoterapi dosis

tinggi glukokortikoid dapat menghambat setiap fungsi sel limforetikuler, namun

faktor inhibisi makrofag tetap dihasilkan. Kemampuan respon makrofag dan

monosit terhadap mediator terhambat jelas. Kemampuan fagositosis monosit

dipertahankan sedangkan fungsi bakterisidalnya dihambat. Siklosfosfamid

mempunyai pengaruh yang lebih besar terhadap sel B dibanding sel T, dalam

dosis rendah menghambat sel supresor dan meningkatkan efek sel T CD8

daripada sel T CD4, pada dosis lebih tinggi sel T CD8 dan sel T CD4 menurun

(Ozer, H., 1986). Efek imunosupresif bahan pengalkil dan antimetabolit

berhubungan sebagian dengan toksisitas terhadap sel yang berproliferasi. Bahan

pengalkil seperti siklofosfamid dapat menekan produksi antibodi, sedangkan

antimetabolit seperti 5 Fluorourasil, 6 Merkaptopurin dan Metotreksat akan

efektif setelah pemberian antigen dan bila sel B sedang berproliferasi. Bila sel

telah berhenti berproliferasi dan limfosit sudah matur maka respons seluler

maupun humoral menjadi resisten terhadap agen sitotoksik.

(g) Gizi buruk

Semua sel membutuhkan nutrisi untuk berkembang dan bekerja.

Kurangnya vitamin, mineral, kalori, dan protein dapat membuat sistem kekebalan

tubuh lemah di mana ia kurang mampu menemukan dan menghancurkan kuman.

Universitas Sumatera Utara

Ini berarti orang-orang yang kekurangan gizi lebih mungkin untuk mendapatkan

infeksi. Orang dengan kanker sering memiliki gizi buruk karena berbagai alasan.

Sebagai contohnya, kanker itu sendiri mungkin menyebabkan pasien sulit untuk

makan atau mencerna makanan. Hal ini biasa terjadi pada orang dengan kanker

sistem pencernaan, mulut, atau tenggorokan. Selain itu, perawatan kanker, seperti

terapi radiasi dan kemoterapi, dapat menyebabkan hilangnya nafsu makan dan

mual. Di samping itu, pemulihan dari operasi meningkatkan kebutuhan tubuh

akan nutrisi.

2.3 Infeksi opurtunistik pada pasien kanker

2.3.1 Definisi infeksi opurtunistik

Infeksi opurtunistik (IO) adalah infeksi yang disebabkan oleh patogen

(bakteri, virus, jamur atau protozoa) yang menyebabkan penyakit hanya ketika

sistem kekebalan inang terganggu. Pada pasien kanker, IO sering disebabkan

oleh kuman yang tinggal di kulit, usus dan lingkungan (American Cancer

Society, 2009).

2.3.2 Jenis-jenis infeksi opurtunistik pada pasien kanker

2.3.2.1 Bakteri

Beberapa bakteri yang sering menyebabkan infeksi pada pasien kanker termasuk

(Lyman, G.H. dan Crawford, J., 2008) :

• Pseudomonas aeruginosa

Universitas Sumatera Utara

• Klebsiella pneumonia

• Escherichia coli (E. coli)

• Salmonella

• Clostridium difficile

• Staphylococcus aureus

• Staphylococcus epidemidis

• Streptococcus viridans

• Pneumococcus

• Enterococcus

2.3.2.2 Virus

Beberapa virus pada orang dengan jumlah sel darah putih yang rendah

(CancerHelp UK, 2009) :

• Varicella zoster (VZV), virus yang menyebabkan cacar air dan herpes zoster

• Herpes simplex (HSV), virus yang menyebabkan luka herpes genital dingin

• Cytomegalovirus (CMV)

• Influenza virus

• Human respiratory syncytial virus (RSV)

2.3.2.3 Jamur

Jamur yang umumnya menginfeksi pasien kanker (American Cancer

Society,2009) :

• Pneumocystis jirovecii (sebelumnya dikenal sebagai P. carinii)

• Candida

• Aspergillus

• Kriptokokus

Universitas Sumatera Utara

• Histoplasma

• Coccidioides

2.3.2.4 Protozoa

Protozoa merupakan hewan bersel tunggal, berinti sejati (eukariotik) dan

tidak memiliki dinding sel. Protozoa berasal dari kata protos yang berarti pertama

dan zoom yang berarti hewan sehingga disebut sebagai hewan pertama.

Ukurannya 1000 mikron dan merupakan organisme mikroskopis bersifat

heterotrof. Tempat hidupnya adalah tempat yang basah yang kaya zat organik, air

tawar atau air laut sebagai zooplakton, beberapa jenis bersifat parasit dan

menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan ternak. Protozoa memiliki alat

gerak yaitu ada yang berupa kaki semu, bulu getar (silia) atau bulu cambak

(flagela). Beberapa protozoa memiliki fase vegetatif yang bersifat aktif yang

disebut tropozoit dan fase dorman dalam bentuk sista. Tropozoit akan aktif

mencari makan dan berproduksi selama kondisi lingkungan memungkinkan. Jika

kondisi tidak memungkinkan kehidupan tropozoit maka protozoa akan

membentuk sista. Sista merupakan bentuk sel protozoa yang terdehidrasi dan

berdinding tebal mirip dengan endospora yang terjadi pada bakteri. Pada saat

sista protozoa mampu bertahan hidup dalam lingkungan kering maupun basah.

Pada umumnya berkembang biak dengan membelah diri (EDU2000, 2008).

Protozoa umum yang sering menyebabkan penyakit serius pada pasien

kanker termasuk (American Cancer Society,2009) :

• Toxoplasma gondii

• Cryptosporidium

• Cyclospora

• Isospora

Universitas Sumatera Utara

Protozoa usus yang sering kali menyebabkan komplikasi pada pasien

imunodefisiensi seperti pasien kanker ialah spore-forming protozoa seperti :

• Cryptosporidium parvum

• Isospora belli

• Cyclospora cayetanensisc

• Microsporidium spp

Infeksi daripada protozoa usus ini diasosiasi dengan alterasi substansial pada

struktur dan fungsi usus. Namun, patogenesis terjadinya diare pada pasien yang

terinfeksi belum pasti. Biasanya infeksi protozoa ini dapat memicu pengeluaran

sitokin (Interleukin 8) oleh sel epitel yang akan mengaktivasi fagosit ke lamina

propria. Fagosit yang diaktifkan ini akan mengeluarkan faktor solubel yang dapat

meningkatkan sekresi klorida dan air serta menghambat absorbsi. Mediator lain

seperti prostaglandin dan leukotrien pula bertindak pada saraf enterosit dan

memicu sekresi usus. Kerusakan enterosit akibat invasi dan multiplikasi parasit

ini mengakibatkan distorsi struktur vilus dan diasosiasi dengan malabsorbsi serta

diare osmotik (Chacon, C.E., 2009).

Pada penderita immunocompromised, infeksi opurtunistik parasit usus

memainkan peranan yang besar dalam menyebabkan diare kronik yang disertai

dengan penurunan berat badan (Hammouda NA, et al, 1996). Manifestasi klinis

yang sering ditunjukkan oleh pasien terinfeksi protozoa pembentuk spora ini

adalah diare akut, kram perut, demam ringan, mual, dehidrasi serta penurunan

berat badan akibat malabsorbsi. Diare pada pasien imunodefisiensi ini lebih

sering, lama, dan sulit ditangani dibandingkan dengan pasien yang sistem

kekebalannya normal. Infeksi daripada parasit ini hanya dapat ditegakkan

diagnosanya dengan pemeriksaan tinja di mana sering dilakukan skrining untuk

temukan oosit dan spora. Acid fast stain digunakan untuk melihat oosit

Universitas Sumatera Utara

Cryptosporidium, Cyclospora, dan Isospora pada tinja dan aspirasi duodenal.

Cryptosporidium dan Isospora dapat juga diidentifikasi pada biopsi intestinal

dengan mikroskop cahaya. Leukosit dan eritrosit yang tidak dapat ditemukan

pada tinja membantu membedakan daripada diare yang disebabkan oleh bakteria

dan protozoa invasif seperti amoeba (Goodgame, R.W., 1996 dan American

College of Physicians, 2004).

Universitas Sumatera Utara