etika bisnis kelompok 3

26
KASUS PELANGGARAN ETIKA BIDANG KEUANGAN (Studi Kasus PT KAI dan PT Kimia Farma, Tbk.) Untuk Memenuhi Tugas Etika Bisnis dan profesi Dosen Pengampu Badingatus Solikhah, S.E. M.Si. Disusun oleh : 1. Mustangin 7211413002 2. Nurhayati 7211413012 3. Wahyuni 7211413017 4. Tia Eka Yosa 7211413025 5. Siti Atikoh 7211413029 6. Tri Meizaarafi 7211413038 7. Tya Restianti 7211413044 8. Mamik Suparmi 7211413061 9. Intan Setyawati 7211413062 10. Naella Ayu .D 7211413072 11. Putra Rizki 7211413113 AKUNTANSI A 2013 JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Upload: puput

Post on 17-Dec-2015

93 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

Makalahkasus terkait etika bisnis dan profesi

TRANSCRIPT

KASUS PELANGGARAN ETIKA BIDANG KEUANGAN(Studi Kasus PT KAI dan PT Kimia Farma, Tbk.)

Untuk Memenuhi Tugas Etika Bisnis dan profesiDosen Pengampu Badingatus Solikhah, S.E. M.Si.

Disusun oleh :1.Mustangin7211413002

2.Nurhayati7211413012

3.Wahyuni7211413017

4.Tia Eka Yosa 7211413025

5.Siti Atikoh7211413029

6.Tri Meizaarafi 7211413038

7.Tya Restianti 7211413044

8.Mamik Suparmi7211413061

9.Intan Setyawati7211413062

10.Naella Ayu .D7211413072

11.Putra Rizki7211413113

AKUNTANSI A 2013

JURUSAN AKUNTANSIFAKULTAS EKONOMIUNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2015

KASUS PELANGGARAN ETIKA BIDANG KEUANGAN

A. MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT KAI1. Profil PT KAIPT Kereta Api Indonesia (Persero) yang selanjutnya disingkat sebagai PT KAI (Persero) atau "Perseroan" adalah Badan Usaha Milik Negara yang menyediakan, mengatur, dan mengurus jasa angkutan kereta api di Indonesia. PT Kereta Api Indonesia (Persero) didirikan sesuai dengan akta tanggal 1 Juni 1999 No. 2, yang dibuat di hadapan Imas Fatimah, S.H., Sp.N., Notaris di Jakarta, dan kemudian diperbaiki kembali sesuai dengan akta tanggal 13 September 1999 No. 14. Akta pendirian tersebut telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia melalui Surat Keputusan tanggal 1 Oktober 1999 No. C-17171 HT.01.01.TH.99 dan telah diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia tanggal 14 Januari 2000 No. 4 Tambahan No. 240/2000. Babak baru pengelolaan PT Kereta Api Indonesia (Persero) dimulai ketika PJKA diubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 1990. Dengan status barunya sebagai perusahaan umum, Perumka berupaya untuk mendapatkan laba dari jasa yang disediakannya. Untuk jasa layanan penumpang, Perumka menawarkan tiga kelas layanan, yaitu kelas eksekutif, bisnis, dan ekonomi. PT. KAI (Persero) adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang menyelenggarakan jasa angkutan Kereta api yang meliputi angkutan penumpang dan barang. Pada akhir Maret 2007, DPR mengesahkan revisi UU No.13/1992 yang menegaskan bahwa investor swasta maupun pemerintah daerah dberi kesempatan untuk mengelola jasa angkutan Kereta api di Indonesia.2. Kronologi KasusDalam kasus PT KAI tahun 2005 terdeteksi adanya kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Diduga terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp, 6,9 Miliar. Padahal apabila diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan seharusnya menderita kerugian sebesar Rp. 63 Miliar. Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun 2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK), untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut. Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan Keuangan PT KAI melakukan kesalahan. Kasus ini juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Banyak terdapat kejanggalan dalam laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan dari standar akuntansi keuangan. Hal inilah yang patut dipertanyakan.

3. Penyebab Terjadinya KasusKasus PT KAI merupakan Kasus Manipulasi Laporan Keuangan yang dilakukan oleh Manajemen PT KAI dan ketidakmampuan KAP dalam mengindikasi terjadinya manipulasi. Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai dengan Standar Akuntansi Keunagan (SAK) sebagai salah satu penerapan etika profesi. Kesalahan karena tidak menguasai Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dapat menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara Komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktik.Dalam hal kecurangan yang dilakukan oleh akuntan publik yang mengaudit laporan keuangan perusahaan, ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan terjadinya kesalahan pada hasil laporan keuangan PT. KAI yaitu pada saat proses lelang, Komite Audit seharusnyaikutuntuk melihat apakah auditor eksternal layak dipilih dan melihat keadilanproses pemilihan.Pada kenyataannya,komite audit tidak ikut dalam proses penunjukan auditor sehingga tidak terlibat dalam proses audit.Kesalahan tersebut mengakibatkan terjadinya kesalahan yanglain, yaitu tidak adanya atau sangat minimnya komunikasi antara pihak Komite Audit dengan Auditor Eksternal (akuntan publik). Karena Komite Audit tidak menunjuk auditor yang akan diberi penugasan, maka komunikasi yang terjadi antara komite audit dengan auditor bisa diperkirakan sangat sedikit bahkan tidak efektif.Akibat komunikasi yang kurang intens, maka tugas komite audit untuk melaksanakan kewajibannya mengajak auditor untuk mendiskusikan masalah audit saat audit berlangsung tidak dipenuhi dengan baik.Kesalahan ini menimbulkan kesalahanberikutnya, yaitu Komite Audit tidak mereview laporan keuangan dan laporan auditor dengan auditor eksternal menjelang selesainya penugasan audit.Dalamkasus ini, Komite Audit justru tidak mau menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit, setelah laporan auditditerbitkan. Padahal seharusnya Komite Audit melakukan review bersama dengan auditor eksternal menjelang selesainya penugasan audit atau sebelumlaporan auditor diterbitkan, sehingga laporan keuangan tersebut langsung bisa dilakukan audit investigasidan koreksi apabila terjadi kesalahan pencatatan.

4. Pihak-Pihak Yang BerkaitanJika dipandang dari sudut lain di luar masalah-masalah yang dipertentangkan tersebut, ada beberapa hal yang mungkin terjadi sebagai sebab utama pada kasus PT KAI, sehingga Manajemen melakukan banyak salah saji material menurut Komisaris, Auditor Eksternal tidak mengoreksi salah saji tersebut, dan Komite Audit menolak menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit. Sebab-sebab tersebut dilihat dari pihak-pihak yang berinteraksi dengan auditor.Pihak-pihak yang dimaksud adalah:a. ManajemenSecara sederhana, manajemen di sini bisa diartikan sebagai orang dalam perusahaan. Pada kasus ini, beberapa hal yang mungkin menjadi kesalahan manajemen antara lain sebagai berikut :1) Kurang tertib dalam melaksanakan proses akuntansi, sehingga informasi yang disajikan kurang bisa diandalkan, karena beberapa prinsip akuntansi tidak diterapkan. Pada kasus ini, prinsip akuntansi yang sangat tampak tidak diterapkan adalah prinsip pengungkapan penuh dan tepat waktu. Manajemen tidak mengungkapkan seluruh kerugian yang diderita dengan membebankan kerugian tersebut secara bertahap. Menurut Komite Audit, hal ini menyebabkan perseroan yang seharusnya merugi Rp 63 miliar kelihatan meraup laba Rp 6,9 miliar.(http://www.tempo.co/read/news/2006/08/07/05681332/Laporan-Keuangan-Kereta-Api-Diduga-Salah).2) Terjadi beberapa masalah dalam tubuh Manajemen PT KAI yang mengakibatkan kurang berjalannya sistem pengawasan di tubuh manajemen. Hal ini menyebabkan adanya kemungkinan penyimpangan dan manipulasi yang dilakukan oleh manajemen atas laporan keuangannya. Dalam beberapa situs media online, dikatakan bahwa manajemen PT KAI menolak memenuhi hak pekerjanya, sehingga manajemen PT KAI pada tahun 2005 harus dirombak. Perombakan ini berakibat pada berubahnya fungsi-fungsi yang dilaksanakan oleh manajemen, sehingga terjadi beberapa keterlambatan dalam pelaksanaan fungsi manajemen tersebut.3) Komunikasi yang kurang baik antara manajemen dengan pihak auditor maupun Komite Audit. Hal tersebut tampak setelah kasus ini menjadi pemberitaan, dan manajemen mengatakan siap merevisi laporan keuangan, agar meyakinkan publik bahwa dari pihaknya tidak berminat melakukan manipulasi pada laporan keuangan yang disajikan.(http://www.bumn.go.id/23363/publikasi/berita/pt-ka-siap-revisi-laporan-keuangan/).4) Seperti yang telah dianalisis sebelumnya, manajemen tidak yakin dengan laporan keuangan yang dibuatnya, sehingga ketika komite audit mempertanyakannya manajemen merasa tidak yakin.Seharusnya, manajemen yang menyusun laporan keuangan tersebut memiliki keyakinan bahwa laporan keuangan yang dilakukannya sudah benar. Apalagi, seperti pada poin (3) di atas, manajemen mengatakan bahwa pihaknya tidak berminat melakukan manipulasi laporan keuangan.

b. Komite AuditKomite Audit tidak melaksanakan seluruh tanggung jawabnya dengan benar. Di mana dalam kaitannya dengan audit, Komite Audit mempunyai tugas-tugas sebagai berikut:1) Menunjuk kantor akuntan publik yang akan diberi penugasan audit.2) Mendiskusikan lingkup audit dengan auditor.3) Mengundang auditor untuk mendiskusikan masalah-masalah audit yang timbul selama audit berlangsung.4) Mereview laporan keuangan dan laporan auditor dengan auditor menjelang selesainya penugasan audit.c. Auditor InternKesalahan yang bisa diidentifikasi dari pihak auditor intern yang paling esensial yaitu sistem pengendalian yang lemah. Pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh auditor internal belum bisa dikatakan berhasil mengingat masalah-masalah tersebut di atas. Pengawasan yang dibangun belum efektif, sehingga manajemen melakukan banyak salah saji material dan auditor internal tidak berperan mengoreksi salah saji tersebut. Di samping itu, kesalahan auditor intern adalah tidak atau kurang berkomunikasi dengan auditor eksternal. Hal ini bisa dilihat dari kurang telitinya auditor eksternal dalam mengoreksi laporan keuangan perseroan, karena kemungkinan informasi yang diperoleh mengenai suatu hal yang menjadi masalah tersebut kurang memadai. Komunikasi yang minim dan tidak efektif tersebut disebabkan karena auditor internal tidak berperan aktif dalam proses audit pada kasus ini.d. Auditor EksternalDari pihak auditor eksternal sendiri juga melakukan beberapa kesalahan. Kesalahan yang dilakukan auditor eksternal yang paling esensial dan paling tampak adalah tidak melakukan komunikasi efektif terhadap pihak-pihak yang berkepentingan seperti auditor intern dan Komite Audit. Kesalahan tersebut dibuktikan dengan sikap Komite Audit yang tidak mau menandatangani laporan keuangan yang telah diaudit. Padahal review atas laporan tersebut bisa dilakukan bersama Komite Audit menjelang penugasan selesai, atau laporan auditor belum diterbitkan. Kesalahan lain yang dilakukan oleh Auditor Eksternal adalah auditor diragukan dalam melaksanakan penugasan audit sesuai dengan SPAP dan Kode Etik. Sehingga, pada tahun 2007, izin audit Kantor Akuntan Publik yang mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 dibekukan oleh Menteri Keuangan.

5. Kejanggalan Yang Terjadia. Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.b. Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakuimanajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pada akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.c. Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.d. Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.

6. Terungkapnya KasusKomisaris PT Kereta Api mengungkapkan adanya manipulasi laporan keuangan BUMN tersebut di mana seharusnya perusahaan merugi namun dilaporkan memperoleh keuntungan. Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa dibuka akses terhadap laporan keuangan setelah diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik. Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau pencabutan izin praktek. (Harian KOMPAS Tanggal 5 Agustus 2006 dan 8 Agustus 2006).

7. Prinsip Etika Yang DilanggarSelain akuntan eksternal dan komite audit yang melakukan kesalahan dalam hal pencatatan laporan keuangan, akuntan internal di PT. KAI juga belum sepenuhnya menerapkan 8 prisip etika akuntan. Dari kedelapan prinsip akuntan yaitu tanggung jawab profesi, kepentingan publik, integritas, objektifitas, kompetensi dan kehati-hatian profesional, kerahasiaan, perilaku profesional, dan standar teknis, prinsip-prinsip etika akuntan yang dilanggar antara lain :a. Tanggung jawab profesiDimana seorangakuntan harus bertanggung jawab secara professional terhadap semua kegiatan yang dilakukannya. Akuntan Internal PT. KAI kurang bertanggung jawab karena dia tidak menelusuri kekeliruan dalam pencatatan dan memperbaiki kesalahan tersebut sehingga laporan keuangan yang dilaporkan merupakan keadaan dari posisi keuangan perusahaan yang sebenarnya.b. Kepentingan PublikDimana akuntan harus bekerja demi kepentingan publik atau mereka yang berhubungan dengan perusahaan seperti kreditur, investor, dan lain-lain. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak bekerja demi kepentingan publik karena diduga sengaja memanipulasi laporan keuangan sehingga PT. KAI yang seharusnya menderita kerugian namun karena manipulasi tersebut PT. KAI terlihat mengalami keuntungan. Hal ini tentu saja sangat berbahaya, termasuk bagi PT. KAI. Karena, apabila kerugian tersebut semakin besar namun tidak dilaporkan, maka PT. KAI bisa tidak sanggup menanggulangi kerugian tersebut.c. IntegritasDimana akuntan harus bekerja dengan profesionalisme yang tinggi. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI tidak menjaga integritasnya, karena diduga telah melakukan manipulasi laporan keuangan.d. Objektifitas Dimana akuntan harus bertindak obyektif dan bersikap independen atau tidak memihak siapapun. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak obyektif karena diduga telah memanipulasi laporan keuangan sehingga hanya menguntungkan pihak-pihak tertentu yang berada di PT. KAI.e. Kompetensi dan kehati-hatian professionalAkuntan dituntut harus melaksanakan jasa profesionalnya dengan penuh kehati-hatian, kompetensi, dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesionalnya pada tingkat yang diperlukan. Dalam kasus ini, akuntan PT. KAI tidak melaksanakan kehati-hatian profesional sehingga terjadi kesalahan pencatatan yang mengakibatkan PT.KAI yang seharusnya menderita kerugian namun dalam laporan keuangan mengalami keuntungan.f. Perilaku profesionalAkuntan sebagai seorang profesional dituntut untuk berperilaku konsisten selaras dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesinya. Dalam kasus ini akuntan PT. KAI diduga tidak berperilaku profesional yang menyebabkan kekeliruan dalam melakukan pencatatanlaporan keuangan, dan hal ini dapat mendiskreditkan (mencoreng nama baik) profesinya.g. Standar teknis Akuntan dalam menjalankan tugas profesionalnya harus mengacu dan mematuhi standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektifitas. Dalam kasus ini akuntan tidak melaksanakan prinsip standar teknis karena tidak malaporkan laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi keuangan. Contohnya, pada saat PT Kereta Api Indonesia telah tiga tahun tidak dapat menagih pajak pihak ketiga. Tetapi, dalam laporan keuangan itu, pajak pihak ketiga dinyatakan sebagai pendapatan.Padahal, berdasarkan standar akuntansi keuangan tidak dapat dikelompokkan dalam bentuk pendapatan atau asset.

8. Sikap Yang Diambil a. Manajemen PT KAI1) Melakukan koreksi atas salah saji atas: pajak pihak ketiga yang dimasukkan sebagai asset; penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan yang belum dibebankan; bantuan pemerintah yang seharusnya disajikan sebagai bagian modal perseroan.2) Meminta maaf kepada stakeholders melalui konferensi pers dan berjanji tidak mengulangi kembali di masa datang.

b. KAP S. Manan & Rekan1) Melakukan jasa profesional sesuai SPAP, dimana tiap anggota harus berperilaku konsisten dengan reputasi profesionalnya dengan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesioreksi2) Melakukan koreksi atas opini yang telah dibuat3) Melakukan konferensi pers dengan mengungkapkan bahwa oknum yang melakukan kesalahan sehingga menyebabkan opini atas Laporan Keuangan menjadi tidak seharusnya telah diberikan sanksi dari pihak otorisasi, dan berjanji tidak mengulang kembali kejadian yang sama di masa yang akan datang.

9. Solusi Penyelesaian Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan agar kecurangan seperti ini bisa diantisipasi yaknia. MenerapkanGood Corporate goernance (GCG).DalamSurat Keputusan Menteri BUMN No. Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002. Pada surat tersebut BUMN dituntut untuk menerapkan GCG tujuannya untuk mendorog pengelolaan BUMN secara profesional, efisien dan efektif. Selain itu juga mendorong agar perusahaan menjalankan tindakan dengan dilandasi nilai moral yang tinggi dan patuh terhadap peraturan dan perundang-undangan. Dengan diterapkannya GCG maka para pelaku dunia usaha dituntut untuk bertanggung jawab, akuntabilitas, adil dan transparan.b. Harus ada upaya untuk membenarkan kesalahan tahun-tahun lalu, karena konsistensi yang salah tidak boleh dipertahankan. Kesalahan-kesalahan sudah terakumulasi dari tahun-tahun sebelumnya sehingga terdapat dua alternatif, yaitu di restatement atau dikoreksi. Keputusan mengenai opsi yang dipilih sepenuhnya tergantung dari Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik (BP2AP), karena kasus PT. Kereta Api sedang diproses disana.c. Komite Audit tidak berbicara kepada publik, karena esensinya Komite Audit adalah organ Dewan Komisaris sehingga pendapat dan masukan Komite Audit harus disampaikan kepada Dewan Komisaris. Apabila Dewan Komisaris tidak setuju dengan Komite Audit namun Komite Audit tetap pada pendiriannya, Komite Audit dapat mencantumkan pendapatnya pada laporan komite audit yang terdapat dalam laporan tahunan perusahaan.d. Komite Audit berperan aktif dalam mengkoordinasikan seluruh tahapan proses auditing, mulai dari penunjukan, pembuatan program, mengevaluasi dan memberikan hasil evaluasi kepada Dewan Komisaris, yang akan mengkomunikasikannya kepada Direksi.e. Manajemen menyusun laporan keuangan secara tepat waktu, akurat dan full disclosure.f. Memperbaiki komunikasi antara auditor dengan pihak-pihak yang berinteraksi, yaitu manajemen, Komite Audit, dan auditor intern. Dengan komunikasi yang efektif, maka data dan bukti yang terkumpul akan semakin akurat dan memadai, juga menghindari perselisihan dengan Komite Audit.g. Membangun pengawasan yang efektif di tubuh perusahaan.h. Perbaikan sistem akuntansi dan konsistensi penerapan Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum di perusahaan.i. Memilih auditor yang benar-benar kompeten dan profesional.

B. MANIPULASI LAPORAN KEUANGAN PT. KIMIA FARMA Tbk.1. Profil PT. Kimia Farma Tbk.Kimia Farma adalah perusahaan industri farmasi pertama di Indonesia yang didirikan oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1817. Nama perusahaan ini pada awalnya adalah NV Chemicalien Handle Rathkamp & Co. Berdasarkan kebijaksanaan nasionalisasi atas eks perusahaan Belanda di masa awal kemerdekaan, pada tahun 1958, Pemerintah Republik Indonesia melakukan peleburan sejumlah perusahaan farmasi menjadi PNF (Perusahaan Negara Farmasi) Bhinneka Kimia Farma. Kemudian pada tanggal 16 Agustus 1971, bentuk badan hukum PNF diubah menjadi Perseroan Terbatas, sehingga nama perusahaan berubah menjadi PT Kimia Farma (Persero).Pada tanggal 4 Juli 2001, PT Kimia Farma (Persero) kembali mengubah statusnya menjadi perusahaan publik, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dalam penulisan berikutnya disebut Perseroan. Bersamaan dengan perubahan tersebut, Perseroan telah dicatatkan pada Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya (sekarang kedua bursa telah merger dan kini bernama Bursa Efek Indonesia). Berbekal pengalaman selama puluhan tahun, Perseroan telah berkembang menjadi perusahaan dengan pelayanan kesehatan terintegrasi di Indonesia.

2. Kronologi KasusPT Kimia Farma adalah salah satu produsen obat-obatan milik pemerintah di Indonesia. Pada audit tanggal 31 Desember 2001, manajemen Kimia Farma melaporkan adanya laba bersih sebesar Rp 132 milyar, dan laporan tersebut di audit oleh Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM). Akan tetapi, Kementerian BUMN dan Bapepam menilai bahwa laba bersih tersebut terlalu besar dan mengandung unsur rekayasa. Setelah dilakukan audit ulang, pada 3 Oktober 2002 laporan keuangan Kimia Farma 2001 disajikan kembali ( restated), karena telah ditemukan kesalahan yang cukup mendasar. Pada laporan keuangan yang baru, keuntungan yang disajikan hanya sebesar Rp 99,56 miliar, atau lebih rendah sebesar Rp 32,6 milyar, atau 24,7% dari laba awal yang dilaporkan. Kesalahan itu timbul pada unit Industri Bahan Baku yaitu kesalahan berupa overstated penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada unit Logistik Sentral berupa overstated persediaan barang sebesar Rp 23,9 miliar, pada unit Pedagang Besar Farmasi berupa overstated persediaan sebesar Rp 8,1 miliar dan overstated penjualan sebesar Rp 10,7 miliar. Kesalahan penyajian yang berkaitan dengan persediaan timbul karena nilai yang ada dalam daftar harga persediaan digelembungkan. PT Kimia Farma, melalui direktur produksinya, menerbitkan dua buah daftar harga persediaan ( master prices ) pada tanggal 1 dan 3 Februari 2002. Daftar harga per 3 Februari ini telah digelembungkan nilainya dan dijadikan dasar penilaian persediaan pada unit distribusi Kimia Farma per 31 Desember 2001. Sedangkan kesalahan penyajian berkaitan dengan penjualan adalah dengan dilakukannya pencatatan ganda atas penjualan. Pencatatan ganda tersebut dilakukan pada unit-unit yang tidak disampling oleh akuntan, sehingga tidak berhasil dideteksi. Berdasarkan penyelidikan Bapepam, disebutkan bahwa KAP yang mengaudit laporan keuangan PT Kimia Farma telah mengikuti standar audit yang berlaku, namun gagal mendeteksi kecurangan tersebut. Selain itu, KAP tersebut juga tidak terbukti membantu manajemen melakukan kecurangan tersebut.Selanjutnya diikuti dengan pemberitaan di harian Kontan yang menyatakan bahwa Kementerian BUMN memutuskan penghentian proses divestasi saham milik Pemerintah di PT KAEF setelah melihat adanya indikasi penggelembungan keuntungan ( overstated ) dalam laporan keuangan pada semester I tahun 2002. Dimana tindakan ini terbukti melanggar Peraturan Bapepam No.VIII.G.7 tentang Pedoman Penyajian Laporan Keuangan poin 2 Khusus huruf m Perubahan Akuntansi dan Kesalahan Mendasar poin 3) Kesalahan Mendasar, sebagai berikut:Kesalahan mendasar mungkin timbul dari kesalahan perhitungan matematis, kesalahan dalam penerapan kebijakan akuntansi, kesalahan interpretasi fakta dan kecurangan atau kelalaian. Dampak perubahan kebijakan akuntansi atau koreksi atas kesalahan mendasar harus diperlakukan secara retrospektif dengan melakukan penyajian kembali ( restatement) untuk periode yang telah disajikan sebelumnya dan melaporkan dampaknya terhadap masa sebelum periode sajian sebagai suatu penyesuaian pada saldo laba awal periode. Pengecualian dilakukan apabila dianggap tidak praktis atau secara khusus diatur lain dalam ketentuan masa transisi penerapan standar akuntansi keuangan baru. 3. Pihak-pihak yang Berkaitana. ManajemenMantan direksi PT Kimia Farma Tbk. Telah terbukti melakukan pelanggaran dalam kasus dugaan penggelembungan ( mark up) laba bersih di laporan keuangan perusahaan milik Negara untuk tahun buku 2001. Kantor Menteri BUMN meminta agar kantor akuntan itu menyatakan kembali ( restated) hasil sesungguhnya dari laporan keuangan Kimia Farma tahun buku 2001. Sementara itu, direksi lama yang terlibat akan diminta pertanggungjawabannya. Seperti diketahui, perusahaan farmasi terbesar di Indonesia itu telah mencatatkan laba bersih 2001 sebesar Rp 132,3 miliar. Namun kemudian Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) menilai, pencatatan tersebut mengandung unsur rekayasa dan telah terjadi penggelembungan. Terbukti setelah dilakukan audit ulang, laba bersih 2001 seharusnya hanya sekitar Rp 100 miliar. Sehingga diperlukan lagi audit ulang laporan keuangan per 31 Desember 2001 dan laporan keuangan per 30 Juni 2002 yang nantinya akan dipublikasikan kepada publik.Setelah hasil audit selesai dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik Hans Tuanakotta & Mustafa, akan segera dilaporkan ke Bapepam. Dan Kimia Farma juga siap melakukan revisi dan menyajikan kembali laporan keuangan 2001, jika nanti ternyata ditemukan kesalahan dalam pencatatan. Untuk itu, perlu dilaksanakan rapat umum pemegang saham luar biasa sebagai bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada publik. Meskipun nantinya laba bersih Kimia Farma hanya tercantum sebesar Rp 100 miliar, investor akan tetap menilai bagus laporan keuangan. Dalam persoalan Kimia Farma, sudah jelas yang bertanggung jawab atas terjadinya kesalahan pencatatan laporan keuangan yang menyebabkan laba terlihat di- mark up ini, merupakan kesalahan manajemen lama. b. Akuntan PublikBadan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) melakukan pemeriksaan atau penyidikan baik atas manajemen lama direksi PT Kimia Farma Tbk. ataupun terhadap akuntan publik Hans Tuanakotta dan Mustofa (HTM). Dan akuntan publik (Hans Tuanakotta dan Mustofa) harus bertanggung jawab, karena akuntan publik ini juga yang mengaudit Kimia Farma tahun buku 31 Desember 2001 dan dengan yang interim 30 Juni tahun 2002.Pada saat audit 31 Desember 2001 akuntan belum menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Tapi setelah audit interim 2002 akuntan publik Hans Tuanakotta Mustofa (HTM) menemukan kesalahan pencatatan atas laporan keuangan. Sehingga Bapepam sebagai lembaga pengawas pasar modal bekerjasama dengan Direktorat Akuntansi dan Jasa Penilai Direktorat Jenderal Lembaga keuangan yang mempunyai kewenangan untuk mengawasi para akuntan publik untuk mencari bukti-bukti atas keterlibatan akuntan publik dalam kesalahan pencatatan laporan keuangan pada PT. Kimia Farma Tbk. untuk tahun buku 2001.Namun dalam hal ini seharusnya akuntan publik bertindak secara independen karena mereka adalah pihak yang bertugas memeriksa dan melaporkan adanya ketidakwajaran dalam pencatatan laporan keuangan. Dalam UU Pasar Modal 1995 disebutkan apabila di temukan adanya kesalahan, selambat-lambamya dalam tiga hari kerja, akuntan publik harus sudah melaporkannya ke Bapepam. Dan apabila temuannya tersebut tidak dilaporkan maka auditor tersebut dapat dikenai pidana, karena adaketentuan yang mengatur bahwa setiap profesi akuntan itu wajib melaporkan temuan kalau ada emiten yang melakukan pelanggaran peraturan pasar modal. Sehingga perlu dilakukan penyajian kembali laporan keuangan PT. Kimia Farma Tbk. dikarenakan adanya kesalahan pencatatan yang mendasar, akan tetapi kebanyakan auditor mengatakan bahwa mereka telah mengaudit sesuai dengan standar profesional akuntan publik. Akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa ikut bersalah dalam manipulasi laporan keuangan, karena sebagai auditor independen akuntan publik Hans Tuanakotta & Mustofa (HTM) seharusnya mengetahui laporan-laporan yang diauditnya itu apakah berdasarkan laporan fiktif atau tidak.

4. Sanksi dan DendaSehubungan dengan temuan tersebut, maka sesuai dengan Pasal 102 Undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal jo Pasal 61 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 jo Pasal 64 Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal maka PT Kimia Farma (Persero) Tbk. dikenakan sanksi administrative berupa denda yaitu sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).Sesuai Pasal 5 huruf n Undang-Undang No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, maka:a. Direksi Lama PT Kimia Farma (Persero) Tbk periode 1998 Juni 2002 diwajibkan membayar sejumlah Rp 1.000.000.000,- (satu miliar rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena melakukan kegiatan praktek penggelembungan atas laporan keuangan per 31 Desember 2001.b. Sdr. Ludovicus Sensi W, Rekan KAP Hans Tuanakotta dan Mustofa selaku auditor PT Kimia Farma (Persero) Tbk. Diwajibkan membayar sejumlah Rp. 100.000.000,- (seratus juta rupiah) untuk disetor ke Kas Negara, karena atas risiko audit yang tidak berhasil mendeteksi adanya penggelembungan laba yang dilakukan oleh PT Kimia Farma (Persero) Tbk. tersebut, meskipun telah melakukan prosedur audit sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), dan tidak diketemukan adanya unsure kesengajaan. Tetapi, KAP HTM tetap diwajibkan membayar denda karena dianggap telah gagal menerapkan Persyaratan Profesional yang disyaratkan di SPAP SA Seksi 110 Tanggung Jawab & Fungsi Auditor Independen, paragraf 04 Persyaratan Profesional, dimana disebutkan bahwa persyaratan profesional yang dituntut dari auditor independen adalah orang yang memiliki pendidikan dan pengalaman berpraktik sebagai auditor independen.DAFTAR PUSTAKA

Hendra. Contoh Kasus Pelanggaran Etika dalam Berbisnis.http://hendraendra.blogspot.com/2012/10/contoh-kasus-pelanggaran-etika-dalam.html?m=1. Diakses pada 12 Mei 2015

Tempo. Laporan Keuangan Kereta Api Diduga Salahhttp://www.tempo.co/read/news/2006/08/07/05681332/Laporan-Keuangan-Kereta-Api-Diduga-Salah. Diakses pada 13 Mei 2015

BUMN. PT KAI Siap Revisi Laporan Keuanganhttp://www.bumn.go.id/23363/publikasi/berita/pt-ka-siap-revisi-laporan-keuangan/Diakses pada 13 Mei 2015

Kimia Farma. Sejarah Kimia Farma.http://www.kimiafarma.co.id/detail_full.php?a=13. Diakses pada 14 Mei 2015

Dwiutami, Annisa.Tugas Minggu Ke-3 Etika Profesihttp://cha-kitato.blogspot.com/2013_11_01_archive.html?m=1. Diakses pada 14 Mei 2015