evaluasi imunisasi
DESCRIPTION
fgd evaluasi imunisasiTRANSCRIPT
EVALUASI IMUNISASI DI POSYANDU
1. Skenario
Sebagai dokter baru di puskesmas melati, anda ingin mengevaluasi program imunisasi
yang dilakukan oleh posyandu di desa mawar. Puskesmas melati mempunyai wilayah
cakupan sebanyak 13 desa yang di setiap desa mempunyai 1 orang Bidan Desa.
Desa Mawar mempunyai 4 posyandu yang didirikan berdasarkan jumlah dusun ,yaitu :
a) Posyandu Mangga: mencakup 5 RT, 57 balita, 2 balita umur 9 bulan, 2 orang hamil 2
bulan, 1 orang hamil 6 bulan 1 orang hamil 9 bulan
b) Posyandu Apel: mencakup 5 RT, 51 balita, 1 balita umur 9 bulan, 1 orang hamil 1
bulan, 2 orang hamil 4 bulan 2 orang hamil 9 bulan
c) Posyandu Salak: mencakup 8 RT, 109 balita, 3 balita umur 9 bulan, 1 orang hamil
1bulan, 2 orang hamil 3 bulan 1 orang hamil 9 bulan
d) Posyandu Jeruk : mencakup 8 RT, 74 balita, 2 balita umur 9 bulan, 2 orang hamil 7
bulan, 1 orang hamil 9 bulan
Petugas yang melayani posyandu adalah kader dan bidan desa setempat dibantu juru
imunisasi puskesmas dan kadang-kadang dihadiri Dokter dan bidan puskesmas .
Target cakupan imunisasi menurut dinkes Kabupaten setempat 80% cakupan imunisasi di
desa Mawar tahun 2012
a. BCG 60%
b. DPTHB 1 55%
c. DPTHB 2 53 %
d. DPTHB 3 50%
e. POLIO 65%
f. CAMPAK 45%
Dengan pertimbangan efisiensi penggunaan vaksin ,ada kemungkinan pelaksanaan
imunisasi digabung di salah satu posyandu apabila jumlah balita sasaran kurang dari aturan
1
yang ada. Sebagai besar ibu di desa Mawar bekerja sebagai buruh tani yang masih memegang
adat istiadat setempat yang menghambat pelaksanaan imunisasi.
Jarak psyandu mangga ke posyandu apel 1,5 km jalan lurus.
Jarak posyandu apel ke posyandu salak 1,7 km melewati wilayah kecamatan lain.
Jarak posyandu salak ke posyandu jeruk 3 km melewati wilayah desa lain.
Posyandu Mangga ke posyandu Salak, Posyandu mangga ke posyandu jeruk tidak ada jalan
langsung.
2. Learning objective.
a. Mampu mejelesaikan kegiatan posyandu di masyarakat
b. Mampu menjelaskan jenis imunisasi dan kapan diberikan pada bayi, sertakan
matriknya.
c. Mampu menjelaskan imunisasi yang diberikan kepada ibu hamil.
d. Mampu mengidentifikasi masalah imunisasi posyandu di desa Mawar
e. Mampu menganalisis penyebab masalah cakupan imunisasi.
f. Mampu memberikan solusi permasalahan yang ada.
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan dasar, utamanya untuk mempercepat penurunan angka kematian
ibu dan bayi. UKBM adalah wahana pemberdayaan masyarakat, yang dibentuk atas
dasar kebutuhan masyarakat, dikelola oleh, dari, untuk dan bersama masyarakat, dengan
bimbingan dari petugas Puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya. (Depkes
RI. 2006, MENKES. 2011).
Pengertian Posyandu adalah suatu wadah komunikasi alih teknologi dalam
pelayanan kesehatan masyarakat dari Keluarga Berencana dari masyarakat, oleh
masyarakat dan untuk masyarakat dengan dukungan pelayanan serta pembinaan teknis
dari petugas kesehatan dan keluarga berencana yang mempunyai nilai strategis untuk
pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Yang dimaksud dengan nilai strategis
untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini yaitu dalam peningkat mutu
manusia masa yang akan datang dan akibat dari proses pertumbuhan dan perkembangan
manusia ada 3 intervensi yaitu :
a. Pembinaan kelangsungan hidup anak (Child Survival) yang ditujukan untuk
menjaga kelangsungan hidup anak sejak janin dalam kandungan ibu sampai
usia balita.
b. Pembinaan perkembangan anak (Child Development) yang ditujukan untuk
membina tumbuh/kembang anak secara sempurna, baik fisik maupun mental
sehingga siap menjadi tenaga kerja tangguh.
c. Pembinaan kemampuan kerja (Employment) yang dimaksud untuk
memberikan kesempatan berkarya dan berkreasi dalam pembangunan bangsa
dan negara.
Salah satu kegiatan yang dilaksanakan di Posyandu yang sangat penting yaitu
kegiatan pemberian imunisasi pada anak, hal ini merupakan suatu usaha untuk
mempercepat pencapaian salah satu target MDG’s, yaitu menurunkan angka kematian
bayi.
3
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan
memasukan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang
mewabah atau berbahaya terhadap seseorang. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya
akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk
terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya. (Umar, 2006)
Sesuai dengan program organisasi kesehatan dunia (WHO), pemerintah telah
mewajibkan pemberian lima imunisasi dasar bagi bayi. Tujuannya agar bayi terhindar
dari penyakit dan kematian akibat terpapar virus atau bakteri. Lima imunisasi dasar
tersebut terbagi menjadi beberapa imunisasi yaitu Hepatitis B, BCG, Polio, DPT-HB,
dan Campak. Selain lima imunisasi dasar tersebut orang tua dapat memberikan
imunisasi tambahan seperti MMR, hepatitis A, influenza, cacar air, dan lain-lain.
(Azis,2009)
Pada skenario yang dibahas, target cakupan imunisasi menurut dinkes Kabupaten
setempat adalah 80 %. Pada kenyataannya, cakupan imunisasi di desa Mawar tahun
2012 tidak memenuhi target yang ditetapkan dinkes dengan rincian sebagai berikut :
a. BCG 60%
b. DPTHB 1 55%
c. DPTHB 2 53 %
d. DPTHB 3 50%
e. POLIO 65%
f. CAMPAK 45%
B. Rumusan Masalah
Faktor apa saja yang mempengaruhi cakupan imunisasi di desa Mawar tidak mencapai
target yang telah ditetapkan oleh Dinkes Kabupaten setempat?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
a. Tujuan Umum
- Mengetahui faktor yang mempengaruhi rendahnya cakupan imunisasi di Desa
Mawar
4
b. Tujuan Khusus
- Mengidentifikaasi faktor internal yang mempengaruhi rendahnya cakupan
imunisasi di Desa Mawar
- Mengidentifikaasi faktor eksternal yang mempengaruhi rendahnya cakupan
imunisasi di Desa Mawar
- Mengidentifikasi berbagai jenis imunisasi dan jadwal pemberian
- Memberikan solusi permasalahan yang ada di Posyandu Desa Mawar
5
BAB II
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Analisis
Definisi
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan
memasukan sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang
mewabah atau berbahaya terhadap seseorang. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya
akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk
terhindar dari penyakit lain diperlukan imunisasi lainnya. (Umar, 2006).
Epidemiologi
Kegiatan imunisasi di Indonesia di mulai di Pulau Jawa dengan vaksin cacar pada
tahun 1956. Pada tahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi penyakit cacar. Pada
tahun 1974, Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO, yang selanjutnya
dikembangkan vaksinasi lainnya. Pada tahun 1972 juga dilakukan studi pencegahan
terhadap Tetanus Neonatorum dengan memberikan suntikan Tetanus Toxoid (TT) pada
wanita dewasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur, sehingga pada tahun 1975 vaksinasi TT
sudah dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia. (Depkes RI, 2006).
Jenis-jenis Imunisasi di Indonesia
Pada dasarnya ada 2 jenis imunisasi, yaitu :
- Imunisasi Pasif (Pasive Immunization), imunisasi pasif ini adalah
immunoglobulin.
- Imunisasi Aktif (Active Immunization), imunisasi pada ibu hamil dan calon
pengantin adalah imunisasi tetanus toksoid. Imunisasi ini untuk mencegah
terjadinya tetanus pada bayi yang dilahirkan. Imunisasi tetanus (TT, tetanus
toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus. ATS (Anti
Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif)
maupun pengobatan penyakit tetanus. Jenis imunisasi ini minimal dilakukan
lima kali seumur hidup untuk mendapatkan kekebalan penuh. Imunisasi TT yang
pertama bisa dilakukan kapan saja, misalnya sewaktu remaja. Lalu TT2
dilakukan sebulan setelah TT1 (dengan perlindungan tiga tahun). Tahap
berikutnya adalah TT3, dilakukan enam bulan setelah TT2 (perlindungan enam
tahun), kemudian TT4 diberikan satu tahun setelah TT3 (perlindungan 10
6
tahun), dan TT5 diberikan setahun setelah TT4 (perlindungan 25 tahun). Jenis
imunisasi ini dapat mencegah penyakit campak (measles pada anak-anak).
Biasanya imunisasi bisa diberikan dengan cara disuntikkan maupun diteteskan pada
mulut anak balita (bawah lima tahun). Berikut ini adalah Jenis-jenis imunisasi pada
balita :
a. Imunisasi BCG, vaksinasi BCG memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit
tuberkulosis (TBC). BCG diberikan 1 kali sebelum anak berumur 2 bulan. Vaksin
ini mengandung bakteri Bacillus Calmette-Guerrin hidup yang dilemahkan,
sebanyak 50.000-1.000.000 partikel/dosis. Imunisasi BCG dilakukan sekali pada
bayi usia 0-11 bulan.
b. Hepatitis B, imunisasi HBV memberikan kekebalan terhadap hepatitis B. Hepatitis
B adalah suatu infeksi hati yang bisa menyebabkan kanker hati dan kematian.
Karena itu imunisasi hepatitis B termasuk yang wajib diberikan. Jadwal pemberian
imunisasi ini sangat fleksibel, tergantung kesepakatan dokter dan orangtua. Bayi
yang baru lahir pun bisa memperolehnya. Imunisasi ini pun biasanya diulang sesuai
petunjuk dokter. Orang dewasa yang berisiko tinggi terinfeksi hepatitis B adalah
individu yang dalam pekerjaannya kerap terpapar darah atau produk darah, klien dan
staf dari institusi pendidikan orang cacat, pasien hemodialisis (cuci darah), orang
yang berencana pergi atau tinggal di suatu tempat di mana infeksi hepatitis B sering
dijumpai, pengguna obat suntik, homoseksual/biseksual aktif, heteroseksual aktif
dengan pasangan berganti-ganti atau baru terkena penyakit menular seksual, fasilitas
penampungan korban narkoba, imigran atau pengungsi di mana endemisitas daerah
asal sangat tinggi/lumayan. Berikan tiga dosis dengan jadwal 0, 1, dan 6 bulan. Bila
setelah imunisasi terdapat respon yang baik maka tidak perlu dilakukan pemberian
imunisasi penguat (booster).
c. Polio, Pada saat ini telah beredar di Indonesia IPV (Inactivated Polio Vaccine)
disamping OPV (Oral Polio Vaccine) yang telah kita kenal selama ini. Vaksin IPV
berisi antigen polio (polio 1,2, dan 3) yang telah mati, sedangkan OPV berisi virus
polio hidup. Kedua vaksin polio tersebut dapat dipakai secara bergantian. Vaksin
IPV dapat diberikan pada anak sehat, maupun yang menderita imunokompromais.
Dapat pula diberikan dalam waktu bersamaan dengan vaksin DTP.
d. DPT, imunisasi DPT adalah suatu vaksin 3-in-1 yang melindungi terhadap difteri,
pertusis dan tetanus. Difteri adalah suatu infeksi bakteri yang menyerang
tenggorokan dan dapat menyebabkan komplikasi yang serius atau fatal. Pertusis
(batuk rejan) adalah inteksi bakteri pada saluran udara yang ditandai dengan batuk
7
hebat yang menetap serta bunyi pernafasan yang melengking. Pertusis berlangsung
selama beberapa minggu dan dapat menyebabkan serangan batuk hebat sehingga
anak tidak dapat bernafas, makan atau minum. Pertusis juga dapat menimbulkan
komplikasi serius, seperti pneumonia, kejang dan kerusakan otak. Tetanus adalah
infeksi bakteri yang bisa menyebabkan kekakuan pada rahang serta kejang.
e. Campak, imunisasi campak memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit campak
(tampek). Imunisasi campak diberikan sebanyak 1 dosis pada saat anak berumur 9
bulan atau lebih.
Jadwal pemberian imunisasi
Gambar 2.1. Jadwal pemberian imunisasi
Manfaat Imunisasi
Pemberian imunisasi memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Untuk anak, bermanfaat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit
menular yang sering berjangkit;
b. Untuk keluarga, bermanfaat menghilangkan kecemasan serta biaya pengobatan
jika anak sakit;
8
c. Untuk negara, bermanfaat memperbaiki derajat kesehatan, menciptakan bangsa
yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Depkes RI,
2001)
Tenaga pelaksana Imunisasi
Standar tenaga pelaksana di tingkat pusksmas adalah petugas imunisasi dan
pelaksana cold chain. Petugas imunisasi adalah tenaga perawat atau bidan yang telah
mengikuti pelatihan, yang tugasnya memberikan pelayanan imunisasi dan penyuluhan.
Pelaksana cold chain adalah tenaga yang berpendidikan minimal SMA atau SMK yang
telah mengikuti pelatihan cold chain, yang tugasnya mengelola vaksin dan merawat
lemari es, mencatat suhu lemari es, mencatat pemasukan dan pengeluaran vaksin serta
mengambil vaksin di kabupaten/kota sesuai kebutuhan per bulan. Pengelola program
imunisasi adalah petugas imunisasi, pelaksana cold chain atau petugas lain yang telah
mengikuti pelatihan untuk pengelola program imunisasi, yang tugasnya membuat
perencanaan vaksin dan logistik lain, mengatur jadwal pelayanan imunisasi, mengecek
catatan pelayanan imunisasi, membuat dan mengirim laporan ke kabupaten/kota,
membuat dan menganalisis PWS bulanan, dan merencanakan tindak lanjut. (Depkes RI,
2006 dan MENKES, 2011)
Untuk meningkatkan pengetahuan dan/atau ketrampilan petugas imunisasi perlu
dilakukan pelatihan sesuai dengan modul latihan petugas imunisasi.Pelatihan teknis
diberikan kepada petugas imunisasi di puskesmas, rumah sakit dan tempat pelayanan
lain, petugas cold chain di semua tingkat. Pelatihan manajerial diberikan kepada para
pengelola imunisasi dan supervisor di semua tingkat. (Depkes RI, 2006 dan MENKES,
2011)
Pengelolaan vaksin (dinkes sulsel)
a. Sensitivitas terhadap suhu
Untuk memudahkan penggelolaan, vaksin dibedakan dalam 2 (dua) kategori :
- Vaksin yang sensitif terhadap panas (heat sensitive) : Polio, Campak dan BCG
- Vaksin yang sensitif terhadap pembekuan (freeze sensitive) : Hepatitis B, DPT,
TT dan DT.
Semua vaksin akan rusak bila terpapar suhu panas. Namun vaksin Polio, Campak
dan BCG akan lebih cepat rusak pada paparan panas dibandingkan vaksin Hepatitis
B, DPT, TT dan DT. Sebaliknya vaksin Hepatitis B, DPT, TT dan DT akan rusak
bila terpapar dengan suhu beku.
9
b. Pengadaan, penyimpanan, distribusi, dan pemakaian
- Pengadaan
Pengadaan vaksin untuk program imunisasi dilakukan oleh Ditjen. PPM & PL
dari sumber APBN dan BLN (Bantuan Luar Negeri). Pelaksanaan pengadaan
vaksin dilakukan melalui kontrak pembelian pada PT. Bio Farma sebagai
produsen vaksin satu-satunya di Indonesia.Vaksin yang berasal dari luar negeri
pada umumnya diterima di Indonesia apabila ada kegiatan khusus (seperti
Catch Up Campaign Campak) dan vaksin tersebut telah lolos uji dari Badan
Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
- Penyimpanan
Setiap unit dianjurkan untuk menyimpan vaksin tidak lebih dari stok
maksimalnya, untuk menghindari terjadinya penumpukan vaksin.
Bila frekuensi distribusi vaksin ke provinsi 1 (satu) kali setiap 3 (tiga)
bulan, maka stok maksimal vaksin di provinsi adalah kebutuhan vaksin untuk 4
(empat) bulan. Bila frekuensi pengambilan vaksin ke provinsi 1 (satu) kali
perbulan maka stok minimal di kabupaten adalah 1 (satu) bulan dan stok
maksimal adalah 3 (tiga) bulan, dan bila frekuensi pengambilan vaksin ke
kabupaten 1 (satu) kali per bulan maka stok maksimal di Puskesmas 1 (satu)
bulan 1 (satu) minggu. Lihat bagan distribusi vaksin.
Gambar 2.2. Distribusi Vaksin
Cara penyimpanan untuk vaksin sangat penting karena menyangkut
potensi atau daya antigennya. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyimpanan
vaksin adalah suhu, sinar matahari, dan kelembaban.
10
Tabel 2.1. Penyimpanan Vaksin
Vaksin yang berasal dari virus hidup (polio, campak) pada pedoman
sebelumnya harus disimpan pada suhu dibawah OoC. Dalam perkembangan
selanjut, hanya vaksin Polio yang masih memerlukan suhu dibawah OoC di
provinsi dan kabupaten/kota, sedangkan vaksin campak lebih baik disimpan di
refrigerator pada suhu 2 – 8oC. Adapun vaksin lainnya harus disimpan pada
suhu 2 – 8oC. Vaksin Hepatitis B, DPT, TT dan DT tidak boleh terpapar pada
suhu beku karena vaksin akan rusak akibat meningkatnya konsentrasi zat
pengawet yang merusak antigen. Di Puskesmas yang mempunyai freezer
pembuat cold pack, bagian freezer dari lemari es tidak dipakai untuk
menyimpan vaksin. Dalam penyimpanan/pengangkutan vaksin, susunannya
harus diperhatikan. Karena suhu dingin dari lemari es/freezer diterima vaksin
secara konduksi, maka ketentuan tentang jarak antar kemasan vaksin harus
dipenuhi. Demikian pula letak vaksin menurut jenis antigennya mempunyai
urutan tertentu untuk menghindari penurunan potensi vaksin yang terlalu cepat.
- Distribusi
Pengertian distribusi disini adalah transportasi atau pengiriman vaksin dari
Pusat/Bio Farma ke provinsi, dari provinsi ke kabupaten/kota, dari
kabupaten/kota ke Puskesmas dan dari Puskesmas ke bidan di desa atau
posyandu.
Distribusi vaksin baik jumlah maupun frekuensinya harus disesuaikan dengan
volume vaksin dimasing -masing provinsi serta biaya transportasi. Rata -rata
distribusi vaksin ke Provinsi adalah setiap 1-3 bulan. Tergantung dari besarnya
jumlah penduduk provinsi tersebut. Bila frekuensi distribusi vaksin dikurangi,
keuntungannya adalah biaya transportasi berkurang, sedang kerugiannya
sebagian besar umur vaksin dihabiskan dalam tempat penyimpanan di
Pusat/Bio Farma. Karena volume penyimpanan dipengaruhi dengan stok
11
vaksin maka pusat/Bio Farma memerlukan informasi tentang stok vaksin di
provinsi secara berkala atau melalui permintaan vaksin dari provinsi.
Dari gudang provinsi vaksin diambil oleh petugas kabupaten/kota setiap bulan
dan dari gudang kabupaten/kota vaksin diambil oleh petugas Puskesmas setiap
bulan. Dengan demikian untuk kabupaten/kota dan Puskesmas diperlukan
biaya pengambilan vaksin setiap bulan. Frekuensi pengambilan vaksin inipun
bervariasi antar kabupaten/kota dan Puskesmas, tergantung pada kapasitas
tempat penyimpanan vaksin, biaya transportasi serta volume kegiatan.
Dalam menjaga potensi vaksin selama transportasi, ketentuan pemakaian
cold/cool box, vaccine carrier, thermos, cold/cool pack harus diperhatikan.
- Pemakaian
Dalam mengambil vaksin untuk pelayanan imunisasi, prinsip yang dipakai saat
ini, “early expired first out/EEFO” (dikeluarkan berdasarkan tanggal
kedaluarsa yang lebih dulu).
Namun dengan adanya VVM (vaccine vial monitor) maka ketentuan EEFO
tersebut menjadi pertimbangan kedua. VVM sangat membantu petugas dalam
manajemen stok vaksin secara cepat dengan melihat perubahan warna pada
indikator yang ada.
Kebijaksanaan program adalah tetap membuka vial/ampul baru meskipun
sasaran sedikit untuk tidak mengecewakan masyarakat. Kalau pada awalnya
indeks pemakaian vaksin menjadi sangat kecil dibandingkan dengan jumlah
dosis per vial/ampul, dengan semakin mantapnya manajemen program di unit
pelayanan, tingkat efisiensi dari pemakaian vaksin ini harus semakin tinggi.
Vaksin yang dipakai haruslah vaksin yang poten dan aman. Sisa vaksin yang
sudah dibawa ke lapangan namun belum dibuka harus segera dipakai pada
pelayanan berikutnya, sedang yang sudah dibuka harus dibuang. Sebelum
dibuang periksa dulu apakah di antara pengunjung diluar umur sasaran ada
yang perlu dilengkapi imunisasinya dan ada yang perlu mendapat booster.
Namun hasil imunisasi ini jangan dilaporkan, cukup dicatat dalam buku bantu.
Vaksin yang dipakai di unit pelayanan statis atau di dalam gedung (RS,
Puskesmas, BKIA, praktek swasta) dapat digunakan kembali setelah vial
dibuka dengan ketentuan sebagaimana tabel dibawah ini :
12
Tabel 2.2 Masa Pemakaian Vaksin dari Vial yang Sudah Dibuka di Unit
Pelayanan Statis
Pemakaian vaksin yang sudah dibuka harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
- Vaksin tidak melewati masa kadaluarsa
- Vaksin tetap disimpan pada + 2 0C s/d 80C
- Sterilitas vaksin dapat terjamin
- Vial vaksin tidak pernah terendam dalam air
- VVM masih menunjukkan kondisi A atau B
B. Pembahasan
Permasalahan dalam skenario ini adalah cakupan imunisasi yang tidak terpenuhi dari
target yang ada yaitu kurang dari 80 %, dengan data cakupan imunisasi di desa Mawar tahun
2012 adalah sebagai berikut :
a. BCG 60 %
b. DPTHB 1 55 %
c. DPTHB 2 53 %
d. DPTHB 3 50 %
e. POLIO 65 %13
f. CAMPAK 45 %
Melihat dari masalah yang ada maka ada beberapa masalah, meliputi :
1. Masalah internal :
Cakupan imunisasi belum mencapai 80%
2. Masalah ekternal :
a. Adanya adat istiadat terhadap imunisasi.
b. Kurangnya pengetahuan tentang manfaat imunisasi.
c. Adanya ketakutan dari dampak imunisasi.
d. Lokasi tempat posyandu diselenggarkan.
e. Faktor kesibukan orang tua yang masih bekerja saat pelaksanaan imunisasi
dilaksanakan.
f. Faktor jarak antara rumah dan posyandu yang jauh.
g. 1 vial vaksin untuk 9 balita dan untuk efisiensi harus 1 vial vaksin BCG
utk 9 bayi, vaksin BCG hanya boleh digunakan tidak lebih dari 3 jam
setelah dilarutkan, dan 15 menit setelah dimasukkan spuit, 1 ampul vaksin
Campak utk 9 dan 18 orang, dan hanya boleh digunakan tidak lebih dari 6
jam setelah dilarutkan.
Solusi
1) Untuk imunisasi BCG bulan depan , pada 6 bayi yang baru lahir, imunisasi
dilakukan oleh bidan desa pada jadwal terakhir posyandu dengan mendatangi
rumah bayi sasaran. ( 1 vial vaksin BCG utk 9 bayi, vaksin BCG hanya boleh
digunakan tidak lebih dari 3 jam setelah dilarutkan, dan 15 menit setelah
dimasukkan spuit).
Imunisasi campak juga dilakukan dengan kunjungan rumah mengingat jumlan
bayi yg berumur 9 bulan hanya 8 orang ( 1 vial vaksin Campak utk 9 dan 18
orang, dan hanya boleh digunakan tidak lebih dari 6 jam setelah dilarutkan ).
2) Lokasi antar posyandu yang berjauhan sulit untuk diatasi kecuali dengan jalan
turunnya petugas imunisasi langsung ke lapangan.
3) Mencari peluang yang memungkinkan tersedianya waktu untuk ke posyandu
dengan menyesuaikan jadwal waktu luang ibu.
Memberikan pemahaman melalui berbagai pendekatan promosi kesehatan melalui
peningkatan kemampuan kader (TOT penyuluh) dengan metode persuasive dan fact finding.
14
15
BAB III
RENCANA PROGRAM
Menurut Harrington Emerson dalam Phiffner John F. dan Presthus Robert V. (1960)
manajemen mempunyai lima unsur (5M), yaitu:
1. Man
2. Money
3. Materials
4. Machines
5. Methods
Pelaksanaan program untuk menyelesaikan masalah cakupan imunisasi di Posyandu
Desa Mawar mengacu pada 5M diatas:
1. Man
Merujuk pada sumber daya manusia yang dimiliki oleh organisasi. Dalam manajemen,
faktor manusia adalah yang paling menentukan. Hal yang dapat kita lakukan adalah
memberi pelatihan kepada tenaga pelaksana di Posyandu dalam hal pemberian imunisasi
dan bagaimana cara untuk mensosialisasikan manfaat dari imunisasi.
2. Money
Uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena segala
sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa
uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan
dan harus dibeli serta berapa hasil yang akan dicapai dari suatu organisasi.
3. Materials
Material dalam hal ini adalah vaksin yang digunakan untuk melaksanakan imunisasi
tersebut. Pemberian vaksin disesuaikan dengan usia dan jumlah penerima imunisasi
sehingga material yang ada dapat digunakan secara efisien.
4. Machines
Machine dalam hal ini adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan penyimpanan,
distribusi dan pemakaian vaksin yang akan digunakan dalam program imunisasi. Oleh
karena itu, kita harus memberi informasi tentang prosedur pengelolaan vaksin tersebut
kepada petugas pelaksana di lapangan.
16
5. Methods
Metode yang dilaksanakan agar kegiatan imunisasi tersebut berjalan sesuai dengan
program adalah mengadakan penyuluhan kepada setiap desa, mengubah pola pikir
masyarakat mengenai adanya adat istiadat terhadap imunisasi, mensosialisasikan kepada
masyarakat tentang manfaat imunisasi dan menyelenggarakan kegiatan imunisasi ditempat
yang mudah dijangkau oleh masyarakat.
17
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan
memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar,
utamanya untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.
Imunisasi adalah pemberian kekebalan tubuh terhadap suatu penyakit dengan memasukan
sesuatu ke dalam tubuh agar tubuh tahan terhadap penyakit yang sedang mewabah atau
berbahaya terhadap seseorang. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan
kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit lain
diperlukan imunisasi lainnya.
Permasalahan dalam skenario ini adalah cakupan imunisasi yang tidak terpenuhi dari
target yang ada yaitu kurang dari 80 %. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab
cakupan target imunisai tidak terpenuhi yaitu : adat istiadat yang masih melekat di dalam
Desa Mawar, faktor kesibukan orang tua yang masih bekerja saat pelaksanaan imunisasi
dilaksanakan, faktor jarak antara rumah dan posyandu jauh.
Solusi yang dapat dilakukan adalah mengadakan penyuluhan kepada setiap desa dan
mendata setiap warga yang mempunyai anak kecil untuk dilakukan imunisasi dengan cara
bekerja sama dengan ketua RT atau ketua desa setempat, mengubah pola pikir masyarakat
mengenai adanya adat istiadat terhadap imunisasi dengan cara melakukan pendekatan atau
mendatangi orang yang sangat dihormati atau tokoh masyarakat atau sesepuh di desa tersebut,
mensosialisasikan kepada masyarakat melalui penyuluhan yang dilaksanakan di balai desa
tentang manfaat imunisasi setiap 1 bulan sekali, menyelenggarakan kegiatan imunisasi
ditempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat dan apabila lokasinya sulit dijangkau maka
dapat dilakukan sistem penjemputan kepada orang tua dan anak yang akan diimunisasi.
B. Saran
Berdasarkan masalah yang ada yaitu belum tercapainya cakupan imunisasi di desa
Mawar yang disebabkan oleh adanya adat istiadat terhadap imunisasi, kurangnya
pengetahuan tentang manfaat imunisasi, adanya ketakutan dari dampak imunisasi, lokasi
tempat posyandu diselenggarkan, ib al kesibukan orang tua yang masih bekerja saat
18
pelaksanaan imunisasi dilaksanakan, ib al jarak antara rumah dan posyandu yang jauh. Oleh
karena itu, kami memberikan beberapa rekomendasi untuk dapat mencapai target yang
diinginkan, yaitu:
1. Mengadakan penyuluhan kepada setiap desa dan mendata setiap warga yang
mempunyai anak kecil untuk dilakukan imunisasi dengan cara bekerja sama dengan
ketua RT atau ketua desa setempat.
2. Mengubah pola pikir masyarakat mengenai adat istiadat terhadap imunisasi dengan
cara melakukan pendekatan atau mendatangi orang yang sangat dihormati atau tokoh
masyarakat atau sesepuh di desa tersebut.
3. Mensosialisasikan kepada masyarakat melalui penyuluhan yang dilaksanakan ib alai
desa tentang manfaat imunisasi setiap 1 bulan sekali.
4. Menyelenggarakan kegiatan imunisasi ditempat yang mudah dijangkau oleh
masyarakat.
Menyelenggarakan kegiatan imunisasi pada waktu yang disesuaikan dengan pekerjaan
mayoritas masyarakat setempat, yang mungkin dilaksanakan posyandu pada malam hari
sekitar pukul 17.00-21.00 WIB dan dilakukan 1 bulan sekali pada minggu pertama.
19
BAB V20
DAFTAR PUSTAKA
21