evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien …eprints.ums.ac.id/59441/1/miss ilyana sama k100130209...
TRANSCRIPT
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN COMMUNITY-
ACQUIRED PNUEMONIA RAWAT INAP
DI RSUD Dr. MOEWARDI TAHUN 2016
PUBLIKASI ILMIAH
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I
Pada Jurusan Farmasi Fakultas Farmasi
Oleh:
MISS ILYANA SAMA
K 100 130 209
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
ii
iii
1
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK PADA PASIEN COMMUNITY- ACQUIRED
PNUEMONIA RAWAT INAP
DI RSUD DR. MOEWARDI TAHUN 2016
ABSTRAK
Community-acquired pneumonia (CAP) merupakan infeksi akut pada jaringan paru atau
secara umum dikenal sebagai radang paru. Pada umumnya terapi empiris untuk penyakit
pneumonia yang digunakan adalah agen antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tepat
dan rasional memberikan dampak efektif termasuk dari segi biaya dengan peningkatan
efek terapeutik klinis, meminimalkan terjadinya resistensi dan toksisitas obat.
Penelitian ini termasuk penelitian jenis observasional (non-eksperimental), dengan
pengambilan data secara retrospektif dengan melihat data rekam medik pasien CAP dan
data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Pengambilan sampel sebanyak 47 pasien
untuk mendapatkan gambaran mengenai adanya ketepatan pemberian antibiotik pada
pasien CAP untuk analisis ketepatan indikasi, ketepatan pasien, ketepatan obat, dan
ketepatan dosis. Hasil penelitian evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien CAP
adalah menggunakan antibiotik 100% tepat indikasi, 100% tepat pasien, 55,31% tepat
obat, dan 38,29% tepat dosis. Kemudian, dari evaluasi tersebut didapatkan hasil
penggunaan antibiotik yang rasional sebesar 18 pasien (38,29%).
Kata Kunci: Community-acquired Pneumonia, antibiotik, tepat indikasi, tepat pasien,
tepat obat, tepat dosis.
ABSTRACT
Community-acquired pneumonia (CAP) is an acute infection of lung tissue or commonly
known as pneumonia. In general, empirical therapy for pneumonia disease used is an
antibiotic agent. The appropriate and rational use of antibiotics provides cost-effective,
cost-effective effects with increased clinical therapeutic effects, minimizing drug
resistance and toxicity.
This study included observational (non-experimental) type research, with retrospective
data retrieval by looking at CAP patients medical record data and the data obtained
were analyzed descriptively. Sampling of 47 patients to get an idea of the accuracy of
antibiotics in patients with CAP to analysis the appropriat indication that were given,
the patient, medication and appropriate dose.The results of the evaluation of antibiotic
usage were 100% precise indication, 100% precise patient, 55,31%, precise drug, and
38,29% precise dose. Then, from this evaluation showed that 18 patients (38,29%) use
of antibiotic were rational.
Keywords:Community-acquired pneumonia, antibiotics, appropriate indications,
appropriate patient, appropriate drug, appropriate dose.
2
1. PENDAHULUAN
Community-acquired pneumonia (CAP) atau pneumonia komuniti merupakan salah satu
penyebab utama kejadian rawat inap di masyarakat dan kematian di seluruh dunia. Pemilihan
pengobatan CAP biasanya direkomendasikan berdasarkan pada tingkat keparahan penyakit pasien.
Pengobatan CAP dikatakan baik berdasarkan dari tingkat perawatan yang dibutuhkan atau atas
dasar skor resiko prognostik (Postma, et al., 2015).
Menurut Mahalastri (2014), pneumonia dapat diartikan sebagai infeksi akut pada jaringan
paru atau secara umum dikenal sebagai radang paru. Bakteri penyebab pneumonia yaitu
Streptococcus pneumonia yang merupakan flora normal tenggorokan manusia yang sehat. Namun
apabila daya tahan tubuh menurun disebabkan oleh usia tua, gangguan kesehatan, maupun asupan
gizi, setelah menginfeksi bakteri tersebut akan memperbanyak diri. Penyebaran infeksi dapat terjadi
dengan cepat keseluruh tubuh kerana melalui pembuluh darah. Gejala klinis secara umum CAP
adalah suhu tubuh ≥38°C, batuk, sputum, peningkatan angka leukosit, pemeriksaan fisik ditemukan
adanya konsolidasi, suara napas brochial dan ronki (PDPI, 2003).
Pada pengobatan utama umumnya terapi empiris untuk penyakit pneumonia yang digunakan
adalah agen antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tepat dan rasional memberikan dampak efektif
termasuk dari segi biaya dengan peningkatan efek terapeutik klinis, meminimalkan terjadinya
resistensi dan toksisitas obat (Kementrian kesehatan RI, 2011). Sedangkan penggunaan antibiotik
yang tidak tepat dan tidak rasional memberikan berbagai permasalahan seperti ketidaksembuhan
penyakit, meningkatkan resiko efek samping obat dan resistensi terhadap antibiotik selain
berdampak pada morbiditas dan mortalitas juga memberi dampak negatif dari segi ekonomi dan
sosial yang sangat tinggi (Nurmala, et al., 2015).
Pada penelitian sebelumnya (Kamal and Cholisoh, 2015) yang menggunakan metode
purposive sampling menyebutkan bahwa dari 28 pasien dewasa yang terdiagnosis pneumonia,
ditemukan penggunaan cefixime (57,14%), cefadroxil (3,57%), levofloxacin (21,42%), ceftazidime
(7,14%), dan cefotaxime (10,71%). Selanjutnya dilakukan analisis tepat indikasi, tepat pasien, tepat
obat, dan tepat dosis berdasarkan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia tahun 2003, diperoleh
ketepatan indikasi sebesar 100%, ketepatan pasien 100%, ketepatan obat 100%, ketepatan obat
sebesar 100%, dan ketepatan dosis sebesar 78,571%. Kemudian dari evaluasi tersebut didapatkan
hasil penggunaan antibiotik yang rasional sebesar 22 pasien (78,571%). Berdasarkan latar belakang
diatas maka perlu dilakukan penelitian mengenai evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien
community-acquired pneumonia (CAP) rawat inap sebagai tanggung jawab farmasis dalam rangka
mempromosikan penggunaan antibiotik yang rasional dan efektif agar tidak merugikan pasien.
3
2. METODE
Penelitian ini dilakukan dengan metode non eksperimental dengan pengambilan data secara
retrospektif dan data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif.
Kriteria inklusidari penelitian yaitu Pasien rawat inap dengan diagnosis CAP dan tertera
pada rekam medis di RSUD Dr. Moewardi tahun 2016, Pasien CAP yang mendapat antibiotik
sebagai pengobatan, Pasien dewasa yang berusia ≥ 17 tahun, 4. Data rekam medis pasien CAP
yang digunakan meliputi : no rekam medis, data demografi (usia dan jenis kelamin), terapi (nama
obat, rute pemberian, dosis, frekuensi pemberian), data suhu badan awal (saat masuk) dan suhu
badan akhir (saat keluar dari RS), data pemeriksaan laboratorium (jumlah leukosit), tanggal masuk
dan keluar rumah sakit, dan kondisi pasien pulang. Sedangkan kriteria eksklusi pada penelitian ini
adalah pasien yang terdiagnosa CAP dengan penyakit infeksi lain yang mendapatkan lebih dari 1
obat dan meninggal.
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan
Pneumonia komuniti di Indonesia (PDPI) tahun 2003 dan buku Informatorium Obat Nasional
Indonesia (IONI) tahun 2008 sebagai acuan dalam penentuan ketepatan pemberian antibiotik.
Bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu data rekam medis pasien CAP di instalasi rawat inap
di RSUD Dr. Moewardi tahun 2016.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Pasien Secara Umum
Jumlah populasi dari pasien CAP di RSUD Dr. Moewardi Surakarta tahun 2016 sebanyak
1582 pasien. Dari 1582 pasien dengan diagnosis penyakit paru yang hidup sebanyak 976 rekam
medik pasien dan sampel yang diperoleh pada penelitian ini sebanyak 48 pasien yang
memenuhikriteria inklusi dan kriteria eksklusi.Penolakan data sebanyak 928 rekam medik
dikarenakan data yang diambil hanya pada pasien dewasa yang berusia ≥17 tahun, data yang ada
didalam rekam medik pasien kurang lengkap seperti pasien tidak tercantum umur, berat badan,
dosis yang digunakan, tidak ada penggunaan antibiotik, dan pasien yang terdiagnosis penyakit
infeksi lain.
3.2 Karakteristik Pasien berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
Data yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 47 pasien yang dikelompokkan
berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tabel 3 menunjukkan data dari pasien yang terdiagnosis CAP
rawat inap di RSUD Dr. Moewardi tahun 2016.
4
Tabel 1. Distribusi jenis kelamin dan usia pasien CAP rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2016
Usia
(Depkes RI , 2009)
Jenis kelamin Jumlah pasien Persentase (%)
(N=47) Laki-laki Perempuan
17-25 tahun
26-35 tahun
36-45 tahun
46-55 tahun
56-65 tahun
>65 tahun
Jumlah
1
2
2
6
4
11
26
0
1
2
3
7
8
21
1
3
4
9
11
19
47
2,12
6,38
8,51
19,14
23,40
40,42
Berdasarkan dari Tabel 3, diketahui bahwa jumlah pasien CAP rawat inap di RSUD Dr.
Moewardi tahun 2016 usia ≥65 tahun yaitu 19 pasien (40,42%) yang merupakan jumlah pasien
dengan jumlah terbanyak dibandingkan pasien CAP yang usia 17-25 tahun dengan jumlah 1 pasien,
usia 26-35 tahun dengan jumlah 3 pasien, 46-55 tahun dengan jumlah 4 pasien, dan usia 56-65
tahun dengan jumlah 9 pasien. Hal ini dikeranakan penyakit pneumonia komunitas atau CAP
merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering dijumpai dan mempunyai dampak yang
signifikan di seluruh dunia, meskipun dapat diderita oleh semua umur tetapi risiko tertinggi adalah
pada anak-anak dan usia lanjut. Pada pasien yang dirawat di rumah sakit berusia ≥65 tahun,
pneumonia adalah diagnosis terbanyak ketiga. Angka ini menjadi semakin penting mengingat
bahwa diperkirakan sebanyak 20% dari penduduk dunia akan berusia lebih dari 65 tahun di tahun
2050 (Elza Febria Sari, et al., 2016).
Berdasarkan jenis kelamin pasien laki-laki lebih banyak terjadi dibanding jenis kelamin
pasien perempuan yaitu laki-laki sebanyak 26 pasien dan perempuan sebanyak 21 pasien.
3.3 Pasien Berdasarkan Gejala
Data gejala pada pasien yang diagnosis CAP di RSUD Dr. Moewardi tahun 2016 dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Gejala pada pasien CAP rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2016
Gejala masuk rumah sakit Frekuensi Persentase (%) (N=47)
Sesak nafas 22 46,80
Lemas/Lemah 14 29,78
Demam/panas 12 25,53
Batuk 10 21,27
Nyeri dada 5 10,63
Dahak 3 6,38
Gejala pada penderita CAP yang didapatkan pemeriksaan klinis ditandai dengan sesak nafas,
batuk, demam, sputum produktif (dahak), nyeri dada, dan lamas/lemah (Elza Febria Sari, et al.,
2016).
5
Jika dilihat pada Tabel 2 gejala sesak nafas merupakan yang paling banyakterjadi pada
pasien CAP. Angka terjadi sesak nafas sebanyak 22 kasus (46,80%), diikuti dengan gejala
lemas/lemah sebanyak 14 kasus (29,78%),demam 12 kasus (25,53%), batuk 10 kasus (21,27%),
nyeri dada 5 kasus (10,63), dan dahak 3 kasus (6,38%).
3.4 Karakteristik Obat Antibiotik
3.4.1 Pengobatan Dengan Antibiotik
Penggunaan antibiotik yang tepat dan rasional memberikan dampak efektif termasuk dari segi
biaya dengan peningkatan efek terapeutik klinis dan diharapkan angka terjadinya resistensi dan
toksisitas akibat antibiotik menurun(Kementrian kesehatan RI, 2011). Sedangkan penggunaan
antibiotik yang tidak tepat dan tidak rasional memberikan berbagai permasalahan seperti
ketidaksembuhan penyakit, meningkatkan resiko efek samping obat dan resistensi terhadap
antibiotik selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas juga memberi dampak negatif dari segi
ekonomi dan sosial yang sangat tinggi (Nurmala, et al., 2015).
Penelitian mengenai penggunaan antibiotik di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi
Tahun 2016 berdasarkan jenis antibiotik yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis antibiotik yang digunakan pada pasien CAP rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2016
Jenis antibiotik Bentuk
sediaan
Frekuensi Nomor pasien Persentase
(N=47)
Tunggal
Cefriaxone Parenteral 16 3,4,7,8,9,14,16,18,26,28,
29,38,40,43,44, 47
34,04
Levofloxacin Parenteral 4 1,15,19,42 8,51
Ciprofloxacin Parenteral 2 17,30 4,25
Ceftazidime Tablet 2 6,25 4,25
Azitromicin Tablet 1 32 2,12
Tripenem Parenteral 1 33 2,12
Imipenem Parenteral 1 20 2,12
Jumlah 27 57,44
Kombinasi
Cefriaxone+ Azitromicin
Cefriaxone+ Levofloxacin
Gentamicin+Meropenem
Cefriaxone+Levofloxacin+
Gentamicin
Cefriaxone+Makrolid
(Azitromicin,Eritromicim)
+Fluoroquinolon
(Levofloxacin,Ciprofloxacin)
Parenteral
Parenteral
Parenteral
Parenteral
Parenteral
4
6
1
2
3
24,31,37,45
5,10,12,22,23,36
21
46,48
13,27,39
8,51
12,76
2,12
4,25
6,38
6
Table 3. Lanjutan
Jenis antibiotik Bentuk
sediaan
Frekuensi
Nomor pasien
Persentase
(N=47)
Cefriaxone+Cefadroxil +
Ciprofloxacin
Cefriaxone+ Gentamicin +
Azitromicin+ Meropenem
Cefriaxone+ Gentamicin +
Azitromicin+ Levofloxacin
Jumlah
Parenteral
Parenteral
Parenteral
1
2
1
20
11
34,41
35
2,12
4,25
2,12
42,55
Berdasarkan Tabel 3, Penggunaan antibiotik rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2016
yang paling banyak digunakan adalah antibiotik dalam bentuk tunggal sebanyak 27 kasus (57,44%)
dan yang digunakan dalam bentuk kombinasi adalah sebanyak 20 kasus (42,55%).
3.5.2 Lama Rawat Inap
Berikut adalah data lengkap dari lama waktu rawat inap pasien CAP yang rawat inap di
RSUD Dr. Moewardi tahun 2016.
Tabel 4. Lama rawat inap pada pasien CAP di RSUD Dr. Moewardi Tahun 2016
Lama rawat inap Jumlah Persentase (N=47)
˂3 hari 1 2,12%
3-5 hari 8 17,02%
6-10hari 19 40,42%
11-15hari 16 34,04%
˃15 hari 3 6,38%
Berdasarkan Tabel 4, Diketahui bahwa terdapat 19 pasien CAP yang lama rawat inap paling
banyak adalahwaktu 6-10 harirawat inap di RSUDDr. Moewardi tahun 2016. Rawat inap yang
paling lama yaitu 35 hari.
3.5.3 Pengobatan Obat Non Antibiotik
Penggunaan selain antibiotik pada pasien CAP rawat inap di RSUD Dr. Moewardi tahun 2016
juga diberikan pengobatan tambahan untuk mengurangi gejala, mencegah komplikasi, menghindari
morbiditas dan mortilitas.
Tabel 5. Profil penggunaan obat non antibiotikpada pasien CAP rawat InapRSUD Dr. Moewardi Tahun 2016
Kelas terapi Nama obat Frekuensi Persentase
(N=47)
Cairan infus
Nacl
Ringer laktat
Asering
Aminofluid Inf.DS
KCL
20
14
7
4 1
1
42,55%
29,78%
14,89%
8,51% 2,12%
2,12%
7
Table 5. Lanjutan
Kelas terapi Nama obat Frekuensi Persentase
(N=47)
Analgetik dan antipiretik Parasetamol
Ketorolac
Asam mefenamat
19
1
1
40,42%
2,12%
2,12%
Diuretik
Furosemid Manitol
9 1
19,14% 2,12%
Spironolakton 3 6,38%
Obat angina Isosorbide Dinitrate 1 2,12%
Antigout Allopurinol 1 2,12%
Obat konstipasi Lactulac 2 4,25%
Anti hipertensi
Candesartan
Amlodipin
Valsartan Kaptopril Ramipril
Propanolol
8
6 5 4 1 1
17,02%
12,76% 10,63% 8,51% 2,12% 2,12%
Anti emetik
Ondansetron
Metroklopramid
Domperidon
6
2
1
12,76%
4,25%
2,12%
Batuk dan dahak Codipront 1 2,12%
Mukolitik
Multivitamin
N-Acetyl Cystein
Vitamin B klomplek
Vitamin B12
Asamfolat
Vitamin K
Vitamin C
Curcuma
16
7
5
4
2
1
1
34,04%
14,89%
10,63%
8,51%
4,25%
2,12%
2,12%
Antikanker Leukogen 1 2,12%
Antikonvulsan Diazepam 2 4,25%
Antiaritmia Digoxin
Citicoline
1
1
2,12%
2,12%
Anti Diabetes
Insulin
Lantus
4
2
8,51%
4,25%
Antikolesterol Simvastatin 4 8,51%
Antidiare Loperamid 1 2,12%
Anti tukak Ranitidin 18 38,29%
Omeprazole 16 34,04%
Sucralfat 8 17,02%
Caco3 7 14,89%
Kortikosteroid Metil prednisolon 4 8,51%
Obat konstipasi Lactulac 1 2,12%
8
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 5, Pasien CAP rawat inap yang diberikan cairan
infus. Cairan infus yang diberikan yaitu NaCl, Asering, Ringer Laktat, DS, Aminofluid, dan KCL.
Pemasangan infus tersebut sebagai rehedrasi, koreksi kalori dan elektrolit. Analgetik-antipiretik
diberikan untuk mengatasi gejala demam pada pasien CAP (PDPI,2003). Selain itu juga digunakan
obat berbagai macam untuk mengatasi gejala simptomatis yang diderita pada pasien CAP.
3.6 Evaluasi Penggunaan Antibiotik pada Pasien CAP
Kerasionalan terapi penyakit CAP yang disebabkan oleh infeksi bakteri tergantung pada
penggunaan obat secara rasional yaitu ketepatan pemilihan antibiotik dan dosis
antibiotik.Penggunaan antibiotik dianggap tepat apabila obat apabila obat yang telah diberikan
kepada pasien sesuai dengan kebutuhan, kondisi pasien serta memiliki efek terapi (Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, 2008).Untuk mengetahui kerasionalandigunakan parameter yaitu
tepat indikasi, tepat pasien, tepat obat, dan tepat dosis.
3.6.1 Tepat indikasi
Tepat indikasi adalah pemberian obat apabila sesuai dengan diagnosa dan keluhan yang
diderita olehpasien. Berdasarkan hasil penelitian yaitu semua pasien terdiagnosis CAP sehingga
hasil dari ketetapan indikasi sebanyak 100%. Hal ini dikarenakan penyakit pneumonia penyebab
adalah Streptococcus pneumonia yang merupakan flora normal tenggorokan manusia yang sehat.
Namun pada umumnya terapi empiris untuk penyakit pneumonia yang digunakan adalah agen
antibiotik (PDPI, 2003).
3.6.2 Tepat Pasien
Tepat pasien adalah pemberian obat yang akan digunakan oleh pasien mempertimbangkan
kondisi fisiologis dan patologis pasien yang bersangkutan. Riwayat alergi, adanya penyakit
penyerta seperti kelainan ginjal atau kerusakan hati, serta kondisi khusus misalnya hamil, balita, dan
lansia sehingga tidak kontraindikasi terhadap pasien. Hal tersebut harus dipertimbangkan dalam
pemilihan obat. Hasil pada Tabel 6 Merujuk pada buku Informatorium Obat Nasional Indonesia
(IONI) tahun 2008, diperoleh data tepat pasien pada pasien CAP di instalasi rawat inap RSUD Dr.
Moewardi tahun 2016.
9
Tabel 6. Persentase parameter tepat pasien penggunaan antibiotik pada pasien CAP rawat inap di RSUD Dr. Moewardi
tahun 2016
Obat yang diberikan Penyakit penyerta Ketepatan
pasien
Jumlah Persenta-
se (N=47)
Golongan Sefalosporin (Ceftriaxone,
Ceftazidime)
Acites permagua
Acute coronary syndrome
Anemia
Anxietas dan depresi
Atrial fibrillation
Atrofi muskulus lateralis
Azotemia Bronkiekstasis probable
Cardiomyopathy
Chronic Kidney Disease
Tepat
pasien
47 100%
Obat yang diberikan
Penyakit penyerta
Ketepatan
pasien
Golongan Sefalosporin (Ceftriaxone,
Ceftazidime)
Dehidrasi
Delirium Demensia Diabetes Mellitus
Dislipidemia
Dispepsia organik
Edema
Efusi pleura
Emfisema paru Epilepsi
Gagal ginjal akut
Gangguan elektrolit
Geriatri kesedaran menurun
Heart failure
Hemiperasis
Hiperbilirubin
Hipertensi
Hiperurisemia
Hipoalbumin
Hipoglikemia
Infisiensi adrenal
Kanker
Katarak
Konstipasi
Liposarcoma residif
Nodul hepar
Osteoarthritis Partial hellp syndrome
Preeclamsia
Prolapses
STEMI
Stroke
Vaskulitis
Tepat
pasien
Makrolida
(Azithromicin, Eritromicin)
Acute coronary syndrome
Anemia
Atrial fibrillation
Chronic Kidney Disease
Demensia
Delirium
Diabetes Mellitus
Gagal ginjal akut
Gangguan elektrolit
Heart Failure
Hereditary Hemorrhagic
Telangiectesia
Hipertensi
Hipoalbumin
Hipoglikemia
Osteoarthritis
Stroke
Tepat
pasien
10
Gentamicin
Anemia
Anxietas dan depresi
Bronkiekstasis probable
Cardiomyopathy
Delirium
Dispepsia organik
Efusi pleura
Gangguan elektrolit
Heart Failure
Hipertensi
Hipoalbumin
Liposarcoma residif
Stroke
Tepat
pasien
Fluoroquinolon
(Levofloxacin, Ciprofloxacin)
Autoimune Hemolytic Anemia
Chronic Kidney Disease
Diabetes Mellitus
Efusi pleura
Homorrhoids
Gangguan elektrolit
Trombositopenia
Acute coronary syndrome
Anemia
Anxietas dan depresi
Azotemia
Bronkiekstasis probable
Cardiomyopathy
Delirium
Demensia
Dengue Hemorrhagic Fever
Dispepsia organik
Edema
Gangguan elektrolit
Gagal ginjal akut
Geriatri kesedaran menurun
Heart Failure
Hipertensi
Hipoalbumin
Hipoglikemia
Katarak
Liposarcoma residif
Osteoarthritis
Prolapses
Preeclamsia
Partial help syndrome
Stroke
Spondylosis cervical
Tepat
pasien
Imipenem
Anemia
Bone metastasis
Hidronefosis bilateral
Tepat
pasien
Tripenem
Chronic Kidney Disease
Heart failure
Hipoalbumin
Trombositopenia
Tepat
pasien
Meropenem
Anemia
Anxietas dan depresi
Bronkiekstasis probable
Cardiomyopathy
Gangguan elektrolit
Heart failure
Hipertensi
Hipoalbumin
Tepat
pasien
Berdasarkan hasil analisis Tabel 6, Ketepatan pemberian antibiotik pada pasien CAP di
instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2016 dari sebanyak 47 kasus yang tepat indikasi
diperoleh data yaitu 47 kasus (100%) yang dinyatakan tepat pasien yaitu tidak mempunyai
kontraindikasi terhadap kondisi fisiologi maupun patologi dari pasien.
11
3.6.3 Tepat Obat
Tepat obat adalah ketepatan pemilihan obat yang dilakukan dalam proses pemilihan obat
dengan mempertimbangkan jenis obat sesuai dengan diagnosa penyakit berdasarkan Pedoman
Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia komuniti di Indonesia (PDPI) tahun 2003.
Dari 47 kasus yang tepat pasien, terdapat pasien yang dinyatakan tepat obat. Ketepatan obat pada
terapi CAP di instalasi rawat inap RSUD Dr. Moewardi tahun 2016 dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Persentase parameter tepat obat penggunaan antibiotik pada pasien CAP rawat inap di RSUD Dr. Moewardi
tahun 2016
Obat yang diberikan Ketepatan obat(*) Jumlah Persentase
(N=47)
( Obat tunggal )
Golongan Sefalosporin (Ceftriaxone, Ceftazidime)
Tepat obat
22
Floroquinolon (Levofloxacin, Ciprofloxacin)
( Obat kombunasi )
Cefriaxone+ Azitromicin
Jumlah
Tepat obat 4
26
55,31%
( Obat tunggal )
Golongan Sefalosporin (Ceftriaxone, Ceftazidime)
Tidak tepat obat 5
Makrolid (Azithromicin)
Imipenem
Tripenem
(obat kombinasi)
Gentamicin+Meropenem
Tidak tepat obat
16
Cefriaxone+Levofloxacin+ Gentamicin
Cefriaxone+Makrolid (Azitromicin,Eritromicim)+
Fluoroquinolon (Levofloxacin,Ciprofloxacin
Cefriaxone+ Levofloxacin
Cefriaxone+ Cefadroxil+Ciprofloxacin
Cefriaxone+ Gentamicin + Azitromicin+ Meropenem
Cefriaxone+ Gentamicin + Azitromicin+
Levofloxacin
Jumlah
21
44,68%
* Dasar penilaian ketepatan obat adalah menggunakan tatalaksanaan terapi PDPI tahun 2013.
Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 7, dari 47 kasus tepat pasien, diperoleh data
sebanyak 26 kasus (55,31%) yang dinyatakan tepat obat karena antibiotik yang diberikan
merupakan drug of choice untuk pasien CAP dan sesuai dengan standar terapi Pedoman Diagnosis
dan Penatalaksanaan Pneumonia komuniti di Indonesia (PDPI) tahun 2003 yang merujuk pada
Tabel 1. Terapi standar yang direkomendasikan oleh Infectious Diseases Society of America
(IDSA) / American Thoracic Society (ATS) dan British Thoracic Society (BTS) yang telah
12
dicantumkan dalam Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Pneumonia komuniti di Indonesia
(PDPI) tahun 2003 untuk community acquired pneumonia (CAP) adalah kombinasi β-lactam
penicillin atau cephalosporin dengan macrolid. Sebagai alternatif, dapat digunakan levofloxacin
sebagai agen tunggal untuk merawat pasien CAP rawat inap (PDPI, 2003).
Yang tidak tepat obat terdapat 21 kasus (44,68%). Antibiotik yang tidak tepat obat yang
digunakan yaitu kombinasi antibiotik lebih dari 3 jenis, obat tunggal dan obat yang dikombinasi
bukan golongan yang sesuai dengan standar terapi, dan pemberian antibiotik yang tidak sesuai
dengan patogen spesifik yaitu pada kasus no. 9 bakteri penyebab adalah Acinobacter species dan
kasus no. 26 bakteri penyebab adalah Enterobacteriaceae. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan
antibiotik pada Tabel 7 tidak sesuai dengan standar terapi pada Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Pneumonia komuniti di Indonesia (PDPI) tahun 2003 yang merujuk pada Tabel 1
dan 2 maka dikatakan tidak tepat obat.
3.6.4 Tepat Dosis
Tepat dosis adalah kesesuaian dalam pemilihan obat yang sesuai dengan pembesaran dosis,
frekuensi antibiotik, durasi pemberian antibiotik dan cara pemberian yang sesuai dengan pasien
dengan mengunakan standar yang ada pada buku standar terapi Informulatorium Obat Nasional
Indonesia (IONI) tahun 2008. Apabila dosis yang diberikan pasien kurang atau tidak sesuai dengan
standar terapi maka dapat dikatakan pengunaan obat tidak tepat dosis.
13
Tabel 8. Ketepatan dosis berdasarkan besaran dosis yang diberikan pada pasien CAP rawat inap di RSUD Dr.Moewardi Tahun 2016
No Antibiotik sesuai standar
terapi
Antibiotik yang diberikan kepada pasien Nomor kasus Ketepatan dosis
Besaran
dosis
Frekuensi Durasi Rute
1 Ceftriaxone
Dosis : 2-4 gram
Frekuensi : 1 kali sehari
Rute : i.v
2g 1 kali sehari 5 hari i.v 3 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 5 hari i.v 4 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 3 hari i.v 7 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 10 hari i.v 8 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 9 hari i.v 14 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 4 hari i.v 16 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 4 hari i.v 18 Tepat dosis
625mg 2 kali sehari 5 hari i.v 24 Tidak tepat dosis (dosis kurang)
2g 1 kali sehari 6 hari i.v 28 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 9 hari i.v 29 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 8 hari i.v 31 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 8 hari i.v 37 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 19 hari i.v 38 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 8 hari i.v 40 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 5 hari i.v 42 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 6 hari i.v 43 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 5 hari i.v 44 Tepat dosis
2g 1 kali sehari 3 hari i.v 45 Tepat dosis
1g 1 kali sehari 6 hari i.v 47 Tidak tepat dosis(dosis kurang)
2 Ceftazidime
Dosis : 2g
Frekuensi : 2-3 kali sehari
Rute : i.v
1g 2 kali sehari 6 hari i.v 6 Tidak tepat dosis (dosis kurang)
1g 2 kali sehari 12 hari i.v 25 Tidak tepat dosis (dosis kurang)
3 Azitromicin
Dosis : 500 mg
Frekuensi : 1 kali sehari
Rute : p.o atau i.v
500mg 1 kali sehari 3 hari i.v 24 Tepat dosis
500mg 2 kali sehari 8 hari i.v 31 Tepat dosis
500mg 1 kali sehari 8 hari p.o 45 Tepat dosis
5 Ciprofloxacin
Dosis : 200-400 mg
Frekuensi : 2 kali sehari
Rute : p.o atau i.v
500 mg 2 kali sehari 13 hari p.o 30 Tidak tepatdosis (dosisberlebih)
200 mg 2 kali sehari 3 hari i.v 17 Tepatdosis
6 Levofloxacin
Dosis : 500 mg
Frekuensi : 2 kali sehari
Rute : i.v
750 mg 1 kali sehari 13 hari i.v 1 Tidak tepatdosis (dosisberlebih)
750 mg 1 kali sehari 4 hari i.v 15 Tidak tepatdosis (dosisberlebih)
750 mg 1 kali sehari 8 hari i.v 19 Tidak tepatdosis (dosisberlebih)
14
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 8, Dapat diketahui bahwa ketepatan dosis yang
berdasarkan besaran dosis, frekuensi, rute pemberian dan durasi pemberian yang digunakan pada
pasien CAP diperoleh data sebanyak 18kasus (38,29%) yang tepat dosis. Durasi pemakaian
antibiotik pada pasien CAP adalah 7-10 hari atau lebih dan durasi pemakaian minimum adalah 5
hari (Mandell et al., 2007). Penggunaan antibiotik yang terlalu sering dan tidak sesuai penggunaan
dapat menghasilkan jenis bakteri baru sehingga dapat terjadi resistensi bakteri terhadap antibiotik.
Selain berdampak pada morbiditas dan mortalitas, juga memberi dampak negatif terhadap ekonomi
dan sosial yang sangat tinggi (Kementerian kesehatan RI, 2011).
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat dan tidak rasional berpotensimemberikan berbagai
permasalahan seperti ketidaksembuhan penyakit, dan meningkatkan resiko efek samping obat
(Nurmala, et al., 2015).
3.7 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan menggunakan teknik
pengambilan data secara retrospektif yaitu peneliti mengambil data yang sudah disediakan.
Kelemahan dari penelitian ini adalah data yang dicatat pada rekam medik pasien ada yang tidak
lengkap seperti umur pasien, berat badan pasien, durasi penggunaan antibiotik sehingga dapat
mempengaruhi hasil dari penelitian.
4. PENUTUP
Antibiotik Dari data penelitian telah didapatkan hasil evaluasi penggunaan antibiotik yang
masuk kriteria tepat indikasi sebanyak 47 pasien (100%), tepat pasien sebanyak47 pasien (100%),
tepat obat sebanyak 26 pasien (55,31%), dan tepat dosis sebesar 18 pasien (38,29%). Dari data
tersebut didapatkan data penggunaan antibiotik yang rasional sebesar 38,29%.
PERSANTUNAN
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang
membantu terselesaikannya penelitian ini dari awal hingga akhir.
DAFTAR PUSTAKA
Drug Information Handbook 17th Edition, Lexi-comp for the American Pharmacists Association.
Departemen Kesehatan RI D.B.F.K. dan K., 2005, Pharmaceutical Care Untuk Penyakit Infeksi
Saluran Pernapasan, , 86.
15
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Informatorium Obat Nasional Indonesia, Depkes
RI, Jakarta.
Depkes RI, 2008, Materi Pelatihan Peningkatan Pengetahuan dan Keterampilan Memilih Obat
Bagi Tenaga Kesehatan, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen
Kesehatan, Jakarta.
Elza Febria Sari, C. Martin Rumende, Kuntjoro Harimurti, 2016, Factors Related to Diagnosis of
Community-Acquired Pneumonia in the Elderly Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan
Diagnosis Pneumonia pada Pasien Usia Lanjut, , 3 (4), 183–192.
Kamal A.M. and Cholisoh Z., 2015, Evaluasi penggunaan antibiotik pada pasien pneumonia di
RSUD Sukoharjo tahun 2014,. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Kementerian kesehatan RI 2011, Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik,
Kemenkes RI, Jakarta.
Mahalastri N.N.D., 2014, Hubungan Antara Pencemaran Udara dalam Ruang dengan Kejadian
Pneumonia Balita, Jurnal Berkala Epidemiologi, 2 (3), 392–403.
Mandell L.A., Wunderink R.G., Anzueto A., Bartlett J.G., Campbell G.D., Dean N.C., Dowell S.F.,
File T.M., Musher D.M., Niederman M.S., Torres A. and Whitney C.G., 2007, Infectious
Diseases Society of America/American Thoracic Society Consensus Guidelines on the
Management of Community-Acquired Pneumonia in Adults, Clinical Infectious Diseases, 44
(Supplement 2), S27–S72. Terdapat di: https://academic.oup.com/cid/article-
lookup/doi/10.1086/511159.
Musher D.M. and Thorner A.R., 2014, Community-Acquired Pneumonia, New England Journal of
Medicine, 371 (17), 1619–1628. Terdapat di:
http://www.nejm.org/doi/abs/10.1056/NEJMra1312885.
Nurmala, Virgiandhy IGN, Adriani, Delima F, Liana, 2015, Resistensi dan Sensitivitas Bakteri
terhadap Antibiotik di RSU dr. Soedarso Pontianak tahun 2011-2013, Resistensi dan
Sensitivitas Bakteri, Vol. 3, No. 1, halaman 21-27.
PDPI, 2003, Pneumonia komuniti 1973 - 2003, Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan, 6.
16
Pilotto A, Addante F, Ferucci L, Leandro G, D’onofrio G., 2009 The multidimensional prognostik
index predicts short-and long-Term mortality in hospitalized geriatric patients with pneumonia.
J Gerontol A Biol Sci Med. 64(8):880-7.
Postma, DF, van Wekhoven CH van E.L., 2015, Antibiotic Treatment Strategies for Community-
Acquired Pneumonia in Adults, NEJM, 372;14 (April 2 2015), 1312–1323.