faktor dukungan tiongkok terhadap inisiasi kebijakan...
TRANSCRIPT
FAKTOR DUKUNGAN TIONGKOK TERHADAP INISIASI
KEBIJAKAN POROS MARITIM DUNIA REPUBLIK
INDONESIA PERIODE 2014-2017
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)
Oleh:
Fachrunnisaa Aghnina Wardani
1111113000010
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018
v
ABSTRAK
Skripsi ini bertujuan menganalisis faktor dukungan Tiongkok terhadap inisiasi kebijakan Poros Maritim Dunia yang digagas oleh Indonesia sejak tahun 2014. Dukungan pemerintah Tiongkok berupa bantuan investasi kepada Indonesia melalui Asian Infrastructure and Investment Bank, guna mewujudkan kebijakan Poros Maritim Dunia Republik Indonesia.
Skripsi ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Adapun kerangka teori yang digunakan adalah teori Kebijakan Luar Negeri, konsep Kepentingan Nasional, konsep Rasional, serta Konsep Diplomasi Maritim.
Ditemukan sejumlah faktor dukungan Tiongkok terhadap kebijakan Poros Maritim Dunia Indonesia. Terdiri dari faktor kepentingan nasional dan keamanan maritim. Dengan diwujudkannya Poros Maritim Dunia, maka turut direalisasikan juga gagasan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 Tiongkok. Hal ini juga berimbas pada penegasan pengaruhnya di kawasan Asia. Selain itu, dengan turut membantu meralisaikan kebijakan Poros Maritim, Tiongkok diperbantukan dalam menjaga keamanan maritimnya.
Kepentingan dan pengaruh ini kemudian di proses melalui serangkaian perhitungan untuk mendapatkan pilihan yang baik untuk Tiongkok, pilihan itu adalah dengan mendukung inisiasi kebijakan Poros Maritim Dunia yang digagas oleh Indonesia pada tahun 2014.
Kata kunci: Indonesia, Tiongkok, Asian Infrastructure and Investment Bank, Kerjasama Maritim, Poros Maritim Dunia, Maritime Silk Road 21st Century, Kebijakan Luar Negeri, Kepentingan Nasional, Rational Choice Theory.
vi
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, puji dan syukur selalu penulis panjatkan ke
hadirat Allah SWT, atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul Faktor Dukungan Tiongkok Terhadap Inisiasi
Kebijakan Poros Maritim Indonesia. Skripsi ini disusun dengan tujuan untuk
memenuhi salah satu syarat dalam menyelesaikan program S1 program studi
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik di Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada
pihak-pihak yang telah ikut membantu secara langsung maupun tidak langsung
sehingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Dengan segala hormat dan rasa terimakasih penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ketua Program Studi Bapak Fajri yang senantiasa mendukung penulis serta
begitu kooperatif dalam membantu kelancaran penulis selaku mahasiswinya.
2. Sekertaris Jurusan ibu Eva Mushoffa, yang sabar dan tulus melayani serta
mendampingi mahasiswa/i dalam menyelesaikan studinya.
vii
3. Ibu Rahmi Fitriyanti selaku dosen pembimbing penulis, yang selalu setia dalam
mengarahkan, mendukung serta membimbing saya untuk menyelesaikan skripsi
saya ini.
4. Pak Agus Nilmada Azmi, Ayah saya di kampus yang selalu memberikan nasihat-
nasihat spiritual, tempat berdiskusi dan bercerita, serta tak pernah lelah
mendukung saya setiap kali saya patah semangat.
5. Terimakasih kepada segenap jajaran dosen prodi Hubungan Internasional dan
juga staf FISIP UIN yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu namun sangat
membekas di hati penulis.
6. Kepada seluruh staf FISIP, khususnya Pak Jajang, Pak Amali yang senantiasa
menyediakan kebutuhan saya dalam hal akademik, yang selalu sabar saya
repotkan selama saya menjadi mahasiswi disini. Terima kasih banyak.
7. Keluarga besar Kementerian Perhubungan Ditjen Perhubungan Laut.
8. Kepada ayahanda penulis, Bapak Drs. Suwardi Soedardi P. juga maminda,
Haripah yang tiada pernah berhenti berdo’a bagi putrinya. Semua ini untuk
kalian.
9. Kakak-kakak penulis, Mas Ais/ Dzulfaqoor Alfaaizy, Mas Ayi/ Farid
Muhammad Dzacky, Mas Ami / Ahmad Faaiq Saada Azmy. Dukungan moril
dan materil kalian selama ini, terima kasih banyak! Well all of you might not the
best brother in the world ever. At least, you all that I had. I gotta be thankful tho.
LOL. Juga Adik-adikku tersayang, Fadhly Jabbar Adhi Yogo serta Fadhel Rais
Al Ghifary
viii
10. Arif Hidayat, S. Ag., my personal companion. Terima kasih untuk semua waktu
dan perjuangan yang selalu diutamakan kepadaku. Juga cinta kasih yang tiada
terkira lagi. Terima kasihku untukmu tiada kan pernah cukup.
11. Sahabat-sahabat ku, Anggi, Amoy, Ameng, Hanin, Uyung, Uyuy, Nde, Final,
Numeh, Pipit, Vivi, Rully, Hana, Muhajir, Fa’i, Hilly dan seluruh personil FUSI,
Nana, Alex, Aris, Usro/Dina, dan yang lain yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu namun tidak mengurangi rasa sayangku pada kalian. Terima kasih
untuk selalu setia menemaniku dalam lika-liku pahit terjalnya perjalananku
meraih gelar ini.
12. Teman-teman HI seluruh angkatan yang pernah bersama-sama melewati
perjuangan kampus bersama penulis.
13. Keluarga Besar HIMABO yang selama ini menemani perjuangan penulis dalam
menyelesaikan studi. Tanpa kalian kuliah terasa sepi dan tak berarti. Keluargaku
ditanah rantau. Aku cinta kalian.
14. Abang fotokopi depan fisip.
Penulis berharap semoga dukungan serta amal baik dari semua pihak yang
telah membantu mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis juga menyadari
bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu saran yang
konstruktif sangat terbuka dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan Ilmu Hubungan Internasional.
Ciputat, 8 Juni, 2018
Fachrunnisaa Aghnina Wardani
ix
DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME .................................................. ii PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ............................................... iii PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .............................................. iv ABSTRAK ...................................................................................................... v KATA PENGANTAR .................................................................................... vi DAFTAR ISI .................................................................................................. ix DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi DAFTAR SINGKATAN ................................................................................ xii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................... 1 B. Pertanyaan Penelitian ........................................................................... 7 C. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ........................................................... 7 D. Kajian Pustaka.. ................................................................................... 8 E. Kerangka Pemikiran ............................................................................. 10 F. Metode Penelitian ................................................................................ 22 G. Sistematika Penulisan .......................................................................... 24
BAB II DINAMIKA KEBIJAKAN MARITIM TIONGKOK ................ 26 A. Transisi Kebijakan Maritim Tiongkok ........................................... 26
A.1. Fase Awal ............................................................................... 26 A.2. Fase Reformasi dan Keterbukaan Serta Perbaikan
Kerangka Hukum di Bidang Kemaritiman ............................ 29 A.3. Fase Pengupayaan Perluasan dan Klaim Wilayah Kelautan .. 37 A.4. Fase Strategi Pengembangan Kelautan dan Perwujudan Kekuatan Maritim. ................................................................. 45
B. Kebijakan Luar Negeri Tiongkok di Bidang Maritim ................... 46 B.1. Pergeseran Fokus Tiongkok Menuju Domain Maritim ......... 46 B.2. Ihwal Strategi Maritim Tiongkok .......................................... 47 B.3. Kontestasi Tiongkok dengan Negara Maritim Lainnya ......... 49 B.4. Pemeliharaan Pertumbuhan Ekonomi .................................... 50
C. Kebijakan Jalur Sutra Maritim Abad 21 Tiongkok ........................ 51 C.1. Jalur Sutera Maritim Sejak 1112 SM ..................................... 52 C.2. Jalur Sutera Maritim Abad 21: Gagasan, Inisiasi, dan
Konteks Internasional ............................................................ 54 BAB III INISISASI KEBIJAKAN POROS MARITIM DUNIA
x
DAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA DI BIDANG MARITIM ............................................................... 59
A. Gambaran Umum Kebijakan Poros Maritim Dunia ........................ 59 A.1. Latar Belakang Kebijakan Poros Maritim Dunia ................... 60 A.2. Tujuan dan Prinsip Kebijakan Poros Maritim Dunia ............. 62 A.3. Pelaksanaan Kebijakan Poros Maritim Dunia ....................... 67
B. Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Bidang Maritim ..................... 80 BAB IV DUKUNGAN TIONGKOK TERHADAP INISIASI
KEBIJAKAN POROS MARITIM DUNIA REPUBLIK INDONESIA ............................................................ 88
A. Kerjasama Tiongkok dan Indonesia dalam Mendukung Kebijakan Poros Maritim Dunia .............................................. 88
B. Faktor Penyebab Dukungan Tiongkok Terhadap Inisiasi Kebjakan Poros Maritim Dunia Republik Indonesia ............... 94 B.1. Faktor Kepentingan Nasional Tiongkok sebagai
Kebijakan Luar Negeri Tiongkok dalam Mendukung Poros Maritim Dunia RI .................................................... 94
B.2. Faktor Ancaman Keamanan Maritim ................................ 97
BAB V PENUTUP ........................................................................................ 99 A. Kesimpulan ............................................................................... 99 B. Saran ......................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 102 LAMPIRAN-LAMPIRAN
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 : Gambaran tentang Gagasan OBOR
sebagai Penyokong Aktivitas Perdagangan Tiongkok ..................................... 55
xii
DAFTAR SINGKATAN
AIIB : Asian Infrastructure and Investment Bank
APEC : Asian Pasific Economic Cooperation Forum
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
ASEAN : Association of South East Asian Nations
CNOOC : China Tiongkok National Offshore Oil Corporation
COSCO : China Ocean Shipping Group Company
CPO : Coconut Palm Oil
CSCL : China Shipping Container Lines
CSIS : China Shipbuilding Industry Corporation
CSSC : China State Shipbuilding Coorperation
DAS : Daerah Aliran Sungai
DPR RI : Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
EAS : East Asian Summit
FDI : Foreign Direct Investment
IORA : Indian Ocean Rim Association
JSM : Jalur Sutra Maritim
JOGMEC : Japan Oil, Gas, And Metals National Corporation
KKM : Komite Kerjasama Maritim
KKP RI : Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
KTT : Konferensi Tingkat Tinggi
MCF : Maritime Cooperation Fund
xiii
MOI : Mainstreaming Ocean Related Issues
MOU : Memorandum of Understanding
NPC : National People Congresss
OBOR : One Belt One Road
PBB : Persatuan Bangsa-Bangsa
PMD : Poros Maritim Dunia
PKC : Partai Komunis China
PLA : People’s Liberation Army
RRT : Republik Rakyat Tiongkok
SAR : Search And Rescue
SDA : Sumber Daya Alam
SOA : State Oceanic Organization
UNCLOS : UN Convention On The Law Of The Sea
USD : United States of America
WTO : World Trade Organization
ZEE : Zona Ekonomi Eksklusif
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tiongkok1 dinilai memiliki kepentingan yang cukup penting dalam
domain maritim. Maritim merupakan domain yang bersentuhan langsung
dengan stabilitas keamanan nasional dan kepentingan dagang atau ekonomi
internasional Tiongkok. Kepentingan itu menjadikan Tiongkok berfokus
untuk mengembangkan sektor kemaritimannya dengan serius.2
Dalam hal pengembangan kekuatan Maritim, bisa dikatakan Tiongkok
pertama kali menyusunnya pada abad ke-19 ketika Kapal Perang dari Eropa
melakukan diplomasinya ke wilayah perairan Tiongkok. Hal tersebut
membuat Tiongkok yang sebelumnya tidak terlalu memfokuskan
pengembangan pada sektor maritim menjadi menaruh perhatian lebih pada
pengembangan kekuatan maritim, khususnya Angkatan Laut. Sejak saat itu,
Tiongkok mulai menyusun program pembangunan kapal-kapal perangnya
dengan menerapkan teknologi Barat.3
1Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2014 tentang
Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/PRES.KAB/6/1967, tanggal 28 Juni 1967; penggunaan istilah orang dan atau komunitas Tjina/China/Cina diubah menjadi Tionghoa, dan untuk penyebutan negara Republik Rakyat China dibuah menjadi Republik Rakyat Tiongkok atau Tiongkok.
2Christopher Yung dan Wang Dong, “U.S.-China Relation in the Maritime Security Domain”, artikel tersedia di http://www.nbr.org/publications/element.aspx?id=889; Internet; diakses pada tanggal 10 Juli 2017.
3Willy F. Sumatkul, “Strategi Maritim China di Laut China Selatan; Suatu Dilema”. Artikel tersedia di www.fkpmaritim.org/strategi-maritim-china-di-laut-china-selatan-suatu-dilema/
2
Awalnya, Tiongkok lebih menekankan kekuatan Militer Darat karena
secara tradisional ancaman yang datang kepada Tiongkok pada saat itu
bukanlah dari laut melainkan dari darat sendiri. Kemiskinan dan sistem yang
menghimpit rakyat Tiongkok seringkali menimbulkan bentrok fisik sehingga
mengganggu stabilitas politik dan keamanan Negara. Sehingga, pada saat itu
Angkatan Laut hanya berfungsi sebagai pelengkap yang membantu Angkatan
Darat mengangkut kuda-kuda sebagai sarana transportasi utama juga
kendaraan perang.4
Akibat dari ketiadaan kesadaran akan domain maritim (maritime
awareness) memberikan kerugian yang begitu besar bagi Tiongkok. Pada
tahun 1958 Tiongkok terpasa menyerahkan pelabuhan laut paling penting dan
krusial sebagai jalan masuk sungai Tumen kepada Rusia. Ini terjadi pada
masa pemerintahan Qing. Selain itu, bukannya membangun Armada
Angkatan Laut yang handal, Tiongkok malah menutup akses kearah Laut
Jepang yang sagat vital. Maka, kurang dari 40 tahun Armada Laut Jepang
mampu menghancurkan Angkatan Laut Tiongkok.5
Sampai akhirnya pada saat pemerintahan Deng Xiaoping, penekanan
terhadap Angkatan Laut Tiongkok dikembangkan dengan serius. Ia bertekad
yang diakses pada 10 Juli 2017. FKPM merupakan suatu forum Kajian Pertahanan dan Maritim yang membahas tentang isu-isu Pertahanan dan Kemaritiman secara Internasional.
4Dean Cheng, “ Sea Power and the Chinese State: China’s Maritime Ambitions”; Internet; Artikel tersedia di https://www.heritage.org/asia/report/sea-power-and-the-chinese-state-chinas-maritime-ambitions. Diakses pada tanggal 10 Juli 2017.
5Dean Cheng, “ Sea Power and the Chinese State: China’s Maritime Ambitions”.
3
untuk mengembangkan Pertahanan Maritim guna melindungi kepentingan
Dagang Internasional Tiongkok yang megandalkan sektor maritim.6
Kemudian Pemerintah Tiongkok dibawah Xi Jinping berupaya
menghidupkan kembali konsep “Jalur Sutra” dalam kebijakan luar negerinya.
Konsep yang juga dikenal dengan nama “One Belt One Road” (OBOR) itu
terdiri dari New Silk Road Economic Belt yang mengindikasikan hubungan
ekonomi yang lebih kuat dengan kawasan Asia Tengah dengan fokus pada
sektor perdagangan. Kemudian, para pemimpin Tiongkok menambahkan satu
konsep lagi, yakni “ 21st Century Maritime Silk Road” atau “Jalur Sutra
Maritim Abad 21” yang dipandang sebagai upaya untuk mempererat
hubungan dengan kawasan Asia Selatan dan Asia Tenggara yang difokuskan
pada Keamanan Perdagangan Maritim.7
Konsep Silk Road Economic Belt and the Maritime Silk Road atau Jalur
Ekonomi Sutra pertama kali diperkenalkan oleh Presiden Tiongkok, Xi
Jinping saat kunjungannya ke Kazakhtan dan Indonesia pada tahun 2013.8
Pada tahun yang sama, Pemerintah Tiongkok juga berkunjung ke berbagai
negara seperti Amerika Serikat, Rusia, juga ke berbagai kawasan seperti Asia
Timur, Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia Tengah, serta negara-negara
berkembang di kawasan Afrika dan Amerika Latin. Kunjungan itu dalam
6Dean Cheng, “ Sea Power and the Chinese State: China’s Maritime Ambitions”. 7Indriana Kartini, “ Kebijakan Jalur Sutra Baru Cina dan Implikasinya bagi Amerika
Serikat”, Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 6 No. 2, 2015, h. 1. 8Helen Chin, dkk. “ The Silk Road Economic Belt and the 21st Century Maritime Silk
Road”, Beijing: Fung Business Inteligence Centre, 2015. h. 2.
4
rangka mengemukakan gagasan strategis “Sabuk Ekonomi Jalan Sutra” dan “
Jalur Sutra Maritim Abad ke-21”.9
Di Indonesia sendiri, upaya membangun sektor maritim yang
dikerjasamakan dengan Tiongkok mulai didengungkan sejak tahun 2012.
Sejak itu, kedua negara membuat nota kesepahaman atau Memorandum of
Understanding/MoU kerjasama maritim. MoU ini menetapkan pembentukan
Komite Kerjasama Maritim (KKM) antara Tiongkok dan Indonesia. Selain
itu, dalam pertemuan ini dibentuk badan yang mendanai proyek-proyek KKM
dengan dana awalnya diberikan dari Tiongkok. Sidang pertama KKM
diadakan di Beijing, Tiongkok pada Desember 2012 dan menghasilkan
kesepakatan yang ditandatangani oleh masing-masing Menteri Luar Negeri
kedua negara.10
Kemudian pada Oktober 2013, pemerintah Indonesia dan Tiongkok
kembali melakukan penandatanganan MoU tentang kerjasama dibidang
kemaritiman. Saat itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Xi Jinping
sepakat melakukan kerjasama kemaritiman yang meliputi aspek keamanan,
penelitian ilmiah, perikanan, dan ekonomi.11
9Dilansir berdasarkan artikel “Kunjungan Xi Jinping, ‘ Ekspresi Strategi Kebijakan Luar
Negeri’ ” yang dirilis oleh Ministry of Foreign Affairs of the People’s Republic of China. Artikel tersedia di http://id.china-embassy.org/indo/xwdt/t1198937.html; Internet; diakses pada 10 Juli 2017.
10Goldy Evi Grace Simatupang, “Kepentingan Indonesia dalam Kerjasama Maritim Indonesia-China” dalam Jurnal Quarterdeck Forum Kajian Pertahanan dan Maritim. Vol. 6, No. 8, 2013. h 12.
11Kementerian Luar Negeri RI, “ The Final Draft Future Direction of Indonesia-China Comprehensive Strategic Partnership.”, artikel tersedia di https://www.kemlu.go.id/Documents/ RIRRT/Joint%20Statement%20Comprehensive%20Strategic%20Partenship.pdf; Internet; diunduh pada 10 Juli 2017.
5
Pada 2014, setelah Indonesia berganti kepemimpinan, pemerintah
Indonesia menginisiasi gagasan Poros Maritim Dunia. Visi saat
kepemimpinan Presiden saat itu, yakni Presiden Joko Widodo mengusung
lima (5) kebijakan yang meliputi; Diplomasi Maritim untuk menyelesaikan
sengketa batas laut, pengamanan kedaulatan dan Keamanan Maritim,
pengamanan sumber daya alam (SDA), intensitas Diplomasi Pertahanan, serta
pengurangan pertikaian meritim antarnegara melalui resolusi sengketa
wilayah regional.12
Kemudian, untuk mencapai kepentingan nasional Indonesia dibidang
maritim, Presiden Joko Widodo menyetujui kerjasama dengan pemerintah
Tiongkok dalam lima (5) bidang prioritas pada 25 Maret 2015. Kelima bidang
tersebut antara lain; (1) Politik, Pertahanan, dan Keamanan; (2) Perdagangan,
Investasi dan Perkembangan Ekonomi; (3) Maritim, Aeronotika, Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi; (4) Kebudayaan dan Sosial; serta (5) Hubungan
Regional dan Internasional.13
Selain itu, dalam kerangka China-Indonesia Maritime Cooperation
Fund (MCF), Presiden Joko Widodo dan Presiden Xi Jinping bersepakat
untuk meningkatkan kerjasama dibidang Keamanan Navigasi, Keamanan
12Masyithoh Annisa Ramadhani, “ An Indonesian Perspective toward Maritime Vision: Is
Pursuing National Interest while Maintaining Neutrality in the South China Sea Possible?”, European Scientific Journal. November 2015. h. 392.
13Masyithoh Annisa Ramadhani, “ An Indonesian Perspective toward Maritime Vision”. h. 391.
6
Maritim, Search and Rescue (SAR), Penelitian Keilmuan Maritim, serta
Perlindungan Lingkungan Hidup.14
Pada 2017, Indonesia menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
One Belt One Road (OBOR) yang dilaksanakan pada 14-15 Mei 2017 di
Beijing, China. Pertemuan tersebut dihadiri oleh 29 kepala negara dari 50
Negara. Indonesia bersama negara lainnya mendukung gagasan OBOR
Tiongkok. Harapannya, Indonesia bisa memanfaatkan peluang kebangkitan
Jalur Sutra modern dengan mempertimbangkan prospek jalur ini bagi sektor
perdagangan dan investasi Indonesia.15
Selajutnya, dengan melihat serangkaian historis diatas, sejumlah
peneliti menilai kebutuhan untuk membangunkekuatan maritim merupakan
hal penting bagi Tiongkok maupun Indonesia. Bagi Tiongkok, peningkatan
kekuatan maritim akan meningkatkan kapasitas ekploitasi sumber daya
maritim, mengembangkan ekonomi maritim, melindungi lingkungan maritim,
serta melindungi hak dan kepentingan maritim Tiongkok. Hal ini didasari
oleh semakin pentingnya peran laut dan samudera tidak semata bagi
kepentingan ekonomi Tiongkok, namun juga terkait dengan nilai strategisnya
dalam bidang politik, ekonomi, militer, dan teknologi.16
14Erlinda Matondang “Pemetaan Kepentingan Keamanan Maritim Negara-Negara Asia
Timur dan Posisi Strategis Indonesia,” Jurnal Pertahanan & Bela Negara. Vol. 7, No. 1. April 2007. h. 97.
15Rafika Sari, “Prospek Jalan Sutra Modern Bagi Perekonomian Indonesia”, Majalah Info Vol. IX, No. 10, Mei 2017. h. 1.
16Sukjoon Yoon, “Implication of Xi Jinping’s ‘True Maritime Power: It’s Context, Significance, and Impact on the Region”. Jurnal Naval War College Review, Vol. 68, No. 3, Summer 2015. h. 2.
7
Sedangkan, bagi Indonesia kedudukan Tiongkok sebagai negara
industri memberikan kesempatan untuk dimanfaatkan. Dengan kemajuan dan
industrialisasi yang dimiliki Tiongkok menjadikannya butuh banyak bahan
mentah. Bahan-bahan mentah seperti minyak sawit (CPO), karet, kayu, dan
bahan-bahan lainnya banyak dimiliki oleh Indonesia. Selain itu, sektor-sektor
lain yang banyak dibutuhkan Tiongkok dan terdapat di Indonesia adalah
sektor energi, pangan, tambang, serta produk-produk pertanian. Indonesia
bisa memanfaatkan kesempatan ini untuk mengekspor bahan-bahan tersebut
ke Tiongkok.17
B. Pertanyaan Penelitian
Melihat latar belakang tersebut, pembahasan skripsi ini adalah
kepentingan dan kebijakan Tiongkok dalam mendukung visi Poros Maritim
Indonesia yang diinisiasi pada tahun 2014. Maka pertanyaan penelitian
skripsi ini adalah: Mengapa Tiongkok Mendukung Inisiasi Kebijakan
Poros Maritim Dunia Republik Indonesia Periode 2014-2017?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penyusunan skripsi ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk memahami dinamika hubungan antara Indonesia dan Tiongkok
17Sukjoon Yoon, “Implication of Xi Jinping’s ‘True Maritime Power’. h. 2.
8
2. Untuk mengetahui berbagai kerjasama antara Indonesia dan Tiongkok,
khususnya dibidang kemaritiman.
3. Untuk menganalisa faktor-faktor apa saja yang melatarbelakangi
dukungan Tiongkok terhadap kebijakan Poros Maritim Dunia Indonesia.
Selain tujuan, penelitian ini ditujukan supaya memberi manfaat sebagai
berikut:
1. Manfaat teoritis adalah untuk menambah literature terkait kajian tentang
hubungan Tiongkok dengan Indonesia, juga sebagai bahan bacaan
maupun referensi penelitian lainnya.
2. Manfaat praktis adalah supaya penelitian ini dapat berkontribusi untuk
menambah bahan bacaan dan wawasan serta khazanah ilmu pengetahuan.
D. Kajian Pustaka
Skripsi ini bertujuan menganalisa kepentingan dari dukungan Tiongkok
terhadap kebijakan Poros Maritim Dunia periode 2014-2017. Terdapat satu
buku dan satu penelitian skripsi yang membahas hubungan antara Tiongkok
dengan Indonesia. Namun sebelumnya, tidak terdapat penelitian yang
membahas hubungan Tiongkok dengan Indonesia dalam aspek kebijakan
Poros Maritim secara spesifik.
Buku yang membahas hubungan antara Tiongkok dengan Indonesia
tersebut berjudul “Merangkul Cina: Hubungan Indonesia-Cina Pasca
Soeharto” yang ditulis oleh I. Wibowo dan Syamsul Hadi. Di dalamnya
membahas berbagai pandangan tokoh politik dan ekonom yang menjabarkan
9
tantangan serta peluang Indonesia ketika menjalin kerjasama antara Indonesia
dengan Tiongkok melalui deklarasi kemitraan strategis.18 Adapun kemitraan
tersebut terkait kerjasama dalam bidang keamanan, politik, ekonomi, sosial-
budaya.19
Adapun yang diambil dari buku terhadap penelitian ini perihal
perkembangan hubungan diplomatik antara Tiongkok dengan Indonesia.
Beberapa pandangan Liberalis melihat akan adanya perdagangan bebas di
Asia melalui poros bilateral Tiongkok-Indonesia lewat deklarasi kemitraan
strategis tersebut.
Selanjutnya, penelitian skripsi berjudul “Dampak Peningkatan Ekonomi
Indonesia Melalui Deklarasi Kemitraan Strategis dengan Cina tahun 2005-
2011” yang ditulis oleh Michella Desri Viollita tahun 2013. Penelitian ini
menyatakan bahwa terdapat peningkatan perekonomian baik di Tiongkok
maupun di Indonesa pasca kesepakatan hubungan bilateral tersebut.20
Temuan skripsi ini adalah dalam Perspektif Liberal mengenai ekonomi
politik Internasional memperlihatkan bahwa Indonesia berusaha melakukan
pertukaran antara individu dalam ekonomi domestik dan internasional dengan
tujuan menciptakan kondisi ekonomi yang bebas dan tidak dibatasi.
18I. Wibowo dan Syamsul Hadi. Merangkul Cina: Hubungan Indonesia-Cina Pasca
Soeharto, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum. 2009). h. 3. 19Michella D. Violita. “Dampak Peningkatan Ekonomi Indonesia Melalui Deklarasi
Kemitraan Strategis dengan Cina tahun 2005-2011”, Skripsi Hubungan Internasional UIN Jakarta. 2003. h. XXIV.
20Michella D. Violita. “Dampak Peningkatan Ekonomi Indonesia Melalui Deklarasi Kemitraan Strategis dengan Cina tahun 2005-2011”, 2013. h. XXIV.
10
E. Kerangka Pemikiran
Untuk melihat faktor dukungan Tiongkok terhadap kebijakan Poros
Maritim Dunia Republik Indonesia akan digunakan konsep dan teori
Kebijakan Luar Negeri, Kepentingan Nasional, Diplomasi Maritim, dan
Rational Actor Model dari Rational Choice Theory sebagai landasan pikiran.
E.1. Kebijakan Luar Negeri
Untuk mewujudkan kepentingan nasional suatu negara maka
sebuah negara perlu untuk merumuskan kebijakan luar negeri.
Kebijakan yang diterapkan harus memenuhi semua kepentingan
masyarakat dan kepentingan nasional negaranya. Meminjam istilah
Anak Agung Banyu Perwita dan Yanyan Mochamad Yani foreign
policy merupakan suatu perangkat formula, nilai, sikap, arah serta
sasaran untuk mempertahankan, mengamankan, dan memajukan
kepentingan nasional didalam percaturan dunia internasional.21
Kebijakan luar negeri juga merupakan serangkaian sasaran
bagaimana suatu negara berinteraksi dengan negara lain baik dibidang
politik, ekonomi, sosial, dan militer. Untuk itu aktor-aktor negara
melakukan berbagai macam kerjasama baik kerjasama yang bersifat
bilateral, trilateral, regional, dan multilateral. Biasanya kebijakan luar
negeri ini dapat dilakukan dengan berbagai cara namun terdapat tiga
21Anak Agung Banyu Perwita, dan Yanyan Mochammad Yani, Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 47.
11
yang paling umum, yaitu melalui perang, perdamaian dan kerjasama
ekonomi.22
K J Holsti mengeluarkan argumen bahwa kebijakan luar negeri
adalah strategi atau rencana tindakan yang dibentuk oleh para pembuat
keputusan suatu negara dalam menghadapi negara lain atau unit politik
internasional lainnya dan dikendalikan untuk mencapai tujuan nasional
yang dituangkan dalam terminologi kepentingan nasional. 23
Rosenau juga mengatakan pendapatnya bahwa kebijakan luar
negeri merupakan sebuah upaya dan usaha pemerintah melalui segala
sikap dan aktivitas dalam memperoleh keuntungan eksternalnya.
Kebijakan ini ditujukan untuk mempertahankan kelangsungan hidup
negara dimasa mendatang. Ungkapan Rosenau ini sangat menarik untuk
dikutip yaitu mengenai kebijakan luar negeri yang memiliki landasan
atau konsep dasar dalam menjalankan hubungan negaranya dengan
kejadian dilingkungan eksternalnya.24
Dari kedua pendapat yang tersebut diatas, yaitu KJ Holsti dan
Rosenau, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa keputusan
dalam pengambilan kebijakan luar negeri tidak akan pernah lepas dari
faktor internal suatu negara, seperti faktor ekonomi, faktor politik
dalam negeri, faktor sosial dan budaya, kelompok kepentingan, dan
lain-lain. Selain itu faktor eksternal juga tetap menjadi pertimbangan
22K.J Holsti, International Politics A Framework for Analisys 6th ed (New Jersey : A
Simon & Schuster Company, 1992), h. 82. 23K.J Holsti, International Politics A Framework for Analisys, h. 82. 24Eugene R Wittkoff, Charles W Jr Kegley, dan James M Scott, American Foreign policy,
Sixth Edition, (United States Thomson Wadsworth, 2003),h.17.
12
dalam pengambilan sebuah kebijakan luar negeri suatu negara, dengan
saling mengkondisikan antara faktor internal dan eksternal maka akan
terbentuklah sebuah kebijakan yang sesuai dengan keinginan nasional
negaranya masing-masing.
Selanjutnya, teori kebijakan luar negeri ini digunakan penulis
untuk menganalisis faktor apa saja yang menjadikan Tiongkok
mendukung inisiasi kebijakan poros maritim dunia Republik Indonesia.
E.2. Kepentingan Nasional
Untuk dapat menjelaskan kebijakan luar negeri aktor
internasional, perlu dipahami apa yang menjadi dasar dari kebijakan
aktor tersebut. Dasar itu akan menjadi fokus dalam pengambilan
keputusan atau pembuatan kebijakannya. Kebutuhan aktor untuk
memenuhi kebutuhan dasar ini bisa disebut kepentingan nasional.25
Kepentingan nasional juga merupakan kepentingan negara yang
dilandaskan oleh kekuasaan yang mereka miliki. Pandangan semacam
ini, sebagaimana dikutip oleh Burchill, direpresentasikan dengan sangat
baik oleh Hans J. Morgenthau. Menurutnya, perilaku negara dalam
Hubungan Internasional adalah untuk menjaga agar elemen-elemen
“kekuatan” yang dimiliki negara tetap dapat menjamin kedaulatannya
25Muhammad Sulthon, “Kepentingan Yunani Menerima Dana Talangan Uni Eropa pada
Tahun 2015”, Skripsi Hubungan Internasional UIN Jakarta, 2016, h. 11.
13
di antara negara lain dan, sebagai konsekuensinya, menjaga konstelasi
kekuatan politik di tingkat internasional tetap seimbang.26
Kepentingan nasional juga dapat di artikan sebagai kebutuhan
negara untuk melindungi teritori dan kedaulatan negara.27 Konsep ini
diartikan sebagai konsep yang sangat umum dan merupakan unsur yang
timbul dari kebutuhan penting aktor negara. Kebutuhan ini merupakan
alat pengesah yang kemudian melahirkan kebijakan luar negeri.28
E.3. Konsep Diplomasi Maritim
Dalam membahas penelitian dengan tema maritim, tentu
penggunaan konsep diplomasi maritim sebagai salah satu dari konsep
yang digunakan menganalisa penelitian ini merupakan hal tepat.
Diplomasi Maritim adalah negosiasi atau perundingan yang
dilakukan oleh dua negara atau lebih mengenai batas laut, kerjasama
maritim serta pertahanan. diplomasi mariti biasanya tidak dimaksudkan
untuk menyebabkan perang, melainkan untuk memberikan isyarat
kepada negara sekutu dan lawan maksud dari kebijakan maritim serta
kemampuan pertahanan maritim suatu negara . ( christian Le Miere :
26Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, “Book Riview : The National Interest in
International Relations Theory”, Indonesian Journal of International Studies (IJIS) Vol.1, No.2, (Jakarta: Desember 2014), h. 186 -187.
27Muhammad Sulthon, “Kepentingan Yunani Menerima Dana Talangan Uni Eropa pada Tahun 2015”, h. 11.
28Muhammad Sulthon, “Kepentingan Yunani Menerima Dana Talangan Uni Eropa pada Tahun 2015”, h. 11.
14
2014) Implikasi yang muncul adalah terwujud melalui jaminan,
pencegahan, ataupun diplomasi koersif.29
Pada masa damai diplomasi maritim ini dilakukan untuk
mempengaruhi perilaku dari negara lain dalam konteks interaksi dan
transaksi yang terjadi di wilayah perairan. Hal lain juga disebutkan
bahwa diplomasi maritim disamakan dengan diplomasi angkatan laut.
Tetapi, disisi lain, penggunaan atau ancaman Angkatan Laut terbatas
oleh pemerintah, dari suatu tindakan perang, untuk menjamin
keuntungan atau mencegah kerugian.30
Diplomasi maritim merupakan bentuk penggunaan kekuatan
angkatan laut yang terbatas dalam spektrum yang bergerak dari
pelabuhan kunjungan oleh kapal perang kepada kebebasan navigasi
latihan di laut dan kegiatan di sekitar pesisir pantai. Tindakan ini dapat
dikategorikan sebagai diplomasi koersif yang menggunakan Angkatan
Laut untuk mengirim sinyal niat, dukungan dan perhatian, atau untuk
memaksa perubahan dalam perilaku negara lain.31
Muhammad Harry dkk mengatakan, tidak ada definisi khusus dari
diplomasi maritim. Menurut mereka, yang jelas diplomasi maritim
tidak sama dengan Gun Boat Diplomacy atau diplomasi kapal perang
29Shanti Darmastuti dan Emmy Farida Subekti, “ Tantangan Diplomasi Maritim
Indonesia menuju Poros Maritim Dunia “ Jurnal pdf PN Veteran Jakarta 2015 yang tersedia di http://library.upnvj.ac.id/pdf/artikel/prosiding/prosiding_upnvj/pp-fh-upn-17-sep-2015/17-%2032.pdf; Internet; diunduh pada Januari 2018. h. 20.
30Muhammad Harry, dkk, “MARITIME DIPLOMACY SEBAGAI STRATEGI PEMBANGUNAN KEAMANAN MARITIM INDONESIA”, h. 176-177.
31Muhammad Harry, dkk “MARITIME DIPLOMACY SEBAGAI STRATEGI PEMBANGUNAN KEAMANAN MARITIM INDONESIA”, h. 176-177.
15
dan Naval Diplomacy.32 Namun asumsi tersebut menurut mereka
berbanding terbalik dengan pernyataan Sir James Cable dalam Griffin,
bahwa ‘Gun Boat diplomacy is the overt display, demonstration, threat
or use of limited sea based force by state or non-state actor designed to
coerce an opponent to further a political goal, often unstead, by
compellence or detterence’, yang artinya Diplomasi Kapal Perang
merupakan diplomasi penggunaan ancaman secara terang-terangan
berbasis kekuatan kelautan oleh negara maupun non negara yang
dirancang untuk memaksa lawan demi mencapai kepentingan politik
yang lebih jauh. Artinya, Gun Boat Diplomay bisa dikatakan sebagai
salah satu konsep diplomasi maritim dengan implementasi yang lebih
keras.33
Selanjutnya mereka juga berpendapat bahwa Diplomasi maritim,
mengharuskan angkatan laut, coast guard dan semua kekuatan laut
adalah alat negara yang dapat digunakan untuk kepentingan operasi
maritim dan diplomasi maritim. Diplomasi maritim ditujukan untuk
keperluan penggentar negara lain atau deterrence, yang bisa dipahami
sebagai penggunaan ancaman oleh salah satu pihak penangkalan dalam
konteks strategi militer untuk meyakinkan pihak lain dalam menahan
dan menangkal berbagai upaya tindakan.34.
32Muhammad Harry, dkk., “MARITIME DIPLOMACY SEBAGAI STRATEGI
PEMBANGUNAN KEAMANAN MARITIM INDONESIA”, h. 176-177. 33Muhammad Harry, dkk. “MARITIME DIPLOMACY SEBAGAI STRATEGI
PEMBANGUNAN KEAMANAN MARITIM INDONESIA”, h. 176-177. 34Muhammad Harry, dkk. “MARITIME DIPLOMACY SEBAGAI STRATEGI
PEMBANGUNAN KEAMANAN MARITIM INDONESIA”,”, h. 176-177.
16
Berdasarkan pengertian di atas, seringkali ancaman atau
penggunaan kekerasan berbasis laut terbatas oleh negara atau aktor non
negara yang dirancang untuk memaksa lawan untuk memajukan tujuan
politik. Diplomasi maritim, mengharuskan angkatan laut, coast guard
dan semua kekuatan laut adalah alat negara yang dapat digunakan untuk
kepentingan operasi maritim dan diplomasi maritim.35
Maritim ditujukan untuk keperluan penggentar negara lain,
dengan kata lain sebagai penggunaan ancaman oleh salah satu pihak
penangkalan dalam konteks strategi militer untuk meyakinkan pihak
lain dalam menahan dan menangkal berbagai upaya tindakan. Ancaman
berperan sebagai pencegah yang meyakinkan target agar tidak
melaksanakan tindakan yang akan mereka lakukan karena biaya dan
kerugian yang akan ditimbulkannya. 36
Dalam konteks keamanan internasional, efek deterrence
umumnya mengacu pada ancaman pembalasan militer yang diarahkan
untuk mencegah negara lain untuk melakukan kegiatan yang dapat
merugikan negara yang melakukan kebijakan deterrence tersebut dan
umumnya terbatas pada penggunaan senjata nuklir (perspektif Perang
Dingin).37
35Muhammad Harry, dkk. “MARITIME DIPLOMACY SEBAGAI STRATEGI
PEMBANGUNAN KEAMANAN MARITIM INDONESIA”, h. 177 36Muhammad Harry, dkk. “MARITIME DIPLOMACY SEBAGAI STRATEGI
PEMBANGUNAN KEAMANAN MARITIM INDONESIA”, h. 177 37Muhammad Harry, dkk. “MARITIME DIPLOMACY SEBAGAI STRATEGI
PEMBANGUNAN KEAMANAN MARITIM INDONESIA”, h. 177
17
Berdasarkan uraian di atas, Indonesia dan Tiongkok dapat
dikategorikan sebagai sesama negara maritim yang saling bekerjasama
dalam bidang maritim, oleh karena itu konsep diplomasi maritim sangat
relevan menjadi dasar konsep yang akan digunakan dalam menganalisa
masalah pada penelitian ini.
E.4. Rational Choice Theory
Salah satu hal yang paling sering digunakan dalam proses
pembuatan kebijakan luar negeri yaitu ‘Rational Decision-Making
Model’ atau yang lebih sering dikenal dengan Rational Choice Theory.
Analisis ini digunakan dalam melihat bagaimana menjelaskan pilihan
dan perilaku pemimpin di dalam krisis internasional. Namun yang
paling dominan adalah bagaimana caranya untuk mengetahui dasar dari
prinsip dan asumsi Rational Actor Model yang meliputi dasar dari
Rational Choice Theory.38 Rational Choice Theory muncul sebagai alat
dari analisis politik.
Sejak awal 1950-an, setelah berakhirnya perang dunia. Inti dari
Rational Choice Theroy adalah ide dari pilihan optimal yang terhubung
baik dengan empat dasar asumsi yang dikenal oleh berbagai penulis
antara lain, utility maximasation, bering consistency, expected value,
dan individuals.39
38Labib Syarief, dkk., "Kebijakan Luar Negeri" 2014 makalah tersedia di
http://www.academia.edu/9749867/Definisi_Tujuan_dan_Model_Kebijakan_Luar_Negeri;Interne; di unduh pada Januari 2018
39Labib Syarief, dkk., " Kebijakan Luar Negeri”.
18
Asumsi dasar dari Rational Choice Theory adalah lingkungan
internasional menentukan aksi negara sebagai aktor, semua pembentuk
pilihan kebijakan luar negeri hampir sama dalam mengutamakan proses
pembentukan kebijakan, setiap pilihan negara membuat proses dapat
dilihat sebagai satu kesatuan aktor dalam membuat pilihan, setiap satu
kesatuan aktor membuat pilihan yang rasional.40
Sebagai negara atau lebih tepatnya pemerintahan akan
mengasumsi hampir sama dengan individual rasional yang mempunyai
nilai (atau biaya perhitungan), maksud, dan menggunakan alat untuk
memerintah taktik. Aktor ini kemudian mengumpulkan pilihan,
informasi, resiko berat, yang kemudian memilih dan membuat rencana
dari setiap aksi sebagai salah satu cara meilhat apa yan akan terjadi dan
apa saja keuntungannya jika salah satu terpilih. Maka jika Rational
Actor gagal atau tidak dapat keuntungan sebesar-besarnya, hal itu
merupakan kesalahan dalam pengumpulan data informasi, perhitungan
salah, atau pilihan rasional yang salah.41
Untuk dapat melihat bagaimana proses pengambilan kebijakan
negara Tiongkok dalam keputusannya mendukung kebijakan Poros
Maritim negara Indonesia maka digunakan konsep Rational Actor
Model dari Graham T. Allison. konsep ini digunakan dalam
menganalisa pembuatan kebijakan luar negeri suatu aktor Internasional
40Loyd Jensen, Explaining Foreign Policy, (New Jersey: Englewood Cliffs. 1982), h. 5. 41Lawrence S Falkowski, Psychological Models in International Politics, (Colorado:
Westview Press: 1974), h. 15-46.
19
berdasarkan input (kepentingan nasional dan sistem internasional) yang
merupakan proses dari pengambilan keputusan kebijakan luar negeri.42
Model ini dibangun dalam ilmu sosial dan teori ilmu ekonomi.
Dasarnya adalah lingkungan internasional yang menentukan aksi negara
sebagai aktor penentu kebijakan. Karena semua pembentuk pilihan
kebijakan luar negeri ini sangat mengutamakan proses pemilihan
kebijakan. Dan penentuan pilihan ini diambil dari pilihan yang paling
rasional.43
Rational Actor Model berpendapat bahwa aktor negara atau
pemerintah dalam mengasumsi keputusan hampir sama dengan aktor
individual rasional karena dapat melihat nilai dan biaya yang akan
dikeluarkan, artinya aktor dapat menentukan strategi dalam melihat
lingkungan sekitar terhadap isu yang sedang terjadi. Aktor negara akan
mengumpulkan pilihan, informasi, dan risiko dalam memilih dan
membuat rencana dari isu sebagai salah satu cara membuat pilihan dan
memilih salah satu pilihan dengan mengambil keuntungan yang paling
baik. Jika pilihan tersebut tidak mendapatkan keuntungan yang paling
baik, maka hal itu merupakan kesalahan dalam pengumpulan data
informasi, perhitungan, dan pilihan yang salah.44
Pembentukan pilihan dibuat berdasarkan tahap dari input, proses
pemilahan input menjadi berbagai pilihan, dan pengambilan keputusan
42Loyd Jensen, Explaining Foreign Policy, (New Jersey: Englewood Cliffs. 1982), h. 5. 43Loyd Jensen, Explaining Foreign Policy, (New Jersey: Englewood Cliffs. 1982), h. 5. 44Lawrence S Falkowski. Psychological Models in International Politics. Colorado:
Westview Press. 1974. Hal 15-46.
20
dari salah satu pilihan ini. Rational actor model merupakan hasil dari
empat tahapan berikut:
a. Problem Recognition and Definition, dengan melihat input dari
kebutuhan aktor negara yang ingin dicapai, kepentingan nasional
kemudian menjadi dasar dari aktor negara untuk menentukan
kebijakan politik apa yang akan diambil sehingga kepentingan
nasional tersebut dapat terpenuhi.
b. Goal Selection, tahapan kedua yang harus dilakukan negara
sebagai aktor rasional setelah menjelaskan kebutuhan apa yang
harus dijadikan kepentingan nasional adalah bagaimana
kepentingan nasional terebut diproyeksikan ke dalam kebijakan
politiknya.
c. Identification of Alternatives, tahap ketiga yang harus dilakukan
negara sebagai aktor yang rasional adalah mempertimbangkan
segala konsekuensi baik itu konsekuensi yang merugikan atau
menguntungkan sebelum memilih strategi dalam menyelesaikan
masalah negaranya dan mencapai tujuan negaranya. Dengan
mempertimbangkan konsekuensi dari pilihan yang diambil, aktor
negara dapat memprediksi sebaik apa kebijakan yang diambil
nantinya.
d. Choice, setelah menagkap kepentingan nasional dalam sebuah
fenomena internasional, lalu merumuskan kebijakan yang apa
yang akan diambil oleh pemerintah serta mempertimbangkan
21
konsekuensi apa saja yang akan diterima oleh pemerintah apabila
memilih kebijakan tertentu. Maka pemerintah akan sampai pada
tahapan memilih kebijakan yang akan diambil sebagai kebijakan
luar negerinya.
Konsep ini dikenal juga sebagai model strategi aksi-reaksi yang
digunakan sebagai analisis dalam menerapkan setiap respon suatu isu
yang sedang terjadi. Ketika aktor sedang berhadapan dengan
ketidakpastian, aktor akan menghitung keuntungan yang diharapkan
dari setiap pilihan dan kemudian memilih salah satu yang menghasilkan
keuntungan tertinggi. 45
Ada dua jenis ketidakpastian yang aktor hadapi pada saat melihat
pilihan. Pertama, ketidakpastian lingkungan yang muncul dari
kurangnya informasi karena keadaan internasional yang sangat
kompleks sehingga harapan peluang sangat beragam hasilnya.
Keadaaan ini juga dipersulit dengan adanya aktor-aktor lain (lawan)
yang secara aktif mencoba untuk mengaburkan kemampuan aktor untuk
memprediksi hasil. Yang kemudian menghasilkan ketidakpastian
kedua, yaitu ketidakpastian strategis yang muncul dari perilaku rasional
dari berbagai aktor yang mencoba mengaburkan masalah. Jika lawan
tahu bahwa aktor negara akan mencoba untuk menyimpulkan informasi
dari tindakannya, aktor lawan akan merancang untuk mencegah aktor
45Branislav L. Slantchev. Introduction to International Relations Lecture 3: The Rational
Actor Model. Department of Political Science, University of California – San Diego. 19 April 2005.
22
menyimpulkan informasi. Hal ini dapat terlihat dari proses tawar
menawar suatu kerjasama antara aktor.46
Rasionalitas dapat terjadi, secara tradisional, ketika seorang
decision maker akan memilih alternatif mana yang terbaik dari sekian
banyak pilihan yang mungkin ada.47
Kesimpulannya, aktor negara memang akan berhubungan dengan
ketidakpastian ini, namun, aktor negara dapat menganalisis
keputusannya lebih jauh jika dapat melihat potensi ketidakpastian dan
menggunakannya sebagai informasi bagi pilihan. Pada kasus Tiongkok,
pemerintah Tiongkok memutuskan untuk memberikan dukungan
dengan memberikan dana investasi kepada negara Indonesia dalam
rangka mendukung kebijakan Poros Maritim Dunia.
F. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif48. Kemudian
digunakan juga paduan antara penelitian lapangan penelitian lapangan (field
research) dan kepustakaan (Library Research).49 Dengan demikian
46Branislav L. Slantchev. Introduction to International Relations Lecture 3: The Rational
Actor Model. Department of Political Science, University of California – San Diego. 19 April 2005.
47Muhammad Sulthon, Skripsi “KEPENTINGAN YUNANI MENERIMA DANA TALANGAN UNI EROPA PADA TAHUN 2015” Jakarta, UIN Syarif Hidayatullah. 2014. h. 18 48 Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisa. Kemudian landasan teori dalam penelitian ini digunakan sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan. Kemudian, penelitian berangkat dari teori menuju data, dan berakhir pada penerimaan atau penolakan terhadap teori yang digunakan. Lihat Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000). h. 5.
49Penelitian kepustakaan atau (library Research) adalah penelitian yang menggunakan teori-teori yang diambil dari literatur tertulis baik itu buku, jurnal dan tulisan ilmiah lainnya yang mendukung dan relevan dengan judul penelitian. Sedangkan penelitian lapangan (field research)
23
diharapkan pengamatan, dekripsi dan analisa dalam penelitian ini lebih
optimal.
Menurut Lofland yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, sumber data
dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya berupa
tambahan seperti dokumen dan lain-lain. Data dalam penelitian ini adalah
semua data atau informasi yang diperoleh dari objek penelitian yang
dianggap penting dan dokumentasi-dokumentasi yang menunjang
penelitian.50
Adapun data yang penulis gunakan dalam penelitian dibagi dalam
dua bentuk yaitu primer dan sekunder. Menurut S. Nasution data primer
dalam penelitian kualitatif adalah data yang diperoleh langsung dari
lapangan atau tempat penelitian.51 Data primer yang penulis gunakan dalam
penelitian ini berasal dari buku, jurnal, dan artikel dari portal resmi
pemerintah atau lembaga yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
Data Sekunder ini penulis peroleh dari penelusuran terhadap hasil-
hasil penelitian sebelumnya yang relevan dan terkait dengan judul skripsi
ini, serta data berbentuk buku, jurnal, tesis, skripsi, proseding seminar yang
penulis peroleh dari penelusuran ke lembaga pemerintahan terkait.
adalah dimana peneliti menggunakan penelitian yang terjun ke lapangan atau tempat penelitian yang dipilih, dalam hal ini penulis melakukan penelitian ke beberapa instansi pemerintah dan lembaga terkait yang berhubungan dengan judul penelitian. Lihat Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, h. 6.
50Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000) .h. 3.
51Adapun proses observasi di lapangan yang dilakukan penulis adalah berjumlah tiga kali. Pertama, proses pencarian tempat penelitian pada tanggal 10 - 12 Juni 2016. Kedua, proses pengenalan dan observasi awal pada tanggal 17 – 20 Juli 2016. Kemudian, ketiga, proses penelitian lanjutan dan final pada tanggal 12 Desember 2016 hingga Juni 2018.
24
Metode yang digunakan untuk proses pengumpulan data dalam
penelitian ini yaitu teknik dokumentasi merupakan upaya peneltian yang
berupa mengumpulkan catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumentasi
itu dapat berupa tulisan, gambar atau karya karya dari seseorang. 52
G. Sistematika Penulisan
BAB I PEMBAHASAN Pada bab I, akan dijelaskan latar belakang masalah yang akan dianalisis.
Dalam bab ini akan dipertanyakan yang menjadi fokus dalam penelitian
ini, dilanjutkan dengan tujuan dan manfaat dari penelitian ini. Sumber-
sumber penelitian juga akan dijelaskan pada bab ini. Kemudian konsep
dan teori akan dijelaskan dengan metode penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II DINAMIKA KEBIJAKAN MARITIM TIONGKOK Pada bab II akan dijelaskan mengenai dinamika kebijakan maritim Tiongkok,
dari mulai transisi kebijakan maritimnya, hingga kebijakan luar negeri
Tiongkok di bidang maritim, serta kebijakan terbarunya, yakni Jalur
Sutra Maritim abad ke-21.
52Suharsimi Arikunto dalam Prosedur Praktek Penelitian , (Jakarta: Rineka Cipta, 2002),
h.133.
25
BAB III INISIASI KEBIJAKAN POROS MARITIM DUNIA DAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA DI BIDANG MARITIM
Pada bab III, akan dipaparkan gambaran umum kebijakan Poros Maritim
Kunia yang digagas oleh Indonesia. Diawali dari latar belakang, tujuan
dan prinsip, serta implementasi kebijakan Poros Maritim di Indonesia.
Kemudian, dijelaskan juga soal kebijakan luar negeri Indonesia di
bidang maritim
BAB IV DUKUNGAN TIONGKOK TERHADAP INISIASI KEBIJAKAN POROS MARITIM DUNIA REPUBLIK INDONESIA
Bab ini menguraikan bentuk-bentuk kerjasama antara Tiongkok dengan
Indonesia dalam mendukung kebijakan Poros Maritim Dunia RI.
Kemudian akan dianalisa faktor-faktor yang menjadi dasar keputusan
pemerintah Tiongkok dalam mendukung gagasan Poros Maritim Dunia
RI.
BAB V PENUTUP
Pada bab V akan berisi kesimpulan serta saran dari penelitian yang sudah
dibuat.
26
BAB II
DINAMIKA KEBIJAKAN MARITIM TIONGKOK
A. Transisi Kebijakan Maritim Tiongkok
Sejak awal berdirinya, secara umum fase perkembangan kebijakan maritim
Tiongkok dibagi kedalam empat fase. Fase-fase tersebut adalah: Pertama,
kebijakan maritim pada periode masa berdirinya Republik Rakyat Tiongkok (RRT).
Kedua, kebijakan maritim pasca Revolusi Kebudayaan. Di mana pada fase ini
Tiongkok bergerak menuju era reformasi dan keterbukaan, penguatan mekanisme
pasar, dan perbaikan kerangka hukum di bidang kemaritiman. Ketiga, fase
ketergantungan terhadap laut dan penegasan hak serta kepentingan maritim
Tiongkok. Keempat, fase pengupayaan perluasan dan klaim wilayah kelautan.
terakhir, fase strategi pengembangan kelautan dan perwujudan kekuatan maritim. 1
A.1. Fase Awal
Pada 1 Oktober 1949, Mao Zedong memproklamirkan pendirian RRT.
Digambarkan bahwa situasi dalam negeri saat itu mengharuskan pemerintah
Tiongkok membangun setiap sektor pembangunan negara dari nol. Adapun
fokus pembangunan kemaritiman Tiongkok masa itu berupa :
1Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”, artikel diakses pada Juli 207 dari https://www.spf.org/islandstudies/research/a00011/
27
a) Mengembangkan potensi perikanan laut Tiongkok dengan mendirikan
perusahaan perikanan nasional dan komune nelayan.
b) Mengembangkan industri pembuatan garam.
c) Reklamasi lahan basah pesisir sebagai upaya pengembangan lahan
untuk pertanian negara.
d) Mengembangkan transportasi laut dengan mendirikan perusahaan
kapal dagang laut dalam yang bekerja sama dengan Polandia.
e) Mengembangkan industri pembuatan kapal nasional berupa
pembangunan kapal kargo di Dalian dan Shanghai.
f) Melakukan pembangunan dan perluasan pelabuhan baru di Tanggu di
Tianjin dan Zhanjiang di Guangdong.
g) Membangun pendidikan kemaritiman dengan mendirikan Shanghai
Fisheries College dan universitas lainnya.
h) Menggalakkan penelitian ilmiah di bidang kelautan dengan mendirikan
Qingdao Marine Biological Laboratory.2
Selain beberapa hal di atas, pemerintah RRT kala itu juga mulai
membangun dan mengembangkan organisasi angkatan laut. Hal tersebut pula
yang menjadikan secara bertahap RRT meletakkan fondasi guna membangun
kekuatan maritimnya.3
Kemudian adanya literatur yang menyatakan terdapat tiga kebijakan
lain Tiongkok di bidang maritim sejak 1958 hingga 1966, yaitu ;
2Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 3Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
28
a) Deklarasi Teritorial Laut
Pada September 1958, pemerintah Tongkok mengeluarkan kebijakan
bernama "Deklarasi Pemerintah Mengenai Teritorial Laut". Deklarasi ini
menyatakan bahwa teritorial laut Tiongkok diperluas jarak 12 mil laut dari
bibir pantai di semua wilayah Tiongkok. Baik Tiongkok daratan maupun
pulau-pulau pesisir seperti Taiwan dan kepulauan sekitarnya: Kepulauan
Penghu, Kepulauan Dongsha, Kepulauan Xisha (Paracels), Kepulauan
Zhongsha (Macclesfield Bank), Kepulauan Nansha (Spratly), dan semua pulau
lainnya milik Tiongkok. Namun demikian, deklarasi ini tidak secara eksplisit
mengklaim Kepulauan Senkaku sebagai wilayah Tiongkok.4
b) Pembentukan Lembaga Administrasi Oseanik Negara
Pada Juli 1964, pemeritah Tiongkok membentuk State Oseanic
Administration (SOA)5 atau Lembaga Administrasi Oseanik Negara. Lembaga
tersebut berkedudukan langsung di bawah pemerintahan Dewan Negara
Bagian dengan persetujuan Departemen Staf Umum Tentara Pembebasan
Rakyat atau People’s Liberation Army (PLA). Sejak SOA didirikan, Angkatan
Laut, Lembaga Kelautan dan Skuadron Survei Laut dialihkan kewenangannya
4Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 5State Oseanic Administration atau SOA merupakan Lembaga Administrasi Kelautan
Tiogkok yang memiliki tanggungjawab untuk menyusun undang-undang dan peraturan tentang penggunaan wilayah laut, perlindungan lingkungan, penelitian ilmiah dan perlindungan pulau di laut internal Tiongkok, perairan teritorial, zona berdekatan, zona ekonomi eksklusif, landas kontinen dan wilayah laut lainnya. SOA juga bertanggung jawab untuk menyusun rencana dengan departemen Negara Tiongkok lainnya dalam upaya pengembangan strategis laut, rencana perlindungan lingkungan, pengembangan ekonomi kelautan, perlindungan pulau dan pengembangan pulau tak berpenghuni. Lihat The State Council The People's Republic Of Tiongkok, “State Oceanic Administration”, diakses pada 20 Januari 2018 dari http://english.gov.cn/state_council/2014 /10/06/content_281474992889983.htm.
29
ke SOA. Kemudian, selang tiga tahun berikutnya, tiga biro didirikan dalam
SOA, yaitu, Biro Laut Utara di Qingdao, Biro Laut Timur di Ningbo, Zhejiang
Provinsi (kemudian pindah ke Shanghai), dan Biro Laut Selatan di
Guangzhou.6
c) Perlindungan Survey Kelautan
Pada 1969, pemerintah Tiongkok melengkapi SOA dengan kapal
tambahan buatan dalam negeri seberat 3.167 ton. Kapal itu digunakan untuk
memeriksa kondisi hidrometeorologis wilayah kemaritiman Tiongkok yang
dilengkapi dengan rudal balistik. Tiongkok sendiri melakukan uji coba balistik
tersebut untuk pertama kalinya pada 1980 di Perairan Pasifik Selatan. Selain
itu, pemerintah Tiongkok juga membuat dua skuadron survei geologi kealutan
yang berada di bawah naungan Kementerian Pertanahan dan Sumber Daya.
Skuadron ini bertugas untuk melakukan survei geofisikan mencari sumber
daya minyak di Perairan Bohai, Laut Cina Timur, Laut Cina Selatan, serta leas
Pantai Sungai Mutiara.7
A.2. Fase Reformasi dan Keterbukaan serta Perbaikan Kerangka Hukum di
Bidang Kemaritiman
Pada akhir 1977, Deng Xiaoping memegang tampuk pimpinan RRT.
Pada eranya, Tiongkok melakukan kebijakan reformasi ekonomi dan
keterbukaan dengan dunia internasional. Sejak tahun 1978, Tiongkok mulai
6Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 7Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
30
terbuka bagi perdagangan luar negeri. Hal tersebut kemudian diikuti oleh
doktrin politik luar negeri The Peaceful Rise of China yang dicanangkan pada
tahun 2000-an untuk memberi kesan pada dunia bahwa Tiongkok bukan berdiri
sebagai ancaman, melainkan sebagai mitra negara-negara di dunia. Dengan
mengedepankan soft power diplomacy, Tiongkok mengembangkan konsep
negara yang bersahabat dan turut bertanggung jawab terhadap perdamaian
dunia.8
Era Deng juga dinilai sebagai peletak dasar pembangunan kemaritiman
Tiongkok yang memfokuskan diri pada pembangunan sektor ekonomi. Salah
satu faktor yang mempengaruhi ha itu adalah dialihkannya konfrontasi militer
RRT dengan Uni Soviet ke daerah utara dan barat Tiongkok. Sehingga,
angkatan laut yang sebelumnya berfokus pada pertahanan pesisir berubah ke
pertahanan lepas pantai.9
Kemudian, pada periode ini juga turut diperkenalkan oleh Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) dan landasan
kontinen di wilayah perairan. Tiongkok saat itu memiliki wilayah yurisdiksi
perairan 3 juta KM persegi, atau sama dengan sepertiga dari luas negara
Tiongkok yang memiliki luas 9,7 juta KM persegi. Sejak saat itu, Pemerintah
Tiongkok merasa gembira atas prospek wilayah maritimnya.10
8Dewa Ayu Putu Eva Wishanti, “Kebangkitan Tiongkok dalam Kerjasama Ekonomi
Internasional di Kawasan Asia Timur”, dikases pada 20 Janauri 2018 dari http://transformasiglobal.ub.ac.id/index.php/trans/article/download/4/26.
9Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao Zedong to Xi Jinping”.
10Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao Zedong to Xi Jinping”.
31
a) Program reformasi ekonomi
Program reformasi ekonomi Tiongkok ini dilakukan dengan
berlandaskan asas yang disebut Sosialisme Tiongkok. Dilihat imbasnya
dalam aspek kemaritiman, program ini salah satunya menghasilkan
kebijakan untuk mengubah Kementerian Urusan Pembuatan mesin
menjadi sebuah Badan Usaha Milik Negara Bidang Industri bernama
China State Shipbuilding Corporation (CSSC).11
Kemudian, pada Juli 1999, CSSC berubah nama menjadi CSIC
atau China Shipbuilding Industry Corporation. Adapun CSIC sendiri
bertugas sebagai perusahaan negara yang memiliki cakupan tugas sebagai
galangan kapal angkatan laut dan swasta di Tiongkok serta
mengembangkan dan memproduksi peralatan manufaktur maritim.
Kemudian di bidang transportasi kelautan, turut didirikan anak perusahaan
dari China Ocean Shipping Group Company (COSCO) bernama China
Shipping Container Lines (CSCL) pada 1997.12
Dengan dua perusahaan tersebut, Pemerintah Tiongkok
melakukan kebijakan untuk membangun industri kapal laut dalam negeri
dan distribusi barang-barang melalui kapal (jalur laut). Keduanya berhasil
memberikan dampak bagi penguatan siklus ekonomi yang positif dan
11Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 12Profil Perusahaan Tiongkok Shipping Container Lines (CSCL) diakses pada 10
Desember 2017 dari http://en.cscl.com.cn/col/col5345/index.html
32
mendukung pertumbuhan ekonomi Tiongkok dalam hal kegiatan ekspor
serta menghasilkan kemajuan lebih lanjut dalam hal industri pembuatan
kapal dan transportasi laut.13
Kemudian pada 1983, Pemerintah Tiongkok meningkatkan
fasilitas penanganan kargo pelabuhan utama negara, utamanya untuk
menangani urusan pengiriman kontainer, akses integrasi distribusi barang
lewat jalur darat (jalan raya), jalur kereta api, jaringan transportasi berbasis
sungai, serta akses ke daerah pedalaman juga ditingkatkan. Selain itu,
lembaga yang bertugas melakukan inspeksi terhadap kapal-kapal tersebut
juga didirikan bersamaan dengan dibangunnya 25 pelabuhan untuk
kepentingan akses perdagangan luar negeri.14
b) Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi Lepas Pantai
Perkembangan Tiongkok selanjutnya adalah kebijakannya untuk
mengembangkan eksplorasi ladang minyak dan gas bumi (migas) lepas
pantai. Awalnya, hal ini dilakukan sebagai pengelolaan sumber daya alam
dan pemenuhan kebutuhan energi nasional. Namun, pada 1980,
pemerintah Tiongkok mengkerjasamakan proyek eksplorasi ini dengan
Jepang dan mendirikan perusahaan gabungan bernama China and Japan
13Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 14Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
33
Oil Corporation. Saat ini perusahaan tersebut bernama Japan Oil, Gas,
and Metals National Corporation (JOGMEC).15
Kemudian pada 1982 pemerintah Tiongkok mengeluarkan
kebijakan untuk membolehkan penanaman investasi atau modal asing
untuk menembangkan sumber daya energi lepas pantai di Tiongkok.
Kemudian, pada tahun-tahun selanjutnya pemerintah Tiongkok beralih
fokus untuk melakukan eksplorasi sumber daya energi di luar negeri,
mengingat keterbatasan cadangan energi yang dimilikinya. Selain itu,
pemerintah Tiongkok juga mendirikan China National Offshore Oil
Corporation (CNOOC) untuk melayani urusan eksplorasi yang
dikerjasamakan dengan pihak asing ini.16
Kemudian pada 1988, Kementerian Industri Perminyakan
Tiongkok dihapuskan. Hal ini menjadi kebijakan awal untuk melakukan
liberalisasi perusahaan dari kontrol penuh oleh negara.17
Selanjutnya, Tiongkok dengan geliat industri yang dimilikinya
menjadikan negara tersebut kekurangan sumber daya minyak untuk di
ekspor. Sehingga, pada 1993, Tiongkok menjadi negara yang melakukan
impor minyak untuk memenuhi pasokan energi dalam negerinya.
Tiongkok memulai ekspansi untuk membeli ladang minyak di Timur
15khtisar Perusahaan Tiongkok national Offshore Oil Corporation (CNOOC) dikases pada
November 2017 dari http://www.cnooc.com.cn/col/col6141/index.html 16Ikhtisar Perusahaan Tiongkok national Offshore Oil Corporation (CNOOC). 17Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
34
Tengah, Afrika, dan Amerika Serikat. Selain itu, Tiongkok juga berfokus
untuk mengamankan sumber daya energi yang dimilikinya di wilayah
yuridiksi perariran dan darat.18
Upaya pengembangan eksplorasi ladang migas di Laut Cina
Selatan dan Timur pun digalakkan Tiongkok. Kemudian pada 2005,
Tiongkok bekerjasama dengan Filipina dan Vietnam dalam program
eksplorasi minyak di Laut Cina Selatan. Kemudian, pada 2008, Jepang dan
Tiongkok mencapai kesepakatan diplomatik untuk bersama-sama
melakukan eksplorasi ladang gas di Laut Cina Timur.19
c) Perbaikan Kerangka Hukum di Bidang Kemaritiman
Selanjutnya adalah perbaikan kerangka hukum di bidang
kemaritiman yang dilakukan Pemerintah Tiongkok. Pasca berakhirnya era
revolusi kebudayaan, Tiongkok beralih sikap untuk menggunakan Undang-
Undang sebagai dasar untuk membawa kepentigan luar negeri dan
mendorong pengembangan sektor industri yang dimilikinya. Dalam hal
kebijakan pemerintah Tiongkok di bidang maritim, sistem perundang-
undangan mulai terbentuk menjadi sebuah tingkatan tertentu dalam periode
ini.20
18keda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao Zedong to
Xi Jinping”. 19Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 20Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mau
Zedong to Xi Jinping”.
35
Hal pertama yang perlu diperhatikan tentang langkah Tiongkok untuk
memperbaiki kerangka hukum di bidang kelautan adalah penekanan kebijakan pada
perlindungan lingkungan dan ekosistem laut. Sejak 1974, SOA melakukan
investgasi mengenai polusi di Laut Kuning, Bagian Timur Tiongkok, dan Laut
Tiongkok Selatan. Di Teluk Jiaozhou ditemukan bahwa 40% wilayah perairan
dangkal yang digunakan untuk akuakultur tercemar, berbau minyak, dan beracun.21
Berdasar hal itu, pada 1982 ditetapkan Undang-Undang Perlindungan
Lingkungan Kelautan. Kemudian, SOA menjadi bertanggungjawab untuk
melakukan survei dan memantau lingkungan laut untuk kajian ilmiah, serta
bertanggungjawab atas pengelolaan lingkungan dampak dari eksplorasi minyak
lepas pantai, termasuk pembuangan limbahnya. Selain itu, SOA melalui
Departemen Inspeksi dan Pengurusan Pelabuhan juga diberikan kewajiban untuk
mengawasi, melakukan survei, dan memantau pencemaran laut dampak dari
operasi kapal komersil dan pelabuhan. Kemudian, untuk tugas yang berkaitan
dengan aktivitas penangkapan ikan dan para nelayan di pelabuhan dibebankan
kepada departemen perikanan dan kepelabuhanan. Selanjutnya, pada Maret 1983,
SOA dengan peralatan kapal dan pesawat patrolinya melakukan patrol pertama dari
Qingdao, Shanghai, dan Guangzhou. Dimana misi utama mereka adalah untuk
melakukan perlindungan lingkungan. 22
21Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 22Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
36
Pada waktu bersamaan, kerangka hukum yang mengatur pencegahan
penipisan sumber daya alam juga difokuskan. Mulai dibentuk dan ditetapkan
suatu sistem perizinan tentang penangkapan ikan bersamaan dengan penerbitan
sertifikat untuk kapal penangkap ikan dan untuk awak kapal mereka, penyediaan
lisensi untuk akuakultur, pendirian daerah yang tertutup untuk penangkapan ikan,
dan musim tanpa penangkapan ikan, penerapan peraturan mengenai ukuran jerat
bersih dan presentase ikan muda yang dapat ditangkap, serta ketentuan lainnya
untuk mengurangi tingkat penangkapan. Bersamaan pula diperkenalkan larangan
eksplisit penggunaan dinamit, racun, sengatan listrik, dan metode penagkapan
ikan lain yang dapat menyebabkan membunuh seluruh sumber daya kelautan.23
Poin selanjutnya yang berhubungan dengan perkembangan Undang-
Undang Kemaritiman Tiongkok adalah Undang-Undang tentang Administrasi
Wilayah Laut dan Undang – Undang perlindungan pulau. Hal ini menjadi
semacam upaya pemerintah Tiongkok di abad ke - 21. Undang-Undang tentang
Administrasi Ekplorasi Kawasan Laut mulai diberlakukan Tiongkok pada 2002.24
Undang – Undang ini menyatakan kepemilikan negara atas lautan dari
kawasan permukaannya dan dasar lautnya di wilayah perairan dalam dan
territorial. Di mana untuk kewenangan mengawasi dan mengelola penggunaannya
adalah Dewan Negara dan Departemen Admisistratif Maritim Dewan Negara
23Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 24Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
37
(SOA). Organisasi ini menerbitkan sertifikat hak penggunaan wilayah perairan
dengan biaya administrasi terntentu untuk memperolehnya.25
Kemudian, SOA juga memiliki kewenangan untuk menentukan
pembagian fungsional wilayah laut untuk kepentingan pembangunan,
perlindungan administrative, perlindungan alam, serta untuk tujuan khusus atau
penahanan. Diatur juga bahwa periode maksimum penggunaan wilayah laut
adalah 15 tahun untuk pengembangan wilayah perairan, 20 tahun untuk ativitas
kapal, 25 tahun untuk pariwisata dan hiburan, 30 tahun untuk produksi garam dan
eksploitasi mineral, 40 tahun untuk kepentingan publik, dan 50 tahun untuk
proyek konstruksi, termasuk pelabuhan dan pabrik galangan kapal.26
Selanjutnya pada 2010 mulai diberlakukan hukum tentang perlindungan
pulau. Di dalamnya diatur perlindungan pulau-pulau dengan tujuan khusus
(berhubungan dengan pertahanan nasional, dan yang didalamnya berada cadangan
sumber daya alam kelautan).27
A.3. Fase Pengupayaan Perluasan dan Klaim Wilayah Kelautan
Seiring dengan tumbuhnya perekonomian yang membuatnya dikategorikan
sebagai negara yang memiliki kekuatan besar, Tiongkok menjadi lebih giat dalam
mengejar hak dan kepentingan maritimnya, termasuk kedaulatan atas pulau dan
yurisdiksi atas perairan. Tiongkok secara tegas berupaya memaksimalkan
25Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 26Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 27Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
38
keuntungan dalam kepentingan politik, kemananan, dan ekonominya dari konsep
UNCLOS28 sambil berusaha agar negara-negara lain tidak menyatakan klaim
yang sama dengan mereka.29
Berikut empat tema yang berkaitan dengan fase penguataan perluasan dan
klaim wilayah kelautan oleh Tiongkok sebagaimana dikutip dari Takeda Jun'ichi
dalam penelitiannya tentang kekuatan maritim Tiongkok.
Pada 1970-an, Tiongkok mulai menekankan klaimnya atas kepulauan
Diaoyu, dan Kementerian Luar Negeri mengeluarkan sebuah pernyataan yang
menyatakan bahwa Pulau Diaoyu dan pulau-pulau lainnya, seperti, Pulau
Huangwei (yang juga diklaim milik Jepang dengan sebutan Pulau Kubashima),
Chiwei Islet (Taishoto), Pulau Nanxiao, dan pulau Beixiao, bahkan juga megklaim
Taiwan. Tidak ada penjelasan resmi dari Tiongkok terkait klaim tersebut. Namun
Jepang berdasarkan analisisnya menyatakan bahwa hal ini berkaitan dengan hasil
penyelidikan ilmiah yang menyimpulkan bahwa terdapat cadangan minyak dan
gas bumi yang cukup besar di wilayah Laut Cina Timur, terutama di daerah utara
Taiwan.30
28United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS), yang mulai berlaku pada
tanggal 16 November 1994, adalah perjanjian internasional yang menyediakan kerangka peraturan untuk penggunaan laut dunia dan lautan, antara lain, untuk memastikan konservasi dan penggunaan sumber daya yang adil dan lingkungan laut dan untuk menjamin perlindungan dan pelestarian sumber daya hayati laut. UNCLOS juga membahas hal-hal lain seperti sebagai kedaulatan, hak penggunaan dalam zona maritim, dan hak-hak navigasi. Pada 10 Januari 2014, 166 negara telah meratifikasi, menyetujui, atau turutk mensuksesi, UNCLOS. Lihat Division For Ocean Affairs and The Law of The Sea United Nation, “United Nations Convention on the Law of the Sea” diakses pada 20 Januari 2018 dari http://www.un.org/Depts/los/convention_agreements/convention _overview_convention.htm.
29Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao Zedong to Xi Jinping”.
30Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao Zedong to Xi Jinping”.
39
Sementara itu, Laut Cina Selatan yang dikelilingi lebih dari satu negara
memungkinkan terjadinya perebutan antara negara satu dengan lainnya. Terdapat
10 negara pantai (Tiongkok dan Taiwan, Vietnam, Kamboja, Thailand, Malaysia,
Singapura, Indonesia, Brunei Darussalam, Filipina), serta negara tak berpantai,
yaitu Laos, dan dependent territory yaitu Makau yang memperebutkan
kepemilikan Laut Cina Selatan. Dari kesepuluh negara pantai tersebut,
Tiongkoklah yang paling terlihat sangat ambisi untuk memilikinya.31
Klaim kepemilikan atas kawasan Laut Cina Selatan yang dilakukan
oleh Tiongkok sejak dekade 1970-an didasarkan pada tiga hal pokok yakni
kemajuan ekonomi, politik dan kebutuhan akan pertahanan dan keamanan.
Pertumbuhan penduduk yang tergolong cepat memungkinkan adanya peningkatan
pemanfaatan energi minyak.32
Bagi Tiongkok, dalam jangka panjang cadangan minyak Laut Cina
Selatan meskipun dalam jumlah yang belum pasti tetap akan digunakan untuk
menopang kebutuhan dalam negeri. Kebutuhan akan cadangan minyak berlebih
dari sumber baru sudah dirasakan sejak pertengahan tahun 1970-an, yakni ketika
produksi minyak Tiongkok mengalami penurunan. Faktor eksternal, yakni krisis
minyak dunia juga turut memengaruhi perekonomian dalam negeri akan
pentingnya cadangan minyak. Kemerosotan ini terus berlanjut sampai dekade
berikutnya meskipun tidak diketahui jumlahnya secara pasti. Kemungkinan fakta
ini dipengaruhi oleh cepatnya pertumbuhan penduduk dan industrialisasi selama
31Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 32T akeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
40
program modernisasi. Kecenderungan itu berdampak pada permintaan
masyarakat terhadap sumber energi mineral terus bertambah.33
a) Hukum Teritorial Kelautan
Pada 1992 Tiongkok membuat sebuah Undang-Undang (UU)
tentang Laut Teritorial dan Zona Tambahan atau zona yang tersambung
setelah laut teritorial. Pasal 1 UU ini menyatakan : “UU ini diberlakukan
Republik Rakyat Tiongkok untuk menjalankan kedaulatannya atas zona
teritorial laut dan kontrol atas wilayah yang berdekatan dengannya
(Contiguous Zone), juga untuk melindungi keamanan nasional dan hak serta
kepentingan maritimnya.” Hal ini pertamakalinya bagi Tiongkok membuat
UU yang secara eksplisit untuk melancarkan hak dan kepentingan
maritimnya.34
Disebutkan juga bahwa UU Teritorial Laut mengatur UU domestik
untuk melengkapi UNCLOS. Di mana itu tercantum pada Pasal 2, yaitu:
“Wilayah darat Republik Rakyat Tiongkok mencakup daratan Republik
Rakyat Tongkok dan pulau-pulau di pesisirnya: Taiwan dan semua pulau
yang sesuai, termasuk kepulauan Diaoyu, Kepulauan Penghu, Kepulauan
Dongsha, Kepulauan Xisha, Kepulauan Zhongsha, dan Kepulauan Nansha,
serta semua pulau lainnya yang termasuk dalam Republik Rakyat
Tiongkok.”35
33Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 34Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 35T akeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
41
Sehingga, Tiongkok secara eksplisit mengumumkan kedaulatannya
atas Kepulauan Senkaku Jepang dan semua pulau di Laut Cina Selatan yang
kepemilikannya diperdebatkan antara Tiongkok dan negara-negara
lainnya.36
Kemudian Pasal 13 UU tersebut menyatakan, “Republik Rakyat
Tiongkok memiliki hak untuk melakukan kontrol di Contiguous Zone untuk
mencegah dan menjatuhkan hukuman atas kegiatan yang melanggar UU
atau peraturan mengenai kemananan, beacukai, keuangan, sanitasi, atau
pengendalian masuk dan keluar di wilayah daratnya, perairan internal atau
laut teritorialnya.37
Sedangkan pada Pasal 14 mengatur sebagai berikut :
“The competent authorities concerned of the People's Republic of Tiongkok may, when they have good reasons to believe that a foreign ship has violated the laws or regulations of the People's Republic of Tiongkok, exercise the right of hot pursuit against the foreign ship. . . . The pursuit, if not interrupted, may be continued outside the territorial sea or the contiguous zone until the ship pursued enters the territorial sea of its own country or of a third State. The right of hot pursuit provided for in this Article shall be exercised by ships or aircraft of the People's Republic of Tiongkok for military purposes, or by ships or aircraft on government service authorized by the Government of the People's Republic of Tiongkok.” Dalam UU tersebut, di dalamnya termaktub ketentuan mengenai
aspek kemanan sebagai ciri khasnya. Tiongkok berpendapat bahwa hal ini
sesuai dengan hukum internasional karena adanya Contiguous Zone untuk
36Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 37Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
42
mengamankan kepentingan dan kebutuhan pesisir negara. Tongkok juga
secara tegas menyatakan bahwa keamanan maritim adalah bentuk
keamanan negara yang meliputi kemanan politik, kemananan pertahanan
nasional, dan kemanan ekonomi.38
b) Isu mengenai Zona Ekonomi Eksklusif
Pada 1998, TIongkok mengadopsi Undang-Undang tentang Zona
Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan Wilayah Kontiental. Namun, UU ini
menimbulkan cukup banyak masalah. Pertama, Pasal 2 UU tersebut
menyatakan, “Republik Rakyat Tiongkok menentukan batas-batas zona
ekonomi eksklusif dan landasan kontinentalnya sehubungan dengan klaim
yang tumpang tindih dengan pendapat negara-negara pantai yang
berlawanan atau berdekatan dengannya sesuai prinsip adil hukum
internasional.”39
Namun dalam hal ini, pihak Tiongkok mendorong zona ZEE dan
wilayah kontinentalnya sampai bersinggungan dengan Jepang. Sehingga,
pada 2012, Tiongkok mengajukan permohonan kepada Commission on the
Limits of the Continental Shelf untuk mendapatkan pengakuan atas wilayah
kontinentalnya sampai sejauh Palung Okinawa, Jepang.40
38Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 39Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 40Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
43
Kedua, adalah Pasal 14 yang menyatakan, “ Ketentuan dalam UU
ini tidak akan mempengaruhi hak historis yang dinikmati Tiongkok.” Secara
eksplisit, hal ini menyatakan bahwa Tiongkok mengambil sikap untuk
mendapatkan hak dan kepentingan ZEE serta landasan kontinenalnya.41
Ketiga, UNCLOS menetapkan (dalam pasal 58 Ayat 3) yang menyatakan
bahwa hak atas navigasi dan overflight melalui ZEE harus menghormati hak
dan kewajiban negara pantai. Dalam hal ini, UNCLOS tidak
mendefinisikan arti ‘menghormati’. Namun, dalam hal ini Tiongkok
mengambil sikap berusaha untuk membatasi aktivitas intelejen,
pengawasan, dan pengintaian militer AS yang kerap melampau zona ZEE-
nya. Bahkan, sempat terjadi insiden tabrakan pada April 2000 antara Jet
tempur Angkatan Laut Tiongkok dan Pesawat Pengintai Angkatan Laut AS
di dekat Pulau Haianan.42
Dalam insiden itu, Tiongkok menyatakan bahwa As telah keluar
dari zona ZEE-nya. Namun demikian AS menyangkal hal tersebut. AS
menegaskan bahwa survey jalur laut dan penyelidikan militer oleh
Angkatan Lautnya itu bukanlah bersifat penelitian ilmiah. Sehingga tidak
melangggar ketentuan UNCLOS yang mengharuskan aktivitas penelitian
41Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 42Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
44
ilmiah oleh suatu negara harus memiliki persetujuan dari negara-negara
pantai dalam bentuk izin sebelumnya melalui jalur diplomatik.43
c) Penguatan Penegakan Hukum Kemaritiman
Tiongkok memiliki lima lembaga administratif negara yang
bertugas mengawasi penegakan hukum maritimnya, yaitu: pertama, SOA
sebagai lembaga yang berwenang untuk melindungi hak dan kepentingan
maritim, pengawasan dan pengelolaan, serta pemanfaatan wilayah laut, dan
pelestarian laut Tiongkok. Kedua, Biro Perikanan kementerian Pertanian
Tiongkok yang memiliki kewenangan dalam hal pengelolaan dan
penegakan hukum perikanan.44
Ketiga, Kementerian Administrasi Kesalamatan Transportasi
Maritim yang mengatur kebijakan atas peraturan kesalamatan di laut dan
pencegahan polusi dari aktivitas kapal. Keempat, Ministry of Public
Security's Tiongkok Coast Guard yang memiliki tugas untuk menjaga
keselamatan di laut secara umum. Terkahir, adalah Biro Administrasi Anti
Penyelundupan dan Bea Cukai yang bertugas mendeteksi penyelundupan
melalui laut.45
43Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 44Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 45Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
45
A.4. Fase Strategi Pengembangan Kelautan dan Perwujudan Kekuatan
Maritim
Secara resmi, untuk pertama kalinya Tiongkok memmperlihatkan
pentingnya laut atau kemartiman bagi negaranya adalah saat Kongres Nasional
Partai Komunis Tiongkok ke-15 pada 19997 atau saat era pemerintahan Jiang
Zemin. Ketetapan kongres tersebut menyatakan bahwa, "Lautan merupakan
elemen penting dari wilayah nasional dan sumber daya yang dapat dikembangkan
secara berkelanjutan.46
Kemudian pada Kongres ke-16, yang diselenggarakan pada 2002, setelah
Hu Jintao memimpin, ditetapkan perlunya pembangunan maritim melalui organ –
organ strategis di dalamnya.47
Kemudian, Dewan Negara Republik Rakyat Tiongkok juga menyusun
semacam pedoman rencana pembangunan perekonomian kelautan dengan nama
"Garis Besar Rencana Pembangunan Ekonomi Laut Nasional”, satu tahun setelah
Kongres ke-16 paratai Komunis Tiongkok. Dalam Pedoman itu, diyatakan bahwa
Tiongkok akan membangun sebuah kekuatan maritim secara bertahap. Saat inilah
untuk pertama kalinya pemerintah Tiongkok menetapkan istilah "kekuatan
maritim" dalam sebuah dokumen resmi negaranya.48
46Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 47Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 48Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
46
B. Kebijakan Luar Negeri Tiongkok di Bidang Maritim
Selama empat dekade terakhir, Tiongkok telah berevolusi dari sebuah
negara yang mengisolasi diri dari masyarakat internasional menjadi sebuah negara
yang membuka diri dan memiliki kekuatan ekonomi terbesar di dunia. Pada sub
pembahasan ini akan dikemukakan ihwal kebijakan luar negeri Tiongkok di bidang
maritim atau yang terkait atasnya. Namun, karena sedikitnya sumber yang
membahas hal tersebut, maka penelitian ini hanya akan memfokuskan pada
kebijakan maritim Tiongkok sejak tahun 2000.
B.1. Pergeseran Fokus Tiongkok Menuju Domain Maritim
Selama tiga dekade terakhir, Tiongkok telah mengubah fokusnya untuk
lebih memfokuskan diri pada kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan
dunia global dengan menggantungkan diri pada aspek maritim, khususnya
perdagangan global. Sebelumnya, selama bertahun-tahun Tiongkok terpaku
dengan masalah internalnya berupa ledakan penduduk, lenyapnya pengaruh Uni
Soviet serta pertumbuhan ekonomi yang dimulai sejak 1980-an. Hal ini memicu
Tiongkok untuk melihat potensi maritim. Kemudian, Tiongkok secara perlahan
memperbaiki hubungannya dengan beberapa negara tetangganya serta
melakukan rekonfigurasi sistem ekonoi perdagangan globalnya dengan
memaksimalkan potensi kelautan atau maritim.49
49Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
47
Pada 2010, Tiongkok sempat menggegerkan dunia dengan
keberhasilannya memproduksi kapal terbesar di dunia (meski sekarang rekor
tersebut dikalahkan Korea Selatan), dengan berupaya membangun sebuah
perusahaan industri besar yang menghasilkan keuntungan besar juga termasuk
menyediakan lapangan pekerjaan bagi masyarakatnya.50
Sejatinya Tiongkok amat ketergantungan dengan pembangunan
ekonomi global yang mengandalkan pasar luar negeri (impor) dan kebutuhan
energi dalam negerinya. Hal ini memicu kehawatiran Tiongkok dimana itu
berpotensi memutus jalur komunikasi lautnya atau yang menghubungkannya
dengan dunia luar jika tidak disikapi dengan cermat. Oleh karena itu Tiongkok
memfokuskan diri dalam mengelola ssitem kemaritimannya demi mengamankan
kepentingan ekonominya. Selain fokus baru tersebut, Tiongkok juga
mengeluarkan kebijakan terkait penegasan wilayah atau klaim teritorial perairan
di wilayah perbatasan yang meliputi Taiwan, Kepulauan Paracel, dan Spartly.
Sebagian sumber menyebutkan, dengan dilakukannya kebijakan ini Tiongkok
tidak hanya mendapatkan pemenuhan atas kepentingan ekonominya, melainkan
juga penguatan kekuatan militer dan peningkatan nasionalisme bagi rakyatnya.51
B.2. Ihwal Strategi Maritim Tiongkok
Tidak diragukan lagi bahwa saat ini Tiongkok tengah berupaya
membangun kekuatan maritimnya. Dalam Laporan Pembangunan Kelautan
50Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 51Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
48
Tiongkok yang diterbitkan pada 2010, dilaporkan bahwa Tiongkok menegaskan
untuk melindungi otoritas wilayah perairan yang relevan, mengembangkan
ekonomi maritim, serta melakukan pembangunan di bidang kelautan, dan
pengelolaan pulau-pulau. Laporan ini menjadi bukti dokumen komprehensif
awal mengenai kegiatan maritime Tiongkok yang menggabungkan aspek
ekonomi, Politik dan kemananan dalam negeri serta internasionalnya.52
Kemudian, Adam P. MacDonald menilai Tiongkok degan upayanya
yang saling terkait itu dan membangun hubungan dengan masyarakat
internasional tersebut berupaya untuk menantang kekuatan laut Amerika Serikat
(AS). Adam menyebutkan, dalam hal pembangunan militer, kebijakan Tiongkok
di bidang militer yang secara tegas melalui pertahanan lepas pantainya bertujuan
utuk melepaskan atau memukul mundur pegaruh serta kekuatan militer AS di
wilayah sekitar perairannya.53
Adam menambahkan, The Ocean Development Reports and Defence
White Papers melaporkan bahwa Tiongkok juga mengeluarkan kebijakan
mendukung operasi maritim internasional seperti upaya anti pembajakan dan
bantuan kemanusiaan.54
52Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 53Adam P. MacDonald, “Tiongkok’s Maritime Strategy: A Prolonged Period of
Formulation”, diakses dari http://www.navalreview.ca/wpcontent/uploads/public/vol8num4/ vol8num4art3.pdf pada 17 April 2017.
54Adam P. MacDonald, “Tiongkok’s Maritime Strategy: A Prolonged Period of
Formulation”.
49
B.3. Kontestasi Tiongkok dengan Negara Maritim Lainnya
Tidak dipungkiri, Tiongkok dengan beberapa kebijakan Luar
negerinya di bidang maritim menimbulkan ketegangan bernuansa kontestasi
dengan beberapa negara maritim lainnya, di antaranya AS, Jepang, Vietnam,
Taiwan, dan Filipina.55
Sebagian sumber juga menyertakan negara kepulauan seperti
Kamboja, Thailand, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei Darussalam.56
Dalam hal ini, kontestasi itu juga mengandung unsur sengketa wilayah teritorial.
Dalam laporan Pembangunan Kelautan Tiongkok yang diterbitkan
pada 2010, disebutkan bahwa Tiongkok melakukan perluasan batas wilayah
tanah dan batas teritorialnya. Tiongkok mengumumkan bahwa seluruh Laut
Cina merupakan wilayah Tongkok. Kebijakan ini menggambarkan bahwa
Tiongkok tengah mendorong secara ketat kontrol wilayah perairannya yang
berdekatan dengan negara-negara sekitar yang juga menimbulkan ketegangan
dengan Taiwan serta negera-negara di sekitar Laut Tiongkok Selatan.57
Klaim ini menyeabkan ketegangan yang cukup memuncak antara
Tiongok dengan negara Taiwan dan jepang pada tahun 2012. Meski telah
diadakan upaya damai melalui penandatangan perjanjian damai Association of
South East Asian Nations (ASEAN) Treaty of Amity and Cooperation in
Southeast Asia pada 2003, Tiongkok mengirim pasukan militernya untuk
55Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 56Adam P. MacDonald, “Tiongkok’s Maritime Strategy: A Prolonged Period of
Formulation”. 57Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
50
berjaga di wilayah yang disengketakan. Hal ini mencerminkan bahwa Tiongkok
melancarkan kebijakan luar negerinya yang berupaya untuk mempertahankan
otoritas perairannya.58
Selain kebijakan untuk memperluas wilayah teritorial dan
perairannya, Tiongkok juga mengeluarkan kebijakan yang berkaitan dengan
upaya mengamankan sumber daya alam dan menjaga aktivitas perekonomian
globalnya.59
Kebijakan ini tidak hanya menyiratkan Tiongkok yang melindungi
dan menegakan rute perdagangan internasional melalui bidang militer, tapi juga
menggunakan diplomasi dan strategi ekonomi untuk membangun hubungan
mesra dengan negara-negara yang memiliki sumber daya alam. Hal tersebut
dibuktikan Tiongkok dengan membangun kerjasama bilateral dengan dengan
negara negara di Afrika Tengah dan Asia. Tiongkok memposisikan dirinya
sebagai negara yang cukup dominan dalam melakukan kerjasama luar negeri di
bidang industri, maritim, dan kemanan.60
B.4. Pemeliharaan Pertumbuhan Ekonomi
Sejumlah analis menyatakan bahwa pemeliharaan pertumbuhan
ekonomi merupakan kepentingan primordial Tiongkok saat ini. Kebijakan
perdagangan bebas dengan menggunakan transportasi laut terus digalakkan
58Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”. 59akeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao Zedong to
Xi Jinping”. 60Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
51
Tiongkok. Kemudian, upaya Tiongkok yang menjalin kerjasama bilateral
dengan beberapa negara di bidang kemananan dan politik adalah untuk
melindungi aktivitas perdagangan laut Tiongkok.61
Contohnya adalah kerjsama bilateral antipembajakan. Selain itu,
pembangunan kekuatan militer Tiongkok seperti kapal perang yang kerap
dioperasikan Tiongkok di wilayah domain maritimnya merupakan upaya
Tiongkok dalam menjaga kepentingan primordial dan salah satu alat untuk
berinteraksi dengan –negara-negara maritim lainnya.62
C. Kebijakan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 Tiongkok
Pembahasan kebijakan Jalur Sutra Maritim (JSM) Abad ke-21 Tiongkok
dalam bab ini adalah sebagai upaya memberikan pernjelasan sistematis untuk
menjawab pertanyaan penelitian skripsi ini. Akan coba diuraikan secara ringkas
ihwal kebijakan Tiongkok yang melibatkan beberapa negara, termasuk Indonesia.
Arrighi Hamasihta dan Selden menyebutkan bahwa term “Maritime Silk
Road” sejatinya sudah ada sejak 2300 tahun yang lalu, yaitu jalur perdagangan
yang tersebar di India, Laut Pasifik, serta jalur perdagangan dari Amerika Latin
61akeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao Zedong to
Xi Jinping”. 62Takeda Jun'ichi, “Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao
Zedong to Xi Jinping”.
52
hingga Afrika Timur. Jalur perdagangan ini merupakan penggambaran atas
kekayaan dan kekuatan maritim Tiongkok dahulu.63
Pada sub bab ini akan diuraikan konsep JSM dengan membaginya menjadi
dua bagian, yaitu: perkembangan JSM sejak 1112 SM, dan pembahasan mengenai
pembangunan JSM abad ke- 21.
C.1. Jalur Sutera Maritim Sejak 1112 SM
Sejarah JSM dapat ditelusuri melalui Jalur perdagangan pada 1112 SM,
khususnya di Laut Kuning yang juga dikenal sebagai Laut Jepang. Rute laut
ini awalnya digunakan untuk aktivitas transportasi orang Tiongkok dalam
mengajarkan ilmu tani pada masa Dinasti Zhou. Kemudian pada 221 SM
banyak orang Tiongkok yang dikirim untuk mengenalkan proses produksi
perindustrian ke Korea. Di mana diperkenalkan teknologi untuk membantu
proses pemintalan sutera di Korea. Kemudian, seteah tumbuhnya perindustrian
di Korea dan Jepang, terjadi peningkatkan aktivitas perdagangan yang
melintasi Laut Kuning. Aktivitas perdagangan antara Tiongkok dan Jepang pun
tercatat meningkat selama pemerintahan Dinasti Tang dan Dinasti Song.
Namun, saat pemrintahan Dinasti Ming dan Dinasti King aktivitas itu menurun
menyusul dibuatnya kebijakan pelarangan kegiatan maritim saat itu.64
63Adam P. MacDonald, “Tiongkok’s Maritime Strategy: A Prolonged Period of
Formulation”. 64Meidi Kosandi, Tiongkok's Maritime Silk Road And Indonesia's Maritime Nexus Poicies:
Towards Policy Convergence?”, Proseding pada International Conference on Social Politics Januari 2016. h. 878.
53
Di Asia Tenggara, rute JSM adalah melewati laut Cina Selatan. Rute ini
dianggap cukup penting bagi Tiongkok untuk berinteraksi dengan negara luar.
Kemudian saat Dinasati Sui dan Tang, aktivitasnya menjadi semakin vital bagi
perdagangan internasional Tiongkok. Bahkan ada proses perdagangan yang
sebelumnya menggunakan jalur darat dialihkan menggunakan jalur laut.
Selanjutnya di akhir pemerintahan Dinasti Tang dan Song, dikembangkan
industri perkapalan dan navigasi yang mendorong pembukaan jalur
perdagangan laut baru yang melintasi Asia Tenggara, Selat Malaka, Samudera
Hindia, Laut Merah, dan Benua Afrika. Namun, pemanfaatannya memudar
selama pemerintahan Dinasti Ming dan Qing.65
Pada masa kejayaan JSM, banyak pelabuhan utama di Tiongkok
digunakan untuk aktivitas perdagangan internasional. Pelabuhan itu antara lain
Guangzhou, Quanzhou, dan Ningbo. Selain itu, menurut catatan sejarah turut
digunakan pula pelabuhan Shandong, Hepu, Shanghai, Ganpu, Wenzhou, dan
hangzhou.66
Kemudian pada abad 1400-an, Laksamana Cheng Ho67 melakukan
ekspedisi maritim yang terkenal yang melewati JSM dari Tiongkok sampai ke
Asia Tenggara dan Afrika. Selama perjalannannya, pada 1405 -1433, Cheng
65Meidi Kosandi, Tiongkok's Maritime Silk Road And Indonesia's Maritime Nexus Poicies:
Towards Policy Convergence?”, h. 878. 66Meidi Kosandi, Tiongkok's Maritime Silk Road And Indonesia's Maritime Nexus Poicies:
Towards Policy Convergence?”, h. 878. 67Laksamana Cheng Ho memiliki nama asli: Zheng He (1371 - 1433), adalah seorang pelaut
dan penjelajah Tiongkok dari dinasti Ming. Ia dengan armada besarnya, melakukan tujuh kali pelayaran besar ke Asia Tenggara dan Samudra Hindia, sampai ke Afrika timur, dalam kurun 1405-1433 M. Dalam tiap pelayarannya, armadanya selalu menyinggahi banyak pelabuhan di Nusantara dan peninggalannya banyak yang masih bisa ditelusuri hingga sekarang. Lihat di http://oseanografi.lipi.go.id/datakolom/21%20Cheng%20Ho.pdf
54
Ho mengunjungi Vietnam, Kamboja (Champa), Thailand (Sam), Malaysia
(Pahang dan Kelantan), Singapura (Malaka), dan Indonesia (Malaka,
Palembang, Jawa, dan Aru) di Asia Tenggara. Dia juga megunjungi India dan
Sri Lanka. Selain itu, Cheng Ho juga mengunjungi negara di Timur Tengah
seperti Yaman dan beberapa negara lainnya. Sedangkan di Afrika, Dia
mengunjungi Mesir dan Mozambik. Armada Laut Cheng Ho terdiri dari 307
kapal dengan kru kapal sebanyak 27.000 orang.68
Di Indonesia, nama Laksamana Cheng Ho cukup dikenal masyarakat
lokal. Ia dikenal sebagai seorang muslim Tionghoa yang berlayar sampai ke
Timur Tengah untuk pergi menunaikan ibadah haji. Selain itu, nama
Laksamana Cheng Ho juga diabadikan dalam sebuah masjid bernuansa oriental
di Semarang. Hal ini membuktikan bahwa hubungan antara Indonesia dengan
Tiongkok sudah terjalin sejak lama.69
C.2. Jalur Sutera Maritim Abad 21: Gagasan, Inisiasi, dan Konteks Iternasional
Gagasan Jalur Sutera Maritim Abad 21 merupakan kebijakan yang
lebih besar dari inisiasi One Belt One Road (OBOR) Tiongkok. Konsepnya
sendiri pertama kali diperkenalkan Tiongkok saat kunjungannya ke Kazakhstan
dan Indonesia pada 2013. Sejak saat itu, pemerintah Tiongkok terus berupaya
mewujudkan gagasan untuk membangun JSM abad 21 ini.70
68Meidi Kosandi, Tiongkok's Maritime Silk Road And Indonesia's Maritime Nexus Poicies:
Towards Policy Convergence?”, h. 878. 69Meidi Kosandi, Tiongkok's Maritime Silk Road And Indonesia's Maritime Nexus Poicies:
Towards Policy Convergence?”, h. 878. 70Meidi Kosandi, Tiongkok's Maritime Silk Road And Indonesia's Maritime Nexus Poicies:
Towards Policy Convergence? , h. 879.
55
Disebutkan Ernst dan Young pada 2013, bahwa gagasan OBOR ini
ditaksir akan memperluas serta menyokong aktivitas perdagangan Tiongkok. Di
mana hal ini akan memaksimalkan potensi perdagangan Tiongkok ke negara-
negara Barat, Asia Tengah, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Bahkan, OBOR
disebutkan mampu menjaring seperempat dari pasar konsumen global dan
meningkatkan 38% pertumbuhan konsumsi global pada 2017.71
Gambar 1 : Gambaran tentang Gagasan OBOR sebagai Penyokong Aktivitas Perdagangan Tiongkok
Sumber : The Silk Road Economic Belt and the 21st Century Maritime Silk Road
Disebutkan juga bahwa kejayaan Jalur Sutra masa lalu menginspirasi
Presiden Tiongkok Xi Jinping untuk membuka kembali jalur tersebut. Ambisi
71Helen Chin dkk, The Silk Road Economic Belt and the 21st Century Maritime Silk Road,
(2015: Hongkong, The Fung Business Intelligence Centre), h. 4.
56
Tiongkok untuk memulai mega proyek ini telah diumumkan sejak tahun 2013.
Presiden Tiongkok Xi Jinping menyebutnya sebagai ‘Jalur Sutra Baru Abad ke-21’
atau The Silk Road Economic Belt and the 21st-century Maritime Silk Road. Tujuan
dari proyek ini adalah menciptakan beberapa koridor ekonomi yang
menyambungkan lebih dari 60 negara di seluruh dunia.72
Proyek Jalur Sutra akan dibagi menjadi dua, darat dan laut. Trek
perdagangan darat dikenal dengan Jalur Sabuk Ekonomi, melintasi dari Eropa ke
Asia Tengah dan Asia Timur. Kemudian, jalur laut dikenal dengan Jalur Sutra
Maritim, menghubungkan pelabuhan Tiongkok dengan sejumlah pelabuhan
sepanjang rute dari Laut Tiongkok Selatan, Samudera Hindia, Teluk Persia, Laut
Merah, hingga ke Teluk Aden.73
Dalam mewujudkan program One Belt One Road (OBOR) pemerintah
Tiongkok siap menggelontorkan dana sebesar US$ 124 milliar atau sekitar Rp1649
triliun untuk mendukung program Jalur Sutra Baru. Dana tersebut siap disalurkan
untuk membangun infrastruktur hingga konektivitas dengan negara-negara di
sepanjang Jalur Sutra.74
Namun, ada kekhawatiran dari beberapa negara bagian Barat tentang KTT
bertajuk Belt and Road yang diadakan di Beijing 14 Mei lalu merupakan upaya
72Tri Inov Haripa, “Mega Proyek Tiongkok : Jalur Sutra Abad 21 dan Konektivitas
ASEAN” artikel diakses pada 21 Mei 2017 dari http://pssat.ugm.ac.id/id/2017/10/25/mega-proyek-tiongkok-jalur-sutra-abad-21-dan-konektivitas-asean/
73Helen Chin dkk, The Silk Road Economic Belt and the 21st Century Maritime Silk Road, h. 5.
74Helen Chin dkk, The Silk Road Economic Belt and the 21st Century Maritime Silk Road, h. 5.
57
Tiongkok menguasai ekonomi secara global. Namun, Xi Jinping menampik
tudingan tersebut. Melalui Menteri Luar Negeri, Wang Yi, mengatakan, OBOR
adalah produk kerjasama inklusif, bukan sebagai alat geopolitik, dan tidak
seharusnya dipandang menggunakan mentalitas Perang Dingin yang sudah usang.75
Negara-negara ASEAN memegang posisi penting dalam Jalur Sutra
Maritim, khususnya Indonesia yang dipilih sebagai tempat pertama untuk
mengoperasikan Jalur Sutra Maritim Abad ke-21. Keadaan ini juga bertepatan
dengan kebijakan Presiden Joko Widodo untuk menjadikan Indonesia Poros
Maritim Dunia. Visi Indonesia menjadi Poros Maritim Dunia bersinergi dengan
ide One Belt One Road yang diprakarsai Tiongkok. Program OBOR yang dibahas
beberapa waktu lalu di Beijing, Tiongkok. Pada kesempatan tersebut Presiden
Jokowi dan 30 kepala negara turut serta menandatangani program ini pada dasarnya
mempromosikan sistem perdagangan multilateral yang terbuka berlandaskan
aturan World Trade Organisation (WTO).76
Program Jalur Sutra Baru di ASEAN dirancang untuk sejalan dengan Visi
Konektivitas ASEAN 2025 yang meliputi keterhubungan darat serta laut dengan
Vietnam, Laos, Thailand, Kamboja, Myanmar, Malaysia, Singapura, dan
Indonesia. Mega Proyek Tiongkok One Belt One Road yang menjembatani wilayah
Barat Tiongkok dengan Asia Tenggara, Samudra Hindia dan menuju ke Eurasia,
menuntut peran Indonesia yang lebih aktif sebagai pemimpin di Asia Tenggara,
75Helen Chin dkk, The Silk Road Economic Belt and the 21st Century Maritime Silk Road,h.
5. 76Helen Chin dkk, The Silk Road Economic Belt and the 21st Century Maritime Silk Road,
h. 6.
58
agar sentralitas ASEAN tetap diutamakan dalam sinergi Jalur Sutra Baru Tiongkok
dengan Konektivitas ASEAN, yang perkembangannya cukup lambat.77
ASEAN dihadapkan pada tantangan yang cukup sulit antara lain karena
perbedaan pendapat internal akibat ketidakselarasan kebijakan pembangunan
antaranggota serta ketimpangan ekonomi antara anggota bagian utara dan selatan.
Seperti, Kamboja, Laos, Myanmar, dan Vietnam memerlukan bantuan perbaikan
prasarana agar menarik invetor asing, sehingga dapat mengejar ketertinggalan dari
anggota ASEAN lainnya. Oleh sebab itu, Indonesia sebagai pemimpin di Asia
Tenggara sepatutnya sanggup menguatkan koordinasi intra-ASEAN demi
mempercepat pertumbuhan ekonomi yang merata, sehingga dapat menyelaraskan
keterhubungan ASEAN dengan Jalur Sutra Baru.78
77Helen Chin dkk, The Silk Road Economic Belt and the 21st Century Maritime Silk Road,
h. 6. 78Helen Chin dkk, The Silk Road Economic Belt and the 21st Century Maritime Silk Road,
h. 7.
59
BAB III
INISISASI KEBIJAKAN POROS MARITIM DUNIA
DAN KEBIJAKAN LUAR NEGERI INDONESIA
DI BIDANG MARITIM
A. Gambaran Umum Kebijakan Poros Maritim Dunia
Poros Maritim Dunia (PMD) merupakan terminologi yang diutarakan oleh
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam visi dan misinya ketika mencalonkan
presiden pada 2014. Kemudian, istilah poros maritim kian mengemuka saat ia
dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia ke-7. Namun, sejatinya, isu kelautan
telah lama dikaji dan dibahas dalam berbagai seminar dan pertemuan ilmiah yang
melibatkan berbagai stakeholder Indonesia. Kemudian, isu kelautan ini
menampakkan kemajuannya pada saat Presiden ke-4 Abdulrahman Wahid (Gus
Dur) dengan dibentuknya Departemen Eksplorasi Kelautan yang kemudian menjadi
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia sekarang.1
Pada masa Presiden Jokowi, mengangkat Menteri Koordinator
Kemaritiman yang di pimpin oleh Indroyono Soesilo dalam struktur
pemerintahannya. Hal ini menjadikannya sebagai presiden ke-2 yang menjadikan
tema kemaritiman sebagai salah satu tema pokok pemerintah Indonesia dalam
kurun waktu 29 tahun terakhir.2
1Ferisman Tindaon, “Poros Maritim dan Revolusi Biru”, diakses pada Januari 2018 dari
https://www.researchgate.net/profile/Ferisman_Tindaon6 /publication/280385936_Poros_Maritim _dan_Revolusi_Biru/links/55b3de6a08aed621de0110 f5/Poros-Maritim-dan-Revolusi-Biru.pdf
2Ferisman Tindaon, “Poros Maritim dan Revolusi Biru”,
60
A.1. Latar Belakang Kebijakan Poros Maritim Dunia
Pada Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia
(DPR RI) tanggal 29 September 2014, Rancangan Undang - Undang tentang
Kelautan Indonesia atau RUU Kelautan disahkan menjadi UU Kelautan. Para
pemerhati kebijakan menilai hal ini sebagai kebangkitan Indonesia sebagai
bangsa bahari yang kini tengah bercita-cita menjadi Negara Maritim. Kemudian,
UU Kelautan tersebut menjadi payung hukum untuk mengatur pemanfaatan laut
Indonesia secara komprehensif dan terintegrasi.3
Dari tataran eksekutif, presiden terpilih Indonesia periode 2014-2019,
Joko Widodo atau Jokowi, sejak dilantik telah menegaskan untuk memfokuskan
pada pentingnya peran maritim Indonesia. Yakni, dengan visi menjadikan
Indonesia sebagai poros maritim dunia. Sebagai salah satu upaya
mewujudkannya, maka turut dibentuk Kementerian Koordinator Kemaritiman
dalam struktur kabinet kerja Presiden Jokowi.4
Seiring dengan hal itu, Sekretariat Kabinet Presiden Jokowi menyatakan
bahwa kebijakan PMD ini merupakan kebijakan strategis. Pasalnya Indonesia
merupakan negara bahari yang dikelilingi oleh lautan. Ditambah dengan seluruh
alur pelayaran dunia akan melalui lautan Indonesia sebagai jalur strategis.
Sehingga sudah seharusnya hal ini dapat dimanfaatkan sebagai pendekatan
3Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Menuju Indonesia sebagai Negara Poros
Maritim”, diakses pada Januari 2018 dari http://setkab.go.id/menuju-indonesia-sebagai-negara-poros-maritim
4Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Menuju Indonesia sebagai Negara Poros Maritim”.
61
diplomasi dalam menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.5
Kemudian, berdasarkan data Kementerian Luar Negeri Republik
Indonesia (Kemenlu RI) tercatat bahwa Presiden Jokowi telah menyampaikan
konsep PMD Indonesia dalam pidatonya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
ke-9 East Asia Summit (EAS) tanggal 13 November 2014 di Nay Pyi Taw,
Myanmar. Presiden Jokowi menegaskan bahwa konsep PMD Indonesia adalah
berupa agenda pembangunan yang akan difokuskan pada 5 (lima) pilar
utama, yaitu:
1. Membangun kembali budaya maritim Indonesia.
2. Menjaga sumber daya laut dan menciptakan kedaulatan pangan laut dengan
menempatkan nelayan pada pilar utama.
3. Memberi prioritas pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas
maritim dengan membangun tol laut, deep seaport, logistik, industri
perkapalan, dan pariwisata maritim.
4. Menerapkan diplomasi maritim, melalui usulan peningkatan kerja sama di
bidang maritim dan upaya menangani sumber konflik, seperti, pencurian
ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan
pencemaran laut dengan penekanan bahwa laut harus menyatukan berbagai
bangsa dan negara dan bukan memisahkan.
5. Membangun kekuatan maritim sebagai bentuk tanggung jawab menjaga
5Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Menuju Indonesia sebagai Negara Poros
Maritim”.
62
keselamatan pelayaran dan keamanan maritim.6
A.2. Tujuan dan Prinsip Kebijakan Poros Maritim Dunia
a) Tujuan
Data kementerian Koordinator Martim menyatakan bahwa PMD
merupakan visi dari kebijakan kelautan di Indonesia. Dimana tujuannya
untuk menjadikan Indonesia sebagai negara maritim yang maju, mandiri,
kuat, serta mampu memberikan kontribusi positif bagi keamanan dan
perdamaian kawasan dan dunia sesuai dengan kepentingan nasional.7
Untuk mewujudkan visi tersebut, pemerintah Indonesia membentuk
visi sebagai berikut :
1. Terkelolanya sumber daya kelautan secara optimal dan berkelanjutan;
2. Terbangunnya kualitas sumber daya manusia dan ilmu pengetahuan dan
teknologi kelautan yang andal;
3. Terbangunnya pertahanan dan keamanan kelautan yang tangguh;
4. Terlaksananya penegakan kedaulatan, hukum dan keselamatan di laut;
5. Terlaksananya tata kelola kelautan yang baik;
6. Terwujudnya kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil
yang merata;
6Siaran Pers Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Presiden Jokowi Deklarasikan
Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia”, diakses pada Januari 2018 dari https://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/Presiden-Jokowi-Deklarasikan-Indonesia-Sebagai-Poros-Maritim-Dunia.aspx
7Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia,(Jakarta : Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, 2017). h.24.
63
7. Terwujudnya peningkatan pertumbuhan ekonomi dan industri kelautan
yang berdaya saing;
8. Terbangunnya infrastruktur kelautan yang andal;
9. Terselesaikannya dokumen tata ruang laut;
10. Terlaksananya pelindungan lingkungan laut;
11. Terlaksananya diplomasi maritim; dan
12. Terbentuknya wawasan bahari serta identitas dan budaya bahari.8
b) Prinsip
Dalam mewujudkan Indonesia sebagai poros maritim dunia,
pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Maritim
(Kemenko Maritim) menyatakan bahwa akan berpegang teguh pada
kepentingan nasional, serta keadilan dan manfaat sebesar-besarnya untuk
bangsa dan rakyat Indonesia. Selain itu, juga akan merujuk pada enam
prinsip dasar, yaitu (a) wawasan nusantara; (b) pembangunan berkelanjutan;
(c) ekonomi biru; (d) pengelolaan terintegrasi dan transparan; (e)
partisipasi; dan (f) kesetaraan dan pemerataan.9
(a) Wawasan Nusantara
Menurut TAP MPR No. II/1993, Wawasan Nusantara adalah dasar
dalam penyelenggaraan pembangunan nasional untuk mencapai tujuan
pembangunan nasional. Wawasan Nusantara merupakan wawasan
nasional yang bersumber pada Pancasila dan berdasarkan Undang-
8Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan). h. 25. 9Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan. h. 26.
64
Undang Dasar 1945, adalah cara pandang dan sikap bangsa Indonesia
mengenai diri dan lingkungannya, dengan mengutamakan persatuan dan
kesatuan bangsa serta kesatuan wilayah dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Wawasan
Nusantara mencakup perwujudan kepulauan nusantara sebagai satu
kesatuan politik, satu kesatuan ekonomi, satu kesatuan sosial dan budaya,
serta satu kesatuan pertahanan dan keamanan.10
(b) Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan dalam berbagai kegiatan ekonomi yang dijalankan
harus dapat memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengurangi
kebutuhan generasi yang akan datang. Asas pembangunan berkelanjutan
ditetapkan agar (1) pemanfaatan sumber daya tidak melebihi kemampuan
regenasi sumber daya hayati/pulih (renewable) atau laju inovasi
substitusi sumber daya non hayati /tidak pulih (nonrenewable) serta
pemanfaatan sumber daya non hayati tidak menghancurkan kelestarian
sumber daya hayati; (2) pemanfaatan sumber daya saat ini tidak boleh
mengorbankan (kualitas dan kuantitas) kebutuhan generasi yang akan
datang atas sumber daya; dan (3) pemanfaatan sumber daya yang belum
diketahui dampaknya harus dilakukan secara hati-hati dan didukung oleh
penelitian ilmiah yang terpercaya.11
10Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan. h. 27. 11Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan. h. 27.
65
(c) Ekonomi Biru
Sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 32 Tahun 2014
tentang Kelautan, pada Pasal 14 tercantum bahwa pemerintah dan
pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya melakukan
pengelolaan kelautan untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat
melalui pemanfaatan dan pengusahaan sumber daya kelautan dengan
prinsip ekonomi biru (blue economy). Ekonomi Biru merupakan model
pembangunan ekonomi yang mengintegrasikan pembangunan darat dan
laut dengan memperhitungkan daya dukung sumber daya dan
lingkungannya karena pada prinsipnya potensi darat dan laut harus
disinergikan sehingga menjadi kekuatan Indonesia.12
(d) Pengelolaan Terintegrasi dan Transparan
Pengelolaan terintegrasi dilaksanakan secara multidisiplin,
antarwilayah, antar-aktor (stakeholders), dan lintas sektor. Terintegrasi
berarti menempatkan semua aspek pengelolaan ke dalam satu sistem dan
tidak sebagai komponen yang terpisah. Sistem pengelolaan bersifat
integral dan harus ada keterkaitan antara satu aspek dengan aspek lainnya
sehingga tidak terdapat tumpang-tindih kewenangan yang tidak perlu.
Proses ini juga perlu dilakukan sesuai dengan prinsip transparansi yang
berarti menggunakan peraturan dan perundang-undangan yang jelas,
terbuka dalam penyusunan dan penerapannya, dan terdapat informasi
12Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 27.
66
yang cukup dan mudah dimengerti oleh berbagai pemangku
kepentingan.13
(e) Partisipasi
Prinsip partisipasi memiliki arti penting karena memiliki maksud
(1) agar seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) mempunyai peran
dalam perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan tahap pengawasan dan
pengendalian, sesuai dengan peran masing-masing; (2) memiliki
informasi yang terbuka untuk mengetahui kebijakan pemerintah dan
mempunyai akses yang cukup untuk memanfaatkan sumber daya; (3)
menjamin adanya representasi stakeholders dalam pengambilan
keputusan dan sebagai aktor untuk identifikasi dan evaluasi atas ancaman
dan peluang-peluang; dan (4) memanfaatkan sumber daya secara adil.14
(f) Kesetaraan dan Pemerataan
Prinsip dasar pemerataan di dalam pembangunan kelautan
Indonesia adalah untuk memastikan individu atau kelompok individu
diperlakukan secara adil, setara, dan saling menguntungkan, tanpa
memandang suku, ras, agama atau kepercayaan, jenis kelamin dengan
mengutamakan masyarakat Indonesia yang berada di kawasan terpencil
atau yang belum terhubung dengan baik di luar Jawa, Bali, Lombok, dan
Sumatera.15
13Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 28. 14Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 28. 15Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 28.
67
A.3. Pelaksanaan Kebijakan Poros Maritim Dunia
Pemerintah Indonesia, berdasarkan data dari Kemenko Maritim
menyebutkan bahwa dalam hal pelaksanaan kebijakan poros maritim dunia
terdiri atas pilar-pilar strategi sebagai berikut :
a) Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Pengembangan Sumber Daya
Manusia
(a) Pengelolaan Sumber Daya Kelautan
Kebijakan sumber daya kelautan ditujukan untuk mendorong
pemanfaatan dan pengusahan sumber daya kelautan secara optimal dan
berkelanjutan melalui penerapan prinsip ekonomi biru yaitu dengan
mewujudkan pertumbuhan ekonomi di bidang kelautan melalui
pembangunan berkelanjutan yang efisien, bernilai tambah, inklusif, dan
inovatif guna menunjang seluruh aktivitas ekonomi yang meliputi
perdagangan barang, jasa, dan investasi untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat.16
Program-program utama dalam melaksanakan strategi
Pengelolaan Sumber Daya Kelautan adalah sebagai berikut:
1. pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya perikanan secara
lestari;
2. peningkatan pengolahan, pemasaran, nilai tambah, serta standar
dan keselamatan produk kelautan dan perikanan;
16Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 30.
68
3. peningkatan pelindungan terhadap kelestarian keanekaragaman
hayati laut melalui konservasi ekosistem, jenis, dan genetik;
4. pengembangan dan pemanfaatan energi dan sumber daya mineral
sesuai dengan prinsip ekonomi biru dengan memperhatikan
teknologi ramah lingkungan;
5. pemanfaatan secara berkelanjutan sumber daya alam
nonkonvensional berdasarkan prinsip kelestarian lingkungan;
6. pengembangan pariwisata bahari berkelanjutan dengan
memperhatikan kepentingan masyarakat lokal, kearifan
tradisional, kawasan konservasi perairan, dan kelestarian
lingkungan;
7. pengembangan industri bioteknologi kelautan dengan pemanfaatan
potensi keanekaragaman hayati;
8. peningkatan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya pesisir dan
pulau-pulau kecil secara seimbang dan berkelanjutan; dan
9. penguatan Sistem Informasi dan Data Kelautan, Inventarisasi, dan
Evaluasi Sumber Daya Kelautan.17
(b) Pengembangan Sumber Daya Manusia
Kebijakan pengembangan sumber daya manusia bertujuan
untuk mengembangkan sumber daya manusia di bidang kelautan yang
profesional, beretika, berdedikasi dan mampu mengedepankan
17Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan , h. 31.
69
kepentingan nasional dalam mendukung pembangunan kelautan secara
optimal dan terpadu.18
Program-program utama dalam melaksanakan strategi
pengembangan sumber daya manusia adalah sebagai berikut:
1. peningkatan jasa di bidang kelautan yang diimbangi dengan
ketersediaan lapangan kerja;
2. pengembangan standar kompetensi sumber daya manusia di
bidang kelautan;
3. peningkatan dan penguatan peranan ilmu pengetahuan dan
teknologi, riset dan pengembangan sistem informasi kelautan;
4. peningkatan gizi masyarakat kelautan;
5. peningkatan pelindungan ketenagakerjaan;
6. penyusunan kurikulum pendidikan yang berorientasi kelautan;
7. peningkatan kualitas dan kuantitas perguruan tinggi bidang
kelautan;
8. penyediaan insentif dan bantuan pendidikan bidang kelautan dan
riset strategis kelautan;
9. pengembangan kualitas dan kuantitas sekolah pelayaran dan
perikanan;
10. peningkatan kolaborasi riset kelautan dan pengembangan pusat
keunggulan kelautan; dan
18Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan , h. 32.
70
11. peningkatan tatakelola IPTEK, pengembangan sarana, dan
prasarana IPTEK kelautan dan agenda riset kelautan strategis.19
b) Pertahanan, Keamanan, Penegakan Hukum, dan Keselamatan di Laut
Kebijakan pertahanan, keamanan, penegakan hukum, dan
keselamatan di laut bertujuan untuk menegakkan kedaulatan dan hukum,
mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari
ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan di wilayah laut.20
Program-program utama dalam melaksanakan strategi kebijakan
pertahanan dan keamanan maritim adalah sebagai berikut:
1. pembangunan pertahanan dan keamanan laut yang tangguh melalui
postur pertahanan kelautan Indonesia yang sepadan dengan luas wilayah
perairan dan wilayah yurisdiksi Indonesia dan mampu menanggulangi
ancaman dan gannguan dari dalam dan luar negeri serta mampu berperan
dalam membangun perdamaian dan keamanan kawasan;
2. peningkatan kemampuan dan kinerja pertahanan dan keamanan secara
terpadu di seluruh wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi serta di luar
wilayah yurisdiksi sesuai dengan hukum internasional
3. peningkatan pembangunan kawasan perbatasan di laut dan pulau-pulau
kecil terluar;
19Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan , h. 33. 20Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan , h. 34.
71
4. peningkatan peran aktif Indonesia dalam kerja sama pertahanan dan
keamanan laut baik di tingkat regional maupun internasional;
5. penegakan kedaulatan dan hukum di wilayah perairan dan wilayah
yurisdiksi;
6. optimalisasi sistem komando, kendali, komunikasi, komputerisasi,
intelijen, pengawasan dan pengintaian;
7. pembangunan karakter bangsa yang berorientasi kelautan dalam upaya
bela negara; dan
8. meningkatkan keamanan dan keselamatan pelayaran.21
c) Tata Kelola dan Kelembagaan
Kebijakan tata kelola dan kelembagaan laut bertujuan untuk
menciptakan sistem tata kelola kelautan nasional yang komprehensif,
terintegrasi, efektif, dan efisien.Hal ini diperlukan untuk sinkronisasi dan
implementasi efektif di berbagai aturan dan perundang-undangan di tingkat
nasional dan regional yang harus selaras dengan aturan internasional di
bidang kelautan dan kemaritiman.22
Program-program utama dalam melaksanakan strategi kebijakan
tata kelola kelautan adalah sebagai berikut:
1. Penataan Sistem Hukum Nasional di Bidang Kelautan;
2. Implementasi Hukum Internasional di Bidang Kelautan Sesuai
21Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan , h. 35. 22Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 35.
72
dengan Kepentingan Nasional; dan
3. Pembangunan Sistem Tata Kelola Kelautan Nasional yang Baik,
Transparan dan Bertanggung Jawab.23
d) Ekonomi dan Infrastruktur Kelautan dan Peningkatan Kesejahteraan
(a) Ekonomi Kelautan
Kebijakan ekonomi kelautan bertujuan untuk menjadikan
kelautan sebagai basis pembangunan ekonomi. Potensi ekonomi
kelautan Indonesia, tidak hanya berada di perairan nasional, melainkan
juga di perairan yurisdiksi dan bahkan di perairan internasional yang
dapat dikelola sesuai dengan hukum internasional. Selain itu, juga demi
membangun ekonomi yang berbasis sumber daya kelautan guna
meningkatkan kesejahteraan rakyat menuntut kemampuan untuk
memobilisasi sumberdaya nasional melalui formulasi desain program
kelautan nasional yang disertai dengan berbagai kelengkapan instrumen
fiskal, moneter, keuangan, serta mobilisasi lintas sektor untuk
mendukung bidang kelautan tersebut.24
Untuk mewujudkan tujuan tersebut, Kemenko Martim
Indonesia membuat upaya-upaya sebagai berikut :
1. penyusunan dan pengembangan basis data ekonomi kelautan;
23Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 36. 24Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 37.
73
2. penciptaan iklim investasi usaha di bidang kelautan yang kondusif
dan efisien;
3. penciptaan sistem fiskal dan moneter yang mendukung
pengembangan usaha bidang kelautan;
4. pembangunan kawasan ekonomi kelautan secara terpadu dengan
menggunakan prinsip-prinsip ekonomi biru di wilayah pesisir dan
perairan laut Indonesia secara realistis;
5. optimalisasi penyediaan fasilitas infrastruktur yang dibutuhkan
dunia usaha dan pelaku usaha kelautan terutama nelayan;
6. intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi, dan penguatan mutu
produk perikanan mulai dari proses praproduksi sampai dengan
pemasaran;
7. pengembangan dunia usaha di bidang kelautan nasional yang
berdaya saing internasional;
8. pengembangan kemitraan usaha di bidang kelautan yang saling
menguntungkan antara usaha kecil dan menengah dengan usaha
besar;
9. pengembangan kota bandar dunia;
10. pengembangan kerja sama ekonomi berkelanjutan dengan negara
mitra strategis bidang kelautan;dan
11. peningkatan pengelolaan aset negara di bidang kelautan.25
25Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 38.
74
(b) Infrastruktur Kelautan
Dalam rangka menumbuhkan ekonomi kelautan,
pemerintah membangun dan mengembangkan infrastruktur kelautan
untuk peningkatan konektivitas dan pembangunan dengan pendekatan
Indonesia-sentris dan bukan Jawa-sentris.26
Program-program utama dalam melaksanakan strategi
kebijakan infrastruktur kelautan adalah sebagai berikut :
1. sinergi kepentingan nasional strategis dalam menentukan kawasan
pengembangan infrastruktur kelautan;
2. pengembangan sistem konektivitas transportasi laut nasional;
3. pengembangan kemampuan dan kapasitas badan usaha nasional di
bidang pembangunan dan pengelolaan infrastruktur kelautan yang
berdaya saing dan bertaraf internasional;
4. peningkatan kemampuan sumber pendanaan nasional untuk
pembangunan infrastruktur kelautan;
5. penciptaan iklim investasi yang baik untuk pembangunan dan
pengelolaan infrastruktur maritim; dan
6. peningkatan kerja sama investasi pembangunan infrastruktur
dengan negara-negara mitra.27
(c) Peningkatan Kesejahteraan
26Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 39. 27Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 39.
75
Kebijakan peningkatan kesejahteraan masyarakat bertujuan
untuk mewujudkan pembangunan kelautan yang bermanfaat bagi
kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat pesisir dan pulau-pulau
kecil.28
Program-program utama dalam melaksanakan strategi
kebijakan pendidikan kemaritiman adalah sebagai berikut:
1. pembangunan prasarana dan sarana yang dibutuhkan dalam
mengembangkan usaha bagi nelayan, pembudi daya ikan, dan
petambak garam;
2. peningkatan kemampuan dan kapasitas bagi nelayan, pembudi daya
ikan, dan petambak garam;
3. penyediaan kemudahan akses terhadap ilmu pengetahuan, teknologi,
informasi, lahan, dan pembiayaan untuk kepentingan pengembangan
usaha bagi nelayan, pembudi daya ikan, dan petambak garam;
4. perluasan kesempatan kerja dan berusaha bagi sumber masyarakat
di bidang kelautan, khususnya pada sektor perikanan, energi, dan
pariwisata bahari; dan
5. peningkatan pengelolaan sumber daya kelautan untuk pariwisata
bahari secara berkelanjutan bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau
kecil.29
e) Pengelolaan Ruang Laut dan Pelindungan Lingkungan Laut
28Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 40. 29Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan , h. 40.
76
(a) Pengelolaan Ruang Laut
Kebijakan pengelolaan ruang laut bertujuan untuk melindungi
sumber daya dan lingkungan dengan berdasar pada daya dukung
lingkungan dan kearifan local, memanfaatkan potensi sumber daya
dan/atau kegiatan di wilayah laut yang berskala nasional dan
internasional, serta mengembangkan kawasan potensial menjadi pusat
kegiatan produksi, distribusi, dan jasa.30
Program-program utama dalam melaksanakan strategi
kebijakan pengelolaan ruang laut adalah sebagai berikut:
1. penciptaan keterpaduan lintas program antarsektor di wilayah laut;
2. percepatan penetapan rencana tata ruang laut nasional;
3. percepatan penetapan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-
pulau kecil;
4. percepatan penyelesaian rencana zonasi kawasan strategis nasional,
rencana zonasi kawasan strategis nasional tertentu, dan rencana
zonasi kawasan antar wilayah;
5. penyediaan data informasi geospasial dasar dan informasi geospasial
tematik terpadu dalam kerangka kebijakan satu peta untuk
penyusunan tata ruang laut; dan
6. penyederhanaan perizinan pemanfaatan ruang laut.31
(b) Pelindungan Lingkungan Laut
30Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 41. 31Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 41.
77
Kebijakan pelindungan lingkungan laut bertujuan untuk
melestarikan sumber daya kelautan dan mencegah terjadinya
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan di laut. Indonesia juga
perlu melihat kemampuan serap emisi gas rumah kaca ekosistem pesisir
sehingga emisi yang dihasilkan kegiatan di darat, khususnya
perkebunan dan industri dapat dikurangi oleh kemampuan “blue
carbon” Indonesia.32
Program-program utama dalam melaksanakan strategi
kebijakan pelindungan lingkungan laut adalah sebagai berikut:
1. penguatan pengelolaan wilayah daerah aliran sungai (das), pesisir,
laut, dan pulau-pulau kecil melalui manajemen terpadu dan
berkelanjutan;
2. penguatan konservasi laut;
3. pencegahan, penanggulangan dan pemulihan dampak pencemaran
dan kerusakan lingkungan laut;
4. penanggulangan bencana kelautan;
5. pengembangan tata guna dan infrastruktur pesisir dan laut yang
berkelanjutan; dan
6. pengembangan kerja sama bilateral, regional dan global di bidang
pengelolaan lingkungan laut.33
f) Budaya Bahari
32Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 42. 33Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 42.
78
Kebijakan budaya bahari bertujuan untuk memberikan pemahaman
menyeluruh terhadap wawasan bahari di seluruh lapisan masyarakat guna
mengoptimalkan pembangunan kelautan nasional yang berkesinambungan
dan lestari.34
Program-program utama dalam melaksanakan strategi kebijakan
budaya bahari adalah sebagai berikut:
1. meningkatkan pendidikan dan penyadaran masyarakat tentang kelautan
yang diwujudkan melalui semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan;
2. identifikasi dan inventarisasi nilai budaya dan sistem sosial kelautan di
wilayah negara kesatuan republik indonesia sebagai bagian dari sistem
kebudayaan nasional;
3. mengembangkan teknologi dengan tetap mempertimbangkan kearifan
lokal;
4. membangkitkan pemahaman wawasan dan budaya bahari;
5. melakukan harmonisasi dan pengembangan unsur kearifan lokal ke
dalam sistem pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya kelautan; dan
6. mempertahankan, mengembangkan, dan meningkatkan peran kota-kota
pelabuhan bersejarah.35
g) Diplomasi Maritim
Diplomasi maritim merupakan pelaksanaan politik luar negeri
yang bertujuan untuk mengoptimalkan potensi kelautan guna memenuhi
34Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 43. 35Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 44.
79
kepentingan nasional sesuai dengan ketentuan nasional dan hukum
internasional. Diplomasi maritim Indonesia adalah pelaksanaan politik luar
negeri yang tidak hanya terkait dengan berbagai aspek kelautan dan kelautan
pada tingkat bilateral, regional, dan global tetapi juga yang menggunakan
aset kelautan dan kelautan baik sipil maupun militer untuk memenuhi
kepentingan nasional Indonesia sesuai dengan ketentuan nasional dan
hukum internasional.36
Program-program utama dalam melaksanakan strategi kebijakan
diplomasi maritim adalah sebagai berikut:
1. peningkatan kepemimpinan di dalam berbagai kerja sama di bidang
kelautan pada tingkat bilateral, regional dan multilateral;
2. peningkatan peran aktif dalam upaya menciptakan dan menjaga
perdamaian dan keamanan dunia melalui bidang kelautan;
3. kepemimpinan atau peran aktif dalam penyusunan berbagai norma
internasional bidang kelautan;
4. percepatan penyelesaian penetapan batas maritim Indonesia dengan
negara tetangga;
5. percepatan submisi penetapan ekstensi landas kontinen sesuai dengan
hukum internasional; dan
6. peningkatan penempatan WNI di dalam berbagai organisasi
internasional bidang kelautan.37
36Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 45. 37Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan, h. 46.
80
B. Kebijakan Luar Negeri Indonesia di Bidang Maritim
Mengutip ungkapan Mazzab Ratzel, bahwa faktor alam atau geografi akan
berpengaruh pada kebijakan negara atau The State Political Power. Ratzel
menganggap pengaruh letak geografi (bentuk, luas, sumber daya alam, sumber daya
manusia, dan letak) merupakan tumbuh dan berkembangnya suatu negara. Ratzel
juga meramalkan bahwa konstelasi politik dunia akan didominasi antara negara
maritim dan kontinental dalam menguasai dunia, bahkan ia menyebutkan bahwa
Samudra Pasifik adalah kehidupan masa depan negara.38
Berpijak pada argumen itu, Laode Muhamad Fatun menyatakan dalam
sebuah penelitiannya bahwa kebijakan luar negeri Indonesia di era Pemerintahan
Presiden Joko Widodo (Jokowi) memanfaatkan kondisinya sebagai negara
maritim.39
Disebutkan Fatun bahwa kebijakan Luar Negeri Jokowi diarahkan pada
(1) pembangunan identitas budaya maritim dengan mengedepankan praktek
diplomasi dan kerjasama antar negar, (2) meningkatkan peran global berbasis pada
diplomasi middle power, (3) memperluas eterlibatan kerjasama di kawasan Indo-
Pasifik, dan (4) mempertajam diplomasi public (G to G, G to B, G to C, P to P).40
Ia juga menilai kebijakan ini sebagai konsep yang masih bersifat million
zero friend enemy atau tidak meninggalkan secara mutlak konsep presiden
sebelumnya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Dimana masih dijadikannya
38Sri Hayati an Ahmad Yani, Geografi Politik, (Bandung: PT Rafika Aditama, 2007), h. 1-
2. 39Laode Muhamad Fathun, “Kebijakan Geopolitik Poros Maritim di Era Jokowi”, Tesis
Jurusan Magister Hubungan Internasional Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2016, h. 2.
40Laode Muhamad Fathun, “Kebijakan Geopolitik Poros Maritim di Era Jokowi”, h. 2.
81
kerjasama melalui peran diplomasi untuk memperluas jangkauan kerjasama
sehingga menginginkan peran Indonesia dan dunia Internasional.41
Selain itu, dinyatakannya kebijakan politik luar negeri Indonesia era Jokowi
terlihat jelas berorientasi pada geopolitik maritim. Di mana Konsep tersebut
menurutnya adopsi atas Teori Geopolitik Alfred Thayer Mahan sebagai pelopor
orientasi maritim yang membuktikan bahwa kekuatan laut merupakan instrumen
negara untuk menguasai dunia dalam paradigma geopolitik maritim. Terbukti
dengan pengelolaan laut yang baik oleh Amerika Serikat sebagai orientasi kekuatan
sumber ekonomi dan pertahanan negara dimasa itu.42
Keseriusan Jokowi untuk mengkapitalisasi potensi maritim nasional
didukung oleh terbentuknya Badan Keamanan Laut melalui Instruksi Presiden No.
178 Tahun 2014 serta terbentuknya Kementrian Koordinator Bidang Maritim dan
Sumberdaya RI sesuai Inpres Nomor 10 Tahun 2015. Terbentuknya dua intansi
tersebut yakni Kementrian Koordinator Bidang Maritim yang membawahi empat
kementrian yakni Kementrian ESDM, Kementrian Kelautan dan Perikanan,
Kementrian Pariwisata, Kementrian Perhubungan sebagai tugas pokoknya.
Sehingga, menjadi bertanda besar kepemimpinan Jokowi begitu fokus dengan isu
maritim. Jokowi ingin melihat kembali wilayah maritim sebagai sumber kekuatan
dan pendapatan nasional yang perlu diinternasionalisasi.43
Dalam konteks inilah Jokowi membawa Indonesia dalam paradigma global
exis maritime di mana menginternasionalisasi isu domestik menjadi marketing
41Laode Muhamad Fathun, “Kebijakan Geopolitik Poros Maritim di Era Jokowi”, h. 2. 42Laode Muhamad Fathun, “Kebijakan Geopolitik Poros Maritim di Era Jokowi”, h.2. 43Laode Muhamad Fathun, “Kebijakan Geopolitik Poros Maritim di Era Jokowi”, h.3.
82
power dalam politik internasional. Hal ini terlihat dalam pidato kenegaraannya
dalam beberapa KTT seperti di Beijing dan KTT Asia Afrika di Jakarta. Dalam
lima pilar kebijakan geopolitik maritim terkait mengembangkan kembali budaya
maritim, membangun infrastruktur maritim, mengkapitalisasi sumberdaya maritim,
diplomasi maritim serta pertahanan maritim adalah sebagai bukti nyata Jokowi
membawa Indonesia pada arah politik spasial maritim.44
Arah kebijakan politik luar negeri Jokowi membawa Indonesia memasuki
abad “geopolitic”. Konsep ini didasarkan pada transformasi sifat negara yang
libensraum, di mana setiap negara berlomba memperebutkan kekuasan dominasi
baik negara kecil maupun negara besar dalam spasial dunia. Pendekatan ini
mengacu pada hubungan keseluruhan antara politik dan geografi, ekonomi, dan
secara khusus berkaitan dengan kebijakan politik luar negeri suatu negara.45
Keseriusan Jokowi didukung dengan pernyataan Mentri KKP RI bahwa
untuk kebutuhan APBN Indonesia dari sumberdaya kelautan dan perikanan saja
sudah cukup untuk dimaksimalkan. Bahkan, menurut Pakar Hukum Laut, Hasjim
Djalal mengemukakan bahwa Negara maritim tidak sama dengan negara
kepulauan. negara maritim adalah negara yang mampu memanfaatkan laut,
walaupun negara tersebut mungkin tidak memiliki banyak laut, tetapi mempunyai
kemampuan teknologi, ilmu pengetahuan, peralatan, dan lain-lain untuk mengelola
dan memanfaatkan laut tersebut, baik ruangnya maupun kekayaan alamnya dan
letaknya yang strategis. Oleh karena itu, banyak negara kepulauan atau negara
44akmur Suprianto, Tentang Ilmu Pertahanan, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2014), h.
358. 45Makmur Suprianto, Tentang Ilmu Pertahanan, h. 358.
83
pulau yang belum menjadi negara maritim karena belum mampu memanfaatkan
laut yang sudah berada di dalam kekuasaannya.46
Sebaliknya, banyak negara yang tidak mempunyai laut atau lautnya sangat
sedikit tetapi mampu memanfaatkan laut tersebut untuk kepentingannya, misalnya
Singapura. Negeri Belanda yang lautnya sangat kecil, bahkan mampu menjelajahi
Samudera Hindia dan menjajah Indonesia hingga ratusan tahun. Indonesia, menurut
Hasjim Djalal, adalah negara kepulauan yang kini sedang menuju kembali atau
bercita-cita menjadi negara maritim karena di masa lalu pernah menjadi negara
maritim seperti di zaman Sriwijaya dan Majapahit. Di masa itu, bangsa Indonesia
malah menjelajah jauh sampai ke Afrika Timur (Madagaskar) dan ke Pasifik
Selatan.47
Pada tataran kerajasama bilateral, pemerintah Indonesia dengan kebijakan
luar negerinya yang berkaitan dengan kemaritiman adalah kerjasama-kerjasama
yang disepakati selama kurun waktu 2010 -2014 yang salah satu di dalamnya adalah
penandatanganan perjanjian delimitasi batas maritim ZEE RI - Filipina. Disebutkan
juga dalam buku Rencana Strategis 2014-2019 Kementerian luar Negeri RI, bahwa
Indonesia pada kurun waktu 2004 2014 telah melaksanakan perundingan delimitasi
batas maritim serta demarkasi batas darat dengan negara-negara yang memiliki
perbatasan langsung dengan Indonesia. Terdapat sepuluh negara yang memiliki
perbatasan maritim dengan Indonesia yakni Australia, Filipina, India, Malaysia,
Palau, Papua Nugini, Singapura, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam.48
46Laode Muhamad Fathun, “Kebijakan Geopolitik Poros Maritim di Era Jokowi”, h. 4. 47Laode Muhamad Fathun, “Kebijakan Geopolitik Poros Maritim di Era Jokowi”, h. 4. 48Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Rencana Strategis 2015 -2015, (Jakarta:
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, 2015) h. 10-11.
84
Selanjutnya adalah sejalan dengan aspirasi Indonesia sebagai negara
maritim, diplomasi ekonomi juga digalakkan pemerintah Indonesia. Hal itu
dinyatakan Indonesia dalam forum Indian Ocean Rim Association (IORA).
Indonesia meyakini bahwa kerja sama perekonomian dengan sejumlah negara
anggota IORA memiliki potensi yang besar dan telah mendapatkan perhatian dalam
Komunike Perth tahun 2013.49
Direncanakan juga Indonesia akan memaksimalkan kerja sama maritim
secara komprehensif melalui IORA ini mengingat potensi sumbangannya bagi
kepentingan nasional Indonesia.50 Kemudian, ihwal kebijakan luar negeri
Indonesia untuk menciptakan pemantapan peran Indonesia dilakukan melalui
mekanisme ASEAN. Upaya ini dinilai Kementerian Luar Negeri RI perlu dilakukan
untuk meredam rivalitas maritim antarnegara dan mendorong penyelesaian
sengketa teritorial di kawasan perdagangan bebas. Lebih jauh, Presiden RI dalam
KTT ASEAN ke-25 tersebut menegaskan perlunya penanganan secara sungguh-
sungguh sumber-sumber konflik di laut, seperti, pencurian ikan, pelanggaran
wilayah, penyelundupan, dan sengketa wilayah. Hal lain, mempertahankan
sentralitas ASEAN melalui penguatan kapasitas, kredibilitas dan persatuan ASEAN
merupakan kebijakan yang harus ditempuh oleh negara-negara anggota ASEAN
dan dapat dijadikan dasar dalam membawa ASEAN pasca 2015.51
Disebutkan juga, Indonesia dalam hal kepemimpinannya memastikan
terkonsolidasinya satu tatanan kawasan baru melalui bingkai East Asia Summit
49Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Rencana Strategis 2015 -2015, h.17-18. 50Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Rencana Strategis 2015 -2015, h.17-18. 51Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Rencana Strategis 2015 -2015, h.39.
85
(EAS). Dalam KTT ke-9 EAS, Presiden menegaskan konsep Indonesia sebagai
Poros Maritim Dunia yang akan memfokuskan pada lima pilar utama, yaitu,
membangun kembali budaya maritim Indonesia, menjaga sumber daya laut dan
menciptakan kedaulatan pangan laut dengan menempatkan nelayan pada pilar
utama; memberikan prioritas pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas
maritim dengan membangun tol laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan,
dan pariwisata maritim; menerapkan diplomasi maritim melalui peningkatan kerja
sama maritim dan upaya menangani sumber konflik, seperti pencurian ikan,
pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah, perompakan, dan pencemaran dengan
penekanan bahwa laut harus menyatukan berbagai bangsa dan negara lain, bukan
memisahkan; dan membangun kekuatan maritim sebagai bentuk tanggungjawab
menjaga keselamatan pelayaran dan keamanan maritim.52
Berikut beberapa strategi dari setiap arah kebijakan luar negeri Indonesia
yang berkaitan dengan kemaritiman dari buku Rencana Strategi 2014-2019
Kementerian Luar Negeri RI :
a. Arah kebijakan ihwal penguatan diplomasi maritim dalam rangka menjaga
kedaulatan Indonesia :
1. Mempertahankan integritas wilayah NKRI
2. Memperkuat kerja sama sub-kawasan (BIMP-EAGA, IMT-GT, dsb) untuk
meningkatkan konektivitas Indonesia
3. Mendorong kerja sama pengamanan, pengelolaan, dan perlindungan
sumber daya alam hayati non hayati laut.
52Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Rencana Strategis 2015 -2015, h.39-40.
86
4. Mendorong peningkatan kerja sama dalam bidang keamanan dan
keselamatan laut, serta search and rescue, penanganan bencana di laut, serta
perlindungan lingkungan laut.
5. Meningkatkan upaya-upaya diplomasi dalam mewujudkan kerangka kerja
sama maritim yang mendukung perwujudan konektivitas maritim dan
mengedepankan jati diri Indonesia sebagai negara maritim
6. Memperjuangkan kepentingan Indonesia sebagai poros maritim dunia
dalam forum-forum internasional, termasuk masa keketuaan Indonesia di
IORA.
7. Mempercepat penyelesaian permasalahan perbatasan Indonesia, termasuk
perbatasan darat dengan tiga negara dan perbatasan laut dengan 10 negara
tetangga dan pemberlakuan serta pendaftarannya ke PBB.
8. Memanfaatkan klaim Indonesia berdasarkan Konvensi PBB tentang Hukum
Laut 1982 atas hak-hak berdaulat di Landas Kontinen di luar 200 mil laut.
9. Mendorong kerja sama dan penanganan berbagai kasus pelanggaran
wilayah serta meningkatkan upaya pengamanan perbatasan.
10. Membantu pembangunan kekuatan pertahanan maritim melalui diplomasi
pertahanan dengan berbagai negara sahabat.53
b. Arah kebijakan Ihwal peningkatan diplomasi ekonomi Indonesia :
1. Mendorong perluasan potensi perdagangan, investasi, pariwisata, dan
pengembangan infrastruktur maritim serta pengelolaan kekayaan maritim.
2. Memanfaatkan forum kerja sama global dan APEC untuk mendorong
53Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Rencana Strategis 2015 -2015, h.48.
87
perlindungan dan pemanfaatan kekayaan laut melalui pembahasan isu blue
economy serta mendorong implementasi prakarsa Indonesia di bawah forum
kerja sama global dan APEC Initative on Mainstreaming Ocean-related
Issues (MOI).54
54Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Rencana Strategis 2015 -2015, h.51.
88
BAB IV
DUKUNGAN TIONGKOK TERHADAP INISIASI KEBIJAKAN POROS MARITIM DUNIA REPUBLIK
INDONESIA
A. Kerjasama Tiongkok dan Indonesia dalam Mendukung Kebijakan Poros Maritim Dunia
Tujuan masing-masing antara kebijakan Jalur Sutra Maritim abad ke-21
Tiongkok dan Poros Maritim Dunia RI, dapat dinilai bahwa Jalur Sutra Maritim
lebih bersifat internasional karena fokus utamanya untuk menumbuh-kembangkan
interaksi yang lebih dekat dengan negara-negara lain dengan harapan
menghasilkan lebih banyak aliansi dan kemitraan. Sementara, Poros Maritim
Dunia RI merupakan kebijakan luar negeri yang mengambil fokus pada
pembangunan domestik daripada hubungan luar negeri.1
Indonesia dengan kebijakan Poros Maritim Dunia yang dimilikinya,
dinilai memiliki kesamaan fokus dengan gagasan Jalur Sutera Maritim Abad 21
yang merupakan hulu dari gagasan OBOR Tiongkok.
Sanjeevan Pradhan menyatakan bahwa kata kunci ‘konektivitas’
merupakan kesamaan fokus dari kedua agenda tersebut. ‘Konektivitas’ merupakan
salah satu aspek utama yang menjadikan Tiongkok dan Indonesia bekerjasama,
dalam konteks mewujudkan kebijakan Jalur Sutra Maritim dan Poros Maritim
Ddunia. Jalur Sutra Maritim berupaya membangun konektivitas Tiongkok ke
Eropa melalui Asia Tenggara dan Afrika. Sedangkan Indonesia dengan PMD
1Sanjeevan Pradhan, China's Maritime Silk Route and Indonesia's Global Maritime
Fulcrum: Complements and Contradictions, (Delhi:2016, Institute of Chinese Studies), h.6.
89
berusaha untuk membangun konektivitas antarpulau di negaranya.2
Presiden Joko Widodo memiliki tujuan untuk membangun 24 pelabuhan
laut dangkal dan dalam yang akan menghubungkan 17.000 pulau di Indonesia.
Hal ini tentunya membutuhkan banyak investasi, dan rencana JSM Abad ke-21
akan menjadi potensi investasi itu. Indonesia dinilai memerlukan dana sebesar
USD 6 miliar untuk mewujudkannya, dimana pembangunan konektivitas itu
berupa perluasan lima pelabuhan utama di Sumatera Utara, Jakarta, Jawa Timur,
Sulawesi Selatan, dan Papua.3
Jika mengacu pada teori Rational Choice atau Pilihan Rasional dari suatu
aktor dalam sistem internasional bahwa pada dasarnya Tiongkok dalam
menentukan kebijakannya tidak lepas dari rasionalitasnya. Keputusan rasionalitas
tersebut sebagai pertimbangan untung-rugi Tiongkok dalam menerapkan
kebijakannnya, yakni memberikan dukungan kepada Indonesia tentang Poros
Maritim. Stephen M. Waltz menyebutkan bahwa pemilihan dalam Rational
Choice dilakukan untuk memaksimalkan kepentingan negara itu sendiri.
Maksudnya adalah dukungan Tiongkok terhadap kebijakan Poros
Maritim Indonesia dipengaruhi kuat oleh pilihan rasional untuk memaksimalkan
Tiongkok itu sendiri. Adapun beberapa kepentingan Tiongkok dalam
dukungannya sudah dinyatakan oleh banyak dari akademisi Tiongkok. Mereka
berpendapat bahwa Tiongkok sudah seharusnya membangun diplomasi periferal
untuk kepentingan nasionalnya.
2 Sanjeevan Pradhan, China's Maritime Silk Route and Indonesia's Global Maritime
Fulcrum: Complements and Contradictions h.7. 3 Sanjeevan Pradhan, China's Maritime Silk Route and Indonesia's Global Maritime
Fulcrum: Complements and Contradictions h.7.
90
Salah satunya berangkat dari Yan Xue Tong yang menyatakan bahwa
ada tiga alasan kenapa Tiongkok perlu membangun kebijakan hubungan luar
negerinya. Pertama, untuk menjadikan Tiongkok memiliki kekuatan global perlu
baginya meningkatkan kekuatan regionalnya. Kedua, dengan membangun
hubungan luar negeri yang baik, Tiongkok akan mengumpulkan banyak dukungan
yang diperlukan untuk mengimbangi tekanan AS yang dinilai akan terus
membayangi kemajuan Tiongkok. Terakhir, dengan membangun hubungan luar
negeri yang baik, Tiongkok dengan investasi besar-besarannya dalam
menginisiasi kebijakan One Belt One Road (OBOR) untuk memperluas dan
menyokong aktivitas perdagangannya dapat menyatakan kepada negara-negara
lain tentang pentingnya bermitra dengan Tiongkok.4
Stephe M. Waltz juga menjelaskan bahwa rational choice sebagai
pertimbangan panjang dari berbagai alternatif pilihan sehingga menghasilkan
kesimpulan logis. Kesimpulan logis tersebut diimplementasikan melalui berbagai
kebijakan yang mendukung poros maritim Indonesia. Adapun terbentuknya
kesimpulan logis berdasarkan ketiga alasan yang mengharuskan Tiongkok
membangun kerjasama dengan negara lain, yakni menjadikan Tiongkok sebagai
kekuatan global, mengimbangi kekuatan Amerika, dan implementasi kebijakan
one belt one road.
Implementasi rational choice tersebut sesuai dengan pendapat Liu Cigui,
Tiongkok menetapkan empat langkah dalam mewujudkan Jalan Sutra Maritim
Abad ke-21. Pertama, Tiongkok mensponsori pembangunan konektivitas laut
4 Sanjeevan Pradhan, China's Maritime Silk Route and Indonesia's Global Maritime
Fulcrum: Complements and Contradictions h. 5-6.
91
yang lebih baik, sesuai dengan kepentingan nasional Tiongkok. Kedua, Tiongkok
melakukan investasi pada ekonomi dan industri kelautan di sejumlah negara Indo-
Pasifik. Ketiga, Tiongkok berupaya membangun kerja sama dalam bidang
keamanan maritim, terutama dalam menghadapi ancaman non-tradisional.
Keempat, Tiongkok berupaya memperluas kerja sama di bidang budaya bahari,
selain untuk meningkatkan kesadaran akan arti penting laut, juga untuk
meningkatkan citra Tiongkok di masyarakat Indo-Pasifik.5
Jika JSM memiliki empat langkah implementasi, visi PMD Indonesia,
memiliki lima pilar utama, yaitu: budaya bahari, ekonomi kelautan, konektivitas
maritim, diplomasi maritim, dan keamanan maritim. Keempat pilar PMD sama
dengan keempat langkah implementasi JSM. Hanya pilar diplomasi maritim yang
tidak ada pada PMD. Hal ini menunjukkan bahwa bagi Indonesia, PMD
berwawasan ke dalam dan keluar (dengan adanya diplomasi). Sedangkan JSM
sepenuhkan berwawasan keluar (karena JSM pada hakikatnya adalah wujud
diplomasi Tiongkok untuk terlepas dari containment AS dan mitra dekatnya).6
Kemudian, dalam hal pernyataan Pemerintah Tiongkok dan Indonesia
dalam upaya saling mendukung program JSM dan PMD, Presiden Jokowi selama
kunjungannya menghadiri Asian Pasific Economic Cooperation Forum (APEC)
pada 2014, menyatakan telah melakukan kerjasama dengan Tiongkok di bidang
pembangunan infrastruktur maritim. Jokowi juga memperluas dukungannya
dalam pembentukan Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) dengan harapan
5Ian Montratama , Rekonstruksi Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Dinamika
Lingkungan Strategis Indo-Pasifik Abad Ke-21, Journal of International Studies Intermestic, 1 November 2016 volume 1 No. 1. h.41.
6Ian Montratama , Rekonstruksi Politik Luar Negeri Indonesia, h.42.
92
Indonesia menjadi negara yang tergabung padanya di tahap awal. Selanjutnya,
setelah Jokowi melakukan kunjungan kenegaraan ke Tiongkok pada Maret 2015
dimana sebelum kunjungan itu dihelat, dia menyatakan bahwa dirinya sangat
tertarik untuk bekerjasama dengan Tiongkok di bidang infrastruktur dan
perkembangan manufaktur.
Dalam hal ini, Penasihat Kebijakan Luar Negeri Indonesia, Rizal Sukma
menyatakan bahwa Indonesia secara senang hati akan bekerja sama dengan
Tiongkok dalam mewujudkan JSM. Setelah kunjungan itu, perwakilan kedua
negara mengumumkan pernyataan resmi atas dukungan dan akan saling
melengkapi satu sama lain dalam mewujudkan JSM dan PMD. Kedua pihak
sepakat untuk memperkuat komunikasi ihwal strategi dan kebijakan negara
masing-masing, memajukan konektivitas infrastruktur maritim, memperdalam
kerja sama dalam investasi di bidang industri dan proyek-proyek besar,
meningkatkan kerja sama dalam ekonomi maritim, budaya dan pariwisata maritim
untuk mengembangkan kemitraan maritim bersama-sama.7
Di tahun yang sama, Duta Besar RRT untuk Indonesia, Xie Feng dalam
sebuah pidatonya menyampaikan tentang manfaat kerja sama Tiongkok dan
Indonesia dalam mewujudkan JSM dan PMD. Dia menyatakan, bagi Tiongkok,
Indonesia adalah mitra penting dalam mewujudkan JSM. Sebab, Indonesia
memiliki keunggulan sumber daya, pasar, tenaga kerja dan geografisnya. Xie
mengilustrasikan bahwa Indonesia akan mendapatkan manfaat lebih dengan
mengambil keuntungan dari pembangunan infrastruktur dan pengalaman
7 Ian Montratama , Rekonstruksi Politik Luar Negeri Indonesia h. 7-8.
93
teknologi yang telah diperoleh Tiongkok selama 30 tahun terakhir. Bersamaan
dengan itu, kata Xie, Indonesia juga bisa mendapatkan bantuan keuangan dari
Tiongkok melalui AIIB dan dana pembangunan JSM. Dia juga menyatakan
dengan memanfaatkan struktur ekonomi Tiongkok dal hal penyesuaian dan upaya
untuk mengambil kapasitas produksi global, Indonesia bisa meningkatkan
pembangunan infrastrukturnya dan menciptakan banyak lapangan pekerjaan.8
Berdasarkan penjelasan di atas bahwa keputusan Tiongkok untuk
mendukung program poros maritim Indonesia sebagai bentuk pilihan rasional
Tiongkok. Terbentuknya pilihan rasional tersebut sesuai dengan kepentingan
nasional Tiongkok untuk mendominasi dunia, menciptakan keamanan di daerah
kelautan Tiongkok, menjalankan inisiasi one belt one road, dan sebagai
penyeimbang kekuatan Amerika. Implementasi dari pilihan rasional tersebut
adalah melalui kerjasama bidang maritim dengan Indonesia sebagai negara yang
memiliki nilai strategis bagi Tiongkok.
B. Faktor Penyebab Dukungan Tiongkok Terhadap Inisiasi Kebijakan Poros
Maritim Dunia Republik Indonesia
Pada dasarnya sistem internasional mengalami dinamika yang begitu cepat
dan tidak bisa dikendalikan oleh aktor itu sendiri. Begitupun dengan Tiongkok
yang mengalami dinamika dalam penerapan kemaritimannya. Sebelumnya fokus
maritim Tiongkok adalah perbaikan pada internal negara itu sendiri. Pasca Perang
Dingin merupakan titik balik Tiongkok yang ditopang dengan perbaikan
8 Ian Montratama , Rekonstruksi Politik Luar Negeri Indonesia h. 9.
94
ekonominya membuat negara ini mulai memperhatikan kondisi maritimnya.
Tujuannya adalah untuk memaksimalkan potensi kelautan serta menjaga
kedaulatan laut dari negara lain.
Mulai dari konflik perbatasan, perebutan kepulauan dengan negara Asia,
hingga ambisi Tiongkok untuk menjadi pesaing Amerika yang mengharuskannya
untuk membangun kekuatan maritim. Indonesia sebagai negara terbesar di Asia
Tenggara merupakan fokus Tiongkok sebagai salah satu cara untuk memperkuat
kemaritimannya melalui kerjasamanya. Di mana Indonesia-Tiongkok sebagai dua
negara yang sedang berfokus pada peningkatakan kapasitas maritimnya.
Keputusan Tiongkok untuk memberikan dukungan kepada poros maritim
Indonesia dipengaruhi faktor internal dan eksternal dari negara tersebut.
B.1 Faktor Kepentingan Nasional Tiongkok sebagai Kebijakan Luar Negeri
dalam Mendukung Poros Maritim Dunia RI.
Pembentukan kebijakan luar negeri sebagai implementasi dari
kepentingan nasional pastinya bersifat tidak menentu dan dinamis. Salah satu
faktor yang mempengaruhinya adalah faktor internal atau pengaruh yang
berasal dari dalam negeri itu sendiri terhadap pembentukan kebijakan luar
negeri. K. J Holsti mendefinisikan kebijakan luar negeri adalah tindakan yang
dibuat untuk menghadapi negara lain atau merespon kondisi sistem
internasional.
Vedi R. Hadiz secara tidak langsung menyebutkan faktor internal yang
bersumber dari kepentingan nasional terhadap keputusan Tiongkok
95
mendukung kebijakan poros maritim Indonesia. Menurutnya kepentingan
nasional merupakan bentuk kontestasi dinamis yang didalamnya terdapat
kelompok dominan, tenokratik, dan struktur pemerintahan. Mengacu pada
pernyataan ini Partai Komunis Tiongkok sebagai partai satu-satunya dan
dominan tentunya berperan besar terhadap keputusan Tiongkok. Ditambah
struktur pemerintahan yang tidak bersifat demokratis membuat pemerintahan
sangat mudah dalam mengambil keputusan untuk mendukung poros maritim
Indonesia. Faktor internal ini bisa juga disebut sebagai governmental sources
(sumber pemerintahan) yang memberikan berbagai alternatif pertimbangan
terkait kebijakan apa yang akan diambil.
Faktor internal lainnya yang disebutkan oleh K. J Holisti adalah
societal sources atau sumber sosial. Beberapa unsur di dalamnya terdiri dari
partai politik, opini masyarakat, dan keadaan domestik. Keadaan domestik
Tiongkok sebagai faktor internal yang melahirkan opini publik dapat
mempengaruhi pengambilan keputusan Tiongkok.
Kebijakan One Belt One Road merupakan strategi Tiongkok untuk
mengundang investasi asing dari negara-negara di dunia.9 Selain itu kebijakan
tersebut juga membangun infrastruktur baik di darat dan lautan (maritim)
yang mengintegrasikan negara-negara di dunia. Kemudian salah satu faktor
pendorong dikeluarkannya kebijakan JSM adalah situasi ekonomi yang dapat
9Muhammad Tri Andika dan Allya Nur Aisyah, “Analisis Politik Luar Negeri Indonesia-
China di Era Presiden Joko Widodo: Benturan Kepentingan Ekonomi dan Kedaulatan?”. Indonesian Perspective, Vol. 2, No. 2, Universitas Bakrie, Juli-Desember 2017. Artikel tersedia di https://www.researchgate.net/publication/324437671_Analisis_Politik_Luar_Negeri_Indonesia-China_di_Era_Presiden_Joko_Widodo_Benturan_Kepentingan_Ekonomi_dan_Kedaulatan; Internet; di Akses pada Juli 2018. h. 163
96
membahayakan Tiongkok. Krisis ekonomi global dan permasalahan sosial
domestik telah mengakibatkan model ekonomi yang bergantung pada ekspor
dan Foreign Direct Investment (FDI) menjadi kurang efektif.
Untuk mengatasi hal ini, Tiongkok harus menemukan pasar ekspor baru
atau menjaga pasar yang ada, serta mempersempit kesenjangan pembangunan
antara wilayah pesisir yang kaya dengan wilayah daratan yang miskin serta
menjaga stabilitas baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini merupakan
dasar utama yang mendorong para pemimpin Tiongkok mempromosikan
gagasan JSM. Faktor domestik atau internal lainnya yang mendorong
kebijakan JSM Tiongkok adalah keamanan energi. Selain faktor keamanan
energi, keinginan Tiongkok untuk menjamin pasar ekspor dan diversifikasi
jaringan transportasinya juga menjadi alasan lahirnya kebijakan JSM.
Maka dapat dinyatakan terdapat beberapa faktor internal yang
mempengaurhi keputusan Tiongkok mendukun kebijakan poros maritim
Indonesia. Pertama, faktor struktur pemerintahan atau gevernment resources
yang membuat pemerintahan mengambil keputusan tersbut sebagai hasil dari
pertimbangan yang ada terhadap kondisi sistem internasional. Struktur
pemerintahan tersebut dipengaruhi oleh idiosinkratik pemerintah dalam
ideologinya, dalam hal ini Xi Jinping dan Partai Komunis Cina dimana
keduanya saling terkait10. Kedua, faktor societal sourcesı atau sumber sosial
yang menjelaskan kondisi domestik Tiongkok yang kekurangan energi,
investasi, dan kebutuhan ekonomi lainnya.
10Ika Nur Amalia D “Peran Xi Jinping dalam Penerapan Kebijakan Modernisasi
Kapabilitas Militer”. 2017. H. 132
97
B.2 Faktor Ancaman Keamanan Maritim
K. J Holsti menyebutkan salah satu terbentuknya kebijakan luar negeri
adalah external sources. Ini menjelaskan bagaimana kondisi eksternal dalam
sistem internasional, seperti persaingan, konflik, dan peperangan akan
mempengaruhi pembentukan kebijakan luar negeri. Dalam konteks Tiongkok
yang mendukung kebijakan poros maritim Indonesia sebagai bentuk
responnya terhadap sistem internasional, khususnya eksistensi Amerika dan
penguatan ekonomi global.
Sedangkan kepentingan nasional yang disebutkan oleh Hans J.
Morghentau bahwa kepentingan nasional sebagai tindakan negara dalam
memberikan jaminan kepada kedaulatannya dari negara asing. Sehingga
mengharuskan menjadi konstelasi politik internasional agar tetap seimbang.
Pernyataan Morghentau semakin menegaskan bahwa terbentuknya
kepentingan Tiongkok berkaitan dengan jaminan kedaulatan wilayahnya.
Terbukti sengketa pulau dengan beberapa negara, seperti Jepang, Korea
Selatan, dan beberapa negara ASEAN. Faktor kedaulatan yang membuat
Tiongkok harus memperluas jangkauan maritimnya dengan mendukung
kebijakan poros maritim Indonesia.
Adam P. McDonald menyebutkan peningkatan kekuatan maritim
melalui dukungannya kepada poros maritim Indonesia sebagai bentuk cara
untuk menantang kekuatan laut Amerika. Tujuannya adalah menghilangkan
98
pengaruh Amerika di perairan Asia-Pasifik. Selain itu juga untuk
menyeimbangi kekuatan maritim Jepang, Vietnam, Taiwan, dan Filipina.
Ancaman non tradisional sebagai faktor eksternal juga memberikan
pengaruh pada keputusan Tiongkok, khususnya pembajakan kapal laut.
Mengingat aktivitas ekonomi Tiongkok melalui jalur laut mengharuskan
kapal yang masuk-keluar mendapatkan keamanan dari serangan pembajak.
Mendukung poros maritim Indonesia secara langsung akan menciptakan
keamanan jalur laut yang nantinya akan memperlancar aktivitas ekonomi.
Ancaman dari sistem internasional, khususnya sengketa kepulauan dan
persaingan dengan Amerika melalui pergeseran pengaruh di Asia-Pasifik
menjadi faktor eksternal yang membuat Tiongkok mendukung kebijakan
poros maritim Indonesia. Kemudian, banyaknya kasus keamanan maritim
seperti pembajak kapal laut juga dapat dikatakan mempengaruhi keputusan
Tiongkok. Nantinya Tiongkok melalui dukungannya terhadap Indonesia akan
menjamin keamanan, ekonomi, dan industri.
99
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
Tiongkok merupakan salah satu negara dengan daratan dan lautan yang luas
ditambah dengan padatnya penduduk membuat negara ini selalu mengalami
perkembangan, khususnya dibidang kemaritiman. Kebijakan Poros Maritim
merupakan salah satu fokus pemerintahan Tiongkok dalam menghadapi kondisi
global. Didalamnya terdapat aspek ekonomi, politik, dan kebudayaan yang
berkaitan dengan kebijakan Poros Maritim. Dengan kata lain, pembangunan
kekuatan maritim sangatlah penting bagi eksistensi Tiongkok.
Terjadinya pergeseran fokus, yang sebelumnya mengabaikan kemaritiman,
saat ini justru Tiongkok memberikan perhatian khusus pada kemaritiman yang
mengindikasikan bahwa ini sesuatu yang penting.
Dalam mencapai tujuan tersebut, Tiongkok memberikan dukungan
kebijakan Poros Maritim Indonesia sebagai salah satu strategi meuwudkan
kebijakan Jalur Sutra Baru Abad ke-21 Tiongkok. Ini juga sebagai bentuk
implementasi dari diplomasi maritim negara Tiongkok sebagai negara maritim.
Keputusan Tiongkok untuk mendukung kebijakan Poros Maritim Dunia
Republik Indonesia merupakan bentuk implementasi konsep Rational Actor
Model. Dasar dari pembentukan rational choice atau pilihan rasional tersebut
adalah kepentingan nasional Tiongkok. Kepentingan tersebut berupa respon
terhadap dinamika sistem internasional yang meliputi tiga bentuk, yakin pertama,
100
Tiongkok ingin meningkatkan kekuatan regional dalam rangka menguasai dunia.
Kedua, tiongkok mencari dukungan dari negara-negara lain untuk bersaing
dengan Amerika Serikat. Ketiga, pembangunan ekonomi dalam negeri melalui
program OBOR.
Kemudian, secara spesifik alasan dukungan Tiongkok terhadap maritim
Indonesia dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor internal dan eksternal. Faktor
internal terdiri dari sumber pemerintah atau governmental resources dan sumber
sosial atau societal sources. Kedua sumber tersebut memengaruhi keputusan
Tiongkok dalam mendukung inisiasi kebijakan Poros Maritim Dunia RI. Faktor
sumber pemerintah menjelaskan Partai Komunis Cina (PKC) sebagai partai
pendukung pemerintah Tiongkok. Sedangkan faktor sumber sosial berasal dari
kondisi domestik dengan ditandai penurunan perekonomian Tiongkok.
Selanjutnya, faktor eksternal atau external resources ditandai dengan sistem
internasional, khususnya kontestasi, keamanan, dan ancaman kontemporer.
Kontestasi yang dimaksud adalah rivalitas dengan Amerika Serikat dalam
pengaruh mereka di kawasan Asia-Pasifik. Selain itu, juga dengan beberapa
negara ASEAN, Jepang, dan Korea Selatan dalam sengketa kepemilikan
kepulauan di Laut Tiongkok Selatan.
Penciptaan keamanan pada jalur laut dari ancaman pembajakan kapal-kapal
pengangkut barang sebagai sarana aktivitas ekonomi yang penting bagi Tiongkok.
Kedua faktor diatas membuat Tiongkok harus mendukung kebijakan Poros
Maritim Dunia yang diinisiasi oleh negara Indonesia.
101
B. Saran
Setelah menyusun penelitian ini penulis berharap agar:
1. Terdapat kajian lebih mendalam lagi mengenai kebijakan-kebijakan
Tiongkok terhadap Indonesia terkait kemaritiman, khususnya dalam
kajian Hubungan Internasional.
2. Meningkatnya upaya-upaya pemeliharaan terhadap setiap sisi
kedaulatan Indonesia, khususnya pada sektor maritim. Juga
peningkatan kerjasama-kerjasama Indonesia dengan negara lain
dalam rangka mewujudkan Poros Maritim Dunia RI.
3. Terlepas dari anggapan terdapat kepentingan Tiongkok dalam
dukungannya terhadap inisiasi kebijakan Poros Maritim Dunia RI,
perlu sikap optimis terbuka dalam menyambut dukungan negara
yang ingin mendukung kebijakan negara Indonesia, khususnya
Tiongkok agar terciptanya pembangunan Indonesia yang maju dan
berkelanjutan.
4. Penulis sadari penelitian ini masih jauh dari sempurna dalam
mengupas setiap isu yang terjadi dalam isu-isu kemaritiman antara
Tiongkok dan Indonesia, untuk itu penelitian ini diharap menjadi
salah satu referensi tambahan dalam penelitian selanjutnya.
102
DAFTAR PUSTAKA Buku Anak Agung Banyu Perwita, dan Yanyan Mochammad Yani, Pengantar Ilmu
Hubungan Internasional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2006. Arikunto, Suharsimi. Prosedur Praktek Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2002. Chin, Helen dkk, The Silk Road Economic Belt and the 21st Century Maritime Silk
Road. 2015: Hongkong, The Fung Business Intelligence Centre. Eugene R Wittkoff, Charles W Jr Kegley, dan James M Scott, American Foreign
policy, Sixth Edition. United States Thomson Wadsworth, 2003. I. Wibowo dan Syamsul Hadi. Merangkul Cina: Hubungan Indonesia-Cina Pasca
Soeharto. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Umum. 2009. J. Moleong, Lexy. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2000. Jensen, Loyd. Explaining Foreign Policy. New Jersey: Englewood Cliffs. 1982. K.J Holsti, International Politics A Framework for Analisys 6th ed. New Jersey : A
Simon & Schuster Company, 1992. Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Buku Putih Kebijakan Kelautan
Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia. Jakarta : Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, 2017.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Rencana Strategis 2015 -2015. Jakarta: Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. 2015.
L. Slantchev, Branislav. Introduction to International Relations Lecture 3: The Rational Actor Model. Department of Political Science, University of California – San Diego. 2005.
Muhadjir, Noeng. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin, 2000.
Pradhan, Sanjeevan. China's Maritime Silk Route and Indonesia's Global Maritime Fulcrum: Complements and Contradictions. , Delhi. Institute of Chinese Studies. 2016.
S Falkowski, Lawrence. Psychological Models in International Politics, (Colorado: Westview Press: 1974)
Sri Hayati dan Ahmad Yani, Geografi Politik. Bandung: PT Rafika Aditama, 2007. Suprianto, Makmur Tentang Ilmu Pertahanan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2014. Suprianto, Makmur. Tentang Ilmu Pertahanan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
2014.
103
Jurnal dan Majalah Annisa Ramadhani, Masyithoh An Indonesian Perspective toward Maritime
Vision: Is Pursuing National Interest while Maintaining Neutrality in the South China Sea Possible?. European Scientific Journal. November 2015.
Evi Grace Simatupang, Goldy. Kepentingan Indonesia dalam Kerjasama Maritim Indonesia-China. Jurnal Quarterdeck Forum Kajian Pertahanan dan Maritim. Vol. 6, No. 8, 2013.
Kartini, Indriana. Kebijakan Jalur Sutra Baru Cina dan Implikasinya bagi Amerika Serikat. Jurnal Kajian Wilayah, Vol. 6 No. 2, 2015.
Kosandi, Meidi. Tiongkok's Maritime Silk Road And Indonesia's Maritime Nexus Poicies: Towards Policy Convergence?”, Proseding pada International Conference on Social Politics Januari 2016.
Matondang, Erlinda. Pemetaan Kepentingan Keamanan Maritim Negara-Negara Asia Timur dan Posisi Strategis Indonesia. Jurnal Pertahanan & Bela Negara. Vol. 7, No. 1. April 2007.
Montratama, Ian. Rekonstruksi Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Dinamika Lingkungan Strategis Indo-Pasifik Abad Ke-21, Journal of International Studies Intermestic, 1 November 2016 volume 1 No. 1.
Muhammad Harry, Riana Nugraha, dan Arfin Sudirman, “Maritime Diplomacy Sebagai Strategi Pembangunan Keamanan Maritim Indonesia”, Jurnal Wacana Politik Vol. 1, No. 2, Oktober 2016.
Rafika Sari, Prospek Jalan Sutra Modern Bagi Perekonomian Indonesia. Majalah Info Vol. IX, No. 10, Mei 2017.
Rizky Mardhatillah Umar, Ahmad. Book Riview : The National Interest in International Relations Theory. Indonesian Journal of International Studies (IJIS) Vol.1, No.2. Jakarta: Desember 2014.
Shanti Darmastuti dan Emmy Farida Subekti, Tantangan Diplomasi Maritim Indonesia menuju Poros Maritim Dunia. Jurnal PN Veteran Jakarta 2015.
Yoon, Sukjoon . Implication of Xi Jinping’s ‘True Maritime Power: It’s Context, Significance, and Impact on the Region. Jurnal Naval War College Review, Vol. 68, No. 3, Summer 2015.
Skripsi dan Tesis D. Violita, Michella. Dampak Peningkatan Ekonomi Indonesia Melalui Deklarasi
Kemitraan Strategis dengan Cina tahun 2005-2011. Skripsi Hubungan Internasional UIN Jakarta. 2003
104
Ika Nur Amalia D. Peran Xi Jinping dalam Penerapan Kebijakan Modernisasi Kapabilitas Militer. Skripsi Hubungan Internasional Universitas Lampung, 2017.
Sulthon, Muhammad. Kepentingan Yunani Menerima Dana Talangan Uni Eropa pada Tahun 2015. Skripsi Hubungan Internasional UIN Jakarta, 2016.
Internet
Anugerah Nontji. Laksamana Cheng Ho dari Tiongkok: Pelayaran Muhibah Dan Syiar Islam Di Nusantara. LIPI 2017. http://oseanografi.lipi.go.id/datakolom/21%20Cheng%20Ho.pdf. Diakses pada Juli 2018
Ayu Putu Eva Wishanti, Dewa. Kebangkitan Tiongkok dalam Kerjasama Ekonomi Internasional di Kawasan Asia Timur : http://transformasiglobal.ub.ac.id/index.php/trans/article/download/4/26. Diakses pada 20 Janauri 2018
Cheng, Dean. Sea Power and the Chinese State: China’s Maritime Ambitions : https://www.heritage.org/asia/report/sea-power-and-the-chinese-state-chinas-maritime-ambitions. Diakses pada tanggal 10 Juli 2017.
Christopher Yung dan Wang Dong, U.S.-China Relation in the Maritime Security Domain : http://www.nbr.org/publications/element.aspx?id=889. Diakses pada tanggal 10 Juli 2017.
Division For Ocean Affairs and The Law of The Sea United Nation, “United Nations Convention on the Law of the Sea” diakses pada 20 Januari 2018 dari http://www.un.org/Depts/los/convention_agreements/convention_overview_ convention.htm.
F. Sumatkul, Willy. Strategi Maritim China di Laut China Selatan; Suatu Dilema. Artikel tersedia di www.fkpmaritim.org/strategi-maritim-china-di-laut-china-selatan-suatu-dilema/ yang diakses pada 10 Juli 2017.
Ikhtisar Perusahaan Tiongkok national Offshore Oil Corporation (CNOOC): dikases pada November 2017 dari http://www.cnooc.com.cn/col/col6141/index.html
Ikhtisar Perusahaan Tiongkok national Offshore Oil Corporation (CNOOC) dikases pada November 2017 dari http://www.cnooc.com.cn/col/col6141/index.html
Inov Haripa, Tri. Mega Proyek Tiongkok : Jalur Sutra Abad 21 dan Konektivitas ASEAN. artikel diakses pada 21 Mei 2017 dari http://pssat.ugm.ac.id/id/2017/10/25/mega-proyek-tiongkok-jalur-sutra-abad-21-dan-konektivitas-asean/
105
Jun'ichi, Takeda. Tiongkok's Rise as a Maritime Power: Ocean Policy from Mao Zedong to Xi Jinping: https://www.spf.org/islandstudies/research/a00011/ artikel diakses pada Juli 207.
Kementerian Luar Negeri RI, “ The Final Draft Future Direction of Indonesia-China Comprehensive Strategic Partnership.”, artikel tersedia di https://www.kemlu.go.id/Documents/RIRRT/Joint%20Statement%20Comprehensive%20Strategic%20Partenship.pdf; Internet; diunduh pada 10 Juli 2017.
MacDonald, Adam P. Tiongkok’s Maritime Strategy: A Prolonged Period of Formulation : http://www.navalreview.ca/wpcontent/uploads/public/vol8num4/ vol8num4art3.pdf diakses pada 17 April 2017.
Ministry of Foreign Affairs of the People’s Republic of China, Kunjungan Xi Jinping, ‘ Ekspresi Strategi Kebijakan Luar Negeri’: http://id.china-embassy.org/indo/xwdt/t1198937.html. Diakses pada 10 Juli 2017.
Muhammad Tri Andika dan Allya Nur Aisyah, “Analisis Politik Luar Negeri Indonesia-China di Era Presiden Joko Widodo: Benturan Kepentingan Ekonomi dan Kedaulatan?”. Indonesian Perspective, Vol. 2, No. 2, Universitas Bakrie, Juli-Desember 2017. https://www.researchgate.net/publication/324437671 _Analisis_Politik_Luar_Negeri_IndonesiaChina_di_Era_Presiden_Joko_Widodo_Benturan_Kepentingan_Ekonomi_dan_Kedaulatan. di Akses pada Juli 2018.
Profil Perusahaan Tiongkok Shipping Container Lines (CSCL) diakses pada 10 Desember 2017 dari http://en.cscl.com.cn/col/col5345/index.html
Sekretariat Kabinet Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2014 tentang Pencabutan Surat Edaran Presidium Kabinet Ampera Nomor SE-06/PRES.KAB/6/1967: http://www.setkab.go.id/publication/se-06/preskab/6 tanggal 28 Juni 1967.
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, “Menuju Indonesia sebagai Negara Poros Maritim”, diakses pada Januari 2018 dari http://setkab.go.id/menuju-indonesia-sebagai-negara-poros-maritim
Siaran Pers Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, “Presiden Jokowi Deklarasikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia”, diakses pada Januari 2018 dari https://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/Presiden-Jokowi-Deklarasikan-Indonesia-Sebagai-Poros-Maritim-Dunia.aspx
The State Council The People's Republic Of Tiongkok, “State Oceanic Administration”, diakses pada 20 Januari 2018 dari http://english.gov.cn/state_council/2014 /10/06/content_281474992889983.htm.
Tindaon, Ferisman. Poros Maritim dan Revolusi Biru. diakses pada Januari 2018 dari https://www.researchgate.net/profile/Ferisman_Tindaon6 /publication/280385936_Poros_Maritim_dan_Revolusi_Biru/links/55b3de6a08aed621de0110 f5/Poros-Maritim-dan-Revolusi-Biru.pdf
Lampiran 1
Tabel Perundang-Undangan Tiongkok di Bidang Kemaritiman
KATEGORI NAMA TAHUN DIBUAT
LEMBAGA PEMBUAT DAN PENGESAHNYA
Hukum Dasar,
Kebijakan
Eksternal
Declaration on
Tiongkok's
Territorial Sea
1958 Pemerintah Tiongkok
Law on the
Territorial Sea and
the Contiguous
Zone
1992
Standing Commite
Kongres Rakyat
Nasional Tiongkok
atau National People
Congress (NPC)
UN Convention on
the Law of the Sea
(UNCLOS)
1996
(Teratifikasi)
Standing Commitee
NPC
Deklarasi Wilayah
Teritorial Kelautan 1998
Dewan Kenegaraan
Republik Rakyat
Tiongkok (RRT)
Penegasan Zona
Ekonomi Ekslusif 1998
Standing Commitee
NPC
dan Hak
Kontinental
Kelautan
Deklarasi Wilayah
Teritorial Kelautan
di Perairan Diaoyu
dan Pulau –pulau
di Sekitarnya
2012
Dewan Kenegaraan
Republik Rakyat
Tiongkok (RRT)
Administrasi
Wilayah Laut
Peraturan
Administratif di
Wilayah Laut
Tiongkok
2001 Standing Commitee
NPC
Hukum
Perlindungan atas
Wilayah
Kepulauan
2009 Standing Commitee
NPC
Pengembangan
dan Perlidungan
Sumber Daya
Kelautan
Peraturan tentang
Kerjasama
Eksplorasi Sumber
Daya Minyak
Lepas Pantai
dengan Perusahaan
Asing
1982
Dewan Kenegaraan
Republik Rakyat
Tiongkok (RRT)
Peraturan
Perlindungan dan
Peningkatan
Sumberdaya
Perikanan
1979
Dewan Kenegaraan
Republik Rakyat
Tiongkok (RRT)
Undang-Undang
tentang Perikanan 1986
Standing Commitee
NPC
Peraturan
Pengelolaan
Industri Garam
Nasional
2005
Dewan Kenegaraan
Republik Rakyat
Tiongkok (RRT)
Perlindungan
Lingkungan di
Wilayah Laut
Hukum
Perlindungan
Wilayah Kelautan
Nasional
1982 Standing Commitee
NPC
Peraturan tentang
Perlindungan
Wilayah Kelautan
untuk Eksplorasi
dan Ekploitasi
Minyak
1983
Dewan Kenegaraan
Republik Rakyat
Tiongkok (RRT)
Peraturan tentang
Pengendalian
Limbah di Wilayah
Laut
1985
Dewan Kenegaraan
Republik Rakyat
Tiongkok (RRT)
Peraturan tentang
Pencegahan dan
Pengendalian
Polusi di Wilayah
Laut oleh Kapal-
kapal Laut
2009
Dewan Kenegaraan
Republik Rakyat
Tiongkok (RRT)
Kemanan
Lalulintas
Maritim
Hukum tentang
Keselamatan
Lalulintas Maritim
1983 Standing Commitee
NPC
Hukum tentang
Kepelabuhanan 2003
Standing Commitee
NPC
Poros Maritim Dunia Sabtu, 15 November 2014
Dalam pidatonya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-9 East Asia Summit (EAS) tanggal 13 November 2014 di Nay Pyi Taw, Myanmar, Presiden Jokowi menegaskan konsep Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia sehingga agenda pembangunan akan difokuskan pada 5 (lima) pilar utama, yaitu:
• Membangun kembali budaya maritim Indonesia.
• Menjaga sumber daya laut dan menciptakan kedaulatan pangan laut dengan menempatkan nelayan
pada pilar utama.
• Memberi prioritas pada pembangunan infrastruktur dan konektivitas maritim dengan membangun tol
laut, deep seaport, logistik, industri perkapalan, dan pariwisata maritim.
• Menerapkan diplomasi maritim, melalui usulan peningkatan kerja sama di bidang maritim dan upaya
menangani sumber konflik, seperti pencurian ikan, pelanggaran kedaulatan, sengketa wilayah,
perompakan, dan pencemaran laut dengan penekanan bahwa laut harus menyatukan berbagai bangsa
dan negara dan bukan memisahkan.
• Membangun kekuatan maritim sebagai bentuk tanggung jawab menjaga keselamatan pelayaran dan
keamanan maritim.
Presiden Jokowi menghadiri KTT tersebut bersama seluruh Kepala Negara/Pemerintahan negara anggota
ASEAN, Republik Korea Selatan, Republik Rakyat Tiongkok, Jepang, Australia, Selandia Baru, India, Amerika
Serikat, Rusia, dan Sekretaris-Jendeal ASEAN. Sekretaris-Jenderal Perserikatan Bangsa Bangsa dan Presiden
Asian Development Bank juga hadir sebagai guest of the Chair.
Presiden Jokowi juga menyerukan untuk meningkatkan kerja sama maritim menjadi lebih erat secara damai
dan bukan sebagai ajang perebutan sumber daya alam maupun supremasi maritim. Terkait Laut Tiongkok
Selatan, Presiden Jokowi menyambut baik komitmen untuk mengimplementasikan secara penuh dan efektif
Declaration of Conduct (DoC) in the South China Sea dan mendorong penyelesaian Code of Conduct (CoC) in
the South China Sea secepat mungkin melalui konsultasi.
EAS merupakan suatu forum regional yang dibentuk pada 14 Desember 2005 di Kuala Lumpur. Negara peserta
EAS berjumlah 18 negara, yaitu 10 negara anggota ASEAN dan 8 negara Mitra Wicara ASEAN, yakni Australia,
India, Jepang, Korea Selatan, RRT, Selandia Baru, Amerika Serikat dan Rusia. EAS merupakan platform
dimana para Pemimpin negara peserta EAS bertemu dan melakukan tukar pikiran mengenai berbagai isu
politis dan strategis di kawasan.
(Sumber: Ditjen KSA/Dit.MWAK)
https://www.kemlu.go.id/id/berita/siaran-pers/Pages/Presiden-Jokowi-Deklarasikan-Indonesia-Sebagai-Poros-
Maritim-Dunia.aspx
Presiden Jokowi Deklarasikan Indonesia Sebagai