faktor internal dan eksternal yang...
TRANSCRIPT
FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL YANG
MEMPENGARUHI POTENSI KEBANGKRUTAN BANK UMUM
SYARIAH DI INDONESIA (METODE ALTMAN Z-SCORE
MODIFIKASI)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)
Oleh:
Noer Syinta
NIM 1113046000026
PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018 M/1439 H
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
A. IDENTITAS PRIBADI
Nama :Noer Syinta
Alamat :Jl. K.H.Aja RT 7 RW 7 No.33 Meruya Selatan,
Jakarta Barat
Telepon : 083807771424
Email : [email protected]
Tempat, Tanggal Lahir : Wonogiri, 3 Juni 1993
Agama : Islam
Kebangsaan : Indonesia
B. Latar Belakang Pendidikan Formal
2000 – 2005 : SDN Meruya Utara 01
2006 –2011 : Pondok Modern Darussalam GONTOR
C. Pengalaman Oganisasi
2012 – 2013 : Organisasi Pelajar Pondok Modern Darussalam Gontor
divisi kafetaria
2013 – sekarang : Anggota UKM Bahasa FLAT
2016 – 2017 : Bendahara Umum UKM Bhasa FLAT
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor internal dan
eksternal terhadap potensi kebangkrutan di Bank Umum Syariah. Data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan laporan keuangan Tujuh Bank
Umum Syariah di Indonesia periode 2011 s.d. 2015. Penelitian ini menggunakan
metode regresi panel data dengan menggunakan program Eviews. Variabel
dependen dalam penelitian ini adalah nila Altman Z-Score, sedangkan variabel
independen adalah faktor internal yang terdiri dari NPF (Non Performing
Finance), CAR (Capital Adequacy Ratio), dan FDR (Financing to Deposit Ratio)
serta faktor eksternal yang terdiri dari Inflasi dan BI rate. Penelitian ini
menggunakan analisis regresi panel data dengan pendekatan common effect.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara parsial variabel NPF
berpengaruh signifikan terhadap potensi kebangkrutan dengan nilai sig.
0.0002<0.005, CAR berpengaruh signifikan terhadap potensi kebangkrutan
dengan nilai sig.0.0061<0.005, FDR berpengaruh signifikan terhadap potensi
kebangkrutan dengan nilai sig. -0.0083<0.005, Inflasi tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap potensi kebangkrutan dengan nilai sig. 0.5374>0.05, dan BI
rate tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap potensi kebangkrutan dengan
nilai sig. -0.1084>0.005.
Kata kunci : Altman Z-Score, NPF (Non Performing Finance), CAR
(Capital Adequacy Ratio), dan FDR (Financing to Deposit
Ratio), Inflasi, dan BI rate
Pembimbing : IR. Rr Tini Anggraeni, ST, M Si
Tahun Daftar Pustaka : 1968-2017
ABSTRACT
The study aims to analyze the influence of internal and external factors to
probability of bankruptcy in Sharia Bank. The data used in this research is annual
report of seven sharia bank in Indonesia period 2011 until 2015. The research
metodology used is panel data regression using computer program of Eviews 9.0.
Dependent variabel used is the score of Altman Z-Score. Independent
variabelused is NPF, CAR, and FDR wich classified for internal factor, while
Inflation and BI rate classified for external factor.
The result of this research indicated that Non Performing Financing (NPF)
significantly influence the positive direction to probability of bankrupcty with the
sig. 0.0002<0.005, Capital Adequacy Ratio (CAR) significantly influence the
positive direction to probability of bankrupcty with the sig. 0.0061<0.005, The
Financing to Depost Ratio (FDR) significantly influence the negative direction to
probability of bankrupcty with the sig. 0.0083<0.005, Inflation has no significant
effect with positif direction on probability of bankrupcty with the sig.
0.5374<0.005, and BI rate has no significant effect with negatif direction on
probability of bankrupcty with the sig. -0.1084<0.005
Keyword :Altman Z-Score, Non Performing Finance (NPF), Capital
Adequacy Ratio (CAR), and Financing to Deposit Ratio
(FDR), Inflation, and BI rate
Supervisor : IR. Rr Tini Anggraeni, ST, M Si
Periode of Reference : 1968-2017
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah
melimpahkan segala nikmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “FAKTOR INTERNAL DAN
EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI POTENSI KEBANGKRUTAN
BANK UMUM SYARIAH DI INDONESIA (METODE ALTMAN Z-SCORE
MODIFIKASI)” dengan baik. Shalawat serta salam penulis haturkan kepada Nabi
Muhammad Shalllallahu Alayhi wa Sallam yang telah membimbing umatnya dari
zaman jahiliyah ke zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selesainya skripsi ini tentu dengan dukungan, bimbinagan dan bantuan serta
semangat dan doa dari semua orang disekeliling penulis selama proses
penyelesaian skripsi ini. Oleh karenanya izinkanlah penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr. Asep Saepudin Jahar, MA., selaku Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, LC., MA., selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak A.M Hasan Ali, MA., selaku Ketua Tim Task Force Passing Out
Muamalah (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Dr. Abdurrauf, LC., MA., selaku Sekretaris Program Studi Muamalat
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Bapak Yoghi Citra Pratama, M.Si., selaku Ketua Program Studi Ekonomi
Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Ibu Ir. RR. Tini Anggraini, ST., M.Si., selaku Sekretaris Program Studi
Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, serta selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah memberikan
bimbingan, pengarahan, saran, dan ilmu kepada penulis serta bersedia
ii
meluangkan waktunya hingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik.
7. Bapak Dr. H. Zainul Arifin Yusuf, M. Pd, Selaku Dosen Pembimbing
Akademik.
8. Seluruh jajaran dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan
ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi penulis selama perkuliahan serta
jajaran karyawan dan staff UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
melayani dan membantu penulis selama perkuliahan
9. Teristimewa, Kedua orang tuaku yaitu Bapak Ngadino dan Mama Winarsih
yang tiada hentinya menyebut namaku dalam setiap doa mereka, serta selalu
memberikan dukungan moril dan motivasi sehingga saya mampu
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Semoga penulis dapat
membahagiakan dan membuat bangga mereka selalu.
10. Ketiga Adik-adikku, Aisyah, Firman dan Fadil yang senantiasa mendukung
dan mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan studi. Khusunya
Aisyah yang selalu menjadi partner jalan, jajan, dan nonton dikala penulis
penat dalam mengerjakan skripsi.
11. Sahabat seperjuangan terbaikku “Genk Kece”; Almas panutanku, wanita
terkuat dan termandiri yang sering memberikan nasehat baik di setiap
masalah, Ikoh sahabat tersantai sepanjang masa yang selalu membawa
kebahagiaan setiap kali kita jumpa, Asri dan Keke sahabat paling rajin dan
teladan yang selalu mengingatkanku akan tugas-tugas kuliah meskipun tak
jarang membuatku gemas dengan cerita kisah kasih mereka yang unik, Nina
dan Nurul sosok ummi yang selalu mengajakku mendekatkan diri kepada-
Nya, bertukar fikiran bersama mereka selalu membuat hati tentram; Rahma,
Dara, dan Ana yang selalu membuat suasana ceria dengan tingkah mereka.
Semoga setelah kelulusan ini kita masih selalu bersahabat.
12. Rosalia yang selalu mengerti dan membantuku. Terimakasih selalu sabar
mendengarkan masalah-masalahku, memotivasi serta membantuku sejak
pembuatan laporan KKN, Laporan Pertanggung Jawaban FLAT, hingga
pembuatan tugas akhir kuliah ini.
iii
13. Sahabat tersayangku, TREIZE’13 yaitu Alif Waisal dan Sovi Hizmi partner
terbaikku selama kepengurusan, terimakasih sudah sabar menghadapi semua
sifat menyebalkanku, aku banyak belajar dari kalian; Rossa Junia Utami yang
selalu membukakan pintu kosannya untukku, Galenna Putri dan Nurlailie
Zhafirah yang setia mengajak dan menemaniku di perpustakaan, Rosalia,
Mulhimah Riyadhoh, Dede Rahma, Chandra Duriyatin, Deden Rojani, Taufik
Al-Hakim, Sang Fajar, Intan Qomariah, Syifa Inayah, Nisa Anugerah,
Shofwan Zuhdi, dan Arya Listyo kalian adalah tempat berkeluh kesah yang
paling nyaman. Serta Umu Latifah, Mulphiyanti, Kurnia Nihaya, Ahma
Wirogo, dan seluruh anak TREIZE yang tak dapat disebutkan, terimakasih
untuk selalu memotivasi dan menginspirasi.
14. Seluruh keluarga besar UKM Bahasa-FLAT, terimakasih atas segala
pembelajaran, kekeluargaan, dan hiburan yang telah diberikan selama ini.
15. Teman-teman Muamalat 2013, khususnya Muamalat Kelas A yang telah
memberikan bantuan, informasi, serta motivasi selama kuliah. Semoga kita
semua bisa menjadi orang-orang berguna di kemudian hari.
16. Teman-teman KKN JURASIK SATUA khususnya Fardhan, Mul, Oji, Tata,
Dewi, dan Lisda yang telah berjuang bersama dan saling memotivasi untuk
segera lulus. Meskipun pertemuan kita singkat, kenangan suka dan duka
bersama kalian tidak terlupakan.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh sebab
itu, penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang membangun untuk
pencapaian yang lebih baik.
Jakarta, Januari 2018
Penulis
(Noer Syinta)
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................................... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................................. 7
D. Sistematika Penulisan ................................................................................ 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 10
A. Landasan Teori ........................................................................................ 10
1. Pengertian dan Fungsi Bank Syariah .................................................... 10
2. Laporan Keuangan Perbankan Syariah ................................................. 11
3. Potensi Kebangkrutan .......................................................................... 14
4. Metode Altman Z-Score....................................................................... 16
5. Faktor Internal ..................................................................................... 20
6. Faktor Eksternal ................................................................................... 25
B. Keterkaitan Antar Variabel Dependen dengan Variabel Independen ........ 27
1. Hubungan NPF (Non Performing Finance) dengan Potensi
Kebangkrutan ............................................................................................. 27
2. Hubungan CAR (Capital Adequacy Ratio) dengan Potensi Kebangkrutan
................................................................................................................28
3. Hubungan FDR (Financing to Deposit Ratio) dengan Potensi
Kebangkrutan ............................................................................................. 29
4. Hubungan Inflasi dengan Potensi Kebangkrutan .................................. 30
5. Hubungan BI rate dengan Potensi Kebangkrutan ................................. 31
C. Review Studi Terdahulu ........................................................................... 32
D. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 33
E. Hipotesis ................................................................................................. 39
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 41
A. Ruang Lingkup Penelitian ....................................................................... 41
v
B. Metode Penentuan Sampel ...................................................................... 41
C. Metode Pengumpulan Data...................................................................... 42
D. Metode Analisis ...................................................................................... 43
1. Altman Z-Score ................................................................................... 43
2. Analisis Deskriptif ............................................................................... 44
3. Uji Asumsi Klasik................................................................................ 44
4. Analisis Data Panel .............................................................................. 48
5. Uji Statistik .......................................................................................... 51
E. Operasional Variabel ............................................................................... 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 56
A. Penilaian Potensi Kebangkrutan Bank Umum Syariah ............................. 56
B. Analisis Deskriptif .................................................................................. 59
C. Analisis Uji Asumsi Klasik ..................................................................... 64
1. Uji normalitas ...................................................................................... 64
2. Uji Multikolinearitas ............................................................................ 65
3. Uji Heteroskidesitas ............................................................................. 66
4. Uji Autokorelasi .................................................................................. 67
D. Pemilihan Model Regresi Data Panel ....................................................... 67
E. Analisis dan Interpretasi Regresi Data Panel ............................................ 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 81
A. Kesimpulan ............................................................................................. 81
B. Saran ....................................................................................................... 82
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 84
LAMPIRAN ..................................................................................................... 88
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. 1 Rasio NPF, CAR, dan FDR Bank Syariah serta Inflasi dan BI rate ...... 4
Tabel 2. 1 Kriteria Penilaian Model Altman Z-Score Original ............................ 18
Tabel 2. 2 Kriteria Penilaian Model Altman Z-Score Revisi ............................... 19
Tabel 2. 3 Kriteria Penilaian Model Altman Modifikasi ..................................... 20
Tabel 2. 4 Kriteria Rasio NPF ............................................................................ 21
Tabel 2. 5 Kriteria Rasio CAR ........................................................................... 22
Tabel 2. 6 Kriteria Rasio FDR ............................................................................ 24
Tabel 2. 7 Ringkasan Penelitian Terdahulu ....................................................... 33
Tabel 3. 1: Daftar Bank Sampel Penelitian ......................................................... 42
Tabel 3. 2: Kriteria Penilaian Altman Z-Score .................................................... 44
Tabel 3. 3: Operasional Variabel Penelitian ........................................................ 55
Tabel 4. 1: Hasil perhitungan Altman Z-Score ................................................... 57
Tabel 4. 2: Nilai NPF 6 Bank Umum Syariah tahun 2011-2015.......................... 59
Tabel 4. 3: Nilai CAR 6 Bank Umum Syariah tahun 2011-2015 ......................... 60
Tabel 4. 4: Nilai FDR 6 Bank Umum Syariah tahun 2011-2015 ......................... 61
Tabel 4. 5: Tingkat inflasi tahun 2011-2015 ....................................................... 62
Tabel 4. 6: Tingkat BI rate tahun 2011-2015 ...................................................... 63
Tabel 4. 7: Hasil Uji Multikolinearitas ............................................................... 66
Tabel 4. 8: Hasil Uji Heterokedastisitas.............................................................. 66
Tabel 4. 9: Hasil Uji Autokorelasi ...................................................................... 67
Tabel 4. 10: Regresi Data Panel Common Effect Model ..................................... 68
Tabel 4. 11: Regresi Data Panel Fixed Effect Model .......................................... 69
Tabel 4. 12: Hasil Uji Chow ............................................................................... 70
Tabel 4. 13: Hasil Uji Common Effect Model (CEM) .........................................71
Tabel 4. 14: Hasil Uji t ....................................................................................... 73
Tabel 4. 15: Hasil Uji F ...................................................................................... 79
Tabel 4. 16: Hasil Uji Koefisien Determinasi ..................................................... 80
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1: Kerangka Penelitian ...................................................................... 38
Gambar 4. 1: Hasil Uji Normalitas ..................................................................... 65
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Daftar Bank Umum Syariah tahun 2015 ........................................ 88
Lampiran 2: Angka dalam variabel Z-Score BUS tahun 2011-2015.................... 89
Lampiran 3: Perhitungan Altman Z-Score .......................................................... 90
Lampiran 4: Data Variabel Penelitian.................................................................. 91
Lampiran 5: Uji Asumsi Klasik .......................................................................... 92
Lampiran 6: Estimasi Regresi Data Panel ........................................................... 94
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan memiliki peran yang sangat penting dalam perekonomian
sebuah Negara. Hal ini dikarenakan bank memiliki fungsi yang sangat krusial
yaitu sebagai lembaga intermediasi seperti tempat penyimpana dan penyaluran
dana masyarakat. Menurut Kusdiana, kegagalan satu bank dapat menimbulkan
efek domino dalam industri lainnya. Risiko yang dihadapi amat besar apabila
proses intermediasi perbankan terhenti karena akan mengakibatkan macetnya
sistem pembayaran dan lumpuhnya kegiatan perekonomian secara
menyeluruh. Akibat kegagalan ini dapat berdampak negatif pada seluruh
sektor perekonomian (Kusdiana, 2014:85).
Indonesia pernah merasakan pengalaman pahit dilanda krisis
perbankan hebat pada tahun 1998. Krisis moneter yang terjadi pada tahun
1998 membuat beberapa Bank Konvensional mengalami kebangkrutan. Hal
itu terjadi karena nilai tukar rupiah terhadap dolar semakin menurun. Pada saat
itu juga masyarakat semakin banyak membeli dolar sehingga permintaan dolar
pun meningkat.
Selain itu, sistem perbankan yang tidak stabil yang mengarah
terjadinya krisis, memerlukan biaya penyelamatan yang sangat tinggi.
Perbankan di Indonesia mengalami masa-masa sulit dengan meningginya
angka kredit macet dan beberapa dari bank umum mengalami masalah
likuiditas dengan tidak dapat memenuhi kewajibannya, ditambah lagi kondisi
Indonesia yang tidak stabil sehingga menyebabkan rush money yang begitu
kuat (Khadapi, 2016:1).
Berbeda dengan Bank Umum Konvensional yang mengalami
instabilitas, Bank Syariah justru memperlihatkan kestabilannya yang
ditunjukkan dengan dikategorikannya Bank Muamalat Indonesia sebagai bank
sehat yang tidak berpotensi untuk kolaps atau bankrupt pada krisis 1997-1998
2
pada hasil pengumuman Badan Pengawas Perbankan Nasional (BPPN) 13
Maret 1999 (Fuad, 2014:4).
Bank Syariah tidak terlalu mengalami dampak negatif dari krisis
ekonomi pada saat itu. Hal itu disebabkan karena perbankan syariah tidak
beroperasi berdasarkan sistem bunga yang sering berfluktuasi. Meskipun
Perbankan syariah dapat mengatasi masalah keuangan yang terjadi pada saat
krisis tersebut, perbankan syariah tentu masih akan tetap menghadapi
masalah-masalah yang terjadi dalam kegiatan usahanya yang tidak menutup
kemungkinan resiko perbankan syariah dapat mengalami kebangkrutan di
masa mendatang. Oleh karena itu, untuk dapat mengatasi resiko-resiko yang
akan terjadi, Bank harus dapat mengukur potensi kebangkrutan pada bank itu
sendiri dan mengetahui faktor apa yang paling berpengaruh pada potensi
kebangrutan tersebut. Sehingga bank melakukan tidakan pencegahan.
Untuk mendeteksi potensi kebangkrutan perbankan syariah dapat
dilakukan dengan metode Multiple Discriminant Analize (MDA) Modifikasi.
Multiple Discriminant Analize (MDA) atau yang lebih dikenal dengan metode
Altman Z-Score modifikasi adalah suatu perangkat untuk mengukur apakah
suatu perusahaan sedang mengalami gejala financial distress yang mengarah
pada kebangkrutan atau tidak. Dalam model Altman original rasio keuangan
yang digunakan adalah networking capital to total asset, earning before
interest and tax to total asset, market value of equity to book value of debt,
dan sales to total asset.
Menurut penelitian sebelumnya (Hosen, dan Nada 2013:225), metode
MDA ternyata tidak applicable jika dilakukan pada perbankan, pernyataan ini
didukung dengan hasil penelitian-penelitian sebelumnya. Hal ini dikarenakan
karakteristik perbankan sebagai financial intermediatory jauh berbeda dengan
karakteristik perusahaan-perusahaan lainnya. Dengan adanya fungsi tersebut
memberikan implikasi bahwa bank memiliki current assets (aktiva lancar)
yang lebih kecil dibandingkan current liabilities (kewajiban lancar). Saat ini,
telah banyak peneliti-peneliti yang mengukur potensi kebangkrutan perbankan
3
dengan menggunakan model Altman Z-Score modifikasi, seperti Ibrah
Mustafa Kamal (2012), Cindy Aprylia (2016), dan Sharfina Kartika (2016).
Dalam model Altman Z-Score modifikasi, variabel market value of
equity to book value of debt diganti menjadi book value of equity to book value
of debt (total liability) serta terdapat satu variabel yang dihilangkan, yaitu
sales to total asset. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa
perhitungan prediksi kebangkrutan bank menggunakan model altman Z-Score
modifikasi lebih akurat daripada perhitungan sebelumnya.
Banyak Penelitian-penelitian sebelumnya yang meneliti hanya sebatas
untuk mengetahui kondisi suatu bank, apakah bank tersebut masuk ke dalam
kategori yang potensi kebangkrutannya tinggi atau berada dalam posisi aman,
sehingga bank dapat mengambil langkah pencegahan dini. Akan tetapi, setelah
mengetahui tingkat potensi kebangkrutan pada perbankan syariah, hendaknya
Bank juga harus mengetahui faktor apa yang paling berpengaruh terhadap hal
tersebut agar dapat melakukan upaya pencegahan yang lebih konkrit. Faktor-
faktor penyebab potensi kebangkrutan sebuah perusahaan dapat terjadi baik
dari internal perusahaan maupun eksternal. Agar perusahaan dapat melakukan
pencegahan sebelum terjadinya kebangkrutan, perusahaan dalam hal ini Bank
Syariah harus mengetahui faktor apa yang berpengaruh pada potensi
terjadinya kebangkrutan. Oleh karena itu, akan dikumpulkan alternatif-
alternatif seberapa besar pengaruhnya pada masalah yang akan diteliti sesuai
dengan batasan kemampuan peneliti.
Banyak faktor baik internal maupun eksternal yang dapat
mengakibatkan perbankan syariah mengalami kebangkrutan. Salah satu faktor
internalnya adalah pembiayaan bermasalah, Capital Adequacy Ratio (CAR),
dan Financing to Deposit Ratio (FDR). Pembiayaan bermasalah pada bank
syariah dapat dilihat dari rasio NPF (Non Performing Finance), semakin
tinggi nilai NPF maka menunjukkan buruknya pengendalian pembiayaan
bermasalah pada bank tersebut. Sebaliknya, nilai NPF yang rendah
menunjukkan kemampuan bank dalam mengatasi pembiayaan bermasalah
sehingga pendapatan bank dapat meningkat dan jauh dari kebangkrutan.
4
Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio kinerja bank untuk mengukur
kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang
mengandung atau menghasilkan risiko, misalnya kredit yang diberikan. CAR
merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi penurunan
aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang disebabkan oleh
aktiva yang beresiko.
Selain faktor internal, terdapat pula faktor eksternal yang dapat
mempengaruhi potensi kebangkrutan Bank Umum Syariah, diantaranya adalah
inflasi dan BI rate. Suku bunga erat kaitannya dengan kreditor (bank) dan
debitor (peminjam). Pada prinsipnya suku bunga adalah harga atas
penggunaan uang atau sebagai sewa atas penggunaan uang dalam jangka
waktu tertentu, yang diumumkan dalam presentase. Meskipun sistem bank
syariah tidak berdasarkan suku bunga, akan tetapi bunga masih tetap dapat
mempengaruhi kinerja bank syariah. Pada umumnya, suku bunga akan
berpengaruh pada profitabilitas bank, disini penulis ingin mengetahui apakah
suku bunga juga berpengaruh pada potensi kebangkrutan bank syariah.
Berikut ini merupakan data rasio NPF, CAR, dan FDR secara umum
Bank Syariah serta tingkat BI rate dan Inflasi pada tahun 2011-2015:
Tabel 1. 1 Rasio NPF, CAR, dan FDR Bank Syariah, serta tingkat BI rate
dan Inflasi
Tahun NPF (%) CAR (%) FDR (%) Inflasi (%) BI rate(%)
2011 2,52 16,63 88,94 3,8 6,0
2012 2,22 14,13 100,00 4,3 5,8
2013 2,62 14,42 100,32 8,4 5,7
2014 4,95 15,74 86,66 8,4 7,8
2015 4,84 15,02 88,03 3,4 7,5
Sumber: Statistik Perbankan Syariah dan website BI
5
Beberapa tahun terakhir, statistika perbankan syariah menunjukkan
tingkat pembiayaan bermasalah pada bank syariah cenderung meningkat. Hal
tersebut terjadi seiring dengan meningkatnya nilai inflasi dan BI rate.
Dari tabel diatas, dapat kita lihat bahwa tingkat pembiayaan
bermasalah pada bank syariah cenderung meningkat. Terlihat NPF pada tahun
2014 mengalami kenaikan yang cukup drastis dari tahun sebelumnya yaitu
sebesar 4,95%, bahkan NPF beberapa Bank Syariah mencapai angka di atas
batas standar NPF yang baik untuk bank yaitu 5%. Beberapa bank syariah
tersebut di antaranya adalah Bank Victoria Syariah dengan NPF sebesar 7,1%
di tahun 2014 dan 9,8% di tahun 2015, serta Mybank Syariah dengan NPF
sebesar 6,4% di tahun 2015. Nilai NPF yang terlalu tinggi dapat berpengaruh
buruk terhadap profitabilitas suatu bank. Apabila rasio NPF semakin
meningkat tandanya Bank Syariah harus mulai berhati-hati, karena hal
tersebut dapat memperbesar potensi kebangkrutan. Peningkatan Nilai NPF di
atas beriringan dengan meningkat pula tingkat BI rate dan Inflasi. Tingkat
inflasi pada tahun 2013 mengalami peningkatan dua kali lipat dari tahun
sebelumnya. BI rate juga mengalami peningkatan pada tahun 2014 yaitu
sebesar 7,3%. Peningkatan tingkat BI rate dilakukan untuk mengimbangi
inflasi yang ketika itu juga meningkat.
Rasio FDR mengalami penurunan pada tahun 2014 dari tahun
sebelumnya, namun secara umum, nilainya masih berada di batas toleransi
FDR menurut Dendawijaya (2009) yaitu sekitar 85%-100%. Hal ini
menunjukkan bahwa Bank Syariah harus lebih memperhatikan manajemen
likuiditas mereka, karena FDR yang terlalu tinggi dapat beresiko pada potensi
kebangkrutan. Di sisi lain, rasio CAR Bank Umum Syariah masih dalam
kategori aman selama periode 2011-2015 karena nilainya berada di atas 5%.
Meskipun begitu, Bank Syariah perlu memperhatikan aktiva produktif karena
menurut penelitian Pratama (2016) mengatakan bahwa rasio CAR yang sangat
tinggi tidak selalu memberikan hasil yang baik bagi pengelolaan aktiva yang
beresiko yang akan berdampak pada tingkat kesehatan bank, hal ini
dikarenakan bank yang tidak mampu dalam mengelola aktiva yang beresiko
6
tersebut, atau dapat diindikasikan bank tersebut tidak cukup melakukan
perluasan dalam melakukan investasi pada aktiva yang beresiko dalam
memperoleh pendapatan bagi bank.
Dengan demikian, penelitian ini penting untuk dilakukan karena masih
terdapat perbedaan hasil penelitian dalam mengukur potensi kebangkrutan
menggunakan metode Altman Z-Score dan belum banyak peneliti yang
melakukan penelitian mengenai faktor internal dan eksternal apa yang
mempengaruhi potensi kebangkrutan perbankan syariah. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan variabel NPF (Non Ferforming Finance), CAR (Capital
Adequacy Ratio), dan FDR (Financial to Deposit Ratio) sebagai faktor
internal dan variabel Inflasi dan BI rate sebagai faktor eksternal.
Dari pemaparan permaslahan di atas, dan dengan beberapa variabel
tersebut maka penulis melakukan penelitian yang berjudul “FAKTOR
INTERNAL DAN EKSTERNAL YANG MEMPENGARUHI POTENSI
KEBANGKRUTAN PERBANKAN SYARIAH DI INDONESIA
(METODE ALTMAN Z-SCORE MODIFIKASI)”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah-masalah tersebut
cukup luas untuk dibahas dalam penelitian ini, maka penulis perlu untuk
membatasi permasalahan yang akan dibahas. Oleh karena itu, pembahasan
hanya akan dibatasi sebagai berikut:
a. Variabel independen yang digunakan adalah NPF (Non Ferforming
Finance), CAR (Capital Adequacy Ratio), dan FDR (Financial to
Deposit Ratio) sebagai faktor internal dan variabel Inflasi dan BI rate
sebagai faktor eksternal.
b. Variabel dependen adalah nilai Z-score dari hasil perhitungan
menggunakan metode Altman Z-score.
7
c. Objek penelitian yang digunakan adalah 6 Bank Umum Syariah di
Indonesia yaitu Bank BCA Syariah, BRI Syariah, BJB Syariah, Bank
Panin Syariah, Bank Victoria Syariah dan Maybank Syariah.
d. Data yang digunakan berdasarkan Laporan Keuangan Tahunan 6 Bank
Syariah mulai tahun 2011 hingga tahun 2015.
2. Perumusan Masalah
a. Bagaimana pengaruh variabel bebas faktor internal yaitu NPF,
CAR, dan FDR secara parsial terhadap potensi kebangkrutan Bank
Umum Syariah pada tahun 2011-2015?
b. Bagaimana pengaruh variabel bebas faktor eksternal yaitu Inflasi
dan BI rate secara parsial terhadap potensi kebangkrutan Bank
Umum Syariah pada tahun 2011-2015?
c. Bagaimana pengaruh NPF, CAR, FDR, Inflasi dan BI rate secara
simultan terhadap potensi kebangkrutan Bank Umum Syariah pada
tahun 2011-2015?
d. Variabel mana di antara NPF, CAR, FDR, Inflasi dan BI rate yang
paling dominan mempengaruhi potensi kebangkrutan Bank Umum
Syariah pada tahun 2011-2015?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berkaitan dengan rumusan masalah penelitian di atas, maka
penelitian ini bertujuan untuk:
a. Untuk menganalisis pengaruh variabel bebas faktor internal yaitu
NPF, CAR, dan FDR secara parsial terhadap potensi kebangkrutan
Bank Umum Syariah pada tahun 2011-2015?
b. Untuk menganalisis pengaruh variabel bebas faktor eksternal yaitu
Inflasi dan BI rate secara parsial terhadap potensi kebangkrutan Bank
Umum Syariah pada tahun 2011-2015?
8
c. Untuk menganalisis pengaruh NPF, CAR, FDR, Inflasi dan BI rate
secara simultan terhadap potensi kebangkrutan Bank Umum Syariah
pada tahun 2011-2015
d. Untuk Mengetahui variabel mana di antara NPF, CAR, FDR, Inflasi
dan BI rate yang paling dominan mempengaruhi potensi kebangkrutan
Bank Umum Syariah pada tahun 2011-2015?
2. Manfaat Penelitian
a. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, ilmu
pengetahuan dan referensi bagi peneliti selanjutnya serta dapat
menerapkan teori yang telah diperoleh selama perkuliahan.
b. Bagi Instansi Terkait
Penelitian ini dapat memberikan informasi tentang potensi
kebangkrutan Bank Umum Syariah di Indonesia dan apakah NPF,
CAR, FDR, Inflasi, dan BI rate berpengaruh terhadap potensi
kebangkrutan Bank Umum Syariah serta dapat dijadikan bahan
rujukan bagi pemerintah dalam pengambilan keputusan terkait dengan
tindakan untuk mencegah terjadinya kebangkrutan pada bank syariah.
c. Bagi Bank Syariah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran kepada Bank
Syariah tentang kondisi perusahaannya pada saat ini dan mengetahui
faktor yang berpengaruh menyebabkan terjadinya potensi
kebangkrutan pada bank tersebut, sehingga bank dapat melakukan
upaya pencegahan terhadap potensi kebangkrutan.
D. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini membahas latar belakang penelitian, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, dan sistematika
penulisan.
9
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi landasan teori dalam penelitian yang
didasarkan pada teori-teori yang relevan, lalu membahas
review studi terdahulu yang fokus penelitiannya mirip
dengan penelitian yang sedang dilakukan dan
menggambarkan kerangka pemikiran dalam penelitian.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisi penjelasan operasional variabel yang
digunakan dalam penelitian, sampel penelitian, jenis dan
sumber data, serta metode analisis data yang digunakan
dalam penelitian.
BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi informasi mengenai nilai Altman Z-score
untuk melihat potensi kebangkrutan pada seluruh Bank
Umum Syariah. Selain itu, pada bab ini juga dipaparkan
hasil analisis statistic berupa Uji Asumsi Ordinary Least
Square (OLS) dan Uji Statistik Regresi Data Panel serta
analisis deskriptif yang menunjukkan pengaruh
pembiayaan bermasalah, WCTA, BOPO, Inflasi dan BI
rate terhadap potensi kebangkrutan Bank Umum Syariah.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisi kesimpulan mengenai hasil penelitian dan
saran yang diberikan berkaitan dengan hasil peneitian bagi
pihak-pihak yang berkepentingan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Pengertian dan Fungsi Bank Syariah
Menurut Undang-Undang RI No. 10 pasal 1 ayat 2 Tahun 1998 tanggal 10
November 1998 tentang Perbankan, yang dimaksud dengan bank adalah badan
uasaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan
menyalurkan kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk
lainnya dalam rangka taraf hidup rakyat banyak (Kasmir, 2015:13).
Pengertian Bank Syariah menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008
pasal 1 butir 7 Bank Syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan prinsip syariah. Perbankan syariah di Indonesia menurut
kelembagaannya dibagi menjadi 3 kelompok yaitu Bank Umum Syariah
(BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS).
Fungsi bank selama ini dikenal sebagai intermediary (penghubung) antara
pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Selain
menjalankan fungsi jasa keuangan seperti yang disebutkan tersebut, maka
dalam bank syariah memiliki fungsi yang sedikit berbeda dengan bank
konvensional. Bank syariah bukan hanya berperan sebagai sebuah lembaga
usaha, tapi juga berperan sebagai lembaga sosial.
Menurut Sofyan Harahap (2004:5) fungsi bank syariah yaitu, manejer
investasi, investor, jasa keuangan, dan fungsi sosial
a. Manajer investasi
Bank Syariah bertindak sebagai manajer investasi dari pemilik
dana dimana dana yang dikumpuljan tersebut disalurkan pada
pembiayaan produktif, sehingga dana yang disalurkan tersebut
memperoleh keuntungan yang dapat dibagihasilkan antar pihak
Bank Syariah dengan pemilih dana.
11
b. Investor
Bank Syariah dapat menginvestasikan dana yang disimpan pada
bank tersebut (dana pemilik bank maupun dana rekening investasi)
dengan jenis pada pola investasi sesuai dengan syariah.
c. Jasa keuangan
Bank Syariah memberikan layanan kliring, transfer, inkaso,
pembayaran gaji, dan lain sebagainya, hanya saja yang sangat
diperhatikan adalah prinsip-prinsip syariah yang tidak boleh
dilaggar.
d. Fungsi sosial
Bank syariah memberikan pelayanan sosial melalui dana qordh
(pinjaman kebajikan) atau zakatb dan dana sumbangan sesuai
dengan prinsip-prinsip Islam.
2. Laporan Keuangan Perbankan Syariah
a. Pengertian Laporan Keuangan
Dalam pengertian yang sederhana, laporan keuangan adalah:
laporan yang menunjukkan kondisi keuangan perusahaan pada saat ini
atau dalam suatu periode tertentu. (Kasmir, 2008: 7). Dalam pernyataan
standar akuntansi (PSAK) No. 101 laporan keuangan yang lengkap
biasanya meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan arus kas, laporan
perubahan ekuitas, laporan perubahan investasi terkait, laporan sumber
dan penggunaan dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS), laporan sumber dan
pengguna dana qordhul hasan, dan catatan atas laporan keuangan.
Inti dari laporan keuangan adalah menggambarkan pos-pos keuangan
yang diperoleh dalam suatu periode. Perangkat laporan keuangan lengkap
yang harus diterbitkan oleh bank-bank Islam terdiri dari: (Arifin, 2006: 67)
1. Laporan Posisi Keuangan (Neraca)
2. Laporan laba-rugi
3. Laporan Arus Kas
4. Laporan Perubahan Modal Pemilik dan laporan laba ditahan
12
5. Laporan Perubahan Investasi Terbatas
6. Laporan sumber dan penggunaan dana zakat dan sumbangan
(apabila bank bertanggung jawab atas pengumpulan dan
pembagian zakat)
7. Laporan sumber dan penggunaan dana qard
8. Catatan-catatan laporan keuangan
9. Pernyataan, laporan dan data lain yang membantu dalam
menyediakan informasi yang diperlukan oleh para pemakai laporan
keuangan sebagaimana ditentukan dalam statement of objective.
Laporan keuangan yang diterbitkan oleh Bank haruslah dalam bentuk
laporan yang komparatif, yang paling tidak, mencangkup laporan
keuangan dari periode sebelumnya yang bisa dibandingkan, sehingga
memungkinkan para pemakai untuk membedakan antaraperubahan
sebenarnya di dalam posisi keuangan bank, hasil-hasil operasinya, cash-
flow-nya, sumber-sumber penggunaan dana zakat, dan lain sebagainya.
b. Tujuan Laporan Keuangan
Tujuan utama dari laporan keuangan adalah menyediakan
informasi menyangkut posisi keuangan, kinerja serta perubahan posisi
keuangan suatu entitas syariah yang bermanfaat bagi sejumlah besar
pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Di samping itu, tujuan
lainnya adalah: (KDPPLKS 2007: Paragraf 30)
1. Meningkatkan kepatuhan terhadap prinsip syariah dalam semua
transaksi dan kegiatan usaha;
2. Informasi kepatuhan entitas syariah terhadap prinsip syariah, serta
informasi aset kewajiban, pendapatan dan beban yang tidak sesuai
dengan prinsip syariah, bila ada, dan bagaimana perolehan dan
penggunaannya;
3. Informasi untuk membantu mengevaluasi pemenuhan tanggung jawab
entitras syariah terhadap amanah dalam mengamankan dana,
menginvestasikannya pada tingkat keuntungan yang layak; dan
13
4. Informasi mengenai tingkat keuntungan investasi yang diperoleh
penanam modal dan pemilik dana syirkah, termasuk pengelolaan dan
penyaluran zakat, infak, sedekah, dan wakaf.
c. Analisis Laporan Keuangan
Menurut Harahap (Harahap, 2006:190) analisis laporan keuangan
adalah menguraikan pos-pos laporan keuangan menjadi unit informasi
yang lebih kecil dan melihat hubungannya yang bersifat signifikan atau
yang mempunyai makna antara yang satu dengan yang lain, baik antara
data kuantitatif, maupun data non-kuantitatif dengan tujuan untuk
mengetahui kondisi keuangan lebih dalam yang sangat penting dalam
menghasilkan keputusan yang tepat.
Tujuan analisis laporan keuangan adalah untuk memberikan
informasi kepada para pemakai laporan keuangan dengan berbagai teknik
dan metode yang berguna untuk menilai kinerja, keputusan investasi dan
memprediksi keadaan perusahaan di masa yang akan datang (Harahap,
2006:195).
Hasil analisis laporan keuangan akan memberikan informasi tentang
kelemahan dan kekuatan yang dimiliki perusahaan. Dengan mengetahui
kelemahan ini, maka manajemen akan dapat memperbaiki atau menutupi
kelemahan tersebut.
Agar laporan keuangan menjadi lebih berarti, sehingga dapat
dipahami dan dimengerti oleh berbagai pihak, maka perlu dilakukan
analisis terhadap laporan. Dalam melakukan analisis laporan keuangan
perlu dilakukan secara cermat dengan menggunakan metode dan teknik
analisis yang tepat, sehingga hasil yang diharapkan benar-benar tepat pula.
Menurut Prastowo dalam Ihsan (2016:51) dalam praktiknya terdapat dua
macam metode analisis laporan keuangan yang biasa dipakai, yaitu:
Analisis vertikal (statis).
Analisis vertikal merupakan analisi yang dilakukan terhadap hanya
1 periode laporan keuangan saja. Analisis dilakukan antara pos-pos
14
yang ada, dalam satu periode. Informasi yang diperoleh hanya
untuk satu periode saja dan tidak diketahui perkembangan dari
periode ke periode tidak diketahui.
Analisis horizontal (dinamis).
Analisis horizontal merupakan analisis yang dilakukan dengan
membandingkan laporan keuangan untuk beberapa periode. Dari
hasil analisis ini akan terlihat perkembangan perusahaan dari
periode yang satu ke periode yang lain.
3. Potensi Kebangkrutan
Amilia dalam Radia Purbayati (2010), kebangkrutan adalah kegagalan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban kepada debitur karena perusahaan
mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan
usahanya sehingga tujuan ekonomi yaitu profit tidak tercapai. Sedangkan
menurut Sentosa Sembiring, bangkrut mengacu pada “hukum kepailitan
Negara Anglo Saxon yang menyebutnya Bankruptcy yang berarti
ketidakmampuan membayar utang (Sembiring, 2006: 11).
Potensi kebangkrutan dapat pula dikatakan sebagai financial distress, yang
artinya adalah gejala awal atau kemungkinana akan terjadinya bangkrut, yaitu
kondisi dimana keuangan perusahaan mengalami kesulitan keuangan dalam
operasional ditandai dengan ketidakmampuan bank memenuhi kewajiban-
kewajiban yang jatuh tempo sehingga terancam mengalami kebangkrutan
(Aprylia, 2016:37).
Penyebab utama kebangkrutan dapat berasal dari faktor eksternal maupun
faktor internal. Secara garis besar penyebab kebangkrutan biasa dibagi
menjadi dua faktor, yaitu faktor internal perusahaan dan faktor eksternal, baik
yang bersifat khusus yang berkaitan langsung dengan perusahaan atau yang
bersifat umum.
Faktor internal adalah sebab-sebab yang timbul dari dalam perusahaan itu
sendiri, yang meliputi sebab financial dan non financial. (Munawir, 2002:
289).
15
a. Sebab yang meliputi bidang finansial, yaitu:
1. Utang yang terlalu besar, menimbulkan beban tetap yang berat bagi
perusahaan.
2. Adanya “current liabilities” yang lebih besar daripada “current
assets”.
3. Banyaknya piutang yang tidak tertagih.
4. Kesalah dalam kebijakan pemberian deviden.
5. Tidak cukupnya dana-dana penyusutan
b. Sebab yang meliputi bidang non finansial, yaitu:
1. Adanya kesalahan pada para pendiri perusahaan.
2. Kurang baiknya struktur organisasi perusahaan.
3. Kesalahan dalam memilih pimpinan perusahaan.
4. Adanya “managerial incompetency”.
Faktor eksternal adalah sebab-sebab yang timbul atau berasal dari luar
perusahaan dan yang berada di luar kekuasaan atau kontrol dari pemimpin
perusahaan atau badan usaha, contohnya:
a. Adanya persaingan yang hebat
b. Berkurangnya permintaan terhadap produk yang dihasilkan
c. Turunnya harga-harga lain sebagainya.
Dalam dunia perbankan, dapat terjadi banyak peristiwa yang berimbas
pada terjadinya kerugian bagi kegiatan operasional bank. Ditambah lagi
globalisasi dalam perekonomian saat ini menyebabkan risiko perbankan
menghadapi kemungkinan-kemungkinan terjadinya situasi yang memburuk
semakin besar.
Agar dapat mengendalikan risiko yang dapat mengakibatkan
kebangkrutan, maka kita harus mengenal risiko apa saja yang dapat
mengancam dunia perbankan. Berikut ini secara ringkas akan digambarkan
jenis-jenis utama yang dihadapi perbankan tersebut: (Masyhud Ali, 2006:19)
a. Risiko Pasar (Market Risk)
Market risk adalah risiko kerugian pada posisi portofolio trading pada on
dan off balance sheet. Kerugian itu muncul sebagai akibat dari terjadinya
16
perubahan harga pasar asset dan liabilities bank tersebut. perubahan harga
tersebut merupakan akibat terdapatnya perubahan faktor pasar seperti
tingkat suku bunga bank, nilai tukar mata uang, harga saham, dan sekuritas
serta harga komoditas.
b. Risiko Kredit (Credit Risk)
Risiko kredit adalah risoko dari kemungkinan terjadinya kerugian bank
sebagai akibat dari tidak dilunasinya kembali kredit yang diberikan bank
kepada debitur maupun counterparty lainnya.
c. Risiko Operasional (Operational Risk)
Operational risk adalah risiko terjadinya kerugian bagi bank yang
diakibatkan oleh ketidakcukupan atau kegagalan proses di dalam
manajemen bank, sumber daya manusia, dan sistem. Risiko kerugian itu
pula dapat terjadi sebagai akibat dari faktor-faktor di luar bank.
Persaingan antar perusahaan menjadi semakin ketat. Persaingan yang
sangat ketat ini menuntut perusahaan untuk selalu memperkuat fundamental
manajemen sehingga akan mampu bersaing dengan perusahaan lain.
Ketidakmampuan mengantisipasi perkembangan global dengan memperkuat
fundamental manajemen akan mengakibatkan pengecilan dalam volume usaha
yang pada akhirnya mengakibatkan kebangkrutan.
Untuk mengatasi potensi kebangkrutan tersebut, diperlukan suatu early
warning system yang dapat memprediksi kondisi finansial suatu perusahaan,
sehingga perusahaan dapat melakukan pencegahan untuk menghindari
terjadinya kebangkrutan.
4. Metode Altman Z-Score
Model Altman merupakan salah satu metode dengan tingkat keakuratan
yang dapat dipercaya dalam memprediksi kebangkrutan. Model Altman Z-
score sebagai salah satu pengukuran kinerja kebangkrutan dan resiko obligasi
tidak stagnan atau tetap, melainkan berkembang dari waktu ke waktu, seiring
dari kondisi dan di mana metode tersebut diterapkan (Lukviarman, 2009:19).
17
Edward I. Altman, Ph. D. adalah seorang profesor dan ekonom keuangan
dari New York University’s Stern School of Business pada tahun 1968. Altman
(1968) mempelopori penggunaan Multivariate Discriminant Analysis (MDA)
dalam memprediksi coorporate failure. MDA mengkombinasikan informasi
yang diperoleh dari multivariate independent (seperti rasio-rasio) ke dalam
nilai tunggal (single score) yang digunakan mengklasifikasi suatu observasi ke
dalam mutually exclusive groups (Endri, :38)
a. Altman Z-score Original
Pada awal mula penyusunan model Z, Altman menguji 22 rasio keuangan
dari 33 perusahaan manufaktur yang bangkrut dan 33 perusahaan yang tidak
bangkrut pada tahun 1960 sampai 1965 dan pada akhirnya didapatkan lima
rasio keuangan yang dikombinasikan dan dinilai paling berpengaruh untuk
memprediksi potensi kebangkrutan perusahaan.
Dalam membangun modelnya, Altman menggunakan rasio-rasio keuangan
yang didasarkan pada popularitasnya dalam literatur dan relevansi terhadap
penelitian, rasio yang digunakan juga memiliki lima kriteria yaitu rasio yang
dapat mencerminkan likuiditas, profitabilitas, leverage, solvency, dan rasio
aktifitas. (Kosasih, 2010:54)
Hasil studi Altman ternyata mampu memperoleh tingkat ketepatan prediksi
sebesar 95% untuk data satu tahun sebelum kebangkrutan. Untuk data dua
tahun sebelum kebangkrutan 72% (Mila Fatmawati, :58). Formula MDA
pertama yang ditemukan oleh Altman ditulis sebagai berikut (Altman, 1968:
594)
Keterangan:
Z = Bakruptcy Index
X1 = Working Capital to Total Assets
X2 = Retained Earnings to Total Assets
X3 = Earning Before Interest to Total Assets
Z = 1,2 X1 + 1,4 X2 + 3,3 X3 + 0,06 X4 + 1,0 X5
18
X4 = Market Value of Equity to Book Value of Debt
X5 = Sales to Total Assets
Klasifikasi hasil dari perhitungan tersebut dimasukan ke dalam cut
off point yang ditentukan Altman, yaitu:
Tabel 2. 1Kriteria Penilaian Model Altman Z-Score Original
Jika Z < 1,8 maka termasuk “safe zone”
Jika nilai 1,8 < Z < 2,99 maka termasuk “grey zone”
Jika nilai Z > 2,99 maka termasuk “distress zone”
Sumber: (Altman, 1968:598)
b. Altman Z-score Revisi
Model yang dikembangkan oleh Altman ini mengalami suatu revisi. Revisi
yang dilakukan oleh Altman merupakan penyesuaian yang dilakukan agar
model prediksi kebangkrutan ini tidak hanya untuk perusahaan manufaktur
yang go publik melainkan juga dapat diaplikasikan untuk perusahaan-
perusahaan di sektor swasta. Altman mengubah pembilang Market Value of
Equity to Book Value of Total Debt pada X4 menjadi variabel book value of
equity to Book Value of Total Debt karena perusahaan privat tidak memiliki
harga pasar untuk ekuitasnya (Lukviarman, 2009:17).
Bentuk formula MDA atau Z-score hasil pengembangan Altman adalah
(Altman, 2000:20):
Keterangan:
Z = Bakruptcy Index
X1 = Working Capital to Total Assets
X2 = Retained Earnings to Total Assets
X3 = Earning Before Interest to Total Assets
X4 = Book Value of Equity to Book Value of Total Debt
X5 = Sales to Total Assets
Z = 0,717X1 + 0,847X2 + 3,108X3 + 0,42 X4 + 0,988 X5
19
Klasifikasi perusahaan yang sehat dan bangkrut didasarkan pada nilai Z-
score model Altman (1983), yaitu:
Tabel 2. 2Kriteria Penilaian Model Altman Z-Score Revisi
Jika Z < 1,23 maka termasuk “safe zone”
Jika nilai 1,23 < Z < 2,9 maka termasuk “grey zone”
Jika nilai Z > 2,9 maka termasuk “distress zone”
Sumber: (E. Altman dkk, 2000)
c. Altman Modifikasi
Dasar pemikiran Altman menggunakan analisis diskriminan bermula dari
keterbatasan analisa rasio yaitu metodologinya yang pada dasarnya bersifat
menyimpang yang artinya rasio diuji secara terpisah, sehingga pengaruh
kombinasi dari beberapa rasio hanya didasarkan pada pertimbangan para
analisis keuangan. Oleh karena itu, untuk mengatasi kekurangan analisa rasio
maka perlu dikombinasikan berbagai rasio agar menjadi suatu model prediksi
yang berarti (Ramadhani dan Lukviarman, 2009:19).
Seiring dengan berjalannya waktu dan penyesuaian terhadap berbagai jenis
perusahaan, Altman kemudian merevisi modelnya supaya dapat diterapkan
pada semua perusahaan, seperti manufaktur, non manufaktur, dan perusahaan
penerbit obligasi di negara berkembang (emerging market). Dalam Z-score
modifikasi ini Altman mengeliminasi variabel X5 (sales to total asset) karena
rasio ini sangat bervariatif pada industri dengan ukuran aset yang berbeda-
beda (Ramadhani dan Lukviarman, 2009:20).
Berikut ini adalah model Altman Z-score (1995) modifikasi yang
merupakan gabungan dari empat rasio keuangan:
Di mana:
Z = Financial distress
X1 = Working Capital to Total Assets
X2 = Retained Earnings to Total Assets
Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,73 X3 + 1,05 X4
20
X3 = Earning Before Interest to Total Assets
X4 = Book Value of Equity to Book Value of Total Debt
Klasifikasi hasil dari perhitungan tersebut dimasukan ke dalam cut
off point yang ditentukan Altman, yaitu:
Tabel 2. 3Kriteria Penilaian Altman Z-Score Modifikasi
Jika Z < 2,6 maka termasuk “safe zone”
Jika nilai 1,1 < Z < 2,6 maka termasuk “grey zone”
Jika nilai Z > 1,1 maka termasuk “distress zone”
Sumber: (E. Altman dkk, 2000)
Dalam penelitiannya, Altman menerapkan bahwa ambang batas
perusahaan yang sehat adalah apabila nilai Z-Score berada di antara 2,99 dan
1,81, artinya jika Z-Score perusahaan berada di atas 2,99 maka perusahaan
dinyatakan sehat atau berada dalam kategori “safe zone”. Sebaliknya, jika Z-
Score perusahaan berada di bawah 1,81 maka perusahaan dapat dinyatakan
bahwa perusahaan berpotensi bangkrut. Perusahaan dalam hal ini tidak berada
dalam kategori bangkrut dan tidak pula berada dalam kategori sehat, keadaan
tengah-tengah ini disebut kategori abu-abu atau “grey zone”.
5. Faktor Internal
Telah dijelaskan sebelumnya bahwa potensi kebangkrutan sebuah bank
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, baik dari faktor internal maupun faktor
eksternal. Untuk memprediksi faktor internal yang berpengaruh pada potensi
kebangkrutan sebuah bank dapat dilihat dari rasio keuangan pada laporan
keuangan bank yang bersangkutan.
Pada penelitian ini, rasio keuangan yang digunakan peneliti untuk melihat
faktor yang mempengaruhi potensi kebangkrutan bank adalah NPF (Non
Performing Finance), WCTA (Working Capital to Total Asset), dan BOPO
(Beban Operasional atas Pendapatan Operasional).
a. NPF (Non Performing Fnance)
21
NPF adalah rasio yang didapat dengan cara membandingkan
pembiayaan bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan. Rasio
ini menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola
pembiayaan bermasalah yang diberikan oleh bank. Semakin kecil nilai dari
rasio ini menunjukkan indikasi bank umum syariah akan mendapatka laba
yang tinggi, karena pembiayaan yang disalurkan tidak ada yang macet
(Kartika, 2016:43).
Rasio ini menunjukkan bahwa kemampuan manajemen bank dalam
mengelola kredit bermaslah yang diberikan oleh bank. Sehingga semakin
tinggi rasio ini maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang
menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin besar maka
memungkinkan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin besar
(Hariyani, 2010:52).
Selain itu, Ihsan mengungkapkan bahwa Non Performing Finance
(NPF) adalah alat ukur tingkat permasalahan pembiayaan yang dihadapi
oleh bank syariah. Adapun standar terbaik Non Performing Finance (NPF)
adalah kurang dari 5%. (Ihsan, 2013:96).
Rumus NPF adalah:
Berikut ini adalah kriteria penilaian peringkat NPF menurut Bank
Indonesia:
Tabel 2. 4 Kriteria Rasio NPF
Rasio Peringkat
NPF < 2% 1
2% ≤ NPF < 5% 2
5% ≤ NPF < 8% 3
8% ≤ NPF < 12% 4
≥ 12% 5
Sumber: Surat Edaran Bank Indonesia N0. 13/24/DPNP2011
NPF = Pembiayaan bermasalah x 100%
Total Pembiaayan
22
Berikut adalah beberapa pengertian kolektabilitas kredit menurut
ketentuan BI:
1. Kredit lancar (Kolekabilitas 1), yaitu kredit yang pembayaran
pokok pinjaman dan bunganya tepat waktu, perkembangan
rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan
persyaratan kredit.
2. Kredit dalam perhatian khusus (Kolektabilitas 2), yaitu kredit yang
pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran pokok bunganya
terdapat tunggakan telah mencapai 1 hari sampai 90 hari waktu
yang disepakati.
3. Kredit kurang lancar (Kolektabilitas 3), yaitu kredit yang
pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran pokok bunganya
terdapat tunggakan telah mencapai 90 hari sampai 180 hari waktu
yang disepakati.
4. Kredit diragukan (Kolektabilitas 4), yaitu kredit yang
pengembalian pokok pinjaman dan pembayaran pokok bunganya
terdapat tunggakan telah mencapai 180 hari sampai 270 hari waktu
yang disepakati.
5. Kredit macet (Kolektabilitas 5), yaitu kredit yang pengembalian
pokok pinjaman dan pembayaran pokok bunganya terdapat
tunggakan telah melampaui 270 hari.
b. CAR (Capital Adequacy Ratio)
Modal merupakan aspek yang penting bagi suatu unit usaha
khususnya Bank Syariah. Karena suatu bank dapat menjalankan
operasionalnya dan dapat dipercaya oleh masyarakat, salah satunya
dipengaruhi oleh tingkat kecukupan modal bank yang dapat
menggambarkan kemampuan bank dalam melakukan seluruh kegiatan
operasionalnya. Dalam penelitian ini tingkat kecukupan modal diukur
dengan menggunakan CAR (Capital Adequacy Ratio)
23
CAR = Modal x 100%
ATMR
Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan rasio yang
memperlihatkan seberapa jauh aktiva bank yang mengandung risiko
(kredit, penyertaan surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut dibiayai
dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana dari
sumber-sumber di luar bank, seperti dana masyarakat, pinjaman atau
utang, dan lain-lain. (Dendawijaya, 2003:122).
Menururt Kasmir nilai minimum Capital Adequacy Ratio (CAR)
yang harus dipenuhi oleh setiap bank, baik bank umum konvensional
maupun bank umum syariah harus 8%. (Kasmir, 2009:50). CAR
merupakan indikator terhadap kemampuan bank untuk menutupi
penurunan aktivanya sebagai akibat dari kerugian-kerugian bank yang
disebabkan oleh aktiva yang beresiko (Dendawijaya, 2009:121). Rasio ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Skala predikat kesehatan bank, rasio CAR dan nilai kredit untuk
permodalan bank adalah sebagai berikut:
Tabel 2. 5 Kriteria Rasio CAR
No Predikat Rasio CAR Nilai Kredit
1 Sehat 8,00% - 9,99% 81 – 100
2 Cukup Sehat 7,90% - < 8,00% 66 - < 81
Setiap penurunan 0,1%
ditentukan dari pemenuhan
KPMM sebesar 7,9%
Nilai Kredit
dikurangi minimum
Sumber: (Harmono, 2014:116)
c. FDR (Financing to Deposit Ratio)
Loan to Deposit Ratio (LDR) merupakan perbandingan total kredit
yang diberikan dengan total Dana Pihak Ketiga yang dapat dihimpun oleh
bank. Dalam bank syariah, istilah LDR dikenal dengan Financing to
Deposit Ratio (FDR). Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah rasio
24
antara jumlah kredit yang diberikan dengan dana yang diterima (Riyadi,
2006:165).
Rasio FDR digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam
membayar kembali kewajiban kepada para nasabah yang telah
menanamkan dananya melalui pembiayaan yang telah diberikan kepada
para debitur.
Menurut Dendawijaya, Financing to Deposit Ratio (FDR)
merupakan rasio antara jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana
yang diterima oleh bank. Rasio ini menunjukan salah satu penilaian
likuiditas bank. Dengan kata lain, seberapa jauh penyaluran pembiayaan
kepada nasabah dapat mengimbangi kewajiban bank syariah untuk segera
memenuhi permintaan deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang
telah disalurkan oleh bank syariah (Dendawijaya, 2003:118).
Sementara itu, Kasmir mengartikan FDR sebagai rasio untuk
mengukur jumlah kredit yang diberikan dibandingkan dengan jumlah dana
masyarakat dan modal sendiri yang digunakan (Kasmir, 2004:319). Batas
maksimum FDR adaah 110%, berikut adalah rumus untuk menghitung
nilai FDR sebuah bank:
Skala predikat, rasio, dan nilai kredit FDR bank adalah sebagai
berikut:
Tabel 2. 6 Kriteria penilaian FDR
No Predikat Rasio Nilai Kredit
1 Sehat ≤ 94,75% 81-100
2 Cukup Sehat 94,76% - 98,5% 66-81
3 Kurang Sehat 98,51% - 102,25% 51-66
4 Tidak Sehat > 100% 0-<51
Sumber: (Harmono, 2014:122)
FDR = Jumlah kredit yang disalurkan x 100%
Total Dana Pihak Ketiga + Modal
25
6. Faktor Eksternal
a. Inflasi
Inflasi merupakan kecenderungan kenaikan tingkat harga secara terus
menerus dalam periode tertentu. Kenaikan harga dari satu dua barang saja
tidak bisa disebut inflasi. Kecuali bila kenaikan tersebut meluas dan
mengakibatkan sebagian besar dari harga barang-barang lain juga ikut naik
(Tinton, 2015: 4).
Ekonom Islam Taqiudin Ahmad ibn al-Maqrizi dalam menggolongkan
inflasi ke dalam dua bentuk, yaitu:
1. Natural Inflation
Inflasi jenis ini diakibatkan oleh sebab-sebab alamiah dimana orang
tidak mempunyai kendali atasnya, dan inflasi ini diakibatkan oleh turunnya
penawaran agregatif atau naiknya permintaan agregatif. Natural inflation
dapat dijelaskan sebagi berikut:
Gangguan terhadap jumlah barang dan jasa yang diproduksi
dalam suatu perekonomian. Misalnya jumlah barang dan
jasa turun tetapi jumlah uang beredar dan
kecepatanperedaran uang tetap, maka konsekuensinya harga
barang meningkat.
Naiknya daya beli masyarakat secara riil. Misalnya nilai
ekspor lebih besar daripada nilai impor, sehingga secara
netto terjadi impor uang yang mengakibatkan jumlah uang
beredar turun. Apabila kondisi ini berlaku sedangkan
kecepatan peredaran uang, jumlah uang ddan jumlah jasa
tetap maka harga akan meningkat.
2. Human Error Inflation
Human error inflation dikatakan sebagai inflasi yang diakibatkan
oleh kesalahan manusia itu sendiri. Penyebab human error inflation bisa
dikelompokan sebagai berikut:
Korupsi dan administrasi yang buruk
26
Pajak yang berlebihan
Pencetakan uang dengan maksud menarik keuntungan yang
berlebihan.
b. BI rate
Pengertian dasar tingkat suku bunga yaitu sebagai harga dari
penggunaan uang untuk jangka tertentu. Tingkat suku bunga Bank
Indonesia (BI rate) adalah suku bunga kebijakan yang mencerminkan sikap
atau stance kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank Indonesia dan
diumumkan kepada publik. BI rate merupakan indikasi suku bunga jangka
pendek yang diinginkan bank Indonesia dalam upaya mencapai target
inflasi (Bank Indonesia).
Menurut Pohan (2008) dalam Syahirul Alim (2014:209),
perkembangan tingkat bunga yang tidak wajar secara langsung dapat
mengganggu perkembangan perbankan. Suku bunga yang tinggi di satu sisi
akan meningkatkan hasrat masyarakat untuk menabung sehingga jumlah
dana perbankan akan meningkat. Namun di sisi lain suku bunga yang tinggi
akan meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh dunia usaha sehingga
mengakibatkan penurunan kegiatan produksi di dalam negeri. Menurunnya
produksi akan menurunkan kebutuhan dana dari sektor usaha dan berakibat
pada permintaan kredit bunga yang menurun. Hal ini akan menimbulkan
permaslahan kemana dana tersebut akan disalurkan.
BI rate atau suku bunga Bank Indonesia selanjutnya ditetapkan
sebagai patokan bagi suku bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank
atau lembaga-lembaga keuangan lainnya. Meskipun bank syariah tidak
menerapkan sistem bunga, namun pada penerapannya bank syariah masih
menjadikan suku bunga sebagai pertimbangan dalam menentukan harga
pembiayaan. Hal ini dilakukan agar bank syariah tetap bisa bersaing dengan
bank konvensional.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka dalam penelitian ini peneliti
menggunakan variabel tingkat suku bunga atau BI rate dan inflasi sebagai
faktor eksternal yang dapat mempengaruhi potensi kebangkrutan bank
27
syariah. Suku bunga dan inflasi tidak dapat dipisahkan. Tingkat inflasi dan
suku bunga berfluktuasi sepanjang waktu. Dalam jangka panjang suku
bunga dipengaruhi tingkat inflasi yang diperkirakan inflasi berdampak
meningkatnya suku bunga, apabila inflasi tinggi secara seharusnya suku
bunga juga meningkat, walaupun dalam praktiknya tidak selalu begitu,
sedangkan sebaliknya pendapatan atau daya beli investor menurun.
(Kasmir, 2010:57).
B. Keterkaitan Antar Variabel Dependen dengan Variabel Independen
1. Hubungan NPF (Non Performing Finance) dengan Potensi
Kebangkrutan
Di setiap sistem keuangan beberapa negara menggunakan rasio NPL atau
kredit bermasalah sebagai sebuah Financial Stress Index (FSI) Negara mereka.
metode penelitian yang dilakukan untuk mengukur stabilitas perbankan yang
banyak digunakan adalah dengan menggunakan variabel NPL, hal ini
dikarenakan variabel tersebut dianggap bisa mencerminkan akibat langsung
dari goncangan makroekonomi yang ada. Anggapan ini didasarkan pada acuan
IMF yang menjadikan NPL sebagai FSI. (Khadapi, 2016:47).
Menurut Adityanto kemampuan manajemen Bank dalam mengelola kredit
bermasalah dapat ditunjukkan oleh rasio NPL, dimana semakin tinggi rasio
NPL maka akan semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan
jumlah kredit bermasalah semakin besar sehingga dapat mengakibatkan
kebangkrutan. Bank Indonesia telah menetapkan ketentuan NPL sebesar 5%.
Apabila bank mampu menekan rasio NPL di bwah 5%, maka potensi
keuntungan yang diperoleh akan semakin besar. Lukman Dendawijaya
mengemukakan bahwa akibat dari timbulnya pembiayaan bermasalah dapat
berupa:
- Dengan adanya pembiayaan bermasalah bank akan kehilangan
kesempatan untuk memperoleh pendapatan dari pembiayaan yang
diberikannya, sehingga mengurangi perolehan laba dan pengaruh
buruk bagi profitabilitas atau rentabilitas bank.
28
- Return On Assets mengalami penurunan
Pendapatan bank yang berkurang secara terus menerus dapat memperbesar
potensi kebangkrutan. Almilia dan Herdiningtyas (2005) mengungkapkan
bahwa semakin buruk kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit
bermasalah semakin besar maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi
bermasalah semakin besar. Pada penelitian Rizki Ludy Wicaksana (2011)
menyatakan bahwa NPL berpengaruh positif signifikan. Selain itu, penelitian
Meilita Fitri (2014) juga menyatakan bahwa rasio NPL (istilah dalam bank
syariah adalah NPF) berpengaruh positif terhadap potensi kebangkrutan.
Penurunan pendapatan dapat menyebabkan penurunan profitabilitas sehingga
terjadi kemungkinan bank akan mengeluarkan biaya yang tinggi maka akan
terjadi NPL yang tinggi yang mengakibatkan terjadinya kebangkrutan. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa rasio NPF (Non Performing Finance)
memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan variabel potensi
kebangkrutan.
2. Hubungan CAR (Capital Adequacy Ratio) dengan Potensi
Kebangkrutan
CAR (Capital Adequacy Ratio) menyatakan seberapa kuat kecukupan
modal bank dalam menanggung aktiva tertimbang menurut risiko. Semakin
tinggi rasio tersebut memberikan indikasi semakin tingginya kekuatan bank
dalam menanggung aktiva yang beresiko. Hal ini disebabkan karena Capital
Adequacy Ratio adalah rasio kinerja bank untuk mengukur kecukupan modal
yang dimiliki bank untuk menjunjung aktiva yang mengandung atau
menghasilkan resiko, misalkan kredit yang diberikan (Dendawijaya,
2009:121).
Rasio CAR merupakan perbandingan antara jumlah modal dengan aktiva
tertimbang menurut resiko (ATMR). Pada saat ini, sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, CAR suatu bank sekurang-kurangnya sebesar 8% (Rahmawati,
2015:246). Semakin tinggi rasio ini maka menunjukkan bahwa bank semakin
solvable. Solvabilitas bank yang tinggi dapat memperkecil resiko-resiko yang
29
dapat berdampak pada potensi kebangkrutan. Hal tersebut terjadi karena
kerugian-kerugian yang ditanggung bank dapat diserap dengan baik oleh
modal yang dimiliki bank tersebut.
Sesuai dengan penelitian sebelumnya, Khadapi (2017), menyatakan bahwa
CAR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kondisi financial distress
yang berarti semakin tinggi CAR maka semakin rendah potensi kebangkrutan.
Berbeda dengan penelitian Wicaksana (2011) yang menyatakan bahwa CAR
berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap financial distress. Penelitian
Pratama (2015) menyatakan hal yang sebaliknya yaitu bahwa rasio CAR
berpengaruh positif dan signifikan terhadap financial distress. Dengan
demikian, dapat disimpulkan bahwa rasio CAR (Capital Adequacy Ratio)
memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan variabel potensi
kebangkrutan
3. Hubungan FDR (Financing to Deposit Ratio) dengan Potensi
Kebangkrutan
Menurut Dendawijaya, Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan
rasio antara jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima
oleh bank. Rasio ini menunjukan salah satu penilaian likuiditas bank. Dengan
kata lain, seberapa jauh penyaluran pembiayaan kepada nasabah dapat
mengimbangi kewajiban bank syariah untuk segera memenuhi permintaan
deposan yang ingin menarik kembali uangnya yang telah disalurkan oleh bank
syariah (Dendawijaya, 2003:118). Semakin tinggi rasio tersebut, memberikan
indikasi semakin rendahnya kemampuan likuiditas bank yang bersangkutan.
Hal ini disebabkan karena jumlah dana yang diperlukan untuk membiayai
kredit menjadi semakin besar (Dendawijaya, 2009:116)
Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Chrisna,
Ismawati (2015) dan Khadapi (2017) yang menyatakan bahwa rasio FDR
berpengaruh positif dan signifikan terhadap potensi kebangkrutan bank.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Rahmania dan Hermanto (2014)
menyatakan hasil yang sebaliknya yaitu rasio FDR berpengaruh negatif dan
30
signifikan terhadap potensi kebangkrutan bank. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa variabel FDR memiliki keterkaitan dan ketergantungan
dengan variabel potensi kebangkrutan.
4. Hubungan Inflasi dengan Potensi Kebangkrutan
Inflasi merupakan kecenderungan kenaikan harga barang secara umum
dan terjadi terus-menerus dalam periode tertentu. Inflasi yang tinggi dapat
mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat.
Menurut Sukirno dalam Desi Marilin dan Rohmawati (2012) menyatakan,
sebagai lembaga intermediasi, bank sangat rentan terhadap risiko inflasi terkait
dengan mobilitas dananya. Apabila suatu negara mengalami inflasi yang tinggi
akan menyebabkan naiknya konsumsi, sehingga akan mempengaruhi pola
saving dan pembiayaan pada masyarakat. Perubahan tersebut akan berdampak
pada kegiatan operasional bank syariah, jumlah dana dari masyarakata yang
dihimpun akan semakin berkurang sehingga nantinya akan mempengaruhi
kinerja bank syariah dalam memperoleh pendapatan dan menghasilkan profit.
Inflasi yang terlalu tinggi dampak berdampak buruk pada bank syariah.
Menurunnya daya beli masyarakat dapat berpengaruh pula pada pemenuhan
kewajiban pembiayaan yang diajukan oleh nasabah. Hal tersebut dapat
menimbulkan pembiayaan macet dan meningkatkan rasio npf. Apabila npf
sebuah bank naik dan berlangsung dalam waktu yang lama maka terdapat
kemungkinan akan adanya potensi kebangkrutan pada bank tersebut.
Menurut penelitian Syahirul Alim (2014) Inflasi termasuk salah satu
indikator ekonomi makro yang berpengaruh terhadap kinerja keuangan
perusahaan. Kenaikan inflasi akan diikuti dengan kenaikan aset Dana Pihak
Ketiga (DPK) Bank Syariah, yang kemudian akan meningkatkan profitabilitas
Bank Syariah. Akan tetapi Sulistya Ningsih (2017) menyatakan bahwa inflasi
tidak berpengaruh signifikan terhadap financial distress baik Bank Syariah
maupun Bank Konvensional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa
31
variabel Inflasi memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan variabel
potensi kebangkrutan meskipun tidak secara langsung.
5. Hubungan BI rate dengan Potensi Kebangkrutan
BI rate merupakan suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
sebagai kebiajakan moneter. Salah satu tujuan dikeluarkan kebijakan ini
adalah untuk menjaga stabilitas harga. Dengan begitu, Bank Indonesia akan
menaikan BI rate apabila terjadi inflasi yang terlalu tinggi, sebaliknya Bank
Indonesia akan menurunkan BI rate apabila tingkat inflasi berada di bawah
sasaran yang telah ditetapkan.
BI rate atau suku bunga Bank Indonesia pada umumnya ditetapkan sebagai
bunga pinjaman maupun simpanan bagi bank atau lembaga-lembaga keuangan
lainnya. Jika BI rate naik maka bunga pinjaman maupun simpanan di bank
dan lembaga keuangan lainnya juga cenderung naik. Hal ini akan
mempengaruhi pola saving dan pembiayaan bank tersebut. karena dalam
prakteknya, sebagian besar bank menyesuaikan strategi pendaan mereka
melalui harapan-harapan siklus tingkat bunga untuk memperoleh keuntungan
yang lebih besar. (Arifin, 2006:122).
Menurut Pohan dalam Alim (2014) perkembangan tingkat suku bunga
yang tidak wajar secara langsung dapat mengganggu perkembangan
perbankan. Suku bunga yang tinggi di satu sisi akan meningkatkan hasrat
masyarakat untuk menabung sehingga jumlah dana perbankan akan
meningkat. Menurut Supriyanti (2009) Inflasi yang tinggi dapat
mengakibatkan naiknya BI rate sehingga mengakibatkan bank mengeluarkan
biaya operasional yang lebih besar. Biaya operasional yang lebih besar dari
pendapatan operasional dapat memperbesar potensi kebangkrutan pada bank.
Sedangkan menurut Nurul Sulistiyaningsih (2017) BI rate tidak
berpengaruh signifikan terhadap potensi kebangkrutan Bank Syariah. Hal ini
dikarenakan sistem operasional Bank Syariah tidak menggunakan sistem
bunga, namun sebagai lembaga keuangan perubahan suku bunga akan
berpengaruh pada resiko operasional Bank Syariah walaupun tidak secara
32
signifikan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa variabel BI rate
memiliki keterkaitan dan ketergantungan dengan variabel potensi
kebangkrutan meskipun tidak secara langsung.
C. Review Studi Terdahulu
Penilitian terdahulu akan dijelaskan secara ringkas karena penelitian ini
mengacu pada penelitian sebelumnya. Meskipun ruang lingkup penelitian hampir
sama, akan tetapi terdapat perbedaan di beberapa variabel, objek, dan periode
waktu sehingga dapat menjadi pembeda dan pelengkap dari penelitian
sebelumnya. Berikut adalah ringkasan dari penelitian yang sudah pernah
dilakukan:
Penelitian yang dilakukan oleh Sharfina Putri Kartika bertujuan untuk
menilai tingkat kesehatan Bank Umum Syariah dan juga memprediksi potensi
kebangkrutan dari Bank Umum Syariah itu sendiri. Metode yang digunakan
untuk menilai tingkat kesehatan bank adalah metode RGEC yang pengukurannya
diwakili oleh rasio NPF, LR, ROA, NCOM, dan CAR. Sedangkan untuk
mengukur potensi kebnagnkrutan bank Sharfina menggunakan metode Altman Z-
score yang pengukuruannya diwakili oleh working capital to total assets,
retained earning to total assets, earning before interest and tax to total assets,
dan book value of equity to toal value of equity.
Penelitian yang dilakukan Yayu Kusdiana bertujuan membandingkan
metode mana yang lebih baik digunakan untuk memprediksi kondisi financial
distress Bank Umum yang tercatat di Bursa Efek, antara metode RGEC dengan
metode Altman Z-score.
Jia Chian Wong dan Tze San Ong melakukan penelitian tentang pengaruh
rasio Altman Z-score terhadap financial distress perusahaan yang masuk daftar
bursa efek Malaysia. Variabel dependen adalah nilai Altman Z-score, sedangkan
variabel independen adalah rasio Altman itu sendiri, yaitu WCTA, RETA,
EBITTA, dan MVETL.
Penelitian yang dilakukan Meilita Fitri Rahmania dan Suwardi Bambang
Hermanto bertujuan untuk menguji pengaruh rasio keuangan NPL, NIM, LDR,
33
CAR, ROA, ROE, dan BOPO terhadap kondisi financial distress perusahaan
perbankan yang listed di BEI.
Tabel 2. 7 Ringkasan Penelitian Terdahulu
No.
Judul
Penelitian/Peneliti/
Tahun
Variabel dan Metode Peneltian
Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
1. Potensi
Kebangkrutan Pada
Sektor Perbankan
Syariah Untuk
Menghadapi
Perubahan
Lingkungan Bisnis
(Dwi Nur’aini
Ihsan & Sharfina
Putri Kartika)
Jurnal Ekonomi
Vol. 4, Oktober
2015, Hal: 113-146
Menggunakan
Altman Z-score
modifikasi
sebagai
prediktor potensi
kebangkrutan
Bank Umum
Syariah di
Indonesia
1. Menggunakan
metode RGEC
untuk menganalisa
tingkat kesehatan
bank.
2. Periode sampel
penelitian seluruh
bank umum
syariah 2010-2014
Hasil penelitian
menunjukkan
tingkat kesehatan
bank umum
syariah
menggunakan
metode RGEC dan
Altman tidak
masuk ke dalam
kategori bangkrut.
2 Analisis Model
CAMEL dan
Altman Z-Score
Dalam
Memprediksi
Kebangkrutan Bank
Umum di Indonesia
(Studi pada Bank
Umum yang
Tercatat di Bursa
Efek Indonesia
Tahun 2007-2011)
(Yayu Kusdiana)
Jurnal Tepak
Manajemen Bisnis
Menggunakan
metode Altman
Z-score untuk
memprediksi
potensi
kebangkrutan di
BUS.
1. Objek
penelitian adalah
perusahaan yang
tercatat di Bursa
Efek Indonesia
tahun 2007-2011
2.Membandingkan
metode CAMEL
dengan metode
Altman Z-Score
dalam
memprediksi
financial distress
Metode Altman Z-
Score lebih baik
dalam
memprediksi
kebangkrutan
Bank Umum di
Indonesia
dibandingkan
dengan model
CAMEL.
34
Vol.VI, No.1,
Januari 2014
BUS.
3. A Revisited of
Altman Z-Score
Model For
Companies Listed
in Busra Malaysia
(Jia Chian Wong
dan Tze San Ong)
International
Journal of Business
Science (2014)
Variabel
dependen adalah
potensi
kebangkrutan
menggunakan
metode Altaman
Z-Score
1. Variabel
independen adalah
rasio WCTA,
RETTA,EBITTA,
dan MVETL
2. Objek
penelitian adalah
perusahaan yang
listed di PN 17
3. Metode
penelitian yang
digunakan adalah
regresi logistik
Hasil penelitian
menyatakan
bahwa dari semua
rasio keuangan
yang dijadikan
variabel
independen, rasio
yang paling
signifikan adalah
rasio Working
Capital to Total
Assets (WCTA)
4. Analisis Rasio
Keuangan
Terhadap Financial
Distress Perusahaan
Perbankan Studi
Empiris di BEI
2010-2012 (Meilita
Fitri Rahmania dan
Suwardi Bambang
Hermanto).
Jurnal Ilmu & Riset
Akuntansi Vol. 3
No. 11, 2014
Variabel
independen
NPF, CAR, dan
LDR
1. Objek dalam
penelitian ini
adalah perusahaan
perbankan yang
terdaftar pada
Bursa Efek
Indonesia (BEI)
pada tahun 2010-
2012.
2. Metode
penelitian yang
digunakan adalah
regresi logistik
Hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa variabel
NPL, NIM, ROE,
dan LDR
berpengaruh
signifikan
terhadap financial
distress
perusahaan
perbankan.
Sedangkan CAR,
ROA, dan BOPO
tidak berpengaruh
35
signifikan..
5. Pengukuran
Tingkat Kesehatan
dan Gejala
Financial Distress
Bank Umum
Syariah
(Muhammad
Nadratuzzaman
Hosen dan Shofaun
Nada)
Jurnal Ekonomia,
Volume 9, Nomor
2, 2013
Menggunakan
Altman Z-score
modifikasi
sebagai
prediktor potensi
kebangkrutan
Bank Umum
Syariah
1. Metode
penelitian adalah
deskriptif yang
digunakan untuk
menganalisa dan
membandingkan
tingkat kesehatan
bank antara
metode CAMELS
dengan metode
Altman.
2. Sampel yang
digunakan adalah
BUS yang telah
beroperasi
minimal lima
tahun pada saat
itu.
Hasil penelitian ini
menunjukkan
bahwa
berdasarkan
analisis dengan
CAMELS,
ditemukan bahwa
ketiga bank
syariah yang
diteliti tergolong
sehat, sedangkan
hasil hasil Altman
Z-score
menyatakan ketiga
bank tersebut
dalam kondisi
bangkrut.
6. Analisis Prediksi
Financial Distress
dengan
Menggunakan
Model Altman Z-
Score Modifikasi
1995
(Muhammad Iqbal
Dwi Nugroho &
Wisnu Mawardi)
Journal of
1. Menggunakan
Altman Z-Score
modifikasi untuk
memprediksi
potensi
kebangkrutan
2. Variabel y
adalah nilai
Altman Z-score
1. Variabel
dependen yang
digunakan adalah
rasio WCTA,
RETA, EBITTA
dan BVETL.
2. Objek
penelitian adalah
perusahaan
manufaktur go
public yang
Berdasarkan
modelAltman Z-
Score, terdapat 10
perusahaan yang
mengalami
distress, dan 78
perusahaan
lainnya masuk
dalam kategori
non distress.
Dalam penelitian
36
Management
(2012)
terdaftar di BEI
ini semua variabel
independen yaitu
WCTA, RETA,
EBITTA, dan
MVETL
berpengaruh
positif terhadap
financial distress.
7. Bank-Specific and
Macroeconomics
Determinants of
Profitability
Bangladesh’s
Commercial Banks
(Fadzlan Sufian dan
Fakarudin
Kamarudin)
The Bangladesh
Development
Studies, Vol. 35,
No.4, Desember
2010, hal. 1-28
1. Menggunakan
metode regresi
data panel
2.Inflasi sebagai
variabel
dependen faktor
eksternal
1. Objek
penelitian adalah
31 Bank Umum di
Bangladesh
2. Variabel Y
adalah
profitabilitas Bank
yang dinilai dari
ROA, ROE dan
NIM
Hasil penelitian
menyatakan
bahwa dari
keenam faktor
internal, variabel
yang berpengaruh
signifikan
terhadap
profitabilitas bank
adalah Earning
Over Total Assets
(ETA), Non
Interest Income
Over Total Assets
(NIITA), Non
Interest Expense
Over Total Assets
(NIETA), Total
Loan Over Totas
Assets
(LOANSTA).
Sedangkan ketiga
37
faktor eksternal
yaitu Gross
Domestic Product
(GDP), Inflasi dan
Global Financial
Crisisberpengaruh
signifikan.
D. Kerangka Pemikiran
Berdasarkan tinjauan literatur dan beberapa referensi dari penelitian
sebelumnya yang sudah dipaparkan, maka penulis mendapat sebuah kerangka
pemikiran sebagai pola dan tahapan dalam penelitian ni, untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada gambar keranga pemikiran yang akan ditampilkan pada
halaman selanjutnya.
38
Gambar 2. 1: Kerangka Penelitian
Laporan Keuangan Bank Umum Syariah
Nilai Z-score (Y)
Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,73 X3 + 1,05 X4
Z = Financial distress
X1 = WC/TA
X2 = RE/TA
X3 = EBI/TA
X4 = BVE/BVTD
Klasifikasi hasil dari perhitungan tersebut
dimasukan ke dalam cut
(X1) = NPF
(X2) = CAR
(X3) = FDR
(X4) = INFLASI
(X5) = BI RATE
Uji Asumsi Klasik:
- Normalitas
- Autokorelasi
- Multikolinearitas
- Heterokedastisitas
Uji Regresi Panel
Common Effect
Uji Hausman
Analisis dan Interpretasi Data
Uji t, Uji F, Uji Koefisien Determinasi (R2)
Kesimpulan dan Saran
Uji Chow
Fixed Effect Random Effect
39
E. Hipotesis
Berdasarkan kerangka teori dan keterkaitan antar variabel dependen
dengan variabel independen yang telah dipaparkan, maka peneliti melakukan
rumusan hipotesis sebagai berikut :
1. Variabel NPF (Non Performing Finance) (X1)
H01: Variabel NPF secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap potensi kebangkrutan bank umum syariah.
Ha1: Variabel NPF secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
potensi kebangkrutan bank umum syariah.
2. Variabel CAR (Capital Adequacy Ratio) (X2)
H02: Variabel CAR secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap potensi kebangkrutan bank umum syariah.
Ha2: Variabel CAR secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
potensi kebangkrutan bank umum syariah.
3. Variabel FDR (Financing to Deposit Ratio) (X3)
H03: Variabel FDR secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap potensi kebangkrutan bank umum syariah.
Ha3: Variabel FDR secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
potensi kebangkrutan bank umum syariah.
4. Variabel Inflasi (X4)
H04: Variabel Inflasi secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap potensi kebangkrutan bank umum syariah.
Ha4: Variabel Inflasi secara parsial berpengaruh signifikan
terhadap potensi kebangkrutan bank umum syariah.
5. Variabel BI rate (X5)
H05: Variabel BI rate secara parsial tidak berpengaruh signifikan
terhadap potensi kebangkrutan bank umum syariah.
Ha5: Variabel BI rate secara parsial berpengaruh signifikan
40
terhadap potensi kebangkrutan bank umum syariah.
6. Pengaruh Simultan
H06: Variabel NPF, CAR, FDR, Inflasi dan BI rate secara simultan
tidak berpengaruh signifikan terhadap potensi kebangkrutan
bank umum syariah.
Ha6 : Variabel NPF, CAR, FDR, Inflasi dan BI rate secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap potensi kebangkrutan bank
umum syariah.
41
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisa faktor internal dan eksternal terhadap potensi
kebangkrutan bank umum syariah yang dilihat dari nilai Z-Score setiap bank.
Terdapat 5 variabel yang digunakan untuk menganalisa faktor internal dan
eksternal penyebab potensi kebangkrutan bank syariah di mana faktor internal
terdiri dari: NPF (Non Performing Finance), CAR (Capital Adequacy Ratio), dan
FDR (Financing to Deposit Ratio) dan faktor eksternal terdiri dari: Inflasi dan BI
rate. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa data
laporan keuangan tahunan. Sumber data yang digunakan adalah laporan keuangan
Bank Umum Syariah di Indonesia periode 2011-2015.
B. Metode Penentuan Sampel
Langkah pertama dalam pengambilan sampel adalah menentukan populasi
penelitian. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bank Umum
Syariah di Indonesia periode 2011-2015. Pertimbangan kriteria tersebut
didasarkan pada kepentingan atau tujuan penelitian. Langkah selanjutnya adalah
menentukan sampel penelitian. Pemilihan sampel sebagai objek penelitian
menggunakan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan
kriteria tertentu. Berikut adalah kriteria sampel yang digunakan penelitian:
1. Bank Umum Syariah di Indonesia yang tercatat di BI dan OJK tahun
2015
2. Bank Umum Syariah mempunyai kelengkapan data laporan keuangan
yang dibutuhkan dalam penelitian dan telah diaudit serta
dibublikasikan sejak tahun 2011-2015.
3. Bank Umum Syariah yang berdiri kurang dari 10 tahun sampai di
tahun 2015. Tujuan penelitian ini adalah meneliti Bank Umum Syariah
yang memiliki potensi kebangkrutan, oleh karena itu dipilih bank yang
42
berdiri kurang dari 10 tahun, karena bank yang telah berdiri lebih lama
dari itu dianggap sudah memiliki manajemen keuangan yang bagus
dan jauh dari potensi kebangkrutan dibuktikan dengan kemampuannya
bertahan selama lebih dari 10 tahun
4. BUS yang berdiri kurang dari 10 tahun pada tahun 2015 pernah
memiliki nilai Z-score yang masuk ke dalam kategori grey atau
distress zone antara periode 2011-2015 setidaknya satu kali.
Terdapat tujuh Bank Syariah yang baru berdiri kurang dari 10 tahun, bank
tersebut adalah BCA Syariah, Bank BRI Syariah, Bank BJB Syariah, Bank Panin
Syariah, Bank Victoria Syariah, Maybank Syariah, dan Bank Bukopin Syariah.
Akan tetapi nilai Z-score Bank Bukopin Syariah tidak pernah berada pada
kategori grey maupun safe zone selama periode 2011-2015. Sehingga,
berdasarkan kriteria di atas, dari 11 Bank Umum Syariah yang tercatat di BI pada
tahun 2015, hanya terdapat 6 bank yang memenuhi kriteria. Sedangkan lima bank
lainnya tidak masuk ke dalam kriteria di atas. Berikut adalah daftar nama Bank
Umum Syariah yang sesuai dengan kriteria penelitian:
Tabel 3. 1: Daftar Bank Sampel Penelitian
No Nama Bank Umum Syariah
1 Bank BCA Syariah
2 Bank BRI Syariah
3 Bank BJB Syariah
4 Bank Panin Syariah
5 Bank Victoria Syariah
6 Maybank Syariah
C. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode studi pustaka dan dokumentasi. Studi pustaka yang dilakukan penulis
adalah dengan membaca literatur seperti buku, penelitian terdahulu, jurnal, dan
artikel yang berkaitan dengan penelitian. Tujuan dari dilakukannya studi pustaka
43
adalah untuk memperkuat teori dan menjadi referensi penulis dalam melakukan
penelitian.
Metode dokumentasi adalah pengambilan data berupa data sekunder.
Metode ini dilakukan dengan cara mengambil data dari laporan keuangan bank
umum syariah yang di publikasikan di website masing-masing bank. Data lainnya
seperti inflasi dan tingkat suku bunga diakses melalui internet dengan memasuki
website dari BI (www.bi.go.id).
D. Metode Analisis
1. Altman Z-Score
Metode prediksi kebangkrutan pada mulanya dipelopori oleh Beaver
tahun 1966, kemudian Edward I. Altman tahun 1968 juga melakukan
penelitian tentang financial distress. Seiring dengan berjalannya waktu dan
penyesuaian terhadap jenis perusahaan, Altman kemudian merevisi
modelnya supaya dapat diterapkan pada semua perusahaan, seperti
manufaktur, non manufaktur, dan perusahaan penerbit obligasi di negara
berkembang (emerging market). Dalam model Z-Score ini Altman
mengeliminasi variabel X5 (sales to total asset) karena rasio ini sangat
bervariatif pada industri dengan ukuran aset yang berbeda-beda. (Ramadhan
dan Lukviarman 2009:33)
Dalam metode Altman Z-Score modifikasi ini hanya terdapat empat
rasio yang digunakan. Berikut ini adalah model Altman Z-Score (1995)
modifikasi yang merupakan gabungan dari empat rasio keuangan:
Z = Financial distress
X1 = Working Capital to Total Assets
X2 = Retained Earnings to Total Assets
X3 = Earning Before Interest
X4 = Book Value of Equity to Total Liabilities (BVETL)
Z = 6,56 X1 + 3,26 X2 + 6,73 X3 + 1,05 X4
44
Tabel 3. 2: Kriteria Penilaian Altman Z-Score
Jika Z > 2,6 maka termasuk “safe zone”
Jika nilai 1,1 < Z < 2,6 maka termasuk “grey area”
Jika nilai Z < 1,1 maka termasuk “distress zone”
Sumber: (E. Altman dkk, 2000)
Menurut Nur Hasanah tingkat akurasi dari model Altman Z-Score
ini mencapai 90% dari kejadian yang sebenarnya, dari penelitian ini juga
dapat disimpulkan bahwa semakin dekat dengan saat terjadinya
kebangkrutan, maka semakin besar tingkat validitas hasil dari prediksi
yang dilakukan dengan model (Hasanah, 2010:20)
2. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif memberikan gambaran atau deskripsi suatu data
yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum,
minimum, sum, range, kurtois, dan skewnes (kemencengan distribrusi)
(Ghozali, 2013:19).
Pada penelitian ini, peneliti akan menggambarkan atau
mendeskripsikan data dari masing-masing variabel yang sudah diolah,
sehingga dapat dilihat nilai terendah, nilai tertinggi, nilai rata-rata, dan
deviasi standar dari masing-masing variabel tersebut.
3. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik sering disebut juga dengan analisis residual.
Disebut demikian karena penelitian menganai pelanggaran terhadap
asumsi klasik biasanya dilakukan dengan mengamati pola nilai residual.
Misalnya dilihat keacakan penyebarannya dan fluktuasinya (Gudono,
2012:147),
a. Uji Normalitas
Untuk mendapatkan model regresi yang baik dari sebuah data
maka data harus memiliki distribusi yang normal. Uji signifikansi antara
45
variabel Y (dependen) dengan variabel independen (X) akan menjadi
valid apabila data yang digunakan berdistribusi normal (Gondono:149)
Uji normalitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi,
variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghazali,
2009:154). Sementara itu menurut (Suliyanto, 2011:70) mengatakan
bahwa uji normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual
yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau
tidak. Dalam melakukan uji nromalitas, terdapat beberapa metode yaitu
uji normalitas dengan analisis grafik, uji normalitas dengan metode
signifikansi Skewness dan Kurtois, uji normalitas dengan Jarque-Bera
(JB Test) dan uji normalitas dengan Kolmogorov-Smirnov. Dalam
penelitian, ini metode yang digunakan untuk uji normalitas adalah
metode signifikansi Skewness dan Kurtois.
Untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak dengan
menggunakan Uji Jarque-Bera dapat dilakukan pengambilan keputusan
sebagai berikut:
H0 = data berdistribusi normal
Ha = data tidak berdistribusi normal
Jika probability JB lebih besar dari nilai signifikansi 0,05 ( Prob.
JB > 0.05) maka artinya data berdistribusi normal, sebaliknya jika
probability JB lebih lebih kecil dari 0.05 (Prob. JB < 0.05) maka dapat
disimpulkan data tidak berdistribusi normal.
b. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas merupakan peristiwa dimana terjadi linier yang
mendekat sempurna antar dua variable bebas. Uji multikolinearitas
bertujuan untuk menguji apakah model regresi yang terbentuk ada
korelasi yang tinggi atau sempurna di antara variable bebas atau tidak.
menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel
bebas (independen). Data multikolinearitas berhubungan dengan data
standard error yang akan terjadi, apabila uji data menunjukkan
46
multikolinearitas yang tinggi maka koefisien regresi X akan sulit
ditentukan dan mempunyai nilai standard yang tinggi, begitupun yang
terjadi sebaliknya.
Menurut Suliyanto, (Suliyanto, 2011:81) multikolinearitas
merupakan peristiwa dimana terjadi linier yang mendekat sempurna
antar dua variable bebas. Adanya multikolinieritas atau korelasi yang
tinggi antar variabel independen dapat dideteksi dengan beberapa cara,
salah satunya yaitu Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF).
Dalam penelitian ini menggunakan uji multikolinieritas metode
Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF) dimana nilai batas
korelasi antar variabel independen tidak lebih dari 0.90.
Untuk mengetahui data memiliki gejala multikolinearitas atau tidak
dengan menggunakan uji VIF dapat dilakukan pengambilan keputusan
sebagai berikut:
H0 = tidak ada multikolinearitas
Ha = ada multikolinearitas
Jika r < 0.9, maka tidak ada multikolinearitas
Jika r > 0.9 maka ada multikolinearitas
c. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah keadaan di mana varians (dalam hal ini
varians residual) tidak stabil (konstan). Masalah ini umumnya ditemui
pada data cross section, karena melakukan pengamatan pada banyak
individu di wakru yang sama namun, data time series juga masih
memiliki kemungkinan terkena maslah ini.
Permasalahan heteroskedestisitas yang ada pada data akan
berdampak pada penilaian uji hipotesis yang tidak akurat, sehingga akan
mempengaruhi penarikan kesimpulan penelitian, hal ini dikarrenakan
varian koefisien regresi yang besar (Nachrowi dan Usman, 2016:112)
Menurut Suliyanto, (Suliyanto, 2011:81) Heteroskedastisitas
berarti ada varian variabel pada model regresi yang tidak sama
47
(konstan). Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan kepengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut homoskedastisitas
dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.model regresi yang baik
adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas
(Ghozali, 2016:134)
Ada dua cara untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas
yaitu metode grafik dan metode statistik. Metode grafik rellatif lebih
mudah dilakukan namun memiliki kelemahan yang cukup signifikan
karena jumlah pengamatan mempengaruhi tampilannya. Semakin sedikit
jumlah pengamatan semakin sulit menginterprestasikan hasil grafik
plots. Sementara itu, metode statistic memiliki beberapa cara dalam
mendeteksi heteroskedastisitas diantaranya yaitu Glesjer, White,
Breusch-Pagan-Godfrey, Harvey, dan Park (Ghozali, 2009:139). Dalam
penelitian ini, cara yang digunakan dalam mendeteksi
heteroskedastisitas adalah metode statistik cara Uji White.
Untuk mengetahui data memiliki gejala heteroskedasitas atau tidak
dengan menggunakan Uji White dapat dilakukan pengambilan keputusan
sebagai berikut:
H0 = tidak ada heteroskedasitas
Ha = ada heteroskedasitas
Bila probabilitas Obs* > 0.0 maka signifikan, H0 diterima
Bila probabilitas Obs* < 0.0 maka signifikan, H0 ditolak
d. Uji autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi
dengan residual observasi lainnya (Winarno, 2015:145). Uji autokorelasi
bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linier ada
korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pada periode t-1 sebelumnya. Autokorelasi muncul karena observasi
48
yang berurutan sepanjang waktu satu sama lainnya. Masalah ini timbul
karena residual (kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi
ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data rentet waktu
(time series) karena “gangguan” pada seorang individu kelompok
cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu kelompok yang
sama pada periode berikutnya. Pada data cross section (silang waktu),
masalah autokorelasi relatif jarang terjadi karena “gangguan” pada
observasi yang berbeda berasal dari individu kelompok yang berbeda.
Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
(Ghazali, 2016:107)
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada
atau tidaknya autokorelasi diantaranya yaitu metode Durbin-Watson
(DW test), metode Lagrange Multiplier (LM test), metode Breusch-
Godfrey (B-G test) dan metode Run Test. Dalam penelitian ini, penulis
menggunakan uji Lagrange Multiplier (LM test) untuk mendeteksi
autokorelasi.
4. Analisis Data Panel
Persamaan regresi ini bertujuan untuk memprediksi besarnya
keterikatan dengan menggunakan data variabel bebas yang sudah
diketahui besarnya. (Santoso, 2010:163) Variabel-variabel yang terdiri dari
variabel terikat (Y) dan variabel bebas (X). Variabel terikat terdiri dari
satu variabel, yaitu potensi kebangkrutan Bank Syariah yang diukur
dengan nilai Z-Score, dan variabel bebas yang terdiri dari NPF (Non
Performing Financing), WCTA (Working Capital to Total Assets), BOPO
(Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional), Inflasi, dan BI rate.
Dari variabel-variabel tersebut akan diteliti suatu analisa apakah adanya
pengaruh variabel X terhadap variabel Y dalam analisis regresi panel data.
Y = α + ß1X1 + ß2X2 + + ß3X3 + ß4X4 + ß5X5
keterangan:
α : Konstanta
49
Y : Potensi Kebangkrutan (Nilai Z-Score)
ß1- ß5 : Koefisien Regresi
X1 : NPF (Non Performing Financing)
X2 : CAR (Capital Adequacy Ratio)
X3 : FDR (Financing to Deposit Ratio)
X4 : Inflasi
X5 : BI rate
a. Model Common Effect
Model pertama dalam model panel adalah common effect, analisis
model ini menganggap bahwa perilaku individu akan tetap sama dalam
kurun waktu penelitian. Singkatnya, model ini tidak memperhatikan
perilaku individu dan dimensi waktu, semua dianggap sama.
Model seperti ini diakatakan sebagai model paling sederhana,
dimana pendekatannya mengabaikan dimensi waktu dan ruang yang
dimiliki oleh data panel. Metode yang digunakan untuk mengestimasi
dengan pendekatan ini seperti metode regresi OLS (Ordinary Least
Square). sehingga sering disebut pooled OLS atau common OLS model.
Bila kita punya asumsi bahwa α dan ß akan sama (konstan) untuk setiap
data time series dan cross section, maka α dan ß dapat diestimasi dengan
model berikut: (Suliyanto, 2011:231)
Keterangan :
i : unit cross section
t : periode waktu
b. Model Fixed Effect
Model fix effect memiliki karakteristik khas yang membedakan
antara satu unit observasi dengan unit observasi lainnya yang dpat
diasumsikan tercermin pada perbedaan intercept-nya, sehingga peneliti
Yit= β0 + β1X1it + β2X2it + εit
50
hanya tingga menganalisis koefisien dan signifikansi variabel
independennya.
Pendekatan ini merupakan cara memasukkan “individualitas”
setiap perusahaan atau setiap unit cross-sectional adalah dengan
membuat intersep bervarisi untuk setiap perusahaan tetapi masih tetap
berasumsi bahwa koefisien slope konstan untuk setiap perusahaan.
Model regresinya sebagai berikut: (Suliyanto, 2011:234)
Keterangan :
i : unit cross section
t : periode waktu
c. Uji Chow
Uji chow adalah uji untuk memilih model terbaik antara model
common effect dan fixed effect. Penilaian uji chow dapat dilihat dari
besaran nilai probabilitas cross section F dan Chi Square. Hipotesis yang
digunakan dalam uji chow adalah sebagai berikut:
Ho : Model menggunakan pendeketan Common Effect
Ha : Model menggunakan pendekatan Fixed Effect Model
Jika nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari tingkat signifikasi
0.05 (5%), maka Ho ditolak. Begitu pula sebaliknya jika nilai
probabilitas F-statistik lebih besar dari tingkat signifikasi (5%), maka Ho
diterima.
d. Model Random Effect
Bila pada Model Efek Tetap, perbedaan antar-individu dan atau
waktu dicerminkan lewat intercept, maka pada Model Efek Random,
perbedaam tersebut diakomodasi lewat error. Teknik ini juga
memperhitungkan bahwa error mungkin berkorelasi sepanjang time
Yit = β0 + β1X1it + β2X2it + β3X3it + β4D1i + β5D2i +…..+ Ɛit
51
series dan cross section. Model persamaan regresinya sebagai berikut:
(Suliyanto, 2011:243)
Teknik ini juga memperhitungkan bahwa error mungkin
berkorelasi sepanjang time series dan cross section. Model persamaan
regresinya sebagai berikut: (Suliyanto, 2011:243)
Keterangan :
i : unit cross section
t : periode waktu
e. Uji Hausman
Uji hausman dilakukan apabila pada saat uji chow didapat fixed
effect sebagai model terbaik. Pengujian ini dilakukan untuk
mendapatkan model terbaik antara model fixed effect dengan model
random effect. Penilaian uji chow dapat dilihat dari besaran nilai
probabilitas cross section F dan Chi Square. Hipotesis yang digunakan
dalam uji chow adalah sebagai berikut:
Ho : Model menggunakan pendeketan Random Effect
Ha : Model menggunakan pendekatan Fixed Effect Model
Jika nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari tingkat signifikasi
0.05 (5%), maka Ho ditolak. Begitu pula sebaliknya jika nilai
probabilitas F-statistik lebih besar dari tingkat signifikasi (5%), maka Ho
diterima.
5. Uji Statistik
a. Uji t
Uji statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh
satu variabel individu independen secara individu dalam menerangkan
variabel dependen (Ghazali, 2016:97). Dengan kata lain, uji t digunakan
Yit = α + α1DX1 it + α2DX2 it + α3DX3 it + α4DX4 it + α5DX5 it + ß1X1
it ß2X2 it + γ1 (X1) + γ2 (X2) + γ3 (X3) + γ4 (X4) + (X5)γ5 + µit
52
untuk menganalisa apakah terdapat hubungan antara variabel X dengan
variabel Y secara parsial (individual).
Uji t dalam penelitian ini menggunakan nilai statistic t (t hitung).
Apabila thitung > ttabel, maka H0 ditolak dan Ha diterima, yang berarti
variabel independen secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap variabel dependen dengan menggunakan tingkat signifikan
sebesar 5%.
Selain itu, peneliti juga melakukan uji t dengan melihat nilai
probabilitas. Jika nilai probabilitas lebih kecil daripada 0.05 (untuk
tingkat signifikansi 5%), maka variabel independen secara parsial
berpengaruh terhadap variabel dependen. Sedangkan jika nilai
probabilitas lebih besar dari pada 0.05 maka variabel independen secara
parsial tidak berpengaruh terhadap variabel dependen. Hipotesis yang
digunakan adalah sebagai berikut:
H0 : ß = 0, Tidak terdapat pengaruh signifikan secara parsial antara
variabel independen terhadap variabel dependen.
Ha : ß ≠ 0, Terdapat pengaruh signifikan secara parsial antara
variabel independen terhadap variabel dependen.
Dasar pengambilan keputusan adalah :
Jika Probabilitas < 0.05 maka H0 ditolak
Jika Probabilitas > 0.05 maka H0 diterima
b. Uji F
Uji F digunakan untuk mengevaluasi pengaruh semua variabel
independen terhadap variabel dependen (Widarjono, 2010:22). Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan nilai F statistik (F hitung) untuk
mengetahui apakah secara simultan terdapat hubungan antara variabel
dependen dengan variabel independen. Apabila Fhitung > Ftabel, maka H0
ditolak dan Ha diterima yang berarti variabel independen secara simultan
mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen
dengan munggunakan tingkat signifikansi sebesar 5%.
53
Selain itu, peneliti juga melakukan uji F dengan melihat besaran
nilai probabilitas. Jika nilai probabilitas lebih kecil daripada nilai
segifikasi (5%), dapat diartikan bahwa variabel independen secara
simultan mempengaruhi variabel dependen. Begitu pula sebaliknya,
apabila nilai probabilitas lebih besar dari pada nilai signifikasi (5%),
maka variabel independen secara simultan tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen.
c. Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Di dalam bukunya, Ghozali menyatakan uji koefisien determinasi
bertujuan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel bebas
menjelaskan variabel terikat yang dilihat melalui adjusted R². Adjusted
R² ini digunakan karena variabel bebas dalam penelitian ini lebih dari
dua.Nilainya terletak antara 0 dan 1. Jika hasil yang diperoleh >0,5,
maka model yang digunakan dianggap cukup handal dalam membuat
estimasi. Semakin besar angka Adjusted R² maka semakin baik model
yangdigunakan untuk menjelaskan pengaruh variabel bebas terhadap
variabelterikatnya. Jika Adjusted R² semakin kecil berarti semakin lemah
model tersebut untuk menjelaskan variabilitas dari variabel terikatnya.
(Ghozali, 2009:177)
E. Operasional Variabel
Berdasarkan perumusahan masalah dalam penelitian, terdapat dua variabel
yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah potensi kebangkrutan Bank Umum Syariah yang
diperoleh dari hasil perhitungan Altman Z-Score pada setiap BUS. Sedangkan
untuk variabel independen berjumlah lima variabel yang terdiri dari NPF (Non
Performing Finance), CAR (Capital Adequacy Ratio), FDR (Financing to
Deposit Ratio), Inflasi, dan BI rate. Berikut adalah rasio variabel yang
digunakan:
54
Tabel 3. 3: Operasional Variabel Penelitian
No Variabel Indikator Skala
Pengukuran Definisi
Operasional
1 Potensi
Kebangkrutan
Hasil
perhitungan
Altman Z-score
dari masing-
masing BUS.
Rasio Altman Z-score
Modifikasi merupakan
model prediksi
kebangkrutan yang dapat
digunakan untuk seluruh
jenis perusahaan
(Khairuna, 2017)
2 NPF (Non
Performing
Finance)
Pembiayaan
bermasalah
dibagi total
pembiayaan
Rasio Rasio untuk mengukur
tingkat pembiayaan
macet yang terdapat di
suatu bank yang
merupakan salah satu
indikator kunci menilai
kinerja keuangan bank.
(Setiadi, 2013:217)
3 CAR (Capital
Adequacy
Ratio)
Modal Bank
dibagi Aktiva
Tertimbang
Menurut Resiko
(ATMR)
Rasio CAR adalah rasio kinerja
bank untuk mengukur
kecukupan modal yang
dimiliki bank untuk
menunjang aktiva yang
mengandung resiko
(Dendawijaya, 2009).
4 FDR
(Financing to
Deposit Ratio)
Jumlah kredit
yang disalurkan
dibagi total dana
FDR adalah rasio yang
digunakan untuk
mengukur kemampuan
55
pihak ketiga
ditambah modal
bank dalam membayar
kembali penarikan dana
yang dilakukan deposan
dengan mengandalkan
kredit yang diberikan
sebagai sumber
likuiditasnya
(Dendawijaya, 2009)
5 Inflasi Tingkat
perubahan dari
tingkat harga
secara umum
Rasio Inflasi merupakan
kecenderungan kenaikan
tingkat harga secara terus
menerus dalam periode
tertentu. Kenaikan harga
dari satu dua barang saja
tidak bisa disebut inflasi.
Kecuali bila kenaikan
tersebut meluas dan
mengakibatkan sebagian
besar dari harga barang-
barang lain juga ikut naik
(Tinton, 2015: 4)
6 BI rate Prosentase BI rate adalah suku
bunga kebijakan yang
mencerminka sikap atau
stance kebijakan moneter
yang ditetapkan oleh
bank Indonesia dan
diumumkan kepada
publik (Bank Indonesia)
Sumber: Diolah dari berbagai referensi
56
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penilaian Potensi Kebangkrutan Bank Umum Syariah
Keberadaan Perbankan Syariah di Indonesia saat ini semakin berkembang
dan diakui eksistensinya. Sebagai lembaga keuangan selayaknya Bank
Konvensional, Bank Syariah juga memiliki wewenang dalam melakukan banyak
aktivitas. Dalam menjalankan aktivitasnya, Bank Syariah tidak lepas dari risiko
yang dapat datang dari mana saja. Apabila risiko tersebut tidak terdeteksi dan
tidak dapat dikelola dengan baik oleh bank, maka dapat menyebakan kerugian
bagi bank. Risiko tersebut bisa berupa penurunan tingkat kesehatan bank hingga
munculnya potensi kebangkrutan.
Untuk mengatasi hal di atas, Bank Syariah perlu mendeteksi adanya
potensi kebangkrutan dan menganalisa faktor penyebab kebangkrutan tersebut
supaya dapat melakukan upaya tindakan pencegahan sehingga bank terhindar dari
kebangkrutan. Salah satu metode terkenal yang dapat digunakan untuk
memprediksi potensi kebangkrutan adalah model Altman Z-Score modifikasi,
yaitu suatu model analisis diskriminan alternatif yang dikembangkan oleh Altman.
Perhitungan nilai potensi kebangkrutan Altman Z-Score modifikasi membutuhkan
4 rasio keuangan yaitu rasio WCTA (Working Capital to Total Assets), RETA
(Retained Earning to Total Assets) EBITTA (Earning Before Interest to Total
Assets), dan BVETL (Book Value of Equity to Total Liabilities). Berikut adalah
hasil perhitungan potensi kebangkrutan Bank Syariah menggunakan model
Altman z-score:
57
Tabel 4. 1: Hasil perhitungan Altman Z-Score
Bank Tahun WCTA
(6,56)
RETA
(3,26)
EBITTA
(6,72)
BVETL
(1,05) Z-Score Ket.
BCAS
2011 2,3968 0,0181 0,0494 0,0466 2,5110 Grey
2012 2,2411 0,0170 0,0460 0,0264 2,3305 Grey
2013 2,6564 0,0203 0,0552 0,0709 2,8028 Safe
2014 3,1027 0,0141 0,0393 0,0652 3,2213 Safe
2015 2,9293 0,0122 0,0493 0,0808 3,0716 Safe
BRIS
2011 3,8998 0,0034 0,0100 0,0590 3,9722 Safe
2012 3,4942 0,0236 0,0658 0,0377 3,6212 Safe
2013 3,1455 0,0243 0,0710 0,0380 3,2788 Safe
2014 2,8216 0,0011 0,0051 0,0384 2,8545 Safe
2015 2,4758 0,0796 0,0047 0,0082 2,5683 Grey
BJBS
2011 4,4077 0,0210 0,0608 0,0268 4,5163 Safe
2012 3,7151 -0,0140 -0,0288 0,2588 3,9311 Safe
2013 3,5199 0,0197 0,0581 0,2375 3,8351 Safe
2014 4,3057 0,0122 0,0392 0,2842 4,6413 Safe
2015 5,8822 0,0164 0,0392 0,4735 2,2415 Grey
BPS
2011 2,9730 0,0296 0,0820 0,1569 2,1682 Grey
2012 1,9137 0,0565 0,1556 0,0424 2,5555 Grey
2013 2,4608 0,0172 0,0484 0,0292 1,2365 Distress
2014 1,0605 0,0373 0,1036 0,0351 0,8462 Distress
2015 0,6649 0,0687 0,0728 0,0398 2,2415 Grey
BVS
2011 6,3539 0,1044 0,2811 0,2006 6,9399 Safe
2012 6,1189 0,0353 0,0742 0,0883 6,3167 Safe
2013 3,5727 0,0100 0,0250 0,1296 3,7373 Safe
2014 2,4259 -0,0438 -0,1167 0,1346 -0,3659 Distress
2015 5,9092 0,0370 -0,1558 0,1563 5,9467 Safe
MBS
2011 3,5956 0,0775 0,2157 0,0198 3,9087 Safe
2012 4,4257 0,0638 0,1831 0,00007 4,6726 Safe
2013 4,6972 0,0586 0,1729 0,0128 4,9415 Safe
2014 4,1358 0,0745 0,2102 0,0100 4,4305 Safe
2015 5,0637 0,0354 -1,1436 1,0044 3,9600 Safe
Sumber: Data diolah
58
Dalam penjelasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa di dalam
penelitiannya, Altman menerapkan ambang batas perusahaan yang sehat adalah
apabila nilai Z-Score berada di antara 1,1 dan 2,6. Artinya, jika Z-Score
perusahaan berada di atas 2,6 maka perusahaan dinyatakan sehat dan jika Z-Score
perusahaan berada di antara 1,1 dan 2,6 maka dapat dinyatakan bahwa perusahaan
berpotensi bangkrut. Sedangkan perusahaan dengan nilai Z-Score di bawah 1,1
dapat dikategorikan ke dalam perusahaan yang bangkrut
Dari tabel 4.1 di atas dapat dilihat bahwa terdapat tiga bank dengan
kategori distress, tujuh bank dengan kategori grey, dan sisanya 20 bank dalam
kategori safe. Artinya, dari 30 sampel bank yang digunakan dalam penelitian,
terdapat tiga bank yang berada dalam kategori distress atau berada dalam kategori
bangkrut, yaitu BPS (Bank Panin Syariah) pada tahun 2013 dan 2014, serta BVS
(Bank Victoria Syariah) pada tahun 2014. Tujuh bank lainnya berada dalam
kategori grey zone atau zona abu-abu, bank tersebut terdiri dari: BCA Syariah
tahun 2011 & 2013, BRI Syariah tahun 2015, BJBS tahun 2015, serta BPS pada
tahun 2011, 2012 dan 2015. Sedangkan sisanya, 20 Bank Syariah lainnya berada
dalam kategori aman atau safe zone.
Dari table nilai Z-score di atas, kita dapat melihat bahwa ke enam sampel
Bank Syariah pada tahun 2011 sampai tahun 2015 pernah menduduki kategori
yang tidak aman, yaitu distress zone maupun grey zon, kecuali Maybank Syariah.
Hal itu menunjukkan bahwa Maybank Syariah memiliki kemampuan manajemen
resiko yang baik sehingga dapat terhindar dari keadaan financial distress.
Sebaliknya, nilai Z-score Bank Panin Syariah yang masuk dalam kategori aman
hanya terjadi pada tahun 2015. Pada tahun-tahun sebelumnya nilai Z-score BPS
selalu berada dalam kondisi distress dan grey area.
59
B. Analisis Deskriptif
1. NPF (Non Performing Finance)
Tabel 4. 2: Nilai NPF 6 Bank Umum Syariah tahun 2011-2015
Bank 2011 2012 2013 2014 2015
BCAS 0,0015 0,001 0,001 0,001 0,007
BRIS 0,028 0,030 0,041 0,046 0,049
BJBS 0,014 0,040 0,019 0,058 0,069
BPS 0,009 0,002 0,043 0,053 0,026
BSB 0,017 0,046 0,043 0,041 0,030
BVS 0,024 0,032 0,037 0,071 0,098
MBS 0,000 0,025 0,027 0,050 0,064
Sumber: Laporan Keuangan Bank Umum Syariah
Pembiayaan macet yang tinggi dapat menjadi indikator munculnya
potensi kebangkrutan pada bank tersebut. Hal itu disebabkan karena
berkurangnya pendapatan yang seharusnya sudah didapatkan oleh bank.
Tingkat pembiayaan macet suatu bank dapat dilihat dari rasio NPF (Non
Performing Finance). Adapun standar terbaik NPF adalah kurang dari 5%,
jadi apabila npf suatu bank lebih dari 5% hal itu menunjukkan buruknya
pengelolaan pembiayaan macet yang dapat menimbulkan kerugian bagi
bank.
Dari tabel 4.2 di atas dapat dilihat bahwa secara keseluruhan, sejak
tahun 2011 hingga tahun 2015 tingkat NPF cenderung meningkat. Pada
tahun 2011 ketujuh sampel Bank Syariah masih menunjukkan performa
yang baik dalam mengatasi pembiayaan bermasalah, hal ini dibuktikan
dengan nilai NPF setiap Bank yang berada di tingkat aman yaitu berada
jauh di bawah 5%. Pada tahun 2012 sampai tahun 2013 NPF setiap bank
masih berada di bawah standar 5% akan tetapi nilai tersebut tidak sebaik
nilai NPF di tahun 2011. Kemudian pada tahun 2014 tingkat pembiayaan
60
bermasalah Bank Syariah mulai menunjukkan kondisi yang
menghkawatirkan, hal ini dapat dilihat dari sebagian besar nilai NPF yang
mendekati batas 5% bahkan NPF beberapa Bank sudah berada di atas
batas standar. Nilai NPF pada tahun 2015 tidak jauh berbeda dari tahun
sebelumnya, bahkan pada tahun ini tedapat nilai NPF tertinggi yaitu
sebesar 9,8%.
Dari seluruh Bank Syariah yang dijadikan sampel, Bank BCA
syariah menunjukkan tingkat NPF yang relatif stabil, dan jauh dibawah
5%. Hal itu menunjukkan bahwa Bank BCA syariah dapat mengelola
pembiayaan macet dengan sangat baik. Sebaliknya, Bank Victoria Syariah
menunjukkan nilai NPF yang selalu meningkat dari tahun ke tahun dan
nilai tertinggi terdapat pada tahun 2015 yaitu sebesar 9,8%. Hal ini
menunjukkan bahwa pengelolaan pembiayaan macet pada Bank BVS
kurang baik, sehingga NPF di setiap tahunnya selalu meningkat.
2. CAR (Capital Adequacy Ratio)
Dari data laporan keuangan tahunan Bank Umum Syariah di
Indonesia tahun 2011-2015, maka diperoleh hasil rasio CAR adalah:
Tabel 4. 3: Nilai CAR 6 Bank Umum Syariah tahun 2011-2015
Bank 2011 2012 2013 2014 2015
BCAS 46,90 31,50 22,40 29,60 34,30
BRIS 14,74 11,91 14,49 12,89 13,94
BJBS 30,29 21,09 17,99 15,78 22,53
BPS 61,98 32,20 20,83 25,69 20,30
BVS 45,20 28,08 18,40 15,27 16,14
MBS 73,44 63,89 59,41 52,13 38,40
Sumber: Laporan Keuangan Bank Umum Syariah
Dari tabel 4.3 di atas dapat dilihat bahwa pada periode penelitian
keseluruhan yaitu dari tahun 2011 sampai tahun 2015 tidak ada satupun
sampel penelitian Bnk Umum Syariah yang memiliki nilai CAR di bawah
8%. Nilai rasio CAR terendah terdapat pada BRI Syariah di tahun 2012
61
yaitu sebesar 11,91%. Sedangkan rasio CAR tertinggi terdapat pada
Maybank Syariah di tahun 2011 yaitu sebesar 73,44%.
Tabel di atas juga menunjukkan bahwa nilai CAR dari keenam
bank sampel cenderung semakin menurun dari tahun 2011 ke tahun 2015,
namun meskipun cenderung menurun, nilai CAR masih berada di batas
aman yaitu di atas 8%. Hal ini menunjukkan bahwa Bank Syariah
memiliki kecukupan modal yang sangat baik sehingga dapat memback up
aset perusahaan yang beresiko.
3. FDR (Financing to Deposit Ratio)
Dari data laporan keuangan tahunan Bank Umum Syariah di
Indonesia tahun 2011 sampai tahun 2015, maka diperoleh rasio FDR
sebagai berikut:
Tabel 4. 4: Nilai FDR 6 Bank Umum Syariah tahun 2011-2015
Bank
Tahun
2011 2012 2013 2014 2015
BCAS 78,80 79,91 83,48 93,61 91,41
BRIS 90,55 100,96 102,70 84,16 93,90
BJBS 79,61 87,99 97,40 104,75 93,69
BPS 162,97 123,88 90,40 92,89 96,43
BVS 46,08 46,08 84,65 92,12 96,43
MBS 83,80 88,90 93,40 157,80 110,50
Sumber: Laporan Keuangan Bank Umum Syariah
Rasio FDR adalah rasio antara jumlah kredit yang diberikan bank
dengan dana yang diterima bank. Rasioa ini dapat digunakan untuk
mengukur tingkat manajemen likuiditas bank. Semakin jumlah
pembiayaan yang disalurkan oleh bank maka akan semakin rendah tingkat
likuiditas bank yang bersangkutan. Namun, di pihak lain, semakin besar
jumlah pembiayaan yang diberikan, diharapkan bank akan mendapatkan
return yang tinggi pula (Wangsawidjaja, 2012:117). Standar rasio FDR
yang masuk ke dalam kategori sehat adalah 100%, Apabila rasio FDR
62
lebih besar dari 100% maka bank tersebut masuk ke dalam kategori tidak
sehat.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa rasio FDR BPS cenderung
menurun dari tahin 2011 ke tahun 2015. Hal itu dapat menunjukkan bahwa
pada periode tersebut jumlah pembiayaan BPS cenderung berkurang.
Sebaliknya, rasio FDR Bank Victoria Syariah cenderung meningkat dari
tahun 2011 ke tahun 2015. Peningkatan rasio tersebut masih dapat
dikategorikan dalam kondisi aman karena masih berada di bawah nilai
100%. Sedangkan selain kedua bank tersebut, secara keseluruhan tingkat
rasio FDR mereka cenderung berfluktuasi.
Dari keenam sampel Bank Syariah, terdapat empat bank yang
pernah mengalami rasio FDR di atas 100%, bank tersebut adalah BRIS
pada tahun 2012 dan 2013, BJBS pada tahun 2014, Maybank Syariah pada
tahun 2014 dan 2015, serta BPS pada tahun 2011 dan 2012. Rasio FDR
terendah terdapat pada BCA Syariah pada tahun 2011 yaitu sebesar
78,80%, sedangkan rasio FDR tertinggi terdapat pada My Bank Syariah
pada tahun 2014 yaitu sebesar 157,80%.
4. Inflasi
Dari Laporan Keuangan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia
diperoleh data tingkat inflasi dari tahun 2011 sampai tahun 2015 sebagai
berikut:
Tabel 4. 5: Tingkat inflasi tahun 2011-2015
Tahun Inflasi
2011 0,038
2012 0,043
2013 0,084
2014 0,084
2015 0,034
Sumber: website BI
Dari tabel 4.5 di atas dapat dilihat bahwa dari tahun 2011 sampai
tahun 2014 inflasi selalu selalu meningkat kemudian turun di tahun 2015.
Tingkat inflasi tertinggi berada di tahun 2013 dan 2014 yaitu sebesat
63
8,4%. Sedangkat inflasi terendah terdapat pada tahun 2015 dengan nilai
inflasi sebesar 3,4%. Hal ini menunjukan bahwa pada tahun 2015
pemerintah berhasil menurunkan jumlah uang beredar yang terlalu banyak
pada tahun sebelumnya dengan melakukan kebijakan moneter. Fenomena
ini dibuktikan dengan kenaikan yang terjadi pad BI rate di tahun 2014
yaitu sebesar 7,8%.
Nilai inflasi yang terlalu tinggi dapat berpengaruh terhadap pola
saving dan pembiayaan nasabah. Tingginya nilai inflasi cenderung
membuat nasabah enggan untuk menabung karena biaya untuk memenuhi
kebutuhan sehari-harinya bertambah. Selain itu, berkurangnya daya beli
masyarakat ketika inflasi juga dapat berpengaruh pada kemampuan
nasabah dalam memenuhi kewajiban atas pembiayaannya. Fenomena
tersebut sesuai dengan kenyataan bahwa ketika terjadi tingkat inflasi
tertinggi yaitu di tahun 2013 dan tahun 2014, statistika perbankan syariah
juga menunjukkan perubahan yang drastis pada nilai NPF Bank Syariah
dari tahun sebelumnya. Saat itu NPF naik drastis dari 2,22 (2012) menjadi
4,95% (2014).
5. BI rate
Menurut McConell Brue, yang dimaksud dengan suku bunga
adalah harga yang dibayarkan untuk penggunaan uang. Ini merupakan
harga yang harus peminjam bayar kepada pemberi pinjaman untuk
mentransfer daya beli di masa depan. (McConnell, 2008:259). Berikut
adalah data BI rate dalam bentuk desimal sejak tahun 2011 sampai tahun
2015:
Tabel 4. 6: Tingkat BI rate tahun 2011-2015
Tahun BI rate
2011 0,060
2012 0,058
2013 0,057
2014 0,078
2015 0,075
Sumber: website BI
64
Tabel di atas menunjukkan tingkat BI rate yang sedikit fluktuatif
yaitu terjadi perubahan dari tahun ke tahun namun perubahannya tidak besar.
Tingkat BI rate sempat turun dari tahun 2011 ke tahun 2012 kemudian turun
lagi 1% dari tahun 2012 (5,8%) ke tahun 2013 (5,7%), akan tetapi tingkat BI
rate naik pada tahun 2014. Tingkat BI rate tertinggi berada di tahun 2014
yaitu sebesar 0,078 atau 7,8%. Kemudian pada tahun 2015 BI rate kembali
turun meskipun penurunannya masih lebih besar daripada tingkat BI rate di
tahun 2013 (5,7%), yaitu sebesar 0,075 atau 7,5%.
BI rate adalah suku bunga yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
sebagai salah satu instrumen kebijakan moneter. Ketika inflasi dinilai terlalu
tinggi maka Bank Indonesia akan menaikkan tingkat BI rate untuk
mengurangi peredaran uang di masyarakat sehingga inflasi dapat terkendali.
Fungsi BI rate ini sesuai dengan fenomena yang ada yaitu ketika inflasi tinggi
di tahun 2014, Bank Indonesia menaikkan tingkat BI rate juga di tahun
tersebut yaitu sebesar 7,8%.
C. Analisis Uji Asumsi Klasik
1. Uji normalitas
Uji Normalitas berfungsi untuk menguji apakah variabel dependen,
independen, atau keduanya berdistribusi normal atau tidak. Salah satu cara
untuk melihat normalitas residual adalah dengan menggunakan metode
Jarque-Bera (JB). Model regresi yang baik adalah data berdistribusi normal.
Dalam software Eviews, normalitas sebuah data dapat diketahui dengan
membandingkan nilai Jarque-Bera. Uji JB dapat dilihat didapat dari
histogram normality. (Ghozali,2013:165).
65
Gambar 4. 1: Hasil Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-3.0 -2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
Series: ResidualsSample 1 30Observations 30
Mean -7.25e-16Median 0.399321Maximum 1.587986Minimum -2.879050Std. Dev. 1.032202Skewness -0.735995Kurtosis 3.184092
Jarque-Bera 2.750807Probability 0.252738
Berdasarkan gambar 4.1 di atas, dapat dilihat nilai JB (JarqueBera)
sebesar 1.675951, dengan probabilitas sebesar 2,750807. Hal ini menunjukkan
bahwa nilai probabilitas lebih besar dari nilai signifikan 0,05 (0,252738>0.05),
oleh karena itu maka Ho diterima dan dapat disimpulkan bahwa dalam data
penelitian ini berdistribusi normal.
2. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah dalam regresi
ditemukan adanya korelasi yang tinggi atau sempurna antar variabel
independen (Ghozali,2013:79). Metode yang digunakan untuk uji
multikolinearitas dalam penelitian ini adalah metode perhitungan koefisien
korelasi, di mana jika hubungan antara variabel yang satu dengan yang lainnya
di bawah 0.90, maka antar variabel tersebut tidak terdapat gejala
multikolinearitas. Sebaliknya, jika koefisien korelasi yang dihasilkan di atas
0.90 maka dapat dikatakan terdapat gejala multikolinearitas. Berikut adalah
hasil uji multikolinearitas menggunakan Eviews 9.0:
66
Tabel 4. 7: Hasil Uji Multikolinearitas
NPF LN_CAR LN_FDR INFLASI BIRATE
NPF 1.000000 -0.421217 0.167676 0.023149 0.425511
CAR -0.421217 1.000000 0.043088 -0.238067 -0.347606
FDR 0.167676 0.043088 1.000000 0.155876 0.281883
INFLASI 0.023149 -0.238067 0.155876 1.000000 0.609881
BIRATE 0.425511 -0.347606 0.281883 0.609881 1.000000
NPF WCTA BOPO INFLASI BIRATE
Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai korelasi antar
variabel independen tidak ada yang berada di atas 0.90. Nilai korelasi variabel
independen tertinggi hanya mencapai 0.609881, yaitu antara inflasi dengan BI
rate. Karena semua nilai korelasi variabel independen lebih kecil dari 0.90,
maka Ho diterima, sehingga dapat dikatakan tidak terjadi gejala
multikolinearitas pada kelima variabel independen tersebut dan pengujian
dapat dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
3. Uji Heteroskidesitas
Uji Heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah model
dalam model regresi terjadi variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas (Ghozali,2013:95). Untuk menguji
heteroskedastisitas dapat dilihat dari hasil uji white dengan menggunakan
aplikasi eviews 9.0. Apabila nilai probabilitas Chi-Square>0.05 maka H0
diterima. Berikut adalah hasil uji heterskedastisitas menggunakan metode uji
white:
Tabel 4. 8: Hasil Uji Heterokedastisitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 0.736701 Prob. F(5,24) 0.6033
Obs*R-squared 3.991734 Prob. Chi-Square(5) 0.5506
Scaled explained SS 2.789861 Prob. Chi-Square(5) 0.7323
67
Berdasarkan uji heteroskedastisitas di atas dapat diketahui bahwa nilai
probability Chi-Square sebesar 0.5506>0.05, dengan hasil tersebut dapat
dinyatakan bahwa H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
gejala heteroskedastisitas pada model yang digunakan dalam penelitian ini.
4. Uji Autokorelasi
Uji atutokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model
regresi linear terdapat korelasi antar kesalahan pengganggu (residual) pada
periode t dengan kesalahan pada periode t-l (sebelumnya) (Ghozali,2013:137).
Uji autokorelasi dapat dilakukan melalui uji LM Test yang
kemudian hasilnya dapat dilihat dari nilai probabilitas Chi-Square. Jika
probabilitas Chi-Square lebih besar dari tingkat signifikansi 5% maka dapat
dikatakan tidak terdapat autokorelasi. Berikut adalah hasil uji autokorelasi
menggunakan EViews 9.0:
Tabel 4. 9: Hasil Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.007177 Prob. F(2,22) 0.9929
Obs*R-squared 0.019561 Prob. Chi-Square(2) 0.9903
Dari hasil uji autokorelasi di atas dapat diketahui nilai probabilitas
Chi-Square sebesar 0,9903. Hasil nilai probabilitas Chi-Square 0,9903>0.05
menandakan bahwa tidak terjadi gejala autokorelasi dalam model.
D. Pemilihan Model Regresi Data Panel
Dari analisa model panel data dikenal tiga macam pendekatan estimasi
yaitu pendekatan kuadrat terkecil atau Common Effect Model (CEM),
pendekatan efek tetap atau Fixed Effect Model (FEM) dan pendekatan efek
acak atau Random Effect Model (REM).
1. Common Effect Model (CEM)
Langkah pertama dilakukan pengolahan data menggunakan
pendekatan Common Effect Model (CEM) secara sederhana
68
menggabungkan (pooled) seluruh data times series dan cross section,
kemudian mengestimasikan model dengan menggunakan metode Ordinary
Least Square (OLS) sebagai salah satu syarat melakukan Uji-F Restricted.
Hasil pengolahan menggunakan program Eviews 9.0 didapatkan hasil
analisis data sebagai berikut:
Tabel 4. 10: Regresi Data Panel Common Effect Model
Dependent Variable: Y?
Method: Pooled Least Squares
Date: 03/11/18 Time: 22:55
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 12.91546 4.168813 3.098115 0.0049
NPF? 0.531467 0.122297 4.345723 0.0002
LN_CAR? 1.384367 0.460707 3.004873 0.0061
LN_FDR? -2.553206 0.887582 -2.876587 0.0083
INFLASI? 0.078018 0.124698 0.625658 0.5374
BIRATE? -0.615653 0.369177 -1.667635 0.1084 R-squared 0.555686 Mean dependent var 3.596769
Adjusted R-squared 0.463120 S.D. dependent var 1.548530
S.E. of regression 1.134640 Akaike info criterion 3.267364
Sum squared resid 30.89778 Schwarz criterion 3.547604
Log likelihood -43.01046 Hannan-Quinn criter. 3.357015
F-statistic 6.003169 Durbin-Watson stat 1.911919
Prob(F-statistic) 0.000974
2. Fixed Effect Model (FEM)
Langkah kedua dilakukan pengolahan data menggunakan
pendekatan Fixed Effect Model untuk membandingkan dengan metode
Common Effect Model. Berikut adalah hasil pengolahan data
menggunakan aplikasi Eviews 9.0:
69
Tabel 4. 11: Regresi Data Panel Fixed Effect Model
Dependent Variable: Y?
Method: Pooled Least Squares
Date: 03/11/18 Time: 22:56
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.088436 6.364719 0.328127 0.7464
NPF? 0.432156 0.181478 2.381315 0.0279
LN_CAR? 2.690547 0.943049 2.853029 0.0102
LN_FDR? -1.527087 1.093951 -1.395937 0.1788
INFLASI? 0.058040 0.129475 0.448276 0.6590
BIRATE? -0.281067 0.412013 -0.682180 0.5034
Fixed Effects (Cross)
_BCAS—C -0.324159
_BRIS—C 1.041429
_BJBS—C 1.051386
_BPS—C -1.108268
_BVS—C 0.616446
_MBS—C -1.276833 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.683126 Mean dependent var 3.596769
Adjusted R-squared 0.516350 S.D. dependent var 1.548530
S.E. of regression 1.076924 Akaike info criterion 3.262670
Sum squared resid 22.03555 Schwarz criterion 3.776442
Log likelihood -37.94005 Hannan-Quinn criter. 3.427030
F-statistic 4.096074 Durbin-Watson stat 2.260048
Prob(F-statistic) 0.004022
3. Uji Chow
Uji Chow berfungsi untuk memilih metode panel yang cocok
digunakan dalam model, apakah dengan metode Common Effect Model
atau dengan metode Fixed Effect Model. Di bawah ini adalah hasil uji
Chow menggunakan Eviews 9.0:
70
Tabel 4. 12: Hasil Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 1.528280 (5,19) 0.2281
Cross-section Chi-square 10.140825 5 0.0713
Nilai yang harus diperhatikan pada uji chow adalah nilai probabilitas
dari F-Statistik. Hipotesis yang digunakan dalam uji chow adalah sebagai
berikut:
H0 : Common Effect Model (CEM)
Ha : Fixed Effect Model (FEM)
Jika nilai probabilitas F-statistik lebih kecil dari tingkat signifikasi
(5%), maka tolak H0, sebaliknya padabila nilai F-statistik lebih besar dari
0.05 maka H0 diterima. Nilai probabilitas F-statistik model pertama adalah
0,2281 yaitu lebih besar dari tingkat signifikansi (0.2281>0.05) dengan
demikian metode data panel yang tepat antara Common Effect Model
(CEM) dengan Fixed Effect Model (FEM) adalah Common Effect Model
(CEM). Hasil uji Chow menunjukan tingkat signifikansi pada 0.0713,
sehingga kesimpulan yang diambil adalah menerima H0 dan model yang
dipilih adalah Common Effect Model (CEM).
E. Analisis dan Interpretasi Regresi Data Panel
Hasil Uji Chow dan Uji Hausman menunjukkan bahwa di antara model
common effect, fixed effect, dan random effect, model terbaik yang dapat dipakai
dalam penelitian adalah common effect. Berikut adalah hasil olah data common
effect:
71
Tabel 4. 13: Hasil Uji Common Effect Model (CEM)
Dependent Variable: Y?
Method: Pooled Least Squares
Date: 03/11/18 Time: 22:55
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 12.91546 4.168813 3.098115 0.0049
NPF? 0.531467 0.122297 4.345723 0.0002
LN_CAR? 1.384367 0.460707 3.004873 0.0061
LN_FDR? -2.553206 0.887582 -2.876587 0.0083
INFLASI? 0.078018 0.124698 0.625658 0.5374
BIRATE? -0.615653 0.369177 -1.667635 0.1084 R-squared 0.555686 Mean dependent var 3.596769
Adjusted R-squared 0.463120 S.D. dependent var 1.548530
S.E. of regression 1.134640 Akaike info criterion 3.267364
Sum squared resid 30.89778 Schwarz criterion 3.547604
Log likelihood -43.01046 Hannan-Quinn criter. 3.357015
F-statistic 6.003169 Durbin-Watson stat 1.911919
Prob(F-statistic) 0.000974
Berdasarkan tabel di atas, maka diperoleh model regresi antara variabel
dependen (potensi kebangkrutan) dan variabel independen (NPF, CAR, FDR,
Inflasi, dan BI rate) sebagai berikut:
Returnit= 12.91546 + 0.531467NPFit + 2.553206CAR_LNit –
0.1695884FDR_LNit + 0.025228INFLASIit – 2.079577BIRATEit
Dari hasil regresi pada tabel di atas akan dilakukan analisis persamaan
regresi panel, uji t, uji F, dan uji keofisien determinasi R2 untuk mendapat
penjelasan mengenai hasil penelitian.
1. Persamaan Linear Berganda
Dari persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa:
a. Konstanta sebesar 12.91546 menunjukkan bahwa jika seluruh variabel
independen (NPF, CAR, FDR, Inflasi, dan BI rate) berada pada posisi
konstan atau bernilai 0, maka potensi kebangkrutan memiliki nilai sebesar
12.91546.
72
b. Koefisien regresi NPF memiliki nilai sebesar 0.53146, yang artinya
apabila terjadi kenaikan nilai pada variabel NPF sebesar 1%, maka akan
menaikan tingkat potensi kebangkrutan sebesar 0.53146.
c. Koefisien regresi CAR memiliki nilai sebesar 2.553206, yang artinya
apabila terjadi kenaikan pada nilai variabel CAR sebesar 1%, maka akan
menaikan tingkat potensi kebangkrutan sebesar 2.553206.
d. Koefisien regresi FDR memiliki nilai sebesar -0.1695884, yang artinya
apabila terjadi kenaikan pada nilai variabel FDR sebesar 1%, maka akan
menurunkan tingkat potensi kebangkrutan sebesar 0.1695884.
e. Koefisien regresi Inflasi memiliki nilai sebesar 0.025228, yang artinya
apabila terjadi kenaikan pada nilai variabel inflasi sebesar 1%, maka akan
menaikan tingkat potensi kebangkrutan sebesar 0.025228.
f. Koefisien regresi BI rate memiliki nilai sebesar -2.079577, yang artinya
apabila terjadi kenaikan pada nilai variabel BI rate sebesar 1%, maka akan
menurunkan tingkat potensi kebangkrutan sebesar 2.079577.
2. Uji t
Uji-t bertujuan untuk mengetahui pengaruh secara parsial variabel-variabel
independen yaitu NPF (Non Performing Finance), CAR (Capital Adequacy
Ratio), FDR (Financing to Deposit Ratio), Inflasi, dan BI rate terhadap
variabel dependen yaitu potensi kebangkrutan. Salah satu cara untuk
melakukan uji-t adalah dengan melihat nilai probabilitasnya. Apabila nilai
prob. < tingkat signifikan 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa variabel
independen secara parsial mempengaruhi variabel dependen. Selain dengan
penilaian dari probabilitasnya, uji t juga bisa dilihat dari nilai t statistik dan t
tabelnya, apabila t statistik > t tabel maka terdapat pengaruh antara variabel
dependen terhadap variabel independen. Nilai t tabel dalam penelitian ini
dengan nilai signifikansi 0.05 (5%) dan df= (n-k), df= 25 adalah sebesar
2.059539. Berikut ini merupakan hasil output uji t:
73
Tabel 4. 14: Hasil Uji t
Dependent Variable: Y? Method: Pooled Least Squares Date: 03/11/18 Time: 22:55 Sample: 2011 2015 Included observations: 5 Cross-sections included: 6 Total pool (balanced) observations: 30
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 12.91546 4.168813 3.098115 0.0049
NPF? 0.531467 0.122297 4.345723 0.0002
LN_CAR? 1.384367 0.460707 3.004873 0.0061
LN_FDR? -2.553206 0.887582 -2.876587 0.0083
INFLASI? 0.078018 0.124698 0.625658 0.5374
BIRATE? -0.615653 0.369177 -1.667635 0.1084 R-squared 0.555686 Mean dependent var 3.596769
Adjusted R-squared 0.463120 S.D. dependent var 1.548530
S.E. of regression 1.134640 Akaike info criterion 3.267364
Sum squared resid 30.89778 Schwarz criterion 3.547604
Log likelihood -43.01046 Hannan-Quinn criter. 3.357015
F-statistic 6.003169 Durbin-Watson stat 1.911919
Prob(F-statistic) 0.000974
a. Analisis Pengaruh NPF (Non Performing Finance) terhadap Potensi
Kebangkrutan
Nilai koefisien NPF sebesar 0.531467 menunjukkan hubungan
positif terhadap potensi kebangkrutan. Hasil nilai t hitung yang lebih besar
dari t tabel (4.345723 > 2.059539) dengan nilai probabilitas NPF sebesar
0.0002<0.05 maka Ho ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan
bahwa secara parsial, NPF memiliki pengaruh signifikan terhadap potensi
kebangkrutan BUS.
Kesimpulan ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Risky Ludi Wicaksana (2011) yang menyatakan bahwa secara parsial
variabel NPL berpengaruh positif signifikan terhadap kondisi bermasalah
sektor perbankan. Meilita Fitri Rahmania (2014) juga mengungkapkan
bahwa NPL (dalam bank syariah NPF) berpengaruh positif terhadap
potensi kebangkrutan perusahaan perbankan dengan nilai signifikansi
sebesar 0,011 yang lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05. Akan tetapi
74
hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian yang dilakukan
oleh Christiana Kurniasari (2013) yang mengungkapkan bahwa NPL tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap probabilitas potensi kebangkrutan
perbankan Indonesia.
Jadi, hasil analisis di atas menunjukkan bahwa variabel NPF (Non
Performing Finance) berpengaruh positif signifikan terhadap potensi
kebankrutan bank syariah. Hal ini disebabkan karena bank harus
mengeluarkan biaya yang tinggi untuk cadangan apabila terjadi penuruan
pendapatan akibat besarnya tingkat NPF. NPF (Non Performing Finance)
adalah rasio untuk menilai pembiayaan bermasalah dalam Bank Syariah,
rasio NPF yang tinggi menunjukkan bahwa jumlah pembiayaan
bermasalah pada bank tersebut semakin besar. Tingkat pembiayaan
bermasalah yang tinggi akan menurunkan pendapatan bank yang mana
dapat menurunkan profitabilitas, sehingga kemungkinan akan potensi
terjadinya kebangkrutan semakin besar pula.
b. Analisis Pengaruh CAR (Capital Adequacy Ratio) terhadap Potensi
Kebangkrutan
Nilai koefisien CAR 1.384367 menunjukkan hubungan positif
terhadap potensi kebangkrutan. Hasil nilai t hitung (3.004873 > 2.059539)
dengan nilai probabilitas CAR sebesar 0.0061<0.05 maka Ho ditolak dan
Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial, CAR
memiliki pengaruh signifikan terhadap potensi kebangkrutan BUS.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis sebelumnya pada Bab
III akan tetapi tidak sesuai dengan teori yang menjelaskan mengenai
hubungan antara CAR dengan financial distress, karena hasil penelitian
menunjukkan hasil yang positif, sedangkan berdasarkan teori adalah
negatif. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin kecil
nilai CAR tidak berarti memungkinkan terjadinya potensi kebangkrutan,
begitupula sebaliknya semakin tinggi nilai CAR tidak berarti
memungkinkan dapat menurunkan potensi kebangkrutan bank. Hasil ini
75
sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rendra Pratama (2016).
Pratama mengatakan bahwa rasio CAR yang sangat tinggi tidak selalu
memberikan hasil yang baik bagi pengelolaan aktiva yang beresiko yang
akan berdampak pada tingkat kesehatan bank, hal ini dikarenakan bank
yang tidak mampu dalam mengelola aktiva yang beresiko tersebut, atau
dapat diindikasikan bank tersebut tidak cukup melakukan perluasan dalam
melakukan investasi pada aktiva yang beresiko dalam memperoleh
pendapatan bagi bank. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Kurniasari (2013) akan tetapi berbeda dengan penelitian
Rahmania (2014) yang menyatakan bahwa CAR memiliki hubungan
postitif namun tidak signifikan terhadap financial distress.
Kesimpulan dari hasil uji di atas adalah secara parsial, terdapat
pengaruh yang signifikan dengan arah positif antara variabel CAR
(Capital Adequacy Ratio) terhadap potensi kebangkrutan Bank Syariah.
Rasio CAR yang semakin tinggi tidak berarti dapat menurunkan potensi
kebangkrutan Bank Syariah sebagaimana telah dijelaskan di atas.
c. Analisis Pengaruh FDR (Financing to Deposit Ratio) terhadap Potensi
Kebangkrutan
Nilai koefisien FDR -2.553206 menunjukkan hubungan negatif
terhadap potensi kebangkrutan. Hasil nilai t hitung<dari t tabel (-2.876587
< 2.059539) dengan nilai probabilitas FDR sebesar 0.0083<0.05 maka Ho
ditolak dan Ha diterima sehingga dapat disimpulkan bahwa secara parsial,
FDR memiliki pengaruh signifikan terhadap potensi kebangkrutan BUS.
Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis sebelumnya pada Bab
III akan tetapi tidak sesuai dengan teori yang menjelaskan mengenai
hubungan antara FDR dengan financial distress, karena hasil penelitian
menunjukkan hasil yang negatif, sedangkan berdasarkan teori adalah
positif. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai FDR memiliki
kemungkinan untuk dapat menurunkan potensi kebangkrutan, karena rasio
LDR menunjukkan jumlah pembiayaan yang tinggi sehingga diharapkan
76
dapat mempengaruhi pendapatan suatu bank dalam mendapatkan
keuntungan dari pembiayaan yang disalurkan tersebut.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kurniasari (2013), Istria Sari (2014) dan Rahmania (2014) yang
menyatakan bahwa rasio FDR berpengaruh positif signifikan terhadap
probabilitas kebangkrutan bank. Penelitian yang dilakukan oleh Andari
dan Wiksuana (2017) juga memiliki hasil yang negatif antara FDR dengan
financial distress namun tidak signifikan. Penelitian tersebut mengatakan
bahwa LDR atau FDR dalam Bank Syariah dapat dijadikan sebagai tolak
ukur kinerja suatu perbankan yang berfungsi sebagai lembaga
intermediasi. Besarnya LDR yang disalurkan mengindikasikan bahwa
manajemen bank memiliki kemampuan yang baik dalam hal memasarkan
dana yang semakin baik, walaupun belum maksimal, sehingga hal tersebut
mencerminkan semakin rendahnya kemungkinan terjadinya potensi
kebangkrutan.
d. Analisis Pengaruh Inflasi terhadap Potensi Kebangkrutan
Nilai koefisien Inflasi 0.078018 menunjukkan hubungan positif
terhadap potensi kebangkrutan. Hasil nilai t hitung yang lebih kecil dari t
tabel (0.625658 < 2.059539) dengan nilai probabilitas Inflasi sebesar
0.5374>0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan
bahwa secara parsial, Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap potensi
kebangkrutan BUS.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurul
Sulistiyaningsih (2017) yang menyatakan bahwa inflasi tidak berpengaruh
signifikan terhadap financial distress Bank Syariah maupun Bank
Konvensional. Hasil ini juga didukung oleh Rosanna (2007) yang
mengatakan bahwa pada saat inflasi tinggi maka masyarakat lebih percaya
terhadap perbankan syariah dibandingkan dengan perbankan kinvensional.
Kepercayaan masyarakat tersebut juga dimungkinkan karena adanya
pengalaman historis pada saat terjadi krisis ekonomi tahun 1997, di mana
77
pada masa tersebut tingkat inflasi di Indonesia sangat tinggi dan akahirnya
mengakibatkan banyak Bank Konvensional yang mengalami kebangkrutan
akibat menerapkan tingkat bunga yang terlalu tinggi untuk mengimbangi
laju inflasi serta untuk menarik nasabah agar tetap menempatkan dananya
sehingga mengakibatkan terjadinya negative spread dan pada akhirnya
bank tersebut tidak dapat mengembalikan dana masyarakat yang telah
disimpan beserta bunganya.
Hasil penelitian ini juga didukung Anas Tinton (2015) yang
menyatakan bahwa Inflasi tidak berpengaruh signifikan terhadap
profitabilitas bank. Hasil penelitian tersebut dapat dijadikan variabel
perantara yang artinya profitabilitas bank yang baik menandakan bank
jauh dari potensi kebangkrutan. Oleh karena itu Inflasi yang tidak
berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank, secara tidak langsung
ia juga tidak berpengaruh terhadap potensi kebangkrutan.
Dari penelitian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel
inflasi tidak berpengaruh langsung terhadap potensi kebangkrutan Bank
Syariah, Inflasi yang tinggi belum tentu memperbesar potensi
kebangkrutan Bank Syariah. Hal ini menunjukkan bahwa operasional
Bank Syariah tidak bergantung kepada bunga sehingga ketika terjadi
inflasi, uang yang dikelola Bank Syariah tidak akan terlalu bergejolak.
e. Analisis Pengaruh BI rate terhadap Potensi Kebangkrutan
Nilai koefisien BI rate -0.615653 menunjukkan hubungan negatif
terhadap potensi kebangkrutan. Hasil nilai t statistik yang lebih kecil dari t
tabel (-1.667635 < 2.059539) dengan nilai probabilitas BI rate sebesar
0.1084>0.05 maka Ho diterima dan Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan
bahwa secara parsial, BI rate tidak berpengaruh signifikan terhadap
potensi kebangkrutan BUS.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nurul
Sulistiyaningsih (2017) yang menyatakan bahwa BI rate tidak
berpengaruh signifikan terhadap financial distress Bank Syariah. Hasil
78
penelitian ini juga didukung penelitian yang dilakukan oleh Hidayati
(2014 yang menyatakan bahwa BI rate tidak berpengaruh signifikan
terhadap profitabilitas bank. Hasil penelitian tersebut dapat dijadikan
variabel perantara yang artinya apabila profitabilitas bank baik,
menandakan bank jauh dari potensi kebangkrutan. Oleh karena itu BI rate
yang tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas bank, secara
tidak langsung ia juga tidak berpengaruh terhadap potensi kebangkrutan.
Hasil uji t di atas menunjukkan BI rate tidak mempunyai pengaruh
signifikan terhadap potensi kebangkrutan bank syariah. Dapat ditarik
kesimpulan bahwa kenaikan BI rate tidak mempengaruhi bank syariah
secara langsung. Hal tersebut dikarenakan dalam pelaksanaan usahanya
bank syariah tidak mengacu pada tingkat suku bunga. Selain itu, bank
syariah juga telah melakukan beberapa kebijakan internal, di antaranya
dengan menaikkan nisbah bagi hasil yang ditawarkan untuk
mengantisipasi kenaikan BI rate (Hidayati, 2014:94).
3. Uji F
Pengujian secara simultan atau uji F digunakan untuk menguji
pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel
dependen. Apabila probabilitas < 0.05 maka H0 ditolak dan Ha diterima,
sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen berpengaruh
secara simultan terhadap variabel dependen. Sebaliknya, apabila nilai
probabilitas>0.05 maka H0 diterima dan Ha ditolak dan dapat disimpulkan
bahwa variabel independen secara simultan tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen. Berikut ini adalah hasil dari uji hipotesis secara
simultan:
79
Tabel 4. 15: Hasil Uji F
R-squared 0.555686 Mean dependent var 3.596769
Adjusted R-squared 0.463120 S.D. dependent var 1.548530
S.E. of regression 1.134640 Akaike info criterion 3.267364
Sum squared resid 30.89778 Schwarz criterion 3.547604
Log likelihood -43.01046 Hannan-Quinn criter. 3.357015
F-statistic 6.003169 Durbin-Watson stat 1.911919
Prob(F-statistic) 0.000974
Berikut ini merupakan hipotesis pengujian Uji F:
H0 =Tidak terdapat pengaruh signifikan antara NPF (Non Performing
Finance), CAR (Capital Adequacy Ratio), FDR (Financing to
Deposit Ratio), Inflasi, dan BI rate terhadap potensi kebangkrutan
secara simultan.
Ha =Terdapat pengaruh signifikan antara NPF (Non Performing
Finance), CAR (Capital Adequacy Ratio), FDR (Financing to
Deposit Ratio), Inflasi, dan BI rate terhadap potensi kebangkrutan
secara simultan.
Berdasarkan hasil output uji F pada tabel 4.19 menunjukkan bahwa
nilai F hitung sebesar 6.003169 sedangkan nilai F tabel dengan nilai
signifikansi 0.05 (5%) dan df1 (k-1) = 4 dan df2 (n-k) = 25 diperoleh nilai
F tabel sebesar 2.75871 . sehingga dapat dikatakan bahwa F hitung > F
tabel (6.003169>2.75871). Selain itu, terlihat dalam nilai probabilitas F-
statistik sebesar 0.000000 yang lebih kecil dari nilai signifikansi 0,05 (5%)
(0.000974<0.005) maka keputusan yang diambil adalah menolak H0.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa NPF (Non Performing
Finance), CAR (Capital Adequacy Ratio), FDR (Financing to Deposit
Ratio), Inflasi, dan BI rate secara simultan mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap potensi kebangkrutan.
80
4. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan model dalam penelitian menerangkan variabel dependen.
Koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4. 16: Hasil Uji Koefisien Determinasi
R-squared 0.555686 Mean dependent var 3.596769
Adjusted R-squared 0.463120 S.D. dependent var 1.548530
S.E. of regression 1.134640 Akaike info criterion 3.267364
Sum squared resid 30.89778 Schwarz criterion 3.547604
Log likelihood -43.01046 Hannan-Quinn criter. 3.357015
F-statistic 6.003169 Durbin-Watson stat 1.911919
Prob(F-statistic) 0.000974
Berdasarkan tabel 4.20 dapat diketahui nilai Adjusted R-squared
adalah sebesar 0,463120. Hal ini menunjukkan bahwa variabel potensi
kebangkrutan dapat dijelaskan oleh variabel independen yaitu NPF (Non
Performing Finance), CAR (Capital Adequacy Ratio), FDR (Financing to
Deposit Ratio), Inflasi, dan BI rate sebesar 46%, sedangkan sisanya 54%
dijelaskan oleh faktor lain. Variabel independen yang berpengaruh
terhadap financial distress diantaranya adalah NPF, CAR, dan FDR.
Ketiga variabel tersebut adalah faktor internal, sedangkan faktor eksternal
dalam penelitian ini (Inflasi dan BI rate) tidak berpengaruh signifikan
terhadap potensi kebangkrutan.
81
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan terhadap 30 bank umum syariah di
Indonesia selama periode tahun 2011-2015. Penelitian ini menganalisis
pengaruh faktor internal dan faktor eksternal yang terdiri dari NPF (Non
Performing Finance), CAR (Capital Adequacy Ratio), FDR (Financing to
Deposit Ratio), Inflasi, dan BI rate terhadap potensi kebangkrutan Bank
Syariah yang dinilai dari hasil Altman Z-Score modifikasi. Berdasarkan
analisa dan pembahasan pengujian hipotesis dengan menggunakan regresi
panel, didapat kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara parsial, ketiga variabel bebas faktor internal yang terdiri dari
NPF, CAR, dan FDR berpengaruh signifikan signifikan terhadap
potensi kebangkrutan Bank Syariah. Berdasarkan hasil uji t maka dapat
diketahui bahwa:
a. Variabel NPF berpengaruh signifikan dan positif terhadap
potensi kebangkrutan dengan nilai signifikansi 0.0002 dan
nilai koefisien 0.531467.
b. Variabel CAR berpengaruh signifikan dan positif terhadap
potensi kebangkrutan dengan nilai signifikansi 0.0061 dan
nilai koefisien 1.384367
c. Variabel FDR berpengaruh signifikan dan negatif terhadap
potensi kebangkrutan dengan nilai signifikansi 0.0083 dan
nilai koefisien -0.615653.
2. Kedua variabel bebas faktor eksternal yang terdiri dari Inflasi dan BI
rate tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap potensi kebangkrutan
Bank Syariah. Berdasarkan hasil uji t maka dapat diketahui bahwa:
a. Variabel Inflasi tidak memiliki pengaruh signifikan dengan
nilai positif dengan nilai signifikansi 0.5374 dan nilai koefisien
0.078018.
82
b. Variabel BI rate tidak memiliki pengaruh signifikan dengan
nilai positif dengan nilai signifikansi 0.1084 dan nilai koefisien
-0.615653
3. Secara simultan, seluruh variabel bebas yaitu NPF, CAR, FDR, Inflasi,
dan BI rate berpengaruh terhadap potensi kebangkrutan bank syariah.
Hal ini ditunjukan dari nilai F hitung > F tabel (6.003169>2.75871)
dan dengan nilai prob. Sebesar 0.000974 yang lebih kecil dari nilai
signifikansi 0.05 (5%).
4. Variabel CAR merupakan variabel independen yang paling dominan
mempengaruhi potensi kebangkrutan Bank Syariah sengan nilai
koefisien sebesar 1.384367.
B. Saran
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari
kesempurnaan. Untuk itu berdasarkan hasil penelitian, maka penulis
memberikan saran sebagai berikut:
1. Bagi Bank
a. Nilai NPF pada keenam Bank Umum Syariah yang cenderung
mengalami kenaikan pada tahun 2014 dan tahun 2015, bahkan
beberapa bank seperti BPS dan BVS memiliki nilai NPF di atas
5%. Sesuai hasil penelitian, NPF yang tinggi dapat berpengaruh
positif signifikan terhadap potensi kebangkrutan bank. Oleh karena
itu Bank Syariah perlu meningkatkan kinerja yang berkaitan
dengan pembiayaan untuk meminimalisir risiko yang
mengakibatkan nilai NPF tinggi, seperti dengan selalu melakukan
analisis kredit menggunakan penilaian 6C (character, capital,
capacity, conditions of economy, collateral, dan constraints)
terhadap nasabah yang mengajukan pembiayaan.
b. Nilai CAR pada keenam BUS berada jauh di atas rata-rata 8% yang
telah ditetapkan oleh Bank Indonesia, yang berarti bahwa bank
memiliki cadangan permodalan yang cukup. Namun, sesuai hasil
83
penelitian yang menyatakan bahwa CAR berpengaruh positif
signifikan terhadap potensi kebangkrutan, Bank Syariah harus lebih
memperhatikan apakah pengelolaan aktiva produktif yang beresiko
sudah maksimal atau belum.
c. Nilai FDR keenam BUS secara umum rata-rata sekitar 80-90%.
Meskipun nilai FDR hampir mencapai batas yang ditentukan yaitu
100%, namun tidak berarti bank berada dalam keadaan tidak sehat
atau bangkrut. Dengan nilai FDR yang tinggi diharapkan
pendapatan bank dapat meningkat melalui pembayaran pembiayaan
oleh para deposan. Bank Syariah perlu memaksimalkan kinerja
dalam pengawasan terhadap pembiayaan yang telah diberikan
supaya lancar, dan mempertahankan nilai FDR agar tidak
terlampau tinggi, sehingga bank jauh dari potensi kebangkrutan.
2. Bagi Akademisi
Sebagai tambahan referensi untuk peneliti selanjutnya yang
meneliti tentang potensi kebangkrutan Bank Syariah disarankan untuk
menggunakan metode lain yang lebih cocok dan terbaru selain metode
Altman Z-score, sehingga hasilnya dapat lebih maksimal. Selain itu,
peneliti selanjutnya disarankan untuk menggunakan variabel eksternal
lain yang memiliki kemungkinan berpengaruh terhadap potensi
kebangkrutan Bank Syariah.
84
DAFTAR PUSTAKA
Adityantoro, Y. Widi Kurnia, “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Profitabilitas Perbankan di Indonesia”. Diponegoro Jurnal of
Accounting, Tahun 2013, ISSN: 2337-3806
Alim, Syahirul. “Analisis Pengaruh Inflasi dan BI rate Terhadap Return On
Assets (ROA) Bank Syariah di Indonesia”. Jurnal Modernisasi, Vol. 10,
No. 3, Oktober 2014.
Altman, Edward. I, “Financial Ratios, Discriminant Analysis and the
Prediction of Coorporate Bankrupcty”. Journal of Finance, September
1968.
Altman, E. “Coorporate Financial Distress”. New York: John Wiley & Sons,
1983.
Altman, E., Haertzell, J. dan Peck, M.. “Emerging Markets Coorporate
Bonds: A Scoring System”. New York: Wiley and Sons. 1995
Andari, Ni Made Meliani dan I Gusti Bagus Wicaksuana. “ RGEC Seabagai
Determinasi Dalam Menanggulangi Financial Distress Pada Perusahaan
Perbankan di Bursa Efek Indonesia”. E-Jurnal Manajemen Uund, Vol. 6,
No. 1, 2017: 116-145
Aprylia, Cindy. “Analisis Potensi Financial Distress Dengan Metode Altman
Z-Score pada Bank Umum Syariah di Indonesia Periode Tahun 2010-
2014”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2016
Arifin, Zainul. Dasar-Dasar Manajemen Bank Syariah. Edisi Revisi. Jakarta:
Pustaka Alvabet. 2006
Boediono dan Wayan Koster. Teori dan Aplikasi Statistika dan Probabilitas,
Cet. Ketiga. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2004.
Brigham, Eugene F. dan Joel F. Housten. DasarDasar Manajemen Keuangan.
Jakrta: Salemba Empat. 2006
Dendawijaya, Lukman. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.
2009
85
Ghazali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghazali, Imam. Analisis Multivariat dan Ekonometrika. Semarang: UNDIP.
2016
Harahap, Sofyan S. Analisis Kritis Atas Laporan Keuangan. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2009.
Harahap, Sofyan S, dkk. Akuntansi Perbankan Syariah: Edisi Revisi. Jakarta:
Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti (LPFE-
USAKTI) 2014.
Harmono, Manajemen Keuangan Berbasis Balanced Scorecard. Jakarta: PT.
Bumi Aksara, 2014.
Hasanah, Nur. “Analisis Rasioa Keuangan Model Altman dan Model
Springate sebagai Early Warning System Terhadap Prediksi Kondisi
Bermasalah pada Bank Go Public”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan
Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarih Hidayatullah Jakarta. 2010.
Hidayati, Amalia Nurul. “Pengaruh Inflasi, BI rate dan Kurs Terhadap
Profitabilitas Bank Syariah di Indonesia”. Jurnal An-Nisbah, Vol. 01,
Oktober 2014.
Ihsan, D. N. Analisis Laporan Keuangan Perbankan Syariah. Ciputat: UIN
Jakarta Press. 2013.
Kamarudin, Fakarudin dan Fadzlan Sufian. “Bank-Specific and
Macroeconomics Determinants of Profitability Bangladesh’s
Commercial Banks. The Bangladesh Development Studies, Vol. 35,
No.4, Desember 2010, hal. 1-28
Kartika, Sharfina Putri & Dwi Nuraini Ihsan. “Potensi Kebangkrutan Pada
Sektor Perbankan Syariah Untuk Menghadapi Perubahan Lingkungan
Bisnis”. Jurnal Ekonomi Vol. 4, Oktober 2015, hal: 113-146
Kasmir. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Edisi Revisi. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada. 2008
Khadapi, Muamar. “Pengaruh CAR, ROA, BOPO, dan FDR Terhadap
Financial Distress Bank Umum Syariah di Indonesia Periode 2014-
86
2016”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2017
Kodifikasi Peraturan Bank Indonesia Kelembagaan Penilaian Tingkat
Kesehatan Bank.
Kurniasari, Christiana. “Analisis Pengaruh Rasio CAMEL dalam
Memprediksi Financial Distress Perbankan Indonesia”. Skripsi S1
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. 2013.
Lukviarman, Niki dan Ayu Suci Ramdhani. “Perbandingan Analisis Prediksi
Kebangkrutan Menggunakan Model Altman Pertama, Altman Revisi,
dan Altman Modifikasi Dengan Ukuran dan Umur Perusahaan Sebagai
Variabel Penjelas”. Jurnal Siasat Bisnis Vol. 13 No. 1, April 2009: 15-28
Masyhud, Ali. Manajemen Resiko: Strategi Perbankan dan Dunia Usaha
Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada. 2006
Muhammad Iqbal Dwi Nugroho “Analisis Prediksi Financial Distress Dengan
Menggunakan Model Altman Z-score Modifikasi 1995 (Studi kasus
pada perusahaan manufaktur yang go publik di Indonesia tahun 2008
sampai dengan tahun 2010)”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomika dan Bisnis
Universitas Diponegoro Semarang. 2012.
Nada, Shofaun & Muhammad Nadratuzzaman Hosen. “Pengukuran Tingkat
Kesehatan dan Gejala Financial Distress Bank Umum Syariah” Jurnal
Ekonomia, Volume 9, Nomor 2, 2013.
Purbayati, Radia. “Analisis Prediksi Faktor Penyebab Probabilitas
Kebangkrutan Bank”. Jurnal Ekonomi, Keuangan, Perbankan, Dan
Akuntansi Vol. 2, No. 2, November 2010. Hal. 229-243.
Rahmania, Meilita Fitri dan Suwardi Bambang Hermanto. “Analisis Rasio
Keuangan Terhadap Financial Distress Perusahaan Perbankan Studi
Empiris di BEI 2010-2012”. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3, No.
11. 2014.
87
Rosanna, Dahlia Rizky. “Pengaruh Inflasi, Nilai Tukar dan Suku Bunga SBI
Terhadap Profitabilitas Perbankan Syariah di Indonesia Tahun 2002-
2006”. Jurnal bisnis dan Manajemen 2 (3). 2007
ST. Ibrah Mustafa Kamal “Analisis Prediksi Kebangkrutan Pada Perusahaan
Go Public di Bursa Efek Indonesia (dengan menggunakan model Altman
Z-score)”. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Hasanuddin Makasar. 2012.
Sarwono, Jonathan. Prosedur-Prosedur Aplikasi Riset Skripsi Dan Tesis
dengan Eviews. Yogyakarta: Penerbit Gava Media. 2016
Sulistiyaningsih, Nurul. “Analisis Pengaruh Variabel Makro dan Rasio
Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi Financial Distress Bank Umum
Syariah dan Bank Konvensional dengan Model Logistic Regression di
Indonesia. Skripsi S1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas
Islam Negeri Sunan Kalijaga. 2017
Suliyanto. Ekonometrika Terapan - Teori dan Aplikasi dengan SPSS.
Yogyakarta: ANDI. 2011
Tinton, Anas. “Pengaruh Variabel Makroekonomi Terhadap Profitabilitas
Perbankan Syariah di Indonesia Periode 2010-2013”. Skripsi S1 Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2015
Wicaksana, Rizki Ludy. “Analisis Pengaruh Rasio CAMEL Terhadap Kondisi
Bermasalah pada Sektor Perbankan di Indonesia”. Skripsi S1 Fakultas
Ekonomi Universitas Diponegoro. 2011
Widarjono, Agus. Analisis Statistika Multivariat Terapan. Yogyakarta: Unit
Penerbit dan Percetakan STIM YKPN. 2010
Wong, Jia Chian dan Tze San Ong. “A Revisited of Altman Z-Score Model For
Companies Listed in Busra Malaysia”. Malaysia: International Journal
of Business and Social Science, Vol. 5 No. 12. 2014
88
LAMPIRAN
Lampiran 1 : Daftar Bank Umum Syariah tahun 2015
No Bank Umum
Syariah
Kode Spin-Off
Bank Umum Syariah Nasional (BUSN) Devisa
1 Bank Muamalat
Syariah
BMS November
1991
2 Bank Syariah
Mandiri
BSM November
1999
3 Bank Negara
Indonesia Syariah
BNIS April 2000
4 Bank Mega Syariah BMS Juli 2004
Bank Umum Syariah Nasional (BUSN) Non Devisa
5 Bank Rakyat
Indonesia Syariah
BRIS Desember
2008
6 Bank Syariah
Bukopin
BSB Oktober
2008
7 Bank Panin Syariah BPS Oktober
2009
8 Bank Jabar Banten
Syariah
BJBS Januari
2010
9 Bank Centra Asia
Syariah
BCAS April 2010
10 Bank Victoria
Syariah
BVS Aril 2010
Bank Umum Syariah (BUS) CampuranMei 2014
11 Maybank Syariah MBS Oktober
2010
89
Lampiran 2: Angka dalam variabel Z-Score BUS tahun 2011-2015
No Bank Tahun TA RE EBIT BE TL
1 BCAS 2.011 1.217.097 6.773 8.950 8.439 190.216
2
2.012 1.602.181 8.360 10.961 6.767 268.793
3
2.013 2.041.419 12.701 16.761 18.569 275.000
4
2.014 2.994.449 12.950 17.498 20.311 326.917
5
2.015 4.349.600 16.230 31.900 25.376 329.616
6 BRIS 2.011 11.200.823 11.654 16.701 125.327 2.230.290
7
2.012 14.088.914 101.888 138.052 123.065 3.431.739
8
2.013 17.400.914 129.568 183.942 163.163 4.504.515
9
2.014 20.343.249 6.577 10.378 151.925 5.610.590
10
2.015 24.230.247 591.958 16.907 170.843 21.907.000
11 BJBS 2.011 2.849.451 18.395 25.769 8.927 350.268
12
2.012 4.239.449 (18.180) (18.180) 141.149 572.584
13
2.013 4.695.088 28.316 40.571 160.886 711.187
14
2.014 6.090.945 22.744 34.313 160.785 594.012
15
2.015 6.439.996 32.312 15.949 236.764 525.022
16 BPS 2.011 1.016.878 9.233 12.410 24.446 163.564
17
2.012 2.140.482 37.099 49.572 24.761 612.730
18
2.013 4.052.701 21.332 29.162 28.527 1.026.305
19
2.014 6.207.679 70.939 95.732 29.861 892.549
20
2.015 7.135.417 150.456 77.305 31.901 841.347
21 BVS 2.011 642.026 20.559 26.852 12.317 64.479
22
2.012 939.472 10.164 10.374 13.568 161.411
23
2.013 1.323.398 4.075 4.928 14.171 114.822
24
2.014 58.393 (785) (25.049) 15.629 121.900
25
2.015 1.379.265 15.659 (31.985) 16.556 111.207
26 MBS 2.011 1.692.959 40.269 54.350 11.300 598.773
27
2.012 2.062.552 40.353 56.187 8.545 522.991
28
2.013 2.299.971 41.367 59.188 6.138 505.245
29
2.014 2.449.723 55.953 76.637 4.743 497.768
30
2.015 2.299.643 24.994 (391.351) 2.162 512.714
31 BSB 2.011 2.730.027 12.209 15.023 57.646 2.474.252
32
2.012 3.616.108 17.298 24.354 24.761 3.343.035
33
2.013 4.343.069 19.548 27.245 28.257 4.047.138
34
2.014 5.161.300 8.662 12.552 29.861 4.656.884
35
2.015 5.827.154 14.849 40.666 15.301 5.194.071
90
Lampiran 3: Perhitungan Altman Z-Score
Bank Tahun WCTA
(6,65)
RETA
(3,26)
EBITTA
(6,72)
BVETL
(1,05) Z-Score
BCAS 2011 2,3968 0,0181 0,0494 0,0466 2,5110
2012 2,2411 0,0170 0,0460 0,0264 2,3305
2013 2,6564 0,0203 0,0552 0,0709 2,8028
2014 3,1027 0,0141 0,0393 0,0652 3,2213
2015 2,9293 0,0122 0,0493 0,0808 3,0716
BRIS 2011 3,8998 0,0034 0,0100 0,0590 3,9722
2012 3,4942 0,0236 0,0658 0,0377 3,6212
2013 3,1455 0,0243 0,0710 0,0380 3,2788
2014 2,8216 0,0011 0,0051 0,0384 2,8545
2015 2,4758 0,0796 0,0047 0,0082 2,5683
BJBS 2011 4,4077 0,0210 0,0608 0,0268 4,5163
2012 3,7151 -0,0140 -0,0288 0,2588 3,9311
2013 3,5199 0,0197 0,0581 0,2375 3,8351
2014 4,3057 0,0122 0,0392 0,2842 4,6413
2015 5,8822 0,0164 0,0392 0,4735 2,2415
BPS 2011 2,9730 0,0296 0,0820 0,1569 2,1682
2012 1,9137 0,0565 0,1556 0,0424 2,5555
2013 2,4608 0,0172 0,0484 0,0292 1,2365
2014 1,0605 0,0373 0,1036 0,0351 0,8462
2015 0,6649 0,0687 0,0728 0,0398 2,2415
BVS 2011 6,3539 0,1044 0,2811 0,2006 6,9399
2012 6,1189 0,0353 0,0742 0,0883 6,3167
2013 3,5727 0,0100 0,0250 0,1296 3,7373
2014 2,4259 -0,0438 -0,1167 0,1346 -0,3659
2015 5,9092 0,0370 -0,1558 0,1563 5,9467
MBS 2011 3,5956 0,0775 0,2157 0,0198 3,9087
2012 4,4257 0,0638 0,1831 0,00007 4,6726
2013 4,6972 0,0586 0,1729 0,0128 4,9415
2014 4,1358 0,0745 0,2102 0,0100 4,4305
2015 5,0637 0,0354 -1,1436 1,0044 3,9600
BSB 2011 6,5155 0,0146 0,0370 0,0245 6,5916
2012 6,2822 0,0156 0,0453 0,0078 6,3508
2013 5,9488 0,0147 0,0422 0,0074 6,0131
2014 5,7215 0,0055 0,0166 0,0067 5,7501
2015 5,8121 0,0083 0,0469 0,0031 5,8703
91
Lampiran 4 : Data Variabel Penelitian
Bank Tahun Y NPF LN_CAR LN_FDR INFLASI BIRATE
BCAS 2011 2,5110 0,15 3,85 4,37 3,75 6,00
2012 2,3305 0,10 3,45 4,38 4,30 5,75
2013 2,8028 0,10 3,11 4,42 8,34 7,50
2014 3,2213 0,10 3,39 4,54 8,36 7,75
2015 3,0716 0,70 3,54 4,52 3,35 7,50
BRIS 2011 3,9722 2,77 2,69 4,51 3,75 6,00
2012 3,6212 3,00 2,48 4,61 4,30 5,75
2013 3,2788 4,06 2,67 4,63 8,34 7,50
2014 2,8545 4,60 2,56 4,43 8,36 7,75
2015 2,5683 4,90 2,63 4,54 3,35 7,50
BJBS 2011 4,5163 1,36 3,41 4,38 3,75 6,00
2012 3,9311 3,97 3,05 4,48 4,30 5,75
2013 3,8351 1,86 2,89 4,58 8,34 7,50
2014 4,3880 5,84 2,76 4,65 8,36 7,75
2015 5,9839 6,90 3,11 4,54 3,35 7,50
BPS 2011 3,2415 0,88 4,13 5,09 3,75 6,00
2012 2,1682 0,20 3,47 4,82 4,30 5,75
2013 2,5555 4,27 3,04 4,50 8,34 7,50
2014 1,2365 0,53 3,25 4,53 8,36 7,75
2015 0,8462 2,63 3,01 4,57 3,35 7,50
BVS 2011 6,9399 2,26 3,81 3,83 3,75 6,00
2012 6,3167 2,43 3,34 3,83 4,30 5,75
2013 3,7373 3,19 2,91 4,44 8,34 7,50
2014 0,1143 3,71 2,73 4,52 8,36 7,75
2015 5,9467 7,10 2,78 4,57 3,35 7,50
MBS 2011 3,9087 0,00 4,30 4,42 3,75 6,00
2012 4,6726 2,49 4,16 4,49 4,30 5,75
2013 4,9415 2,69 4,08 4,54 8,34 7,50
2014 4,4305 5,04 3,95 5,06 8,36 7,75
2015 3,9600 6,40 3,65 4,71 3,35 7,50
92
Lampiran 5: Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
-3.0 -2.5 -2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0
Series: ResidualsSample 1 30Observations 30
Mean -7.25e-16Median 0.399321Maximum 1.587986Minimum -2.879050Std. Dev. 1.032202Skewness -0.735995Kurtosis 3.184092
Jarque-Bera 2.750807Probability 0.252738
2. Uji Multikolinearitas
NPF LN_CAR LN_FDR INFLASI BIRATE
NPF 1.000000 -0.421217 0.167676 0.023149 0.425511
CAR_LN -0.421217 1.000000 0.043088 -0.238067 -0.347606
FDR_LN 0.167676 0.043088 1.000000 0.155876 0.281883
INFLASI 0.023149 -0.238067 0.155876 1.000000 0.609881
BIRATE 0.425511 -0.347606 0.281883 0.609881 1.000000
3. Uji Heterokedastisitas
Heteroskedasticity Test: White F-statistic 0.736701 Prob. F(5,24) 0.6033
Obs*R-squared 3.991734 Prob. Chi-Square(5) 0.5506
Scaled explained SS 2.789861 Prob. Chi-Square(5) 0.7323
Test Equation:
Dependent Variable: RESID^2
Method: Least Squares
Date: 03/15/18 Time: 15:07
Sample: 1 30
93
Included observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.761281 3.029456 0.251293 0.8037
NPF^2 -0.015024 0.026490 -0.567141 0.5759
LN_CAR^2 -0.088065 0.093108 -0.945843 0.3537
LN_FDR^2 -0.034639 0.140690 -0.246210 0.8076
INFLASI^2 -0.005381 0.016053 -0.335194 0.7404
BIRATE^2 0.048189 0.042562 1.132209 0.2687 R-squared 0.133058 Mean dependent var 1.029926
Adjusted R-squared -0.047555 S.D. dependent var 1.548115
S.E. of regression 1.584498 Akaike info criterion 3.935269
Sum squared resid 60.25520 Schwarz criterion 4.215508
Log likelihood -53.02903 Hannan-Quinn criter. 4.024920
F-statistic 0.736701 Durbin-Watson stat 2.016866
Prob(F-statistic) 0.603288
4. Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.007177 Prob. F(2,22) 0.9929
Obs*R-squared 0.019561 Prob. Chi-Square(2) 0.9903
Test Equation:
Dependent Variable: RESID
Method: Least Squares
Date: 03/15/18 Time: 15:05
Sample: 1 30
Included observations: 30
Presample missing value lagged residuals set to zero. Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 0.060859 4.523776 0.013453 0.9894
NPF -0.002509 0.130329 -0.019249 0.9848
LN_CAR 0.016746 0.504989 0.033161 0.9738
LN_FDR -0.030409 1.055338 -0.028814 0.9773
INFLASI 0.001388 0.131949 0.010517 0.9917
BIRATE 0.002989 0.402255 0.007430 0.9941
RESID(-1) -0.008355 0.233682 -0.035752 0.9718
RESID(-2) 0.028100 0.255889 0.109814 0.9136 R-squared 0.000652 Mean dependent var -7.25E-16
Adjusted R-squared -0.317322 S.D. dependent var 1.032202
S.E. of regression 1.184706 Akaike info criterion 3.400045
Sum squared resid 30.87764 Schwarz criterion 3.773698
Log likelihood -43.00068 Hannan-Quinn criter. 3.519580
F-statistic 0.002051 Durbin-Watson stat 1.904145
Prob(F-statistic) 1.000000
94
Lampiran 6: Estimasi Regresi Data Panel
1. Common Effect Model (CEM)
Dependent Variable: Y?
Method: Pooled Least Squares
Date: 03/15/18 Time: 13:57
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 12.91546 4.168813 3.098115 0.0049
NPF? 0.531467 0.122297 4.345723 0.0002
LN_CAR? 1.384367 0.460707 3.004873 0.0061
LN_FDR? -2.553206 0.887582 -2.876587 0.0083
INFLASI? 0.078018 0.124698 0.625658 0.5374
BIRATE? -0.615653 0.369177 -1.667635 0.1084 R-squared 0.555686 Mean dependent var 3.596769
Adjusted R-squared 0.463120 S.D. dependent var 1.548530
S.E. of regression 1.134640 Akaike info criterion 3.267364
Sum squared resid 30.89778 Schwarz criterion 3.547604
Log likelihood -43.01046 Hannan-Quinn criter. 3.357015
F-statistic 6.003169 Durbin-Watson stat 1.911919
Prob(F-statistic) 0.000974
2. Fixed Effect Model (FEM)
Dependent Variable: Y?
Method: Pooled Least Squares
Date: 03/15/18 Time: 13:58
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.088436 6.364719 0.328127 0.7464
NPF? 0.432156 0.181478 2.381315 0.0279
LN_CAR? 2.690547 0.943049 2.853029 0.0102
LN_FDR? -1.527087 1.093951 -1.395937 0.1788
INFLASI? 0.058040 0.129475 0.448276 0.6590
BIRATE? -0.281067 0.412013 -0.682180 0.5034
Fixed Effects (Cross)
_BCAS--C -0.324159
_BRIS--C 1.041429
_BJBS--C 1.051386
_BPS--C -1.108268
_BVS--C 0.616446
_MBS--C -1.276833
95
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.683126 Mean dependent var 3.596769
Adjusted R-squared 0.516350 S.D. dependent var 1.548530
S.E. of regression 1.076924 Akaike info criterion 3.262670
Sum squared resid 22.03555 Schwarz criterion 3.776442
Log likelihood -37.94005 Hannan-Quinn criter. 3.427030
F-statistic 4.096074 Durbin-Watson stat 2.260048
Prob(F-statistic) 0.004022
3. Uji Chow
Redundant Fixed Effects Tests
Pool: Untitled
Test cross-section fixed effects Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 1.528280 (5,19) 0.2281
Cross-section Chi-square 10.140825 5 0.0713
Cross-section fixed effects test equation:
Dependent Variable: Y?
Method: Panel Least Squares
Date: 03/15/18 Time: 13:59
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 12.91546 4.168813 3.098115 0.0049
NPF? 0.531467 0.122297 4.345723 0.0002
LN_CAR? 1.384367 0.460707 3.004873 0.0061
LN_FDR? -2.553206 0.887582 -2.876587 0.0083
INFLASI? 0.078018 0.124698 0.625658 0.5374
BIRATE? -0.615653 0.369177 -1.667635 0.1084 R-squared 0.555686 Mean dependent var 3.596769
Adjusted R-squared 0.463120 S.D. dependent var 1.548530
S.E. of regression 1.134640 Akaike info criterion 3.267364
Sum squared resid 30.89778 Schwarz criterion 3.547604
Log likelihood -43.01046 Hannan-Quinn criter. 3.357015
F-statistic 6.003169 Durbin-Watson stat 1.911919
Prob(F-statistic) 0.000974
96
4. Random Effect Model (REM)
Dependent Variable: Y?
Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects)
Date: 03/15/18 Time: 13:58
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 30
Swamy and Arora estimator of component variances Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 12.05412 4.206614 2.865515 0.0085
NPF? 0.518399 0.125485 4.131162 0.0004
LN_CAR? 1.449365 0.485607 2.984644 0.0064
LN_FDR? -2.433703 0.885576 -2.748157 0.0112
INFLASI? 0.074316 0.119667 0.621023 0.5404
BIRATE? -0.591542 0.357849 -1.653052 0.1113
Random Effects (Cross)
_BCAS--C 0.018080
_BRIS--C 0.036819
_BJBS--C 0.166207
_BPS--C -0.175686
_BVS--C 0.021114
_MBS--C -0.066534 Effects Specification
S.D. Rho Cross-section random 0.275523 0.0614
Idiosyncratic random 1.076924 0.9386 Weighted Statistics R-squared 0.524328 Mean dependent var 3.121992
Adjusted R-squared 0.425229 S.D. dependent var 1.466652
S.E. of regression 1.111922 Sum squared resid 29.67291
F-statistic 5.290980 Durbin-Watson stat 1.945361
Prob(F-statistic) 0.002047 Unweighted Statistics R-squared 0.554333 Mean dependent var 3.596769
Sum squared resid 30.99187 Durbin-Watson stat 1.862569
5. Uji Hausman
Correlated Random Effects - Hausman Test
Pool: Untitled
Test cross-section random effects
Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.
97
Cross-section random 0.000000 5 1.0000 * Cross-section test variance is invalid. Hausman statistic set to zero.
Cross-section random effects test comparisons:
Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. NPF? 0.432156 0.518399 0.017188 0.5107
LN_CAR? 2.690547 1.449365 0.653527 0.1247
LN_FDR? -1.527087 -2.433703 0.412483 0.1581
INFLASI? 0.058040 0.074316 0.002444 0.7420
BIRATE? -0.281067 -0.591542 0.041699 0.1284
Cross-section random effects test equation:
Dependent Variable: Y?
Method: Panel Least Squares
Date: 03/15/18 Time: 13:59
Sample: 2011 2015
Included observations: 5
Cross-sections included: 6
Total pool (balanced) observations: 30 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 2.088436 6.364719 0.328127 0.7464
NPF? 0.432156 0.181478 2.381315 0.0279
LN_CAR? 2.690547 0.943049 2.853029 0.0102
LN_FDR? -1.527087 1.093951 -1.395937 0.1788
INFLASI? 0.058040 0.129475 0.448276 0.6590
BIRATE? -0.281067 0.412013 -0.682180 0.5034 Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.683126 Mean dependent var 3.596769
Adjusted R-squared 0.516350 S.D. dependent var 1.548530
S.E. of regression 1.076924 Akaike info criterion 3.262670
Sum squared resid 22.03555 Schwarz criterion 3.776442
Log likelihood -37.94005 Hannan-Quinn criter. 3.427030
F-statistic 4.096074 Durbin-Watson stat 2.260048
Prob(F-statistic) 0.004022