fakultas ushuluddin universitas islam negeri syarif...

90
PEMAKNAAN BALDATUN AYYIBATUN WA RABBUN GAFŪR DALAM SURAH SABA’ [34] AYAT 15 MENURUT TAFSIR ẒILĀL AL-QUR’ĀN DAN AL-TAḤRĪR WA AL-TANWĪR Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir (S.Ag.) Oleh: Ahmad Sukemi NIM: 11150340000209 PROGRAN STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020 M

Upload: others

Post on 06-Feb-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PEMAKNAAN BALDATUN ṬAYYIBATUN WA RABBUN GAFŪR

    DALAM SURAH SABA’ [34] AYAT 15 MENURUT TAFSIR FĪ

    ẒILĀL AL-QUR’ĀN DAN AL-TAḤRĪR WA AL-TANWĪR

    Skripsi

    Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu

    Al-Qur’an Dan Tafsir (S.Ag.)

    Oleh:

    Ahmad Sukemi

    NIM: 11150340000209

    PROGRAN STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDDIN

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

    HIDAYATULLAH

    JAKARTA

    1441 H/2020 M

  • PEMAKNAAN BALDATUN ṬAYYIBATUN WA RABBUN GAFŪR

    DALAM SURAH SABA’ [34] AYAT 15 MENURUT TAFSIR FĪ

    ẒILĀL AL-QUR’ĀN DAN AL-TAḤRĪR WA AL-TANWĪR

    Skripsi

    Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana agama

    (S.Ag.)

    Oleh :

    Ahmad Sukemi

    NIM: 11150340000209

    Pembimbing

    Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar. M.A.

    NIP: 196908221997031002

    PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDDIN

    UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

    1441 H/2020 M

  • PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH

    Skripsi yang berjudul PEMAKNAAN BALDATUN ṬAYYIBATUN

    WA RABBUN GAFŪR DALAM SURAH SABA’ [34] AYAT 15

    MENURUT TAFSIR FĪ ẒILĀL AL-QUR’ĀN DAN AL-TAḤRĪR

    WA AL-TANWĪR telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas

    Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

    Jakarta pada tanggal 22 September 2020. Skripsi ini telah diterima

    sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama

    (S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

    Jakarta, 21 Oktober

    2020

    Sidang Munaqasyah

    Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,

    D r. Eva Nugraha, M.Ag. dc

    F ahrizal Mahdi, Lc. MIRKH NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004

    Anggota,

    Penguji I, Penguji II,

    D r. M.Suryadinata, M.Ag. D r. Faizah Ali Sibromalisi,

    M.A.

    NIP. 19600908 198903 1 005 NIP. 19550725 200012 2 001

    Pembimbing,

    D rs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A.

    NIP. 19690822 199703 1 002

  • i

    ABSTRAK

    Ahmad Sukemi: PEMAKNAAN BALDATUN ṬAYYIBATUN WA

    RABBUN GAFŪR DALAM SURAH SABA’ [34] AYAT 15

    MENURUT TAFSIR FĪ ẒILĀL AL-QUR’ĀN DAN AL-TAḤRĪR WA

    AL-TANWĪR

    Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pendapat dua

    mufasir, yakni Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr dalam menafsirkan QS. Saba’

    [34] ayat 15. Dari pendapat dua mufasir tersebut, tentunya akan

    dideskripsikan pula persamaan dan perbedaan penafsiran diantara keduanya

    yang juga menjadi tujuan dari penelitian ini.

    Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library

    research) melalui pendekatan metode komparasi, yakni membandingkan

    penafsiran antara Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr. Setelah itu akan

    dideskripsikan mengenai persamaan sekaligus perbedaan penafsiran

    diantara keduanya. Dalam proses pengumpulan data, penelitian ini

    menggunakan metode dokumentasi dengan mengumpulkan berbagai data

    baik berupa catatan, artikel, buku, jurnal maupun dokumen lain yang

    berhubungan dengan penelitian ini. Data yang terkumpul diseleksi menjadi

    data primer dan sekunder yang kemudian dari hasil klasifikasi tersebut akan

    dianalisis menggunakan teknik penulisan deskriptif dan memberikan

    kesimpulan terhadap hasil analisis mengenai persamaan dan perbedaan

    penafsiran kedua mufasir yang diteliti.

    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat persamaan dan

    perbedaan antara Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr baik dari metode maupun

    penafsirannya. Perbedaan penafsiran tersebut tidak lepas dari latar belakang

    keilmuan dan lingkungan tiap mufasir. Dalam menafsirkan QS. Saba’ [34]

    ayat 15 ini, Sayyid Quṭb menyimpulkan bahwa Baldatun Ṭayyibatun wa

    Rabbun Gafūr adalah Kemurahan Allah di bumi dalam bentuk nikmat,

    kesuburan dan kemurahan Allah adalah dalam bentuk ampunan. Sedangkan

    Ibn ‘Āsyūr menukil beberapa pendapat dan menguraikan tafsiran kata dari

    ayat tersebut. Bahwa yang dimaksud dengan Baldatun Ṭayyibatun wa

    Rabbun Gafūr adalah Allah telah mengampuni umat-umat di negeri Saba’

    dari kekafiran mereka sebelum mereka beriman pada agama yang dibawa

    Nabi Sulaiman dan tidak diketahui ukuran waktu tetapnya mereka pada

    keimanannya.

    Kata Kunci: Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr, Tafsīr Fī Ẓilāl

    al-Qur’ān, Tafsīr al-Taḥrīr wa Tanwīr.

  • ii

    KATA PENGANTAR

    ِن الرَِّحيممِ ِم اهلِل الرَّْحم ِبسم

    ِبِه َ. َوَعَلى آِلِه َوَصحم َرِف األَنمِبَياءِ َوالمُمرمَسِلْيم . َوالصَّاَلةُ َوالسَّاَلُم َعَلى َأشم َ ُد هلِل َربِّ المَعاَلِمْيم مم اْلَمَ، )أَمَّا بَ عمدُ ( َأْجمَِعْيم

    Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan semesta alam yang telah memberikan

    kenikmatan jasmani maupun rohani, serta Rahmat dan hidayahnya, dan

    kemudahan serta kesabaran dalam menghadapi berbagai rintangan dan

    kesulitan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir kuliah ini

    (Skripsi) berkat pertolongan-Nya. Sholawat dan salam saya sampaikan dan

    saya haturkan kepada manusia yang paling mulia kekasih Allah Swt yakni

    baginda Nabi besar Muhammad Saw. Serta doʻa untuk keluarganya,

    sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman.

    Terlebih dahulu saya sembahkan bakti doa dan rasa terima kasih kepada

    kedua orang tua saya, ibu dan bapak saya, dalam setiap sujud mereka selalu

    mendo’akan kesuksesan anak-anaknya. Mereka yang telah bersabar dalam

    mengasuh dan mendidik, memberikan kasih sayang, dan tentunya selalu

    ikhlas mendoʻakan setiap langkah anak-anaknya demi tercapai cita-cita

    yang mulia. Mereka juga yang selalu memotivasi saya untuk menjadi

    manusia yang lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain, selain dari itu

    mereka juga berpesan agar menjauhi sifat sombong, angkuh, dengki dan

    sebagainya, mereka juga berpesan bersifatlah engkau seperti padi, makin

    meniggi makin merunduk. Semoga Allah senantiasa mengampuni dan

    memaafkan segala khilaf dan salahnya dan menempatkan mereka derajat

    kedudukan yang paling tinggi. Amīn.

    Dalam kesempatan ini penulis ingin sampaikan banyak terimakasih

    kepada:

  • iii

    1. Ibu Prof. Dr. Amany Lubis. MA, selaku rektor UIN Syarif

    Hidaayatullah Jakarta.

    2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas

    Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag., selaku ketua jurusan program

    studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

    4. Bapak Fahrizal Mahdi, MIRKH., selaku Sekretaris Jurusan

    program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

    5. Bapak Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar. M.A., selaku penasehat

    akademik sekaligus pembimbing penulis yang selalu bersabar

    memberikan ilmu dan bimbingannya selama penulis berada di

    bawah bimbingannya, dan juga kepada seluruh dosen Fakultas

    Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

    6. Kepada KH. Ovan Nuaval Al-Bukhari pengasuh Pondok

    Pesantren Darul Muqimin yang selalu sabar memberikan ilmu,

    nasehat-nasehat baik kepada penulis, juga memotivasi dan

    mendo’akan yang terbaik.

    7. Terimakasih kepada keluarga kaka, saudara, yang selalu

    memotivasi, dan mendo’akan yang terbaik demi lancarnya

    penulisan karya ilmiah (skripsi).

    8. Kepada teman-teman seperjuang dan angkatan 2015 jurusan

    Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, temen-temen kosan, temen-temen

    warung kopi, temen-temen alumni Pondok Pesantren Darul

    Muqimin, terimakasih sudah mendukung, memotovasi,

    membantu dan mendo’akan penulis agar segera menyelesaikan

    tugas skripsi dan segera lulus.

  • iv

    9. Kepada semua pihak yang dengan ikhlas membantu dalam

    penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-

    persatu.

    Semoga Allah Swt membalas semua kebaikan yang telah diberikan, dan

    semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya

    dan umumnya bagi para pembaca agar selalu berpegang pada ajaran-ajaran

    Rasūlullāh Saw. Amin.

    Jakarta, 04 Agustus 2020

    Ahmad Sukemi

  • v

    DAFTAR ISI

    ABSTRAK ..................................................................................................i

    KATA PENGANTAR................................................................................ii

    DAFTAR ISI...............................................................................................v

    PEDOMAN LITERASI..........................................................................viii

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah...................................................................1

    B. Permasalahan...................................................................................6

    1. Identifikasi Masalah...................................................................6

    2. Pembatasan Masalah..................................................................6

    3. Perumusan..................................................................................6

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.........................................................7

    D. Tinjauan Pustaka..............................................................................8

    E. Metodologi Penelitian....................................................................12

    F. Sistematika Pnulisan......................................................................15

    BAB II

    PROFIL AYAT BALDATUN ṬAYYIBATUN WA RABBUN GAFŪR

    A. Pemaknaan Kata Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr..............17

    B. Kandungan Pokok Surat Saba’.......................................................25

    C. Korelasi ayat 15 Dengan Ayat Sebelumnya....................................26

    D. Penafsiran Global Dari Ayat 15......................................................27

    BAB III

    BIOGRAFI SAYYID QUṬB DAN IBNU ‘ĀSYŪR

    A. Biografi Sayyid Quṭb......................................................................30

    1. Riwayat Hidup Sayyid Quṭb.....................................................30

    2. Karya-karya Sayyid Quṭb.........................................................33

    3. Sekilas Tentang Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān.................................35

  • vi

    4. Pandangan Ulama tentang Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān Karya

    Sayyid Quṭb..............................................................................37

    B. Biografi Ibn ‘Āsyūr........................................................................39

    1. Riwayat Hidup Ibn ‘Āsyūr.......................................................39

    2. Karya-karya Ibn ‘Āsyūr............................................................41

    3. Sekilas Tentang Tafsir al-Taḥrīr wa al-Tanwīr.........................43

    4. Pandangan Ulama Tentang Tafsir al-Taḥrīr wa al-Tanwīr Karya

    Ibn ‘Āsyūr................................................................................46

    BAB IV

    ANALISIS PEMIKIRAN SAYYID QUṬB DAN IBN ‘ĀSYŪR

    TERHADAP BALDATUN ṬAYYIBATUN WA RABBUN GAFŪR

    A. Penafsiran Sayyid Quṭb tentang Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun

    Gafūr..............................................................................................49

    B. Penafsiran Ibn ‘Āsyūr tentang Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun

    Gafūr..............................................................................................52

    C. Analisa Komparasi Penafsiran.......................................................59

    1. Perbedaan ................................................................................59

    2. Persamaan................................................................................60

    BAB V

    PENUTUP

    A. Kesimpulan ...................................................................................62

    B. Saran..............................................................................................63

    DAFTAR PUSTAKA...............................................................................64

  • vii

    PEDOMAN TRANSLITERASI

    Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini

    berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam

    Keputusan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Pendidikan Dan

    Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158 Th.1987 Nomor:

    0543b/U/1987

    a. Padanan Aksara

    Huruf Arab Huruf Latin Keterangan

    اTidak

    dilambangkan Tidak dilambangkan

    b be ب

    t te ت

    (ś es (dengan titik di atas ث

    j je ج

    ḥ h dengan garis bawah ح

    kh ka dan ha خ

    d de د

    (ẑ zet (dengan titik di atas ذ

    r er ر

    z zet ز

    s es س

    sy es da ye ش

    ṣ es dengan titik di bawah ص

    ḍ de dengan titik di bawah ض

    ṭ te dengan titik di bawah ط

    ẓ zet dengan titik di bawah ظ

  • viii

    ʻ koma terbalik di atas hadap kanan ع

    g ge غ

    f ef ف

    q ki ق

    k ka ك

    l el ل

    m em م

    n en ن

    w we و

    h ha ه

    ՚ Apostrof ء

    y ye ي

    b. Vokal

    Vokal dalam bahasa Arab, seperti dalam bahasa Indonesia, terdiri

    dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk

    vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

    Vokal tunggal Vokal panjang Vokal rangkap

    Fathah : a أ : ā ىم...´ : ai Kasrah : i ى : ī وم....´ : au Dhammah : u و : ū

    Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah

    sebagai berikut:

    Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

    ي َ ai a dan i

  • ix

    و َ au a dan i

    c. Vokal Panjang

    Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab

    dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

    Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan

    ā a dan garis di atas ىآ

    ī i dan garis di atas ىِي

    ū u dan garis di atas ىُو

    huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijal,

    bukan ar-rijal, al-diwân bukan ad-diwân.

    d. Syaddah (Tasydîd)

    Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan

    dengan sebuah tanda ( َ ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,

    yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi syaddah itu. Akan tetapi hal

    ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak

    setelah kata sandang yang diikuti oleh huruh-huruf syamsiyyah. Misalnya,

    kata رورة tidak ditulis aḍ-Ḍarūrah melainkan al-Ḍarūrah, demikian الض

    seterusnya.

    e. Ta Marbûṯah

    Transliterasi untuk ta’marbutah ada dua:

    1. Ta’marbutah hidup

    Ta’marbutah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrahdan

    dammah, transliterasinya adalah “t”.

    2. Ta’marbutah mati

  • x

    Ta’marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun,

    transliterasinya adalah “h”.

    3. Kalau pada kata terakhir denagn ta’marbutah diikuti oleh kata yang

    menggunkan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah maka

    ta’marbutah itu ditransliterasikan dengan ha (h).

    No Tanda Vokal Latin Keterangan

    Rauḍah al-Aṭfāl روضة األطفال 1

    مدينة المنورةال 2 al-Madīnah al-Munawwarah

    Ṭalḥah طلحة 3

    f. Huruf Kapital

    Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,

    dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf

    kapital seperti apa yang berlaku dalam EYD, di antaranya: huruf kapital

    digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri dan permulaan kalimat.

    Bilamanana nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis

    dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal

    kata sandangnya.

    Contohnya seperti Wa mā Muhammadun illā Rasūl,

    Alhamdulillȃhirabil ‘ālamīn. Penggunaan huruf awal kapital hanya untuk

    Allah bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalua

    tulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang

    dihilangkan, huruf kapital tidak digunakan. Contohnya seperti:

    Naṣrunminallȃhi wafathunqarīb, Lillāhi al-amrujamīʻan.

  • xi

    g. Hamzah

    Dinyatakan di depan bahwa ditransliterasikan dengan apostrof.

    Namun, itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir

    kata. Bila hamzah itu terletak di awal kata, isi dilambangkan, karena dalam

    tulisan arab berupa alif. Contohnya seperti: ta`khużūna, syai`un, inna.

    h. Cara Penulisan Kata

    Setiap kata, baik kata kerja (fi’l) , kata benda (ism), maupun huruf

    (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara

    atas kalimat-kalimat dalam Bahasa Arab, dengan berpedoman pada

    ketentuan di atas.

    Kata Arab Alih Aksara

    żahaba al-ustāżu ذهب األستاذ

    ṡabata al-ajru ثبت األجر

    al-ḥarakah al-‘asriyyah الحركة العصري ة

    asyhadu an lā ilāha illā Allāh أشهد ان ال إله إال هللا

    maulāna Malik al-sāliḥ موالنا ملك الصالح

    yu’aṡirukum Allāh يؤثركم هللا

    Al-ma المظاهر العقلية āẓ hir al-‘aqliyyah

    Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.

    Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu

    dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nūr Khālis Majīd;

    Mohamad Roem, bukan Muhammad Rūm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al-

    Rahmān.

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Tercapainya kesejahteraan bagi seluruh rakyat adalah tujuan utama

    didirikannya sebuah negara. Pada hakekatnya untuk dapat

    meningkatkan taraf hidup secara materil tidak mungkin hanya

    dilakukan dengan kerja keras secara individu, melainkan diperlukan

    kerjasama antara masyarakat dan negara. Negara memiliki peran yang

    sangat penting, yaitu untuk mengatur segala pelaksanaan

    perekonomian agar ketercapaian kesejahteraan dapat dinikmati seluruh

    lapisan masyarakat bukan hanya segolongan masyarakat.1

    Al-Qur’an menyatakan bahwa sumber daya alam yang ada dibumi

    ditujukan untuk kemakmuran manusia. Manusia yang menjadi khalifah

    untuk mengurusi dan memanfaatkannya tanpa merusak tatanan yang

    telah ada. Allah berfirman dalam QS. al-An’ām /6: 165:

    َرمِض َوَرَفَع بَ عمضَ ُلوُكُ َوُهَو الَِّذي َجَعَلُكمم َخاَلِئَف األم مم ِف َما ُكمم فَ ومََق بَ عمٍض ََدَرَجاٍت لَِيب م آتَاُُكمم َرِحيم ر َلَغُفو َوِإنَّهُ المِعَقابِ َسرِيعُ َربَّكَ ِإنَّ ۗ

    “Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi

    dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain)

    beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya

    kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan

    sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. al-

    An’ām/6: 165)

    Allah menciptakan alam dan isinya untuk manusia supaya manusia

    bisa mengambil manfaat dari semua yang dihalalkan-Nya. Tidak ada di

    1Hanifa Tsany Hasna, “Pengaruh Keterbukaan Ekonomi Terhadap Ketimpangan

    Pendapatan Tingkat Provinsi di Indonesia”, (Skripsi S1., Universitas Negeri Yogyakarta,

    15 Oktober 2015), 1.

  • 2

    alam ini yang diciptakan Allah secara sia-sia. Semua unsur yang ada di

    alam ini disebut lingkungan. Lingkungan yang bisa diperoleh manfaat

    bagi manusia disebut sumber daya alam. Sumber daya alam bisa

    dimanfaatkan manusia untuk menopang kebutuhan hidup dan untuk

    kelangsungan hidup manusia.2

    Al-Qur’an mengisahkan bahwa Negeri Saba’ adalah negeri yang

    dikaruniai limpahan nikmat, al-Qur’an menyebutnya sebagai negeri

    yang baik dan makmur (Baldatun Ṭayyibatun). Ciri-ciri negeri yang

    dipimpin seorang ratu yang memerintah kerajaan besar, yakni Ratu

    Balqis.3 Hal tersebut terdapat dalam surat Saba’ (34) ayat 15:

    َكِنِهمم آيَة َلَقدم َُكاَن ِلَسَبإ ِف َمسم َيَِْي َوِِشَال َجنََّتاِن َعنم ۗ

    ُكُرواوَ َربُِّكمم رِزمَقِ ِمنم ُُكُلوا ۗ اشمَغُفور َوَرب طَيَِّبة بَ لمَدة ۗ َلهُ

    “Sungguh bagi Kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Rabb) di

    kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di

    sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan:) “Makanlah dari rizki yang

    dianugerahkan Tuhan kalian dan bersyukurlah kepada-Nya!’. Baldatun

    Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr” [Saba’/34:15].

    Ibn Katsir menjelaskan kaum Saba’ adalah para penguasa sekaligus

    penduduk Negeri Yaman. Bangsa Tababi’ah termasuk dari kalangan

    mereka dan Bilqis-istri Sulaiman a.s.-juga termasuk dari kalangan

    mereka. Dahulu mereka berada di dalam kenikmatan yang berlimpah.

    Negeri-negeri mereka dan penghidupan mereka juga berada di dalam

    keluasan rezeki, seperti tanaman-tanaman dan buah-buahan. Allah Swt.

    mengutus para rasul-Nya untuk memerintahkan mereka agar makan

    2Erikh Muhartono, “Pemanfaatan dan Konservasi Sumber Daya Alam”, (Skripsi S1.,

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), 4.

    3Muhammad Najib, “Kisah Negeri Saba’ Dalam Al-Qur’an”, (Skripsi S1., Universitas

    Islam Negeri Walisongo Semarang, 2016), 6.

  • 3

    dari rezekinya dan bersyukur kepadanya dengan mengesakannya dalam

    beribadah. Dahulu mereka memang mengesakan Allah Swt. hingga

    waktu yang dikehendakinya, lalu mereka berpaling dari perintah-

    perintahnya sehingga mereka dihukum dengan cara Allah Swt.

    mengirimkan banjir besar dan mencerai beraikan mereka di negeri-

    negeri yang dikuasai oleh kaum Saba’, yaitu Syaẑar Maẑar.4

    Selanjutnya Sayyid Quṭb menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Saba’

    adalah nama suatu kaum yang tinggal di sebelah selatan Yaman.

    Mereka itu tinggal di tanah subur yang sebagiannya masih ada hingga

    sekarang. Mereka maju dari segi peradaban hingga dapat membuat

    irigasi air hujan yang datang kepada mereka dari laut Selatan dan

    Timur. Lalu mereka membuat bendungan alami yang kedua sisinya

    terdiri dari gunung, lalu membuat dam di mulut lembah untuk

    menampung air dan dam itu dapat di buka tutup. Mereka menyimpan

    air dalam volume yang besar di dalam bendungan itu dan mengaturnya

    sesuai kebutuhan mereka. Jadi, dari bendungan ini mereka

    mendapatkan sumber air yang berlimpah. Bendungan itu dikenal

    dengan nama “Bendungan Ma’rib”.5

    Ibn ‘Āsyūr dalam kitabnya Tafsīr al-Taḥrīr wa al-Tanwīr

    menyebutkan negeri Saba’ adalah Penyebutan Saba’ bermula dari

    cerita Nabi Sulaiman dan kerajaan Saba’ yang memiliki ikatan batin

    sebab kisah Ratu Balqis dan Nabi Sulaiman, kemudian cerita tersebut

    juga berkaitan dengan keadaan penduduk Saba’ yang bertolak belakang

    dengan keadaan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman karena keduanya

    dianggap sebagai teladan dalam mensyukuri nikmat, sedangkan mereka

    4Ahmad Syakir, “Umdatu al-Tafsīr ‘Anil Hafiẓ bin Ibnu Kaṡīr” Jilid V, terj. Suharlan

    (Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2014), 425.

    5Sayyid Quṭb, “Tafsīr Fī-Ẓilāl al-Qur’ān”, terj. M. Misbah (Rabbani Press:

    Jakarta2009), 1037.

  • 4

    penduduk Saba’ sebagai perumpamaan orang-orang kafir karena tidak

    mensyukuri nikmat, di dalam diri mereka terdapat nasehat bagi orang-

    orang musyrik, karena mereka berada pada kejayaan berlimpah

    kenikmatan. Ketika seorang Rasul datang kepada mereka untuk

    mengingatkan kembali kepada Tuhan mereka, dan menyadarkan

    bahwasanya mereka salah/keliru karena sudah menyembah selain

    Allah, lalu mereka membangkang sekaligus menolak, mendustakan

    nikmat yang diberikan oleh Allah Swt.6

    Allamah Kamal Faqih Imani dalam tafsirnya menjelaskan Saba’

    adalah nama negeri yang subur di daerah Yaman. Nama Saba’ ini

    adalah nama seorang figur (pemimpin) agung yang dipilih sebagai

    nama negeri ini. Riwayat negeri ini mengandung pelajaran. Setelah

    menyatakan mengenai anugerah besar yang telah Allah karuniakan

    kepada Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. serta tindakan kedua

    nabi Allah ini dalam menunaikan kewajiban bersyukur, ayat ini

    menjelaskan bangsa lain yang bersikap oposisi terhadap mereka.7

    Abdurrahman bin Nasir dalam kitab tafsirnya menyatakan Saba’

    adalah satu kabilah (suku bangsa) yang sangat populer yang terletak di

    pesisir Negeri Yaman dan tempat tinggal mereka disebut Ma’rib. Di

    antara karunia Allah dan kemurahan-Nya kepada manusia secara

    umum dan kepada Bangsa Arab khususnya adalah bahwasanya Allah

    Swt. menceritakan di dalam al-Qur’an sejarah orang-orang yang

    dibinasakan dan diazab dari kalangan penduduk yang bertetangga

    dengan Bangsa Arab dan sisa-sisanya masih bisa disakssikan dan

    6Muhammad Ṭāhir Ibn ‘Āsyūr, “Tafsīr al-Taḥrīr wa al-Tanwīr”, Jilid 9, Juz 22,23,24,

    (Tunisia, Dar Suḥsun li al-Nasyr wal al-Tauzi, 2997), 165-168.

    7Allamah Kamal Faqih Imani, “Tafsīr Nūr al-Qur’an Sebuah Tafsir Sederhana Menuju

    Cahaya Al-Qur’an”, terj. Arif Mulyadi, Cetakan I, (al-Huda: Jakarta 2010), 71-72.

  • 5

    sejarahnya dipindah dari mulut ke mulut agar hal itu lebih mudah untuk

    membenarkan dan mudah untuk menerima nasihat.8

    Dari paparan di atas penulis tertarik untuk mengkaji pemikiran

    Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr tentang Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun

    Gafūr. Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr adalah seorang tokoh mufasir yang

    kontemporer di Timur Tengah ia juga merupakan salah seorang tokoh

    yang sangat terkenal dan populer pada masanya. Sayyid Quṭb

    merupakan salah satu tokoh politik Islam yang sangat penting dengan

    pergerakan Islam dan memiliki pengaruh yang cukup luas di dunia

    islam.9 Selain itu ia juga seorang tokoh yang sosialnya tinggi dalam

    pergerakan Islam sehingga ia menulis buku yang berjudul Tafsīr Fī

    Ẓilāl al-Qur’ān semasa hidupnya.

    Ibn ‘Āsyūr adalah seorang tokoh kontemporer. Ia juga seorang

    muafasir, ahli bahasa, ahli nahwu, dan ahli di bidang sastra.10Ia menulis

    karya tafsir yang kemudian menjadi salah satu karya master piece-nya,

    yakni kitab Tafsir al-Taḥrīr wa al-Tanwīr.11 Alasan penulis mengambil

    dua mufasir tersebut karena keduanya memiliki peran dan relevansi

    besar dalam membahas tema yang akan dikaji. Maka dari itu penulis

    mengkaji secara dalam skripsi yang berjudul “Pemaknaan Baldatun

    Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr dalam Surah Saba’ [34] Ayat 15

    Menurut Tafsir Fī Ẓilāl Al-Qur’ān dan Al-Taḥrīr wa Al-Tanwīr”.

    8Abdurrahman bin Nasir, Taisir al-Karīm al-Rahmān fī Tafsīr Kalām al-Mannan, terj.

    Muhammad Iqbal dkk, cetakan II, (Darul Haq: Jakarta 2012), 676.

    9Fuad Luthfi, “Konsep Politik Islam Sayyid Quṭb dalam Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān”

    (Skripsi S., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011), 1.

    10Abd. Halim, “Kitab Tafsīr al-Taḥrīr wa al-Tanwīr Karya Ibnu ‘Āsyūr dan Kontribusi

    Terhadap Keilmuan Tafsir Kontemporer”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan

    Kalijaga Yogyakarta), 20.

    11Abd. Halim, “Kitab Tafsīr al-Taḥrīr wa al-Tanwīr”, 21.

  • 6

    B. Permasalahan

    1. Identifikasi Masalah

    Dari penjelasan yang sudah dipaparkan pada latar belakang di atas,

    penulis mengindentifikasi masalah yang ada di atas, antara lain:

    a. Negeri yang selaras antara kebaikan alam dan kebaikan perilaku

    penduduknya dengan menunjukan pemimpin yang adil.

    b. Kisah negeri Saba’ yang ada dalam al-Qur’an, para mufassir dalam

    menafsirkan ayat tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda dalam

    memaknakan Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr.

    c. Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr seorang tokoh mufasir kontemporer

    yang hadir di Timur Tengah, dari keduanya mempunyai ciri khas

    yang berbeda dalam menafsirkan al-Qur’an.

    d. Persepsi Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr dalam pemaknaan Baldatun

    Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr yang terdapat dalam al-Qur’an surah

    Saba’ ayat 15.

    2. Pembatasan Masalah

    Identifikasi masalah di atas penulis membataskan masalah menjadi:

    Bagaimana Tafsiran Sayyid Quṭb dan Ibnu ‘Āsyūr tentang Baldatun

    Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr yang terdapat pada surat Saba’ [34] ayat

    15 ?

    3. Perumusan

    Rumusan masalah disusun berdasarkan uraian latar belakang yang

    dikemukakan di atas. Maka penulis ingin memaparkan permasalahan

    yang akan dirumuskan sebagai berikut:

    Bagaimana Tafsiran Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr tentang Baldatun

    Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr yang terdapat pada surah Saba’ [34] ayat

    15 ?

  • 7

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujusn Penelitian

    Sesuai dengan rumusan masalah di atas. Maka tujuan penelitian ini

    diarahkan dalam beberapa tujuan, yaitu:

    a. Menjelaskan beberapa pandangan mufasir tentang Baldatun

    Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr dalam al-Qur’an yang terdapat dalam

    surah Saba’ [34] ayat 15.

    b. Menguraikan pemahaman Ibn ‘Āsyūr dan Sayyid Quṭb tentang

    Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr.

    2. Manfaat Penelitian

    a. penelitian ini dalam bidang ilmu adalah sebagai bahan tambahan

    kajian penelitian keislaman, terutama yang berkaitan dengan kisah-

    kisah dalam al-Qu’ran yang notabene tidak disebutkan secara eksplisit.

    b. Kemudian dalam bidang pendidikan, manfaat skripsi atau penelitian

    ilmiah ini adalah sebagai sarana informasi bagi lembaga pendidikan

    dan sebagai kontribusi penelitian suatu lembaga. Khususnya, skripsi ini

    dapat memperkaya khazanah keilmuan di UIN Syarif Hidayatullah

    Jakarta. Terlebih juga untuk meningkatkan girah mahasiswa

    Ushuluddin dalam melakukan sebuah penelitian.

    c. Mengkaji dan membahas hal-hal yang berkaitan dengan judul

    skripsi ini, sedikit banyaknya akan menambah ilmu pengetahuan dalam

    kajian tafsir.

    Sedangkan bagi penulis dan pembaca, manfaat skripsi ini dapat

    dijadikan sebagai bahan kajian yang terkait dengan kisah dalam al-

    Qur’an, sehingga dapat memahami dan meneladani kisah yang ada

    dalam al-Qur’an dan mengambil manfaat dari kisah tersebut dalam

    kehidupan bernegara. Selain itu, memberikan pemahaman mendasar

    tentang ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan kisah Negeri Saba’.

  • 8

    Kegunaan praktis, yaitu untuk melengkapi sebagian syarat dalam

    meraih gelar Sarjana Agama (S.Ag.) pada Fakultas Ushuluddin UIN

    Syarif Hidayatullah Jakarta.

    D. Tinjauan Pustaka

    Berdasarkan hasil pengamatan penulis, ada beberapa hasil

    penelitian skripsi. Meskipun demikian, skripsi atau buku yang ada

    sangat berbeda dengan pembahasan skripsi penulis ini. Memang ada

    penelitian yang objek kajiannya sama, namun pembahasannya berbeda,

    yaitu:

    1. Siti Fatimah, Fenomena Alam Kaum Saba’: Studi Analisis atas

    Surat Saba’ ayat 15-17, Skripsi, Jakarta: Universitas IslamNegeri

    Syarif Hidayatullah, 2003. Sebuah penelitian yang berfokus pada

    analisis fenomena alam yang terjadi di Negeri Saba’, mulai dari

    kondisi tanah yang tandus, sampai kerusakan alam yang disebabkan

    oleh banjir bandang (Sailul Arim) karena bendungan Ma’rib dijebol.

    Sehingga berefek pada kondisi buah-buahan atau pertanian di

    Negeri Saba’. Penelitian ini berfokus pada fenomena alam dari

    Negeri Saba’.12

    2. Fahmi Basya, telah menulis Indonesia Negeri Saba’. Buku ini

    menguraikan tentang bukti-bukti keberadaan Negeri Saba’ di

    Indonesia melalui pendekatan ilmu matematika yang dirumuskan

    berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an yang menceritakan tentang Negeri

    Saba’. Meskipun menggunakan ayat-ayat al-Qur’an dalam

    menjelaskan tentang keberadaan Negeri Saba’ tetap saja tidak dapat

    dikategorikan sebagai pendekatan ilmu tafsir karena dalam

    12Siti Fatimah, “Fenomena Alam Kaum Saba’: Studi Analisis atas Surat Saba’ Ayat 15-17”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003).

  • 9

    penulisannya tidak menggunakan kaidah-kaidah tafsir yang telah

    disepakati oleh para ulama. Akan tetapi menggunakan rumus

    matematika yang terkesan dipaksakan apabila dikatakan sebagai

    tafsiran dari sebuah ayat.

    3. Dumair, Negeri Saba’ dalam al-Qur’an (Kajian Tahlili Terhadap

    QS Saba’/34 :15-17), Skripsi, Makassar: Universitas Islam Negeri

    Alauddin, 2016. penulis mengkaji tentang kisah Kaum Saba’

    sebagai sebuah Negeri yang berhasil membangun sebuah peradaban

    yang maju pada masanya, sehingga diabadikan dalam al-Qur’an

    sebagai Negeri yang makmur, tapi kemudian dihancurkan oleh

    Allah karena kekufurannya. Dalam skripsi ini lebih cenderung

    kepada kajian tahlili dengan pendekatan sejarah untuk menganalisis

    keberhasilan Negeri Saba’ dalam membangun sebuah peradaban

    sehingga menjadi negeri yang makmur. Setelah itu diabadikan

    dalam al-Qur’an sebagai Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr

    kemudian dihancurkan kembali oleh Allah Swt. karena

    kekufurannya.13

    4. Muhammad Najib, Kisah Negeri Saba’ dalam al-Qur’an (Studi

    Kritis Pemahaman Fahmi Basya), Skripsi, Semarang, Universitas

    Islam Negeri Walisongo, 2016. pemahaman Fahmi Basya tentang

    kisah Negeri Saba‟ dalam Alqura. Dalam Skripsi ini lebih

    menekankan analisis kritis pemahaman seorang tokoh yang

    membahas terhadap ayat-ayat kisah Negeri Saba’ yang terdapat

    dalam al-Qur’an.14

    13Dumair, “Negeri Saba’ dalam al-Qur’an (Kajian Taḥlīli Terhadap QS. Saba’ [34]

    :15-17)”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2016).

    14Muhammad Najib, “Kisah Negeri Saba’ Dalam Al-Qur’an (Studi Kritis Pemahaman

    Fahmi Basya”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2016).

  • 10

    5. Fayyadhah Al-Mazaya, Negeri-Negeri yang Diberkahi dalam al-

    Qur’an. Skripsi, Jakarta, Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatullah, 2018. Karakteristik negeri-negeri para nabi yang

    diberkahi dalam al-Qur’an. Dalam skripsi ini membahas negeri-

    negeri yang diberkahi yang ada dalam al-Qur’an dan mendulang

    kesuksesan dan kemajuan yang menjadikannya sebagai salah satu

    role dari negeri-negeri sesudahnya, yaitu Negeri Saba’ yang pusat

    pemerintahannya di kota Ma’rib. Mereka dikenal sebagai

    masyarakat damai yang maju dalam bidang perdagangan dan juga

    teknik. Sehingga negeri ini menjadi “negara model” dengan

    ungkapan “Baldatu Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr” (negara makmur

    dan mendapatkan pengampunan dari Tuhannya).15

    6. Yuli Andriansyah, Kualitas Hidup Menurut tafsir Nusantara:

    Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr Dalam Tafsīr Marāh Labīd,

    Tafsīr al-Azhār, Tafsīr Annūr, Tafsir Departemen Agama, Dan

    Tafsīr al-Miṣbāh, Pascasarjana, Universitas Islam Indonesia

    Yogyakarta 2013, dilakukan analisis terhadap tafsir ayat tersebut

    dengan metode perbandingan (muqarin). Metode ini digunakan

    untuk membandingkan penafsiran yang diberikan oleh sejumlah

    mufassir atas ayat yang dibahas. Hasil pembahasan kemudian

    dikaitkan dengan konsep kualitas hidup yang secara teoritis telah

    banyak disusun, pemahaman atas frase Baldatun Ṭayyibatun wa

    Rabbun Gafūr dalam tafsir nusantara dengan kerangka konseptual

    tentang kualitas hidup. Relevansi ini muncul meskipun hanya pada

    level domain dan sub domain serta bentuknya tidak sama persis

    terutama pada penjelasan butir-butirnya. Selain relevansi tersebut,

    15Fayyadhah al-Mazaya, “Negeri-Negeri yang Diberkahi dalam al-Qur’an”, (Skripsi

    S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018).

  • 11

    frase Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr dalam tafsir nusantara

    juga menambahkan sejumlah unsur lain seperti perdagangan dan

    transportasi yang menunjukkan bahwa kualitas hidup Islami

    mencakup dimensi yang sangat luas.16

    7. Mohamad Alwi Lutfi, Peran Nahdlatul Ulama’ Dalam Membina

    Nasionalisme Indonesia Sebagai Upaya Mewujudkan Baldatun

    Ṭayyibatun wa Robbun Gafūr, Tesis S2, Universitas Pendidikan

    Indonesia 2014, Metode penelitian yang gunakan dalam penelitian

    ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi

    kasus, pandangan NU terhadap upaya untuk mewujudkan Negara

    Kesatuan Republik Indonesia sebagai Baldatun Ṭayyibatun wa

    Rabbun Gafūr (negara yang adil dan makmur negara adil dan

    makmur di bawah magfirah Allah).17

    8. Raja Hotlan Harahap, Pola Komunikasi Ratu Saba’ (Analisis Surah

    al-Naml [27] Ayat 20-44 Berdasarkan Tafsir Tematis), Skripsi S1,

    Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.

    komunikasi Ratu Saba’ dalam surah al Naml dan bagaimna

    pandangan para ulama terhadap pola komunikasi perempuan.

    Adapun jenis data yang penulis kumpulkan untuk menuntaskan

    kajian ini yaitu dengan menggunakan data dan berbagai literatur.

    Yaitu berupa data primer dan data sekunder. Kepemimpinan Ratu

    Balqis di Negeri Saba’ ini dapat mengambil sebuah kesimpulan

    yang sangat penting, bahwasanya ketika sang ratu mengambil

    16Yuli Andriansyah, “Kualitas Hidup Menurut Tafsir Nusantara: Baldatun Ṭayyibatun

    wa Rabbun Gafūr Dalam Tafsīr Marāh Labīd, Tafsīr al-Azhār, Tafsīr Annūr, Tafsir

    Departemen Agama, Dan Tafsir al-Mīṣbāh” (Pascasarjana S2., Universitas Islam

    Indonesia Yogyakarta, 2013).

    17Mohamad Alwi Lutfi, “Peran Nahdlatul Ulama’ dalam Membina Nasionalisme

    Indonesia Sebagai Upaya Mewujudkan Baldatun Ṭayyibatun wa Robbun Gafūr”

    (Pascasarjana S2., Universitas Pendidikan Indonesia, 2014).

  • 12

    sebuah tindakan atau keputusan terhadap permasalahan yang

    dialami negeri nya, dia tidak terburu-buru terhadap keputusannya,

    dia memilih dengan secara demokrasi dan diplomatis dengan pola

    komunikasi yang tawaḍu’.18

    Berdasarkan paparan tinjauan pustaka di atas, penulis belum

    menemukan skripsi yang membahas mengenai kajian Pemaknaan

    Baldatun Ṭayyibatun Wa Rabbun Gafūr Perspektif Tafsir

    Komparasi: Tafsir Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr Atas Surat Saba’

    [34] Ayat 15. Maka dari itu penulis akan mengangkat judul tersebut

    dalam bentuk skripsi.

    E. Metodologi Penelitian

    Agar penelitian ini mendapatkan hasil yang dapat

    dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka diperlukan metode yang

    sesuai dengan objek yang dikaji. Metode berfungsi sebagai cara

    mengajarkan sesuatu untuk mendapatkan hasil yang memuaskan sesuai

    dengan tujuan tersebut. Di samping itu, metode merupakan cara

    bertindak supaya penelitian berjalan terarah, efektif, dan bisa mencapai

    hasil yang memuaskan. Adapun metode yang dipakai dalam penelitian

    ini, yaitu;

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan (Library

    Reseach) yaitu metode pengumpulan data dengan mengadakan

    studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,

    catatan-catatan, dan laporan yang ada sehingga diperoleh data

    18Raja Hotlan Harahap, “Pola Komunikasi Ratu Saba’ (Analisis Surah al-Naml [27]

    Ayat 20-44 Berdasarkan Tafsir Tematis)”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif

    Hidayatulaah Jakarta, 2018).

  • 13

    yang diperlukan yang berhubungan dengan tema

    pembahasan.19

    2. Sumber Data

    Dalam penulisan ini ada dua jenis data penelitian, yaitu, data

    primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang secara

    langsung berkaitan dan menjadi rujukan utama dalam penulisan

    skripsi ini, diantaranya adalah kitab tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān

    karya Sayyid Quṭb dan tafsir al-Taḥrīr wa al-Tanwīr karya Ibn

    ‘Āsyūr. Sedangkan data sekunder adalah sumber-sumber

    artikel, skripsi, dan buku-buku lain yang berkaitan dengan

    karya tulis ini, yang menjadi data pendukung serta relevan

    dengan judul skripsi yang penulis ambil.

    3. Teknik Pengumpulan Data

    Pengumpulan data dilakukan dengan cara

    mendokumentasikan dalam bentuk catatan-catatan dari sumber

    data di atas untuk kemudian disusun terkait pembahasan-

    pembahasan tema yang dimaksud.

    4. Teknik Analisi Data

    Setelah data terkumpul proses selanjutnya adalah

    melakukan pembahasan atau analisis data. Dalam hal ini pnulis

    menggunakan dua metode. Petama, deskriptif yaitu penelitian

    dengan tujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu

    keadaan, peristiwa, objek dan segala sesuatu yang terkait

    dengan variabel-variabel yang bisa dijelaskan. Kedua,

    komparatif yaitu membandingkan pandangan dan perubahan

    pandangan kedua mufassir yang meliputi: metodologi,

    epistimologi, dan argumentasi.

    19M. Nazir, “Metode Penelitian”, (Jakarta: Pt. Ghalia Indonesia, 2003), 27.

  • 14

    5. Tahapan Penelitian

    Tahapan penelitian adalah proses penelitian yang diuraikan

    dengan sesuai jenis penelitian yang akan dilaksanakan.20 Baik

    jenis kegiatan maupun urutannya tergantung pada

    permasalahan yang dihadapi, dan tergantung pada bidang

    keilmuan yang akan diteliti. Dalam penelitian ini penulis

    mengkaji makna Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr

    dengan menggunakan dua mufassir diantaranya Sayyid Quṭb

    Tafsīr Fī Ẓilāl al-Qur’ān dan Ibn ‘Āsyūr Tafsīr al-Taḥrīr wa

    al-Tanwīr. Adapun langkah penelitian sebagai berikut:

    a. mengadakan pembacaan terhadap kitab Tafsīr Fī Ẓilāl al-

    Qur’ān karya Sayyid Quṭb dan Tafsir al-Taḥrīr wa al-

    Tanwīr karya Ibn ‘Āsyūr.

    b. Meneliti profil mufassir

    c. Menelaah kondisi dan situasi yang melingkupi mufassir

    d. Mengkorelasikan makna ayat dengan menggunakan

    beberapa tafsir.

    6. Teknik Penulisan

    Adapun dalam teknis penulisan, penulis merujuk pada

    Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

    Hidayatullah Jakarta 2017 Keputusan Rektor Nomor 507 tahun

    2017, serta penulis menggunakan Pedoman Transliterasi Arab-

    Latin Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan

    K, Nomor: 158 Tahun 1987- Nomor: 0543/b/u/1987.

    20Rudi Setiawan, “Metodologi Penelitian Teknologi Informasi”, (Malang: Seribu

    Bintang, 2018), 37.

  • 15

    F. Sistematika Penulisan

    Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan singkat tentang

    penulisan ini, penulis membagi dalam lima bab, masing-masing bab

    berisi persoalan tertentu dengan tetap berkaitan antar bab yang satu

    dengan bab lainnya, adapun sistematika tersusun sebagai berikut.

    BAB I, berisi pendahuluan yang merupakan gambaran umum terkait

    karya tulis ini yang didalamnya terdiri dari sub bab yaitu latar belakang

    masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

    penelitian, tinjauan pustaka, dan metode penelitian serta sistematika

    penulisan.

    BAB II, membahas tentang berbagai hal yang merupakan landasan

    teori dari penelitian ini. Dalam bab ini penulis mengemukakan profil

    ayat Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr, diantaranya mengulas

    makna kata Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr, kandungan pokok

    surah Saba’, mengkorelasikan ayat 15 dengan ayat sebelumnya, dan

    mentafsirkan ayat teresebut secara global.

    BAB III, dalam bab ini akan memaparkan tentang biografi mufassir,

    dianataranya, riwayat hidup Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr, karya-karya

    Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr, sekilas tentang tafsiran Fī Ẓilāl al-Qur’ān

    dan tafsiran at-Taḥrīr wa at-Tanwīr, pandangan para ulama tentang

    Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān dan Tafsīr al-Taḥrīr wa al-Tanwīr.

    BAB IV, dalam bab ini penulis akan menganalisa tentang

    bagaimana pemikiran Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr terhadap Baldatun

    Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr, Baldatun Ṭayyibatun wa Tabbun Gafūr

    versi Sayyid Quṭb, Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr versi Ibn

    ‘Āsyūr, perbedaan dan persamaan penafsiran sayyid Quṭb dan Ibn

    ‘Āsyūr.

  • 16

    BAB V , merupakan hasil dari penelitian yang meliputi kesimpulan

    saran dan daftar pustaka.

  • 17

    BAB II

    PROFIL AYAT BALDATUN ṬAYYIBATUN WA RABBUN GAFŪR

    A. Pemaknaan Kata Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr

    Menurut kamus bahasa indonesia, “makna” adalah: arti atau maksud

    perkataan yang diucapkan. “Bermakna” berarti: mempunyai

    (mengandung) arti kalimat tersebut.1 Dari kata makna tersebut, dapat

    disimpulkan bahwa makna arrinya yang di maksud.

    1. Kata Baldah

    Secara bahasa kata al-Balād berasal dari kata ( ُلدب َ -بَ َلدَ بُ ُلومَدا -ب م ) yang

    berarti diam pada suatu negeri.2 Ada juga yang mengatakan kata baldah

    secara bahasa artinya kota, kota kecil, pusat kota. Sedangkan balad

    artinya daerah, kota, kota kecil, pusat kota.3

    Al-Balādu atau al-Baldatu adalah setiap tempat atau satuan wilayah

    yang tertentu baik di bawah suatu kekuasaan pemerintahan atau tidak,

    kosong ataupun berpenghuni. Al-Balād min arḍi adalah termasuk

    tempat tinggal hewan-hewan walaupun di dalam wilayah tersebut tidak

    terdapat satu bangunanpun. Bentuk plural dari al-Balād adalah Bilād

    -Ada ahli bahasa yang membedakan antara al .(بُ لمَدان) dan Buldān (ِباَلَد)

    Balād dengan al-Baldatu. Al-balād adalah satuan wilayah yang luas

    terdiri dari beberapa Baldan. Negeri Syam dan Iraq adalah contoh al-

    Balād. Sementara bagian dari wilayah tersebut seperti Basrah dan

    1Dendi Sugono, “Kamus Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen

    Pendidikan Nasional, 2008), 903. 2Mahmud Yunus, “Kamus Arab Indonesia”, (Jakarat: Hidakarya Agung, 1989), 71. 3Azzah Nor Laila, “Pendidikan Kebangsaan dalam Perspektif al-Qur’an”, Volume 1

    No 1 Volume 1 No 1, (Mei 2019), 4.

  • 18

    Damaskus adalah al-Baldah-nya.4 Hal itu menunjukkan istilah Balād

    merupakan sinonim dari Baldah, yang terkadang juga bermakna

    bangsa.5

    Negara adalah sebuah wilayah atau daerah yang berada di

    permukaan bumi yang memiliki peran penting di dalamnya yaitu

    bentuk Politik itu tersendiri .6

    Menurut Ibnu Faris dalam Mu’jam Maqayīs al-Lugah, secara bahasa

    kata Baldah berarti dada. Jika dikatakan Wada’at al-Nāqah Baldaṭahā

    bil Arḍ, ai Sadrahā, artinya, unta itu meletakkan (menderumkan)

    dadanya di tanah. Dari makna asal, maka secara semantik, setiap

    tempat, negeri atau wilayah yang dijadikan tempat tinggal bisa disebut

    sebagai Baldah. Dari kata Baldah pula muncul kata Taballada dan

    Mubaladah yang bisa berarti “berperang” untuk membela dan

    mempertahankan tanah air yang ditempati.7

    Al-Aṣfaḥani mendefinisikan negara atau al-Balād ( دالبال ) sebagai

    tempat atau teritorial yang ditetapkan batasannya secara jelas, yang

    dikenal karena domisili penduduknya yang menetap di wilayah

    tersebut.8

    Setelah diidentifikasi melalui Mu’jam al-Mufaḥras kata Baldah

    dalam al-Qur’an ada sepuluh, yang sepuluh dibagi menjadi lima

    bagian. Pertama, kata Bilād sebanyak lima kali: QS. Al-Imran (3): 196,

    4Fayyuadah al-Mazaya, “Negeri-Negeri yang Diberkahi dalam al-Qur’an”, (Skripsi

    S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), 11.

    5Azzah Nor Laila, “Pendidikan Kebangsaan dalam Perspektif al-Qur’an”, 4.

    6Dea Ayuni, “Analisis Pemikiran Ali Abdur Raziq Tentang Negara dalam Perspektif

    Islam”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten 2017),

    33.

    7Ibnu Faris, “Mu’jam Maqayis fi al-Lugah” (Beirut: Dar al-Ihya’ al-Turas al-Arabi

    2001), 136-137.

    8Fayyadah al-Mazaya, “Negeri-Negeri Yang Diberkahi dalam al-Qur’an”, 12.

  • 19

    QS. Gāfir (40): 4, QS. Qāf (50): 36, QS. Al-fajr (89): 8, QS. Al-fajr

    (89):11.

    Kedua, kata baldah disebut sebanyak lima kali dalam al-Qur’an.9

    QS. Al-Furqān (25): 49, QS. Al-Naml (27): 91, QS. Saba’ (34): 15, QS.

    Al-Zukhruf (43):11, QS. Qāf (50): 11.10

    2. Kata Ṭayyibah

    Kata Ṭayyibah berasal dari bahasa Arab yang asal katanya (Ṭayyib)

    artinya baik. Huruf Ṭa-ya-ba hanya memiliki satu makna dasar. Yaitu

    dari sebuah kebalikan dari kata buruk, yaitu bisa dikatakan dengan

    bahasa (khabiṭ).11 Secara sederhana lafaz khabiṭ dapat diartikan yaitu

    setiap sesuatu yang dapat memuaskan nafsu selain penyakit (‘aḍa) dan

    juga kotor (khubṭ). Ṭayyibah merupakan ism fa’il muannaṡ, yang

    dibentuk dari asal kata Ṭaba-yaṭibu-ṭīban fa huwa ṭayyib. Biasanya

    digunakan untuk menyifati sesuatu (na’at). Ṭayyib berarti halal. Ibn

    ‘Aṭīr berpendapat: “penyebutan Ṭayyib dan Ṭayyibah memiliki sebuah

    arti atau makna yang diulang-ulang di dalam hadits. Kebanyakan

    maknanya adalah tentang halal. Begitu pula khabiṭ yang berarti haram.

    Terkadang pula Ṭayyib bermakna suci, seperti dalam hadits Nabi SAW:

    Bahwasanya Rasul bersabda kepada, ‘Ammar, “selamat datang dengan

    keadaan suci dan mensucikan”.12

    Setelah diidentifikasi bahwasanya kata (Ṭayyibah) dalam al-Qur’ān

    disebutkan sebanyak Sembilan kali, yakni: QS, al-Imrān (3): 38, QS,

    9Muhammad Fuad Abdul Baqi, “Al-Mu’jam al-Mufaḥros li Alfażi al-Qur’ān al-Karīm”,

    (Libanon: Dar al-Marefah,2009), 305.

    10Muhammad Fuad Abdul Baqi, “Al-Mu’jam al-Mufaḥros li Alfażi al-Qur’ān al-

    Karīm”, 134. 11Zakariyya, “Mu’jam Maqayis”, juz 3, (Dar al-Fikr, 1994), 435.

    12Fitriatul Lail, “Makna Kalimah Ṭayyibah dalam al-Qur’an (Analisa Teori Penafsiran

    Wahbah Zuhaili dan al-Ṭabari Atas Surah Ibrahim”: 24, (Skripsi S1., Universitas Islam

    Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2018), 39-40.

  • 20

    Al-Taubat (9): 72, QS, Yūnus (10): 22, QS, Ibrāhīm (14): 24, QS,

    Ibrāhīm (14): 24, QS, Al-Nahl (16): 97, QS, Al-Nūr (24): 61, QS, Saba’

    (34): 15, QS, Al-Ṣaff (61): 12. 13

    3. Kata Rabb

    Rabb dalam bahasa Arab adalah raja, penguasa, pemilik yang dalam

    konteks Islam merujuk kepada Allah.14 kata “Rabb”, memiliki tiga

    unsur makna yaitu: Yang Menciptakan, Yang Memiliki, dan Yang

    Mengatur. Maksudnya Rabb adalah yang menciptakan, yang memiliki,

    dan yang mengatur alam semesta ini.

    Rabb jelas hanya satu, yaitu Allah. Berbeda dengan kata “ilah” yang

    artinya yang disembah atau sesembahan. Sesuatu yang disembah bisa

    siapa saja atau apa saja, bisa Rabb yang sebenarnya (Allah), bisa juga

    makhluk-makhluk ciptaan Allah seperti manusia, batu, atau pohon,

    matahari, dan lain-lain. Kalimat Lā ilāha illallāh dimaknai dalam

    bahasa Indonesia: “Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah.”15

    Muhammad Ismail Ibrahim di dalam buku Mu’jam al-fāẓ wa al-

    ‘A’lam al-Qur’āniyyah menyebutkan bahwa terdapat beberapa arti kata

    Rabb ( َرب), di antaranya Rabb al-walad ( َِرب المَوَلد) artinya “memelihara

    anak dengan memberi makan dan mengasuhnya”, Rabb asy-syai’ ( َرب

    ءِ artinya “mengumpulkan dan memilikinya”, serta Rabb al-amr (الشَّيم

    13Muhammad Fuad Abdul Baqi, “al-Mu’jam al-Mufaḥras li alfaẓ al-Qur’ān al-Karīm”,

    432.

    14Mahmud Yunus, “Kamus Arab Indonesia”.

    15Firdaus, “Konsep al-Rububiyah (Ketuhanan) Dalam al-Qur’an, Diskursus Islam”,

    Vol 3, No1, (2015), 106.

    https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Arabhttps://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttps://id.wikipedia.org/wiki/Allah

  • 21

    adalah Tuhan dan (أَلرَّب ) memperbaikinya”. Adapun Al-rabb“ (ِرب اأَلممرِ )

    merupakan salah satu dari nama Allah yang jamaknya Arbāb ( أَرمبَاب).

    Dari keterangan di atas disimpulkan bahwa kata Rabb ( َرب)

    maknanya berkaitan dengan kepengasuhan dan kemudian berkembang

    menjadi memiliki, memperbaiki, mendidik, juga Tuhan.16

    Kata Rabb menurut Sayyid Quṭb dalam Tafsirnya Fī Ẓilāl al-Qur’ān

    mengemukakan bahwa Rabb sering diartikan dengan yang berkuasa,

    yang memberlakukan, yang bertindak, dan menurut bahasa berarti

    “Sayyid” tuan, dan Mutaṣarrif yang bertindak untuk memperbaiki dan

    memelihara.17

    Setelah diidentifikasi bahwasanya kata (Rabb) dalam al-Qur’an

    disebutkan sebanyak delapan puluh empat kali, yakni: QS, Al-Fātihah

    (1): 2, QS, al-Baqarah: (2): 131, QS, al-Mā’idah (5): 28, QS, al-An’ām

    (6): 45, QS, al-An’ām (6): 71, QS, al-An’ām (6): 162, QS, al-An’ām

    (6): 164, QS, al-A’rāf (7): 54, QS, al-A’rāf (7): 61, QS, al-A’rāf (7):

    67, QS, al-A’rāf (7): 104, QS, al-A’rāf (7): 121, QS, al-A’rāf (7): 122,

    QS, al-Taubat (9): 9, QS, Yūnus (10): 10, QS, Yūnus (10): 37, QS, al-

    Ra’d (13): 16, QS, al-Isrā (17): 102, QS, al-Kahf (18): 14, QS, Maryam

    (19): 65, QS, Ṭaha (20): 70, QS, al-Anbiya (21): 22, QS, al-Anbiyā

    (21): 56, QS, al-Mu’minūn (23): 86, QS, al-Mu’minūn (23): 86, QS, al-

    Mu’minūn (23): 116, QS, al-Syu’arā (26): 16, QS, al-Syu’arā (26): 23,

    QS, al-Syu’arā (26): 24, QS, al-Syu’arā (26): 26, QS, al-Syu’arā (26):

    16Muhammad Ismail Ibrahim, “Mu’Jam al-Alfāż wa al- ‘A’Lām al-Qur’āniyyah”,

    (Kairo: Dar al-Fikr, 1968), 191.

    17Sayyid Quṭb, “Fī Ẓilāl al-Qur’ān, terj As’ad Yasin, Abd al-Aziz Salim Basyarahil

    Dkk, Cet. V, (Jakarta: Gema Insani, 2006), 27.

  • 22

    28, QS, al-Syu’arā (26): 47, QS, al-Syu’arā (26): 48, QS, al-Syu’arā

    (26): 77, QS, al-Syu’arā (26): 98, QS, al-Syu’arā (26): 109, QS, al-

    Syu’arā (26): 127, QS, al-Syu’arā (26): 145, QS, al-Syu’arā (26): 164,

    QS, al-Syu’arā (26): 180, Qs, al-Syu’arā (26): 192, QS, al-Naml (27):

    8, QS, al-Naml (27): 26, QS, al-Naml (27): 44, QS, al-Naml (27): 91,

    QS, al-Qaṣaṣ (28): 30, QS, al-Sajdah (32): 2, QS, Saba’ (34): 15, QS,

    Yasīn (36): 58, QS, al-Ṣāffāt (37): 5, QS, al-Ṣāffāt (37): 5, QS, al-Ṣāffāt

    (37): 87, QS, al-Ṣāffāt (37): 126, QS, al-Ṣāffāt (37): 180, QS, al-Ṣāffāt

    (37): 182, QS, Ṣād (38): 66, QS, al-Zumar (39): 75, QS, Gafir (40): 64,

    QS, Gafir (40): 65, QS, Gāfir (40): 66, QS, Fuṣṣilat (41): 9, QS, al-

    Zukhruf (43): 46, QS, al-Zukhruf (43): 82, QS, al-Zukhruf (43): 82,

    QS, al-Dukhān (44): 7, QS, al-Dukhān (44): 8, QS, al-Jāṡiyah (45): 36,

    QS, al-Jāṡiyah (45): 36, QS, al-Jāṡiyah (45): 36, QS, al-Żariyat (51):

    23, QS, al-Najm (53): 49, QS, al-Rahmān (55): 17, QS, al-Rahmān

    (55): 17, QS, al-Wāqi’ah (56): 80, QS, al-Hasyr (59): 16, QS, al-

    Hāqqah (69): 43, QS, al-Ma’ārij (70): 40, QS, al-Muzammil (73): 9,

    QS, al-Nabā’ (78): 37, QS, al-Takwīr (81): 29, QS, al-Muṭaffifīn (83):

    6, QS, Quraisy (106): 3, QS, al-Falaq (113): 1, QS, al-Nās (114): 1.18

    4. Kata Gafūr

    Kata “Al-Gafūr” ini berasal dari bahasa Arab kata dasarnya adalah

    Ga-fa-ra yang artinya maha pengampun. Secara bahasa, kata al-Gafūr,

    al-Gaffar, dan al-Gafir memiliki akar kata yang sama, yakni Ga-fa-ra.

    Tetapi para ahli bahasa memberikan penekanan makna yang tidak sama

    pada ketiga kata itu.

    18Muhammad Fuad Abdul Baqi, “al-Mu’jam al-Mufahras li al-faẓ al-Qur’ān”, 185-

    187.

  • 23

    Banyaknya disebut sifat al-Gafūr dalam al-Qur’an memberi kesan

    bahwa Allah membuka pintu seluas-luasnya bagi hambanya untuk

    bermohon, bahkan secara tegas dinyatakan, “Allah mengajak ke surga

    dan pengampunanya atas izinnya” (QS. Al-Baqarah 2: 221).

    Bagaimana ayat ini di samping menegaskan bahwa “Allah mengajak”

    juga menguatkan ajakan itu dengan pernyataan “atas izinnya”,

    sehingga terasa benar bahwa ini adalah ajakan yang sangat serius

    disamping memberi kesan bahwa langkah yang diambil seseorang

    menuju Allah tidak terlepas dari izinnya.19

    Kata al-Gaffara yang berarti “penutup”. Ada juga yang berpendapat

    dari kata al-Gafaru yakni sejenis tumbuhan yang digunakan mengobati

    luka. Jika pendapat pertama yang dipilih, maka al-Gaffar berarti antara

    lain, dia menutupi dosa hamba-hambanya karena kemurahan dan

    anugerahnya. Bila yang kedua, maka ini bermakna Allah

    menganugerahi hambanya penyesalan atas dosa-dosa, sehingga

    penyesalan ini berakibat kesembuhan dalam hal ini adalah terhapusnya

    dosa.20

    Sifat Allah yang terambil dari akar kata ini adalah Gafūr, Gaffar,

    dan Gafir. Ibnu al-Arabi mengemukakan beberapa pendapat

    menyangkut perbedaan kata-kata tersebut. Gafir adalah pelaku,

    maksudnya sekedar menetapkan adanya sifat ini kepada sesuatu, tanpa

    memandang ada tidaknya yang diampuni atau ditutupi aib dan

    kesalahannya. Perbedaan anatara Gaffar dan Gafūr adalah Gaffar yang

    menutupi aib, kesalahan di dunia, sedang Gafūr menutupi aib di

    akhirat. Gafūr dapat juga berarti banyak memberi maghfirah, sedang

    19Quraish Shihab, “Menyingkap Tabir Ilahi”, (Jakarta: Lentera Hati, 1999), 170.

    20Quraish Shihab, “Menyingkap Tabir Ilahi”, 81.

  • 24

    Gaffar mengandung arti banyak dan berulangnya maghfirah serta

    kesempurnaan dan keluasan cakupannya.

    Pendapat lain mengatakan bahwa Gafir adalah yang menutupi

    sebagian, Gafūr yang menutupi kebanyakan, dan Gaffar yang

    menutupu keseluruhan.21

    Imam Ghazali dalam membedakan sifat Gafūr dan Gaffar menulis

    bahwa keduanya bermakna sama, hanya saja Gafūr mengandung

    semacam mubalaghah (kelebihan penekanan) yang tidak di kandung

    oleh kata Gaffar, karena al-Gaffar menunjukan mubalagah dalam

    magfirah (pengampunan menyeluruh/ penutupan yang rapat) di

    samping berulang-ulangnya hal tersebut, sedang Gafūr menunjuk

    kepada sempurna dan menyeluruhnya sifat tersebut. Allah Gafūr dalam

    arti sempurna pengampunannya hinga mencapai puncak tertinggi

    dalam maghfirah.22

    Setalah diidentifikasi kata Gafūr dalam al-Qur’an disebutkan

    sebanyak tujuh puluh satu kali, yakni: QS, al-Baqarah (2): 173, QS, al-

    Baqarah (2): 182, QS, al-Baqarah (2): 192, QS, al-Baqarah (2): 199, QS,

    al-Baqarah (2): 218, QS, al-Baqarah (2): 225, QS, al-Baqarah (2): 226,

    QS, al-Baqarah (2): 235, QS, al-Imrān (3): 31, QS, al-Imrān (3): 89, QS,

    al-Imrān (3): 129, QS, al-Imrān (3): 155, QS, an-Nisā’ (4): 25, QS, al-

    Mā’idah (5): 3, QS, al-Mā’idah (5): 34, QS, al-Mā’idah (5): 39, QS, al-

    Mā’idah (5): 74, QS, al-Mā’idah (5): 98, QS, al-Mā’idah (5): 101, QS,

    al-ʻAn’ām (6): 54, QS, al-ʻAn’ām (6): 145, QS, al-ʻAn’ām (6): 165, QS,

    al-ʻA’rāf (7): 153, QS, al-ʻA’rāf (7): 167, QS, al-Anfāl (8): 69, QS, al-

    Anfāl (8): 70, QS, al-Taubat (9): 5, QS, al-Taubat (9): 27, QS, al-Taubat

    (9): 91, QS, al-Taubat (9): 99, QS, al-Taubat (9): 102, QS, Yūnus (10):

    21Quraish Shihab, “Asma’ al-Husna dalam Perspektif al-Qur’an”, 37.

    22Quraish Shihab,” Menyingkap Tabir Ilahi”, 172.

  • 25

    107, QS, Hūd (11): 41, QS, Yūsuf (12): 53, QS, Yūsuf (10): 98, QS,

    Ibrāhīm (14): 36, QS, al-Hijr (15): 49, QS, al-Nahl (16): 18, QS, al-Nahl

    (16): 110, QS, al-Nahl (16): 115, QS, al-Nahl (16): 119, QS, al-Kahfi

    (18): 58, QS, al-Hajj (22): 60, QS, al-Nūr (24): 5, QS, al-Nūr (24): 22,

    QS, al-Nūr (24): 33, QS, al-Nūr (24): 62, QS, al-Naml (27): 11, QS, al-

    Qaṣaṣ (28): 16, QS, Sabā’ (34): 2, QS, Sabā’ (34): 15, QS, Faṭīr (35):

    28, QS, Faṭīr (35): 30, QS, Faṭīr (35): 34, QS, al-Zumar (39): 53, QS,

    Fuṣilat (41): 32, QS, al-Syurā (42): 5, QS, al-Syurā (42): 23, QS, al-

    Aḥqāf (46): 8, QS, al-Ḥujurāt (49): 5, QS, al-Ḥujurāt (49): 14, QS, al-

    Ḥadīd (57): 28, QS, al-Mujādilah (58): 2, QS, al-Mujādilah (58): 12,

    QS, al-Mumtaḥanah (60): 7, QS, al-Mumtaḥanah (60): 12, QS, at-

    Tagābun (64): 14, QS, al-Taḥrīm (66): 1. QS, al-Mulk (67): 2, QS, al-

    Muzammil (73): 20, QS, al-Burūj (85): 14.23

    B. Kandungan Pokok Surah Saba’

    Surah Saba’ terdiri atas 54 ayat, termasuk golongan surah-surah

    Makiyyah (diturunkan di kota Makkah), diturunkan sesudah surah

    Luqman. Surah ini dinamakan Saba’ karena di dalamnya terdapat kisah

    kaum Saba’. “Saba” adalah nama suatu kabilah dari kabilah- kabilah

    ‘Arab yang tinggal di daerah Yaman sekarang ini. Mereka mendirikan

    kerajaan yang terkenal dengan nama kerajaan Sabaiyyah, ibu kotanya

    Ma’rib. Mereka telah mampu membuat bendungan raksasa yang

    bernama “Bendungan Ma’rib”, sehingga negeri mereka subur dan

    makmur. Kemewahan dan kemakmuran ini menyebabkan kaum Saba’

    lupa dan inkar kepada Allah yang telah melimpahkan nikmatnya

    kepada mereka, serta mereka mengingkari pula seruan para rasul.

    23Muhammad Fuad Abdul Baqi, “al-Mu’jam al-Mufaḥras li al-faẓl al-Qur’ān al-

    Karīm”, 501-502.

  • 26

    Karena keingkaran mereka ini Allah menimpakan kepada mereka azab

    berupa “sailul ‘arim” (banjir yang besar) yang ditimbulkan oleh

    bobolnya bendungan Ma’rib. Kemudian setelah kejadian itu negeri

    Saba’ menjadi kering dan kerajaan mereka pun hancur.24

    Adapun pokok-pokok isi pada surah ini diantaranya hal hal yang

    berhubungan dengan kebangkitan di akhirat, celaan terhadap

    perbuatan-perbuatan dan kepercayaan orang musyrik dan berhala-

    berhala mereka yang tidak dapat memberi faedah kepada mereka dan

    kisah-kisah. Diantara kisah-kisah tersebut adalah kisah nabi Daud as

    dan Nabi Sulaiman as. yang tercantum dalam ayat ke10 sampai ayat

    ke-14. Pada ayat ini diterangkan mengenai karunia yang Allah berikan

    kepada nabi Daud as dan nabi Sulaiman as.25

    C. Korelasi Ayat 15 Dengan Ayat Sebelumnya

    Korelasi atau munasabah dari segi bahasa bermakna “kedekatan”.26

    Munasabah berawal dari kenyataan bahwa sistematika urutan ayat-ayat

    atau surah-surah al-Qur’an sebagaimana terdapat dalaam mushaf

    utsmani sekarang tidak berdasarkaan kronologis turunnya. Kendati

    demikian setiap kali ayat turun, Nabi memberi tahu tempat ayat-ayat

    itu dari segi sistematika urutannya dengan ayat-ayat atau surah-surah

    yang lainnya sambil memerintah sahabatnya untuk menulisnya.27

    Ulama-ulama menggunakan kata korelasi (munasabah) untuk dua

    makna;

    24Yayasan penyelenggara penterjemah/pentafsir Al-Qur’an, “Al-Qur’an al-Karīm wa

    tarjamatu ma’aniyah ila lugatul Indonesia”, (Jakarta: Mujamma’al Malik Fahd li Ṭiba’at

    al Musḥaf al-Syarif, 1971), 682.

    25Ahmad Syihabuddin dan Hasna Yulistina, “Tafsir al- Qur’an Surat Saba’ Ayat 10-

    14”, (Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Sukabumi, 2019), 1.

    26 Quraish Shihab, “Kaidah Tafsir”, 234. 27 Hasani Ahmad Said, “Diskurusus Munasabah al-Qur’an dalam Tafsir al-Misbāh”,

    (Jakarta: Amzah, 2015), 1.

  • 27

    Pertama, Hubungan kedekatan antar ayat atau kumpulan ayat-ayat

    al-Qur’an satu dengan lainnya. Ini dapat menckup banyak ragam,

    antara lain:

    a. Hubungan kata demi kata dalam satu ayat

    b. Hubungan ayat dengan ayat sesudahnya

    c. Hubungan kandungan ayat dengan fashilah/penutup

    d. Hubungan surah dengan surah berikutnya

    e. Hubungan awal surah dengan penutupnya

    f. Hubungan nama surah dengan tema utamanya

    g. Hubungan uraian akhir surah dengan uraian awal surah

    berikutnya.

    Kedua, hubungan makna satu ayat dengan ayat lain, misalnya

    pengkhususannya, atau penetapan syarat terhadap ayat lain yang tidak

    bersyarat dan lain-lain.28

    Para ulama mendukung adanya munasabah menyatakan bahwa

    tidak semua ayat atau bagiannya harus dicarikan munasabahnya,

    seperti ayat 3 QS, al-Aṣr [103] dengan ayat kedua.29

    Dalam surat Saba’ ayat 15 dengan ayat sebelumnya mempunya

    korelasi (munasabah) yaitu menceritakan Nabi Sulaiman dengan kisah

    negeri Saba’.

    D. Penafsiran Global Dari Ayat 15

    Dalam penafsiran global ayat 15 surah Saba’, mufassir sering kali

    menafsirkan ayat tersebut bahwasanya ada tanda-tanda kekuasaan yaitu

    negeri yang makmur dan penuh ampunan.

    28Quraish Shihab, “Kaidah Tafsir”, 244.

    29Quraish Shihab, “Kaidah Tafsir”, 246.

  • 28

    َكِنِهمم آيَة َلَقدم َُكاَن ِلَسَبإ ِف َمسم َوِِشَال َيَِْي َعنم َجنََّتانِ ۗ

    َربُِّكمم رِزمَقِ ِمنم ُُكُلوا ۗ ُكُروا َغُفور َوَرب طَيَِّبة بَ لمَدة ۗ َلهُ َواشم

    “Sungguh bagi Kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Rabb) di

    kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di

    sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan:) “Makanlah dari rizki yang

    dianugerahkan Tuhan kalian dan bersyukurlah kepada-Nya!’. Baldatun

    Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr” [Saba’/34:15].

    Ibn Katsir dalam menafsirkan ayat ini, banyak makna dan arti dari

    beberapa pendapat mengenai Asbabun nuzul ayat tersebut dan memberi

    sedikit penafsirannya. Sebagian Asbabun nuzulnya menjelaskan bahwa

    ayat ini turun berkenaan dengan pertanyaan sahabat. Beliau hanya

    memberikan sedikit penafsiran dalam ayat ini. Beliau berasumsi bahwa

    di setiap sudut negeri Saba’ terdapat tanda-tanda kekuasaannya, seperti

    adanya dua kebun di sebelah kanan dan kiri. Yakni dari sisi kedua

    gunung, sedangkan negeri itu berada di antara dua kebun tersebut.

    Tidak lupa juga terdapat bendungan Ma’rib yang terletak diantara dua

    sisi gunung. Bendungan yang menjadi sumber perairan dari negeri

    Saba’.30

    Kata saba’ dapat berarti wilayah/negeri sebagaimana yang

    dimaksud dalam QS. an-Naml, dan bisa juga berarti kaum dan itulah

    yang dimaksud dalam ayat yang dibahas saat ini. Kerajaan Saba’

    berdiri sekitar tahun VII SM, pengaruh kekuasaannya mencakup

    Ethiopia dan salah satu negeri yang sangat terkenal ketika itu yakni

    Ma’rib dengan bendungannya yang sangat besar.

    Sementara dalam sebuah riwayat digambarkan mengenai kesuburan

    negeri tersebut, bahwa jika seorang pejalan meletakkan keranjang di

    atas kepala, niscaya ketika ia sambil berjalan maka keranjang tersebut

    30Al-Imam al-Hafiẓ Imad ad-Din Abi al-Fida’ Ismail bin Umar Ibnu Kaṡīr ad-Dimasyqi,

    Tafsīr al-Qur’ān al-Azīm (Libanon Dar al-Kutb al-Ilmiyyah, 1971), 6.

  • 29

    akan dipenuhi oleh aneka buah yang berjatuhan. Mungkin riwayat ini

    sedikit berlebihan namun setidaknya mampu memberi gambaran

    bagaimana suburnya negeri tersebut.31

    Selanjutnya Sayyid Quṭb menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Saba’

    adalah nama suatu kaum yang tinggal di sebelah selatan Yaman.

    Mereka itu tinggal di tanah subur yang sebagiannya masih ada hingga

    sekarang.32

    Allamah Kamal Faqih Imani dalam tafsirnya menjelaskan Saba’

    adalah nama negeri yang subur di daerah Yaman. Nama Saba’ ini

    adalah nama seorang figur (pemimpin) agung yang dipilih sebagai

    nama negeri ini. Riwayat negeri ini mengandung pelajaran. Setelah

    menyatakan mengenai anugerah besar yang telah Allah karuniakan

    kepada Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s.33

    31Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif,

    1997), 104.

    32Sayyid Quṭb, “Tafsīr Fī Ẓilāl al-Qur’ān”, Terj. M. Misbah (Rabbani Press:

    Jakarta2009), 1037.

    33Allamah Kamal Faqih Imani, “Tafsir Nurul Qur’an Sebuah Tafsir Sederhana Menuju

    Cahaya al-Qur’an”, Terj. Arif Mulyadi, Cetakan I (Al-Huda: Jakarta 2010), 71-72.

  • 30

    BAB III

    BIOGRAFI SAYYID QUṬB DAN IBN ‘ĀSYŪR

    A. Biografi Sayyid Quṭb

    1. Riwayat Hidup Sayyid Quṭb

    Sayyid Quṭb dilahirkan pada tanggal 9 bulan oktober tahun 1906

    di kampung Mausyah kota Asyut, Mesir dengan nama lengkapnya

    Sayyid bin al-Hajj Quṭb bin Ibrahīm Husein Syaẓali. Ia dibesarkan

    dalam keluarga yang harmonis, memiliki seorang ayah yang cinta

    ilmu dan menitik beratkan pendidikan anak-anaknya pada ajaran

    Islam dan mencintai al-Qur’an. Hal ini mempengaruhi kehidupan

    Sayyid Quṭb dan membentuknya menjadi orang yang terkenal, baik

    dalam ilmu social, politik, bahasa maupun dalam Pendidikan.1

    Ia memiliki lima saudara dari enam putra ayah ibunya. Ia sendiri

    anak ke lima. Saudara pertama bernama Nafisah, ia lebih tua tiga

    tahun dari Sayyid. Saudara kedua dan ketiga Sayyid meninggal ketika

    sebelum usia dua tahun dan ketika masih kecil, Saudara keempat

    bernama Aminah, seorang penulis dalam bidang kesusastraan. Ia

    pernah menulis buku sastra yang diterbitkan yaitu: “Fi Tayyar al-

    Ḥayah” (Dalam Arus Kehidupan), dan “Fi Ṭariq” (Di jalan). Lalu

    putra kelima ia sendiri, dan keenam adiknya yang bernama

    Muhammad (Quṭb), seorang sarjana sastra Universitas Kairo yang

    juga penulis sajak, esai, refleksi, dan cerpen hingga studi keislaman.

    Salah satu karyanya adalah “Jahiliyah al-Qarn al-’Isyrin” yang edisi

    Indonesia telah diterbitkan dengan judul “Jahiliyah Masa Kini” diterj.

    Afif Muhammad, Jahiliyah Masa Kini, Cet. II, Bandung: Pustaka:

    1Faizah Ali Syibromalisis, “Membahas Kitab Tafsir Klasik Moedrn”, (UIN Syarif

    Hidayatullah Jakarta: Ciputat, Oktober 2011), 131.

  • 31

    1994. Lalu adiknya yang bungsu, Hamidah, seorang aktifis

    pergerakan dan juga pernah menulis buku bersama saudara-

    saudaranya berjudul “al-Aṭyaf al-Arba’ah”.2

    Di sepanjang zaman kanak-kanak dan remajanya beliau telah

    memperlihatkan petanda-petanda kecerdasan yang tinggi dan bakat-

    bakat yang cemerlang yang menarik perhatian para guru dan

    pendidiknya. Sayyid Quṭb ketika masih berusia 11 tahun sudah

    menghafalkan al-Qur’an dan menguasai bahasa Arab. Pada usia 13

    tahun, ia dikirim oleh orang tuanya ke Kairo untuk melanjutkan

    pendidikannya,3 di samping memperlihatkan kegemaran membaca,

    keberanian mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan mengeluarkan

    pendapat-pendapat yang cerdas. Beliau senantiasa mendampingi al-

    Qur’an sehingga beliau memasuki Kuliah Darul ‘Ulum sebuah

    insutusi pengajian tinggi Islam dan sastera Arab yang terkenal di

    seluruh dunia Islam, dimana kefahaman al-Qur’aniyah dan pemikiran

    Islamiyah beliau semakin subur dan terserlah.4

    Sayyid Quṭb belum bergantung dengan Gerakan Ikhwanul

    Muslimin yang dipimpin Hasan al-Bana. Malah pada masa ini, ia

    termasuk salah seorang pendukung Abbas Mahmud al-Aqqad.5 Pada

    masa ini Sayyid banyak mendapat pengaruh dari Abbas Mahmud al-

    Aqqad, seorang penulis Mesir terkenal yang cenderung pada

    pemikiran Barat. Setelah tamat dari Dar al-Ulum, Sayyid Quṭb

    2M. Fajrul Munawir, “Relevansi Pemikiran Sayyid Quṭb Tentang Tafsir Jahiliyah Bagi

    Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Islam Kontemporer”, Vol Xi, No 1,

    (Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2011), 78.

    3Adib Hasani, “Kontradiksi dalam Konsep Politik Islam Eksklusif Sayyid Quṭb”, Vol

    11, No 1, (Pascasarjana Iain Tulungagung, Juni 2016), 4.

    4Abu Bakar Adanan Siregar, “Analisis Kritis Terhadap Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān

    Karya Sayyid Quṭb”, (Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan, 2017), 256.

    5Ahmad Barmawi, “118 Tokoh Muslim Genius Dunia”, (Jakarta: Restu Agung, 2006),

    43.

  • 32

    diangkat sebagai Inspektur Kementerian Pendidikan. Dalam tugasnya

    ini ia menyempatkan diri mempelajari dan mengkaji berbagai disiplin

    ilmu pengetahuan dengan membaca buku-buku terjemahan bahasa

    asing ke bahasa Arab. Setelah itu ia pun menjabat sekretaris Ṭaha

    Husein, lalu kemudian sekretaris Al-Aqqad.6

    Sebenarnya, ketika di Barat, Sayyid Quṭb menemukan hal-hal yang

    di luar dugaan. Di Amerika, Sayyid Quṭb melihat kegersangan moral.

    Meruaknya minum-minuman keras dan seks bebas merupakan

    praktik-praktik yang sering ia temui. Dari pengalamannya itu, ia

    sampai pada kesimpulan bahwa kenyataan demikian disebabkan

    peradaban Barat dibangun dari dasar materialisme bukan ketuhanan.

    Bahkan ia dengan bahasa yang terkesan sinis menyebutnya dengan

    “materialisme jahiliah”.

    Sayyid Quṭb semakin membara setelah melihat orang-orang

    Amerika berbahagia atas dihukum matinya Hasan al-Banna, seorang

    tokoh pergerakan Islam ternama yang mendirikan Ikhwan al-

    Muslimin. Peristiwa-peristiwa yang disaksikan Sayyid Quṭb ketika

    berada di Barat, telah mengubah arah pemikiran Sayyid Quṭb, dari

    yang awalnya sekuler menjadi seorang yang mati-matian membela

    Islam melalui pergerakan Ikhwan al-Muslimin.

    Pengalaman hidupnya lebih dari dua tahun di Amerika itu,

    tampaknya menjadi titik balik yang penting dalam hidupnya. Ia bukan

    menjadi pengagum Amerika, malah justru menjadi pengkritik

    Amerika, (Barat) yang tajam, dan segera setelah itu ia kembali ke

    Mesir pada 1952, ia bergabung dengan Ikhwanul Muslimin.7

    6Havis Aravik, “Pemikiran Ekonomi Sayyid Quṭb”, Vol 3, No 2, (Perbankan Syariah

    Stebis IGM Palembang, Februari 2018), 33.

    7Nuim Hidayat, “Sayyid Quṭb: Biografi dan kejenihan pemikirannya”, (Jakarta: Gema

    Insani Press, 2005), 41-42.

  • 33

    Selanjutnya, Sayyid Quṭb menjadi pimpinan redaksi harian Ikhwan

    al-Muslimin pada tahun 1954. Akan tetapi, setelah dua bulan, harian

    itu di tutup oleh presidan Gamal Abdul Nasser. Alasan pelarangan itu

    karena organisasi tersebut dinilai tidak pro-pemerintah dan berusaha

    menjatuhkannya. Karena alasan itu pula pada Mei 1955 Sayyid Quṭb

    ditahan. Pada 13 Juli 1955 pengadilan menjatuhkan hukuman kerja

    berat selama lima belas tahun. Akan tetapi pada tahun 1964 Sayyid

    Quṭb dibebaskan atas permintaan Presiden Irak Abd al-Salam Arif

    yang mengadakan kunjungan muhibah ke Mesir.

    Setahun setelah pembebasannya itu, Sayyid Quṭb kembali ditahan

    bersama tiga saudaranya dan juga sekitar 20.000 orang lainnya.8

    Nu’im Hidayat menjelaskan penangkapan Sayyid Quṭb tersebut

    dikarenakan ia menulis buku Ma’alim fi al-Ṭariq. Sebuah buku yang

    dinilai provokatif dan membahayakan eksistensi pemerintahan

    Nasser.9 Hingga akhirnya, pada Senin 29 Agustus 1966, Sayyid Quṭb

    dijatuhi hukuman gantung bersama dua temannya, Abd al-Fattah

    Isma’il dan Muhammad Yusuf Hawwasi.10

    2. Karya-karya Sayyid Quṭb

    Sayyid Quṭb menulis dua puluh enam buah buku. Sebelum menulis

    tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān ia telah lebih dulu menulis dua buku

    mengenai gambarana keindahan dalam al-Qur’an (At-Taṣwir al-Fabbi

    fi al-Qur’ān) tahun 1945 dan Fenomena hari kebangkitan dalam al-

    Qur’an (Musyahadat al-Qiyamah fi al-Qur’an). Pada tahun 1948, ia

    menerbitkan karya monumentalnya al-Adaalah al-Salam al-Alami wa

    al-Islam yaitu keadilan dalam Islam. Kemudian Al-Salam al-Alami wa

    8Sayyid Quṭb, “Tafsīr Fī Ẓilāl al-Qur’ān”, Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani, 2000), 319.

    9Nuim Hidayat, “Sayyid Quṭb: Biografi dan kejenihan pemikirannya”, 45.

    10Nuim Hidayat, “Sayyid Quṭb, Biografi dan kejenihan pemikirannya”, 23.

  • 34

    al-Islam, di susul Fī Ẓilāl al-Qur’ān yaitu di bawah naungan al-

    Qur’an yang diselesaikannya sewaktu dalam penjara, ia juga menulis

    karya terakhirnya, Maa’lim fi al-Ṭariq, petunjutuk jalan (1964).

    Dalam buku ini, ia mengemukakan gagasannya tentang perlunya

    revolusi total, bukan semata-mata pada sikap individu, namun juga

    pada strukutur negara. Dalam buku inilah Sayyid Quṭb

    mengemukakan logika konsepsi awal negeri Islam. Buku ini juga

    yang dijadikan bukti utama dalam sidang yang menuduhnya

    bersekongkol hendak menumbangkan rezim Basher. Tetes darah

    perjuangan dan goresan penanya menginspirasi dan meniupkan ruh

    jihad di hampir semua Gerakan ke Islaman di Dunia ini.11

    Di balik lembaran buku-buku itu Sayyid Quṭb bermaksud

    mengarahkan manusia kepada suasana al-Qur’an, yaitu suasana baru

    yang dapat mereka rasakan sebagai hidangan lezat, sebagaimana

    suasana diturunkannya al-Qur’an itu sendiri, dan dengan metode

    penyampaian yang segar, Sayyid Quṭb mencoba menyingkapkan tabir

    yang menyelimuti manusia mengenai rahasia-rahasia dan arti-arti

    yang belum pernah diterangkan sebelumnya. Dengan membaca

    karya-karyanya, orang-orang mengetahui secara dalam apa makna

    yang terkandung dalam setiap huruf, kata, dan kalimat yang

    diterangkannya. Ia menganjurkan agar setiap muslim selalu dalam

    suasana Qur’ani, dengan menghirup udara al-Qur’an dan harus

    melangkah dalam perjalanan hidupnya Bersama al-Qur’an.12

    11Faizah Ali Syibromalisis, “Membahas Kitab Tafsir”, 133-134.

    12Fuad Luthfi, “Konsep politik Islam Sayyid Quṭb dalam Tafsīr fī Ẓilāl al-Qur’ān

    (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), 12.

  • 35

    3. Sekilas Tentang Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān

    Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān pada mulanya adalah judul serial makalah

    bulanan yang ditulis dan diterbitkan oleh majalah “al-Muslimun”,

    sebuah majalah bulanan yang diterbitkan oleh kelompok Ikhwanul

    Muslimin. Makalah pertama iterbitkan pada edisi ketiga majalah

    tersebut, pada bulan Februari tahun 1952. Setelah menuliskan tujuh

    makalah yaitu pada penerbitan ketiga sampai kesembilan, sampai

    pada surat al-Baqarah ayat 103, Sayyid Quṭb terinspirasi untuk

    menulis buku tafsir seperti makalah yang ditulisnya di majalah. Apa

    yang diinginkan Sayyid Quṭb terlaksana sampai tahun 1954 dimana

    tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān terbit sebanyak enam belas juz yaitu sampai

    surat Ṭaha, sebelum Sayyid Quṭb dituduh dan di penjara. Beruntung

    Sayyid Quṭb masih diizinkan menulis tafsirnya di penjara karena ia

    terikat kontrak dengan penerbit, kalau tidak maka pemerintah harus

    memberikan ganti rugi kepada penerbit. Tafsīr Fī Ẓilāl al-Qur’ān

    berhasil diselesaikan penulisnya di akhir tahun lim puluhan. Motivasi

    menamakan tafsirnya dengan Ẓilāl al-Qur’ān. Menurut Sayyid Quṭb

    datang begitu saja tanpa dibuat-buat.13

    Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān yang beliau tulis ini melewati empat

    tahapan sebagai berikut:

    a. Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān dalam Majalah al-Muslimun

    b. Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān Menjelang Ditangkapnya Sayyid

    Quṭb

    c. Sayyid Quṭb Menyempurnakan Tafsirnya dalam penjara.

    d. Tempat Sayyid Quṭb Menulis Fī Ẓilāl al-Qur’ān.14

    13Faizah Ali Syibromalisis, “Membahas Kitab Tafsir”, 134-135. 14Shalah Abdul Fatah al-Khalidi, “Pengantar Memahami Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān

    Sayyid Quṭb”, (Karangasem: Era Intermedia, 2001), 54-62.

  • 36

    Meskipun metode penulisan tafsir itu beragam, namun melihat

    penulisan tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān yang mengikuti alur susunan surah

    dan ayat yang termaktub dalam mushaf al-Qur’an, maka dari satu sisi

    bisa dikatakan bahwa sayyid Quṭb telah menggunakan metode analisa

    atau tahlili. Di sisi lain sayyid Quṭb juga tidak menggunakan metode

    taḥlīlī secara mutlak, karena ia juga menafsirkan ayat dengan ayat

    yang lain, padahal cara ini adalah menjadi ciri dari metode penulisan

    tematik. Namun tidak bisa juga menyebutnya dengan metode semi

    tematik, karena Sayyid Quṭb tidak memberi judul atau tema dari ayat-

    ayat yang ia tafsirkan.

    Mencermati perkembangan pemikiran Sayyid Quṭb sebelum dan

    sesudah penangkapan oleh rezim pemerintah Mesir, mengharuskan

    kita juga melihat perkembangan corak dalam tafsirnya. Pada mulanya,

    sebelum penangkapan, Sayyid Quṭb memiliki kecenderungan corak

    al-Adabi Ijtima’I, yaitu corak yang diperkenalklan oleh Muhammad

    Abduh. Setelah Tafsīr Fī Ẓilāl di edit ulang, dan setelah Sayyid Quṭb

    mendekam lebih lama di penjara, penghayatannya terhadap al-Qur’an,

    Islam, kehidupan dan perjuangannya berkembang. Hal ini berimbas

    pada corak penafsirannya, tidak lagi hanya bernuansa Adabi Ijtima’I,

    tapi ia menambah corak lain terhadap tafsirnya yaitu corak perjuangan

    (Haraki) dan corak Tarbawi.

    Sayyid Quṭb memperkenalkan corak haraki dalam tafsirnya

    didorong oleh obsesinya mengajak kaum muslimin untuk betu-betul

    memahami al-Qur’an dan menghayatinya untuk kemudian dijadikan

    sebagai inspirator dalam menjalankan semua aktifitasnya di alam

    nyata ini. Sedangkan corak tarbawi-nya dipicu oleh keinginan agar

    setiap muslim terdidik secara Islami berdasarkan ajaran al-Qur’an,

  • 37

    berakhlak sesuai al-Qur’an, selalu komitmen dengan semua

    ajarannya.15

    4. Pandangan Ulama tentang Tafsīr Fī Ẓilāl al-Qur’ān Karya

    Sayyid Quṭb

    pembacaan beliau yang luas, pengalamannya yang mendalam dan

    bakat-bakat yang gemilang telah menjadikan tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān

    sebuah tafsir yang unik dan secara objektif dapat diletakkan sebagai

    puncak tafsir-tafsir yang lama dan yang baru, dimana terkumpul

    penjelasan-penjelasan yang memuaskan, himpunan ilmu

    pengetahuan, uraian yang cita rasa dan da’wah yang lantang untuk

    membangun hayat Islamiyah”, sementara Dr. Saleh Abdul Fatah al-

    Khalidi pengkaji karya-karya Sayyid Quṭb dan penulis biografinya

    yang terkenal telah berkata: “Sayyid Quṭb dalam tafsir “Fī Ẓilāl al-

    Qur’ān” adalah di