fakultas ushuluddin universitas islam negeri syarif...
TRANSCRIPT
-
PEMAKNAAN BALDATUN ṬAYYIBATUN WA RABBUN GAFŪR
DALAM SURAH SABA’ [34] AYAT 15 MENURUT TAFSIR FĪ
ẒILĀL AL-QUR’ĀN DAN AL-TAḤRĪR WA AL-TANWĪR
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu
Al-Qur’an Dan Tafsir (S.Ag.)
Oleh:
Ahmad Sukemi
NIM: 11150340000209
PROGRAN STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF
HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
-
PEMAKNAAN BALDATUN ṬAYYIBATUN WA RABBUN GAFŪR
DALAM SURAH SABA’ [34] AYAT 15 MENURUT TAFSIR FĪ
ẒILĀL AL-QUR’ĀN DAN AL-TAḤRĪR WA AL-TANWĪR
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar sarjana agama
(S.Ag.)
Oleh :
Ahmad Sukemi
NIM: 11150340000209
Pembimbing
Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar. M.A.
NIP: 196908221997031002
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020 M
-
PENGESAHAN SIDANG MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul PEMAKNAAN BALDATUN ṬAYYIBATUN
WA RABBUN GAFŪR DALAM SURAH SABA’ [34] AYAT 15
MENURUT TAFSIR FĪ ẒILĀL AL-QUR’ĀN DAN AL-TAḤRĪR
WA AL-TANWĪR telah diujikan dalam Sidang Munaqasyah Fakultas
Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 22 September 2020. Skripsi ini telah diterima
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama
(S.Ag) pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
Jakarta, 21 Oktober
2020
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
D r. Eva Nugraha, M.Ag. dc
F ahrizal Mahdi, Lc. MIRKH NIP. 19710217 199803 1 002 NIP. 19820816 201503 1 004
Anggota,
Penguji I, Penguji II,
D r. M.Suryadinata, M.Ag. D r. Faizah Ali Sibromalisi,
M.A.
NIP. 19600908 198903 1 005 NIP. 19550725 200012 2 001
Pembimbing,
D rs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, M.A.
NIP. 19690822 199703 1 002
-
i
ABSTRAK
Ahmad Sukemi: PEMAKNAAN BALDATUN ṬAYYIBATUN WA
RABBUN GAFŪR DALAM SURAH SABA’ [34] AYAT 15
MENURUT TAFSIR FĪ ẒILĀL AL-QUR’ĀN DAN AL-TAḤRĪR WA
AL-TANWĪR
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pendapat dua
mufasir, yakni Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr dalam menafsirkan QS. Saba’
[34] ayat 15. Dari pendapat dua mufasir tersebut, tentunya akan
dideskripsikan pula persamaan dan perbedaan penafsiran diantara keduanya
yang juga menjadi tujuan dari penelitian ini.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kepustakaan (library
research) melalui pendekatan metode komparasi, yakni membandingkan
penafsiran antara Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr. Setelah itu akan
dideskripsikan mengenai persamaan sekaligus perbedaan penafsiran
diantara keduanya. Dalam proses pengumpulan data, penelitian ini
menggunakan metode dokumentasi dengan mengumpulkan berbagai data
baik berupa catatan, artikel, buku, jurnal maupun dokumen lain yang
berhubungan dengan penelitian ini. Data yang terkumpul diseleksi menjadi
data primer dan sekunder yang kemudian dari hasil klasifikasi tersebut akan
dianalisis menggunakan teknik penulisan deskriptif dan memberikan
kesimpulan terhadap hasil analisis mengenai persamaan dan perbedaan
penafsiran kedua mufasir yang diteliti.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat persamaan dan
perbedaan antara Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr baik dari metode maupun
penafsirannya. Perbedaan penafsiran tersebut tidak lepas dari latar belakang
keilmuan dan lingkungan tiap mufasir. Dalam menafsirkan QS. Saba’ [34]
ayat 15 ini, Sayyid Quṭb menyimpulkan bahwa Baldatun Ṭayyibatun wa
Rabbun Gafūr adalah Kemurahan Allah di bumi dalam bentuk nikmat,
kesuburan dan kemurahan Allah adalah dalam bentuk ampunan. Sedangkan
Ibn ‘Āsyūr menukil beberapa pendapat dan menguraikan tafsiran kata dari
ayat tersebut. Bahwa yang dimaksud dengan Baldatun Ṭayyibatun wa
Rabbun Gafūr adalah Allah telah mengampuni umat-umat di negeri Saba’
dari kekafiran mereka sebelum mereka beriman pada agama yang dibawa
Nabi Sulaiman dan tidak diketahui ukuran waktu tetapnya mereka pada
keimanannya.
Kata Kunci: Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr, Tafsīr Fī Ẓilāl
al-Qur’ān, Tafsīr al-Taḥrīr wa Tanwīr.
-
ii
KATA PENGANTAR
ِن الرَِّحيممِ ِم اهلِل الرَّْحم ِبسم
ِبِه َ. َوَعَلى آِلِه َوَصحم َرِف األَنمِبَياءِ َوالمُمرمَسِلْيم . َوالصَّاَلةُ َوالسَّاَلُم َعَلى َأشم َ ُد هلِل َربِّ المَعاَلِمْيم مم اْلَمَ، )أَمَّا بَ عمدُ ( َأْجمَِعْيم
Segala puji bagi Allah Swt, Tuhan semesta alam yang telah memberikan
kenikmatan jasmani maupun rohani, serta Rahmat dan hidayahnya, dan
kemudahan serta kesabaran dalam menghadapi berbagai rintangan dan
kesulitan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir kuliah ini
(Skripsi) berkat pertolongan-Nya. Sholawat dan salam saya sampaikan dan
saya haturkan kepada manusia yang paling mulia kekasih Allah Swt yakni
baginda Nabi besar Muhammad Saw. Serta doʻa untuk keluarganya,
sahabatnya dan para pengikutnya hingga akhir zaman.
Terlebih dahulu saya sembahkan bakti doa dan rasa terima kasih kepada
kedua orang tua saya, ibu dan bapak saya, dalam setiap sujud mereka selalu
mendo’akan kesuksesan anak-anaknya. Mereka yang telah bersabar dalam
mengasuh dan mendidik, memberikan kasih sayang, dan tentunya selalu
ikhlas mendoʻakan setiap langkah anak-anaknya demi tercapai cita-cita
yang mulia. Mereka juga yang selalu memotivasi saya untuk menjadi
manusia yang lebih baik dan bermanfaat bagi orang lain, selain dari itu
mereka juga berpesan agar menjauhi sifat sombong, angkuh, dengki dan
sebagainya, mereka juga berpesan bersifatlah engkau seperti padi, makin
meniggi makin merunduk. Semoga Allah senantiasa mengampuni dan
memaafkan segala khilaf dan salahnya dan menempatkan mereka derajat
kedudukan yang paling tinggi. Amīn.
Dalam kesempatan ini penulis ingin sampaikan banyak terimakasih
kepada:
-
iii
1. Ibu Prof. Dr. Amany Lubis. MA, selaku rektor UIN Syarif
Hidaayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA, selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. Eva Nugraha, M.Ag., selaku ketua jurusan program
studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
4. Bapak Fahrizal Mahdi, MIRKH., selaku Sekretaris Jurusan
program studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.
5. Bapak Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar. M.A., selaku penasehat
akademik sekaligus pembimbing penulis yang selalu bersabar
memberikan ilmu dan bimbingannya selama penulis berada di
bawah bimbingannya, dan juga kepada seluruh dosen Fakultas
Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Kepada KH. Ovan Nuaval Al-Bukhari pengasuh Pondok
Pesantren Darul Muqimin yang selalu sabar memberikan ilmu,
nasehat-nasehat baik kepada penulis, juga memotivasi dan
mendo’akan yang terbaik.
7. Terimakasih kepada keluarga kaka, saudara, yang selalu
memotivasi, dan mendo’akan yang terbaik demi lancarnya
penulisan karya ilmiah (skripsi).
8. Kepada teman-teman seperjuang dan angkatan 2015 jurusan
Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, temen-temen kosan, temen-temen
warung kopi, temen-temen alumni Pondok Pesantren Darul
Muqimin, terimakasih sudah mendukung, memotovasi,
membantu dan mendo’akan penulis agar segera menyelesaikan
tugas skripsi dan segera lulus.
-
iv
9. Kepada semua pihak yang dengan ikhlas membantu dalam
penyusunan skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu-
persatu.
Semoga Allah Swt membalas semua kebaikan yang telah diberikan, dan
semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi penulis khususnya
dan umumnya bagi para pembaca agar selalu berpegang pada ajaran-ajaran
Rasūlullāh Saw. Amin.
Jakarta, 04 Agustus 2020
Ahmad Sukemi
-
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ..................................................................................................i
KATA PENGANTAR................................................................................ii
DAFTAR ISI...............................................................................................v
PEDOMAN LITERASI..........................................................................viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah...................................................................1
B. Permasalahan...................................................................................6
1. Identifikasi Masalah...................................................................6
2. Pembatasan Masalah..................................................................6
3. Perumusan..................................................................................6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.........................................................7
D. Tinjauan Pustaka..............................................................................8
E. Metodologi Penelitian....................................................................12
F. Sistematika Pnulisan......................................................................15
BAB II
PROFIL AYAT BALDATUN ṬAYYIBATUN WA RABBUN GAFŪR
A. Pemaknaan Kata Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr..............17
B. Kandungan Pokok Surat Saba’.......................................................25
C. Korelasi ayat 15 Dengan Ayat Sebelumnya....................................26
D. Penafsiran Global Dari Ayat 15......................................................27
BAB III
BIOGRAFI SAYYID QUṬB DAN IBNU ‘ĀSYŪR
A. Biografi Sayyid Quṭb......................................................................30
1. Riwayat Hidup Sayyid Quṭb.....................................................30
2. Karya-karya Sayyid Quṭb.........................................................33
3. Sekilas Tentang Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān.................................35
-
vi
4. Pandangan Ulama tentang Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān Karya
Sayyid Quṭb..............................................................................37
B. Biografi Ibn ‘Āsyūr........................................................................39
1. Riwayat Hidup Ibn ‘Āsyūr.......................................................39
2. Karya-karya Ibn ‘Āsyūr............................................................41
3. Sekilas Tentang Tafsir al-Taḥrīr wa al-Tanwīr.........................43
4. Pandangan Ulama Tentang Tafsir al-Taḥrīr wa al-Tanwīr Karya
Ibn ‘Āsyūr................................................................................46
BAB IV
ANALISIS PEMIKIRAN SAYYID QUṬB DAN IBN ‘ĀSYŪR
TERHADAP BALDATUN ṬAYYIBATUN WA RABBUN GAFŪR
A. Penafsiran Sayyid Quṭb tentang Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun
Gafūr..............................................................................................49
B. Penafsiran Ibn ‘Āsyūr tentang Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun
Gafūr..............................................................................................52
C. Analisa Komparasi Penafsiran.......................................................59
1. Perbedaan ................................................................................59
2. Persamaan................................................................................60
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................................62
B. Saran..............................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................64
-
vii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi Arab-Latin yang digunakan dalam skripsi ini
berpedoman pada buku pedoman penulisan skripsi yang terdapat dalam
Keputusan Bersama Menteri Agama Dan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158 Th.1987 Nomor:
0543b/U/1987
a. Padanan Aksara
Huruf Arab Huruf Latin Keterangan
اTidak
dilambangkan Tidak dilambangkan
b be ب
t te ت
(ś es (dengan titik di atas ث
j je ج
ḥ h dengan garis bawah ح
kh ka dan ha خ
d de د
(ẑ zet (dengan titik di atas ذ
r er ر
z zet ز
s es س
sy es da ye ش
ṣ es dengan titik di bawah ص
ḍ de dengan titik di bawah ض
ṭ te dengan titik di bawah ط
ẓ zet dengan titik di bawah ظ
-
viii
ʻ koma terbalik di atas hadap kanan ع
g ge غ
f ef ف
q ki ق
k ka ك
l el ل
m em م
n en ن
w we و
h ha ه
՚ Apostrof ء
y ye ي
b. Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti dalam bahasa Indonesia, terdiri
dari vokal tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk
vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:
Vokal tunggal Vokal panjang Vokal rangkap
Fathah : a أ : ā ىم...´ : ai Kasrah : i ى : ī وم....´ : au Dhammah : u و : ū
Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah
sebagai berikut:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ي َ ai a dan i
-
ix
و َ au a dan i
c. Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab Tanda Vokal Latin Keterangan
ā a dan garis di atas ىآ
ī i dan garis di atas ىِي
ū u dan garis di atas ىُو
huruf syamsiyyah maupun huruf qamariyyah. Contoh: al-rijal,
bukan ar-rijal, al-diwân bukan ad-diwân.
d. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan
dengan sebuah tanda ( َ ), dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf,
yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi syaddah itu. Akan tetapi hal
ini tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak
setelah kata sandang yang diikuti oleh huruh-huruf syamsiyyah. Misalnya,
kata رورة tidak ditulis aḍ-Ḍarūrah melainkan al-Ḍarūrah, demikian الض
seterusnya.
e. Ta Marbûṯah
Transliterasi untuk ta’marbutah ada dua:
1. Ta’marbutah hidup
Ta’marbutah yang hidup atau mendapat harakat fathah, kasrahdan
dammah, transliterasinya adalah “t”.
2. Ta’marbutah mati
-
x
Ta’marbutah yang mati atau mendapat harakat sukun,
transliterasinya adalah “h”.
3. Kalau pada kata terakhir denagn ta’marbutah diikuti oleh kata yang
menggunkan kata sandang al serta bacaan kedua kata itu terpisah maka
ta’marbutah itu ditransliterasikan dengan ha (h).
No Tanda Vokal Latin Keterangan
Rauḍah al-Aṭfāl روضة األطفال 1
مدينة المنورةال 2 al-Madīnah al-Munawwarah
Ṭalḥah طلحة 3
f. Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal,
dalam transliterasi ini huruf tersebut digunakan juga. Penggunaan huruf
kapital seperti apa yang berlaku dalam EYD, di antaranya: huruf kapital
digunakan untuk menuliskan huruf awal nama diri dan permulaan kalimat.
Bilamanana nama diri itu didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis
dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal
kata sandangnya.
Contohnya seperti Wa mā Muhammadun illā Rasūl,
Alhamdulillȃhirabil ‘ālamīn. Penggunaan huruf awal kapital hanya untuk
Allah bila dalam tulisan Arabnya memang lengkap demikian dan kalua
tulisan itu disatukan dengan kata lain sehingga ada huruf atau harakat yang
dihilangkan, huruf kapital tidak digunakan. Contohnya seperti:
Naṣrunminallȃhi wafathunqarīb, Lillāhi al-amrujamīʻan.
-
xi
g. Hamzah
Dinyatakan di depan bahwa ditransliterasikan dengan apostrof.
Namun, itu hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan di akhir
kata. Bila hamzah itu terletak di awal kata, isi dilambangkan, karena dalam
tulisan arab berupa alif. Contohnya seperti: ta`khużūna, syai`un, inna.
h. Cara Penulisan Kata
Setiap kata, baik kata kerja (fi’l) , kata benda (ism), maupun huruf
(harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara
atas kalimat-kalimat dalam Bahasa Arab, dengan berpedoman pada
ketentuan di atas.
Kata Arab Alih Aksara
żahaba al-ustāżu ذهب األستاذ
ṡabata al-ajru ثبت األجر
al-ḥarakah al-‘asriyyah الحركة العصري ة
asyhadu an lā ilāha illā Allāh أشهد ان ال إله إال هللا
maulāna Malik al-sāliḥ موالنا ملك الصالح
yu’aṡirukum Allāh يؤثركم هللا
Al-ma المظاهر العقلية āẓ hir al-‘aqliyyah
Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.
Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu
dialihaksarakan. Contoh: Nurcholish Madjid, bukan Nūr Khālis Majīd;
Mohamad Roem, bukan Muhammad Rūm; Fazlur Rahman, bukan Fadl al-
Rahmān.
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tercapainya kesejahteraan bagi seluruh rakyat adalah tujuan utama
didirikannya sebuah negara. Pada hakekatnya untuk dapat
meningkatkan taraf hidup secara materil tidak mungkin hanya
dilakukan dengan kerja keras secara individu, melainkan diperlukan
kerjasama antara masyarakat dan negara. Negara memiliki peran yang
sangat penting, yaitu untuk mengatur segala pelaksanaan
perekonomian agar ketercapaian kesejahteraan dapat dinikmati seluruh
lapisan masyarakat bukan hanya segolongan masyarakat.1
Al-Qur’an menyatakan bahwa sumber daya alam yang ada dibumi
ditujukan untuk kemakmuran manusia. Manusia yang menjadi khalifah
untuk mengurusi dan memanfaatkannya tanpa merusak tatanan yang
telah ada. Allah berfirman dalam QS. al-An’ām /6: 165:
َرمِض َوَرَفَع بَ عمضَ ُلوُكُ َوُهَو الَِّذي َجَعَلُكمم َخاَلِئَف األم مم ِف َما ُكمم فَ ومََق بَ عمٍض ََدَرَجاٍت لَِيب م آتَاُُكمم َرِحيم ر َلَغُفو َوِإنَّهُ المِعَقابِ َسرِيعُ َربَّكَ ِإنَّ ۗ
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi
dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain)
beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu amat cepat siksaan-Nya dan
sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Qs. al-
An’ām/6: 165)
Allah menciptakan alam dan isinya untuk manusia supaya manusia
bisa mengambil manfaat dari semua yang dihalalkan-Nya. Tidak ada di
1Hanifa Tsany Hasna, “Pengaruh Keterbukaan Ekonomi Terhadap Ketimpangan
Pendapatan Tingkat Provinsi di Indonesia”, (Skripsi S1., Universitas Negeri Yogyakarta,
15 Oktober 2015), 1.
-
2
alam ini yang diciptakan Allah secara sia-sia. Semua unsur yang ada di
alam ini disebut lingkungan. Lingkungan yang bisa diperoleh manfaat
bagi manusia disebut sumber daya alam. Sumber daya alam bisa
dimanfaatkan manusia untuk menopang kebutuhan hidup dan untuk
kelangsungan hidup manusia.2
Al-Qur’an mengisahkan bahwa Negeri Saba’ adalah negeri yang
dikaruniai limpahan nikmat, al-Qur’an menyebutnya sebagai negeri
yang baik dan makmur (Baldatun Ṭayyibatun). Ciri-ciri negeri yang
dipimpin seorang ratu yang memerintah kerajaan besar, yakni Ratu
Balqis.3 Hal tersebut terdapat dalam surat Saba’ (34) ayat 15:
َكِنِهمم آيَة َلَقدم َُكاَن ِلَسَبإ ِف َمسم َيَِْي َوِِشَال َجنََّتاِن َعنم ۗ
ُكُرواوَ َربُِّكمم رِزمَقِ ِمنم ُُكُلوا ۗ اشمَغُفور َوَرب طَيَِّبة بَ لمَدة ۗ َلهُ
“Sungguh bagi Kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Rabb) di
kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di
sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan:) “Makanlah dari rizki yang
dianugerahkan Tuhan kalian dan bersyukurlah kepada-Nya!’. Baldatun
Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr” [Saba’/34:15].
Ibn Katsir menjelaskan kaum Saba’ adalah para penguasa sekaligus
penduduk Negeri Yaman. Bangsa Tababi’ah termasuk dari kalangan
mereka dan Bilqis-istri Sulaiman a.s.-juga termasuk dari kalangan
mereka. Dahulu mereka berada di dalam kenikmatan yang berlimpah.
Negeri-negeri mereka dan penghidupan mereka juga berada di dalam
keluasan rezeki, seperti tanaman-tanaman dan buah-buahan. Allah Swt.
mengutus para rasul-Nya untuk memerintahkan mereka agar makan
2Erikh Muhartono, “Pemanfaatan dan Konservasi Sumber Daya Alam”, (Skripsi S1.,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), 4.
3Muhammad Najib, “Kisah Negeri Saba’ Dalam Al-Qur’an”, (Skripsi S1., Universitas
Islam Negeri Walisongo Semarang, 2016), 6.
-
3
dari rezekinya dan bersyukur kepadanya dengan mengesakannya dalam
beribadah. Dahulu mereka memang mengesakan Allah Swt. hingga
waktu yang dikehendakinya, lalu mereka berpaling dari perintah-
perintahnya sehingga mereka dihukum dengan cara Allah Swt.
mengirimkan banjir besar dan mencerai beraikan mereka di negeri-
negeri yang dikuasai oleh kaum Saba’, yaitu Syaẑar Maẑar.4
Selanjutnya Sayyid Quṭb menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Saba’
adalah nama suatu kaum yang tinggal di sebelah selatan Yaman.
Mereka itu tinggal di tanah subur yang sebagiannya masih ada hingga
sekarang. Mereka maju dari segi peradaban hingga dapat membuat
irigasi air hujan yang datang kepada mereka dari laut Selatan dan
Timur. Lalu mereka membuat bendungan alami yang kedua sisinya
terdiri dari gunung, lalu membuat dam di mulut lembah untuk
menampung air dan dam itu dapat di buka tutup. Mereka menyimpan
air dalam volume yang besar di dalam bendungan itu dan mengaturnya
sesuai kebutuhan mereka. Jadi, dari bendungan ini mereka
mendapatkan sumber air yang berlimpah. Bendungan itu dikenal
dengan nama “Bendungan Ma’rib”.5
Ibn ‘Āsyūr dalam kitabnya Tafsīr al-Taḥrīr wa al-Tanwīr
menyebutkan negeri Saba’ adalah Penyebutan Saba’ bermula dari
cerita Nabi Sulaiman dan kerajaan Saba’ yang memiliki ikatan batin
sebab kisah Ratu Balqis dan Nabi Sulaiman, kemudian cerita tersebut
juga berkaitan dengan keadaan penduduk Saba’ yang bertolak belakang
dengan keadaan Nabi Daud dan Nabi Sulaiman karena keduanya
dianggap sebagai teladan dalam mensyukuri nikmat, sedangkan mereka
4Ahmad Syakir, “Umdatu al-Tafsīr ‘Anil Hafiẓ bin Ibnu Kaṡīr” Jilid V, terj. Suharlan
(Jakarta Timur: Darus Sunnah Press, 2014), 425.
5Sayyid Quṭb, “Tafsīr Fī-Ẓilāl al-Qur’ān”, terj. M. Misbah (Rabbani Press:
Jakarta2009), 1037.
-
4
penduduk Saba’ sebagai perumpamaan orang-orang kafir karena tidak
mensyukuri nikmat, di dalam diri mereka terdapat nasehat bagi orang-
orang musyrik, karena mereka berada pada kejayaan berlimpah
kenikmatan. Ketika seorang Rasul datang kepada mereka untuk
mengingatkan kembali kepada Tuhan mereka, dan menyadarkan
bahwasanya mereka salah/keliru karena sudah menyembah selain
Allah, lalu mereka membangkang sekaligus menolak, mendustakan
nikmat yang diberikan oleh Allah Swt.6
Allamah Kamal Faqih Imani dalam tafsirnya menjelaskan Saba’
adalah nama negeri yang subur di daerah Yaman. Nama Saba’ ini
adalah nama seorang figur (pemimpin) agung yang dipilih sebagai
nama negeri ini. Riwayat negeri ini mengandung pelajaran. Setelah
menyatakan mengenai anugerah besar yang telah Allah karuniakan
kepada Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s. serta tindakan kedua
nabi Allah ini dalam menunaikan kewajiban bersyukur, ayat ini
menjelaskan bangsa lain yang bersikap oposisi terhadap mereka.7
Abdurrahman bin Nasir dalam kitab tafsirnya menyatakan Saba’
adalah satu kabilah (suku bangsa) yang sangat populer yang terletak di
pesisir Negeri Yaman dan tempat tinggal mereka disebut Ma’rib. Di
antara karunia Allah dan kemurahan-Nya kepada manusia secara
umum dan kepada Bangsa Arab khususnya adalah bahwasanya Allah
Swt. menceritakan di dalam al-Qur’an sejarah orang-orang yang
dibinasakan dan diazab dari kalangan penduduk yang bertetangga
dengan Bangsa Arab dan sisa-sisanya masih bisa disakssikan dan
6Muhammad Ṭāhir Ibn ‘Āsyūr, “Tafsīr al-Taḥrīr wa al-Tanwīr”, Jilid 9, Juz 22,23,24,
(Tunisia, Dar Suḥsun li al-Nasyr wal al-Tauzi, 2997), 165-168.
7Allamah Kamal Faqih Imani, “Tafsīr Nūr al-Qur’an Sebuah Tafsir Sederhana Menuju
Cahaya Al-Qur’an”, terj. Arif Mulyadi, Cetakan I, (al-Huda: Jakarta 2010), 71-72.
-
5
sejarahnya dipindah dari mulut ke mulut agar hal itu lebih mudah untuk
membenarkan dan mudah untuk menerima nasihat.8
Dari paparan di atas penulis tertarik untuk mengkaji pemikiran
Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr tentang Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun
Gafūr. Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr adalah seorang tokoh mufasir yang
kontemporer di Timur Tengah ia juga merupakan salah seorang tokoh
yang sangat terkenal dan populer pada masanya. Sayyid Quṭb
merupakan salah satu tokoh politik Islam yang sangat penting dengan
pergerakan Islam dan memiliki pengaruh yang cukup luas di dunia
islam.9 Selain itu ia juga seorang tokoh yang sosialnya tinggi dalam
pergerakan Islam sehingga ia menulis buku yang berjudul Tafsīr Fī
Ẓilāl al-Qur’ān semasa hidupnya.
Ibn ‘Āsyūr adalah seorang tokoh kontemporer. Ia juga seorang
muafasir, ahli bahasa, ahli nahwu, dan ahli di bidang sastra.10Ia menulis
karya tafsir yang kemudian menjadi salah satu karya master piece-nya,
yakni kitab Tafsir al-Taḥrīr wa al-Tanwīr.11 Alasan penulis mengambil
dua mufasir tersebut karena keduanya memiliki peran dan relevansi
besar dalam membahas tema yang akan dikaji. Maka dari itu penulis
mengkaji secara dalam skripsi yang berjudul “Pemaknaan Baldatun
Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr dalam Surah Saba’ [34] Ayat 15
Menurut Tafsir Fī Ẓilāl Al-Qur’ān dan Al-Taḥrīr wa Al-Tanwīr”.
8Abdurrahman bin Nasir, Taisir al-Karīm al-Rahmān fī Tafsīr Kalām al-Mannan, terj.
Muhammad Iqbal dkk, cetakan II, (Darul Haq: Jakarta 2012), 676.
9Fuad Luthfi, “Konsep Politik Islam Sayyid Quṭb dalam Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān”
(Skripsi S., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2011), 1.
10Abd. Halim, “Kitab Tafsīr al-Taḥrīr wa al-Tanwīr Karya Ibnu ‘Āsyūr dan Kontribusi
Terhadap Keilmuan Tafsir Kontemporer”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga Yogyakarta), 20.
11Abd. Halim, “Kitab Tafsīr al-Taḥrīr wa al-Tanwīr”, 21.
-
6
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Dari penjelasan yang sudah dipaparkan pada latar belakang di atas,
penulis mengindentifikasi masalah yang ada di atas, antara lain:
a. Negeri yang selaras antara kebaikan alam dan kebaikan perilaku
penduduknya dengan menunjukan pemimpin yang adil.
b. Kisah negeri Saba’ yang ada dalam al-Qur’an, para mufassir dalam
menafsirkan ayat tersebut mempunyai ciri khas yang berbeda dalam
memaknakan Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr.
c. Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr seorang tokoh mufasir kontemporer
yang hadir di Timur Tengah, dari keduanya mempunyai ciri khas
yang berbeda dalam menafsirkan al-Qur’an.
d. Persepsi Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr dalam pemaknaan Baldatun
Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr yang terdapat dalam al-Qur’an surah
Saba’ ayat 15.
2. Pembatasan Masalah
Identifikasi masalah di atas penulis membataskan masalah menjadi:
Bagaimana Tafsiran Sayyid Quṭb dan Ibnu ‘Āsyūr tentang Baldatun
Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr yang terdapat pada surat Saba’ [34] ayat
15 ?
3. Perumusan
Rumusan masalah disusun berdasarkan uraian latar belakang yang
dikemukakan di atas. Maka penulis ingin memaparkan permasalahan
yang akan dirumuskan sebagai berikut:
Bagaimana Tafsiran Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr tentang Baldatun
Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr yang terdapat pada surah Saba’ [34] ayat
15 ?
-
7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujusn Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas. Maka tujuan penelitian ini
diarahkan dalam beberapa tujuan, yaitu:
a. Menjelaskan beberapa pandangan mufasir tentang Baldatun
Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr dalam al-Qur’an yang terdapat dalam
surah Saba’ [34] ayat 15.
b. Menguraikan pemahaman Ibn ‘Āsyūr dan Sayyid Quṭb tentang
Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr.
2. Manfaat Penelitian
a. penelitian ini dalam bidang ilmu adalah sebagai bahan tambahan
kajian penelitian keislaman, terutama yang berkaitan dengan kisah-
kisah dalam al-Qu’ran yang notabene tidak disebutkan secara eksplisit.
b. Kemudian dalam bidang pendidikan, manfaat skripsi atau penelitian
ilmiah ini adalah sebagai sarana informasi bagi lembaga pendidikan
dan sebagai kontribusi penelitian suatu lembaga. Khususnya, skripsi ini
dapat memperkaya khazanah keilmuan di UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Terlebih juga untuk meningkatkan girah mahasiswa
Ushuluddin dalam melakukan sebuah penelitian.
c. Mengkaji dan membahas hal-hal yang berkaitan dengan judul
skripsi ini, sedikit banyaknya akan menambah ilmu pengetahuan dalam
kajian tafsir.
Sedangkan bagi penulis dan pembaca, manfaat skripsi ini dapat
dijadikan sebagai bahan kajian yang terkait dengan kisah dalam al-
Qur’an, sehingga dapat memahami dan meneladani kisah yang ada
dalam al-Qur’an dan mengambil manfaat dari kisah tersebut dalam
kehidupan bernegara. Selain itu, memberikan pemahaman mendasar
tentang ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan kisah Negeri Saba’.
-
8
Kegunaan praktis, yaitu untuk melengkapi sebagian syarat dalam
meraih gelar Sarjana Agama (S.Ag.) pada Fakultas Ushuluddin UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
D. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan hasil pengamatan penulis, ada beberapa hasil
penelitian skripsi. Meskipun demikian, skripsi atau buku yang ada
sangat berbeda dengan pembahasan skripsi penulis ini. Memang ada
penelitian yang objek kajiannya sama, namun pembahasannya berbeda,
yaitu:
1. Siti Fatimah, Fenomena Alam Kaum Saba’: Studi Analisis atas
Surat Saba’ ayat 15-17, Skripsi, Jakarta: Universitas IslamNegeri
Syarif Hidayatullah, 2003. Sebuah penelitian yang berfokus pada
analisis fenomena alam yang terjadi di Negeri Saba’, mulai dari
kondisi tanah yang tandus, sampai kerusakan alam yang disebabkan
oleh banjir bandang (Sailul Arim) karena bendungan Ma’rib dijebol.
Sehingga berefek pada kondisi buah-buahan atau pertanian di
Negeri Saba’. Penelitian ini berfokus pada fenomena alam dari
Negeri Saba’.12
2. Fahmi Basya, telah menulis Indonesia Negeri Saba’. Buku ini
menguraikan tentang bukti-bukti keberadaan Negeri Saba’ di
Indonesia melalui pendekatan ilmu matematika yang dirumuskan
berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an yang menceritakan tentang Negeri
Saba’. Meskipun menggunakan ayat-ayat al-Qur’an dalam
menjelaskan tentang keberadaan Negeri Saba’ tetap saja tidak dapat
dikategorikan sebagai pendekatan ilmu tafsir karena dalam
12Siti Fatimah, “Fenomena Alam Kaum Saba’: Studi Analisis atas Surat Saba’ Ayat 15-17”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003).
-
9
penulisannya tidak menggunakan kaidah-kaidah tafsir yang telah
disepakati oleh para ulama. Akan tetapi menggunakan rumus
matematika yang terkesan dipaksakan apabila dikatakan sebagai
tafsiran dari sebuah ayat.
3. Dumair, Negeri Saba’ dalam al-Qur’an (Kajian Tahlili Terhadap
QS Saba’/34 :15-17), Skripsi, Makassar: Universitas Islam Negeri
Alauddin, 2016. penulis mengkaji tentang kisah Kaum Saba’
sebagai sebuah Negeri yang berhasil membangun sebuah peradaban
yang maju pada masanya, sehingga diabadikan dalam al-Qur’an
sebagai Negeri yang makmur, tapi kemudian dihancurkan oleh
Allah karena kekufurannya. Dalam skripsi ini lebih cenderung
kepada kajian tahlili dengan pendekatan sejarah untuk menganalisis
keberhasilan Negeri Saba’ dalam membangun sebuah peradaban
sehingga menjadi negeri yang makmur. Setelah itu diabadikan
dalam al-Qur’an sebagai Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr
kemudian dihancurkan kembali oleh Allah Swt. karena
kekufurannya.13
4. Muhammad Najib, Kisah Negeri Saba’ dalam al-Qur’an (Studi
Kritis Pemahaman Fahmi Basya), Skripsi, Semarang, Universitas
Islam Negeri Walisongo, 2016. pemahaman Fahmi Basya tentang
kisah Negeri Saba‟ dalam Alqura. Dalam Skripsi ini lebih
menekankan analisis kritis pemahaman seorang tokoh yang
membahas terhadap ayat-ayat kisah Negeri Saba’ yang terdapat
dalam al-Qur’an.14
13Dumair, “Negeri Saba’ dalam al-Qur’an (Kajian Taḥlīli Terhadap QS. Saba’ [34]
:15-17)”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar 2016).
14Muhammad Najib, “Kisah Negeri Saba’ Dalam Al-Qur’an (Studi Kritis Pemahaman
Fahmi Basya”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang, 2016).
-
10
5. Fayyadhah Al-Mazaya, Negeri-Negeri yang Diberkahi dalam al-
Qur’an. Skripsi, Jakarta, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2018. Karakteristik negeri-negeri para nabi yang
diberkahi dalam al-Qur’an. Dalam skripsi ini membahas negeri-
negeri yang diberkahi yang ada dalam al-Qur’an dan mendulang
kesuksesan dan kemajuan yang menjadikannya sebagai salah satu
role dari negeri-negeri sesudahnya, yaitu Negeri Saba’ yang pusat
pemerintahannya di kota Ma’rib. Mereka dikenal sebagai
masyarakat damai yang maju dalam bidang perdagangan dan juga
teknik. Sehingga negeri ini menjadi “negara model” dengan
ungkapan “Baldatu Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr” (negara makmur
dan mendapatkan pengampunan dari Tuhannya).15
6. Yuli Andriansyah, Kualitas Hidup Menurut tafsir Nusantara:
Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr Dalam Tafsīr Marāh Labīd,
Tafsīr al-Azhār, Tafsīr Annūr, Tafsir Departemen Agama, Dan
Tafsīr al-Miṣbāh, Pascasarjana, Universitas Islam Indonesia
Yogyakarta 2013, dilakukan analisis terhadap tafsir ayat tersebut
dengan metode perbandingan (muqarin). Metode ini digunakan
untuk membandingkan penafsiran yang diberikan oleh sejumlah
mufassir atas ayat yang dibahas. Hasil pembahasan kemudian
dikaitkan dengan konsep kualitas hidup yang secara teoritis telah
banyak disusun, pemahaman atas frase Baldatun Ṭayyibatun wa
Rabbun Gafūr dalam tafsir nusantara dengan kerangka konseptual
tentang kualitas hidup. Relevansi ini muncul meskipun hanya pada
level domain dan sub domain serta bentuknya tidak sama persis
terutama pada penjelasan butir-butirnya. Selain relevansi tersebut,
15Fayyadhah al-Mazaya, “Negeri-Negeri yang Diberkahi dalam al-Qur’an”, (Skripsi
S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018).
-
11
frase Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr dalam tafsir nusantara
juga menambahkan sejumlah unsur lain seperti perdagangan dan
transportasi yang menunjukkan bahwa kualitas hidup Islami
mencakup dimensi yang sangat luas.16
7. Mohamad Alwi Lutfi, Peran Nahdlatul Ulama’ Dalam Membina
Nasionalisme Indonesia Sebagai Upaya Mewujudkan Baldatun
Ṭayyibatun wa Robbun Gafūr, Tesis S2, Universitas Pendidikan
Indonesia 2014, Metode penelitian yang gunakan dalam penelitian
ini adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi
kasus, pandangan NU terhadap upaya untuk mewujudkan Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagai Baldatun Ṭayyibatun wa
Rabbun Gafūr (negara yang adil dan makmur negara adil dan
makmur di bawah magfirah Allah).17
8. Raja Hotlan Harahap, Pola Komunikasi Ratu Saba’ (Analisis Surah
al-Naml [27] Ayat 20-44 Berdasarkan Tafsir Tematis), Skripsi S1,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018.
komunikasi Ratu Saba’ dalam surah al Naml dan bagaimna
pandangan para ulama terhadap pola komunikasi perempuan.
Adapun jenis data yang penulis kumpulkan untuk menuntaskan
kajian ini yaitu dengan menggunakan data dan berbagai literatur.
Yaitu berupa data primer dan data sekunder. Kepemimpinan Ratu
Balqis di Negeri Saba’ ini dapat mengambil sebuah kesimpulan
yang sangat penting, bahwasanya ketika sang ratu mengambil
16Yuli Andriansyah, “Kualitas Hidup Menurut Tafsir Nusantara: Baldatun Ṭayyibatun
wa Rabbun Gafūr Dalam Tafsīr Marāh Labīd, Tafsīr al-Azhār, Tafsīr Annūr, Tafsir
Departemen Agama, Dan Tafsir al-Mīṣbāh” (Pascasarjana S2., Universitas Islam
Indonesia Yogyakarta, 2013).
17Mohamad Alwi Lutfi, “Peran Nahdlatul Ulama’ dalam Membina Nasionalisme
Indonesia Sebagai Upaya Mewujudkan Baldatun Ṭayyibatun wa Robbun Gafūr”
(Pascasarjana S2., Universitas Pendidikan Indonesia, 2014).
-
12
sebuah tindakan atau keputusan terhadap permasalahan yang
dialami negeri nya, dia tidak terburu-buru terhadap keputusannya,
dia memilih dengan secara demokrasi dan diplomatis dengan pola
komunikasi yang tawaḍu’.18
Berdasarkan paparan tinjauan pustaka di atas, penulis belum
menemukan skripsi yang membahas mengenai kajian Pemaknaan
Baldatun Ṭayyibatun Wa Rabbun Gafūr Perspektif Tafsir
Komparasi: Tafsir Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr Atas Surat Saba’
[34] Ayat 15. Maka dari itu penulis akan mengangkat judul tersebut
dalam bentuk skripsi.
E. Metodologi Penelitian
Agar penelitian ini mendapatkan hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka diperlukan metode yang
sesuai dengan objek yang dikaji. Metode berfungsi sebagai cara
mengajarkan sesuatu untuk mendapatkan hasil yang memuaskan sesuai
dengan tujuan tersebut. Di samping itu, metode merupakan cara
bertindak supaya penelitian berjalan terarah, efektif, dan bisa mencapai
hasil yang memuaskan. Adapun metode yang dipakai dalam penelitian
ini, yaitu;
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kepustakaan (Library
Reseach) yaitu metode pengumpulan data dengan mengadakan
studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,
catatan-catatan, dan laporan yang ada sehingga diperoleh data
18Raja Hotlan Harahap, “Pola Komunikasi Ratu Saba’ (Analisis Surah al-Naml [27]
Ayat 20-44 Berdasarkan Tafsir Tematis)”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatulaah Jakarta, 2018).
-
13
yang diperlukan yang berhubungan dengan tema
pembahasan.19
2. Sumber Data
Dalam penulisan ini ada dua jenis data penelitian, yaitu, data
primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang secara
langsung berkaitan dan menjadi rujukan utama dalam penulisan
skripsi ini, diantaranya adalah kitab tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān
karya Sayyid Quṭb dan tafsir al-Taḥrīr wa al-Tanwīr karya Ibn
‘Āsyūr. Sedangkan data sekunder adalah sumber-sumber
artikel, skripsi, dan buku-buku lain yang berkaitan dengan
karya tulis ini, yang menjadi data pendukung serta relevan
dengan judul skripsi yang penulis ambil.
3. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan cara
mendokumentasikan dalam bentuk catatan-catatan dari sumber
data di atas untuk kemudian disusun terkait pembahasan-
pembahasan tema yang dimaksud.
4. Teknik Analisi Data
Setelah data terkumpul proses selanjutnya adalah
melakukan pembahasan atau analisis data. Dalam hal ini pnulis
menggunakan dua metode. Petama, deskriptif yaitu penelitian
dengan tujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu
keadaan, peristiwa, objek dan segala sesuatu yang terkait
dengan variabel-variabel yang bisa dijelaskan. Kedua,
komparatif yaitu membandingkan pandangan dan perubahan
pandangan kedua mufassir yang meliputi: metodologi,
epistimologi, dan argumentasi.
19M. Nazir, “Metode Penelitian”, (Jakarta: Pt. Ghalia Indonesia, 2003), 27.
-
14
5. Tahapan Penelitian
Tahapan penelitian adalah proses penelitian yang diuraikan
dengan sesuai jenis penelitian yang akan dilaksanakan.20 Baik
jenis kegiatan maupun urutannya tergantung pada
permasalahan yang dihadapi, dan tergantung pada bidang
keilmuan yang akan diteliti. Dalam penelitian ini penulis
mengkaji makna Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr
dengan menggunakan dua mufassir diantaranya Sayyid Quṭb
Tafsīr Fī Ẓilāl al-Qur’ān dan Ibn ‘Āsyūr Tafsīr al-Taḥrīr wa
al-Tanwīr. Adapun langkah penelitian sebagai berikut:
a. mengadakan pembacaan terhadap kitab Tafsīr Fī Ẓilāl al-
Qur’ān karya Sayyid Quṭb dan Tafsir al-Taḥrīr wa al-
Tanwīr karya Ibn ‘Āsyūr.
b. Meneliti profil mufassir
c. Menelaah kondisi dan situasi yang melingkupi mufassir
d. Mengkorelasikan makna ayat dengan menggunakan
beberapa tafsir.
6. Teknik Penulisan
Adapun dalam teknis penulisan, penulis merujuk pada
Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta 2017 Keputusan Rektor Nomor 507 tahun
2017, serta penulis menggunakan Pedoman Transliterasi Arab-
Latin Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri P dan
K, Nomor: 158 Tahun 1987- Nomor: 0543/b/u/1987.
20Rudi Setiawan, “Metodologi Penelitian Teknologi Informasi”, (Malang: Seribu
Bintang, 2018), 37.
-
15
F. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan suatu gambaran yang jelas dan singkat tentang
penulisan ini, penulis membagi dalam lima bab, masing-masing bab
berisi persoalan tertentu dengan tetap berkaitan antar bab yang satu
dengan bab lainnya, adapun sistematika tersusun sebagai berikut.
BAB I, berisi pendahuluan yang merupakan gambaran umum terkait
karya tulis ini yang didalamnya terdiri dari sub bab yaitu latar belakang
masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, dan metode penelitian serta sistematika
penulisan.
BAB II, membahas tentang berbagai hal yang merupakan landasan
teori dari penelitian ini. Dalam bab ini penulis mengemukakan profil
ayat Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr, diantaranya mengulas
makna kata Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr, kandungan pokok
surah Saba’, mengkorelasikan ayat 15 dengan ayat sebelumnya, dan
mentafsirkan ayat teresebut secara global.
BAB III, dalam bab ini akan memaparkan tentang biografi mufassir,
dianataranya, riwayat hidup Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr, karya-karya
Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr, sekilas tentang tafsiran Fī Ẓilāl al-Qur’ān
dan tafsiran at-Taḥrīr wa at-Tanwīr, pandangan para ulama tentang
Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān dan Tafsīr al-Taḥrīr wa al-Tanwīr.
BAB IV, dalam bab ini penulis akan menganalisa tentang
bagaimana pemikiran Sayyid Quṭb dan Ibn ‘Āsyūr terhadap Baldatun
Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr, Baldatun Ṭayyibatun wa Tabbun Gafūr
versi Sayyid Quṭb, Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr versi Ibn
‘Āsyūr, perbedaan dan persamaan penafsiran sayyid Quṭb dan Ibn
‘Āsyūr.
-
16
BAB V , merupakan hasil dari penelitian yang meliputi kesimpulan
saran dan daftar pustaka.
-
17
BAB II
PROFIL AYAT BALDATUN ṬAYYIBATUN WA RABBUN GAFŪR
A. Pemaknaan Kata Baldatun Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr
Menurut kamus bahasa indonesia, “makna” adalah: arti atau maksud
perkataan yang diucapkan. “Bermakna” berarti: mempunyai
(mengandung) arti kalimat tersebut.1 Dari kata makna tersebut, dapat
disimpulkan bahwa makna arrinya yang di maksud.
1. Kata Baldah
Secara bahasa kata al-Balād berasal dari kata ( ُلدب َ -بَ َلدَ بُ ُلومَدا -ب م ) yang
berarti diam pada suatu negeri.2 Ada juga yang mengatakan kata baldah
secara bahasa artinya kota, kota kecil, pusat kota. Sedangkan balad
artinya daerah, kota, kota kecil, pusat kota.3
Al-Balādu atau al-Baldatu adalah setiap tempat atau satuan wilayah
yang tertentu baik di bawah suatu kekuasaan pemerintahan atau tidak,
kosong ataupun berpenghuni. Al-Balād min arḍi adalah termasuk
tempat tinggal hewan-hewan walaupun di dalam wilayah tersebut tidak
terdapat satu bangunanpun. Bentuk plural dari al-Balād adalah Bilād
-Ada ahli bahasa yang membedakan antara al .(بُ لمَدان) dan Buldān (ِباَلَد)
Balād dengan al-Baldatu. Al-balād adalah satuan wilayah yang luas
terdiri dari beberapa Baldan. Negeri Syam dan Iraq adalah contoh al-
Balād. Sementara bagian dari wilayah tersebut seperti Basrah dan
1Dendi Sugono, “Kamus Bahasa Indonesia”, (Jakarta: Pusat Bahasa Departemen
Pendidikan Nasional, 2008), 903. 2Mahmud Yunus, “Kamus Arab Indonesia”, (Jakarat: Hidakarya Agung, 1989), 71. 3Azzah Nor Laila, “Pendidikan Kebangsaan dalam Perspektif al-Qur’an”, Volume 1
No 1 Volume 1 No 1, (Mei 2019), 4.
-
18
Damaskus adalah al-Baldah-nya.4 Hal itu menunjukkan istilah Balād
merupakan sinonim dari Baldah, yang terkadang juga bermakna
bangsa.5
Negara adalah sebuah wilayah atau daerah yang berada di
permukaan bumi yang memiliki peran penting di dalamnya yaitu
bentuk Politik itu tersendiri .6
Menurut Ibnu Faris dalam Mu’jam Maqayīs al-Lugah, secara bahasa
kata Baldah berarti dada. Jika dikatakan Wada’at al-Nāqah Baldaṭahā
bil Arḍ, ai Sadrahā, artinya, unta itu meletakkan (menderumkan)
dadanya di tanah. Dari makna asal, maka secara semantik, setiap
tempat, negeri atau wilayah yang dijadikan tempat tinggal bisa disebut
sebagai Baldah. Dari kata Baldah pula muncul kata Taballada dan
Mubaladah yang bisa berarti “berperang” untuk membela dan
mempertahankan tanah air yang ditempati.7
Al-Aṣfaḥani mendefinisikan negara atau al-Balād ( دالبال ) sebagai
tempat atau teritorial yang ditetapkan batasannya secara jelas, yang
dikenal karena domisili penduduknya yang menetap di wilayah
tersebut.8
Setelah diidentifikasi melalui Mu’jam al-Mufaḥras kata Baldah
dalam al-Qur’an ada sepuluh, yang sepuluh dibagi menjadi lima
bagian. Pertama, kata Bilād sebanyak lima kali: QS. Al-Imran (3): 196,
4Fayyuadah al-Mazaya, “Negeri-Negeri yang Diberkahi dalam al-Qur’an”, (Skripsi
S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2018), 11.
5Azzah Nor Laila, “Pendidikan Kebangsaan dalam Perspektif al-Qur’an”, 4.
6Dea Ayuni, “Analisis Pemikiran Ali Abdur Raziq Tentang Negara dalam Perspektif
Islam”, (Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Sultan Maulana Hasanuddin Banten 2017),
33.
7Ibnu Faris, “Mu’jam Maqayis fi al-Lugah” (Beirut: Dar al-Ihya’ al-Turas al-Arabi
2001), 136-137.
8Fayyadah al-Mazaya, “Negeri-Negeri Yang Diberkahi dalam al-Qur’an”, 12.
-
19
QS. Gāfir (40): 4, QS. Qāf (50): 36, QS. Al-fajr (89): 8, QS. Al-fajr
(89):11.
Kedua, kata baldah disebut sebanyak lima kali dalam al-Qur’an.9
QS. Al-Furqān (25): 49, QS. Al-Naml (27): 91, QS. Saba’ (34): 15, QS.
Al-Zukhruf (43):11, QS. Qāf (50): 11.10
2. Kata Ṭayyibah
Kata Ṭayyibah berasal dari bahasa Arab yang asal katanya (Ṭayyib)
artinya baik. Huruf Ṭa-ya-ba hanya memiliki satu makna dasar. Yaitu
dari sebuah kebalikan dari kata buruk, yaitu bisa dikatakan dengan
bahasa (khabiṭ).11 Secara sederhana lafaz khabiṭ dapat diartikan yaitu
setiap sesuatu yang dapat memuaskan nafsu selain penyakit (‘aḍa) dan
juga kotor (khubṭ). Ṭayyibah merupakan ism fa’il muannaṡ, yang
dibentuk dari asal kata Ṭaba-yaṭibu-ṭīban fa huwa ṭayyib. Biasanya
digunakan untuk menyifati sesuatu (na’at). Ṭayyib berarti halal. Ibn
‘Aṭīr berpendapat: “penyebutan Ṭayyib dan Ṭayyibah memiliki sebuah
arti atau makna yang diulang-ulang di dalam hadits. Kebanyakan
maknanya adalah tentang halal. Begitu pula khabiṭ yang berarti haram.
Terkadang pula Ṭayyib bermakna suci, seperti dalam hadits Nabi SAW:
Bahwasanya Rasul bersabda kepada, ‘Ammar, “selamat datang dengan
keadaan suci dan mensucikan”.12
Setelah diidentifikasi bahwasanya kata (Ṭayyibah) dalam al-Qur’ān
disebutkan sebanyak Sembilan kali, yakni: QS, al-Imrān (3): 38, QS,
9Muhammad Fuad Abdul Baqi, “Al-Mu’jam al-Mufaḥros li Alfażi al-Qur’ān al-Karīm”,
(Libanon: Dar al-Marefah,2009), 305.
10Muhammad Fuad Abdul Baqi, “Al-Mu’jam al-Mufaḥros li Alfażi al-Qur’ān al-
Karīm”, 134. 11Zakariyya, “Mu’jam Maqayis”, juz 3, (Dar al-Fikr, 1994), 435.
12Fitriatul Lail, “Makna Kalimah Ṭayyibah dalam al-Qur’an (Analisa Teori Penafsiran
Wahbah Zuhaili dan al-Ṭabari Atas Surah Ibrahim”: 24, (Skripsi S1., Universitas Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2018), 39-40.
-
20
Al-Taubat (9): 72, QS, Yūnus (10): 22, QS, Ibrāhīm (14): 24, QS,
Ibrāhīm (14): 24, QS, Al-Nahl (16): 97, QS, Al-Nūr (24): 61, QS, Saba’
(34): 15, QS, Al-Ṣaff (61): 12. 13
3. Kata Rabb
Rabb dalam bahasa Arab adalah raja, penguasa, pemilik yang dalam
konteks Islam merujuk kepada Allah.14 kata “Rabb”, memiliki tiga
unsur makna yaitu: Yang Menciptakan, Yang Memiliki, dan Yang
Mengatur. Maksudnya Rabb adalah yang menciptakan, yang memiliki,
dan yang mengatur alam semesta ini.
Rabb jelas hanya satu, yaitu Allah. Berbeda dengan kata “ilah” yang
artinya yang disembah atau sesembahan. Sesuatu yang disembah bisa
siapa saja atau apa saja, bisa Rabb yang sebenarnya (Allah), bisa juga
makhluk-makhluk ciptaan Allah seperti manusia, batu, atau pohon,
matahari, dan lain-lain. Kalimat Lā ilāha illallāh dimaknai dalam
bahasa Indonesia: “Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah.”15
Muhammad Ismail Ibrahim di dalam buku Mu’jam al-fāẓ wa al-
‘A’lam al-Qur’āniyyah menyebutkan bahwa terdapat beberapa arti kata
Rabb ( َرب), di antaranya Rabb al-walad ( َِرب المَوَلد) artinya “memelihara
anak dengan memberi makan dan mengasuhnya”, Rabb asy-syai’ ( َرب
ءِ artinya “mengumpulkan dan memilikinya”, serta Rabb al-amr (الشَّيم
13Muhammad Fuad Abdul Baqi, “al-Mu’jam al-Mufaḥras li alfaẓ al-Qur’ān al-Karīm”,
432.
14Mahmud Yunus, “Kamus Arab Indonesia”.
15Firdaus, “Konsep al-Rububiyah (Ketuhanan) Dalam al-Qur’an, Diskursus Islam”,
Vol 3, No1, (2015), 106.
https://id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Arabhttps://id.wikipedia.org/wiki/Islamhttps://id.wikipedia.org/wiki/Allah
-
21
adalah Tuhan dan (أَلرَّب ) memperbaikinya”. Adapun Al-rabb“ (ِرب اأَلممرِ )
merupakan salah satu dari nama Allah yang jamaknya Arbāb ( أَرمبَاب).
Dari keterangan di atas disimpulkan bahwa kata Rabb ( َرب)
maknanya berkaitan dengan kepengasuhan dan kemudian berkembang
menjadi memiliki, memperbaiki, mendidik, juga Tuhan.16
Kata Rabb menurut Sayyid Quṭb dalam Tafsirnya Fī Ẓilāl al-Qur’ān
mengemukakan bahwa Rabb sering diartikan dengan yang berkuasa,
yang memberlakukan, yang bertindak, dan menurut bahasa berarti
“Sayyid” tuan, dan Mutaṣarrif yang bertindak untuk memperbaiki dan
memelihara.17
Setelah diidentifikasi bahwasanya kata (Rabb) dalam al-Qur’an
disebutkan sebanyak delapan puluh empat kali, yakni: QS, Al-Fātihah
(1): 2, QS, al-Baqarah: (2): 131, QS, al-Mā’idah (5): 28, QS, al-An’ām
(6): 45, QS, al-An’ām (6): 71, QS, al-An’ām (6): 162, QS, al-An’ām
(6): 164, QS, al-A’rāf (7): 54, QS, al-A’rāf (7): 61, QS, al-A’rāf (7):
67, QS, al-A’rāf (7): 104, QS, al-A’rāf (7): 121, QS, al-A’rāf (7): 122,
QS, al-Taubat (9): 9, QS, Yūnus (10): 10, QS, Yūnus (10): 37, QS, al-
Ra’d (13): 16, QS, al-Isrā (17): 102, QS, al-Kahf (18): 14, QS, Maryam
(19): 65, QS, Ṭaha (20): 70, QS, al-Anbiya (21): 22, QS, al-Anbiyā
(21): 56, QS, al-Mu’minūn (23): 86, QS, al-Mu’minūn (23): 86, QS, al-
Mu’minūn (23): 116, QS, al-Syu’arā (26): 16, QS, al-Syu’arā (26): 23,
QS, al-Syu’arā (26): 24, QS, al-Syu’arā (26): 26, QS, al-Syu’arā (26):
16Muhammad Ismail Ibrahim, “Mu’Jam al-Alfāż wa al- ‘A’Lām al-Qur’āniyyah”,
(Kairo: Dar al-Fikr, 1968), 191.
17Sayyid Quṭb, “Fī Ẓilāl al-Qur’ān, terj As’ad Yasin, Abd al-Aziz Salim Basyarahil
Dkk, Cet. V, (Jakarta: Gema Insani, 2006), 27.
-
22
28, QS, al-Syu’arā (26): 47, QS, al-Syu’arā (26): 48, QS, al-Syu’arā
(26): 77, QS, al-Syu’arā (26): 98, QS, al-Syu’arā (26): 109, QS, al-
Syu’arā (26): 127, QS, al-Syu’arā (26): 145, QS, al-Syu’arā (26): 164,
QS, al-Syu’arā (26): 180, Qs, al-Syu’arā (26): 192, QS, al-Naml (27):
8, QS, al-Naml (27): 26, QS, al-Naml (27): 44, QS, al-Naml (27): 91,
QS, al-Qaṣaṣ (28): 30, QS, al-Sajdah (32): 2, QS, Saba’ (34): 15, QS,
Yasīn (36): 58, QS, al-Ṣāffāt (37): 5, QS, al-Ṣāffāt (37): 5, QS, al-Ṣāffāt
(37): 87, QS, al-Ṣāffāt (37): 126, QS, al-Ṣāffāt (37): 180, QS, al-Ṣāffāt
(37): 182, QS, Ṣād (38): 66, QS, al-Zumar (39): 75, QS, Gafir (40): 64,
QS, Gafir (40): 65, QS, Gāfir (40): 66, QS, Fuṣṣilat (41): 9, QS, al-
Zukhruf (43): 46, QS, al-Zukhruf (43): 82, QS, al-Zukhruf (43): 82,
QS, al-Dukhān (44): 7, QS, al-Dukhān (44): 8, QS, al-Jāṡiyah (45): 36,
QS, al-Jāṡiyah (45): 36, QS, al-Jāṡiyah (45): 36, QS, al-Żariyat (51):
23, QS, al-Najm (53): 49, QS, al-Rahmān (55): 17, QS, al-Rahmān
(55): 17, QS, al-Wāqi’ah (56): 80, QS, al-Hasyr (59): 16, QS, al-
Hāqqah (69): 43, QS, al-Ma’ārij (70): 40, QS, al-Muzammil (73): 9,
QS, al-Nabā’ (78): 37, QS, al-Takwīr (81): 29, QS, al-Muṭaffifīn (83):
6, QS, Quraisy (106): 3, QS, al-Falaq (113): 1, QS, al-Nās (114): 1.18
4. Kata Gafūr
Kata “Al-Gafūr” ini berasal dari bahasa Arab kata dasarnya adalah
Ga-fa-ra yang artinya maha pengampun. Secara bahasa, kata al-Gafūr,
al-Gaffar, dan al-Gafir memiliki akar kata yang sama, yakni Ga-fa-ra.
Tetapi para ahli bahasa memberikan penekanan makna yang tidak sama
pada ketiga kata itu.
18Muhammad Fuad Abdul Baqi, “al-Mu’jam al-Mufahras li al-faẓ al-Qur’ān”, 185-
187.
-
23
Banyaknya disebut sifat al-Gafūr dalam al-Qur’an memberi kesan
bahwa Allah membuka pintu seluas-luasnya bagi hambanya untuk
bermohon, bahkan secara tegas dinyatakan, “Allah mengajak ke surga
dan pengampunanya atas izinnya” (QS. Al-Baqarah 2: 221).
Bagaimana ayat ini di samping menegaskan bahwa “Allah mengajak”
juga menguatkan ajakan itu dengan pernyataan “atas izinnya”,
sehingga terasa benar bahwa ini adalah ajakan yang sangat serius
disamping memberi kesan bahwa langkah yang diambil seseorang
menuju Allah tidak terlepas dari izinnya.19
Kata al-Gaffara yang berarti “penutup”. Ada juga yang berpendapat
dari kata al-Gafaru yakni sejenis tumbuhan yang digunakan mengobati
luka. Jika pendapat pertama yang dipilih, maka al-Gaffar berarti antara
lain, dia menutupi dosa hamba-hambanya karena kemurahan dan
anugerahnya. Bila yang kedua, maka ini bermakna Allah
menganugerahi hambanya penyesalan atas dosa-dosa, sehingga
penyesalan ini berakibat kesembuhan dalam hal ini adalah terhapusnya
dosa.20
Sifat Allah yang terambil dari akar kata ini adalah Gafūr, Gaffar,
dan Gafir. Ibnu al-Arabi mengemukakan beberapa pendapat
menyangkut perbedaan kata-kata tersebut. Gafir adalah pelaku,
maksudnya sekedar menetapkan adanya sifat ini kepada sesuatu, tanpa
memandang ada tidaknya yang diampuni atau ditutupi aib dan
kesalahannya. Perbedaan anatara Gaffar dan Gafūr adalah Gaffar yang
menutupi aib, kesalahan di dunia, sedang Gafūr menutupi aib di
akhirat. Gafūr dapat juga berarti banyak memberi maghfirah, sedang
19Quraish Shihab, “Menyingkap Tabir Ilahi”, (Jakarta: Lentera Hati, 1999), 170.
20Quraish Shihab, “Menyingkap Tabir Ilahi”, 81.
-
24
Gaffar mengandung arti banyak dan berulangnya maghfirah serta
kesempurnaan dan keluasan cakupannya.
Pendapat lain mengatakan bahwa Gafir adalah yang menutupi
sebagian, Gafūr yang menutupi kebanyakan, dan Gaffar yang
menutupu keseluruhan.21
Imam Ghazali dalam membedakan sifat Gafūr dan Gaffar menulis
bahwa keduanya bermakna sama, hanya saja Gafūr mengandung
semacam mubalaghah (kelebihan penekanan) yang tidak di kandung
oleh kata Gaffar, karena al-Gaffar menunjukan mubalagah dalam
magfirah (pengampunan menyeluruh/ penutupan yang rapat) di
samping berulang-ulangnya hal tersebut, sedang Gafūr menunjuk
kepada sempurna dan menyeluruhnya sifat tersebut. Allah Gafūr dalam
arti sempurna pengampunannya hinga mencapai puncak tertinggi
dalam maghfirah.22
Setalah diidentifikasi kata Gafūr dalam al-Qur’an disebutkan
sebanyak tujuh puluh satu kali, yakni: QS, al-Baqarah (2): 173, QS, al-
Baqarah (2): 182, QS, al-Baqarah (2): 192, QS, al-Baqarah (2): 199, QS,
al-Baqarah (2): 218, QS, al-Baqarah (2): 225, QS, al-Baqarah (2): 226,
QS, al-Baqarah (2): 235, QS, al-Imrān (3): 31, QS, al-Imrān (3): 89, QS,
al-Imrān (3): 129, QS, al-Imrān (3): 155, QS, an-Nisā’ (4): 25, QS, al-
Mā’idah (5): 3, QS, al-Mā’idah (5): 34, QS, al-Mā’idah (5): 39, QS, al-
Mā’idah (5): 74, QS, al-Mā’idah (5): 98, QS, al-Mā’idah (5): 101, QS,
al-ʻAn’ām (6): 54, QS, al-ʻAn’ām (6): 145, QS, al-ʻAn’ām (6): 165, QS,
al-ʻA’rāf (7): 153, QS, al-ʻA’rāf (7): 167, QS, al-Anfāl (8): 69, QS, al-
Anfāl (8): 70, QS, al-Taubat (9): 5, QS, al-Taubat (9): 27, QS, al-Taubat
(9): 91, QS, al-Taubat (9): 99, QS, al-Taubat (9): 102, QS, Yūnus (10):
21Quraish Shihab, “Asma’ al-Husna dalam Perspektif al-Qur’an”, 37.
22Quraish Shihab,” Menyingkap Tabir Ilahi”, 172.
-
25
107, QS, Hūd (11): 41, QS, Yūsuf (12): 53, QS, Yūsuf (10): 98, QS,
Ibrāhīm (14): 36, QS, al-Hijr (15): 49, QS, al-Nahl (16): 18, QS, al-Nahl
(16): 110, QS, al-Nahl (16): 115, QS, al-Nahl (16): 119, QS, al-Kahfi
(18): 58, QS, al-Hajj (22): 60, QS, al-Nūr (24): 5, QS, al-Nūr (24): 22,
QS, al-Nūr (24): 33, QS, al-Nūr (24): 62, QS, al-Naml (27): 11, QS, al-
Qaṣaṣ (28): 16, QS, Sabā’ (34): 2, QS, Sabā’ (34): 15, QS, Faṭīr (35):
28, QS, Faṭīr (35): 30, QS, Faṭīr (35): 34, QS, al-Zumar (39): 53, QS,
Fuṣilat (41): 32, QS, al-Syurā (42): 5, QS, al-Syurā (42): 23, QS, al-
Aḥqāf (46): 8, QS, al-Ḥujurāt (49): 5, QS, al-Ḥujurāt (49): 14, QS, al-
Ḥadīd (57): 28, QS, al-Mujādilah (58): 2, QS, al-Mujādilah (58): 12,
QS, al-Mumtaḥanah (60): 7, QS, al-Mumtaḥanah (60): 12, QS, at-
Tagābun (64): 14, QS, al-Taḥrīm (66): 1. QS, al-Mulk (67): 2, QS, al-
Muzammil (73): 20, QS, al-Burūj (85): 14.23
B. Kandungan Pokok Surah Saba’
Surah Saba’ terdiri atas 54 ayat, termasuk golongan surah-surah
Makiyyah (diturunkan di kota Makkah), diturunkan sesudah surah
Luqman. Surah ini dinamakan Saba’ karena di dalamnya terdapat kisah
kaum Saba’. “Saba” adalah nama suatu kabilah dari kabilah- kabilah
‘Arab yang tinggal di daerah Yaman sekarang ini. Mereka mendirikan
kerajaan yang terkenal dengan nama kerajaan Sabaiyyah, ibu kotanya
Ma’rib. Mereka telah mampu membuat bendungan raksasa yang
bernama “Bendungan Ma’rib”, sehingga negeri mereka subur dan
makmur. Kemewahan dan kemakmuran ini menyebabkan kaum Saba’
lupa dan inkar kepada Allah yang telah melimpahkan nikmatnya
kepada mereka, serta mereka mengingkari pula seruan para rasul.
23Muhammad Fuad Abdul Baqi, “al-Mu’jam al-Mufaḥras li al-faẓl al-Qur’ān al-
Karīm”, 501-502.
-
26
Karena keingkaran mereka ini Allah menimpakan kepada mereka azab
berupa “sailul ‘arim” (banjir yang besar) yang ditimbulkan oleh
bobolnya bendungan Ma’rib. Kemudian setelah kejadian itu negeri
Saba’ menjadi kering dan kerajaan mereka pun hancur.24
Adapun pokok-pokok isi pada surah ini diantaranya hal hal yang
berhubungan dengan kebangkitan di akhirat, celaan terhadap
perbuatan-perbuatan dan kepercayaan orang musyrik dan berhala-
berhala mereka yang tidak dapat memberi faedah kepada mereka dan
kisah-kisah. Diantara kisah-kisah tersebut adalah kisah nabi Daud as
dan Nabi Sulaiman as. yang tercantum dalam ayat ke10 sampai ayat
ke-14. Pada ayat ini diterangkan mengenai karunia yang Allah berikan
kepada nabi Daud as dan nabi Sulaiman as.25
C. Korelasi Ayat 15 Dengan Ayat Sebelumnya
Korelasi atau munasabah dari segi bahasa bermakna “kedekatan”.26
Munasabah berawal dari kenyataan bahwa sistematika urutan ayat-ayat
atau surah-surah al-Qur’an sebagaimana terdapat dalaam mushaf
utsmani sekarang tidak berdasarkaan kronologis turunnya. Kendati
demikian setiap kali ayat turun, Nabi memberi tahu tempat ayat-ayat
itu dari segi sistematika urutannya dengan ayat-ayat atau surah-surah
yang lainnya sambil memerintah sahabatnya untuk menulisnya.27
Ulama-ulama menggunakan kata korelasi (munasabah) untuk dua
makna;
24Yayasan penyelenggara penterjemah/pentafsir Al-Qur’an, “Al-Qur’an al-Karīm wa
tarjamatu ma’aniyah ila lugatul Indonesia”, (Jakarta: Mujamma’al Malik Fahd li Ṭiba’at
al Musḥaf al-Syarif, 1971), 682.
25Ahmad Syihabuddin dan Hasna Yulistina, “Tafsir al- Qur’an Surat Saba’ Ayat 10-
14”, (Pendidikan Agama Islam, Sekolah Tinggi Agama Islam Sukabumi, 2019), 1.
26 Quraish Shihab, “Kaidah Tafsir”, 234. 27 Hasani Ahmad Said, “Diskurusus Munasabah al-Qur’an dalam Tafsir al-Misbāh”,
(Jakarta: Amzah, 2015), 1.
-
27
Pertama, Hubungan kedekatan antar ayat atau kumpulan ayat-ayat
al-Qur’an satu dengan lainnya. Ini dapat menckup banyak ragam,
antara lain:
a. Hubungan kata demi kata dalam satu ayat
b. Hubungan ayat dengan ayat sesudahnya
c. Hubungan kandungan ayat dengan fashilah/penutup
d. Hubungan surah dengan surah berikutnya
e. Hubungan awal surah dengan penutupnya
f. Hubungan nama surah dengan tema utamanya
g. Hubungan uraian akhir surah dengan uraian awal surah
berikutnya.
Kedua, hubungan makna satu ayat dengan ayat lain, misalnya
pengkhususannya, atau penetapan syarat terhadap ayat lain yang tidak
bersyarat dan lain-lain.28
Para ulama mendukung adanya munasabah menyatakan bahwa
tidak semua ayat atau bagiannya harus dicarikan munasabahnya,
seperti ayat 3 QS, al-Aṣr [103] dengan ayat kedua.29
Dalam surat Saba’ ayat 15 dengan ayat sebelumnya mempunya
korelasi (munasabah) yaitu menceritakan Nabi Sulaiman dengan kisah
negeri Saba’.
D. Penafsiran Global Dari Ayat 15
Dalam penafsiran global ayat 15 surah Saba’, mufassir sering kali
menafsirkan ayat tersebut bahwasanya ada tanda-tanda kekuasaan yaitu
negeri yang makmur dan penuh ampunan.
28Quraish Shihab, “Kaidah Tafsir”, 244.
29Quraish Shihab, “Kaidah Tafsir”, 246.
-
28
َكِنِهمم آيَة َلَقدم َُكاَن ِلَسَبإ ِف َمسم َوِِشَال َيَِْي َعنم َجنََّتانِ ۗ
َربُِّكمم رِزمَقِ ِمنم ُُكُلوا ۗ ُكُروا َغُفور َوَرب طَيَِّبة بَ لمَدة ۗ َلهُ َواشم
“Sungguh bagi Kaum Saba’ ada tanda (kebesaran Rabb) di
kediaman mereka, yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di
sebelah kiri. (Kepada mereka dikatakan:) “Makanlah dari rizki yang
dianugerahkan Tuhan kalian dan bersyukurlah kepada-Nya!’. Baldatun
Ṭayyibatun wa Rabbun Gafūr” [Saba’/34:15].
Ibn Katsir dalam menafsirkan ayat ini, banyak makna dan arti dari
beberapa pendapat mengenai Asbabun nuzul ayat tersebut dan memberi
sedikit penafsirannya. Sebagian Asbabun nuzulnya menjelaskan bahwa
ayat ini turun berkenaan dengan pertanyaan sahabat. Beliau hanya
memberikan sedikit penafsiran dalam ayat ini. Beliau berasumsi bahwa
di setiap sudut negeri Saba’ terdapat tanda-tanda kekuasaannya, seperti
adanya dua kebun di sebelah kanan dan kiri. Yakni dari sisi kedua
gunung, sedangkan negeri itu berada di antara dua kebun tersebut.
Tidak lupa juga terdapat bendungan Ma’rib yang terletak diantara dua
sisi gunung. Bendungan yang menjadi sumber perairan dari negeri
Saba’.30
Kata saba’ dapat berarti wilayah/negeri sebagaimana yang
dimaksud dalam QS. an-Naml, dan bisa juga berarti kaum dan itulah
yang dimaksud dalam ayat yang dibahas saat ini. Kerajaan Saba’
berdiri sekitar tahun VII SM, pengaruh kekuasaannya mencakup
Ethiopia dan salah satu negeri yang sangat terkenal ketika itu yakni
Ma’rib dengan bendungannya yang sangat besar.
Sementara dalam sebuah riwayat digambarkan mengenai kesuburan
negeri tersebut, bahwa jika seorang pejalan meletakkan keranjang di
atas kepala, niscaya ketika ia sambil berjalan maka keranjang tersebut
30Al-Imam al-Hafiẓ Imad ad-Din Abi al-Fida’ Ismail bin Umar Ibnu Kaṡīr ad-Dimasyqi,
Tafsīr al-Qur’ān al-Azīm (Libanon Dar al-Kutb al-Ilmiyyah, 1971), 6.
-
29
akan dipenuhi oleh aneka buah yang berjatuhan. Mungkin riwayat ini
sedikit berlebihan namun setidaknya mampu memberi gambaran
bagaimana suburnya negeri tersebut.31
Selanjutnya Sayyid Quṭb menjelaskan dalam tafsirnya bahwa Saba’
adalah nama suatu kaum yang tinggal di sebelah selatan Yaman.
Mereka itu tinggal di tanah subur yang sebagiannya masih ada hingga
sekarang.32
Allamah Kamal Faqih Imani dalam tafsirnya menjelaskan Saba’
adalah nama negeri yang subur di daerah Yaman. Nama Saba’ ini
adalah nama seorang figur (pemimpin) agung yang dipilih sebagai
nama negeri ini. Riwayat negeri ini mengandung pelajaran. Setelah
menyatakan mengenai anugerah besar yang telah Allah karuniakan
kepada Nabi Daud a.s. dan Nabi Sulaiman a.s.33
31Ahmad Warson Al-Munawwir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif,
1997), 104.
32Sayyid Quṭb, “Tafsīr Fī Ẓilāl al-Qur’ān”, Terj. M. Misbah (Rabbani Press:
Jakarta2009), 1037.
33Allamah Kamal Faqih Imani, “Tafsir Nurul Qur’an Sebuah Tafsir Sederhana Menuju
Cahaya al-Qur’an”, Terj. Arif Mulyadi, Cetakan I (Al-Huda: Jakarta 2010), 71-72.
-
30
BAB III
BIOGRAFI SAYYID QUṬB DAN IBN ‘ĀSYŪR
A. Biografi Sayyid Quṭb
1. Riwayat Hidup Sayyid Quṭb
Sayyid Quṭb dilahirkan pada tanggal 9 bulan oktober tahun 1906
di kampung Mausyah kota Asyut, Mesir dengan nama lengkapnya
Sayyid bin al-Hajj Quṭb bin Ibrahīm Husein Syaẓali. Ia dibesarkan
dalam keluarga yang harmonis, memiliki seorang ayah yang cinta
ilmu dan menitik beratkan pendidikan anak-anaknya pada ajaran
Islam dan mencintai al-Qur’an. Hal ini mempengaruhi kehidupan
Sayyid Quṭb dan membentuknya menjadi orang yang terkenal, baik
dalam ilmu social, politik, bahasa maupun dalam Pendidikan.1
Ia memiliki lima saudara dari enam putra ayah ibunya. Ia sendiri
anak ke lima. Saudara pertama bernama Nafisah, ia lebih tua tiga
tahun dari Sayyid. Saudara kedua dan ketiga Sayyid meninggal ketika
sebelum usia dua tahun dan ketika masih kecil, Saudara keempat
bernama Aminah, seorang penulis dalam bidang kesusastraan. Ia
pernah menulis buku sastra yang diterbitkan yaitu: “Fi Tayyar al-
Ḥayah” (Dalam Arus Kehidupan), dan “Fi Ṭariq” (Di jalan). Lalu
putra kelima ia sendiri, dan keenam adiknya yang bernama
Muhammad (Quṭb), seorang sarjana sastra Universitas Kairo yang
juga penulis sajak, esai, refleksi, dan cerpen hingga studi keislaman.
Salah satu karyanya adalah “Jahiliyah al-Qarn al-’Isyrin” yang edisi
Indonesia telah diterbitkan dengan judul “Jahiliyah Masa Kini” diterj.
Afif Muhammad, Jahiliyah Masa Kini, Cet. II, Bandung: Pustaka:
1Faizah Ali Syibromalisis, “Membahas Kitab Tafsir Klasik Moedrn”, (UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta: Ciputat, Oktober 2011), 131.
-
31
1994. Lalu adiknya yang bungsu, Hamidah, seorang aktifis
pergerakan dan juga pernah menulis buku bersama saudara-
saudaranya berjudul “al-Aṭyaf al-Arba’ah”.2
Di sepanjang zaman kanak-kanak dan remajanya beliau telah
memperlihatkan petanda-petanda kecerdasan yang tinggi dan bakat-
bakat yang cemerlang yang menarik perhatian para guru dan
pendidiknya. Sayyid Quṭb ketika masih berusia 11 tahun sudah
menghafalkan al-Qur’an dan menguasai bahasa Arab. Pada usia 13
tahun, ia dikirim oleh orang tuanya ke Kairo untuk melanjutkan
pendidikannya,3 di samping memperlihatkan kegemaran membaca,
keberanian mengemukakan pertanyaan-pertanyaan dan mengeluarkan
pendapat-pendapat yang cerdas. Beliau senantiasa mendampingi al-
Qur’an sehingga beliau memasuki Kuliah Darul ‘Ulum sebuah
insutusi pengajian tinggi Islam dan sastera Arab yang terkenal di
seluruh dunia Islam, dimana kefahaman al-Qur’aniyah dan pemikiran
Islamiyah beliau semakin subur dan terserlah.4
Sayyid Quṭb belum bergantung dengan Gerakan Ikhwanul
Muslimin yang dipimpin Hasan al-Bana. Malah pada masa ini, ia
termasuk salah seorang pendukung Abbas Mahmud al-Aqqad.5 Pada
masa ini Sayyid banyak mendapat pengaruh dari Abbas Mahmud al-
Aqqad, seorang penulis Mesir terkenal yang cenderung pada
pemikiran Barat. Setelah tamat dari Dar al-Ulum, Sayyid Quṭb
2M. Fajrul Munawir, “Relevansi Pemikiran Sayyid Quṭb Tentang Tafsir Jahiliyah Bagi
Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Islam Kontemporer”, Vol Xi, No 1,
(Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2011), 78.
3Adib Hasani, “Kontradiksi dalam Konsep Politik Islam Eksklusif Sayyid Quṭb”, Vol
11, No 1, (Pascasarjana Iain Tulungagung, Juni 2016), 4.
4Abu Bakar Adanan Siregar, “Analisis Kritis Terhadap Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān
Karya Sayyid Quṭb”, (Universitas Islam Negeri Sumatera Utara Medan, 2017), 256.
5Ahmad Barmawi, “118 Tokoh Muslim Genius Dunia”, (Jakarta: Restu Agung, 2006),
43.
-
32
diangkat sebagai Inspektur Kementerian Pendidikan. Dalam tugasnya
ini ia menyempatkan diri mempelajari dan mengkaji berbagai disiplin
ilmu pengetahuan dengan membaca buku-buku terjemahan bahasa
asing ke bahasa Arab. Setelah itu ia pun menjabat sekretaris Ṭaha
Husein, lalu kemudian sekretaris Al-Aqqad.6
Sebenarnya, ketika di Barat, Sayyid Quṭb menemukan hal-hal yang
di luar dugaan. Di Amerika, Sayyid Quṭb melihat kegersangan moral.
Meruaknya minum-minuman keras dan seks bebas merupakan
praktik-praktik yang sering ia temui. Dari pengalamannya itu, ia
sampai pada kesimpulan bahwa kenyataan demikian disebabkan
peradaban Barat dibangun dari dasar materialisme bukan ketuhanan.
Bahkan ia dengan bahasa yang terkesan sinis menyebutnya dengan
“materialisme jahiliah”.
Sayyid Quṭb semakin membara setelah melihat orang-orang
Amerika berbahagia atas dihukum matinya Hasan al-Banna, seorang
tokoh pergerakan Islam ternama yang mendirikan Ikhwan al-
Muslimin. Peristiwa-peristiwa yang disaksikan Sayyid Quṭb ketika
berada di Barat, telah mengubah arah pemikiran Sayyid Quṭb, dari
yang awalnya sekuler menjadi seorang yang mati-matian membela
Islam melalui pergerakan Ikhwan al-Muslimin.
Pengalaman hidupnya lebih dari dua tahun di Amerika itu,
tampaknya menjadi titik balik yang penting dalam hidupnya. Ia bukan
menjadi pengagum Amerika, malah justru menjadi pengkritik
Amerika, (Barat) yang tajam, dan segera setelah itu ia kembali ke
Mesir pada 1952, ia bergabung dengan Ikhwanul Muslimin.7
6Havis Aravik, “Pemikiran Ekonomi Sayyid Quṭb”, Vol 3, No 2, (Perbankan Syariah
Stebis IGM Palembang, Februari 2018), 33.
7Nuim Hidayat, “Sayyid Quṭb: Biografi dan kejenihan pemikirannya”, (Jakarta: Gema
Insani Press, 2005), 41-42.
-
33
Selanjutnya, Sayyid Quṭb menjadi pimpinan redaksi harian Ikhwan
al-Muslimin pada tahun 1954. Akan tetapi, setelah dua bulan, harian
itu di tutup oleh presidan Gamal Abdul Nasser. Alasan pelarangan itu
karena organisasi tersebut dinilai tidak pro-pemerintah dan berusaha
menjatuhkannya. Karena alasan itu pula pada Mei 1955 Sayyid Quṭb
ditahan. Pada 13 Juli 1955 pengadilan menjatuhkan hukuman kerja
berat selama lima belas tahun. Akan tetapi pada tahun 1964 Sayyid
Quṭb dibebaskan atas permintaan Presiden Irak Abd al-Salam Arif
yang mengadakan kunjungan muhibah ke Mesir.
Setahun setelah pembebasannya itu, Sayyid Quṭb kembali ditahan
bersama tiga saudaranya dan juga sekitar 20.000 orang lainnya.8
Nu’im Hidayat menjelaskan penangkapan Sayyid Quṭb tersebut
dikarenakan ia menulis buku Ma’alim fi al-Ṭariq. Sebuah buku yang
dinilai provokatif dan membahayakan eksistensi pemerintahan
Nasser.9 Hingga akhirnya, pada Senin 29 Agustus 1966, Sayyid Quṭb
dijatuhi hukuman gantung bersama dua temannya, Abd al-Fattah
Isma’il dan Muhammad Yusuf Hawwasi.10
2. Karya-karya Sayyid Quṭb
Sayyid Quṭb menulis dua puluh enam buah buku. Sebelum menulis
tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān ia telah lebih dulu menulis dua buku
mengenai gambarana keindahan dalam al-Qur’an (At-Taṣwir al-Fabbi
fi al-Qur’ān) tahun 1945 dan Fenomena hari kebangkitan dalam al-
Qur’an (Musyahadat al-Qiyamah fi al-Qur’an). Pada tahun 1948, ia
menerbitkan karya monumentalnya al-Adaalah al-Salam al-Alami wa
al-Islam yaitu keadilan dalam Islam. Kemudian Al-Salam al-Alami wa
8Sayyid Quṭb, “Tafsīr Fī Ẓilāl al-Qur’ān”, Jilid 1, (Jakarta: Gema Insani, 2000), 319.
9Nuim Hidayat, “Sayyid Quṭb: Biografi dan kejenihan pemikirannya”, 45.
10Nuim Hidayat, “Sayyid Quṭb, Biografi dan kejenihan pemikirannya”, 23.
-
34
al-Islam, di susul Fī Ẓilāl al-Qur’ān yaitu di bawah naungan al-
Qur’an yang diselesaikannya sewaktu dalam penjara, ia juga menulis
karya terakhirnya, Maa’lim fi al-Ṭariq, petunjutuk jalan (1964).
Dalam buku ini, ia mengemukakan gagasannya tentang perlunya
revolusi total, bukan semata-mata pada sikap individu, namun juga
pada strukutur negara. Dalam buku inilah Sayyid Quṭb
mengemukakan logika konsepsi awal negeri Islam. Buku ini juga
yang dijadikan bukti utama dalam sidang yang menuduhnya
bersekongkol hendak menumbangkan rezim Basher. Tetes darah
perjuangan dan goresan penanya menginspirasi dan meniupkan ruh
jihad di hampir semua Gerakan ke Islaman di Dunia ini.11
Di balik lembaran buku-buku itu Sayyid Quṭb bermaksud
mengarahkan manusia kepada suasana al-Qur’an, yaitu suasana baru
yang dapat mereka rasakan sebagai hidangan lezat, sebagaimana
suasana diturunkannya al-Qur’an itu sendiri, dan dengan metode
penyampaian yang segar, Sayyid Quṭb mencoba menyingkapkan tabir
yang menyelimuti manusia mengenai rahasia-rahasia dan arti-arti
yang belum pernah diterangkan sebelumnya. Dengan membaca
karya-karyanya, orang-orang mengetahui secara dalam apa makna
yang terkandung dalam setiap huruf, kata, dan kalimat yang
diterangkannya. Ia menganjurkan agar setiap muslim selalu dalam
suasana Qur’ani, dengan menghirup udara al-Qur’an dan harus
melangkah dalam perjalanan hidupnya Bersama al-Qur’an.12
11Faizah Ali Syibromalisis, “Membahas Kitab Tafsir”, 133-134.
12Fuad Luthfi, “Konsep politik Islam Sayyid Quṭb dalam Tafsīr fī Ẓilāl al-Qur’ān
(Skripsi S1., Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2011), 12.
-
35
3. Sekilas Tentang Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān
Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān pada mulanya adalah judul serial makalah
bulanan yang ditulis dan diterbitkan oleh majalah “al-Muslimun”,
sebuah majalah bulanan yang diterbitkan oleh kelompok Ikhwanul
Muslimin. Makalah pertama iterbitkan pada edisi ketiga majalah
tersebut, pada bulan Februari tahun 1952. Setelah menuliskan tujuh
makalah yaitu pada penerbitan ketiga sampai kesembilan, sampai
pada surat al-Baqarah ayat 103, Sayyid Quṭb terinspirasi untuk
menulis buku tafsir seperti makalah yang ditulisnya di majalah. Apa
yang diinginkan Sayyid Quṭb terlaksana sampai tahun 1954 dimana
tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān terbit sebanyak enam belas juz yaitu sampai
surat Ṭaha, sebelum Sayyid Quṭb dituduh dan di penjara. Beruntung
Sayyid Quṭb masih diizinkan menulis tafsirnya di penjara karena ia
terikat kontrak dengan penerbit, kalau tidak maka pemerintah harus
memberikan ganti rugi kepada penerbit. Tafsīr Fī Ẓilāl al-Qur’ān
berhasil diselesaikan penulisnya di akhir tahun lim puluhan. Motivasi
menamakan tafsirnya dengan Ẓilāl al-Qur’ān. Menurut Sayyid Quṭb
datang begitu saja tanpa dibuat-buat.13
Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān yang beliau tulis ini melewati empat
tahapan sebagai berikut:
a. Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān dalam Majalah al-Muslimun
b. Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān Menjelang Ditangkapnya Sayyid
Quṭb
c. Sayyid Quṭb Menyempurnakan Tafsirnya dalam penjara.
d. Tempat Sayyid Quṭb Menulis Fī Ẓilāl al-Qur’ān.14
13Faizah Ali Syibromalisis, “Membahas Kitab Tafsir”, 134-135. 14Shalah Abdul Fatah al-Khalidi, “Pengantar Memahami Tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān
Sayyid Quṭb”, (Karangasem: Era Intermedia, 2001), 54-62.
-
36
Meskipun metode penulisan tafsir itu beragam, namun melihat
penulisan tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān yang mengikuti alur susunan surah
dan ayat yang termaktub dalam mushaf al-Qur’an, maka dari satu sisi
bisa dikatakan bahwa sayyid Quṭb telah menggunakan metode analisa
atau tahlili. Di sisi lain sayyid Quṭb juga tidak menggunakan metode
taḥlīlī secara mutlak, karena ia juga menafsirkan ayat dengan ayat
yang lain, padahal cara ini adalah menjadi ciri dari metode penulisan
tematik. Namun tidak bisa juga menyebutnya dengan metode semi
tematik, karena Sayyid Quṭb tidak memberi judul atau tema dari ayat-
ayat yang ia tafsirkan.
Mencermati perkembangan pemikiran Sayyid Quṭb sebelum dan
sesudah penangkapan oleh rezim pemerintah Mesir, mengharuskan
kita juga melihat perkembangan corak dalam tafsirnya. Pada mulanya,
sebelum penangkapan, Sayyid Quṭb memiliki kecenderungan corak
al-Adabi Ijtima’I, yaitu corak yang diperkenalklan oleh Muhammad
Abduh. Setelah Tafsīr Fī Ẓilāl di edit ulang, dan setelah Sayyid Quṭb
mendekam lebih lama di penjara, penghayatannya terhadap al-Qur’an,
Islam, kehidupan dan perjuangannya berkembang. Hal ini berimbas
pada corak penafsirannya, tidak lagi hanya bernuansa Adabi Ijtima’I,
tapi ia menambah corak lain terhadap tafsirnya yaitu corak perjuangan
(Haraki) dan corak Tarbawi.
Sayyid Quṭb memperkenalkan corak haraki dalam tafsirnya
didorong oleh obsesinya mengajak kaum muslimin untuk betu-betul
memahami al-Qur’an dan menghayatinya untuk kemudian dijadikan
sebagai inspirator dalam menjalankan semua aktifitasnya di alam
nyata ini. Sedangkan corak tarbawi-nya dipicu oleh keinginan agar
setiap muslim terdidik secara Islami berdasarkan ajaran al-Qur’an,
-
37
berakhlak sesuai al-Qur’an, selalu komitmen dengan semua
ajarannya.15
4. Pandangan Ulama tentang Tafsīr Fī Ẓilāl al-Qur’ān Karya
Sayyid Quṭb
pembacaan beliau yang luas, pengalamannya yang mendalam dan
bakat-bakat yang gemilang telah menjadikan tafsir Fī Ẓilāl al-Qur’ān
sebuah tafsir yang unik dan secara objektif dapat diletakkan sebagai
puncak tafsir-tafsir yang lama dan yang baru, dimana terkumpul
penjelasan-penjelasan yang memuaskan, himpunan ilmu
pengetahuan, uraian yang cita rasa dan da’wah yang lantang untuk
membangun hayat Islamiyah”, sementara Dr. Saleh Abdul Fatah al-
Khalidi pengkaji karya-karya Sayyid Quṭb dan penulis biografinya
yang terkenal telah berkata: “Sayyid Quṭb dalam tafsir “Fī Ẓilāl al-
Qur’ān” adalah di