februari 2017 - bi.go.id · kebijakan moneter bank indonesia dan diharapkan dapat menjadi salah...
TRANSCRIPT
FEBRUARI
2017
KATA PENGANTAR
Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah menetapkan dan
melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan menjaga kelancaran sistem
pembayaran. Pelaksanaan tugas pokok tersebut ditujukan untuk mencapai dan memelihara
kestabilan nilai rupiah.
Sejalan dengan undang-undang tersebut, keberadaan Kantor Bank Indonesia di
daerah merupakan bagian dari jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia yang berperan
sebagai pelaksana kebijakan Bank Indonesia dan tugas-tugas pendukung lainnya di daerah.
Sebagai jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia di bidang ekonomi dan moneter,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara berperan memberikan masukan
dengan menyusun dan menerbitkan suatu produk yaitu Kajian Ekonomi Regional yang pokok
bahasannya terdiri atas Perkembangan Ekonomi, Perkembangan Inflasi Regional, Kinerja
Perbankan dan Sistem Pembayaran Provinsi Maluku Utara dan Prospek Ekonomi. Kajian ini
diolah berdasarkan data dan informasi di daerah untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan
kebijakan moneter Bank Indonesia dan diharapkan dapat menjadi salah satu bahan informasi
bagi penentu kebijakan di daerah.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih menemui beberapa
kendala. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami senantiasa mengharapkan
kritik dan saran serta kerjasama dari semua pihak agar kualitas dan manfaat laporan ini
menjadi lebih baik di waktu yang akan datang.
Akhirnya, kepada pihak-pihak yang membantu tersusunnya laporan ini, kami
sampaikan penghargaan dan ucapkan terima kasih.
Ternate, 22 Februari 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA
PROVINSI MALUKU UTARA
Dwi Tugas Waluyanto Kepala Perwakilan
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL iv DAFTAR GAMBAR iv DAFTAR GRAFIK v INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI MALUKU UTARA ix RINGKASAN EKSEKUTIF xi BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1 1.1 Kondisi Umum 2 1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan 3 1.3 Perkembangan Ekonomi dari Sisi Penawaran 11 BAB II KEUANGAN PEMERINTAH 21 2.1 Struktur APBD 22 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 24 2.3 Realisasi Belanja APBD 26 2.4 Rekening Pemerintah 28 BAB III INFLASI DAERAH 31 3.1 Perkembangan Inflasi Tw IV-2016 32 3.2 Tracking Perkembangan Inflasi Triwulan Berjalan 36 3.3 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara 38 BOKS UPAYA PENGENDALIAN INFLASI KOTA TERNATE TAHUN 2017 41 A. TPID Kota Ternate 41 B. Rencana Aksi TPID Kota Ternate 2017 41 BAB IV ANALISIS STABILITAS KEUANGAN DAERAH 47 4.1 Asesmen Sektor Rumah Tangga 48 4.2 Asesmen Sektor Korporasi 53 4.3 Asesmen Institusi Keuangan (Perbankan) 56 4.4 Pengembangan Akses Keuangan 63 BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 65 5.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai 66 5.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai 67 BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 71 6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan 72 6.2 Nilai Tukar Petani (NTP) 72 6.3 Tingkat Kesejahteraan 74 BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN 77 7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi 78 7.2 Outlook Inflasi Daerah 81
iv
DAFTAR TABEL
1
Tabel 1.1 Pertumbuhan dan Andil PDRB Sisi Penggunaan 4
2
Tabel 2.1 Penyesuaian APBD Maluku Utara 22
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Tahun 2016 25
Tabel 2.3 Realisasi Belanja APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan IV-2016
28
3
Tabel 3.1 Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Komoditas 32
Tabel 3.2 Rekomendasi Rakorwil TPID se-KTI 39
BOKS
1 Rencana Aksi Dinas Pertanian Kota Ternate 43
2 Rencana Aksi Dinas Ketahanan Pangan Kota Ternate 43
3 Rencana Aksi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Ternate 43
4 Rencana Aksi Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Kota Ternate 44
5 Rencana Aksi Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate 44
6 Rencana Aksi Dinas Perhubungan Kota Ternate 44
7 Rencana Aksi BAPELITBANGDA, Administrasi Pembangunan, dan Bina Perekonomian Setda Kota Ternate
44
4
Tabel 4.1 Alokasi Pendapatan Masyarakat per Kategori berdasarkan Penggunaan 52
Tabel 4.2 Jumlah Rekening Perbankan Masyarakat berdasarkan Kelompok Nilai 52
Tabel 4.3 Kondisi Likuiditas Korporasi 54
5
Tabel 5.1 Kegiatan Kas Keliling di Maluku Utara 67
Tabel 5.2 Perkembangan Cek BG Kosong di Maluku Utara 68
6
Tabel 6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara Agustus (ribu jiwa) 72
Tabel 6.2 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua 73
Tabel 6.3 Perkembangan Upah Minimum Provinsi Maluku Utara 75
DAFTAR GAMBAR
3 Gambar 3.1 Kerjasama Antara Daerah “Segitiga Emas Halbar-Ternate-Tidore (SEHaTTi)” 38 7 Gambar 7.1 Perkiraan Sifat Hujan pada Musim Hujan 2016/2017 82
DAFTAR GRAFIK
1 Grafik 1.1 Struktur PDRB Sisi Penggunaan pada Triwulan IV-2016 5 Grafik 1.2 Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga 5 Grafik 1.3 Perkembangan Kredit Konsumsi Lokasi Proyek 5 Grafik 1.4 Rata-Rata Penggunaan Penghasilan Rumah Tangga 6 Grafik 1.5 Perkembangan Konsumsi Semen 7 Grafik 1.6 Perkembangan PMDN di Maluku Utara 8 Grafik 1.7 Perkembangan PMA di Maluku Utara 8 Grafik 1.8 Perkembangan Realisasi Pendapatan dan Belanja
Pemerintah Provinsi Maluku Utara per Triwulan 9
Grafik 1.9 Perkembangan Volume Ekspor Luar Negeri 10 Grafik 1.10 Perkembangan Nilai Ekspor Luar Negeri 10 Grafik 1.11 Perkembangan Volume Impor Luar Negeri 10 Grafik 1.12 Perkembangan Nilai Impor Luar Negeri 10 Grafik 1.13 Perkembangan Ekspor Antar Provinsi Maluku Utara 11 Grafik 1.14 Perkembangan Impor Antar Provinsi Maluku Utara 11 Grafik 1.15 Andil Pertumbuhan Sektoral PDRB Sisi Penawaran Triwulan IV-2016 12 Grafik 1.16 Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran 12 Grafik 1.17 Struktur PDRB Sisi Penawaran 14 Grafik 1.18 Jumlah Tangkapan Ikan 15 Grafik 1.19 Perkembangan Harga Kopra Dunia 15 Grafik 1.20 Indeks Konsumsi Barang-Barang Kebutuhan Tahan Lama 16 Grafik 1.21 Pengeluaran Konsumen untuk Belanja Bahan Makanan 16 Grafik 1.22 Saldo Bersih Realisasi Kinerja Pelaku Usaha Sektor Industri
Pengolahan 18
Grafik 1.23 Perkembangan Pembangunan Smelter di Maluku Utara 18 Grafik 1.24 Perkembangan Ekspor Maluku Utara 19 Grafik 1.25 Perkembangan APBD Provinsi Maluku Utara sisi Pendapatan 19 2 Grafik 2.1 Perubahan Struktur APBD Akun Pendapatan Tahun 2015 dan 2016 23 Grafik 2.2 Perubahan Struktur APBD Akun Belanja Tahun 2015 dan 2016 23 Grafik 2.3 Perkembangan Realisasi Pendapatan Tiap Triwulan 24 Grafik 2.4 Perbandingan Akumulasi Sisi Pendapatan Realisasi APBD Tahun
2015 dan Tahun 2016
26 Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Belanja Tiap Triwulan 26 Grafik 2.6 Perbandingan Sisi Realisasi APBD Tahun 2015 dan Tahun 2016 27 Grafik 2.7 Perkembangan DPK Pemda di Perbankan Maluku Utara (dalam
miliar rupiah)
29 3 Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate dan Nasional 32 Grafik 3.2 Disagregasi Inflasi Maluku Utara 33 Grafik 3.3 Perkembangan Inflasi Rokok 34 Grafik 3.4 Perkembangan Inflasi Bensin 34 Grafik 3.5 Perkembangan Inflasi Angkutan Laut dan Udara 34 Grafik 3.6 Perkembangan Biaya Sandang 35 Grafik 3.7 Perkembangan Harga Makanan Jadi, Ikan Diawetkan, dan Bahan
Makanan Lainnya
35 Grafik 3.8 Perkembangan Harga Ikan Cakalang dan Ikan Kembung 36
vi
Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Terkini Ternate 37 Grafik 3.10 Perkembangan Harga Bahan Bakar Rumah Tangga 37 Grafik 3.11 Perkembangan Harga Cakalang/Sisik dan Cakalang Asap 37 BOKS Grafik 1 Perkembangan Bongkar Muat Cargo Bandara Sultan Babullah (kg) 42 4 Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga pada PDRB Maluku Utara 48
Grafik 4.2 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga pada PDRB Maluku Utara 49 Grafik 4.3 Perkiraan Perkembangan Perubahan Harga dan Proyeksi Inflasi di
Maluku Utara
49 Grafik 4.4 Ekspektasi Konsumen terhadap Kondisi Ekonomi 6 Bulan Mendatang 49 Grafik 4.5 Perkiraan Perkembangan Perubahan Harga dan Proyeksi Inflasi di
Maluku Utara
50 Grafik 4.6 Perkiraan Perkembangan Perubahan Harga berdasarkan Komoditi 50 Grafik 4.7 Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga di Maluku Utara 50 Grafik 4.8 Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan di Maluku
Utara
51 Grafik 4.9 Komposisi DPK Perseorangan di Maluku Utara 51
Grafik 4.10 Pangsa Kredit Perseorangan Berdasarkan Jenis Penggunaan 53
Grafik 4.11 Perkembangan Dunia Usaha per Sektor Ekonomi 54
Grafik 4.12 Perkembangan Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan 55
Grafik 4.13 NPL Kredit Korporasi 56
Grafik 4.14 NPL Kredit Korporasi per Kategori Debitur 56
Grafik 4.15 Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah) 57
Grafik 4.16 Perkembangan DPK (miliar rupiah) 58
Grafik 4.17 Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah) 59
Grafik 4.18 Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara 59
Grafik 4.19 Perkembangan NPL Perbankan di Malut 60
Grafik 4.20 Perkembangan Perbankan Syariah 61
Grafik 4.21 Perkembangan BPR/BPRS (juta rupiah) 62
5
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai di Maluku Utara 66
Grafik 5.2 Perkembangan Kliring di Maluku Utara 68
Grafik 5.3 Perkembangan Jumlah Agen LKD di Maluku Utara 69
6
Grafik 6.1 Perkembangan NTP Maluku Utara 73 Grafik 6.2 NTP Tiap Subsektor di Maluku Utara 74 7 Grafik 7.1 Perkembangan PDRB Malut dan Proyeksinya 78
INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI MALUKU UTARA
A. Inflasi dan PDRB
Tw.4 % yoy Tw.1 % yoy Tw.2 % yoy Tw.3 % yoy Tw.4 % yoy
Indeks Harga Konsumen (Kota Ternate) 128,50 5,07 127,64 5,45 128,46 3,87 129,78 4,05 130,27 1,38
Laju Inflasi Tahunan (yoy %) 4,52 -51,61 5,45 -31,19 3,87 -52,92 4,05 -38,64 1,91 -57,77
PDRB - harga konstan (juta Rp) 5219,40 6,07 5176,39 5,17 5340,98 5,72 5478,46 5,61 5560,49 6,54
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1163,20 0,62 1190,82 1,09 1233,92 2,97 1265,61 5,40 1252,22 7,65
Pertambangan dan Penggalian 493,01 0,94 489,14 -4,27 484,06 -9,85 519,82 0,95 530,49 7,60
Industri Pengolahan 273,75 0,30 301,81 9,88 304,86 10,61 334,22 23,04 320,59 17,11
Pengadaan Listrik dan Gas 5,63 22,66 5,70 31,98 6,11 29,90 5,73 24,99 5,81 3,29
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 4,86 8,03 4,76 7,17 4,97 8,63 4,90 4,48 5,01 3,09
Konstruksi 356,52 12,92 347,98 12,71 353,17 9,70 357,28 4,26 378,02 6,03
Perdagangan Besar dan Eceran, dan
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 926,65 5,56 944,43 6,30 971,30 6,89 1003,57 7,29 997,15 7,61
Transportasi dan Pergudangan 293,19 6,77 297,15 7,79 308,53 7,59 321,31 9,90 322,72 10,07
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 23,33 7,77 24,57 16,59 24,17 11,34 24,92 14,12 25,46 9,12
Informasi dan Komunikasi 227,84 8,73 236,08 9,25 235,42 7,44 245,85 9,60 246,75 8,30
Jasa Keuangan dan Asuransi 158,11 10,80 161,29 10,25 167,68 19,82 166,77 10,96 175,84 11,21
Real Estate 6,29 9,51 6,33 9,68 6,40 9,76 6,52 8,05 6,60 4,97
Jasa Perusahaan 17,86 9,20 17,99 8,18 18,22 8,32 18,75 8,43 18,78 5,17
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 923,87 13,04 813,85 7,02 878,41 10,89 846,75 -1,79 914,57 -1,01
Jasa Pendidikan 187,16 12,21 179,37 8,35 182,20 6,58 191,07 4,38 193,34 3,31
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 114,79 7,50 110,55 5,22 116,45 8,80 119,23 5,62 120,67 5,12
Jasa lainnya 43,37 11,03 44,56 11,35 45,12 10,47 46,16 8,55 46,47 7,13
Nilai Ekspor Nonmigas (USD Juta) 2,93 -5,49 6,90 436,98 0,00 -100,00 13,26 223,53 14,71 401,89
Volume Ekspor Nonmigas (ribu ton) 5,58 -14,39 11,25 329,00 0,00 -100,00 19,16 132,75 15,52 178,21
Nilai Impor Nonmigas (USD Juta) 27,80 334,61 70,23 237,45 64,58 542,68 72,13 2270,61 34,95 25,71
Volume Impor Nonmigas (ribu ton) 43,16 661,20 111,90 688,58 56,23 2366,23 165,56 894,35 57,63 33,52
2015INDIKATOR
2016
x
B. Perbankan
C. Sistem Pembayaran
Tw.4 % yoy Tw.1 % yoy Tw.2 % yoy Tw.3 % yoy Tw.4 % yoy
PERBANKAN
Bank Umum:
Total Aset (Rp miliar) 8120,09 13,61 8078,51 13,70 8252,50 10,92 8224,07 6,41 8461,06 4,20
DPK (Rp miliar) 6229,51 19,41 6501,46 13,20 6511,80 4,42 6248,34 -4,20 6306,79 1,24
- Tabungan 3742,30 14,44 3425,44 14,13 3570,97 16,20 3531,98 4,75 3774,69 0,87
- Giro 1222,78 45,72 1671,90 12,55 1555,70 -15,30 1383,65 -19,09 989,57 -19,07
- Deposito 1264,44 14,17 1404,12 11,76 1385,14 4,41 1332,71 -7,48 1542,53 21,99
Kredit (Rp miliar) 5685,83 12,22 5833,12 12,11 6094,95 12,29 6197,49 12,19 6405,98 12,67
- Modal Kerja 1473,18 10,88 1493,41 8,97 1614,79 10,81 1652,11 13,69 1663,31 12,91
- Konsumsi 3738,04 14,21 3867,20 14,77 4003,24 14,32 4074,35 13,02 4286,91 14,68
- Investasi 474,62 2,02 472,50 2,09 476,91 1,69 471,03 1,11 455,77 -3,97
LDR 91,27 -6,03 89,72 -0,96 93,60 7,54 99,19 17,11 101,57 11,29
Kredit UMKM (Rp miliar) 1614,49 15,41 1599,55 12,03 1714,24 12,80 1744,43 11,54 1751,19 8,47
Kredit Mikro (Rp miliar) 417,68 21,08 463,05 30,27 496,82 34,04 494,31 32,86 491,42 17,65
Kredit Kecil (Rp miliar) 793,85 8,85 788,71 8,29 826,18 8,38 847,24 6,16 872,92 9,96
Kredit Menengah (Rp miliar) 402,96 24,13 347,78 1,11 391,22 1,15 402,88 2,31 386,85 -4,00
NPL 1,83 -20,09 1,91 -24,51 1,86 -20,34 1,97 -4,83 1,66 -9,41
INDIKATOR2015 2016
Tw.3 % yoy Tw.4 % yoy Tw.1 % yoy Tw.2 % yoy Tw.3 % yoy
Inflow (Rp miliar) 388,13 21,63 124,63 -31,00 351,77 5,96 187,12 15,66 486,62 25,38
Outflow (Rp miliar) 831,62 64,78 842,44 23,49 160,92 -23,30 895,74 74,55 456,47 -45,11
Volume Kliring (lembar) 4718,00 -6,07 5132,00 -6,18 5190,00 1,15 5160,00 0,58 4676,00 -0,89
Nominal Kliring (Rp miliar) 237,26 -13,57 265,17 -0,22 260,46 13,07 246,12 3,99 244,49 3,05
Cek/BG Kosong (lembar) 28,00 -31,71 31,00 -16,22 23,00 -25,81 36,00 33,33 32,00 14,29
INDIKATOR2015 2016
SISTEM PEMBAYARAN
xi
Ringkasan Eksekutif
Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 6,54% (yoy)
lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,61% (yoy). Dari sisi
permintaan, akselerasi pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2016 bersumber dari terjaganya
tingkat konsumsi masyarakat dan adanya perbaikan perdagangan luar negeri Maluku Utara
pada triwulan tersebut. Namun demikian, kontraksi konsumsi pemerintah dan perlambatan
konsumsi rumah tangga masih membayangi pertumbuhan tersebut. Sementara itu dari sisi
penawaran, akselerasi pertumbuhan sektor pertanian, pertambangan, dan perdagangan
besar dan eceran menjadi motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-
2016. Kestabilan harga-harga produk pertanian menjaga pendapatan petani dari subsektor
tabama dan hortikultura pada level yang baik. Selain itu, peningkatan permintaan produk
rempah-rempah dan kopra dari Jawa Timur menyebabkan pendapatan dari subsektor
tanaman perkebunan tersebut pada level yang tinggi.
Pada triwulan berjalan diperkirakan akan terjadi perlambatan pertumbuhan meski
tidak terlalu signifikan, seiring dengan terhambatnya pengesahan APBD yang menimbulkan
dampak lanjutan pada tertundanya pembangunan beberapa infrastruktur dan tertundanya
pembayaran kewajiban pada pihak ketiga yang cukup besar. Pertumbuhan ekonomi pada
triwulan I-2017 diperkirakan melambat dibanding triwulan IV-2016. Adapun
pertumbuhan tersebut diestimasikan sebesar 5,66% (yoy) – 6,06% (yoy) dengan
kecenderungan bias ke atas.
Keuangan Pemerintah
Pada triwulan IV-2016, realisasi pendapatan pemerintah tumbuh negatif 19,65%
(yoy) dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hal ini didorong oleh nilai
realisasi PAD yang mengalami penurunan.
Sementara itu, penurunan pendapatan juga berdampak pada penurunan realisasi
belanja APBD triwulan IV-2016 yang terkontraksi lebih dalam dibandingkan triwulan III-2016
dari terkontraksi 7,25% (yoy) menjadi 17,12% (yoy). Kendati demikian, realisasi akumulai
belanja pada tahun 2016 lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya.
xii
Inflasi Daerah
Terjaganya ketersediaan pangan berkat melimpahnya hasil tangkapan ikan laut
dibarengi adanya panen komoditas barito menjaga tingkat inflasi Kota Ternate pada tingkat
yang rendah. Adanya kerjasama antar daerah juga memberikan andil dalam menjaga tingkat
inflasi. Dengan demikian, inflasi Kota Ternate pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 1,91%
(yoy). Angka ini lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar
4,05% (yoy).
Rendahnya tekanan inflasi pada triwulan IV-2016 diestimasikan tidak berlanjut pada
triwulan I-2017. Pola musiman ikan tangkap yang menunjukkan keterbatasan pasokan
diawal tahun perlu menjadi perhatian, terutama setelah harga komoditas ikan segar seperti
ikan cakalang dan kembung yang sudah turun di akhir tahun 2016. Dengan demikian, inflasi
hingga akhir triwulan I-2017 diperkirakan berada pada kisaran 2,50% ±1% (yoy).
Analisis Stabilitas Keuangan Daerah
Meskipun konsumsi rumah tangga tumbuh melambat, ketahanan sektor rumah
tangga masih dalam tren yang terkendali. Risiko kredit dari sektor rumah tangga tercatat
pada level yang rendah. NPL pada sektor tersebut tercatat hanya sebesar 0,47% lebih
rendah dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 0,52%.
Sementara itu, stabilitas keuangan sektor korporasi masih terjaga walaupun tumbuh
melambat. Risiko kredit sektor korporasi menunjukan perbaikan dengan rasio di bawah 5%.
Namun demikian, pertumbuhan perbankan syariah berada pada level yang sangat rendah
dan perlu menjadi perhatian untuk ke depan. NPL sektor korporasi tercatat mengalami
perbaikan dari 4,74% menjadi 4,06%.
Perkembangan Sistem Pembayaran
Dari sisi sistem pembayaran tunai, aliran uang kartal pada triwulan IV-2016 di
Maluku Utara tercatat net-ouflow. Pada triwulan IV-2016, aliran uang keluar (outflow)
tercatat sebesar Rp737,04 miliar, sementara aliran uang masuk (inflow) sebesar Rp237,28
miliar sehingga menghasilkan net outflow sebesar Rp499,76 miliar. Peningkatan net-outflow
terjadi karena adanya pola traksaksi ekonomi yang meningkat pada akhir tahun. Sementara
itu, fasilitas kliring pada periode triwulan IV-2016 tercatat sebesar Rp252,73 miliar
xiii
Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan
Kesejahteraan masyarakat Provinsi Maluku Utara terindikasi mengalami
penurunan. Pada triwulan laporan, NTP Maluku Utara memiliki nilai lebih rendah daripada
NTP Nasional. Maluku Utara mengalami penurunan NTP terbesar di wilayah Sulampua
(Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat). Tingkat kemiskinan di Maluku
Utara per September 2016 juga masih tercatat mengalami peningkatan menjadi 76,40 ribu
orang dari 72,65 ribu orang pada periode waktu setahun sebelumnya. Namun demikian,
tingkat ketimpangan pengeluaran di Maluku Utara yang tercermin dalam gini ratio
menunjukkan tingkat yang sangat rendah, bahkan Maluku Utara termasuk tiga terendah
secara nasional.
Prospek Perekonomian
Perekonomian Maluku Utara pada triwulan II-2017 diperkirakan tumbuh
meningkat dari triwulan berjalan dan berada pada kisaran 5,89% - 6,39% (yoy) dengan
kecenderungan bias ke bawah. Dari sisi permintaan, akselerasi akan terjadi pada
konsumsi rumah tangga seiring pergeseran hari raya Idul Fitri serta komponen ekspor
seiring meningkatnya produksi komoditas unggulan. Dari sisi penawaran, pertumbuhan
ekonomi dipicu dari membaiknya kinerja sektor utama khususnya sektor perdagangan besar
dan eceran, sektor pertambangan, dan sektor administrasi pemerintah.
Relaksasi UU Minerba diperkirakan menjadi akselerator pertumbuhan pada tahun ini.
Sementara itu, masih terbatasnya kapasitas fiskal diperkirakan kembali menjadi risiko
penghambat pertumbuhan ekonomi Maluku Utara. Dengan mempertimbangkan kondisi
tersebut, pertumbuhan tahun 2017 diperkirakan lebih tinggi dari 2016, yakni mencapai
kisaran 5,88% (yoy) – 6,28% (yoy).
Tekanan inflasi kota Ternate pada triwulan II-2017 diperkirakan berada pada
kisaran 4,32% ± 1% (yoy) atau mengalami peningkatan dibanding inflasi triwulan
berjalan. Penyesuaian tarif listrik dan pergeseran periode puncak konsumsi masyarakat
menjadi penyebab kondisi tersebut. Sementara itu, tren peningkatan harga minyak dunia
ditengarai dapat menjadi risiko utama pemicu tekanan inflasi sepanjang 2017. Dengan
memperhatikan risiko-risiko tersebut, inflasi pada 2017 diperkirakan mencapai 4,21%
± 1% (yoy).
xiv
Perekonomian Maluku Utara pada triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 6,54% (yoy),
terakselerasi dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang
sebesar 5,61% (yoy). Akselerasi pertumbuhan Maluku Utara dari sisi permintaan
terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga yang terjaga, meningkatnya ekspor
luar negeri, dan berkurangnya impor luar negeri.
Perekonomian Maluku Utara pada triwulan berjalan diperkirakan akan mengalami
perlambatan pertumbuhan. Realisasi belanja pemerintah yang terhambat, akan
memberikan dampak ke melambatnya pertumbuhan beberapa sektor antara lain
sektor konstruksi, sektor jasa keuangan, serta administrasi pemerintahan. Hal
tersebut diperkirakan akan menjadi faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan
pada triwulan I-2017.
Pertumbuhan yoy
Tw-IV 2016
6,54%
BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI
“Perekonomian Maluku Utara Tumbuh
Meningkat”
Pertumbuhan qtq
Tw III-2016
1,50%
2
1.1 Kondisi Umum
Ekonomi Maluku Utara pada triwulan IV-2016 meningkat dibandingkan triwulan III-2016.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar 6,54% (yoy) lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,61% (yoy). Dari sisi permintaan, akselerasi
pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2016 bersumber dari terjaganya tingkat konsumsi
masyarakat dan adanya perbaikan perdagangan luar negeri Maluku Utara pada triwulan
tersebut. Namun demikian, kontraksi konsumsi pemerintah dan perlambatan konsumsi rumah
tangga masih membayangi pertumbuhan tersebut.
Dari sisi penawaran, akselerasi pertumbuhan sektor pertanian, pertambangan, dan
perdagangan besar dan eceran menjadi motor utama penggerak pertumbuhan ekonomi pada
triwulan IV-2016. Kestabilan harga-harga produk pertanian menjaga pendapatan petani dari
subsektor tabama dan hortikultura pada level yang baik. Selain itu, peningkatan permintaan
produk rempah-rempah dan kopra dari Jawa Timur menyebabkan pendapatan dari subsektor
tanaman perkebunan tersebut pada level yang tinggi. Peningkatan permintaan tersebut juga
mendorong akselerasi pertumbuhan pada sektor perdagangan besar dan eceran. Dari sisi
pertambangan, dengan bertambahnya satu smelter pengolahan nikel yang beroperasi di
Maluku Utara dan rencana relaksasi UU Minerba, khususnya terkait pemberian izin ekspor
mineral mentah, mendorong perusahaan-perusahaan tambang untuk meningkatkan target
produksinya di triwulan IV-2016. Berdasarkan informasi dari hasil liaison, BUMN yang bergerak
di bidang pertambangan nikel meningkatkan target produksinya dari 1,6 juta ton/tahun menjadi
hampir 10 juta ton/tahun.
Pada triwulan berjalan diperkirakan akan terjadi perlambatan pertumbuhan meski tidak
terlalu signifikan, seiring dengan terhambatnya pengesahan APBD yang menimbulkan dampak
lanjutan pada tertundanya pembangunan beberapa infrastruktur dan tertundanya pembayaran
kewajiban pada pihak ketiga yang cukup besar. Pertumbuhan ekonomi pada triwulan I-2017
diperkirakan melambat dibanding triwulan IV-2016. Adapun pertumbuhan tersebut
diestimasikan sebesar 5,86% (yoy) dengan kecenderungan bias ke atas. Dari sisi permintaan,
perlambatan pertumbuhan konsumsi pemerintah dan masih lambatnya investasi daerah
diperkirakan menjadi penghambat utama akselerasi pertumbuhan ekonomi Maluku Utara pada
triwulan I-2017. Dari sisi penawaran, risiko perlambatan muncul hampir di seluruh sektor, antara
lain telah berakhirnya masa panen produk rempah-rempah dan kelapa, tertundanya realisasi
proyek pemerintah yang berdampak pada melambatnya pertumbuhan sektor konstruksi,
3
berakhirnya musim liburan yang menyebabkan pertumbuhan sektor transportasi dan
pergudangan juga melambat, serta pertumbuhan sektor administrasi pemerintahan yang masih
lambat. Risiko yang perlu mendapat perhatian lebih adalah berlarut-larutnya proses
pengesahan APBD dan sengkarut kondisi politik di tingkat provinsi, berpotensi menghambat
pertumbuhan ekonomi lebih dalam lagi, sebab realisasi program pemerintah menjadi tidak
berjalan sebagaimana mestinya.
Ditengah perlambatan pertumbuhan yang berlangsung, sampai dengan triwulan IV-
2017, Maluku Utara memiliki potensi untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonominya.
Diberikannya izin ekspor nikel mentah, mulai beroperasinya dua pabrik smelter, peningkatan
rencana proyek pemerintah pusat di Maluku Utara, dan tren perbaikan perdagangan antar
daerah diperkirakan menjadi pendorong utama akselerasi pertumbuhan Maluku Utara.
Berdasarkan perkembangan ekonomi tersebut diatas, maka perekonomian Maluku Utara pada
tahun 2017 diperkirakan tumbuh pada kisaran 5,78% - 6,28% (yoy) dengan kecenderungan
bias ke atas.
1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan, akselerasi pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2016 bersumber dari
perbaikan perdagangan luar negeri dan antar daerah Maluku Utara pada triwulan tersebut.
Pertumbuhan pada kedua sektor tersebut menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan.
Bahkan pertumbuhan sektor net perdagangan antar daerah yang sebelumnya terkontraksi
cukup dalam, pada triwulan IV-2016 ini tercatat tumbuh cukup tinggi yakni 6,58% (yoy).
Pertumbuhan impor luar negeri juga tercatat menurun secara signifikan, sehingga nilai
perdagangan luar negeri Maluku Utara tercatat tumbuh positif. Namun demikian, kontraksi
konsumsi pemerintah dan perlambatan konsumsi rumah tangga masih membayangi
pertumbuhan tersebut.
4
Tabel 1.1 Pertumbuhan dan Andil PDRB Sisi Penggunaan
Tw III 2016 Tw IV 2016 Tw III 2016 Tw IV 2016
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5,34 4,82 3,11 2,78
Pengeluaran Konsumsi LNPRT 4,38 3,08 0,05 0,04
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 0,67 -0,76 0,21 -0,29
Pembentukan Modal Tetap Bruto 8,95 4,63 2,48 1,29
Perubahan Inventori -92,14 -103,34 0,25 -0,10
Ekspor Luar Negeri 271,37 309,68 6,69 8,57
Impor Luar Negeri 1565,33 20,32 203,04 1,29
Net Ekspor Antar Daerah -46,29 6,58 3,45 -1,43
P D R B 5,61 6,54
KomponenPertumbuhan (%) Andil (%)
Berdasarkan perkembangan tersebut, struktur perekonomian Maluku Utara dari sisi
permintaan pada triwulan IV-2016 masih didominasi oleh konsumsi, khususnya konsumsi
rumah tangga yang meski mengalami penurunan namun pangsanya masih sebesar 57,57%.
Pangsa terbesar kedua berasal dari konsumsi pemerintah yang meningkat menjadi 38,68% dari
keseluruhan PDRB Maluku Utara, meningkat dari triwulan sebelumnya yang hanya 31,11%.
Sementara itu pangsa komponen investasi (PMTB) adalah sebesar 27,78% tidak banyak
berubah dari pangsanya pada triwulan III-2016 yang mencapai 27,68%. Selanjutnya, kinerja
ekspor Maluku Utara masih belum terlalu banyak mengalami perbaikan akibat belum
berlangsungnya produksi dari smelter nikel baru di Pulau Obi, dengan kondisi demikian pangsa
ekspor luar negeri Maluku Utara masih berkisar 2,77% sedikit meningkat dari sebelumnya yang
sebesar 2,46%. Sementara, pangsa impor luar negeri yang didominasi oleh impor bahan baku
pengolahan smelter menunjukkan penurunan pangsa pasca selesainya pembangunan smelter
Pulau Obi, turun dari 12,97% pada triwulan sebelumnya, menjadi 6,36% pada triwulan IV-2016.
Lebih jauh lagi, masih tingginya ketergantungan Maluku Utara terhadap pasokan dari luar
provinsi menyebabkan terjadinya net impor antar daerah yang tercatat meningkat menjadi
sebesar 21,71%, yang menjadi pangsa negatif bagi struktur perekonomian Maluku Utara.
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
5
Grafik 1.1 Struktur PDRB Sisi Penggunaan pada Triwulan IV-2016
1.2.1 Konsumsi Masyarakat dan LNPRT
Konsumsi rumah tangga pada triwulan IV-2016 terpantau masih terjaga meski
mengalami perlambatan, dari 5,34% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 4,82% (yoy) pada
triwulan IV-2016. Sementara itu, konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga
(LNPRT) pada triwulan IV-2016 tumbuh 3,08% (yoy), mengalami perlambatan dari triwulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 4,38% (yoy). Dengan kondisi pertumbuhan yang demikian,
konsumsi masyarakat memberikan andil sebesar 2,81% pada pertumbuhan ekonomi Maluku
Utara.
Konsumsi rumah tangga yang melambat dari triwulan IV-2016 dipengaruhi oleh
menurunnya indeks pendapatan rumah tangga.. Berdasarkan rilis BPS Provinsi Maluku Utara,
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Grafik 1.2 Perkembangan Pendapatan Rumah
Tangga
Sumber : LBU, diolah Grafik 1.3 Perkembangan Kredit Konsumsi
Lokasi Proyek
6
indeks pendapatan rumah tangga terkoreksi dari 107,15 pada triwulan sebelumnya, menjadi
105,14 pada triwulan IV-2016. Hal ini salah satunya ditengarai sebagai dampak dari
terhambatnya pembayaran PNS serta beberapa vendor pemerintah provinsi akibat terbatasnya
APBD Provinsi Maluku Utara. Di samping itu, berdasarkan hasil Survei Konsumen Bank
Indonesia, pada triwulan IV-2016, rata-rata penghasilan rumah tangga lebih banyak
dialokasikan untuk tabungan dengan pangsa 31,1% meningkat dibanding triwulan sebelumnya
yang hanya 27,5% sementara itu alokasi untuk konsumsi ditekan menjadi 53,5% lebih rendah
dari triwulan sebelumnya yang memiliki pangsa sebesar 61,9%.
Grafik 1.4 Rata-Rata Penggunaan Penghasilan Rumah Tangga
Pada triwulan sebelumnya, tingkat konsumsi masyarakat terpantau juga mengalami
perlambatan pasca berakhirnya berbagai kegiatan kemasyarakatan seperti syukuran
keberangkatan dan kepulangan haji, serta perayaan Idul Adha. Perlambatan tersebut masih
berlanjut hingga triwulan IV-2016, dimana tren perbaikan ekonomi yang meski terus berjalan
namun masih lambat, serta tidak adanya tambahan insentif pendapatan. Pada triwulan berjalan,
diperkirakan kondisi perekonomian akan sedikit melambat. Namun demikian, meskipun
konsumsi masyarakat mengalami perlambatan, Survei Konsumen Bank Indonesia
mengindikasikan pertumbuhan ekonomi pada triwulan berjalan ekspektasi dan keyakinan
konsumen masih dalam rentang optimistis.
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)
Pertumbuhan investasi atau modal tetap domestik bruto (PMTB) pada triwulan IV-2016
tercatat sebesar 4,63% (yoy) melambat dari triwulan sebelumnya sebesar 8,95% (yoy).
Investasi di Maluku Utara utamanya didorong oleh pembangunan smelter, pembangunan cold
storage, dan proyek infrastruktur pemerintah. Perlambatan pertumbuhan ekonomi secara
Sumber : Survei Konsumen Bank Indonesia
7
nasional turut menekan pertumbuhan investasi di Maluku Utara, PMA dan PMDN juga
terpantau melambat pertumbuhannya. Berdasarkan data BKPM, pada triwulan IV-2016,
investasi dalam negeri yang berlokasi proyek di Maluku Utara tercatat sebanyak 1 investasi
dengan nilai sebesar Rp5 miliar atau meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang
realisasinya hanya sebesar Rp3,3 miliar. Sementara untuk PMA, tercatat terdapat 16 investasi
dengan nilai 148 miliar USD atau melambat dibanding triwulan sebelumnya yang realisasinya
mencapai 181,95 miliar USD.
Pertumbuhan pengadaan semen, yang biasanya menjadi indikator laju pertumbuhan
investasi di Maluku Utara juga terpantau berada dalam tren perlambatan, setelah menurun dari
74,87% pada triwulan II-2016 menjadi 14,90% pada triwulan III-2016, kini pada triwulan IV-2016
menjadi 12,72%. Upaya promosi investasi dan optimalisasi PTSP guna meningkatkan indeks
kemudahan berusaha di Maluku Utara harus terus ditingkatkan. Berdasarkan rilis BKPM, posisi
hingga September 2016, dari sisi nilai investasi PMDN Maluku Utara berada pada peringkat 31
dari 33 provinsi, sementara PMA pada peringkat 14 dari 34 provinsi. Kemudian, pada posisi
Desember 2016, kondisi tersebut mengalami penurunan dimana Maluku Utara berada pada
peringkat 33 dari 34 provinsi dari total nilai realisasi PMDN dan peringkat 13 dari 34 provinsi
untuk total nilai realisasi PMA. Meskipun berdasarkan penelitian dari Lee Kuan Yew School of
Public Policy, peringkat daya saing Maluku Utara berada pada peringkat 32 dari 33 provinsi,
namun realisasi PMA Maluku Utara menunjukkan tren peningkatan.
Grafik 1.5 Perkembangan Konsumsi Semen
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (ASI)
8
Grafik 1.6 Perkembangan PMDN di Maluku Utara Grafik 1.7 Perkembangan PMA di Maluku Utara
.
1.2.3 Pengeluaran Pemerintah
Masih adanya pembayaran kewajiban kepada pihak ketiga yang tertunda oleh
Pemerintah Provinsi Maluku Utara, serta minimnya penerimaan PAD menekan pertumbuhan
konsumsi pemerintah pada triwulan IV-2016. Secara tahunan, konsumsi pemerintah pada
triwulan IV-2016 terkontraksi sebesar 0,76% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 0,67% (yoy). Belanja pemerintah yang cukup gencar pada triwulan I dan II
2016 menyebabkan realisasi belanja pada triwulan III-2016 menyusut dibanding periode-
periode sebelumnya, demikian juga pada triwulan IV-2016 yang menyusut lebih dalam
dibanding periode sebelumnya. Namun demikian, belanja yang gencar tersebut tidak diimbangi
dengan aksi pengumpulan pendapatan yang lebih gencar lagi menyebabkan APBD Pemerintah
Provinsi pada triwulan IV-2016 juga masih tercatat defisit.
Pada triwulan berjalan, diperkirakan pertumbuhan konsumsi pemerintah akan terkoreksi
cukup dalam sehubungan dengan belum disetujuinya APBD-2017 Pemerintah Provinsi Maluku
Utara oleh Kementerian Dalam Negeri. Sengkarut pembahasan APBD diperkirakan
memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap pertumbuhan sektor ini. Pemerintah pusat
yang berupaya untuk mempercepat penyaluran dana transfer 2017 guna mendorong
percepatan realisasi diharapkan akan disambut oleh akselerasi realisasi program oleh
pemerintah daerah, agar multiplier effect yang bersumber dari belanja pemerintah berlangsung
lebih awal
Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah Sumber: Badan Koordinasi Penanaman Modal, diolah
9
1.2.4 Kegiatan Ekspor – Impor
Pada triwulan IV-2016, komponen ekspor luar negeri dalam PDRB tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 309,68% (yoy), meningkat signifikan dibanding triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 271,37% (yoy). Produksi smelter perusahaan pertambangan swasta di Pulau
Gebe yang terus berlangsung, mendorong peningkatan ekspor luar negeri Maluku Utara,
berdasarkan data BPS, Provinsi Maluku Utara tercatat melakukan ekspor dengan nilai sebesar
14,70 juta USD pada triwulan IV-2016.
Di lain sisi, pada triwulan IV-2016 pertumbuhan impor luar negeri tercatat melambat
cukup signifikan, menjadi sebesar 20,32% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh
sebesar 1565,33% (yoy). Berdasarkan data BPS Provinsi Maluku Utara, komoditas impor luar
negeri masih didominasi oleh mesin dan pesawat mekanik (21,54 juta USD), bahan bakar
mineral (7,79 juta USD), perangkat listrik, dan semen. Impor luar negeri tersebut terutama akan
digunakan untuk penyelesaian pembangunan smelter dan pembangkit listrik.
Grafik 1.8 Perkembangan Realisasi Pendapatan dan Belanja
Pemerintah Provinsi Maluku Utara per Triwulan
10
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.11 Perkembangan Volume Impor Luar Negeri Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.12 Perkembangan Nilai Impor Luar
Negeri
Ditilik dari sisi perdagangan antar daerah, seiring dengan meningkatnya produksi sektor
pertanian dan sektor industri pengolahan, pertumbuhan ekspor antar daerah cenderung
mengalami peningkatan. Sementara adanya gangguan cuaca terhadap tanaman pangan lokal
pada triwulan IV-2016, menyebabkan tren penurunan impor antar provinsi pada tiga triwulan
belakangan harus berakhir. Pada triwulan IV-2016 tercatat impor antar provinsi mengalami
peningkatan pertumbuhan. Kondisi yang demikian, menyebabkan secara keseluruhan Maluku
Utara tercatat mengalami net impor antar daerah. Net impor tercatat tumbuh 6,58% (yoy) pada
triwulan IV-2016, setelah sebelumnya terkontraksi 46,29% (yoy) pada triwulan III-2016 karena
ekspor antar daerah yang terus membaik.
Grafik 1.9 Perkembangan Volume Ekspor Luar
Negeri
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.10 Perkembangan Nilai Ekspor Luar Negeri
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
11
Grafik 1.13 Perkembangan Ekspor Antar Provinsi Maluku Utara
Grafik 1.14 Perkembangan Impor Antar Provinsi Maluku Utara
Dengan demikian, neraca perdagangan Maluku Utara secara keseluruhan (antar daerah
dan luar negeri) pada triwulan IV-2016 mengalami net impor sebesar Rp1.311,6 miliar. Secara
tahunan, net impor mengalami perlambatan dari triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 19,94%
(yoy) menjadi 0,18% (yoy). Pada triwulan berjalan, net impor diperkirakan semakin melambat,
seiring implementasi relaksasi UU Minerba dan peningkatan produksi smelter yang diperkirakan
akan meningkatkan ekspor Maluku Utara secara cukup signifikan. Selain itu, peningkatan
produksi tanaman pangan lokal dan penguatan kerjasama antar daerah di wilayah Maluku
Utara, diperkirakan akan semakin mengurangi ketergantungan provinsi ini terhadap produk
impor dari provinsi lain.
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Penawaran
Pada triwulan IV-2016, akselerasi pertumbuhan perekonomian Maluku Utara, dari sisi
penawaran, terutama dipengaruhi oleh peningkatan yang cukup signifikan pada sektor
pertanian, sektor pertambangan, dan sektor konstruksi. Sektor-sektor utama tersebut tercatat
mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan, sektor pertanian sebagai sektor dengan
pangsa terbesar tercatat tumbuh 7,65% (yoy) pada triwulan IV-2016 menyusul adanya
peningkatan produksi tanaman perkebunan baik kelapa maupun rempah, rempah. Selain itu,
peningkatan produksi perusahaan-perusahaan tambang juga mendorong peningkatan
pertumbuhan sektor pertambangan secara cukup signifikan, yakni menjadi 7,60% (yoy) pada
triwulan IV-2016. Lebih jauh lagi, sektor konstruksi yang tercatat sempat tumbuh melambat
pada triwulan sebelumnya, pada triwulan IV-2016 menunjukkan perbaikan kinerja pasca
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
12
penyelesaian sebagian pembayaran kewajiban kepada pelaksana pekerjaan proyek-proyek
infrastruktur, sektor ini tumbuh 6,03% (yoy) pada triwulan IV-2016.
Grafik 1.15 Andil Pertumbuhan Sektoral PDRB Sisi Penawaran Triwulan IV-2016
Grafik 1.16 Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran
Secara umum, pertumbuhan sektor-sektor utama menunjukkan peningkatan yang cukup
signifikan. Sektor pertanian, mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,65% (yoy) pada triwulan IV-
2016, setelah pada triwulan III-2016 hanya tumbuh sebesar 5,40% (yoy). Sektor pertambangan,
yang sudah mulai pulih ini, pada triwulan IV-2016 mencatatkan pertumbuhan sebesar 7,60%
(yoy) setelah pada triwulan sebelumnya hanya tumbuh sebesar 0,95% (yoy). Selanjutnya,
sektor perdagangan besar dan eceran, meskipun peningkatan pertumbuhannya tidak terlalu
signifikan, namun pada triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 7,61% (yoy) lebih tinggi dari triwulan
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
13
sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,29% (yoy). Selain itu, sektor konstruksi dan sektor
transportasi dan pergudangan juga mencatatkan peningkatan pertumbuhan. Sektor tersebut
masing-masing mencatatkan pertumbuhan sebesar 6,03% (yoy) dan 10,07% (yoy) pada
triwulan IV-2016, lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,26% (yoy)
dan 9,90% (yoy).
Ditengah perbaikan perekonomian Maluku Utara, pertumbuhan sektor industri
pengolahan yang selama tiga triwulan terakhir menunjukkan tren peningkatan yang cukup
signifikan, namun di triwulan IV-2016 ini justru melambat pertumbuhannya, meskipun masih
tetap tinggi. Sektor ini tercatat tumbuh sebesar 17,11% (yoy), melambat dari triwulan
sebelumnya yang tumbuh hingga 23,04% (yoy). Sementara, kontraksi pada sektor administrasi
pemerintahan, masih terus berlanjut pada triwulan IV-2016 ini. Setelah pada triwulan III-2016
lalu sektor administrasi pemerintahan tercatat terkontraksi 1,79% (yoy), pada triwulan IV-2016
sektor ini terkontraksi sebesar 1,01% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan pada triwulan IV-2016 terpantau cukup signifikan, yang
ditengarai didorong oleh peningkatan pertumbuhan sektor-sektor ekstraktif. Kondisi demikian
menimbulkan kerentanan terhadap pertumbuhan perekonomian Maluku Utara, sebab harga-
harga komoditas pada sektor ekstraktif tersebut cenderung berfluktuasi. Guna memitigasi risiko
kerentanan tersebut, pemerintah daerah perlu merancang strategi pembangunan ekonomi
Maluku Utara yang lebih berkesinambungan. Seiring peningkatan promosi pariwisata Maluku
Utara dan penetapan Morotai sebagai 10 Destinasi Pariwisata Prioritas, sektor transportasi dan
sektor akomodasi dan makanan minuman memiliki potensi untuk terus dioptimalkan
pertumbuhannya. Invetasi di sektor ini tercatat sedang dalam tren meningkat, adanya
pembangunan beberapa resort di Pulau Morotai, Pulau Widi, dan rencana pembukaan
beberapa rute penerbangan baru, dapat menjadi pemicu awal akselerasi sektor ini. Selain itu,
sektor industri pengolahan juga perlu untuk terus didorong melalu promosi-promosi investasi,
pada tahun 2016 lalu sudah ada investasi dari untuk pabrik pengepakan semen, pabrik smelter,
dan pabrik pengolahan bijih besi. Pada tahun 2017, diharapkan adanya promosi investasi yang
lebih gencar dan dibarengi dengan peningkatan efisiensi pengurusan izin investasi akan
mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi Maluku Utara secara lebih baik lagi.
14
Di tengah pembangunan ekonomi yang terus berlangsung di Maluku Utara yang disertai
berbagai fluktuasi pertumbuhan sektoral, secara umum struktur perekonomian Maluku Utara
pada triwulan IV-2016 tidak banyak mengalami perubahan. Sektor pertanian, kehutanan, dan
perikanan masih mendominasi dengan pangsa sebesar 24,31% dari total PDRB. Disusul oleh
sektor perdagangan besar dan eceran dengan pangsa sebesar 17,40% dari total PDRB.
Sementara itu, sektor administrasi pemerintah yang meskipun pada triwulan IV-2016
mengalami kontraksi cukup dalam, masih memiliki pangsa sebesar 16,67%. Sedangkan sektor
pertambangan yang selama ini terus mengalami kontraksi, pada triwulan III-2016 dan triwulan
IV-2016 menunjukkan pertumbuhan yang positif dan mengambil sebagian pangsa sektor
pertanian, sehingga sektor pertambangan kini memiliki pangsa sebesar 8,72%, lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang hanya 8,63%. Sementara akumulasi dari sektor-sektor lainnya
pangsanya hanya sebesar 32,90% dengan struktur yang juga tidak banyak bergeser.
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pada triwulan IV-2016, sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan tumbuh sebesar
7,65% (yoy) meningkat cukup signifikan dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar
5,40% (yoy). Akselerasi ini terutama didorong oleh meningkatnya pasokan ikan, puncak panen
tanaman hortikultura, khususnya aneka cabai dan bawang yang berlangsung selama bulan
Oktober, serta peningkatan produksi tanaman perkebunan, baik itu kelapa maupun rempah-
rempah. Meski sempat terganggu oleh fenomena La Nina, namun demikian hasil panen ikan,
hortikultura, dan perkebunan rakyat masih memberikan hasil yang sangat baik. Penjadwalan
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.17 Struktur PDRB Sisi Penawaran
15
masa tanam yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah nampaknya semakin menunjukkan
hasil yang positif. Penjadwalan masa tanam tersebut menyebabkan masa panen yang tidak
bersamaan di setiap daerahnya, sehingga petani dari masing-masing daerah dapat menikmati
harga yang optimal dan masyarakat mendapat pasokan dan harga yang lebih stabil. Dari
subsektor perkebunan produksi kelapa juga diperkirakan tetap meningkat seiring harga kopra
yang terus menunjukan tren positif.
Tinggi gelombang yang relatif stabil serta kembali normalnya suhu air laut pasca El Nino
2015 menjadi faktor pendorong laju pertumbuhan subsektor perikanan. Sehingga subsektor ini
memberikan sumbangan yang cukup besar pada pertumbuhan sektor pertanian. Berdasarkan
data PPN Ternate, hasil tangkapan ikan selama triwulan IV-2016 yang mulai membaik pasca
terkontraksi cukup dalam pertumbuhannya. Pada triwulan IV-2016 tercatat hasil tangkapan ikan
sebanyak 1795 ton atau terkontraksi 8,19%, jauh membaik dari triwulan sebelumnya yang
kontraksinya mencapai 31,13%.
Pada triwulan berjalan, akselerasi pada sektor pertanian diperkirakan tidak berlanjut.
Seiring berakhirnya puncak panen tanaman pangan, aneka tanaman hortikultura, dan
perkebunan rakyat, pertumbuhan sektor ini diperkirakan melambat pada triwulan I-2017. Hal ini
didukung dengan hasil SKDU Bank Indonesia yang mencatat saldo bersih tertimbang
ekspektasi harga jual sektor pertanian yang diperkirakan tidak mengalami peningkatan. Pada
survei tersebut, saldo bersih ekspektasi kinerja sektor pertanian tercatat turun dari 7 menjadi
7,45 menjadi 0.
Grafik 1.18 Jumlah Tangkapan Ikan Grafik 1.19 Perkembangan Harga Kopra Dunia
Sumber: PPN Ternate, diolah Sumber: Index Mundi, diolah
16
1.3.2 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor tumbuh
sebesar 7,61% (yoy) pada triwulan IV-2016, lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya
yang mencapai 7,29% (yoy). Persiapan masyarakat jelang perayaan Natal dan Tahun Baru
memberikan dampak pada peningkatan pertumbuhan sektor ini dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya. Pola kebiasaan masyarakat untuk memperbaharui perabot rumah tangga
dan beberapa barang rumah tangga dengan barang baru di awal tahun ditengarai menjadi
pendorong peningkatan pertumbuhan sektor ini. Di samping itu, adanya peningkatan produksi
komoditas ekspor dari sektor perkebunan telah memacu aktivitas perdagangan untuk keperluan
ekspor sehingga meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebelumnya.
Pada triwulan IV-2016, kecenderungan belanja masyarakat terindikasi meningkat,
utamanya untuk pembelian barang-barang kebutuhan tahan lama seperti sandang, perabot,
dan kendaraan. Berdasarkan survei konsumen Bank Indonesia, tendensi pengeluaran
konsumen untuk belanja bahan makanan cenderung menurun, dari 163 menjadi 158.
Sementara itu, tendensi masyarakat untuk membeli barang-barang tahan lama justru tercatat
mengalami peningkatan signifikan dari 95 menjadi 118. Perilaku konsumen Maluku Utara yang
cenderung untuk memberil barang-barang baru jelang tahun baru ditengarai menjadi penyebab
peningkatan tersebut.
Sektor perdagangan besar dan eceran, menjadi salah satu sektor yang terus
berkembang di Maluku Utara. Peningkatan pendapatan masyarakat secara umum dan semakin
meningkatnya masyarakat berpendapatan menengah mendorong tumbuhnya pusat-pusat
perbelanjaan baru dan memicu peningkatan penjualan para pelaku usaha di sektor ini. Selain
Grafik 1.20 Indeks Konsumsi Barang-Barang Kebutuhan Tahan Lama
Grafik 1.21 Pengeluaran Konsumen untuk Belanja Bahan Makanan
Sumber: SK Bank Indonesia, diolah Sumber: SK Bank Indonesia, diolah
17
itu, produktivitas perkebunan rakyat yang menghasilkan kelapa, cengkih, dan pala juga masih
terjaga dengan baik, sehingga perdagangan antar wilayah tumbuh dengan baik. Terlebih lagi
pada triwulan III-2016 lalu, pemerintah daerah di Maluku Utara juga menjalin kerjasama dengan
Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk mendorong akselerasi perdagangan antar kedua
wilayah tersebut.
Sektor perdagangan diperkirakan mengalami akselerasu pada triwulan I-2017, seiring
dengan adanya perbaikan daya beli masyarakat pasca adanya kenaikan UMP yang cukup
signifikan. Tingkat inflasi yang sangat terkendali juga diperkirakan turut mendukung akselerasi
sektor ini pada triwulan perdana di tahun 2017 ini. Hasil survei konsumen menunjukkan
memperkuat perkiraan tersebut, dimana indeks ekspektasi pengeluaran 3 bulan mendatang
tercatat meningkat dari 155,6 menjadi 160.
1.3.3 Sektor Industri Pengolahan
Pasca tumbuh signifikan hingga 23,04% (yoy) pada triwulan sebelumnya, sektor industri
pengolahan pada triwulan IV-2016 tumbuh melambat menjadi sebesar 17,11% (yoy). Meski
demikian, sektor ini masih menunjukkan performa yang baik pasca dibangunnya beberapa
pabrik smelter di Maluku Utara. Perlambatan tersebut, ditengarai disebabkan oleh menurunnya
jumlah nikel yang diolah di smelter Pulau Gebe. Penurunan tersebut disebabkan oleh adanya
rencana relaksasi UU Minerba, yang akan mengizinkan pelaksanaan ekspor mineral mentah
namun dengan izin khusus. Hal tersebut, menyebabkan perusahaan tambang menahan
persediaan bahan galian mereka untuk tidak segera diolah, mesti secara kapasitas produksi
mereka mengalami peningkatan. Hasil SKDU juga menunjukan hasil yang searah, saldo bersih
kinerja usaha sektor industri pengolahan tumbuh melambat menjadi 4,23%, setelah
sebelumnya tercatat sebesar 7,05%.
Pada triwulan berjalan, sektor industri pengolahan diperkirakan akan mengalami
perlambatan. Pasca dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 tentang
Perubahan Keempat Atas PP No.23/2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan
Mineral dan Batubara pada awal Januari 2017, diperkirakan produksi bijih nikel dari perusahaa-
perusahaan tambang akan cenderung langsung diekspor guna memanfaatkan peluang yang
ada dan mengejar peningkatan pendapatan ditengah prediksi adanya peningkatan konsumsi
nikel dunia. Selain itu, masih tingginya intensitas hujan pada triwulan I-2017 diperkirakan akan
menghambat pengolahan kopra dan pengeringan cengkih, pala, dan fuli.
18
35%
15% 15%10%
100% 100%
30%
0%
10%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
Smelter 1 smelter 2 Smelter 3 Smelter 4 Smelter 5 Smelter 6 Smelter 7 Smelter 8 Smelter 9
Menilik progress pembangunan smelter di Maluku Utara yang total mencapai 9
perusahaan yang telah mengantongi izin. Diperkirakan multiplier effect dari operasionalisasi
smelter tersebut baru akan dapat semakin dirasakan pada tahun 2017 dan setelahnya. Hal
tersebut mempertimbangkan pula rencana beroperasinya smelter salah satu perusahaan
tambang nikel milik swasta selambatnya pada triwulan II-2017 mendatang. Smelter tersebut
rencananya akan memiliki kapasitas produksi sebesar 180.000-200.000 metric ton per tahun.
1.3.4 Sektor Pertambangan dan Sektor Lainnya
Sektor pertambangan pada triwulan IV-2016 tumbuh semakin tinggi menjadi sebesar
7,60% (yoy), pasca mengalami kontraksi pada triwulan I dan triwulan II-2016 lalu. Pertumbuhan
didorong utamanya oleh peningkatan produksi nikel salah satu perusahaan tambang terbesar di
Maluku Utara sebagai respon dari membaiknya harga nikel global dan penyerapan nikel dalam
negeri yang cukup tinggi. Selain komoditas nikel, peningkatan hasil tambang juga terjadi pada
komoditas emas setelah beroperasinya kembali tambang emas terbesar di Maluku Utara secara
normal, pasca runtuhnya salah satu terowongannya pada paruh pertama 2016 lalu.
Perkembangan harga komoditas dunia dan relaksasi UU Minerba, utamanya pada komoditas
nikel, mendorong optimalisasi produksi perusahaan tambang di Maluku Utara. Pada triwulan IV-
2016, tercatat Maluku Utara melakukan dua kali ekspor, yakni pada bulan Oktober dan
Desember, dimana komoditas utama yang diekspor adalah hasil olahan nikel, yakni nickel pig
iron dan ferronickel.
Grafik 1.22 Saldo Bersih Realisasi Kinerja Pelaku Usaha Sektor Industri Pengolahan
Grafik 1.23 Perkembangan Pembangunan Smelter di Maluku Utara
Sumber: SKDU Bank Indonesia, diolah Sumber: Dinas ESDM Prov. Maluku Utara, diolah
19
Di lain sisi, sektor administrasi pemerintahan justru masih terkontraksi cukup dalam.
Realisasi PAD yang masih jauh dari target dan adanya beban pembayaran kepada pihak ketiga
yang tertunda, menyebabkan APBD berada pada kondisi negatif, utamanya pada APBD
Provinsi. Selain itu, tidak adanya pendorong lonjakan belanja pemerintah, seperti kegiatan
pilkada serentak yang berlangsung pada 2015 lalu, dan masih adanya dana bagi hasil
perusahaan tambang yang belum dibayar menjadi salah satu penghambat pertumbuhan sektor
ini. Lebih jauh lagi, sektor transportasi dan pergudangan di Maluku Utara dari waktu ke waktu
menunjukkan pertumbuhan yang semakin baik. Dibukanya beberapa rute penerbangan baru
baik menuju maupun keluar Ternate dan penambahan armada penyeberangan, mendorong
peningkatan pertumbuhan sektor ini.
Grafik 1.24 Perkembangan Ekspor Maluku Utara
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 1.25 Perkembangan APBD Provinsi Maluku Utara sisi Pendapatan
Sumber: Biro Keuangan Prov. Maluku Utara, diolah
20
21
Pada triwulan IV-2016, realisasi pendapatan pemerintah tumbuh negatif 19,65%
(yoy) dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya. Hal ini didorong oleh
nilai realisasi PAD yang mengalami penurunan.
Sementara itu, penurunan pendapatan juga berdampak pada penurunan realisasi
belanja APBD triwulan IV-2016 yang terkontraksi sebesar 17,12% (yoy). Kendati
demikian, akumulai belanja tahun 2016 lebih tinggi dibandingkan tahun
sebelumnya.
BAB II KEUANGAN PEMERINTAH
“Kinerja realisasi belanja pemerintah pada
triwulan IV-2016 tumbuh melambat”
Realisasi Pendapatan
Tw IV-2016
Rp400,08 miliar
Realisasi Belanja
Tw IV-2016
Rp614,81 miliar
22
2.1 Struktur APBD
Anggaran pendapatan Pemprov Maluku Utara dalam APBD 2016 adalah sebesar
Rp2,24 triliun atau meningkat 22,61% dari anggaran pendapatan pada APBD 2015. Sementara
itu, anggaran belanja pada APBD 2016 tercatat sebesar Rp2,34 triliun atau meningkat 28,34%
dari anggaran belanja tahun sebelumnya. Berdasarkan Peraturan Daerah No. 4 Tahun 2016
tanggal 15 Desember 2016, APBD di Maluku Utara mengalami penyesuaian sebagai berikut:
Tabel 2.1 Penyesuaian APBD Maluku Utara
Pada anggaran pendapatan, kenaikan anggaran terutama bersumber dari pendapatan
transfer sebesar 5,64% (yoy). Pendapatan transfer adalah pendapatan yang didapatkan dari
pemerintah pusat sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Secara struktur
pendapatan transfer ini masih menjadi sumber pendapatan terbesar pemerintah Maluku Utara
yaitu sebesar 80,63% pada APBD 2016, dikarenakan Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum
dapat menjadi tonggak utama keuangan daerah mengingat belum optimalnya penyerapan
pajak, masih rendahnya pendapatan perusahaan daerah, serta dampak penerapan UU Minerba
pada sektor pertambangan nikel di Maluku Utara. Adapun rencana perolehan PAD Maluku
Utara turun 41,51% (yoy) dibandingkan pada anggaran tahun sebelumnya seiring dengan
adanya pembatalan beberapa Perda yang berpengaruh dengan PAD.
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
23
Grafik 2.1 Perubahan Struktur APBD Akun Pendapatan Tahun 2015 dan 2016
Kenaikan juga terjadi pada anggaran belanja seiring adanya kenaikan pada anggaran
pendapatan. Kenaikan terbesar terdapat pada belanja modal yaitu sebesar 22,25% (yoy).
Kenaikan pada nominal belanja modal tersebut menjadi harapan meningkatnya pembangunan
sarana publik/infrastruktur pada tahun berjalan. Secara struktural, pangsa dari anggaran belanja
tidak mengalami banyak perubahan. Belanja operasional masih mendominasi struktur belanja
dengan pangsa sebesar 63,15%.
Grafik 2.2 Perubahan Struktur APBD Akun Belanja Tahun 2015 dan 2016
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
24
2.2 Realisasi Pendapatan APBD
Jumlah total realisasi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Maluku Utara pada
triwulan IV-2016 sebesar Rp400,08 miliar. Terkontraksi lebih dalam sebesar 19,65% (yoy)
setelah pada triwulan sebelumnya terkontraksi 7,25% (yoy). Hampir seluruh komponen
mengalami kontraksi kecuali Dana Perimbangan. Dari komponen pembentuknya, Pendapatan
Asli Daerah mengalami kontraksi sebesar 93,96% (yoy). Sementara itu, Dana Perimbangan
tumbuh tinggi sebesar 164,84% (yoy).
Berdasarkan komponen pembentuknya, realisasi tertinggi pendapatan Pemerintah
Provinsi Maluku Utara berasal dari Dana Perimbangan yang menyumbang sebanyak 96,45%,
dari total pendapatan. Masih terbatasnya Pendapatan Asli Daerah (PAD) di Provinsi Maluku
Utara, menyebabkan struktur APBD Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan Kota di
Maluku Utara, khususnya di sisi pendapatan, masih didominasi oleh Dana Perimbangan dari
Pemerintah Pusat.
Grafik 2.3 Perkembangan Realisasi Pendapatan Tiap Triwulan
Sebagian besar komponen pendapatan daerah mengalami kontraksi yang lebih dalam
dibandingkan triwulan sebelumnya. Belum adanya peningkatan realisasi Pendapatan Asli
Daerah (PAD) menjadi salah satu faktor penahan realisasi pendapatan daerah pada triwulan IV-
2016.
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
25
Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Tahun 2016
Hingga akhir triwulan IV-2016, realisasi pendapatan mencapai Rp1.790,83 miliar atau
82,83% dari total target anggaran pendapatan 2016 yang sebesar Rp2.161,94 miliar. Secara
persentase realisasi, besaran pada triwulan IV-2016 ini lebih tinggi dari realisasi pendapatan
pada periode yang sama di tahun 2015 yang sebesar Rp1.710,86 miliar atau 75,77%.
Akumulasi realisasi PAD hingga akhir triwulan IV-2016 hanya mencapai 19,75%,
pencapaian tersebut jauh lebih rendah dari realisasi periode yang sama di tahun 2015 yang
sebesar 34,91%. Seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dibandingkan tahun
2015, pendapatan pajak daerah yang berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik
Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, Pajak Air
Tanah, dan Pajak Rokok juga menurun dikarenakan berkurangnya penghasilan yang
didapatkan dari pelaku usaha serta belanja masyarakat yang melemah dibandingkan tahun
sebelumnya. Komponen Pendapatan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan
tercatat terealisasi sebanyak Rp871,59 juta. Hal ini ditengarai karena adanya pelaku usaha
tambang yang beroperasi pada triwulan IV-2016.
Di sisi lain, realisasi komponen pendapatan transfer menunjukkan kinerja yang lebih
baik. Komponen pendapatan yang menguasai 80,63% dari keseluruhan anggaran pendapatan
ini, mencatatkan realisasi sebesar 98,83%, lebih tinggi dari pencapaian pada periode yang
sama di tahun 2015 sebesar 90,87%. Secara nominal realisasi pendapatan transfer meningkat
14,89% (yoy). Hal ini didorong realisasi penyampaian DAU yang mencapai 100% dari rencana.
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
26
Grafik 2.4 Perbandingan Akumulasi Sisi Pendapatan Realisasi APBD Tahun 2015 dan Tahun 2016
2.3 Realisasi Belanja APBD
Total realisasi belanja daerah pada triwulan IV-2016 mencapai Rp614,80 miliar atau
terkontraksi sebesar 17,12% (yoy), turun setelah pada triwulan III-2016 tumbuh sebesar 4,19%
(yoy). Kontraksi ini sejalan dengan konsumsi pemerintah di PDRB yang juga mengalami
kontraksi sebesar 0,76% (yoy). Perlambatan ini terutama disumbang oleh komponen Belanja
Modal yang menurun dari 2,73% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi terkontraksi sebesar
12,33% (yoy) pada triwulan IV-2016. Rendahnya belanja modal di akhir tahun ditengarai karena
sudah ada realisasi lebih awal pada triwulan I sampai III-2016.
Grafik 2.5 Perkembangan Realisasi Belanja Tiap Triwulan
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
27
Setelah pada triwulan III-2016 menunjukkan penurunan dibandingkan triwulan II-2016,
realisasi belanja pada triwulan IV-2016 menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Hal ini didorong oleh realisasi Dana Alokasi Umum telah disampaikan oleh
Pemerintah Pusat sesuai dengan anggaran. Realisasi juga sejalan dengan tren belanja
Pemerintah yang meningkat di akhir tahun. Secara kumulatif, realisasi belanja Pemerintah
hingga akhir triwulan IV-2016 mencapai Rp1.981,83 miliar atau 74,85% dari total anggaran
belanja sebesar Rp2.647,80 miliar. Tingginya realisasi secara akumulatif dikarenakan
ditetapkannya APBD lebih awal dibandingkan tahun 2015 serta tingginya belanja hibah yang
digunakan untuk dana Biaya Operasional Sekolah.
Belanja Modal hingga akhir triwulan IV-2016 mencatatkan nilai realisasi yang lebih
tinggi, yakni sebesar Rp590,28 miliar. Jumlah ini jauh lebih tinggi dibandingkan jumlah realisasi
sebesar Rp409,68 miliar pada periode yang sama di tahun 2015. Sebagian besar realisasi
belanja modal terjadi pada triwulan II dan IV-2016. Belanja modal terbesar berada pada
komponen belanja modal jalan, irigasi, dan jaringan.Sementara itu, pada komponen Belanja
Operasi, sumbangan realisasi khususnya bersumber dari Belanja Barang yang telah terealisasi
sebesar Rp539,50 miliar atau 27,22% dari total realisasi belanja, dan Belanja Pegawai yang
terealisasi sebesar Rp429,82 miliar atau 21,68% dari total realisasi belanja.
Grafik 2.6 Perbandingan Sisi Realisasi APBD Tahun 2015 dan Tahun 2016
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
28
Tabel 2.3 Realisasi Belanja APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan IV-2016
2.4 Rekening Pemerintah
Meski mengalami kontraksi apabila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, realisasi
keuangan Pemerintah menunjukkan perbaikan dibandingkan triwulan sebelumnya. Bahkan,
jumlah realisasi belanja Pemerintah di triwulan IV-2016 merupakan yang paling besar di tahun
2016, baik pada komponen belanja operasi maupun belanja modal. Perbaikan ini mampu
mendorong sektor konstruksi yang bergantung pada keuangan Pemerintah sehingga tumbuh
sebesar 6,03% (yoy), lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Kegiatan ekonomi
masyarakat yang tercermin dari sektor perdagangan juga tumbuh meningkat dari 7,29% (yoy)
menjadi 7,61% (yoy).
Secara triwulanan, terjadi defisit anggaran sebesar Rp214,73 miliar. Akibatnya,
kelebihan surplus realisasi akumulatif tergerus dari Rp23,72 miliar pada triwulan III-2016
menjadi defisit Rp191,00 miliar di akhir tahun 2016. Masih lesunya sektor pertambangan
ditengarai menjadi penyebab rendahnya realisasi pendapatan, utamanya PAD, pada triwulan
laporan. Dana pemerintah daerah yang tersimpan dalam bentuk giro tercatat tumbuh 44,39%
(yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 16,81% (yoy). Sementara itu,
simpanan likuid lainnya yakni tabungan tercatat tumbuh sebesar 166,18% (yoy) dan simpanan
dalam bentuk deposito terkontraksi sebesar 73,29% (yoy).
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara
29
Grafik 2.7 Perkembangan DPK Pemda di Perbankan Maluku Utara (dalam miliar rupiah)
Sumber : Data Perbankan
30
Seiring dengan terjaganya pasokan pangan serta didorong kerjasama strategis antar
wilayah di dalam provinsi, inflasi Maluku Utara yang diwakili Kota Ternate tercatat
sebesar 1,91% (yoy), terendah dalam sepuluh tahun terakhir. Memasuki pola historis
awal tahun, diperkirakan tekanan inflasi akan meningkat seiring perkembangan harga
komoditas pangan yang mulai menanjak.
BAB III INFLASI
“Tekanan Inflasi pada 2016 terendah selama sepuluh tahun terakhir”
Inflasi yoy Tw-IV
2016
1,91%
Inflasi yoy Tw-IV
2015
4,52%
32
3.1 Perkembangan Inflasi Tw IV-2016
Inflasi Maluku Utara yang diwakili oleh inflasi Kota Ternate pada akhir triwulan IV-2016
tercatat sebesar 1,91% (yoy), lebih rendah dari inflasi pada akhir triwulan III-2016 lalu yang
hanya sebesar 4,05% (yoy). Dengan demikian, secara tahunan inflasi tahunan Maluku Utara
pada tahun 2016 jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi pada tahun 2015 lalu yang
tercatat sebesar 4,52% (yoy). Pencapaian inflasi ini tercatat menjadi yang terendah dalam
sepuluh tahun terakhir.
Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate dan Nasional
Tabel 3.1 Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Komoditas
Secara bulanan, pada triwulan IV-2016, Kota Ternate mengalami satu kali deflasi dan
dua kali inflasi. Pada bulan Oktober 2016, Kota Ternate mengalami deflasi sebesar -0,21%
(mtm). Selanjutnya pada bulan November dan Desember 2016 terjadi inflasi masing-masing
sebesar 0,26% (mtm) dan 0,32% (mtm). Kenaikan inflasi bulanan di Kota Ternate sepanjang
I II III IV I II III IV I II III IVBahan Makanan 3,66 10,16 4,06 6,75 9,00 7,62 5,75 11,72 4,13 3,56 4,38 -4,27 -0,95
Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau 5,68 8,07 12,31 12,45 8,73 6,92 4,10 4,69 6 7,54 8,25 8,33 1,13
Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar 10,20 9,36 3,07 7,34 5,53 4,89 4,62 2,80 6,2 5,23 4,39 3,43 1,22
Sandang 10,03 12,93 17,41 -5,87 20,1 22,40 15,24 12,63 6,9 4,20 3,85 3,60 0,21
Kesehatan 11,19 11,44 10,17 18,34 10,51 10,62 7,38 1,30 1,7 1,61 2,26 3,95 0,14
Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga 10,98 11,36 7,2 -21,72 5,85 5,42 5,29 4,00 4,5 4,34 3,55 3,77 0,16
Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan 14,38 9,73 1,71 18,60 7,52 14,20 12,32 -2,90 5,6 -1,86 -0,36 0,05 0,01
Inflasi Tahunan (yoy ) 8,80 9,75 5,40 9,34 7,92 8,22 6,60 4,52 5,45 3,87 4,05 1,91 4,05
Kelompok Barang dan Jasa2014
Andil20162015
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
33
triwulan IV-2016 terutama disebabkan oleh gangguan cuaca serta momen akhir tahun di mana
terdapat libur sekolah dan libur perayaan natal tahun baru.
Rendahnya inflasi pada tahun 2016, utamanya dipengaruhi oleh deflasi pada kelompok
volatile food dan terjaganya inflasi pada kelompok core inflation. Melimpahnya hasil tangkapan
ikan, terutama ikan kembung, melimpahnya hasil panen tomat sayur dan cabai rawit di Maluku
Utara dan sekitarnya menjadi faktor yang mendorong deflasi inflasi volatile food pada triwulan
IV-2016. Inflasi volatile food tercatat menurun dari 1,98% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi -
3,84% (yoy) pada triwulan IV-2016. Namun demikian, inflasi tercatat masih tinggi pada
kelompok administered pricess menyusul adanya kenaikan tarif angkutan udara dan cukai
rokok.
Grafik 3.2 Disagregasi Inflasi Maluku Utara
Berdasarkan disagregasinya, tercatat bahwa kelompok volatile food sangat terjaga
volatilitasnya, bahkan tercatat beberapa kali mengalami deflasi. Meski dihantui dengan
fenomena el nino pada awal hingga pertengahan tahun, namun pasokan bahan makanan
kepada masyarakat masih dapat terjaga dengan baik. Upaya pemerintah daerah guna
meningkatkan produktivitas pertanian lokal dan mendorong substitusi bahan pangan strategis
yang selama ini harus didatangkan dari provinsi lain, mulai menunjukkan dampaknya.
Komoditas yang selama ini cukup rutin menyumbang inflasi, seperti cabai merah, cabai rawit,
tomat sayur, dan kol putih/kubis, terpantau terjaga pasokannya, sehingga justru komoditas-
komoditas tersebut turut menyumbang deflasi pada triwulan IV-2016.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
34
Terkendalinya tekanan inflasi pada triwulan IV-2016 dipengaruhi oleh inflasi volatile food
yang mengalami deflasi sebesar 4,07% (yoy). Sementara itu kedua jenis inflasi lainnya berada
pada level yang terkendali. Inflasi inti hanya mencapai 2,79% (yoy). Sementara itu, inflasi
administered prices mencapai 4,52% (yoy).
Grafik 3.3 Perkembangan Inflasi Rokok Grafik 3.4 Perkembangan Inflasi Bensin
Penurunan harga BBM juga turut mempengaruhi inflasi pada tarif angkutan laut dan
angkutan udara. Provinsi Maluku Utara yang berupa kepulauan dan terpisahkan oleh laut
memang sangat mengandalkan sarana transportasi laut dan udara untuk mencapai wilayah-
wilayahnya. Belum tersedianya SPBU khusus untuk kapal, belum diterapkannya standarisasi
tarif angkutan laut, dan tingginya pengaruh cuaca menyebabkan gejolak tarif angkutan laut
sering berfluktuasi. Namun dengan adanya penurunan harga BBM tersebut, cukup signifikan
memberikan dampak terhadap penurunan tarif angkutan laut. Sementara untuk angkutan udara
sendiri, tren menunjukkan inflasi pada triwulan III dan IV-2016. Adapun event yang mendorong
kenaikan tarif angkutan udara adalah liburan Natal dan Tahun Baru.
Grafik 3.5 Perkembangan Inflasi Angkutan Laut dan Udara
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
35
Pada kelompok inflasi inti, tekanan inflasi terjaga pada nilai 2,79% (yoy) setelah pada
triwulan sebelumnya tercatat sebesar 4,60% (yoy). Melemahnya tekanan inflasi inti dipengaruhi
oleh perekonomian Maluku Utara yang sempat lesu di triwulan III-2016, utamanya untuk
komoditas sandang, tempat tinggal, dan sarana penunjang transpor. Sementara untuk
komoditas bahan makanan dan makanan jadi pada inflasi inti, relatif masih terjaga pasokannya,
sebagai dampak dari upaya pemerintah daerah untuk menjaga pasokan.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 3.6 Perkembangan Biaya Sandang Grafik 3.7 Perkembangan Harga Makanan Jadi, Ikan Diawetkan, dan Bahan Makanan Lainnya
Sementara itu, tekanan inflasi kelompok volatile food pada triwulan IV-2016
menunjukkan deflasi sebesar 4,07% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tercatat inflasi
2,02% (yoy). Selama triwulan IV-2016 deflasi terutama terjadi pada beberapa komoditas favorit
masyarakat Maluku Utara yakni ikan cakalang, ikan kembung, cabai rawit, dan beras.
Normalnya kondisi ikan di laut pasca el nino 2015 serta berjalannya berbagai program
ketahanan pangan pemerintah berhasil menahan laju harga komoditas pangan yang biasanya
melonjak di akhir tahun.
Deflasi paling besar pada subkelompok ikan segar, buah-buahan, dan kacang-
kacangan. Subkelompok ikan segar deflasi 12,23% (yoy) setelah inflasi 6,37% (yoy) pada
triwulan III-2016. Sementara, subkelompok buah-buahan deflasi semakin dalam dari 7,54%
(yoy) menjadi 11,82% (yoy). Selanjutnya, untuk subkelompok kacang-kacangan juga
mengalami pendalamanan deflasi dari 18,32% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 8,82% (yoy)
pada triwulan IV-2016. Keadaan cuaca yang jauh lebih mendukung dibandingkan periode yang
sama di tahun sebelumnya menyebabkan terjaganya harga ikan dengan sangat baik. Deflasi
ikan cakalang meningkat dari 11,99% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 24,94% (yoy)
36
pada triwulan IV-2016. Kemudian, penurunan harga pada ikan kembung juga terjadi dari
27,63% (yoy) menjadi 37,93% (yoy) pada triwulan IV-2016.
3.2 Tracking Perkembangan Inflasi Triwulan Berjalan
Tekanan inflasi pada triwulan I-2017 diestimasikan meningkat. Pada bulan Januari
20167 Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 0,63% (mtm), meningkat dibandingkan bulan
Desember 2016 yang mengalami inflasi sebesar 0,32% (mtm). Secara tahunan, inflasi Maluku
Utara tercatat sebesar 2,02% (yoy) lebih tinggi dibandingkan Desember 2016 sebesar 1,91%
(yoy). Dengan inflasi tersebut, secara akumulatif hingga bulan Januari 2017 inflasi Maluku Utara
menjadi 0,63% (ytd).
Meningkatnya tekanan inflasi pada bulan Januari 2017 terutama disebabkan oleh inflasi
pada kelompok bahan makanan, kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, serta
pada kelompok kesehatan. Kelompok bahan makanan tercatat mengalami inflasi sebesar
2,32% (mtm) atau menyumbang andil sebesar 0,49% pada inflasi Januari 2017. Kemudian,
kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar mengalami inflasi sebesar 0,30% (mtm),
menyumbang andil sebesar 0,011% pada keseluruhan inflasi. Sementara, untuk kelompok
kesehatan tercatat mengalami inflasi sebesar 0,58% (mtm), atau menyumbang andil sebesar
0,02% pada total inflasi Januari 2017.
Berdasarkan disagregasinya, kelompok inflasi inti dan inflasi administered pricess
tercatat menurun sementara inflasi volatile food tercatat meningkat dibanding bulan
sebelumnya. Inflasi inti menurun dari 2,79% (yoy) menjadi 1,10% (yoy), sementara inflasi
administered pricess mengalami penurunan inflasi dari 4,52% (yoy) menjadi sebesar 1,10%
(yoy), kemudian inflasi volatile food tercatat mengalami inflasi sebesar 3,69% (yoy), setelah
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 3.8 Perkembangan Harga Ikan Cakalang dan Ikan Kembung
37
pada bulan sebelumnya mengalami deflasi sebesar 3,69% (yoy). Meningkatnya tekanan pada
inflasi volatile food ditengarai karena harga komoditas bahan makanan sudah kembali
meningkat karena stok dari panen yang terjadi pada triwulan III dan IV-2016 sudah menipis.
Grafik 3.9 Perkembangan Inflasi Terkini Ternate
Inflasi administered pricess pada bulan Oktober juga tercatat mengalami penurunan dari
inflasi 4,52% (yoy) menjadi inflasi 4,08% (yoy). Hal ini merupakan dampak adanya penyesuaian
harga BBM pada tahun 2016 serta terjaganya pasokan BBM di Kota Ternate. Meski begitu,
terjadinya penyesuaian harga BBM, dan TDL pada bulan Januari 2017 perlu diwaspadai
sebagai pendorong inflasi pada triwulan I-2017.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Grafik 3.10 Perkembangan Harga Bahan Bakar Rumah Tangga
Grafik 3.11 Perkembangan Harga Cakalang/Sisik dan Cakalang Asap
38
Tekanan inflasi diperkirakan meningkat pada akhir triwulan berjalan. Pola musiman ikan
tangkap yang menunjukkan keterbatasan pasokan di awal tahun perlu menjadi perhatian,
terutama setelah harga komoditas ikan segar seperti ikan cakalang dan kembung yang sudah
turun di akhir tahun 2016. Dengan demikian, inflasi hingga akhir triwulan I-2017 diperkirakan
berada pada kisaran 2,50% ±1% (yoy).
3.3 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara
Hingga bulan Januari 2017, sudah terdapat 1 TPID di level provinsi dan 5 TPID di level
Kabupaten/Kota, yakni TPID Kota Ternate, Kabupaten Halmahera Timur, Kota Tidore
Kepulauan, Kabupaten Halmahera Barat, dan Kabupaten Pulau Morotai. Berdasarkan informasi
yang didapatkan dari Pemerintah Provinsi, Kabupaten Kepulauan Sula juga telah membentuk
TPID melalui SK No. 137/KPTS.05/KS/2015. Namun demikian, Pemerintah Kepulauan Sula
berencana untuk merevisi SK Pembentukan TPID tersebut pada tahun 2017.
Gambar 3.1 Kerjasama Antara Daerah “Segitiga Emas Halbar-Ternate-Tidore (SEHaTTi)”
Selama triwulan IV-2016 sampai dengan Januari 2017, program TPID yang
dilaksanakan TPID Provinsi Maluku Utara dan TPID Kota Ternate berfokus pada pengendalian
inflasi selama liburan Natal dan Tahun Baru. Terkait hal tersebut, TPID telah berkoordinasi
39
dengan pemasok pangan untuk menjamin ketersediaan pangan pada rentang waktu tersebut.
Selain itu, terbentuk MoU Kerjasama antara tiga daerah (Kota Ternate, Kota Tidore Kepulauan,
dan Kabupaten Halmahera Barat) yang saat ini sudah berjalan untuk program kerjasama di
bidang Pertanian, yakni komoditas bawang merah dan cabai yang dipasok dari Halmahera
untuk kebutuhan pasar di Kota Ternate. Hal ini dimaksudkan agar dapat mendorong
swasembada pangan dan mengurangi ketergantungan dari daerah lain di luar Maluku Utara
sehingga dapat menekan laju inflasi khususnya terhadap komoditas bawang merah dan cabai.
Hal tersebut sudah tertuang pula dalam Masterplan Kerjasama antara Tiga Daerah (Masterplan
Segitiga Emas) yang saat ini sudah disusun oleh Sekretariat Daerah Kota Ternate. Cakupan
kerjasama di tiga bidang yakni: (1) Pertanian Ketahanan Pangan; (2) Kelautan dan Perikanan;
(3) Pariwisata.
Pada bulan Oktober 2016 dilaksanakan Rapat Koordinasi Wilayah TPID se-Kawasan
Timur Indonesia. Pada kegiatan tersebut disepakati beberapa rekomendasi bagi pemerintah
pusat oleh pengurus TPID se-Kawasan Timur Indonesia, antara lain:
Tabel 3.2 Rekomendasi Rakorwil TPID se-KTI
TPID Provinsi Maluku Utara dan TPID Kota Ternate terus mengawal hasil kesepakatan
rakorwil di Ternate tersebut, dan membawa hasil kesepakatan tersebut ke tingkat yang lebih
tinggi, yakni pada Rapat Koordinasi Pusat-Daerah TPID yang berlangsung di Jakarta. Hasil-
No. Rekomendasi Rakorwil TPID se-KTI
1Perlu adanya pedoman operasi pasar yang menegaskan tidak hanya dilaksanakan pada periode-periode
tertentu (hari raya, dll) tapi juga dengan mempertimbangkan data ekspektasi inflasi
2BPS agar dapat menambah jumlah kota sampel perhitungan inflasi agar lebih dapat memberikan gambaran
nyata di lapangan
3Memperkuat koordinasi dengan aparat penegak hukum baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota
dalam rangka mejaga stabilitas harga (mengantisipasi penimbun, pungli, dsb)
4Perlu adanya dukungan anggaran dari Pemerintah Pusat melalui aturan batas minimal APBD yang
diperuntukkan bagi upaya stabilitas harga
5 Memasukkan usulan pemanfaatan Dana Insentif Desa (DID) untuk kegiatan stabilitasi harga
6Meningkatkan penguasaan komoditas yang telah diatur oleh Bulog, sehingga peran Bulog sebagai stock
buffer sekaligus pengendali harga dapat lebih ditingkatkan
7Penambahan kapasitas armada tol laut dan penambahan pelabuhan feeder untuk meningkatkan efektivitas
jalur tol laut yang sudah tersedia
8Penetapan batas atas dan bawah bagi tarif angkutan yang tidak terlalu lebar range -nya dan pemberian
sanksi yang tegas bagi maskapai yang melanggar aturan ini
9Diperlukannya instruksi dari setiap Kementerian/Lembaga yang tergabung dalam TPI Nasional yang dapat
diselaraskan dengan roadmap TPID secara nasional/wilayah
10
Dukungan dari Kementerian/Lembaga terkait untuk memasukkan kegiatan stabilitasi harga sebagai bagian
kegiatan pengendalian inflasi dan/atau tidak menutup kemungkinan untuk membentuk
Kementerian/Lembaga khusus yang menangani inflasi
40
hasil rekomendasi tersebut disampaikan kepada tim Pokjanas TPI, yang antara lain
beranggotakan Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, dan Bank
Indonesia.
Pada tahun 2017, sudah dilaksanakan rapat koordinasi TPID Kota Ternate untuk
menghimpun rencana aksi dari seluruh anggota TPID Kota Ternate. Berdasarkan informasi
yang didapatkan, fokus dalam pengendalian inflasi di Maluku Utara tidak hanya sebatas
menjaga pasokan bahan pangan, namun juga meningkatkan kapasitas produksi di dalam
Maluku Utara sendiri. Bank Indonesia akan terus berkoordinasi dengan instansi terkait untuk
mengawal inflasi di Maluku Utara.
41
BOKS INFLASI
UPAYA PENGENDALIAN INFLASI KOTA
TERNATE TAHUN 2017
A. TPID Kota Ternate
Tim Pengendalian Inflasi Daerah Kota Ternate merupakan TPID pertama di Maluku
Utara yang dibentuk pada tahun 2014 berdasarkan Keputusan Walikota Ternate
No.121/III.2/KT/2014. Dasar dari pembentukan TPID tersebut adalah dikarenakan Kota
Ternate merupakan satu-satunya kota perhitungan inflasi di Provinsi Maluku Utara.
Sesuai dengan namanya, tugas utama TPID Kota Ternate adalah mengawal inflasi di
Kota Ternate agar terjaga pada tingkat yang rendah sehingga tidak menggerogoti daya beli
masyarakat. Tugas-tugas yang dilaksanakan dalam rangka mengendalikan inflasi bukanlah
hal yang baru bagi Pemerintah Kota Ternate mengingat program yang disusun sejalan
dengan pengendalian inflasi. Salah satu contohnya adalah penguatan hasil pertanian lokal
dan penyediaan pasokan bahan pangan kepada masyarakat.
Pada tahun 2016, banyak hal yang telah dilakukan oleh TPID Kota Ternate dalam
rangka mengendalikan inflasi, di antaranya adalah sidak ke pasar-pasar pada Bulan
Ramadhan serta melakukan kerjasama antar daerah dengan Tidore Kepulauan dan
Halmahera Barat dalam rangka peningkatan ekonomi. Berkat program-program
pengendalian inflasi tersebut, Kota Ternate mampu mencapai angka inflasi tahunan sebesar
1,92% (yoy) pada tahun 2016, angka terendah dalam lima tahun terakhir.
B. Rencana Aksi TPID Kota Ternate 2017
Inflasi yang sangat terjaga selama tahun 2016 merupakan prestasi yang patut
dibanggakan. Kendati demikian, pencapaian tersebut hendaknya tidak membuat
Pemerintah Kota Ternate dan seluruh stakeholders menutup mata atas risiko tekanan
inflasi yang cukup tinggi pada tahun 2017. Tren harga minyak yang naik, kenaikan bea
cukai dan rokok, serta rencana Pemerintah Pusat untuk menaikkan TDL dan risiko
kenaikan harga minyak yang dapat meningkatkan harga BBM merupakan ancaman yang
dapat mendongkrak kenaikan harga pada tahun 2017.
Di luar ancaman yang datang dari eksternal Maluku Utara, keterbatasan pasokan
pangan di tengah peningkatan ekonomi di Maluku Utara dapat mendorong inflasi dari sisi
permintaan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa pasokan komoditas di Kota Ternate
masih mengandalkan provinsi lain. Hal ini juga dapat dilihat dari data bongkar muat di
42
BOKS INFLASI
pelabuhan dan bandara yang menunjukkan bahwa kegiatan membongkar lebih banyak
dibandingkan memasukkan muatan untuk dikirim ke luar Maluku Utara.
Grafik 1. Perkembangan Bongkar Muat Cargo Bandara Sultan Babullah (kg)
Dalam rangka menghadapi ancaman-ancaman pendorong tingginya angka inflasi
tersebut serta meningkatkan kemampuan Provinsi Maluku Utara, khususnya Kota Ternate,
dalam memproduksi komoditas yang banyak dikonsumsi masyarakat, TPID Kota Ternate
berinisiatif untuk mengadakan rapat koordinasi secara rutin setiap bulan.
Sebagai permulaan, seluruh instansi yang tergabung dalam TPID Kota Ternate
menyiapkan rencana aksi untuk dijadikan panduan kegiatan selama satu tahun ke depan.
Adapun rencana aksi yang telah disusun oleh setiap instansi merupakan program kerja
rutin dari yang bersangkutan. Rencana aksi dari tiap instansi dikompilasi agar kegiatan-
kegiatan tersebut dapat disinergikan sehingga hasil yang didapat dapat lebih maksimal.
Secara garis besar, rencana aksi yang telah disusun oleh TPID Kota Ternate erat
kaitannya dengan bidang pertanian, perhubungan, dan sarana penunjang distribusi barang.
Penyusunan rencana aksi mempertimbangkan bidang tersebut mengingat beberapa faktor
yang mempengaruhi pembentukan harga yang antara lain adalah biaya produksi, biaya
transportasi, dan ketersediaan pasar. Adapun Sekretariat Kota Ternate bertugas untuk
mengkoordinasikan instansi terkait agar program yang dijalankan tidak saling tumpang
tindih.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
43
BOKS INFLASI
Tabel 1. Rencana Aksi Dinas Pertanian Kota Ternate
Tabel 2. Rencana Aksi Dinas Ketahanan Pangan Kota Ternate
Tabel 3. Rencana Aksi Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Ternate
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Pemanfaatan pekarangan untuk
pengembangan pangan
Adanya pasokan pangan dari dalam Provinsi
Pendampingan desa mandiri organik
berbasis komoditi perkebunan
Mutu dan kualitas produksi perkebunan
meningkat 25 Ha
Pengembangan tanaman tomat, cabai,
bawang dan sayuran
Tercapainya pertumbuhan dan produksi
tanaman petani 8 Ha
Pemeliharaan kebun bibit holtikultura Luas Tanaman Holtikultura produktif 1.50 Ha
Prehabilitasi tanaman perkebunan Produksi tanaman perkebunan meningkat 60
Ha
Pemeliharaan ayam pedaging Produksi daging ayam 1500 ekor
Budidaya ternak itik dan kambing Meningkatkan pendapatan peternak
Pengembangan sumber air dan embung Tersedianya sumber air dan embung bagi
petani
Pengadaan Rumah Pengolahan Pupuk
kompos
Tersedianya rumah pengolahan pupuk
Organik
Kegiatan TargetWaktu
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Koordinasi pencegahan dan
pengendalian masalah pangan
Terjaganya harga jual pangan
Koordinasi pembinaan dan pemantauan
distribusi pangan strategis
Memperlancar distribusi pangan strategis
Pemantauan dan analisis
perkembangan harga strategis
Dapat mengetahui perkembangan harga
strategis
Pembinaan, pemantauan, dan
pengawasan keamanan pangan
Konsumsi pangan masyarakat aman dan
tejaga
Penyusunan peta rawan pangan dan gizi Tersedia peta rawan pangan dan gizi kota
ternate
Sosialisasi program desa mandiri
pangan
Dapat meningkatkan produksi pangan
Koordinasi pengembangan infrastruktur
pangan
Dapat mengetahui kebutuhan infrastruktur
pangan
Demplot pangan organik/keamanan
pangan
Demplot pangan organik
Penyusunan pola menu sehat
berdasarkan potensi wilayah
Dokumen pola menu sehat
Kegiatan TargetWaktu
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Stabilisasi harga Kebutuhan masyarakat terjamin
Revitalisasi objek pelaku usaha pasar Tertata tempat pelaku usaha pasar
Pembangunan pasar Terjamin prasarana bangunan pasar
Pemeliharaan prasarana penunjang
pasarBangunan pasar lebih terjaga
Kegiatan TargetWaktu
44
BOKS INFLASI
Tabel 4. Rencana Aksi Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Kota Ternate
Tabel 5. Rencana Aksi Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Ternate
Tabel 6. Rencana Aksi Dinas Perhubungan Kota Ternate
Tabel 7. Rencana Aksi BAPELITBANGDA, Administrasi Pembangunan, dan Bina Perekonomian
Setda Kota Ternate
Instansi Kegiatan Target Waktu
BAPELIT-BANGDA
Koordinasi kerjasama antar daerah
Sepanjang 2017
Koordinasi pengembangan ekonomi dan Pengendalian Inflasi Kota Ternate
Sepanjang 2017
Bina Perekonomian Setda Kota Ternate
Operasi Pasar Murah Terpenuhinya Kebutuhan Pokok Murah Menjelang Ramadhan
Triwulan II-2017
Administrasi Pembangunan
Memfasilitasi dan koordinasi tim pengendallian inflasi daerah kota ternate
Terlaksananya Rakor TPID 2017
Triwulan I-2017
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara sebagai bagian dari TPID
Kota Ternate juga berperan aktif dalam pengendalian inflasi di pusat perekonomian Maluku
Utara. Program yang akan dijalankan selama tahun 2017 antara lain meliputi
pengembangan klaster yang sudah berjalan untuk cabai, ikan laut, dan bawang, serta
pengembangan klaster baru, yakni padi organik. Dalam rangka penguatan produksi
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Pemasangan paving di areal pasar
rakyat
Tersedianya sarana jalan pasar rakyat yang
memadai
Fasilitas pengembangan sarana
promasi hasil produksi (bantuan
kemasan & peralatan)
Meningkatnya daya saing UMKM
Kegiatan TargetWaktu
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Pengadaan kapal penangkap ikan Pengadaan armada penangkapan ikan
Pengadaan ketinting Pengadaan armada ketinting
Pengadaan alat dan prasarana
kemasan produk olahan perikananTingginya nilai jual produk olahan
Pembuatan marine boyTersedianya tambatan labuh kecil bagi
bongkar muat ikan
Kegiatan TargetWaktu
Tw I Tw II Tw III Tw IV
Survei lokasi pembangunan pelabuhan
dan pengadaan fasilitas transportasi
angkutan orang dan barang antar
kabupaten
Fasilitas pelabuhan trasnportasi yang
memadai tersedia sehingga mampu
menekan biaya transportasi
Survei lokasi pembangunan jembatan
serta pengadaan fasilitas transportasi
angkutan orang dan barang antar
kecamatan Kota Ternate
Fasilitas pelabuhan trasnportasi yang
memadai tersedia sehingga mampu
menekan biaya transportasi
Kegiatan TargetWaktu
45
BOKS INFLASI
komoditas pendorong inflasi, Bank Indonesia juga berencana untuk membangun screen
house di beberapa wilayah di Maluku Utara.
Selain itu, untuk mendorong terbentuknya TPID di seluruh Kabupaten/Kota di Maluku
Utara serta meningkatkan koordinasi TPID antar daerah, Bank Indonesia juga akan
melakukan roadshow TPID. Dalam roadshow yang akan dilaksanakan selama satu tahun
ke depan, diharapkan dapat menumbuhkan kesadaran setiap Pemerintah Daerah untuk
saling melengkapi satu sama lain demi Maluku Utara yang lebih baik.
46
BOKS INFLASI
47
Secara umum, meskipun konsumsi rumah tangga tumbuh melambat ketahanan
sektor rumah tangga masih terkendali. Risiko kredit dari sektor rumah tangga tercatat
pada level yang rendah.
Sementara itu, walaupun tumbuh melambat stabilitas keuangan sektor korporasi
masih terjaga. Risiko kredit sektor korporasi menunjukan perbaikan dengan rasio di
bawah 5%. Namun demikian, pertumbuhan perbankan syariah berada pada level
yang sangat rendah dan perlu menjadi perhatian untuk ke depan.
BAB IV ANALISIS STABILITAS KEUANGAN
DAERAH
“Stabilitas Keuangan Daerah Tumbuh Terkendali”
NPL Sektor
Rumah Tangga
0,52%
NPL Korporasi
4,06%
48
4.1. Asesmen Sektor Rumah Tangga
4.1.1. Kondisi Terkini dan Sumber Kerentanan Sektor Rumah Tangga
Perekonomian Maluku Utara pada sisi pengeluaran, secara konsisten didominasi oleh
Konsumsi Rumah Tangga, dengan pangsa lebih dari 55% selama setidaknya satu dekade
terakhir. Permintaan domestik menjadi penggerak utama perekonomian Maluku Utara, meski
secara perlahan mulai berkurang pangsanya seiring peningkatan pangsa dari investasi swasta
dan konsumsi pemerintah. Hal tersebut terlihat pada pangsa konsumsi rumah tangga di triwulan
IV-2016 tercatat sebesar 58,48%, menurun tipis dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 58,83%.
Sejalan dengan penurunan pangsa rumah tangga, pertumbuhan konsumsi rumah
tangga tercatat tumbuh melambat pada triwulan IV-2016 yakni sebesar 5,35% (yoy) lebih
rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,53% (yoy). Pada akhir
tahun terdapat beberapa komoditas yang mengalami hambatan dalam logistiknya dikarenakan
cuaca buruk sehingga ketersediaan kebutuhan pokok masyarakat mengalami keterhambatan.
Grafik 4.1 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga pada PDRB Maluku Utara
Sumber: BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Walaupun sektor konsumsi rumah tangga tersebut menunjukan adanya tren penurunan,
namun masyarakat tetap optimis terhadap kondisi perekonomian saat ini dibanding enam bulan
yang lalu dan enam bulan mendatang, yang tercermin dari hasil Survei Konsumen (SK) Bank
Indonesia. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) tercatat naik dari 115 menjadi 124, begitu pula
dengan Indeks Ekspektasi Konsumen yang mengalami kenaikan dari 124 menjadi 131.
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
50,0
52,0
54,0
56,0
58,0
60,0
62,0
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
2012 2013 2014 2015 2016
% (yoy)Pangsa thdPDRB (%)
Pangsa g_Konsumsi RT (rhs)
49
Grafik 4.2 Kontribusi Konsumsi Rumah Tangga pada PDRB Maluku Utara
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah
Melambatnya perekonomian khususnya pada semester I-2016 dan keterlambatan
pembayaran tunjangan PNS pemerintah provinsi Maluku Utara, menjadi penghambat
pertumbuhan ekonomi di tahun ini. Namun faktor penghambat tersebut dinilai sebagai suklus
musiman sehingga di triwulan IV 2016 secara umum rumah tangga tidak menurunkan konsumsi
barang-barang tahan lama seperti elektronik, kendaraan, dan furniture. Hasil SK juga
menunjukan adanya kenaikan indeks konsumsi barang tahan lama dari 95 menjadi 118.
Grafik 4.3. Perkiraan Perkembangan Perubahan Harga dan Proyeksi Inflasi di Maluku Utara
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.4. Ekspektasi Konsumen terhadap Kondisi Ekonomi 6 Bulan Mendatang
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah
Dari sisi harga, tekanan terhadap kerentanan keuangan rumah tangga sangat rendah
seiring dengan tingkat inflasi yang terjaga di level rendah. Secara umum, masyarakat menilai
kenaikan harga sepanjang triwulan IV-2016 tidak setinggi triwulan sebelumnya. Hal tersebut
ditunjukan bahwa indeks perubahan harga secara umum pada 3 bulan mendatang akan
mengalami sedikit penurunan dari 163 menjadi 162.
124,00
117,00
131,00
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
I II III IV I II III IV
2015 2016
IKK (Keyakinan Konsumen)IKE (Kondisi Ekonomi Saat Ini)IEK (Ekspektasi Konsumen)
Op
tim
isP
esim
is
0
20
40
60
80
100
120
140
160
Penghasilan Saat Ini Ketersediaan LapanganKerja
Pembelian Barang TahanLama
2015 IV 2016 III 2016 IV
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Ekspektasi PenghasilanKonsumen
Ekspektasi KetersediaanLapangan Kerja
Ekspektasi KegiatanUsaha
2015 IV 2016 III 2016 IV
50
Grafik 4.5. Perkiraan Perkembangan Perubahan Harga dan Proyeksi Inflasi di Maluku Utara
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah
Grafik 4.6. Perkiraan Perkembangan Perubahan Harga berdasarkan Komoditi
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah
4.1.2. Kinerja Keuangan dan Intermediasi Perbankan pada Sektor
Rumah Tangga
Dari sisi penghasilan, masyarakat Maluku Utara terindikasi memiliki pendapatan yang
lebih baik. Indeks penghasilan saat ini tercatat terus mengalami peningkatan dalam 3 triwulan
terakhir dari 104 menjadi 111 pada akhir triwulan IV-2016. Peningkatan UMP 2016 yang cukup
signifikan serta inflasi yang terjaga di level yang rendah menjadi faktor pendorong penghasilan
masyarakat Maluku Utara.
Pada triwulan IV-2016, terjadi penurunan alokasi penghasilan masyarakat untuk
konsumsi dari 61,85% menjadi 53,47%. Hal ini juga direfleksikan pada melambatnya
pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada PDRB Maluku Utara. Konsumsi terutama dilakukan
untuk komoditas non durable good dan komoditas lainnya yang bersifat jasa seperti pendidikan,
kesehatan, serta jasa transportasi khususnya dengan angkutan udara. Di lain sisi, alokasi
penghasilan masyarakat untuk tabungan meningkat dari 27,53% menjadi 31,10%.
Grafik 4.7. Komposisi Pengeluaran Rumah Tangga di Maluku Utara Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
8,0
9,0
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
180,00
200,00
I II III IV I II III IV I*
2015 2016 2017
inflasi yoy, %Indeks
Perubahan harga secara umum 3 bulan mendatang Inflasi (rhs)
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Bahanmakanan
Makananjadi
Perumahan& BB
Sandang Kesehatan TransKom Pendidikan
2016 I 2016 II 2016 III 2016 IV 2017 I*
60,12 60,00 63,25 57,68 54,51 52,4561,85 53,47
15,19 14,25 12,8515,35
11,12 19,4917,61
17,65
24,69 26,15 25,70 27,6737,31
30,27 27,53 31,10
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV
2015 2016
Konsumsi Cicilan pinjaman Tabungan
51
Alokasi penghasilan yang digunakan untuk menabung mengalami kenaikan dari 27,53%
menjadi 31,0%. Hal ini juga terkonfirmasi dari kondisi Pangsa penghimpunan Dana Pihak
Ketiga perseorangan yang tumbuh membaik dari dari 78,45% pada triwulan IV-2015 menjadi
84,22% pada triwulan IV-2016. Dari sisi komposisi simpanan masyarakat, tabungan masih
mendominasi komposisi DPK nasabah perseorangan.
Grafik 4.8. Pangsa DPK Perseorangan dan Bukan Perseorangan di Maluku Utara
Sumber: LBU, diolah
Grafik 4.9. Komposisi DPK Perseorangan di Maluku Utara
Sumber: LBU, diolah
Berdasarkan kategori pendapatan, masyarakat dengan pendapatan tinggi (4-5 juta)
cenderung mengalokasikan pendapatannya untuk konsumsi lebih tinggi daripada rata-rata
seluruh kategori (53,14%). Sementara itu, masyarakat dengan pendapatan menengah dan
tinggi (≥ 3 juta) cenderung menempatkan pengeluaran untuk pembayaran cicilan hutang dan
menabung lebih tinggi. Alokasi penghasilan untuk menabung tertinggi ada pada masyarakat
dengan kategori pendapatan 3-4 juta yakni rata-rata 36,67% dari pendapatannya.
Sementara itu alokasi penghasilan untuk membayar cicilan tertinggi berada pada
masyarakat pada kategori pendapatan Rp2-3 juta. Namun demikian, secara umum alokasi
penghasilan masyarakat untuk cicilan juga turun dari 16,87% menjadi 16,15%. Hal ini terutama
disebabkan oleh berkurangnya masyarakat yang mengajukan kredit baru dalam rangka
membiayai konsumsinya. Terjaganya harga di level yang rendah serta suku bunga tabungan
dan deposito yang terus mengalami penurunan, menyebabkan preferensi masyarakat untuk
menggunakan dananya sendiri dalam melakukan konsumsi.
30,41% 45,42% 92,87% 94,33% 90,12% 84,39% 78,45% 84,22%
69,59% 54,58% 7,13% 5,67% 9,88% 15,61% 21,55% 15,78%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
III IV III IV III IV III IV
2016 2016 2016 2016
Giro Tabungan Deposito Total
Perseorangan Bukan Perseorangan
10,71% 13,65% 13,75% 10,28% 8,06% 9,88% 8,58% 8,46%
63,71% 61,63% 62,27% 67,85% 66,51% 66,01% 66,92% 67,03%
25,57% 24,72% 23,98% 21,87% 25,43% 24,11% 24,50% 24,51%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
I II III IV I II III IV
2015 2016
GIRO TABUNGAN DEPOSITO
52
Penggunaan Pendapatan
Rp 1 - 2 juta Rp 2 - 3 juta Rp 3 - 4 juta Rp 4 - 5 juta > Rp 5 juta Rata-rata
Konsumsi 53,71 52,62 50,00 56,25 - 53,14
Cicilan pinjaman 17,71 18,57 13,33 15,00 - 16,15
Tabungan 31,24 30,25 36,67 28,75 - 31,73
Tabel 4.1. Alokasi Pendapatan Masyarakat per Kategori berdasarkan Penggunaan
Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia, diolah
Di lain sisi, walaupun nilai DPK Perseorangan tumbuh melambat dari 19,45% di triwulan
IV-2015 (yoy) menjadi 0,68% di triwulan IV-2016, namun pertumbuhan jumlah rekening
masyarakat di perbankan tercatat menunjukkan adanya peningkatan dari 5,23% pada triwulan
IV-2015 (yoy) menjadi 12,85% pada triwulan IV-2016 (yoy). Akan tetapi, pertumbuhan tersebut
masih lebih lambat dibandingkan triwulan III-2016 sebesar 15,95% (yoy). Pertumbuhan jumlah
rekening yang mengalami peningkatan berasal dari kelompok nilai Rp1 Miliar s.d. Rp5 Miliar
dan >Rp10 Miliar. Sementara itu, jumlah rekening dari kelompok nilai lainnya cenderung
tumbuh melambat atau mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya.
Tabel 4.2. Jumlah Rekening Perbankan Masyarakat berdasarkan Kelompok Nilai
Sumber: LBU, diolah
Sementara, kinerja penyaluran kredit perseorangan menunjukkan pertumbuhan dari
11,62% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 18,33% (yoy) pada triwulan IV 2016. Namun
demikian, pangsa penyaluran kredit perseorangan justru mengalami sedikit penurunan dari
93,43% pada triwulan III-2016 menjadi 93,19% pada triwulan IV-2016. Hal ini dikarenakan
adanya kenaikan kredit bukan perseorangan yang cukup signifikan di bulan Oktober 2016
sebesar Rp719.55 Miliar.
Berdasarkan jenis penggunaan, kredit perseorangan untuk keperluan konsumsi memiliki
pangsa 65,91%, sementara untuk modal kerja sebesar 20,74% dan untuk investasi sebesar
<10 J
T
>10 J
T
- 100 J
T
>100JT
- 5
00JT
>500JT
- 1
M
>1 M
- 2
M
>2 M
- 5
M
>5M
- 1
0M
>10M
-15M
>15M
- 2
0M
>20M
Jml 535.947 475.433 50.785 5.237 529 276 136 10 12 0 10
yoy (%) 3,20 2,17 8,22 16,30 -0,94 -9,21 72,15 -37,50 500,00 0,00 233,33
Jml 565.662 497.918 57.388 7.076 608 327 170 35 10 1 4
yoy (%) 5,23 4,00 10,13 30,79 -8,57 -2,68 -20,56 16,67 42,86 -75,00 -42,86
Jml 621.431 555.292 54.597 7.341 628 314 103 17 3 0 2
yoy (%) 15,95 16,80 7,51 40,18 18,71 13,77 -24,26 70,00 -75,00 0,00 -80,00
Jml 638.368 565.580 58.056 8.232 722 433 239 48 11 5 6
yoy (%) 12,85 13,59 1,16 16,34 18,75 32,42 40,59 37,14 10,00 400,00 50,00
2016
III
IV
III
2015
Maluku Utara Rekening
Kelompok Nilai
IV
53
6,54%. Kredit konsumsi perseorangan tersebut, sebagian besar digunakan untuk keperluan
multiguna dengan pangsa 51,24%, sementara untuk keperluan KPR hanya sebesar 10,14%,
KKB sebesar 0,48%, dan pembelian peralatan rumah tangga sebesar 0,50%.
Grafik 4.10. Pangsa Kredit Perseorangan Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: LBU, diolah
Dari sisi risiko kredit, NPL sektor rumah tangga tercatat di level yang sangat rendah
yakni hanya sebesar 0,49% atau sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 0,52%.
Penurunan NPL terjadi hampir pada semua jenis kredit yang digunakan sektor rumah tangga
mulai dari kredit multiguna, kredit untuk kendaraan bermotor, dan kredit untuk pembelian
barang elektronik dan furniture.
4.2. Asesmen Sektor Korporasi
4.2.1. Kondisi Terkini dan Sumber Kerentanan Sektor Korporasi
Perekonomian Maluku Utara pada triwulan IV-2016 tumbuh melambat cukup signifikan.
Secara sektoral perlambatan terutama terjadi pada sektor pertanian, perkebunan dan
peternakan serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Rendahnya produksi ikan tangkap
dikarenakan cuaca buruk di akhir tahun. Namun demikian, pertumbuhan sektor utama yakni
sektor pertambangan, sektor industri pengolahan dan sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan.
Sementara, berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia, pada
triwulan IV-2016 korporasi di Maluku Utara kinerjanya juga cenderung menurun dibandingkan
triwulan sebelumnya, dengan saldo bersih tertimbang 1,58%, jauh lebih rendah dari triwulan
6,81%
20,74%
6,54%
65,91%
93,19%
Bukan Perseorangan
Perseorangan Modal Kerja
Perseorangan Investasi
Perseorangan Konsumsi
54
sebelumnya sebesar 9,35%. Penurunan utamanya didorong oleh Sektor pertanian dengan
saldo bersih tertimbang meningkat dari 2,62% menjadi -9,96%.
Grafik. 4.11. Perkembangan Dunia Usaha per Sektor Ekonomi
Sumber: SKDU Bank Indonesia, diolah
Perlambatan dunia usaha tersebut dipengaruhi oleh semakin berkurangnya pasokan
tenaga kerja di sektor-sektor terkait. Hal ini diindikasikan dengan adanya penurunan tenaga
kerja di sektor pertanian sebesar -2,62% di triwulan IV-2016. Secara total, jumlah tenaga kerja
korporasi di Maluku Utara per Desember 2016 menurun sebesar -2,84% (qtq). Selain faktor
tenaga kerja, perlambatan juga dipengaruhi oleh akses penyaluran kredit yang cenderung
mengalami hambatan khususnya di sektor-sektor terkait. Berdasarkan akses kredit, kondisi
keuangan perusahaan tidak sebaik triwulan III-2016.
Tabel 4.3 Kondisi Likuiditas Korporasi
Sumber: SKDU Bank Indonesia, diolah
9,35%
1,58%
-15%
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
2016 Tw 3 2016 Tw 4
Baik Cukup BurukSaldo Bersih
(%Baik-%Buruk)Baik Cukup Buruk
Saldo Bersih
(%Baik-%Buruk)
Akses Kredit 0,00% 100,00% 0,00% 0,00% 0,00% 66,67% 33,33% -33,33%
Kondisi keuangan perusahaan
berdasarkan likuiditas52,00% 44,00% 4,00% 48,00% 52,00% 44,00% 4,00% 48,00%
Kondisi keuangan perusahaan
berdasarkan rentabilitas54,00% 44,00% 2,00% 52,00% 52,00% 46,00% 2,00% 50,00%
Kondisi KeuanganQ 3 2016 Q 4 2016
55
4.2.2. Penyaluran Kredit pada Sektor Korporasi
Kredit pada sektor korporasi hanya memiliki pangsa sebesar 49,43% atau dengan nilai
nominal Rp2,12 triliun. Penyaluran kredit korporasi pada triwulan IV-2016 menunjukkan adanya
perlambatan, yakni sebesar 9,39% (yoy) lebih rendah dari triwulan sebelumnya 11,79% (yoy).
Perlambatan ini salah satunya dipengaruhi oleh tidak lancarnya pembayaran permerintah
daerah terhadap beberapa rekanan di sektor konstruksi dan jasa.
Berdasarkan jenis penggunaan, kredit modal kerja menguasai pangsa sektor korporasi
dengan share 78,49%, sementara kredit investasi memiliki pangsa sebesar 21,51%. Penyaluran
kredit modal kerja pada sektor korporasi di Maluku Utara mengalami peningkatan, pada triwulan
IV-2016 pertumbuhannya mencapai 13,62% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya
yang sebesar 15,15% (yoy). Begitu pula kredit investasi pertumbuhannya melambat menjadi -
3,70 (yoy) pada triwulan IV-2016 dari 1,40% (yoy) di triwulan sebelumnya.
Grafik 4.12. Perkembangan Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan
Sumber: LBU, diolah
Kredit korporasi didominasi oleh penyaluran pada Sektor Perdagangan Besar dan
Eceran, dengan pangsa 70,68%, disusul oleh Sektor Konstruksi dengan pangsa 10,74%, dan
sisanya terbagi rata di seluruh sektor. Pada kedua sektor utama tersebut, pertumbuhan
penyaluran kredit pada triwulan III-2016 menunjukkan adanya peningkatan. Seiring dengan
perbaikan pada kinerja perekonomian Maluku Utara. Kredit korporasi sektor perdagangan
tumbuh 13,33% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang hanya 9,57% (yoy).
Sementara, pada sektor konstruksi, penyaluran kredit korporasi tumbuh 3,68% (yoy) meningkat
dari triwulan sebelumnya yang hanya sebesar 3,37% (yoy).
Melambatnya kinerja sektor konstruksi di tengah tingginya penyaluran kredit korporasi
ke sektor tersebut, berdampak pada meningkatnya risiko kredit dari sektor korporasi. NPL
1.663,31 78%
455,77 22%
Modal Kerja Investasi
13,62%
-3,70%-10,00%
-5,00%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Modal Kerja Investasi
56
sektor korporasi tercatat sebesar 4,74% meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang
tercatat sebesar 4,34%. NPL sektor konstruksi tercatat mencapai 8,79%. Tingginya NPL pada
sektor ini salah satunya dipengaruhi oleh penundaan pembayaran beberapa proyek
infrastruktur akibat keterbatasan anggaran pemda..
Berdasarkan kategori debiturnya, kredit korporasi didominasi oleh debitur UMKM
dengan pangsa sebesar 82,64%, sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang hanya
sebesar 82,16%. Kredit korporasi pada debitur UMKM juga terus meningkat secara nominal,
yakni Rp1,75 triliun pada triwulan IV-2016, meningkat dari triwulan sebelumnya yang sebesar
Rp1,74 triliun. Pertumbuhan kredit korporasi UMKM juga tumbuh positif, 9,18% (yoy) melambat
dari triwulan sebelumnya yang sebesar 12,82% (yoy). Terbatasnya kemampuan likuiditas
korporasi UMKM, menyebabkan golongan ini rentan terhadap perubahan kondisi ekonomi.
Namun demikian, risiko kredit korporasi dengan skala UMKM terindikasi menurun. NPL
korporasi UMKM pada triwulan IV-2016 tercatat 4,80% lebih rendah dari triwulan sebelumnya
yang tercatat sebesar 5,34%.
Grafik 4.13. NPL Kredit Korporasi
Sumber: LBU, diolah
Grafik 4.14. NPL Kredit Korporasi per Kategori Debitur
Sumber: LBU, diolah
4.3. Asesmen Institusi Keuangan (Perbankan)
4.3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan
Total aset bank umum di Provinsi Maluku Utara pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar
Rp8,46 triliun. Secara tahunan, aset perbankan Malut tumbuh sebesar 4,20% (yoy) melambat
dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 6,41% (yoy). Secara umum, perlambatan
pertumbuhan aktiva perbankan di Malut terjadi di semua kelompok bank, namun utamanya
disumbang oleh penurunan aktiva bank swasta nasional dari 10,19% di triwulan III-2016 (yoy)
turun menjadi -1,52% di triwulan IV-2016 (yoy). Sementara itu, berdasarkan jenis operasinya,
5,33%4,74%
4,06%
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
6,00%
7,00%
8,00%
9,00%
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
5,34%4,80%
1,99%0,54%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
14,00%
16,00%
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
NPL UMKM NPL Non-UMKM
57
aset perbankan konvensional pada triwulan IV-2016 tercatat hanya tumbuh 4,46% (yoy) lebih
rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,79% (yoy). Begitupula dengan kinerja
perbankan syariah yang mengalami penurunan cukup signifikan dari triwulan sebelumnya dari
17,89% (yoy) di triwulan III-2016 turun menjadi -0,66% (yoy) di triwulan IV-2016. Namun
demikian, secara umum stabilitas keuangan daerah masih tetap terjaga.
Grafik 4.15. Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah)
Sumber : LBU, diolah
4.3.2. Intermediasi Perbankan
Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun perbankan yang beroperasi di Maluku Utara
pada posisi akhir triwulan IV-2016 tercatat sebesar Rp 6,30 triliun, lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang sebesar Rp 6,24 triliun. Secara tahunan, pertumbuhan DPK mengalami
eskalasi sebesar 1,24% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar -
4,20% (yoy).
Jumlah simpanan tabungan pada akhir triwulan IV-2016 mencapai Rp3,77 triliun, atau
tumbuh 1,09% (qtq). Secara tahunan, tabungan tumbuh melambat dari 4,75% (yoy) menjadi
0,87% (yoy). Melambatnya pertumbuhan tabungan salah satunya dipengaruhi oleh
meningkatnya preferensi masyarakat dalam menggunakan dana milik sendiri untuk melakukan
kegiatan konsumsi akibat meningkatnya ketidakpastian kondisi perekonomian pada periode
mendatang. Sementara itu, simpanan giro pada akhir triwulan IV-2016 terkontraksi cukup dalam
menjadi Rp1,38 triliun. Secara tahunan giro menyusut sebesar -19,07% (yoy) atau sedikit
meningkat dibanding penyusutan pada triwulan sebelumnya sebesar -19,09% (yoy).
Perlambatan simpanan giro ini dipengaruhi oleh menurunnya giro sektor pemerintah. Tidak
tercapainya target pendapatan pemerintah, mendorong penggunaan giro pemerintah di
perbankan untuk membiayai belanja pada triwulan IV-2016.
8.120 8.224 8.461
8,26%
13,61%
4,20%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
14,00%
16,00%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
8.000
9.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Mil
iya
r R
up
iah
AKTIVA g AKTIVA yoy (%)
58
Walaupun simpanan giro dan tabungan mengalami perlambatan, simpanan deposito
justru mengalami akselerasi setelah mengalami kontraksi pada triwulan sebelumnya. Pada
akhir triwulan IV-2016, jumlah simpanan dalam bentuk deposito tercatat sebesar Rp1,54 triliun.
Secara tahunan deposito tumbuh sebesar 21,99% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya
mengalami penyusutan yang dalam sebesar -7,48% (yoy).
Grafik 4.16. Perkembangan DPK (miliar rupiah)
Sumber : LBU, diolah
Dari sisi penyaluran kredit, jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan di Maluku
Utara pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar Rp6,40 triliun. Secara tahunan, penyaluran kredit
tumbuh 12,88% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 12,59% (yoy).
Akselerasi ini terutama terjadi pada kredit modal kerja yang tercatat tumbuh 13,62% (yoy), lebih
rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 15,15% (yoy). Meningkatnya aktivitas
perdagangan menyebabkan kredit modal kerja di sektor perdagangan tumbuh meningkat dari
14,20% (yoy) menjadi 15,61% (yoy).
Sementara itu, kredit investasi tercatat mengalami kontraksi sebesar 3,70% (yoy), lebih
rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,40% (yoy). Lambatnya
perbaikan ekonomi negara mitra dagang utama, adanya pilkada serentak pada bulan Februari
2017, serta tarik ulur relaksasi ekspor barang tambang mentah menyebabkan tingginya
ketidakpastian kondisi ekonomi pada periode mendatang. Hal ini menyebabkan para pelaku
usaha cenderung memilih untuk tidak mengajukan kredit investasi baru.
12,13% 12,59%12,88%
0,00%2,00%4,00%6,00%8,00%10,00%12,00%14,00%16,00%18,00%20,00%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Mil
iya
r R
up
iah
Modal Kerja Investasi Konsumsi g Kredit yoy (%)
59
Grafik 4.17. Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah)
Sumber : LBU, diolah
Sementara, kredit konsumsi tercatat tumbuh 14,68%, sedikit lebih tinggi dari
pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 13,02% (yoy). Percepatan
pertumbuhan kredit konsumsi terutama dipengaruhi oleh tingginya penyaluran kredit multiguna
dengan pertumbuhan sebesar 28,23% (yoy) pada triwulan IV-2016. Di lain sisi, KPR dan KKB
mengalami penyusutan.
Dengan perkembangan penghimpunan dana dan penyaluran kredit tersebut, peran
intermediasi perbankan di Maluku Utara terindikasi meningkat. Hal ini tercermin dari tingkat
LDR (Loan to Deposit Ratio) masih berada di level yang tinggi yakni 101,57%, meningkat dari
triwulan sebelumnya yang sebesar 99,19%.
Grafik 4.18. Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara
Sumber : LBU, diolah
Berdasarkan perkembangan intermediasi perbankan dan rendahnya risiko kredit yang
dicerminkan dengan perkembangan Non Performing Loan (NPL) pada triwulan IV-2016, secara
umum, ketahanan sektor lembaga keuangan yang diwakili perbankan masih berada dalam
kondisi yang cukup baik. NPL masih berada di dalam batas aman, di bawah ambang batas
10,51%
15,15%13,62%
-2,00%
0,00%
2,00%
4,00%
6,00%
8,00%
10,00%
12,00%
14,00%
16,00%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Mil
iya
r R
up
iah
Modal Kerja Investasi Konsumsi g Kredit yoy (%)
91,10%99,19%101,57%
0,00%
20,00%
40,00%
60,00%
80,00%
100,00%
120,00%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Mil
iya
r R
up
iah
Kredit (Rp Miliyar) DPK (Rp Miliyar) LDR (RHS)
60
yang sebesar 5%. Pada triwulan IV-2016 NPL perbankan Maluku Utara tercatat hanya sebesar
4,06%, lebih rendah dari triwulan sebelumnya sebesar 4,74%. Penurunan NPL terutama terjadi
pada perbaikan kredit yang disalurkan ke sektor korporasi baik UMKM maupun non-UMKM.
Grafik 4.19. Perkembangan NPL Perbankan di Malut
Sumber : LBU, diolah
4.3.3. Perbankan Syariah
Perbankan syariah secara umum memiliki pangsa aset sebesar 4,95% dari total
seluruh perbankan di Maluku Utara. Aset perbankan syariah Maluku Utara pada triwulan IV-
2016 tercatat sebesar Rp418 miliar, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tercatat
sebesar Rp467 Miliar. Secara tahunan, volume usaha perbankan syariah pada triwulan IV-2016
mengalami kontraksi, melambat -0,66% (yoy), jauh lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh 17,89% (yoy).
Hal senada ditunjukan dengan adanya penurunan volume usaha perbankan syariah di
Maluku Utara yang tercemin dari penurunan pertumbuhan DPK dari 20,28% (yoy) di triwulan IV-
2016 menjadi 2,14% (yoy) di triwulan sebelumnya. Penurunan terutama terjadi pada simpanan
jenis giro yang melambat dari sebelumnya tumbuh positif sebesar 263,43% (yoy) menyusut
dalam menjadi sebesar -26,62% (yoy). Efek berkurangnya rate bagi hasil serta meningkatnya
konsumsi masyarakat menyebabkan simpanan dalam bentuk tabungan syariah dan deposito
syariah memiliki dampak cukup signifikan terhadap perlambatan dan penyusutan di sektor
perbankan syariah. Tabungan syariah tercatat tumbuh melambat sebesar 8,89% (yoy) setelah
pada triwulan sebelumnya tumbuh 11,96% (yoy). Sementara itu deposito syariah mengalami
kontraksi sebesar -10,53% (yoy), sedikit lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar -13,30%
(yoy).
5,33%4,74%
4,06%
0,00%
1,00%
2,00%
3,00%
4,00%
5,00%
6,00%
7,00%
8,00%
9,00%
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000
7.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Mil
iya
r R
up
iah
Kredit (Rp Miliyar) NPL's (RHS)
61
Sementara itu, pembiayaan perbankan syariah pada triwulan laporan mulai
menunjukan perbaikan kinerja. Penyaluran pembiayaan oleh bank syariah di Maluku Utara
pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar Rp197,44 miliar, tumbuh sebesar 4,26% (yoy), lebih
tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 3,29% (yoy). Perbaikan kinerja terutama dialami oleh
pembiayaan untuk modal kerja yang tercatat tumbuh meningkat dari 19,53% (yoy) menjadi
26,07% (yoy) seiring dengan kinerja sektor pertambangan dan sektor industri pengolahan yang
terus meningkat selama tahun 2016. Sementara itu, pembiayaan konsumtif tercatat mengalami
pertumbuhan sebesar 2,36% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya menyusut sebesar -
2,51% (yoy). Adapun pembiayan investasi mengalami menyusut cukup dalam sebesar -17,87%
(yoy) menyusut lebih dalam dari triwulan sebelumnya sebesar-0,65% (yoy).
Dengan perkembangan tersebut, pada triwulan IV-2016, FDR perbankan syariah
Maluku Utara tercatat mengalami akselerasi menjadi 51,99% (yoy) lebih tinggi dari triwulan
sebelumnya yang sebesar 46,11. Dari sisi risiko pembiayaan, non performing financing (NPF)
mengalami kenaikan dibandingkan triwulan sebelumnya dari 2,35% menjadi 2,39%.
Grafik 4.20. Perkembangan Perbankan Syariah
Sumber : LBU, diolah
4.3.4. Bank Perkreditan Rakyat
Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
di Maluku Utara pada triwulan IV-2016 mengalami perlambatan setelah pada triwulan
sebelumnya mengalami percepata yang cukup signifikan. Aset BPR/S turun secara nominal
menjadi Rp87,67 miliar, dengan pertumbuhan dari 87,81% (yoy) pada triwulan lalu, menjadi
28,40% (yoy) pada triwulan IV-2016. Hal ini dikarenakan pada triwulan sebelumnya terdapat
penambahan modal oleh Pemda pada salah satu BPR/S.
50,93%46,11%
51,99%
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
0
50.000
100.000
150.000
200.000
250.000
300.000
350.000
400.000
450.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
Pembiayaan (Rp Juta) DPK (Rp Juta) FDR (RHS)
62
DPK pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar Rp49,27 miliar atau tumbuh melambat
43,26% (yoy), lebih rendah daripada triwulan sebelumnya yang tumbuh 143,61% (yoy).
Perlambatan terutama terjadi pada jenis simpanan berbentuk tabungan yang hanya tumbuh
40,11% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 103% (yoy). Adanya pencairan
simpanan milik pemda menjadi salah satu pemicu kondisi ini.
Dari sisi penyaluran dana, pada triwulan IV-2016 BPR/BPRS di Maluku Utara
mencatatkan kredit/pembiayaan sebesar Rp53,62 miliar, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya
sebesar Rp52,27. Namun secara tahunan, pertumbuhan kredit/pembiayaan tumbuh melambat
21,87% (yoy) di triwulan IV-2016, lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 24,52%
(yoy). Meningkatnya jumlah kredit pegawai khususnya dari pemerintah kota Ternate menjadi
salah satu faktor pendorong kinerja penyaluran dana BPR/S pada triwulan IV-2016.
Grafik 4.21 Perkembangan BPR/BPRS (juta rupiah)
Sumber : LBU, diolah
4.4. Pengembangan Akses Keuangan
Kredit UMKM yang disalurkan perbankan Malut pada triwulan IV-2016 tercatat Rp1,75
triliun. Jumlah tersebut tumbuh sebesar 9,18% (yoy) melambat dari triwulan sebelumnya yang
tumbuh sebesar 12,82% (yoy). Pelemahan harga komoditas perkebunan dan perikanan
berdampak pada turunnya kinerja UMKM yang memiliki usaha pada sektor ini sehingga mereka
tidak berminat mengajukan kredit baru. Jumlah debitur UMKM pada triwulan IV-2016 tercatat
sebesar 24.343 rekening, melambat 10,21% (yoy) setelah sebelumnya tumbuh 12,10% (yoy).
Penyaluran kredit UMKM meningkat pertumbuhannya, sejalan dengan melambatnya
kinerja ekonomi Malut, peningkatan penyaluran kredit UMKM terjadi baik pada kredit modal
kerja maupun kredit investasi. Kredit modal kerja yang disalurkan kepada debitur UMKM pada
triwulan IV-2016 tumbuh sebesar 11,21% (yoy), lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang
0
20.000
40.000
60.000
80.000
100.000
120.000
I II III IV I II III IV I II III IV
2014 2015 2016
DPK (Juta Rp) Kredit (Juta Rp) Aset (Juta Rp)
63
tumbuh sebesar 14,63% (yoy). Sementara itu, kredit investasi UMKM tumbuh sebesar 0,49%
(yoy) melambat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 1,30% (yoy).
Dari sisi kualitas kredit, NPL debitur UMKM pada triwulan IV-2016 tercatat sebesar
4,80%, sedikit mengalami peningkatan kualitas dari triwulan sebelumnya sebesar 5,34%.
Penurunan NPL tercatat terjadi pada sektor transportasi seiring kinerja subsektor perikanan dan
perdagangan yang tidak optimal selama triwulan IV-2016 sehingga sektor penunjang seperti
sektor transportasi juga ikut lesu.
Masih tingginya NPL kredit untuk debitur UMKM menjadi indikasi bahwa masih
diperlukan adanya program-program pendampingan UMKM, utamanya yang mengolah
komoditas unggulan daerah. Selain mengoptimalisasi penyaluran KUR yang notabene
mensyaratkan bunga bersubsidi, sehingga akan lebih meringankan UMKM.
Upaya-upaya pelatihan literasi manajemen keuangan dan penguatan kelembagaan,
diharapkan akan dapat membantu UMKM mengelola usahanya. Secara lokal, KPW BI Maluku
Utara juga terus membina UMKM di berbagai wilayah di Provinsi Maluku Utara melalui berbagai
progam bantuan teknis baik klaster maupun non klaster. Saat ini KPw BI Maluku Utara memiliki
7 klaster aktif dan 1 desa binaan yang tersebar di beberapa kabupaten kota.
Di samping itu, untuk memperluas akses keuangan kepada masyarakat secara rutin
KPW BI Maluku Utara bekerja sama dengan perbankan membuat program edukasi keuangan
dan pengembangan Layanan Keuangan Digital. Secara khusus KPw BI Maluku Utara juga
memiliki program pengembangan UMKM baru yang disebut Wirausaha Bank Indonesia Maluku
Utara. Saat ini program tersebut sudah memiliki 2 angkatan di mana para pesertanya telah
mendapatkan akses ke perbankan.
64
65
Secara umum, transaksi keuangan tunai di Maluku Utara pada triwulan laporan
mengalami net outflow, hal tersebut menunjukkan adanya peningkatan aktivitas
perekonomian di tengah masyarakat Maluku Utara.
Sementara, transaksi keuangan non tunai masih dalam tren perlambatan seiring
dengan berkurangnya kegiatan di perbankan.
BAB V PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN
“Transaksi tunai meningkat seiring kebutuhan
masyarakat ”
Net Outflow
Tw IV-2016
Rp499,76 miliar
Nominal Transaksi
Kliring Tw IV-2016
Rp252,73
miliar
66
5.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai
Aliran uang kartal pada triwulan IV-2016 di Maluku Utara menunjukkan net ouflow
(uang yang keluar lebih besar daripada jumlah uang yang masuk dari khasanah Kantor
Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara). Pada triwulan IV-2016, aliran uang keluar
(outflow) tercatat sebesar Rp737,04 miliar, sementara aliran uang masuk (inflow) sebesar
Rp237,28 miliar sehingga menghasilkan net outflow sebesar Rp499,76 miliar.
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Tunai di Maluku Utara
Seiring dengan peningkatan aktivitas karena adanya percepatan pertumbuhan
ekonomi pada triwulan IV-2016, terjadi net outflow karena adanya pola traksaksi ekonomi yang
meningkat pada akhir tahun. Hal tersebut menunjukkan kesesuaian dengan pola historisnya
yang menunjukkan net outflow pada tiga tahun ke belakang. Pada triwulan IV-2016 jumlah uang
masuk (inflow) meningkat signifikan sebesar 90,39% (yoy) dari triwulan IV-2015 yang berjumlah
Rp124,63 miliar menjadi Rp237,28 miliar pada triwulan IV-2016, padahal triwulan sebelumnya
hanya tumbuh sebesar 25,38% (yoy). Sedangkan jumlah uang keluar (outflow) terkontraksi
sebesar 12,51% (yoy) dari triwulan IV-2015 yang berjumlah Rp842,43 miliar menjadi Rp737,04
miliar pada triwulan IV-2016, setelah pada triwulan sebelumnya terkontraksi lebih besar yaitu
sebesar 45,11% (yoy).
Sumber: Unit Pengelolaan Uang Rupiah KPw BI Maluku Utara
67
Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan uang Rupiah dalam kondisi yang masih
relatif baru dan layak edar serta menjangkau masyarakat yang jauh dari wilayah perkotaan,
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara (KPw BI Provinsi Malut)
melaksanakan layanan kas titipan bekerjasama dengan perbankan di Kota Tobelo, Kabupaten
Halmahera Utara yang telah berlangsung sejak bulan Maret 2016. Pada tahun 2017, KPw BI
Provinsi Malut akan membuka Pelayanan kas titipan di Kota Labuha Kabupaten Halmahera
Selatan, bekerjasama dengan perbankan setempat. Selain itu, KPw BI Provinsi Malut juga
melakukan kegiatan kas keliling secara rutin ke berbagai kabupaten/kota di wilayah Provinsi
Maluku Utara. Selama triwulan IV-2016 Unit Pengelolaan Uang Rupiah KPw BI Provinsi Malut
telah melaksanakan 12 kali kas keliling ke luar Kota Ternate dan 25 kali kas keliling dalam kota.
Tabel 5.1 Kegiatan Kas Keliling di Maluku Utara
Pada triwulan IV-2016, ditemukan uang palsu sebanyak 17 lembar di wilayah kerja
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, jumlah ini menurun dari temuan
triwulan sebelumnya dimana terdapat temuan sebanyak 18 lembar. Dalam rangka melindungi
masyarakat dari tindak kriminal pemalsuan uang, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Maluku
Utara secara periodik melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian uang rupiah untuk meningkatkan
pemahaman masyarakat tentang keaslian uang rupiah dan meminimalisir temuan uang palsu.
Sosialisasi dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan seperti pasar (baik modern maupun
tradisional), pusat pendidikan seperti universitas dan sekolah atau kepada Pemerintah Daerah.
Selain kegiatan sosialisasi secara langsung, Bank Indonesia juga melakukan publikasi tentang
ciri-ciri keaslian uang rupiah melalui media massa baik cetak maupun elektronik.
5.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Nontunai
Perkembangan transaksi pembayaran nontunai di Maluku Utara yang tercermin dari
transaksi pada layanan kliring perbankan menunjukkan perlambatan. Secara tahunan, transaksi
Sumber: Unit Pengelolaan Uang Rupiah KPw BI Maluku Utara
Bulan Lokasi
OktoberKota Ternate; Halmahera Barat; Halmahera
Timur; dan Kepulauan Sula
NovemberKota Ternate; Halmahera Selatan; dan
Halmahera Tengah
Desember
Kota Ternate; Halmahera Selatan; Halmahera
Timur; Halmahera Barat; Halmahera Tengah;
Halmahera Utara; dan Kepulauan Sula.
68
kliring tumbuh melambat sebesar 4,69% (yoy). Sementara itu, layanan keuangan digital kepada
masyarakat di Maluku Utara semakin gencar seiring dengan kebutuhan masyarakat akan akses
keuangan digital yang kian tinggi.
5.2.1 Perkembangan Kegiatan Kliring
Transaksi nontunai melalui fasilitas kliring pada periode triwulan IV-2016 tercatat
sebesar Rp252,73 miliar, atau terjadi penurunan sebesar 4,69% (yoy) dari triwulan IV-2015
yang berjumlah sebesar Rp265,17 miliar. Padahal jika dilihat pada triwulan sebelumnya
transaksi kliring tercatat tumbuh sebesar 3,05% (yoy) dibanding triwulan III-2015. Sedangkan
jika dilihat dari segi pertumbuhan antar triwulan, juga telah terjadi peningkatan sebesar Rp8,24
miliar (3,4%) dari Rp244,49 miliar pada triwulan III-2016 menjadi Rp252,73 miliar pada triwulan
IV-2016.
Melambatnya pertumbuhan transaksi melalui kliring di Maluku Utara (yoy) ditengarai
karena menurunnya kegiatan masyarakat dalam menggunakan fasilitas kliring perbankan
sehingga perpindahan dana melalui kliring ikut berkurang. Perlambatan ditengarai karena
adanya perubahan aturan dimana, transaksi pemindahbukuan senilai Rp100 juta dapat juga
dilaksanakan menggunakan fasilitas RTGS. Selain itu, sektor usaha yang melambat sebagai
salah satu dampak performa APBD yang kurang baik, juga berkontribusi pada pengurangan
transaksi melalui kliring.
Grafik 5.2 Perkembangan Kliring di Maluku Utara Tabel 5.2 Perkembangan Cek/ BG Kosong di Maluku Utara
Sumber: Unit Operasional SP KPw BI Maluku Utara Sumber: Unit Operasional SP KPw BI Maluku Utara
69
Sementara itu, rasio cek dan bilyet giro (BG) kosong masih terjaga di level yang sangat
rendah. Pada triwulan laporan, jumlah cek dan bilyet giro kosong tercatat sebesar 44 lembar
atau meningkat 37,5% (qtq) dari triwulan sebelumnya yang berjumlah 32 lembar. Adapun rasio
nilai nominal cek/BG kosong terhadap cek/BG yang diserahkan pada triwulan IV-2016 adalah
sebesar 1,46%, meningkat dari rasio triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,66%.
5.2.2 Perkembangan Keuangan Digital
Pada triwulan IV-2016, jumlah agen Layanan Keuangan Digital (LKD) tercatat
sebanyak 571 agen yang tersebar di seluruh daerah di Provinsi Maluku Utara. Jumlah ini
tumbuh signifikan sebesar 149% (yoy) dibandingkan periode triwulan IV-2015 yang baru
berjumlah sebanyak 229 agen. Jika dilihat dari segi pertumbuhan antar triwulan, juga terjadi
peningkatan yang cukup signifikan sebesar 160 agen (39%) dari 411 agen pada triwulan III-
2016 menjadi 571 agen pada triwulan IV-2016.
Dengan semakin banyaknya agen LKD di Maluku Utara, diharapkan masyarakat
Maluku Utara mampu menggunakan layanan keuangan digital dalam transaksi keuangan yang
dilakukan sehari-hari sehingga mewujudkan Less Cash Society.
Grafik 5.3 Perkembangan Jumlah Agen LKD di Maluku Utara
Sumber: Unit Pengawasan SP, PUR & KI KPw BI Maluku Utara
70
71
Tingkat ketimpangan pengeluaraan penduduk Maluku Utara adalah sebesar
0,309, meningkat dibanding kondisi Maret 2016 yang sebesar 0,286. Meskipun
terjadi pelebaran tingkat ketimpangan pengeluaran di Malut, namun distribusi
pengeluaran di antara penduduk masih cukup merata.
Pada triwulan laporan, NTP Maluku Utara memiliki nilai lebih rendah daripada
NTP Nasional. Maluku Utara mengalami penurunan NTP terbesar di wilayah
Sulampua (Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat).
BAB VI KETENAGAKERJAAN DAN
KESEJAHTERAAN
“Kesejahteraan masyarakat Maluku Utara
terindikasi mengalami penurunan”
NTP
102,04%
Gini Ratio Maluku
Utara
0,31%
72
6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan
Hingga triwulan III-2016, perkembangan ketenagakerjaan di Maluku Utara masih
menunjukkan pertumbuhan yang baik. Pada Agustus 2016, BPS merilis bahwa Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) masih berada pada level yang baik, meski mengalami
penurunan, yaitu 66,43% pada Agustus 2015 menjadi 66,19% pada Agustus 2016. Selain itu
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) juga menunjukkan kondisi yang baik, dimana pada
Agustus 2015 tercatat sebesar 6,05% kemudian turun menjadi 4,01% pada Agustus 2016.
Dari sisi pelaku usaha, penggunaan tenaga kerja pada triwulan III-2016, sesuai dengan
periode waktu rilis BPS, masih berada pada level yang sama dibanding triwulan sebelumnya.
Hal tersebut tercermin dari pencapaian SBT realisasi penggunaan tenaga kerja yang tercatat
tetap (0,00%). Sementara pada triwulan berjalan, diperkirakan penggunaan tenaga kerja akan
mengalami peningkatan, yang ditengarai dengan SBT perkiraan yang mencatatkan nilai positif
3,68%. Penambahan tenaga kerja diperkirakan akan berasal dari sektor pertambangan dan
sektor industri pengolahan, dimana terdapat peningkatan target produksi dan dibukanya
beberapa perusahaan baru.
Tabel 6.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara Agustus (ribu jiwa)
6.2 Nilai Tukar Petani (NTP)
Pada akhir triwulan IV-2016, Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara tercatat
sebesar 102,04, terkontraksi sebesar 1,37% (yoy) setelah pada triwulan III-2016 tumbuh
2,65% (yoy). Menurunnya NTP pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya antara
lain disebabkan oleh menurunnya indeks harga hasil produksi pertanian, sementara indeks
harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun untuk keperluan produksi
pertanian meningkat.
2013 2014 2015 2016
735 753,8 773,18 792,5
473 481,5 513,6 524,5
Bekerja 155 456 482,54 503,5
Pengangguran 18 25,5 31,06 21
262 272,3 259,58 268
64,40% 63,90% 66,43% 66,19%
3,80% 5,30% 6,05% 4,01%TPT
Agustus
Penduduk 15 Tahun Keatas
Bukan Angkatan Kerja
Indikator
Angkatan Kerja
TPAK
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
73
Peringkat Provinsi NTP
1 Sulut 93,94
2 Sulteng 97,87
3 Sulsel 103,93
4 Sultra 98,37
5 Gorontalo 105,95
6 Sulbar 107,70
7 Maluku 100,67
8 Maluku Utara 102,04
9 Papua Barat 100,17
10 Papua 94,95
Nasional 102,02
Grafik 6.1 Perkembangan NTP Maluku Utara
Pada triwulan laporan, NTP Maluku Utara memiliki nilai lebih rendah daripada NTP
Nasional. Maluku Utara mengalami penurunan NTP terbesar di wilayah Sulampua
(Sulawesi, Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat). Meskipun mengalami kontraksi
NTP, namun kesejahteraan petani di Maluku Utara masih terjaga. Hal tersebut terindikasi dari
nilai NTP Maluku Utara yang masih lebih besar dari 100. Pada triwulan IV-2016, dari sepuluh
provinsi di wilayah Sulampua, delapan provinsi mengalami penurunan NTP. Hanya Provinsi
Sulawesi Selatan dan Gorontalo yang mengalami peningkatan NTP.
Tabel 6.2 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
74
Menurunnya NTP Maluku Utara terjadi pada hampir seluruh sektor pertanian,
kecuali hortikultura dan perikanan. Menurunnya NTP ini disebabkan oleh kenaikan harga
barang dan jasa yang dikonsumsi rumah tangga dan harga produk penunjang produksi
pertanian. Di lain sisi, panen komoditas tanaman pangan, peternakan, dan tanaman
perkebunan rakyat pada triwulan laporan mendorong rendahnya pertumbuhan harga jual
produksi pertanian.
Grafik 6.2 NTP per Subsektor di Maluku Utara
6.3 Tingkat Kesejahteraan
Ditengah perbaikan perekonomian di triwulan IV-2016, tingkat kemiskinan di
Maluku Utara per September 2016 masih tercatat mengalami peningkatan menjadi 76,40
ribu orang dari 72,65 ribu orang pada periode waktu setahun sebelumnya. Kondisi
kemiskinan tersebut masih mencerminkan perlambatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III-
2016 lalu. Kenaikan UMP tahun 2016 yang jauh lebih rendah dari periode-periode sebelumnya
ditengarai menjadi salah satu penyebab meningkatnya tingkat kemiskinan. Selain itu, meskipun
inflasi tahun 2016 terjaga pada level yang rendah, namun inflasi pada komoditas yang
memberikan sumbangan besar pada garis kemiskinan, seperti beras, rokok, dan perumahan
tercatat meningkat. Hasil survei konsumen Bank Indonesia mencatat, indeks pengeluaran saat
ini masyarakat juga meningkat dari 165 menjadi 169.
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah
75
Tabel 6.3 Perkembangan Upah Minimum Provinsi Maluku Utara
Namun demikian, dengan telah ditetapkannya UMP tahun 2017 yang meningkat dari
Rp1.681.000,00 menjadi Rp1.975.000,00 atau meningkat sebesar 17,49% akan mampu
mendorong peningkatan persepsi kesejahteraan masyarakat pada tahun 2017. Selain itu,
kondisi perekonomian global yang mulai membaik, serta kembali bergeliatnya sektor
pertambangan di Maluku Utara memberikan pengaruh positif pada ekspektasi masyarakat
terhadap terhadap kondisi kesejahteraannya pada triwulan I-2017 hingga enam bulan ke depan.
Hal tersebut tercermin pada peningkatan indeks ekspektasi konsumen dari 124 menjadi 131.
Pada bulan September 2016, BPS Provinsi Maluku Utara juga merilis data mengenai
kondisi Gini Ratio Maluku Utara. Berdasarkan rilis BPS, tingkat ketimpangan pengeluaraan
penduduk Maluku Utara adalah sebesar 0,309, meningkat dibanding kondisi Maret 2016 yang
sebesar 0,286. Gini ratio Maluku Utara berfluktuasi dari waktu ke waktu, namun masih di bawah
0,400 yang termasuk dalam kategori ketimpangan rendah, bahkan Malut termasuk dalam tiga
terendah se-Indonesia. Meskipun terjadi pelebaran tingkat ketimpangan pengeluaran di Malut,
namun distribusi pengeluaran di antara penduduk masih cukup merata.
Tahun UMP Malut Pertumbuhan
2017 1.975.000,00Rp 17,49%
2016 1.681.000,00Rp 6,59%
2015 1.577.000,00Rp 9,51%
2014 1.440.000,00Rp 19,94%
2013 1.200.622,00Rp 25,00%
76
77
Perekonomian Malut pada triwulan II-2017 diperkirakan tumbuh lebih tinggi dari
triwulan I-2017 dan berada pada kisaran 5,89% (yoy) – 6,39% (yoy) dengan
kecenderungan bias ke bawah.
Dengan mempertimbangkan kondisi terkini serta risiko lonjakan inflasi pada periode
mendatang, inflasi pada triwulan II-2017 diproyeksikan pada kisaran 4,32% ± 1%
(yoy).
a
BAB VII PROSPEK PEREKONOMIAN
“Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan meningkat,
namun masih dibayangi peningkatan tekanan
inflasi”
Proyeksi Ekonomi
Tw II-2017
5,89% -
6,39%
Proyeksi Inflasi
Tw II-2017
4,32%
±
1%
78
7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Maluku Utara pada triwulan II-2017 diperkirakan tumbuh meningkat
dari triwulan berjalan dan berada pada kisaran 5,89% - 6,39% (yoy) dengan
kecenderungan bias ke bawah. Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga masih akan
menjadi penggerak utama ekonomi Provinsi Maluku Utara pada triwulan mendatang.
Sementara itu, perbaikan produksi sektor pertanian (termasuk perikanan) dan meningkatnya
produksi nikel yang disertai dengan rencana relaksasi UU Minerba yang telah diimplementasi
pada triwulan I-2017 diperkirakan akan berdampak pada meningkatnya ekspor baik antar
daerah maupun luar negeri.
Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi dipicu dari membaiknya kinerja sektor
utama khususnya sektor perdagangan besar dan eceran, sektor pertambangan, dan sektor
industri pengolahan. Selanjutnya, di tengah perbaikan perekonomian global dan nasional yang
masih berlangsung lambat, para pelaku usaha di Maluku Utara masih sangat optimis terhadap
perkembangan usahanya pada tahun 2017 yang sedang berjalan. Hal tersebut dikonfimasi dari
hasil SKDU Bank Indonesia yang menghasilkan saldo bersih tertimbang ekspektasi pelaku
usaha yang meningkat dari 21,95% menjadi 26,99%.
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
0
1
2
3
4
5
6
7
8
I II III IV I II III IV I II III IV Ip IIp IIIp IVp
2014 2015 2016 2017R
p M
iliar
Per
tum
bu
han
PD
RB
(%
)
PDRB (rhs) g_yoy
Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara dan Bank Indonesia, diolah
Grafik 7.1 Perkembangan PDRB Malut dan Proyeksinya
79
Siklus La Nina yang masih akan berlangsung hingga akhir triwulan I-2017 mendatang,
diperkirakan akan sedikit menekan hasil produksi pertanian dan perikanan pada triwulan
setelahnya, namun masih dalam koridor yang terbatas. Secara umum diperkirakan hasil
produksi pertanian dan perikanan masih akan meningkat. Selain itu, rencana relaksasi UU
Minerba diperkirakan akan memberikan ruang lebih luas bagi peningkatan ekspor Maluku
Utara, utamanya dari komoditas nikel. Relaksasi UU Minerba mejadi sebuah antitesis dari
rencana pemerintah pusat untuk melakukan hilirisasi sektor pertambangan, namun demikian,
bagi Maluku Utara pembangunan smelter yang tengah berlangsung diperkirakan tidak akan
banyak terganggu oleh relaksasi UU Minerba tersebut. Hal tersebut disebabkan, smelter yang
telah dibangun di Maluku Utara mendapatkan pasokan nikel dari perusahaan terafiliasi yang
berada dalam satu kelompok usaha dengan smelter tersebut. Lebih jauh lagi, berdasarkan hasil
liaison, pelonggaran kebijakan tersebut justru akan memberikan dorongan lebih kepada
perusahaan tambang untuk membangun smelter, sebab izin terbatas ekspor konsentrat
tersebut hanya akan diberikan kepada perusahaan yang berkomitmen akan membangun
smelter-nya. Dengan memperhatikan perkembangan terkini dan faktor-faktor risiko, diperkirakan
perekonomian Maluku Utara pada tahun 2017 akan tumbuh pada kisaran 5,88% - 6,28% (yoy).
7.1.1 Sisi Permintaan
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan II-2017 terutama didorong oleh
terjaganya pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada level yang tinggi, dimana terdapat
banyak kegiatan keagamaan, seperti Ramadhan, Idul Fitri, dan berbagai perayaan daerah yang
mengikutinya. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga diperkirakan terjaga pada kisaran 6%
(yoy) seiring dengan adanya peningkatan UMP sebesar 17,49%, jauh lebih tinggi dari
peningkatan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 6,59%. Kondisi ini juga didukung dengan
kecenderungan harga komoditas nikel, cengkih, fuli, dan pala yang diperkirakan terus membaik
pada tahun 2017 mendatang sehingga berdampak positif pada pendapatan masyarakat Maluku
Utara. Pasokan nikel dunia yang terus menurun akibat pengurangan produksi yang dilakukan
negara produsen nikel menjadi faktor pendorong harga nikel hingga awal tahun 2017. Terlebih
lagi Filipina, yang saat ini menjadi produsen utama nikel, pada tahun 2017 berencana akan
menerapkan aturan pelarangan ekspor mineral mentah seperti yang dilakukan oleh Indonesia.
Sementara itu, kegiatan ekspor baik luar negeri maupun antar daerah diprediksi
mengalami peningkatan sebagai efek lanjutan dari mulai beroperasinya smelter di Pulau Gebe
dan smelter Pulau Obi yang ditargetkan akan beroperasi pada triwulan II-2017 mendatang.
80
Peristiwa pengrusakan fasilitas smelter di Pulau Gebe yang sempat menghentikan produksi
perusahaan tambang nikel di lokasi tersebut pada pertengahan November 2016 lalu dan
insiden pengibaran bendera Tiongkok pada saat pembukaan smelter Pulau Obi, diharapkan
tidak akan menimbulkan gangguan berarti terhadap produksi olahan nikel dari kedua smelter
tersebut.
Lebih jauh lagi, penguatan kerjasama antara Maluku Utara dengan Jawa Timur semakin
memperluas dan memperkuat jaringan pasar bagi produk Maluku Utara, utamanya hasil bumi
seperti cengkih, fuli, dan pala. Harga komoditas hortikultura utamanya aneka cabai dan bawang
merah, yang masih berada pada level optimalnya, diperkirakan akan turut meningkatkan daya
beli masyarakat.
Faktor penghambat pertumbuhan terutama berasal dari komponen konsumsi
pemerintah. Masih belum disahkannya APBD Maluku Utara tahun 2017, dipastikan akan
menunda realisasi belanja pemerintah, sehingga efek tularnya terhadap pertumbuhan konsumsi
pemerintah juga akan semakin tertunda. Selain itu, terbatasnya ruang gerak fiskal karena
pangsa APBD yang cukup banyak tergerus oleh pembayaran kewajiban kepada pihak ketiga
juga diperkirakan akan berdampak pada berkurangnya belanja modal di Maluku Utara.
Disetujuinya utang pemprov kepada bank diperkirakan akan membayangi pertumbuhan
komponen konsumsi pemerintah. Lebih jauh lagi, target peningkatan realisasi PAD yang
sebagian besar bersumber dari bagi hasil perusahaan tambang masih disangsikan akan dapat
dicairkan sepenuhnya pada tahun 2017 mendatang.
7.1.2 Sisi Penawaran
Ditilik dari sisi penawaran, meningkatnya pertumbuhan pada triwulan II-2017 mendatang
akan didorong oleh terjaganya kinerja sektor pertanian, meningkatnya sektor pertambangan,
sektor administrasi pemerintahan, sektor perdagangan dan sektor konstruksi. Sektor pertanian,
kehutanan, dan perikanan, pertumbuhannya diproyeksikan akan lebih tinggi dari triwulan II-
2017, meskipun siklus La Nina diperkirakan masih akan berlangsung hingga akhir triwulan I-
2016 dan diperkirakan masih akan berdampak terhadap produksi pertanian dan perikanan di
Maluku Utara meski tidak akan terlalu signifikan. Kembali normalnya suhu permukaan air laut
yang kembali normal diperkirakan dapat meningkatkan hasil tangkapan ikan selama tahun 2017
mendatang dibanding tahun sebelumnya.
81
Selanjutnya, meningkatnya produksi sektor pertanian serta pulihnya daya beli
masyarakat diperkirakan mampu menjaga pertumbuhan sektor perdagangan untuk tumbuh
mendekati level 9% pada triwulan II-2017. Pembukaan beberapa jalur transportasi laut dan
udara baru diprediksi berdampak positif pada aktivitas perdagangan di Maluku Utara.
Pembukaan pasar-pasar baru baik tradisional maupun modern di berbagai wilayah di Provinsi
Maluku Utara juga diperkirakan akan meningkatkan kegiatan pada sektor ini.
Sementara itu, sektor pertambangan tercatat semakin meningkat, seiring dengan
membaiknya harga nikel, serta pelonggaran kebijakan pelarangan ekspor konsentrat.
Perusahaan pertambangan nikel yang masih beroperasi tercatat meningkatkan target level
produksinya setelah sebelumnya dipangkas akibat turunnya harga nikel selama pertengahan
tahun 2016 dan masih belum selesainya pabrik smelter yang ingin mereka bangun.
Selanjutnya, pada triwulan II-2017 sejalan dengan telah beroperasinya smelter-smelter baru,
baik di Maluku Utara maupun di kawasan lain, juga menjadi peluang perluasan pasar bagi para
penambang nikel sehingga turut menjadi faktor pendorong untuk meningkatkan level produksi.
Sektor-sektor utama diperkirakan seluruhnya mengalami akselerasi, sementara sektor-
sektor pendukung seperti sektor pengadaan air, sektor informasi dan komunikasi, sektor jasa
keuangan, dan sektor jasa kesehatan diperkirakan akan mengalami perlambatan yang
disebabkan oleh volatilitas musiman pada sektor-sektor tersebut. Pola pertumbuhan kredit pada
triwulan II yang cenderung melambat serta rendahnya pertumbuhan simpanan dalam bentuk
giro diperkirakan masih akan menjadi penghambat kinerja sektor keuangan pada triwulan II-
2017.
7.2 Outlook Inflasi Daerah
Tekanan inflasi kota Ternate pada triwulan II-2017 diperkirakan akan mengalami
peningkatan dibanding inflasi triwulan berjalan. Seiring dgn tren kenaikan harga minyak,
tekanan terhadap inflasi berisiko untuk bertambah karena hal tersebut dapat berdampak pada
naiknya harga BBM. Kemungkinan kenaikan harga BBM ini perlu diantisipasi agar second
round effect tidak terlalu merembet hingga mempengaruhi harga-harga yang lain.
Selain itu, data dari BMKG menyatakan bahwa fenomena La Nina masih akan
berlangsung hingga bulan Mei 2017. Meskipun dengan intensitas rendah, namun fenomena
tersebut telah menggeser awal musim hujan. Intensitas hujan yang berada di atas rata-rata,
tercatat akan terjadi di beberapa daerah yang menjadi pemasok bahan makanan Maluku Utara,
82
seperti Jawa Timur, Sulut, dan Sulsel. Kondisi yang demikian ditengarai akan mempengaruhi
stabilitas pasokan barang ke Maluku Utara, yang kemudian akan berdampak terhadap stabilitas
harga pada triwulan berjalan hingga pertengahan triwulan selanjutnya.
Selain di daerah-daerah pemasok di luar Maluku Utara, beberapa wilayah di Maluku
Utara juga diperkirakan akan mengalami curah hujan di atas rata-rata dengan disertai angin.
BMKG memperkirakan bahwa tren jumlah maksimum hari berturut-turut hujan di Maluku Utara
akan cenderung bertambah pada paruh pertama 2017 ini. Kondisi tersebut ditengarai akan
memberikan pengaruh terhadap hasil tangkapan ikan nelayan di Maluku Utara.
Gambar 7.1 Perkiraan Sifat Hujan pada Musim Hujan 2016/2017
Risiko-risiko tersebut diperkirakan akan mendorong peningkatan inflasi di triwulan II-
2017 mendatang. Disamping itu, basis inflasi yang cukup rendah pada tahun 2016 menjadi
risiko munculnya base effect inflasi pada tahun mendatang. Guna mengantisipasi lonjakan
harga di tahun 2017, pemerintah daerah telah menyusun beberapa rencana aksi, antara lain
peningkatan konektivitas pengangkutan komoditas bahan pangan strategis melalui penyediaan
angkutan bersubsidi berupa truk dan kapal sewa. Selain itu, peningkatan produktivitas tanaman
pangan dilakukan melalui ekstensifikasi dan pembudidayaan tanaman pangan dan tanaman
Sumber: Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
83
hortikultura penyebab inflasi seperti padi, aneka cabai, aneka bawang, dan sayur-sayuran.
Pada tahun 2016, program-program tersebut telah memberikan dampak pada terjaganya level
inflasi pada tingkat yang rendah. Selain itu, dengan meningkatnya produksi komoditas tersebut
ketergantungan Kota Ternate pada pasokan dari luar provinsi juga semakin berkurang.
Hingga triwulan II-2017, risiko peningkatan tekanan inflasi diperkirakan muncul terutama
dari inflasi inti dan inflasi administered price. Dari inflasi inti, tekanan berasal dari pola tahunan
komoditas pendidikan yang menyesuaikan tarif sumbangan pendidikan untuk berbagai level
pendidikan mulai dari TK sampai dengan SLTA yang biasanya diawali di triwulan II setiap
tahunnya. Meningkatnya pendapatan masyarakat sebagai efek dari peningkatan UMP serta
perbaikan kinerja sektor utama berpotensi meningkatkan harga komoditas bahan bangunan dan
perabot. Sementara itu, dari sisi inflasi administered price, peningkatan tekanan inflasi dipicu
oleh implementasi kenaikan cukai rokok, yang kemudian biasanya diikuti dengan kenaikan tarif
dasar listrik di bulan Maret dan Mei mendatang, serta perkiraan kenaikan harga minyak goreng
di sekitar bulan April mendatang. Tekanan juga meningkat akibat ekspektasi masyarakat
terhadap kenaikan harga beras, pasca anjlok di triwulan berjalan ini. Dengan memperhatikan
risiko-risiko tersebut, inflasi pada triwulan II-2017 diperkirakan berada pada kisaran
4,32% ± 1%. (yoy).
Dengan mempertimbangkan kondisi terkini serta beberapa potensi risiko tersebut,
inflasi pada akhir tahun 2017 diperkirakan mencapai 4,21% ± 1%. Oleh karena itu,
pemerintah daerah melalui TPID perlu meningkatkan integrasi program ketahanan pangan dari
seluruh SKPD. Untuk mengatasi permasalahan distribusi pangan yang menjadi masalah klasik
inflasi di Maluku Utara, koordinasi lintas pemda khususnya Ternate sebagai pusat konsumsi
dan pemerintah kabupaten/kota sentra produksi seperti Tidore, Halmahera Barat, Halmahera
Utara, dan Halmahera Timur perlu menjadi prioritas utama. Oleh karena itu, pembentukan TPID
dan aktivasi TPID di seluruh kabupaten/kota di Maluku Utara menjadi krusial bagi terkendalinya
inflasi di provinsi ini.
84