fha pengosongan lambung.docx
DESCRIPTION
dvsdsdvsdvTRANSCRIPT
LAJU PENGOSONGAN LAMBUNG
(Untuk melengkapi Praktikum Fisiologi Hewan Air)
Disusun oleh:
Kelompok 12
Perikanan A
Firdha Octavia 230110120040
M. Rizki Mauludan 230110120070
Taufiq Rahman Hakim 230110120071
PROGRAM STUDI PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2013
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan
Laporan Praktikum Fisiologi Hewan Air ini yang alhamdulillah tepat pada
waktunya yang berjudul “Laju pengosongan lambung ikan”.
Kami menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami
harapkan demi kesempurnaan laporan ini.
Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan laporan ini dari awal sampai akhir.Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita.Amin.
Jatinangor, 29 Oktober 2013
Kelompok 12
3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
BAB I. PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG ......................................................................... 1
1.2. TUJUAN PRAKTIKUM ..................................................................... 1
1.3. MANFAAT .......................................................................................... 2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KLASIFIKASI IKAN NILEM ............................................................. 3
2.2. MORFOLOGI IKAN NILEM .............................................................. 3
2.3. ANATOMI IKAN NILEM .................................................................. 4
2.4. PENCERNAAN MAKANAN.............................................................. 4
2.5. LAJU PENGOSONGAN LAMBUNG ................................................ 7
BAB III. METODOLOGI
3.1. WAKTU DAN TEMPAT .................................................................. 13
3.2. ALAT DAN BAHAN ........................................................................ 13
3.3. PROSEDUR PERCOBAAN............................................................... 13
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENGAMATAN ................................................................... 15
4.2. PEMBAHASAN ................................................................................ 18
BAB V. PENUTUP
5.1. KESIMPULAN.......................................................................................
5.2. SARAN...................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
4
DAFTAR TABEL
TABEL 1............................................................................................................... 15
TABEL 2............................................................................................................... 16
TABEL 3............................................................................................................... 17
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1....................................................................................................LATAR BELAKANG
Pencernaan adalah suatu proses penyederhanaan makanan melalui mekanisme
fisika dan kimia sehingga makanan berubah dari senyawa komplek menjadi
senyawa sederhana untuk selanjutnya diserap dan diedarkan ke seluruh tubuh dan
digunakan pada proses metabolisme sistem peredaran darah (Affandi, 2002).
Salah satu organ yang berperan penting dalam proses pencernaan adalah lambung.
Lambung yang merupakan segmen pencernaan yang mempunyai diameter
terbesar dari segmen lainnya. Besarnya ukuran lambung ini berkaitan dengan
fungsi lambung yakni penampung makanan dan mencerna makanan.
Laju Pengosongan Lambung menggunakan prinsip bahwa lambung yang pada
awalnya penuh secara berangsur-angsur akan kosong kembali karena adanya
proses pengangkutan makanan (chime) menuju usus melalui segmen pilorus untuk
diserap oleh tubuh. Lama waktu yang digunakan untuk mengosongkan lambung
ini dipengaruhi oleh jenis pakan dan faktor lingkungan. Tingkat kepenuhan
lambung ini diekspresikan dalam nilai indeks kepenuhan lambung (ISC, index of
stomach content). Nilai ISC untuk setiap jenis ikan berbeda, sehingga penentuan
nilai ISC dengan metode laju pengosongan lambung sangat diperlukan dalam
penentuan frekuensi pemberian pakan.
1.2................................................................................................TUJUAN PRAKTIKUM
Agar mahasiswa mengetahui pakan maximal untuk ikan.
Agar mahasiswa mengetahui pola makan ikan Nilem melalui pengukuran
“Gastric Evacuation Rate”.
Mengingat kembali apa yang sudah di praktikumkan.
6
1.3......................................................................................................................MANFAAT
Menambah pemahaman mahasiswa tentang laju pengosongan lambung
pada ikan.
Manfaat lain dari penyusunan makalah ini adalah dapat dijadikan sebagai
sumber bacaan baik bagi mahasiswa maupun dosen.
Mahasiswa bisa mengetahui pola makan ikan Nilem untuk diterapkan
dalam pemeliharaan ikan (budidaya).
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. KLASIFIKASI IKAN NILEM
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Classis : Pisces
Subclassis : Teleostei
Ordo : Ostariophysi
Sub Ordo : Cyprinoidae
Familia : Cyprinidae
Sub familia : Cyprininae
Genus : Ostechilus
Spesies : Osteochilus hasselti
2.2. MORFOLOGI IKAN NILEM
Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan endemik (asli) Indonesia
yang hidup di sungai dan rawa . Ciri ikan nilem hampir serupa dengan ikan mas.
Ciri cirinya yaitu pada sudut mulutnya terdapat dua pasang sungut peraba. bentuk
tubuh ikan nilem agak memenjang dan piph, ujung mulut runcing dengan
moncong (rostral) terlipat, serta bintim hitam besar pada ekornya merupakan ciri
utama ikan nilem. Ikan ini termasuk kelompok omnivora, makanannya berupa
ganggang penempel yang disebut epifition dan perifition (Djuhanda, 1985). Tipe
tubuhnya adalah compress, bentuk mulutnya terminal, dan tipe ekornya
homocercal.
8
2.3. ANATOMI IKAN NILEM
Hasil pengamatan anatomi ikan nilem (Osteochius hasselti) didiapatkan hasil
bahwa pada tubuh ikan nilem terdapat kepala yaitu mulai dari moncong sampai
dengan batas tutup insang, badan ikan dimulai dari belakang tutup insang sampai
dengan anus, sedangkan ekor dimulai dari belakang anus sampai dengan bagian
ujung sirip ekor. Hal ini sesuai dengan pernyataan (Brotowidjoyo, 1990) yang
menyatakan bahwa tubuh ikan dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu caput (kepala),
truncus (badan), dan caudal (ekor). Sistem pencernaan pada ikan di mulai dari
oesophagus yang sangat pendek, karena hampir rongga mulut langsung menuju ke
lambung atau intestine ventriculus melengkung seperti huruf U, dan dibedakan
menjadi 2 yaitu pars cardiaca yang lebar dan pars pylorica yang sempit.
Osteochilus hasselti mempunyai hati dan pankreas yang sulit dibedakan sehingga
disebut hepatopankreasInsang. Insang sebagai alat pernafasan bagi Osteochilus
hasselti tiap bilahnya terdiri atas lembaran filamen. Ikan nilem memiliki organa
urop cetica yang terdiri dari ren, ureter, vesica urinaria, dan sinus urogenitalis.
2.4. PENCERNAAN MAKANAN
Pencernaan adalah suatu proses penyederhanaan makanan melalui
mekanisme fisik dan kimiawi sehingga menjadi bahan yang mudah diserap dan
disebarka ke seluruh tubuh melalui system peredaran darah. Dalam proses
pencernaan,organ pencernaan bukan hanya berperan sebagai alat kerja mekanik,
tetapi juga sebagai pnghasil cairan yang berfungsi sebagai katalisator dalam
pencernaan.bila diurut secara berurutan dari awal makanan masuk ke mulut
sampai ke proses pencernaan dan selanjutnya sisa makanan yang tidak dicerna
dibuang dalam bentuk feses melalui anus, maka organ yang berperan dalam
pencernaan, yaitu:
9
a. Mulut
Organ pertama yang langsung berhubungan dengan makanan adalah
mulut. Letak mulut satu spesies ikan dapat berbeda-beda dengan spesies
lainnya. Tipe mulut dengan letak mulut bagian ujung depan kepala
dinamakan tipe terminal. Letak mulut yang letaknya dibagian atas adalah tipe
superior. Tipe ini mendapatkan makanan dari permukaan atau menunggu
pada dasar perairan. Letak mulut dibagian bawah adalah tipe inferior,
mencari makanan pada dasar perairan.
b. Tekak
Tekak terletak diantara mulut bagian belakang dan insang bagian
belakang. Pada sisi kiri dan kanan tekak terdapat insang. Pada dinding atas
dan bawah tekak biasanya terdapat gigi tekak.
c. Insang
Insang terletak dibelakang rongga mulut. Umumnya terdapat empat
pasang lengkung insang pada ikan bertulang sejati, dan lima samapi tujuh
pasang lengkung insang pada Chondrichthyes.
d. Kerongkongan
Dibelakang tekak terdapat kerongkongan, yang memanjang kearah
posterior berbatasan dengan lambung. Kerongkongan merupakan saluran yang
pendek dengan penampang yang bundar. Organ ini sangat elastic, sehingga
mempunyai kemampuan untuk menggembung.
10
e. Lambung
Lambung terletak diantara kerongkongan dan pilorik dengan bentuk yang
bermacam-macam, antara lain bentuk tabung, lengkung, kantung, huruf U, dan
huruf V. Fungsi utama lambung adalah menerima dan menampung makanan
serta sebagai tempat pencernaan makanan. Tidak semua jenis ikan memiliki
lambung, Cyprinidae dan Scaridae kelompok ikan yang tidak memiliki
lambung.
f. Pilorik
Diantara lambung dan usus terdapat pilorik, yang merupakan penyempitan
saluran pencernaan. Pada bagian ini terdapat penebalan lapisan otot licin
melingkar. Pilorik berfungsi mengatur pengeluaran makanan dari lambung
dan masuk ke usus.
g. Usus
Usus berada diantara pilorik dan rectum. Usus memiliki beberapa lapisan
yakni lapisan mukosa, submukosa, muskulus, dan serosa. Fungsi usus adalah
sebagai organ untuk mencerna makanan dan tempat penyerapan makanan.
h. Rektum dan Anus
Dibagian belakang usus terdapat segmen rectum. Rectum ini terletak di
antara katup rectum dan anus. Katup rectum merupakan penyempitan saluran
pencernaan akibat penebalan otot licin melingkar, mengatur pengeluaran
makanan yang tidak dicerna dari bagian usus ke bagian rectum. Fungsi utama
rectum adalah menyerap air dan mineral, dan memproduksi lendir untuk
mempermudah pengeluaran makanan tak tercerna.
11
Adapun organ penghasil kelenjar pencernaan, yakni :
a) Hati
Hati adalah salah satu kelenjar pencernaan. Umumnya terletak di depan
lambung di bawah kerongkongan memanjang sampai di belakang usus
depan. Fungsi hati termasuk sekresi empedu dan menyimpan glikogen.
b) Kantung Empedu
Kantung empedu berupa kantung tipis yang berisikan empedu. Letaknya
menempel di bawah hati. Empedu mengandung pigmen empedu
(biliverdin dana bilirubin) yang berasal dari perombakan sel darah dan
haemoglobin.
c) Pankreas
Pankreas merupakan organ yang berperan penting dalam proses
pencernaan. Pancreas menghasilkan enzim pencernaan yakni protease
(tripsin) dan karbohidrase (amilase dan lipase).
2.5. LAJU PENGOSONGAN LAMBUNG
Laju pengosongan lambung dapat didefinisikan sebagai laju dari sejumlah
pakan yang bergerak melwati saluran pencernaan per-satuan waktu tertentu, yang
dinyatakan sebagai g/jam atau mg/menit. Faktor- faktor yang mempengaruhi laju
pengosongan lambung menurut Arispurnomo (2010) antara lain adalah sebagai
berikut :
1) Pompa Pilorus dan Gelombang Peristaltik
Pada dasarnya, pengosongan lambung dipermudah oleh gelombang
peristaltik pada antrum lambung, dan dihambat oleh resistensi pilorus terhadap
jalan makanan. Dalam keadaan normal pilorus hampir tetap, tetapi tidak
menutup dengan sempurna, karena adanya kontraksi tonik ringan. Tekanan
sekitar 5 cm, air dalam keadaan normal terdapat pada lumen pilorus akibat
pyloric sphincter. Ini merupakan penutup yang sangat lemah, tetapi, walaupun
12
demikian biasanya cukup besar untuk mencegah aliran chyme ke duodenum
kecuali bila terdapat gelombang peristaltik antrum yang mendorongnya.
Gelombang peristaltik pada antrum, bila aktif, secara khas terjadi hampir
pasti tiga kali per menit, menjadi sangat kuat dekat insisura angularis, dan
berjalan ke antrum, kemudian ke pilorus dan akhirnya ke duodenum. Ketika
gelombang berjalan ke depan, pyloric sphincter dan bagian proksimal
duodenum dihambat, yang merupakan relaksasi reseptif. Pada setiap
gelombang peristaltik, beberapa millimeter chyme didorong masuk ke
duodenum.
Derajat aktivitas pompa pilorus diatur oleh sinyal dari lambung sendiri dan
juga oleh sinyal dari duodenum. Sinyal dari lambung adalah derajat
peregangan lambung oleh makanan, dan adanya hormon gastrin yang
dikeluarkan dari antrum lambung akibat respon regangan. Kedua sinyal
tersebut mempunyai efek positif meningkatkan daya pompa pilorus dan
karena itu mempermudah pengosongan lambung. Sebaliknya, sinyal dari
duodenum menekan aktivitas pompa pilorus. Pada umumnya, bila volume
chyme berlebihan atau chyme tertentu berlebihan telah masuk duodenum.
Sinyal umpan balik negatif yang kuat, baik syaraf maupun hormonal
dihantarkan ke lambung untuk menekan pompa pilorus. Jadi, mekanisme ini
memungkinkan chyme masuk ke duodenum hanya secepat ia dapat diproses
oleh usus halus.
2) Volume Makanan
Volume makanan dalam lambung yang bertambah dapat meningkatkan
pengosongan dari lambung. Tekanan yang meningkat dalam lambung bukan
penyebab peningkatan pengosongan karena pada batas-batas volume normal,
peningkatan volume tidak menambah peningkatan tekanan dengan bermakna,.
Sebagai gantinya, peregangan dinding lambung menimbulkan refleks
mienterik lokal dan refleks vagus pada dinding lambung yang meningkatkan
aktivitas pompa pilorus. Pada umumnya, kecepatan pengosongan makanan
dari lambung kira-kira sebanding dengan akar kuadrat volume makanan yang
tertinggal dalam lambung pada waktu tertentu.
13
3) Hormon Gastrin
Peregangan serta adanya jenis makanan tertentu dalam lambung
menimbulkan dikeluarkannya hormon gastrin dari bagian mukosa antrum.
Hormon ini mempunyai efek yang kuat menyebabkan sekresi getah lambung
yang sangat asam oleh bagian fundus lambung. Akan tetapi, gastrin juga
mempunyai efek perangsangan yang kuat pada fungsi motorik lambung. Yang
paling penting, gastrin meningkatkan aktivitas pompa pilorus sedangkan pada
saat yang sama melepaskan pilorus itu sendiri. Jadi, gastrin kuat pengaruhnya
dalam mempermudah pengosongan lambung. Gastrin mempunyai efek
konstriktor pada ujung bawah esofagus untuk mencegah refluks isi lambung
ke dalam esofagus selama peningkatan aktivitas lambung.
4) Refleks Enterogastrik
Sinyal syaraf yang dihantarkan dari duodenum kembali ke lambung setiap
saat, khususnya bila lambung mengosongkan makanan ke duodenum. Sinyal
ini mungkin memegang peranan paling penting dalam menentukan derajat
aktivitas pompa pilorus, oleh karena itu, juga menentukan kecepatan
pengosongan lambung. Refleks syaraf terutama dihantarkan melalui serabut
syaraf aferen dalam nervus vagus ke batang otak dan kemudian kembali
melalui serabut syaraf eferen ke lambung, juga melalui nervus vagus. Akan
tetapi, sebagian sinyal mungkin dihantarkan langsung melalui pleksus
mienterikus. Refleks enterogastrik khususnya peka terhadap adanya zat
pengiritasi dan asam dalam chyme duodenum. Misalnya, setiap saat dimana
pH chyme dalam duodenum turun di bawah kira-kira 3.5 sampai 4, refleks
enterogastrik segera dibentuk, yang menghambat pompa pilorus dan
mengurangi atau menghambat pengeluaran lebih lanjut isi lambung yang asam
ke dalam duodenum sampai chyme duodenum dapat dinetralkan oleh sekret
pankreas dan sekret lainnya. Hasil pemecahan pencernaan protein juga akan
menimbulkan refleks ini, dengan memperlambat kecepatan pengosongan
lambung, cukup waktu untuk pencernaan protein pada usus halus bagian atas.
14
Cairan hipotonik atau hipertonik (khususnya hipertonik) juga akan
menimbulkan refleks enterogastrik. Efek ini mencegah pengaliran cairan
nonisotonik terlalu cepat ke dalam usus halus, karena dapat mencegah
perubahan keseimbangan elektrolit yang cepat dari cairan tubuh selama
absorpsi isi usus.
5) Umpan Balik Hormonal dari Duodenum – Peranan Lemak
Bila makanan berlemak, khususnya asam-asam lemak, terdapat dalam
chyme yang masuk ke dalam duodenum akan menekan aktivitas pompa
pilorus dan pada akhirnya akan menghambat pengosongan lambung. Hal ini
memegang peranan penting memungkinkan pencernaan lemak yang lambat
sebelum akhirnya masuk ke dalam usus yang lebih distal. Walaupun demikian,
mekanisme yang tepat dimana lemak menyebabkan efek mengurangi
pengosongan lambung tidak diketahui secara keseluruhan. Sebagian besar efek
tetap terjadi meskipun refleks enterogastrik telah dihambat. Diduga efek ini
akibat dari beberapa mekanisme umpan balik hormonal yang ditimbulkan oleh
adanya lemak dalam duodenum.
6) Kontraksi Pyloric Sphincter
Biasanya, derajat kontraksi pyloric sphincter tidak sangat besar, dan
kontraksi yang terjadi biasanya dihambat waktu gelombang peristaltik pompa
pilorus mencapai pilorus. Akan tetapi, banyak faktor duodenum yang sama,
yang menghambat kontraksi lambung, dapat secara serentak meningkatkan
derajat kontraksi dari pyloric sphincter. Faktor ini menghambat atau
mengurangi pengosongan lambung, dan oleh karena itu menambah proses
pengaturan pengosongan lambung. Misalnya, adanya asam yang berlebihan
atau iritasi yang berlebihan dalam bulbus duodeni menimbulkan kontraksi
pilorus derajat sedang.
7) Keenceran Chyme
Semakin encer chyme pada lambung maka semakin mudah untuk
dikosongkan. Oleh karena itu, cairan murni yang dimakan, dalam lambung
dengan cepat masuk ke dalam duodenum, sedangkan makanan yang lebih
padat harus menunggu dicampur dengan sekret lambung serta zat padat mulai
15
diencerkan oleh proses pencernaan lambung. Selain itu pengosongan lambung
juga dipengaruhi oleh pemotongan nervus vagus dapat memperlambat
pengosongan lambung, vagotomi menyebabkan peregangan lambung yang
relatif hebat, keadaan emosi, kegembiraan dapat mempercepat pengosongan
lambung dan sebaliknya ketakutan dapat memperlambat pengosongan
lambung.
Pengamatan Laju Pengosongan Lambung menggunakan prinsip bahwa
lambung yang pada awalnya penuh secara berangsur-angsur akan kosong
kembali karena adanya proses pengangkutan makanan menuju usus untuk
diserap oleh tubuh. Lama waktu yang digunakan untuk mengosongkan
lambung ini dipengaruhi oleh jenis pakan dan faktor lingkungan. Untuk
menentukan nilai ISC dapat diperoleh dari rumus “volume materi lambung :
volume lambung x 100%”. Dari data diatas dapat kita lihat bahwa nilai ISC
terbesar ada pada pengamatan jam ke-4 yakni sebesar 15.29%. Tingginya nilai
ISC ini dipengaruhi oleh tingginya nilai volume materi lambung yakni sebesar
0.26 ml. Hal ini diakibatkan pada jam ke-4, ikan mulai lahap memakan pakan
yang disediakan setelah sebelumnya terjadi proses pengadaptasian setelah ikan
mengalami perlakuan pemuasaan selama 24 jam. Faktor-faktor yang
mempengaruhi nilai ISC secara langsung adalah volume materi lambung serta
volume maksimal lambung. Sedangkan kedua faktor tadi dipengaruhi oleh
jenis pakan, faktor lingkungan seperti suhu, pH, tingkat kekeruhan, tingkat
DO dll, dan juga tingkat stress ikan yang sebelumnya dipuasakan selama 24
jam.
Setiap ikan memiliki bentuk dan ukuran lambung yang berbeda-beda.
Derajat kepenuhan lambung pada ikan akan berbeda, tergantung dari berat,
panjang dan bentuk lambung. Dengan bertambahnya ukuran ikan, besar
ukuran makanannya juga bertambah, jadi semakin besar derajat kepenuhan
lambung maka semakin besar kepenuhan lambung ikan dalam satu kali
makan. Volume material lambung yaitu jumlah isi material yang berada pada
lambung pada waktu tertentu. Sedangkan volume total lambung yaitu jumlah
kapasitas total lambung.
16
Derajat kepenuhan lambung dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-
faktor yang mempengaruhi derajat kepenuhan lambung, yaitu berat dan
ukuran tubuh yang berbeda, perbedaan jenis ikan, ukuran dan bentuk
lambung, keadaan tubuh ikan, dan perbedaan habitat ikan. Faktor-faktor ini
dipengaruhi oleh kebiasaan makanan (affandi, 2002). Kebiasaan makanan ikan
berhubungan dengan bentuk, posisi mulut, gerigi dalam rahang, dan
kesesuaian tapis insang. Makanan yang tersedia di alam dimanfaatkan oleh
ikan, pemanfaatan ini dapat diketahui dengan mengambil contoh makanan
yang ada pada lambungnya dan dilengkapi dengan daftar pakan harian yang
diambil ikan dalam berbagai umur dan ukuran (Affandi, 2002). Laju
pengosongan lambung dapat dijadikan indikator tentang dasar penentuan
frekuensi pemberian pakan.
17
BAB III
METODOLOGI
3.1. WAKTU DAN TEMPAT
Hari/Tanggal : Kamis,24 oktober 2013
Jam : 10.00 – 12.00 WIB
Tempat : Laboratorium aquakultur
3.2. ALAT DAN BAHAN
3.2.1 Alat
Toples
Timbangan
Perangkat alat bedah
3.2.2 Bahan
Benih ikan
3.3. PROSEDUR PERCOBAAN
1. Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan saat praktikum
2. Ambil ikan yang akan dibedah untuk praktikum, pegang dan kemudian
tusuk di bagian otak dpan, putar penusuk perlahan-lahan sampai ikan
mati
3. Timbang bobot ikan Nila dengan timbangan teknis lalu catat
4. Bedah ikan dengan gunting, potong dari bagian anus keatas menuju ke
opercullum sampai saluran pencernaannya terbuka
18
5. Potong usus di bagian depan dekat opercullum dan di bagian belakang
dekat anus, pada saat keluar cairan dari usus letakkan kertas lakmus pada
cairan tersebut. Tunggu beberapa saat kemudian lihat dan catat masing-
masing pH-nya.
6. Keluarkan usus dari perut ikan lalu ukur panjangnya dan catat
7. Timbang berat usus dengan timbangan analitik lalu catat
8. Keluarkan lambung dari perut ikan kemudian timbang beratnya dengan
timbangan analitik dan catat
9. Keluarkan isi usus dan isi lambung pada cawan petri, kemudian timbang
bobotnya dengan timbangan analitik yang cawan nya sudah di nol kan.
10. Bersihkan dan rpikan alat dan bahan yang telah digunakan setelah
praktiikum selesai
19
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENGAMATAN
TABLE 1. DATA PRAKTIKUM FHA LAJU PENGOSONGAN LAMBUNG KELAS A
NO BERAT IKANBERAT SALURAN
CERNA
BERAT ISI
SALURAN
CERNA
JENIS PAKAN
1. 17 gr 2,04 gr 0,09 grTumbuhan &
pakan
2. 23 gr 2,03 gr 0,27 grFitoplankton &
Pelet
3. 14gr 2,04 gr 0,16 gr Fitoplankton
4. 17 gr 0,68 gr 0,29 grHewan &
Tumbuhan
5. 15 gr 1,74 gr 0,13 gr Fitoplankton
6. 11gr 0,96 gr 0,01 gr Fitoplankton
7. 9 gr 0,33 gr 0,01 gr Tumbuhan
8. 15 gr 2,2 gr 1,84 gr Tumbuhan
9. 19 gr 1,2 gr 0,77 gr Tumbuhan
10. 16,95 gr 1 gr 0,44 gr Tumbuhan
11. 14,7 gr 1,27 gr 0,25 gr Tumbuhan
12. 24,05 gr 3,91 gr 1,09 gr Tumbuhan
13. 15,70 gr 2,47 gr 0,78 gr Tumbuhan
14. 20,71 gr 3,36 gr 0,47 grTumbuhan &
Hewan
15. 14,59 gr 1,68 gr 0,54 gr Tumbuhan
16. 18,32 gr 1,32 gr 0,12 gr Tumbuhan
17. 22,64 gr 2,35 gr 0,42 gr Tumbuhan
18. 11,63 gr 2,14 gr 0,50 gr Tumbuhan
19. 18,05 gr 1,37 gr 0,27 gr Tumbuhan
20
20. 14,70 gr 2,52 gr 0.28 gr Tumbuhan
21. 14,04 gr 2,5 gr 0,3 gr Tumbuhan
22. 15,80 gr 2,33 gr 0,41 gr Tumbuhan
23. 19,71 gr 2,34 gr 1,83 gr Tumbuhan
24. 11,7 gr 0,5 gr 0,1 gr Tumbuhan
25. 16,19 gr 1,75 gr 0,25 gr Tumbuhan
26. 14,43 gr 1,36 gr 0,26 gr Tumbuhan
27. 12,43gr 0,6 gr 0,12 gr Tumbuhan
TABLE 2. DATA PRAKTIKUM FHA LAJU PENGOSONGAN LAMBUNG KELAS B
KelompokBerat Ikan
Berat Saluran Cerna
Berat Isi Saluran Cerna
Jenis Pakan
1 15 2 0,06 Tumbuhan2 15 2 0,06 Tumbuhan3 16 1 0,02 Tumbuhan4 26 3 1,5 Tumbuhan5 20 3 1,05 Tumbuhan6 17 2 0,19 Tumbuhan7 26 6 2 Tumbuhan8 27.43 2.52 0.84 Fitoplankton9 17.54 2.4 0.85 Fitoplankton10 44.25 5.57 1.98 Tumbuhan11 33.09 2.33 1.36 Plankton12 34.58 3.69 1.97 Fitoplankton13 28.63 1.95 0.92 Fitoplankton14 17.43 1.88 1.43 Fitoplankton15 20.47 1.99 0.34 Plankton16 22.7 2.88 0.69 Tumbuhan17 18.69 1.87 0.43 Tumbuhan18 23.44 3.74 1.18 Tumbuhan19 32.35 2.24 1.37 Tumbuhan20 19.3 1.75 0.99 Tumbuhan21 29.8 3.48 1.14 Plankton22 20.33 3.49 1.3923 18.3 1.55 1.25 Tumbuhan
21
TABEL 3. DATA PRAKTIKUM FHA LAJU PENGOSONGAN LAMBUNG KELAS KELAUTAN
KelompokBerat Ikan
Berat Saluran Cerna
Berat Isi Saluran Cerna
Jenis Pakan
1 19 1 0.24Tumbuhan,
pelet, plankton
2 15 1 0.5Tumbuhan,
pelet, plankton34
5 7 0.3 0.06Pelet dan pakan
alami67
8 11 1 0.26Tumbuhan, fitoplankton
9 3.3 0.269 0.101 Tumbuhan10 19 1.12 0.13 Pelet11 9 0.23 0.031 Plankton12 19 0.9 0.29 Plankton13 2.4 0.2 0.06 Tumbuhan
14 2.8 0.3 0.16Zooplankton, fitoplankton
15 1.4 0.72 0.12 Plankton16 2.8 0.25 0.97 Tumbuhan17 22.64 2.35 0.42 Tumbuhan18 17.55 0.65 0.45 Pelet19 8.76 0.44 0.08 Plankton
20 3.87 0.83 0.23Fitoplankton,
pellet
21 17.71 1.22 0.81Fitoplankton,
pellet
22
4.2. PEMBAHASAN
Lambung yang pada awalnya penuh secara berangsur-angsur akan kosong
kembali karena adanya proses pengangkutan makanan menuju usus untuk diserap
oleh tubuh. Lama waktu yang digunakan untuk mengosongkan lambung ini
dipengaruhi oleh jenis pakan dan faktor lingkungan.
Pada praktikum ini dilakukan perhitungan laju pengosongan lambung untuk
mengetahui kerja proses pencernaan. Laju pengosongan lambung dipengaruhi
oleh aktivitas daya pompa pylorus yang diataur oleh sinyal lambung pada ikan
yang kemudian mengeluarkan hormone gastrin dari antrum lambung. Volume
makanan yang bertambah dapat meningkatkan pengosongan dari lambung. Pada
umumnya, kecepatan pengosongan makanan dari lambung kira-kira sebanding
dengan akar kuadrat volume makanan yang tertinggal dalam lambung pada waktu
tertentu.
Perhitungan :
At = Ao.ekp (-kt) ------ Ln At=Ln Ao-kt
Y = a – b . X
A = Ŷ+bX
Ao = Exp (a)
D = Ao (1- Exp(-kt))x 24/t
b = ∑XY - 1/n ∑X ∑Y
∑XX - 1/n (∑X)( ∑X)
= 109.5722 - 1/7 . 79 . 13.3704
1.405 - 1/7 .79. 79
= 109.5722 – 150.89451
1.405 – 891.57143
23
= -41.32231
-890.16643
b = 0.04642088
b = k
k = 0.04642088
t = ln3
k
t = ln3
0.04642088
t = 23.666074
a = Ẏ + b Ẋ
= 1.9100571 + 0.04642088 . 11.285
= 1.9100571 + 0.52385963
= 2.4339167
A0= ea
=e2.4339167
A0 =11.40345865 D = A0 (1-e-kt) 24/t
= 11.40345865 (1-(-2.999963134)). 24/23.666074
=11.40345865 . 3.999963134 . 1.014109903
D = 46.25701503
Perlakuan T (0C) A0 (%bobot) k (%bb/jam)
t=ln3/k (jam) kt e-kt 24/t D (%bb/hari)
B.2 11.40345865 0.04642088 23.666074 -1.0986 -2.9999631 1.014109903 46.25701503
24
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
Pencernaan adalah proses penyederhanaan makanan melaului cara fisik dan
kimia, sehingga menjadi sari-sari makanan yang mudah diserap di dalam usus,
kemudian diedarkan ke seluruh organ tubuh melalui sistem peredaran darah.
Kemudian proses pencernaan dimulai dari Pencernaan di mulut, rongga mulut,
makanan digiling menjadi kecil-kecil oleh gigi dan dibasahi oleh saliva.
Disalurkan melalui faring dan esophagus,Kemudian terjadi Pencernaan di
lambung dan usus halus dan Absorbs air dalam usus besar, sisa makanan menjadi
feses
Isi cerna dari ikan dipengaruhi oleh berat dari ikan itu sendiri semakin berat
ikan maka semakin banyak pakan yang dikonsumsi dan juga semakin banyak isi
cerna dari ikan tersebut, ph pada lambung dan usus berkisar kurang lebih 5
5.2. SARAN
Dalam praktikum ini praktikan menemukan kendala berupa kurang tajamnya
alat-alat bedah yg agan digunakan menyebabkan memperlambat kerja praktikan
dalam proses pembedahan ikan, alangkah lebih baik jika alat-alat tersebut
diperiksa ketajamannya agar kegiatan praktikum dapat berjalan lancer. Selain itu
praktikan mengaharapkan agar alat pengukuran pH diperbanyak dikarenakan
terjadi antrian pemakaian yang menghambat kelancaran proses praktikum.
25
DAFTAR PUSTAKA
http://itaapriani.blogspot.com/2012/04/laju-pengosongan-lambung.html
http://bdpunsoed.wordpress.com/2009/02/12/teknik-pemijahan-ikan-nilem/
Rahardjo, M.F. dkk. 2011. IKHTIOLOGI. Bandung: Lubuk Agung
Affandi, Ridwan dan Tang, Usman Muhammad. 2002. Fisiologi Hewan Air. Pekan baru. Universitas Riau Press.
26