fh.unram.ac.id€¦ · web viewkey word: minimum special criminal , crime , drugs . pendahuluan
TRANSCRIPT
JURNAL ILMIAH
PENERAPAN PIDANA MINIMUM KHUSUS DALAM TINDAK PIDANA NARKOBA
Oleh:
SUNARDI
D1A 010 167
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MATARAM
2015
ii
HALAMAN PENGESAHAN JURNAL ILMIAH
PENERAPAN PIDANA MINIMUM KHUSUS DALAM TINDAK PIDANA NARKOBA
Oleh :SUNARDI
D1A 010 167
Menyetujui,Mataram, November 2015
Pembimbing Utama
LUBIS, SH, M. HumNIP. 19590828 198703 1 002
iii
ABSTRAK
PENERAPAN PIDANA MINIMUM KHUSUS DALAM TINDAK PIDANA NARKOBA
SunardiD1A 010167
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MATARAM
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan sanksi pidana oleh hakim di bawah ancaman pidana minimum khusus dalam tindak pidana narkoba. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, konseptual dan kasus. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa penerapan sanksi pidana minimum khusus dalam tindak pidana narkoba bertujuan demi terwujudnya keadilan terhadap terdakwa. Adapun faktor pertimbangan hakim dalam menerapkan sanksi di bawah ancaman pidana minimum khusus dalam tindak pidana narkoba adalah karena apabila harus diterapkan terhadap terdakwa akan menjadikan suatu hukuman yang akan menghancurkan masa depan terdakwa.
Kata Kunci: Pidana Minimum Khusus, Tindak Pidana, Narkoba.
APPLICATION OF MINIMUM SPECIALIZED IN CRIMINAL DRUG CRIME
ABSTRACT
The purpose of this study was to determine the application of criminal sanctions by the judge under special minimum criminal sanctions in the crime of drug . The method used is a normative legal research with the approach of legislation , conceptual and cases. Based on the survey results revealed that the application of the minimum penalty specialized in drug criminal act aims for the realization of justice against the accused. The factors considered in imposing sanctions judge under special minimum criminal sanctions in criminal acts because if the drug is to be applied against the accused will make a sentence that would destroy the future of the defendant .
Key Word: Minimum Special Criminal , Crime , Drugs .
i
I. PENDAHULUAN
Pembangunan nasional Indonesia bertujuan mewujudkan manusia
Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya yang adil,
makmur, sejahtera, tertib dan damai berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945. Untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang
sejahtera tersebut diperlukan peningkatan secara terus menerus dimana salah
satunya peningkatan di bidang pelayanan kesehatan.
Meskipun narkotika sangat bermanfaat dan diperlukan untuk pengobatan dan pelayanan kesehatan, namun apabila disalahgunakan atau digunakan tidak sesuai dengan standar kesehatan akan menjadi bahaya bagi kesehatan. Terlebih jika disertai dengan peredaran narkotika secara gelap akan menimbulkan akibat yang sangat merugikan perorangan maupun masyarakat khususnya generasi muda bahkan dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar bagi kehidupan dan nilai-nilai budaya bangsa yang pada akhirnya dapat melemahkan ketahanan nasional.1
Dalam hukum pidana dijelaskan bahwa perbuatan pidana hanya
menunjukkan kepada dilarang dan diancamnya perbuatan dengan suatu
pidana. Menggunakan, mengedarkan dan memproduksi narkoba merupakan
kejahatan dalam tindak pidana narkotika. A kibat dari narkotika bagi
penggunanya mengalami kehilangan kesadaran, membahayakan bagi
kesehatan dan merusak generasi penerus bangsa.
Tindak pidana narkoba atau narkotika berdasarkan Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009, memberikan sanksi pidana cukup berat, di samping
dapat dikenakan hukuman badan dan juga dikenakan pidana denda, tapi
dalam kenyataannya para pelakunya justru semakin meningkat. Hal ini
1Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta : Liberty, 2003), hlm. 40.
ii
disebabkan oleh faktor penjatuhan sanksi pidana tidak memberikan dampak
atau deterrent effect terhadap para pelakunya. Dalam penerapannya terdapat
perbedaan pendapat diantara Hakim yang memutus perkara yang disebabkan
perbedaan persepsi tentang penerapan sistem pidana minimum khusus,
adanya penjatuhkan pidana penjara di bawah batas ancaman pidana minimum
khusus, dengan argumentasi hukumnya masing-masing, sehingga harus
ditemukan formulasi yang jelas tentang bagaimana menerapkan sistem pidana
minimum khusus agar memenuhi prinsip-prinsip keadilan, kepastian hukum
dan kemanfaatan.
Keresahan akan muncul dalam masyarakat apabila hakim dalam
putusannya menetapkan pidana yang berbeda dalam sebuah kasus yang sama,
perbedaan putusan inilah yang sering disebut sebagai disparatis pidana.
“Menurut pendapat Cheang seperti yang dikutip oleh Muladi dan Barda
Nawawi disparatis pidana adalah penerapan pidana yang tidak sama terhadap
tindak pidana yang sama (same ofference) atau terhadap tindak pidana yang
sifat bahayanya dapat diperbandingkan (offerences comparable seriosness)
tanpa dasar pembenaran yang jelas.”2 Penerapan sistem pidana minimum
khusus akan optimal apabila sistem penegakan hukum berjalan dengan baik
dan adanya kesamaan persepsi dalam menerapkan hukum.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa
permasalahan, yaitu : 1) Bagaimanakah penerapan sanksi pidana oleh hakim
di bawah ancaman pidana minimum khusus dalam tindak pidana narkoba? ;
2) Faktor-faktor apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam 2 Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori Pidana. Alumni. Bandung. 1998. Hal. 53.
iii
menerapkan sanksi di bawah ancaman pidana minimum khusus dalam tindak
pidana narkoba?. Tujuan penelitian yang ingin dicapai dari penelitian ini
adalah : 1) Untuk mengetahui penerapan sanksi pidana oleh hakim di bawah
ancaman pidana minimum khusus dalam tindak pidana narkoba; 2) Untuk
mengetahui faktor-faktor yang menjadi pertimbangan hakim menerapkan
sanksi pidana di bawah ancaman minimum khusus dalam tindak pidana
narkoba.
Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1) Secara teoritis, merupakan
pengembangan ilmu hukum pada umumnya dan hukum pidana pada
khususnya; 2) Secara praktis, Pembahasan ini diharapkan dapat memberikan
informasi kepada masyarakat dan dapat menjadi masukan bagi praktisi
hukum sehingga dapat dijadikan dasar berfikir dan bertindak bagi aparat
penegak hukum khususnya hakim dalam menerapkan hukum berdasarkan
penjatuhan pidana minimum khusus dalam tindak pidana narkotika guna
mewujudkan keadilan, ketertiban dan kepastian hukum.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif. Metode
pendekatan yang digunakan adalah pedekatan perundang-undangan,
konseptual dan pendekatan kasus. Data yang digunakan dalam penelitian ini
bersumber dari data kepustakaan yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan
hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Analisis yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu analisis kualitatif, analisis deskriptif dan analisis
sistematisisi.
II. PEMBAHASAN
iv
Penerapan Sanksi Pidana Oleh Hakim Di Bawah Ancaman Pidana
Minimum Khusus Dalam Tindak Pidana Narkoba
Pidana minimum khusus adalah ancaman pidana dengan adanya
pembatasan terhadap masa hukuman minimum dengan waktu tertentu dimana
pidana minimum khusus ini hanya ada pada undang-undang tertentu saja
diluar KUHP. Hukuman minimum khusus ditujukan bagi delik-delik yang
meresahkan masyarakat dan juga membahayakan bagi masyarakat. Dalam
penerapan hukuman pidana minimum khusus diharapkan akan memudahkan
hakim untuk memutuskan perkara yang tidak terlalu berat karena sering
sekali terjadi perbedaan vonis pada kasus yang sama yang disebabkan adanya
hal-hal diluar fakta hukum yang dapat mempengaruhi bakim. Tetapi pada
kenyataanya masih banyak kekurangan-kekurangan yang ada pada hukuman
minimum khusus ini. Diantaranya adalah adanya kesenjangan vonis masa
hukuman yang berbeda dalam tindak pidana yang dilakukan tetapi mendapat
hukuman yang sama yaitu sama-sama mendapatkan hukuman minimum
khusus, seharusnya pada kasus yang lebih ringan dapat mendapatkan
hukuman yang lebih ringan. Hal tersebut menjadikan pemberian hukuman
menjadi tidak ada keadilan. Selain untuk delik yang membahayakan dan
meresahkan masyarakat, pidana minimum khusus ditujukan juga untuk
membuat efek jera bagi pelaku tindak pidana.
Hakim (Pengadilan) merupakan salah satu dari empat komponen sistem
peradilan pidana (criminal justice sistem), dimana menurut Mardjono
v
Reksodiputro, sistem peradilan pidana bertujuan untuk menanggulangi
kejahatan, salah satu usaha masyarakat untuk mengendalikan terjadinya
kejahatan agar berada dalam batas-batas toleransi yang dapat diterimanya.3
Adapun komponen lainnya adalah kepolisian, kejaksaan, dan lembaga
pemasyarakatan.
Di dalam Pasal 1 angka 8 KUHAP disebutkan bahwa hakim merupakan pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili.
Di dalam Pasal 19 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, disebutkan bahwa Hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam undang-undang.
Sebagai penegak hukum, hakim mempunyai tugas pokok di bidang
yudisial, yaitu menerima, memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan setiap
perkara yang diajukan kepadanya. Dengan tugas seperti itu dapat dikatakan
bahwa hakim merupakan pelaksana inti yang secara fungsional melaksanakan
kekuasaan kehakiman.4 Secara umum kekuasaan kehakiman ini dapat
dikatakan sebagai alat negara penegak hukum, seperti halnya kepolisian dan
kejaksaan. Akan tetapi sifat dan tempatnya menurut hukum ketatanegaraan
berbeda dengan kedua institusi tersebut. Kekuasaan Kehakiman terletak
dalam bidang yudikatif dengan kebebasan yang diatur dalam undang-
undang.5
3 Mardjono Reksodiputro, Kriminologi Dan sistem Peradilan Pidana, Kumpulan Karangan Buku Kelima, Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum (d/h Lembaga Kriminologi), Jakarta : Universitas Indonesia, 2007, hal. 140.
4 Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum ; Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti dan Berkeadilan. Cet.2, Yogyakarta : UUI Press, 2006, Hal. 5.
5 Sumitro, Inti Hukum Acara Pidana, Surakarta : Sebelas Maret University Press, 1994, hal. 25.
vi
Hakim dalam menyelenggarakan persidangan adalah bebas, tidak
memihak dan berusaha memutus perkara sesuai dengan kemampuan
hukum yang dimilikinya, hal ini sebagaimana yang disebutkan dalam
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman, yang menyatakan bahwa kekuasan kehakiman
adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila,
demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.
Berdasarkan uraian diatas maka dapat kita ambil contoh pada kasus
putusan No : 275/Pid.B/2012/PN. Purwakarta, dapat diketahui
bagaimanakah penerapan sanksi pidana dibawah ancaman pidana minium
khusus dalam tindak pidana narkoba sebagai berikut. Sebagaimana
putusan yang sudah disebutkan diatas, penyusun akan menganalisa
ancaman pidana yang terdapat di dalam Pasal 111 ayat (1) Undang-
undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan putusan yang dijatuhkan oleh
hakim, sebagai berikut : Putusan atas nama terdakwa Gumelar Adi
Nugraha Bin Mas Hermawan, dalam putusannya hakim menjatuhkan
pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp.
800.000.000,- (subsider1 bulan kurungan). Jelas bahwa putusan yang
dijatuhkan oleh majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini
telah melakukan penyimpangan terhadap Pasal 111 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, yaitu dari segi pidana
penjaranya dimana batas minimal yang diatur adalah 4 (empat) tahun
vii
penjara serta majelis hakim mengenyampingkan tuntutan dari jaksa
penuntut umum.
Faktor-Faktor Yang Mnejadi Pertimbangan Hakim Dalam Menerapkan
Sanksi Pidana Dibawah Ancaman Minimum Khusus Dalam Tindak
Pidana Narkoba
Pada dasarnya putusan hakim atau putusan pengadilan atau biasa juga
disebut dengan vonis tersebut sangat diperlukan untuk menyelesaikan perkara
pidana. Dengan adanya putusan hakim ini, diharapkan para pihak dalam
perkara pidana khususnya bagi terdakwa dapat memperoleh kepastian hukum
tentang statusnya dan sekaligus dapat mempersiapkan langkah berikutnya,
antara lain dapat berupa menerima putusan, melakukan upaya hukum, bisa
berupa banding maupun kasasi, melakukan grasi, dan sebagainya.
Berdasarkan Putusan No : 275/ Pid.B/ 2012/ PN. Purwakarta dalam
pertimbangan hakim dikemukakan bahwa alasan-alasan yang menjadi dasar
dalam menjatuhkan putusan di bawah ancaman minimum adalah: (1).
Pertimbangan tentang perbuatan terdakwa : a. Menimbang bahwa terhadap
hal tersebut perlu diperhatikan Doktrin yang menekankan kepada para
Penerap Hukum untuk menyelenggarakan keadilan, Undang-undang sangat
perlu untuk memberikan kepastian hukum, tetapi kepastian hukum tidak
selalu memberikan keadilan, karena tidak selamanya hukum sesuai dengan
tuntutan keadilan, jadi walaupun penerapan hukum subtantif merupakan suatu
keharusan bagi seorang Hakim tetapi ”Keadilan” adalah kata kunci bagi
viii
penerap hukum, Hakim bukanlah mulut Undang-undang tetapi mulut jiwa
undang-undang. b. Menimbang bahwa permasalahan keadilan merupakan
permasalahan yang sangat nyata dalam menyelesaikan kasus narkotika,
apabila dikaitkan dengan fakta-fakta hukum dipersidangan Terdakwa masih
berusia sangat muda, pada saat ditangkap oleh pihak kepolisian Terdakwa
baru sekitar 4 atau 5 bulan merayakan hari kelahirannya yang ke - 18
(delapan belas tahun), Terdakwa belumlah sepenuhnya dapat digolongkan
sebagai orang yang dewasa, Terdakwa belum genap berusia 19 Tahun dan
masih berstatus pelajar yang terdaftar sebagai salah satu Mahasiswa pada
Fakultas Hukum Unversitas Pasundan Bandung pada Tahun Akademik 2012/
2013. c. Menimbang bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dan
keterangan terdakwa diperoleh keterangan bahwa Terdakwa belum pernah
mencoba atau mempunyai kegiatan yang berhubungan dengan narkotika
sabelum ditangkap, keterlibatan terdakwa terhadap kasus ini hanyalah
terdakwa mendapat telephon dari temannya yang bernama Muhamad Irfan
Kamil dan mengatakan akan memberikan Narkotika dengan jenis ganja pada
terdakwa, dari fakta hukum tersebut, Majelis Hakim dapat menyimpulkan
bahwa terdakwa hanyalah calon korban dari peredaran narkotika karena para
pengedar narkotika hampir selalu memakai cara memberikan kepada anak-
anak terlebih dahulu narkotika yang akan diperdagangkannya, setelah anak
tersebut mencoba dan merasakan ketagihan maka secara otomatis anak
tersebut akan membeli dan menjadi langganan para pengedar. (2).
Pertimbangan dari aspek pelaku: a. Berdasarkan hal tersebut diatas Majelis
ix
Hakim berpendapat bahwa hukum pidana minimum dalam Pasal 111 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika, apabila harus diterapkan terhadap terdakwa akan menjadikan suatu
hukuman yang akan menghancurkan masa depan terdakwa karena tidaklah
adil dan pantas bagi terdakwa untuk dijatuhi dengan hukuman minimal
tersebut, hukuman tersebut diyakini Majelis Hakim sebagai suatu pembalasan
yang sangat berat bagi terdakwa karena dapat dipastikan terdakwa tidak dapat
melanjutkan pendidikannya di Fakultas Hukum Universitas Pasundan yang
sedang dijalaninya, terdakwa akan kehilangan kesempatan untuk meraih cita-
citanya, serta penjatuhan hukuman minimal tersebut tidak serta merta akan
menjamin perbaikan bagi mental dan perkembangan jiwa terdakwa karena
dalam usia terdakwa yang masih tergolong anak-anak, penjatuhan hukuman
minimal malah akan membawa hal yang negatif karena terdakwa harus
disatukan dengan para tahanan tindak pidana narkotika yang lain dalam kurun
waktu yang lama. b. Ditinjau dari filsafat pemidanaan, pemidanaan adalah
untuk melahirkan keadilan dan mencegah adanya disparitas dalam hal
pemidanaan (Sentencing Of Disparity) sebagaimana yang dianut dalam sistem
hukum Indonesia, maka pada dasarnya pidana dijatuhkan semata-mata bukan
bersifat sebagai pembalasan sebagaimana diintrodusir Teori Retributif akan
tetapi pemidanaan hendaknya mempunyai tujuan berdasarkan manfaat
tertentu (teori manfaat atau teori tujuan) dan bukan hanya sekedar membalas
perbuatan pelaku pidana. Pidana bukanlah sekedar untuk melakukan
pembalasan atau pengimbalan kepada orang yang telah melakukan suatu
x
tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat,
manfaat terbesar dengan dijatuhkannya pidana terhada pelaku pidana adalah
pencegahan atas pengulangan oleh pelaku maupun pencegahan terhadap
mereka yang sangat mungkin melakukan tindak pidana. c. Pada pokoknya
Majelis Hakim sependapat dengan hal-hal yang meringankan sebagaimana
yang telah diuraikan baik oleh Jaksa/ Penuntut Umum maupun oleh Penasihat
hukum terdakwa yaitu Terdakwa masih berstatus mahasiswa, Terdakwa
masih muda dan mempunyai masa depan yang masih panjang serta bersikap
sopan dan menyesali perbuatannya. d. Berdasarkan pertimbangan-
pertimbangan diatas dan dikaitkan pula dengan tujuan pemidanaan yang
bukan semata-mata sebagai pembalasan atas perbuatan terdakwa, melainkan
bertujuan untuk membina dan mendidik agar terdakwa menyadari dan
menginsyafi kesalahannya serta tidak mengulangi lagi perbuatannya,
sehingga diharapkan agar terdakwa dapat manjadi generasi penerus bangsa
yang berguna dikemudian hari, maka putusan yang akan Majelis Hakim
jatuhkan terhadap terdakwa sebagaimana dalam amar putusan Majelis Hakim
berpendapat telah patut, manusiawi dan proporsional, sesuai dengan kadar
kesalahan yang telah dilakukan Terdakwa.
III. PENUTUP
Kesimpulan
xi
Adanya penjatuhan pidana di bawah batas minimum khusus dari
ketentuan undang-undang dalam tindak pidana narkotika yang dilakukan oleh
hakim, tidak dapat dibenarkan berdasarkan asas legalitas (nulla poena sine
lege) yang di dalamnya mengandung unsur kepastian hukum, sebab dalam
asas nulla poena sine lege, yang berarti “tiada pidana tanpa undang-undang”,
telah dengan tegas menyatakan bahwa setiap sanksi pidana haruslah
ditentukan dalam undang-undang. Adapun menurut pendapat hakim, tindakan
menjatuhkan pidana di bawah batas minimum dari ketentuan Undang-Undang
Narkotika yang dilakukan oleh seorang hakim tidaklah melanggar asas
legalitas, sebab penjatuhan pidana tersebut bertujuan demi terwujudnya
keadilan, baik bagi terdakwa maupun masyarakat. Dan menurut hakim,
apabila terjadi pertentangan antara keadilan dan kepastian hukum maka sudah
sewajarnya keadilan lebih diutamakan dibanding kepastian hukum.
Faktor-faktor Pertimbangan yang diambil oleh hakim dalam menjatuhkan
pidana di bawah batas minimum dari ketentuan Undang-Undang Narkotika
diantaranya adalah : Pertimbangan tentang perbuatan terdakwa adalah terdakwa
terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana secara
melawan hukum memiliki narkotika golongan I dalam bentuk tanaman dan
Pertimbangan dari aspek pelaku adalah terdakwa belum pernah mencoba atau
mempunyai kegiatan yang berhubungan dengan narkotika sebelum ditangkap.
Saran
xii
Sebagai salah satu pilar untuk menegakkan hukum dan keadilan, hakim
mempunyai peranan menentukan sehingga kedudukannya dijamin undang-
undang, dengan demikian diharapkan tidak ada campur tangan dari pihak
manapun terhadap para hakim ketika sedang menangani perkara tindak
pidana.
Hendaknya di dalam setiap menjatuhkan putusan dalam perkara
narkotika, seorang hakim senantiasa harus berusaha memasukkan ketiga
unsur, yang meliputi unsur keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan, di
dalam setiap putusannya, dan bukan sebaliknya hanya berusaha
memprioritaskan atau mengutamakan satu unsur saja lalu mengabaikan unsur
yang lainnya, sehingga nantinya putusan yang dihasilkannya tersebut bisa
berkualitas dan sesuai dengan yang diharapkan oleh para pencari keadilan
yakni putusan yang mengandung legal justice, moral justice, dan social
justice.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Achmad Rifai, Narkoba Di Balik Tembok Penjara, Aswaja Pressindo : Yogyakarta, 2014.
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I, RajaGrafindo Persada : Jakarta. 2007.
Ansyahrul, 1999, Peranan Hakim Pengawas Dan Pengamal Dalam Pencapaian tujuan pemidanaan, “( Suatu Kajian Dari Konsep Sistem Peradilan Pidana Terpadu)”, Palembang.
Bagir Manan, Kekuasaan Kehakiman Republik Indonesia, Bandung : Unisba, 1995,
Bambang Sutiyoso, Metode Penemuan Hukum ; Upaya Mewujudkan Hukum Yang Pasti dan Berkeadilan. Cet.2, Yogyakarta : UUI Press, 2006
Bambang Sutiyoso dan Sri Hastuti Puspitasari, Aspek-Aspek Perkembangan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia, Yogyakarta : UII Press, 2005
Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Citra Aditya Bakti. Bandung. 2005.
______________, Masalah Pidana Perampasan Kemerdekaan Dalam KUHP Baru, Masalah-masalah Hukum No.Edisi Khusus, Universitas Diponegoro, 1987.
Bismar Siregar, Hukum Hakim Dan Keadilan Tuhan, Jakarta : Gema Insani Press, 1995,
Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan; Tinjauan Kritis Terhadap Teori Pemisahan Tindak Pidana dan Pertanggung jawaban Pidana, cet. 2, Jakarta : Kencana Prenada Media, 2006.
Eva Achjani Zulfa, Gugurnya Hak Menuntut; Dasar Penghapus, Peringan, dan Pemberat Pidana, Bogor : Ghalia Indonesia, 2010
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya, Jakarta : Storia Grafika, 2002,
H. M. Koesnoe, Kedudukan dan Tugas Hakim Menurut Undang-Undang Dasar 1945, ed. 1, cet. 1Surabaya : Ubhara Press, 1998
Jan Remmelink, Hukum Pidana; Komentar atas Pasal-Pasal Terpenting dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Belanda dan Padanannya dalam Pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia, terj. Tristam P. Moeliono, Jakarta : Gramedia, 2003,
J.E. Sahetapy, Ancaman Pidana Mati Terhadap Pembunuhan Berencana, Malang : Setara Press, 2009,
Leden Marpaung, Proses Penanganan Perkara Pidana Bagian Kedua, Jakarta : Sinar Grafika, 1995
Lilik Mulyadi, Peradilan Bom Bali, Jakarta : Djambatan, 2007.
__________, Hukum Acara Pidan ; Normatif, Teoritis, Praktek Dan Permasalahannya, cet. I, Bandung :Alumni, 2007,
M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan dan Penarapan KUHAP ; Pemeriksaan Sidang Pengadilan , Banding , Kasasi, Dan Peninjauan Kembali, ed.2, cet. 6, Jakarta : Sinar Grafika, 2005,
Mardjono Reksodiputro, Menyelesaikan Pembaharuan Hukum, cet 1, Jakarta : Komisi Hukum Nasional, 2009.
__________, Kriminologi dan System Peradilan Pidana. Universitas Indonesia : Jakarta. 2007.
Moeljatno, Asas-Asas Hukum Pidana, Rineka Cipta : Jakarta, 2008.
Muladi dan Barda Nawawi, Teori-teori Pidana. Alumni. Bandung. 1998.
Muladi, Politik Dan Sistem Peradilan Pidana, Universitas Diponegoro, Semarang, 1997.
_____, 1995, Kapita Selekta Sistem Peradilan Pidana, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
_____, Hak Asasi Manusia, Politik dan Sistem Peradilan Pidana, cet. 2, Semarang : Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2002.
Oemar Seno Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum, Jakarta : Erlangga, 1985
Poentang Moerad, Pembentukan Hukum Melalui Putusan Pengadilan dalam Perkara Pidana. Alumni : Bandung. 2005.
Rusli Muhammad, Kemandirian Pengadilan Indonesia, cet. 1, Yogyakarta : UII Press, 2010
Sarwata. Kebijaksanaan Dan Strategi Penegakan Sistem Peradilan Di Indonesia. Lemhanas. 19 Agustus 1997.
Sigit Suseno, Sistem Pemidanaan Dalam Hukum Pidana Indonesia Di Dalam Dan Di Luar KUHP, Badan Pembinaan Hukum Nasional : Jakarta, 2012.
Sudarto dalam muladi,1985,Lembaga Pidana Bersyarat, Penerbit Alumni, Bandung.
Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-bab Tentang Penemuan Hukum , Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1993
Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, Yogyakarta : Liberty, 2003.
________________, Mengenal Hukum Suatu Pengantar,Yogyakarta : Liberty, 1996,
Suparni, Niniek. Eksistensi Pidana Denda dalam Sistem Pidana danPemidanaan. Jakarta : Sinar Grafika, 1996.
Wirjono Prodjodikoro, 1980. Tindak Pidana Tertentu di Indonesia. Fresco. Bandung.
________________, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia,
Bandung : Refika Aditama, 2003
B. Peraturan-peraturan :
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP)
Indonesia, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika
Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang
Psikotropika
Indonesia, Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang
Kekuasaan Kehakiman
C. Makalah dan Internet:
Abdul Wahid, Konfusius Melawan Mafia Kasus, Desain Hukum,
Newletter Komisi Hukum Nasional, Vol. 10, No. 2, Maret
2010
Aswandi, Kajian Terhadap Putusan Perkara No.
325/Pid.B/2002/PN.PTK Tentang Tindak Pidana
Penggelapan Terhadap Modal Kerjasama Usaha, Jurnal
Yudisial; Kajian Kehormatan, Keluhuran Martabat dan
Prilaku Hakim, Komisi Yudisial Republik Indonesia, vol-
I/no.-01/ Agustus 2007.
Barda Nawawi Arief, Pokok-Pokok Pikiran Kekuasaan
Kehakiman Yang Merdeka, (Makalah sebagai bahan
masukan untuk Penyusunan Laporan Akhir Tim Pakar
Departemen Kehakiman Periode 1998/1999)
Hermansyah, Peran Lembaga Pengawas Eksternal Terhadap
Hakim, Media Hukum dan Keadilan ; teropong Pengawasan
Hakim Agung Oleh Komisi Yudisial, MaPPI-FHUI, vo.V
no. 1, Maret 2006,
Paulus Effendie Lotulung, Kebebasan Hakim Dalam Sistem
Penegakan Hukum, http;/www.Ifip Org/ english/ pdf/ bali-
seminar/Kebebasan%Hakim20-%paulus20%lotulong.pdf>,
diunduh Tanggal 2 November 2015.
Sudikno Mertokusumo, Relevansi Reneguhan Etika Profesi Bagi
Kemandirian Kekuasaan Kehakiman , (Makalah
disampaikan dalam Seminar 50 Tahun Kemerdekaan
Kekuasaan Kehakiman di Indonesia di UGM tanggal 26
Agustus 1995)