library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/ecolls/ethesisdoc/bab2doc/2007-3... · rtf file ·...
TRANSCRIPT
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Analisis Klasifikasi ABC
Klasifikasi ABC – atau sering juga disebut sebagai analisis ABC –
merupakan klasifikasi dari suatu kelompok material dalam susunan menurun
berdasarkan biaya penggunaan material itu per periode waktu (harga per unit
material dikalikan volume penggunaan dari material itu selama periode waktu
tertentu).
Periode waktu yang umum digunakan adalah satu tahun. Analisa ABC
dapat juga ditetapkan menggunakan kriteria lain – bukan semata-mata
berdasarkan kriteria biaya – tergantung pada faktor-faktor penting apa yang
menentukan material itu. Klasifikasi ABC umum dipergunakan dalam
pengendalian inventori material pada pabrik, inventori produk akhir pada
gudang barang jadi, inventori obat-obatan pada apotek, inventori suku cadang
pada bengkel atau toko, inventori produk pada supermarket atau toko serba
ada (toserba), dan lain-lain (Gaspersz, 2001, p273).
Pada dasarnya terdapat sejumlah faktor yang menentukan kepentingan
suatu material yaitu:
1. Nilai total uang dari material.
2. Biaya per unit dari material.
1
3. Kelangkaan atau kesulitan memperoleh material.
4. Ketersediaan sumber daya, tenaga kerja, dan fasilitas yang dibutuhkan
untuk membuat material itu.
5. Panjang dan variasi waktu tunggu (lead time) dari material, sejak
pemesanan material itu pertama kali sampai kedatangannya.
6. Ruang yang dibutuhkan untuk menyimpan material itu.
7. Risiko penyerobotan atau pencurian material itu.
8. Biaya kehabisan stok atau persediaan (stockout cost) dari material itu.
9. Kepekaan material terhadap perubahaan desain.
Klasifikasi ABC mengikuti prinsip 80-20, atau hukum Pareto di mana
sekitar 80% dari nilai total inventori material direpresentasikan (diwakili) oleh
20% material inventori (Gaspersz, 2001, p273).
Penggunaan Analisis ABC adalah untuk menetapkan:
1. Frekuensi penghitungan inventori (cycle counting), di mana material-
material kelas A harus diuji lebih sering dalam hal akurasi catatan
inventori dibandingkan material kelas B atau C.
2. Prioritas rekayasa (engineering), di mana material-material kelas A dan B
memberikan petunjuk pada bagian Rekayasa dalam peningkatan program
reduksi biaya ketika mencari material-material tertentu yang perlu
difokuskan.
2
3. Prioritas pembelian (perolehan), di mana aktivitas pembelian seharusnya
difokuskan pada bahan-bahan baku bernilai tinggi (high cost) dan
penggunaan dalam jumlah tinggi (high usage). Fokus pada material-
material kelas A untuk pemasokan (sourcing) dan negosiasi.
4. Keamanan: meskipun nilai biaya per unit merupakan indikator yang lebih
baik dibandingkan nilai penggunaan (usage value), namun analisis ABC
boleh digunakan sebagai indikator dari material-material mana (kelas A
dan B) yang seharusnya lebih aman disimpan dalam ruangan terkunci
untuk mencegah kehilangan, kerusakan, atau pencurian.
5. Sistem pengisian kembali (replenishment systems), di mana klasifikasi
ABC akan membantu mengidentifikasi metode pengendalian yang
digunakan. Akan lebih ekonomis apabila mengendalikan material-material
kelas C dengan simple two-bin system of replenishment (synonym: bin
reserve system or visual review system) dan metode-metode yang lebih
canggih untuk material-material kelas A dan B.
6. Keputusan investasi: karena material-material kelas A menggambarkan
investasi yang lebih besar dalam inventori, maka perlu lebih berhati-hati
dalam membuat keputusan tentang kuantitas pesanan dan stok pengaman
terhadap material-material kelas A, dibandingkan terhadap material-
material kelas B dan C.
3
Di dalam analisis ABC, setiap kelas inventory membutuhkan level-
level kontrol yang berbeda - semakin tinggi nilai dari sebuah inventory,
semakin ketat kontrolnya. Item class A akan mendapatkan kontrol inventory
yang ketat. B dan C membutuhkan perhatian yang lebih kecil atau mungkin
minimal (Russell dan Taylor, 2000, p595).
Langkah pertama di dalam analisis ABC adalah untuk
mengklasifikasikan semua item inventory ke dalam baik A, B, C. Setiap item
memiliki nilai dollar, yang dihitung dengan mengkalikan biaya dollar per satu
unit dengan permintaan annual untuk item tersebut. Semua item yang ada
kemudian di beri peringkat sesuai dengan nilai dollar annual mereka.
Langkah selanjutnya adalah untuk menentukan level dari kontrol
inventory untuk setiap klasifikasi. Item Class A membutuhkan kontrol
inventory yang ketat karena mereka mewakili sejumlah besar persentasi dari
total nilai dollar dari inventory. Level inventory ini harus serendah mungkin
dan meminimalkan safety stock. Ini membutuhkan peramalan permintaan
yang akurat dan penyimpanan laporan secara detail. Sistem kontrol inventory
dan model inventory yang pantas menentukan kuantitas permintaan yang
harus diaplikasikan. Sebagai tambahan, perhatian khusus harus dilakukan
pada peraturan dan prosedur pembelian jika item inventory didapatkan dari
luar perusahaan. Item B dan C membutuhkan kontrol inventory yang lebih
longgar.
4
Karena carrying cost biasanya rendah untuk item C, level inventory
yang lebih tinggi dapat kadang-kadang dipertahankan dengan safety stock
yang besar. Mungkin tidaklah dibutuhkan untuk memonitor item C diluar dari
sebuah pengamatan sederhana. Secara umum, sebuah item biasanya
membutuhkan sistem kontrol yang terus-menerus, dimana level inventory
secara terus-menerus dimonitor; sebuah sistem review periodic dengan
monitoring biasa cocok untuk item C.
Menurut Render dan Heizer (2001, p317) bahwa peramalan yang lebih
baik, pengendalian fisik, keandalan pemasok, dan pengurangan besar stok
pengaman dapat dihasilkan oleh semua teknik manajemen persediaan
semacam analisis ABC.
2.2 Peramalan
Setiap hari para manajer membuat keputusan tanpa mengetahui apa
yang akan terjadi di masa depan. Persediaan dipesan tanpa kepastian berapa
jumlah penjualannya; peralatan baru dibeli padahal tidak ada kepastian
permintaan terhadap produk; dan investasi dilakukan tanpa pengetahuan
berapa laba yang akan diperoleh. Dalam menghadapi ketidakpastian para
manajer selalu berusaha membuat estimasi yang lebih baik tentang apa yang
akan terjadi di masa depan. Membuat estimasi yang baik adalah tujuan utama
peramalan (Render dan Heizer, 2001, p46).
5
Dalam suplemen ini kita mengkaji berbagai jenis peramalan, dan
model-model peramalan seperti rata-rata bergerak, penghalusan eksponensial,
dan regresi linear. Tujuannya adalah untuk menunjukan pada manajer bahwa
ada banyak cara memprediksi masa depan. Disajikan pula tinjauan tentang
subjek peramalan penjualan perusahaan dan menjelaskan bagaimana
menyiapkan, memantau, dan menilai keakuratan peramalan. Peramalan yang
baik adalah bagian penting dari operasi jasa dan manufaktur yang efisiensi;
dan juga merupakan sarana pembentukan model yang penting unruk
pengambilan keputusan
2.2.1 Pengertian Peramalan
Peramalan (forecasting) adalah seni dan ilmu memprediksi peristiwa-
peristiwa masa depan. Peramalan memerlukan pengambilan data historis dan
memproyeksikannya ke masa depan dengan beberapa bentuk model
matematis. Bisa jadi berupa prediksi subjektif atau intuitif tentang masa depan.
Atau peramalan bisa mencakup kombinasi model matematis yang disesuaikan
dengan penilaian yang baik oleh manajer (Render dan Heizer, 2001, p46).
Menurut Sumayang (2003, p23), peramalan penting artinya karena
dengan peramalan yang tepat guna diharapkan akan meningkatkan efisiensi
produksi.
6
Sesungguhnya terdapat perbedaan antara Peramalan dengan Perkiraan.
Peramalan adalah perhitungan yang objektif dan dengan menggunakan data-
data masa lalu, untuk menentukan sesuatu di masa yang akan datang
sedangkan perkiraan dengan cara subjektif dan atau tidak dari data-data masa
lalu, memperkirakan sesuatu di masa yang akan datang. Sehingga dengan
demikian, peramalan selalu memerlukan data-data dari masa lalu dan apabila
tidak ada data masa lalu maka penentuan sesuatu di masa yang akan datang
dapat dilakukan dengan cara perkiraan. Untuk melakukan perkiraan
diperlukan keahlian, pengalaman, dan pertimbangan seorang manajer operasi.
Sedangkan untuk melakukan peramalan diperlukan ilmu pengetahuan statistik
dan teknologi (Sumayang, 2003, p24).
Meramalkan Horison Waktu
Peramalan biasanya dikelompokkan oleh horison waktu masa depan
yang mendasarinya (Render dan Heizer, 2001, p46). Tiga kategori yang
bermanfaat bagi manajer operasi adalah:
1. Peramalan jangka pendek. Rentang waktunya mencapai satu tahun tetapi
umumnya kurang dari tiga bulan. Peramalan jangka pendek digunakan
untuk merencanakan pembelian, penjadwalan kerja, jumlah tenaga kerja,
penugasan, dan tingkat produksi.
7
2. Peramalan jangka menengah. Peramalan jangka menengah biasanya
berjangka tiga bulan hingga tiga tahun. Peramalan ini sangat bermanfaat
dalam perencanaan penjualan, perencanaan dan penganggaran produksi,
penganggaran kas, dan menganalisis berbagai rencana operasi.
3. Peramalan jangka panjang. Rentang waktunya biasanya tiga tahun atau
lebih; digunakan dalam merencanakan produk baru, pengeluaran modal,
lokasi fasilitas, atau ekspansi, dan penelitian serta pengembangan.
Peramalan jangka menengah dan jangka panjang mempunyai tiga ciri
yang membedakan keduanya dari peramalan jangka pendek. Peramalan
jangka menengah dan jangka panjang berhubungan dengan isu yang lebih
kompetentif dan mendukung keputusan manajemen berkaitan dengan
perencaanaan dan produk, pabrik, dan proses. Kedua, peramalan jangka
pendek biasanya menggunakan metodologi yang berbeda dari pada peramalan
yang lebih panjang waktunya.
Teknik-teknik matematis seperti rata-rata bergerak (moving averages),
penghalusan eksponensial {exponential smoothing), dan ekstrapolasi trend
adalah biasa untuk proyeksi jangka pendek. Dan ketiga, peramalan jangka
pendek cenderung lebih akurat daripada peramalan jangka yang lebih panjang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan berubah setiap hari, sehingga
ketika horison waktu semakin panjang, keakuratan peramalan akan berkurang.
8
Dengan demikian ramalan penjualan perlu diperbarui secara teratur
untuk mempertahankan nilainya. Setelah periode penjualan berlalu, ramalan
harus dikaji kembali dan diperbaiki (Render dan Heizer, 2001, p47).
2.2.2 Jenis-Jenis Peramalan
Menurut Render dan Heizer (2001, p47), organisasi menggunakan tiga
jenis peramalan ketika merencanakan masa depan operasinya, yaitu:
1. Ramalan ekonomi membahas siklus bisnis dengan memprediksi tingkat
inflasi, suplai uang permulaan perumahan, dan indikator-indikator
perencanaan lain.
2. Ramalan teknologi berkaitan dengan tingkat kemajuan teknologi, yang
akan melahirkan produk-produk baru yang mengesankan, membutuhkan
pabrik, dan peralatan baru.
3. Ramalan permintaan adalah proyeksi permintaan untuk produk atau jasa
perusahaan. Ramalan ini, disebut juga ramalan penjualan, mengarahkan
produksi, kapasitas, dan sistem penjadwalan perusahaan dan bertindak
sebagai masukan untuk perencanaan keuangan, pemasaran, keuangan, dan
personalia.
9
2.2.3 Metode Peramalan
Banyak jenis metode peramalan yang tersedia untuk meramalkan
permintaan dalam produksi. Namun yang lebih penting adalah bagaimana
memahami karateristik suatu metode peramalan agar sesuai dengan situasi
pengambilan keputusan. Situasi peramalan sangat beragam dalam horison
waktu peramalan, faktor yang menentukan hasil yang sebenarnya, tipe pola
data dan berbagai aspek lainnya. Untuk menghadapi penggunaan yang luas
seperti itu, beberapa teknik telah dikembangkan. Teknik tersebut dibagi dalam
dua kategori utama, yaitu metode peramalan kuantitatif dan metode peramalan
kualitatif (Makridakis, 1999, p19-24).
2.2.3.1 Metode Peramalan Kuantitatif
Metode kuantitatif sangat beragam dan setiap teknik memiliki sifat,
ketepatan dan biaya tertentu yang harus dipertimbangkan dalam memilih
metode tertentu. Metode kuantitatif formal didasarkan atas prinsip-prinsip
statistik yang memiliki ketepatan tinggi atau dapat meminimumkan kesalahan
(error), lebih sistematis, dan lebih populer dalam penggunaannya. Untuk
menggunakan metode kuantitatif terdapat tiga kondisi yang harus dipenuhi,
yaitu :
a. Tersedia informasi tentang masa lalu.
b. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik.
10
c. Dapat diasumsikan bahwa beberapa aspek pola masa lalu akan terus
berlanjut di masa mendatang.
Metode kuantitatif dapat dibagi kedalam dua model, yaitu :
a. Model deret berkala (time series)
Pada model ini, pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan
nilai masa lalu dari suatu variabel dan atau kesalahan masa lalu. Model
deret berkala menggunakan riwayat permintaan masa lalu dalam membuat
ramalan untuk masa depan. Tujuan metode peramalan deret berkala ini
adalah menemukan pola dalam deret berkala historis dan
mengekstrapolasikan pola tersebut ke masa depan.
Prosedur peramalan permintaan dengan metode time series (Baroto,
2002, p31) adalah sebagai berikut:
1. Tentukan pola data permintaan. Dilakukan dengan cara memplotkan
data secara grafis dan menyimpulkan apakah data itu berpola trend,
musiman, siklikal, atau random.
2. Mencoba beberapa metode time series – yang sesuai dengan pola
permintaan tersebut – untuk melakukan peramalan. Metode yang
dicoba semakin banyak semakin baik. Pada setiap metode, sebaiknya
dilakukan pula peramalan dengan parameter yang berbeda.
11
3. Mengevaluasi tingkat kesalahan masing-masing metode yang telah
dicoba. Tingkat kesalahan diukur dengan kriteria MSE, MAPE, atau
lainnya. Sebaiknya nilai tingkat kesalahan ini ditentukan dulu. Tidak
ada ketentuan mengenai berapa tingkat kesalahan maksimal dalam
peramalan.
4. Memilih metode peramalan terbaik di antara metode yang dicoba.
Metode terbaik adalah metode yang memberikan tingkat kesalahan
yang telah ditetapkan.
5. Melakukan peramalan permintaan dengan metode terbaik yang telah
dipilih.
Langkah penting dalam memilih suatu metode deret berkala yang tepat
adalah dengan mempertimbangkan jenis pola data, sehingga metode yang
paling tepat dengan metode tersebut dapat diuji. Pola data dapat dibedakan
menjadi :
1. Pola Horizontal (H) terjadi bilamana nilai data berfluktuasi disekitar nilai
rata-rata yang konstan (deret seperti itu adalah “stasioner” terhadap nilai
rata-ratanya). Suatu produk yang penjualannya tidak meningkat atau
menurun selama waktu tertentu termasuk jenis ini. Demikian pula suatu
pengendalian kualitas yang menyangkut pengambilan contoh dari suatu
proses produksi berkelanjutan yang secara teoritis tidak mengalami
perubahan juga termasuk jenis ini.
12
Gambar 2.1 Pola Data Horisontal
Teknik-teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan stationer
mencakup metode yang naif, rata-rata sederhana, moving averages, dan
autoregressive moving average (ARMA) model (metode Box-Jenskins).
(Hanke, 2005, p75).
2. Pola musiman (S) terjadi bilamana suatu deret dipengaruhi oleh faktor
musiman (misalnya kuartal tahun tertentu, bulanan, atau hari-hari pada
minggu tertentu). Penjualan dari produk minuman ringan, es krim, dan
bahan bakar pemanas ruangan, menunjukkan jenis pola ini.
Gambar 2.2 Pola Data Musiman
13
Teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan seasonal
mencakup dekomposisi clasical, census x-12, winter’s exponensial
smoothing, multiple regression dan ARIMA models (metode Box-Jenkins).
(Hanke, 2005, p76).
3. Pola Siklis (C) terjadi bilamana datanya dipengaruhi oleh fluktuasi
ekonomi jangka panjang seperti yang berhubungan dengan siklus bisnis.
Penjualan produk seperti mobil, baja dan peralatan utama lainnya
menunjukkan jenis pola data ini.
Gambar 2.3 Pola Data Siklis
Teknik yang harus dipertimbangkan pada peramalan seri cyclical
mencakup dekomposisi clasical, economic indicator, model-model
econometric, multiple regression, dan model-model ARIMA (metode
Box-jenkins). (Hanke, 2005, p76).
4. Pola trend (T) terjadi bilamana terdapat kenaikan atau penurunan sekuler
jangka panjang dalam data. Penjualan banyak perusahaan, produk bruto
nasional (GNP) dan berbagai indikator bisnis atau ekonomi lainnya
mengikuti pola trend selama perubahannya sepanjang waktu.
14
Gambar 2.4 Pola Data Trend
Teknik-teknik yang harus dipertimbangkan pada seri peramalan trend
mencakup moving averages. Holt’s exponential smoothing, regresi
sederhana, growth curves, model-model exponential, dan autoregressive
integrated moving average (ARIMA) model (metode Box-Jenkins).
(Hanke, 2005, p76).
b. Model kausal
Model kausal mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan
menunjukkan suatu hubungan sebab-akibat dengan satu atau lebih variabel
bebas. Maksud dari model kausal adalah menemukan bentuk hubungan
tersebut dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari
varibel tak bebas. Setelah hubungan ini ditemukan, nilai-nilai masa
mendatang dapat diramalkan cukup dengan memasukkan nilai-nilai yang
sesuai untuk varibel-variabel independen.
Metode peramalan kausal mengasumsikan bahwa permintaan akan
suatu produk bergantung pada satu atau beberapa faktor independen
(misalnya, harga, iklan, persaingan, dan lain-lain).
15
2.2.3.2 Metode Peramalan Kualitatif atau Teknologis
Metode peramalan ini tidak memerlukan data yang serupa seperti
metode peramalan kuantitatif. Input yang dibutuhkan tergantung pada metode
tertentu dan biasanya merupakan hasil dari pemikiran intuitif, perkiraan dan
pengetahuan yang telah didapat. Pendekatan teknologis seringkali
memerlukan input dari sejumlah orang yang terlatih.
Metode kualitatif mengandalkan opini pakar atau manajer dalam
membuat prediksi tentang masa depan. Metode ini berguna untuk tugas
peramalan jangka panjang. Penggunaan pertimbangan dalam peramalan,
tampaknya tidak ilmiah dan bersifat sementara. Tetapi bila data masa lalu
tidak ada atau tidak mencerminkan masa mendatang, tidak banyak alternatif
selain menggunakan opini dari orang-orang yang berpengetahuan. Ramalan
teknologis terutama digunakan untuk memberikan petunjuk, untuk membantu
perencana dan untuk melengkapi ramalan kuantitatif, bukan untuk
memberikan suatu ramalan numerik tertentu.
Metode kualitatif dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
a. Metode eksploratoris
Metode eksploratoris (seperti Delphi, kurva-S, analogi, dan
penelitian morfologis) dimulai dengan masa lalu dan masa kini sebagai
titik awalnya dan bergerak kearah masa depan secara heuristik, seringkali
dengan melihat semua kemungkinan yang ada.
16
b. Metode normatif.
Metode normatif (seperti matriks keputusan, pohon relevansi, dan
analisis sistem) dimulai dengan menetapkan sasaran dan tujuan yang akan
datang, kemudian bekerja mundur untuk melihat apakah hal ini dapat
dicapai, berdasarkan kendala, sumber daya, dan teknologi yang tersedia.
2.2.4 Metode Peramalan Triple Exponential Smoothing Tiga Parameter dari
Winter
Pada umumnya, metode rata-rata bergerak dan pemulusan
eksponensial dapat digunakan untuk hampir segala jenis data stasioner atau
non stasioner sepanjang data tersebut tidak mengandung faktor musiman.
Tetapi bilamana terdapat faktor musiman, metode-metode tersebut akan
menghasilkan peramalan yang buruk. Untuk data stasioner, digunakan metode
rata-rata begerak atau pemulusan eksponensial. Jika datanya menunjukkan
suatu trend linear, maka baik model linear dari Brown atau Holt dapat
diterapkan. Tetapi jika datanya musiman, metode tersebut tidak bisa
mengatasinya dengan baik. Walaupun demikian, metode Winter dapat
menangani faktor musiman secara langsung. Metode Winter didasarkan atas
tiga persamaan pemulusan, yaitu satu untuk unsur stasioner, satu untuk trend
dan satu untuk musiman. Hal ini serupa dengan metode Holt, dengan satu
pemulusan tambahan untuk mengatasi musiman.
17
Perumusan dasar untuk metode Winter (Makridakis, 1999, p121-127)
adalah sebagai berikut :
Pemulusan Keseluruhan :
X tS t = αI t − L
+ (1 − α )(S (t −1) + b(t −1) )
Pemulusan Trend :
bt = γ (S t − S (t −1) ) + (1 − γ )b(t −1)
Pemulusan Musiman :
X tI t = βS t
+ (1 − β )I (t − L )
Peramalan :
F(t +m) = (St + bt * m)I (t − L+m)
Dimana : L = Panjang musiman
b = Komponen trend
I = Faktor penyesuaian musiman
Ft+m = Peramalan untuk m periode ke depan
Salah satu masalah dalam menggunakan metode Winter adalah
menentukan nilai-nilai untuk α , β ,
dan γ tersebut yang akan berpengaruh
dalam perhitungan nilai-nilai error seperti MSE atau MAPE. Pendekatan
untuk menentukan nilai ini biasanya secara trial and error, walaupun
mungkin juga digunakan algoritma optimasi non-linear untuk mendapatkan
nilai parameter optimal.
18
Karena kedua pendekatan tersebut memakan banyak waktu dan mahal,
maka metode ini jarang digunakan. Metode ini baru dipakai jika banyak
himpunan data yang harus ditangani.
Untuk menginisialisasi metode peramalan Winter yang diterangkan di
atas, kita perlu menggunakan paling sedikit satu data musiman lengkap (yaitu
L periode) untuk menentukan estimasi awal dari indeks musiman, Lt-1, dan
kita perlu menaksir faktor trend dari satu periode ke periode selanjutnya.
Adapun rumus yang digunakan untuk inisialisasi awal yaitu :
X L +1 = S L
+1
I = X L
X
2.2.5 Metode Peramalan Dekomposisi
Metode Dekomposisi mendasarkan penganalisaan untuk
mengidentifikasi tiga faktor utama yang terdapat dalam suatu deret waktu,
yaitu faktor trend, faktor siklus, dan faktor musiman.
Di dalam beberapa hal, peramal hanya mendasarkan penyusunannya
pada dua faktor yang penting yaitu trend dan musiman. Faktor trend
menggambarkan perilaku data dalam jangka panjang, dan dapat meningkat,
menurun atau tidak berubah. Pengukuran perkembangan faktor trend
dilakukan untuk periode waktu yang panjang dengan menghilangkan variasi
musim dan variasi siklus.
t
19
Faktor siklus menggambarkan baik turunnya ekonomi atau industri
tertentu. Faktor musiman berkaitan dengan fluktuasi periodik dengan panjang
konstan. Perbedaan antara musiman dan siklus adalah bahwa musiman
berulang dengan sendirinya pada interval yang tetap seperti tahun atau bulan,
sedangkan faktor siklus mempunyai jangka waktu yang lebih lama dan
lamanya berbeda dari satu siklus ke siklus yang lainnya.
Ada beberapa pendekatan alternatif untuk mendekomposisi suatu deret
waktu, dengan tujuan untuk mengisolasikan masing-masing komponen dari
deret itu setepat mungkin. Konsep dasar dari dekomposisi ini adalah data
empiris di mana yang pertama adalah pergeseran musim, kemudian trend dan
terakhir adalah siklus. Residu yang ada dianggap unsur acak yang walaupun
tidak dapat ditaksir, tetapi dapat diidentifikasi (Makridakis, 1999, p150-156).
Langkah-langkah dekomposisi :
1. Pada deret data yang sebenarnya (Xt) hitung rata-rata bergerak yang
panjangnya (N) sama dengan panjang musiman. Maksud dari rata-rata
bergerak adalah menghilangkan unsur musiman dan keacakan. Meratakan
sejumlah periode yang sama dengan panjang pola musiman akan
menghilangkan unsur musiman dengan membuat rata-rata dari periode
yang musimannya tinggi dan periode yang musimannya rendah. Karena
galat acak tidak mempunyai pola yang sistematis, maka perata-rataan ini
juga mengurangi keacakan.
20
2. Pisahkan rata-rata bergerak N periode (langkah satu) dari deret data
semula untuk memperoleh unsur trend dan siklus.
3. Pisahkan faktor musiman dengan menghitung rata-rata untuk tiap periode
yang menyusun panjang musiman secara lengkap.
4. Identifikasi bentuk trend yang tepat (linear, eksponensial, kurva-S, dan
lain-lain) dan hitung nilainya untuk setiap periode (Tt).
5. Pisahkan hasil langkah empat dari hasil langkah dua (nilai gabungan dari
unsur trend dan siklus) untuk memperoleh faktor siklus.
6. Pisahkan musiman, trend dan siklus dari data asli untuk mendapatkan
unsur acak yang ada, Et.
Metode dekomposisi dapat berasumsi pada model aditif atau
multiplikatif dan bentuknya dapat bervariasi. Model aditif berbentuk :
Xt = It + Tt + Ct + Et
Model multiplikatif berbentuk :
Xt = It x Tt x Ct x Et
2.2.6 Statistik Ketepatan Peramalan
2.2.6.1 Ukuran Statistik Standar
Jika Xt merupakan data aktual untuk periode t dan Ft merupakan
ramalan (atau nilai kecocokan/fitted value) untuk periode yang sama, maka
kesalahan didefinisikan sebagai :
21
et = Xt − Ft
Jika terdapat nilai pengamatan dan ramalan untuk n periode waktu,
maka akan terdapat n buah galat dan ukuran statistik standar berikut dapat
didefinisikan :
• Nilai Tengah Galat Kuadrat (Mean Squared Error)
MSE= 1 n et2
n ∑t
=1
Dua formulasi yang sering digunakan dalam menghitung kesalahan
yaitu mean absolute error (yang dalam beberapa buku disebut sebagai mean
absolute deviation) dan mean squared error (MSE). Perbedaan keduanya
adalah terletak pada bobot kesalahan, satu dalam bentuk angka kesalahan
absolut dan yang lainnya dalam bentuk nilai kuadrat.
Tujuan optimalisasi statistik seringkali adalah untuk memilih suatu
model agar MSE minimal, tetapi ukuran ini mempunyai dua kelemahan.
Pertama, ukuran ini menunjukkan pencocokan (fitting) suatu model terhadap
data hitoris. Pencocokan seperti ini tidak perlu mengimplikasikan peramalan
yang baik. Suatu model terlalu cocok (over fitting) dengan deret data, yang
berarti sama dengan memasukkan unsur random sebagai bagian proses
bangkitan, berarti tidak berhasil mengenali pola non-acak dalam data dengan
baik. Perbandingan nilai MSE yang terjadi selama fase pencocokan peramalan
22
adalah mungkin memberikan sedikit indikasi ketepatan model dalam
peramalan. Kedua, sebagai ukuran ketepatan model adalah berhubungan
dengan kenyataan bahwa metode yang berbeda akan menggunakan prosedur
yang berbeda pula dalam fase pencocokan.
Dalam fase peramalan, penggunaan MSE sebagai suatu ukuran
ketepatan juga dapat menimbulkan masalah. Ukuran ini tidak memudahkan
perbandingan deret berkala yang berbeda dan untuk selang waktu yang
berlainan, karena MSE merupakan ukuran para absolut. Lagipula,
interpretasinya tidak bersifat intuitif bahkan untuk para spesialis sekalipun,
karena ukuran ini menyangkut pengkuadratan sederetan nilai (Makridakis,
1999, p58-61).
2.2.6.2 Ukuran-ukuran Relatif
Karena adanya keterbatasan MSE sebagai suatu ukuran ketepatan
peramalan, maka muncul usulan alternatif – alternatif lain yang diantaranya
menyangkut galat persentase. Tiga ukuran yang sering digunakan (Makridakis,
1999, p61-62) adalah :
• Galat Persentase (Percentage
Error)
⎛ X − F ⎞PE = ⎜ t t ⎟ *100⎝ Xt ⎠
• Nilai Tengah Galat Persentase (Mean Percentage Error)
1 nMPE =n t =1 PEt∑
23
• Nilai Tengah Galat Persentase Absolut (Mean Absolute Percentage Error)
1 nMAPE =n t =1 PEt
PE dapat digunakan untuk menghitung kesalahan persentase setiap
periode waktu. Nilai-nilai ini kemudian dapat dirata-ratakan untuk
memberikan nilai tengah kesalahan persentase (MPE). Namun MPE mungkin
mengecil karena PE positif dan negatif cenderung saling meniadakan. Dari
sana MAPE didefinisikan dengan menggunakan nilai absolut dari PE.
2.3 Peta Proses Operasi
Peta Proses Operasi merupakan suatu diagram yang menggambarkan
langkah-langkah proses yang akan dialami bahan baku mengenai urutan-
urutan operasi dan pemeriksaan. Sejak dari awal sampai menjadi produk jadi
utuh maupun sebagai komponen, dan juga memuat informasi-informasi yang
diperlukan untuk analisa lebih lanjut, seperti waktu yang dihabiskan, material
yang digunakan, dan tempat atau mesin yang dipakai. Jadi dalam suatu peta
proses operasi, dicatat hanya kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan saja,
kadang-kadang pada akhir proses dicatat tentang penyimpanan (Sutalaksana,
1979,p21). Dalam peta proses operasi pekerjaan dibagi menjadi elemen-
elemen operasi secara detail. Disini, tahapan proses operasi kerja harus
diuraikan secara logis dan sistematis.
∑
24
Dengan demikian, keseluruhan operasi kerja dapat digambarkan dari
awal (raw material) sampai menjadi produk akhir (finished good product)
sehingga analisa perbaikan dari masing-masing operasi kerja secara individual
maupun urut-urutannya secara keseluruhan akan dapat dilakukan
(Wignjosoebroto, 2000, p131).
Untuk bisa menggambarkan peta proses operasi dengan baik, ada
beberapa prinsip yang perlu diikuti, sebagai berikut:
1. Pertama-tama, pada baris paling atas dinyatakan kepalanya “Peta Proses
Operasi” yang diikuti oleh identifikasi lain seperti nama objek, nama
pembuat peta, tanggal dipetakan cara lama atau cara sekarang, nomor peta
dan nomor gambar.
2. Material yang akan diproses diletakkan di atas garis horizontal, yang
menunjukkan bahwa material tersebut masuk ke dalam proses.
3. Lambang-lambang ditempatkan dalam arah vertikal, yang menunjukkan
terjadinya perubahan proses.
4. Penomoran terhadap suatu kegiatan operasi diberikan secara berurutan
sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk pembuatan produk
tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi.
5. Penomoran terhadap suatu kegiatan pemeriksaan diberikan secara
tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk kegiatan operasi.
25
2.4 Pengukuran Waktu
Berdasarkan pendapat Sutalaksana (1979,p131) pengukuran waktu
adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu kerja baik setiap elemen
ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan.
Teknik pengukuran waktu dibagi ke dalam dua bagian, yaitu secara
langsung dan tidak langsung. Secara langsung berarti pengukuran
dilaksanakan secara langsung yaitu di tempat dimana pekerjaan yang
bersangkutan dijalankan. Cara yang termasuk secara langsung, yaitu metode
cara jam henti.
Sedangkan cara tidak langsung melakukan perhitungan waktu tanpa
harus berada ditempat pekerjaan yaitu dengan membaca tabel-tabel yang
tersedia asalkan mengetahui jalannya pekerjaan melalui elemen-elemen
pekerjaan atau gerakan. Untuk pengukuran waktu penulis memakai metode
secara langsung.
Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku
penyelesaian pekerjaan yaitu waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh
seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan
dalam sistem kerja terbaik.
26
2.4.1 Pengukuran Pendahuluan
Pengukuran pendahuluan merupakan hal pertama yang harus
dilakukan. Tujuan melakukan pengukuran waktu adalah untuk mengetahui
berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat ketelitian dan
keyakinan yang diinginkan. Istilah pengukuran pendahuluan terus digunakan
selama jumlah pengukuran yang telah dilakukan belum mencukupi.
Langkah-langkah pemrosesan hasil pengukuran adalah:
1. Hasil pengukuran dikelompokkan ke dalam subgrup-subgrup dan hitung
rata-rata dari tiap subgrup:
xk = ∑ i− x
n
Dimana: n = ukuran subgrup, yaitu banyaknya data dalam satu subgrup
k = jumlah subgrup yang terbentuk
Xi = data pengamatan
2. Hitung rata-rata keseluruhan, yaitu rata-rata dari rata-rata subgrup:
g ∑ xi
x = i =1
k
3. Hitung standar deviasi dari waktu penyelesaian:
n ∑ (xi − x)2
s = i =1
n − 1dimana : n = jumlah pengamatan pendahuluan yang telah dilakukan.
27
4. Hitung standar deviasi dari distribusi harga rata-rata subgrup:
s = s
x N
2.4.2 Pengujian Keseragaman Data
Pengukuran keseragaman data perlu dilakukan terlebih dulu sebelum kita
menggunakan data yang diperoleh guna menetapkan waktu standar, dengan
tujuan untuk mengetahui apakah hasil pengukuran waktu cukup seragam.
Suatu data dikatakan seragam, yaitu data yang berasal dari sistem sebab yang
sama, bila berada di antara kedua batas kendali.
Perumusan batas kendali tersebut adalah sebagai berikut:
BKA = X + Zσ X
BKB = X − Zσ X
Z = 1 − 1 − β2
Dimana: BKA = Batas kendali atas
BKB = Batas kendali bawah
Z = Bilangan konversi pada distribusi normal sesuai dengan tingkat keyakinan ( β )
28
2.4.3 Pengujian Kecukupan Data
Menurut Sutalaksana (1974,p134), uji kecukupan data dilakukan untuk
mendapatkan apakah jumlah data hasil pengamatan cukup untuk melakukan
penelitian. Uji kecukupan data ini digunakan pada proses sampling, apabila
variabilitas data yang dianalisis semakin kecil, maka jumlah sampel yang
dibutuhkan akan semakin kecil, sedangkan apabila variabilitas pengumpulan
data semakin besar, maka jumlah data yang dikumpulkan akan semakin besar
pula. Rumus yang dipakai adalah sebagai berikut:
2⎜ k n∑ xj 2 − (∑ xj )2 ⎟N’ = ⎜ s ⎟⎜ ∑ xj ⎟⎝ ⎠Dimana : N’ = jumlah data yang seharusnya dilakukan pengamatan
N = jumlah data yang aktual
Dengan kesimpulan:
Apabila N’ ≤ N, maka jumlah data sudah cukup
Apabila N’ ≥ N, maka jumlah data belum cukup
Jika diingkan tingkat ketelitian 5% dari tingkat keyakinan 90% maka:
0.05 x 2 σ xDimana x adalah harga rata-rata sebenarnya dari waktu penyelesaian yang
didekati oleh x = ∑=xj
n
⎛ ⎞
29
Dengan:
Xj = harga-harga data dalam pengukuran
n = banyaknya pengukuran yang dilakukan
σ x = standar deviasi distribusi harga rata-rata sampel yang diukur
N’ = banyaknya pengukuran yang dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian
dan keyakinan tersebut.
2⎜ 1 n∑ xj 2 − (∑ xj )2 ⎟σ x = ⎜ n ⎟⎜ N ' ⎟⎝ ⎠Apabila diturunkan, maka didapatkan rumus:
N’ =⎜ 40⎜
2
n∑ xj 2 − (∑ xj )2 ⎟⎟⎜ ∑ xj ⎟⎝ ⎠Nilai k/s yang ada disini adalah hasil penurunan rumus dengan tingkat
ketelitian dan tingkat keyakinan dengan penurunan rumus diatas, untuk
singkatnya dapat dilihat dibawah ini:
Tabel 2.1 Tingkat keyakinan dan ketelitian uji kecukupan data
Tingkat keyakinan (k) Tingkat ketelitian (s) k/s90% 10% 16,595% 10% 2095% 5% 4099% 10% 30
⎛ ⎞
⎛ ⎞
30
Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpanan maksimum hasil
pengukuran dari data pengukuran sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan
dalam persen, sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan
pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi.
Pengukuran yang ideal adalah pengukuran dengan data yang sangat
banyak karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Tingkat
ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang
diinginkan pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran
yang sangat banyak.
Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpanan maksimum hasil
pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya, biasanya dinyatakan dalam
persen dari waktu penyelesaian sebenarnya yang harus dicari. Sedangkan
tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil
yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi.
2.4.4 Perhitungan Waktu Baku
Kegiatan pengukuran waktu dinyatakan selesai bila semua data yang
diperoleh telah seragam, dan jumlahnya telah memenuhi tingkat ketelitian dan
keyakinan yang diinginkan.
31
Selanjutnya adalah mengolah data untuk menghitung waktu baku yang
diperoleh dengan langkah-langkah:
1. Menghitung waktu rata-rata∑ XiWr =
N
Dimana: Xi = data yang termasuk dalam batas kendali
2. Menghitung waktu normal
Wn = Wr x p
Dimana : p = faktor penyesuaian
3. Menghitung waktu normal
Wb = Wn (1+a)
Dimana: a = kelonggaran yang diberikan pekerja untuk menyelesaikan
pekerjaannya disamping waktu normal.
2.4.5 Penyesuaian
Penyesuaian bertujuan untuk menormalkan waktu proses operasi jika
pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar,
agar waktu penyelesaian proses operasi tidak terlalu singkat atau tidak terlalu
panjang.
Terdapat tiga batasan dalam penyesuaian (Sutalaksana, 1979,p138) yaitu:
1. p > 1 : jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja terlalu cepat
(diatas normal)
2. p = 1 : jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja normal.
32
3. p < 1 : jika pengukur menganggap bahwa pekerja bekerja terlalu lambat
(dibawah normal)
Salah satu metode yang digunakan untuk menentukan faktor
penyesuaian adalah metode Westinghouse (Sutalaksana,1979,p140-146). Cara
Westinghouse mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap
menentukan kewajaran dan ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan,
usaha, kondisi kerja dan konsistensi. Setiap faktor terbagi kedalam kelas-kelas
dengan nilainya masing-masing.
Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti
cara kerja yang ditetapkan. Latihan dapat meningkatkan keterampilan, tetapi
hanya sampai ke tingkat tertentu saja, tingkat mana merupakan kemampuan
maksimal yang dapat diberikan pekerja yang bersangkutan. Secara psikologis,
keterampilan merupakan aptitude untuk pekerjan yang bersangkutan.
Untuk keperluan penyesuaian keterampilan dibagi menjadi enam kelas,
yaitu super skill, excellent skill, good skill, average skill, fair skill dan poor
skill. Yang membedakan kelas keterampilan seseorang adalah keragu-raguan,
ketelitian gerakan, kepercayaan diri, koordinasi, irama gerakan, “bekas-bekas”
latihan dan hal-hal lain yang serupa.
33
Untuk usaha atau effort cara Westinghouse membagi juga atas kelas-
kelas dengan ciri masing-masing. Yang dimaksud dengan usaha disini adalah
kesungguhan yang ditujukan atau diberikan operator ketika melakukan
pekerjaannya. Enam kelas dalam usaha adalah Excessive Effort, Excellent
Effort, Good Effort, Average Effort, Fair Effort dan Poor Effort.
Yang dimaksud dengan kondisi kerja atau Condition pada cara
Westinghouse adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan
pencahayaan, temperatur, dan kebisingan ruangan. Kondisi kerja dibagi
menjadi enam kelas, yaitu Ideal, excellent, good, average, fair dan poor.
Faktor yang harus diperhatikan adalah konsistensi. Faktor ini perlu
diperhatikan karena kenyataan bahwa pada setiap pengukuran waktu angka-
angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama, waktu penyelesaian yang
ditunjukkan pekerja selalu berubah-ubah dari satu siklus ke siklus lainnya,
dari jam ke jam, bahkan dari hari ke hari. Sebagaimana halnya dengan faktor-
faktor lain, konsistensi juga dibagi menjadi enam kelas, yaitu perfect,
excellent, good, average, fair dan poor.
34
Tabel 2.2 Penyesuaian menurut Westinghouse
35
2.4.6 Kelonggaran
Kelonggaran (Sutalaksana, 1979,p149-154) adalah waktu yang
dibutuhkan pekerja yang terlatih, agar dapat mencapai performance kerja
sesungguhnya, jika ia bekerja secara normal. Seorang pekerja tidak mungkin
bekerja sepanjang waktu tanpa adanya beberapa interupsi untuk kebutuhan
tertentu yang sifatnya manusiawi, seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan
rasa fatique dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat
dihindarkan oleh pekerja. Umumnya kelonggaran dinyatakan dalam persen
dari waktu normal. Persentase kelonggaran berdasarkan faktor-faktor yang
berpengaruh dapat dilihat pada tabel di lampiran.
Kelonggaran dapat diberikan untuk tiga hal yaitu:
a. kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Yang termasuk dalam kebutuhan pribadi disini adalah hal-hal seperti
minum untuk menghilangkan dahaga, ke kamar kecil, bercakap-cakap
untuk menghilangkan ketegangan atau kejenuhan dalam bekerja.
Kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak yang harus
diberikan kepada pekerja karena merupakan tuntutan fisiologis dan
psikologis yang wajar.
36
b. kelonggaran untuk rasa fatique
Rasa fatique tercermin dari menurunnya hasil produksi dari segi kualitas
maupun kuantitas. Cara menentukan kelonggaran ini adalah dengan
melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat pada saat-saat
dimana hasil produksi menurun.
c. kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan
Dalam melaksanakan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari hambatan.
Adapun beberapa contoh yang termasuk kedalam hambatan tak
terhindarkan adalah:
- menerima petunjuk kepada pengawas
- melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin
- memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti mengganti alat
potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas dan sebagainya
- mengasah peralatan potong
- mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.
2.5 Definisi Penelitian Operasional
Penelitian Operasional (Operations Research / OR) adalah suatu ilmu
yang berusaha untuk memecahkan suatu masalah dengan mencari suatu
keputusan yang paling optimum dari pembatasan sumber daya yang ada.
Cara-cara dalam OR untuk memecahkan suatu masalah keputusan yaitu
dengan cara perhitungan-perhitungan matematis, oleh karena itu matematika
37
dan ilmu matematis sangatlah memegang peranan penting dalam ilmu OR ini.
Pemecahan masalah yang dilakukan pada ilmu OR ini yaitu dengan terlebih
dahulu mengubah atau menerjemahkan masalah serta pembatasan-pembatasan
sumber daya yang ada menjadi suatu model matematika, kemudian model
tersebut akan diolah dan dikembangkan dengan menggunakan cara-cara
perhitungan yang ada untuk memperoleh suatu keputusan yang paling optimal
dan efisien secara teoritis.
Walaupun demikian, pemecahan masalah dalam keadaan yang
sebenarnya tidaklah hanya sekedar dilakukan dengan mengembangkan dan
memecahkan model matematis saja, tetapi masih dipengaruhi oleh faktor-
faktor penting lainnya yang tidak berwujud dan tidak dapat diterjemahkan
secara langsung dalam bentuk matematis. Oleh karena itu, untuk memecahkan
suatu masalah diperlukan ilmu-ilmu lain yang dapat mendukung OR, seperti
sosiologi, psikologi, dan ilmu prilaku dalam pengenalan akan pentingnya
kontribusi mereka dalam mempertimbangkan faktor-faktor yang tidak
berwujud tersebut.
2.5.1 Tahap-Tahap Studi Riset Operasi.
Tahap-tahap utama yang harus dilalui oleh sebuah kelompok riset
operasi untuk melakukan studi riset operasi mencakup: (Taha,1996,p9).
1. Definisi masalah.
2. Pengembangan model
38
3. Pemecahan model
4. Pengujian keabsahan model
5. Implementasi hasil akhir
Walaupun sama sekali bukan merupakan standar, urutan ini umumnya dapat
diterima. Kecuali untuk tahap pemecahan model, yang umumnya didasari oleh
teknik yang telah dikembangkan dengan baik, tahap-tahap ini bergantung
pada jenis masalah yang sedang diteliti dan lingkungan operasi di mana
masalah itu terdapat.
2.5.1.1 Definisi Masalah
Tahap pertama studi ini berkaitan dengan definisi masalah. Pada tahap
ini menunjukkan 3 aspek utama:
1. Deskripsi tentang sasaran dari studi tersebut
2. Identifikasi alternatif keputusan dari sistem tersebut
3. Pengenalan tentang keterbatasan, batasan, dan persyaratan sistem tersebut.
2.5.1.2 Pengembangan Model
Tahap kedua dari studi ini berkaitan dengan pengembangan model.
Bergantung pada definisi masalah, kelompok riset operasi tersebut harus
memutuskan model yang paling sesuai untuk mewakili sistem yang
bersangkutan.
39
Model seperti ini harus menyatakan ekspresi kuantitatif dari tujuan
dan batasan masalah dalam bentuk variabel keputusan. Jika model yang
dihasilkan dalam salah satu model matematis yang umum (misalnya,
pemrograman linear), pemecahan yang memudahkan dapat diperoleh dengan
menggunakan teknik-teknik matematis. Jika hubungan matematis dalam
model tersebut terlalu kompleks untuk memungkinkan pemecahan analitis,
sebuah model simulasi kemungkinan lebih sesuai. Beberapa kasus
memerlukan penggunaan kombinasi antara model matematis, simulasi dan
heuristik. Hal ini tentu saja sebagian besar bergantung pada sifat dan
kompleksitas sistem yang sedang diteliti.
2.5.1.3 Pemecahan Model
Tahap ketiga dari studi ini berkaitan dengan pemecahan model. Dalam
model-model matematis, hal ini dicapai dengan menggunakan teknik-teknik
optimasi yang didefinisikan dengan baik dan model tersebut dikatakn
menghasilkan sebuah pemecahan optimal. Jika simulasi atau model heuristik
dipergunakan, konsep optimalitas tidak didefinisikan dengan begitu baik, dan
pemecahan dalam kasus ini dipergunakan untuk memperoleh evaluasi
terhadap tindakan dalam sistem tersebut.
40
Disamping pemecahan optimal dari model tersebut, kita harus juga
memperoleh, ketika mungkin, informasi tambahan yang berkaitan dengan
perilaku pemecahan tersebut yang disebabkan oleh perubahan dalam
parameter sistem tersebut. Hal ini biasanya disebut sebagai analisis
sensitivitas. Secara khusus, analisis seperti ini diperlukan ketika parameter
dari sebuh sistem tidak dapat diestimasi secara akurat. Dalam kasus ini, adalah
penting untuk mempelajari perilaku pemecahan yang optimal di sekitar
estimasi ini.
2.5.1.4 Pengujian Keabsahan Model
Tahap keempat menuntuk pemeriksaan terhadap keabsahan model.
Sebuah model adalah absah jika, walaupun tidak secara pasti mewakili sistem
tersebut, dapat memberikan prediksi yang wajar dari kinerja sistem tersebut.
Satu metode yang umum untuk menguji keabsahan sebuah model adalah
membandingkan kinerjanya dengan data masa lalu yang tersedia untuk sistem
aktual tersebut. Model tersebut akan absah jika dalam kondisi masukan yang
serupa, model tersebut dapat menghasilkan ulang kinerja masa lalu dari sistem
tersebut. Masalahnya disini adalah bahwa tidak ada jaminan bahwa kinjera
masa mendatang akan terus serupa dengan perilaku masa lalu.
41
Harus dicatat bahwa metode pengujian keabsahan seperti ini tidak
sesuai untuk sistem yang belum ada, karena data tidak tersedia untuk
perbandingan. Dalam beberapa kasus, jika sistem semula diinvestigasi oleh
sebuah model matematis, adalah layak untuk mengembangkan sebuah model
simulasi yang darinya data dapat diperoleh untuk melakukan perbandingan.
2.5.1.5 Implementasi Hasil Akhir
Tahap akhir studi ini berkaitan dengan implementasi hasil model yang
telah diuji tersebut. Beban pelaksanaan hasil ini terutama berada di pundak
para peneliti operasi. Implementasi melibatkan penerjemahan hasil ini
terutama berada di pundak para peneliti operasi. Implementasi melibatkan
penerjemahan hasil ini menjadi petunjuk operasi yang terinci dan disebarkan
dalam bentuk yang mudah dipahami kepada para individu yang akan
mengatur dan mengoperasikan sistem yang direkomendasikan tersebut.
2.5.2 Pengoptimalan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pengoptimalan diartikan
sebagai proses, cara, perbuatan untuk menjadikan paling baik, paling tinggi,
paling menguntungkan, dan sebagainya.
42
2.5.3 Masalah Pengoptimalan
Menurut Bronson (1997,p1) suatu masalah pengoptimalan
menentukan suatu kuantitas maksimal atau minimal yang spesifik yang
disebut objektif yang tergantung pada suatu bilangan terhingga atau variabel
input. Variabel-variabel tersebut dapat berdiri sendiri-sendiri atau berkaitan
satu sama lain melalui satu atau beberapa kendala.
2.5.4 Model Optimisasi
Menurut Nash & Sofer (1996,p.3), Optimisasi adalah sarana untuk
mengekspresikan model matematika yang bertujuan memecahkan masalah
dengan cara terbaik. Jika digunakan untuk tujuan bisnis, artinya
memaksimalkan keuntungan dan efisiensi serta meminimalkan kerugian,
biaya atau resiko.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Optimisasi adalah prosedur
yang digunakan untuk membuat sistem atau desain yang fungsional atau
seefektif mungkin, dengan menggunakan teknik aplikasi matematika.
Menurut National Institue of Standards and Technology (NIST),
masalah optimisasi adalah masalah komputasi dimana tujuannya adalah
menemukan yang terbaik dari semua solusi yang mungkin.
Secara garis besar, Optimisasi adalah “Tindakan yang memberikan
hasil paling baik. Dalam masalah optimisasi terdapat nilai variabel yang
berpengaruh pada nilai optimal dari fungsi sehingga dapat dioptimalkan”.
43
2.5.5 Pemrograman Linear
2.5.5.1 Sejarah Singkat Pemrograman Linear
Menurut George B. Dantzing yang sering disebut bapak pemrograman
linear, di dalam bukunya : “Linear Programming and Extension”,
menyebutkan bahwa ide dari pemrograman linear ini berasal dari ahli
matematika Rusia bernama L.V. Kantorivich yang pada tahun 1939
menerbitkan sebuah karangan dengan judul “Mathematical Methods In The
Organization And Planning Of Production”.
Di dalam karangan tersebut telah dirumuskan persoalan pemrograman
linear untuk pertama kalinya. Akan tetapi ide ini rupanya di Rusia tidak bisa
berkembang. Ternyata dunia barat memanfaatkan ide ini selanjutnya.
Kemudian pada tahun 1947, ahli matematika dari Amerika Serikat yang
bernama George D. Dantzing menemukan suatu cara untuk memecahkan
persoalan pemrograman linear dengan suatu metode yang disebut metode
simpleks.
Setelah itu, sejak tahun lima puluhan, pemrograman linear
berkembang dengan pesat sekali. Pada mulanya di bidang militer (untuk
penyusunan strategi perang, persoalan bombing pattern) maupun di dalam
bidang usaha (persoalan untuk mencapai laba maksimum, biaya minimum dan
lain sebagainya).
44
Sekarang pengunaan pemrograman linear bukan saja terbatas pada
bidang kemiliteran, bidang ekonomi perusahaan yang sifatnya mikro, sebagai
alat manajemen, akan tetapi sudah meluas terutama sekali di dalam
perencanaan pembangunan ekonomi nasional yang makro sifatnya, misalnya
di dalam penentuan “allocation of investments” ke dalam sektor-sektor
perekonomian, “rotation corp policy”, peningkatan penerimaan devisa dan
lain sebagainya.
2.5.5.2 Teori Pemrograman Linear
Menurut Nash & Sofer (1996,p6), model pemrograman linear meliputi
optimisasi subjek fungsi linear pada variabel. Fungsi linear merupakan fungsi
yang mudah sehingga banyak digunakan dalam bidang perekonomian,
network, penjadwalan dan aplikasi lainnya.
Menurut Taha (1996,p.16), programa linear adalah sebuah alat
deterministik, yang berarti bahwa semua parameter model diasumsikan
diketahui dengan pasti. Tetapi, dalam kehidupan nyata, jarang seseorang
menghadapi masalah di mana terdapat kepastian yang sesungguhnya. Teknik
LP mengkompensasi “kekurangan” ini dengan memberikan analisis pasca-
optimum dan analisis parametik yang sistematik untuk memungkinkan
pengambil keputusan yang bersangkutan untuk menguji sensitivitas
pemecahan optimum yang “statis” terhadap perubahan diskrit atau kontinyu
dalam berbagai parameter dari model tersebut.
45
Pemrograman linear adalah suatu persoalan untuk menentukan
besarnya masing-masing variabel sedemikian rupa sehingga nilai fungsi
tujuan atau objektif (objective function) yang linear menjadi optimum
(maksimum atau minimum) dengan memperhatikan kendala-kendala yang ada
yaitu kendala mengenai inputnya. Kendala-kendala ini pun harus dinyatakan
dalam ketidaksamaan linear (linear inequalities).
Dalam membangun model dari formulasi persoalan diatas akan
digunakan karakterisitik-karakteristik yang biasa digunakan dalam persoalan
programa linear, yaitu:
a. Variabel keputusan
Variabel keputusan adalah variabel yang menguraikan secara lengkap
keputusan-keputusan yang akan dibuat.
b. Fungsi tujuan
Fungsi tujuan merupakan fungsi dari variabel keputusan yang akan
dimaksimumkan (untuk pendapatan atau keuntungan) atau diminimumkan
(biaya material/minggu atau biaya tenaga kerja/minggu).
c. Pembatas
Pembatas merupakan kendala yang dihadapi sehingga kita tidak bisa
menentukan harga-harga variabel keputusan secara sembarang. Koefisien
dari variabel keputusan pada pembatas disebut koefisien teknologis,
sedangkan bilangan yang ada di sisi kanan setiap pembatas disebut ruas
kanan pembatas.
46
d. Pembatas tanda
Pembatas tanda adalah pembatas yang menjelaskan apakah variabel
keputusannya diasumsikan hanya berharga nonnegatif atau variabel
keputusan tersebut boleh berharga positif, boleh juga negatif (tidak
terbatas dalam tanda).
Dapat ditarik kesimpulan mengenai pengertian programa linear. Programa
linear adalah suatu persoalan optimasi dimana kita melakukan hal-hal
berikut:
1. Memaksimalkan atau meminimumkan suatu fungsi linear dari
variabel-variabel keputusan yang disebut fungsi tujuan.
2. Harga/besaran dari variabel-variabel keputusan itu harus memenuhi
suatu set pembatas. Setiap pembatas harus merupakan persamaan
linear atau ketidaksamaan linear.
3. Suatu pembatas tanda dikaitkan dengan setiap variabel.
2.5.5.3 Formulasi Programa Linear
Masalah keputusan yang sering dihadapi adalah alokasi optimum
sumber daya yang langka. Sumber daya dapat berupa uang, tenaga kerja,
bahan mentah, kapasitas mesin, waktu, ruangan atau teknologi. Tugas analisis
adalah mencapai hasil terbaik yang mungkin dengan keterbatasan sumber
daya ini. Hasil yang diinginkan mungkin ditunjukkan sebagai maksimasi dari
47
beberapa ukuran, seperti profit, penjualan dan kesejahteraan atau minimasi
seperti biaya, waktu dan jarak.
Setelah masalah diidentifikasikan, tujuan ditetapkan, langkah
selanjutnya adalah formulasi model matematik yang meliputi tiga tahap,
sebagai berikut:
1. tentukan variabel yang tak diketahui (variabel keputusan) dan nyatakan dalam
simbol matematik.
2. Membentuk fungsi tujuan yang ditunjukkan sebagai suatu hubungan linear
(bukan perkalian) dari variabel keputusan.
3. Menentukan semua kendala masalah tersebut dan mengekspresikan dalam
persamaan atau pertidaksamaan yang juga merupakan hubungan linear dari
variabel keputusan yang mencerminkan keterbatasan sumber daya masalah itu.
Agar dapat memudahkan pembahasan model ini, digunakan simbol-
simbol sebagai berikut:
m = macam batasan-batasan sumber atau fasilitas yang tersedia.
n = macam kegiatan-kegiatan yang menggunakan sumber atau fasilitas
tersebut.
i = nomor untuk sumber atau fasilitas yang tersedia (i = 1,2,...,m)
j = nomor untuk aktivitas (sebuah variabel keputusan) (j = 1,2,...,m)
cij = koefisien keuntungan per unit
xj = tingkat aktivitas j (sebuah variabel keputusan) untuk j = 1,2,...,n
48
aij = banyaknya sumber i yang digunakan/dikonsumsi oleh masing-masing
unit aktivitas j (untuk i = 1,2,...,m dan j = 1,2,...n).
bi = banyaknya sumber i yang tersedia untuk pengalokasian (i = 1,2,...,m)
Z = ukuran keefektifan yang terpilih.
Bentuk baku model Linear Programming :
Fungsi tujuan : Maksimumkan atau minimumkan
Z = C1X1 + C2X2 + C3X3 + ... CnXn
Fungsi pembatas: a11X1 + a12X2 + a13X3 + ... a1nXn ≤ b1
a21X1 + a22X2 + a23X3 + ... a2nXn ≤ b2
.
.
.am1X1 + am2X2 + am3X3 + ... amnXn ≤ bm
dan X1 ≥ 0, X2 ≥ 0, ... Xn ≥ 0(Subagyo, 1988,p9-12)
2.5.6 Metode Simpleks
Karena kesulitan menggambarkan grafik berdimensi banyak, maka
penyelesaian masalah LP yang melibatkan lebih dari dua variabel menjadi
tidak praktis atau tidak mungkin. Dalam keadaan ini kebutuhan metode solusi
yang lebih umum menjadi nyata. Metode umum ini dikenal dengan nama
algoritma Simpleks yang dirancang untuk menyelesaiakn seluruh masalah LP,
baik yang melibatkan dua variabel atau lebih dari dua variabel.
49
Metode simpleks merupakan prosedur aljabar yang bersifat iteratif,
yang bergerak selangkah demi selangkah, dimulai dari suatu titik ekstrim pada
daerah fisibel (ruang solusi) menuju ke titik ekstrim yang optimum.
Perhatikan model linear berikut:
Fungsi tujuan : Maksimumkan atau minimumkan
Z = C1X1 + C2X2 + C3X3 + ... CnXn
Fungsi pembatas: a11X1 + a12X2 + a13X3 + ... a1nXn ≤ b1
a21X1 + a22X2 + a23X3 + ... a2nXn ≤ b2
.
.
.am1X1 + am2X2 + am3X3 + ... amnXn ≤ bm
dan X1 ≥ 0, X2 ≥ 0, ... Xn ≥ 0Langkah-langkah dari metode ini adalah sebagai berikut
(whitehouse,1996,p.86):
Langkah 1: bentuk permasalahan menajdi bentuk standar
Langkah 2: tentukan solusi inisial basis/dasar yang fisibel.
Langkah 3: tentukan, apakah masih ada solusi fisibel yang lebih baik. Jika
tidak, solusi optimal telah ditemukan. Jika masih ada solusi
fisibel yang lebih baik, lanjutkan ke langkah 4.
Langkah 4: identifikasi variabel yang memberikan kontribusi peningkatan
yang terbesar untuk fungsi objektif.
50
Langkah 5: identifikasi variabel yang harus dipindahkan dari solusi basis
ketika variabel yang diidentifikasikan pada langkah 4 diperoleh.
Langkah 6: lakukan perhitungan yang diperlukan untuk menentukan entering
variabel (yang diidentifikasikan pada langkah 4) dan pindahkan
variabel masuk (yang diidentifikasikan pada langkah 5).
Langkah 7: kembali ke langkah 3.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada contoh:
Maksimasi Z = 3X1 + 3X2 (laba)
Pembatas : 3X1 + 6X2 ≤ 24 (pekerja)
2X1 + X2 ≤ 10 (bahan mentah)
X1, X2 ≥ 0Langkah 1: bentuk permasalahn menjadi bentuk standar
Dapat dilihat bahwa pembatas 1 dan 2 tidak dalam bentuk standar karena persamaan tidak dalam bentuk sama dengan (=) melainkan lebih kecil ( ≤ ).Tanda ini dapat diubah menjadi tanda sama dengan , tetapi harus dibuat
variabel baru yang mewakili pekerja yang tidak terpakai apabila
menggunakan tanda lebih kecil dari. Variabel baru itu kita namai S1 (Slack 1);
pembatas menjadi:
3X1 + 6X2 + S1 = 24
2X1 + 1X2 + S2 = 10
Bentuk permasalahan menjadi:
Maksimasi: Z = 3X1 + 3X2 + 0S1 + 0S2
51
Pembatas: 3X1 + 6X2 + S1 + 0S2 = 24
2X1 + 1X2 + 0S1 + S2 = 10
Langkah 2. Tentukan solusi inisial basis/dasar yang fisibel
Digunakan tabel simpleks sebagai alat untuk mempermudah perhitungan.
Data-data yang digunakan untuk mengisi tabel ini diambil dari bentuk standar
yang ada.
Tabel 2.3 Membentuk tabel inisial
Variabel pada solusi untuk tabel inisial, S1dan S2, diperoleh dari keadan
dimana nilai X1 dan X2 = 0, sehingga pembatas pertama dipakai untuk
mencari nilai S1 dan pembatas kedua dipakai untuk mencari nilai S2. Nilai var
Cj adalah nilai Cj dari variabel solusi, dalam hal ini adalah S1 dan S2. Lima
kolom selanjutnya berisi koefisien dari pembatas dan batasannya. Jika X1 =
X2 = 0 seperti yang telah dilakukan, maka nilai S1 dan S2 adalah 24 dan 10.
Nilai variabel dari solusi dasar yang fisibel akan selalu ditampilkan pada
kolom b. Sedangkan variabel yang tidak ditampilkan akan bernilai 0.
52
Dengan demikian tabel 2.3 dapat diartikan bahwa jumlah produk yang
dihasilkan perusahan (X1 dan X2) adalah 0, maka tenaga kerja yang tidak
terpakai, S1 dan bahan baku yang tidak terpakai S2 adalah 24 dan 10 unit.
Langkah 3. tentukan apakah masih ada solusi fisibel yang lebih baik.
Pada bagian ini, baris Zj dan baris terakhir akan diisi. Nilai baris Zj:
Zj (X1) = (var Cj baris 1) (a12) + (var Cj baris 2)(a21)
= 0 (3) + 0 (2) = 0
Dan seterusnya dicari nilai Zj sampai X4. Nilai Zj adalah nilai fungsi tujuan.
Sedangkan baris terakhir dapat dicari dengan mengurangkan nilai pada baris
teratas (Cj) dengan Zj.
Cj – Zj (X1) = Cj (Xi) – Zj (X1) = 2 – 0 = 2
Sehingga tabel menjadi:
Tabel 2.4 Lanjutan Perhitungan Zj dan Cj-Zj untuk Tabel Inisial
Nilai pada baris terakhir ini menunjukkan perubahan fungsi tujuan (Zj) yang
terjadi apabila nilai variabel pada kolom yang bersangkutan dinaikkan.
53
Karena fungsi tujuan adalah maksimasi, maka apabila nilai pada baris terakhir
>0, maka masih ada solusi fisibel yang lebih baik jadi tabel tersebut belumlah
optimal sehingga langsung pada langkah berikutnya sampai nilai pada baris
terakhir semuanya ≤ 0.
Langkah 4. Identifikasi variabel yang memberikan kontribusi peningkatan
yang terbesar (entering variable) untuk fungsi objektif.
Cari nilai terbesar pada baris terakhir. Untuk tabel diatas, variabel X2 nilai
terbesar (nilai terbesar untuk kasus maksimasi dan terkecil untuk kasus
minimasi) dari Cj-Zj = 3. Nilai ini kita sebut sebagai entering variable (EV).
Nilai EV ditunjukkan oleh panah kecil pada tabel 2.4 Yang merupakan EV
adalah X2.
Langkah 5. Identifikasi variabel yang harus dipindahkan dari solusi basis
Pada langkah ini, akan dihitung nilai dari kolom terakhir dengan cara
membagi nilai b dengan nilai aij pada kolom dimana terletak EV. Nilai kolom
terakhir untuk tabel di atas adalah 4 (diperoleh dari 24/6) dan 10 (diperoleh
dari 10/1). Leaving variable (LV) ditentukan dengan cara mencari nilai positif
terkecil (baik untuk tujuan maksimasi atau minimasi) pada kolom terakhir.
Bila ada terdapat dua atau lebih nilai positif terkecil yang sama, maka ambil
salah satu saja secara acak sebagai Lvnya. Yang merupakan LV adalah S1.
Selanjutnya dicari perpotongan dari entering kolom dengan leaving baris.
Nilai perpotongan tersebut disebut pivot elemen (6) yang akan digunakan
untuk perhitungan selanjutnya.
54
Tabel 2.5 Menentukan entering dan leaving variabel
Sebelum melanjutkan ke langkah selanjutnya, yang penting diingat adalah X2
adalah EV karena memberikan kontribusi terbesar untuk fungsi tujuan, dan
kemudian dapat dihitung nilai X2 tanpa melewati pembatas. Pada tabel 2.5
terlihat bahwa jumlah X2 yang dapat dibuat adalah 4 unit dan S1 (jumlah
tenaga kerja yang tidak dibutuhkan) harus dipindahkan dari variabel solusi.
Langkah 6.Lakukan perhitungan yang diperlukan untuk menentukan entering
variabel (yang diidentifikasikan pada langkah 4) dan pindahkan variabel
masuk.
Tabel 2.6 Memulai solusi yang telah diperbaiki
55
Perhitungan untuk matriks yang baru dimulai pada baris yang merupakan
entering variabel yaitu baris pivot. Nilai pada baris pivot dicari dengan
membagi nilai aij pada tabel 2.5 dengan pivot elemen.
Tabel 2.7 Pengembangan dari solusi yang telah diperbaiki
Untuk mengisi baris selanjutnya, dibutuhkan 2 tahap perhitungan. Nilai aij
pada kolom EV yang menjadi 0. Hal ini dilakukan dengan cara mengalikan
baris pivot dengan angka yang dapat menyebabkan nilai aij pada kolom EV
menjadi 0. Untuk tabel diatas, baris pivot harus dikali -1. Dapat dilihat bahwa
perhitungan-perhitungan pada langkah ini dilakukan dengan cara aljabar linier.
Perhitungannya adalah sebagai berikut:
Nilai ini akan dimasukkan pada baris kedua yang masih kosong yang dapat
dilihat pada tabel 2.7. Contoh diatas hanya memiliki 2 baris, maka
perhitungan kita telah selesai. Apabila pada tabel terdapat lebih dari 2 baris,
maka akan terus diadakan perhitungan sampai semua baris terisi.
56
Langkah 7. kembali ke langkah 3.
Nilai pada baris Zj adalah:
Kolom X1 = 3 (3/6) + 0 (9/6) = 9/6 dst
Setelah itu akan dicari nilai Cj-Zj. Hasil perhitungan akan dilihat pada tabel
2.8.
Tabel 2.8 Menentukan nilai Zj dan Cj-Zj
Nilai Cj-Zj terbesar adalah 3/6 sehingga dapat ditentukan EV yaitu X1.
Tabel 2.9 Menentukan entering dan leaving variabel.
57
Yang merupakan LV adalah S2 dengan elemen pivot 9/6. Pada baris pivot
menunjukkan bahwa 4 unit X1 akan diperkenalkan pada perhitungan
selanjutnya dan peningkatan fungsi tujuan adalah 3/6 untuk satu nilai X1.
Kemudian perhitungan dilanjutkan sehingga memperoleh tabel 2.10
Tabel 2.10 Hasil optimum
Dari tabel 2.10 terlihat bahwa perhitungan telah optimal karena tidak ada nilai
Cj-Zj > 0. Solusi dari contoh soal yang terlihat pada kolom b tabel 2.10 adalah
2 unit X2 dan 4 unit X1 serta keuntungan sebesar 14.
2.5.7 Integer Programming
Hasil yang diperoleh dari perhitungan LP terkadang memperoleh nilai
yang tidak bulat. Untuk permasalahan tertentu, hal ini tidak dimungkinkan.
Contohnya saja, mencari jumlah mesin yang paling optimal untuk suatu
pabrik. Banyaknya mesin tidak mungkin berupa pecahan.
58
Oleh karena itu, hasil yang diperoleh dari perhitungan LP harus
dijadikan bilangan bulat dan lebih besar dari nol (integer) dengan cara
menaikkan atau menurunkan bilangan tersebut.
Membuat suatu bilangan menjadi integer dapat dilakukan dengan cara
coba-coba (trial and error). Hasil pecahan yang diperoleh dapat dinaikkan
atau diturunkan, tetapi harus memenuhi pembatas dan mencapai tujuan. Cara
ini tidak efisien untuk variabel yang banyak, karena akan memakan waktu
yang lama.
Cara lain untuk mengintegerkan bilangan adalah dengan teknik branch
and bound (B&B). Prinsip-prinsip dari teknik Branch and Bound adalah:
a. Mengurangi ruang solusi dengan menghilangkan cabang yang tidak fisibel
b. Perlu menambahkan fungsi pembatas. Pembatas ini dipakai hanya sampai
bila sudah diketahui cabang tersebut tidak fisibel lagi, kemudian diganti
dengan fungsi pembatas yang baru.
Langkah-langkah algoritma B&B dengan mengasumsikan masalah
maksimasi:
1. Ukur/batasi. Pilih Lpi sebagai bagian masalah berikutnya untuk diteliti.
Pecahkan Lpi dan coba ukur bagian masalah itu dengan menggunakan
kondisi yang sesuai.
59
2. Percabangan. Pilih salah satu variabel Xj yang nilai optimumnya Xj*
dalam pemecahan Lpi tidak memenuhi batasan integer. Singkirkan
bidang [Xj*]<Xj[Xj*]+1 dengan membuat dua bagian masalah LP
yang berkaitan dengan dua batasan yang tidak dapat dipenuhi secara
bersamaan ini.
Xj ≤ [Xj*] dan Xj ≥ [Xj*]+1
3. Kembali ke langkah 1.
Walaupun metode B&B memiliki kekurangan, dapat dikatakn bahwa
sampai sekarang, ini adalah metode yang paling efektif dalam
memecahkan program-program integer dengan ukuran praktis.
(Taha,1996,p.332).
2.5.8 Analisa Sensitivitas
Hasil perhitungan dari metode simpleks dapat dianalisa dan
diinterpretasikan lebih lanjut. Daftar berikut ini meringkaskan informasi yang
dapat diperoleh dari tabel simpleks:
1. Status sumber daya
2. Harga dual (nilai unit sumber daya) dan pengurangan biaya.
3. Sensitivitas pemecahan optimum terhadap perubahan dalam ketersediaan
sumber daya, laba/biaya marginal (koefisien fungsi tujuan), dan
penggunaan sumber daya oleh kegiatan-kegiatan dalam model.
60
Semua butir diatas akan dibahas dan diterangkan melalui penggunaan
perangkat lunak. Fungsi dari analisa sensitivitas ini adalah memberikan
pandangan terhadap bagaimana hasil yang diperoleh pada perhitungan metode
simpleks. (Taha,p.95).
2.5.9 Aplikasi LINDO
Aplikasi LINDO adalah salah satu aplikasi optimasi yang digunakan
dalam menghitung optimasi suatu formulasi. Software ini gratis bisa
didownload dari situsnya: www. l i n d o.c o m .
a. Tampilan LINDO
Gambar 2.5 Tampilan LINDO
61
b. Tabel Formulasi
Di tabel ini tujuan maksimum dan fungsi pembatas model optimasi
dibuat. Max berarti tujuan yang ingin dicapai adalah tujuan maksimum.
Variabel disini disimbolkan dengan abjad A, B, C dan seterusnya untuk
X1, X2, X3, ..Xn. Untuk fungsi pembatas diawali dengan Subject to yang
kemudian fungsi pembatas tersebut dimodelkan seperti fungsi pembatas
yang sudah ada.
Gambar 2.6 Tabel Formulasi
62
c. Solve
Setelah fungsi tujuan sudah ditentukan, dan smua fungsi pembatas
telah lengkap dibuat, maka langkah selanjutnya adalah memproseskannya.
Caranya adalah dengan command CTRL+S atau dapat dilihat dari tool bar
Solve.
Gambar 2.7 Mengoptimasikan model pada LINDO
63
d. Melakukan analisa sensitivitas
Analisa sensitivitas merupakan lanjutan dari hasil optimasi yang
disediakan oleh LINDO. Dengan mengklik Yes, maka LINDO akan
melakukan analisa sensitivitas terhadap model formulasi yang dibuat.
Gambar 2.8 Analisa Sensitivitas pada LINDO
64
e. Hasil optimasi
Hasil optimasi dilampirkan dalam bentuk Reports Window. Berisi
tentang berapa kali iterasi yang dilakukan (diwakili oleh LP Optimum
found at step), keuntungan maksimum (diwakili oleh Objective function
value), jumlah max unit (diwakili oleh value pada tabel variable) dan
kelebihan atau kekurangan pada fungsi pembatas dimana hal tersebut tidak
akan mengurangi hasil optimasi yang telah ada.
Gambar 2.9 Hasil Optimasi pada LINDO
65
2.6 Konsep Penjadwalan
2.6.1 Definisi Penjadwalan
Penjadwalan (scheduling) merupakan salah satu kegiatan penting
dalam perusahaan. Dalam suatu perusahaan industri, penjadwalan diperlukan
dalam mengalokasikan tenaga operator, mesin, dan peralatan produksi, urutan
proses, jenis produk, pembelian material dan sebagainya.
Terlepas dari jenis perusahaannya, setiap perusahaan perlu untuk
melakukan penjadwalan sebaik mungkin agar memperoleh utilisasi
maksimum dari sumber daya produksi dan aset lain yang dimiliki.
Penjadwalan adalah pengaturan waktu dari suatu kegiatan operasi.
Penjadwalan mencakup kegiatan mengalokasikan fasilitas, peralatan ataupun
tenaga kerja bagi suatu kegiatan operasi. Dalam hierarki pengambilan
keputusan, penjadwalan merupakan langkah terakhir sebelum dimulainya
operasi. Teori penjadwalan berhubungan terutama dengan model-model
matematika yang berhubungan dengan proses penjadwalan (Baker, 2001,
p1.3).
Pengembangan dari model-model yang berguna, yang menuju kepada
teknik-teknik solusi dan pandangan-pandangan praktikal, telah menjadi
interface yang terus-menerus antara teori dan praktek. Perspektif teorikal juga
merupakan pendekatan kuantitatif yang besar, satu yang mengusahakan
menggambarkan struktur permasalahan dalam bentuk perhitungan matematika.
66
Secara khusus, pendekatan kuantitatif ini dimulai dari deskripsi
sumber dan tugas-tugas dan dengan translasi akan tujuan-tujuan pengambilan
keputusan ke dalam fungsi objektif yang eksplisit.
Idealnya, fungsi objektif harus berisikan semua biaya-biaya dalam
sistem yang tergantung pada keputusan-keputusan penjadwalan. Di dalam
praktek, meskipun begitu, biaya-biaya seperti itu sering sulit untuk dihitung,
atau bahkan diidentifikasi seluruhnya.
Sebagai fakta, biaya operasi utama - dan yang paling sering
diidentifikasikan - ditentukan oleh fungsi perencanaan, dimana biaya-biaya
yang berhubungan dengan penjadwalan sulit untuk diisolasi dan sering
muncul telah fixed. Meskipun begitu, 3 tipe dari tujuan–tujuan pengambilan
keputusan terlihat biasa di dalam penjadwalan; turnaround, timeliness, dan
throughput. Turnaround menghitung waktu yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan sebuah kegiatan. Timeliness menghitung konformansi dari
penyelesaian tugas-tugas tertentu pada deadline yang diberikan. Throughput
menghitung jumlah dari kerja yang diselesaikan sewaktu waktu yang telah
ditentukan.
Kedua tujuan-tujuan ini akan nantinya membutuhkan elaborasi lebih
lanjut, karna meskipun kita dapat membicarakan turnaround atau timeliness
untuk tugas yang diberikan, permaslahan-permasalahan penjadwalan
membutuhan kita mengembangkan fungsi-fungsi objektif untuk keseluruhan
67
kegiatan di dalam penjadwalan. Throughput, yang kontras sudah merupakan
sebuah perhitungan yang diaplikasikan ke dalam keseluruhan set.
Baker (2001, p1.3) mengkategorikan model-model penjadwalan utama
dengan menspesifikasikan konfigurasi sumber dan sifat dari kegiatan. Sebagai
contoh, sebuah model mungkin berisikan satu mesin atau beberapa mesin.
Jika hanya berisikan satu mesin, pekerjaan-pekerjaan akan berada pada single
stage, dimana model banyak mesin biasanya mencakup pekerjaan-pekerjaan
dengan multiple stages.
2.6.2 Tujuan Penjadwalan
Pentingnya penjadwalan (Render dan Heizer, 2001, p467) :
1. Dengan penjadwalan secara efektif, perusahaan menggunakan asetnya
dengan efektif dan menghasilkan kapasitas keuntungan yang dihasilkan
menjadi lebih besar, yang sebaliknya akan mengurangi biaya.
2. Penjadwalan menambah kapasitas dan fleksibilitas yang terkait
memberikan waktu pengiriman yang lebih cepat dan dengan demikian
pelayanan kepada pelanggan menjadi lebih baik.
3. Keuntungan yang ketiga dari penjadwalan yang baik adalah keunggulan
kompetitif dengan pengiriman yang bisa diandalkan.
68
2.6.3 Penjadwalan Kriteria Proses
Teknik penjadwalan yang benar tergantung pada volume pesanan, ciri
operasi, dan keseluruhan kompleksitas pekerjaan, sekaligus pentingnya
tempat pada masing-masing dari empat kriteria (Render dan Heizer, 2001,
p467). Empat kriteria itu adalah :
1. Meminimalkan waktu penyelesaian. Ini dinilai dengan menentukan rata-
rata waktu penyelesaian.
2. Memaksimalkan utilitas. Ini dinilai dengan menentukan persentase waktu
fasilitas itu digunakan.
3. Meminimalkan persediaan barang dalam proses. Ini dinilai dengan
menentukan rata-rata jumlah pekerjaan dalam sistem. Hubungan antara
jumlah pekerjaan dalam sistem dan persediaan barang dalam proses adalah
tinggi. Dengan demikian semakin kecil jumlah pekerjaan yang ada dalam
sistem, maka akan semakin kecil persediaannya.
4. Meminimalkan waktu tunggu pelanggan. Ini dinilai dengan menentukan
rata-rata jumlah keterlambatan.
Empat kriteria ini digunakan dalam industri untuk mengevaluasi
kinerja penjadwalan. Sebagai tambahan, pendekatan penjadwalan yang baik
haruslah sederhana, jelas, mudah dimengerti, mudah dilaksanakan, fleksibel,
dan realistik. Diberikan pertimbangan ini, sasaran dari penjadwalan adalah
untuk mengoptimalkan penggunaan sumber daya sehingga tujuan produksi
bisa tercapai.
69
2.6.4 Penjadwalan Produksi
Penjadwalan produksi memiliki beberapa fungsi dalam sistem
produksi, aktivitas-aktivitas fungsi tersebut adalah sebagai berikut (Baroto,
2002, p167) :
1. Loading (pembebanan). Bertujuan mengkompromikan antara kebutuhan
yang diminta dengan kapasitas yang ada. Loading ini untuk menentukan
fasilitas, operator, dan peralatan.
2. Sequencing (penentuan urutan). Bertujuan membuat prioritas pengerjaan
dalam pemrosesan order-order yang masuk.
3. Dispatching. Pemberian perintah-perintah kerja ke tiap mesin atau fasilitas
lainnya.
4. Pengendalian kinerja penjadwalan, dengan cara:
a. monitor perkembangan pencapaian pemenuhan order dalam semua
sektor
b. merancang ulang sequencing, bila ada kesalahan atau prioritas utama
baru
5. Updating schedules. Pelaksanaan jadwal biasanya selalu ada masalah baru
yang berbeda dari saat pembuatan jadwal, maka jadwal harus segera di-
update bila ada permasalahan baru yang memang perlu diakomodasi.
Kompleksitas aktivitas penjadwalan produksi tersebut dapat ditangani
secara sistematik dengan berbagai macam metode-metode khusus untuk
penjadwalan produksi.
70
2.6.4.1 Pembebanan (Loading)
Pembebanan berarti penugasan pekerjaan untuk dilaksanakan atau
pusat pengolahan/pusat pemrosesan. Manajer operasi menugaskan pekerjaan
untuk dilaksanakan sehingga biaya, waktu menganggur atau waktu
penyelesaian harus dijaga agar tetap minimum.
Pusat pembebanan pekerjaan terbagi menjadi dua bentuk. Satu
diorientasikan terhadap kapasitas, yang kedua dikaitkan ke penugasan tugas
tertentu ke pusat pekerjaan.
Kita menyajikan dua pendekatan yang digunakan untuk
membebankan yaitu : diagram Gantt dan metode penugasan linear (Render
dan Heizer, 2001, p469).
(1) Diagram Gantt
Diagram Gantt merupakan alat bantu visual yang sangat berguna
dalam pembebanan dan penjadwalan. Diagram ini membantu melukiskan
penggunaan sumber daya, seperti pusat pekerjaan dan lembur.
Pada saat digunakan dalam pembebanan, diagram Gantt
menunjukkan waktu pembebanan dan waktu menganggur dari beberapa
departemen seperti mesin-mesin atau fasilitas. Diagram ini menampilkan
beban kerja relatif di dalam sistem sehingga para manajer bisa tahu
penyesuaian seperti apa yang tepat. Sebagai contoh, pada saat satu pusat
pekerjaan kelebihan pusat kerja, karyawan dari pusat beban yang rendah
bisa dipindahkan secara temporer untuk menambah jumlah karyawan.
71
Atau jika pekerjaan yang sedang menunggu bisa diproses pada
pusat pekerjaan yang berbeda, beberapa pekerjaan pada pusat beban tinggi
bisa dipindahkan ke yang rendah. Peralatan serba guna bisa juga
dipindahkan di antara pusat-pusat itu.
Diagram beban Gantt memiliki batasan-batasan utama. Salah
satunya, diagram ini tidak bisa diandalkan untuk variabilitas produksi
seperti kerusakan yang tidak diharapkan atau kesalahan manusia yang
mensyaratkan pekerjaan itu dilakukan lagi.
Diagram itu harus diperbaharui secara teratur untuk melakukan
pekerjaan baru dan merevisi perkiraan waktu. Diagram jadwal Gantt
digunakan untuk memonitor kemajuan pekerjaan. Ini menunjukkan
pekerjaan mana yang berada pada jadwal dan yang mana yang berada
didepan atau dibelakang skedul/jadwal.
Dalam bentuk dasarnya diagram Gantt menunjukan alokasi sumber
berdasarkan waktu, dengan sumber-sumber spesifik yang ditunjukan
sepanjang garis vertikal dan skala waktu yang ditunjukan sepanjang garis
horizontal, seperti di Gambar 2.10.
72
Gambar 2.10 Diagram Gantt
Sebuah diagram seperti pada Gambar 2.10 membantu kita untuk
memvisualkan elemen-elemen detail dari sebuah permasalahan
penjadwalan karena sumber-sumber dan kegiatan-kegiatan ditunjukan
dengan jelas. Dengan sebuah diagram Gantt kita dapat menganalisa
hubungan-hubungan geometrik untuk mendapatkan informasi tentang fitur
dari jadwal yang diberikan. Sebagai tambahan, kita dapat membahas
diagram tersebut dan mengatur kegiatan-kegiatan untuk mendapatkan
informasi pembanding mengenai penjadwalan lainnya.
(2) Metode Penugasan
Metode penugasan melibatkan penugasan suatu pekerjaan atau
sumber daya. Sebagai contoh adalah penugasan pekerjaan ke mesin,
kontrak kerja pada penawar, dan sebagainya. Tujuannya adalah untuk
meminimalisasi total biaya atau waktu yang diminta untuk melakukan
tugas yang sedang dijalankannya.
73
2.6.4.2 Pengurutan (Sequencing)
Pengurutan pengerjaan merupakan problem yang cukup penting
dalam analisis produksi. Problem yang dihadapi karena adanya banyaknya job
dan ketersediaan mesin yang terbatas. Job sequencing bertujuan untuk
mencapai kriteria performance tertentu yang optimal.
Beberapa kriteria yang sering dipakai dalam pengurutan job antara lain
sebagai berikut (Baroto, 2002, p170) :
1. Mean flow time (MFT) atau rata-rata waktu job berada dalam mesin
2. Idle time atau waktu menganggur dari mesin
3. Mean lateness atau rata-rata keterlambatan
4. Mean number job in the system (WIP) atau rata-rata jumlah job dalam
mesin
5. Make-span atau total waktu penyelesaian seluruh job
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pelayanan (pengerjaan)
suatu job diantaranya (Baroto, 2002, p170) :
1. jumlah job yang harus dijadwalkan.
2. jumlah mesin yang tersedia.
3. tipe manufaktur (flow shop atau job shop).
4. pola kedatangan job (statik atau dinamis).