filsafat pancasila
Embed Size (px)
DESCRIPTION
MakalahTRANSCRIPT

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila merupakan pandangan hidup, dasar negara, dan pemersatu bangsa
Indonesia yang majemuk. Mengapa begitu besar pengaruh Pancasila terhadap bangsa
dan negara Indonesia? Kondisi ini dapat terjadi karena perjalanan sejarah dan
kompleksitas keberadaan bangsa Indonesia seperti keragaman suku, agama, bahasa
daerah, pulau, adat istiadat, kebiasaan budaya, serta warna kulit jauh berbeda satu
sama lain tetapi mutlak harus dipersatukan. Pancasila sebagai dasar Negara memang
sudah final. Menggugat Pancasila hanya akan membawa ketidakpastian baru. Bukan
tidak mungkin akan timbul chaos (kesalahan) yang memecah belah eksistensi negara
kesatuan. Akhirnya Indonesia akan tercecer menjadi negara-negara kecil yang
berbasis agama dan suku. Untuk menghindarinya maka penerapan hukum-hukum
agama (juga hukum-hukum adat) dalam sistem hukum negara menjadi penting untuk
diterapkan. Pancasila yang diperjuangkan untuk mengikat agama-agama dan suku-
suku itu harus tetap mengakui jati diri dan ciri khas yang dimiliki setiap agama dan
suku. Sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, mengandung makna
adanya keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa , yang menciptakan alam semesta
beserta isinya. Diantara makhluk ciptakan Tuhan Yang Maha Esa yang berkaitan
dengan sila ini ialah manusia. Sebagai Maha Pencipta, kekuasaan Tuhan tidaklah
terbatas, sedangkan selainNya adalah terbatas. Negara Indonesia yang didirikan atas
landasan moral luhur, yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esaberkonsekuensi
untuk menjamin kepada warga negara dan penduduknya memeluk dan untuk
beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya, seperti pengertiannya
terkandung dalam:
a. .Pembukaan UUD 1945 aline ketiga, yang antara lain berbunyi :
“Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa …. “
Dari bunyi kalimat ini membuktikan bahwa negara Indonesia sangat menjunjung
tinggi nilai-nilai Ketuhanan.1

b. Pasal 29 UUD 1945
1. Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya. Oleh
karena itu, di dalam bangsa Indonesia tidak boleh ada pertentangan dalam hal
Ketuhanan Yang Maha Esa. Kita seharusnya menghindari sikap atau perbuatan yang
anti terhadap Tuhan Yang Maha Esa, anti agama. Untuk itulah sebagai generasi
penerus bangsa, kita wajib mengkaji, memahami, dan menerapkan sila pertama
Pancasila. Diharapkan melalui pembahasan sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini, akan
terwujud generasi-generasin penerus bangsa Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-
nilai Ketuhanan dan berbudi luhur.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam karya tulis ini adalah :
1. Apakah makna penting Pancasila bagi bangsa Indonesia?
2. Apakah makna sila pertama Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa?
3. Apa sajakah butirbutir pengamalan Pancasila sila pertama?
4. Bagaimanakah penerapan sila pertama Pancasila dalam kehidupan berbangsa saat
ini?
1.3 Tujuan Penulisan
Karya tulis ini dibuat dengan tujuan agar pembaca dapat :
1. Memahami makna penting Pancasila bagi bangsa Indonesia.
2. Memaknai sila pertama Pancasila “Ketuhanan Yang Maha Esa” sebagai salah satu
nilai yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Mengetahui dan memahami butirbutir pengamalan Pancasila sila pertama.
4. Menerapkan sila pertama Pancasila beserta nilai-nilai yang terkandung
didalamnya dalam kehidupan sehari-hari dengan sebaik-baiknya.
2

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Fisafat Pancasila Sila Pertama
Sebelum dibahas pengertian filsafat secara material maka dipandang perlu
untuk membahas terlebih dahulu makna dan arti istilah “filsafat“. Pada umumnya
para filsuf maupun para ahli filsafat mempunyai tinjauan yang senada dalam
mengertikan istilah filsafat, walaupun secara harafiah mempunyai perbedaan. Istilah
“filsafat“ dalam bahasa Indonesia mempunyai padanan “falsafah” dalam kata Arab.
Sedangkan menurut kata Inggris “philosophy”, kata latin “philosophia”, kata Belanda
“philosophie”, kata Jerman “philosophier”, kata Perancis “philosophie”, yang
kesemuanya itu diterjemahkan dalam kata Indonesia “filsafat”. “Philosophia” ini
adalah kata benda yang merupakan hasil dari kegiatan “philosphien” sebagai kata
kerjanya. Sedangkan kegiatan ini dilakukan oleh philosophos atau filsuf sebagai
subjek yang berfisafat.
Istilah “filsafat” berasal dari bahasa Yunani, bangsa Yunanilah yang mula-
mula berfilsafat seperti lazimnya dipahami orang sampai sekarang. Kata ini bersifat
majemuk, berasal dari kata “philos” yang berarti “sahabat” dan kata “shophia” yang
berarti “pengetahuan yang bijaksana (wished) dalam bahasa Belanda, atau wisdom
kata Inggris, dan hikmat menurut kata Arab. Maka philosopia menurut arti katanya
berarti cinta pada pengetahuan yang bijaksana.
Terkait dengan uraian diatas filsafat pancasila khususnya sila pertama yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa mendasari dan menjiwai sila-sila kemanusiaan yang adil
dan beradab, persatuan Indonesia, kerkyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan / perwakilan serta keadilan social bagi seluruh
rakyat Indonesia. Jadi apa yang kita kerjakan seharusnya didasari oleh Ketuhanan
karena Tuhan adalah sebagai asal mula segala sesuatu, Tuhan adalah mutlak,
sempurna dan kuasa, tidak berubah, tidak terbatas pula sebagai pengatur tata tertib
alam.
3

2.2 Makna Penting Pancasila Bagi Bangsa Indonesia
Meskipun di Indonesia sudah pernah berdiri berbagai Negara atau kerajaan
dan pemerintahan yang hidup sebelum bangsa Indonesia dijajah oleh bangsa lain,
namun belum ada satupun yang mempunyai undang – undang dasar, apalagi dasar
filsafat Negara. Didalam masa penjajahan yang cukup lama bangsa Indonesia tidak
mempunyai kesempatan yang banyak untuk mempelajari dan meneliti kekayaan
kebudayaannya sendiri. Meskipun mendapat berbagai pengaruh baik yang bersifat
material maupun non material dan perlakuan yang tidak adil dari kaum penjajah,
namun bangsa Indonesia masih mampu tegak mempertahankan kebudayaannya
sendiri.
Setelah bangsa Indonesia ditantang apakah dasarnya jika Indonesia merdeka,
maka Bung Karno sebagai putra Indonesia memberi jawaban yaitu pancasila. jawaban
tersebut merupakan hasil analisa dan abstraksi dari kebudayaan bangsa Indonesia
sendiri. Hal ini terbukti dapat menggerakkan setiap pemimpin bangsa Indonesia dan
menggerakkan hati mereka. Usul bungkarno mendapat sambutan hangat yang
kemudian diterima secara bulat. Hal ini pulalah yang menghasilkan kebulatan tekad
bangsa Indonesia.
Pancasila yang diusulkan oleh bung karno sebagai dasar filsafat Negara
Indonesia Merdeka ternyata dapat menggetarkan jiwa pemimpin – pemimpin dan
bahkan juga bangsa Indonesia menunjukkan bahwa pancasila adalah identitas bangsa
Indonesia (Sunoto, 1984 : 107).
Pendapat diatas menyatakan bahwa pancasila merupakan identitas bangsa
Indonesia yang bisa diartikan pula sebagai kepribadian bangsa Indonesia.
Kepribadian bangsa Indonesia sendiri dijabarkan sebagai sifat – sifat atau ciri – ciri
khusus yang dimiliki dan merupakan watak bangsa Indonesia. Ciri – ciri ini yang
membedakan antara bangsa Indonesia dengan bangsa lain. Oleh karena unsur – unsur
Pancasila telah dimiliki oleh bangsa Indonesia dan terdapat didalam diri dan
kebudayaan bangsa Indonesia, maka kepribadian bangsa Indonesia tidak lain adalah
kepribadian pancasila.
4

Adanya kesamaan antara beberapa unsur dengan unsur yang dimiliki oleh
bangsa lain tidak dapat diartikan bahwa bangsa Indonesia mengambil sebagian unsur
dari bangsa lain. Begitu pula dengan adanya pengaruh dari luar ataupun sebaliknya
menunjukkan bahwa kepribadian memang berkembang tanpa mengurangi ciri khas
yang dimilikinya. Misalnya pada sila pertama yang digambarkan dengan perilaku
bangsa Indonesia yang bersikap jujur dan taat merupakan pengejawantahan unsur
Ketuhanan. Unsur tersebut keluar dengan sendirinya sehingga merupakan identitas
kepribadian bangsa Indonesia. Makna yang selanjutnya yaitu pancasila sebagai dasar
dan pedoman. Dikatakan sebagai dasar berarti pancasila itu berperan sebagai pondasi
atau landasan tempat bertumpu bagi segala kegiatan bangsa Indonesia. Sehingga,
alam kehidupan sehari– hari tidak boleh lepas apalagi menyimpang dari pancasila.
seiring dengan majunya jaman, inti unsur – unsur sila Pancasila tetap dan tidak
mengalami perubahan. Ini bukan berarti Pancasila yang tengah dijadikan dasar
Negara tersebut telah using dan membutuhkan pembaharuan, tetapi dalam hal ini
kandungan atau makna – makna yang ada didalamnya adalah tetap. Nilai-nilai budaya
yang berada dalam sebagian besar masyarakat dalam suatu negara dan tercermin di
dalam identitas nasional bukanlah barang jadi yang sudah selesai dalam kebekuan
normatif dan dogmatis, melainkan sesuatu yang terbuka dan cenderung terus menerus
berkembang karena hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat
pendukungnya. Implikasinya adalah bahwa identitas nasional merupakan sesuatu
yang terbuka untuk diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional dalam
kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat. Indonesia adalah negara yang
plural, terdiri dari banyak suku, ras, bahasa daerah, agama, sistem kepercayaan,
kultur, subkultur, dan sebagainya. Walaupun demikian, para pemuda pada tahun 1928
merasa senasib dan sepenanggungan; mereka merasa sebangsa dan setanah air.
Mereka juga mendeklarasikan Bahasa Indonesia (Bahasa Melayu yang sudah
disempurnakan dan dipakai di seluruh Nusantara sebagai bahasa dagang) sebagai
bahasa persatuan. Para bapak pendiri bangsa kita pun menyadari hal ini. Maka
diciptakan sebuah sistem filsafat yang sekiranya dapat menjembatani segala
keanekaragaman tersebut, sistem filsafat yang sebenarnya sudah beruratberakar
5

dalam hati sanubari, adatistiadat, dan kebudayaan Nusantara, bahkan jauh sejak masa
Nusantara kuna (4001500M). Sistem filsafat itu adalah manifestasi kemanusiaan
Indonesia. Kelima sila dari Pancasila pada hakikatnya adalah suatu nilai. Nilai-nilai
yang merupakan perasaan dari sila-sila Pancasila tersebut adalah: nilai ketuhanan,
nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan. Nilai itu
selanjutnya menjadi sumber nilai bagi penyelenggaraan kehidupan bernegara
Indonesia. Dalam filsafat Pancasila juga disebutkan bahwa ada 3 (tiga) tingkatan
nilai, yaitu nilai dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
1. Nilai dasar, yaitu nilai mendasari nilai instrumental. Nilai dasar adalah asas-asas
yang kita terima sebagai dalil yang bersifat sedikt banyak mutlak. Kita menerima
nilai dasar itu sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi.
2. Nilai instrumental, yaitu nilai sebagai pelaksanaan umum dari nilai dasar.
Umumnya berbentuk norma sosial dan norma hukum yang selanjutnya akan
terkristalisasi dalam peraturan dan mekanisme perkembangan zaman, baik dalam
negeri maupun dari luar negeri. Nilai ini dapat berupa Tap MPR, UU, PP, dan
peraturan perundangan yang ada untuk menjadi tatanan dalam pelaksanaan
ideology Pancasila sebagai pegangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
3. Nilai praktis, yaitu nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam kenyataan.
Nilai praktis sesungguhnya menjadi batu ujian, apakah nilai dasar dan nilai
instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat Indonesia.
Nilai-nilai Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral. Nilai-nilai dalam
Pancasila termasuk dala tingkatan nilai dasar. Nilai dasar ini mendasari nilai
berikutnya, yaitu nilai instrumental. Nilai dasar itu mendasari semua aktivitas
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai dasar bersifat
fundamental dan tetap.
Nilai Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung arti adanya pengakuan dan
keyakinan bangsa terhadap adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Nilai
ini menyatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, bukan
bangsa yang ateis. Pengakuan terhadap Tuhan diwujudkan dengan perbuatan
untuk taat pada perintah Tuhan dan menjauhi laranganNya sesuai dengan ajaran
6

atau tuntutan agama yang dianutnya. Nilai ketuhanan juga memiliki arti bagi
adanya pengakuan akan kebebasan untuk memeluk agama, menghormati
kemerdekaan beragama, tidak ada paksaan serta tidak berlaku diskriminasi antar
umat beragama.
2.3 Makna Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Setelah melakukan beberapa perundingan, Bung Hatta, selaku anggota PPKI,
dengan bijaksana merumuskan sila petama pancasila dengan frasa “Ketuhanan Yang
Maha Esa”. Karena terminologi “Ketuhanan” jauh lebih luas, dapat merangkum
segala penyebutan Sang ada pada tiap-tiap agama yang berbeda. Maknanya akan
menjadi kerdil kata seandainya kita coba telaah dalam satu sudut pandang (dogma)
agama tertentu saja.
Kebebasan memeluk agama adalah salah satu hak yang paling asasi diantara
hak-hak asasi manusia, sebab kebebasan agama itu langsung bersumberkan kepada
martabat manusia sebagai mahluk Tuhan.
Manusia selain merupakan mahluk ciptaan Tuhan juga merupakan mahluk
sosial, yang berarti bahwa manusia memerlukan pergaulan dengan manusia lainnya.
Setiap manusia perlu bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya. Bangsa
Indonesia yang beraneka agama, menjalankan ibadahnya masing-masing dimana
pemeluk melaksanakan ajaranNya sesuai dengan norma agamanya. Agar tidak terjadi
pertentangan antara pemeluk agama yang berbeda, maka hendaknya dikembangkan
sikap toleransi beragama, yaitu sikap hormat menghormati sesama pemeluk agama
yang berbeda, sikap menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai ajaran
agama masing-masing, dan tidak boleh memaksakan suatu agama kepada orang lain.
Tolenransi beragama tidak berarti bahwa ajaran agama yang satu bercampur dari
beberapa uraian di atas kita dapat menyimpulkan pelaksanaan Ibadah Agama dan
Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa antara lain:
1. Negara kita adalah negara yang berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Negara memberikan jaminan kebebasan kepada warga negara untuk memeluk
salah satu agama atau kepercayaan sesuai dengan keyakinan masingmasing.
7

3. Kita tidak boleh memaksakan seseorang untuk memeluk agama kita atau
memaksa seseorang pindah dari satu agama ke agama yang lain.
4. Dalam hal ibadah negara memberikan jaminan seluasluasnya kepada semua
umat beragama dan penganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
untuk melaksanakan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan
masingmasing.
5. Setiap warga negara Indonesia harus percaya dan beriman kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
6. Fungsi Agama
Agama mempunyai fungsi yang penting antara lain:
a. Agama sebagai sumber inspirasi. Bagi bangsa indonesia, agama dapat
menjadi sumber inspirasi dalam berbudaya baik yang berupa fisik maupun
non fisik.
b. Sumber Moral. Agama di Indonesia dapat memberikan dorongan batin
maupun moral atau akhlak yang baik bagi manusia. Pembangunan
berjalan dengan baik karena dilakukan dengan semangat ibadah kepada
Tuhan Yang Maha Esa.
c. Sumber Motovasi dan Inovasi. Agama dapat memberikan semangat dalam
bekerja dan lebih kreatif serta produktif. Pada gilirannya dapat pula
mendorong tumbuhnya pembaharuan dan penyempurnaan.
d. Sumber penyatuan dalam melaksanakan pembangunan Nasional. Agama
dapat mengintegrasikan/menyatukan dan menyerasikan segenap aktifitas
manusia baik individual maupun sebagai anggota masyarakat. Dengan
adanya kesamaan dalam katakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
maupun kebersamaan sebagai mahluk sosial, timbul rasa persatuan
sebagai makhluk sosial dengan demikian rasa persatuan sebagai bangsa
Indonesia akan terjadi dengan sendirinya.
8

Selain uraian makna di atas, pancasila sila Ketuhanan Yang Maha Esa juga
memiliki arti dan juga makna sebagai berikut :
1. Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan
yang Maha Esa
2. Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah
menurut agamanya.
3. Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
4. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
5. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam
beribadah menurut agamanya masing-masing.
6. Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman
warganegara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
Sebagai bangsa Indonesia seharusnya menyadari betul bahwa negara kita
mempunyai prinsip untuk mengatur rakyatnya, demikian juga seharusnya prinsip itu
dimulai dari setiap individu bagaimana seharusnya individu itu berbuat sesuai dengan
norma norma yang berlaku di masyarakat. Setiap Agama mengajarkan kepada
umatnya tentang perintah dan larangan.
Menjalankan perintah – Nya dan menjauhi larangan – Nya. Kepercayaan dan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa hendaknya diikuti oleh ketakwaan
terhadapNya, yaitu dengan melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi
laranganNya. Keyakinan itu diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kita harus selalu menyembah Tuhan, karena Tuhanlah yang telah
menciptakan kita beserta seluruh alam semesta.
2. Dan juga Tuhanlah yang memelihara alam semesta.
3. Kita meyakini Tuhan Yang Maha Esa karena Tuhanlah yang telah
mengkaruniakan seluruh nikmat kepada setiap makhluk – Nya.
4. Kita meyakini bahwa alam semesta beserta isinya diatur oleh Tuhan yang
Maha Esa
9

Menjalankan perintah – Nya dan menjauhi larangan – Nya berarti: kita
melakukan perbuatan menghambakan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa yang
didasari oleh keikhlasan untuk melakukannya. Keihklasan untuk menjalankan
perintah – Nya dan menjauhi larangan – Nya bagi umat beriman dan bertakwa bukan
hanya kewajiban, akan tetapi merupakan kebutuhan dan kebanggaan. Hal ini
merupakan pernyataan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Pelaksanaan perintah Tuhan Yang Maha Esa meliputi:
1. Perintah secara vertikal, menurut agama Islam hal seperti ini disebut Hablum
Minallahyaitu hubungan secara langsung dengan Tuhan Yang Maha Esa,
sedangkan untuk agama Kristen misalnya kebaktian.
2. Perintah secara horizontal, disebut juga dengan Hablum Minanas hubungan
denganmahluk Tuhan terutama manusia dan alam sekitarnya, menjaga
lingkungan hidup ataupelestarian alam dan lain sebagainya.
Perintah Tuhan untuk menjauhi larangan – Nya antara lain sebagai berikut:
1. Tidak boleh mencuri, menggarong, merampok, malak, dan lain lain.
2. Tidak boleh minum minuman keras/mabukmabukan.
3. Tidak boleh minum/menelan obatobat terlarang, misalnya pil Ectasy,Nipam,
Sabu-sabu dan lain sebagainya termasuk di dalamnya Narkotik atau Ganja.
2.4 Butir-butir sila Ketuhanan Yang Maha Esa
Pengamalan Pancasila Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Ketetapan MPR no.
II/MPR/1978 tentang Ekaprasetia Pancakarsa menjabarkan kelima asas dalam
Pancasila menjadi 45 butir pengamalan sebagai pedoman praktis bagi pelaksanaan
Pancasila. Ketetapan ini kemudian dicabut dengan Tap MPR no. I/MPR/2003.
1. Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masingmasing menurut dasar kemanusiaan
yang adil dan beradab.
2. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antra pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
10

3. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
4. Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
5. Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai
dengan agama dan kepercayaanya masing masing.
6. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa kepada orang lain.
Dari butirbutir yang telah disebutkan di atas, telah di sebutkan bahwa dalam
kehidupan beragama itu tidak diperbolehkan adanya suatu paksaan. Setelah ketetapan
ini dicabut, tidak pernah dipublikasikan kajian mengenai apakah butir-butir ini benar-
benar diamalkan dalam keseharian warga Indonesia.
Manusia selain merupakan mahluk ciptaan Tuhan juga merupakan mahluk
sosial, yang berarti bahwa manusia memerlukan pergaulan dengan manusia lainnya.
Setiap manusia perlu bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya.
Bangsa Indonesia yang beraneka agama, menjalankan ibadahnya masing –
masing dimana pemeluk melaksanakan ajaran agama sesuai dengan norma agamanya.
Agar tidak terjadi pertentangan antara pemeluk agama yang berbeda, maka
hendaknyadikembangkan sikap toleransi beragama, yaitu sikap hormat menghormati
sesamapemeluk agama yang berbeda, sikap menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai ajaran agama masingmasing, dan tidak boleh memaksakan suatu agama
kepada orang lain. Tolenransi beragama tidak berarti bahwa ajaran agama yang satu
bercampur aduk dengan ajaran agama lainnya.
2.5 Penerapan Sila Ketuhanan Yang Maha Esa dalam Kehidupan Berbangsa
Saat Ini Menjelang berakhirnya abad ke 20, dunia telah diguncang oleh
berbagai peristiwa yang tak terduga terjadi dan membawa perubahan – perubahan
sangat drastis serta spektakuler, yang menjungkir balikkan berbagai pra anggapan
yang sudah berakar puluhan tahun. Paska perang dingin telah meruntuhkan raksasa
Uni Soviet menjadi Negara – Negara kecil. Kegagalan Negara – Negara komunis
11

mengembangkan pembangunan yang meningkatkan kesejahteraan rakyat telah
melumpuhkan konsep pembangunan berdasarkan ajaran komunis. Pola pembangunan
dengan perencanaan sentral, pola politik dengan kekuatan partai tunggal dan pola
kemasyarakatan yang terkontrol menderita keruntuhan untuk diganti dengan pola
baru.
Sejak reformasi, bangsa Indonesia sedang mengalami perubahan yang radikal.
Reformasi yang sebenarnya memiliki tujuan yang sangat mulia, ternyata telah
menghantarkan bangsa Indonesia pada dunia baru yang sama sekali berbeda dengan
sebelumnya, yaitu sangat terbuka dan liberal, ditengah suatu gelombang yang disebut
dengan globalisasi. Globalisasi tidak hanya berhasil mengubah selera dan gaya hidup
suatu masyarakat bangsa menjadi sama dengan bangsa lain, tetapi juga menyatukan
orientasi dan budaya menuju satu budaya dunia (world culture).
Salah satu dampak serius dari perubahan – perubahan tersebut adalah adanya
kecenderungan memudarnya nasionalisme bangsa Indonesia. Kecenderungan tersebut
timbul karena posisi nasionalisme bangsa Indonesia sedang berada dalam kisaran
tarik – menarik antara kekuatan arus perubahan global dengan kekuatan komitmen
kebangsaan dan ke Indonesiaan yang ingin dipertahankan oleh bangsa Indonesia.
Bangsa dan Negara kesatuan RI bersama Bangsa – bangsa modern memasuki era
globalisasi yang semakin meningkat dinamikanya, sehingga dapat menggoda serta
melanda semua bangsa – bangsa, apalagi terhadap bangsa yang tidak teguh kesetiaan
dan integritas nasionalnya. Merupakan fenomena aktual bahwa globalisasi
sesungguhnya membawa misi liberalisasi dengan pesan – pesan visi dan misi HAM
serta demokrasi, kebebasan dan keterbukaan.
Dengan demikian nampak bahwa pada setiap perubahan dapat menghasilkan
kemajuan ataupun kemunduran, hal ini sangat di pengaruhi oleh kesiapan dan
kemampuan masyarakatnya dalam melakukan perubahan itu serta pada kemampuan
para pemimpinnya dalam mengelola perubahan itu dan memberi keteladanan agar
terjadi kemajuan yang harmonis. Karena bayak bukti empirik menunjukkan bahwa
masyarakat yang paternalistik, akan lebih cepat melakukan dan mengikuti perubahan
serta kemajuan bila ada keteladanan dari para pemimpinnya. Suatu aturan atau hukum
12

yang sudah ditetapkan tentu mempunyai tujuan. Dimana tujuan tersebut haruslah
sesuai dengan kondisi yang tengah dialami dalam kehidupan. Apalagi ini adalah
ideology bangsa, identitas bangsa, sudah barang tentu dapat diterapkan secara nyata
dalam kehidupan seharihari. Penerapan tesebut dapat berupa tindakan, sebagai
berikut:
1. Membina Kerukunan Hidup Diantara Sesama Umat Beragama &
Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Manusia selain merupakan
mahluk ciptaan Tuhan juga merupakan mahluk sosial, yang berarti bahwa
manusia memerlukan pergaulan dengan manusia lainnya. Setiap manusia
perlu bersosialisasi dengan anggota masyarakat lainnya. Bangsa Indonesia
yang beraneka agama, menjalankan ibadahnya masingmasing dimana
pemeluk melaksanakan ajaranNya sesuai dengan norma agamanya. Agar tidak
terjadi pertentangan antara pemeluk agama yang berbeda, maka hendaknya
dikembangkan sikap toleransi beragama, yaitu sikap hormat menghormati
sesame pemeluk agama yang berbeda, sikap menghormati kebebasan
menjalankan ibadah sesuai ajaranagama masing-masing, dan tidak boleh
memaksakan suatu agama kepada orang lain. Tolenransi beragama tidak
berarti bahwa ajaran agama yang satu bercampur aduk dengan ajaran agama
lainnya.
2. Saling tolong menolong. Tidak perlu melakukan permusuhan ataupun
diskriminasi terhadap umat yang berbeda agama, berbeda keyakinan maupun
berbeda adat istiadat.
3. Hanya karena merasa berasal dari agama mayoritas tidak seharusnya
bersikapmerendahkan umat yang berbeda agama ataupun membuat aturan
yang secara langsung dan tidak langsung memaksakan aturan agama yang
dianut atau standar agama tertentu kepada pemeluk agama lainya dengan dalih
moralitas.
4. Tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak ukur
nilai moralitas bangsa Indonesia. Karena akan terjadi chaos dan timbul
gesekan antar agama. kalaupun penggunaan dasar agama haruslah
13

mengakomodir standar dari Islam, Kristen, Katolik, Budha dan Hindu bukan
berdasarkan salah satu agama entah agama mayoritas ataupun minoritas.
Sesungguhnya tidak ada agama yang salah dan mengajarkan permusuhan.
Seandainya ada penyelewengan dalam beragama, sesungguhnya itu
merupakan penyalah tafsiran dari pihak tertentu saja.
Pancasila mengajarkan agar setiap manusia Indonesia percaya kepada Tuhan
Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan mereka masing – masing.
Pancasila Tidak mengajarkan untuk mencampuri urusan agama dan kepercayaan
masing – masing karena hubungan antara manusia dengan Tuhan telah diatur oleh
agama dan kepercayaaan tersebut.
Pancasila mengatur bagaimana hubungan antara manusia Indonesia denga
berbagai agama dan kepercayaannya itu hidup sejahtera, aman dan damai dalam
menjalankan tugas dan agama serata kepercayaannya masing – masing. Berarti yidak
ada yang salah mengenai upaya yang dilakukan pemerintah dalam hal mengatur
hubungan antara pemerintah denga umat beragama dan kepercayaan kepada Tuhan
Yang Maha Esa. Serta pemerintah juga mengatur hubungan antara umat agama dan
berkepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam lingkunganya masing – masing.
Sesungguhnya apabila pancasila dipahami, dihayati, dan diamalkan secara
jujur dan benar serta konsekuen oleh setiap anggota masyarakat, utamanya para
penyelenggara Negara dan para elit politik dalam melaksanakan gerakan reformasi
untuk mewujudkan Indonesia masa depan yang dicitacitakan, maka pancasila dapat
menjadi perekat dan mengarahkan kekuatan kemajemukan bangsa untuk mencapai
tujuan yang besar dan mulia berupa tegaknya kedaulatan Negara untuk kepentingan
seluruh bangsa Indonesia. Disamping itu secara filosofis Pancasila dapat
dikembangkan menjadi sitem moral universal, yang dipayungi oleh sila pertama
ketuhanan yang maha esa, sebagai sumber nilai utama dan tertinggi dari sila – sila
yang lain dan kemudian diakhiri dengan sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia sebagai tujuan kemerdekaan. Pancasila tidak diragukan lagi adalah suatu
welt anschaung yang dahsyat bagi bangsa Indonesia.
14

Agama merupakan persoalan individu dan bukan persoalan negara. Syariat
Islam bisa dilaksanakan, tapi pada tingkat masyarakat, oleh para pemeluknya sendiri.
Inilah makna sekularisme sebagaimana dikatakan Talcott Parson: mengembalikan
agama kepada masyarakat dan bukan bersatu dengan kekuasaan Negara. Kebebasan
beragama, dengan dalil tidak ada paksaan dalam agama, adalah prinsip yang sangat
penting dalam sekularisme dan harus dipahami makna dan konsekuensinya, baik oleh
negara maupun masyarakat.
Dari uraian tersebut jelas bahwa segala kegiatan Negara seperti merealisasi
tujuannya, melaksanaka keadilan, menjalankan kekuasaan dan sebagainya seharusnya
sesuai dengan hakekat sila pertama. Demikian pula organisasi apa saja didalam
masyarakat harus menunjang apa yang dilakukan pemerintah yang ingin merealisasi
nilai – nilai Ketuhanan Yang Maha Esa dalam kehidupan rakyat Indonesia. Ketaatan
dan ketakliman kepada Tuhan menunjukkan betapa agungnya Tuhan sebagai Yang
Ada dan mutlak.
15

BAB III
PENUTUP3.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka didapat beberapa kesimpulan sebagai
berikut:
1. Pancasila merupakan sistem filsafat yang sekiranya dapat menjembatani
segala keanekaragaman bangsa Indonesia yang sebenarnya sudah
beruratberakar dalam hati sanubari, adatistiadat, dan kebudayaan Nusantara,
bahkan jauh sejak masa Nusantara kuno.
2. Kebebasan memeluk agama adalah salah satu hak yang paling asasi diantara
hak-hak asasi manusia, sebab kebebasan agama itu langsung bersumberkan
kepada martabat manusia sebagai mahluk Tuhan.
3. Dari butir-butir yang telah disebutkan di atas, telah di sebutkan bahwa dalam
kehidupan beragama itu tidak diperbolehkan adanya suatu paksaan.
4. Agar tidak terjadi pertentangan antara pemeluk agama yang berbeda, maka
hendaknya dikembangkan sikap toleransi beragama, saling tolong menolong,
dan tidak menggunakan standar sebuah agama tertentu untuk dijadikan tolak
ukur nilai moralitas bangsa Indonesia.
3.2 Saran
Berdasarkan pembahasan di atas, ada beberapa saran untuk meningkatkan
pemahaman tentang nilai pancasila, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk semakin memperkokoh rasa bangga terhadap pancasila perlu adanya
peningkatan pengamalan butir-bitir pancasila khususnya sila Ketuhanan yang
Maha Esa. Salah satu caranya adalah dengan saling menghargai antar umat
beragama.
2. Untuk menjadi sebuah Negara pancasila yang nyaman bagi rakyatnya
diperlukan adanya jaminan terhadap keamanan dan kesejahteraan setiap
masyarakat yang ada di dalamnya. Khususnya jaminan keamanan dalam
melaksanakan kegiatan beribadah.
16