fisiologi tumbuhan

10
HORMON DAN REGULATOR PERTUMBUHAN PADA TANAMAN SELFELA RESTU ADINA (1310422038) KELOMPOK 1B (B) Abstrak Praktikum hormon dan regulator pertumbuhan pada tanaman dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 27 April 2015 sampai 04 Mei 2015, bertempat di Laboratorium Pendidikan IV, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas. Praktikum ini bertujuan untuk melihat pengaruh 2,4-D dalam perkecambahan dan pertumbuhan akar pada biji Cucumis sativus, untuk melihat bahwa sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam perlambatan proses senescence pada daun Mangifera indica, dan untuk melihat pengaruh giberelin terhadap perkecambahan biji Vigna sinensis. Hasil yang didapatkan yaitu pertumbuhan akar Cucumis sativus yang paling cepat pada perlakuan kontrol dan larutan 2,4-D 0,1 ppm yaitu dengan panjang 12 cm dan 10,5 cm, sedangkan pertumbuhan akar paling lambat pada larutan 2,4-D 0,01 ppm yaitu dengan panjang 3,5 cm. Pemberian kinetin memperlambat proses menguningnya daun Mangifera indica yang paling efektif yaitu pada konsentrasi 0,01 mg/L dan 0,001 mg/L. Konsentrasi GA3 yang efektif dalam perkecambahan biji Vigna sinensis adalah 0,01 mg/L. Keyword : 2,4-D, Cucumis sativus, GA3, kinetin, Mangifera indica, Vigna sinensis. PENDAHULUAN Dalam dunia tumbuhan zat pengatur tumbuh mempunyai peranan dalam pertumbuhan dan perkembangan untuk kelangsungan hidupnya. Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrient), yang jumlahnya sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibit) dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Hormon tumbuhan adalah zat organic yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis (Abidin, 1985).

Upload: felaree

Post on 11-Dec-2015

10 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Hormon dan Regulator Pertumbuhan Tanaman

TRANSCRIPT

Page 1: Fisiologi Tumbuhan

HORMON DAN REGULATOR PERTUMBUHAN PADA TANAMAN

SELFELA RESTU ADINA (1310422038)KELOMPOK 1B (B)

Abstrak

Praktikum hormon dan regulator pertumbuhan pada tanaman dilaksanakan pada hari Senin, tanggal 27 April 2015 sampai 04 Mei 2015, bertempat di Laboratorium Pendidikan IV, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas. Praktikum ini bertujuan untuk melihat pengaruh 2,4-D dalam perkecambahan dan pertumbuhan akar pada biji Cucumis sativus, untuk melihat bahwa sitokinin merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam perlambatan proses senescence pada daun Mangifera indica, dan untuk melihat pengaruh giberelin terhadap perkecambahan biji Vigna sinensis. Hasil yang didapatkan yaitu pertumbuhan akar Cucumis sativus yang paling cepat pada perlakuan kontrol dan larutan 2,4-D 0,1 ppm yaitu dengan panjang 12 cm dan 10,5 cm, sedangkan pertumbuhan akar paling lambat pada larutan 2,4-D 0,01 ppm yaitu dengan panjang 3,5 cm. Pemberian kinetin memperlambat proses menguningnya daun Mangifera indica yang paling efektif yaitu pada konsentrasi 0,01 mg/L dan 0,001 mg/L. Konsentrasi GA3 yang efektif dalam perkecambahan biji Vigna sinensis adalah 0,01 mg/L.

Keyword : 2,4-D, Cucumis sativus, GA3, kinetin, Mangifera indica, Vigna sinensis.

PENDAHULUANDalam dunia tumbuhan zat pengatur tumbuh mempunyai peranan dalam

pertumbuhan dan perkembangan untuk kelangsungan hidupnya. Zat pengatur tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara (nutrient), yang jumlahnya sedikit dapat mendukung (promote), menghambat (inhibit) dan dapat merubah proses fisiologi tumbuhan. Hormon tumbuhan adalah zat organic yang dihasilkan oleh tanaman yang dalam konsentrasi rendah dapat mengatur proses fisiologis (Abidin, 1985).

Faktor pertumbuhan adalah faktor yang dibutuhkan oleh sel untuk mempertahankan kelangsungan hidup dirinya. Ditinjau dari asal senyawa, faktor pertumbuhan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pengatur tumbuh yang merupakan senyawa-senyawa yang datang dari luar/lingkungan tumbuhan dan senyawa-senyawa yang dihasilkan dalam tubuh tumbuhan (hormon) (Heddy, 1996).

Hormon tumbuhan adalah senyawa organic yang disentesis di salah satu bagian tumbuhan dan dipindahkan kebagian lain, dan pada konsentrasi yang sangat rendah mampu menimbulkan suatu respon fisiologis. Respon pada organ sasaran tidak perlu bersifat maju, karena proses pada tumbuhan atau diferensiasi kadang malah terambat oleh hormone, terutama oleh asam absitat, karena hormone harus disintesa oleh tumbuhan, maka ion organic seperti K+

atau Ca2- yang dapat menimbulkan respon penting, dikatakan bukan hormon zat pengatur tubuh organic yang disentesis oleh organisme selain tumbuhan juga

Page 2: Fisiologi Tumbuhan

bukan hormone. Batasan tersebut menyatakan pula bahwa hormone harus dapat dipindahkan ke dalam tumbuhan. Namun tidak dijelaskan bagaimana atau sejauh mana pemindahan itu (Salisbury and Ross, 1995).

Hormon pertumbuhan menunjukkan pengaruh satu sama lain atau hubungannya dengan perubahan sel-sel dari bentuk-bentuk unit yang bebas menjadi bagian organisme yang menyatu. Dengan adanya hormon itu, hormon terbagi atas tiga salah satunya adalah auksin, yang mempercepat perkembangan tumbuhan dengan adanya rangsangan dari perbesaran sel-sel tumbuhan yang akan mempercepat pertumbuhan (Wilson dan Lowis, 1966).

Auksin adalah gugurnya suatu organ tanaman seperti daun, bunga dan buah. Proses ini dipengaruhi oleh auksin yang dihasilkan pada bagian tanaman. Absisi terjadi dengan pecahnya jaringan pembuluh secara mekanisme. Zona absisi tidak akan terbentuk selama masih cukup auksin yang dihasilkan pada bagian tanaman dan dapat diteruskan pada tangkai daun tersebut (Salisbury and Ross,1995).

Auksin yaitu mempengaruhi pertambahan panjang batang, pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar ; perkembangan buah ; dominansi apical ; fototropisme dan geotropisme. Sitokinin, mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar mendorong pembelahan sel dan pertumbuhan secara umum, mendorong perkecambahan dan menunda penuaan. Giberelin berfungsi mendorong perkembangan biji, perkembangan kuncup, pemanjangan batang dan pertumbuhan daun, mendorong pembungaan dan perkembangan buah, mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar (Noggle and Fritz,1979).

Beberapa auksin dihasilkan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (INdoleacetic acid), PAA (Phenylacetic acid), 4- chloro IAA (4-chloroindole acetic acid) dan IBA (Indolebutyric acid) dan beberapa lainnya merupakan auksin sintetik, misalnya NAA (Napthalene acetic acid), 2,4-D (2,4 dichlorophenoxy acetic acid) dan MCPA (2-methyl-4chlorophenoxy acetic acid) (Kusuma,1970).

Sitokinin merupakan ZPT yang mendorong pembelahan (sitokinesis). Beberapa macam sitokinin merupakan sitokinin alami (misal :kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya merupakan sitokinin sintetik. Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama pada akar, embrio, dan buah. Sitokinin yang diproduksi di akar selanjutnya diangkut oleh xylem menuju sel – sel target pada batang (Kusuma,1970). Wattimena (1992) menambahkan sitokinin dapat mengganti peranan asam giberelat seperti pada pembentukan enzim á-amilase pada proses perkecambahan.

Adapun kelompok zat pengatur tumbuh Giberelin terdiri atas kira-kira 60 macam senyawa, GA3 merupakan yang paling banyak jumpai didalam tanaman. Asam giberelat tidak tahan panas. Secara umum, peranan asam giberelat didalam tanaman adalah menginduksi pemanjangan ruas. Senyawa giberelin digunakan dalam media kultur untuk meningkatkan pemanjangan pucuk-pucuk yang sangat kecil dan merangsang pembentukan embrio dari kalus (Zulkarnain, 2009).

Asam giberelat juga mampu meningkatkan besar daun beberapa jenis tumbuhan. Giberelin dapat memanjangkan tunas dan cabang tanaman juga mempunyai daya untuk mendorong pertumbuhan vegetatif dan generatif tumbuh-

Page 3: Fisiologi Tumbuhan

tumbuhan (Rismunandar, 1999). Selain memacu pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan batang dan akar, peranan giberelin memacu perkembangan jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang (Dahab and Salem, 1987).

Asam absisat (ABA) berfungsi menghambat pertumbuhan, merang sang penutupan stomata pada waktu kekurangan air, mempertahankan dor mansi. Etilen berfungsi mendorong pematangan, memberikan pengaruh yang berlawanan dengan beberapa pengaruh auksin, mendorong atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan akar, daun, batang dan bunga. Meristem apical tunas ujung, daun muda, embrio dalam biji (Kimball,1996).

Etilen merupakan zat pengatur tumbuh yang dapat merangsang perkembangan tanaman (Shirsat et al. 1999), Tanaman yang diberi perlakuan etilen dapat mengalami gutasi, gumosis, atau pengeluaran lateks (Abeles, 1973). Agrios (2004) juga menyatakan bahwa etilen mampu merangsang pembentukan fitoaleksin dan sintesis atau aktifitas beberapa enzim yang berperan dalam meningkatkan ukuran dan hasil panen buah (Atta-Aly et al. 1998).

Oleh karena itu, untuk membuktikan uraian teori diatas, dilaksanakan percobaan yang bertujuan untuk melihat pengaruh 2,4-D dalam perkecambahan dan pertumbuhan akar, melihat bahwa sitokinin merupakan pengatur tumbuh yang berperan dalam perlambatan proses senescence, dan meilhat pengaruh giberelin terhadap perkecambahan biji.

METODA PRAKTIKUMAlat dan BahanAdapun alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah kertas saring, botol / cawan petri, kapas, aluminium foil, karet gelang, cork borer, 10 mL larutan baku 2,4-D 100 ppm, larutan giberelin (GA3) 0,1; 0,001; 0,01; 10 mg/L, kinetin kosentrasi 0,001; 0,01; 0,1; 1,0; mg/L, aquadest, biji Cucumis sativus, biji Phaseolus indica, dan daun Mangifera indica.

Cara Kerjaa. Uji Biologis 2,4-D pada Pertumbuhan AkarDiletakkan selembar kertas saring pada setiap cawan petri dari 6 cawan petri, dari larutan baku 2,4-D dibuat masing-masing 10 ml larutan-larutan 2,4-D dengan konsentrasi sebagai berikut 0.0, 0.001, 0.01, 0.1, 1.0 dan 10 mg/L. setiap petri ditandai dengan angka 1 sampai 6. Dituangkan 10 ml larutN 2,4-D ke dalam masing-masing cawan. Diletakkan 20 biji tanaman dalam masing-masing cawan petri. Disimpan ditempat gelap selama 5 hari. Pada akhir percobaan diukur panjang akar primer setiap kecambah. Dihitung panjang rata-rata pada masing-masing perlakuan. Kemudian dibuat grafik yang memperlihatkan hubungan antara konsentrasi 2,4-D dengan panjang akar primer sehingga dapat diketahui pengaruh dari pemakaian 2,4-D dalam pertumbuhan akar.

b. Sitokinin dan Senescence pada daun tanaman.

Page 4: Fisiologi Tumbuhan

Dipersiapkan potongan daun tanaman dengan ukuran proporsional menggunakan cork borer masing-masing 5 potongan daun untuk 5 perlakuan percobaan. Larutan dipersiapkan untuk perlakuan yang terdiri dari aquadest dan larutan kinetin (0,00 ; 0,001 ; 0,01 ; 0,1 ; 1 mg/L) masing-masing 10 ml dalam petridisk. Ditempatkan pada masing-masing larutan potongan daun kemudian tutup petri agar tidak terjadi interaksi dengan lingkungan. Diamati apa yang terjadi pada warna daun tersebut selama satu minggu perendaman baik kontrol atau pada perlakuan dengan kinetin.

c. Peranan giberelin dalam perkecambahan biji tumbuhanDiambil 100 biji tanaman yang seragam, ditempatkan pada petri yang telah dilapisi dengan kertas saring untuk masing-masing perlakuan sebanyak 10 biji, disimpan ditempat gelap dan dilakukan pemeriksaaan terhadap biji setiap hari apakah telah terlihat adanya biji yang berkecambah. Kemudian dilakukan penyiraman dengan larutan yang sama jika terjadi kekeringan, dicatat waktu yang diperlukan oleh masing-masing biji berkecambah sesuai dengan perlakuan dan bandingkan hasilnya diantara masing-masing perlakuan.

HASIL DAN PEMBAHASANa. Uji Biologis 2,4-Dichlorophenoxyaceticacid pada Pertumbuhan Akar Cucumis

sativusTabel 1. Panjang pertumbuhan akar pada beberapa konsentrasi 2,4-D pada hari

ke-5NO PERLAKUAN PANJANG AKAR HARI

KE-51 Kontrol 12 cm2 0,1 ppm 9,5 cm3 0,01 ppm 3.5 cm4 1,0 ppm 10,5 cm5 10,0 ppm 5,5 cm

Page 5: Fisiologi Tumbuhan

0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.50

2

4

6

8

10

12

14

12

9.5

3.5

10.5

5.5

Konsentrasi

Panj

ang

Akar

Grafik 1 : Panjang pertumbuhan akar Cucumis sativus pada beberapa konsentrasi 2,4-D pada hari ke-5.

Pada percobaan ini dapat dilihat pada tabel bahwa pertumbuhan akar yang paling cepat pada perlakuan kontrol dan larutan 2,4-D 0,1 ppm yaitu dengan panjang 12 cm dan 10,5 cm, sedangkan pertumbuhan akar yang lambat pada larutan 2,4-D 0,01 ppm yaitu dengan panjang 3,5 cm. Hal ini membuktikan bahwa kadar hormon atau zat pengatur tumbuh dibutuhkan oleh tanaman pada konsentrasi tertentu yang pas untuk suatu jenis tanaman, karena dapat dilihat pada pemberian 10,0 ppm justru menyebabkan lambatnya perkecambahan.

Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang berperan dalam perbesaran sel, menginisasi pembentukan akan adventif, dan juga berperan dalam pembelahan sel pada cambium. Pada konsentrasi tertentu, auksin dapat mendorong fase perkembangan tetapi akan menghambat bila konsentrasinya dinaikkan, dan suatu konsentrasi yang mendorong pembesaran sel pada pucuk mungkin akan menghambat perbesaran sel pada akar dari tumbuhan yang sama. Sifat kerja auksin men”dua” ini bergantung pada kepekaan jaringan, konsentrasi auksin endogen di dalam jaringan atau keadaan fisiologis lain dari jaringan (Tim Fisiologi Tumbuhan, 2014).

b. Sitokinin dan Senescence pada Daun Tanaman Mangifera indicaTabel 2. Perbandingan warna daun pada beberapa konsentrasi kinetinNo Hari ke- Kontrol 0,001 0,01 1,01. 1 Tidak ada

yang menguning

Tidak ada yang

menguning

Tidak ada yang

menguning

Tidak ada yang

menguning2. 2 3 Menguning Tidak ada

yang menguning

Tidak ada yang

menguning

Tidak ada yang

menguning3. 3 3 Menguning 2 Menguning 2 Menguning 3 Menguning

Page 6: Fisiologi Tumbuhan

4. 4 4 Menguning 3 Menguning 3 Menguning 3 Menguning

5. 5 4 Menguning 3 Menguning 3 Menguning 3 Menguning

6 6 4 Menguning 4 Menguning 4 Menguning 4 Menguning

7 7 5 Menguning 5 Menguning 5 Menguning 5 Menguning

Dari Tabel 2. dapat dilihat bahwa konsentrasi kinetin yang paling berpengaruh dalam perlambatan proses senescence adalah 0,001 dan 0,01 mg/L, yaitu hanya memiliki 2 daun yang menguning dari 5 daun yang ada. Hal ini juga membuktikan bahwa hormone dibutuhkan oleh tanaman dalam konsentrasi tertentu sesuai dengan species tanaman tersebut. Dan konsentrasi yang berlebih justru akan menjadi toksin dalam tubuh tanaman.

Sitokinin dapat menghambat penuaan beberapa organ tumbuhan, kemungkinan dengan menghambat perombakan protein dan dengan merangsang sintesis RNA dan protein dan dengan memobilisasi zat – zat makanan dari jaringan disekitarnya. Jika daun dipotong dari suatu larutan dan direndam dalam larutan sitokinin, daun tersebut akan tetap hijau lebih lama dibandingkan yang tidak direndam. Kemungkinan sitokinin juga memperlambat penuaan kondisi daun pada tumbuhan utuh yang masih hidup (Campbell, 2003).

c. Peranan Giberelin (GA3) Dalam Perkecambahan Biji TumbuhanTabel 3. Hasil perkecambahan biju tumbuhan Vigna sinensis

No. KonsentrasiHari ke-1

Hari ke-2

Hari ke-3

Hari ke-4

Hari ke 5

Hari ke-6

Hari ke-7

1. Kontrol 10 % 60 % 60% 70% 80% 90% 100%

2. 0,01 10 % 40 % 40% 60% 70% 80% 90%

4. 0,1 0 % 10% 10% 50% 70% 80% 80%

5. 1,0 10% 30% 40% 60% 70% 70% 70%

Dari Tabel 3. dapat dilihat bahwa biji yang paling cepat berkecambah adalah pada perlakuan kontrol dan pemberian GA3 0,01 mg/L. Dari rentang waktu pengamatan, terhadap 2 perlakuan tersebut, peralakuan kontrol lebih cepat perkecambahannya dibandingkan pemberian GA3 0,01 mg/L. Hal ini sedikit bertentangan dengan teori yang ada. Kemungkinan terjadi kesalahan pada percobaan yaitu terlalu tebalnya substrat tempat tumbuh biji (kapas) yang diberikan pada perlakuan GA3 selain kontrol, sehingga GA3 yang diberikan tidak cukup untuk pertumbuhan biji tersebut.

Sedangkan pada teorinya, Salisbury dan Ross (1995) mengatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi giberalin yang diberikan maka semakin banyak biji yang berkecambah. Giberelin merupakan suatu hormon tumbuhan yang mempunyai peranan fisiologis dalam mendorong perpanjangan ruas, perkecambahan, perbuangan dan menghambat dalam pertumbuhan pembentukan akar serta menunda pemasakan buah. Giberelin tidak akan aktif jika dikonyugasi dengan senyawa lain seperti glukosa. Dengan distribusi ke tanaman tingkat tinggi dan tanaman tingkat rendah.

Giberelin biasanya aktif pada tanaman utuh. Biji biasanya berkecambah dengan segera bila diberika air dan udara yang cukup, mendapatkan suhu pada

Page 7: Fisiologi Tumbuhan

kisaran yang baik dan pada keadaan tertentu mendapat periode terang dan gelap yang sesuai. Tetapi pada sekelompok tumbuhan yang bijinya tidak berkecambah meskipun telah diletakkan pada kondisi yang bagus. Perkecambahan tertunda beberapa minggu atau beberapa bulan. Tetapi dengan giberelin, dormansi dapat dipatahkan (Prawiranata et al, 1989).

KESIMPULAN DAN SARANKesimpulanDari praktikum yang telah dilakukan, dapat ditark beberapa kesimpulan yaitu,

1. Pertumbuhan akar Cucumis sativus yang paling cepat pada perlakuan kontrol dan larutan 2,4-D 0,1 ppm yaitu dengan panjang 12 cm dan 10,5 cm, sedangkan pertumbuhan akar paling lambat pada larutan 2,4-D 0,01 ppm yaitu dengan panjang 3,5 cm.

2. Pemberian kinetin memperlambat proses menguningnya daun Mangifera indica yang paling efektif yaitu pada konsentrasi 0,01 mg/L dan 0,001 mg/L.

3. Konsentrasi GA3 yang efektif dalam perkembangan biji Vigna sinensis adalah 0,01 mg/L (tidak sesuai dengan literatur karena beberapa kesalahan praktikum).

SaranSebaiknya praktikum dilakukan dengan teliti, agar tidak mengulangi kesalahan yang terjadi sehingga hasil yang didapatkan dari praktikum pun lebih akurat dan bisa dijadikan acuan.

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 1985. Dasar – dasar Pengetahuan Zat Pengatur Tumbuh. Angkasa : Bandung

Atta-Aly MA, Riad GS, Lacheene Zel-S, Beltagy AS. 1998. Eraly Ethrel application extends tomato fruit cell division and increase fruit size and yield with ripening delay. Word Conference on Horticular Research Home. 17-20 June 1998

Campbell, N.A, J.B.Reece and L.G. Mitchell.2003. Biologi Edisi Kelima Jilid II. Erlangga :Jakarta.

Dahab, A.M.A., R.S. Eldahb and M.A. Salem. 1987. Effect of gibberellic acid on growth, flowering, and constituents of C. frustescens. Acta Hort. 205 : 129 – 135

Heddy, S. 1996. Hormon Tumbuhan. P.T. Raja Grafindo. Jakarta.

Kimball,J.W.1996. Biologi Edisi Kelima. Erlangga. Jakarta

Kusuma, S.1970. Fitohormon. PT. Soendengan :Jakarta

Page 8: Fisiologi Tumbuhan

Noggle,G.R and Fritz, G.J. 1979. Introduction Plant Physiology. Prectice Hall of India

Prawiranata, W., S. Harran dan P. Tjondronegoro. 1989. Dasar- dasar Fisiologi Tumbuhan. Departemen Botani Fakultas Pertanian IPB: Bogor

Rismunandar, 1999. Hormon Tanaman dan Ternak.Penebar Swadaya. Jakarta.

Salisbury, F.B dan Cleon. W. Roos. 1995. fisiologi Tumbuhan Jilid I. ITB. Bandung.

Tim Fisiologi Tumbuhan. 2014. Penuntun Praktikum Fisologi Tumbuhan. Laboratorium Fisiologi Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Andalas. Padang.

Wattimena, G.A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. PAU IPB. Bogor. 247hal.

Wilson, C.L. dan L. E. Lowis. 1966. Botany. Rainhold and Winston. New York.Zulkarnain, H, 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.