fitokimia
DESCRIPTION
fitokimiaTRANSCRIPT
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI FLAVONOID PADA DAUN KATU (Sauropus androgynus (L.) Merr)
Sejumlah 1 gram serbuk bahan ditambah 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring, filtrat digunakan sebagai larutan percobaan. Ke dalam 5 ml larutan percobaan ditambahkan sedikit serbuk magnesium, 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil-alkohol, dikocok dengan kuat dan dibiarkan memisah. Terbentuknya warna jingga atau merah jingga pada lapisan amil-alkohol menunjukkan adanya senyawa flavonoid [1,9].
Ekstraksi dilakukan secara maserasi bertingkat dengan menggunakan pelarut mula-mula n-heksana kemudian etanol 95%. Sejumlah 1 kg serbuk kering daun katu pertama-tama diekstrasi dengan n-heksana berkali-kali sampai filtrat jernih. Ampas dikeringkan kemudian diekstraksi dengan etanol 95% berkali-kali hingga filtrat jernih. Masing-masing ekstrak dipekatkan dengan penguap putar vakum sehingga diperoleh ekstrak kental [10]. Pada penelitian ini yang digunakan adalah ekstrak etanol. Bagan ekstraksi dapat dilihat pada Gambar 1.
Isolasi senyawa flavonoid dikerjakan dengan metode Charaux-Paris. Ekstrak pekat etanol dilarutkan dalam air panas, disaring kemudian diekstraksi dengan n-heksana, fraksi n-heksana dikumpulkan dan di pekatkan, diperoleh fraksi n-heksana pekat. Fraksi air diekstraksi dengan kloroform, fraksi kloroform dikumpulkan dan dipekatkan diperoleh fraksi kloroform pekat. Fraksi air diekstrasi lagi dengan etil asetat, fraksi etil asetat dikumpulkan dan dipekatkan, diperoleh fraksi etil asetat pekat. Kemudian fraksi air diekstraksi dengan n-butanol, fraksi n-butanol dikumpulkan dan dipekatkan, sehingga diperoleh fraksi n-butanol pekat. Ekstraksi dengan n-butanol dilakukan 3 kali, setiap kali dengan pelarut n-butanol yang baru, sehingga diperoleh fraksi n-butanol I, fraksi n-butanol II dan fraksi n-butanol III. Bagan fraksinasi dapat dilihat pada Gambar 2.
Untuk melihat profil kromatografi dari setiap fraksi. digunakan cara kromatografi kertas. Masing-masing fraksi ditotolkan pada kertas Wathman no. 1, dielusi menggunakan cairan pengembang n-butanol - asam asetat air (60 : 22 : 1,2 ) [1,9,11].
Setelah diketahui bahwa fraksi yang mengandung jenis flavonoid terbanyak adalah fraksi n-butanol I, maka dilakukan isolasi senyawa flavonoid dengan cara kromatografi kertas preparatif.
- Cairan pengembang yang digunakan : n-butanolasam asetatair (4:1:5)
- Jarak rambat : 40 cm
- Teknik pengembangan : Menurun.
- Penotolan : Bentuk pita.
- Pendeteksi : Sinar UV 254/ 366
Masing-masing pita kromatogram dipisahkan, dipotong kecil-kecil dan diekstraksi dengan metanol. Untuk pemurnian isolat dilakukan pengembangan kedua secara kromatografi kertas preparatif.
- Cairan pengembang : Asam asetat 2 % dalam air
- Jarak rambat : 20 cm
- Teknik pengembangan : Menurun
- Penotolan : Bentuk pita
- Pendeteksi : Sinar UV 254/366
Setiap pita kromatogram yang diperoleh kemudian diekstraksi dengan metanol, sehingga diperoleh beberapa isolat dari senyawa flavonoid. Identifikasi senyawa golongan flavonoid dilakukan dengan mengamati warna fluoresensi di bawah sinar ultraviolet sebelum dan sesudah penambahan uap amonia terhadap bercak isolat yang diperoleh [3,8]. Kemudian dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet dilihat geseran batokromik setelah setiap isolat dalam larutan metanol diberikan pereaksi geser natrium hidroksida, aluminium klorida, asam klorida, natrium asetat, dan asam borat secara bergantian. Dengan melihat geseran batokromik tersebut dapat diidentifikasi jenis flavonoid [3,8]. Dilakukan juga pembuatan spektrum derivatisasi dengan menggunakan spektrofotometer UV dan dibuat spektrum inframerah terhadap 2 (dua) isolat untuk lebih meyakinkan hasil identifikasi.
Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid dalam Rimpang Temu
Ireng (Curcuma aeruginosa Roxb.)
1 g rimpang temu ireng
dimasukkan ke dalam erlenmeyer
ditambahkan etanol 25 ml
dipanaskan sampai mendidih
disaring
Ampas
Filtrat
diuapkan sampai volumenya tinggal setengahnya
adanya flavonoid diuji dengan Shinda Tes
Hasil
Tahap selanjutnya adalah mengangin-anginkan rimpang temu ireng pada suhu kamar sampai kering.
Rimpang kering
dihaluskan, dimasukkan ke alat ekstraktor Soxhlet
diekstraksi secara berurutan menggunakan petroleum eter, kloroform, n-butanol, dan metanol masing-masing selama 8 jam
Hasil
Hasil ekstraksi berupa ekstrak petroleum eter, kloroform, n-butanol dan metanol masing-masing dilakukan uji warna untuk flavonoid. Ekstrak yang positif mengandung flavonoid kernudian ditentukan eluen yang sesuai untuk langkah selanjutnya yaitu kromatografi kolom.
Penentuan eluen pada ekstrak petroleum eter (PE) dilakukan dengan menggunakan eluen PE kloroform pada berbagai perbandingan volume. Untuk ekstrak kloroform, eluen yang digunakan adalah kloroform-etil asetat pada berbagai perbandingan volume. Sedangkan pada ekstrak n-butanol digunakan eluen etil asetat-metanol pada berbagai perbandingan volume. Ekstrak metanol tidak dicari eluen yang sesuai.
Persiapan pertama kromatografi kolom adalah memanaskan silika gel pada suhu 1600C selama 3 jam kemudian didinginkan. Setelah dingin, silika dibuat bubur dan dimasukkan dalam kolom, lalu dibiarkan semalam.
Ekstrak pekat dilarutkan dalam eluen yang kurang polar dan dimasukkan kolom menggunakan pipet. Sampel dibiarkan turun sampai permukaannya hampir terbuka, kemudian ditambah eluen pelan-pelan sampai mendapat eluen yang tidak berwarna pada permukaan penyerap. Langkah selanjutnya ditambah eluen, dengan laju elusi 20 tetes/menit. Setiap 2 mL eluat, ditampung dalam botol sampel.
Untuk pembagian fraksi, masing-masing botol dianalisis secara fisika menggunakan sinar UV-VIS pada " = 254 nm dan " = 366 nm dan TLC, serta secara kimia menggunakan uji warna. Fraksi tunggal yang mempunyai harga Rf sama dan uji fisika serta kimia sama dikumpulkan, dan pelarutnya diuapkan. Selanjutnya dilakukan identifikasi struktur untuk menggunakan spektrofotometer UV-VIS, IR dan GC-MS.
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID
DALAM DAUN BELUNTAS (Pluchea indica L.)
Cara Kerja
Sebanyak 50 gram serbuk simplisia daun beluntas dimasukkan ke dalam Erlenmeyer (500 ml) kemudian direndam dengan 250 ml pelarut etanol 96% p.a, ditutup dengan aluminium foil dan dibiarkan selama 7 hari, sambil sesekali dikocok. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan vacum rotary evaporator pada suhu 70oC sehingga diperoleh ekstrak pekat daun beluntas. Ekstrak pekat daun beluntas
dicampurkan dengan etanol 96% p,a kemudian dipartisi dengan n-heksana. Ekstrak yang diperoleh dilakukan uji fitokimia flavonoid.
50 g serbuk daun beluntas
dimasukkan ke dalam erlenmeyer
direndam dengan 250 ml pelarut etanol 96% p.a
ditutup dengan aluminium foil
dibiarkan selama 7 hari, sambil dikocok sesekali
Ekstrak
dipekatkan dengan menggunakan vacum rotary evaporator pada suhu 70oC
Ekstrak pekat
dicampurkan dengan etanol 96% p.a
dipartisi dengan n-heksan
ekstrak yang diperolh dilakukan uji fitokimia flavonoid
Hasil
Ekstrak yang positif mengandung flavonoid dilanjutkan untuk di isolasi dan pemurnian dengan teknik kromatografi lapis tipis (KLT) menggunakan fase diam GF254 dengan ukuran 20 cm x 20 cm dan fase gerak campuran dari n-butanol-asam asetat-air (BAA) (4:1:5). Selanjutnya isolat relatif murni diidentifikasi menggunakan spektrofotometer Ultra Violet Visibel.
Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan komponen yang diinginkan dari penyusun-penyusun lain dalam suatu campuran berdasarkan kelarutan komponen tersebut terhadap pelarut yang digunakan. Pemilihan metode ekstraksi yang tepat tergantung dari tekstur, kandungan air, bahan tumbuhan yang akan diekstraksi dan jenis senyawa yang akan diisolasi. (Padmawinata, 1996). Ekstraksi biasanya menggunakan pelarut organik secara berurutan dengan kepolaran yang semakin meningkat. Kepolaran pelarut tergantung dari nilai konstanta dielektriknya. Nilai konstanta dielektrik beberapa pelarut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Nilai konstanta dielektrik beberapa pelarut
Sumber : Stahl, 1985
Metode ekstraksi yang biasa digunakan antara lain :
1. Sokhlet
Sokhlet merupakan proses pemisahan berulang dengan sampel berupa padatan. Sampel yang akan diekstrak biasanya padatan yang telah dihaluskan. Padatan ini lalu dibungkus dengan kertas saring lalu dimasukkan dalam alat sokhlet. Alat ini pada bagian atas dihubungkan dengan pendingin balik sedangkan bagian bawah terdapat labu alas bulat sebagai tempat pelarut. Pemanasan dengan suhu tertentu akan menguapkan pelarut. Uap akan naik ke atas mengalami proses pendinginan. Ruang sokhlet akan dipenuhi oleh pelarut yang telah mengembun hingga batas tertentu pelarut tersebut akan membawa solut dalam labu. Proses ini berlangsung terus menerus. (Rusdi, 1990). Keuntungan metode ini adalah ekstraksi berlangsung cepat, cairan pengekstraksi yang dibutuhkan sedikit, dan cairan pengekstraksi tidak pernah mengalami kejenuhan.
2. Maserasi
Maserasi merupakan cara ekstraksi paling sederhana yang dilakukan dengan merendam serbuk kasar simplisia dengan cairan pengekstraksi selama 4-10 hari dan disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah reaksi yang dikatalisis cahaya atau perubahan warna). Keuntungan dari maserasi adalah hasil ekstraksi banyak serta dapat menghindarkan perubahan kimia terhadap senyawa-senyawa tertentu oleh karena pemanasan namun demikian proses maserasi membutuhkan waktu yang relatif lama. Kerugian cara maserasi adalah penyarian kurang sempurna karena terjadi kejenuhan cairan penyari dan membutuhkan waktu yang lama. (Hargono, 1997). Walaupun demikian, maserasi merupakan proses x ekstraksi yang masih umum digunakan karena cara pengerjaan dan peralatannya sederhana dan mudah.
Kromatografi Cair Vakum (KCV)
Kromatografi cair vakum merupakan salah satu kromatografi vakum khusus yang biasanya menggunakan silika gel sebagai adsorben. Kelebihan KCV jika dibandingkan dengan kromatografi kolom biasa terletak pada kecepatan proses (efisiensi waktu) karena proses pengelusian dipercepat dengan memvakumkan kolom selain itu KCV juga dapat memisahkan sampel dalam jumlah banyak.
Pemilihan jenis silika gel yang tepat merupakan faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil pemisahan yang baik. Ukuran partikel silika gel yang terlalu kecil akan menyebabkan proses elusi berjalan sangat lambat. (Peddersen, 2001).
Pemilihan sistem pelarut untuk kromatografi kolom vakum cair dapat dilakukan dengan 3 pendekatan, yaitu: penelusuran pustaka, mencoba menerapkan data KLT pada pemisahan dengan kolom, dan pemakaian elusi landaian umum dari pelarut non polar yang tidak menggerakkan zat terlarut sampai pelarut polar yang menggerakkan zat terlarut (Padmawinata, 1991). Sistem elusi dapat dilakukan dengan metode gradien pelarut atau dengan sistem isokratik. Elusi gradient (variasi kepolaran pelarut) dilakukan jika campuran senyawa cukup komplek sedangkan elusi isokratik dilakukan jika campuran senyawa yang akan dipisahkan sederhana.
Sampel dilarutkan dalam pelarut yang sesuai atau sampel dibuat serbuk bersama adsorben (impregnasi) dan dimasukkan ke bagian atas kolom kemudian dihisap perlahan-lahan. Kolom selanjutnya dielusi dengan pelarut yang sesuai, dimulai dengan yang paling non polar. Kolom dihisap sanpai kering pada setiap pengumpulan fraksi. Pada kromatografi cair vakum, fraksi-fraksi yang ditampung biasanya bervolume jauh lebih besar dibandingkan dengan fraksi-fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom biasa. Langkah pemisahan menggunakan kromatografi cair vakum biasanya dilakukan pada tahap awal pemisahan (pemisahan terhadap ekstrak kasar yang diperoleh langsung dari proses ekstraksi).
Isolasi Glikosida Steroid dari Daun Andong (Cordyline terminalis Kunth)
Serbuk daun andong 0,5kg
dimaserasi dengan n-heksana 24 jam
Residu/ ampas
Ekstrak n-heksan mengandung lipid
dikeringkan, ditimbang, dimaserasi dengan metanol
Ekstrak metanol cair
diuapkan dengan rotavapor
Fraksi air
Ekstrak metanol kental
dipartisi dengan air dan n-butanol
Fraksi n-butanol
diuapkan, dicuci dengan dietil eter
dilarutkan dalam metanol
Fraksi metanol
ditambahkan dietil eter berlebih, disaring
Senyawa glikosida steroid murni
Endapan glikosida steroid
di KLT, KK, KLT 2 arah
Bagan alir isolasi flavonoid dalam rumput teki
Rumput teki segar digiling dan ditimbang
diekstraksi pertama dengan MeOH : H2O (9:1), ekstraksi 2 dengan MeOH : H2O (1:1)
Bubur cair
dibiarkan selama 6-12 jam
disaring dengan corong Buchner
Ekstrak metanol air
diuapkan hingga kering sampai 1/3 volume awal
diekstraksi dengan n-heksan/ CHCl3
Lapisan air
Lapisan n-heksan/ CHCl3
diuapkan sampai kering dengan rotavapor
Ekstrak air
ekstrak air di KKt kualitatif
Kromatogram
diKKt preparatif
Isolat/ flavonoid
diKKt 2 arah
Jenis flavonoid
Flavonoid murni
dianalisa dengan pereaksi geser
Cara Pengemasan Kolom pada Kromatografi Kolom
I. Cara Basah
1. Selapis pasir dimasukkan ke dalam kolom, bisa juga dipakai kapas atau gelas wool
2. Tabung diisi 2/3 nya dengan pelarut. Pelarut yang dipakai pada proses penngemasan mungkin sama dengan yang dipakai untuk kromatografi dan bisa juga pelarut dengan kepolaran yang lebih rendah
3. Penjerap dibuat lumpuran pada wadah lain
4. Lumpuran dituangkan ke dalam kolom sedikit demi sedikit dan dibiarkan memadat
5. Selama proses pengendapan tabung dapat diketuk-ketuk pada semua sisi secara perlahan-lahan agar diperoleh lapisan yang seragam
6. Jika pelarut yang dipakai berbeda dengan pelarut untuk kromatografi pelarut lumpuran harus didesak keluar dengan pelarut pengelusi sebelum cuplikan ditambahkan
7. Selanjutnya kolom dibiarkan atau dikondisikan paling sedikit selama satu jam dan paling lama 24 jam.
II. Cara Kering
1. Selapis pasir diletakkan pada bagian dasar kolom, bisa juga kapas atau glass wool
2. Penjerap dituangkan ke dalam kolom sedikit demi sedikit
3. Setiap penambahan permukaan diratakan dan dimampatkan sampai 2/3 bagian dari kolom
4. Setelah semua penjerap dimasukkan, di atasnya diletakkan kertas saring dan ditambahkan lagi selapis pasir sehingga jika ditambahkan pelarut, permukaan penjerap tidak terganggu
5. Kemudian pelarut pengelusi dibiarkan mengalir ke bawah melalui penjerap dengan keran terbuka sampai permukaan pelarut tepat sedikit di atas bagian atas kolom
6. Selama proses pengendapan tabung dapat diketuk-ketuk pada semua sisi secara perlahan-lahan agar diperoleh lapisan yang seragam
7. Selanjutnya kolom dibiarkan atau dikondisikan paling sedikit selama 1 jam atau paling lama 24 jam, sesudah itu kolom baru dapat dipakai