format notulensi.docx

13
LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT BINA RAKYAT SEJAHTERA (BYTRA) NOTULENSI Nama Kegiatan Serimini Informal Meeting Mencari Gagasan Perkebunan Berkelanjutan di Kabupaten Aceh Utara. Peserta List Absensi Kegiatan Tanggal Minggu, 10 Januari 2016 Tujuan Kegiatan Kegiatan ini bertujuan untuk menjalin silaturrahmi dengan lintas stackholder sebagai upaya menggali gagasan perkebunan berkelanjutan di Aceh Utara. Informasi Kunci 1. Kontur Tanah Kabupaten Aceh Utara; 2. Kondisi Lahan yang Tersedia untuk Pembangunan Berkelanjutan; 3. Dampak Perkebunan Sawit Terhadap Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan; 4. Tanaman Alternatif Selain Sawit; 5. Kebijakan Anggaran Pro Hutan dan Lahan di Kabupaten Aceh Utara; 6. Potensi/Investasi Tanaman yang Mendukung PAD Daerah; 7. Luasan Wilayah yang Tersisa untuk Perkebunan Berkelanjutan. RINCIAN SESI LENGKAP Pelaksanaan Kegiatan: Pembukaan: Rahmad Abubakar Salam, Puji Syukur, Shalawat dan penghormatan, setelah menyelesaikan program SETAPAK I hari ini kita kembali bisa berdiskusi mengenai beberapa hal yang akan kita bicarakan terkait program SETAPAK II, pada program SETAPAK I sebelumnya kita telah menyelesaikan beberapa hal seperti adanya anggaran perkebunan alternatif dan keluarnya Perbup Page 1 of 13

Upload: mustafa-kamal

Post on 12-Jul-2016

7 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Page 1: Format notulensi.docx

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKATBINA RAKYAT SEJAHTERA

(BYTRA)

NOTULENSI

Nama Kegiatan

Serimini Informal Meeting Mencari Gagasan Perkebunan Berkelanjutan di Kabupaten Aceh Utara.

Peserta List Absensi KegiatanTanggal Minggu, 10 Januari 2016Tujuan Kegiatan

Kegiatan ini bertujuan untuk menjalin silaturrahmi dengan lintas stackholder sebagai upaya menggali gagasan perkebunan berkelanjutan di Aceh Utara.

Informasi Kunci

1. Kontur Tanah Kabupaten Aceh Utara;2. Kondisi Lahan yang Tersedia untuk Pembangunan Berkelanjutan;3. Dampak Perkebunan Sawit Terhadap Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan;4. Tanaman Alternatif Selain Sawit;5. Kebijakan Anggaran Pro Hutan dan Lahan di Kabupaten Aceh Utara;6. Potensi/Investasi Tanaman yang Mendukung PAD Daerah;7. Luasan Wilayah yang Tersisa untuk Perkebunan Berkelanjutan.

RINCIAN SESI LENGKAP

Pelaksanaan Kegiatan:Pembukaan: Rahmad Abubakar

Salam, Puji Syukur, Shalawat dan penghormatan, setelah menyelesaikan program SETAPAK I hari ini kita kembali bisa berdiskusi mengenai beberapa hal yang akan kita bicarakan terkait program SETAPAK II, pada program SETAPAK I sebelumnya kita telah menyelesaikan beberapa hal seperti adanya anggaran perkebunan alternatif dan keluarnya Perbup Bupati tentang Pemerintah Mukim.

Pada Program SETAPAK II ini kita sedikit berbicara lebih kepada penggunaan lahan yang secara masif digunakan hanya untuk satu jenis tanaman saja (sawit) dengan mengeyampingkan beberapa tanaman komoditi asli daerah. Kalau kita berbicara tanaman sawit secara kasat mata tidak menguntungkan ekonomi masyarakat, bahkan dampak ekologi yang ditimbulkan sangat merugikan masyarakat seperti banjir dan kekeringan, sekarang ini sudah sangat banyak penggunaan lahan pada tanaman tertentu saja dan tidak mengedepankan pada tanaman komoditi lokal kita.Apabila melihat kontur tanah, kira-kira untuk Kabupaten Aceh Utara, apakah kontur tanah kita sesuai untuk digunakan sebagai lahan kelapa sawit.

Pak Baidawi ( Akademisi Pertanian Unimal): Berbicara kondisi lahan dan kontur tanah kita harus melihat topografi, kemiringan, kontur, dan iklim, untuk Kabupaten Aceh Utara kita memiliki segalanya mulai dari laut, gunung dan hutan dengan segala sumber daya yang dimilikinya. Beberapa lokasi hutan juga masih ada beberapa yang belum tersentuh, dalam melihat bagaimana melihat kontur tanah yang sesuai dengan kriteria tadi seperti topografi, kemiringan, kontur, dan iklim tentu juga harus sesuai dengan kultur masyarakat. Bisa jadi sesuai dengan kontur tanah tetapi tidak sesuai dengan kultur masyarakat kita, contoh pada perkebunan karet, kultur tanah sesuai dan kultur masyarakat kita tidak sesuai karena ditempat kita siang hari baru melakukan aktifitas, kemudian dari sisi ekonomi harus dilihat juga menguntungkan masyarakat atau tidak atau

Page 1 of 7

Page 2: Format notulensi.docx

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKATBINA RAKYAT SEJAHTERA

(BYTRA)

jangan-jangan lebih besar biayanya tapi penghasilan sangat minim, selain itu sisi lingkungan juga harus ditinjau, kalau menurut saya tanaman apa yang sesuai dengan kondisi kita yaitu yang sesuai dengan kultur tersebut.

Kalau berbicara di Aceh Utara trend Sawit masih sangat mendominasi, baru setalah itu ada kakau, Karet dan sekarang mulai berkembaang lada, kenapa sawit nomor satu karena sesuai kultur masyarakat yang sedikit malas karena sawit panennya hanya dua kali dalam sebulan. Lalu bagaimana dengan kakau, karet dan lada, kita harus melakukan perbandingan semua komoditi dari semua faktor, ekonomi, lingkungan dan sosial. Sebenarnya ada alternatif lain, sekarang lebih baik digunakan tanaman agroforesti, karena dengan hal tersebut dapat membuat kondisi lingkungan stabil apabila keanekaragamana hayati lebih beragam baik biotik dan abiotik.

Dibandingkan sawit tumbuhan dengan sistem agroferesti tentu menguntungkan seperti bisa mengambil kayu, jernang dan hasil hutan lainnya. Saya lihat untuk Aceh Utara kita bisa meng- list semua tanaman yang ada lalu kita bandingkan, dari segi ekonomi, kultur, ekonomi, lingkungan dan keanekaragaman hayati, setelah kita kita list nantinya maka tanaman sawit akan bergeser ke bawah karena jelas tidak mempunyai keuntungan baik dari segi ekonomi, lingkungan, kemudian apakah sawit tanaman asli kita, tanaman sawit itu dibawa oleh Belanda dari Afrika.

Rahmad: Apakah ada sebuah tool yang digunakan untuk menghitung semua indeks tersebut?

Pak Baidawi ( Akademisi Pertanian Unimal): Tool bisa kita gunakan seperti dalam menghitung indeks, misal sawit dibandingkan dengan tumbuhan lainnya dengan indeks 0-1 apabila kita melihat nantinya sawit akan berada diposisi mana, setelah itu nantinya kita buat grafik, baru kita bagikan dalam cluster sehingga tanaman mana yang memberi keaneka ragaman hayati yang paling banyak. Yang agak susah ketika kita turun ke lapangan apakah metode titik atau lainnya yang digunakan, yang mudah itu metode frame karena tinggal kita acak saja kemudian kita kumpulkan dan kita hitung, coba kita lihat semakin beragam tumbuhan dan hewan, semakin banyak keaneka ragaman maka akan semakin bagus sehingga hama yang ada bisa terkontrol dengan sendirinya. Sebenarnya konsep pertanian yang berkelanjutan yaitu keanekaragaman hayati yang selaras.

Kalau kita gambarkan sekarang sawit ekosistemnya cuma satu, spesiesnya juga satu, kalau lada tumbuhan di bawahnya tidak perlu dikendalikan dan tidak perlu dibasmi karena tidak akan merusak tanaman lainnya, kalau sawit harus dikendalikan dan membunuh tanaman lainnya.

Rahmad: Apakah gara-gara sawit tidak tumbuh tanaman lain?

Pak Baidawi ( Akademisi Pertanian Unimal): Memang pola sawit seperti itu, kalau tanaman lain tumbuh maka tidak akan bagus untuk hasil dari sawit, terlebih lagi karena dikelola oleh manusia untuk menghilangkan tanaman lain, sawit butuh sumber daya yang tinggi. Kita bandingkan agroforesti sawit dan agroforesti tanaman lain maka sawit tidak akan meningkatkan hasil ekonomi karena sawit tidak ada yang dapat dibanggakan dari hasil panen, terkahir harga sawit bekisar dalam harga 500-1.000 rupiah, apalagi untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD) jelas-jelas sawit tidak bisa diharapkan.

Rahmad: Katanya sawit rakus air?

Pak Baidawi ( Akademisi Pertanian Unimal): Kalau dikatakan butuh air, banyak yang begitu, bahkan mengatakan hampir 70 liter per hari untuk setiap batangnya, namun motode penelitian ini juga belum jelas bagaimana cara penelitiannya, lebih baik kita buat penelitian sendiri secara agroforesti, sekarang di dunia pendidikan juga mewajibkan adanya agroforesti ini untuk melihat

Page 2 of 7

Page 3: Format notulensi.docx

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKATBINA RAKYAT SEJAHTERA

(BYTRA)

tumbuhan apa saja yang menghasilkan keanekaragaman hayati.

Dengan pengunaan bahan kimia yang berlebihan jelas bermassalah berefek terhadap tanah dan hama menjadi kebal, ini bisa diambil sampel, mikro organisme seperti apa saja yang bisa hilang dengan perkebunan sawit, sawit bisa menekan organisme dari efek herbisida yang melebihi.

Rahmad: Semakin tinggi kenekaragaman hayati maka akan semakin tinggi nilainya, apakah selama ini ada dampak dari hilangnya kenekaragaman ini sehingga berdampak pada bencana, seperti banjir?

Bg. Dahlan: Kalau ditanya tentang hubungan daerah-daerah yang banyak tanaman sawit tentu banyak berpengaruh, terutama dalam intensitas banjir, saya sangat menarik dengan kejadian di Negara Malaysia yang saya baca di beberapa bacaan, mereka sudah menarik sawit agar keluar dari negara mereka, mereka belajar pada kejadian banjir 2007 dan menjadi pelajaran bagi mereka. Sebenarnya kalau kita lihat di temapat kita banjirnya bukan disitu, tapi karena sawitnya dihulu, maka banjirnya didaerah hilir, humus tanah semakin rendah sehingga resapan air akan semakinsedikit, seperti kata Pak Baidawi ( Akademisi Pertanian Unimal) katakan semakin tinggi keanekaragaman hayati akan semakin baik, kalau hutan kita masih bagus tentu intensitas banjir akan semakin kurang tidak seperti hari ini ketika keanekaragamanhayati semakin berkurang.Saya pergi kedataran tinggi digali seperti di Nisam disitu sumur digali empat meter sudah ada air, air ini sebenarnya disimpan dalam perut bumi, di Blang panyang itu masyarakat mengaliri air dari gunung/bukit dibelakang rumah mereka, walaupun tanahnya tandus tapi dengan banyaknya kenakan rgaman hayati tetap akan dapat mengaliri air. Berbeda dengan kondisi di Cot Girek dulu dan sekarang, dimana dulunya air itu tidak sulit tapi sekarang sudah sangat sulit, bahakan sumur saja sampai belaa meter digali baru mendapatkan sumber mata air.

Rahmad: Ditingkat masyarakat apakah sawit ataupun karet sesuai dengan kultur masyarakat kita ?

Bg. Saifuddin Idris: Secara umum kultur kita memang kultur raja, memang beda petani karet di tempat kita dengan di Sumatera Utara, mereka jam 3 pagi sudah mulai dan jam 8 selesai, kita baru mulai jam 8, secara ekonomi getah itu bagus di deres dalam keadaan dingin, kalau panas akan lebih cpt kering, kalau Adi ceh kayaknya belum ada yang deres subuh-subuh, sehingga secara kultur karet sebenarnya tidak juga bisa sebagai alternatif, masyarakat kita lebih memilih sawit karena panennya hanya 15 hari sekali, sedangkan pupuknya sudah diupahkan, panen juga diupah, Namun sawit ini cenderung jauh dari pemukiman dan alat tranportasi digunakan harus besar dalam pengangkutan.

Dari segi tranportasi ini jelas merusak infrastruktur seperti jalan, pabrik-pabrik yang menggunakan jalan desa dapat merusak fasilitas masyarakat, karena kapasitas kemampuan ketahanan aspal dipedesaan lebih rendah daripada yang di jalan raya.

Bg. Muhadi: Persoalan pertama kita hari ini yaitu pada persoalan gulma yang sudah berada pada ambang batas, ketika bicara sawit kemudian apakah memeberikan dampak negatif terhadap dampak ekonomi dan lainnya, apakah dampak negatif ini sudah pada ambang batas atau tidak, persoalan kedua yang harus kita pahami sawit ini semakin luas dan semakin banyak akibat dari kebijakan pemerintah.

Aceh menjadi daerah yang MP3I sehingga pembangunannya sangat ditentukan oleh kebijakan, dampak sawit hari ini positif atau tidak terhadap ekonomi masyarakat, terlepas dari kampanye dan fenomena yang terjadi di Internasional, bahwa Indonesia dan malaysia menjadi eksportir paling banyak, kita ingin melakukan review pengembangan sawit ini, agar keberlanjutan lingkungan dan

Page 3 of 7

Page 4: Format notulensi.docx

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKATBINA RAKYAT SEJAHTERA

(BYTRA)

ketersediaan lahan tetap terjaga, kita ingin melihat dampak sawit ini dengan tidak menggunakan kampanye secara black campaign, menguntungkan atau tidak secara ekonomi bagi daerah, kalau kita kalkulasikan secara fair dapat menguntungkan maka tidak menjadi masalah apabila dilanjutkan tapi sebaliknya apabila tidak menguntungkan sudah bisa untuk kembali dilihat dari sisi kebijakan dan aturan kedepannya.

Di Aceh Utara lahan produktif kita sudah hampir 45 persen ditanami sawit, namun hasil PAD hanya 75 juta, sedangkan dampak yang ditimbulkan lebih besar dari hasil tersebut seperti banjir, persoalan ini harus dilihat dari persoalan ril dilapangan dengan tidak menjadikannya jelek, tapi kita ingin melihat kondisi di maystrkat tingkat dari tingkat kesejahteraan, dengan hasil ini kita harus memberikan support kepada pengambil kebijakan. Selain itu pengembangan lahan sawit menyebabkan erosi yang tinggi, berapa ribu lumpur yang terbawa dan mengakibatkan pendangkalan sungai, daerah aliran dan resapan ini cendreng cepat dangkal sehingga apabila turun hujan banjir tidak dapat dihindarkan.

Pak Baidawi ( Akademisi Pertanian Unimal): Ketika kajian ini kita buat, diakui atau tidak kehadiran sawit ini negatif, kebijakan pemerintah yang menebang hutan dan menanam sawit jelas sangat tidak menguntungkan, bisnis yang tinggi dalam dunia swasta juga menyebabkan terjadinya masalah. Masalah hukum menjadi unsur utama yang tidak sesuai dengan lingkungan seperti dalam penggunaan lahan, banyak lahan digunakan malah memasuki wilayah hutan lindung, status hukum lahan itu sangat penting, apakah masuk hutan lindung atau APL, ini menjadi pertimbangan untuk kajian kedepannya. Mengenai masalah di Cot Girek pada tahun 2010 saya pernah melakukan kajian, tanaman sawit dapat menurunkan neraca air 30-40 persen, ini akan berhubungan dengan pendangkalan air, akibat perkebunan ini tentu bisa dihitung neraca air pertahunnya.

Bg. Saifuddin Irhas: Perkembangan diskusi pada hari ini sudah meletakkan sebuah sendi starting point kita, dengan sumber daya yang dimiliki saat ini, dan dengan segala yang dimiliki saat ini harus didukung dan dikemas dengan kebijakan yang menjurus kepada pembangunan yang berkelanjutan, kebijakan pemerintah harus memberikan kesejahteraan bagi masyarakat banyak, kebijakan pemerintah yang selama ini dengan menggunakan sistem kapling lahan sangat mengganggu keberlanjutan pembangunan, di sektor perkebunan kalau seperti ini akan membuat kita risau, kita harus mengambil peran untuk merubah cara berpikir pemerintah, harus ada kebijakan yang berubah kearah yang lebi baik.

Sebelumnya kita sudah berhasil mempengaruhi kebijakan dengan tawaran solusi yang dianggarkan melalui perkebunan alternatif lain seperti tanaman lada yang di anggarkan dalam APBK Aceh Utara, kemudian hari ini pada SETAPAK II kita akan mencoba melihat kembali arah pembangunan perkebunan kita melalui izin-izin HGU yang telah diberikan, secara perkebunan tanaman sawit yang sudah sangat menguasai lahan kita menjadikan kecemasan tersendiri, karena tanaman ini merupakan tanaman yang bisa merusak keanekaragaman hayati lainnya, lalu apa yang harus dilakukan agar bisa dijadikan sebuah solusi.

Sebenarnya apabila kita cermati setengah lahan kita di Aceh Utara sudah dikuasai oleh sawit, dengan demikian sawit sudah cukup luas memakan wilayah, maka sudah cukup sampai disitu, atau dengan kata lain cobalah kita melihat tanaman lainnya, namun ini tidak akan mudah dalam merubah pola pikir dan kebijakan pemerintah, langkah yang diperlukan bagaimana mencerdaskan pengambil kebijakan dengan sebuah konsep yang memang bisa dijadikan bahan pertimbangan, seperti adanya kertas kebijakan (Policy Brief), sehingga pemerintah selaku pengambil kebijakan dapat meningkatkan kesejahteraan dan pembangunan yang berkelanjutan untuk generasi selanjutnya.

Page 4 of 7

Page 5: Format notulensi.docx

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKATBINA RAKYAT SEJAHTERA

(BYTRA)

Rahmad: Melihat kondisi sawit yang semakin meluas dan masif dilakukan oleh perusahaan-perusahaan apakah ini mengganggu dan menjadi persoalan di masyarakat?

Pak Mukim (T. Thaib Idris): Memang masalah sawit menjadi persoalan sendiri bagi Pemerintah Aceh Utara, setahun terakhir ini tidak ada penembahan, tapi lahan yang tersedia juga sudah tidak ada lagi artinya lahan sudah penuh digunakan untuk sawit, sekarang yang perlu diantisipasi adalah masuknya sawit ke perkampungan dan persawahan petani, cara menghambat sawit bisa dilakukan dengan banyak cara yang pertama yaitu dengan kampanye mengenai neraca air yang dibutuhkan sawit, kemudian lahan yang digunakan yang menjadi persoalan karena disana sudah tidak tersedia lagi lahan untuk tanaman lainnya, kalau kita ingin hambat pertumbuhan sawit harus dimulai dari perusahaan, karena di tataran masyarakat lahan yang digunakan tidak besar dan tidak masif.

Dari pandangan kami ditingkat Mukim penanaman sawit ini harus dilakukan moratorium dan harus ada terobosan sehingga tanaman sawit ini tidak terus berkembang, dan apabila izin HGU perusahaan habis lahannya agar disarankan untuk dikembalikan kepada tanah ulayat, karena dengan tanah ini akan berguna kepada masyarakat dengan sistem pengelolaan bukan menjadi hak milik.

Rahmad: apakah ada peluang dari segi hukum untuk mengambil alih lahan perkebunan/ izin HGU?

Pak Muklis (Akademisi Hukum Unimal) (Akademisi Hukum Unimal): Peluang hukum dalam mengembalikan lahan kepada masyarakat itu ada, namun persoalan sejauh mana perhatian kita, kewenangan itu ada di pemerintah kita, terutama Pemerintah Aceh, tinggal saja apakah mereka berpihak kepada masyarakat, kita perlu melihat beberapa izin HGU dan HTI, pemerintah tidak boleh memberi izin kembali apabila ada pelanggaran, karena HGU ini dikuasai oleh perusahaan besar. Kebijakan pemerintah sangat penting dalam proses ini karena mereka yang memeliki kewenangan, sedangkan kita hanya mendorong dengan melengkapi bukti-bukti dan masukan yang cukup sebagai bahan pembanding.

Di daerah Nagan Raya cukup menarik kebijaka yang diambil oleh pemerintahnya, yaitu dengan tidak mengizinkan masuknya pupuk urea, berbeda dengan aceh utara yang memasok banyak sekali pupuk, di Beutong itu hasil alamnya berlimpah, Aceh Utara apakah memungkinkan tinggal kepada kita dalam melihat sejauh mana komitmen pemerintah dalam melakukan dan menggenjot tanaman alternatif lainnya seperti lada.

Rahmad: terkait dengan MP3I, seandainya kita tidak mengikuti regulasi nasional apakah bisa?

Pak Muklis (Akademisi Hukum Unimal): Kalau pemerintah daerah berani membuktikan kewenangan yang mereka jalankan mampu mensejahterkan rakyatnya itu tidak akan masalah, karena disini masalahnya yaitu pemda kita sangat bergantung kepada anggaran pemerintah pusat, sehingga mereka biasanya akan mengikuti alur seperti yang sudah ditentukan.

Bg. Muhadi: Aceh Utara itu pembelian bibit tanaman dan tumbuhan itu dianggarkan melalui APBD.

Bg. Saifuddin Idris: Berbicara sawit itu harus dilihat dan dikaji dari dua permasalahan pertama yang ditanam oleh masyarakat dan perusahaan, advokasi ini tidak bisa dilakukan satu arah, ada jalur-jalur yang ditempuh secara hukum, dan secara letigasi , kalau pak mukim yang bicara tidak masalah berbicara sawit itu rakus air, kita juga harus bisa paparkan pemilik HGU dan HTI di Aceh Utara, siapa saja pemegang izin dan pengelolanya. Hal tersebut diperlukan karena melihat

Page 5 of 7

Page 6: Format notulensi.docx

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKATBINA RAKYAT SEJAHTERA

(BYTRA)

permasalahan masyarakat Aceh Utara yang mencapai 21 persen itu hidup dalam miskin. Baiknya memang ada HGU yang bisa di ambil kembali, karena lahan yang ada memang sudah tidak ada lagi dan pemerintah harus berpihak kepada kita walaupun secara hukum kita nantinya kalah, artinya bagaimanapun cara kita bisa meyakinkan pemerintah, bagaimana caranya, prosesnya harus bisa kita pikirkan.

Pak Mukim: Persoalan di Aceh Utara saat ini yaitu fungsi pemerintahan adat sudah tidak ada yang bisa dilakukan, semuanya bergeser sepenuhnya kepada pemerintah, hari ini coba kita mencari dukungan bagaimana caranya aparatur negara seperti TNI/Polri berpihak ke masyarakat bukan kepada pemerintah.

Bg. Muhadi: Berbicara mengenai konteks sawit sampai saat ini kita belum finalkan dalam perspektif apa, kalau bukan dari tanaman kita akan gunkan dalam perspektif penggunaan lahan, karena sudah sekitar 50 persen lahan yang tersedia sudah digunakan untuk sawit, artinya sudah sangat sedikit tersedia lahan untuk tanaman lainnya, sudah saatnya dilakukan review kembali terkait izin dan kebijakan selama ini, bagaimana kalau kedepannya kita mempunyai konsep pertanian lainnya tapi lahan sudah tidk tersedia, sawit yang sudah ada tidak mungkin kita tebang, mungkin bisa kita tawarkan jeda sementara, kita review ulang, jadi dengan review ini dapat dihentikan sementara. Kita tidak ingin menyalahkan HGU yang sudah diberikan izin, tapi kita mencoba melakukan dan mendorong pemerintah untuk melakukan pemberhentian sementara penanaman sawit kedepannya, artinya kita harus bisa memberikan masukan yang real kepada pemerintah seperti kajian Policy Brief, harus ada yang bisa dikaji ulang oleh pemerintah agar mereka dalam mengambil kebijakan tidak salah dan lebih memperhatikan kesejahteraan kepada masyarakat yang lebih baik.

Pak Baidawi (Akademisi Pertanian Unimal): Kalau untuk sawit memang sudah selayaknya untuk dihentikan, kedepannya pemerintah harus ada kebijakan alternatif lainnya seperti adanya pendanaan yang berubah dalam kebijakan, contohnya tidak ada lagi perubahan fungsi hutan untuk tanaman sawit, seperti yang dilakukan Jamin Ginting saat ini sedang melakukan survey di wilayah Kecamatan Sawang untuk membuat lahan karet sebanyak 1.000 Ha.

Pemerintah kedepannya tidak boleh memberikan izin sawit baru, dan anggaran untuk bibit sawit. Harus adanya seminar atau pertemuan dengan pemerintah untuk melihat dampak yang ditimbulkan dari perkebunan sawit, beberapa neraca pertembuhan ekonomi di beberapa daerah dan bagaimana kondisi ekologinya. Kita coba memperlihatkan kasus-kasus yang bisa mendukung asumsi kita walaopun ada bantahan, bantahan tersebugt kita kaji kembali untuk bisa kita berikan masukan selanjutnya, coba kita mengarahkan dulu kebijakan pemerintah. BYTRA bisa membuat kajian sederhana bagaimana kondisi ekonomi dari dampak sawit dan bagaimana dengan tanaman lainnya yang lebih ekonomis. Terkait dengan sawit yang petani terima tidak sesuai dengan hasil panen mereka, lihat saja harga sawit 500-1.000 rupiah tapi harga minyak kelapa sawit sampai 10.000 rupiah.

Kalau dari kita coba dulu mengajukan skema moratorium untuk sawit, berikan masukan baru nanti kita lihat pandangan pemerintah, tidak hanya pemda Acut tapi juga Aceh, bagaimana tanggapan dan langkah mereka, kita lihat arah kebijakan selanjutnya.

Pak Muklis (Akademisi Hukum Unimal): Kita harus bisa memperlihatkan kisah sukses pertanian lada kepada pemerintah bagaimana konsep yang dilakukan, berapa hasil yang diperoleh dari panen lada dan apa-apa saja keuntungan lainnya.

Pak Mukim (T. Thaib idris) : Adanya Pertemuan dengan pemerintah baik itu dari Dinas

Page 6 of 7

Page 7: Format notulensi.docx

LEMBAGA SWADAYA MASYARAKATBINA RAKYAT SEJAHTERA

(BYTRA)

Perkebunan ataupun dari Asisten Bupati untuk membicarakan masalah ini, apabila perlu kita duduk dengan Wali Nanggroe Malik Mahmud ataupun Gubernur Aceh.

Rahmad: Supaya isu kita mengarah dan tidak bertele-tele maka kita kedepan harus sejalan terus seperti kata Pak Baidawi (Akademisi Pertanian Unimal) yang menyatakan sawit itu dapat mengurangi keanekaragaman hayati, dan menurut Bg. Muhadi ketersediaan lahan yang semakin sedikit, Pak Mukim dengan memberikan testimoni petani sawit, dan Pak Muklis (Akademisi Hukum Unimal) dengan kebijakan Bupati yang disusun dalam anggaran belanja daerah.

Pak Muklis (Akademisi Hukum Unimal): Ruang yang paling mungkin dikeluarkan agar kuat dari segi hukum yaitu surat edaran Bupati untuk setiap SKPDnya. Kalau SK tidak kuat dari segi hukum dan tidak ada alasan yang kuat untuk dikeluarkannya SK tersebut.

Rahmad: Demikianlah pertemuan diskusi kita pada hari ini, terimakasih atas segala partisipasinya.

Kesimpulan

Kesimpulan 1. Harus Adanya Keberpihakan Pemerintah Daerah Dalam Mendukung Gagasan Perkebunan Berkelanjutan.

2. Adanya Tanaman Lainnya Selain Kelapa Sawit.3. FGD Bersama Bupati dan DPRD Terkait Kebijakan Pro Hutan dan

Lahan.4.

Page 7 of 7