fraktur femoralis
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Indonesia sehat tahun 2010 merupakan gambaran keadaan masyarakat
Indonesia di masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan.
Peran fisioterapi sebagai tenaga Kesehatan Profesional dituntut berperan aktif
dalam pembangunan Kesehatan untuk menuju Indonesia 2010 dengan
memberikan pelayanan yang berhubungan dengan masalah gerak dan fungsi
yang dialami oleh penderita, sehingga diharapkan setiap orang memperoleh
kemampuan hidup mandiri dan berproduktivitas.
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada
individu atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan
menggunakan penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan
(fisik, elektroterapeutik dan mekanis), pelatihan fungsi, komunikasi.2
Pertumbuhan penduduk dan peningkatan jumlah sarana angkutan tidak
sebanding dengan perluasan dan perbaikan serta kepatuhan pengguna jalan.
Akibatnya angka kecelakaan lalu lintas semakin meningkat baik kualitas dan
kuantitas seperti luka, dislokasi, fraktur, bahkan kematian, maka trauma
hampir mendekati bentuk epidemik. Pada waktu yang sama lebih banyak
penduduk mencapai usia lanjut karena perbaikan keadaan medik dan sosial.3
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang karena
disebabkan oleh trauma, misalkan penekanan berulang-ulang atau sebagian
karena patolog tulang itu sendiri (Apley, 2008). Patahan tadi mungkin tak
lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan korteks, biasanya
patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser. Kalau kulit di atasnya
masih utuh, keadaan ini disebut Fraktur Tertutup (atau sederhana). Kalau
kulit atau salah satu dari rongga tubuh tertembus, keadaan ini disebut fraktur
terbuka (compound), yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan
infeksi 1. Fraktur dapat menimbulkan bermacam-macam gangguan fungsi
aktifitas, perubahan bentuk (deformitas), dan dapat memperburuk keadaan.
1
Disini fisioterapi mempunyai peran penting sebagai profesi yang
bertanggung jawab dalam proses penyembuhan kapasitas fisik dan
kemampuan fungsional yang terjadi pada kasus post operasi fraktur femur
sepertiga tengah dextra dengan pemasangan plat and screw. Untuk
menangani pasien dengan kondisi tersebut banyak modalitas fisioterapi yang
di gunakan, salah satunya adalah terapi latihan. Terapi latihan yang
digunakan oleh penulis adalah : (1) Breathing Exercise tujuannya yaitu untuk
mencegah komplikasi pernafasan, (2) Latihan gerak pasif tujuannya yaitu
untuk meningkatkan lingkup gerak sendi, (3) Latihan gerak aktif tujuannya
yaitu untuk mengurangi nyeri dan meningkatkan kekuatan otot, (4) Statik
kontraksi untuk mengurangi odem 2,3.
I.2 Rumusan Masalah
Referat ini membahas tentang definisi fraktur femur, epidemiologi,
klasifikasi, diagnosis, dan penatalaksanaan fraktur femur. 1,2
I.3 Tujuan Penulisan
1. Memahami definisi fraktur femur, epidemiologi, klasifikasi, diagnosis, dan
penatalaksanaan fraktur femur.
2. Meningkatkan kemampuan dalam penulisan ilmiah di bidang kedokteran.
3. Memenuhi salah satu persayaratan kelulusan Kepaniteraan Klinik di
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati di
RSUD Embung Fatimah.
I.4 Manfaat penulisan
Studi kasus ini akan bermanfaat bagi :
1. Penulis
Hasil studi kasus ini dapat menambah pengetahuan penulis mengenai
Fraktur Femur serta cara penanganannya.
2. Masyarakat
Hasil studi kasus ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
bermanfaat bagi masyarakat tentang Fraktur Femur sehingga masyarakat
2
dapat mengetahui cara penaganan dan peran Fisioterapi terhadap kondisi
tersebut.
3. Pengetahuan
Studi kasus ini diharapkan memberikan sumbangan dalam perkembangan
ilmu pengetahuan khususnya fisioterapi.
I.5 Metode Penulisan
Referat ini menggunakan metode tinjauan kepustakaan dengan mengacu
kepada beberapa literature dan internet.
BAB II
FRAKTUR FEMUR
2.1 Definisi Fraktur Femur
3
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan
tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau perimpilan
korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen tulang bergeser.
Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur dengan udara luar
atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh ini disebut fraktur
tertutup (atau sederhana), sedangkan bila terdapat luka yang
menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau permukaan kulit
yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan infeksi ini disebut fraktur
terbuka. 1
Fraktur yang terjadi pada tulang femur.Mekanisme trauma yang
berkaitan dengan terjadinya fraktur pada femur antara lain: 2,3
(I) Pada jenis Femoral Neck fraktur karena kecelakaan lalu lintas,jatuh
pada tempat yang tidak tinggi, terpeleset di kamar mandi di mana
panggul dalam keadaan fleksi dan rotasi. Sering terjadi pada usia 60
tahun ke atas, biasanya tulang bersifat osteoporotik, pada pasien awal
menopause, alkoholism, merokok, berat badan rendah, terapi steroid,
phenytoin, dan jarang berolahraga, merupakan trauma high energy;
(2) Femoral Trochanteric fraktur karena trauma langsung atau trauma yang
bersifat memuntir;
(3) Femoral Shaft fraktur terjadi apabila pasien jatuh dalam posisi kaki
melekat pada dasar disertai putaran yang diteruskan ke femur. Fraktur
bisa bersifat transversal atau oblik karena trauma langsung atau
angulasi. Fraktur patologis biasanya terjadi akibat metastasis tumor
ganas. Bisa disertai perdarahan masif sehingga berakibat syok
2.2. Epidemiologi 1,3
Klasifikasi alfanumerik pada fraktur, yang dapat digunakan dalam
pengolahan komputer, telah dikembangkan oleh (Muller dkk., 1990). Angka
pertama menunjukkan tulang yaitu :
1. Humerus
2. Radius/Ulna
4
3. Femur
4. Tibia/Fibula
Sedangkan angka kedua menunjukkan segmen, yaitu :
1. Proksimal
2. Diafiseal
3. Distal
4. Maleolar
Untuk fraktur femur yang terbagi dalam beberapa klasifikasi misalnya
saja pada fraktur collum, fraktur subtrochanter femur ini banyak terjadi pada
wanita tua dengan usia lebih dari 60 tahun dimana tulang sudah mengalami
osteoporotik, trauma yang dialami oleh wanita tua ini biasanya ringan (jatuh
terpeleset di kamar mandi) sedangkan pada penderita muda ditemukan
riwayat mengalami kecelakaan. Sedangkan fraktur batang femur, fraktur
supracondyler, fraktur intercondyler, fraktur condyler femur banyak terjadi
pada penderita laki–laki dewasa karena kecelakaan ataupun jatuh dari
ketinggian. Sedangkan fraktur batang femur pada anak terjadi karena jatuh
waktu bermain dirumah atau disekolah.
2.3. Etiologi 2
Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai
kekuatan dan daya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi
akibat :
1. Peristiwa trauma tunggal 4,6
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba – tiba dan
berlebihan, yang dapat berupa benturan, pemukulan, penghancuran,
penekukan atau terjatuh dengan posisi miring, pemuntiran, atau penarikan.
Bila terkena kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang
terkena; jaringan lunak juga pasti rusak. Pemukulan (pukulan sementara)
biasanya menyebabkan fraktur melintang dan kerusakan pada kulit
5
diatasnya; penghancuran kemungkinan akan menyebabkan fraktur komunitif
disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.
Bila terkena kekuatan tak langsung tulang dapat mengalami fraktur
pada tempat yang jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu; kerusakan
jaringan lunak di tempat fraktur mungkin tidak ada.
Kekuatan dapat berupa :
1. Pemuntiran (rotasi), yang menyebabkan fraktur spiral
2. Penekukan (trauma angulasi atau langsung) yang menyebabkan
fraktur melintang
3. Penekukan dan Penekanan, yang mengakibatkan fraktur
sebagian melintang tetapi disertai fragmen kupu – kupu
berbentuk segitiga yang terpisah
4. Kombinasi dari pemuntiran, penekukan dan penekanan yang
menyebabkan fraktur obliq pendek
5. Penatikan dimana tendon atau ligamen benar – benar menarik
tulang sampai terpisah
2. Tekanan yang berulang – ulang
Retak dapat terjadi pada tulang, seperti halnya pada logam dan benda
lain, akibat tekanan berulang – ulang.
2. Kelemahan abnormal pada tulang (fraktur patologik)
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah
(misalnya oleh tumor) atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada
penyakit paget )
2.4. Klasifikasi 1,4,5
Klasifikasi fraktur femur dapat dibagi dalam :
a. FRAKTUR COLLUM FEMUR:
6
Fraktur collum femur dapat disebabkan oleh trauma langsung yaitu
isalnya enderita jatuh dengan posisi miring dimana daerah trochanter
mayor langsung terbentur engan benda keras (jalanan) ataupun
disebabkan oleh trauma tidak langsung yaitu karena gerakan exorotasi
yang mendadak dari tungkai bawah, dibagi dalam :
1. Fraktur intrakapsuler (Fraktur collum femur)
2. Fraktur extrakapsuler (Fraktur intertrochanter femur)
b. FRAKTUR SUBTROCHANTER FEMUR
Ialah fraktur dimana garis patahnya berada 5 cm distal dari
trochanter minor, dibagi dalam beberapa klasifikasi tetapi yang lebih
sederhana dan mudah dipahami adalah klasifikasi Fielding & Magliato,
yaitu :
1) tipe 1 : garis fraktur satu level dengan trochanter minor
2) tipe 2 : garis patah berada 1 -2 inch di bawah dari batas atas
trochanter minor
3) tipe 3 : garis patah berada 2 -3 inch di distal dari batas atas
trochanterminor
c. FRAKTUR BATANG FEMUR (dewasa)
Fraktur batang femur biasanya terjadi karena trauma langsung
akibat kecelakaan lalu lintas dikota kota besar atau jatuh dari
ketinggian, patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang
cukup banyak, mengakibatkan penderita jatuh dalam shock, salah satu
klasifikasi fraktur batang femur dibagi berdasarkan adanya luka yang
berhubungan dengan daerah yang patah. Dibagi menjadi :
A. tertutup
B. terbuka, ketentuan fraktur femur terbuka bila terdapat hubungan
antara tulang patah dengan dunia luar dibagi dalam tiga derajat,
yaitu;
1) Derajat I : Bila terdapat hubungan dengan dunia luar timbul
luka kecil, biasanya
2) diakibatkan tusukan fragmen tulang dari dalam menembus
keluar.
7
3) Derajat II : Lukanya lebih besar (>1cm) luka ini disebabkan
karena benturan dari luar.
4) Derajat III : Lukanya lebih luas dari derajat II, lebih kotor,
jaringan lunak banyak yang ikut rusak (otot, saraf, pembuluh
darah)
d. FRAKTUR BATANG FEMUR (anak – anak)
e. FRAKTUR SUPRACONDYLER FEMUR
Fraktur supracondyler fragment bagian distal selalu terjadi dislokasi ke
posterior, hal ini biasanya disebabkan karena adanya tarikan dari otot –
otot gastrocnemius, biasanya fraktur supracondyler ini disebabkan oleh
trauma langsung karena kecepatan tinggi sehingga terjadi gaya axial
dan stress valgus atau varus dan disertai gaya rotasi.
f. FRAKTUR INTERCONDYLAIR
Biasanya fraktur intercondular diikuti oleh fraktur supracondular,
sehingga umumnya terjadi bentuk T fraktur atau Y fraktur.
g. FRAKTUR CONDYLER FEMUR
Mekanisme traumanya biasa kombinasi dari gaya hiperabduksi dan
adduksi disertai dengan tekanan pada sumbu femur keatas.
2.5. Gambaran Klinik 2,3,4
Riwayat
Biasanya terdapat riwayat cedera, diikuti dengan ketidakmampuan
menggunakan tungkai yang mengalami cedera, fraktur tidak selalu dari
tempat yang cedera suatu pukulan dapat menyebebkan fraktur pada
kondilus femur, batang femur, pattela, ataupun acetabulum. Umur pasien
dan mekanisme cedera itu penting, kalau fraktur terjadi akibat cedera yang
ringan curigailah lesi patologik nyeri, memar dan pembengkakan adalah
8
gejala yang sering ditemukan, tetapi gejala itu tidak membedakan fraktur
dari cedera jaringan lunak, deformitas jauh lebih mendukung.
Tanda – tanda umum :
Tulang yang patah merupakan bagian dari pasien penting untuk
mencari bukti ada tidaknya
1. Syok atau perdarahan
2. Kerusakan yang berhubungan dengan otak, medula spinalis atau
visera
3. Penyebab predisposisi (misalnya penyakit paget)
Tanda – tanda lokal
a. Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang
abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas,
tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit
robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera
terbuka
b. Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa
bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk
menguji sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat
yang memerlukan pembedahan
c. Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan,
tetapi lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat
menggerakan sendi – sendi dibagian distal cedera.
2.6 Diagnosis 1,6
1. Anamnesis : pada penderita didapatkan riwayat trauma ataupun cedera
dengan keluhan bagian dari tungkai tidak dapat digerakkan
2. Pemeriksaan fisik :
a. Look : Pembengkakan, memar dan deformitas (penonjolan yang
abnormal, angulasi, rotasi, pemendekan) mungkin terlihat jelas,
tetapi hal yang penting adalah apakah kulit itu utuh; kalau kulit
robek dan luka memiliki hubungan dengan fraktur, cedera terbuka
9
b. Feel : Terdapat nyeri tekan setempat, tetapi perlu juga memeriksa
bagian distal dari fraktur untuk merasakan nadi dan untuk menguji
sensasi. Cedera pembuluh darah adalah keadaan darurat yang
memerlukan pembedahan
c. Movement :Krepitus dan gerakan abnormal dapat ditemukan, tetapi
lebih penting untuk menanyakan apakah pasien dapat menggerakan
sendi – sendi dibagian distal cedera.
3. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan dengan sinar x harus dilakukan dengan 2 proyeksi yaitu
anterior posterior dan lateral, kekuatan yang hebat sering menyebabkan
cedera pada lebih dari satu tingkat karena itu bila ada fraktur pada
kalkaneus atau femur perlu juga diambil foto sinar – x pada pelvis dan
tulang belakang.
2.7 Penatalaksanaan 2,6
1. Terapi konservatif :
Proteksi
Immobilisasi saja tanpa reposisi
Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips
Traksi
2. Terapi operatif
ORIF
2.8. Ruang lingkup 4,6
Fraktur tulang femur terdiri atas: Femoral Head fracture,
FemoralNeck fracture, Intertrochanteric fracture, Subtrochanteric
fracture,Femoral Shaft fracture, Supracondylar/Intercondylar Femoral
fracture (Distal Femoral fracture.
Femoral Head fraktur
Berdasarkan klasifikasi Pipkin:
(1) Tipe 1: fraktur dibawah fovea
(2) Tipe 2: fraktur diatas fovea
(3) Tipe 3: tipe 1 atau tipe 2 ditambah fraktur femoral neck
10
(4) Tipe 4: tipe 1 atau tipe 2 ditambah fraktur acetabulum
Femoral Neck fraktur
Berdasarkan klasifikasi Pauwel:
(1) Tipe 1: sudut inklinasi garis fraktur <30°
(2) Tipe 2: sudut inklinasi garis fraktur 30-50°
(3) Tipe 3: sudut inklinasi garis fraktur > 70°
Berdasarkan klasifikasi Garden:
(1) Garden 1: Fraktur inkomplet atau tipe abduksi/valgus atau impaksi
(2) Garden 2: fraktur lengkap, tidak ada pergeseran
(3) Garden 3: fraktur lengkap, disertai pergeseran tapi masih ada
perlekatan atau inkomplet disertai pergeseran tipe varus
(4) Garden 4: Fraktur lengkap disertai pergeseran penuh
Trochanteric fraktur
Diklasifikasikan menjadi 4 tipe
(1) Tipe 1: fraktur melewati trokanter mayor dan minor tanpa pergeseran
(2) Tipe 2: fraktur melewati trokanter mayor disertai pergeseran
trokanter minor
(3) Tipe 3: fraktur disertai fraktur komunitif
(4) Tipe 4: fraktur disertai fraktur spiral
Femoral Shaft fraktur
Klasifikasi OTA:
(1) Tipe A: Simple fraktur, antara lain fraktur spiral, oblik, transversal
(2) Tipe B: wedge/butterfly comminution fraktur
(3) Tipe C: Segmental communition
Klasifikasi Winquist-Hansen:
(1) Type 0: no communition
(2) Tipe 1: 25% butterfly
(3) Tipe 2: 25-50% butterfly
(4) Tipe 3: >50% communition
(5) Tipe segmental
11
(6) Tipe 5 : segmental dengan bone loss
Supracondylar/Intercondylar Femoral fraktur (Distal Femoral fraktur)
Klasifikasi Neer, Grantham, Shelton :
(1) Tipe 1: fraktur suprakondiler dan kondiler bentuk 1
(2) Tipe II A : fraktur suprakondiler dan kondiler dengan sebagian
metafise (bentuk Y)
Tipe II B : bagian metafise lebih kecil
(3) Fraktur suprakondiler komunitif dengan fraktur kondiler tidak total
Untuk penegakkan diagnosis diperlukan diperlukan pemeriksaan fisik. Pada
fraktur tipe femoral neck dan trochanteric, ditemukan pemendekkan dan
rotasi eksternal. Selain itu ditemukan nyeri dan bengkak. Juga dinilai
gangguan sensoris daerah jari I dan II, juga pulsasi arteri distal. Untuk
pemeriksaan penunjang berupa foto roentgen posisi anteroposterior dan
lateral. Sedangkan pemeriksaan laboratorium antara lain hemoglobin,
leukosit, trombosit, CT, BT.
2.9. Indikasi operasi 1,5
Pada fraktur femur anak, dilakukan terapi berdasarkan tingkatan usia.
Pada anak usia baru lahir hingga 2 tahun dilakukan pemasangan bryant
traksi. Sedangkan usia 2-5 tahun dilakukan pemasangan thomas splint. Anak
diperbolehkan pulang dengan hemispica.
Pada anak usia 5-10 tahun ditatalaksana dengan skin traksi dan pulang
dengan hemispica gips. Sedangkan usia 10 tahun ke atas ditatalaksana
dengan pemasangan intamedullary nails atau plate dan screw.
Untuk fraktur femur dewasa, tipe Femoral Head, prinsipnya adalah
reduksi dulu dislokasi panggul. Pipkin I, II post reduksi diterapi dengan
touch down weight-bearing 4-6 minggu. Pipkin I, II dengan peranjakan
>1mm diterapi dengan ORIF. Pipkin III pada dewasa muda dengan ORIF,
sedangkan pada dewasa tua dengan endoprothesis. Pipkin IV diterapi
dengan cara yang sama pada fraktur acetabulum.
12
Tipe Femoral Neck, indikasi konservatif sangat terbatas. Konservatif
berupa pemasangan skin traksi selama 12-16 minggu. Sedangkan operatif
dilakukan pemasangan pin, plate dan screw atau arthroplasti (pada pasien
usia >55 tahun), berupa eksisi arthroplasti, hemiarthroplasti dan arthtroplasti
total.
Fraktur Trochanteric yang tidak bergeser dilakukan terapi konservatif
dan yang bergeser dilakukan ORIF. Penanganan konservatif dilakukan pada
supracondylar dan intercondylar, femur atau proksimal tibia. Beban traksi 9
kg dan posisi lutut turns selama 12 minggu. Sedangkan untuk intercondylar,
untuk terapi konservatif, beban traksi 6 kg, selama 12-14 minggu.
Fraktur Shaft femur bisa dilakukan ORIF dan terapi konservatif.
Terapi konsevatif hanya bersifat untuk mengurangi spasme, reposisi dan
immobilisasi. Indikasi pada anak dan remaja, level fraktur terlalu distal atau
proksimal dan fraktur sangat kominutif. Pada anak, Cast bracing dilakukan
bila terjadi clinical union.
2.10. Kontraindikasi Operasi 3,5
Pada pasien dengan fraktur terbuka, diperlukan debridement hingga
cukup bersih untuk dilakukan pemasangan ORIF. Kontraindikasi untuk
traksi, adanya thromboplebitis dan pneumonia. Atau pada pasien yang
kondisi kesehatan tidak memungkinkan untuk operasi.
Teknik Terapi Konservatif Operasi
Pemasangan skeletal traksi
a) Pasien berbaring posisi supine, Mikulicz line, dengan fleksi pada
articulatio genu.
b) Prosedur aseptik/antiseptik
c) Approach, pada distal femur 1 inchi inferior tubercle adduktor.
d) Pada proximal tibia 1 inchi inferior dan 5 inchi inferior tubercle tibia.
e) Anestesi lokal dengan lidokain 1%. Anestesi disuntikkan hingga ke
periosteum.
13
f) Insisi dengan pisau no.11. Approach bagian medial untuk distal femur
dan lateral untuk proksimal tibia
g) Wire diinsersikan dengan menggunakan hand drill, untuk menghindari
nekrosis tulang sekitar insersi pin (bila menggunakan alat otomatis).
Jenis wire yang bisa digunakan disini adalah Kirschner wire no.5
h) Pemasangan K-Nail (Kuntscher-Nail) secara terbuka pada fraktur femur
1/3 tengah
Adapun teknik pemasangan K-nail adalah sebagai berikut:
1. Pasien tidur miring ke sisi sehat dengan fleksi sendi panggul dan lutut
2. Approach posterolateral dari trochanter mayor ke condylus lateral
sepanjang 15cm di atas daerah fraktur
3. Fascia lata dibelah dan m. vastus lateralis dibebaskan secara tajam dan
septum intermuskularis disisihkan ke anterior
4. Ligasi a/v perforantes
5. Bebaskan periosteum untuk mencapai kedua fragmen fraktur.
6. Bebaskan kedua fragmen fraktur dari darah dan otot
7. Ukur panjang K-nail. Pasang guide ke arah fragmen proksimal dan
Ietakkan di tengah, dengan posisi fleksi dan adduksi sendi panggul.
Bagian kulit yang tertembus dibuat sayatan.
8. K-nail dipasang dengan guide menghadap posteromedial
9. Ujung proksimal K-nail dibenamkan 1-2 cm di atas tulang, jika terdapat
rotational instability, beri anti rotation bar, atau pakai cerelage wiring
atau ganti K-nail
10. Pemasangan K-nail sebaiknya setelah 7-14 hari pasca trauma.
11. Cara lain pemasangan K-nail dengan bantuan fluoroscopy.
Plating pada fraktur fémur 1/3 tengah
a) Pasien tidur miring ke sisi sehat dengan fleksi sendi panggul dan lutut
b) Approach posterolateral dari trochanter mayor ke condylus lateral
sepanjang 15cm di atas daerah fraktur
14
c) Fascia lata dibelah dan m. vastus lateralis dibebaskan secara tajam dan
septum intermuskularis disisihkan ke anterior
d) Ligasi a/v perforantes
e) Bebaskan periosteum untuk mencapai kedua fragmen fraktur.
f) Bebaskan kedua fragmen fraktur dari darah dan otot
g) Reduksi fragmen fraktur
h) Pemasangan plate (Broad Plate) pada permukaan anterior atau lateral
dengan memakai 8 screw pada masing-masing fragmen fraktur.
2.11. Komplikasi Operasi
Komplikasi pada fraktur femur, termasuk yang diterapi secara
konservatif antara lain, bersifat segera: syok, fat embolism, neurovascular
injury seperti injury nervus pudendus, nervus peroneus, thromboembolism,
volkmann ischemic dan infeksi.
Komplikasi lambat: delayed union, non union, decubitus ulcer, ISK
dan joint stiffness. Pada pemasangan K-nail adventitious bursa, jika fiksasi
terlalu panjang dan fiksasi tidak rigid jika terlalu pendek.
2.12. Mortalitas 7
Mortalitas berkaitan dengan adanya syok dan embolisme.
2.13. Perawatan Pasca Bedah 6,7
Pasien dengan pemasangan traksi, rawat di ruangan dengan fasilitas
ortopedi. Sedangkan pada pasien dengan pemasangan ORIF, rawat di
ruangan, pemulihan, cek hemoglobin pasca operasi.
2.14. Follow up7
Untuk Follow up pasien dengan skeletal traksi, lakukan isometricexercise
sesegera mungkin dan jika edema hilang, lakukan latihan isotonik.
Pada fraktur femur 1/3 proksimal traksi abduksi >30˚ dan exorotasi. Pada
1/3 tengah posisi abduksi 30˚ dan tungkai mid posisi, sedangkan pada 1/3
distal, tungkai adduksi < 30˚ dan kaki mid posisi. Pada fraktur distal
perhatikan ganjal lutut, berikan fleksi ringan, 15°.
15
Setiap harinya, perhatikan arah, kedudukan traksi, posterior dan anterior
bowing. Periksa dengan roentgen tiap 2 hari sampai accepted, kemudian
tiap 2 minggu. Jika tercapai clinical union, maka dilakukan weight
bearing, half weight bearing dan non weight bearing dengan jarak tiap 4
minggu.
Sedangkan untuk follow up pasca operatif, minggu ke-1 –> hari pertama
kaki fleksi dan ektensi, kemudian minggu selanjutnya miring-miring.
Minggu ke-2 jalan dengan tongkat dan isotonik quadricep. Fungsi lutut
harus pulih dalam 6 minggu.
Pada pasien anak, follow up dengan roentgen, jika sudah terjadi clinical
union, pasang hemispica dan pasien boleh kontrol poliklinik.
16
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang.
Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan
atau perimpilan korteks; biasanya patahan itu lengkap dan fragmen
tulang bergeser. Bilamana tidak ada luka yang menghubungkan fraktur
dengan udara luar atau permukaan kulit atau kulit diatasnya masih utuh
ini disebut fraktur tertutup (atau sederhana), sedangkan bila terdapat
luka yang menghubungkan tulang yang fraktur dengan udara luar atau
permukaan kulit yang cenderung untuk mengalami kontaminasi dan
infeksi ini disebut fraktur terbuka.
.
III.2 Saran
Seabiknya kasus-kasus fraktur femur harus mendapatkan
penanganan yang lebih serius lagi, supaya kita bisa menekan
seminimal mungkin tingkat komplikasi maupun angka mortalitas yang
ditimbulkannya
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim, fraktur femur. Dalam kumpulan Kuliah Ilmu bedah Khusus, Aksara
Medisina FK UI Jakarta, 2008.
2. Anonim, Fraktur. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Editor : Sjamsihidajat, Wim
de Jong, EGC, Jakarta, 2007.
3. Apley, Dalam Buku Ajar Ortopedi dan fraktur Sistem Apley, Edisi 7, Editor :
Edi Nugroho 2002.
4. Harrelson J.M, Ortopedi Umum. Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah Sabiston.
Editor : dr. Devi H, Alih bahasa : De Petrus A, EGC, Jakarta, 2006.
5. Jergesen F. H., Ortopedi. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery), Editor :
Theodore R. Schrock, Alih bahasa : Adji Dharma, Petrus, Gunawan, EGC,
Jakarta, 2003.
6. Rasjad C., Pengantar Ilmu Beadh Ortopedi, Bintang Lamumpatue, Ujung
Pandang, 2001.
7. Blog kesehatan. Fraktur femur. www.fraktur femur.pdf.com
18
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur saya haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas
rahmat dan karunia-NYA lah saya berhasil menyelesaikan penyusunan referat
tentang fraktur Femur.
Referat ini dibuat sebagai upaya memenuhi persayaratan kelulusan
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati di RSUD Embung Fatimah dengan dosen pembimbing dr. H.
Asmoji, Sp. B, FINACS. Referat ini membahas tentang definisi fraktur femur,
epidemiologi, klasifikasi, diagnosis, dan penatalaksanaan fraktur femur.
Semoga referat ini dapat digunakan agar kita lebih memahami tentang
presbikusis pada khususnya, dan untuk seluruh orang yang ingin mengetahui pada
umumnya.
Saya menyadari referat ini masih jauh dari sempurna, karenanya saya
mengharapkan kebesaran hatinya untuk memaklumi keterbatasan saya, tetapi saya
juga membuka lebar ruang untuk memberikan kritik dan saran yang sifatnya
membangun untuk kesempurnaan referat ini dikemudian hari.
Penyusun, September 2012
Rohaeni
19
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……..…………………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………………………. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………………….
1
1.2 Rumusan Masalah………………………………………………………
2
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………..
3
1.4 Metode Penulisan………………………………………………………
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Presbikusis …………………………………………………..
2.1.1 Etiologi ……………………………………………………
2.1.2 Anatomi …………………………………………………..
A. Telinga Luar …………………………………………
B. Telinga Tengah ……………………………………..
C. Telinga Dalam (koklea) ………………………………
2.1.3 Fisiologi ………………………………………………….
2.1.4 Patogenesis ………………………………………………
A. Degenerasi Koklea ………………………………….
B. Degenerasi sentral …………………………………...
C. Mekanisme molekuler ………………………………
2.1.5 Patofisiologi klinik ……………………………………….
2.1.6 Klasifikasi presbikusis ……………………………………
2.1.7 Derajat presbikusis ………………………………………..
2.2. Diagnosis …………………………………………………………
2.2.1. Anamnesa …………………………………………………
20
2.2.2. Pemeriksaan fisik …………………………………………
2.2.3. Pemeriksaan penunjang …………………………………...
2.2.4. Skrining pendengaran ……………………………………..
2.2.4. Penatalaksanaan ……………………………………………
2.3. Faktor Risiko ………………………………………………………
2.3.1 Usia dan jenis kelamin ……………………………………
2.3.2 Hipertensi …………………………………………………
2.3.3 Diabetes mellitus ………………………………………..
2.3.4 Hiperkolesterol …………………………………………..
2.3.5 Merokok …………………………………………………
2.3.6 Riwayat bising ……………………………………………
BAB III PENUTUP
III.1 Kesimpulan……………………………………………………………
III.2 Saran………………………………………………………………….
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................
21
REFERAT
FRAKTUR FEMUR
Diajukan untuk memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Senior SMF Ilmu Bedah
RSUD Embung Fatimah
DISUSUN OLEH :
Rohaeni, S.ked.
07310242
PEMBIMBING :
dr. H. Asmoji, Sp. B, FINACS.
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIV. MALAHAYATI
BANDAR LAMPUNG
SMF ILMU BEDAH
RSUD. EMBUNG FATIMAH
KOTA BATAM
2012
22
23