fringe benefit

15
FRINGE BENEFIT Lazimnya, pegawai mendapatkan imbalan berupa gaji dan imbalan lain baik yang berbentuk uang maupun dalam bentuk remunerasi lainnya. Imbalan tersebut dikenal dengan istilah ‘benefit in cash’ dan benefit in kind’. Istilah yang pertama mengacu kepada gaji, tunjangan, dsb. yang merupakan imbalan dalam bentuk kas baik diterima tunai, cek ataupun transfer rekening. Sementara, istilah yang kedua mengacu kepada imbalan selain kas seperti barang, fasilitas, dan semacamnya. Natura dan kenikmatan lebih mengacu kepada istilah kedua yang merupakan ‘benefit in kind’ ataupun lazim dikenal dengan istilah lain berupa ‘fringe benefit’. Pengertian fringe benefit adalah komponen imbalan jasa atau penghasilan yang tidak terkait langsung dengan berat ringannya tugas jabatan dan prestasi kerja pegawai atau merupakan indirect compensation (Wungu dan Brotoharsojo, 2003). Jadi kompensasi tidak langsung (fringe benefit) merupakan kompensasi tambahan yang di berikan berdasarkan kebijaksanaan terhadap semua karyawan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan para karyawan . Telah dikemukakan bahwa program kesejahteraan karyawan dapat diberikan secara materi maupun nonmaterial. Kesejahteraan karyawan secara material berkaitan langsung dengan prestasi karyawan, dan dapat diberikan berupa kompensasi, seperti uang transport, uang makan, uang pensiun, tunjangan hari raya, uang jabatan, bonus, uang pendidikan, uang pengobatan, pakaian dinas, uang cuti, dan uang kematian. Sedangkan kesejahteraan karyawan secara non material dapat berupa pemberian fasilitas dan pelayan bagi karyawan seperti fasilitas yang di sediakan oleh pihak perusahaan.

Upload: cristantikarinaputri

Post on 18-Jan-2016

415 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fringe benefit tax plan

TRANSCRIPT

Page 1: Fringe Benefit

FRINGE BENEFIT

Lazimnya, pegawai mendapatkan imbalan berupa gaji dan imbalan lain baik yang berbentuk

uang maupun dalam bentuk remunerasi lainnya. Imbalan tersebut dikenal dengan istilah ‘benefit in

cash’ dan ‘benefit in kind’. Istilah yang pertama mengacu kepada gaji, tunjangan, dsb. yang

merupakan imbalan dalam bentuk kas baik diterima tunai, cek ataupun transfer rekening.

Sementara, istilah yang kedua mengacu kepada imbalan selain kas seperti barang, fasilitas, dan

semacamnya. Natura dan kenikmatan lebih mengacu kepada istilah kedua yang merupakan ‘benefit

in kind’ ataupun lazim dikenal dengan istilah lain berupa ‘fringe benefit’.

Pengertian fringe benefit adalah komponen imbalan jasa atau penghasilan yang tidak terkait

langsung dengan berat ringannya tugas jabatan dan prestasi kerja pegawai atau merupakan indirect

compensation (Wungu dan Brotoharsojo, 2003). Jadi kompensasi tidak langsung (fringe benefit)

merupakan kompensasi tambahan yang di berikan berdasarkan kebijaksanaan terhadap semua

karyawan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan para karyawan.

Telah dikemukakan bahwa program kesejahteraan karyawan dapat diberikan secara materi

maupun nonmaterial. Kesejahteraan karyawan secara material berkaitan langsung dengan prestasi

karyawan, dan dapat diberikan berupa kompensasi, seperti uang transport, uang makan, uang

pensiun, tunjangan hari raya, uang jabatan, bonus, uang pendidikan, uang pengobatan, pakaian

dinas, uang cuti, dan uang kematian. Sedangkan kesejahteraan karyawan secara non material dapat

berupa pemberian fasilitas dan pelayan bagi karyawan seperti fasilitas yang di sediakan oleh pihak

perusahaan.

Bagi penerima natura dan/atau kenikmatan, imbalan tersebut jelas merupakan penghasilan

yang merupakan tambahan kemampuan ekonomis sesuai pasal 4(1) UU PPh. Akan tetapi, pasal 4(3)

huruf d UU PPh mengecualikan penghasilan tersebut dari objek pajak penghasilan. Dengan

demikian, walaupun imbalan tersebut merupakan penghasilan, akan tetapi bukan merupakan objek

pajak.

Pengecualian bukan objek pajak sesuai pasal 4(3) huruf d hanya terjadi apabila imbalan

tersebut diberikan oleh Wajib Pajak dan pemerintah. Sementara, natura dan/atau kenikmatan

tersebut akan menjadi objek pajak bagi penerima apabila diberikan oleh:

1. Bukan wajib Pajak

2. WP yang dikenakan Pajak secara final

3. WP yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sesuai pasal 15.

Page 2: Fringe Benefit

Karena pemberian imbalan ini merupakan biaya yang telah dikeluarkan oleh pemberi kerja,

maka isu yang timbul adalah apakah pengeluaran tersebut boleh dibiayakan menurut ketentuan

perpajakan. Berdasarkan pasal 6 ayat 1 UU PPh, pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan bisa dibiayakan untuk mengurangi penghasilan bruto. Pemberian imbalan

sehubungan dengan pekerjaan atau jasa  selama berhubungan dengan mendapatkan, menagih, dan

memelihara penghasilan secara umum merupakan pengeluaran yang berhubungan dengan usaha

yang tentunya boleh dibiayakan.

Akan tetapi, secara khusus Pasal 9 ayat 1 huruf e UU PPh juga mengatur bahwa pengeluaran

dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan tersebut tidak boleh dibiayakan. Pasal 9 ayat 1 ini secara

spesifik membatasi pengeluaran atas biaya dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan sehingga pasal

6 ayat 1 yang bersifat umum tidak berlaku dalam hal ini.

Namun, pasal ini juga mengatur bahwa terdapat pengecualian atas pengeluaran yang tidak boleh

dibiayakan tersebut yaitu atas:

1. Penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai

2. Di daerah tertentu

3. Yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan

Peraturan Menteri Keuangan

Pengecualian atas pasal 9(1)(e) ini menunjukkan bahwa atas pengeluaran yang ada di daftar

tersebut boleh dibiayakan. Hal tersebut diatur lebih detil pada Peraturan Menteri Keuangan nomor

83/PMK.03/2009. Apabila dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi pemberi dan penerima, imbalan dalam

bentuk natura dan/atau kenikmatan ini saling berkaitan sehingga bisa dikatakan bahwa pasal 4(3)(d)

berhubungan dengan pasal 9(1)(e).

Dasar atas argumen ini adalah bahwa imbalan itu merupakan pengeluaran bagi pemberi dan

penghasilan bagi penerima. Terdapat 4 (empat) situasi yang akan dibahas. Pertama, tanpa adanya

pasal 4(3)(d) dan pasal 9(1)(e), maka imbalan tersebut akan merupakan penghasilan yang dikenai

pajak dan merupakan biaya bagi pemberi sehingga akan masuk kepada istilah yang lazim disebut

Deductable/taxable. Kedua, kalau hanya ada pasal 4(3)(d) saja tanpa 9(1)(e), maka akan terjadi

deductable/non taxable. Ketiga, kalau hanya ada pasal 9(1)(e) saja tanpa 4(3)(d), maka akan terjadi

situasi non deductable/taxable. Terakhir, pada praktiknya yang terjadi atas kedua pasal ini adalah

terjadinya situasi non deductable/non taxable.

Page 3: Fringe Benefit

1. Deductable/taxable

Situasi deductable/taxable berarti bahwa penghasilan dikenakan pajak pada pihak penerima

akan tetapi di sisi lain si pemberi diperbolehkan untuk mengurangkan biaya atas pengeluaran

tersebut untuk kepentingan penghitungan pajak bagi pihak pemberi. Sehingga disini pajak

dikenakan pada si penerima. Sebagai contoh adalah pemberian gaji karyawan dalam bentuk kas

yang dikenakan PPh atas karyawan (dipotong 21 dan kemudian dihitung ulang di SPT Tahunan),

sementara pemberi kerja mengurangkan biaya gaji dalam laporan keuangannya dan mengurangi

penghasilannya.

Berkenaan dengan pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dalam bentuk natura atau

kenikmatan lain (fringe benefits), pemotongan Pajak Penghasilannya dapat ditentukan apakah pada

pihak yang memberikan (pemberi kerja) atau pada pihak yang menerima (karyawan). Dalam hal ini.

Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 menganut prinsip "deductibility-taxability" yaitu jika pada

pihak pemberi kerja pemberian tersebut boleh dikurangkan sebagai biaya, maka pada pihak

karyawan merupakan penghasilan yang dikenakan pajak. Sebaliknya, jika pada pihak karyawan

pemberian tersebut bukan merupakan penghasilan, maka pada pihak pemberi kerja tidak dapat

dikurangkan sebagai biaya. Atas aliran arus tambahan kemampuan ekonomi ini Undang-Undang

menentukan, bahwa pengenaan Pajak Penghasilan atas fringe benefits adalah pada pihak pemberi

kerja, dan dengan demikian pemberian dalam bentuk natura atau kenikmatan tersebut tidak boleh

dikurangkan sebagai biaya, dan pihak karyawan yang menerima dibebaskan dari pengenaan Pajak

Penghasilan, karena sudah dikenakan pada pemberi kerja.

2. Non deductable/non taxable

Situasi non deductable/ nontaxable adalah kebalikan dari situasi deductable/taxable dimana

disini beban pajak dialihkan dari sisi si penerima menjadi tanggungan si pemberi. Hal ini terjadi

karena atas penghasilan si penerima tidak dikenai pajak, sementara si pemberi tidak boleh

mengurangkan biaya tersebut sebagai pengurang penghasilan. Dengan tidak mengurangkan sebagai

biaya, maka pemberi penghasilan menanggung biaya sejumlah natura dan/atau kenikmatan yang

diberikan dan tambahan pajak atas tidak boleh dibiayakannya pengeluaran tersebut

Dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang PPh menyebutkan : Untuk menentukan

besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh

dikurangkan:

“Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam

bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai

serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang

Page 4: Fringe Benefit

berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri

Keuangan”

3. Non deductable/taxable

Situasi non deductable/taxable berarti bahwa penghasilan dikenai pajak pada sisi penerima

dan tidak boleh dibiayakan dari sisi pemberi. Dari sisi pemberi, dengan tidak bisa dibiayakan, maka

pemberi juga akan menanggung pajak karena adanya koreksi positif atas biaya tersebut. Sehingga,

secara aliran kas, si pemberi kehilangan biaya atas pengeluaran dan harus menambah jumlah pajak.

Situasi ini akan menimbulkan terjadinya pajak berganda. Pemberian natura pada karyawan oleh

perusahaan yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final dan yang dikenakan Pajak

Penghasilan berdasrakan norma penghasilan khusus (deemed profit) pemberian tersebut taxable

bagi karyawan tetapi non deductable bagi perusahaan

4. Deductable/ non taxable

Situasi deductable/ non taxable berarti bahwa penghasilan tidak dikenai pajak di sisi penerima

tetapi boleh dibiayakan pada sisi si pemberi. Implikasi dari situasi ini adalah tidak adanya pajak

yang dikenakan atas penghasilan tersebut, baik dari sisi penerima maupun dari sisi si pemberi.

Sebagai contoh adalah pemberian zakat dan sumbangan keagamaan wajib yang bukan merupakan

penghasilan bagi penerima dan boleh dibiayakan bagi si pemberi.

Hal ini sesuai dengan PMK NO 83/PMK.03/2009 pasal 2 yaitu Pemberian natura dan

kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto pemberi kerja dan bukan merupakan

penghasilan bagi Pegawai yang menerimanya adalah:

a) Pemberian atau penyediaan makanan dan/ atau minuman bagi seluruh pegawai yang

berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan.

b) Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan

dengan pelaksanaan pekerjaan di daerrlh tertentu dalam rangka menunjang kebijakan

pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut.

c) Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan

sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut mengharuskannya.

Sumbangan-sumbangan yang disebutkan dalam pasal 6 ayat (1) huruf i, j, k, l dan m UU PPh

serta zakat dan sumbangan wajib keagamaan lain yang diatur dalam peraturan pemerintahan

merupakan deductable bagi perusahaan namun disisi lain yaitu penerima bukan objek pajak (non

taxable).

A. Natura

Page 5: Fringe Benefit

Definisi natura menurut Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor SE-03/PJ.23/1984 tentang

pengertian kenikmatan dalam bantuk natura (seri PPh pasal 21-02), kenikmatan dalam bentuk

natura adalah setiap balas jasa yang diterima atau diperoleh pegawai, karyawan, atau karyawati dan

atau keluarganya tidak dalam bentuk uang dari pemberi kerja. Di dalam Undang Undang Pajak

Penghasilan 1984 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – Undang

Nomor 36 tahun 2008 istilah natura dapat dilihat di pasal – pasal berikut ini :

a) Pasal 4 (3) huruf d

Yang dikecualikan dari objek pajak diantaranya adalah penggantian atau imbalan

sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura

dan/atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan

Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak yang

menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 15;

b) Pasal 9 ayat 1

Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan

bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan :

Huruf e

penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam

bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh

pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah

tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang diatur dengan atau

berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan;

Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang imbalan natura diantaranya adalah

sebagai berikut :

a) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor PMK-83/PMK.03/2009 tentang. Penyediaan

Makanan dan Minuman Bagi Seluruh Pegawai Serta Penggantian atau Imbalan dalam

Bentuk Natura dan Kenikmatan di Daerah Tertentu dan yang Berkaitan Dengan

Pelaksanaan Pekerjaan yang Dapat Dikurangkan dari Penghasilan Bruto Pemberi Kerja;

Berdasarkan pasal-pasal yang terdapat di dalam Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor

PMK-83/PMK.03/2009 dapat diambil beberapa intisarinya sebagai berikut :

Page 6: Fringe Benefit

Pemberian natura dan kenikmatan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto

pemberi kerja dan bukan merupakan penghasilan bagi Pegawai yang menerimanya adalah

:

1) Pemberian atau penyediaan makanan dan/atau minuman bagi seluruh Pegawai

yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan. Khusus untuk pegawai yang tidak

dapat menikmati makanan dan atau minuman tersebut di tempat kerja maka dapat

diberikan dalam bentuk kupon, meliputi pegawai bagian pemasaran, transportasi,

serta pegawai dinas luar lainnya.

2) Penggantian atau imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan yang diberikan

berkenaan dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka

menunjang kebijakan pemerintah untuk mendorong pembangunan di daerah

tersebut.  Natura tersebut adalah sarana dan fasilitas di lokasi kerja untuk :

1. tempat tinggal, termasuk perumahan bagi Pegawai dan keluarganya;

2. pelayanan kesehatan;

3. pendidikan bagi Pegawai dan keluarganya;

4. peribadatan;

5. pengangkutan bagi Pegawai dan keluarganya;

6. olahraga bagi Pegawai dan keluarganya tidak termasuk golf, power

boating, pacuan kuda, dan terbang layang, sepanjang sarana dan fasilitas

tersebut tidak tersedia, sehingga pemberi kerja harus menyediakannya

sendiri.

Daerah tertentu adalah daerah yang secara ekonomis mempunyai potensi yang

layak dikembangkan tetapi keadaan prasarana ekonomi pada umumnya kurang

memadai dan sulit dijangkau oleh transportasi umum, baik melalui darat, laut

maupun udara, sehingga untuk mengubah potensi ekonomi yang tersedia menjadi

kekuatan ekonomi yang nyata, penanam modal menanggung risiko yang cukup

tinggi dan masa pengembalian yang relatif panjang, termasuk daerah perairan laut

yang mempunyai kedalaman lebih dari 50 (lima puluh) meter yang dasar lautnya

memiliki cadangan mineral.

3) Pemberian natura dan kenikmatan yang merupakan keharusan dalam pelaksanaan

pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat pekerjaan tersebut

mengharuskannya. Natura tersebut meliputi pakaian dan peralatan untuk

keselamatan kerja, pakaian seragam petugas keamanan (satpam), sarana antar

jemput Pegawai, serta penginapan untuk awak kapal, dan yang sejenisnya.

b) Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 252/PMK.03/2008

Page 7: Fringe Benefit

Pasal 5 (2) : Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 termasuk pula

penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam

bentuk apapun yang diberikan oleh:

1) Bukan Wajib pajak;

2) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau

3) Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan

khusus (deemed profit).

Dari peraturan – peraturan tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa natura dan

kenikmatan dari sisi biaya dapat dikelompokan menjadi dua yaitu natura yang sifatnya deductible

expense (diperbolehkan untuk dibiayakan) serta natura yang sifatnya non deductible expense (tidak

diperbolehkan menjadi biaya).  Natura yang sifatnya deductible expense adalah pemberian makanan

dan atau minuman untuk seluruh pegawai, natura atau kenikmatan yang diberikan berkenaan

dengan pelaksanaan pekerjaan di daerah tertentu dalam rangka menunjang kebijakan pemerintah

untuk mendorong pembangunan di daerah tersebut, dan natura dan kenikmatan yang merupakan

keharusan dalam pelaksanaan pekerjaan sebagai sarana keselamatan kerja atau karena sifat

pekerjaan tersebut mengharuskannya.  Pemberian natura dan kenikmatan di luar tiga hal tadi

merupakan non deductible expense.

Natura dari sisi penghasilan dapat dikelompokan menjadi natura yang taxable (terutang pajak

penghasilan) dan natura yang non taxable (tidak terutang pajak penghasilan). Natura sebagai

penghasilan yang sifatnya taxable (terutang pajak penghasilan) adalah penerimaan dalam bentuk

natura dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh

bukan Wajib pajak,  Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau Wajib

Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).

Kelompok Natura Bagi pemberi kerja Bagi pegawai Keterangan

Natura (secara umum) Non Deductible expense Non Taxable Misalnya beras, sembako dll.

Natura yg dikecualikan Deductible expense Non Taxable Makan/minum seluruh pegawai, natura

di daerah tertentu, natura wajib dalam

pelaksanaan kerja

Natura (khusus) Non Deductible expense Taxable (PPh

pasal 21)

Natura yang diberikan oleh bukan Wajib

Pajak, WP Final, WP norma

khusus/deemed profit

B. Tunjangan

Di dalam Undang Undang Pajak Penghasilan 1984 sebagaimana telah beberapa kali diubah

terakhir dengan Undang – Undang Nomor 36 tahun 2008 istilah tunjangan dapat kita temui di pasal

Page 8: Fringe Benefit

4 ayat(1) a, yang menyatakan bahwa  yang menjadi objek pajak adalah penghasilan termasuk

diantaranya penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau

diperoleh termasuk diantaranya gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang

pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang-undang PPh. 

Tunjangan merupakan salah satu bentuk penghasilan yang diberikan oleh pemberi kerja kepada para

pegawai tetap yang bersifat teratur dan tidak teratur, hal ini dapat dilihat di pasal 1 Peraturan

Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan Pajak atas

Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi, dinyatakan di

nomor 15 bahwa Penghasilan Pegawai Tetap yang Bersifat Teratur adalah penghasilan bagi

pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun

yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk

uang lembur.   Selain itu dinyatakan pula di di pasal 1 nomor 16 Peraturan Menteri Keuangan

Nomor 252/PMK.03/2008 bahwa penghasilan pegawai tetap yang Bersifat Tidak Teratur adalah

penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam

satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, Tunjangan Hari Raya (THR), jasa

produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.  Dengan demikian

daat ditarik kesimpulan bahwa penghasilan dalam bentuk tunjangan dapat dibagi menjadi dua

kelompok, yaitu tunjangan yang sifatnya teratur dan tunjangan yang sifatnya tidak teratur. 

Beberapa contoh pemberian tunjangan oleh pemberi kerja dapat dilihat dalam tabel berikut:

Kelompok Tunjangan Nama Tunjangan

Bersifat Teratur Tunjangan Kesehatan

Bersifat Teratur Tunjangan PPh 21

Bersifat Teratur Tunjangan Beras

Bersifat Tidak Teratur Tunjangan Hari Raya (THR)

 

Pada sisi yang lain pemberian tunjangan oleh pemberi kerja merupakan biaya untuk

mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan, hal ini dapat kita lihat di pasal 6 ayat 1

Undang Undang Pajak Penghasilan 1984 sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan

Undang – Undang Nomor 36 tahun 2008, dinyatakan bahwa biaya yang secara langsung atau tidak

langsung berkaitan dengan kegiatan usaha diantaranya adalah biaya berkenaan dengan pekerjaan

atau jasa termasuk upah, gaji, honorarium, bonus, gratifikasi, dan tunjangan yang diberikan dalam

bentuk uang.

Dari peraturan-peraturan pajak tersebut di atas kita dapat menyimpulkan bahwa segala macam

tunjangan merupakan penghasilan bagi pegawai tetap dan sifatnya taxable atau terutang serta wajib

Page 9: Fringe Benefit

dipotong Pajak Penghasilan.  Tunjangan yang diberikan oleh pemberi kerja adalah biaya yang

diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan bruto karena merupakan biaya untuk mendapatkan,

menagih dan memelihara penghasilan.

Jenis Tunjangan Bagi pemberi kerja Bagi pegawai Keterangan

Tunjangan Kesehatan Deductible Expense Taxable Dipotong pph pasal 21

Tunjangan Transport Deductible Expense Taxable Dipotong pph pasal 21

Tunjangan Jabatan Deductible Expense Taxable Dipotong pph pasal 21

C. Natura Yang Diberikan Dalam Bentuk Tunjangan

Dengan pertimbangan dan dalam kondisi tertentu, pihak pemberi kerja lebih cenderung

memilih pemberian penghasilan kepada pegawainya dalam bentuk tunjangan dibanding diberikan

dalam bentuk natura dan kenikmatan.  Pertimbangan utamanya adalah berkaitan dengan pengakuan

biaya secara aturan pajak.  Pemberian dalam bentuk tunjangan kepada para pegawai dapat diakui

sebagai pengurang penghasilan bruto untuk menghitung pajak penghasilan, sedangkan jika

diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan (yang bersifat umum) maka pengeluaran tersebut

tidak diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan bruto.  Beberapa contoh pemberian

penghasilan kepada para pegawai dalam bentuk tunjangan atau natura berikut sifatnya dari sisi

biaya dan penghasilan dapat dilihat pada tabel berikut:

Jenis Penghasilan Bagi pemberi kerja Bagi pegawai Keterangan

Beras Non Deductible Expense Non Taxable Tidak Dipotong pph pasal 21

Tunjangan Beras Deductible Expense Taxable Dipotong pph pasal 21

PPh 21 ditanggung perusahaan Non Deductible Expense Non Taxable Tidak Dipotong pph pasal 21

Tunjangan PPh 21 Deductible Expense Taxable Dipotong pph pasal 21

Pengobatan Cuma-cuma Non Deductible Expense Non Taxable Tidak Dipotong pph pasal 21

Tunjangan Kesehatan Deductible Expense Taxable Dipotong pph pasal 21

 

Natura yang diberikan dalam bentuk tunjangan jika berpatokan pada pasal 1 nomor 15 dan 16

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 252/PMK.03/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan

Pajak atas Penghasilan Sehubungan Dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi adalah

bahwa segala macam tunjangan merupakan penghasilan yang diberikan oleh pemberi kerja kepada

Page 10: Fringe Benefit

pegawai tetap yang bersifat teratur maupun tidak teratur. Jika pemberi kerja memberikan

penghasilan berupa tunjangan kepada penerima penghasilan yang merupakan bukan pegawai maka

itu tidak dapat dibenarkan.

Jika kita kembali pada cerita fiktif di atas, pemberian hadiah berupa uang kepada pegawai

tetap yang menikah dapat diberi nama tunjangan misalnya tunjangan kesejahteraan maka sifatnya

deductible expense. Jika pemberi kerja memberikan hadiah perkawinan kepada selain pegawai tetap

kemudian diberi nama tunjangan maka pemberian tunjangan tersebut merupakan biaya yang tidak

diperbolehkan menjadi pengurang penghasilan bruto atau biaya yang non deductible expense karena

sifatnya merupakan sumbangan.