frontline hotel terpopuler tahun 2017 di kota ...lib.unnes.ac.id/29996/1/7311413004.pdfpopulasi...
TRANSCRIPT
PENGARUH PRAKTIK KERJA BERKINERJA
TINGGI DAN DUKUNGAN KERJA SOSIAL PADA
NIAT KELUAR KARYAWAN MELALUI
KETERLEKATAN KERJA PADA KARYAWAN
FRONTLINE HOTEL TERPOPULER TAHUN 2017
DI KOTA SEMARANG
SKRIPSI
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
pada Universitas Negeri Semarang
Oleh:
Nur Azifatunnasifah
7311413004
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2017
ii
iii
iv
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto
“Nilai seseorang sesuai dengan kadar
tekadnya, ketulusannya sesuai dengan
kadar kemanusiaannya, keberaniannya
sesuai dengan kadar penolakannya
terhadap perbuatan jahat, dan kesucian
hati nuraninya sesuai dengan kepekaan
terhadap kehormatan dirinya”
(Ali bin Abi Thalib)
Persembahan
1. Kepada Orang tuaku, Bapak dan
Ibu sebagai orang tuaku tercinta,
serta kakakku tercinta.
2. Almamaterku UNNES
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan berkat, rahmat, hidayah serta inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Praktik Kerja Berkinerja
Tinggi dan Dukungan Kerja Sosial pada Niat Keluar Karyawan melalui
Keterlekatan Kerja pada Karyawan Frontline Hotel Terpopuler Tahun 2017
di Kota Semarang”. Penulis menyadari sepenuhnya tanpa bantuan dari berbagai
pihak, skripsi ini tidak dapat tersusun. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati
disampaikan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Fathurrohman, M. Hum., Rektor Universitas Negeri Semarang yang
telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan studi di Fakultas
Ekonomi, Universitas Negeri Semarang.
2. Dr. Wahyono, M.M., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang
yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian ini.
3. Rini Setyo Witiastuti, S.E., M.M., Ketua Jurusan Manajemen Fakultas
Ekonomi Universitas Negeri Semarang yang telah mendorong dan
mengerahkan selama menempuh studi.
4. Nury Ariani Wulansari, S.E., M.Sc., Dosen Pembimbing yang dengan penuh
kasih sayang dan kesabaran telah memberikan bimbingan, bantuan, dukungan,
dan motivasi dalam penulisan skripsi ini.
5. Dr. Ketut Sudarma, M.M. sebagai dosen penguji pertama yang telah
menyempatkan waktunya, pengarahan dan saran dalam menyelesaikan skripsi
ini.
vii
6. Dr. Murwatiningsih, M.M. sebagai dosen penguji kedua yang telah
menyempatkan waktunya, pengarahan dan saran dalam menyelesaikan skripsi
ini.
7. Manager dan staf HRD Hotel yang telah memberikan izin, arahan, dan
bantuannya dalam penyebaran kuesioner kepada karyawan frontline hotel yang
menjadi objek penulis untuk melakukan penelitian skripsi ini.
8. Karyawan frontline Hotel yang telah bersedia menjadi responden dalam
penelitian ini.
Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis
sendiri, bagi almamater, dan para pembaca pada umumnya. Sekian terima kasih.
Semarang, Oktober 2017
Nur Azifatunnasifah
NIM. 7311413004
viii
SARI
Azifatunnasifah, Nur. 2017. ”Pengaruh Praktik Kerja Berkinerja Tinggi dan
Dukungan Kerja Sosial pada Niat Keluar Karyawan melalui Keterlekatan Kerja
pada Karyawan Frontline Hotel Terpopuler Tahun 2017 di Kota Semarang”.
Skripsi. Jurusan Manajemen. Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Semarang.
Pembimbing: Nury Ariani Wulansari, S.E., M.Sc.
Kata Kunci: Praktik Kerja Berkinerja Tinggi, Dukungan Kerja Sosial,
Keterlekatan Kerja, Niat Keluar Karyawan.
Perusahaan yang memperhatikan dan memposisikan karyawannya dengan
baik maka akan menghasilkan karyawan yang berkualitas dan menjadikan
karyawan merasa terdorong dalam melakukan pekerjaannya. Praktik kerja
berkinerja tinggi yang diimplementasikan oleh organisasi dan dengan adanya
dukungan kerja sosial yang dirasakan karyawan seperti dukungan supervisor dan
dukungan rekan kerja dapat meningkatkan keterlekatan kerja karyawannya,
sehingga lama kelamaan dapat menurunkan niat keluar karyawan. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui pengaruh praktik kerja berkinerja tinggi dan
dukungan kerja sosial pada niat keluar karyawan dengan keterlekatan kerja
sebagai variabel mediasi.
Populasi dalam penelitian ini yaitu karyawan frontline hotel terpopuler
tahun 2017 di Kota Semarang yang berjumlah 6 hotel di Kota Semarang. Variabel
dalam penelitian ini yaitu praktik kerja berkinerja tinggi, dukungan kerja sosial,
keterlekatan kerja, dan niat keluar karyawan. Metode pengumpulan data
menggunakan kuesioner, dan studi pustaka. Teknik pengambilan sampel
menggunakan teknik proportional random sampling, dan jumlah sampel yang
digunakan dalam penelitian yaitu 129 karyawan frontline. Metode analisis data
menggunakan analisis deskriptif, dan analisis jalur dengan menggunakan
perangkat lunak SPSS versi 21.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik kerja berkinerja tinggi, dan
dukungan kerja sosial tidak berpengaruh terhadap niat keluar karyawan. Praktik
kerja berkinerja tinggi dan dukungan kerja sosial berpengaruh positif signifikan
terhadap keterlekatan kerja. Selanjutnya, keterlekatan kerja berpengaruh negatif
signifikan terhadap niat keluar karyawan. Keterlekatan kerja mampu memediasi
pengaruh praktik kerja berkinerja tinggi dan dukungan kerja sosial pada niat
keluar karyawan.
Simpulan dari penelitian ini yaitu praktik kerja berkinerja tinggi, dukungan
kerja sosial, dan keterlekatan kerja dapat menurunkan niat keluar karyawan. Saran
untuk penelitian yang akan datang diharapkan dapat menguji variabel praktik
kerja berkinerja tinggi dengan dimensi yang berbeda seperti, keseimbangan kerja-
keluarga, selektivitas karyawan, dan keamanan kerja. Bagi manajemen hotel dan
karyawan frontline hotel diharapkan dapat meningkatkan keterlekatan kerja pada
pekerjaan dan organisasinya sehingga mampu menurunkan niat karyawan untuk
keluar dari organisasinya.
ix
ABSTRACT
Azifatunnasifah, Nur. 2017. “The Ifluence of High-performance Work Practices
and Work Social Support on Turnover Intentions Through Job Embeddedness on
Frontliner in 2017 the Most Popular Hotel in Semarang”. Final Project.
Department of Management. Faculty of Economics, Semarang State University.
Advisor: Nury Ariani Wulansari, S.E., M.Sc.
Keywords: High-performance Work Practices, Work Social Support, Job
Embeddedness, Turnover Intention.
Companies which pay attention and position their employee well will
produce qualified employees and make employees feel encouraged in doing their
work. Hig-performance work practices implemented by the organization and the
employee’s work social support such as supervisor support and coworker support
could improve the employee's job embeddedness, so over time it could turnover
intention. The purpose of this study was to determine the influence of high-
performance work practices and work social support on turnover intention with
job embeddedness as a mediating variable.
The population of this study is the most popular hotel frontline employee in
2017 in Semarang which amounts to 6 hotels in Semarang. The variables of this
study are high-performance work practices, work social support, job
embeddedness, and turnover intention. Methods of data collection used in this
study were questionnaires, and literature study. The sampling technique used in
this study was proportional random sampling technique while the number of
samples used in this study were 129 frontline employees. Methods of data
analysis used in this study are descriptive analysis, and path analysis using SPSS
software version 21.
The results show that high-performance work practices, and work social
support have no effect on turnover intention. High-performance work practices
and work social support have a significant positive impact on turnover intention.
Furthermore, job embeddedness has a significant negative effect on turnover
intention. Job embeddedness are able to mediate the effect of high-performance
work practices and work social support on turnover intention.
The conclusions of this research are high-performance work practices, work
social support, and job embeddedness can decrease turnover intentions. The
researcher suggests that future researches are able to test high-performance work
practices variables with different dimensions such as, work-family balance,
employee selectivity, and job security. For hotel management and frontline hotel
employees, the researcher are expected that they could increase the attachment of
work to the work and organization so they are able to reduce the intention of
employees to get out of the organization.
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... ii
PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................... iii
PERNYATAAN ............................................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ................................................................ v
PRAKATA ..................................................................................................... vi
SARI ............................................................................................................... viii
ABSTRACT ................................................................................................... ix
DAFTAR ISI .................................................................................................. x
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1.Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2.Identifikasi Masalah .................................................................................. 16
1.3.Cakupan Masalah ...................................................................................... 17
1.4.Perumusan Masalah .................................................................................. 17
1.5.Tujuan Penelitian ...................................................................................... 18
1.6.Kegunaan Penelitian .................................................................................. 19
1.7.Orisinalitas Penelitian ............................................................................... 21
BAB 2 KAJIAN PUSTAKAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN ............ 22
2.1. Kajian Teori Utama .................................................................................. 22
xi
2.1.1. Teori Pertukaran Sosial ................................................................ 22
2.1.2. Teori AMO ................................................................................... 23
2.1.3. Teori Organisasi Equilibrium ....................................................... 25
2.2. Kajian Variabel Penelitian ....................................................................... 27
2.2.1. Niat Keluar Karyawan .................................................................. 27
1. Pengertian Niat Keluar Karyawan ............................................ 27
2. Indikasi Niat Keluar Karyawan ................................................ 28
3. Dampak Niat Keluar Karyawan ............................................... 29
4. Indikator Niat Keluar Karyawan .............................................. 30
2.2.2. Praktik Kerja Berkinerja Tinggi ................................................... 31
1. Definisi Praktik Kerja Berkinerja Tinggi ................................. 31
2. Dimensi Praktik Kerja Berkinerja Tinggi ................................ 32
3. Indikator Praktik Kerja Berkinerja Tinggi ............................... 33
2.2.3. Dukungan Kerja Sosial ................................................................. 34
1. Pengertian Dukungan Kerja Sosial .......................................... 34
2. Aspek Dukungan Sosial ........................................................... 35
3. Dimensi Dukungan Kerja Sosial .............................................. 36
4. Indikator Dukungan Kerja Sosial ............................................. 37
2.2.4. Keterlekatan Kerja ........................................................................ 35
1. Definisi Keterlekatan Kerja ...................................................... 38
2. Dimensi Keterlekatan Kerja ..................................................... 39
3. Indikator Keterlekatan Kerja .................................................... 39
2.3. Penelitian Terdahulu ................................................................................ 40
xii
2.4. Kerangka Berpikir .................................................................................... 41
2.5. Hipotesis Penelitian ................................................................................. 49
BAB 3 METODE PENELITIAN ................................................................. 50
3.1. Jenis dan Desain Penelitian ...................................................................... 50
3.2. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ............................... 50
3.2.1. Populasi .......................................................................................... 50
3.2.2. Sampel ............................................................................................ 52
3.2.3. Teknik Pengambilan Sampel ......................................................... 53
3.3. Variabel Penelitian dan Operasional Variabel Penelitian ........................ 55
3.3.1. Variabel Penelitian ......................................................................... 55
3.3.2. Definisi Operasional Variabel Penelitian dan Indikator ................ 57
3.4. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 60
3.4.1. Metode Kuesioner .......................................................................... 61
3.4.2. Studi Kepustakaan ......................................................................... 62
3.5. Uji Validitas dan Reliabilitas ................................................................... 62
3.5.1. Uji Validitas ................................................................................... 62
3.5.2. Uji Reliabilitas ............................................................................... 66
3.6. Metode Analisis Data ............................................................................... 66
3.6.1. Analisis Deskriptif ......................................................................... 67
3.6.2. Uji Asumsi Klasik .......................................................................... 68
3.6.3. Uji Hipotesis .................................................................................. 71
3.6.4. Uji Regresi dan Analisis Jalur ........................................................ 72
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 76
xiii
4.1. Hasil Penelitian ........................................................................................ 76
4.1.1. Analisis Statistik Deskriptif Responden ......................................... 76
4.1.2. Analisis Deskriptif Variabel Penelitian .......................................... 79
4.1.3. Uji Asumsi Klasik .......................................................................... 85
4.1.4. Pengujian Hipotesis ........................................................................ 93
4.1.5. Analisis Jalur .................................................................................. 96
4.2. Pembahasan .............................................................................................. 106
BAB 5 PENUTUP .......................................................................................... 114
5.1. Simpulan .................................................................................................. 114
5.2. Saran ........................................................................................................ 115
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 118
LAMPIRAN ................................................................................................... 125
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Research Gap Pengaruh Praktik Kerja Berkinerja Tinggi pada Niat
Keluar Karyawan ............................................................................ 9
Tabel 1.2 Research Gap Pengaruh Dukungan Kerja Sosial pada Niat Keluar
Karyawan ........................................................................................ 10
Tabel 1.3 Research Gap Pengaruh Keterlekatan Kerja pada Niat Keluar Karyawan
......................................................................................................... 11
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 40
Tabel 3.1 Daftar Populasi Hotel Terpopuler Tahun 2017 di Kota Semarang . 51
Tabel 3.2 Populasi Karyawan Frontline Hotel Terpopuler Tahun 2017 di Kota
Semarang ...................................................................................... 52
Tabel 3.3 Ukuran Sampel Karyawan Hotel Terpopuler Tahun 2017 di Kota
Semarang ...................................................................................... 54
Tabel 3.4 Ukuran Sampel Karyawan Frontline Hotel .................................... 55
Tabel 3.5 Indeks Skala Likert .......................................................................... 62
Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas Variabel ............................................................ 63
Tabel 3.7 Hasil Uji Validitas Variabel setelah Item Nomor 32 di Hapus ....... 65
Tabel 3.8 Hasil Uji Reliabilitas Variabel ........................................................ 66
Tabel 3.9 Kriteria Nilai Interval ...................................................................... 68
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .................... 76
Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ......................... 77
Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur .................................. 78
Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Masa Kerja ........................ 79
xv
Tabel 4.5 Nilai Indeks Variabel Praktik Kerja Berkinerja Tinggi .................. 80
Tabel 4.6 Nilai Indeks Variabel Dukungan Kerja Sosial ................................ 82
Tabel 4.7 Nilai Indeks Variabel Keterlekatan Kerja ....................................... 83
Tabel 4.8 Nilai Indeks Variabel Niat Keluar Karyawan ................................. 85
Tabel 4.9 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov 1 ................................................... 88
Tabel 4.10 Hasil Uji Kolmogorov-Smirnov 2 ................................................. 88
Tabel 4.11 Hasil Uji Multikolinieritas ............................................................ 89
Tabel 4.12 Hasil Uji Heteroskedastisitas (Glejser) 1 ...................................... 92
Tabel 4.13 Hasil Uji Heteroskedastisitas (Glejser) 2 ...................................... 92
Tabel 4.14 Uji t Pengaruh Praktik Kerja Berkinerja Tinggi pada Niat Keluar
Karyawan ..................................................................................... 94
Tabel 4.15 Uji t Pengaruh Dukungan Kerja Sosial pada Niat Keluar Karyawan
....................................................................................................... 95
Tabel 4.16 Uji t Pengaruh Keterlekatan Kerja pada Niat Keluar Karyawan .. 96
Tabel 4.17 Output SPSS R Square .................................................................. 98
Tabel 4.18 Regresi 1 ....................................................................................... 98
Tabel 4.19 Output SPSS R Square .................................................................. 99
Tabel 4.20 Regresi 2 ....................................................................................... 100
Tabel 4.21 Pengaruh Langsung, Tidak Langsung, dan Total ......................... 105
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Berfikir ........................................................................ 48
Gambar 3.1 Model Struktural Path Analysis .................................................. 73
Gambar 4.1 Grafik Normal P-Plot 1 ................................................................ 86
Gambar 4.2 Grafik Normal P-Plot 2 ............................................................... 87
Gambar 4.3 Grafik Normal Scatterplot 1 ........................................................ 91
Gambar 4.4 Grafik Normal Scatterplot 2 ........................................................ 91
Gambar 4.5 Analisis Jalur 1 ............................................................................ 102
Gambar 4.6 Analisis Jalur 2 ............................................................................ 104
Gambar 4.7 Hasil Uji Analisis Jalur ............................................................... 105
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Pengisian Angket .......................................... 126
Lampiran 2 Kuesioner Penelitian .................................................................... 127
Lampiran 3 Jawaban Responden ..................................................................... 131
Lampiran 4 Uji Validitas dan Reliabilitas ....................................................... 143
Lampiran 5 Uji Asumsi Klasik ....................................................................... 152
Lampiran 6 Uji Statistik t dan Uji Regresi ...................................................... 159
Lampiran 7 Surat Ijin Penelitian ..................................................................... 161
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sumber daya manusia atau karyawan di pandang sebagai aset
penting dalam keberhasilan suatu perusahaan yang perlu dikelola dengan
baik. Perusahaan yang memperhatikan dan memposisikan karyawannya
dengan baik maka akan menghasilkan karyawan yang berkualitas dan
menjadikan karyawan merasa terdorong dalam melakukan pekerjaannya.
Karyawan yang menampilkan pekerjaan mereka, memainkan peran
penting dalam keputusannya untuk tetap tinggal atau meninggalkan
organisasinya (Ferreira et al., 2017: 249). Namun pada praktiknya,
perusahaan seringkali melupakan posisi sumber daya manusia sebagai aset
penggerak bagi suatu organisasi atau perusahaan.
Dalam lingkungan perusahaan, perilaku turnover seringkali terjadi.
Turnover merupakan singkatan dari keinginan karyawan untuk berpindah
atau meninggalkan pekerjaan dan organisasi secara sukarela atau untuk
mengakhiri kontribusi karyawan terhadap organisasinya (Akgunduz &
Sanli, 2017: 118). Tingginya tingkat turnover karyawan pada perusahaan
dapat dilihat dari seberapa besar keinginan berpindah yang dimiliki
karyawan suatu organisasi atau perusahaan (Nazenin & Palupiningdyah,
2014: 221). Dengan adanya tingkat turnover yang tinggi akan berdampak
negatif bagi organisasi (Widaharthana, 2010: 57; Fadzilah & Martono,
2
2016: 45). Oleh karena itu, turnover intention perlu disikapi sebagai suatu
perilaku yang penting dalam kehidupan berorganisasi.
Turnover menjadi masalah yang serius dalam organisasi (Arocas &
Camps, 2008: 26). Dalam dunia persaingan, organisasi mencoba untuk
meminimalkan rasio turnover intention sehingga dapat menyimpan biaya
yang harus dikeluarkan perusahaan akibat tingkat turnover intention yang
tinggi. Biaya yang dapat dikeluarkan organisasi karena masalah turnover
intention yaitu biaya pengelolaan SDM seperti biaya pelatihan yang sudah
dilakukan pada karyawan sampai biaya rekruitmen dan pelatihan kembali
(Sartika, 2014: 2). Turnover intention merupakan pengunduran diri secara
sukarela maupun terpaksa (tidak sukarela). Turnover secara sukarela
terjadi ketika karyawan meninggalkan organisasi secara sukarela,
sementara turnover terpaksa terjadi ketika organisasi tidak puas dengan
kinerja karyawan dan membuat keputusan untuk memecatnya (Saeed et
al., 2014: 243).
Terjadinya turnover intention dipengaruhi banyak faktor,
diantaranya: komitmen organisasi, kecerdasan emosional, pertukaran
pemimpin anggota, prestasi kerja, kepuasan kerja, komitmen organisasi,
praktik kerja berkinerja tinggi, dan keterlekatan kerja (job embeddedness)
(Arocas & Camps, 2008: 26; Zhao et al., 2012: 1; Saeed et al., 2014: 242;
Susanti & Palupiningdyah, 2016: 1). Berdasarkan aliran klasik,
kebanyakan penelitian tentang turnover intetion lebih fokus pada kepuasan
kerja dan perilaku mencari pekerjaan (Zhao et al., 2012: 1). Namun, kajian
3
mengenai praktik kerja berkinerja tinggi dan keterlekatan kerja menjadi
topik yang sedang hangat dibicarakan dalam penelitian tentang turnover
(Arocas & Camps, 2008: 27; Zhao et al., 2012:2).
Praktik kerja berkinerja tinggi (HPWP) merupakan dukungan
internal formal perusahaan sebagai penentu karyawan untuk tetap tinggal
atau meninggalkan pekerjaan dan organisasinya. Praktik kerja berkinerja
tinggi dapat mempengaruhi motivasi karyawan untuk meningkatkan
kinerjanya di tempat kerja (Karatepe, 2013: 132). Kegiatan sumber daya
manusia dalam meningkatkan kinerjanya dapat berupa pelatihan
(training), pemberdayaan (empowerment), penghargaan (reward),
keseimbangan kerja-keluarga (work-family balance), selektivitas karyawan
(employee selectivity), dan keamanan kerja (employment security) yang
merupakan dimensi dari praktik kerja berkinerja tinggi (Karatepe, 2013:
904). Keragaman praktik kerja berkinerja tinggi menjadi suatu hal yang
harus diperhatikan dalam mempertimbangkan pengukuran yang akan
digunakan dalam praktik kerja berkinerja tinggi (Arocas & Camps, 2008:
31).
Situasi persaingan yang ketat telah mendorong pihak manajemen
perusahaan untuk selalu meningkatkan kemampuan kreatif dalam
mengelola SDM dengan penerapan strategi yang lebih tepat, yaitu dengan
melakukan praktik kerja berkinerja tinggi (Masrukhin, 2014: 81). Dari
beberapa indikator yang ada, pelatihan (training), pemberdayaan
(empowerment), dan penghargaan (reward) dianggap sebagai indikator
4
praktik kerja berkinerja tinggi (HPWP) yang dapat memprediksi
keterlekatan kerja (Karatepe, 2013: 132). Pelatihan (training) berfokus
pada pembelajaran karyawan untuk mengembangkan skill yang diperlukan
dan berguna untuk memperoleh pengetahuan, sedangkan pemberdayaan
(empowerment) karyawan merupakan transfer kekuasaan dari manajemen
kepada karyawan (Hanaysha & Putri, 2016: 273). Sistem penghargaan
(reward) dapat berupa finansial dan non finansial (Bustamam et al., 2014:
392). Maka, suatu perusahaan hendaknya mampu memilih penghargaan
yang tepat (Bustamam et al., 2014: 392).
Faktor penentu yang dapat mendorong karyawan untuk tetap
tinggal atau meninggalkan pekerjaan dan organisasinya juga termasuk
adanya dukungan internal sosial perusahaan. Dukungan sosial yang
diterima di tempat kerja dapat di katakan sebagai dukungan kerja sosial
(Work Social Support) (Karatepe, 2013: 904). Dukungan kerja sosial akan
membuat seseorang merasa mempunyai kewajiban untuk peduli terhadap
perusahaan sehingga dapat membantu perusahaan untuk mencapai
tujuannya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kim & Stoner
(2008: 5), dengan adanya dukungan sosial yang diterima karyawan di
tempat kerja maka akan dapat menurunkan niatnya untuk meninggalkan
organisasi.
Menurut Karatepe (2013: 904), yang termasuk dimensi dari
dukungan kerja sosial di tempat kerja yaitu, dukungan rekan kerja dan
dukungan supervisor. Dukungan supervisor dan rekan kerja memiliki
5
pengaruh langsung terhadap perilaku seseorang. Maertz et al. (2007: 1068)
menyatakan bahwa dukungan supervisor (atasan) dapat mempengaruhi
perilaku turnover atau keinginan karyawan untuk berpindah. Selain itu,
dukungan rekan kerja juga dapat berpengaruh terhadap turnover (Bufquin
et al., 2017: 13). Dengan kata lain, karyawan yang merasakan adanya
dukungan dari atasan dan rekan kerja maka akan dapat menurunkan
keinginannya untuk keluar dari perusahaan.
Karyawan yang merasakan adanya dukungan organisasi dan
dukungan rekan kerja yang kuat dapat menyebabkan karyawan merasa
memiliki keterlekatan dengan pekerjaannya sehingga dapat mempengaruhi
karyawan untuk tetap tinggal dalam organisasinya (Karatepe, 2012: 498).
Begitu juga sebaliknya, ketika rekan kerja mempunyai keterlekatan kerja
(Job Embeddedness) yang rendah, maka dapat mengakibatkan seorang
individu untuk memilih pekerjaan lain (Felps et al., 2009: 548). Oleh
karena itu, dukungan kerja sosial seperti dukungan supervisor (atasan) dan
dukungan rekan kerja memiliki pengaruh penting dalam mempengaruhi
perilaku karyawan untuk tetap bertahan dalam organisasinya. Karena
dengan adanya dukungan kerja sosial yang tinggi maka karyawan akan
merasakan kenyamanan dalam organisasinya sehingga dapat menciptakan
keterlekatan kerja pada diri karyawan.
Keterlekatan kerja (Job Embeddedness) digambarkan sebagai
kondisi seseorang yang melekat kuat pada pekerjaannya yang dianalogikan
seperti laba-laba yang melekat pada jaringnya (Mitchell et al., 2001:
6
1104). Aspek penting dari keterlekatan kerja yaitu bagaimana karyawan
memiliki jaringan (link) terhadap orang lain maupun organisasinya, sejauh
mana karyawan merasa cocok atau sesuai terhadap pekerjaan dan
komunitasnya dalam organisasi, dan pengorbanan akan waktu serta materi
yang akan didapatkan ketika karyawan meninggalkan pekerjaan dan
organisasinya.
Holtom et al. (2006: 319) menyatakan bahwa semakin besar
keterlekatan seorang karyawan dengan organisasi dan komunitasnya, maka
akan semakin besar kemungkinan karyawan tersebut untuk bertahan dalam
organisasi. Job embeddedness termasuk salah satu sikap yang dapat
menunjukkan cara berpikir tentang kehidupan seseorang yang berbeda satu
sama lain. Seseorang yang memiliki peran dan tanggung jawab yang lebih
tinggi serta memiliki keterlekatan yang lebih kompleks maka akan lebih
melekat pada pekerjaan dan organisasinya daripada seseorang yang
memiliki keterlekatan lebih rendah terhadap komunitas dan organisasinya.
Akgunduz & Sanli (2017: 121) mengemukakan bahwa karyawan yang
memiliki keterlekatan kerja (Job Embeddedness) yang tinggi akan dapat
menurunkan keinginannya untuk berpindah.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karatepe (2013: 904)
menyatakan bahwa praktik kerja berkinerja tinggi (HPWP) yang
diimplementasikan oleh organisasi dapat meningkatkan keterlekatan kerja
karyawannya. Perusahaan yang menerapkan sistem praktik kerja
berkinerja tinggi dengan baik, seperti terstrukturnya sistem pelatihan kerja
7
dan terdapatnya perberdayaan karyawan, sistem reward yang adil, maka
dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
karyawan dalam menyelesaikan pekerjaannya, sehingga lama kelamaan
dapat menurunkan turnover (Karetepe, 2013: 907). Begitu juga dengan
adanya dukungan kerja sosial yang dirasakan karyawan seperti dukungan
supervisor dan dukungan rekan kerja. Adanya dukungan dari supervisor
dan rekan kerja yang memadai seperti dukungan emosional maupun
bantuan yang bersifat instrumental maka seorang karyawan akan lebih
melekat pada pekerjaannya, sehingga cenderung untuk tidak meninggalkan
organisasinya (Karatepe, 2013: 908). Oleh karena itu, keterlekatan kerja
(Job Embeddedness) dianggap sebagai variabel mediasi yang
menjembatani pengaruh praktik kerja berkinerja tinggi (HPWP) dan
dukungan kerja sosial (Work Social Support) pada turnover intention.
Penelitian ini dilakukan dengan beberapa alasan diantaranya:
pertama, keterlekatan kerja (Job Embeddedness) merupakan strategi
retensi karyawan terbaru dalam manajemen sumber daya manusia. Teori
job embeddedness memfokuskan perhatiannya pada mengapa karyawan
tetap tinggal atau bertahan dalam organisasi dan bukan pada mengapa
karyawan meninggalkan organisasi (Bambacas & Kulik, 2013: 1993).
Menurut Karatepe (2013: 904) keterlekatan kerja (Job Embeddedness)
dapat menurunkan niat keluar karyawan (Turnover Intention). Karyawan
yang memiliki embedded pada pekerjaannya, maka cenderung akan
8
menampilkan sikap yang positif terhadap organisasinya sehingga dapat
menurunkan perilaku turnover.
Kedua, praktik kerja yang diimplementasikan melalui
terstrukturnya sistem pelatihan (training) kerja, terdapatnya pemberdayaan
(empowerment) karyawan, dan sistem penghargaan (reward) yang adil
berorientasi pada kinerja tinggi. Praktik kerja berkinerja tinggi (HPWP)
dirancang untuk meningkatkan kinerja organisasi dengan meningkatkan
kemampuan, komitmen, dan produktivitas karyawan (Posthuma et al.,
2013: 1184). Misalnya, ketika karyawan yang dilatih untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan, diberdayakan untuk
menangani permintaan dan keluhan pelanggan dengan segera, dan
diberikan penghargaan yang sesuai dalam bentuk keuangan maupun
nonkeuangan berdasarkan penilaian kinerja yang adil, maka karyawan
merasa berkewajiban untuk meresponnya dengan menunjukkan sikap kerja
yang baik dan keterlekatan kerja yang dirasakan semakin tinggi (Karatepe,
2013: 907).
Ketiga, berdasarkan rekomendasi dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Karatepe (2013: 915) yang menyatakan bahwa penelitian
tentang keterlekatan kerja (Job Embeddedness) dapat dilakukan di negara-
negara berkembang lainnya dengan menggunakan sampel karyawan
frontline pada industri perhotelan di negara berkembang, karena
kebanyakan dari penelitian tentang keterlekatan kerja (Job Embeddedness)
dilakukan di negara maju atau negara barat. Fungsi dan peran frontline
9
sangatlah menentukan keberhasilan bisnis perusahaan yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, menjadi barisan terdepan dalam pelayanan pelanggan,
seperti resepsionis, customer service dan jenis tugas fungsi lainnya sebagai
frontliner dapat menunjukkan citra perusahaan (brand image). Hal inilah
yang menjadikan beberapa perusahaan mengandalkan karyawan pada garis
depannya.
Keempat, adanya perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan
oleh peneliti sebelumnya mengenai pengaruh praktik kerja berkinerja
tinggi (High-performance Work Practices) pada niat keluar karyawan
(Turnover Intention). Sehingga memerlukan validasi lebih lanjut
diantaranya dapat dilihat dalam Tabel 1.1.
Tabel 1.1
Research Gap Pengaruh Praktik Kerja Berkinerja Tinggi pada Niat
Keluar Karyawan
No. Penulis
(Tahun)
Judul Sampel Hasil
1. Arocas &
Camps
(2008)
A model of high
performance work
practices and
turnover intentions
Karyawan
yang
bekerja di
Kota dan
Provinsi di
Spanyol
Praktik kerja
berkinerja
tinggi
berpengaruh
negatif
terhadap niat
keluar
karyawan
2. Karatepe
(2013)
High-performance
work practices,
work social support
and their effects on
job embeddedness
and turnover
intentions
Karyawan
frontline
hotel
bintang 4
dan 5 di
Turki
Praktik kerja
berkinerja
tinggi tidak
berpengaruh
terhadap niat
keluar
karyawan
Sumber: Penelitian-penelitian terdahulu
10
Perbedaan temuan penelitian selanjutnya ditemukan dalam
pengaruh dukungan kerja sosial (Work Social Support) pada niat keluar
karyawan (Turnover Intention), diantaranya dapat di lihat pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2
Research Gap Pengaruh Dukungan Kerja Sosial pada Niat Keluar
Karyawan
No. Penulis
(Tahun)
Judul Sampel Hasil
1. Kim &
Stoner (2008)
Burnout and
Turnover Intention
Among Social
Workers: Effects of
Role Stress, Job
Autonomy and
Social Support
Pekerja
sosial di
Kalifornia
Dukungan
Kerja Sosial
berpengaruh
negatif
terhadap niat
keluar
karyawan
2. Karatepe
(2013)
High-performance
work practices,
work social support
and their effects on
job embeddedness
and turnover
intentions
Karyawan
frontline
hotel
bintang 4
dan 5 di
Turki
Dukungan
kerja sosial
tidak
berpengaruh
terhadap niat
keluar
karyawan
Sumber: Penelitian-penelitian terdahulu
Perbedaan temuan penelitian selanjutnya ditemukan dalam
pengaruh keterlekatan kerja (Job Embeddedness) pada niat keluar
karyawan (Turnover Intention), diantaranya dapat di lihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3
Research Gap Pengaruh Keterlekatan Kerja pada Niat Keluar
Karyawan
No. Penulis
(Tahun)
Judul Sampel Hasil
1. Cho & Son
(2012)
Job Embeddedness
and Turnover
Intentions: An
Empirical
Investigation of
Construction IT
Industries
Pekerja
Industri
konstruksi
IT di Korea
Keterlekatan
kerja tidak
berpengaruh
terhadap niat
keluar
karyawan
11
Lanjutan Tabel 1.3
No. Penulis
(Tahun) Judul Sampel Hasil
2. Karatepe
(2013)
High-performance
work practices,
work social support
and their effects on
job embeddedness
and turnover
intentions
Karyawan
frontline
hotel
bintang 4
dan 5 di
Turki
Keterlekatan
kerja
berpengaruh
negatif
signifikan
terhadap niat
keluar
karyawan
Sumber: Penelitian-penelitian terdahulu
Berdasarkan tabel hasil penelitian terdahulu terlihat bahwa terdapat
kesenjangan atau gap dari penelitian-penelitian terdahulu antara peneliti
yang satu dengan peneliti lainnya atau dapat dikatakan belum ada hasil
yang konsisten dari penelitian terdahulu yang dilakukan oleh para ahli
terkait tentang praktik kerja berkinerja tinggi, dukungan kerja sosial, dan
keterlekatan kerja terhadap niat keluar karyawan. Sehingga layak untuk
diteliti kembali. Maka penulis menyimpulkan dari perbedaan-perbedaan
hasil penelitian dapat menimbulkan adanya research gap mengenai
pengaruh praktik kerja berkinerja tinggi dan dukungan kerja sosial
terhadap niat keluar karyawan melalui keterlekatan kerja.
Sektor pariwisata di Indonesia merupakan industri yang
memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pemasukan devisa negara.
Pariwisata di Indonesia telah menjadi industri besar dan memperlihatkan
pertumbuhan yang konsisten dari tahun ke tahun. Beberapa penelitian
terdahulu menemukan bahwa sektor pariwisata termasuk industri
perhotelan menjadi salah satu industri yang memiliki tingkat turnover
karyawan yang tinggi (Karatepe, 2012: 495; Ferreira, 2016: 249).
12
Tingginya tingkat turnover akan berdampak pada kualitas pelayanan dan
biaya yang akan dikeluarkan perusahaan karena pergantian dan rekruitmen
karyawan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hay Group dengan
judul Preparing for Take-Off yang dilakukan pada 700 juta karyawan di
19 negara berbeda, jumlah karyawan resign di seluruh dunia akan
mencapai 192 juta pada tahun 2012-2018 mendatang. Tahun 2013,
Indonesia mengalami tingkat turnover sebesar 25.8%. Sedangkan pada
tahun 2014, Indonesia mengalami persentase turnover tertajam yaitu
sebesar 27% setara dengan Rusia dan India pada tahun yang berbeda, dan
tertinggi dibandingkan dengan negara maju seperti, Amerika Serikat,
Australia, Kanada, Jerman, Inggris, dan Belanda (www.haygroup.com).
Menurut hasil Survei Gaji 2015 yang dilakukan oleh Mercer Talent
Consulting & Information Solution, perusahaan konsultan SDM global
yang menjadi mitra SWA, tingkat turnover talent dari seluruh industri
masih tinggi yakni 8,4% (swa.co.id). Sedangkan Michael Page Indonesia
Employee Intentions Report, mencatat sebanyak 72% responden di
Indonesia pada tahun 2015 memiliki minat untuk berganti pekerjaan dalam
12 bulan ke depan (www.michaelpage.co.id).
Menurut survei yang dilakukan oleh Job Openings and Labor
Turnover (JOLTS), pada tahun 2016, tingkat turnover di sektor perhotelan
Amerika mencapai 70% dalam dua tahun berturut-turut
(wahospitality.org). Sedangkan Indonesia, rata-rata tingkat turnover
13
karyawan di hotel berbintang khususnya pulau Jawa menunjukkan tren
yang terus meningkat dengan tingkat turnover di atas 10% dan dapat
dikategorikan sebagai tingkat turnover yang tinggi (Wahyuningtyas et al.,
2015: 719).
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa pihak HRD hotel
terpopuler tahun 2017 di Kota Semarang, didapatkan informasi bahwa
pihak manajemen hotel telah melakukan manajemennya dengan baik.
Seperti dukungan oeganisasional kepada karyawannya, pemberian gaji
yang layak serta pemberian jaminan kesehatan dan keselamatan kerja
sebagai salah satu bentuk penghargaan kepada karyawan. Pihak
manajemen hotel juga telah memberikan pelatihan dan pengembangan
kepada karyawan serta penghargaan yang adil sebagai bentuk apresiasi
kepada karyawan. Selain itu, dari pihak manajemen hotel juga telah
menciptakan kondisi lingkungan kerja yang baik guna menunjang
kenyamanan karyawan dalam bekerja. Hal tersebut dilakukan manajemen
hotel untuk mengurangi niat keluar karyawan dari organisasi. Karena
apabila banyak karyawan yang sering keluar masuk organisasi akan
berdampak besar bagi hotel itu sendiri terutama menyangkut biaya yang
harus dikeluarkan akibat pergantian karyawan.
Meskipun pihak manajemen hotel telah memberikan dukungan
organisasional yang sesuai dengan apa yang diharapkan oleh karyawan,
namun belum mampu untuk mengurangi niat keluar karyawan.
Berdasarkan informasi yang didapatkan peneliti dari pihak HRD,
14
karyawan mulai berniat untuk meninggalkan organisasi dapat dilihat dari
perilaku karyawan tersebut dalam melakukan pekerjaannya seperti kurang
disiplin dalam bekerja, serta sering terlambat datang ke tempat kerja. Hal
tersebut sesuai dengan salah satu indikator turnover intention yaitu
intention to quit. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan bahwa niat keluar karyawan masih tergolong tinggi.
Tingginya tingkat turnover berdampak negatif bagi industri
pariwisata khususnya perhotelan. Karyawan hotel yang merupakan kunci
organisasi, memiliki peran penting dalam membantu hotel untuk mencapai
kinerjanya melalui pelayanan karyawan yang maksimal kepada wisatawan.
Sehingga, manajemen sumber daya yang baik menjadi strategi kunci
karena pada dasarnya usaha di bidang jasa membutuhkan sumber daya
manusia sebagai unsur utama yang sangat penting. Namun, dengan adanya
kondisi tingginya tingkat turnover karyawan sangat berpengaruh pada
industri hotel dikarenakan usaha hotel memiliki fokus dalam memberikan
pelayanan sesuai harapan tamu.
Cencus and Economic Information Center (CEIC) Indonesia Data
Talk (2015) menyatakan bahwa industri perhotelan di Indonesia
mengalami perkembangan yang pesat sejak tahun 2011 dengan
pertumbuhan jumlah hotel yang mencapai antara 9%-14% setiap tahunnya.
Kepesatan tersebut berlanjut hingga tahun 2014 dengan pertumbuhan
mencapai 12,26% yang diperoleh dari naiknya jumlah hotel mencapai
15
1996 unit hotel dari 1778 unit hotel dengan periode yang sama pada tahun
2013 (CEIC, 2015).
Produk inti hotel adalah jasa akomodasi disertai dengan layanan,
karena pelanggan tidak hanya sekedar menginap saja, namun pelanggan
juga menginginkan nilai tambah dari yang dibayarkan. Saat ini banyak
hotel menjadikan layanan yang diberikan karyawan sebagai strategi untuk
meningkatkan competitive advantage. Dengan demikian, maka
karakteristik dasar dari produk hotel bergantung pada sumber daya
manusianya.
Hotel yang dapat memberikan pelayanan kepada para tamu dengan
berbagai fasilitas yang dapat digunakan oleh tamu-tamunya selama 24 jam
merupakan klasifikasi dan kelebihan hotel berbintang. Sehingga, perlu
adanya pelayanan yang terbaik dari pihak hotel untuk para tamu. Selain
itu, adanya kondisi kerja yang unik dari industri perhotelan termasuk
pekerjaan yang musiman dan jam kerja yang tidak teratur menjadi hal
yang penting bagi manajer hotel untuk lebih selektif dalam memilih
karyawan yang lebih mendukung tujuan dan nilai-nilai organisasi terutama
karyawan yang berada pada garis depan atau yang berhubungan langsung
dengan pelanggan (frontliner hotel) (Robinson et al., 2014: 16).
Menurut Karatepe (2013: 908), karyawan frontline hotel, seperti:
resepsionis atau karyawan yang berada di agen meja depan (front desk
agent), penyaji makanan (food server), petugas pintu atau satpam (door
attendants), perwakilan relasi tamu dengan pihak hotel (guest relations
representative), dan agen pemesanan (reservations agents) harus mampu
16
memiliki interaksi yang baik dengan pelanggan, mampu
bertanggungjawab untuk menangani permintaan dan keluhan pelanggan,
serta memiliki pekerjaan penuh waktu. Frontline yang bertanggungjawab
pasti berfokus secara total dan sepenuh hati pada kebutuhan dan harapan
pelanggan. Karyawan frontline juga dapat berkontribusi untuk organisasi
melalui peningkatan kadar kinerja kreatif (Karatepe, 2016: 120). Kinerja
kreatif yang berkaitan dengan memunculkan ide-ide baru dan perilaku
baru yang ditampilkan oleh karyawan dalam memenuhi tugas-tugasnya
merupakan hasil kinerja yang penting dan diharapkan dalam pekerjaan
pelayanan karyawan frontline (Wang & Netemeyer, 2004: 805).
Karyawan hotel berbintang dituntut agar dapat menunjukkan
performa yang maksimal dan memberikan pelayanan yang memuaskan
sehingga tamu merasa puas selama tinggal di hotel dan menjadi pelanggan
yang tetap (repeat guest). Dengan demikian, pelayanan merupakan unsur
penting bagi sebuah hotel berbintang untuk mampu bersaing. Berdasarkan
fenomena yang melatarbelakangi penelitian ini, maka penulis tertarik
untuk melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Praktik Kerja
Berkinerja Tinggi dan Dukungan Kerja Sosial pada Niat Keluar
Karyawan melalui Keterlekatan Kerja pada Karyawan Frontline
Hotel Terpopuler Tahun 2017 di Kota Semarang”.
1.2. Identifikasi Masalah
Permasalahan penelitian yang penulis ajukan ini dapat
diidentifikasi permasalahannya sebagai berikut.
1. Suatu perusahaan dituntut untuk dapat mempertahankan karyawannya,
seperti mampu memberikan balas jasa tinggi dan memahami hal-hal
17
yang dapat membuat karyawannya nyaman dan semangat dalam
bekerja. Disisi lain, adanya komunitas sosial yang dimiliki oleh
seorang karyawan justru dapat memprediksi intensi karyawan untuk
meninggalkan pekerjaannya sehingga dalam memprediksi turnover
penting untuk dilakukan.
2. Meskipun karyawan telah memiliki dukungan dari organisasi, namun
masih perlu adanya dukungan sosial, yang terdiri dari dukungan
supervisor dan dukungan rekan kerja. Pada kenyataannya, dukungan
sosial ini sering dikesampingkan oleh organisasi serta dianggap tidak
memiliki efek signifikan.
3. Meskipun organisasi telah menerapkan praktik kerja berkinerja tinggi
dengan baik dan dukungan kerja sosial seperti adanya dukungan
supervisor dan dukungan rekan kerja sehingga dapat memunculkan
keterlekatan kerja pada karyawannya, namun belum mampu untuk
menurunkan turnover.
1.3. Cakupan Masalah
Cakupan atau batasan masalah dalam penelitian ini yaitu penelitian
ini terbatas hanya menguji empat variabel, yaitu: variabel praktik kerja
berkinerja tinggi (High-performance Work Practices) dan dukungan kerja
sosial (Work Social Support) sebagai variabel bebas, keterlekatan kerja
(Job Embeddedness) sebagai variabel mediasi, dan niat keluar karyawan
(Turnover Intention) sebagai variabel terikat.
1.4. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian, dimana suatu perusahaan
dituntut untuk dapat mempertahankan karyawannya dengan adanya praktik
18
kerja berkinerja tinggi, adanya dukungan kerja sosial sehingga mampu
menumbuhkan keterlekatan kerja pada karyawannya. Maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah variabel-variabel apa yang dapat
mempengaruhi tingginya tingkat niat keluar karyawan. Berdasarkan
perumusan masalah, maka dapat dirumuskan pertanyaan sebagai berikut.
1. Apakah praktik kerja berkinerja tinggi berpengaruh pada niat keluar
karyawan?
2. Apakah dukungan kerja sosial berpengaruh pada niat keluar
karyawan?
3. Apakah keterlekatan kerja berpengaruh pada niat keluar karyawan?
4. Apakah keterlekatan kerja dapat memediasi pengaruh antara praktik
kerja berkinerja tinggi pada niat keluar karyawan?
5. Apakah keterlekatan kerja dapat memediasi pengaruh antara
dukungan kerja sosial pada niat keluar karyawan?
1.5. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah penelitian di
atas, peneliti memiliki tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini.
Adapun tujuan yang hendak dicapai adalah sebagai berikut.
1. Untuk menguji pengaruh praktik kerja berkinerja tinggi pada niat
keluar karyawan.
2. Untuk menguji pengaruh dukungan kerja sosial pada niat keluar
karyawan.
3. Untuk menguji pengaruh keterlekatan kerja pada niat keluar
karyawan.
19
4. Untuk menguji pengaruh keterlekatan kerja sebagai mediasi pengaruh
antara praktik kerja berkinerja tinggi pada niat keluar karyawan.
5. Untuk menguji pengaruh keterlekatan kerja sebagai mediasi pengaruh
antara dukungan kerja sosial pada niat keluar karyawan.
1.6. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah
diuraikan di atas, peneliti berharap penelitian ini dapat berguna bagi
berbagai pihak. Manfaat penelitian ini ada dua, yaitu sebagai berikut.
1. Bagi Pembaca
a. untuk menambah referensi kepada peneliti selanjutnya yang
menguji praktik kerja berkinerja tinggi (HPWP), dukungan kerja
sosial (Work Social Support), keterlekatan kerja (Job
Embeddedness) pada niat keluar karyawan, dan dapat memperkaya
pengetahuan dalam pengembangan ilmu Manajemen Sumber Daya
Manusia,
b. untuk menunjukkan kepada pembaca bahwa terdapat variabel lain
yang secara tidak langsung mempengaruhi praktik kerja berkinerja
tinggi (HPWP) dan dukungan kerja sosial (Work Social Support)
pada niat keluar karyawan, yaitu keterlekatan kerja (Job
Embeddedness) sebagai variabel mediasi, dan
c. untuk memberikan tambahan pengembangan ilmu pengetahuan
kepada pembaca mengenai keterlekatan kerja (Job Embeddedness)
yang diteliti pada karyawan di negara berkembang.
20
2. Bagi Manajemen Hotel
a. Penelitian ini diharapkan dapat membantu organisasi dalam
meningkatkan praktik kerja berkinerja tinggi seperti pelatihan,
pemberdayaan, dan penghargaan serta dukungan kerja sosial
seperti dukungan supervisor dan dukungan rekan kerja kepada para
karyawan agar dapat meningkatkan keterlekatan kerja kepada
karyawan sehingga dapat menurunkan niat keluar karyawan
(turnover).
b. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan analisis
oleh manajemen organisasi untuk mengevaluasi faktor-faktor yang
dapat menurunkan niat keluar karyawan atau untuk menghadapi
masalah niat keluar karyawan (turnover), sehingga dapat dilakukan
pencegahan terhadap kasus turnover yang dapat merugikan
perusahaan maupun karyawan.
c. Jika mediasi dinyatakan terbukti, maka dalam mengurangi niat
keluar karyawan (turnover), organisasi diharapkan dapat
menerapkan praktik kerja berkinerja tinggi (HPWP) seperti
terstrukturnya sistem pelatihan kerja, terdapatnya pemberdayaan
karyawan, sistem reward yang adil, dan memperhatikan dukungan
kerja yang diberikan kepada karyawan agar nantinya dapat
menanamkan keterlekatan kerja yang tinggi oleh karyawan itu
sendiri sehingga karyawan dapat memberikan timbal balik dengan
meningkatkan kinerjanya.
21
1.7. Orisinalitas Penelitian
1. Berdasarkan teori traditional turnover, munculnya turnover
disebabkan oleh faktor sikap yaitu kepuasan kerja dan komitmen
organisasional (Zhao et al., 2012: 1). Dalam penelitian ini, penulis
ingin menguji faktor lain yang dapat mempengaruhi turnover yaitu
keterlekatan kerja (Job Embeddedness), karena keterlekatan kerja
merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong karyawan untuk
tetap tinggal dalam organisasinya.
2. Keterlekatan kerja (Job Embeddedness) merupakan variabel mediasi
kunci yang menghubungkan antara praktik kerja berkinerja tinggi
(HPWP) dan dukungan kerja sosial (Work Social Support), karena
biasanya pengaruh HPWP pada TI di mediasi oleh komitmen
karyawan (Arocas & Camps, 2008: 26), dan keterlekatan kerja (Job
Embeddedness) merupakan strategi retensi karyawan yang penting
dalam Manajemen Sumber Daya Manusia.
3. Kebanyakan dari penelitian tentang keterlekatan kerja (Job
Embeddedness) dilakukan di negara maju atau negara barat. Seperti
penelitian sebelumnya yang melakukan penelitian mengenai
keterlekatan kerja (Job Embeddedness) pada turnover di negara maju
seperti Amerika Serikat dan Portugal (Mitchell, 2001; Ferreira, 2017).
Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang
keterlekatan kerja di negara berkembang, seperti Indonesia.
22
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN
2.1. Kajian Teori Utama (Grand Theory)
2.1.1. Teori Pertukaran Sosial (Social Exchange Theory)
Teori pertukaran sosial (Social Exchange Theori) pertama kali
dicetuskan pada tahun 1920-an oleh Malinowski dan Mauss.
Perkembangan teori pertukaran sosial menjembatani disiplin ilmu seperti
antropologi (Firth, 1967; Sahlins, 1972), psikologi sosial (Homans, 1958;
Thibault & Kelley, 1959; Gouldner, 1960), dan sosiologi (Blau, 1964)
yang dikutip dari artikel Cropanzano & Mitchell (2005: 874).
Teori pertukaran sosial (Social Exchange Theory) merupakan salah
satu paradigma konseptual yang paling berpengaruh untuk memahami
perilaku kerja (Cropanzano & Mitchell, 2005: 874). Menurut teori
pertukaran sosial, hubungan pertukaran sosial cenderung melibatkan
pertukaran manfaat sosioemosional (Karatepe, 2013: 907). Pengaruh
ekonomi dan pertukaran sosial merupakan dua jenis pengaruh di tempat
kerja (Karatepe, 2013: 133). Ketika organisasi dapat memberdayakan
karyawannya, maka terdapat pengaruh pertukaran sosial yang dapat
menimbulkan hasil pekerjaan yang positif atau tercapainya tujuan
organisasi (Cropanzano & Mitchell, 2005: 878).
Karyawan yang memperoleh sumber daya ekonomi dan
sosioemosional di tempat kerja cenderung merasa harus memberikan
timbal balik kepada organisasinya melalui berbagai cara (Karatepe, 2013:
133). Berdasarkan teori pertukaran sosial ini, seorang individu dapat
23
masuk ke dalam hubungan pertukaran dengan orang lain karena dari
padanya seorang individu akan memperoleh umpan balik, seperti prinsip
dasarnya teori pertukaran sosial yaitu bahwa suatu hubungan berkembang
dari waktu ke waktu menjadi saling percaya, setia, dan saling
berkomitmen (Cropanzano & Mitchell: 2005: 875).
Teori pertukaran sosial pertama kali dieksplorasi oleh Eisenberger
et al. (1986: 500), yang menginvestigasikan perceived organizational
support (POS) dan absensi. Dalam hal ini, yang termasuk ke dalam
dukungan organisasi yaitu dengan adanya dukungan supervisor dan
dukungan rekan kerja. Teori pertukaran sosial relevan dengan persepsi
karyawan tentang dukungan supervisor, karena ketika karyawan percaya
bahwa sebuah organisasi mendukungnya, maka karyawan akan merasakan
kebutuhan untuk mendukung dan bekerja keras untuk organisasinya
(Korsgaard et al., 2010: 279). Hal yang sama juga telah ditemukan untuk
dukungan rekan kerja, semakin tinggi kualitas hubungan pertukaran antara
rekan kerja, maka semakin sedikit konflik kehidupan kerja yang akan
dirasakan seorang karyawan (Carlson & Perrewe, 1999: 513). Oleh karena
itu, teori pertukaran sosial dapat melahirkan variabel keterlekatan kerja
(Job Embeddedness) dan dukungan kerja sosial (Work Social Support).
2.1.2. Teori Kemampuan, Motivasi, dan Kesempatan (Ability-motivation-
opportunity/AMO)
Teori ability-motivation-opportunity (AMO) berasal dari wacana
teoritis antara psikologi industri, yang menganggap bahwa kinerja
merupakan fungsi dari pelatihan dan seleksi (yang disebut dengan
24
kemampuan), dan psikologi sosial, yang percaya bahwa motivasi sangat
penting dalam kinerja (Maclnnis & Jaworski, 1989: 2). Teori AMO
pertama kali muncul oleh Vroom (1964) yang dikutip oleh Blumberg &
Pringle (1982: 562) dan mengadopsi sebuah hubungan interaktif dengan
mempertimbangkan kemampuan dan motivasi, serta menjelaskan kinerja
dengan fungsi P = f (A x M). Kemudian, Blumberg & Pringle (1982: 564)
mengembangkan model baru, yaitu peluang (Opportunity). Oleh karena
itu, kinerja merupakan fungsi kapasitas untuk melakukan (termasuk
variabel usia, pengetahuan, tingkat pendidikan, dan tingkat energi),
kemauan untuk melakukan (termasuk variabel motivasi, kepuasan kerja,
kepribadian, nilai, dan harapan), dan kesempatan untuk melakukan
(termasuk variabel kondisi kerja, peralatan, bahan, perilaku pemimpin,
prosedur dan waktu) serta menunjukkan tiga elemen dalam kinerja, yaitu:
peluang (opportunity), kapasitas (capacity), dan kemauan (willingness),
dengan asumsi model interaktif (P = f (O x C x W) (Blumberg & Pringle,
1982: 565).
Perkembangan konsep AMO selanjutnya diusulkan oleh Bailey
(1993), yang menyarankan agar memastikan usaha discretionary karyawan
dengan tiga komponen, yaitu: karyawan harus memiliki keterampilan yang
diperlukan, karyawan membutuhkan motivasi, dan adanya dukungan dari
atasan yang tepat untuk memberi kesempatan kepada karyawan dalam
berpartisipasi dengan organisasinya (Marin-Garcia & Tomas, 2016: 1042).
Berdasarkan model ini, maka dapat digambarkan pada konsep high
25
performance work system (HPWS) yang kemudian dikembangkan oleh
Appelbaum (2000), dan mewakili tiga elemen yang dapat meningkatkan
kinerja karyawan: kemampuan individu (A), motivasi (M), dan
kesempatan untuk berpartisipasi (O) (Marin-Garcia & Tomas, 2016:
1042).
Dalam perkembangannya, teori ability-motivation-opportunity
(AMO) dapat melahirkan praktik kerja berkinerja tinggi (HPWP), yang
dapat disebut juga sebagai manajemen komitmen tinggi, manajemen
keterlibatan tinggi, dan praktik kerja inovatif (Bayo-Moriones & Galdon-
Sanchez, 2010: 1248; Marin-Garcia & Tomas, 2016: 1045). Serangkaian
praktik sumber daya manusia yang luas bertujuan untuk membuat
organisasi lebih partisipatif dan fleksibel, dengan tujuan untuk dapat
bersaing dalam lingkungan saat ini (Kalleberg et al, 2006: 276). Praktik
kerja berkinerja tinggi dimaksudkan untuk meningkatkan kinerja bisnis
dengan meningkatkan kemampuan, motivasi, dan kesempatan karyawan
untuk berkontribusi terhadap tujuan organisasinya (Marin-Garcia &
Tomas, 2016: 1045).
2.1.3. Teori Organisasi Equilibrium (Theory of Organization Equilibrium)
Teori organisasi equilibrium diperkenalkan oleh March & Simon
(1958) yang dikutip oleh Bowen & Siehl (1997: 57), menjelaskan bahwa
seorang pekerja akan tetap berada dalam organisasi jika seorang individu
berada dalam keputusan untuk berpartisipasi (decision to participate).
Keputusan ini mencerminkan interaksi antara pekerja dan organisasi
26
dengan menekankan motivasi pekerja dalam melaksanakan tugas-tugas
oraganisasinya. Untuk mencapai tahap tersebu, pekerja perlu diberikan
stimuli dan kompensasi atas partisipasi dan kontribusinya terhadap
organisasi. Jika stimuli dan kompensasi tersebut seimbang, bahkan
melampaui harapannya, maka pekerja akan tetap berada dalam
organisasinya.
Teori organisasi equilibrium dikembangkan oleh Bowen & Siehl
(1997: 57) yang menjelaskan bahwa organisasi equilibrium mencerminkan
keberhasilan organisasi dalam menyeimbangkan kompensasi yang
diberikan organisasi kepada karyawannya dan kontribusi seperti, berbagai
masukan yang disampaikan karyawan terhadap organisasi. Karyawan yang
demikian akan memiliki keinginan untuk tetap tinggal dalam
organisasinya, dimana keinginan untuk tatap tinggal selalu ditempatkan
dalam konteks turnover (Bowen & Siehl, 1997: 58). Hal ini disebabkan
karena dampak turnover sangatlah signifikan untuk organisasi. Kehilangan
tenaga kerja berpengaruh sangat besar dan merugikan secara finansial,
waktu dan moral kerja.
Dari perspektif di atas, keinginan untuk tinggal dalam konteks
organisasi berarti intensi seorang karyawan untuk tetap berada dalam
keanggotaan suatu organisasi untuk jangka waktu yang panjang (Bowen &
Siehl, 1997: 58). Sehingga teori organisasi equilibrium dapat melahirkan
teori turnover intention.
27
2.2. Kajian Variabel Penelitian
2.2.1. Niat Keluar Karyawan (Turnover Intention)
1. Pengertian Niat Keluar Karyawan (Turnover Intention)
Niat keluar karyawan (Turnover Intention) didefinisikan sebagai
perilaku karyawan yang berhubungan dengan penarikan diri karyawan
dari organisasi dan juga ketika karyawan mulai mencari alternatif
pekerjaan lainnya (Singh et al., 1996: 70). Niat keluar karyawan
(Turnover Intention) juga didefinisikan sebagai proses dimana
karyawan meninggalkan organisasi dan harus digantikan (Mathis &
Jackson, 2006: 125). Menurut Rivai (2009: 238), turnover merupakan
keinginan karyawan untuk berhenti kerja dari perusahaan secara
sukarela atau pindah dari satu tempat ke tempat kerja yang lain menurut
pilihannya sendiri.
Jocobs & Roodts (2007: 233) menggambarkan niat keluar
karyawan (Turnover Intention) sebagai keputusan dari seorang
karyawan yang mengacu pada pekerjaannya, yaitu untuk melanjutkan
atau meninggalkan organisasi. Sedangkan Khan (2014: 32)
mendefinisikan bahwa niat keluar karyawan terjadi ketika karyawan
merasakan ketidaksenangan dan kelelahan dalam bekerja sehingga akan
muncul persepsi negatif dalam diri karyawan untuk meninggalkan
organisasi. Robbins (2008: 38), menjelaskan bahwa turnover dapat
terjadi secara sukarela (voluntary turnover) maupun secara tidak
sukarela (involuntary turnover). Voluntary turnover merupakan
28
keputusan karyawan untuk meninggalkan organisasi secara sukarela
yang disebabkan oleh faktor seberapa menarik pekerjaan yang ada saat
ini, dan adanya peluang atau alternatif pekerjaan lainnya. Sebaliknya,
involuntary turnover atau pemecatan menggambarkan keputusan dari
organisasi untuk menghentikan hubungan kerja dengan karyawan.
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dijelaskan, maka
peneliti merujuk pada definisi menurut Singh et al. (1996: 70), yang
menyatakan bahwa niat keluar karyawan (turnover intention)
merupakan perilaku karyawan yang berhubungan dengan penarikan diri
dari organisasi dan juga ketika karyawan mulai mencari alternatif
pekerjaan lainnya.
2. Indikasi Niat Keluar Karyawan (Turnover Intention)
Menurut Harnoto (2002: 2), menyebutkan indikasi turnover yang
ditandai dengan berbagai hal yang menyangkut perilaku karyawan
adalah sebagai berikut.
1. Absensi yang meningkat
Karyawan yang memiliki niat untuk keluar dari organisasi, biasanya
akan ditandai dengan absensi yang semakin meningkat serta tingkat
tanggung jawab kaberyawan yang menurun pada organisasi.
2. Mulai malas bekerja
Karyawan yang berniat untuk keluar dari organisasi, akan lebih
malas bekerja karena orientasi karyawan adalah bekerja di tempat
29
lain yang dipandang lebih mampu memenuhi semua kebutuhan dari
karyawan.
3. Peningkatan terhadap pelanggaran tata tertib kerja
Berbagai pelanggaran terhadap tata tertib dalam lingkungan
pekerjaan sering dilakukan karyawan yang berniat untuk keluar dari
organisasi. Karayawan lebih sering meninggalkan tempat kerja
ketika jam kerja berlangsung, terlambat datang untuk bekerja,
maupun berbagai bentuk pelanggaran lainnya.
4. Peningkatan protes terhadap atasan
Karyawan yang berniat untuk keluar, lebih sering melakukan protes
terhadap kebijakan-kebijakan perusahaan kepada atasan. Materi
protes yang ditekankan biasanya berhubungan dengan balas jasa atau
aturan lain yang tidak sependapat dengan keinginan karyawan.
3. Dampak Niat Keluar Karyawan (Turnover Intention)
Dharma (2013: 3) menyebutkan dampak turnover bagi
perusahaan adalah sebagai berikut.
1. Biaya penarikan karyawan
Menyangkut waktu dan fasilitas untuk wawancara dalam proses
seleksi karyawan, penarikan, dan memberi pelatihan.
2. Biaya latihan
Menyangkut waktu pengawas, departemen personalia dan karyawan
yang diatih.
30
3. Apa yang dikeluarkan buat karyawan lebih kecil dari yang dihasilkan
karyawan baru tersebut.
4. Tingkat kecelakaan para karyawan baru, biasanya cenderung tinggi.
5. Adanya produksi yang hilang selama masa pergantian karyawan.
6. Peralatan produksi yang tidak bisa digunakan sepenuhnya.
7. Banyak pemborosan karena adanya karyawan baru.
8. Perlu melakukan kerja lembur, jika tidak akan mengalami penundaan
penyerahan.
4. Indikator Niat Keluar Karyawan (Turnover Intention)
Menurut Singh et al. (1996: 85), menyatakan bahwa niat keluar
karyawan dapat diukur melalui indikator sebagai berikut.
1) Intention to quit (niat untuk keluar)
Mencerminkan niat dari karyawan untuk meninggalkan organisasi,
yang dapat dilihat juga dari perilaku karyawan tersebut dalam
melakukan pekerjaannya seperti malas atau kurang disiplin dalam
bekerja.
2) Job search (pencarian pekerjaan)
Mencerminkan niat karyawan untuk mencari pekerjaan lainnya,
misalnya ditandai dengan karyawan mencari pekerjaan atau
penghasilan lainnya diluar organisasi.
3) Thinking of quit (memikirkan untuk keluar)
Mencerminkan sikap karyawan untuk berpikir keluar dari pekerjaan
atau tetap berada di lingkungan pekerjaan.
31
2.2.2. Praktik Kerja Berkinerja Tinggi (High Performance Work Practices)
1. Definisi praktik kerja berkinerja tinggi (High Performance Work
Practices)
High Performance Work Practices (HPWP) merupakan
seperangkat praktik SDM yang berbeda namun saling terkait, seperti:
memilih, mengembangkan, mempertahankan, dan memotivasi tenaga
kerja (Becker & Huselid, 1998: 56). Pada perkembangannya, konsep
Becker & Huselid (1998: 56) diperdalam oleh beberapa peneliti
selanjutnya terutama yang menemukan mengenai indikator praktik
kerja berkinerja tinggi, diantaranya (Hayes, 1994: 46; Boshoff & Allen,
2000: 89). Praktik Kerja Berkinerja Tinggi (HPWP) juga didefinisikan
sebagai praktik SDM yang dapat meningkatkan efektivitas organisasi
dengan menciptakan kondisi dimana karyawan menjadi sangat terlibat
dalam organisasi dan bekerja keras untuk mencapai tujuannya (Arocas
& Camps, 2008: 27). High performance work practices (HPWP)
merupakan praktik-praktik kerja yang berkinerja tinggi untuk
meningkatkan efektivitas organisasi dengan menciptakan kondisi
dimana karyawan dapat terlibat secara langsung dalam organisasi dan
bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi sehingga tercapai
kepuasan dan komitmen karyawan pada organisasi (Eisenberger et al.,
1997: 897).
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dijelaskan, maka
peneliti merujuk pada definisi menurut Becker & Huselid, (1998: 56),
32
yang menyatakan bahwa praktik kerja berkinerja tinggi (HPWP)
merupakan seperangkat praktik SDM yang berbeda namun saling
terkait, seperti: memilih, mengembangkan, mempertahankan, dan
memotivasi tenaga kerja.
2. Dimensi Praktik Kerja Berkinerja Tinggi (High Performance Work
Practices)
Menurut Karatepe (2013: 904), dimensi dari praktik kerja
berkinerja tinggi , yaitu sebagai berikut.
a. Pelatihan (Training)
Training yang berkaitan dengan pengembangan pegawai merupakan
suatu upaya untuk meningkatkan kemampuan pegawai dalam
mencapai tujuan organisasi (Ihdaryanti & Panggabean, 2014: 248).
b. Pemberdayaan (Empowerment)
Pemberdayaan mengacu pada kemampuan untuk membuat
keputusan dan komitmen (Forrester, 2000: 67). Pemberdayaan
(Empowerment) merupakan strategi yang efektif dimana sebuah
organisasi menggunakannya untuk meningkatkan kemampuan dan
tanggung jawab karyawannya, karena jika karyawan diberdayakan
maka akan lebih efisien dalam melakukan tugasnya (Saifullah et al.,
2015: 46).
c. Penghargaan (Reward)
Penghargaan merupakan insentif yang mengaitkan bayaran atas
dasar untuk dapat meningkatkan produktivitas para karyawan guna
mencapai keunggulan yang kompetitif (Simamora, 2004: 514).
33
d. Keseimbangan kerja-keluarga (Work-family Balance)
Keseimbangan kerka-keluarga merupakan suatu keadaan seimbang
pada dua tuntutan dimana pekerjaan dan kehidupan seorang
individu adalah sama (Lockwood, 2003: 2).
e. Selektivitas karyawan (Employee Selectivity)
Selektivitas karyawan merupakan proses pemilihan karyawan
secara selektiv dengan melihat dan mendengar berdasarkan
kebutuhan, motivasi, pengalaman, latar belakang, dan karakteristik
personal lainnya.
f. Keamanan Kerja (Employment Security)
Keamanan kerja merupakan unsur-unsur penunjang yang
mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa
materiil maupun nonmateriil.
3. Indikator Praktik Kerja Berkinerja Tinggi
Menurut Boshoff & Allen (2000: 89) dan Hayes (1994: 185) yang
diadopsi oleh Karatepe (2013: 912), indikator dari praktik kerja berkinerja
tinggi yaitu sebagai berikut.
1) Pelatihan yang berkelanjutan
Karyawan menerima pelatihan yang diberikan oleh organisasinya
tentang bagaimana memberikan pelayanan yang baik kepada
pelanggan agar dapat meningkatkan citra perusahaan.
2) Pelatihan cara menangani keluhan pelanggan
Karyawan menerima pelatihan tentang bagaimana cara menyikapi
keluhan pelanggan.
34
3) Pemberdayaan pemecahan masalah pelanggan
Karyawan diberdayakan dengan diberi motivasi untuk menangani
pelanggan yang bermasalah.
4) Kebebasan karyawan untuk menangani masalah pelanggan
Karyawan diberi kebebasan dalam menangani masalah pelanggan
seperti kebebasan berpendapat namun masih sesuai aturan yang
berlaku dalam organisasi.
5) Adanya kontrol untuk pemecahan masalah dengan pelanggan
Tidak sewenang-wenang dalam membuat keputusan dalam pemecahan
masalah dengan pelanggan, harus ada kontrol agar tidak terjadi
perdebadan dengan pelanggan.
6) Penghargaan berdasarkan evaluasi pelayanan pelanggan
Adanya pemberian penghargaan kepada karyawan dari organisasinya
sesuai dengan evaluasi pelayanan terhadap pelanggan.
7) Penghargaan atas penanganan masalah pelanggan secara efektif
Adanya pemberian penghargaan kepada karyawan karena karyawan
telah melakukan penanganan keluhan pelanggan secara efektif dan
telah memberikan kepuasan pelayanan atas keluhan pelanggan.
2.2.3. Dukungan Kerja Sosial (Work Social Support)
1. Pengertian Dukungan Kerja Sosial (Work Social Support)
Dukungan sosial yang diterima di tempat kerja mengacu pada
dukungan kerja sosial (Work Social Support) (Karatepe, 2013: 904).
Menurut Karatepe (2013: 904), yang termasuk dukungan kerja di
35
tempat kerja yaitu dukungan supervisor dan dukungan rekan kerja.
Konsep mengenai dukungan supervisor diperdalam oleh Karasek et al.
(1982: 198), dan dukungan rekan kerja diperdalam oleh Hammer et al.
(2004: 85).
Dukungan sosial merupakan suatu kebersamaan sosial, dimana
individu berada di dalamnya, yang memberikan beberapa dukungan
seperti bantuan nyata, dukungan informasi, dan dukungan emosional
sehingga individu merasa nyaman (Schwarzer & Leppin, 1991: 102).
Dukungan sosial didefinisikan sebagai suatu kumpulan proses sosial,
emosional, kognitif, dan perilaku yang terjadi dalam hubungan pribadi,
dimana individu merasa mendapat bantuan dalam melakukan
penyesuaian atas masalah yang dihadapi (Dalton et al., 2001: 109).
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dijelaskan, maka
peneliti merujuk pada definisi menurut Schwarzer & Leppin (1991:
102), dukungan sosial merupakan suatu kebersamaan sosial, dimana
individu berada di dalamnya, yang memberikan beberapa dukungan
seperti bantuan nyata, dukungan informasi, dan dukungan emosional
sehingga individu merasa nyaman.
2. Aspek Dukungan Sosial
Menurut Cohen & Syme (1985: 13), terdapat empat aspek dukungan
sosial, yaitu sebagai berikut.
a. Dukungan emosional, seperti: empati, cinta, dan kepercayaan yang
di dalamnya terdapat pengertian, rasa percaya, penghargaan, dan
keterbukaan.
36
b. Dukungan informatif, berupa informasi, nasehat, dan petunjuk
yang diberikan untuk menambah pengetahuan seseorang dalam
mencari jalan keluar pemecahan masalah.
c. Dukungan instrumental, seperti penyediaan sarana yang dapat
mempermudah tujuan yang ingin dicapai dalam bentuk materi,
pemberian kesempatan waktu, pekerjaan, peluang serta modifikasi
lingkungan.
d. Penilaian positif, berupa pemberian penghargaan atas usaha yang
telah dilakukan, memberi umpan balik mengenai hasil atau
prestasi, penghargaan dan kritik yang membangun.
3. Dimensi Dukungan Kerja Sosial
Menurut Karatepe (2013: 904), menyebutkan bahwa dimensi dari
dukungan kerja sosial adalah sebagai berikut.
a. Dukungan Supervisor
Dukungan supervisor dapat didefinisikan sebagai sudut pandang
karyawan terhadap supervisor (atasan) dalam menilai kontribusi
karyawan terhadap organisasi serta kepedulian atasan terhadap
kesejahteraan karyawan (Rhoades et al., 2001: 826).
b. Dukungan Rekan Kerja
Dukungan rekan kerja dapat didefinisikan sebagai sejauh mana
individu melihat pekerja lain di organisasinya sebagai orang yang
membantu dan mendukungnya (Cowman et al., 2004: 122).
37
4. Indikator Dukungan Kerja Sosial
Menurut Karasek et al. (1982: 198) dan Hammer et al. (2004: 194)
yang diadopsi oleh Karatepe (2013: 912), indikator dari dukungan
kerja sosial yaitu sebagai berikut.
1) Penawaran ide-ide baru
Adanya dorongan yang diberikan oleh supervisor terhadap
karyawan dalam mengembangkan cara baru dalam melakukan
sesuatu.
2) Cara peningkatan kinerja
Adanya dorongan yang diberikan supervisor terhadap karyawan
tentang bagaimana cara meningkatkan kinerja.
3) Dorongan untuk bekerja dalam tim
Adanya dorongan supervisor terhadap karyawan agar dapat bekerja
dalam tim dan bertukar ide atau gagasan.
4) Bantuan dari rekan kerja
Adanya penerimaan bantuan yang diberikan oleh rekan kerja.
5) Perasaan diterima di tempat kerja
Adanya rasa diterima dan dihargai sebagai anggota tim di tempat
kerja.
6) Perasaan nyaman dengan rekan kerja
Adanya sikap saling memahami dan saling membantu yang
dirasakan seorang karyawan terhadap rekan kerjanya.
38
2.2.4. Keterlekatan Kerja (Job Embeddedness)
1. Definisi Keterlekatan Kerja (Job Embeddedness)
Menurut Crossley et al. (2007: 1031), keterlekatan kerja yang
terjadi di tempat kerja mengacu pada bagaimana seorang karyawan
merasa nyaman dalam organisasi tempatnya bekerja dan seberapa lekat
seseorang dalam komunitasnya. Keterlekatan kerja (Job Embeddedness)
merupakan salah satu perspektif baru yang mendorong karyawan untuk
tetap bertahan dalam organisasi (Mitchell et al., 2001: 1104). Menurut
Holtom (2006: 319), keterlekatan kerja (Job Embeddedness) merupakan
perluasan dari seperangkat pengaruh individu untuk tetap bertahan
dalam pekerjaannya.
Keterlekatan kerja juga didefinisikan sebagai hubungan tentang
seberapa baik seorang individu merasa sesuai dengan pekerjaan dan
organisasinya, seperti hubungan antar karyawan di dalam pekerjaan
maupun di luar pekerjaannya dan apa yang akan mereka korbankan
apabila meninggalkan jabatan atau organisasinya (Felps et al., 2009:
547). Sedangkan Kismono (2011: 3) berpendapat bahwa karyawan yang
memiliki keterlekatan kerja dalam pekerjaannya, maka akan merasa
lebih melekat pada kolega, pekerjaan, dan organisasinya serta dapat
mengekspresikan keterikatannya dengan mempertahankan keanggotaan
organisasi di tempatnya bekerja.
Berdasarkan beberapa pengertian yang telah dijelaskan, maka
peneliti merujuk pada definisi menurut Mitchell et al. (2001: 1104),
39
keterlekatan kerja (Job Embeddedness) merupakan salah satu perspektif
baru yang mendorong karyawan untuk tetap bertahan dalam organisasi.
2. Dimensi Keterlekatan Kerja (Job Embeddedness)
Dimensi dari keterlekatan kerja menurut Mitchell et al. (2001: 1104)
yaitu sebagai berikut.
a. Keterkaitan (Links)
Links merupakan dimensi yang ditandai oleh bagaimana hubungan
formal maupun informal antara seseorang dan lingkungan
organisasinya.
b. Kesesuaian (Fit)
Fit didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana karyawan
mempersepsikan adanya kesesuaian terhadap organisasi (on-the job)
dan lingkungannya (off-the job).
c. Pengorbanan (Sacrifice)
Persepsi tentang hilangnya biaya material atau manfaat psikologi
karena keluar dari pekerjaannya.
3. Indikator Keterlekatan Kerja (Job Embeddedness)
Menurut Crossley et al. (2007: 1035), indikator dari variabel
keterlekatan kerja yaitu sebagai berikut.
1) Keterikatan karyawan dengan organisasinya
Adanya kenyamanan yang dirasakan oleh seorang karyawan
terhadap organisasi atas dasar lingkungan kerjanya dan
komunitasnya sehingga mampu menumbuhkan keterikatan kerja
antara karyawan dengan organisasinya.
40
2) Sulit untuk meninggalkan organisasi
Karyawan yang telah memiliki keterlekatan kerja akan merasa sulit
untuk meninggalkan organisasinya karena telah merasakan
kenyamanan dalam lingkungan dan komunitasnya.
3) Erat dan terhubung dengan organisasi
Karyawan dengan keterlekatan kerja yang tinggi, maka cenderung
merasa erat dan terhubung dengan organisasinya sehingga akan sulit
untuk meninggalkan organisasinya.
2.3. Kajian Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
No.
Peneliti &
Tahun
Penelitian
Judul Penelitian Objek Penelitian Hasil Penelitian
1. Akgunduz &
Sanli (2017)
The effect of employee
advocacy and perceived
organizational support
on job embeddedness
and turnover intention
in hotels
Sampel yang digunakan
dalam penelitian yaitu
karyawan hotel di kota
Antalya, Istanbul, dan
Mersin, Turki dengan
responden 400 karyawan
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
job embeddedness
berpengaruh negatif
signifikan pada
turnover intention
2. Bufquin et al.
(2017)
The influence of
restaurant co-workers’
perceived warmth and
competence on
employees’ turnover
intentions: The
mediating role of job
attitudes
Karyawan restoran
kasual di Amerika
Serikat dengan
responden 781 karyawan
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
dukungan rekan kerja
berpengaruh negatif
terhadap turnover
intention
3. Choi RN et al.
(2015)
Job embeddedness
factors as a predictor of
turnover intention
among infection control
nurses in Korea
Sampel penelitian yang
digunakan adalah staf
perawat RS di Korea
Selatan dengan
responden 133 perawat
RS
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
job embeddedness
berpengaruh negatif
terhadap turnover
intention
4. Karatepe &
Vatankhah
(2014)
The effects of high-
performance work
practices and job
embeddedness on flight
attendants’
performance outcomes
Petugas penerbangan
swasta di Iran dengan
responden penelitian
yaitu 184
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
high-performance
work practices
berpengaruh positif
pada job
embeddedness
41
Lanjutan Tabel 2.1
No.
Peneliti &
Tahun
Penelitian
Judul Penelitian Objek Penelitian Hasil Penelitian
5. Karatepe,
Osman (2013)
High-performance work
practices, work social
support and their
effects on job
embeddedness and
turnover intentions
Karyawan frontline pada
hotel berbintang 4 dan 5
di Iran dengan responden
penelitian yaitu 174
karyawan
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
job embeddedness
memediasi penuh
antara pengaruh high-
performance work
practices dan work
social support pada
turnover intentions.
6. Karatepe,
Osman (2012)
The effects of coworker
and perceived
organizational support
on hotel employee
outcomes: The
moderating role of job
embeddednes
Karyawan frontline hotel
bintang empat dan lima
di Kamerun dengan
responden penelitian
yaitu 212
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
dukungan rekan kerja
dan job
embeddedness
berpengaruh negatif
pada turnover
7. Zhao et al.
(2012)
The impact of quality of
work life on job
embeddedness and
affective commitment
and their co-effect on
turnover intention of
nurses
Sampel yang digunakan
dalam penelitian yaitu
1.000 perawat yang
bekerja di lima RS milik
pemerintah skala besar di
Provinsi Heilongjiang,
China
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
job embeddedness
berpengaruh negatif
pada turnover
intention
8. Felps et al.,
(2009)
Turnover contagion:
How coworkers’ job
embeddedness and job
search behaviors
influence quitting
Sampel 45 cabang bank
regional dan 1.038
departemen dari
perusahaan perhotelan
nasional di Amerika
Serikat
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
rekan kerja dan
keterlekatan kerja
berpengaruh negatif
pada turnover
9. Karatepe,
Osman (2009)
An investigation of the
joint effects of
organisational tenure
and supervisor support
on work-family conflict
and turnover intention
Karyawan frontline Arab
yang menikah dan belum
mempunyai anak di hotel
bintang lima
internasional di Yordania
dengan responden
penelitian yaitu 195
karyawan
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
dukungan supervisor
berpengaruh negatif
terhadap turnover
intention
10. Maertz JR et
al. (2007)
The effects of perceived
organizational support
and perceived
supervisor support on
employee turnover
Pekerja layanan sosial di
Amerika Serikat dengan
responden penelitian
yaitu 225 karyawan
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa
dukungan supervisor
berpengaruh negatif
pada turnover
Sumber: kumpulan beberapa hasil penelitian
2.4. Kerangka Berpikir
Niat keluar karyawan (Turnover Intention) merupakan masalah
klasik yang selalu dihadapi oleh perusahaan, seperti halnya replacement
42
(pergantian) yang terus berjalan (Melky, 2015: 695). Semua jenis turnover
dapat menimbulkan biaya pergantian mulai dari rekruitmen, seleksi, dan
lain-lain (Saeed et al., 2014: 244). Terjadinya turnover intention
dipengaruhi banyak faktor, diantaranya: komitmen organisasi, kecerdasan
emosional, pertukaran pemimpin anggota, prestasi kerja, kepuasan kerja,
praktik kerja berkinerja tinggi, dan keterlekatan kerja (job embeddedness)
(Arocas & Camps, 2008: 26; Zhao et al., 2012: 1; Saeed et al., 2014: 242).
2.4.1. Pengaruh Praktik Kerja Berkinerja Tinggi pada Niat Keluar
Karyawan
Pencapaian tujuan organisasi tidak terlepas dari sejumlah praktik
kerja yang dapat menghasilkan kinerja individu dan organisasi yang tinggi,
yaitu praktik kerja berkinerja tinggi. Dengan adanya praktik kerja
berkinerja tinggi maka organisasi cenderung dapat mempertahankan
karyawan yang berkualitas dengan cara berinvestasi pada pelatihan,
pemberdayaan, dan penghargaan (Karatepe, 2013: 906). Seperti halnya
jika karyawan dilatih untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kemampuan, diberdayakan untuk menangani permintaan dan keluhan
pelanggan dengan segera, serta diberikan penghargaan berupa keuangan
dan nonkeuangan berdasarkan penilaian kinerja yang adil, maka karyawan
dapat memberikan umpan balik dengan menunjukkan balas jasa yang
tinggi dan cenderung untuk tidak meninggalkan organisasinya (Karatepe,
2013:907).
Menurut Arocas & Camps (2008: 26), menyatakan bahwa sumber
daya manusia (SDM) dari perusahaan berpotensi menjadi satu-satunya
43
sumber keunggulan kompetitif yang berkelanjutan untuk organisasi.
Dengan adanya sistem praktik kerja berkinerja tinggi yang memadai dan
tunjangan yang sesuai dari perusahaan, maka niat keluar karyawan untuk
meninggalkan organisasinya lama kelamaan menjadi menurun. Dalam
penelitian yang dilakukan oleh Arocas & Camps (2008: 26) menemukan
bahwa praktik kerja berkinerja tinggi dapat menurunkan niat keluar
karyawan (Turnover Intentions).
2.4.2. Pengaruh Dukungan Kerja Sosial pada Niat Keluar Karyawan
Dukungan sosial yang diterima di tempat kerja dapat membuat
karyawan merasa tenang, diperhatikan, timbul rasa percaya diri, dan
kompeten. Tersedianya dukungan sosial akan membuat karyawan merasa
dicintai, dihargai, dan menjadi bagian dari kelompok. Karyawan yang
memiliki hubungan saling percaya dan berkualitas dengan supervisor dan
rekan kerjanya maka akan merasa lekat dengan organisasinya sehingga
dapat menurunkan niat keluar karyawan (Karatepe, 2013: 907). Adanya
kepercayaan dan kualitas hubungan dengan supervisor dan rekan kerja
menunjukkan bahwa karyawan memiliki hubungan yang baik kepada
individu dalam organisasi.
Dukungan supervisor dan rekan kerja yang dapat disebut dengan
dukungan kerja sosial dapat menandakan bahwa organisasi cukup
berinvestasi pada karyawannya. Menurut Karatepe (2014: 330),
menyatakan bahwa dukungan supervisor dan dukungan rekan kerja dapat
mempengaruhi keinginan karyawan untuk berpindah. Demikian pula
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Kim & Stoner (2008: 5),
44
menyatakan bahwa dukungan kerja sosial berpengaruh negatif pada niat
keluar karyawan.
2.4.3. Pengaruh Keterlekatan Kerja pada Niat Keluar Karyawan
Niat keluar karyawan (Turnover Intention) dapat menyebabkan
kurang efektifnya sebuah organisasi, karena hilangnya karyawan yang
berpengalaman. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi niat keluar
karyawan yaitu keterlekatan kerja karyawan pada organisasinya (Ferreira
et al., 2017: 248). Oleh karena itu, suatu perusahaan dituntut untuk dapat
mempertahankan karyawannya, seperti mampu memberikan balas jasa
yang tinggi dan memahami hal-hal yang mampu membuat karyawannya
nyaman dan semangat dalam bekerja.
Shafique et al. (2011: 11794) dalam penelitiannya mengenai job
embeddedness dan turnover intention, menemukan bahwa keterlekatan
kerja berpengaruh negatif pada turnover intention. Tingkat job
embeddedness yang dapat mempengaruhi turnover intention akan lebih
lemah ketika job embeddedness tinggi, karena karyawan tidak akan mudah
beralih ke pekerjaan lain (Crossley et al., 2007: 258).
2.4.4. Pengaruh Praktik Kerja Berkinerja Tinggi pada Niat Keluar
Karyawan melalui Keterlekatan Kerja
Upaya untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas
agar mampu memiliki kemampuan kompetitif di era perubahan lingkungan
bisnis yang begitu cepat, kepedulian yang penuh terhadap pengelolaan
sumber daya manusia menjadi pendorong utama bagi pencapaian kinerja
45
perusahaan. Dengan adanya praktik kerja berkinerja tinggi yang diberikan
oleh organisasi telah dipersepsikan dengan baik oleh karyawan sehingga
dapat menurunkan niat keluar karyawan. Praktik kerja berkinerja tinggi
seperti pelatihan, pemberdayaan, dan penghargaan dapat memberikan
kesan kepada karyawan dengan meningkatkan keterlekatan kerja, sehingga
dapat menurunkan niat keluar karyawan (Karatepe, 2013:907).
Pelaksanaan pelatihan, pemberdayaan, dan penghargaan secara simultan
dapat meningkatkan keterlekatan kerja, karena organisasi secara luas
berinvestasi dalam sumber daya manusia melalui program pelatihan yang
dapat meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan
karyawannya.
Karyawan dapat memiliki keterlekatan kerja yang tinggi ketika
organisasi memberikan kesempatan bagi karyawannya dalam pengambilan
keputusan melalui pemberdayaan untuk karyawan non-manajerial dan
sistem penghargaan yang adil (Karatepe, 2013: 907). Sehingga para
karyawan merasa bahwa jenjang karirnya akan sesuai dengan budaya
organisasi dan persyaratan pekerjaannya serta percaya bahwa
meninggalkan organisasi saat ini dapat menimbulkan potensi kerugian
manfaat dan peluang yang terkait dengan karir dan kemajuannya
(Karatepe, 2013: 907).
Dengan demikian, konsistensi dengan perspektif kesesuaian
internal, pelaksanaan praktik kerja berkinerja tinggi secara simultan dapat
membantu manajer untuk mempertahankan karyawan yang berkualitas
46
(Karatepe & Karadas, 2012: 628). Ketika karyawan merasa sesuai dengan
lingkungan kerjanya maka keterlekatan kerja yang dirasakan akan semakin
tinggi sehingga dapat menurunkan niat keluar karyawan. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa melaui keterlekatan kerja yang tinggi, praktik
kerja berkinerja tinggi mempengaruhi niat keluar karyawan (Karatepe,
2013: 906).
2.4.5. Pengaruh Dukungan Kerja Sosial pada Niat Keluar Karyawan
melalui Keterlekatan Kerja
Dukungan sosial di tempat kerja dapat mempengaruhi kepuasan
kerja dan hasil pekerjaan karyawan. Dukungan sosial yang dirasakan
karyawan akan menyampaikan makna peduli dan perhatian untuk
kesejahteraan karyawan (Kharisma et al., 2016: 1369). Kenyamanan psikis
maupun emosional yang diterima individu dari dukungan sosial akan dapat
melindungi individu dari konsekuensi stres yang menimpanya (Taylor,
2003: 998). Dukungan sosial yang diperoleh di tempat kerja dapat berupa
dukungan supervisor dan dukungan rekan kerja (Karatepe, 2013: 907).
Dengan adanya dukungan sosial di tempat kerja seperti dukungan
supervisor dan rekan kerja, maka karyawan akan merasakan kenyamanan
dalam organisasinya sehingga memunculkan keterlekatan kerja yang
berdampak pada niat keluar karyawan. Selain itu, karyawan yang
menerima dukungan emosional dan bantuan secara langsung dari
supervisor dan rekan kerjanya memiliki kualitas keterkaitan (link) dengan
pekerjaan dan organisasinya (Karatepe, 2013: 907). Ketika karyawan
47
mendapatkan link yang berkualitas di tempat kerja, maka karyawan tidak
akan mengorbankan manfaat yang di dapat dengan meninggalkan
organisasinya (Karatepe, 2013: 907). Hal ini tidak mengherankan karena
kualitas keterkaitan (link) di tempat kerja dapat hilang pada karyawan
organisasi yang baru bersedia untuk bekerja (Karatepe, 2013: 907).
Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas manajemen sumber daya
manusia pada niat keluar karyawan sepenuhnya dimediasi oleh
keterlekatan kerja (Wheeler et al., 2010: 192). Harris et al. (2011: 277)
menunjukkan bahwa karyawan memiliki hubungan yang berkualitas tinggi
dengan supervisor sehingga karyawan merasa lekat dengan pekerjaannya,
dan pada akhirnya dapat menurunkan niat karyawan untuk berpindah.
Maka karyawan dengan dukungan yang memadai seperti dukungan
supervisor dan rekan kerja akan membuat karyawan lebih lekat dalam
pekerjaannya dan cenderung untuk tidak meninggalkan organisasinya.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa melalui keterlekatan kerja,
dukungan kerja sosial seperti dukungan supervisor dan rekan kerja dapat
mempengaruhi niat karyawan untuk berpindah (Karatepe, 2013: 906).
Berdasarkan beberapa teori yang berhubungan dengan berbagai
faktor yang telah diidentifikasikan sebagai masalah yang penting dalam
penelitian ini, maka model konseptual dalam penelitian ini ditunjukkan
oleh Gambar 2.1
48
Gambar 2.1
Kerangka Berfikir
Dukungan Kerja Sosial
1. Penawaran ide baru
2. Cara peningkatan kinerja
3. Dorongan bekerja dalam tim
4. Bantuan dari rekan kerja
5. Perasaan diterima di tempat
kerja
6. Perasaan nyaman dengan
rekan kerja
(Karatepe, 2013)
Keterlekatan Kerja
1. Keterikatan karyawan
dengan organisasinya
2. Sulit untuk
meninggalkan
organisasi
3. Erat dan terhubung
dengan organisasi
(Crossley et al., 2007)
Niat Keluar Karyawan
1. Niat untuk keluar
2. Pencarian pekerjaan
3. Memikirkan untuk
keluar
(Singh et al., 1996)
Praktik Kerja Berkinerja
Tinggi
1. Pelatihan yang berkelanjutan
2. Pelatihan cara menangani
pelanggan 3. Pemberdayaan pemecahan
masalah
4. Kebebasan karyawan untuk menangani masalah
pelanggan
5. Adanya kontrol untuk pemecahan masalah
6. Penghargaan berdasarkan evaluasi
7. Penghargaan atas
penanganan masalah
(Karatepe, 2013)
49
2.5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan
masalah penelitian, rumusan masalah tersebut bisa berupa pernyataan
tentang hubungan dua variabel atau lebih, perbandingan (komparasi) atau
variabel mandiri (deskriptif) (Sugiyono, 2010: 96). Hipotesis dalam
penelitian disusun sebagai berikut.
H1: Praktik kerja berkinerja tinggi berpengaruh negatif pada niat keluar
karyawan.
H2: Dukungan kerja sosial berpengaruh negatif pada niat keluar karyawan.
H3: Keterlekatan kerja berpengaruh negatif pada niat keluar karyawan.
H4: Praktik kerja berkinerja tinggi mempunyai pengaruh pada niat keluar
karyawan melalui keterlekatan kerja.
H5: Dukungan kerja sosial mempunyai pengaruh pada niat keluar
karyawan melalui keterlekatan kerja.
114
BAB V
PENUTUP
5.1. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulakan
sebagai berikut.
1. Praktik kerja berkinerja tinggi berpengaruh negatif dan signifikan pada
niat keluar karyawan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi praktik kerja
berkinerja tinggi yang diterapkan, maka dapat menurunkan niat
karyawan frontline hotel untuk meninggalkan organisasinya.
2. Dukungan kerja sosial berpengaruh negatif dan signifikan pada niat
keluar karyawan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi dukungan kerja
sosial yang diberikan kepada karyawan frontline hotel maka dapat
menurunkan niat karyawan untuk keluar dari organisasinya.
3. Keterlekatan kerja berpengaruh negatif dan signifikan pada niat keluar
karyawan. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi keterlekatan kerja yang
dirasakan oleh karyawan frontline hotel, maka dapat menurunkan niat
keluar karyawan dari organisasinya.
4. Keterlekatan kerja dapat memediasi pengaruh praktik kerja berkinerja
tinggi pada niat keluar karyawan. Hal ini berarti bahwa penerapan
praktik kerja berkinerja tinggi dapat menciptakan keterlekatan kerja
karyawan frontline hotel sehingga dapat menurunkan niat keluar
karyawan.
115
5. Keterlekatan kerja dapat memediasi pengaruh dukungan kerja sosial
pada niat keluar karyawan. Hal ini berarti bahwa dengan adanya
dukungan kerja sosial yang diberikan seperti dukungan dari atasan
maupun dukungan dari rekan kerja, maka dapat menciptakan
keterlekatan kerja karyawan frontline sehingga dapat menurunkan niat
keluar karyawan.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka
saran yang dapat diberikan oleh peneliti adalah sebagai berikut.
1. Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Saran untuk penelitian yang akan datang diharapkan dapat menguji
variabel praktik kerja berkinerja tinggi dengan dimensi yang
berbeda seperti, keseimbangan kerja-keluarga, selektivitas
karyawan, dan keamanan kerja.
b. Penelitian yang akan datang diharapkan dapat mengembangkan
penelitian ini dengan variabel-variabel lain yang dipengaruhi oleh
keterlekatan kerja selain niat keluar karyawan, seperti kinerja
kreatif, dan perilaku kewargaan organisasi.
c. Penelitian yang akan datang diharapkan dapat mencari ruang
lingkup populasi yang berbeda dan lebih luas, seperti karyawan
frontline di bank maupun rumah sakit untuk menggeneralisasikan
hasil penelitian mengenai pengaruh praktik kerja berkinerja tinggi,
116
dan dukungan kerja sosial pada niat keluar karyawan yang
dimediasi oleh keterlekatan kerja.
2. Bagi Manajemen Hotel
a. Keterlekatan kerja (Job Embeddedness) dalam penelitian ini
termasuk dalam kategori sedang. Artinya, keterlekatan kerja
yang dirasakan karyawan frontline hotel masih belum optimal.
Oleh karena itu, pihak manajemen hotel hendaknya dapat
meningkatkan keterlekatan kerja karyawan terutama pada
indikator kesesuaian (Fit) yang memiliki rata-rata nilai indeks
terendah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara memberikan
fasilitas yang dapat menunjang pekerjaannya seperti keamanan
kerja dan jaminan kesehatan agar karyawan merasa terikat pada
pekerjaan dan organisasinya.
b. Niat keluar karyawan (Turnover Intentions) dalam penelitian ini
termasuk dalam kategori tinggi. Artinya, niat keluar karyawan
yang tinggi dapat diturunkan melalui salah satu indikator praktik
kerja berkinerja tinggi yang memiliki rata-rata nilai indeks
sedang yaitu pada indikator pemberdayaan. Hal ini dapat diatasi
dengan memberikan kebebasan pada karyawan untuk melakukan
apapun guna memecahkan masalah tamu hotel.
c. Untuk dapat menurunkan niat keluar karyawan juga dapat
melalui salah satu indikator dari dukungan kerja sosial yang
memiliki rata-rata nilai indeks sedang yaitu pada indikator
117
dukungan rekan kerja. Pihak manajemen hotel diharapkan dapat
meningkatkan dukungan kerja sosial termasuk dukungan dari
rekan kerja, agar karyawan dapat merasakan kenyamanan dalam
pekerjaan dan organisasinya.
118
DAFTAR PUSTAKA
Akgunduz, Y., & Sanli, SC. (2017). The effect of employee advocacy and
perceived organizational support on job embeddedness and turnover
intention in hotels. Journal of Hospitality and Tourism Management. 31,
118-125.
Arocas, RL., & Camps, J. (2008). A model of high performance work practices
and turnover intentions. Emeraldinsight. 37 (1), 26-46.
Bambacas, M., & Kulik, CT. (2013). Job embeddedness in China: how HR
practices impact turnover intentions. The international journal of human
resource management. 24 (10), 1933-1952.
Bart, Smet. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia.
Bayo-Moriones, A., & Galdon-Sanchez, JE. (2010). Multinational companies and
high-performance work practices in the Spanish manufacturing industry.
The International Journal of Human Resource Management. 21(8), 1248-
1271.
Becker, Brian E., & Mark A. Huselid. (1998). High performance work systems
and firm performance: a synthesis of research and managerial implications.
JAI Press Inc. 16, 53-101.
Boshoff, C., & Allen, J. (2000). The influence of selected antecedents on frontline
staff’s perceptions of service recovery performance. International Journal
of Service Industry Management. 11(1), 63-90.
Bowen, DE., & Siehl, C. (1997). The Future of Human Resource Management:
March and Simon (1958) Revisited. Human Resource Management. 36(1),
57-63.
Bufquin et al. (2017). The influence of restaurant co-workers’ perceived warmth
and competence on employees’ turnover intentions: The mediating role of
job attitudes. International Journal of Hospitality Management. 60, 13-22.
Bumblerg & Pringle. (1982). The Missing Opportunity in Organizational
Research: Some Implications for a Theory of Work Performance. Academy
of Management Review. 7(4), 560-569.
Bustamam, FL., Teng, SS., & Abdullah, FZ. (2014). Reward management and job
satisfaction among frontline employees in hotel industri in Malaysia. Sosial
and Behavioral Science. 392-402.
119
Carlson, DS., & Perrewe, PL. (1999). The Role of Social Support in the Stressor-
Strain Relationship: An Examination of Work-Family Conflict. Journal of
Management. 25(4), 513-540.
Cho, Dong-Hwan & Son, Jung-Min. (2012). Job Embeddedness and Turnover
Intentions: An Empirical Invertigation of Construction IT Industries.
International Journal of Advanced Science and Technology. 40, 101-110.
Choi, JS., & Kim, KM. (2015). Job embeddedness factors as a predictor or
turnover intention among infection control nurses in Korea. American
Journal of Infection Control. 1-5.
Cohen, S., & Syme, SL. (1985). Issues in the study and application of social
support. San Francisco: Academic press Inc.
Cowman, SE., Ferrari, JR., & Liao-Troth, M. (2004). Mediating effects of social
support on firefighters’ sense of community and perceptions of care.
Journal of community psychology. 32(2), 121-126.
Crossley et al. (2007). Development of a Global Measure of Job Embeddedness
and Integation Into a Traditional Model of Voluntary Turnover. Journal of
Applied Psychology. 92(4), 1031-1042.
Cropanzano, R., & Mitchell, MS. (2005). Social Exchange Theory: An
Interdisciplinary Review. Journal of Management. 31(6), 874-900.
Dalton, J., Elias, M., & Wandersman, A. (2001). Community Psychology:
Linking individuals and communities. Belmont, CA: Wadsworth/Thomson
Learning.
Dharma, C. (2013). Hubungan Antara Turnover Intention dengan Komitmen
Organisasional di PT. X Medan. Jurnal Ekonomi dan Bisnis. 1(2).
Eisenberger, R., Hutchison, S., & Sowa, D. (1986). Perceived Organizational
Support. Journal of Applied Psychology. 71(3), 500-507.
Fadzilah, AA., & Martono. (2016). Pengaruh Ketidakamanan Kerja, Komitmen
Organisasional, dan Kepercayaan Organisasional pada Keinginan
Berpindah. Management Analysis Journal. 5(1).
Felps et al. (2009). Turnover contagion: how coworkers job embeddedness and
job search behaviors influence quiting. Academy of management journal.
52(3), 545-561.
120
Ferdinand, A. (2013). Metode Penelitian: Manajemen Pedoman Penelitian untuk
Penulisan Skripsi dan Disertasi Ilmu Manajemen. Semarang: UNDIP
PRESS.
Ferreira et al. (2017). Mediation of job embeddedness and satisfaction between
task characteristics and turnover. International Journal of Contemporary
Hospitality Management. 29(1), 248-267.
Forrester, Russ. (2000). Empowerment: Rejuvenating a potent idea. Academy of
Management Excecutive. 14(3).
Ghozali, I. (2011). Aplikasi Analisis Multivariete dengan Program IBM SPSS 19.
Edisi 5. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Hammer et al. (2004). Expanding the psychosocial work environment: workplace
norms and work-family conflict as correlates of stress and healts. Journal of
occupational health psychology. 9(1), 83-97.
Hanaysha, J., & Putri, RT. (2016). Examining the Effects of Employee
Empowerment, Teamwork, and Employee Training on Job Satisfaction.
Social and Behavioral Science. 272-282.
Harnoto. (2002). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Kedua. Jakarta: PT.
Prehalindo.
Harris, KJ., Wheeler, AR., & Kacmar, KM. (2011). The mediating role of
organizational job embeddedness in the LMX-outcomes relationships. The
Leadership Quarterly. 22, 271-281.
Hayes, B.E. (1994). “How to measure empowerment”. Quality Progress. 27, 41-
46.
HayGroup. (2013). 1 in 4 Indian employees set to switch jobs as growth picks up,
(Online), (https://www.haygroup.com, diakses 31 Mei 2017).
Holtom, BC., Mitchell, TR., & Lee, TW. (2006). Increasing human and social
capital by applying job embeddedness theory. Organizational dynamic.
35(4), 316-331.
Ihdaryanti, MA., Panggabean, MS. (2014). Pengaruh High Performance Work
Practice (HPWP) terhadap Job Performance pada Frontliner Bank. Jurnal
Manajemen dan Pemasaran Jasa. 7 (2).
Jacobs, E. & Roodt, G. (2007). The development of a knowledge sharing
construct to predict turnover intentions. Emerald article. 59(3), 229-248.
121
Kalleberg et al. (2006). Beyond Profit? Sectoral Differences in High-performance
Work Practices. Work and Occupations. 33(3), 271-302.
Karasek, RA., Triantis KP., & Chaudhry, SS. (1982). Coworker and supervisor
support as moderators of associations between task characteristics and
mental strain. Journal of occupational behaviour. 3, 181-200.
Karatepe, OM., Yorganci, I., & Haktanir, M. (2009). Outcomes of customer
verbal aggression among hotel employees. International Journal of
Contemporary Hospitality Manager. 21 (6), 713-733.
Karatepe, OM. (2012). The effects of coworker and perceived organizational
support on hotel employee outcomes: The Moderating role of job
embeddedness. Journal of Hospitality & Tourism Research. 36(4), 495-516.
------- & Karadas, Georginana. (2012). The effect of management commitment to
service quality on job embeddedness and performance outcomes. Journal of
Business Economics and Management. 13 (4), 614-636.
------- (2013). High-performance work practices and hotel employee performance:
The mediation of work engagement. International Journal of Hospitality
Management.
------- (2013). High-performance work practices, work social support and their
effects on job embeddedness and turnover intentions. International Journal
of Contemporary Hospitality Management. 25 (6), 903-921.
------- & Vatankhah, S. (2014). The effects of high-performance work practices
and job embeddedness on fligh attendants’ performance outcomes. Journal
of Air Transport Management. 37, 27-35.
------- (2016). Does job embeddedness mediate the effects of coworker and family
support on crative performance? An empirical study in the hotel industry.
Journal of human resources in hospitality & Tourism. 15(2), 119-132.
Khan, MA. (2014). Organizational Cynicism and Employee Turnover Intention:
Evidence from Banking Sector in Pakistan. Pakistan Journal of Commerce
and Social Science. 8(1), 30-41.
Kim, H., & Stoner, M. (2008). Burnout and turnover intention among social
workers: effects of role stress, job autonomy and social support. 32(3).
Kismono, Gugup. (2011). The relationship between job embeddedness, work-
family conflict, and the impact of gender on turnover intention: evidence
from the Indonesian banking industry. Thesis of pilosopy: pp 1-10.
122
Korsgaard et al. (2010). Paying You Back or Paying Me Forward: Understanding
Rewarded and Unrewarded Organizational Citizenship Behavior. Journal of
Applied Psychology. 95(2), 277-290.
Lockwood, NR. (2003). Work/Life Balance Challenges and Solutions. United
States of America: Society for Human Resource Management.
Maclnnis, DJ., & Jaworski, BJ. (1989). Information Processing from
Advertisements: Toward an Integrative Framework. Journal of Marketing.
53, 1-23.
Maertz et al. (2007). The effects of perceived organizational support and
perceived supervisor support on employee turnover. Journal of
organizational behavior. 28, 1059-1075.
Marin-Garcia, JA., & Tomas, JM. (2016). Deconstructing AMO framework: A
systematic review. Intangible Capital. 12(4), 1040-1087.
Masrukhin, MA. (2014). Praktik Sistem Kerja Berkinerja Tinggi terhadap
Komitmen Afektif dengan Mediasi Keadilan Prosedural. Jurnal Dinamika
Manajemen. 5(1), 80-89.
Mathis, R.L., & Jackson, J.H. (2006). Human Resource management (11thed.).
Omaha.
Melky, Yosua. (2015). Hubungan kepuasan kerja dan komitmen organisasi
terhadap intensi pindah kerja (Turnover Intention) karyawan PT. Rejeki
Abadi Sakti Samarinda. eJournal Psikologi. 3 (3), 694-707.
MichaelPage. (2015). 2015 Employee Intention Report, (Online),
(http://www.michaelpage.co.id, diakses 31 Mei 2017).
Mitchell et al. (2001). Why people stay: using job embeddedness to predict
voluntary turnover. Academy of management journal. 44(6), 1102-1121.
Nazenin, S., & Palupiningdyah. (2014). Peran Stres Kerja dan Kepuasan Kerja
untuk Mengurangi Turnover Intention. Jurnal Dinamika Manajemen. 5(2),
220-227.
Prahadi, YY. (2015). Survei Turnover, (Online), (https://swa.co.id, diakses 31
Mei 2017).
Posthuma et al. (2013). A high performance work practices taxonomy: integrating
the literature and directing future research. Journal of management. 39 (5),
1184-1220.
123
Rhoades, L., Eisenberger, & R., Armeli, S. (2001). Affective Commitment to the
organization of perceived organizational support. Journal of applied
psychology. 86(5), 825-836.
Rivai, Veithzal. (2006). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Perusahaan:
dari Teori Ke Praktik. Edisi Pertama. Jakarta: Penerbit PT. Raja Grafindo
Persada.
Robbins SP., & Judge. (2008). Perilaku Organisasi. Jakarta: Salemba Empat.
Robinson et al. (2014). Thinking job embeddedness not turnover: Towards a
better understanding of frontline hotel worker retention. International
journal of hospitality management.
Saeed et al. (2014). The relationship of Turnover intention with job satisfaction,
job performance, Leader member exchange, Emotional intelligence and
organizational commitment. International Journal of Learning &
Development. 4 (2).
Saifullah et al. (2015). Job satisfaction: a contest between human and
organizational behavior. Int. J.Eco. Res. 6(1), 45-51.
Sartika, Dwi. (2014). Pengaruh Kepuasan Kerja dan Gaya Kepemimpinan
Transformasional terhadap Keinginan Keluar Karyawan dengan Komitmen
Organisasi sebagai Variabel Mediasi (Studi Kasus di CV. Putra Tama Jaya).
Management Analysis Journal. 3(2).
Schwarzer, R., & Leppin, A. (1991). Social support and health: a theoritical and
empirical overview. Journal of social and personal relationship. 8, 99-127.
Siagian, Sondang P. (2004). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Simamora. Bilson. (2004). Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia.
Singh, J., Verbeke, W., & Rhoads, GK. (1996). Do Organizational Practices
Matter in Role Stress Processes? A Study of Direct and Moderating Effects
for Marketing-Oriented Boundary Spanners. Journal of Marketing. 60, 69-
86.
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta.
------- (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif
dan R & D). Bandung: CV. Alfabeta.
124
Susanti, & Palupiningdyah. (2016). Pengaruh Kepuasan Kerja dan Komitmen
Organisasi terhadap Kinerja Karyawan dengan Turnover Intention sebagai
Variabel Intervening. Management Analysis Journal. 5(1).
Shafique et al. (2011). Impact of job embeddedness on leave intention: An
understanding from higher education (HE) system. African Journal of
Business Management. 5(30), 11794-11801.
Taylor, Shelley E. (2003). Health Psychology (5th ed). New York: McGraw-Hill.
Wahyuningtyas et al. (2015). Employee Turnover Intentions in Hotel: How to
Reduce it?. American Scientific Publishers. 21 (4), 719-722.
Wang, Guangping, & Netemeyer, Richard G. (2004). Salesperson creative
performance: conceptualization, measurement, and nomological validity.
Journal of Business Research. 57 (8), 805-812.
Washington Hospitality Association. (2017). Hospitality employee turnover rate
edged higher in 2016 Annual Employee Turnover Rates (%). (Online),
(http://wahospitality.org, diakses 31 Mei 2017).
Wheeler, AR., Harris, KJ., & Harvey, Paul. (2010). Moderating and mediating the
HRM effectiveness-intent to turnover relationship: the roles of supervisors
and job embeddedness. Journal of Managerial Issues. 22 (2), 182-196.
Widaharthana, I Putu Esa. (2010). Peran Coping With Change sebagai Pemediasi
Komitmen terhadap Perubahan pada Intensi Keluar. Jurnal Dinamika
Manajemen. 1(1), 54-67.
Zhao et al. (2012). The impact of quality of work life on job embeddedness and
affective commitment and their co-effect on turnover intention of nurses.
Journal of Clinical Nursing.