fungsi air tanah.docx
TRANSCRIPT
PenatagunaanSubmitted by admin on Mon, 2013-10-21 10:14
Pendayagunaan
Penatagunaan air tanah ditujukan untuk menetapkan zona pemanfaatan air tanah dan
peruntukan air tanah pada CAT yang disusun berdasarkan zona konservasi air tanah (PP
No.43/2008 Pasal 48).
Penetapan zona pemanfaatan air tanah dilakukan dengan mempertimbangkan:
1. sebaran dan karakteristik akuifer, antara lain meliputi kesarangan, kelulusan,
dan keterusan akuifer;
2. kondisi hidrogeologis, antara lain meliputi sistem akuifer, pola aliran air tanah;
3. kondisi dan lingkungan air tanah, antara lain kuantitas, kualitas, dan
lapisan batuan yang mengandung air tanah;
4. kawasan lindung air tanah, antara lain daerah imbuhan air tanah, zona kritis,
dan zona rusak;
5. kebutuhan air bagi masyarakat dan pembangunan;
6. data dan informasi hasil inventarisasi pada CAT;
7. ketersediaan air permukaan.
Gambar 7-10 Diagram penatagunaan air tanah
Zona pemanfaatan air tanah, merupakan acuan dalam penyusunan rencana pengeboran,
penggalian, pemakaian, pengusahaan, dan pengembangan air tanah, serta penyusunan
rencana tata ruang wilayah.
Sedangkan penetapan peruntukan air tanah pada CAT dilakukan dengan
mempertimbangkan:
1. kuantitas dan kualitas air tanah;
2. daya dukung akuifer terhadap pengambilan air tanah;
3. jumlah dan sebaran penduduk serta laju pertambahannya;
4. proyeksi kebutuhan air tanah; dan
5. pemanfaatan air tanah yang sudah ada.
Pelaksanaan kegiatan penatagunaan air tanah mulai dari penetapan zona pemanfaatan air
tanah sampai dengan penetapan peruntukan air tanah pada CAT, diawasi oleh Menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
7.7.2 Penyediaan
Penyediaan air tanah sangat penting dalam perencanaan tata kota baik pada daerah
pedesaan maupun perkotaan. Penyediaan air tanah ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
air untuk berbagai keperluan sesuai dengan kualitas dan kuantitasnya. Penyediaan air tanah
dalam setiap CAT dilaksanakan sesuai dengan penatagunaan air tanah antara lain untuk
memenuhi (PP No.43/2008 Pasal 50):
1. Kebutuhan pokok sehari-hari
Pemenuhan kebutuhan pokok sehari-hari mencakup keperluan air minum, masak, mandi,
cuci, peturasan, dan ibadah. Penyediaan air tanah untuk kebutuhan pokok sehari-hari
merupakan prioritas utama di atas segala keperluan lain.
Penyediaan air tanah untuk kebutuhan pokok harus memenuhi kriteria air bersih, di mana
air tidak tercemar oleh bahan-bahan yang membahayakan bagi kesehatan masyarakat.
Sistem drainase juga perlu diperhatikan, sehingga air bekas atau air yang sudah digunakan
dapat didaur ulang atau dibuang pada tempat yang baik dengan menerapkan
sistem drainase permukaan, misalnya dialirkan ke sungai.
Oleh karena penyediaan air tanah merupakan prioritas utama, maka dapat diusahakan di
semua daerah dan semua kedalaman dengan cara membuat sumur-sumr produksi dengan
tetap memperhatikan batas debit pengambilan air tanah pada akuifer, sesuai konsep
serahan aman yang akan dibahas dalam Bab 7.
2. Pertanian rakyat
Penyediaan air tanah untuk memenuhi kebutuhan pertanian rakyat antara lain budidaya
pertanian dalam berbagai komoditas, yaitu pertanian tanaman pangan, hortikultura,
perikanan, peternakan, perkebunan, dan kehutanan yang dikelola oleh rakyat dengan luas
tertentu yang kebutuhan airnya tidak lebih dari 2 liter per detik per kepala keluarga.
Pertanian tanaman pangan diutamakan bagi tanaman yang tidak membutuhkan air
tanah dalam jumlah banyak, antara lain tanaman palawija.
3. Industri
Pengambilan air tanah merupakan salah satu implementasi pengusahaan air tanah yang
seharusnya dapat dilaksanakan jika kebutuhan pokok sudah terpenuhi. Agar terwujud suatu
keberlanjutan air tanah, maka pendayagunaan air tanah untuk keperluan industri harus
dilaksanakan secara seimbang dengan upaya konservasi air tanah. Upaya tersebut juga
harus terintegrasi dalam kebijakan dan pola pengelolaan sumber daya air, terpadu, saling
menunjang antara air tanah, air permukaan dan air hujan untuk memenuhi kebutuhan air
berbagai keperluan dengan mengutamakan kebutuhan pokok hidup sehari-hari.
Pelaksanaan konservasi air tanah secara utuh pada cekungan air tanah terutama pada
kawasan padat industri perlu dilakukan dengan diawali studi keseimbangan air tanah pada
cekungan daerah dimaksud. Pada proses industri pemanfaatan air tanah digunakan sebagai
bahan pelarut atau bahan utama. Air tanah yang digunakan pada proses industri harus
memenuhi kriteria syarat air untuk industri seperti telah diuraikan pada Bab 3.
4. Pertambangan
Pemanfaatan air tanah pada bidang pertambangan digunakan untuk pencucian hasil
eksplorasi bahan tambang. Meningkatnya pemanfaatan bahan galian konstruksi sebagai
konsekuensi dari pesatnya pembangunan di samping akan menimbulkan dampak positif
akan pula menimbulkan dampak negatif baik yang diderita oleh lingkungan setempat
maupun wilayah yang lebih luas. Dampak negatif yang terjadi antara lain ialah
meningkatnya erosi dan gerakan tanah, hilangnya sumber-sumber air, dan tanah pucuk
yang subur.
5. Pariwisata
Penyediaan air tanah untuk pariwisata antara lain pemanfaatan sungai bawah tanah,
pemanfaatan untuk hotel serta rumah makan.
Pemanfaatan pada bidang pariwisata seperti pemanfaatan pada sungai bawah tanah,
misalnya pada daerah karst. Aliran-aliran air yang terjadi akan membentuk sebuah aliran air
tanah (sungai bawah tanah) dan membentuk suatu tipe topografi tiga dimensi yang sering
disebut dengan gua karst. Gua karst dengan stalaktit dan stalakmit memberikan suatu daya
tarik, sehingga bisa dimanfaatkan untuk pariwisata selain sebagai sumber air tanah.
Contoh lain adalah mata air, misalnya mata air Pengging di daerah Klaten, Jawa Tengah
Mata air ini dimanfaatkan sebagai pemandian umum dengan dibuatkan kolam-kolam. Air
dari pemandian ini murni berasal dari air tanah, sehingga dapat menarik
masyarakat sekitar sebagai obyek pariwisata. Mata air seperi ini sangat banyak ditemui di
daerah-daerah lain di Indonesia.
7.7.3 Penggunaan
Penggunaan air tanah ditujukan untuk pemanfaatan air tanah dan prasarananya dan
dilaksanakan sesuai penatagunaan dan penyediaan yang telah ditetapkan pada CAT (PP No.
43/2008 Pasal 52). Penggunaan air tanah terdiri dari 2, yaitu pemakaian air tanah dan
pengusahaan air tanah.
Gambar 7-11 Diagram alir penggunaan air tanah
Penggunaan air tanah diarahkan untuk mengambil air tanah dari akuifer dalam, yang pada
umumnya bersifat tertekan, dengan debit pengambilan tidak melebihi daya dukung akuifer
terhadap pengambilan air tanah mengikuti konsep serahan aman.
Menurut pasal tersebut, pengambilan air tanah harus memperhatikan debit pengambilan
tanah. Debit pengambilan air tanah ditentukan berdasarkan atas:
1. daya dukung akuifer terhadap pengambilan air tanah;
2. kondisi dan lingkungan air tanah;
3. alokasi penggunaan air tanah bagi kebutuhan mendatang, yaitu jumlah dan
jangka waktu pengambilan dan pengusahaan air tanah;
4. penggunaan air tanah yang telah ada.
Pada zona konservasi air tanah telah ditentukan batas maksimum pemanfaatan air
tanah untuk setiap zona konservasi yang dikaitkan dengan kedalaman akuifernya. Setiap
sistem akuifer mempunyai potensi dan kondisi air tanah serta batasan debit maksimum
yang berbeda.
Dari hasil uji pemompaan dapat ditentukan batas debit maksimum. Batas maksimum
turunnya muka air tanah akibat pemompaan dengan debit tertentu pada akuifer dalam
adalah hingga mencapai kedalaman batas atas akuifer, pada kondisi ini air tanah pada
akuifer tersebut sudah mencapai tingkatan kritis. Bila turunnya muka air tanah telah
mencapai 60% dari kedudukan muka air tanah pada kondisi awal, maka mencapai tingkatan
rawan.
7.7.3.1 Pemakaian Air Tanah
Pemakaian air tanah merupakan kegiatan penggunaan air tanah untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kegiatan bukan usaha. Kegiatan bukan
usaha antara lain meliputi pesantren, rumah ibadah, kantor pemerintah. Pemanfaatan air
tanah untuk keperluan irigasi dikategorikan kegiatan bukan usaha apabila produk
pertaniannya sebatas untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.
Urutan prioritas penggunaan air tanah, yaitu: air minum; rumah tangga; peternakan dan
pertanian sederhana; irigasi; industri; kebutuhan lainnya. Keperluan air minum dan rumah
tangga merupakan prioritas utama peruntukan pemanfaatan air tanah, oleh karena itu bagi
keperluan tersebut maka pengeboran air tanah diperbolehkan di semua daerah dan semua
kedalaman dengan batas pemanfaatan air tanah tertentu. Pada umumnya pemanfaatan air
tanah untuk keperluan air minum dan rumah tangga sekitar 100 m3 per bulan per sumur
Pemakaian air tanah hanya dapat dilakukan setelah memiliki hak guna pakai air dari
pemanfaatan air tanah. Hak guna pakai air dari pemanfaatan air tanah diperoleh dengan
izin yang diberikan oleh pemerintah kabupaten/kota. Izin tersebut diperoleh melalui izin
pemakaian air tanah. Izin pemakaian air tanah antara lain meliputi penyediaan dan
peruntukan melalui kegiatan pengeboran atau penggalian, pengambilan, dan pemakaian air
tanah.
Izin pemakaian air tanah perlu dimiliki mengingat:
1. Cara pengeboran atau penggalian air tanah atau penggunaannya mengubah
kondisi dan lingkungan air tanah antara lain berupa penyusutan ketersediaan air
tanah, penurunan muka air tanah, perubahan pola aliran air tanah, penurunan
kualitas air tanah, mengganggu sistem akuifer; atau
2. Penggunaannya untuk memenuhi kebutuhan yang memerlukan air tanah dalam
jumlah besar melebihi ketentuan.
Izin pemakaian air tanah dapat diberikan kepada perseorangan, badan usaha, instansi
pemerintah, atau badan sosial seperti yayasan, rumah ibadah, dan sekolah. Penjelasan lebih
lengkap mengenai izin pemakaian air tanah akan di bahas pada sub-bab Perizinan Air
Tanah.
Hak guna pakai air dari pemanfaatan air tanah dapat diperoleh tanpa izin apabila untuk
memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perseorangan dan bagi pertanian rakyat.
Hak guna pakai air dari pemanfaatan air tanah untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-
hari bagi perseorangan ditentukan sebagai berikut (PP No. 43/2008, Pasal Ayat (2)):
1. penggunaan air tanah dari sumur bor berdiameter kurang 2 inci (kurang dari 5
cm);
2. penggunaan air tanah dengan menggunakan tenaga manusia dari sumur gali;
atau
3. penggunaan air tanah kurang dari 100 m3/bulan per kepala keluarga dengan
tidak menggunakan sistem distribusi terpusat.
Hak guna pakai air dari pemanfaatan air tanah untuk memenuhi kebutuhan pertanian rakyat
ditentukan sebagai berikut (PP No. 43/2008, Pasal Ayat (3)):
1. sumur diletakkan di areal pertanian yang jauh dari pemukiman;
2. pemakaian tidak lebih dari 2 liter per detik per kepala keluarga; dan
3. debit pengambilan air tanah tidak mengganggu kebutuhan pokok sehari-hari
masyarakat setempat.
7.7.3.2 Pengusahaan Air Tanah
Pengusahaan air tanah merupakan kegiatan penggunaan air tanah yang ditujukan untuk
memenuhi kegiatan usaha meliputi:
1. bahan baku produksi, seperti untuk usaha air minum dalam kemasan, air bersih,
makanan, minuman, dan obat-obatan;
2. pemanfaatan potensi;
3. media usaha, seperti untuk usaha kolam renang, water boom; atau
4. bahan pembantu atau proses produksi, seperti untuk pendingin mesin, proses
pencelupan pada industri tekstil, sanitasi pada kegiatan industri, pertambangan,
pariwisata.
Pengusahaan air tanah hanya dapat dilakukan sepanjang penyediaan air tanah untuk
kebutuhan pokok sehari-hari dan pertanian rakyat masyarakat setempat terpenuhi,
sehingga dalam PP No. 43/2008, pengusahaan air tanah diposisikan setelah pengembangan
air tanah yang menunjukkan prioritas pengusahaan air tanah dilaksanakan setelah
pengembangan air tanah.
Pengusahaan air tanah dapat berbentuk:
1. Penggunaan air tanah pada suatu lokasi tertentu, yaitu lokasi sesuai dalam izin.
2. Penyadapan akuifer pada kedalaman tertentu sesuai izin; dan/atau
3. Pemanfaatan daya air tanah pada suatu lokasi tertentu.
Pengusahaan air tanah wajib memperhatikan:
1. rencana pengelolaan air tanah;
2. kelayakan teknis dan ekonomi;
3. fungsi sosial air tanah;
4. kelestarian kondisi dan lingkungan air tanah; dan
5. ketentuan lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pengusahaan air tanah hanya dapat dilakukan setelah memiliki hak guna usaha air dari
pemanfaatan air tanah.
Hak guna usaha air dari pemanfaatan air tanah dapat diperoleh dengan izin yang diberikan
oleh pemerintah kabupaten/kota. Izin tersebut diperoleh melalui izin pengusahaan air
tanah dan dapat diberikan kepada perseorangan atau badan usaha.
Sesuai dengan asas bahwa hak atas air tanah adalah semata-mata hak guna air, maka
setiap pembayaran pajak pemanfaatan air tanah oleh pengguna bukan merupakan harga air
tanah sendiri tetapi sebagai ganti jasa pengelolaan air tanah. Hal ini dimaksudkan agar air
tanah dapat berfungsi lestari dan tidak ditujukan untuk mencari pendapatan daerah semata.
Dalam PP No. 43/2008 disebutkan izin pengusahaan air tanah antara lain meliputi
penyediaan dan peruntukkan melalui kegiatan pengeboran atau penggalian, pengambilan,
dan pengusahaan air tanah.
Izin pengusahaan air tanah tidak diperlukan terhadap air ikutan, yaitu air tanah yang keluar
dengan sendirinya pada kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di bidang pertambangan dan
energi. Izin pengusahaan air tanah juga tidak diperlukan untuk kegiatan pengawaairan
untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi di bidang pertambangan dan energi dan kegiatan
konstruksi sipil, sepanjang air tanah tidak digunakan, dimanfaatkan, diusahakan, dan tidak
mengganggu kebutuhan pokok sehari-hari masyarakat setempat, serta tidak merusak
kondisi dan lingkungan air tanah.
Yang dimaksud dengan pengawaairan adalah proses penurunan muka air tanah untuk
kegiatan tertentu, seperti pengusahaan gas metana batu bara (coalbed methane), dan
konstruksi sipil dalam pemasangan pondasi. Pengusahaan gas metana batu bara pada
tahap awal perlu dilakukan kegiatan pengawaairan terhadap lapisan batu bara di bawah
permukaan tanah yang tujuannya adalah agar lapisan batu bara tersebut dapat merekah
sehingga gas metana dapat mengalir. Lapisan batu bara dimaksud tidak dapat dilepaskan
dari kegiatan pengawaairan yang akan sangat menentukan terhadap volume gas metana
batu bara yang dapat diproduksi. Penggunaan dan pemanfaatan air ikutan dan/atau
pengawaairan untuk kegiatan yang terkait langsung dengan ekplorasi dan
eksploitasi minyak dan gas bumi, serta panas bumi tidak memerlukan izin.
Selanjutnya penetapan alokasi penggunaan air tanah pada CAT untuk pemakaian maupun
pengusahaan air tanah dilakukan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya. Penjelasan lebih lengkap mengenai izin pengusahaan air
tanah akan di bahas pada Sub-bab Perizinan Air Tanah.
7.7.3.3 Pengeboran dan Penggalian
Pengeboran atau penggalian air tanah ditujukan untuk mengeluarkan air tanah dari
akuifer melalui sumur bor, sumur gali atau dengan cara lainnya.
Pengeboran eksplorasi dan eksploitasi air tanah didasarkan pada kondisi dan lingkungan air
tanah di lokasi rencana pengeboran. Kondisi air tanah baik kuantitas dan kualitas serta
lingkungan air tanah di suatu daerah dapat diketahui dari peta yang tersedia. Peta yang
dipakai sebagai acuan adalah peta konservasi air tanah, apabila belum ada peta tersebut
dapat mengacu pada peta potensi cekungan air tanah, peta hidrogeologi, peta geologi, dan
peta topografi.
Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam pengeboran atau penggalian air tanah untuk
membuat sumur produksi, antara lain;
1. Lokasi rencana titik pengeboran
Lokasi rencana titik pengeboran dalam kaitannya dengan daerah imbuhan air tanah sangat
menentukan dalam memberikan pertimbangan untuk rancang bangun konstruksi sumur dan
peruntukannya. Daerah imbuhan air tanah pada dasarnya hanya diperuntukan bagi
keperluan air minum dan keperluan rumah tangga.
Lokasi titik pengeboran terkait dengan zona konservasi air tanah. Rekomendasi
teknis pengeboran air tanah harus mempertimbangkan ketentuan yang terkandung pada
zona konservasi air tanah di mana lokasi rencana titik pengeboran berada.
2. Jenis dan sifat fisik batuan
Jenis dan sifat fisik batuan misalnya batu gamping berongga memiliki sifat
potensi kehilangan air (water loss), pasir lepas memiliki sifat mudah runtuh,
lempung memiliki sifat mudah mengembang.
3. Kondisi hidrogeologis
Kondisi hidrogeologis disajikan dalam peta zona konservasi air tanah dan zona
pemanfaatan air tanah, meliputi antara lain sebaran dan karakteristik akuifer, pola aliran air
tanah, potensi air tanah, dan kedudukan muka air tanah.
Setiap cekungan air tanah memiliki susunan akuifer yang khas. Susunan akuifer dapat
dibedakan dalam beberapa kelompok atas dasar kondisi hidrogeologi dan untuk keperluan
alokasi eksploitasi air tanah, secara garis besar dibedakan antara akuifer dangkal yang
mengandung air tanah bebas dan akuifer dalam yang mengandung air tanah tertekan,
seperti telah diuraikan pada Bab 2. Air tanah bebas yang terdapat pada akuifer dangkal
hanya untuk keperluan air minum dan rumah tangga, sedangkan untuk keperluan komersial
menggunakan air tanah tertekan dari akuifer dalam. Susunan akuifer ini menentukan dalam
merekomendasikan kedalaman dan rancang bangun konstruksi sumur.
Konstruksi sumur produksi untuk keperluan selain air minum dan rumah tangga dibuat
dengan kedalaman jambang maksimum sampai batas dasar akuifer dangkal atau hingga
batas atas akuifer dalam, rongga pada lubang bor di luar jambang dicor semen, pipa naik
dan saringan dipasang di bawah pipa jambang, kerikil pembalut, diisikan pada rongga pada
lubang bor di luar saringan.
4. Kondisi Air Tanah
Kondisi air tanah meliputi kuantitas dan kualitas air tanah di daerah yang akan dilakukan
pengeboran dipakai sebagai dasar dalam memberikan rekomendasi teknis pengeboran
eksploitasi air tanah.
Berdasarkan kondisi air tanahnya suatu daerah dapat dibedakan menjadi 4 (empat)
kategori, yaitu: aman, rawan, kritis dan rusak. Peruntukan pemanfaatan air tanah sesuai
kategori tersebut di atas sebagai berikut.
Untuk keperluan air minum dan rumah tangga penduduk setempat,
pengeboran eksploitasi air tanah dapat dilakukan pada daerah yang kondisi air tanahnya
aman, rawan, kritis, dan rusak.
Pengeboran dengan tujuan untuk pemenuhan kebutuhan air minum dapat dilakukan di
daerah mana saja, baik di daerah aman, rawan, kritis, dan rusak dengan batasan
debit pemanfaatan. Sedangkan pengeboran untuk tujuan lain, misalnya industri hanya
diizinkan pada daerah luahan air tanah, daerah dengan kondisi air tanah masih relatif
alami (daerah aman), dan daerah dengan kondisi air tanah sudah cukup banyak mengalami
perubahan akibat pemanfaatan air tanah yang intensif (daerah rawan). Pengeboran pada
daerah aman dan daerah rawan hanya diizinkan mengambil dan memanfaatkan air tanah
dalam.
Kualitas air tanah dangkal terutama di daerah pantai yang bersifat payau atau asin menjadi
dasar pertimbangan dalam menentukan rancang bangun konstruksi sumur. Agar air asin
yang terdapat pada akuifer dangkal tidak mencemari air tanah dalam maka pada
lubang/rongga antara dinding lubang bor dan bagian luar pipa (annulus) dari
permukaan tanah hingga batas bawah kedalaman akuifer dangkal harus dicor dengan
semen.
5. Kondisi lingkungan sekitar.
Keberadaan dan sebaran sumur produksi di sekitar rencana titik pengeboran menjadi
pertimbangan dalam merekomendasikan rancang bangun konstruksi dan kedalaman sumur.
Pada prinsipnya cadangan air tanah pada suatu kawasan diperuntukkan bagi
kepentingan bersama sehingga semua harus dijamin agar mendapatkan air tanah yang adil
sesuai keperluannya dan tetap mengingat faktor pemerataan. Potensi air tanah yang
terdapat pada suatu kawasan perlu dibagi secara merata untuk memenuhi semua pengguna
air tanah di kawasan tersebut.
Pada kawasan industri dengan pemanfaatan air tanah dalam yang intensif umumnya
menyebabkan dampak negatif pada air tanah dangkal, yaitu menyebabkan penurunan muka
air tanah dangkal yang cukup besar dan mengakibatkan sumur penduduk di sekitarnya
mengalami kekeringan (lihat Bab 1). Dalam pembuatan rekomendasi teknis untuk
pembuatan sumur produksi maka perlu dicantumkan kewajiban bagi industri air tanah
untuk memberikan sebagian dari jumlah pemanfaatan air tanah tersebut untuk
kepentingan masyarakat sekitar.
Pengeboran atau penggalian air tanah dilarang dilakukan pada kawasan lindung air tanah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pengeboran atau penggalian air tanah diatur dengan
peraturan Menteri.
7.7.3.4 Penggunaan Air Saling Menunjang
Setiap kegiatan penggunaan air tanah harus diarahkan pada penggunaan yang saling
menunjang antara air tanah dan air permukaan. Dalam penggunaan air perlu dirancang
dengan mendahulukan penggunaan air permukaan.
Penggunaan air tanah untuk air baku berbagai keperluan merupakan pilihan setelah air
permukaan sudah tidak mencukupi dengan tetap memperhatikan upaya
konservasi mencakup pencegahan kerusakan lingkungan.
Penggunaan air yang saling menunjang antara air tanah dengan air permukaan perlu
dilakukan mengingat secara alami masing-masing memiliki keterbatasan ketersediaan
sehingga apabila dibutuhkan jumlah air yang besar perlu dipasok dari air tanah dan air
permukaan sekaligus, dengan sedapat mungkin tetap mendahulukan penggunaan air
permukaan dalam upaya pencegahan kerusakan air tanah.
Pemakaian kolam tampungan air permukaan untuk mengatur pergerakan air, supaya dapat
memasok pengambilan air di bagian hilir dan pekerjaan pengolahan air lainnya, merupakan
hal yang biasa dijumpai. Namun ide untuk menggunakan potensi air tanah untuk tujuan
yang sama sangat jarang digunakan. Oleh karena itu, digunakan kombinasi pemakaian air
permukaan dan air tanah yang saling menunjang agar dapat memberikan manfaat sebesar-
besarnya secara ekonomis maupun lingkungan.
Dengan mengadopsi pendekatan ini, perbedaan karakter dari air tanah dan air
permukaan dapat dipakai untuk mengoptimasi batas maksimum pemakaian total
sumber air. Sebagai contoh, air permukaan tersedia hanya pada musim tertentu saja, tetapi
biasanya terdapat ketidakpastian waktu dan jumlahnya. Sebagai tambahan, sifat air
permukaan ditentukan oleh banjir yang tidak dapat ditangkap di tampungan karena
terbatasnya kapasitas atau dipakai untuk ketersediaan air. Sedangkan tampungan air
permukaan dapat terisi dengan cepat, dan kehilangan terjadi karena evaporasi dan
rembesan. Sebaliknya, air tanah biasanya terdapat pada tampungan yang luas dan
kuantitas yang banyak, dengan variasi waktu cenderung sedikit.
Tampungan air tanah cenderung bergerak lambat pada perubahan aliran masuk maupun
aliran keluar. Sehingga, makin sedikit ketidakpastian yang dapat diprediksi untuk
keberadaaan air tanah untuk masa depan dibandingkan dengan air permukaan.
Pendekatan penggunaan saling menunjang untuk ketersediaan air bertujuan untuk
menggabungkan penggunaan air permukaan dan air tanah pada suatu daerah sehingga
didapat batas optimum pemakaian air, dengan memberikan manfaat sebesar-besarnya
secara ekonomis maupun lingkungan. Saat permintaan air semakin naik sampai ke batas
paling maksimal, strategi penggunaan saling menunjang akan menjadi sangat menarik
(Maknoon and Burges, 1978).
Konsep dari keterpaduan pemakaian air tanah dan air permukaan, dan mengoptimasi
sumber air untuk beberapa daerah sangat menarik. Beberapa pertimbangan yang harus
diikutsertakan untuk perancangan dan pelaksanaan rencana penggunaan saling menunjang
adalah:
1. Air tanah dapat dipakai untuk memperbanyak aliran sungai saat musim kemarau.
Kuantitas air tanah dibutuhkan tergantung dari variabel dari air sungai dan tingkat
regulasi air sungai, misalnya 60%, 70%, 80%, atau 90% dari aliran rata-rata.
2. Penurunan air tanah dalam akuifer membutuhkan waktu lama untuk kembali lagi
seperti semula (lihat Bab 1). Hal ini tidak hanya tergantung pada karakter akuifer
namun juga tingkat regulasi air sungai.
3. Beberapa ide yang berhubungan dengan tingkat pemulihan air tanah dapat dilihat dari
pertimbangan seperti waktu respon akuifer. Parameter ini juga memberi indikasi
adanya variabel musiman pada aliran air tanah yang menuju sungai. Waktu respon
dapat didefinisikan sebagai T/SL2, di mana T adalah keterusan , S adalah koefisien
kesimpanan dan L adalah jarak dari sungai menuju batas lulus dari akuifer atau bagian
air tanah yang paralel dengan garis sungai (Downing et al, 1974), (Oakes and
Wilkinson, 1972).
4. Muka air tanah ditingkatkan saat periode air sungai berlebih memakai teknik imbuh
buatan bila imbuh alami kurang atau terlalu lama.
5. Kekurangan aliran sungai biasanya disertai dengan pengambilan air tanah melalui
sumur. Pemompaan akan menurunkan muka air tanah yang akan mengakibatkan
debit mata air dan aliran keluar dari air tanah berkurang. Sedangkan kehilangan pada
dasar sungai akan semakin naik dan terjadi pencegatan pada beberapa aliran dasar
sungai. Kekurangan pada debit akuifer akan tergantung apakah akuifer secara hidraulik
berhubungan dengan sungai atau tidak, sifat hidraulik dari akuifer (S dan T), waktu
respon dari akuifer, dan jarak antara sungai dan sumur.
6. Efisiensi dari sistem penggunaan saling menunjang ditunjukkan sebagai perolehan
bersih (net gain). Hal ini akan digambarkan pada persamaan di bawah ini.
Jumlah pengambilan air tanah – pengurangan aliran sungai
Jumlah pengambilan air tanah
Perolehan bersih =
7. Menurut Downing et al, 1974, hasil yang baik didapat saat akuifer memiliki kelulusan
yang rendah dan koefisien kesimpanan yang tinggi (sehingga waktu respon kecil).
8. Dengan akuifer tidak tertekan, biasanya sebuah daerah memiliki waktu respon yang
cepat, sehingga daerahnya cukup layak untuk dibangun sumur pompa untuk jarak yang
jauh dari sungai. Jika sumur terlalu dekat dengan sungai, infiltrasi akan mengakibatkan
sirkulasi cepat pada sistem di sungai dengan nilai perolehan bersih dapat diabaikan.
Letak sumur yang jauh dari sungai juga kurang menguntungkan, pemompaan akan
tinggi dan biaya pompa juga banyak.
9. Akuifer tertekan, karena koefisien kesimpanan yang kecil dan respon cepat, tidak selalu
layak untuk penggunaan saling menunjang, walaupun pemisahan yang nyata antara air
permukaan dengan air tanah akan terlihat menarik awalnya.
Untuk mengevaluasi secara penuh faktor-faktor yang tertulis di atas dan menaksir
keadaan hidrogeologi suatu daerah, perlu dibentuk beberapa rencana awal. Downing et al,
1974 menjelaskan syarat-syarat yang dibutuhkan untuk rencana, sedangkan Backshall et al,
1972 memberi catatan yang baik tentang studi awal yang dapat diaplikasikan di S. Thet di
Norfolk, Inggris.
Rencana awal harus dimulai dengan uji pemompaan dari sumur tunggal untuk menaksir
hubungan produksi air dengan penurunan muka air tanah dan efektivitas sumur,
sifat hidraulik dari akuifer dan hubungan antara sumur tunggal dan sungai atau batasan
hidrologis lainnya. Tahap berikutnya berhubungan dengan pengujian di sungai untuk
memperkirakan dampak dari pengambilan air di akuifer dan di sungai. Kondisi aktual yang
dilihat pada saat pengujian dibandingkan dengan jika tidak ada pemompaan. Untuk dapat
mengetahui sistem secara penuh, tingkat pengambilan air harus cukup besar untuk
menghasilkan dampak dari aliran sungai dan mengurangai dampak signifikan dari
kesalahan-kesalahan yang diprediksi.
Backshall et al 1972 memakai tingkat pengambilan tiga kali lebih banyak dari tingkat
infiltrasi rata-rata saat tahap pembuktian pada skema awal. Satu tujuan adalah untuk
mengerti bagaimana tiap sumur mempengaruhi aliran air sungai, hal ini sangat baik untuk
efisiensi manajemen. Sedangkan tujuan lain adalah untuk menaksir konsekuensi
pengambilan dari ekologi sekitar, daerah rendah, pertanian, dan lainnya. Pengaruh pada
tanaman dan hewan air dari penggunaan air tanah harus dikaji lebih lanjut, karena air
memiliki temperatur dan komposisi kimia yang berbeda.
Banyak aspek dari skema penggunaan saling menunjang yang dapat dipelajari dengan
teknik pemodelan dan ini sangat penting untuk memprediksi bagian dari studi awal. Salah
satunya model pada gambar di bawah ini:
Gambar 7-12 Inter-relasi antara air tanah, aliran sungai, hujan, dan pengambilan air tanah
Gambar di atas adalah potongan melintang Utara-Selatan dari akuifer Chalk di bawah
Berkshire Downs di mana air tanah yang diambil akan mengisi S. Thames pada saat
musim kering. Akuifer ditutupi oleh lapisan kedap dan sumur diletakkan dekat dengan
permukaan sungai sehingga dapat mengurangi jumlah pipa dan biaya pemompaan. Di
bagian akuifer yang tertekan, sumur harus terletak pada jarak tertentu dari sungai untuk
menghindari infiltrasi. Berikutnya, air tanah dipompa sampai ke hulu ajek (perennial heads)
dari sungai musiman untuk menghindari kehilangan melalui dasar sungai yang kering (Anon,
1975)
Prinsip dasar kelebihan dan kekurangan dari penggunaan saling menunjang, diringkaskan di
bawah ini:
a. Kelebihan:
1. Optimasi penggunaan air. Menggunakan tampungan air permukaan dan bawah
tanah untuk menghasilkan kapasitas tampungan yang lebih besar dan mengurangi
larian yang sia-sia.
2. Sedikit tampungan permukaan yang dibutuhkan karena di bawah tanah sudah memiliki
simpanan air tanah sendiri.
3. Pengendalian banjir yang lebih baik. Air dapat ditransfer ke dalam tampungan bawah
tanah.
4. Kelenturan lebih besar untuk merespon kenaikan permintaan akan air karena ada lebih
dari satu sumber tersedia.
b. Kekurangan:
1. Biaya yang lebih banyak karena mengkonsumsi daya yang lebih besar dengan
banyaknya pemompaan. Penggunaan saling menunjang membutuhkan pompa untuk
mengambil air dari bawah tanah, kemudian mengangkut ke sungai serta perlu adanya
imbuh buatan untuk air tanah sebagai pengganti air yang diambil nantinya, sehingga
dibutuhkan biaya pengawasan yang tentunya akan lebih besar.
2. Berkurangnya efisiensi pompa karena tingginya fluktuasi muka air tanah.
3. Permasalahan manajemen karena ada banyak hal yang harus diperhatikan seperti:
kapan memakai sumber air permukaan dan air tanah, kapan menghentikan
pengambilan air tanah dan mengganti menjadi air permukaan, kapan memulai imbuh
air tanah, dll.
4. Penafsiran ekonomi untuk skema ini cukup sulit karena banyaknya sumber air
tanah dan permukaan yang dapat dipakai secara independen dan bersamaan. Memilih
alternatif yang paling murah akan sulit dan belum tentu dapat menghasilkan
penggunaan air yang paling efektif atau memuaskan kendala manajemen lainnya.
5. Jika air diambil dari sumber yang berbeda tiap waktu, waktu yang disediakan kepada
konsumen dapat berubah dari air permukaan yang kesadahannya rendah menjadi air
tanah yang kesadahannya tinggi. Hal ini dapat mengakibatkan permasalahan atau
ketidakpuasan. Pencampuran air dari sumber yang berbeda dibutuhkan (Buchan,
1963).
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan pola penggunaan saling menunjang sangat
kompleks dan memiliki kekurangan yang signifikan. Oleh karena itu, sangat disarankan
untuk pemilihan skema ini hanya pada kondisi yang tepat, misalnya kekurangan air yang
tidak dapat dipenuhi dengan alasan yang jelas. Jika skema sudah ditentukan, maka perlu
dimulai dengan adanya pembangunan ukuran kecil dan pengembangan model untuk
memprediksi kecenderungan masa depan. Memilih alternatif yang paling cocok biasanya
dapat membantu proses manajemen.
7.7.4 Pengembangan
Pengembangan air tanah pada CAT ditujukan untuk meningkatkan kemanfaatan fungsi air
tanah guna memenuhi penyediaan air tanah dan diutamakan untuk memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari dan pertanian rakyat.
Pengembangan air tanah diselenggarakan berdasarkan rencana pengelolaan air tanah dan
rencana tata ruang wilayah, dengan mempertimbangkan:
1. daya dukung akuifer terhadap pengambilan air tanah;
2. kondisi dan lingkungan air tanah;
3. kawasan lindung air tanah;
4. proyeksi kebutuhan air tanah;
5. pemanfaatan air tanah yang sudah ada;
6. data dan informasi hasil inventarisasi pada CAT; dan
7. ketersediaan air permukaan.
Pengembangan air tanah dilakukan melalui kegiatan:
1. survei hidrogeologi;
2. eksplorasi air tanah melalui penyelidikan geofisika, pengeboran, atau penggalian
eksplorasi;
3. pengeboran atau penggalian eksploitasi; dan/atau
4. pembangunan kelengkapan sarana pemanfaatan air tanah.
Pengembangan air tanah hanya dapat dilaksanakan selama potensi air tanah masih
memungkinkan diambil secara aman serta tidak menimbulkan kerusakan air tanah dan
lingkungan hidup.
7.7.4.1 Survei Hidrogeologi
Merupakan suatu upaya untuk memperoleh informasi mengenai kondisi air tanah. Metode-
metode yang dilakukan dalam survei higrogeologi antara lain:
1. Pemetaan Hidrogeologi
Pemetaan dimulai dengan mengumpulkan, menganalisis, dan mengintrepetasikan
hidrogeologi pada peta topografi, foto udara, dan peta geologi. Data-data tambahan dari
metode geologi dan evaluasi data hidrologi yaitu, aliran permukaan dan mata air, jumlah
air yang bisa dihasilkan dari sumur, imbuhan air tanah, luahan air tanah, elevasi muka
air, dan kualitas air tanah (Todd dan Mays, 2005).
Metode ini memberi informasi mengenai tipe formasi batuan yang diharapkan bisa
menunjukkan ditemukannya air tanah yang bisa diambil, seperti diuraikan pada Bab 2,
dan memberikan gambaran mengenai metode lain yang bisa digunakan untuk
penggunaan air tanah.
Pemetaan digunakan untuk mengetahui lokasi observasi atau kondisi suatu
area berdasarkan format data yang ada. Dapat pula digunakan untuk menyampaikan
informasi yang spesifik mengenai faktor distribusi atau kondisi yang mungkin digunakan
untuk investigasi (Varnes, 1974). Sebagai contoh: pemetaan menunjukkan distribusi
daerah longsor, sebaran cekungan air tanah, dll. Varnes, 1974 menyatakan bahwa pada
prinsipnya peta mempunyai tiga aspek informasi:
· Aspek syntactic, informasi tertentu yang kurang bersifat statistik, data yang bersifat
langka
· Aspek semantic, adanya informasi tertentu yang bersifat penting.
· Aspek pragmatic, menjelaskan tingkat respon pengguna, yang mungkin bervariasi
dari tidak ada respon sampai respon yang intensif.
2. Penginderaan Jauh (Remote Sensing)
Penginderaan jauh adalah pengumpulan data tentang objek, permukaan, atau
material tanpa kontak langsung dan tanpa jarak pemisah antara pengamat dan alam.
Gelombang elektromagnet yang digunakan adalah infra merah. Infra merah dapat
memberikan informasi mengenai suhu, kandungan tanah, sirkulasi air tanah, dan
patahan yang memungkinkan ditemukannya akuifer. Radar imagery memberikan
informasi keberadaan air tanah pada kedalaman yang dangkal (Todd dan Mays, 2005).
3. Perpotretan Udara (Aerial Photography)
Perpotretan udara adalah pemetaan dengan menggunakan foto udara mulai skala 1:
15.000 sampai 1: 40.000 baik hitam-putih maupun berwarna.
4. Interpretasi Foto
Didefinisikan sebagai seni dalam fotografi yang bertujuan untuk mengidentifikasi obyek
dan pengambilan keputusan penting (Barret and Curtis 1976 dalam Johnson and DeGraff,
1988).
5. Fotogrametri Darat (Terrestrial Photogrametri)
Digunakan untuk mendapatkan citra permukaan tanah yang memberikan gambaran
orientasi ketidaksinambungan beberan (exposed discontinuities) dan kekasaran
permukaan.
7.7.4.2 Eksplorasi Air Tanah
Eksplorasi air tanah memberikan gambaran mengenai kondisi bawah permukaan yang
mempengaruhi letak, desain, dan penampilan suatu proyek. Kegiatan-kegiatan eksplorasi
bawah permukaan meliputi (Johnson dan DeGraff, 1988):
1. Penggalian
Kegiatan ini menyediakan sarana baik untuk pengambilan contoh bahan-bahan permukaan
maupun pemetaan kondisi tampilan bawah permukaan, sehingga pengeboran atau
metode geofisik tidak dibutuhkan.
2. Pengeboran
Meliputi berbagai metode untuk pengambilan contoh batuan bawah permukaan dari lubang
bor untuk keperluan pemetaan bawah permukaan dan pengecekan kondisi yang lebih luas.
3. Eksplorasi geofisika
Eksplorasi geofisika adalah penyelidikan sifat-sifat fisik, misalnya kerapatan, elastisitas,
tahanan jenis pada endapan mineral atau struktur geologi yang dapat digunakan sebagai
informasi secara tidak langsung mengenai kondisi bawah permukaan. Metode ini dapat
mendeteksi kelainan-kelainan sifat-sifat fisik batuan sampai pada kerak bumi (Todd & Mays,
2005).
4. Metode Bias Gempa (Seismic Refraction Method)
Merupakan metode dengan memberikan tumbukan alat berat atau ledakan kecil kemudian
diukur waktu yang dibutuhkan sampai terdengar suara, atau besarnya cepat rambat
gelombang yang dihasilkan. Metode ini menginformasikan struktur geologi ribuan meter di
bawah permukaan (Todd dan Mays, 2005).
Aplikasi dari metode gempa antara lain: pembiasan, pemantulan atau tata suara
berdasarkan data mengenai sifat-sifat elastis tanah dan batuan untuk menentukan
kecepatan perambatan gelombangnya.
5. Geolistrik
Metode ini meliputi pengukuran permukaan material bumi untuk mengendalikan aliran yang
ada dengan konduksi ionik.
Pada prinsipnya pendugaan geolistrik didasarkan pada karakteristik sifat fisik
batuan terhadap arus listrik yang dialirkan ke dalamnya. Sifat fisik batuan terhadap arus
listrik sangat tergantung pada kekompakan, kekerasan, besar butir batuan serta kandungan
air atau larutaan elektrolit di dalamnya.
Metode geolistrik mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan metode langsung, di
antaranya pengeboran, penyondiran, dan lain–lain. Metode geolistrik dapat dilakukan
dengan mudah pada lereng–lereng bukit, peralatan relatif ringan, dapat menembus
berbagai lapisan tanah/batuan, kedalaman dapat mencapai beberapa ratus meter sesuai
kebutuhan. Misalnya untuk penyelidikan air tanah diperlukan data sampai beberapa ratus
meter kedalaman, tapi untuk penyelidikan geologi teknik cukup sampai beberapa puluh
meter saja, tergantung pada jenis bangunannya. Pelaksanaannya relatif cepat, biaya murah,
dan data yang didapatkan cukup akurat.
7.7.4.3 Eksploitasi dan Pembangunan Kelengkapan Sarana Pemanfaatan Air Tanah
Berdasarkan hasil survey hidrogeologi dan eksplorasi air tanah, maka dilakukan pengeboran
eksploitasi atau menggunakan sumur yang lama dalam rangka proses pengambilan air
tanah.
Dalam pembangunan kelengkapan sarana pemanfaatan air tanah diperlukan untuk menjaga
kualitas dan kuantitas air tanah. Sebagai contoh pada PDAM, ataupun perusahaan air
kemasan, apabila kualitas air tanah kurang memenuhi syarat, maka dilengkapi dengan
instalasi pengolahan air.
Contoh lain misalnya pada kawasan industri perlu dilengkapi dengan sumur pantau dan
sumur resapan. Hal ini dimaksudkan untuk mengamati setiap perubahan kualitas dan
kuantitas air tanah serta menjaga ketersediaan air tanah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai teknis pengembangan air tanah diatur dalam
peraturan Menteri.
7.8 Pengendalian Daya Rusak Air Tanah
Pengendalian daya rusak air tanah adalah pengendalian daya rusak air pada cekungan air
tanah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 UU No. 7/2004.
Menurut PP No. 43/2008, pengendalian daya rusak air tanah ditujukan untuk mencegah,
menanggulangi intrusi air asin, dan memulihkan kondisi air tanah akibat intrusi air asin,
serta mencegah, menghentikan, atau mengurangi terjadinya amblesan tanah.
Pengendalian daya rusak air tanah dilakukan dengan mengendalikan pengambilan air
tanah dan meningkatkan jumlah imbuhan air tanah untuk menghambat/mengurangi laju
penurunan muka air tanah. Penurunan muka air tanah menyebabkan ketidakseimbangan
kondisi hidrogeologi, apabila terjadi terus menerus dapat mengakibatkan terjadinya
intrusi air asin dan/atau amblesan tanah, seperti telah dibahas pada bab-bab terdahulu.
Pengendalian daya rusak air tanah meliputi upaya pencegahan, penanggulangan, dan
pemulihan. Untuk mencegah terjadinya intrusi air asin dilakukan dengan membatasi
pengambilan air tanah di daerah pantai yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan
antara muka air tanah tawar dan muka air tanah asin. Untuk menanggulangi terjadinya
intrusi air asin dilarang mengambil air tanah di daerah pantai. Sedangkan untuk
memulihkan kondisi air tanah akibat intrusi air asin dilakukan dengan cara menciptakan
resapan buatan atau membuat sumur injeksi di daerah yang air tanahnya telah tercemar
air asin (Bab 4).
Pengendalian pada amblesan tanah meliputi kegiatan pencegahan terjadinya amblesan
tanah dilakukan dengan mengurangi pengambilan air tanah bagi pemegang izin pemakaian
air tanah atau izin pengusahaan air tanah pada zona kritis dan zona rusak. Upaya
penghentian terjadinya amblesan tanah dilakukan dengan menghentikan pengambilan air
tanah. Sedangkan untuk mengurangi terjadinya amblesan tanah sebagaimana dilakukan
untuk menanggulangi intrusi air asin dengan membuat sumur resapan.
7.9 Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Pengelolaan Air Tanah
Pemantauan air tanah adalah pengamatan dan pencatatan secara menerus atas perubahan
kuantitas, kualitas, dan lingkungan air tanah, yang diakibatkan oleh perubahan lingkungan
dan atau pengambilan air tanah. Hal itu dimaksudkan agar muka air tanah tidak mengalami
penurunan, sehingga dapat mencegah dan menanggulangi intrusi air asin dan
memulihkannya serta menghentikan atau mengurangi terjadinya amblesan tanah.
Kegiatan pemantauan pengelolaan air tanah dilakukan oleh Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota, dengan tujuan utama pemantauan agar keberadaan air tanah di suatu
daerah dapat dikendalikan pengelolaannya sehingga air tanah dapat lestari dan
berkesinambungan sehingga pemanfaatannya dapat berkelanjutan.
Dalam pelaksanaan pemantauan, Pemerintah dapat dibantu oleh pihak lain seperti instansi
atau lembaga baik pemerintah maupun swasta seperti LIPI, perguruan tinggi, dan
badan usaha yang mempunyai kompetensi di bidang air tanah.
Upaya pemantauan berdasarkan PP No. 43/2008, dilakukan secara berkala atau terus
menerus dan berkesinambungan meliputi: pengukuran, pencatatan, pengamatan,
pemeriksaan laporan, peninjauan langsung, dan analisis terhadap perubahan
kuantitas maupun kualitas air tanah serta kondisi lingkungan yang mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh terjadinya perubahan tersebut.
Hasil pemantauan ini digunakan untuk mengevaluasi pelaksanaan pengelolaan air tanah
sehingga meningkatkan kinerja atau untuk melakukan peninjauan kembali rencana
pengelolaan air tanah. Selain itu, hasil pemantauan tersebut dapat dipakai sebagai
dasar pertimbangan pengambilan keputusan dalam melakukan peninjauan atas
perencanaan pengelolaan air tanah oleh pemerintah daerah, agar keberadaan air tanah di
suatu daerah dapat dikendalikan pengelolaannya sehingga air tanah dapat lestari dan
berkesinambungan sehingga pemanfaatannya dapat berkelanjutan (Dep. ESDM, 2006).
Kegiatan pemantauan pelaksanaan pengelolaan air tanah dilakukan melalui (PP No.43/2008
Pasal 32 Ayat(3)):
1. Pengamatan;
2. Pencatatan;
3. Perekamanan;
4. Pemeriksaan laporan;
5. Peninjauan secara langsung
7.10 Sistem Informasi Air Tanah
Sistem informasi air tanah merupakan jaringan informasi air tanah yang tersebar dan
dikelola oleh berbagai institusi, serta dapat diakses oleh berbagai pihak yang
berkepentingan dalam pengelolaan air tanah.
Data dan informasi yang dikelola dalam sistem informasi air tanah meliputi:
1. inventarisasi air tanah;
2. konservasi air tanah;
3. pendayagunaan air tanah;
4. pengendalian dan pengawasan air tanah;
5. perizinan air tanah;
6. kebijakan pengelolaan air tanah.
Adapun pengelolaan sistem informasi air tanah dilakukan melalui tahapan:
1. pengambilan dan pengumpulan data;
2. penyimpanan dan pengolahan data;
3. pembaharuan data;
4. penerbitan serta penyebarluasan data dan informasi.
Informasi air tanah mencakup informasi hidrogeologis sebagai bagian dari informasi
sumber daya air, isinya meliputi data dan informasi mengenai:
1. konfigurasi CAT;
2. hidrogeologi;
3. potensi air tanah;
4. konservasi air tanah;
5. pendayagunaan air tanah;
6. kondisi dan lingkungan air tanah;
7. pengendalian dan pengawasan air tanah;
8. kebijakan dan pengaturan di bidang air tanah;
9. kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait dengan air tanah.
7.10.1 Pengambilan dan Pengumpulan Data
Proses pengumpulan dan pengadaan bahan data dan informasi air tanah dilakukan melalui
tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Pemilihan data dan informasi yang berasal dari berbagai sumber, baik berupa
data primer maupun data sekuder.
b. Pelaksanaan pengadaan data dan informasi.
c. Pengidentifikasi data dan informasi.
Data dan informasi tersebut diperoleh dari kegiatan inventarisasi, baik melalui pemetaan,
penyelidikan, penelitian, eksplorasi, dan/atau evaluasi data.
7.10.2 Penyimpanan dan Pengolahan Data
Data dan informasi air tanah hasil inventarisasi yang dilaksanakan oleh pihak swasta,
perguruan tinggi, serta instansi/lembaga pemerintah di wilayah provinsi dan/atau
kabupaten/kota wajib disampaikan kepada pusat data dan informasi di tingkat provinsi
dan/atau kabupaten/kota. Data dan informasi air tanah terbuka untuk umum dan dapat
digunakan oleh masyarakat
Proses pengolahan data dan informasi air tanah tahap awal meliputi :
· Pemilahan data dan informasi air tanah.
· Katalogisasi.
Merupakan kegiatan pembuatan file katalog untuk setiap jenis data dan informasi yang
dikelompokkan lagi menjadi: katalog pengarang, katalog judul, katalog lokasi, katalog
subyek, dan lain-lain.
Proses katalogisasi dengan komputer akan lebih mudah dan cepat pemrosesannya,
karena kelompok katalog tersebut di atas dibuat dalam suatu file spreadsheet sebagai
judul kolomnya.
· Labelisasi
Berdasarkan hasil proses klasifikasi data dan informasi di atas, harus dilakukan
pengidentifikasian terhadap bahan data dengan melakukan pelabelan. Pelabelan ini
akan memudahkan pelacakan terhadap data yang diperlukan. Kode yang digunakan
dalam pelabelan menggunakan abjad dan angka yang disesuaikan dengan jenis
bahan, judul, lokasi dan lain sebagainya.
Setelah dilakukan proses pengolahan awal, selanjutnya dilakukan pengolahan lanjut
untuk mempersiapkan data dan informasi yang berbasis komputer yang dikelola dalam
suatu Database Management System (DBMS). Berbagai data yang telah dikumpulkan
seperti yang telah dibahas di atas, baik berupa hasil cetakan dalam kertas maupun
digital yang mempunyai bentuk dan format yang berbeda, harus dikonversikan menjadi
data digital yang berformat seragam.
Data dan informasi yang sudah dikerjakan dalam pengolahan awal kemudian dievaluasi
dan dibuat suatu desain sistem basis data yang ditunjang dengan program perangkat
lunak khusus yang telah beredar di pasaran. Dalam penentuan struktur data dan
informasi ini diperlukan beberapa hal antara lain :
· Ketersedian data.
· Tingkat kepercayaan data.
· Tingkat kekinian data.
· Tingkat konsistensi data.
Berdasarkan jenis pengolahan seperti yang sudah diterangkan di atas, data dan
informasi terbagi dua yaitu data non digital dan data digital. Pengolahan data non digital
dilakukan berdasarkan bentuknya, yaitu data spasial dan data non spasial. Data digital
adalah data dan informasi yang berbentuk digital baik data spasial maupun non spasial.
Data yang telah terkumpul perlu dilakukan proses konversi koordinat maupun
struktur atributnya sehingga adanya keseragaman dalam susunan datanya. Hal ini akan
memudahkan dalam pengintegrasian data dan informasi air tanah secara keseluruhan.
Data dan informasi yang telah diseleksi dan diolah, disimpan di tempat-tempat tertentu
(map, rak, lemari, hard disk dan lain-lain) berdasarkan kelompok macamnya sesuai
dengan urutan nomor penempatannya.
Tempat penyimpanan harus aman dan terhindar dari segala faktor yang mempercepat
proses perusakan data (debu, jamur, kelembaban, dll.) Pemeliharaan terhadap data dan
informasi harus dilakukan secara teratur.
Data dan informasi digital disusun dalam struktur direktori yang terorganisasi
berdasarkan jenis datanya.
Untuk data digital yang telah tersimpan dalam hard disk, secara rutin harus dilakukan
proses pembuatan data cadangannya (back up) dalam suatu media penyimpanan file
(floppy disk, CD, dan hard disk). Hal ini perlu dilakukan untuk mengantisipasi terjadinya
kerusakan yang tidak terduga.
7.10.3 Pembaharuan Data
Sistem informasi air tanah dikembangkan untuk menghasilkan informasi keair tanahan yang
bersifat administrasi dan teknis secara terpadu yang dapat diakses secara cepat melalui
jaringan komputer.
Dengan cara tersebut mempercepat pemberian persyaratan/rekomendasi teknis untuk izin
pemakaian dan izin pengusahaan air tanah serta penyebarluasan informasi kondisi air tanah
kepada pihak-pihak terkait, sehingga membantu dalam menentukan
kebijakan konservasi air tanah pada waktu yang akan datang.
Pembaharuan data dalam sistem informasi bertujuan untuk memberikan informasi yang
akurat mengenai data-data yang dibutuhkan dalam pengelolaan air tanah. Pembaharuan
data-data tersebut diperoleh dari survei-survei yang telah dilakukan, laporan-laporan
pengelola air tanah baik dari pihak pemerintah, swasta dan peran masyarakat.
Untuk mempermudah penyelenggaraan sistem informasi air tanah, maka dibentuk pusat
pengelolaan data di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten kota.
Pembentukan dan pengelolaan pusat data dan informasi air tanah dilaksanakan oleh
Menteri, gubernur, dan bupati/walikota sesuai kewenangannya setelah dikoordinasikan
dengan Dewan Sumber Daya Air Nasional/Daerah.
Pusat data dan informasi air tanah dibangun di tingkat nasional, tingkat provinsi, dan tingkat
kabupaten/kota sebagai pengelola sistem informasi air tanah. Pusat data dan informasi air
tanah nasional merupakan unit pengelola data dan informasi di tingkat nasional, yang
berfungsi sebagai penyeleksi, pengolah, dan penyebar data dan informasi air tanah yang
diterima dari Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, dan
institusi pengelola data dan informasi lain.
Pusat data dan informasi air tanah provinsi merupakan unit pengelola data dan informasi di
tingkat provinsi, yang berfungsi sebagai penyeleksi, pengolah, dan penyebar data dan
informasi air tanah yang diterima dari Pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota, dan institusi pengelola data dan informasi lain.
Pusat data dan informasi air tanah kabupaten/kota merupakan unit pengelola data dan
informasi di tingkat kabupaten/kota, yang berfungsi sebagai penyeleksi, pengolah, dan
penyebar data dan informasi air tanah yang diterima dari Pemerintah, pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota, dan institusi pengelola data dan informasi lain.
7.10.4 Penerbitan serta Penyebarluasan Data dan Informasi
Data dan informasi yang sudah diolah dan disimpan secara teratur, harus dikelola dalam
suatu sistem pengelolaan data dan informasi mulai dari proses pengumpulan, pengolahan
hingga pengaturan penyajian data dan informasi.
Data yang telah dikumpulkan, disajikan dalam 5 (lima) macam informasi, yaitu :
a. Informasi tabular.
b. Informasi grafik.
c. Informasi berbentuk peta.
d. Informasi berbentuk foto atau gambar.
e. Informasi naratif.
Data dan informasi yang sudah diolah dapat disajikan dalam bentuk :
a. Penayangan pada media tayang berdasarkan jenis data dan informasi yang
dibutuhkan melalui proses pengklasifikasian pencarian data (query).
b. Pencetakan data dan informasi pada kertas sesuai dengan data yang diinginkan.
Pusat data dan informasi air tanah di tingkat provinsi dan tingkat kabupaten/kota wajib
menyampaikan data dan informasi kepada pusat data dan informasi di tingkat nasional.
Pusat data dan informasi air tanah di tingkat kabupaten/kota wajib menyampaikan data dan
informasi kepada pusat data dan informasi di tingkat provinsi.
Data dan informasi air tanah hasil inventarisasi yang dilaksanakan oleh pihak swasta,
perguruan tinggi, serta instansi/lembaga pemerintah di wilayah provinsi dan/atau
kabupaten/kota wajib disampaikan kepada pusat data dan informasi di tingkat provinsi
dan/atau kabupaten/kota. Data dan informasi air tanah terbuka untuk umum dan dapat
digunakan oleh masyarakat.
Untuk memperlancar pelaksanakan kegiatan penyediaan informasi, seluruh instansi
pemerintah, organisasi, lembaga, perorangan dan badan usaha yang melaksanakan
kegiatan berkaitan dengan air tanah wajib menyampaikan laporan hasil kegiatannya kepada
pemerintah, yaitu Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Informasi yang disampaikan mengenai pelaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan air
tanah tersebut harus terjamin keakuratan, kebenaran, dan ketepatan waktunya.
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem informasi air tanah diatur dalam peraturan Menteri.
Pengaturan sistem informasi air tanah tersebut ditujukan untuk menyimpan, mengolah,
menyediakan, dan menyebarluaskan data dan informasi air tanah dalam upaya mendukung
pengelolaan air tanah.
7.11 Perizinan Air Tanah
Sebagaimana dijelaskan pada sub-bab 6.6.3, izin dala air tanah ditetapkan untuk 2 kegiatan,
yaitu pemakaian air tanah dan pengusahaan air tanah. Sekilas mengenai izin dapat di lihat
pada Gambar 7-13.
Gambar 7-13 Diagram alir perizinan air tanah (PP No 43/2008).
7.11.1 Tata Cara Perolehan Izin
Izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah diberikan untuk setiap titik sumur
produksi. Untuk memperoleh izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah,
pemohon wajib mengajukan permohonan secara tertulis kepada bupati/walikota dengan
tembusan kepada Menteri dan gubernur.
Izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah hanya dapat diterbitkan oleh
bupati/walikota dengan ketentuan (PP No.43/2008, Pasal 68, Ayat (1)):
1. Pada setiap CAT lintas provinsi dan lintas negara setelah memperoleh
rekomendasi teknis dari Menteri.
2. Pada setiap CAT lintas kabupaten/kota setelah memperoleh rekomendasi
teknis dari gubernur.
3. Pada setiap CAT dalam wilayah kabupaten/kota berdasarkan zona konservasi air
tanah dan/atau zona pemanfaatan air tanah.
Rekomendasi teknis untuk penerbitan izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air
tanah berisi:
1. lokasi dan kedalaman pengeboran atau penggalian air tanah,
2. jenis dan kedalaman akuifer yang disadap,
3. debit pengambilan air tanah,
4. kualitas air tanah,
5. peruntukan penggunaan air tanah.
Informasi yang harus dilampirkan pada saat mengajukan permohonan izin:
1. peruntukan dan kebutuhan air tanah yang akan diambil,
2. rencana pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah,
3. upaya pengelolaan lingkungan (UKL) atau upaya pemantauan lingkungan (UPL)
atau analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal) sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangan.
Izin pemakaian air tanah harus memuat paling sedikit:
1. nama dan alamat pemohon,
2. titik lokasi rencana pengeboran atau penggalian,
3. debit pemakaian atau pengusahaan air tanah,
4. ketentuan hak dan kewajiban.
Pemegang izin wajib memberitahukan kepada bupati/walikota tentang
rencana pelaksanaan konstruksi sumur produksi dan uji pemompaan dan pelaksanaannya
harus disaksikan oleh petugas yang berwenang.
Untuk memperoleh izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah, pemohon
dikenakan biaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan.
Untuk kegiatan pengambilan air tanah dalam jumlah besar, yaitu lebih dari 2 liter per detik,
wajib melakukan eksplorasi air tanah terlebih dahulu.
Hasil eksplorasi air tanah digunakan sebagai dasar perencanaan:
1. kedalaman pengeboran atau penggalian;
2. penempatan saringan pada pekerjaan konstruksi;
3. debit dan kualitas air tanah yang akan dimanfaatkan.
Kegiatan pengeboran eksploitasi air tanah tidak memerlukan izin bila :
1. Dilaksanakan oleh instansi pemerintah yang memiliki tugas dan fungsi di bidang
air tanah.
2. Dilaksanakan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokok dalam jumlah
pengambilan tertentu yang tidak didistribusikan
Pemegang izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah hanya dapat
melakukan pengeboran atau penggalian di lokasi yang telah ditetapkan, dan hanya dapat
dilakukan oleh instansi pemerintah, perorangan atau badan usaha yang memenuhi
kualifikasi dan klasifikasi untuk melakukan pengeboran atau penggalian air tanah.
Berdasarkan PP No.43/2008, tata cara perizinan air tanah dapat dilihat pada diagram
berikut:
Gambar 7-14 Diagram tata cara perizinan pengelolaan air tanah
Kualifikasi dan klasifikasi untuk melakukan pengeboran atau penggalian air tanah dapat
diperoleh melalui:
1. sertifikasi instalasi bor air tanah; dan
2. sertifikasi keterampilan juru pengeboran air tanah.
Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan dan rekomendasi teknis serta kualifikasi dan
klasifikasi pengeboran atau penggalian air tanah diatur dalam peraturan Menteri.
7.11.2 Jangka Waktu Izin
Izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah hanya berlaku selama 3 tahun,
namun izin tersebut dapat diperpanjang. Perpanjangan izin hanya dapat diberikan oleh
bupati/walikota, setelah memperoleh rekomendasi teknis, dan selama air tanah masih
tersedia dan dapat diambil tanpa menyebabkan kerusakan kondisi dan lingkungan air tanah.
Masa berlakunya izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah selama 3 tahun,
setelah habis masa berlakunya dapat dilakukan perpanjangan. Namun sebelum masa
berlakunya habis, izin tersebut juga bisa dicabut apabila tidak mematuhi ketentuan yang
ditetapkan di dalam izin dan tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan
serta tidak mampu memperbaiki kinerjanya sesuai batas waktu yang diberikan setelah ada
peringatan tertulis dari pemberi izin.
Berakhirnya izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah tidak membebaskan
kewajiban pemegang izin untuk memenuhi kewajiban yang belum terpenuhi sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah juga dapat dievaluasi. Evaluasi
tersebut dilakukan untuk mengetahui perubahan ketersediaan air tanah pada CAT.
Ketentuan mengenai evaluasi izin diatur oleh bupati/walikota.
Setelah kegiatan pengeboran atau penggalian air tanah selesai dilakukan, bupati/walikota
wajib melakukan evaluasi terhadap debit dan kualitas air tanah yang dihasilkan
guna menetapkan kembali sumur produksi mana yang akan dipakai atau diusahakan lagi,
sebagaimana yang tercantum dalam izin.
7.11.3 Evaluasi
Evaluasi dilakukan untuk mengetahui perubahan ketersediaan air tanah pada CAT. Evaluasi
debit dan kualitas air tanah dilakukan berdasarkan laporan pelaksanaan pengeboran atau
penggalian air tanah.
Laporan pelaksanaan pengeboran atau penggalian air tanah paling sedikit memuat (PP
No.43/2008, Pasal 75 Ayat (3)):
1. Gambar penampang litologi dan penampangan sumur;
Penampangan sumur menunjukkan jenis, sifat fisik setiap lapisan batuan, dan
kedalaman batuan yang mengandung air tanah sehingga dapat ditentukan jenis dan
posisi saringan.
2. Hasil analisis fisika dan kimia air tanah;
Hasil analisis fisika dan kimia akan menunjukkan kualitas atau mutu air tanah.
3. Hasil analisis uji pemompaan terhadap akuifer yang disadap;
Hasil analisis uji pemompaan akan menunjukkan debit air tanah yang dapat diambil
secara optimal dari sumur tersebut.
4. Gambar konstruksi sumur berikut bangunan di atasnya;
Gambar konstruksi sumur akan menunjukkan posisi saringan dan kerikil pembalut.
7.11.4 Hak dan Kewajiban Pemegang Izin
Hak setiap pemegang izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air tanah adalah
untuk memperoleh hak guna pakai atau hak guna usaha air dari pemanfaatan air tanah .
Sedangkan kewajiban setiap pemegang izin pemakaian air tanah atau pengusahaan air
tanah (PP No.43/2008, Pasal 77):
1. Menyampaikan laporan hasil kegiatan pengeboran atau penggalian air
tanah serta debit pemakaian atau pengusahaan air tanah setiap bulan kepada
Pemerintah.
2. Memasang meteran air pada setiap sumur produksi dalam pemakaian atau
pengusahaan air tanah.
3. Membangun sumur resapan di lokasi yang ditentukan oleh bupati/walikota.
4. Berperan serta dalam menyediakan sumur pantau air tanah, seperti
memberikan tempat untuk pembuatan sumur pantau di lokasi lahannya.
5. Melakukan upaya konservasi air tanah.
6. Melaporkan kepada bupati/walikota apabila dalam pelaksanaan pengeboran,
penggalian air tanah, serta pemakaian dan pengusahaan air tanah ditemukan hal-hal
yang dapat membahayakan lingkungan.
7. Wajib memberikan air sekurang-kurangnya 10% dari batasan debit pemakaian
atau pengusahaan air tanah yang ditetapkan dalam izin, untuk memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari masyarakat di sekitar lokasi pengusahaan air tanah.
7.12 Pemberdayaan, Pengendalian, dan Pengawasan
Pengaturan air tanah pada suatu cekungan air tanah secara utuh mencakup
daerah imbuhan dan luahan air tanah. Pengaturan yang dilakukan pada setiap
zona konservasi air tanah sesuai dengan tingkat kerusakan air tanahnya, meliputi :
1. Pengaturan batasan kedalaman penyadapan air tanah.
2. Pengaturan jumlah pengambilan dan pemanfaatan air tanah.
3. Pengaturan peruntukan pemanfaatan air tanah
Untuk mendukung kegiatan di atas maka dibutuhkan pemberdayaan, pengendalian, dan
pengawasan oleh berbagai pihak, baik pemerintah, swasta, dan peran serta masyarakat.
7.12.1 Pemberdayaan
Penyelenggaraan pemberdayaan kepada aparat pengelola air tanah, pemegang
hak guna pakai dan hak guna usaha air dari pemanfaatan air tanah, asosiasi profesi,
asosiasi perusahaan pengeboran air tanah, dan kelompok masyarakat bertujuan untuk
meningkatkan kinerja dalam pengelolaan air tanah.
Pemberdayaan diselenggarakan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota dalam bentuk
penyuluhan, pendidikan, pelatihan, pembimbingan, dan pendampingan. Pemberdayaan
dapat diselenggarakan dalam bentuk kerjasama yang terkoordinasi antara Pemerintah,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Kelompok masyarakat atas prakarsa
sendiri dapat melaksanakan upaya pemberdayaan untuk kepentingan masing-masing.
7.12.2 Pengendalian
Berdasarkan PP No. 43/2008 Pasal 87, kegiatan pengendalian penggunaan air
tanah dilakukan oleh Menteri, gubernur, bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
Penyampaian laporan penyelenggaraaan pengendalian penggunaan air tanah dilakukan
mulai dari tingkat daerah oleh bupati/walikota kepada gubernur, kemudian gubernur
menyampaikan laporan penyelenggaraan pengendalian penggunaan air tanah tersebut
kepada Menteri secara berkala.
Laporan penyelenggaraan pengendalian penggunaan air tanah berisi antara lain jumlah dan
lokasi sumur bor, jumlah pengguna air tanah, jumlah pengambilan air tanah, peruntukan
penggunaan air tanah, dan jumlah pajak pemanfaatan air tanah. Lebih jelasnya dapat dilihat
pada diagram berikut
Gambar 7-15 Mekanisme penyampaian laporan penyelenggaraan penggunaan air tanah
7.12.3 Pengawasan
Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengelolaan air tanah ditujukan untuk
menjamin kesesuaian antara pelaksanaan pengelolaan air tanah dengan
peraturan perundang-undangan terutama menyangkut ketentuan administratif dan
teknis pengelolaan air tanah.
Wewenang pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pengelolaan air tanah di tingkat
nasional berada di tangan Menteri, di tingkat provinsi dilakukan oleh gubernur, dan di
tingkat kabupaten/kota oleh bupati/walikota. Keikutsertaan masyarakat dalam pengawasan
pengelolaan air tanah juga dapat dilakukan dengan menyampaikan laporan dan/atau
pengaduan.
Kegiatan pembinaan dan pengawasan penyelenggaraaan air tanah meliputi pengawasan
atas pelaksanaan:
1. konservasi air tanah,
2. pendayagunaan air tanah,
3. pengendalian daya rusak air tanah,
4. sistem informasi air tanah, dan
5. pemberdayaan masyarakat.
Pemerintah melakukan pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan air tanah, terutama
berkaitan dengan ketentuan dalam izin pemakaian air tanah atau izin pengusahaan air
tanah. Pengawasan atas pelaksanaan pengelolaan air tanah tersebut dilakukan terhadap
pelaksanaan pengeboran, penggalian air tanah, pemakaian dan/atau pengusahaan air
tanah.
Secara skematis kegiatan pengawasan dapat dilihat pada diagram berikut
Gambar 7-16 Diagram Kegiatan Pengawasan
Pengeboran dan pengambilan air tanah pada dasarnya adalah kegiatan di bawah
permukaan yang sangat mudah disembunyikan, tidak kasat mata, maka pengawasannya
tidak mudah dilaksanakan. Saat ini banyak dijumpai penyimpangan yang dilakukan oleh
pengguna air tanah dan pihak-pihak yang terkait, maka keadaan ini tentunya akan
menimbulkan dampak negatif karena pengambilan air tanah menjadi tidak terkendali.
Kegiatan pengawasan dan pengendalian pendayagunaan air tanah dalam rangka
konservasi meliputi:
1. pengawasan terhadap pelaksanaan pengeboran eksplorasi dan eksploitasi air
tanah yang dilaksanakan oleh instansi/lembaga pemerintah atau swasta;
2. pengawasan terhadap pelaksanaan ketentuan teknis yang tercantum dalam izin
dalam rangka pembuatan maupun perbaikan/penyempurnaan sumurbor atau
penurapan mata air, pemakaian air tanah dan pengusahaan air tanah;
3. pengawasan terhadap terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan air
tanah;
4. pengawasan dalam rangka penertiban pengeboran, penurapan, dan pemakaian
serta pengusahaan air tanah tanpa izin;
5. pengawasan dalam rangka penertiban kegiatan perusahaan pengeboran air
tanah;
6. pengawasan terhadap pelaksanaan pembuatan sumur pantau;
7. pengawasan terhadap pembuatan sumur imbuhan;
8. pengawasan pelaksanaan UKL dan UPL atau Amdal.
Air tanah adalah sumberdaya alam yang terbarukan, yang memegang peran vital dalam
pembangunan kita. Namun, pengambilannya tetap harus mempertimbangkan aspek
keseimbangan dan kelestariannya. Degradasi yang terjadi pada sumberdaya air tanah baik
jumlah maupun mutunya, sangat sulit upaya pemulihannya.
Kebutuhan akan air tanah yang semakin meningkat sementara di sisi lain ketersediaannya
yang makin langka mendorong perlunya perencanaan yang matang dalam
pemanfaatan sumber daya tersebut disesuaikan dengan jumlah ketersediaannya yang
paling layak untuk dimanfaatkan
Mengingat sifat keterdapatan sumber daya air tanah, maka seharusnya air tanah menjadi
alternatif paling akhir bagi pasokan kebutuhan akan air untuk berbagai peruntukan setelah
sumber-sumber yang lain. Di lain pihak, perlu diupayakan pengurangan ketergantungan
pasokan air dari sumberdaya air tanah dengan meningkatkan kapasitas pelayanan PAM agar
air permukaan dapat mengganti peran air tanah.
Penataan peraturan perundang-undangan dalam rangka pengelolaan air tanah pada CAT,
terutama pada kegiatan konservasi air tanah oleh semua pihak, serta penegakan
hukum dari peraturan perundang-undangan oleh instansi yang berwenang, merupakan hal
yang paling menentukan di dalam upaya pelestarian air tanah.
7.13 Sanksi
Dalam pengelolaan air tanah, terdapat 2 (dua) jenis sanksi, yaitu: (i) sanksi pidana sesuai
dengan UU No 7/2004, dan (ii) sanksi administrasi. Sanksi administratif ini telah dijelaskan
pada sub-bab 5.4.2.5.
Sanksi pidana dikenakan sesuai ketentuan Pasal 94, Pasal 95 dan Pasal 96. Rangkuman
tentang sanksi pidana dapat dilihat pada Tabel 7-1.
Tabel 7-1 Sanksi pidana dalam pengelolaan air tanah sesuai UU No. 7/2004
Pasal Sanksi Maksimal Pelanggaran
94penjara 9 tahun dan denda Rp1.500.000.000,00
1.sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya sumber air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencemaran air; atau
2.sengaja melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air.
penjara 6 tahun dan
denda Rp1.000.000.000,00
1.sengaja melakukan kegiatan penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap orang atau pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air; atau
2.sengaja melakukan kegiatan yang mengakibatkan rusaknya prasarana sumber daya air.
penjara 3 tahun dan
denda Rp500.000.000,00
1. sengaja menyewakan atau memindahtangankan sebagian atau seluruhnya hak guna air;
2. sengaja melakukan pengusahaan sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang; atau
3. sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual;
4. sengaja melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada sumber air tanpa memperoleh izin dari Pemerintah atau pemerintah daerah.
95penjara 18 bulan dan denda Rp300.000.000,00
1.karena kelalaiannya mengakibatkan kerusakan sumber daya air dan prasarananya, mengganggu upaya pengawetan air, dan/atau mengakibatkan pencermaran air; atau
2.karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan terjadinya daya rusak air.
penjara 1 (satu) tahun dan 1. karena kelalaiannya melakukan kegiatan penggunaan air yang mengakibatkan kerugian terhadap
denda Rp200.000.000,00
orang atau pihak lain dan kerusakan fungsi sumber air; atau;
2. karena kelalaiannya melakukan kegiatan yang mengakibatkan kerusakan prasarana sumber daya air.
penjara 6 (enam) bulan dan
denda Rp100.000.000,00
1. karena kelalaiannya melakukan pengusahaan sumber daya air tanpa izin dari pihak yang berwenang;
2. karena kelalaiannya melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi prasarana sumber daya air yang tidak didasarkan pada norma, standar, pedoman, dan manual;
3. karena kelalaiannya melakukan kegiatan pelaksanaan konstruksi pada sumber air tanpa izin.
1446 reads
Kementerian ESDM | Badan Geologi |
Pusat Sumber Daya Air Tanah dan Geologi Lingkungan
Jl. Diponegoro 57, Bandung 40122, Jawa Barat - Republik Indonesia
Telp: +62-22-721-5297, +62-21-522-8424 | Faks: +62-22-721-6444, +62-21-522 8372, | Email:
Sistem Informasi Air Tanah Badan Geologi 2014
http://siat.bgl.esdm.go.id/?q=content/penatagunaan