gambaran faktor resiko kinerja puskesmas skripsi olehrepository.utu.ac.id › 424 › 1 › bab...
TRANSCRIPT
GAMBARAN FAKTOR RESIKO KINERJA PUSKESMASTERHADAP PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR
(P2M) DI KABUPATEN ACEH BARAT TAHUN 2013
SKRIPSI
Oleh:HERA YATI08C10104006
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKATFAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMARACEH BARAT
2013
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang tercantum dalam Pembukaan
UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk mencapai tujuan
tersebut diselenggarakan program pembangunan nasional secara berkelanjutan,
berencana, terarah dan terpadu. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) adalah
sarana unit fungsional kesehatan terdepan yang memberikan pelayanan kesehatan
dasar kepada masyarakat di wilayah kerjanya. Puskesmas mempunyai fungsi
utama menjalankan upaya pelayanan kesehatan untuk menanggulangi masalah
kesehatan masyarakat, terutama menggerakkan pogram promosi kesehatan,
penanggulangan dan pencegahan penyakit menular (P2M) (Depkes RI, 2004).
Kebijaksanaan dalam bidang kesehatan yang diamanatkan dalam ketetapan
MPR R.I. No. IV/MPR/1999 tentang GBHN 1999/2004 salah satunya adalah
meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling
mendukung dengan pendekatan paradigma sehat, yang memberikan prioritas pada
upaya peningkatan kesehatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan dan
rehabilitasi sejak pembuahan dalam kandungan sampai usia lanjut. Amanat
tersebut dituangkan dalam undang-undang nomor 25 tahun 2000 tentang Program
Pembangunan Nasional (PROPENAS). Salah satu tujuan khusus dari program
upaya kesehatan yang tercantum dalam Propenas adalah mencegah terjadinya dan
tersebarnya penyakit menular sehingga tidak menjadi masalah kesehatan
2
masyarakat, menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan (Depkes RI,
2004).
Dewasa ini banyak penyakit menular yang telah mampu diatasi bahkan ada
yang telah dapat dibasmi berkat kemajuan teknologi dalam mengatasi masalah
lingkungan biologis yang erat hubungannya dengan penyakit menular. Akan tetapi
masalah penyakit menular masih tetap dirasakan oleh sebagian besar penduduk
negara sedang berkembang, disamping munculnya masalah baru pada negara yang
sudah maju (Nur Nasry, 2009).
Pusat Kesehatan Masyarakat, disingkat Puskesmas, adalah Organisasi
fungsional yang menyelenggarakan upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh,
terpadu, merata, dapat diterima dan terjangkau oleh masyarakat, dengan peran
serta aktif masyarakat dan menggunakan hasil pengembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi tepat guna, dengan biaya yang dapat dipikul oleh pemerintah dan
masyarakat. Upaya kesehatan tersebut diselenggarakan dengan menitikberatkan
kepada pelayanan untuk masyarakat luas guna mencapai derajat kesehatan yang
optimal, tanpa mengabaikan mutu pelayanan kepada perorangan (Ratminto,
2005).
Di dunia penyakit menular masih belum bisa diatasi ini terlihat dari
beberapa penyakit menular yang terjadi di Dunia seperti ISPA pada tahun 1997
telah menemukan empat juta bayi dan balita di Negara-negara berkembang
meninggal tiap tahunnya (Silalahi, 2004). Begitu juga dengan penyakit Hepatitis
B Menurut WHO (2004) kasusnya terjadi pada 350 juta orang di dunia dan saat
ini 1,7 juta penduduk dunia menderita TBC.
3
Indonesia sebagai negara tropis merupakan kawasan endemik berbagai
penyakit menular seperti malaria, TBC, Filariasis, Diare dan sebagainya
(Achmadi, 2005). Terlihat pada tahun 1996 penyakit diare terdapat 2,5 juta kasus
dengan jumlah kematian mencapai 6000 kematian perhari dan satu kematian
perdetik (Yasmar, 2003). Pada tahun 2003 kasus diare 10,7 per 1000 (Depkes RI,
2004). Sedangkan di Nanggroe Aceh Darusalam pada tahun 2006 kejadian diare
terjadi pada balita berjumlah 36,960 balita (Dinkes, NAD, 2007).
Sedangkan penyakit ISPA di Indonesia pada tahun 2003 yang terjadi pada
anak sebesar 664.200 (Silalahi, 2004). Untuk TBC pada tahun 2005 Indonesia
telah berhasil mencapai angka kesembuhan sesuai dengan target global yaitu
sebesar 85% namun pencampaian baru mencapai 67% (Depkes RI, 2007).
Dari data Dinkes Aceh Barat pada tahun 2010 penyakit menular masih terjadi
diantaranya untuk penyakit TBC sebanyak 101 kasus, untuk penyakit kusta telah
ditemukan 32 orang yang menderita, untuk penyakit ISPA ditemukan 193
penderita dari 1.428 kasus, dan untuk penyakit diare kasusnya mencapai 3.667.
Pada Tahun 2011 Jumlah penyakit TBC sebanyak 116 kasus, untuk penyakit kusta
telah ditemukan 22 orang yang menderita, untuk penyakit ISPA ditemukan 118
penderita dari 1.654 kasus, dan untuk penyakit diare kasusnya mencapai 3.339.
Pada Puskesmas Meureubo, pada tahun 2011 total kunjungan pasien penyakit
menular mencapai 3593 kunjungan sedangkan pada tahun 2012 total kunjungan
pasien di puskesmas sebanyak 3434 orang dengan berbagai penyakit untuk
penyakit menular jumlah kunjungan pasien sebanyak 566 orang. Dari data-data
tersebut dapaat disimpulkan bahwa masih tingginya angka penyakit menular,
peran tenaga kesehatan sangatlah penting, dapat dikatakan upaya penanggulangan
4
belumlah mencapai target sehingga tenaga kesehatan harus lebih aktif dalam
pengambilan kebijakan upaya penanggulangan penyakit menular.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, menjadi dasar bagi peneliti
untuk merumuskan masalah penelitian yaitu bagaimanakah faktor resiko faktor
resikokinerja puskesmas terhadap pemberantasan penyakit menular (P2M)
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan faktor
resiko kinerja puskesmas terhadap pemberantasan penyakit menular (P2M)
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2013.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui kemampuan tenaga kesehatan terhadap faktor resiko
kinerja tenaga kesehatan terhadap pemberantasan penyakit menular
(P2M) di Kabupaten Aceh Barat.
2. Untuk mengetahui pengetahuan tenaga kesehatan terhadap faktor resiko
kinerja tenaga kesehatan terhadap pemberantasan penyakit menular
(P2M) di Kabupaten Aceh Barat.
3. Untuk mengetahui motivasi tenaga kesehatan mengenai terhadap faktor
resiko kinerja tenaga kesehatan terhadap pemberantasan penyakit
menular (P2M) di Kabupaten Aceh Barat.
5
4. Untuk mengetahui kerjasama tenaga kesehatan mengenai terhadap
faktor resiko kinerja tenaga kesehatan dalam pemberantasan penyakit
menular (P2M) di Kabupaten Aceh Barat.
5. Untuk mengetahui kebijakan program terhadap faktor resiko kinerja
tenaga kesehatan dalam pemberantasan penyakit menular (P2M) di
Kabupaten Aceh Barat.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Teoritis
1. Sebagai bahan kontribusi pemikiran berupa teori-teori dan menambah
ilmu pengetahuan yang menyangkut tentang efektivitas Puskesmas
terhadap pemberantasan penyakit menular.
2. Sebagai bahan informasi keterkaitan dengan ilmu pengetahuan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan berdasarkan konsep teoritis dengan
realitas sosial.
3. Sebagai bahan untuk menambah kekayaan ilmu pengetahuan bagi
mahasiswa dan menjadi referensi bagi perpustakaan Universitas Teuku
Umar.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Sebagai bahan informasi bagi penulis tentang tingkat kinerja
Puskesmas Terhadap Pemberantasan Penyakit Menular (P2M).
2. Sebagai bahan informasi untuk Puskesmas terhadap pemberantasan
penyakit menular (P2M) serta langkah – langkah pencegahan terhadap
penyakit menular bagi Masyarakat Kecamatan Meureubo Khususnya.
6
3. Sebagai bahan tambahan untuk mengetahui tentang tingkat kinerja
Puskesmas terhadap pemberantasan penyakit menular yang bisa
digunakan untuk program pencegahan, pemberantasan, merencanakan
suatu strategi pelayanan kesehatan.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Penyakit
Penyakit adalah suatu keadaan abnormal dari tubuh atau pikiran yang
menyebabkan ketidaknyamanan, disfungsi atau kesukaran terhadap orang yang
dipengaruhinya. Untuk menyembuhkan penyakit, orang-orang biasa berkonsultasi
dengan seorang dokter. Patologi adalah pelajaran tentang penyakit. Subyek
pengklasifikasian sistematik penyakit disebut nosologi. Badan pengetahuan yang
lebih luas tentang penyakit adalah kedokteran (Hamdani ,2010)
Penyakit Menular adalah Penyakit yang disebabkan oleh bibit penyakit
tertentu atau oleh produk toxin yang didapatkan melalui penularan bibit penyakit
atau toxin yang diproduksi oleh bibit penyakit tersebut dari orang yang terinfeksi,
dari binatang atau dari reservoir kepada orang yang rentan; baik secara langsung
maupun tidak langsung melalui tumbuh-tumbuhan atau bin atang pejamu, melalui
vector atau melalui lingkungan (Budi, Santoso. 2008)
2.2 Penyakit menular
2.2.1 Pengertian Penyakit menular dan Jenis-Jenisnya.
Penyakit yang disebabkan oleh kuman yang menyerang tubuh manusia.
Kuman dapat berupa virus, bakteri, amuba, atau jamur. Beberapa jenis penyakit
yang menular :
6
Tabel 2.1. Jenis Penyakit MenularNo Jenis Penyakit1 Anthrax2 Batuk rejan (pertusis)3 Cacingan4 Cacar air (varicella)5 Campak6 Demam berdarah7 Diare8 Hepatitis9 Influenza10 Kolera11 Lepra12 Malaria13 Rabies14 Tetanus15 TBC16 Tifus17 Kurap18 Kudis19 Flu burung20 HIV
2.1.2 Epidemiologi Penyakit Menular
Definisi epidemiologi penyakit menular adalah epidemiologi penyakit
terfokus dalam mempelajari distribusi dan determinan penyakit (menular
dan tidak menular dalam populasi.
1. Klasifikasi Penyakit Berdasarkan etiologi (kausa)
a. Penyakit infeksi
b. Penyakit non infeksi
2. Berdasarkan Durasi :
a. Penyakit akut : < 2 minggu
b. Sub akut/Sub kronik
d. Penyakit kronik: > 3 bulan
7
3. Communicable Diseases-biological agents
Biological agents = microorganisme
a. Virus
b. Bacteria
c. Protozoa
d. Fungus
e. Helminthes
4. Non Communicable Diseases-Non biological Agents
a. Physics
b. Nutrition
c. Chemical
d. dan lain-lainnya
5. Spektrum Penyakit Menular
a. Endemik
b. Epidemik
c. Pandemik
6. Penyebaran Karakteristik Manifestasi Klinik Penyakit Menular
a. Lebih banyak tanpa gejala klinik yang jelas. Contohnya : tuberculosis
dan poliomyelitis
b. Lebih banyak dengan gejala klinik jelas contohnya: measles dan
varicella.
c. Penyakit menular yang bersifat fatal yang umumnya berakhir dengan
kematian contohnya : rabies dan tetanus neonatorum.
8
2.1.3. Komponen Proses Kejadian Penyakit Menular
1. Faktor Penyebab Penyakit Menular (AGENT)
Unsur biologis, dari partikel virus sampai organisme multiseluler yang kompleks.
a. Arthropoda (serangga)
b. Helminthes ( Cacing)
c. Protozoa
d. Fungi (jamur)
e. Bakteri
f. Spirochaeta
g. Rickettsia
h. Virus
2. Sifat alami dan karakteristik agent
a. Karakteristik biologik dan kimiawi Morfologi, motilitas, fisiologi,
reproduksi, metabolisme, nutrisi, suhu dan kemampuan hidup pada suhu,
kelembaban, dan kadar oksigen tertentu, tipe dan jumlah toksin yang
dihasilkan, jumlah antigen, dan siklus hidup.
b. Resistance fisik dan kimiawi serta viabilitas terhadap cahaya matahari,
ultraviolet, listrik, sinar x, radium, gelombang sonik dan supersonik,
desikasi, dry heat, moist heat, dingin, pembekuan (freezing), daya tahan
thd air, asam, basa, garam, alkohol, fenol dll.
3. Karakteristik Agent berkaitan dengan Host
a. Infektifitas adalah Kemampuan unsur penyebab masuk dan berkembang
biak. Dapat dianggap bahwa jumlah minimal dari unsur penyebab untuk
menimbulkan infeksi terhadap 50% pejamu spesies sama.
9
b. Dipengaruhi oleh sifat penyebab, cara penularan, sumber penularan, serta
faktor pejamu seperti umur, sex dll.
c. Infektifitas tinggi : campak. Infektifitas rendah : lepra
d. Patogenesitas. Adalah kemampuan agent untuk menghasilkan penyakit
dgn gejala klinik yang jelas. Dipengaruhi oleh adanya infektivitas. Tapi
bila di rongga peritoneum atau selaput otak, akan serius.
e. Virulensi Adalah nilai proporsi penderita dgn gejala klinis yang berat thd
seluruh penderita dgn gejala klinis yang jelas. Dipengaruhi dosis, cara
masuk/penularan, faktor pejamu dan akan lebih berbahaya bila mengenai
org dewasa daripada anak-anak.
f. Antigenesitas/ Imunogenisitas adalah kemampuan AGENT menstimulasi
HOST untuk menghasilkan kekebalan/imunitas. Dapat berupa kekebalan
humoral primer, kekebalan seluler atau campuran keduanya. Lebih
dipengaruhi oleh faktor pejamu, dosis dan virulensi infeksi. Campak
dapat menghasilkan kekebalan seumur hidup.
4. Karakteristik Agent berkaitan dengan Environment
a. Sumber Penularan (reservoir)
1. Unsur penyebab penyakit adl unsur biologis. Butuh tempat ideal
berkembang biak dan bertahan.
2. Reservoir adalah organisme hidup/mati, dimana penyebab penyakit
hidup normal dan berkembang biak. Reservoir dapat berupa manusia,
binatang, tumbuhan serta lingkungan lainnya.
10
3. Reservoir merupakan pusat penyakit menular, karena merupakan
komponen utama dari lingkaran penularan dan sekaligus sebagai
sumber penularan.
b. Manusia sebagai reservoir
1. Lingkaran penularan penyakit yang sangat sederhana, reservoir manusia
serta penularan dari manusia ke manusia.
2. Misalnya ISP oleh virus/bakteri, difteri, pertussis, TBC, influensa, GO,
sipilis, lepra.
3. Penularan penyakit ke pejamu potensial :proses kolonisasi, proses
infeksi terselubung (covert), proses menderita penyakit (overt).
Manusia sebagai reservoir dapat sebagai penderita, juga sebagai
carrier.
c. Manusia sebagai carrier dibagi :
1. Healthy carrier : poliomyelitis, hepatitis B,dll.
2. Incubatory carrier : chicken pox, measles, dll.
3. Convalescent carrier : klpk salmonella, difteri, dll.
4. Chronic carrier : tifus abdominalis, hepatitis B, dll.
d. Manusia sbg reservoir dibagi :
1. Reservoir yang selalu sbg penderita : cacar, TBC, campak, lepra, dll.
2. Reservoir sbg penderita dan carrier : difteri, kolera, tifus abdominalis, dll.
3. Reservoir sbg penderita, tdk dpt menularkan tanpa vektor/pejamu lain :
malaria, filaria, dll.
11
e. Faktor Pejamu (HOST). Host adalah manusia yang ditumpangi penyakit.
Yang dimaksud faktor pejamu adalah semua faktor yang terdapat pada diri
manusia diantaranya :
1. Umur, jenis kelamin, ras
2. Hereditas, perkembangan individu
3. Tingkah laku dan kebiasaan
4. Mekanisme pertahanan tubuh umum maupun spesifik
5. Status gizi
f. Faktor Lingkungan (environment)
1. Lingkungan fisik
2. Lingkungan sosial-ekonomi
3. Lingkungan biologik
2.1.4. Mekanisme Penularan Penyakit
1. Cara unsur penyebab keluar dari pejamu
a. Melalui konjungtiva ; penyakit mata.
b. Melalui saluran napas (droplet) ; karena batuk, bersin, bicara atau udara
pernapasan. Seperti TBC, influensa, difteri, campak, dll.
c. Melalui pencernaan ; lewat ludah, muntah atau tinja. Umpamanya kolera,
tifus abdominalis, kecacingan, dll.
d. Melalui saluran urogenitalia ; hepatitis.
e. Melalui luka ; paa kulit atau mukosa, seperti sifilis, frambusia, dll.
f. Secara mekanik ; seperti suntikan atau gigitan, antara lain malaria,
hepatitis, AIDS, dll.
12
2. Cara penularan (mode of transmission)
a. Direct transmission
Perpindahan sejumlah unsur penyebab dari reservoir langsung ke pejamu
potensial melalui portal of entry. Direct transmission terbagi empat unsur
penularan diantaranya :
1. Penularan langsung orang ke orang: sifilis, GO, lymphogranuloma
venerum, chlamydia trachomatis, hepatitis B, AIDS, dll.
2. Penularan langsung dari hewan ke orang:kelompok zoonosis.
3. Penularan langsung dari tumbuhan ke orang: penyakit jamur.
4. Penularan dari orang ke orang melalui kontak benda lain; kontak dgn
benda terkontaminasi. Melalui tanah : ancylostomiasis, trichuris,
dll. Melalui air : schistomiasis.
b. Air borne disease
1. Penularan sebagian besar melalui udara, atau kontak langsung.
2. Terdapat dua bentuk ; droplet nucklei dan dust (debu).
3. Misalnya : TBC, virus smallpox, streptococcus hemoliticus, difteri, dsb.
c. Vehicle borne disease
Melalui benda mati spt makanan, minuman, susu, alat dapur, alat bedah,
mainan, dsb.
1. Water borne disease ; cholera, tifus, hepatitis, dll
2. Food borne disease ; salmonellosis, disentri, dll
3. Milk borne disease ; TBC, enteric fever, infant diare, dll
13
2.1.5. Aspek Penularan Penyakit Menular
1. Pengantar
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang
kedokteran mendorong para tenaga ahli selalu mengadakan riset terhadap
bebagai penyakit termasuk salah satunya adalah penyakit menular demi
mengatasi kejadian penderitaan dan kematian akibat penyakit.
2. Tiga kelompok utama penyakit menular
a. Penyakit yang sangat berbahaya karena angka kematian cukup tinggi.
b. Penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan kematian dan cacat,
walaupun akibatnya lebih ringan dari yang pertama.
c. Penyakit menular yang jarang menimbulkan kematian dan cacat tetapi
dapat mewabah yang menimbulkan kerugian materi.
3. Tiga sifat utama aspek penularan penyakit dari orang ke orang
a. Waktu Generasi (Generation Time)
Masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu sampai masa
kemampuan maksimal pejamu tersebut untuk dapat menularkan
penyakit. Hal ini sangat penting dalam mempelajari proses penularan.
Perbedaan masa tunas denga wakru generasi yaitu Masa tunas
ditentukan oleh masuknya unsur penyebab sampai timbulnya gejala
penyakit sehingga tidak dapat ditentukan pada penyakit dengan gejala
yang terselubung, waktu generasi ialah waktu masuknya unsur
penyebab penyakit hingga timbulnya kemampuan penyakit tersebut
14
untuk menularkan kepada pejamu lain walau tanpa gejala klinik atau
terselubung.
b. Kekebalan Kelompok (Herd Immunity)
Adalah tingkat kemampuan atau daya tahan suatu kelompok
penduduk tertentu terhadap serangan atau penyebaran unsur penyebab
penyakit menular tertentu berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah
tertentu anggota kelompok tersebut.
Herd Immunity merupakan faktor utama dalam proses kejadian
wabah di masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu kelompok
penduduk tertentu. Wabah terjadi karena 2 keadaan :
1. Keadaan kekebalan populasi yakni suatu wabah besar dapat terjadi jika
agent penyakit infeksi masuk ke dalam suatu populasi yang tidak pernah
terpapar oleh agen tersebut atau kemasukan suatu agen penyakit menular
yang sudah lama absen dalam populasi tersebut.
2. Bila suatu populasi tertutup seperti asrama, barak dimana keadaan sangat
tertutup dan mudah terjadi kontak langsung, masuknya sejumlah orang-
orang yang peka terhadap penyakit tertentu dalam populasi tsb. Ex:
Asrama mahasiswa/tentara.
3. Angka Serangan (Attack Rate) Adalah sejumlah kasus yang berkembang
atau muncul dalam satu satuan waktu tertentu di kalangan anggota
kelompok yang mengalami kontak serta memiliki risiko atau
kerentanan terhadap penyakit tersebut.Formula angak serangan ini adalah
banyaknya kasus baru (tidak termasuk kasus pertama) dibagi dengan
banyaknya orang yang peka dalam satu jangka waktu tertentu. Angka
15
serangan ini bertujuan untuk menganalisis tingkat penularan dan tingkat
keterancamam dalam keluarga, dimana tata cara dan konsep keluarga,
sistem hubungan keluarga dengan masyarakat serta hubungan individu
dalam kehidupan sehari-hari pada kelompok populasi tertentu merupakan
unit epidemiologi tempat penularan penyakit berlangsung.
4. Manifestasi Klinik Secara Umum
1. Spektrum Penyakit Menular
Pada proses penyakit menular secara umum dijumpai berbagai
manifestasi klinik, mulai dari gejala klinik yang tidak tampak sampai
keadaan yang berat disertai komplikasi dan berakhir cacat atau meninggal
dunia. Akhir dari proses penyakit adalah sembuh, cacat atau meninggal.
Penyembuhan dapat lengkap atau dapat berlangsung jinak (mild) atau
dapat pula dengan gejala sisa yang berat (serve sequele).
2. Infeksi Terselubung (Tanpa Gejala Klinis)
Adalah keadaan suatu penyakit yang tidak menampakkan diri
secara jelas dan nyata dalam bentuk gejala klinis yang jelas sehingga tidak
dapat didiagnosa tanpa cara tertentu seperti test tuberkulin, kultur
tenggorokan, pemeriksaan antibodi dalam tubuh dll.
Untuk mendapatkan perkiraan besar dan luasnya infeksi
terselubung dalam masyarakat maka perlu dilakukan pengamatan atau
survai epidemiologis dan tes tertentu pada populasi. Hasil survai ini dapa
digunakauntuk pelaksanaan program, keterangan untuk kepentingan
pendidikan.
16
5. Gambar Penyebaran Karakteristik Manifestasi Klinik Dari Tiga Jenis
Penyakit Menular
1). Lebih banyak dengan tanpa gejala klinik (terselubung).
Kelompok penyakit dengan keadaan lebih banyak penderita tanpa
gejala atau hanya gejala ringan saja, tidak tampak pada berbagai
tingkatan, patogenisitas rendah.Contoh, Tuberkulosis, Poliomyelitis,
Hepatitis A.
2). Lebih banyak dengan gejala klinik jelas Kelompok dengan bagian
terselubung kecil, sebagian besar penderuta tampak secara klinis dan
dapat dengan mudah didiagnosa, karena umumnya penderita muncul
dengan gejala klasik. Contoh :Measles, chickenpox
3). Penyakit yang umumnya berakhir dengan kematian Kelompok penyakit
yang menunjukkan proses kejadian yang umumnya berakhir dengan
kelainan atau berakhirnya dengan kematian, Contoh: Rabies
6. Komponen Proses Penyakit Menular
a. Faktor Penyebab Penyakit Menular.
Pada proses perjalanan penyakit menular di dalam masyarakat faktor yang
memegang peranan penting :
1. Faktor penyebab atau agent yaitu organisme penyebab penyakit
2. Sumber penularan yaitu reservoir maupun resources
3. Cara penularan khusus melalui mode of transmission.
b. Unsur Penyebab Dikelompokkan Dalam : Kelompok arthropoda (serangga)
seperti scabies, pediculosis, dll.
17
1. Kelompok cacing/helminth baik cacing darah maupun cacing
perut.
2. Kelompok protozoa seperti plasmodium, amuba, dll.
3. Fungus atau jamur baik uni maupun multiselular.
4. Bakteri termasuk spirochaeta maupun ricketsia.
5. Virus sebagai kelompok penyebab yang paling sederhana.
c. Sumber Penularan
1. Penderita
2. Pembawa kuman
3. Binatang sakit
4. Tumbuhan/benda
d. Cara Penularan
1. Kontak langsung
2. Melalui udara
3. Melalui makanan atau minuman
4. Melalui vector
e. Interaksi Penyebab dengan Pejamu
1. Infektivitas adalah kemampuan unsur penyebab atau agent untuk
masuk dan berkembang biak serta menghasilkan infeksi dalam
tubuh pejamu.
2. Patogenesis adalah kemampuan untuk menghasilkan penyakit
dengan gejala klinis yang jelas
18
3. Virulensi adalah nilai proporsi penderita dengan gejala klinis yang
berat terhadap seluruh penderita dengan gejala klinis jelas.
4. Imunogenisitas adalah suatu kemampuan menghasilkan kekebalan
atau imunitas.
2.2. Kejadian Luar Biasa
Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah salah satu status yang diterapkan
di Indonesia untuk mengklasifikasikan peristiwa merebaknya suatu
wabah penyakit. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004. Kejadian Luar Biasa dijelaskan
sebagai timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang
bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu.
Kriteria tentang Kejadian Luar Biasa mengacu pada Keputusan Dirjen No.
451/91, tentang Pedoman Penyelidikan dan Penanggulangan Kejadian Luar Biasa.
Menurut aturan itu, suatu kejadian dinyatakan luar biasa jika ada unsur:
1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada atau tidak
dikenal
2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama 3 kurun
waktu berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu)
3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya (jam, hari, minggu, bulan,
tahun).
19
4. Jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat
atau lebih bila dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun
sebelumnya.
2.3. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)
2.3.1. Pengertian Puskesmas
Puskesmas ialah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai
pusat pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam
bidang kesehatan serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan kegiatan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan
pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal dalam suatu wilayah tertentu
(Azwar, 1996:119).
2.3.2. Program Pokok Puskesmas
Untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh
(comprehensive health care service) kepada seluruh masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas menjalankan 6 program pokok yaitu :
a. Promosi kesehatan.
b. Kesehatan lingkungan.
c. Pencegahan Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)Yang terdiri dari :
1). Program imunisasi
2). Program TB paru dengan kegiatan penemuan penderita TBC
3). Program malaria dengan angka insiden malaria (AMI)
4). Program ISPA dengan frekuensi penemuan dan penaggulangan
pneumonia.
5). Program diare meliputi frekuensi penanggulangan diare
20
6). Program rabies
7). Program surveilans
8). Pemberantasan P2B2 demam berdarah
d. Kesehatan Ibu dan Anak termasuk KB.
e. Perbaikan gizi masyarakat
f. Pelayanan kesehatan/ pengobatan.
Ada beberapa program pengembangan yang dilaksanakan sesuai dengan
kemampuan Puskesmas diantaranya :
a. Kesehatan Mata
b. Kesehatan Jiwa
c. Kesehatan Olahraga
d. UKS/UKGS
e. Kesehatan Lansia
f. Pembinaan pengobatan tradisional
2.4. Efektivitas.
Pengertian efektifitas secara umum menunjukan sampai seberapa jauh
tercapainya suatu tujuan yang terlebih dahulu ditentukan. Hal tersebut sesuai
dengan pengertian efektifitas menurut Hidayat (1986) yang menjelaskan bahwa :
“Efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas,kualitas dan waktu) telah tercapai. Dimana makin besar presentase
target yang dicapai, makin tinggi efektifitasnya”.
Sedangkan pengertian efektifitas menurut Schemerhon John R. Jr.
(1986:35) adalah sebagai berikut : “Efektifitas adalah pencapaian target output
yang diukur dengan cara membandingkan output anggaran atau seharusnya (OA)
21
dengan output realisasi atau sesungguhnya (OS), jika (OA) > (OS) disebut
efektif”.
Adapun pengertian efektifitas menurut Prasetyo Budi Saksono (1984)
adalah “Efektifitas adalah seberapa besar tingkat kelekatan output yang dicapai
dengan output yang diharapkan dari sejumlah input“.
Dari pengertian-pengertian efektifitas tersebut dapat disimpulkan bahwa
efektifitas adalah suatu ukuran yang menyatakan seberapa jauh target
(kuantitas,kualitas dan waktu) yang telah dicapai oleh manajemen, yang mana
target tersebut sudah ditentukan terlebih dahulu. Berdasarkan hal tersebut maka
untuk mencari tingkat efektifitas dapat digunakan rumus sebagai berikut :
Efektifitas = Ouput Aktual/Output Target >=1
a. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan lebih besar atau sama
dengan 1 (satu), maka akan tercapai efektifitas.
b. Jika output aktual berbanding output yang ditargetkan kurang daripada 1
(satu), maka efektifitas tidak tercapai.
2.5. Kinerja
2.5.1 Pengertian
Kinerja adalah penampilan hasil karya personik baik kuantitas
maupun kualitas dalam suatu organisasi. Kinerja dapat merupakan
penampilan individu maupun kelompok kerja personil. Penampilan hasil
karya tidak terbatas pada personil yang memangku jabatan fungsional
maupun struktural tetapi juga kepada keseluruhan jajaran dalam
organisasi.
22
Menurut Gomes (2008) menyatakan kinerja karyawan adalah
ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas yang sering
dihubungkan dengan produktivitas.
Ilyass (2001) Istilah kinerja menurut pakar pendidikan Indonesia
didefinisikan adalah ungkapan kemampuan yang didasari oleh
pengetahuan, sikap, keterampilan dan motivasi dalam menghasilkan
sesuatu, kinerja adalah bagaimana tenaga kerja melakukan segala
sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan, jabatan atau peranan
dalam organisasi. Ada dua jenis tugas yang menyangkut unsur-unsur
penting kinerja pekerjaan, yaitu :
a. Tugas fungsional, berkaitan dengan seberapa baik seseorang
pegawai menyelesaikan seluk beluk pekerjaan termasuk temutama
penyelesaian aspek-aspek teknis pekerjaan tersebut.
b. Tugas perilaku, berkaitan dengan seberapa baik pegawai menangani
kegiatan antar personal dalam anggota lain organisasi termasuk
mengatasi konflik, mengelola waktu, memberdayakan orang lain
bekerja dalam suattu kelompok dan bekerja secara mandiri.
Menurut Gibson (2007) menyatakan bahwa dalam kinerja (Job
Perfomance) tercakup sejumlah hasil yaitu hasil obyektif dan hasil
perilaku pribadi. Hasil obyektif berupa kuantitas dan kualitas keluaran,
sesuai dengan tugas dan standar masing-masing pemegang pekerjaan.
Hasil perilaku pribadi berupa reaksi terhadap pekerjaan; hadir secara
teratur atau mangkir, tetap bekerja atau berhenti lebih lanjut masalah
fisiologis dan psikologis dapat menjadi konsekuensi kinerja.
23
Menurut bernadin et al (2000), terdapat 6 (enam) kriteria penting
kinerja, yaitu :
a. Kualitas (Quality)
Tingkatan yang menunjukkan proses atau hasil dari penyelesaian
suatu kegiatan yang mendekati sempurna dan memenuhi tujuan
kegiatan. Aspek kualitas dalam pelayanan persalinan dapat dinilai
beberapa hal seperti: keadaan bayi dan ibu bersalin pasca
melahirkan, keadaan tempat, peralatan dan penampilan bidan di desa.
b. Kuantitas (Quantity)
Sejumlah hasil atau keluaran yang dinyatakan sebagai nilai dolar,
jumlah unit atau jumlah siklus kegiatan. Aspek kuantitas dala
pelayanan persalinan dapat difokuskan pada cakupan persalinan oleh
bidan di desa selama setu tahun terakhir. Jumlah persalinan yang
secara langsung dapat ditangani oleh bidan di desa, baik diwilayah
kerjanya maupun ibu hamil dari desa/daerah lain yang meminta
pertolongan kepadanya.
c. Ketetapan Waktu (Timelines)
Suatu tingkatan dimana kegiatan dapat diselesaikan atau suatu
keluaran dapat dihasilkan pada awal waktu yang diinginkan, serta
memaksimalkan waktu untuk kegiatan yang lain. Dalam pelayanan
persalinan ini aspek ketepatan waktu ditekankan pada ketepatan
pelayanan oleh bidan di desa baik pada saat di rumah maupun ketika
mendapat panggilan ibu hamil.
24
d. Efektivitas Biaya (Cost Effektiveness)
Tingkatan yang menunjukkan penggunaan sumber daya organisasi
(seperti manusia, dana, teknologi dan material) secara maksimal
untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Dalam
pelayanan persalinan aspek efektivitas biaya lebih ditekankan pada
penggunaan bagan-bahan secara hemat, perawatan peralatan dan
perhitungan biaya serta tarif persalinan.
e. Kebutuhan akan supervise (Need for Supervision)
Suatu aktivitas pengawasan terhadap karyawan bagaimana mereka
dapat menunjukkan fungsi pekerjaan. Aspek supervisi pada
pelayanan persalinan ini dinilai melalui kegiatan pengawasan dan
pengarahan baik dari Kepala Puskesmas maupun seksi Kesehatan Ibu
dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten.
f. Pengaruh hubungan personal (Interpersonal Impact)
Mengembangkan rasa penghargaan diri berbuat baik dan
bekerjasama dengan sesama pekerja maupun dengan atasan. Adapun
aspek hubungan personal dalam persalinan ini dinilai keadaan
hubungan antar bidan di desa baik didalam wilayah kerja Puskesmas
atau dengan wiliyah Puskesmas lainnya. Hubungan tersebut
diwujudnya dengan saling menolong, saling menghargai dan saling
bekerjasama.
25
2.5.2 Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja
Menurut Gibson (2007) bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku dan kinerja dibedakan menjadi tiga variable yaitu
a. Varibel Individu meliputi: kemampuan dan keterampilan, latar belakang
dan demografis.
b. Variabel Organisasi meliputi: sumber daya, kepemimpinan, imbalan
(kompensasi), struktural organisasi dan design pekerjaan (job
description)
c. Variabel Psikologis meliputi: persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan
motivasi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi kinerja secara umum dibagi
menjadi dua yaitu :
a. Faktor Internal seperti kemampuan, keterampilan, sikap, perilaku,
tanggung jawab, motivasi karyawan.
b. Faktor Eksternal seperti lingkungan kerja, keadaan sumber daya
organisasi, penghargaan, kerjasama antar karyawan, kebijakan
organisasi/perusahaan, pemberian kompensasi dan analisis pekerjaan.
2.5.3 Tujuan Penilaian Kinerja
Certo (1989) dalam Ilyas (2001), menyatakan penilaian adalah proses
penulusuran kegiatan pribadi personel pada masa tertentu, dan menilai
hasil karya yang ditampilkan terhadap pencapaian sasaran sistem
manajemen.
26
Evaluasi terhadap kinerja memiliki tujuan yaitu untuk mencapai
kesimpulan evaluatif atau kata putus tentang prestasi kerja dan untuk
mengembangkan karyawan atau tenaga kerja melalui system yang sedang
ditetapkan didalam organisasi tersebut. Program evaluasi prestasi yang
dirancang dan dilakukan dengan baik mengandung dampak positif berupa
dorongan adanya perbaikan, menimbulkan rasa tanggung jawab,
meningkatkan rasa keterikatan terhadap organisasi. Evaluasi dapat
menimbulkan motivasi apabila evaluasi tersebut menimbulkan pemahaman
bagi pegawai tentang hal-hal yang diharapkan mereka. (Gibson, 2007).
Ilyass (2001) menyatakan tujuan penilaian kinerja adalah :
a. Menyediakan suatu dasar untuk pemberian kenaikan gaji/upah
b. Membantu mengidentifikasi pekerja untuk kepentingan promosi,
pemindahan atau pemberhentian
c. Ketetapan didalam teknik menyeleksi agar supaya sesuai kebutuhan
d. Menentukan pelatihan-pelatihan bagi pekerja dan untuk kepentingan
pengembangan.
e. Menyediakan suatu dasar untuk pengurangan pekerja
f. Memperbaiki hubungan komunikasi antar supervisor dan pekerja
Dubrin (2000) menyatakan bahwa sistem penilaian kinerja, yaitu
a. Membantu para supervisor di dalam mengawasi bawahannya agar
bekerja lebih teliti dan melakukan pekerjaan lebih baik.
b. Memotivisai karyawan melalui umpan balik, bagaimana mereka
bekerja
27
c. Menyediakan data yang akurat sebagai dasar pembuatan keputusan
tentang kenaikan kompensasi, pemindahan atau pemberhentian.
d. Memperbaiki perkembangan organisasi dengan mengidentifikasi
pekerja melalui perencanaan promosi dan kebutuhan-kebutuhan
pengembangan
e. Membangun sebuah penelitian sebagai dasar membuat keputusan
personalia.
Menurut Gibson (2007) menyatakan bahwa penilaian kinerja
dilakukan terhadap beberapa sasaran, yaitu :
a. Pengenalan faktor-faktor yang telah membantu pihak yang dinilai
(pekerja) untuk mencapai prestasi kerja
b. Pengenalan faktor-faktor yang telah menghindarkan pekerja berhasil
lebih baik atau beberapa faktor yang menghambat prestasi kerja
c. Pengenalan faktor-faktor yang mendukung pekerja di dalam
pencapaian prestasi kerja dan memudahkan pelaksanaan tugas pejabat
penilai atau pihak lain di dalam organisasi.
d. Pengenalan kebutuhan-kebutuhan akan pengembangan prestasi kerja
agar lebih baik dalam fungsi-fungsi yang menentukan.
e. Memperoleh pengertian yang lebih baik tentang pihak yang dinilai
syarat-syarat peran dan situasi dimana dia pekerja dan juga berbagai
harapan dan pengertian penilaian terhadap peningkatan komunikasi
kedua belah pihak.
Cara pengukuran kinerja khususnya tenaga kesehatan adalah
dengan membandingkan keluaran program dengan target normatif yang
28
telah ditentukan program sebelumnya sesuai dengan wilayah kerja
masing-masing. Sedangkan cara penilaian kinerja tenaga kesehatan
khususnya dengan melihat jenis pekerjaan dan cara penilaianya. Apabila
pekerjaan yang sifatnya berulang dan keluaran mudah ditentukan,
penilaian kinerja ditekankan pada keluaran. Pekerjaaan yang hasilnya
sulit diidentifikasi seperti jasa pelayanan kesehatan fokus dan penilaian
ditujukan kepada aktivitas atau proses. (Ilyas, 2001).
Tujuan evaluasi kinerja secara umum adalah untuk memperbaiki
atau meningkatkan kinerja individu melalui peningkatan kinerja
dalam upaya peningkatan produktivitas organisasi. Secara khusus
dilakukan dalam kaitannya dengan berbagai kebijakan terhadap
pegawai seperti untuk tujuan promosi, kenaikan gaji pendidikan dan
latihan, sehingga penilaian kinerja dapat menjadi landasan untuk
penilaian sejauh mana kegiatan dilaksanakan (Hariandja, 2006).
2.6. Kerangka Konsep
Variabel Dependen Variabel Independen
Gambar 2.1Kerangka Konsep
1. Pengetahuan2. Sikap3. Usia4. Lingkungan5. Pendidikan
PemberantasanPenyakit Menular
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah bersifat Deskriptif dengan desain Cross
Sectional yang bertujuan untuk menggambarkan faktor resiko kinerja puskesmas
dalam pemberantasan penyakit menular (P2M) Kabupaten Aceh Barat.
(Notoatmodjo, 2005).
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Meureubo Kabupaten
Aceh Barat yang direncanakan pada bulan Agustus 2013.
3.3. Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah 91 tenaga kesehatan
P2M yang ada di seluruh Puskesmas Kabupaten Aceh Barat.
3.3.2 Sampel
Dalam penelitian ini tehnik pengambilan sampel adalah menggunakan
Total Sampling yaitu keseluruhan dari populasi yang berjumlah 91 tenaga
kesehatan P2M (Notoatmodjo 2005).
31
3.4. Jenis dan sumber data
3.4.1. Data primer
Diperoleh dengan melaksanakan metode wawancara dengan
mengunakan kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan.
3.4.2. Data sekunder
Data sekunder diperoleh dari seluruh Puskesmas di Aceh Barat, pada
bagian P2M yang berupa data penyakit-penyakit menular dan juga dari
Dinas Kesehatan Aceh Barat.
3.5. Definisi Operasional
Tabel 3.5 Definisi OperasionalNo Variabel Keterangan
Variabel Independen1 Kemampuan Definisi Skill yang dimiliki
responden dalammelakukan pemberantasanpenyakit menular
Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur 1. Baik
2. KurangSkala ukur Ordinal
2 Pengetahuan Definisi pemahaman respondententang efektivitas kinerjadalam pemberantasanpenyakit menular.
Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur 1. Baik
2. KurangSkala ukur Ordinal
3 Motivasi Definisi Segala sesuatu yangmemicu semangat kerjadalam pemberantasanpenyakit menular.
Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur 1. Baik
2. KurangSkala ukur Ordinal
32
4 Kerjasama Definisi Interaksi dalam bekerjaantar sesama dalampemberantasan penyakitmenular.
Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur 1. Baik
2. KurangSkala ukur Ordinal
5 Kebijakan program Definisi Penatalaksanaan programpreventif yang dilakukanoleh tenaga kesehatandalam memberantaspenyakit menular
Cara ukur WawancaraAlat ukur KuesionerHasil ukur 1. Baik
2. Kurang
Skala ukur Ordinal
3.6 Aspek Pengukuran Variabel
Aspek pengukuran yang digunakan dalam pengukuran variabel dalam
penelitian ini adalah skala Likert yaitu memberikan skor dari nilai tertinggi ke
nilai terendah berdasarkan jawaban responden.
1. Kemampuan
Pertanyaan untuk kemampuan berjumlah 5 pertanyaan dengan skor untuk
jawaban “a” adalah 1 sedangkan jawaban “b” adalah 0. Jumlah skor tertinggi
adalah 5 sedangkan jumlah skor terendah 0 untuk menentukan masing-masing
skor di Rentang sebagai berikut:
5 + 0 = 2,5 = 32
Jadi:
Baik jika skor > 3
Kurang jika skor < 3
33
2. Pengetahuan
Pertanyaan untuk pengetahuan berjumlah 5 pertanyaan dengan skor untuk
jawaban “a” adalah 1 sedangkan jawaban “b” adalah 0. Jumlah skor tertinggi
adalah 5 sedangkan jumlah skor terendah 0 untuk menentukan masing-masing
skor di Rentang sebagai berikut:
5 + 0 = 2,5 = 32
Jadi:
Baik jika skor > 3
Kurang jika skor < 3
3. Motivasi
Pertanyaan untuk motivasi berjumlah 4 pertanyaan dengan skor untuk jawaban
“a” adalah 1 sedangkan jawaban “b” adalah 0. Jumlah skor tertinggi adalah 4
sedangkan jumlah skor terendah 0 untuk menentukan masing-masing skor di
Rentang sebagai berikut:
4 + 0 = 22
Jadi:
Baik jika skor > 2
Kurang jika skor < 2
4. Kerjasama
Pertanyaan untuk kerjasama berjumlah 4 pertanyaan dengan skor untuk
jawaban “a” adalah 1 sedangkan jawaban “b” adalah 0. Jumlah skor tertinggi
adalah 4 sedangkan jumlah skor terendah 0 untuk menentukan masing-masing
skor di Rentang sebagai berikut:
34
4 + 0 = 22
Jadi:
Baik jika skor > 2
Kurang jika skor < 2
5. Kebijakan program preventif
Pertanyaan untuk kemampuan berjumlah 4 pertanyaan dengan skor untuk
jawaban “a” adalah 1 sedangkan jawaban “b” adalah 0. Jumlah skor tertinggi
adalah 4 sedangkan jumlah skor terendah 0 untuk menentukan masing-masing
skor di Rentang sebagai berikut:
4 + 0 = 22
Jadi:
Baik jika skor > 2
Kurang jika skor < 2
3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1. Pengolahan Data
Menurut Purwanto, (2007) cara pengolahan data terdiri dari:
1. Editing yaitu melakukan pengecekan terhadap hasil pengisian
kuesioner yang meliputi kelengkapan identitas dan jawaban yang
diberikan oleh responden
2. Coding yaitu memberikan kode berupa angka – angka untuk setiap
hasil jawaban pada kuisioner.
3. Transfering yaitu menyusun total nilai dari variabl –variabel penulisan
yang diberikan.
35
4. Tabulating yaitu pengelompokan nilai responden berdasarkan kategori
yang telah dibuat untuk tiap – tiap variabel dan selanjutnya dimasukan
kedalam tabel distribusi frekuensi.
3.8. Tenik Analisa Data
3.8.1. Analisis Univariat
Analisa univariat dilakukan untuk mendapat data tentang distribusi
frekuensi dari masing-masing variabel, kemudian data ini disajikan dalam
bentuk table distribusi frekuensi.
Pada penelitian ini analisa data dengan statistic univariat akan
digunakan untuk menganalisa:
a. Kemampuan responden dalam pemberantasan penyakit menular;
b. Pengetahuan responden dalam pemberantasan penyakit menular;
c. Motivasi responden dalam pemberantasan penyakit menular
d. Kerjasama responden dalam pemberantasan penyakit menular
e. Kebijakan Program responden dalam pemberantasan penyakit
menular.
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian
4.1.1. Gambaran Umum
Kabupaten Aceh Barat setelah pemekaran terletak pada Geografis 040 06’-
040 47’ Lintang Utara dan 950 52’-960 30’ Bujur Timur dengan luas wilayah
2.927.95 Km2 (292.795 Hektar). Kabupaten Aceh Barat terdiri dari 12 Kecamatan
dan berbatasan dengan :
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Aceh Jaya dan Pidie
2. Sebelah Timur berbatasan dengan Aceh Tengah dan Nagan Raya,
3. Sebelah Barat dan Selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia dan
Kabupaten Nagan Raya.
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah pendudukan
Kabupaten Aceh Barat Tahun 2010 sebanyak 173.558 jiwa, yang terdiri dari laki-
laki 88.090 jiwa dan perempuan 85.468 jiwa yang tersebar di 12 Kecamatan.
4.1.2. Analisis Univariat
1. Kemampuan
Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Kemampuan KinerjaPuskesmas Terhadap Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)Di Kebupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Kemampuan Frekuensi %1 Baik 51 56,02 Kurang 40 44,0
Total 91 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
37
Dari Tabel 4.1. diketahui dari 91 responden berdasarkan kemampuan 56%
baik, sedangkan 44% nya lagi kurang baik.
2. Pengetahuan
Tabel 4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan KinerjaPuskesmas Terhadap Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)Di Kebupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Pengetahuan Frekuensi %1 Baik 50 54,92 Kurang 41 45,1
Total 91 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari Tabel 4.2. diketahui dari 91 responden berdasarkan pengetahuan
54,9% baik, sedangkan 45,1% nya lagi kurang baik.
3. Motivasi
Tabel 4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Motivasi Kinerja PuskesmasTerhadap Pemberantasan Penyakit Menular (P2M) Di KebupatenAceh Barat Tahun 2013.
No Motivasi Frekuensi %1 Baik 56 61,52 Kurang 35 38,5
Total 91 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari Tabel 4.3. diketahui dari 91 responden berdasarkan motivasi 61,5%
baik, sedangkan 38,5% nya lagi kurang baik.
4. Kerja sama
Tabel 4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kerja sama KinerjaPuskesmas Terhadap Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)Di Kebupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Kerja sama Frekuensi %1 Baik 50 54,92 Kurang 41 45,1
Total 91 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
38
Dari Tabel 4.4. diketahui dari 91 responden berdasarkan kerja sama
54,9% baik, sedangkan 45,1% nya lagi kurang baik.
5. Kebijakan program
Tabel 4.5. Distribusi Responden Berdasarkan Kebijakan program KinerjaPuskesmas Terhadap Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)Di Kebupaten Aceh Barat Tahun 2013.
No Kebijakan program Frekuensi %1 Baik 47 51,62 Kurang 44 48,4
Total 94 100Sumber: dari data primer (diolah tahun 2013)
Dari Tabel 4.5. diketahui dari 91 responden berdasarkan kebijakan
program 51,6% baik, sedangkan 48,4% nya lagi kurang baik.
4.2. Pembahasan
4.2.1. Kemampuan
Asmu’i (2009) mengatakan suatu kinerja dapat dikatakan responsible
apabila mereka mau melaksanakan tugas-tugas secara terbaik dan tidak sekedar
asal-asalan, baik ada yang mengontrol atau tidak dengan mengarahkan segala
macam sumber daya (kemampuan dan kecakapan) secara efektif dan efisien yang
dimilikinya. Selain itu kinerja harus memiliki kemampuan dan kecakapan teknis
atau kompetensi teknis dalam menjalankan tugas, fungsi dan tanggung jawab yang
diembannya.
Seperti pada hasil penelitian di Puskesmas Meureubo tentang efektifitas
kinerja tenaga kesehatan dalam pemberantasan penyakit menular dimana tenaga
kesehatan yang kemampuannya baik 56% sedangkan yang kurang baik 44%
seharusnya kemampuan tenaga kesehatan harus 100% baik dalam pemberantasan
39
penyakit menular demi kesejahteraan masyarakat. Belum efektifnya kinerja
dikarenakan kurangnya kemampuan tenaga kesehatan.
Yudi (2009) menyebutkan pengalaman kerja pegawai memiliki pengaruh
yang positif dan signifikan terhadap tingkat produktivitas kerja pegawai. Semakin
tinggi pengalaman kerja maka semakin tinggi pula kinerja pegawai tersebut.
4.2.2. Pengetahuan
Pengetahuan tentang tugas merupakan domain yang sangat penting bagi
setiap perawat untuk memberikan pelayanan kepada pasien. Pengetahuan yang
baik tentang petugas dan tanggung jawab di dalam suatu organisasi cenderung
akan meningkatkan kualitas pekerjaannya.
Hasil penelitian yang diperoleh dari pengetahuan tenaga kesehatan dalam
pemberantasan penyakit menular baru 54,9% tenaga kesehatan berpengetahuan
baik dari jumlah 94 responden ini dikarenakan 45,1% lagi kurang baik dalam
pengetahuannya diantaranya tenaga kesehatan belum mengerti dengan kuesioner
yang peneliti ajukan sehingga skor yang didapat kurang, yang menunjukkan
tenaga kesehatan berpengetahuan rendah.
Pengaruh variabel pengetahuan terhadap kinerja, sesuai dengan pendapat
Gibson (1988) di dalam Notoatmodjo (2003) yang menyatakan bahwa
pengetahuan merupakan pemahaman lisan seseorang pegawai tentang apa yang
dia ketahui dari pengalaman dan proses belajar. apabila tenaga kesehatan memiliki
pengatahuan yang baik, maka dia akan dapat menyelesaikan pekerjaan tersebut
dengan baik, dan demikian sebaliknya.
40
4.2.3. Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam
menghadapi situasi (situasion) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang
menggerakkan diri pegawai terarah untuk mencapai tujuan organisasi (tujuan
kerja). Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk
berusaha mencapai potensi kerja secara maksimal. David C. Mc.Cleland (1997)
seperti dikutip oleh Mangkunegara (2001:68), berpendapat bahwa “Ada hubungan
yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja”. Motif berprestasi
adalah suatu dorongan dalam diri seseorang untuk melakukan suatu kegiatan atau
tugas dengan sebaik baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja (kinerja)
dengan predikat tepuji.
Pada lokasi penelitian tenaga kesehatan yang motivasinya baik dalam
pemberantasan penyakit menular 61,5% ini dikarenakan tenaga kesehatan sudah
merasa nyaman dengan pekerjaannya, tunjangan dan apresiasi yang diberikan
meningkatkan kinerja dari tenaga kesehatan sedangkan 38,5% nya lagi kurang
baik ini dikarenakan tenaga kesehatan meras jenuh dengan pekerjaannya dan tidak
merasa nyaman dengan teman kerjanya.
4.2.4. Kerjasama
Menurut Gomes (2008) menyatakan kinerja karyawan adalah
ungkapan seperti output, efisiensi serta efektivitas yang sering dihubungkan
dengan produktivitas.
Hasil penelitian mengenai kinerja tenaga kesehatan dalam berkerjasama
memberantas penyakit menular diketahui bahwa dari 91 responden yang
mampu bekerjasama dengan baik sebanyak 54,9% sedangkan 45,1% nya lagi
41
kurang baik ini dikarenakan mereka tidak nyaman dan senang bila dilibatkan
dalam bekerja bersama-sama.
Ilyass (2001) Istilah kinerja adalah bagaimana tenaga kerja melakukan
segala sesuatu yang berhubungan dengan pekerjaan, jabatan atau peranan
dalam organisasi. Begitu juga dengan seberapa baik pegawai menangani
kegiatan antar personal dalam anggota lain organisasi termasuk mengatasi
konflik, mengelola waktu, memberdayakan orang lain bekerja dalam suattu
kelompok dan bekerja secara mandiri.
4.2.5. Kebijakan Program
Cara pengukuran kinerja khususnya tenaga kesehatan adalah dengan
membandingkan keluaran program dengan target normatif yang telah ditentukan
program sebelumnya sesuai dengan wilayah kerja masing-masing. Sedangkan cara
penilaian kinerja tenaga kesehatan khususnya dengan melihat jenis pekerjaan dan
cara penilaianya. Apabila pekerjaan yang sifatnya berulang dan keluaran mudah
ditentukan, penilaian kinerja ditekankan pada keluaran. Pekerjaaan yang hasilnya
sulit diidentifikasi seperti jasa pelayanan kesehatan fokus dan penilaian ditujukan
kepada aktivitas atau proses. (Ilyas, 2001).
Dari hasil penelitian diketahui bahwa kebijakan program dalam
pemberantasan penyakit menular memiliki 51,6% baik dari 91 responden ini
dikarenakan adanya kegiatan promosi, penuluhan dan program-program dalam
pemberantasan penyakit menular kepada masyarakat sehingga kebijakan program
dalam kinerja pemberantasan penyakit menular sudah cukup baik.
42
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Dari 91 responden berdasarkan kemampuan 56% baik, sedangkan 44%
nya lagi kurang baik.
2. Dari 91 responden berdasarkan pengetahuan 54,9% baik, sedangkan
45,1% nya lagi kurang baik.
3. Dari 91 responden berdasarkan motivasi 61,5% baik, sedangkan 38,5%
nya lagi kurang baik.
4. Dari 91 responden berdasarkan kerja sama 54,9% baik, sedangkan 45,1%
nya lagi kurang baik.
5. Dari 91 responden berdasarkan kebijakan program 51,6% baik,
sedangkan 48,4% nya lagi kurang baik.
5.2. Saran
1. Kepada Kepala Dinas Kesehatan Aceh Barat agar dapat mengambil
kebijakan untuk meningkatkan evektifitas pemberantasan penyakit
menular di Aceh Barat.
2. Kepada seluruh Kepala Puskesmas Aceh Barat agar lebih memantau
keefektivitasan kinerja tenaga kesehatan dalam memberantas penyakit
menular, dan merencanakan program-program preventif guna
meningkatkan pemberantasan penyakit menular di wilayah kerja
puskesmas Meureubo
43
3. Kepada tenaga kesehatan agar lebih meningkatkan lagi kinerja dalam
pemberantasan penyakit menular, seperti melakukan program-program
pelaksanaan yang telah ditetapkan serta mengevaluasi kinerja agar lebih
efektif lagi dimasa yang akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi, U.F., 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilaya, Cetakan 1.Kompas Media. Jakarta.
Ariawan, I., 2004 Aplikasi survey cepat. Depkes RI; Jakarta.
Asmu’i, 2009. Pelayanan Satu Atap Satu Strategi. Pustaka Al-Kausar.Jakarta.
Azwar Azrul, 1996. Pengantar epidemiologi. PT Binarupa Aksara, Jakarta.
Depkes RI, 2004. Intensifikasi Pemberantasan Penyakit Menular. Jakarta
Budiarto, Eko., 2001. Biostatistik Untuk Kedokteran dan Kesehatan. EGC.Jakarta.
Budi, Santoso., 2008. Pengantar HKI (Hak Kekayaan intelektual). PustakaMagister. Semarang.
Bustan. MN. ( 2002 ). Pengantar epidemiologi, rineka cipta. Jakarta
Dubrin, j. Andrew. 2000. Fudamentals of Organizational Behaviar andApplied Perspective. Pargamen Press Inc.Germany.
Gibson, 2007. Organisasi dan Prilaku, Struktur dan Proses. Binarupa Aksara.Jakarta.
Gomes, 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Pustaka Pelajar, Yogyakarta
Hamdani ,2010. Strategi Belajar Mengajar, Pustaka Setia. Bandung
Hariandja, 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia, PT Grasindo
Ilyas. 2001. Kinerja, Tiori, Penilaian, dan Penelitian, Pusat Kajian EkonomiKesehatan FKM-UI.
Mangkunegara Anwar Prabu, 2001. Manajemen Sumber Daya Manusia.Perusahaan. Bandung.
Noor, Nur Nasry., 2000. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. RiekaCipta; Jakarta.
________, 2009. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Rieka Cipta;Jakarta;
Notoadmodjo. S.,, 2005. Metodelogi Penelitian Kesehatan: Edisi Revisi.Rieneka Cipta. Jakarta.
Peraturan Menkes RI No. 949/MENKES/SK/VIII/2004 tentang PedomanPenyelenggaraan istem Kewaspadaan Dini Kejadian Luar Biasa
Purwanto, (2007), Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan.www.Askep.net/pdf/html diakses tanggal 23 juni 2012
Ratminto, 2005. Manajen Pelayanan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Silalahi Rumendang B., 2004. Manajemen Kesehatan. Gramedia PustakaUtama. Jakarta.
Yasmar, Alfa, 2003. Patogenesis dan Patofiologi Diare. SMF. Jakarta.
Yudi Hartono dan Farida Kusumawati, 2009. Buku Aja Keperawatan Jiwa.Salemba Medika. Jakarta