gambaran kebiasaan makan masyarakat urban dalam …
TRANSCRIPT
GESTALT Vol.2, No.1, Juni 2020: 26-44
27
GAMBARAN KEBIASAAN MAKAN MASYARAKAT URBAN DALAM IKLAN
GRABFOOD VERSI “JANGAN LUPA MAKAN”
Aditya Rahman Yani
Widyasari
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur
Program Studi Desain Komunikasi Visual
Jl. Raya Rungkut Madya Gunung Anyar, Surabaya
Telp. 031 8706369, Fax. 031 8706372
[email protected], [email protected]
ABSTRAK
Penelitian berjudul Gambaran Kebiasaan Makan Masyarakat Urban dalam Iklan Grabfood Versi
“Jangan Lupa Makan” ini adalah penelitian yang mengungkap gambaran kebiasaan makan
masyarakat urban yang diartikulasikan dalam visual image yang berupa tayangan iklan. Masyarakat
urban kini mengalami perubahan perilaku dalam mengonsumsi makanan dan minuman dari
konvensional berubah ke aplikasi di smartphone. Salah satu perusahaan jasa pesan antar makanan
yang berkembang di Indonesia adalah PT Grab Indonesia yang keberhasilannya tidak lepas dari
peran strategi iklannya versi “Jangan Lupa Makan” yang dirilis pada akhir 2019. Peneliti dipilih
sebagai objek penelitian karena menampilkan gambaran perilaku makan masyarakat urban di
Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif eksploratif yang menggunakan Semiotika
Barthes sebagai alat analisis, karena Barthes tertarik pada pembahasan denotasi, konotasi, mitos
dan ideologi dalam visual image. Hal menarik dari penelitian ini adalah melihat bagaimana iklan
merepresentasikan kebiasaan makan masyarakat urban yang beraneka ragam dari berbagai kelas
sosial, etnis, profesi, dan perannya di masyarakat.
Kata kunci: Semiotika, iklan, Grabfood
ABSTRACT
This paper entitled Gambaran Kebiasaan Makan Masyarakat Urban dalam Iklan Grabfood Versi
“Jangan Lupa Makan” is a study that reveals a representation of the eating habits of urban people
articulated in a visual image in the form of a video advertisement. Urban communities are now
experiencing behavioral changes in consuming food and drinks from conventional methods to
applications on smartphones. One of the food delivery service company that develops in Indonesia
is PT Grab Indonesia. Its success cannot be separated from the role of its advertising strategy,
especially "Jangan Lupa Makan" advertising campaign which was released at the end of 2019.
Researchers chose it as object of this research because the ad displayed a description of the eating
behavior of urban communities in Indonesia. This is an exploratory qualitative research using
Barthes' Semiotics as analysis tool, because Barthes is interested in discussing denotations,
connotations, myths and ideologies in visual images. The interesting thing from this research is to
see how advertising represents the eating habits of diverse urban communities from various social
classes, ethnicities, professions, and their roles in society.
Keywords: Semitotics, advertisement, GrabFood
Aditya Rahman Yani, Widyasari. Gambaran kebiasaan makan masyarakat urban dalam iklan grabfood versi “jangan lupa makan”
28
PENDAHULUAN
Setiap daerah di Indonesia memiliki kebiasaan makan yang berbeda-beda. Hal ini
sangat erat kaitannya dengan kondisi masing-masing daerah tersebut yang berdampak pada
perbedaan perilaku dan tata cara yang berkaitan dengan aktivitas makannya (Mintosih &
Widiyanto, 1997: 1-2). Masyarakat di perkotaan atau yang sering disebut dengan istilah
masyarakat urban, memiliki perilaku dan kebiasaan makan yang berbeda dengan
masyarakat pedesaan. Perilaku dan kebiasaan tersebut bisa digolongkan sebagai cerminan
budaya dan ciri khas dari daerah tersebut.
Masyarakat urban hari ini mengalami perubahan perilaku dalam mengonsumsi
makanan dan minuman dari konvensional – yaitu melakukan proses interaksi langsung
kepada penjual – menjadi digital – yaitu memilih dan memesan makanan melalui aplikasi
di smartphone. Hal tersebut dibuktikan dengan menurunnya angka statistik pertumbuhan
komponen makanan dan minuman selain restoran dari 5,36% menjadi 4,81% dari rentang
waktu tahun 2017 hingga 2018. Sedangkan pertumbuhan elemen transportasi dan
komunikasi meningkat dari 5,04% ke 6,14%, diikuti dengan pertumbuhan restoran dan
hotel dari 5,31% ke 5,85% di rentang tahun 2017-2018 (katadata.co.id, 17/04/2020).
Fenomena tersebut muncul karena munculnya beberapa perusahaan yang
menawarkan jasa pesan antar makanan melalui aplikasi online. Perusahaan-perusahaan jasa
tersebut membangun mitra dengan berbagai penjual kuliner dari tingkat UMKM hingga
restoran waralaba kelas internasional untuk mengantarkan makanan yang dipesan oleh
konsumen sampai ke tangan konsumen dengan mudah. Menurut riset yang dilakukan oleh
lembaga riset Nielsen Singapura, mayoritas Ada 95% dari sekitar 1000 responden
mengatakan bahwa mereka pernah memesan makanan siap saji, dan 58% responden
memesan makanan tersebut melalui aplikasi online pemesanan makanan (marketeers.com,
18/04/2020).
Salah satu perusahaan jasa pesan antar makanan yang berkembang sejak 2014 di
Indonesia adalah PT Grab Indonesia. Perusahaan ini berawal dari ide Anthony Tan dan Tan
Hooi Ling pada 2012 untuk merancang mobile platform untuk menyelesaikan
permasalahan mahalnya biaya transportasi taksi di Malaysia. Sejak 2016 lalu, Grab
menambahkan layanan pesan antar makanan dan sudah merangkul ratusan ribu mitra di
GESTALT Vol.2, No.1, Juni 2020: 26-44
29
178 kota di Indonesia, serta membuka cabang di berbagai negara seperti Singapura,
Thailand, Filipina dan Vietnam (katadata.co.id, 17/04/2020).
Situs Marketeers pernah membahas peningkatan pesat pendapatan kotor GrabFood
di Asia Tenggara sejak bulan Juni 2018 sampai Juni 2019 mencapai 900%. Sedangkan di
Indonesia sendiri, di semester awal 2019 pendapatan kotor perusahaan aplikasi ini naik
tajam sampai tiga kali lipat (marketeers.com, 17/04/2020).
Keberhasilan GrabFood tersebut tidak lepas dari upaya perusahaan dalam merebut
hati konsumen melalui iklan. Salah satu yang diluncurkan oleh GrabFood dan dijadikan
gerakan positif di masyarakat adalah iklan versi ‘Jangan Lupa Makan’. Iklan ini
diluncurkan pada tanggal 16 Desember 2019 lalu dan menjadi sorotan media karena
dianggap mampu mengajak masyarakat menerapkan kebiasaan yang baik untuk makan
secara teratur dan tepat waktu. Ditambah lagi, GrabFood meluncurkan program kampanye
Gerakan Jangan Lupa Makan di lima kota di Indonesia dengan membagikan 10.000 paket
makanan kepada para pekerja yang mendedikasikan waktunya di sektor layanan umum
seperti pemadam kebakaran, polisi, dokter, perawat, pengemudi transportasi umum, serta
petugas kebersihan (lifestyle.kompas.com, 21/04/2020).
Iklan komersial merupakan fenomena sosio-kultural sebagaimana yang disebutkan
Elin dan Lapides (2004:15) dalam bukunya “Designing and Producing Television
Commercial”. Dalam buku tersebut disampaikan bahwa banyak tayangan iklan komersial
yang dibuat berdasarkan kenyataan yang benar-benar terjadi di masyarakat. Maka dalam
hal ini bisa diasumsikan bahwa iklan komersial berpotensi membawa muatan pesan yang
berada di balik visual yang ditampilkan. Termasuk dalam penelitian ini adalah iklan
GrabFood versi ‘Jangan Lupa Makan’, yang di dalamnya berpotensi menggambarkan
kebiasaan masyarakat urban ketika makan.
Iklan GrabFood versi ‘Jangan Lupa Makan’ dipilih sebagai objek dalam penelitian
ini karena; Pertama, iklan merupakan hasil dari suatu kebudayaan yang dapat
mencerminkan kehidupan masyarakat saat ini. Kedua, iklan GrabFood versi ‘Jangan Lupa
Makan’ – diasumsikan oleh peneliti– mengandung simbol-simbol masyarakat urban dan
penggambaran kebiasaan makan mereka sehari-hari.
Penelitian ini fokus pada bagaimana tayangan iklan sebagai visual image yang
menampilkan konstruksi kebiasaan makan –khususnya pada masyarakat urban di Indonesia
Aditya Rahman Yani, Widyasari. Gambaran kebiasaan makan masyarakat urban dalam iklan grabfood versi “jangan lupa makan”
30
– dengan menggunakan metode analisis Semiotika Barthes. Analisis semiotika tertarik
pada pengertian sistem pertandaan atau yang disebut dengan istilah order of significations
(Fiske, 2007:118). Setiap teks yang berisi tanda-tanda itu dipilah-pilah, lalu dikelompokkan
dalam unit makna yang menyusunnya. Setiap tanda akan diperlakukan seperti sebuah kata-
kata dalam bahasa, kemudian dianalisis bagaimana mereka digunakan di dalam teks.
Semiotika Barthes dipilih dengan alasan bahwa Semiotika Barthes lebih memfokuskan
pada makna konotatif, mitos dan ideologi yang tersembunyi di balik tanda-tanda di media
massa. Semiotika Barthes tidak hanya berhenti pada pemaknaan pada tatanan pertandaan
pertama saja (denotasi), tetapi sampai pada yang lebih dalam lagi yaitu konotasi, mitos dan
ideologi. Hal itulah yang menarik bagi peneliti ketika menjelaskan gambaran kebiasaan
makan masyarakat urban pada iklan GrabFood versi ‘Jangan Lupa Makan’. Maka rumusan
masalah penelitian ini adalah “Bagaimana gambaran kebiasaan makan masyarakat urban
dalam iklan GrabFood versi ‘Jangan Lupa Makan’?”.
Tujuan dari penelitian ini adalah melihat bagaimana iklan merepresentasikan
kebiasaan makan masyarakat urban yang beraneka ragam dari berbagai kelas sosial, etnis,
profesi, dan perannya di masyarakat. Penelitian juga memberikan manfaat, diantaranya
dapat menjadi referensi ilmiah bagi penelitian lain yang terkait dengan kebudayaan makan
di masyarakat urban, serta bisa memberikan analisis kritis terhadap kebudayaan tersebut.
Diantara penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya adalah penelitian yang
dilakukan oleh Trinata Pardede yang berjudul “Representasi Gaya Hidup Moderen Dalam
Iklan Gojek Indonesia Versi Hidup Tanpa Batas Itu Apa Sih” yang pernah dipublikasikan
dalam jurnal JOM FISIP Vol. 6: Edisi I 2019. Namun penelitian tersebut lebih membahas
aspek gaya hidup moderen secara umum saja, sedangkan dalam makalah kali ini lebih
spesifik membahas budaya makan pada masyarakat urban di Indonesia.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian kualitatif ini menggunakan jenis penelitian eksploratif (Mudjiyanto,
2018: 67) yaitu peneliti mengungkap dan menganalisis makna pada tanda-tanda yang
menggambarkan kebiasaan makan masyarakat urban di Indonesia sebagai dasar penelitian.
Penelitian ini akan mengamati berbagai aspek visual (seperti warna, ukuran, ruang, kontras,
dan bentuk), aspek teknis (seperti sudut pengambilan gambar, gerak kamera, transisi
gambar) dan aspek perilaku (primer dan insidental) yang membentuk tanda-tanda.
GESTALT Vol.2, No.1, Juni 2020: 26-44
31
Kemudian dianalisis dengan menggunakan Semiotika Barthes menurut kajian konotasi,
mitos dan ideologi.
Langkah-langkah dalam melakukan penelitian ini diantaranya: Pertama, tayangan
iklan GrabFood versi ‘Jangan Lupa Makan’ sebagai objek penelitian didokumentasikan
dengan cara diunduh dari Youtube.com kemudian diamati secara mendetail. Kedua, iklan
tersebut di-capture setiap scene-nya lalu dikelompokkkan dalam beberapa sequence untuk
mempermudah proses analisis. Ketiga, peneliti melakukan studi pustaka atau literatur yang
terkait dengan kajian kebudayaan, khususnya tentang masyarakat urban dan gaya hidup
yang terkait dengan tradisi makan. Keempat, mengamati aspek-aspek pembentuk tanda
(visual, teknis, dan perilaku) yang ada dalam iklan tersebut. Kelima, menganalisis iklan
menggunakan metode semiotika Barthes, yaitu denotasi, konotasi, mitos dan ideologi.
Aditya Rahman Yani, Widyasari. Gambaran kebiasaan makan masyarakat urban dalam iklan grabfood versi “jangan lupa makan”
32
Gambar 1. Objek penelitian: Iklan video GrabFood versi “Jangan Lupa Makan”
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Setting I: Pulang ke rumah (bag.1)
Kajian Denotatif : Iklan ini dimulai dengan scene seorang pemuda memakai jaket
khas pengendara Grab mengendarai motor di malam hari dalam kondisi hujan. Ketika hujan
semakin lebat, pemuda itu mempercepat lajunya, kemudian berhenti didepan pagar rumah.
Pemuda itu memarkir motornya didepan pagar, lalu membuka pagar tersebut dan masuk.
Scene berikutnya menampilkan pemuda tersebut sedang berusaha melepas helmnya, disaat
yang bersamaan ada pintu rumah terbuka. Ketika pemuda tersebut menoleh ke arah sosok
GESTALT Vol.2, No.1, Juni 2020: 26-44
33
yang membukakan pintu, ekspresi wajahnya menunjukkan wajah kaget. Kemudian scene
ini berhenti dan berubah ke scene pada setting lokasi yang berbeda.
Kajian Konotatif: Ada beberapa konotasi yang muncul dari tayangan pada setting
pertama ini. Pemuda tersebut tampak seperti pulang bekerja sebagai pengendara Grab,
karena berkendara dengan menggunakan seragam pengemudi Grab. Sedangkan suasana
malam dan hujan memberikan kesan kerja keras dan menimbulkan kesan kasihan. Karena
pada umumnya pulang kerja adalah sore hari, bukan malam hari.
Selain itu, scene yang terpotong saat pemuda tersebut menunjukkan ekspresi kaget
ketika pintu dibuka, memberikan konotasi bahwa pengiklan ingin membuat pemirsa
penasaran tentang apa yang terjadi setelahnya. Jika dalam kajian kode-kode Bartes,
penggambaran yang seperti ini termasuk dalam kode hermeneutik, dimana kode tersebut
mencakup artikulasi berbagai pertanyaan atau teka-teki tentang apa yang akan terjadi
selanjutnya, seperti pertanyaan ‘siapakah mereka?’, ‘apa yang terjadi?’ yang mampu
membuat pemirsa menunggu hingga akhir cerita (Adityawan, 2008:22).
Kajian Mitos dan Ideologi: Secara visual, pada scene-scene yang ditampilkan pada
setting pertama ini belum dapat dikaitkan dengan mitos gaya hidup dan kebiasaan makan
masyarakat. Namun secara umum bisa ditarik kaitannya dengan mitos gaya hidup moderen
yang erat kaitannya dengan kerja keras. Gambaran pengendara ojek online juga
menunjukkan makna tentang kehidupan moderen di masyarakat urban yang menuntut
segala sesuatunya serba instan, mudah, dan cepat.
Setting II: Di restoran
Kajian Denotatif : Setelah scene ‘terkejut’ sebelumnya sengaja dipotong, kemudian
yang muncul pada scene ini adalah gambaran pesan pada chat room yang bertuliskan
“jangan lupa makan ya” yang diterima oleh si pemuda driver Grab. Setelah pesan itu
dibaca, kemudian pemuda itu tersenyum. Kemudian ditampilkan seorang laki-laki yang
sudah agak tua sedang membungkus makanan lalu memanggil-manggil si driver,
mengisyaratkan bahwa pesanannya sudah siap. Namun digambarkan bahwa si driver tidak
merespon, sampai akhirnya ada seorang perempuan yang memakai pakaian yang sama
dengan laki-laki tua tadi memegang pundak si pemuda seraya memberi tahu bahwa pesanan
sudah siap. Si driver baru paham dan kemudian mengambil pesanan, lalu menaruhnya di
dalam jok motornya. Sesaat kemudian si pemuda tersebut pergi mengendarai motornya.
Aditya Rahman Yani, Widyasari. Gambaran kebiasaan makan masyarakat urban dalam iklan grabfood versi “jangan lupa makan”
34
Kajian Konotatif: Ekspresi senyum yang ditunjukkan oleh si driver setelah
membaca pesan di chat room tersebut memberikan makna senang, bahagia. Dan pesan
tersebut berasal dari sang ibu, karena melihat pesan sebelumnya yang berbunyi “ini mau
pulang, bu”. Makna konotatif yang bisa diambil adalah bahwa driver tersebut adalah
pemuda yang sangat disayang dan diperhatikan oleh ibunya. Mereka memiliki kedekatan
emosional yang tinggi satu sama lain. Kemudian laki-laki tua yang membungkus makanan
mengisyaratkan makna bahwa dia adalah penjual makanan di restoran tersebut, sekaligus
pemiliknya. Sedangkan seorang perempuan yang memegang pundak si pemuda itu
merupakan salah satu pelayan atau kerabat yang ikut membantu usaha restoran tersebut.
Hal tersebut bisa disimpulkan dari penggunaan seragam yang sama antara keduanya.
Penggambaran pemuda tersebut yang berkali-kali dipanggil tidak memberi respon,
lalu ketika dipegang pundaknya pemuda itu baru sadar bahwa dirinya dipanggil,
memberikan konotasi bahwa pemuda tersebut adalah tuna rungu wicara. Hal ini didukung
pula dengan belum adanya satu kata pun yang terucap secara lisan atau mengisyaratkan
bahwa si pemuda tersebut bisa berbicara sejak awal iklan.
Suasana restoran yang bersih, rapi dan tertata, mengkonotasikan restoran yang
menjual makanan-makanan moderen dan berpenampilan moderen yang disukai oleh
masyarakat urban kelas menengah dan kelas menengah keatas. Berbeda dengan warung-
warung kaki lima di pinggiran jalan yang cenderung lebih disukai oleh kalangan menengah
kebawah.
Pada akhir scene ditampilkan pemuda tersebut mengendarai motor ditengah jalan
yang pengambilan gambarnya menggunakan high angle atau bird’s eye view. Hal ini
memberikan makna konotatif bahwa obyek yang ditampilkan terkesan lemah dan kasihan
(Chandler, dalam Yani, 2010: 53). Disinilah kesan ingin dibangun oleh Grab sebagai
pengiklan, agar audien bisa memberikan empatinya kepada para driver.
Kajian Mitos dan Ideologi: Kondisi warung yang bersih, rapi, dan moderen yang
dibahas dalam kajian konotatif menjadi penanda bagi makna yang lebih dalam yaitu tentang
kebiasaan masyarakat urban yang menjadikan aktifitas makan sebagai gaya hidup, bukan
hanya sebagai kebutuhan (Ham, dalam Ariwibowo, 2015:312). Tempat makan yang
cenderung terkesan keren akan lebih menarik bagi masyarakat urban kelas menengah dan
GESTALT Vol.2, No.1, Juni 2020: 26-44
35
menengah atas. Penyebabnya adalah dua faktor diantaranya kenyamanan dan kepantasan
untuk dijadikan bahan informasi (baca: update status) di sosial media.
Sedangkan sebagian masyarakat urban yang berasal dari kelas bawah, tidak
menjadikan aktifitas makan sebagai gaya hidup, tetapi sebagai kebutuhan hidup. Bagi
mereka, jangankan untuk bergaya di sosial media, untuk dimakan esok hari saja belum
tentu ada. Salah satu kebiasaan yang sama pada masyarakat urban hari ini –yang hampir
merata pada setiap kelas sosial– adalah beli makan diluar rumah. Khususnya pada siang
hari atau pada jam-jam sibuk. Hal ini dikarenakan kepadatan akfitas masyarakat urban yang
ada di perkotaan membuat mereka sulit untuk pulang saat jam istirahat siang atau untuk
makan malam tepat waktu. Yang membedakan antar kelas sosial menengah atas dengan
kelas bawah adalah suasana tempat makan yang dituju. Kelas bawah lebih memilih tempat-
tempat makan sangat murah yang sering disebut warung kopi di pinggiran jalan, sedangkan
kelas menengah keatas lebih memilih tempat-tempat yang lebih memiliki nilai gaya hidup.
Setting III: Mengantar pesanan ke ibu pengusaha
Kajian Denotatif: Pada setting ini menampilkan lokasi semacam gudang stok
barang. Sang pemuda ‘driver’ itu berhenti dan menyampaikan kiriman pesanan makanan
yang baru saja diambil dari restoran pada scene sebelumnya. Namun ketika makanan yang
dibungkus paperbag coklat tersebut diberikan kepada seorang wanita disitu, wanita itu
hanya diam memandangi sebentar, lalu kembali disibukkan dengan urusan pergudangannya
tanpa menghiraukan sang driver. Kemudian sang driver tersebut meletakkan pesanan
makanan itu di meja dekat wanita tersebut berdiri, lalu meninggalkan tempat itu dengan
ekspresi tersenyum.
Kajian Konotatif: Jika dilihat dari gesturnya ketika berbicara dengan karyawan-
karyawan disekitarnya, wanita tersebut adalah pemilik dari perusahaan tersebut. Dan jika
diperhatikan dari warna kulitnya, bentuk matanya yang sipit, dapat disimpulkan bahwa
wanita tersebut adalah etnis tionghoa. Sebagaimana yang kita tahu bahwa diperkotaan, etnis
Tionghoa lebih menyukai berbisnis atau membuka usaha sendiri. Sedangkan sikapnya
kepada si driver yang hanya memandangi sebentar kemudian tidak menghiraukan pesanan
yang sudah diantarkan tersebut memberikan arti konotasi wanita tersebut memang dalam
kondisi sibuk dan pikirannya sedang fokus pada pekerjaan, sehingga tidak memperhatikan
ada sang driver yang mengantarkan makanan pesanannya.
Aditya Rahman Yani, Widyasari. Gambaran kebiasaan makan masyarakat urban dalam iklan grabfood versi “jangan lupa makan”
36
Kajian Mitos dan Ideologi: Mitos yang dapat ditemukan pada sequence ini adalah
bahwa kalangan pengusaha adalah kalangan yang paling sibuk dalam kehidupan sehari-
harinya. Khususnya pengusaha menengah yang masih membutuhkan peran pemilik usaha
dalam kegiatan manajerialnya. Dalam hal ini, sering kali mengakibatkan tertundanya waktu
makan sampai beberapa jam dari jadwal yang seharusnya. Pada tayangan ini juga
mengandung mitos, bahwa kalangan etnis Tionghoa-lah yang memiliki etos kerja yang
tinggi hingga sering lupa makan. Kesibukannya menjadikannya lupa terhadap hak-hak
dirinya, salah satunya makan.
Sedangkan penggambaran ketika sang driver itu dicuekin oleh wanita tersebut, serta
raut wajah yang kurang ramah, menunjukkan bahwa mitos masyarakat urban yang
cenderung kesibukannya tinggi maka akan tinggi pula tingkat stresnya. Stres yang tinggi
akan memberikan pengaruh kepada mood ketika berinteraksi dengan orang lain. Ditambah
lagi ketika dikaitkan dengan perbedaan kelas sosial antara bos atau pemilik perusahaan
dengan pemuda yang hanya berprofesi sebagai driver ojek online, gestur sang wanita
tersebut menunjukkan sikap yang kurang respek dan cenderung menganggap rendah sang
driver.
Setting IV: Mengantar minuman ke remaja milenial
Kajian Denotatif: Berikutnya, si pemuda driver Grab tersebut mengantarkan segelas
minuman berwarna coklat kepada seorang remaja perempuan. Saat minuman pesanan itu
diantarkan terlihat si remaja perempuan itu menunjukkan ekspresi terkejut, kemudian
tersenyum. Setelah itu si perempuan tersebut meminta tolong si pemuda driver itu untuk
memfoto dirinya sambil membawa minuman yang baru saja dipesan tersebut.
Kajian Konotatif: Konotasi dari minuman yang dipesan oleh sang perempuan itu
adalah minuman yang sedang trend saat itu. Mengingat di masa iklan ini ditayangkan
pertama kali, di masyarakat perkotaan sedang gandrung minuman es kopi dan yang
sejenisnya. Ekspresi yang terkejut, lalu tersenyum lebar, lalu meminta agar
didokumentasikan bersama minumannya, mengisyaratkan makna konotatif bahwa
minuman tersebut adalah pemberian dari seseorang untuk dirinya. Oleh karena itu dia ingin
memberikan apresiasi kepada orang yang telah menghadiahi dirinya dengan foto layaknya
artis yang sedang meng-endorse sesuatu untuk diunggah di akun media sosial pribadinya.
Kepribadian narsistik kaum milenial membuat dirinya berpikir bahwa daya tarik fisik,
GESTALT Vol.2, No.1, Juni 2020: 26-44
37
mencari dukungan sosial dan popularitas adalah hal penting, termasuk dalam hal
mengkonsumsi makanan dan minuman. Disini sekali lagi dapat dilihat bahwa aktifitas
makan dan minum bagi kalangan kelas menengah adalah gaya hidup, bukan kebutuhan
hidup. Terlebih lagi bagi kalangan milenials yang eksistensinya di dunia maya adalah
sebuah hal yang penting (Narulita, 2018: 98).
Kajian Mitos dan Ideologi: Kalangan milenial memiliki anggapan bahwa kalau
seseorang baru dianggap hebat atau keren jika dirinya punya followers yang banyak di
sosial media, postingannya banyak likes dan komentar yang memujinya. Mitos ini yang
mendorong kaum milenial untuk konsumtif untuk membeli apa saja yang penting bisa
mendukung popularitasnya di dunia maya (Narulita, 2018: 100). Sehingga hal itu
mendorong mereka untuk mendokumentasikan barang yang dibelinya untuk diunggah di
media sosial, agar menarik banyak follower baru, serta like dan komentar dari pengikutnya.
Itu semua tergambarkan pada setting IV ini.
Setting V: Mengantar pesanan ke rumah milik sebuah keluarga
Kajian Denotatif: Pada setting ini si driver mengantar pesanan makanan ke rumah
sebuah keluarga. Digambarkan seorang anak usia sekitar belasan tahun membukakan pintu,
lalu menerima pesanan yang diantarkan kepadanya. Kemudian terlihat para anggota
keluarga yang lain sedang duduk mengelilingi meja makan dengan berbagai jenis masakan
diatasnya. Kemudian kemasan makanan yang baru saja diantarkan itu dibuka, didalamnya
terdapat satu porsi pizza. Kemudian mereka mengambil potongan-potongan pizza tersebut
dan memakannya bersama-sama keluarga. Sang driver itu sempat melihat kejadian itu,
kemudian berbalik meninggalkan lokasi dengan ekspresi tersenyum.
Kajian Konotatif: Keluarga yang digambarkan dalam setting ini berkonotasi
keluarga moderen yang tinggal di perkotaan. Selain itu juga berkonotasi sebagai keluarga
bahagia dan ideal, yang ditunjukkan dalam adegan makan bersama-sama sekeluarga
dengan penuh keseruan, dengan makanan-makanan yang melimpah tertata di meja makan,
serta adanya makanan moderen yang mereka nanti-nanti yaitu pizza. Adegan ini juga
memberikan makna konotatif bahwa pizza sebagai makanan moderen lebih ditunggu-
tunggu dibandingkan dengan makanan lainnya yang memiliki ‘rasa lokal’. Lalu gestur dan
mimik wajah sang driver yang sempat memperhatikan keseruan keluarga itu menunjukkan
konotasi rasa ikut senang melihat adegan itu.
Aditya Rahman Yani, Widyasari. Gambaran kebiasaan makan masyarakat urban dalam iklan grabfood versi “jangan lupa makan”
38
Kajian Mitos dan Ideologi: Rumah tangga adalah media yang merefleksikan
berbagai pergeseran gaya hidup di masyarakat (Ariwibowo, 2015: 313). Pada iklan ini,
digambarkan keluarga yang selalu meluangkan waktu bersama-sama untuk makan
dirumah. Namun uniknya, disini digambarkan bahwa masakan moderen yang dibeli di
restoran untuk dimakan dirumah bisa menambah keseruan suasana. Pergeseran gaya hidup
bisa dilihat dari perubahan bahwa masakan dari rumah saja tidak cukup, masakan moderen
dari restoran fastfood dibutuhkan agar suasana lebih menyenangkan.
Sedangkan kajian ideologi disini dapat dilihat dari perbedaan kelas sosial yang
menyolok antara keluarga tersebut dengan si driver Grab. Terlebih lagi keluarga tersebut
tidak begitu mempedulikan si driver ketika memandangi keseruan-keseruan mereka.
Seolah tidak terpikir untuk berbagi kebahagiaan bersama si driver.
Setting VI: Mengantar makanan kepada karyawan lembur
Kajian Denotatif: Digambarkan si driver menyusuri lorong dengan interior yang
mewah dan moderen, kemudian mengetuk pintu dan dibukakan oleh seorang laki-laki
dewasa berpakaian kemeja resmi dan berkacamata. Setelah pesanan diterima, kemudian
ditaruh di meja, dan laki-laki itu melanjutkan pekerjaannya tanpa menghiraukan
pesanannya. Kemudian digambarkan si driver mengamati kejadian itu sesaat sebelum pintu
tertutup.
Kajian Konotatif: Lokasi yang digambarkan pada scene ini mengkonotasikan
sebuah gedung perkantoran yang umum di kota-kota besar. Makanan tersebut diantarkan
di salah satu kantor yang ada dalam gedung itu yang didalamnya masih ada seorang
karyawan sedang bekerja lembur hingga malam hari. Ekspresi laki-laki tersebut
mengisyaratkan sedang dalam kondisi pikiran yang penuh karena pekerjaan. Diperkuat
dengan adegan pesanan makanan yang hanya diletakkan di meja kemudian kembali
disibukkan dengan kerjaan.
Kajian Mitos dan Ideologi: Disini sekali lagi digambarkan kebiasaan masyarakat
urban yang disibukkan dengan pekerjaan. Jika sebelumnya membahas dari kalangan
pebisnis, kali ini dari kalangan karyawan perkantoran. Hal ini berdampak juga dalam
kebiasaan makan mereka yang sering tertunda. Sehingga makan hanya bisa mereka lakukan
disela-sela kesibukan mereka. Orang-orang sibuk semacam itu, menu makanan tidak lagi
menjadi masalah, apalgi lagi anggapan makanan sebagai gaya hidup. Mereka makan benar-
GESTALT Vol.2, No.1, Juni 2020: 26-44
39
benar bertujuan untuk kebutuhan hidup, agar tidak sakit, dan agar pekerjaan mereka bisa
dilanjutkan lagi. Karena kalau sakit, akan menyebabkan pekerjaan mereka tertunda. Hal itu
menurut mereka akan jauh lebih ditakuti.
Setting VII: Mengantar makanan ke pemulung
Kajian Denotatif: Pada setting ini, si driver digambarkan sedang mengendarai
motor di malam hari, lampunya dinyalakan, kamera mengarah vertikal ke atas, lalu kamera
melihat sebaliknya vertikal ke bawah (bird’s eye). Si ‘driver’ berhenti dipinggir jalan, lalu
melihat layar handphone-nya, ada chat masuk pukul 09:27 malam yang bertuliskan “bisa
tolong kasih ke bapak yang di ujung jalan?”. Kemudian si driver mendatangi seorang
bapak tua yang sedang memunguti kardus-kardus bekas, lalu memberikan makanan
tersebut. Respon bapak tua itu awalnya menolak, namun akhirnya mau menerima setelah
si driver mendekatkan bingkisan makanan itu ke badan bapak itu. Setelah itu si driver
berbalik badan untuk pergi, namun kemudian berhenti dan diam sejenak. Kemudian si
driver kembali untuk membantu bapak itu memunguti kardus bekas.
Kajian Konotatif: Lampu motor yang menyala, langit gelap dan keterangan jam
yang ada pada layar handphone mengkonotasikan suasana malam hari. Ini berarti si driver
bekerja hingga larut malam. Sudut pengambilan gambar dari bawah ke atas
mengonotasikan bahwa subjek yang melihat adalah makhluk kecil yang menganggap besar
yang ada di langit, dalam hal ini Tuhan. Sedangkan sudut pengambilan gambar dari langit
ke bawah menunjukkan betapa lemah dan kecilnya posisi menusia dihadapan Tuhannya.
Si driver mengantarkan makanan atas permintaan pembeli kepada seorang
pemulung tua yang juga bekerja hingga larut malam. Adegan ini mengandung konotasi
kepedulian terhadap sesama, bahwa ada sebagian masyarakat urban yang ketika sudah
tercukupi kebutuhan pangannya, mereka tergerak untuk berbagi kepada orang-orang yang
dirasa kurang mampu. Sedangkan adegan ketika si driver ikut membantu bapak pemulung
itu menunjukkan bahwa kedekatan status sosial lebih bisa menimbulkan rasa empati karena
ada kedekatan kondisi kehidupan yang dirasakan.
Kajian Mitos dan Ideologi: Adegan ini berbeda dengan sebelum-sebelumnya,
karena lebih menonjolkan kondisi masyarakat kelas bawah yang ada di tengah masyarakat
urban. Ini menunjukkan bahwa ditengah masyarakat urban, eksistensi kalangan ekonomi
bawah masih ada. Mereka juga hidup ditengah masyarakat kapitalisme moderen –
Aditya Rahman Yani, Widyasari. Gambaran kebiasaan makan masyarakat urban dalam iklan grabfood versi “jangan lupa makan”
40
sebagaimana digambarkan pada iklan ini– harus terus bekerja hingga larut malam demi
bertahan hidup. Pada scene ini juga menampilkan sikap menolak dari Bapak pemulung saat
awal makanan tersebut diberikan kepadanya. Namun akhirnya menerima setelah sedikit
dipaksa. Ini menunjukkan mitos bahwa bagaimana pun kelas bawah juga harus memiliki
harga diri dalam mendapatkan kebutuhan hidupnya, khususnya makan. Makan dari hasil
pemberian, bukan dari usaha sendiri –bagi sebagian kelas bawah– bukan sesuatu yang patut
dibanggakan. Hal itu juga dapat dilihat dari adegan setelah makanan tersebut diterima, Sang
Bapak Pemulung itu tidak langsung memakannya, namun menaruhnya, kemudian kembali
menyelesaikan pekerjaannya.
Setting VIII : Perjalanan pulang sampai di rumah
Kajian Denotasi: Si driver mengendarai motor di malam hari dengan tersenyum.
Digambarkan juga ekspresi para customer saat makan yang seharian dia antarkan
makanannya. Kemudian turun hujan, si driver kehujanan hingga sampai di rumahnya.
Motornya diparkir didepan pagar, dan si driver masuk pagar. Saat membuka helm, terlihat
seorang ibu muncul dan membuat si driver terkejut. Sang ibu mengisyaratkan kepada si
driver yang notabene adalah anaknya, “ibu pikir kamu gak makan bareng dirumah.” Lalu
si anak berisyarat, “Kan aku janji bu, buat gak lupa makan.” Lalu sang ibu mengusap kepala
sang anak. Lalu kamera berpindah ke tempat motor diparkir, didepan pagar, kemudian
muncul tulisan “GrabFood” dan “Jangan Lupa Makan”.
Kajian Konotatif: Senyum saat pulang, dikaitkan dengan kebiasaan senyum pada
scene-scene sebelumnya menunjukkan pribadi yang positif pada diri si driver. Meskipun
kadang tidak diperlakukan dengan baik, dirinya tetap tersenyum. Lalu motor yang diparkir
didepan pagar menunjukkan konotasi bahwa pekerjaan sebagai driver ojol belum selesai.
Sewaktu-waktu jika ada order siap berangkat lagi. Gesture sang ibu menunjukkan rasa
kasih sayang yang lebih kepada sang anak, disebabkan anak memiliki kecacatan dalam
bicara dan mendengar.
Kajian Mitos dan Ideologi: Mitos keluarga bahagia, sebagaimana yang dijelaskan
dalam Setting V, juga muncul dalam scene ini. Sehingga ketika sang ibu makan lebih dulu,
ada perasaan menyesal yang muncul seolah mengatakan “Kalau tahu kamu pulang, pasti
tadi aku tunggu agar bisa makan bersama”. Hal ini menunjukkan bahwa dalam sebagian
GESTALT Vol.2, No.1, Juni 2020: 26-44
41
masyarakat urban masih ada keluarga yang memegang tradisi makan bersama sebagai
tradisi yang bisa merekatkan hubungan antar anggota keluarga.
Rangkuman garis besar dari analisis data penelitian ini dapat dilihat dalam tabel
sebagai berikut:
Tabel 1. Rangkuman analisis visual Iklan GrabFood “Jangan Lupa Makan”
Sequence Tanda visual Pemaknaan
Setting I: Pulang
ke rumah (bag.1)
Mengendarai motor,
hujan, malam hari,
ekspresi kaget.
Konotasi: kerja keras, kasihan, kode
hermeneutik tentang cerita selanjutnya.
Mitos dan Ideologi: Gaya hidup kerja
keras di masyarakat urban
Setting II: Di
restoran
Pesan masuk “jangan
lupa makan”,
senyuman, penjual
makanan memanggil,
ditepuk pundak,
mengambil pesanan
makanan online,
mengantar makanan.
Konotasi: kebahagiaan, perhatian, kasih
sayang, tuna rungu, rumah makan di
perkotaan.
Mitos dan Ideologi: Budaya makan kelas
menengah yang identik makan diluar, di
resto kelas menengah. Pemesanan
melalui aplikasi online menunjukkan
budaya makan modern yang serba instan
dan mudah tanpa harus mendatangi
tempat makan.
Setting III:
Mengantar
pesanan ke ibu
pengusaha
Menyerahkan
makanan tanpa bicara,
sang ibu pengusaha
tidak memerhatikan,
sibuk, pesanan ditaruh
di meja, driver
meninggalkan lokasi
dengan tersenyum.
Konotasi: sibuk menyebabkan tidak
fokus, tidak sempat makan karena
aktivitas kerja, tidak dihiraukan karena
driver tidak berucap apa-apa.
Mitos dan Ideologi: Kesan perbedaan
kelas sosial di masyarakat urban. Bagi
pengusaha, makan adalah sesuatu yang
penting namun sering terabaikan karena
kesibukan.
Setting IV:
Mengantar
minuman ke
remaja milenial
Senyum ceria,
minuman coklat,
minta difoto.
Konotasi: minuman yang sedang hits saat
ini, gaul, trendy, konsumsi bukan karena
kebutuhan tapi trend.
Mitos dan Ideologi: Bagi milenial, jika
tidak eksis di sosmed; banyak likes,
banyak followers – maka tidak keren.
Konsumtif – salah satunya dalam hal
makan - menjadi keharusan demi
menjaga eksistensi milenial.
Setting V:
Mengantar
pesanan ke rumah
milik sebuah
keluarga
Keluarga yang sedang
berkumpul di meja
makan, makan
bersama, canda tawa
saat makan, menu
masakan moderen,
driver yang melihat
suasana tersebut.
Konotasi: Gambaran keluarga ideal di
masyarakat perkotaan; makan bersama,
canda tawa dan ngobrol seru di meja
makan.
Mitos dan Ideologi: Makanan moderen
tetap menjadi menu yang prestis pada
kondisi-kondisi tertentu dalam keluarga
Aditya Rahman Yani, Widyasari. Gambaran kebiasaan makan masyarakat urban dalam iklan grabfood versi “jangan lupa makan”
42
Sequence Tanda visual Pemaknaan
moderen meskipun sehari-hari biasa
dengan masakan rumahan.
Setting VI:
Mengantar
makanan kepada
karyawan lembur
Suasana di
perkantoran elit, kerja
lembur, sibuk, penat,
malam hari.
Konotasi: menggambarkan kondisi dunia
kerja yang padat kesibukan di perkotaan,
hingga tidak sempat makan dirumah atau
tepat pada waktunya.
Mitos dan Ideologi: Makan bagi kelas
sosial menengah atas khususnya yang
memiliki kesibukan tinggi adalah
kebutuhan untuk bisa bekerja lebih keras
lagi. Untuk menjaga fisik agar tidak
sakit, karena jika sakit justru akan
menghambat kinerja. Makan bagi mereka
bukanlah gaya hidup layaknya milenial,
juga bukan sebagai kebutuhan yang harus
diperhatikan komposisi nutrisinya.
Setting VII:
Mengantar
makanan ke
pemulung
Malam hari, pemulung
yang masih bekerja,
makanan pemberian
orang, driver ikut
membantu si
pemulung
Konotasi: Kelas bawah pun bekerja
hingga larut malam demi menghidupi
keluarga. Mereka juga termasuk yang
golongan yang tertunda aktivitas
makannya, namun disebabkan kesulitan
ekonomi.
Mitos dan ideologi: Budaya kerja yang
tinggi terjadi di berbagai lapisan kelas
sosial di perkotaan, karena biaya hidup
yang tinggi dan persaingan tinggi.
Namun demikian masih ada kepedulian
antar sesama.
Setting VIII :
Perjalanan pulang
sampai di rumah
Mengendarai motor,
hujan, malam hari,
senyuman, ekspresi
kaget, sang ibu
berbicara dengan
bahasa isyarat, motor
yang diparkir diluar
pagar.
Konotasi: kerja keras, lembur,
menunjukkan bahwa si driver hanya
berniat mampir kerumah untuk lanjut
bekerja lagi.
Mitos dan Ideologi: Kepuasan karena
telah melakukan banyak hal yang
manfaat dalam pekerjaan adalah
kebahagiaan yang utama. Dialog dengan
sang ibu tentang makan bersama-sama
merupakan salah satu tradisi yang masih
tetap ada di masyarakat urban sebagai
momen untuk merekatkan hati anggota
keluarga.
GESTALT Vol.2, No.1, Juni 2020: 26-44
43
KESIMPULAN
Pada makalah ini, peneliti menyimpulkan bahwa iklan video dapat mengonstruksi
konsep kebiasaan makan masyarakat urban. Di dalamnya terdapat simbol-simbol gaya
hidup masyarakat urban, khususnya makan, yang tersebar dalam simbol-simbol visual pada
iklan GrabFood “Jangan Lupa Makan”.
Gambaran kebiasaan makan masyarakat urban dalam iklan GrabFood “Jangan
Lupa Makan” dapat dirangkum dalam beberapa poin berikut: Pertama, masyarakat urban
terdiri dari berbagai kelas sosial, masing-masing memiliki kebiasaan dan cara berpikir
tentang makan yang berbeda satu sama lain. Kedua, sebagian masyarakat urban cenderung
menganggap aktifitas makan bukan hanya sekedar kebutuhan hidup, tetapi gaya hidup.
Bagi para pebisnis dan pekerja yang disibukkan dengan pekerjaannya, memandang makan
adalah sesuatu yang harus dilakukan untuk keberlangsungan urusan pekerjaannya.
Sedangkan, bagi kalangan kelas bawah, aktifitas makan adalah sebuah kebutuhan hidup
yang harus diperjuangkan dengan keringat sendiri, bukan hasil minta-minta.Ketiga, bagi
para milenial dan keluarga moderen, makanan yang sedang trend menjadi faktor yang bisa
mempengaruhi mood dan suasana hati mereka. Terakhir, diluar pembahasan mengenai
kebiasaan makan masyarakat urban, iklan ini juga berhasil mengonstruksi sosok karakter
driver Grab yang baik, sabar, peduli, positive thinking, dan sayang kepada orang tuanya
sebagai pesan emosional yang melekat pada hati konsumen.
DAFTAR PUSTAKA
Adityawan, Arief. 2008. Propaganda Pemimpin Politik Indonesia: Mengupas Semiotika
Orde Baru Soeharto. Jakarta: LP3S.
Ariwibowo, Gregorius. 2015. Pendidikan Selera: Perkembangan Budaya Makan dalam
Rumah Tangga Urban Jakarta pada Periode 1950-an. Jurnal Patanjala, Jilid 7,
Terbitan 2. Penerbit Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat.
Elin & Lapides. 2004. Designing and Producing The Television Commercial. Pearson.
Fiske, John. 2007. Cultural and Communication Studies. Yogyakarta & Bandung:
Jalasutra.
Hagijanto, Andrian. 2008. Representasi Kehidupan Kota dan Masyarakat Urban Dalam
Visual Culture Mural di Surabaya (Tesis). Surabaya: Universitas Airlangga.
Mintosih & Widiyanto. 1997. Tradisi dan Kebiasaan Makan Pada Masyarakat Tradisional
di Kalimantan Barat. Jakarta: CV. Putra Sejati Raya
Aditya Rahman Yani, Widyasari. Gambaran kebiasaan makan masyarakat urban dalam iklan grabfood versi “jangan lupa makan”
44
Mudjiyanto, Bambang. 2018. Tipe Penelitian Eksploratif Komunikasi. Jurnal Studi
Komunikasi dan Media, Vol. 22 No. 1, hal.65 – 74.
Narulita, Sari. 2018. Konsumerisme, Godaan Generasi Milenial. dalam Muslim Milenial:
Catatan & Kisah Wow Muslim Zaman Now. Bandung: Mizan.
Yani, Aditya. 2010. Gambaran Kehidupan Sosio-Kultural Kelas Bawah Masyarakat Jawa
Pada Iklan Korporat PT. Gudang Garam Tbk. (Tesis). Surabaya: Universitas
Airlangga.
(https://www.liputan6.com/tekno/read/3912922/kisah-perjalanan-grab-dari-lahir-hingga-
jadi-decacorn) diakses tanggal 24 April 2020
(https://katadata.co.id/berita/2019/02/07/layanan-pesan-antar-go-food-dan-grabfood-
ubah-perilaku-konsumen) diakses tanggal 25 April 2020
(https://marketeers.com/58-konsumen-pesan-makanan-via-aplikasi-online/) diakses
tanggal 25 April 2020
(https://marketeers.com/saling-klaim-antara-gofood-dan-grabfood/) diakses tanggal 25
April 2020
(https://lifestyle.kompas.com/read/2020/01/17/203100720/gerakan-jangan-lupa-makan-
grabfood-pecahkan-rekor-muri) diakses pada tanggal 26 April 2020
(http://www.aber.ac.uk/media/Documents/short/gramtv.html) diakses pada tanggal 27
April 2020