gambaran penyebab tidak terpenuhinya akses …
TRANSCRIPT
GAMBARAN PENYEBAB TIDAK TERPENUHINYA AKSES PEMADAM
KEBAKARAN DI GEDUNG ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
(ANRI) TAHUN 2017
SKRIPSI
Disusun Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (S.K.M)
Oleh:
Ika Nur Syafitriany
1112101000074
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya
atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2017
Ika Nur Syafitriany
ii
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Juni 2017
Ika Nur Syafitriany, NIM : 1112101000074
Gambaran Penyebab Tidak Terpenuhinya Akses Pemadam Kebakaran di
Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Tahun 2017
xviii+ 103 halaman, 2 tabel, 14 gambar, 5 lampiran.
ABSTRAK
Akses pemadam kebakaran merupakan akses atau sarana lain yang khusus
disediakan untuk masuk petugas dan unit pemadam kebakaran ke/di dalam bangunan
gedung. Terdapat beberapa komponen didalam akses pemadam kebakaran,
diantaranya yaitu akses mencapai bangunan gedung; area operasional; dan akses
masuk ke dalam bangunan gedung.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Juni 2017 untuk mengetahui
penyebab tidak terpenuhinya akses pemadam kebakaran di gedung ANRI tahun 2017.
Diagram tulang ikan digunakan untuk menganalisis penyebab tidak terpenuhinya
komponen akses pemadam kebakaran. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif,
dengan pengumpulan data primer melalui observasi dan wawancara serta
pengumpulan data sekunder melalui telaah dokumen.Triangulasi sumber dan
triangulasi metode digunakan untuk memvalidasi data.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terpenuhinya komponen akses
pemadam kebakaran di gedung ANRI dikarenakan belum adanya sosialisasi terkait
akses pemadam kebakaran sehingga pihak manajemen belum mendukung adanya
perubahan atau pengajuan terkait komponen yang belum terpenuhi di gedung ANRI.
Pihak manajemen diharapkan dapat melakukan pengadaan terhadap komponen
yang belum terpenuhi. Sedangkan untuk staff divisi pemeliharaan diharapkan dapat
memelihara sistem proteksi yang telah tersedia di gedung ANRI serta dapat
mensosialisasikan akses pemadam kebakaran kepada seluruh penghuni gedung
ANRI. Perlu juga ada sosialisasi dari dinas pemadam kebakaran terkait akses
pemadam kebakaran.
Kata Kunci : Akses pemadam kebakaran, area operasional, ANRI
Daftar Bacaan : 39 Bacaan (1994-2017)
iii
ISLAMIC STATE UNIVERSITY OF SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
HEALTH AND OCCUPATIONAL SAFETY
Undergraduated Thesis, June 2017
Ika Nur Syafitriany, NIM : 1112101000074
A Descriptive of the Cause of Lack Firefighters Access in Arsip Nasional Republic
Indonesia (ANRI) 2017
xviii + 103 pages, 2 table, 14 pictures, 5 attachments
ABSTRACT
Firefighters access is an access or other means provided to enter the officers and
unit firefighters to or into the building. There were some components in the
firefighters access such as, access to reach the building, operational area, and access
to enter into the building.
This research was conducted in January until June 2017 to find out the cause of
lack components of the firefightes access in ANRI building 2017. Fishbone diagram
were used to analysed the cause of lack components of the firefighters access. This
qualitative study was conducted and collected by interviews and observations while
secondary data were collected by reviewing documents. Triangulation methods and
sources were used to validate the data.
The result showed, that the cause of lack components of the firefighters access in
ANRI building was do to the lack of socialization about firefighters access. So that
the management has not supported any changes or submissions about the lack
components of the firefighters access in ANRI building.
Suggestion on this study for the management is to completed the lack components
of the firefighters access in ANRI. And for the maintenance staff, it is advisable to
maintenance the fire protective system and socialize the components of the
firefighters access to all staff in ANRI. The fire department needs to conduct
socialization of the firefighters access to the management in ANRI building..
Keywords : firefighters access, operational area, ANRI
Reading List : 39 (1994-2017)
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi dengan Judul
GAMBARAN PENYEBAB TIDAK TERPENUHINYA AKSES PEMADAM
KEBAKARAN DI GEDUNG ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA
(ANRI) TAHUN 2017
Telah disetujui, diperiksa, dan telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Disusun Oleh:
Ika Nur Syafitriany
NIM. 1112101000074
Jakarta, Juli 2017
Mengetahui
Pembimbing I Pembimbing II
Catur Rosidati, S.KM, M.KM
NIP. 19750210 200801 2 018
Izzatu Millah, S.KM, M.KKK
NIP. -
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2017 M
v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, Juli 2017
Penguji I
Dr. Iting Shofwati, S.T., M.KKK
NIP. 19760808 200604 2 001
Penguji II
Siti Rahmah Hidayatullah Lubis, S.KM., M.KKK
Penguji III
Ir. Rulyenzi Rasyid, M.KKK
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ika Nur Syafitriany
Tempat, tanggal lahir : Tuban, 6 Desember 1994
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Pernikahan : Belum Menikah
Tinggi Badan : 159 cm
Alamat : Jalan Cilandak KKO Raya Gg H. Sa’aman RT 014
RW 008 Blok D No.29B, Ragunan Pasar Minggu
Jakarta Selatan, 12550
No.Telp/HP : 085781415826
E-mail : [email protected]
Kualifikasi dan Pendidikan Formal
September 2012-sekarang : Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Program Studi Kesehatan Masyarakat,
Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3),
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta Syarif
Hidayatullah Jakarta
Juni 2009-Juni 2012 : SMA Negeri 49 Jakarta
Mei 2006-Juni 2006 : SMP Negeri 166 Jakarta
Juli 2000-Mei 2006 : SD Negeri Cilandak Timur 01 Pagi
vii
Pengalaman Organisasi
2015-2016 : Vice General Manager OSH Science Forum Studi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2014-2015 : Staff OSH Science Forum Studi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (FSK3) UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2010-2011 : Koordinator Bidang 2 Kewarganegaraan OSIS-MPK
SMA Negeri 49 Jakarta
2010-2011 : Bendahara PASKIBRA SMA Negeri 49 Jakarta
2009-2011 : Anggota Rohis SMA Negeri 49 Jakarta
2007 : Anggota Badminton SMP Negeri 166 Jakarta
2006 : Anggota Pencak Silat SMP Negeri 166 Jakarta
Pengalaman Pelatihan
2013 : Peserta Seminar Pengembangan Profesi K3
“Gambaran Budaya K3 di RS” di FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2013 :Peserta Seminar tentang Hari Peringatan Tembakau
Sedunia di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2014 : Seminar Nasional Kesehatan Masyarakat “Upaya
Menghadapai Tantangan Kesehatan Masyarakat
Indonesia Post MDGs: Healthy People – Healthy
Environment” di FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
viii
2014 : Training SMK3 Based on OHSAS 18001 & PP
No.50 Tahun 2012 di FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2014 : Workshop “Safety In The Process Industries” di
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2014 : Workshop “Ergonomics In The Work Place” di
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2014 : Seminar Pengembangan Profesi “Optimalisasi
Pemenuhan Regulasi Prasarana Perlintasan Kereta Api
Demi Stabilitas Transportasi Nasional” di FKIK UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
2014 : Seminar Pengembangan Profesi “Have Your Perfect
Weight with a Proper Diet” di FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2014 : Seminar Pengembangan Profesi “Menstrual and Pre-
Menstrual Syndrome” di FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
2014 : Seminar Pengembangan Profesi “Human Health
Impact and What Mosquitoes Responses to Climate
Change” di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2015 : Kajian Ilmu K3 Bersama “Keselamatan Konstruksi
(Lifting Crane)” di FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2015 : Workshop “Management Of Fire Safety” di FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix
2015 : Workshop “Risk Assessment In The Work Place” di
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2015 : Seminar Pengembangan Profesi “Combat The
Neglected Tropical Disease Towards a Filariasis-Free
Country by 2020” di FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
2015 : Workshop “Management Of Fire Safety” di FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2016 : Kajian Ilmu K3 Bersama “Pengenalan ISO 14001:
2015 dan Implementasinya” di FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
x
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr.wb
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi ini
dengan judul “Gambaran Penyebab Tidak Terpenuhinya Akses Pemadam
Kebakaran Di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Tahun
2017”. Penulisan skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan dalam
menyelesaikan studi strata satu (S1) pada jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan
salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat, semoga kita
selalu dalam barisan pengikutnya dan mendapatkan syafaatnya kelak. Aamiin.
Dalam penulisan skripsi ini penulis tidak berdiri sendiri melainkan mendapatkan
banyak sekali bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan setulus hati
penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Kedua orang tua, Ayah Achmad Irkham dan Mama Umi Ma’rifah yang selalu
percaya dan mendoakan hingga penulis dapat menyelesaikan studi ini serta
keluarga semua yang turut mendukung penulis.
2. Ibu Catur Rosidati, S.KM., M.KM. selaku dosen pembimbing I dan Ibu
Izzatu Millah S.KM., M.KKK selaku dosen pembimbing II yang selalu
memberikan arahan dan bimbingan yang berharga demi terselesaikannya
skripsi ini.
3. Ibu Fajar Arianti, PhD selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Staff divisi humas dan pemeliharaan ANRI, yang telah membantu penulis
baik dalam hal perizinan dan pengumpulan data penelitian.
5. Ofin Andina Permata Sari dan Nova Elyanti yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk membantu peneliti saat turun lapangan.
xi
6. Kawan-kawan seperjuangan skripsi, seperbimbingan, dan sepermainan semua
yang selalu memberikan motivasi, semangat, dukungan, kajian, dan apapun
itu yang membuat penulis terus berjuang untuk menyelesaikan skripsi ini.
7. Katiguys 2012 yang selalu ada di hati penulis dan juga teman-teman kesmas
2012.
8. Serta kalian yang tidak bisa penulis sebutkan namanya namun berperan
dalam menaikkan dan menurunkan semangat penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini.
Demikianlah yang dapat penulis sampaikan, dengan doa dan harapan bahwa
segala kebaikan yang mereka berikan dapat bermanfaat bagi penulis. Penulis
menyadari bahwa didalam penulisan skripsi ini masih terdapat berbagai
kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
membangun agar kelak dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga skripsi ini dapat
memberikan manfaat bagi seluruh pembacanya, Aamiin. Terima kasih.
Wassalamualaikum wr.wb.
Jakarta, Juni 2017
Ika Nur Syafitriany
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................................... ii
ABSTRAK .................................................................................................................... ii
ABSTRACT ................................................................................................................. iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN .............................................................................. iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vi
KATA PENGANTAR .................................................................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................. xv
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xvii
DAFTAR ISTILAH ................................................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................................... 7
1.3 Pertanyaan Penelitian .................................................................................. 7
1.4 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 8
1.4.1 Tujuan Umum ........................................................................................ 8
1.4.2 Tujuan Khusus ...................................................................................... 8
1.5 Manfaat Penelitian ...................................................................................... 9
1.5.1 Bagi Instansi Terkait ............................................................................ 9
1.5.2 Bagi Mahasiswa ................................................................................... 10
1.5.3 Bagi Peneliti Lain ................................................................................ 10
1.6 Ruang Lingkup ......................................................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 11
2.1 Teori Terjadinya Api ................................................................................ 11
2.1.1 Definisi Api .......................................................................................... 11
2.1.2 Segitiga Api ......................................................................................... 11
2.1.3 Tetrahedron of Fire.............................................................................. 12
2.2 Kebakaran ................................................................................................. 13
2.2.1 Definisi Kebakaran .............................................................................. 13
2.2.2 Klasifikasi Kebakaran .......................................................................... 14
xiii
2.2.3 Konsep Pemadaman ............................................................................. 15
2.3 Standar yang Berlaku ................................................................................ 16
2.4 Akses Pemadam Kebakaran...................................................................... 18
2.5 Kearsipan .................................................................................................. 21
2.6 Bangunan Gedung..................................................................................... 23
2.6.1 Definisi Bangunan Gedung .................................................................. 23
2.6.2 Klasifikasi Bangunan Gedung ............................................................. 23
2.7 Teknik menentukan Akar Penyebab Masalah .......................................... 27
2.8 Kerangka Teori ......................................................................................... 34
BAB III KERANGKA KONSEP ............................................................................... 36
3.1 Kerangka Konsep ...................................................................................... 36
3.2 Definisi Istilah........................................................................................... 38
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................. 40
4.1 Desain Penelitian ...................................................................................... 40
4.2 Waktu dan Tempat .................................................................................... 40
4.3 Informan Penelitian................................................................................... 40
4.4 Instrumen Penelitian ................................................................................. 41
4.5 Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data ........................................... 41
4.5.1 Pengumpulan Data ............................................................................... 41
4.5.2 Pengolahan Data .................................................................................. 42
4.5.3 Analisa Data ......................................................................................... 45
4.6 Validitas Data ........................................................................................... 46
5 BAB V HASIL ..................................................................................................... 49
5.1 Gambaran Umum Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
Tahun 2017 .......................................................................................................... 49
5.2 Kondisi Akses Pemadam Kebakaran di Gedung Arsip Nasional Republik
Indonesia (ANRI) Tahun 2017 ............................................................................ 53
5.2.1 Kondisi Lebar Jalur Akses Masuk Pemadam Kebakaran di Gedung
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Tahun 2017 ............................. 54
5.2.2 Kondisi Tinggi Ruang Bebas di Jalur Akses Masuk Pemadam
Kebakaran di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Tahun
2017............................................................................................................... 61
5.2.3 Kondisi Sign di Jalur Akses Masuk Pemadam Kebakaran di Gedung
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Tahun 2017 ............................. 66
xiv
5.2.4 Kondisi Tanda yang Bersifat Reflektif pada Jalur Akses Masuk
Pemadam Kebakaran di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
Tahun 2017 ................................................................................................... 69
5.2.5 Kondisi Area Operasional Khusus dengan Lapis Perkerasan untuk
Mobil Pemadam Kebakaran di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI) Tahun 2017 ...................................................................................... 72
5.3 Gambaran Penyebab Tidak Terpenuhinya Komponen Akses Pemadam
Kebakaran di Gedung ANRI ................................................................................ 75
BAB VI PEMBAHASAN ........................................................................................... 79
6.1 Keterbatasan Penelitian............................................................................. 79
6.2 Gambaran Penyebab Tidak Terpenuhinya Akses Pemadam Kebakaran di
Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia ........................................................ 79
6.2.1 Penyebab Tidak Terpenuhinya Lebar Jalur Akses Masuk Pemadam
Kebakaran di Gedung ANRI ......................................................................... 83
6.2.2 Penyebab Tidak Terpenuhinya Tinggi Ruang Bebas di Jalur Akses
Masuk Mobil Pemadam Kebakaran di Gedung ANRI ................................. 88
6.2.3 Penyebab Tidak Terpenuhinya Sign di Jalur Akses Masuk Mobil
Pemadam Kebakaran di Gedung ANRI ........................................................ 91
6.2.4 Penyebab Tidak Terpenuhinya Tanda yang Bersifat Reflektif di Jalur
Akses Masuk Mobil Pemadam Kebakaran di Gedung ANRI ...................... 93
6.2.5 Penyebab Tidak Terpenuhinya Area Operasional dengan Lapis
Perkerasan untuk Mobil Pemadam Kebakaran di Gedung ANRI ................ 94
BAB VII PENUTUP ................................................................................................... 98
7.1 Simpulan ................................................................................................... 98
7.2 Saran ......................................................................................................... 99
7.2.1 Bagi Dinas Pemadam Kebakaran Terkait ............................................ 99
7.2.2 Bagi Manajemen Gedung ANRI .......................................................... 99
7.2.3 Bagi Staff Divisi Pemeliharaan .......................................................... 100
7.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................................... 100
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 101
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Segitiga Api ............................................................................................. 12
Gambar 2.2 Tetrahedron of Fire.................................................................................. 13
Gambar 2.3 Contoh Diagram Tulang Ikan .................................................................. 29
Gambar 2.4 Pohon Masalah Model Pertama............................................................... 30
Gambar 2.5 Pohon Masalah Model Kedua ................................................................. 31
Gambar 2.6 Contoh Metode Tata Alir ........................................................................ 33
Gambar 2.7 Kerangka Teori ........................................................................................ 35
Gambar 3.1 Kerangka Konsep .................................................................................... 37
Gambar 5.1 Komplek Arsip Nasional Republik Indonesia ......................................... 51
Gambar 5.2 Jalur Akses Masuk Pemadam di Gedung ANRI ..................................... 55
Gambar 5.3 Kondisi Jalur Akses Masuk yang Terhalang Mobil ................................ 59
Gambar 5.4 Dahan Pohon yang Menghalangi Tinggi Ruang Bebas .......................... 62
Gambar 5.5 Jembatan Penghubung antar Bangunan Gedung ..................................... 62
Gambar 5.6 Kondisi Bangunan Gedung yang Berdekatan ......................................... 73
Gambar 5.7 Penyebab Tidak Terpenuhinya Akses Pemadam Kebakaran di Gedung
ANRI ........................................................................................................................... 78
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Triangulasi Metode ..................................................................................... 47 Tabel 4.2 Triangulasi Sumber ..................................................................................... 48
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Lembar Observasi
Lampiran 2 Pedoman Wawancara
Lampiran 3 Hasil Observasi
Lampiran 4 Transkrip Wawancara
Lampiran 5 Foto Akses Pemadam Kebakaran di Gedung ANRI
xviii
DAFTAR ISTILAH
ANRI : Arsip Nasional Repubilk Indonesia
APAR : Alat Pemadam Api Ringan
DKI : Daerah Khusus Ibukota
NFPA : National Fire Protection Assosiation
OHSAS : Occupational Health and Safety Assessment Series
PERDA : Peraturan Daerah
PERGUB : Peraturan Gubernur
SNI : Standar Nasional Indonesia
UNESCO : United Nations Educational, scientific and Cultural Organization
VOC : Vereenigde Oostindische Compagnie
1
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Saat ini telah banyak berdiri bangunan-bangunan kokoh yang digunakan
untuk gedung perkantoran, perindustrian, tempat tinggal, tempat perbelanjaan,
dan lain sebagainya. Seperti yang terdapat dal am Undang-Undang No.28
Tahun 2002 pasal 1 yang berbunyi bangunan gedung adalah wujud fisik hasil
pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian
atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang
berfungsi sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian
atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial,
budaya, maupun kegiatan khusus (Sekretaris Negara Republik Indonesia,
2002).
Salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu bangunan gedung
adalah faktor keselamatan. Faktor keselamatan yang dimaksud dalam Undang-
Undang No.28 Tahun 2002 salah satunya juga adalah kemampuan gedung
dalam mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran (Sekretaris Negara
Republik Indonesia, 2002). Kebakaran didefinisikan sebagai suatu fenomena
yang terjadi ketika suatu bahan mencapai temperatur kritis dan bereaksi secara
kimia dengan oksigen (sebagai contoh) yang menghasilkan panas, nyala api,
cahaya, asap, uap air, karbon monoksida, karbon dioksida, atau produk dan efek
lainnya (Badan Standar Nasional, 2000).
2
Kebakaran merupakan suatu peristiwa/kejadian yang dapat terjadi dimana
saja baik di pemukiman penduduk, gedung perkantoran, tempat perbelanjaan,
tempat wisata, dan di gedung-gedung lainnya. Kebakaran merupakan kejadian
yang sangat merugikan bagi semua pihak, baik bagi pemilik gedung, pengelola
gedung, ataupun masyarakat disekitarnya. Apalagi bila yang terbakar
merupakan berkas-berkas penting. Seperti yang terjadi pada perpustakaan di
Universitas Michighan tahun 1950 yang kerugiannya diperkirakan mencapai
$637.000 dan membakar habis 33.000 buku dan hampir sekitar 17.000 buku
yang terbakar merupakan “irreplacable items” (benda yang tidak bisa
tergantikan). Kasus kebakaran perpustakaan lainnya terjadi pada tahun 1966
yang menyebabkan kerusakan pada Jewish Theological Seminary di New York
dan kerugian mencapai $3 juta dan terdapat banyak item unik dari peristiwa
sejarah besar yang penting hilang (Morris, 1982).
Perpustakaan memiliki karakteristik yang hampir sama dengan kegiatan
pengarsipan. Kehilangan arsip merupakan sesuatu yang tidak dapat tergantikan,
dan dalam banyak kasus perekonstruksian arsip itu tidaklah mungkin (Teygeler,
2001). Kegiatan pengarsipan sendiri merupakan suatu hal yang sering kita
dengar dan kegiatan pengarsipan pasti dilakukan oleh setiap orang. Pengertian
arsip sendiri berdasarkan Undang-Undang no 43 tahun 2009 pasal 1 ayat 2
adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan media
sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dibuat
dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan,
perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan perseorangan
3
dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara
(Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Negara Republik Indonesia, 2009).
Beberapa kebakaran yang terjadi di ruang arsip diantaranya yaitu
kebakaran di Rumah Sakit Islam Faisal di Makassar, Sulawesi Selatan yang
menghanguskan ruang keuangan dan ruang arsip rumah sakitnya pada bulan
Mei 2013, lalu kebakaran di gedung teknik industri ITB pada bulan Juni 2013
yang menghanguskan ratusan arsip dan sejumlah komputer (Kompasiana,
2014). Kebakaran lainnya yang terjadi di gedung pendidikan yaitu kebakaran di
gedung C FISIP UI pada bulan Januari 2014 yang memusnahkan sekitar 5.000
arsip, termasuk hasil penelitian yang terdokumentasi sejak era 1950-an
(Auliani, 2014). Selain pada fasilitas sosial dan gedung pendidikan, kebakaran
arsip terjadi juga di gedung pemerintahan yaitu kebakaran di ruang arsip
Gedung Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) yang dapat
saja menghanguskan arsip koruptor, selanjutnya terdapat juga kebakaran di
Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bogor, Kota Bogor, Jawa Barat pada
bulan Desember 2013 yang membakar ruang arsip dan ruang Pusat Data
Informasi (PDI), selain itu terjadi juga di gudang arsip Dispenda Kota Jambi
pada bulan dan tahun yang sama (Kompasiana, 2014). Kasus kebakaran terbaru
terjadi di Gedung Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Kota Bekasi
pada tanggal 27 September 2016 lalu dimana api berhasil melahap ruang arsip
yang berada di lantai dasar dan dengan cepat merambat ke lantai diatasnya.
Akibat dari kejadian itu dokumen perizinan hangus terbakar (Info Bekasi, 2016,
Niman, 2016).
4
Kasus-kasus kebakaran yang terjadi diatas telah menghilangkan berkas-
berkas penting. Tidak seperti meja atau kursi yang dapat dibeli atau dibuat lagi
apabila mengalami kerusakan atau kehilangan, arsip memiliki sifat
irreplaceable yang artinya bila arsip itu hilang atau musnah maka tidak dapat
dikembalikan lagi. Maka dari itu arsip menjadi hal yang penting untuk dijaga
terutama dari bahaya kebakaran karena umumnya arsip terbuat dari kertas dan
kertas merupakan salah satu bahan yang mudah terbakar.
Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mencegah serta menanggulangi
kebakaran adalah dengan menyediakan sistem proteksi kebakaran yang lengkap
seperti sprinkler, detektor, alarm kebakaran, hidran, dan Alat Pemadam Api
Ringan (APAR). Selain itu cara yang bisa dilakukan untuk menanggulangi
kebakaran yang sudah terjadi adalah memanggil petugas pemadam kebakaran
ke area lokasi.
Mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakata
Nomor 8 Tahun 2008 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Bahaya
Kebakaran pasal 7 salah satu yang harus disediakan oleh pengelola bangunan
gedung adalah akses pemadam kebakaran. Akses pemadam kebakaran
merupakan sarana lain yang khusus disediakan untuk masuk petugas dan unit
pemadam kebakaran ke/di dalam bangunan gedung (Gubernur Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta, 2008).
Menurut (Furness dan Muckett, 2007) dalam Introduction to Fire Safety
Management didalam sebuah bangunan dibutuhkan suatu fasilitas untuk
membantu petugas pemadam kebakaran dalam melakukan penyelamatan dan
5
memberikan kemudahan akses untuk pemadam kebakaran. Beberapa fasilitas
yang harus ada diantaranya yaitu akses mobil pemadam kebakaran dan akses
masuk kedalam bangunan gedung. Sedangkan didalam Peraturan Gubernur
DKI Jakarta No 200 tahun 2015 tentang persyaratan teknis akses pemadam
kebakaran dikatakan bahwa terdapat tiga komponen dalam akses pemadam
kebakaran yaitu akses menuju bangunan gedung, area operasional, dan akses
masuk ke dalam bangunan gedung (Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, 2015).
Berdasarkan penelitian terdahulu oleh (Novianty, 2012) diketahui bahwa
pemenuhan akses pemadam kebakaran pada bangunan gedung masih belum
baik, diantaranya yaitu diketahui bahwa belum dibuatkan suatu penandaan
khusus untuk jalur akses mobil pemadam kebakaran. Pada penelitian lain
ditemukan juga beberapa komponen dari akses pemadam kebakaran yang tidak
terpenuhi seperti tidak tersedianya jalur akses untuk pemadam mobil
kebakaran, tidak tersedia jalan lingkungan perkerasan di sekitar bangunan
gedung untuk dapat dilalui kendaraan pemadam kebakaran, dan juga tidak ada
penandaan khusus untuk jalur pemadam kebakaran (Aziz, 2014).
Gedung ANRI merupakan salah satu dari bangunan gedung yang perlu
memiliki akses pemadam kebakaran karena bentuk bangunannya yang
berbentuk seperti kompleks dimana terdiri dari beberapa bangunan gedung
dalam satu kawasan. Bangunan gedung itu diantaranya yaitu bangunan
pelayanan publik, ruang administrasi, depo arsip, kantin dan koperasi, gedung
diesel dan panel listrik, gedung barang inventaris, dan pos jaga. Dari bangunan-
6
bangunan tersebut depo arsiplah yang merupakan tempat untuk menyimpan
segala macam arsip nasional dari zaman VOC (1602-1799). Didalam depo arsip
tersebut tersimpan ribuan dokumen dari orang-orang Asia, termasuk banyak
penguasa setempat dari seantero kepulauan Indonesia. Koleksi paling banyak
berjumlah sepanjang 2.000 meter dan pada tanggal 9 Maret 2004 yang lalu,
arsip VOC dimasukkan oleh UNESCO dalam Memory of the World Register
(ANRI, 2016).
Letak dari depo arsip tersebut berada ditengah kawasan ANRI dimana
untuk menuju gedung tersebut perlu melewati beberapa bangunan gedung.
Makadari itu dibutuhkan akses pemadam kebakaran menuju bangunan gedung
untuk memudahkan petugas pemadam kebakaran apabila terjadi kebakaran di
depo arsip. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan dengan cara
observasi terhadap akses pemadam kebakaran diketahui bahwa terkait dengan
akses mencapai bangunan gedung tidak terdapat jalur masuk khusus untuk
pemadam kebakaran, lebar jalur masuk yang ada kurang dari 4 meter, tinggi
ruang bebas pada jalur masuk kurang dari 4,5 meter, tidak terdapat tanda
khusus untuk jalur masuk pemadam. Sedangkan terkait area operasional
pemadam kebakaran didapatkan hasil bahwa tidak terdapat area operasional
khusus dengan lebar lapis perkerasan kurang dari 6 meter, dan panjang lapis
perkerasan kurang dari 15 meter.
Pihak gedung ANRI seharusnya menyediakan akses pemadam kebakaran
sesuai yang disyaratkan dalam Pergub DKI Jakarta nomor 200 tahun 2015. Hal
ini dimaksudkan untuk memudahkan petugas pemadam kebakaran untuk
7
memadamkan api apabila terjadi kebakaran di kawasan ANRI terutama di depo
arsip yang merupakan tempat penyimpanan arsip nasional. Oleh karena itu
peneliti ingin mengetahui penyebab tidak terpenuhinya akses pemadam
kebakaran yang ada di ANRI tersebut. Untuk mengetahui penyebab tidak
terpenuhinya akses pemadam kebakaran ini peneliti menggunakan diagram
tulang ikan atau fishbone. Diharapkan dengan menggunakan metode ini peneliti
dapat melihat gambaran penyebab tidak terpenuhinya akses pemadam
kebakaran di gedung ANRI.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan dengan cara observasi
terhadap akses pemadam kebakaran diketahui bahwa terkait dengan akses
mencapai bangunan gedung tidak terdapat jalur masuk khusus untuk pemadam
kebakaran, lebar jalur masuk yang ada kurang dari 4 meter, tinggi ruang bebas
pada jalur masuk kurang dari 4,5 meter, tidak terdapat tanda khusus untuk jalur
masuk pemadam. Sedangkan terkait area operasional pemadam kebakaran
didapatkan hasil bahwa tidak terdapat area operasional khusus untuk pemadam
kebakaran. Berdasarkan hasil studi pendahuluan tersebut peneliti ingin
mengetahui gambaran penyebab tidak terpenuhinya akses pemadam kebakaran
di gedung ANRI tahun 2017.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran akses pemadam kebakaran di gedung Arsip Nasional
Republik Indonesia tahun 2017?
8
2. Apa penyebab tidak terpenuhinya lebar jalur akses masuk pemadam
kebakaran di gedung Arsip Nasional Republik Indonesia tahun 2017?
3. Apa penyebab tidak terpenuhinya tinggi ruang bebas di jalur akses masuk
pemadam kebakaran di gedung Arsip Nasional Republik Indonesia tahun
2017?
4. Apa penyebab tidak terpenuhinya sign di jalur akses masuk pemadam
kebakaran di gedung Arsip Nasional Republik Indonesia tahun 2017?
5. Apa penyebab tidak terpenuhinya tanda yang bersifat reflektif pada jalur
akses masuk pemadam kebakaran di gedung Arsip Nasional Republik
Indonesia tahun 2017?
6. Apa penyebab tidak terpenuhinya area operasional khusus dengan lapis
perkerasan untuk mobil pemadam kebakaran di gedung Arsip Nasional
Republik Indonesia tahun 2017?
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Diketahuinya gambaran penyebab tidak terpenuhinya akses pemadam
kebakaran di gedung Arsip Nasional Republik Indonesia tahun 2017
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran akses pemadam kebakaran di gedung Arsip
Nasional Republik Indonesia tahun 2017
9
2. Diketahuinya penyebab tidak terpenuhinya lebar jalur akses masuk
pemadam kebakaran di gedung Arsip Nasional Republik Indonesia
tahun 2017
3. Diketahuinya penyebab tidak terpenuhinya tinggi ruang bebas di jalur
akses masuk pemadam kebakaran di gedung Arsip Nasional Republik
Indonesia tahun 2017
4. Diketahuinya penyebab tidak terpenuhinya sign di jalur akses masuk
pemadam kebakaran di gedung Arsip Nasional Republik Indonesia
tahun 2017
5. Diketahuinya penyebab tidak terpenuhinya tanda yang bersifat reflektif
pada jalur akses masuk pemadam kebakaran di gedung Arsip Nasional
Republik Indonesia tahun 2017
6. Diketahuinya penyebab tidak terpenuhinya area operasional khusus
dengan lapis perkerasan untuk mobil pemadam kebakaran di gedung
Arsip Nasional Republik Indonesia tahun 2017
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Instansi Terkait
Memperoleh informasi terkait gambaran akses pemadam kebakaran dan
dapat menjadi masukan tambahan untuk mengevaluasi dan merekomendasi
akses pemadam kebakaran yang ada di gedung Arsip Nasional Republik
Indonesia.
10
1.5.2 Bagi Mahasiswa
Menambah pengetahuan mengenai akses pemadam kebakaran serta dapat
digunakan untuk mengaplikasikan keilmuwan yang telah didapat dibangku
perkuliahan.
1.5.3 Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi dalam
melakukan penelitian selanjutnya terkait dengan akses pemadam
kebakaran.
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran penyebab tidak
terpenuhinya akses pemadam kebakaran yang berada di Gedung Arsip Nasional
Republik Indonesia dengan menggunakan Peraturan Gubernur DKI Jakarta
tentang Persyaratan Teknis Akses Pemadam Kebakaran nomor 200 tahun 2015.
Penelitian ini akan dilaksanakan di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia
pada bulan Januari-April 2017. Desain studi yang digunakan dalam penelitian
ini adalah desain studi kualitatif dengan menggunakan data primer berupa
observasi dan wawancara serta data sekunder berupa telaah dokumen.
11
2 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Terjadinya Api
2.1.1 Definisi Api
Api merupakan suatu proses reaksi kimia yang menghasilkan energi
dalam bentuk panas, cahaya, dan api yang berlangsung secara cepat dengan
sendirinya (Giustina, 2014, Cote, 2004, Jr, 2013). Api membutuhkan tiga
unsur agar dapat terjadi, yaitu bahan bakar yang terbakar, sumber panas
(energi), dan oksigen (sebagai oksidator) (Jr, 2013, Giustina, 2014).
2.1.2 Segitiga Api
Segitiga api dikenal atau diketahui sebagai kondisi yang dibutuhkan
agar terciptanya api. Agar api dapat tercipta dibutuhkan tiga komponen
penyusun yang harus ada, yaitu bahan bakar, panas, dan oksigen (Cote,
2004, Jr, 2013).
12
Gambar 2.1 Segitiga Api
Apabila salah satu dari komponen tersebut tidak tersedia maka api-pun
tidak dapat muncul. Bahan bakar berperan sebagai sumber energi, oksigen
memberikan kunci untuk melepaskan energi, dan panas memberikan
dorongan untuk menghasilkan reaksi kimia untuk menghasilkan api (Cote,
2004). Oksigen minimal yang dibutuhkan untuk dapat menyalakan api
adalah 16% sedangkan oksigen di udara bebas adalah 20,9%. Hal ini
berarti hanya dengan berkurangnya sedikit kadar oksigen di udara api tetap
dapat muncul asalkan terpenuhi komponen penyusun api yang lainnya.
2.1.3 Tetrahedron of Fire
Fire tetrahedron merupakan teori terjadinya api dimana terdapat
empat segitiga atau komponen yang membentuk sebuah pyramid. Tiga
komponen yang pertama sama seperti teori yang sebelumnya, yaitu bahan
bakar, oksigen, dan panas. Sedangkan komponen yang keempat adalah
reaksi kimia (Chandler, 2009, Teygeler, 2001, Cote, 2004).
13
Gambar 2.2 Tetrahedron of Fire
Reaksi dari rantai kimia ini menghasilkan proses pembakaran. Proses
pembakaran merupakan proses yang kompleks dimana hasil dari oksidasi
bahan pembakar yang cepat, panas dan juga cahaya (Chandler, 2009). Api
dapat dipadamkan apabila bahan bakar, panas, dan oksigen dapat
dihilangkan atau dengan cara menghambat reaksi kimia yang terjadi
(Giustina, 2014).
2.2 Kebakaran
2.2.1 Definisi Kebakaran
Kebakaran adalah suatu fenomena yang terjadi ketika suatu bahan
mencapai temperatur kritis dan bereaksi secara kimia dengan oksigen
(sebagai contoh) yang menghasilkan panas, nyala api, cahaya, asap, uap
air, karbon monoksida, karbon dioksida, atau produk dan efek lainnya
(Badan Standar Nasional, 2000). Sedangkan definisi kebakaran
berdasarkan NFPA adalah proses oksidasi antara tiga komponen yaitu
14
bahan bakar atau, panas yang cukup untuk membuat benda terbakar, dan
udara (oksigen). Semua komponen ini harus hadir untuk menghasilkan api
dan api tersebut akan terus menyala hingga salah satu komponen tersebut
dihilangkan (National Fire Protection Association, 2015).
2.2.2 Klasifikasi Kebakaran
Klasifikasi kebakaran adalah penggolongan kebakaran berdasarkan
jenis bahan yang terbakar. Klasifikasi kebakaran, yaitu (Adzim, 2013)
(National Fire Protection Association, 2015):
a. Kelas A (Padat Non Logam) : Kertas, Kain, Plastik, Kayu.
Dapat dipadamkan dengan menggunakan air atau alat
pemadam lainnya.
b. Kelas B (Gas/Uap/Cairan) : Metana, Amoniak, Solar,
Alkohol, Minyak Pelumas, Gas yang mudah terbakar. Dapat
dipadamkan dengan menggunakan CO2, serbuk kimia kering,
dan busa.
c. Kelas C (Listrik) : Arus pendek listrik. Dapat
dipadamkan dengan menggunakan CO2 atau serbuk kimia
kering. Pemadaman menggunakan air sangat berbahaya karena
dapat mengonduksi listrik.
d. Kelas D (Logam) : Kebakaran logam, seperti
magnesium, titanium, zirconium, sodium, lithium, dan
15
potassium. Tidak dapat dipadamkan dengan menggunakan air
karena tingginya suhu yang terlalu ekstrim, air dapat berubah
menjadi hidrogen dan oksigen yang dapat menimbulkan
ledakan atau kebakaran yang lebih besar. Dapat dipadamkan
dengan menggunakan serbuk kimia khusus sodium klorida.
e. Kelas E (Radioaktif) : Bahan-bahan radioaktif
f. Kelas K (Bahan Masakan) : Kebakaran pada peralatan
memasak termasuk medianya seperti minyak sayuran atau
hewan, dan lemak. Dapat dipadamkan dengan menggunakan
cairan kimia dan CO2.
2.2.3 Konsep Pemadaman
Memadamkan kebakaran merupakan suatu upaya yang dilakukan
untuk mengendalikan atau mematikan api dengan cara merusak
keseimbangan panas. Menurut Ramli terdapat beberapa teknik pemadaman
api yaitu menurunkan temperatur atau pendinginan (cooling),
menghilangkan oksigen (smothering), menghilangkan bahan bakar
(starvation), dan memutus rantai api (Ramli, 2010). Cara yang sama juga
diungkapkan oleh NFPA bahwa api dapat dipadamkan dengan empat cara,
yaitu dengan melakukan pendinginan terhadap material yang terbakar,
menghilangkan oksigen, menghilangkan bahan bakar, dan memutuskan
rantai api (National Fire Protection Association, 2015).
16
2.3 Standar yang Berlaku
a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.26/PRT/2008
Permen PU No. 26/PRT/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem
Proteksi Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan merupakan
peraturan yang berisi persyaratan teknis mengenai akses dan pasokan air
untuk pemadaman kebakaran, sarana penyelamatan jiwa, sistem proteksi
kebakaran pasif, sistem proteksi kebakaran aktif, utilitas bangunan gedung,
pencegahan kebakaran bangunan gedung, pengelolaan proteksi kebakaran
pada bangunan gedung, serta pengawasan dan pengendalian (Menteri
Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2008).
b. Peraturan Daerah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8
Tahun 2008
Perda DKI Jakarta No.8 tahun 2008 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Kebakaran merupakan peraturan yang berisi ketentuan-
ketentuan mengenai pencegahan dan penanggulangan kebakaran seperti
sarana penyelamatan jiwa, akses pemadam kebakaran, proteksi kebakaran,
dan manajemen keselamatan kebakaran gedung yang harus dipatuhi oleh
pemilik bangunan gedung yang berada di DKI Jakarta (Gubernur Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2008).
c. Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor
200 Tahun 2015
Pergub DKI Jakarta No.200 tahun 2015 tentang Persyaratan Teknis
Akses Pemadam Kebakaran merupakan peraturan yang ditetapkan oleh
17
Gubernur Provinsi DKI Jakarta untuk melaksanakan ketentuan pasal 10
ayat 5 Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2008 Pencegahan dan
Penanggulangan Bahaya Kebakaran bahwa perlu dibuat persyaratan teknis
mengenai akses pemadam kebakaran (Gubernur Provinsi Daerah Khusus
Ibukota Jakarta, 2015).
d. Standar Nasional Indonesia (SNI)
Standar Nasional Indonesia (SNI) adalah satu-satunya standar yang
berlaku secara nasional di Indonesia.SNI dirumuskan oleh Panitia Teknis
dan ditetapkan oleh Badan Standardisasi Nasional (Landasan Teori, 2015).
Beberapa SNI terkait dengan sistem proteksi kebakaran adalah SNI 03-
1746-2000 tentang perencanaan sarana jalan keluar untuk penyelamatan,
SNI 03-1736-2000 tentang perencanaan sistem proteksi pasif kebakaran,
SNI 03-1745-2000 tentang pemasangan sistem pipa tegak dan slang, SNI
03-3989-2000 tentang perencanaan sistem sprinkler otomatik, dan SNI 03-
3985-2000 tentang perencanaan pemasangan pengujian sistem deteksi &
alarm kebakaran.
e. National Fire Protection Association (NFPA)
National Fire Protection Association (NFPA) merupakan organisasi
yang didirikan oleh Amerika Serikat dalam hal perlindungan dan
pencegahan terhadap kebakaran. NFPA telah menerbitkan beberapa
standar, manual, dan praktek yang direkomendasikan (Business Dictionary,
2016). Beberapa standar NFPA yang terkait dengan sistem proteksi
kebakaran yaitu NFPA 10 (portable fire extinguishers) tentang alat
18
pemadam yang tepat digunakan untuk memadamkan api dari kelas tertentu,
NFPA 13 tentang standar mengenai instalasi sistem sprinkler, NFPA 14
tentang standar mengenai instalasi pipa tegak dan hose sistem, NFPA 72
tentang alarm kebakaran, dan NFPA 101 (Life safety code) tentang
penetapan persyaratan minimum pada bangunan baru dan yang ada untuk
melindungi penghuni bangunan dari api, asap, dan asap beracun.
2.4 Akses Pemadam Kebakaran
Akses pemadam kebakaran adalah akses atau sarana lain yang khusus
disediakan untuk masuk petugas dan unit pemadam kebakaran ke/di dalam
bangunan gedung (Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2015).
Berdasarkan Pergub Provinsi DKI Jakarta No.200 Tahun 2015 tentang
Persyaratan Teknis Akses Pemadam Kebakaran dijelaskan mengenai komponen
akses pemadam kebakaran, yaitu akses mencapai bangunan gedung; area
operasional; dan akses masuk ke dalam bangunan gedung. Lebih jelasnya
penjelasan komponen akses pemadam kebakaran tersebut adalah sebagai
berikut:
a) Akses Mencapai Bangunan Gedung
Akses mencapai bangunan gedung merupakan keberadaan jalur
akses masuk ke lokasi bangunan gedung yang dapat dilalui oleh mobil
pemadam kebakaran. Kondisi jalur akses masuk ini tidak boleh
terhalang. Lebar dari jalur akses masuk ini paling sedikit 4 meter agar
dapat dilewati oleh pemadam kebakaran (Gubernur Provinsi Daerah
19
Khusus Ibukota Jakarta, 2015). Pengelola bangunan gedung harus
menyediakan jalur akses masuk untuk dapat dilalui mobil pemadam
dimana jalur tersebut dapat dilengkapi dengan gerbang atau penghalang
sebagai pengaman.
Jalur akses masuk harus memiliki tinggi ruang bebas paling sedikit
4,5 meter untuk dapat dilalui oleh mobil pemadam kebakaran.
Kemudian pada kedua sisi jalur akses masuk harus ditandai dengan
bahan yang kontras dan bersifat reflektif sehingga jalur akses dapat
mudah terlihat dimalam hari. Pada jalur akses masuk juga harus diberi
tulisan “ JALUR PEMADAM KEBAKARAN-JANGAN DIHALANGI
” (Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2015).
b) Area Operasional
Area opersional merupakan area yang dapat digunakan mobil
pemadam kebakaran untuk bermanuver saat terjadi kebakaran. Area
operasional harus dapat mengakomodasi jalan masuk dan maneuver
mobil pemadam kebakaran, snorkel, mobil pompa, mobil tangga, dan
platform hidrolik dengan ketentuan sebagai berikut (Gubernur Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2015):
1. Area operasional harus memiliki lapisan perkerasan yang
terbuat dari metal, paving blok, atau lapisan yang diperkuat agar
dapat menyangga beban peralatan pemadam kebakaran;
2. Lebar lapis pekerasan paling sedikit 6 meter untuk bangunan
yang memiliki tinggi lebih dari 10 meter;
20
3. Panjang lapis perkerasan paling sedikit 15 meter.
c) Akses Masuk ke dalam Bangunan Gedung
Akses masuk ke dalam bangunan gedung merupakan pintu masuk
ke dalam bangunan gedung. Akses masuk ke dalam bangunan gedung
melewati lantai dasar disebut dengan saf pemadam kebakaran. Saf
pemadam kebakaran pada setiap bangunan gedung harus memiliki
komponen loby saf yang kedap asap dengan pintu yang dapat menutup
sendiri, tangga penyelamatan, dan juga lift kebakaran. Ketentuan
penyediaan saf pemadam kebakaran dengan komponen lift kebakaran
pada bangunan gedung berlaku untuk bangunan yang memiliki
spesifikasi sebagai berikut (Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, 2015):
1. Bangunan gedung yang tingginya lebih dari 20 meter di atas
permukaan tanah atau diatas permukaan jalur akses bangunan;
2. Bangunan gedung yang memiliki bismen dengan tinggi lebih
dari 10 meter di bawah permukaan tanah atau permukaan jalur
akses bangunan; atau
3. Bangunan gedung kelas 9a/bangunan perawatan kesehatan yang
daerah perawatan pasiennya ditempatkan di atas level
permukaan jalur penyelamatan langsung ke arah jalan umum
atau ruang terbuka.
21
Menurut Perda DKI Jakarta No.8 Tahun 2008, akses pemadam kebakaran
adalah akses/jalan atau sarana lain yang terdapat pada bangunan gedung yang
khusus disediakan untuk masuk petugas dan unit pemadam ke dalam bangunan
gedung. Akses pemadam kebakaran tersebut meliputi:
a. Akses mencapai bangunan gedung, terdiri dari;
1. Akses ke lokasi bangunan gedung
2. Jalan masuk dalam lingkungan bangunan gedung.
b. Akses masuk ke dalam bangunan gedung, terdiri dari;
1. Pintu masuk ke dalam bangunan gedung melalui lantai dasar
2. Pintu masuk melalui bukaan dinding luar
3. Pintu masuk ke ruang bawah tanah.
c. Area operasional, terdiri dari;
1. Lebar dan sudut belokan dapat dilalui mobil pemadam kebakaran
2. Perkerasan mampu menahan beban mobil pemadam kebakaran.
2.5 Kearsipan
Arsip adalah rekaman kegiatan atau peristiwa dalam berbagai bentuk dan
media sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang
dibuat dan diterima oleh lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga
pendidikan, perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan
perseorangan dalam pelaksanaan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara. Kearsipan adalah kegiatan yang berkenaan dengan arsip (Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Negara Republik Indonesia, 2009).
22
Kearsipan diselenggarakan dengan tujuan untuk (Menteri Hukum dan Hak
Asasi Manusia Negara Republik Indonesia, 2009):
a) menjamin terciptanya arsip dari kegiatan yang dilakukan oleh
lembaga negara, pemerintahan daerah, lembaga pendidikan,
perusahaan, organisasi politik, organisasi kemasyarakatan, dan
perseorangan, serta ANRI sebagai penyelenggara kearsipan
nasional;
b) menjamin ketersediaan arsip yang autentik dan terpercaya sebagai
alat bukti yang sah;
c) menjamin terwujudnya pengelolaan arsip yang andal dan
pemanfaatan arsip sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
d) menjamin pelindungan kepentingan negara dan hak-hak
keperdataan rakyat melalui pengelolaan dan pemanfaatan arsip yang
autentik dan terpercaya;
e) mendinamiskan penyelenggaraan kearsipan nasional sebagai suatu
sistem yang komprehensif dan terpadu;
f) menjamin keselamatan dan keamanan arsip sebagai bukti
pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara;
g) menjamin keselamatan aset nasional dalam bidang ekonomi, sosial,
politik, budaya, pertahanan, serta keamanan sebagai identitas dan
jati diri bangsa; dan
23
h) meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan dan
pemanfaatan arsip yang autentik dan terpercaya.
2.6 Bangunan Gedung
2.6.1 Definisi Bangunan Gedung
Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di
atas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat
manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal,
kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun
kegiatan khusus (Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2008).
2.6.2 Klasifikasi Bangunan Gedung
Bangunan gedung diklasifikasikan menjadi beberapa kelas sesuai
dengan jenis peruntukan atau penggunaan bangunan gedung, sebagai
berikut (Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2008):
a) Kelas 1: Bangunan gedung hunian biasa. Satu atau lebih bangunan
gedung yang merupakan:
1) Kelas 1a, bangunan gedung hunian tunggal yang berupa:
a. satu rumah tinggal; atau
b. satu atau lebih bangunan gedung gandeng, yang
masing-masing bangunan gedungnya dipisahkan
24
dengan suatu dinding tahan api, termasuk rumah deret,
rumah taman, unit town house, villa; atau
2) Kelas 1b, rumah asrama/kost, rumah tamu, hotel atau
sejenisnya dengan luas total lantai kurang dari 300 m2 dan tidak
ditinggali lebih dari 12 orang secara tetap, dan tidak terletak di
atas atau di bawah bangunan gedung hunian lain atu banguan
kelas lain selain tempat garasi pribadi.
b) Kelas 2 : Bangunan gedung hunian, terdiri atas 2 atau lebih unit
hunian yang masing-masing merupakan tempat tinggal terpisah.
c) Kelas 3 : Bangunan gedung hunian di luar bangunan gedung kelas
1 atau kelas 2, yang umum digunakan sebagai tempat tinggal lama
atau sementara oleh sejumlah orang yang tidak berhubungan,
termasuk:
1) rumah asrama, rumah tamu (guest house), losmen; atau
2) bagian untuk tempat tinggal dari suatu hotel atau motel; atau
3) bagian untuk tempat tinggal dari suatu sekolah; atau
4) panti untuk lanjut usia, cacat atau anak-anak; atau
5) bagian untuk tempat tinggal dari suatu bangunan gedung
perawatan kesehatan yang menampung karyawan-
karyawannya.
d) Kelas 4 : Bangunan gedung hunian campuran. Tempat tinggal yang
berada di dalam suatu bangunan gedung kelas 5, 6, 7, 8 atau 9 dan
merupakan tempat tinggal yang ada dalam bangunan gedung tersebut.
25
e) Kelas 5 : Bangunan gedung kantor. Bangunan gedung yang
dipergunakan untuk tujuan-tujuan usaha profesional, pengurusan
administrasi, atau usaha komersial, di luar bangunan gedung kelas 6, 7,
8 atau 9.
f) Kelas 6 : Bangunan gedung perdagangan. Bangunan gedung toko
atau bangunan gedung lain yang dipergunakan untuk tempat penjualan
barang-barang secara eceran atau pelayanan kebutuhan langsung
kepada masyarakat, termasuk:
1) ruang makan, kafe, restoran; atau
2) ruang makan malam, bar, toko atau kios sebagai bagian dari
suatu hotel atau motel; atau
3) tempat potong rambut/salon, tempat cuci umum; atau
4) pasar, ruang penjualan, ruang pamer, atau bengkel.
g) Kelas 7 : Bangunan gedung penyimpanan/Gudang. Bangunan
gedung yang dipergunakan untuk penyimpanan, termasuk:
1) tempat parkir umum; atau
2) gudang, atau tempat pamer barang-barang produksi untuk
dijual atau cuci gudang.
h) Kelas 8 : Bangunan gedung Laboratorium/Industri/Pabrik.
Bangunan gedung laboratorium dan bangunan gedung yang
dipergunakan untuk tempat pemrosesan suatu produk, perakitan,
perubahan, perbaikan, pengepakan, finishing, atau pembersihan
barang-barang produksi dalam rangka perdagangan atau penjualan.
26
i) Kelas 9 : Bangunan gedung Umum. Bangunan gedung yang
dipergunakan untuk melayani kebutuhan masyarakat umum, yaitu:
1) Kelas 9a : bangunan gedung perawatan kesehatan, termasuk
bagian-bagian dai bangunan gedung tersebut yang berupa
laboratorium.
2) Kelas 9b : bangunan gedung pertemuan, termasuk bengkel
kerja, laboratorium atau sejenisnya di sekolah dasar atau
sekolah lanjutan, hall, bangunan gedung peribadatan, bangunan
gedung budaya atau sejenis, tetapi tidak termasuk setiap bagian
dari bangunan gedung yang merupakan kelas lain.
j) Kelas 10 : Bangunan gedung atau struktur yang bukan hunian.
1) Kelas 10a : bangunan gedung bukan hunian yang merupakan
garasi pribadi, carport, atau sejenisnya.
2) Kelas 10b : struktur yang berupa pagar, tonggak, antena,
inding penyangga atau dinding yang berdiri bebas, kolam
renang, atau sejenisnya.
k) Bangunan gedung-bangunan gedung yang tidak diklasifikasikan
khusus. Bangunan gedung atau bagian dari bangunan gedung yang
tidak termasuk dalam klasifikasi bangunan gedung 1 s.d 10 tersebut,
dalam persyaratan teknis ini, dimaksudkan dengan klasifikasi yang
mendekati sesuai peruntukannya.
l) Bangunan gedung yang penggunaannya insidentil. Bagian
bangunan gedung yang penggunaannya insidentil dan sepanjang tidak
27
mengakibatkan gangguan pada bagian bangunan gedung lainnya,
dianggap memiliki klasifikasi yang sama dengan bangunan gedung
utamanya.
m) Klasifikasi jamak. Bangunan gedung dengan klasifikasi jamak adalah
bila beberapa bagian dari bangunan gedung harus diklasifikasikan
secara terpisah, dan:
1) bila bagian bangunan gedung yang memiliki fungsi berbeda
tidak melebihi 10% dari luas lantai dari suatu tingkat bangunan
gedung, dan bukan laboratorium, klasifikasinya disamakan
dengan klasifikasi bangunan gedung utamanya.
2) Kelas-kelas : 1a, 1b, 9a, 9b, 10a dan 10b, adalah klasifikai yang
terpisah;
3) Ruang-ruang pengolah, ruang mesin, ruang mesin lif, ruang
boiler (ketel uap) atau sejenisnya, diklasifikasi sama dengan
bagian bangunan gedung di mana ruang tersebut terletak.
2.7 Teknik menentukan Akar Penyebab Masalah
Dalam menyelesaikan suatu permasalahan terdapat beberapa teknik yang
dapat digunakan. Teknik tersebut diantaranyayaitu:
1. Diagram Tulang Ikan/ Fishbone
Diagram sebab akibat pertama kali dibuat oleh Professor Kaoru
Ishikawa, pada tahun 1960-an. Diagram ini sering disebut dengan
diagram Ishikawa atau diagram tulang ikan (karena bentuknya yang
28
terlihat seperti tulang ikan) (Tools, 2017). Diagram tulang ikan atau
diagram “Fishbone” merupakan alat yang dapat membantu
mengidentifikasi berbagai penyebab yang mungkin ada dari suatu
masalah. Diagram ini dapat menggambarkan hubungan antar masalah
dengan semua faktor penyebab yang mempengaruhi masalah tersebut.
Langkah-langkah menggunakan Diagram Tulang Ikan (Tools, 2017):
a. Identifikasi masalah dan definisikan dengan jelas hasil dan
akibat yang akan dianalisis.
b. Identifikasi faktor-faktor yang mungkin menjadi bagian atau
penyebab utama dari masalah. Faktor yang ada mungkin
merupakan sistem, material, man atau orang yang terlibat dengan
masalah, dan lain sebagainya.
c. Identifikasi faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab dari
penyebab utama tersebut. Identifikasi sebanyak mungkin faktor
yang mungkin menjadi penyebab dari penyebab utama.
d. Analisis lebih lanjut hasil diagram yang telah dibuat. Bentuk
diagram tulang ikan dapat digambarkan sebagai berikut.
29
Gambar 2.3 Contoh Diagram Tulang Ikan
2. Analisis Pohon Masalah
Menurut (Asmoko, 2013) analisis pohon masalah merupakan suatu
alat atau teknik yang digunakan untuk mengidentifikasi dan
menganalisis suatu masalah. Banyak istilah yang digunakan untuk
diagram pohon masalah ini. (Silverman dan Silverman, 1994)
menggunakan istilah systematic diagram atau tree diagrams untuk
mengistilahkan analisis pohon masalah, sedangkan (Duffy dkk., 2012)
menggunakan istilah tree diagram.
Langkah-langkah Analisis Pohon Masalah (Asmoko, 2013):
a) Mengidentifikasi dan merumuskan masalah utama berdasarkan
hasil analisis atas informasi yang tersedia.
b) Menganalisis akibat atau pengaruh adanya masalah utama yang
telah dirumuskan sebelumnya.
30
c) Menganalisis penyebab munculnya masalah utama. Pada tahap
ini penyebab yang ada disebut penyebab level pertama.
d) Menganalisis lebih lanjut penyebab dari penyebab pada level
pertama. Penyebab yang muncul kali ini disebut penyebab level
kedua.
e) Melakukan analisis lebih lanjut penyebab dari munculnya
penyebab level kedua. Hal ini dapat dilakukan sampai
seterusnya.
f) Menyusun pohon masalah secara keseluruhan . Adapun dalam
menyusun pohon masalah terdapat dua model yang dapat
digunakan. Model pertama pohon masalah dibuat dengan cara
menempatkan masalah utama pada sebelah kiri dari gambar.
Gambar 2.4 Pohon Masalah Model Pertama
31
Sedangkan pohon masalah model kedua dibuat dengan cara
menempatkan masalah utama pada titik sentral atau ditengah gambar.
Gambar 2.5 Pohon Masalah Model Kedua
3. Metode Tata Alir atau Flow Chart
Metode tata alir digunakan untuk mendapatkan sebab terdalam atau
akar dari suatu masalah dan kemudian, berdasarkan itu, dapat dibuat
alternatif solusi dasar (Harsono. P, 2008). Harsono. P (2008)
menggunakan metode ini sebagai salah satu Metode Analisis Akar
Masalah (MAAMS). Langkah-langkah dalam menggunakan metode
tata alir adalah sebagai berikut:
a) Merumuskan suatu masalah dalam bentuk yang dapat diajukan
pertanyaan.
b) Melakukan identifikasi sebab-sebab negatif yang paling
langsung dari permasalahan tersebut. Misalkan terdapat empat
faktor, maka ditandai dengan Sa1, Sb1, Sc1, Sd1.
32
c) Terhadap sebab atau faktor-faktor tersebut diajukan pertanyaan
“benarkah” apakah memang sebab tersebut yang menyebabkan
masalah utama atau masalah X.
d) Tahap kedua dan seterusnya (tahap ke n) caranya sama seperti
tahap pertama. Hanya saja mungkin sebab yang diidentifikasi
menjadi lebih sedikit karena adanya kesamaan.
e) Penelusuran dapat dihentikan dengan memperhatikan dua syarat.
Pertama apakah yang dianggap sebagai akar masalah tersebut
dapat sekaligus dicarikan solusi indivisual berupa imbauan atau
peraturan dengan sanksi hukum. Kedua yaitu terdapat
persetujuan dari peserta yang terlibat perbincangan. Langkah-
langkah dalam melakukan tata alir dapat dilihat pada gambar
berikut.
33
Gambar 2.6 Contoh Metode Tata Alir
34
2.8 Kerangka Teori
Berdasarkan tinjauan litertur yang telah dilakukan, diketahui bahwa
bangunan gedung harus memiliki akses pemadam kebakaran untuk
memudahkan petugas pemadam kebakaran beroperasi memadamkan api apabila
terjadi kebakaran (Furness dan Muckett, 2007). Terdapat tiga komponen dari
akses pemadam kebakaran dalam Peraturan Gubernur No.200 Tahun 2015
tentang Akses Pemadam Kebakaran. Komponen tersebut diantaranya yaitu,
akses mencapai bangunan gedung, area operasional, dan akses masuk kedalam
bangunan gedung (Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2015).
Penyebab tidak terpenuhinya akses pemadam kebakaran dianalisis dengan
menggunakan diagram tulang ikan, yang kemudian akan dicari unsur-unsur
penyebabnya. Kerangka teori dari penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut.
35
Sumber : Pergub DKI Jakarta No.200 Tahun 2015
Gambar 2.7 Kerangka Teori
Tidak Terpenuhinya
akses pemadam
kebakaran
akses mencapai bangunan
gedung
Area Operasional
khusus
Akses masuk kedalam
bangunan gedung
lebar jalur akses
masuk 4 m
tinggi ruang bebas 4,5 m
penanda yang bersifat
reflektif di jalur akses masuk
tulisan atau sign “jalur
pemadam kebakaran
jangan dihalangi”
panjang lapis
perkerasan 15 m
lebar lapis
perkerasan 6 m
akses pintu masuk kedalam
gedung melalui lantai dasar
area operasional dengan
lapis perkerasan
lebar pintu gerbang 4m
jalur akses pemadam
kebakaran
jumlah saf pemadam
kebakaran yaitu 2 buah
tangga kebakaran
Akses masuk lewat
bukaan dinding
luar atau jendela
36
3 BAB III
KERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui penyebab tidak
terpenuhinya akses pemadam kebakaran yang ada di Gedung ANRI tahun 2017.
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan masih ditemukan beberapa
komponen yang sudah terpenuhi dan belum terpenuhi dari akses pemadam
kebakaran ini. Terkait komponen yang sudah terpenuhi diantaranya yaitu, lebar
pintu gerbang akses masuk 4 m, tersedia akses masuk kedalam bangunan
gedung melalui lantai dasar, tersedia akses masuk melalui bukaan dinding luar
yang dapat berupa jendela atau kaca yang mudah dipecahkan, tersedia 2 buah
saf pemadam kebakaran didalam bangunan gedung, tersedia tangga kebakaran
di tiap bangunan gedungnya. Sedangkan untuk komponen yang belum
terpenuhi diantaranya yaitu, lebar jalur akses masuk kurang dari 4 m, tinggi
ruang bebas di jalur masuk kurang dari 4,5 m, belum terdapat tanda pada jalur
akses masuk yang bersifat reflektif dan juga sign untuk menandakan jalur
pemadam kebakaran serta tidak terdapat area operasional dengan lapis
perkerasan. Setiap komponen tersebut dianalisis penyebab tidak terpenuhinya
dengan menggunakan diagram tulang ikan. Kerangka konsep dari penelitian ini
digambarkan sebagai berikut.
37
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Tidak terpenuhinya tulisan
atau sign “jalur pemadam
kebakaran jangan
dihalangi”
Tidak terpenuhinya
Area Operasional
Tidak Terpenuhinya
akses pemadam
kebakaran
Tidak terpenuhinya akses
mencapai bangunan gedung
Tidak terpenuhinya
lebar jalur akses
masuk 4 m
Tidak terpenuhinya
tinggi ruang bebas
4,5 m
Tidak terpenuhinya penanda
yang bersifat reflektif di jalur
akses masuk
38
3.2 Definisi Istilah
No Variabel Definisi Cara Ukur dan
Alat Ukur
Hasil Ukur
1 Lebar jalur
akses masuk 4m
Evaluasi terhadap
penyebab tidak
terpenuhinya komponen
lebar jalur akses masuk
yang dianalisis
menggunakan unsur
manajemen yaitu
pekerja, anggaran dana,
peralatan, dan metode.
Cara Ukur:
observasi, telaah
dokumen, dan
wawancara
Alat Ukur: lembar
observasi, pedoman
wawancara,
recorder, meteran,
dan kamera
Informasi yang
menjadi penyebab
dari tidak
terpenuhinya
komponen lebar
jalur akses masuk
2 Tinggi ruang
bebas 4,5 m
Evaluasi terhadap
penyebab tidak
terpenuhinya komponen
tinggi ruang bebas yang
dianalisis menggunakan
unsur manajemen yaitu
pekerja, anggaran dana,
peralatan, dan metode.
Cara Ukur:
observasi dan
wawancara
Alat Ukur: lembar
observasi, pedoman
wawancara,
recorder, meteran,
dan kamera
Informasi yang
menjadi penyebab
dari tidak
terpenuhinya
komponen tinggi
ruang bebas
3 Tulisan atau
sign “jalur
pemadam
kebakaran
jangan
dihalangi”
Evaluasi terhadap
penyebab tidak
terpenuhinya komponen
tulisan atau sign “jalur
pemadam kebakaran
jangan dihalangi”
yang dianalisis
menggunakan unsur
Cara Ukur:
observasi dan
wawancara
Alat Ukur: lembar
observasi, pedoman
wawancara,
recorder, meteran,
Informasi yang
menjadi penyebab
dari tidak
terpenuhinya
komponen tulisan
atau sign “jalur
pemadam
kebakaran jangan
39
manajemen yaitu
pekerja, anggaran dana,
peralatan, dan metode.
dan kamera
dihalangi”
4 Penanda jalur
yang bersifat
reflektif
Evaluasi terhadap
penyebab tidak
terpenuhinya komponen
penanda jalur yang
bersifat reflektif
yang dianalisis
menggunakan unsur
manajemen yaitu
pekerja, anggaran dana,
peralatan, dan metode.
Cara Ukur:
observasi dan
wawancara
Alat Ukur: lembar
observasi, pedoman
wawancara,
recorder, meteran,
dan kamera
Informasi yang
menjadi penyebab
dari tidak
terpenuhinya
komponen
penanda jalur
yang bersifat
reflektif
5 Area
operasional
khusus dengan
lapis perkerasan
Evaluasi terhadap
penyebab tidak
terpenuhinya komponen
area operasional yang
dianalisis menggunakan
unsur manajemen yaitu
pekerja, anggaran dana,
peralatan, dan metode.
Cara Ukur:
observasi dan
wawancara
Alat Ukur: lembar
observasi, pedoman
wawancara,
recorder, meteran,
dan kamera
Informasi yang
menjadi penyebab
dari tidak
terpenuhinya area
operasional
40
4 BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif dengan
melakukan observasi, wawancara, serta telaah dokumen. Peneliti menggunakan
pendekatan kualitatif agar didapatkan gambaran yang lebih mendalam tentang
akses pemadam kebakaran yang ada di gedung ANRI tahun 2017.
4.2 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di gedung Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI) pada bulan Januari-Juni 2017.
4.3 Informan Penelitian
Penelitian kualitatif terbagi menjadi tiga informan, yaitu informan utama,
informan pendukung, dan informan kunci (Sugiyono, 2009). Informan utama
dalam penelitian ini adalah pekerja tetap di gedung ANRI yang bertanggung
jawab terhadap akses pemadam kebakaran yaitu Kepala Staff divisi
Pemeliharaan. Informan pendukung dalam penelitian ini adalah staff divisi
pemeliharaan, sedangkan informan ahli dalam penelitian ini, yaitu staff dinas
pemadam kebakaran Jakarta Selatan divisi pencegahan dan penanggulangan
kebakaran.
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Lembar observasi
2. Panduan wawancara
3. Alat ukur: meteran
4. Kamera
5. Recorder
4.5 Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa Data
4.5.1 Pengumpulan Data
Pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
mengumpulkan data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan 3 (tiga)
metode, yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi.
a. Observasi dalam penelitian ini menggunakan lembar checklist
dan juga meteran, yaitu dengan melakukan pengamatan dan
pengukuran secara langsung ke lokasi penelitian.
b. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini menggunakan pedoman
wawancara untuk mendapatkan informasi yang akurat sesuai
dengan kondisi di lapangan. Wawancara mendalam merupakan
salah satu teknik pengumpulan data kualitatif, yang dilakukan
antara informan dengan pewawancara terkait masalah penelitian
dengan menggunakan pertanyaan terbuka (Lapau, 2013).
c. Dokumentasi
Dokumentasi dalam penelitian ini menggunakan kamera HP,
yaitu dengan mendokumentasikan komponen-komponen akses
pemadam kebakaran yang diteliti.
2. Data Sekunder
Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini berupa:
a. Gambaran Umum gedung ANRI
b. Dokumen tata letak gedung (Layout)
c. Luas bangunan gedung ANRI
4.5.2 Pengolahan Data
Tahapan pengolahan dalam tahapan ini mengacu kepada tahapan audit K3.
Menurut OHSAS 18001, audit K3 adalah suatu penilaian sistematis untuk
menentukan suatu aktivitas sesuai dengan hal yang telah direncanakan untuk
mencapai tujuan organisasi. Tahapan dari audit K3 diantaranya yaitu tahap
perencanaan, pelaksanaan, pembuatan laporan dan tahapan tindak lanjut.
Berikut adalah rincian dari masing-masing tahapan pengolahan data yang
dilakukan.
1. Tahap Perencanaan
Beberapa kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan yaitu:
a. Menentukan Tujuan dan Ruang Lingkup
Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui penyebab tidak
terpenuhinya akses pemadam kebakaran di Gedung ANRI tahun 2017.
Analisis tingkat pemenuhan dilakukan dengan cara observasi,
wawancara, dan juga telaah dokumen. Ruang lingkup yang diteliti
terdiri dari, akses menuju bangunan gedung, area operasional, dan
akses masuk ke dalam bangunan gedung.
b. Menentukan Tugas dan Tanggung Jawab
Tugas dan tanggung jawab peneliti dalam penelitian ini, yaitu:
1) Melakukan penelitian mulai dari tahap perencanaan sampai tahap
akhir;
2) Melakukan studi literatur mengenai standar acuan yang digunakan
dalam penelitian ini;
3) Mempersiapkan instrumen penelitian;
4) Menentukan jadwal kegiatan penelitian;
5) Melaksanakan kegiatan penelitian;
6) Melakukan diskusi dengan seorang ahli dan berpengetahuan;
7) Membuat laporan hasil penelitian;
8) Memberikan rekomendasi kepada pihak ANRI mengenai temuan
yang didapat ketika penelitian berlangsung.
c. Pengumpulan Informasi dan Peninjauan Dokumen
Pada tahap ini, peneliti melakukan studi literatur selama bulan
November 2016 hingga Januari 2017. Hal ini dilakukan sebagai standar
atau acuan peneliti dalam menentukan kriteria audit.
d. Mempersiapkan Instrumen Penelitian
Peneliti membuat pedoman wawancara dan lembar observasi
sebagai instrumen yang akan digunakan saat penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Beberapa kegiatan yang termasuk dalam tahap pelaksanaan adalah
sebagai berikut:
a. Pertemuan Pembuka
Pertemuan pembuka dilakukan sebelum proses kegiatan dilakukan.
Dalam kegaitan ini, peneliti sebagai pihak auditor menjelaskan kepada
pihak auditee mengenai tujuan serta ruang lingkup kegiatan,
menjelaskan pedoman yang digunakan, dan menginformasikan tentang
jadwal rangkaian kegiatan yang akan dilaksanakan.
b. Pertemuan Rutin atau Pelaksanaan Kegiatan
Kegiatan dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
Peneliti sebagai auditor melakukan observasi dan juga telaah dokumen
dengan didampingi oleh pihak auditee. Setelah itu, auditor melakukan
wawancara kepada informan penelitian untuk mengetahui penyebab
tidak terpenuhinya komponen akses pemadam kebakaran di gedung
ANRI.
c. Pertemuan Akhir menuju Pertemuan Penutup
Pertemuan akhir ini dilakukan sebelum pertemuan penutup. Pada
pertemuan ini peneliti menyampaikan hasil temuan dan kemudian
menyepakatinya.
3. Tahap Pembuatan Laporan
Pembuatan laporan ini dilakukan secara bertahap dari bulan Januari
hingga bulan April 2017. Rincian kegiatan pembuatan laporan ini adalah
sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan komponen akses pemadam kebakaran yang menjadi
temuan;
b. Melakukan analisis penyebab tidak terpenuhinya komponen akses
pemadam kebakaran;
c. Melakukan wawancara dengan pihak ANRI sebagai informan kunci
untuk konfirmasi hasil penelitian.
d. Membahas hasil penelitian dengan menggunakan teori pendukung;
e. Menyimpulkan evaluasi terhadap komponen akses pemadam
kebakaran di gedung ANRI dan memberikan rekomendasi perbaikan.
4.5.3 Analisa Data
Analisa data dalam penelitian ini menggunakan fishbone diagram.
Fishbone diagram adalah suatu teknik analisa data yang dapat membantu
mengidentifikasi berbagai penyebab yang mungkin ada di suatu masalah.
Diagram ini dapat menggambarkan hubungan antar masalah dengan semua
faktor penyebab yang mempengaruhi masalah tersebut (Tools, 2017).
Langkah-langkah penyusunan diagram fishbone atau tulang ikan adalah
sebagai berikut (Tools, 2017):
1. Identifikasi masalah yang ada
2. Identifikasi faktor-faktor yang mungkin menjadi bagian atau penyebab
dari masalah utama.
3. Identifikasi faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab dari
penyebab utama tersebut.
4. Analisis lebih lanjut hasil diagram yang telah dibuat. Bentuk diagram
tulang ikan dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.3 Contoh Diagram Tulang Ikan
4.6 Validitas Data
Validitas merupakan derajat ketepatan antara data yang terdapat di
lapangan tempat penelitian dan data yang didapatkan oleh peneliti (Lapau,
2013). Validitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara triangulasi
data. Triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber
dan metode. Triangulasi sumber yaitu membandingkan hasil yang didapatkan
dengan sumber yang lain. Sedangkan triangulasi metode yaitu memperoleh
hasil dari metode yang berbeda sehingga hasil yang diperoleh dapat
dibandingkan.
Tabel 4.1 Triangulasi Metode
No.
Komponen Sistem Proteksi
Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan
Triangulasi Metode
Observasi Wawancara Telaah
Dokumen
1. Lebar Jalur akses √ √ √
2. Tinggi ruang bebas √ √ -
3. Sign jalur pemadam √ √ -
4. Penanda jalur bersifat reflektif √ √ -
5. Area operasional khusus
dengan lapis perkerasan
√ √ -
Keterangan :
√ = Dilakukan
- = Tidak dilakukan
Tabel 4.2 Triangulasi Sumber
No. Informan
Komponen
1 2 3 4 5
1. Kepala Staff Bagian Pemeliharaan (I-1) √ √ √ √ √
2. Staff Bagian Pemeliharaan(I-2) √ √ √ √ √
3. Staff Bagian Pemeliharaan (I-3) √ √ √ √ √
4. Staff Dinas Pemadam Kebakaran √ √ √ √ √
Keterangan:
1 = Lebar Jalur akses
2 = Tinggi ruang bebas
3 = Sign jalur pemadam
4 = Penanda jalur bersifat reflektif
5 = Area operasional khusus dengan lapis perkerasan
√ = Dilakukan
- = Tidak dilakukan
49
5 BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI)
Tahun 2017
Lembaga kearsipan di Indonesia sudah ada sejak pemerintahan Hindia
Belanda dengan nama Landsarchief (1892) dan seiring berjalannya waktu
lembaga kearsipan itupun berkembang dan berubah nama menjadi Arsip
Nasional Republik Indonesia pada tahun 1967 hingga sekarang. Pada tahun
tersebut tersebut merupakan periode yang sangat penting bagi Arsip Nasional,
karena berdasarkan Keputusan Presiden 228/1967 tanggal 2 Desember 1967,
Arsip Nasional ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen yang
bertanggungjawab langsung kepada Presiden. Sementara anggaran
pembelanjaannya dibebankan kepada anggaran Sekretariat Negara.
ANRI memiliki tugas pokok dan fungsi yang harus dilakukan, diantaranya
yaitu:
a. Tugas : Melaksanakan tugas pemerintahan di bidang kearsipan sesuai
dengan ketentuan dan peraturan perundang-undangan.
b. Fungsi :
1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang kearsipan;
2. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas lembaga;
50
3. Fasilitas dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di
bidang kearsipan;
4. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di
bidang perencanaan umum, ketatausahaan, kehumasan, hukum,
organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, perlengkapan
dan rumah tangga, persandian, dam kearsipan;
5. Penyelenggaraan pembinaan kearsipan nasional;
6. Perlindungan, penyelamatan, dan pengelolaan arsip statis berskala
nasional dan;
7. Penyelenggaraan sistem dan jaringan informasi kearsipan nasional.
Gedung ANRI memiliki luas wilayah berkisar 38.000 m2 dan berlokasi di
Jl.Ampera Raya No. 7 Cilandak Timur Jakarta Selatan. memiliki lokasi yang
cukup strategis karena terletak di pinggir jalan sehingga cukup mudah untuk
diakses oleh siapa saja. Berikut contoh gambar komplek ANRI.
51
Gambar 5.1 Komplek Arsip Nasional Republik Indonesia
Berikut keterangan bangunan gedung berdasarkan gambar 5.1:
a. Gedung Kantor Utama i. Gedung Penunjang Kantin dan Koperasi
b. Gedung Perkantoran j. Gedung Diesel dan Panel Listrik
c. Gedung Kantor Utama k. Gedung Barang Inventaris
d. Gedung Pelestarian Arsip l. Gedung Pos Jaga (In)
e. Gedung Depo Arsip m. Gedung Pos Jaga (Out)
f. Gedung Depo Arsip n. Gedung Gardu Listrik PLN
52
g. Gedung Depo Arsip o. Gedung Depo Arsip
h. Gedung Pembinaan Mental p. Gedung Pengolahan
Berdasarkan gambar 5.1 diketahui bahwa ANRI memiliki bangunan
gedung yang cukup banyak. Dengan jumlah bangunan sebanyak 16 bangunan
gedung dan letaknya yang cukup berdekatan membuat bangunannya terlihat
cukup padat. Saat masuk ke area gedung ANRI yang pertama kali terlihat
adalah gedung pos jaga dan gedung kantor utama karena dua bangunan itulah
yang terletak paling depan. Apabila dilihat dari luar gedung ANRI memang
tidak terlihat cukup besar, namun bila masuk ke dalam area dalam barulah
terlihat bangunan gedung lainnya. Gedung depo arsip atau gedung
penyimpanan arsip terletak di area dalam kawasan ANRI dimana terdapat
empat bangunan gedung yang digunakan untuk penyimpanan arsip. Gedung
penyimpanan tersebut memiliki jumlah lantai berkisar 6-8 lantai. Sedangkan
gedung lain yang bukan merupakan penyimpanan arsip hanya berkisar 1-2
lantai. Tiga dari empat gedung depo arsip tersebut yaitu gedung E, F, dan G
menyimpan arsip dalam bentuk kertasatau konvensional sedangkan satu gedung
yang baru yaitu gedung O digunakan untuk menyimpan arsip dalam bentuk
digital seperti kaset atau cd.
Agar bangunan gedung yang ada di ANRI tidak terganggu fungsinya,
maka terdapat divisi pemeliharaan yang memiliki tugas dan tanggung jawab
merawat dan memelihara seluruh bangunan gedung yang ada di ANRI
53
termasuk semua komponen yang ada didalamnya. Salah satu komponen yang
menjadi tanggung jawab divisi pemeliharaan adalah akses pemadam kebakaran.
5.2 Kondisi Akses Pemadam Kebakaran di Gedung Arsip Nasional Republik
Indonesia (ANRI) Tahun 2017
Sub komponen akses pemadam kebakaran di gedung ANRI yang telah
memenuhi persyaratan Pergub DKI Jakarta No.200 Tahun 2015 adalah akses
masuk ke dalam bangunan gedung yang terdiri dari tersedianya pintu masuk ke
dalam bangunan gedung melalui pintu dasar, tersedianya pintu masuk ke dalam
bangunan gedung lewat bukaan dinding luar atau jendela, tersedianya tangga
kebakaran, dan juga tersedianya saf untuk pemadam kebakaran. Saf pemadam
kebakaran disini adalah sebuah ruang atau lobi yang dapat digunakan petugas
pemadam kebakaran untuk keperluan operasi pemadaman.
Selain sub komponen diatas terdapat sub komponen akses pemadam
kebakaran lain yang harus dipenuhi agar persyaratan Pergub DKI Jakarta
No.200 Tahun 2015 tentang akses pemadam kebakaran dapat terpenuhi secara
keseluruhan. Sub komponen tersebut yaitu sub komponen akses mencapai
bangunan gedung pada bagian lebar jalur akses masuk pemadam kebakaran,
tinggi ruang bebas di jalur akses masuk, sign di jalur masuk pemadam
kebakaran, dan tanda yang bersifat reflektif di jalur akses masuk pemadam
kebakaran serta pada komponen area operasional dengan lapis perkerasan. Sub
komponen akses pemadam kebakaran diatas diketahui belum memenuhi
54
persyaratan Pergub DKI Jakarta. Hal ini diperoleh berdasarkan hasil observasi
yang telah dilakukan.
Hasil ini merupakan gambaran penyebab tidak terpenuhinya akses
pemadam kebakaran di gedung ANRI tahun 2017. Berikut adalah gambaran
kondisi akses pemadam kebakaran di gedung ANRI yang terdiri dari: sub
komponen akses mencapai bangunan gedung pada bagian lebar jalur akses
masuk pemadam kebakaran, tinggi ruang bebas di jalur akses masuk, sign di
jalur masuk pemadam kebakaran, dan tanda yang bersifat reflektif di jalur akses
masuk pemadam kebakaran serta pada komponen area operasional dengan lapis
perkerasan.
5.2.1 Kondisi Lebar Jalur Akses Masuk Pemadam Kebakaran di Gedung
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Tahun 2017
Lebar jalur akses masuk pemadam kebakaran merupakan lebar minimal
jalur di dalam lingkungan bangunan gedung yang dibutuhkan bagi mobil
pemadam kebakaran agar dapat mencapai bangunan gedung apabila terjadi
kebakaran tanpa adanya halangan. Berdasarkan hasil observasi dan pengukuran
yang telah dilakukan, diketahui bahwa dari beberapa jalur yang telah diukur
yang memiliki lebar 4 meter atau lebih terdapat pada lebar jalur dekat pintu
masuk yaitu 4,1 m, kemudian lebar jalur didepan gedung O dan I yaitu 4 m dan
4,4 m sedangkan yang lainnya dibawah 4 m diantaranya yaitu lebar jalur
disamping masjid 3,3 m, didepan ruang genset, di samping dan belakang
55
gedung O 3,4 m, kemudian disamping gedung I 3,3 m sehingga didapatkan
hasil rata-rata lebar jalur akses masuk pemadam kebakaran di gedung ANRI
berkisar 3,5 meter.
Jalur akses tesebut diketahui tidak memenuhi Pergub DKI Jakarta No.200
tahun 2015 tentang akses pemadam kebakaran dimana lebar jalur akses masuk
pemadam kebakaran minimal adalah 4 m, pernyataan tersebut didukung oleh
hasil wawancara oleh informan dalam penelitian ini bahwa penyebab tidak
terpenuhinya lebar jalur akses masuk tersebut akibat keterbatasan lahan yang
dimiliki oleh gedung ANRI sehingga jalur yang ada tidak sesuai dengan
persyaratan. Berikut adalah salah satu kutipan wawancaranya:
“Karena lahannya tidak terlalu luas dan bangunan yang cukup banyak jadi
gak bisa dibikin sesuai persyaratan.”- (I-3)
Gambar 5.2 Jalur Akses Masuk Pemadam di Gedung ANRI
3,5 m
0,5 m
56
Sedangkan kendala yang dialami gedung ANRI dalam memenuhi
persyaratan lebar jalur akses masuk adalah kondisi bangunan yang sudah
terbangun sehingga sulit untuk melakukan perubahan terhadap lebar jalan agar
sesuai dengan peraturan. Hal tersebut dapat diketahui dari kutipan wawancara
dengan informan utama berikut:
“Untuk menambah lebar jalan sepertinya agak susah yaa karena itu
sifatnya sudah permanen jadi sulit untuk dilakukan” - (I-1)
Pernyataan tersebut juga sejalan dengan perrnyataan dari informan
pendukung.
“Kalo mau diperlebar kayaknya gak mungkin sih karena udah mentok
gaada lahan lagi kan kanan kiri jalan itu udah bangunan semua”- (I-2)
Berdasarkan pernyataan diatas dapat diketahui bahwa pihak staff
pemeliharaan sendiri kurang berusaha untuk memenuhi standar lebar yang
diharuskan. Padahal berdasarkan hasil observasi ditemukan masih terdapat
lahan yang tersisa untuk dijadikan taman. Apabila taman tersebut dikurangi
untuk melakukan pelebaran jalan maka kurangnya lahan tidak akan menjadi
kendala. Selain itu dalam melakukan suatu perubahan diperlukan persetujuan
dari pihak manajemen. Dimana dalam hal ini pihak manajemen masih belum
mendukung perubahan-perubahan seperti itu. Hal tersebut diketahui
berdasarkan pernyataan informan berikut:
57
“Disini itu kita kalo mau bikin kegiatan dalam satu tahun kan bikin
rencana dulu sebelumnya, nah disitu nanti dipilih mana aja yang kira-kira
urgen untuk dilakukan lebih dahulu, jadi mereka yang menentukan.. malah
terkadang juga kita udah ngerencanain sesuatu tapi tiba-tiba dari atasan
ssminta ngelakuin sesuatu, yaa kita mau gak mau ngerjain hal itu dulu baru
yang lain” – (I-2)
Hal tersebut dapat terjadi karena kurangnya pemahaman dari pihak
manajemen terkait akses pemadam kebakaran sehingga dalam pemenuhan
persyaratan komponennya masih terdapat beberapa yang belum terpenuhi salah
satunya terkait lebar jalur akses masuk ini. Diketahui juga berdasarkan
wawancara dengan informan utama dan pendukung bahwa belum pernah
dilakukan sosialisasi mengenai pentingnya komponen akses pemadam
kebakaran sehingga selama ini yang jadi perhatian di gedung ANRI terkait
bahaya kebakaran hanya dari sistem proteksi aktifnya saja seperti sprinkler,
APAR, dan hidran. Sedangkan sarana lainnya seperti akses pemadam
kebakaran masih terabaikan.
Efek yang ditimbulkan karena ketidaksesuaian lebar jalur akses adalah
tidak dapat dilalui oleh mobil pemadam kebakaran karena jalur aman untuk
mobil pemadam kebakaran lewat adalah 4 meter sedangkan jalur yang tersedia
di gedung ANRI adalah sekitar 3,5 meter. Namun bukan berarti semua mobil
pemadam kebakaran tidak dapat melaluinya, mobil pemadam yang berukuran
58
kecil seperti mobil pompa dapat digunakan. Hal tersebut dapat diketahui dari
kutipan wawancara berikut:
“Karena lebarnya kurang jadi yaa gak bisa dilewatin mobil besar paling
kalo emang mau lewat ya dipaksain, tapi gakmungkin juga mobilnya dipaksa
masuk”- (I-1)
“Mobil-mobil besar gak bisa masuk sampe ke dalem, kayak bis juga gak
bisa sampe dalem.. paling parkir di sebelah kanan gedung saja”- (I-3)
Sejalan dengan pernyataan diatas, informan kunci dalam penelitian ini juga
mengatakan hal yang serupa. Berikut kutipan wawancaranya:
“Jalur aman agar mobil bisa lewat paling minimal itu empat meter jadi
mobil pemadam yang ukuran besar gabisa masuk kalo kurang dari itu, paling
yang ukuran kecil aja kayak mobil pompa air yang bisa lewat”- (I-4)
59
Disamping itu berdasarkan hasil observasi ditemukan juga bahwa jalur
akses masuk pemadam kebakaran atau jalan lingkungan yang ada di ANRI
digunakan juga sebagai tempat parkir mobil. Hal ini disebabkan banyaknya
mobil yang ada dan lahan parkir yang penuh sehingga mobil tersebut harus
diparkir dipinggir jalan. Hal ini membuat jalan yang sudah sempit menjadi
lebih sempit lagi karena adanya mobil tersebut.
Untuk mengatasi hal tersebut maka solusi yang dapat dilakukan untuk saat
ini apabila terjadi kebakaran di gedung ANRI adalah dapat menggunakan
Gambar 5.3 Kondisi Jalur Akses Masuk
yang Terhalang Mobil
60
hidran yang telah tersedia di sepanjang jalan di area gedung ANRI apabila
mobil pemadam kebakaran tidak dapat masuk. Selain itu perlu juga dilakukan
sosialisasi kepada pihak manajemen terkait pentingnya melakukan pelebaran
jalan yang ada pada jalur akses pemadam kebakaran. Berikut adalah salah satu
kutipan wawancara terkait hidran yang telah disediakan:
“Bila memang diharuskan untuk melakukan pelebaran akan dilebarkan..
apalagi kalo dari atasan yang minta pasti langsung diprioritasin” – (I-2)
“Disini kita kan udah menyediakan hidran di beberapa tempat jadi
mungkin bisa pake itu kalo mobilnya gabisa masuk”- (I-2)
Pihak pemadam kebakaran juga menambahkan apabila akses jalur masuk
ke area gedung tidak memenuhi mereka telah menyiapkan selang yang
memiliki panjang 20 meter sebanyak 2 buah di tiap mobilnya. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Kalo emang gabisa lewat yaa pake selang nanti, kan kita udah nyiapin
selang pemadam per gulung 20 m dan di tiap unit mobil ada 10 gulung”- (I-4)
Sedangkan berdasarkan telaah dokumen yang telah dilakukan didapatkan
hasil bahwa tidak terdapat keterangan lebar jalan yang dimiliki gedung ANRI
sehingga peneliti tidak mengetahui apakah lebar jalan yang ada sekarang sesuai
dengan rancangan awalnya atau tidak.
61
Berdasarkan hasil diatas maka dapat disimpulkan bahwa ANRI tidak
memiliki lebar jalur akses khusus pemadam kebakaran atau dapat dikatakan
ANRI tidak memenuhi syarat lebar jalur akses pemadam kebakaran, sehingga
pemadam kebakaran tidak dapat melewati jalur dengan leluasa melainkan
sangat tebatas aksesnya hanya menggunakan jalur utama yang tedapat di ANRI.
Tidak adanya jalur akses khusus pemadam kebakaran di ANRI disebabkan
akses yang tidak memenuhi atau dapat dikatakan akses yang sempit maka jika
dibandingkan dengan Pergub DKI Jakarta No.200 tahun 2015 pihak ANRI
seharusnya melakukan perbaikan atau evaluasi mengenai akses jalur pemadam
kebakaran yang dimilikinya.
5.2.2 Kondisi Tinggi Ruang Bebas di Jalur Akses Masuk Pemadam Kebakaran
di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Tahun 2017
Tinggi ruang bebas di jalur akses masuk pemadam kebakaran merupakan
kondisi ketinggian yang berada di atas jalur akses masuk yang harus bebas dari
hambatan agar dapat dilalui oleh mobil pemadam kebakaran. Berdasarkan hasil
observasi dan pengukuran yang telah dilakukan, diketahui bahwa tinggi ruang
bebas di jalur akses masuk pemadam yang terdapat di depan gedung D adalah
2,85 m karena terdapat dahan pohon yang terlalu rindang, tinggi ruang bebas
antara gedung G dan F, gedung G dan O, dan juga gedung O dan P adalah 3,5
m karena terdapat jembatan penghubung antar gedung, maka diperoleh rata-rata
tinggi ruang bebas pada jalur akses masuk adalah berkisar 3,3 meter.
62
Gambar 5.4 Dahan Pohon yang Menghalangi Tinggi Ruang Bebas
Gambar 5.5 Jembatan Penghubung antar Bangunan Gedung
2,85 m
3 m
63
Hal ini tidak sesuai dengan persyaratan yang ada didalam Pergub DKI
Jakarta No.200 tahun 2015 pasal 20 dimana tinggi ruang bebas di jalur akses
masuk pemadam kebakaran harus memiliki tinggi minimal 4,5 m agar dapat
dilalui mobil pemadam kebakaran. Hal ini didukung oleh hasil wawancara yang
mengatakan bahwa penyebab ketidaksesuaian tinggi ruang bebas ini karena
terdapat jembatan penghubung antar bangunan yang berfungsi untuk
menyalurkan arsip dari depo arsip apabila ada permintaan dari bagian
pelayanan didepan agar tidak terkena sinar matahari secara langsung. Hal ini
diketahui berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada salah satu
informan, berikut kutipan wawancaranya:
“Ada faktor jembatan penghubung itu sih buat kalo ada permintaan arsip
dari depan langsung lewat situ jadi arsipnya gak kena sinar matahari
langsung.. kalo jembatannya itu kurang tinggi atau apa saya juga kurang tau”-
(I-2)
Selain adanya jembatan penghubung terdapat dahan pohon yang
menghalangi tinggi ruang bebas sehingga tinggi ruang bebas tersebut hanya
memiliki tinnggi ruang berkisar 3 m. Terdapat beberapa kendala yang dihadapi
dalam memenuhi persyaratan tinggi ruang bebas ini diantaranya yaitu kondisi
bangunan yang sudah terbangun sehingga sulit untuk merubahnya karena bila
ingin dilakukan perubahan otomatis akan merenovasi keseluruhan jembatan
penghubung tersebut. Selain itu untuk masalah dahan pohon terkadang petugas
taman yang diberikan tugas untuk memangkas dahan pohon agar tidak
64
menghalangi jalan tidak dengan segera melakukan tugasnya bila bukan staff
senior yang memintanya dalam artian suka menunda pekerjaannya. Hal ini
diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu informan. Berikut
kutipan wawancaranya:
“Itu udah permanent bangunannya jadi gamungkin kalo kita renov ulang
karena pasti besar biayanya, tapi kalo kayak pohon gitu bisa ajasih minta
tolong pangkas dikit sama orang taman tapi itu kadang juga gak dikerjain kalo
saya yang bilang, kecuali kalo atasan saya yang bilang atau yang udah lama
disini baru deh langsung dikerjain”- (I-2)
Berdasarkan pernyataan diatas dapat dikatakan bahwa petugas taman
tersebut memiliki kesadaran yang kurang akan tugas yang diberikan olehnya,
karena seharusnya petugas tersebut mengerjakan apa yang menjadi tugasnya
tanpa perlu menundanya. Oleh karena sikap petugas taman tersebut maka dahan
pohon yang seharusnya tidak menyebabkan masalah dalam tinggi ruang bebas
justru menjadi masalah.
Efek yang dihasilkan dari tidak terpenuhinya tinggi ruang bebas ini adalah
mobil pemadam kebakaran tidak bisa melewati jalur akses sehingga harus
melewati jalan dari arah lainnya yang tidak terdapat jembatan penghubung.
Pernyataan ini berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu informan yang
didukung dengan informan lainnya. Berikut kutipan wawancaranya:
65
“Yaa harus muter, kalo misalkan mobil mau ke arah kiri berarti lewat kiri
kalo ke kanan yaa lewat sebelah kanan karena ada penghubung itu tadi”- (I-2)
“Pastinya gabisa lewat situ kan gak mungkin dipaksakan lagipula petugas
pemadam pasti punya cara lain untuk ngejangkau ke dalem”- (I-3)
Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah pohon adalah
dengan melakukan pemangkasan bagian yang mengganggu, sedangkan terkait
jembatan penghubung dapat diperiksa lagi tinggi mobil pemadam kebakaran
yang dapat melaluinya sehingga apabila terjadi kebakaran mobil pemadam
kebakaran tersebut dapat tetap lewat tanpa harus memutar.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan tersebut
dapat disimpulkan bahwa tinggi ruang bebas di gedung ANRI tidak memenuhi
persyaratan dari Pergub DKI Jakarta No. 200 Tahun 2015 dimana jalur akses
masuk harus memiliki tinggi ruang bebas paling minimal 4,5 meter untuk dapat
dilalui peralatan pemadam. Sedangkan tinggi ruang bebas yang terdapat di
gedung ANRI berkisar 3,3 meter sehingga tidak dapat diakses oleh mobil
pemadam kebakaran yang berukuran besar. Penyebab tidak terpenuhinya tinggi
ruang bebas ini adalah karena kurang kesadaran dari petugas taman dalam
melakukan tugasnya.
66
5.2.3 Kondisi Sign di Jalur Akses Masuk Pemadam Kebakaran di Gedung
Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Tahun 2017
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa di jalur
akses masuk pemadam gedung ANRI tidak terdapat sign pada jalur akses
masuk mobil pemadam kebakaran. Hal ini didukung oleh hasil wawancara yang
mengatakan bahwa penyebab hal itu bisa terjadi adalah belum diadakannya
kegiatan pembuatan sign di jalur akses masuk karena mereka beranggapan hal
tersebut memiliki tingkat urgensi yang tidak terlalu tinggi sehingga pengadaan
sign itu belum pernah diajukan. Berikut beberapa kutipan wawancaranya:
“Kita emang belum bikin anggaran untuk itu.. dan memang belum pernah
mengadakannya.. disini itu signnya hanya di beberapa tempat saja untuk exit
dan titik kumpul kalau untuk yang lain belum ada”- (I-1)
“Hal-hal seperti itu belum dianggap penting disini, belum direncanakan…
sign evakuasi aja saya cuma lihat di beberapa tempat disini karena staff disini
juga udah pada tau udah hafal pintu keluar yang mana, tempat berkumpul yang
mana” – (I-2)
“Gak terlalu jadi masalah banget walaupun tidak ada itu jadi untuk saat
ini masih belum ada, kecuali kalau kayak APAR gitu yang lebih urgent pasti
langsung kita adakan atau perbaiki bila ada yang tidak berfungsi”- (I-3)
Persepsi atau pemikiran para informan yang mengatakan bahwa pengadaan
sign ini belum terlalu urgen disebabkan karena pemahaman mereka tentang
67
akses pemadam kebakaran yang masih kurang sehingga mereka belum
mengetahui pentingnya keberadaan sign pada jalur akses masuk bagi pemadam
kebakaran bila terjadi keadaan daruat seperti kebakaran. Selain itu diketahui
juga bahwa fokus pekerjaan mereka adalah melakukan pemeliharaan atas apa
yang sudah ada di ANRI sedangkan untuk memunculkan atau mengadakan
sesuatu yang belum ada jarang dilakukan kecuali bila ada permintaan dari
atasan. Berikut kutipan wawancaranya:
“Disini itu kita lebih ke arah pemeliharaan apa yang sudah ada, kalo
untuk menambah sesuatu yang belum ada itu belum dilakukan”- (I-1)
“… nah itu tuh nanti gak semua yang di rencanain bisa disetujuin jadi
diliat dulu urgensinya, kalo gak urgent banget yaa ditunda dulu… tapi kadang
juga bisa hal yang belum urgen banget dianggap urgen sama atasan jadi mau
gak mau kita harus ikutin”- (I-2)
Akibat yang dihasilkan karena tidak ada sign di jalur akses masuk dirasa
tidak terlalu berdampak di gedung ANRI karena kondisi jalur yang memang
hanya ada satu sehingga tidak menyulitkan petugas pemadam. Berikut kutipan
wawancaranya:
“Berhubung disini memang cuma ada satu jalur masuk jadi ya pasti mobil
pemadam kalo masuk sini yaa lewat situ, walaupun gak ada signnya mereka
pasti tau”- (I-1)
68
“Gaada sih kayaknya lagipula disini lahannya gak terlalu luas dan
jalurnya cuma itu jadi yaa gak masalah”- (I-3)
Solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah tidak terpenuhinya
sign di jalur masuk adalah mengajukan untuk diadakannya sign jalur pemadam
di gedung ANRI. Berikut salah satu kutipan wawancaranya:
“Kalo solusi untuk kedepannya mungkin nanti bisa coba diajuin untuk
dilakukan pengadaan sign jalur pemadam” – (I-2)
Namun sebelum pengadaan itu dilakukan perlu dilakukan sebuah advokasi
kepada pihak manajemen dan sosialisasi kepada staff di divisi pemeliharaan itu
sendiri terkait pentingnya sign pada jalur akses masuk pemadam kebakaran agar
mereka mengetahui apa fungsi dari keberadaan sign tersebut dan kemudian
mengajukannya didalam rencana pengadaan.Berdasarkan hasil observasi dan
wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa gedung ANRI tidak memiliki
sign di jalur akses masuk pemadam kebakaran seperti yang dipersyaratkan
dalam Pergub DKI Jakarta No.200 tahun 2015 pasal 23 dimana pada jalur akses
masuk harus diberi tulisan “JALUR PEMADAM KEBAKARAN-JANGAN
DIHALANGI” dan tulisan tersebut juga memiliki ketentuan sendiri. Hal
tersebut disebabkan karena pihak ANRI baik pihak manajemen ataupun staff
divisi pemeliharaan belum pernah mendapatkan sosialisasi terkait pentingnya
keberadaan sign pada jalur akses masuk pemadam kebakaran.
69
5.2.4 Kondisi Tanda yang Bersifat Reflektif pada Jalur Akses Masuk
Pemadam Kebakaran di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI) Tahun 2017
Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, diketahui bahwa tidak
terdapat tanda yang bersifat reflektif atau bahan yang dapat memantulkan
cahaya di jalur akses masuk pemadam. Tanda ini dapat berupa tanda yang biasa
terdapat di pinggir jalan tol yang diletakkan di kedua sisi jalur untuk
memudahkan pengendara mobil di waktu malam hari atau berupa cat yang
berwarna terang sehingga dapat terlihat jelas di waktu malam. Hal ini tidak
sesuai dengan Pergub DKI Jakarta No. 200 tahun 2015 pasal 22 bahwa pada
kedua sisi area jalur akses masuk harus ditandai dengan bahan yang
kontras dan bersifat reflektif sehingga jalur akses masuk hingga lapis
perkerasan dapat terlihat pada malam hari.
Diketahui dari hasil wawancara yang telah dilakukan, penyebab tidak
terpenuhinya tanda yang bersifat reflektif pada jalur akses masuk di gedung
ANRI adalah belum diadakannya penandaan terhadap jalur akses pemadam
kebakaran yang bersifat reflektif. Berikut salah satu kutipan wawancaranya:
“Sama halnya seperti masalah sign tadi, disini tuh kita memang belum
mengadakannya karena fokus kita ke hal-hal yang udah ada atau udah
terbangun” – (I-1)
70
Kendala yang dihadapi yaitu hampir sama dengan masalah pada lebar jalur
akses masuk masih yaitu kurangnya kesadaran atau pemahaman yang dimiliki
pihak manajemen dan juga staff divisi pemeliharaan terkait fungsi dari tanda
yang bersifat reflektif pada jalur akses pemadam kebakaran sehingga hal ini
masih menjadi masalah karena belum tersedia atau belum terdapat di gedung
ANRI. Hal tersebut diketahui dari kutipan wawancara berikut:
“Untuk memunculkan sesuatu yang baru disini tuh memang belum
dilakukan”- (I-1)
“Ya itu tadi kesadaran tentang hal-hal kayak gitu disini masih kurang…”-
(I-2)
Kurangnya pemahaman ini lagi-lagi karena belum adanya sosialisasi
mengenai pentingnya akses pemadam kebakaran sehingga pihak ANRI masih
menganggap hal tersebut belumlah terlalu penting. Namun terkait efek yang
ditimbulkan karena tidak adanya tanda yang bersifat reflektif itu dirasa tidak
terlalu berpengaruh di gedung ANRI bagi mereka karena jalan yang ada disana
hanya satu dan sudah cukup jelas karena terdapat pembatas jalan di kanan
kirinya. Berikut kutipan wawancaranya:
“Disini belum pernah ada kasus kebakaran sih yaa jadi belum tau gimana
efeknya, tapi berhubung disini kan memang cuma ada satu jalurnya jadi
pemadam kebakaran pasti tau jalurnya, sudah jelas kok”- (I-1)
71
“Kalo disini mungkin gaada efeknya yaa, kecuali kalo ditempat yang
areanya lebih luas daripada ini mungkin ada efeknya kalo gaada penandanya
“- (I-2)
Walaupun demikian penanda jalur ini tetaplah penting untuk diadakan
karena akan sangat membantu petugas pemadam kebakaran dikala kasus
kebakaran terjadi pada malam hari. Hal ini sejalan dengan pernyataan dari
informan kunci. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan kunci
dikatakan bahwa fungsi dari penanda di jalur pemadam adalah untuk
memudahkan mereka saat beroperasi di malam hari, maka bila penanda itu
tidak ada akan sedikit menyulitkan mereka. Berikut kutipan wawancaranya:
“Fungsinya ditandai kan untuk memudahkan kita tau jalurnya disaat
malam hari karena kalau ada kebakaran gitu biasanya kan gelap semua, jadi
dengan adanya tanda yang reflektif itu jadi memudahkan kita”- (I-4)
Terkait dengan solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah sign
jalur pemadam adalah melakukan sosialisasi mengenai pentingnya akses
pemadam kebakaran. Dengan begitu diharapkan nantinya dalam pemenuhan
terhadap penanda yang bersifat reflektif pada jalur pemadam dapat teratasi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara tersebut dapat disimpulkan
bahwa gedung ANRI tidak memiliki tanda yang bersifat reflektif pada jalur
akses karena belum terdapat sosialisasi mengenai pentingnya akses pemadam
kebakaran salah satunya adalah penanda yang bersifat reflektif.
72
5.2.5 Kondisi Area Operasional Khusus dengan Lapis Perkerasan untuk Mobil
Pemadam Kebakaran di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia
(ANRI) Tahun 2017
Area operasional khusus dengan lapis perkerasan merupakan area atau
tempat yang dapat digunakan oleh mobil pemadam kebakaran untuk beroperasi
dalam melakukan pemadaman dimana area tersebut harus memenuhi lebar 6
meter dan panjang 15 meter. Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan
di gedung ANRI diketahui bahwa tidak tersedia area operasional khusus untuk
mobil pemadam kebakaran. Hal ini tidak sesuai dengan Pergub DKI Jakarta
No.200 Tahun 2015 dimana setiap bangunan gedung harus disediakan area
operasional.
Tidak tersedianya area operasional khusus ini didukung oleh hasil
wawancara yang mengatakan bahwa penyebab dari tidak terpenuhinya area
operasional ini adalah terdapat keterbatasan lahan yang dimiliki gedung ANRI
sehingga tidak memungkinkan untuk dibangun area operasional yang
sedemikian rupa karena diketahui juga bahwa area operasional membutuhkan
lahan yang tidak sedikit yaitu memiliki panjang 15 m dan lebar 6 m, dan hal itu
sulit dilakukan di gedung ANRI karena lokasi bangunan gedung yang
berdekatan dan cukup banyak. Berikut kutipan wawancara yang menyatakan
hal tersebut:
“Disini kita tidak memiliki lahan yang cukup untuk membuat area
operasional khusus” – (I-1)
73
“Sepertinya sih karena keterbatasan lahan yang kita punya makanya
gaada area operasional”- (I-3)
Gambar 5.6 Kondisi Bangunan Gedung yang Berdekatan
Kendala yang dihadapi dalam pemenuhan area operasional ini adalah
banyaknya bangunan gedung yang ada di ANRI sehingga lahan yang ada tidak
cukup untuk membuat area operasional. Berikut kutipan wawancaranya:
“Bisa jadi sih karena disini cukup banyak bangunannya jadi lebih
diutamakan ke bangunan gedungnya dulu karena disini aja parkiran mobil
suka penuh kalo lagi ada banyak kunjungan jadi parkir mobil pada di jalan
gitu” – (I-2)
74
“Kurang tau sebenernya karena itukan urusan yang ngerancang bangunan
ini dulunya, karena sekarang udah jadi yaa gak bisa di apa-apain.. kalo mau
dibikin juga dimana tempatnya sekarang kan gaada” – (I-3)
Efek yang ditimbulkan dari tidak adanya area operasional ini adalah tidak
dapat beroperasinya mobil pemadam kebakaran didekat bangunan gedung
apabila terjadi kebakaran. Berikut kutipan wawancaranya:
“Mobil pemadam kebakaran gabisa manuver didekat bangunan gedung”-
(I-2)
“Berarti efeknya yaa misalkan gedung yang dalem terjadi kebakaran gak
bisa djangkau pake mobil pemadam karena gaada tempat buat bermanuvernya
kan” – (I-3)
Solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah area operasional ini
apabila terjadi kebakaran adalah memanfaatkan fasilitas sistem proteksi yang
terdapat di gedung ANRI untuk memadamkan api sebelum api membesar
seperti memanfaatkan sprinkler yang terdapat di dalam bangunan gedung serta
menggunakan hidran yang telah tersedia disepanjang jalan area masuk. Berikut
kutipan wawancaranya:
“Kalo mau diadain kayaknya juga sulit sih di area yang tengah depo itu
karena ada jembatan penghubung kan jadi yaa mau gimana paling fokus kita
ke sistem proteksi yang lain yang bisa kita optimalin”- (I-2)
75
“Untuk saat ini yang bisa kita lakuin mungkin memaksimalkan proteksi
kebakaran yang kita punya seperti APAR, sprinkler, dan hidran”- (I-3)
Selain itu untuk menjangkau bangunan gedung yang cukup tinggi dapat
menggunakan tangga darurat yang telah tersedia juga di tiap bangunan gedung
karena mobil tangga tidak dapat bermanuver didekat bangunan gedung karena
tidak terdapat area operasional disekitarnya dan lebar jalurnya pun kurang
untuk dapat dilalui oleh mobil tersebut.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara tersebut dapat disimpulkan
bahwa gedung ANRI tidak memiliki area operasional khusus untuk mobil
pemadam kebakaran seperti yang dipersyaratkan dalam Pergub DKI Jakarta
No.200 Tahun 2015 pasal 24 dijelaskan bahwa setiap bangunan gedung harus
disediakan area operasional. Area operasional ini harus ditempatkan sedemikian
rupa agar langsung dapat mencapai bukaan akses pada bangunan gedung.
Dengan tidak adanya area operasional ini maka mobil pemadam kebakaran
tidak dapat beroperasi didekat bangunan gedung melainkan harus menggunakan
selang pompa air saja untuk masuk ke bangunan gedung bagian dalam.
5.3 Gambaran Penyebab Tidak Terpenuhinya Komponen Akses Pemadam
Kebakaran di Gedung ANRI
Berdasarkan gambaran kondisi dari komponen-komponen akses pemadam
kebakaran, maka dapat diketahui bahwa kondisi akses pemadam kebakaran di
gedung ANRI belum memenuhi persyaratan dari Pergub DKI Jakarta No. 200
76
Tahun 2015 tentang akses pemadam kebakaran secara keseluruhan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa masih terdapat ketidak
terpenuhan pada sub komponen lebar jalur akses masuk, tinggi ruang bebas
pada jalur akses masuk, sign pada jalur akses masuk, tanda yang bersifat
reflektif pada jalur masuk, serta area operasional dengan lapis perkerasan untuk
mobil pemadam kebakaran.
Penyebab tidak terpenuhinya komponen akses pemadam kebakaran yang
terdapat di gedung ANRI pada sub komponen lebar jalur askes masuk adalah
belum adanya sosialisasi mengenai akses pemadam kebakaran sehingga dalam
pengambilan keputusan untuk melakukan pelebaran pihak manajemen belum
terlalu mendukungnya.
Penyebab tidak terpenuhinya sub komponen tinggi ruang bebas pada jalur
akses masuk pemadam kebakaran adalah karena kurangnya kesadaran dari
petugas taman dalam melakukan tugasnya memangkas dahan pohon sehingga
terdapat dahan pohon yang terlalu rindang dan mengganggu tinggi ruang bebas.
Penyebab tidak terpenuhinya sub komponen sign dan tanda yang bersifat
reflektif pada jalur akses masuk pemadam kebakaran adalah karena belum
adanya sosialisasi terkait sign jalur akses pemadam maupun tanda yang bersifat
reflektif pada jalur akses sehingga belum dilakukan pengadaan terkait hal itu.
Disamping itu gedung ANRI belum pernah melakukan pemeriksaan eksternal
dari pihak pemadam kebakaran terhadap sarana dan prasarana proteksi
77
kebakaran yang dimilikinya sehingga pihak ANRI belum mengetahui
bagaimana kelengkapan komponen sarana dan prasarana proteksi kebakaran
yang dimilikinya termasuk komponen akses pemadam kebakaran.
Penyebab tidak terpenuhinya area operasional dengan lapis perkerasan
adalah terbatasnya lahan yang dimiliki ANRI sehingga tidak ada ruang untuk
membuat area operasional dengan lapis perkerasan yang memiliki lebar 6 meter
dan panjang 15 meter.
78
Gambar 5.7 Penyebab Tidak Terpenuhinya Akses Pemadam Kebakaran di Gedung ANRI
Belum ada
sosialisasi kepada
pihak manajemen
Belum ada
sosialisasi kepada
pihak manajemen
Kurang
pemahaman
Kurang
pemahaman
Kurang
kesadaran
Belum ada
sosialisasi kepada
pihak manajemen
Pihak
manajemen
belum
mendukung
Kurang
pemahaman
Dahan pohon
belum
dipangkas
Harus mengubah
bangunan gedung
Tidak terpenuhinya
Area Operasional
khusus dengan lapis
perkerasan
Tidak Terpenuhinya
akses pemadam
kebakaran
Tidak terpenuhinya akses
mencapai bangunan gedung
Tidak terpenuhinya
lebar jalur akses
masuk 4 m
Tidak terpenuhinya
tinggi ruang bebas
4,5 m
Tidak terpenuhinya
penanda yang
bersifat reflektif di
jalur akses masuk
Tidak terpenuhinya tulisan
atau sign “jalur pemadam
kebakaran jangan
dihalangi”
Tidak tersedia
lahan yang
cukup
Belum
dilakukan
pengadaan
Tidak
disetujui
oleh
manajemen
Belum
dilakukan
pengadaan
Jembatan
penghubung
79
6 BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam melakukan penelitian mengenai penyebab tidak terpenuhinya akses
pemadam kebakaran di gedung ANRI terdapat keterbatasan penelitian, yaitu:
1. Tidak terdapat divisi khusus yang membawahi manajamen pencegahan
dan penanggulangan kebakaran di gedung ANRI sehingga informasi
yang diperoleh kurang maksimal.
2. Tidak mendapatkan spesifikasi mobil pemadam kebakaran yang
mendetail seperti lebar, panjang, tinggi, dan juga klasifikasinya dari
dinas pemadam kebakaran sehingga informasi mengenai mobil
pemadam kebakaran hanya berdasarkan gambaran umumnya saja.
6.2 Gambaran Penyebab Tidak Terpenuhinya Akses Pemadam Kebakaran di
Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia
Akses pemadam kebakaran adalah akses atau sarana lain yang khusus
disediakan untuk masuk petugas dan unit pemadam kebakaran ke/di dalam
bangunan gedung (Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2015).
Berdasarkan Pergub Provinsi DKI Jakarta No.200 Tahun 2015 tentang
Persyaratan Teknis Akses Pemadam Ksebakaran dijelaskan mengenai
komponen akses pemadam kebakaran, yaitu akses mencapai bangunan gedung;
80
area operasional; dan akses masuk ke dalam bangunan gedung. Diantara ketiga
komponen tersebut dua diantaranya belum terpenuhi secara sempurna di
gedung ANRI. Kedua komponen tersebut adalah akses mencapai bangunan
gedung dan area operasional.
Akses mencapai bangunan gedung dikatakan belum terpenuhi secara
sempurna karena terdapat sub komponen didalamnya yang masih belum
terpenuhi, yaitu lebar jalur akses masuk pemadam kebakaran, tinggi ruang
bebas pada jalur akses masuk pemadam, sign di jalur akses masuk pemadam,
dan juga tanda yang bersifat reflektif pada jalur akses masuk pemadam.
Sedangkan untuk komponen area operasional dikatakan belum terpenuhi karena
belum terpenuhinya area operasional khusus dengan lapis perkerasan dengan
lebar lapis perkerasan 6 m dan panjang lapis perkerasan 15. Menurut (Furness
dan Muckett, 2007) dalam Introduction to Fire Safety Management akses
pemadam kebakaran diperlukan dalam sebuah bangunan untuk membantu
petugas pemadam kebakaran dalam melakukan proses penyelamatan.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan diketahui bahwa penyebab tidak
terpenuhinya komponen akses pemadam kebakaran yaitu disebabkan karena
belum adanya sosialisasi kepada pihak manajemen, kurangnya kesadaran dari
petugas taman, serta adanya kesulitan untuk merubah bangunan gedung yang
sudah terbangun. Terkait dengan belum adanya sosialisasi kepada pihak
manajemen ditemukan pada sub komponen lebar jalur akses masuk pemadam,
sign pada jalur akses masuk pemadam, serta tanda yang bersifat reflektif pada
81
jalur akses masuk pemadam. Belum adanya sosialisasi kepada pihak
manajemen mengenai akses pemadam kebakaran ini membuat pihak
manajemen belum mengetahui pentingnya akses pemadam kebakaran beserta
komponen-komponen didalamnya. Hal ini menyebabkan dalam pengambilan
keputusan untuk melakukan pengadaan atau suatu perubahan terkait akses
pemadam kebakaran pihak manajemen belum menyetujuinya karena menurut
mereka masih ada yang lebih penting untuk dilakukan dibandingkan dengan
melakukan pengadaan terkait komponen akses pemadam kebakaran tersebut.
Solusi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah belum adanya
sosialisasi kepada pihak manajemen ini adalah dengan melakukan sosialisasi
atau advokasi kepada pihak manajemen gedung ANRI. Sosialisasi ini dilakukan
oleh dinas pemadam kebakaran terkait karena dinaslah yang memiliki
wewenang terhadap sarana dan prasarana sistem proteksi kebakaran di suatu
bangunan gedung.
Terkait dengan akar masalah kurangnya kesadaran petugas taman terhadap
tugasnya merupakan akar masalah dari belum terpenuhinya tinggi ruang bebas
pada jalur akses masuk. Kurangnya kesadaran ini membuat petugas taman
melalaikan tugasnya dalam memangkas dahan pohon yang menghalangi tinggi
ruang bebas pada jalur akses masuk pemadam. Solusi yang dapat dilakukan
untuk menyelesaikan masalah ini yaitu mengingatkan kembali petugas taman
akan tugas dan tanggung jawabnya dalam merawat taman agar tetap terlihat
rapi dan tidak mengganggu.
82
Selanjutnya yaitu sulitnya merubah bentuk bangunan gedung yang sudah
terbangun yang merupakan akar masalah dari tidak terpenuhinya area
operasional di gedung ANRI. Hal tersebut menjadi masalah karena untuk
menciptakan sebuah area operasional di gedung ANRI dibutuhkan area atau
lahan yang cukup luas yaitu harus memiliki lebar 6 m dan panjang 15 m.
dengan melihat kondisi bangunan di gedung ANRI yang cukup padat maka hal
tersebut sulit dilakukan. Maka dari itu solusi yang dapat dilakukan untuk
menyelesaikan masalah ini yaitu mensiasatinya dengan metode atau cara lain
seperti memanfaatkan fasilitas proteksi kebakaran yang telah dimiliki oleh
gedung ANRI sehingga apabila mobil pemadam kebakaran tidak dapat
beroperasi karena tidak terdapat area operasional, sistem proteksi yang ada pada
bangunan gedung mampu menangani kebakaran yang terjadi.
Dalam penelitian lain terkait proteksi kebakaran pun masih cukup banyak
ditemukan komponen akses pemadam kebakaran yang belum terpenuhi secara
keseluruhan, diantaranya yaitu dari penelitian Safaat (2015), Aziz (2014),
Iswara (2011), Kusumaningsih (2012), dan (Hesna dkk., 2009). Tiga dari
penelitian tersebut masih didapatkan komponen persyaratan yang belum
terpenuhi yaitu tidak adanya sign di jalur akses masuk, tidak adanya penanda
yang bersifat reflektif, dan juga tidak adanya jalur akses khusus pemadam
kebakaran (Aziz, 2014, Iswara, 2011, Kusumaningsih, 2012). Hal ini dapat
diartikan bila pemenuhan komponen akses pemadam kebakaran memang masih
83
kurang diperhatikan oleh pemilik atau pengelola bangunan gedung sehingga
masih didapat temuan seperti itu.
Berikut adalah pembahasan penyebab tidak terpenuhinya akses pemadam
kebakaran di gedung ANRI, yang terdiri dari: lebar jalur akses masuk pemadam
kebakaran, tinggi ruang bebas di jalur akses masuk pemadam, sign di jalur
akses masuk, penanda yanag bersifat reflektif di jalur akses masuk, area
opevasional dengan lapis perkerasan, lebar lapis perkerasan, dan panjang lebar
lapis perkerasan untuk mobil pemadam kebakaran.
6.2.1 Penyebab Tidak Terpenuhinya Lebar Jalur Akses Masuk Pemadam
Kebakaran di Gedung ANRI
Menurut Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 200 Tahun 2015 tentang
persyaratan akses masuk pemadam kebakaran, pemilik/pengelola bangunan
gedung harus menyediakan jalur untuk mobil pemadam kebakaran sebagai
akses ke lokasi bangunan gedung (Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, 2015). Dalam peraturan lain dijelaskan untuk melakukan proteksi
terhadap meluasnya kebakaran dan memudahkan operasi pemadaman, maka
didalam bangunan gedung harus tersedia jalan lingkungan dengan perkerasan
agar dapat dilalui oleh kendaraan pemadam kebakaran (Menteri Pekerjaan
Umum Republik Indonesia, 2008). Jalan lingkungan disini sama halnya
dengan jalur akses pemadam kebakaran dimana setiap bangunan gedung
memang harus menyediakan jalur akses masuk bagi mobil pemadam
84
kebakaran untuk memudahkan petugas dalam operasi pemadaman di area
gedung.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa gedung ANRI tidak
memiliki jalur akses masuk khusus pemadam kebakaran sehingga ANRI
menggunakan jalan lingkungan sebagai jalur masuk pemadam kebakarannya.
Lebar jalur akses masuk pemadam kebakaran yang ada di ANRI berkisar 3,5
m dan diketahui pula penyebab tidak terpenuhinya lebar jalur akses masuk di
gedung ANRI adalah karena belum ada sosialisasi mengenai akses pemadam
kebakaran sehingga jalur akses masuk yang tersedia tidak memenuhi
persyaratan dari Pergub DKI Jakarta karena dalam rangka pelebaran jalur
akses tersebut pihak manajemen belum mendukungnya dimana lebar jalur
akses minimal yang harus dimiliki bangunan gedung agar dapat dilewati
mobil pemadam kebakaran adalah 4 m sedangkan lebar jalur akses disana
masih kurang dari itu. Selain itu juga terdapat mobil yang parkir dipinggir
jalur tersebut yang membuat jalur tersebut menjadi semakin sempit.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan diantaranya yaitu
penelitian (Safaat, 2015), (Novianty, 2012), (Aziz, 2014), (Kusumaningsih,
2012), dan (Iswara, 2011) didapatkan hasil bahwa untuk lebar jalur masuk
pemadam semuanya telah memenuhi persyaratan. Namun jalur tersebut
merupakan jalur lingkungan biasa yang digunakan juga untuk kendaraan lain
sehingga bangunan tersebut juga belum memiliki jalur khusus untuk mobil
pemadam kebakaran.
85
Sub komponen jalan lingkungan atau lebar jalur akses yang telah
memenuhi persyaratan yang berlaku juga mempunyai peran penting dalam
perlindungan dari bahaya kebakaran karena dapat membantu proses
pemadaman kebakaran (Satria, 2014). Selain membantu proses pemadaman
lebar jalur akses yang cukup juga mendukung atau mempercepat proses
evakuasi penghuni dan juga arsip-arsip penting yang terdapat di ANRI.
Dengan tidak terpenuhinya lebar jalur akses masuk ini maka mobil pemadam
kebakaran tidak dapat masuk ke dalam area bangunan gedung ANRI.
Dilihat dari lebar jalur akses yang hanya berkisar 3,5 m, maka tidak
semua jenis mobil pemadam kebakaran dapat melewati jalur tersebut apabila
terjadi kebakaran melainkan mobil-mobil pemadam yang berukuran kecil
seperti mobil pompa dengan volume air 2500 liter saja yang dapat
melewatinya karena memiliki ukuran lebar berkisar 2,5 m sedangkan untuk
mobil pompa yang mempunyai volume air 4000 liter dan 10000 liter tidak
dapat melewatinya karena memiliki badan mobil yang lebih besar. Selain dari
mobil pompa yang berukuran besar mobil tangga hidrolik pun tidak dapat
melalui jalur akses tersebut karena lebar yang terbatas. Diketahui bahwa
mobil tanga hidrolik ini memiliki bentuk bodi yang lebih besar daripada mobil
kebakaran pada umumnya karena terdapat tangga yang dibawa. Disamping itu
bentuk mobil yang cukup panjang akan menyulitkan mobil untuk bermanuver
di jalan yang sempit dan berliku.Oleh karena itu mobil tangga hidrolik tidak
dapat digunakan di gedung ANRI karena kondisi lebar jalur yang tidak
86
memungkinkan. Salah satu cara yang dapat dilakukan agar lebar jalur tersebut
sesuai dengan persyaratan adalah melakukan pelebaran jalan. Berdasarkan
hasil penelitian diketahui bahwa terdapat taman di kanan dan kiri jalur yang
dapat dikurangi atau dihilangkan untuk memperlebar jalur agar sesuai dengan
persyaratan. Apabila pihak ANRI tetap ingin mempempertahankan
keberadaan taman agar terlihat hijau, maka hal ini dapat disiasati dengan
menggunakan pot-pot atau tanaman gantung yang dapat diletakkan di dinding-
dinding pagar atau pembatas. Tanaman gantung ini banyak diminati karena
tidak membutuhkan lahan yang luas namun tetap membuat suasana
disekitarnya menyejukkan mata yang melihatnya. Dengan adanya pot-pot atau
tanaman gantung tersebut maka suasana di ANRI justru akan semakin
menyejukkan mata karena yang tadinya taman tersebut hanya terdapat rumput
atau semak kini menjadi lebih beragam dengan adanya tanaman yang
diletakkan di pot atau digantung tersebut.
Dalam langkah mengantisipasi mobil pemadam kebakaran yang tidak
dapat melewati jalur akses masuk maka pihak ANRI harus dapat
memaksimalkan sistem proteksi yang dimilikinya yaitu sprinkler, APAR, dam
juga hidran. Terkait sprinkler pihak ANRI harus memastikan bahwa sprinkler
yang ada dapat memancarkan air apabila terjadi kebakaran paling tidak selama
45 menit. Terkait APAR pihak ANRI harus selalu mengeceknya atau
melakukan inspeksi terhadap alat tersebut agar tidak kadaluarsa dan tidak ada
komponen yang rusak. Terkait hidran pihak ANRI harus memastikan bahwa
87
pompa airnya berfungsi untuk menyedot air dari sumur reservoir dan mampu
bertahan selama paling tidak satu jam. Berdasarkan standar SNI 03-1735-2000
diketahui bahwa supply air hidran tersebut paling tidak harus mencapai
kapasitas 2400 liter per menitnya dan mampu beroperasi minimal selama 45
menit. Hal ini dapat dikatakan bahwa hidran di gedung ANRI mampu
mengatasi kebakaran yang terjadi setidaknya selama satu jam apabila mobil
pemadam kebakaran belum datang.
Dalam rangka menyelesaikan masalah terkait lebar jalur akses ini maka
solusi yang dapat diberikan dalam menyelesaikan masalah ini adalah
memberikan sosialisasi mengenai pentingnya akses pemadam kebakaran
kepada pihak manajemen agar mereka mengetahui pentingnya lebar jalur
akses dalam rangka penanggulangan apabila terjadi kebakaran di gedung
ANRI. Selain itu diperlukan untuk meningkatkan sistem proteksi kebakaran
aktif seperti sprinkler dan APAR agar apabila sewaktu-waktu terjadi
kebakaran dapat diminimalisir terlebih dahulu menggunakan alat tersebut.
Selain itu perlu juga dipertahankan kelengkapan sarana air seperti hidran dan
pompa kebakaran agar dapat digunakan juga dalam upaya penanggulangan
kebakaran. Hal ini dikatakan juga didalam Peraturan Men teri PU No.26 tahun
2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan dan juga Pergub DKI Jakarta No.200 Tahun 2015
dimana apabila jalan akse pemadam kebakaran tidak dapat dibangun karena
alasan lokasi, topografi, jalur air, ukuran-ukuran yang tidak dapat dinegosiasi,
88
atau kondisi-kondisi semacam itu, maka pihak yang berwenang dalam hal ini
Dinas dapat mensyaratkan adanya fitur proteksi kebakaran tambahan
(Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2015, Menteri Pekerjaan
Umum Republik Indonesia, 2008).
6.2.2 Penyebab Tidak Terpenuhinya Tinggi Ruang Bebas di Jalur Akses
Masuk Mobil Pemadam Kebakaran di Gedung ANRI
Menurut Pergub DKI Jakarta No. 200 Tahun 2015, jalur akses masuk
harus memiliki tinggi ruang bebas di atas lapis perkerasan atau jalur masuk
mobil pemadam kebakaran paling sedikit 4,5 m untuk dapat dilalui peralatan
pemadam (Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2015).
Peraturan tersebut juga sejalan dengan Permen PU No 26 tahun 2008 tentang
bangunan gedung dan lingkungan. Selain itu lapis perkerasan atau jalur akses
masuk mobil pemadam pemadam harus selalu dalam keadaan bebas rintangan
dari bangunan lain gedung, pepohonan, tanaman, atau lainnya tidak boleh
menghambat jalur antara perkerasan dengan bukaan akses pemadam
kebakaran (Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tinggi ruang bebas di
gedung ANRI hanya berkisar 3 m. Diketahui juga dari hasil penelitian bahwa
penyebab tidak terpenuhinya tinggi ruang bebas di jalur masuk pemadam
adalah karena kurangnya kesadaran petugas taman untuk memangkas dahan
pohon yang terlalu rindang sehingga menghalangi ruang bebasnya. Terkait
89
jembatan penghubung antar bangunan yang ada di ANRI mungkin agak sulit
untuk merubah ketinggiannya karena memang bangunan tersebut sudah
terbangun. Sedangkan untuk dahan pohon yang terlalu rindang seharusnya
bukan menjadi masalah karena pihak ANRI dapat memangkas bagian yang
berlebih hingga tidak menghalangi tinggi ruang bebas. Namun realitanya hal
tersebut masih ditemukan dalam hasil penelitian karena diketahui berdasarkan
hasil wawancara bahwa terdapat rasa enggan untuk memangkas dahan pohon
dari pihak taman apabila yang meminta bukanlah dari staff senior di ANRI.
Sehingga hal inilah yang menyebabkan tidak terpenuhinya tinggi ruang bebas
di gedung ANRI.
Dalam melakukan pekerjaan kita harus menjunjung tinggi sifat
professionalitas tidak memandang siapa yang lebih senior dan baru
mematuhinya. Secara sederhana, professional diartikan sebagai perilaku, cara,
dan kualitas yang menjadi ciri suatu profesi (Poerwopoespito dan Oetomo,
2000). Istilah professional dapat digunakan untuk semua kalangan baik dari
tingkat atas dan tingkat bawah. Professionalisme dapat didefinisikan sebagai
suatu kemampuan dan keterampilan seseorang dalam melakukan pekerjaan
menurut bidang dan tingkatan masing-masing (Kurniawan, 2005). Dengan
begitu dalam kasus ini yang memiliki kemampuan untuk memangkas dahan
pohon adalah pihak taman dan hal tersebut memang sudah menjadi tugasnya.
Apalagi bagian taman berada didalam naungan atau wewenang divisi
pemeliharaan. Maka sudah seharusnya petugas taman mematuhi apa yang
90
diperintahkan oleh staff dari divisi pemeliharaan siapapun orangnya, baik baru
masuk ataupun sudah lama dalam artian lebih senior. Apabila hal tersebut
sudah terselesaikan maka dahan pohon tersebut tidak akan menjadi masalah
lagi karena pihak taman pasti langsung memangkas dahan yang menghalangi
jalan apabila diminta.
Melihat tinggi ruang bebas yang kurang dari apa yang dipersyaratkan
tentu hal tersebut dapat menyulitkan mobil pemadam kebakaran yang
memiliki badan cukup besar untuk melewati jalur akses.Untuk itu hanya
mobil pompa yang memiliki volume air 2500 liter saja yang dapat melaluinya
karena tingginya yang berkisar 2,5 meter. Sedangkan mobil pompa yang
memiliki volume air lebih besar akan sulit melaluinya karena semakin besar
volume air semakin besar pula badan mobil yang dimilikinya. Namun dengan
jumlah volume tersebut tidak akan cukup untuk memadamkan api di gedung
ANRI, maka diperlukan mobil tambahan serta gedung ANRI sendiri harus
menyediakan supply air yang cukup untuk memadamkan api apabila terjadi
kebakaran disana. Disamping itu karena tinggi ruang bebas yang terbatas
mobil tangga hidrolik yang memiliki ukuran lebih besar dari mobil pemadam
lainnya tidak dapat melaluinya karena ruang bebas terhalang. Oleh karena itu
pihak ANRI harus mengantisipasi hal tersebut dengan benar-benar
memaksimalkan proteksi kebakaran yang dimilikinya seperti sprinkler yang
ada di tiap lantai bangunan gedung. Selain itu dapat disiasati juga dengan
menggunakan hidran gedung yang telah tersedia di tiap-tiap lantainya.
91
6.2.3 Penyebab Tidak Terpenuhinya Sign di Jalur Akses Masuk Mobil
Pemadam Kebakaran di Gedung ANRI
Menurut Pergub DKI Jakarta No.200 Tahun 2015 tentang persyaratan
teknis akses pemadam kebakaran, pada jalur akses masuk pemadam
kebakaran harus diberi tulisan “JALUR PEMADAM KEBAKARAN-
JANGAN DIHALANGI” dengan ketentuan memiliki warna dasar hijau dan
huruf putih atau sebaliknya (Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, 2015). Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa di gedung ANRI
tidak terdapat sign pada jalur akses masuk pemadam kebakarannya, diketahui
pula bahwa penyebab tidak adanya sign pada jalur akses masuk pemadam
tersebut adalah karena belum terdapat pengadaan terkait sign tersebut.
Pengadaan sign dianggap belum terlalu penting dan belum menjadi fokus bagi
staff pemeliharaan karena fokus mereka yang paling utama adalah
pemeliharaan atau perawatan terhadap apa saja yang sudah terbangun di
gedung ANRI. Disamping itu gedung ANRI memang tidak memiliki jalur
khusus untuk pemadam kebakaran sehingga mereka tidak membuat sign
tersebut. Jadi bisa saja hal ini juga menjadi salah satu hal yang menyebabkan
tidak adanya sign pada jalur akses masuknya.
Terdapat beberapa penelitian yang juga menyatakan bahwa masih
terdapat beberapa bangunan gedung yang tidak memiliki sign pada jalur akses
masuk pemadam kebakaran diantaranya yaitu penelitian (Aziz, 2014),
(Novianty, 2012), dan (Kusumaningsih, 2012) dimana dalam penelitiannya
92
dikatakan bahwa belum terdapat penandaan terhadap jalur pemadam
kebakaran. Padahal dari segi lebar jalur kedua bangunan tersebut dapat dilalui
oleh mobil pemadam kebakaran. Hal ini dapat dikatakan bahwa kelengkapan
bangunan gedung terhadap akses pemadam kebakaran khususnya sign pada
jalur akses masuk ini masih kurang.
Sign di jalur akses masuk pemadam kebakaran ini berfungsi untuk
memudahkan petugas pemadam dalam mengetahui mana jalur yang harus
dilaluinya ketika terdapat kebakaran. Sign ini memiliki ketentuan tinggi huruf
paling sedikit 50 mm dengan warna dasar hijau dan huruf putih atau
sebaliknya (Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2015). Sign ini
dibutuhkan ketika suatu bangunan memiliki banyak jalan lingkungan sehingga
dengan terdapatnya sign pada jalur khusus akses masuk pemadam dapat
mengetahui jalur mana yang harus dilaluinya. Namun sign ini tidak terlalu
berpengaruh bila bangunan gedung hanya memiliki satu jalur masuk dan
keluar karena otomatis mobil pemadam kebakaran akan melalui jalur tersebut.
Sama halnya di gedung ANRI yang hanya memiliki satu jalur akses sehingga
keberadaan sign atau penandaan ini kurang terlalu menjadi masalah disana.
Dalam rangka menyelesaikan masalah terkait keberadaan sign pada jalur
akses masuk ini staff di divisi pemeliharaan sebaiknya memasukkan sign pada
jalur akses masuk kedalam rencana pengadaannya.
93
6.2.4 Penyebab Tidak Terpenuhinya Tanda yang Bersifat Reflektif di Jalur
Akses Masuk Mobil Pemadam Kebakaran di Gedung ANRI
Menurut Pergub DKI Jakarta No.200 tahun 2015, pada kedua sisi area
jalur akses masuk harus ditandai dengan bahan yang kontras dan bersifat
reflektif sehingga jalur akses masuk hingga lapis perkerasan dapat terlihat
pada malam hari (Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak terdapat tanda yang
bersifat reflektif pada jalur akses masuk. Hal ini disebabkan karena pihak
ANRI belum pernah melakukan pengadaan terhadap tanda-tandadi jalur akses
tersebut.
Sama halnya terkait dengan masalah sign pada jalur akses masuk, yang
menjadi kendala dari belum diadakannya pengadaan terhadap tanda-tanda di
jalur akses masuk adalah belum mengetahui pentingnya akses masuk
pemadam kebakaran sehingga komponen terkait akses pemadam kebakaran
tidak dilaksanakan. Masalah terkait tidak adanya tanda yang bersifat reflektif
pada jalur akses ini tidak hanya ditemukan dalam penelitian di gedung ANRI
saja, namun juga ditemukan dalam penelitian lain seperti hasil penelitian dari
(Kusumaningsih, 2012) dimana walaupun telah terdapat akses mencapai
bangunan gedung dan lebar jalur yang dapat dilalui mobil pemadam
kebakaran namun akses pemadam kebakaran tersebut belum dilengkapi
dengan tanda khusus pada jalurnya. Hasil serupa juga ditemukan dalam
penelitian (Iswara, 2011) . Hal ini dapat diartikan bahwa masalah pengadaan
94
tanda khusus atau tanda yang bersifat reflektif memang masih
dikesampingkan atau masih belum dianggap terlalu penting oleh pengurus
bangunan gedung.
Didalam peraturan sudah dijelaskan bahwa tanda khusus ini berfungsi
untuk memudahkan mobil pemadam kebakaran apabila terjadi kebakaran di
malam hari. Pernyataan ini terdapat dalam Permen PU No. 26 tahun 2008 dan
juga Pergub DKI Jakarta No.200 tahun 2015 pasal 22. Selain itu penandaan
ini harus dipasang paling sedikit setiap jarak 3 m dan harus diberikan di kedua
sisi jalur (Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2015). Hal ini
dipersyaratkan karena kebakaran dapat terjadi kapan saja tidak mengenal
waktu dan bila terjadi kebakaran maka aliran listrik akan diputus sehingga bila
kejadian ini terjadi pada malam hari maka akan membuat kondisi jalan lebih
sulit karena tidak ada penerangan. Dengan adanya tanda yang bersifat reflektif
ini maka akan lebih memudahkan mobil pemadam kebakaran dalam melihat
jalur akses diwaktu malam hari. Maka dari itu untuk menyelesaikan masalah
ini pihak ANRI sebaiknya melakukan pengadaan terkait tanda yang bersifat
reflektif.
6.2.5 Penyebab Tidak Terpenuhinya Area Operasional dengan Lapis
Perkerasan untuk Mobil Pemadam Kebakaran di Gedung ANRI
Menurut Pergub DKI Jakarta No. 200 tahun 2015 pasal 24 setiap
bangunan gedung wajib disediakan area operasional. Area operasional harus
95
dapat mengakomodasi jalan masuk dan manuver mobil pemadam kebakaran;
snorkel; mobil pompa; mobil tangga; dan platform hidrolik (Gubernur
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2015). Area operasional ini harus
ditempatkan sedemikian rupa agar dapat langsung mencapai bukaan akses
pada bangunan gedung. Yang dimaksud bukaan akses disini adalah pintu,
jendela, atau dinding kaca yang kondisinya tidak terhalangi.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tidak terdapat area
operasional khusus di gedung ANRI. Hal ini dikarenakan keterbatasan lahan
yang dimiliki gedung ANRI. Banyaknya bangunan gedung dan minimnya
lahan membuat bangunan gedung yang ada pun letaknya berdekatan sehingga
untuk membuat area operasional disekitar bangunan gedung terasa sulit
karena jalan lingkungan yang ada pun tidak memenuhi persyaratan lebar jalur
akses.
Fungsi area operasional ini sendiri ialah sebagai lahan parkir mobil
pemadam kebakaran agar dapat bermanuver atau beroperasi didekat bangunan
gedung. Dimana letaknya sebisa mungkin harus dekat dengan bukaan akses
atau pintu masuk ke dalam bangunan gedung. Selain itu area operasional
harus dilengkapi dengan lapis perkerasan agar dapat menampung beban dari
mobil pemadam kebakaran. Lapis perkerasan yang dimaksud yaitu harus
terbuat dari metal, paving blok atau lapisan yang diperkuat agar dapat
menyangga beban peralatan pemadam kebakaran. Lapis perkerasan pada area
operasional ini juga harus dalam keadaan bebas rintangan dari bagian
96
bangunan, pepohonan, tanaman, atau lainnya dan tidak diperkenankan ada
hambatan terhadap jalur antara lapis perkerasan dan bukaan akses (Gubernur
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2015).
Lapis perkerasan untuk area operasional juga memiliki ketentuannya
sendiri. Lebar lapis perkerasan paling sedikit atau minimal adalah 6 meter dan
panjangnya paling sedikit harus 15 meter. Oleh karena di area dalam gedung
ANRI tidak terdapat area operasional, maka lapis perkerasan dengan
ketentuan tersebut pun tidak tersedia sehingga mobil pemadam kebakaran
hanya dapat bermanuver di area parkir depan gedung ANRI saja dan untuk
menjangkau area dalam gedung petugas dapat menggunakan selang menuju
area dalam bangunan gedung.
Berdasarkan beberapa penelitian, diantaranya yaitu penelitian Novianty
(2012) dan Satria (2014) didapatkan hasil bahwa didalam bangunan gedung
yang ditelitinya telah dilengkapi area operasional dengan lapis perkerasan
untuk membantu proses pemadaman kebakaran. Sedangkan diketahui juga
dalam penelitian lain yaitu Aziz (2014) dan Iswara (2011) dalam bangunan
gedung yang ditelitinya belum dilengkapi area operasional dengan lapis
perkerasan. Padahal kedua bangunan tersebut merupakan bangunan pabrik
produksi amoniak dan rumah sakit dimana kedua bangunan tersebut perlu
penanganan yang cepat apabila terjadi kebakaran. Dengan tidak adanya area
operasional dapat memperlambat proses pemadaman. Maka dari itu area
opersional dipersyaratkan dalam setiap bangunan gedung.
97
Oleh karena di gedung ANRI tidak tersedia area operasional maka harus
dilakukan bentuk pengendalian atau penanggulangan lain apabila terjadi
kebakaran. Berdasarkan Permen PU No. 26 tahun 2008 dikatakan bahwa jalan
umum boleh digunakan sebagai lapis perkerasan untuk area operasional
asalkan lokasi jalan tersebut sesuai dengan persyaratan jarak dari bukaan
akses pemadam kebakaran yaitu tepi terdekat tidak boleh kurang dari 2 m atau
lebih dari 10 m (Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia, 2008). Bila
demikian maka bisa saja jalan lingkungan di gedung ANRI dapat digunakan
untuk area operasional bila memang mobil pemadam kebakaran dapat
melewati jalurnya. Selain itu salah satu yang dapat disediakan di gedung
ANRI untuk menanggulangi ketiadaan area operasional adalah menyediakan
hidran halaman. Pihak ANRI telah menyediankan hidran halaman disepanjang
jalur akses masuk mobil pemadam kebakaran yang dapat digunakan apabila
terjadi kebakaran. Hal ini terdapat didalam Pergub DKI Jakarta No.200 tahun
2015 pasal 29 dimana tiap bagian dari jalur akses masuk dan atau lapis
perkerasan mobil pemadam kebakaran di dalam kawasan bangunan gedung
harus diletakkan hidran kota dan bilamana tidak tersedia hidran kota maka
harus disediakan hidran halaman (Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota
Jakarta, 2015). Hidran halaman ini berfungsi untuk menyemprotkan air ke
dalam area gedung apabila mobil pemadam kebakaran yang ada tidak dapat
beroperasi di dekat area gedung.
98
7 BAB VII
PENUTUP
7.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut:
1. Gambaran akses pemadam kebakaran di gedung ANRI belum
memenuhi secara menyeluruh persyaratan akses pemadam kebakaran
yang terdapat dalam Pergub DKI Jakarta No.200 Tahun 2015
diantaranya yaitu lebar jalur akses masuk pemadam kebakaran, tinggi
ruang bebas di jalur akses masuk pemadam kebakaran, sign yang
terdapat pada jalur akses masuk, tanda yang bersifat reflektif pada jalur
akses masuk, serta area operasional dengan lapis perkerasan.
2. Penyebab tidak terpenuhinya lebar jalur akses masuk karena belum
adanya sosialisasi yang dilakukan kepada pihak manajemen terkait
akses pemadam kebakaran.
3. Penyebab tidak terpenuhinya tinggi ruang bebas ini diketahui karena
kurangnya kesadaran dari petugas taman untuk melakukan tugasnya
memangkas dahan pohon yang menghalangi tinggi ruang bebas.
99
4. Penyebab tidak terpenuhinya sign pada jalur akses masuk ini diketahui
karena belum terdapat sosialisasi yang dilakukan kepada pihak
manajemen terkait akses pemadam kebakaran
5. Penyebab tidak terpenuhinya tanda yang bersifat reflektif ini karena
belum terdapat sosialisasi yang dilakukan kepada pihak manajemen
terkait akses pemadam kebakaran
6. Penyebab tidak terpenuhinya area operasional ini dikarenakan sulit
untuk merubah bentuk bangunan yang sudah terbangun di gedung
ANRI.
7.2 Saran
Saran yang dapat diberikan terkait dengan hasil penelitian ini antara lain:
7.2.1 Bagi Dinas Pemadam Kebakaran Terkait
1. Melakukan advokasi kepada pihak manajemen terkait akses pemadam
kebakaran. Advokasi ini dilakukan oleh dinas pemadam terkait
dimana dalam hal ini gedung ANRI masuk dalam kawasan suku dinas
Jakarta Selatan.
7.2.2 Bagi Manajemen Gedung ANRI
2. Melakukan pelebaran jalur akses masuk pemadam kebakaran dengan
mengorbankan lebar taman.
3. Melakukan pengadaan terkait sign di jalur akses pemadam kebakaran.
100
4. Melakukan pengadaan terkait penandaan yang bersifat reflektif di
jalur akses pemadam kebakaran.
7.2.3 Bagi Staff Divisi Pemeliharaan
1. Melakukan sosialisasi kepada penghuni bangunan gedung terkait
komponen akses pemadam kebakaran agar mereka mengetahui
pentingnya akses pemadam kebakaran.
2. Memangkas dahan pohon yang menghalangi tinggi jalur akses masuk.
3. Merawat dan memelihara sistem proteksi kebakaran yang telah
tersedia di gedung ANRI seperti sprinkler, APAR, dan hidran.
7.2.4 Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat meneliti lebih jauh lagi terkait komponen sarana dan prasarana
kebakaran lainnya tidak hanya satu komponen akses pemadam kebakaran
saja.
101
DAFTAR PUSTAKA
Adzim, H. I. 2013. 6 Kelas (Klasifikasi) Kebakaran Menurut NFPA (National Fire
Protection Association) Amerika [Online]. Tersedia:
https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.co.id/2013/10/kelas-
kebakaran-nfpa-dan-media.html [Diakses pada 6 Juli 2017].
ANRI. 2016. Sejarah Nusantara [Online]. Jakarta: ANRI. Tersedia: https://sejarah-
nusantara.anri.go.id/id/archive [Diakses pada 6 2016].
Asmoko, H. 2013. Memahami Analisis Pohon Masalah, Magelang, BPPK.
Auliani, P. A. 2014. Penelitian Hangus 5000 Arsip dan Bersama Gedung C FISIP UI.
Kompas.com.
Aziz, Y. A. 2014. Tingkat Pemenuhan Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan
Gedung dan Lingkungan di Unit Produksi Amoniak PT Petrokimia Gresik
Tahun 2014. Skripsi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Badan Standar Nasional 2000. SNI 03-3985-2000 Tata Cara Perencanaan,
Pemasangan dan Pengujian Sistem Deteksi dan Alarm Kebakaran untuk
Pencegahan Bahaya Kebakaran pada Bangunan Gedung. Jakarta: Badan
Standar Nasional.
Business Dictionary. 2016. National Fire Protection Association (NFPA) [Online].
Tersedia: http://www.businessdictionary.com/definition/National-Fire-
Protection-Association-NFPA.html [Diakses pada 10 Oktober 2016].
Chandler, R. K. 2009. Fire Investigation, USA, Cencage Learning.
Cote, A. E. 2004. Fundamentals of Fire Protection, Quincy, Jones & Barlett
Learning.
Duffy, G. L., Laman, S. A., Mehta, P., Ramu, G., Scriabina, N. dan Wagoner, K.
2012. Beyond The Basics: Seven New Quality Tools Help Innovate,
Communicate, and Plan. Tersedia:
http:/www.Asqqm.org/resourcesmodule/download_resource/id/881/.
Furness, A. dan Muckett, M. 2007. Introduction to Fire Safety Management, Oxford,
Elsevier Ltd.
Giustina, D. E. D. 2014. Fire Safety Management Handbook, Third Edition, London,
CRC Press.
Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta 2008. Peraturan Daerah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 8 tahun 2008 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Bahaya Kebakaran. Jakarta.
Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta 2015. Peraturan Gubernur Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 200 Tahun 2015 tentang Persyaratan
Teknis Akses Pemadam Kebakaran. Jakarta.
Harsono. P, A. 2008. Metode Analisis Akar Masalah dan Solusi. Makara, Sosial
Humaniora, 12, 72-81.
Hesna, Y., Hidayat, B. dan Suwanda, S. 2009. Evaluasi Penerapan Sistem
Keselamatan Kebakaran pada Bangunan Gedung Rumah Sakit DR. M. Djamil
Padang. Jurnal Rekayasa Sipil, 5.
102
Info Bekasi. 2016. Ruang Arsip Gedung BPPT Kota Bekasi Ludes Terbakar.
Tersedia: https://infobekasi.co.id/2016/09/27/ruang-arsip-gedung-bppt-kota-
bekasi-ludes-terbakar/ [Diakses pada 27 Oktober 2016].
Iswara, I. 2011. Analisis Resiko Kebakaran di Rumah Sakit Metropolitan Medical
Centre Tahun 2011. S1, Universitas Indonesia.
Jr, A. M. J. 2013. Fire Protection Systems, Second Edition, United State of America,
Jones & Barlett Publisher.
Kompasiana. 2014. Begitu Mudahnya Ruang Arsip Terbakar. Tersedia:
http://www.kompasiana.com/a.l.y/begitu-mudahnya-ruang-arsip-
terbakar_55300dd66ea834f1168b4582.
Kurniawan, A. 2005. Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta, Pembaharuan.
Kusumaningsih, R. 2012. Analisis Sistem Pencegahan Penanggulangan dan Tanggap
Darurat terhadap kebakaran di Perpustakaan Pusat Universitas Indonesia
tahun 2012. S1, Universitas Indonesia.
Landasan Teori. 2015. Pengertian Standar Nasional Indonesia [Online]. Landasan
teori. Tersedia: http://www.landasanteori.com/2015/10/pengertian-standar-
nasional-indonesia.html.
Lapau, B. 2013. Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan Skripsi,
Tesis, dan Disertasi Jakarta, Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Negara Republik Indonesia 2009. Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan.
Jakarta: Lembaga Negara Republik Indonesia
Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia 2008. Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum Nomor: 26/PRT/M/2008 tentang Persyaratan Teknis Sistem Proteksi
Kebakaran pada Bangunan Gedung dan Lingkungan. Jakarta: Menteri
Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
Morris, J. 1982. Is Your Library Safe From Fire? Library & Archival Security, 3,
139-145.
National Fire Protection Association 2015. All about Fire from "A Reporter's Guide
to Fire and the NFPA".
Niman, M. 2016. APAR Tidak Berfungsi, Kantor BPPT Kota Bekasi Ludes Terbakar.
Tersedia: http://www.beritasatu.com/megapolitan/388805-apar-tidak-
berfungsi-kantor-bppt-kota-bekasi-ludes-terbakar.html [Diakses pada 27
Oktober 2016].
Novianty, P. 2012. Analisis Manajemen dan Sistem Proteksi Kebakaran di PT.
Bridgestone Tire Indonesia. Skripsi, Universitas Indonesia.
Poerwopoespito, F. X. O. S. dan Oetomo, T. A. T. 2000. Mengatasi Krisis Manusia
di Perusahaan, Jakarta, Grasindo.
Ramli, S. 2010. Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire Management) Jakarta,
Dian Rakyat.
Safaat, L. M. 2015. Gambaran Tingkat Keandalan Sistem Proteksi Kebakaran
Gedung IGD RSUP Fatmawati Jakarta Maret 2015. S1, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
103
Satria, P. E. 2014. Evaluasi Keandalan Sistem Keselamatan Kebakaran Bangunan
dengan Menggunakan Pedoman Pemerkisaan Keselamatan Kebakaran
Bangunan Gedung (Pd-T-11-2005-C) di RSUD Kota Tangerang Selatan
Tahun 2014. S1, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sekretaris Negara Republik Indonesia 2002. Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Jakarta: Presiden Republik
Indonesia.
Silverman, S. N. dan Silverman, L. L. 1994. Using Total Quality Tools for
Marketting Research: A Qualitative Approach For Collecting, Organizing,
And Analyzing Verbal Response Data. Tersedia:
http:/www.epiheirimatikotika.gr/elibrary/marketresearch/usingtoolsformarketi
ngresearch.pdf.
Sugiyono 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D, Bandung, Alfabeta.
Teygeler, R. 2001. Preservation of Archives in Tropical Climates. An annotad
bibliography.
Tools, M. 2017. Cause and Effect Analysis Identifying the Likely Cause of Problems.
Tersedia: https://www.mindtools.com/pages/article/newTMC_03.htm
[Diakses pada Januari 2017].
Lampiran 1
Lembar Observasi
No. Pergub No. 200 tahun 2015 Kondisi di
Lapangan
Keterangan
Akses mencapai bangunan gedung
1. Terdapat jalur akses
pemadam kebakaran.
2. Lebar pintu gerbang minimal
4 m
3. Lebar jalur akses masuk
paling sedikit 4 m.
4. Jalur akses masuk memiliki
tinggi ruang bebas paling
sedikit 4,5 m untuk dapat
dilalui peralatan pemadam.
5. Area jalur masuk pada kedua
sisinya ditandai dengan
bahan yang bersifat reflektif.
6. Pada jalur akses masuk harus
diberi tulisan: “JALUR
PEMADAM
KEBAKARAN- JANGAN
DIHALANGI ”.
Area operasional
7. Terdapat area operasional
yang memiliki lapisan
perkerasan terbuat dari metal,
paving blok, atau lapisan
yang diperkuat agar dapat
menyangga beban peralatan
pemadam kebakaran
8. Lebar lapis perkerasan paling
sedikit 6 m
9. Panjang lapis perkerasan
paling sedikit 15 m
Akses masuk ke dalam bangunan gedung
10. Akses pintu masuk ke dalam
bangunan gedung melalui
lantai dasar
11. Akses masuk lewat bukaan
dinding luar atau jendela
12. Tersedia tangga kebakaran
13. Jumlah saf pemadam
kebakaran paling sedikit 2
buah pada bangunan gedung
yang memiliki luas lantai 900
m2 atau lebih.
Lampiran 2
Pedoman Wawancara
A. Informan Utama
I. Akses Mencapai Bangunan Gedung
1. Lebar jalur akses masuk pemadam
a. Apakah yang menjadi penyebab dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen lebar jalur akses masuk pemadam di gedung ANRI?
b. Apakah kendala yang dihadapi dalam pemenuhan persyaratan
komponen lebar jalur aksesmasuk pemadam di gedung ANRI?
c. Apakah efek yang dihasilkan dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen lebar jalur akses masuk pemadam di gedung ANRI?
d. Apakah solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi
ketidakterpenuhinya persyaratan komponen lebar jalur akses masuk
pemadam di gedung ANRI?
2. Tinggi ruang bebas akses
a. Apakah yang menjadi penyebab dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen tinggi ruang bebas akses masuk pemadam di gedung
ANRI?
b. Apakah kendala yang dihadapi dalam pemenuhan persyaratan
komponen tinggi ruang bebas akses masuk pemadam di gedung
ANRI?
c. Apakah efek yang dihasilkan dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen tinggi ruang bebas akses masuk pemadam di gedung
ANRI?
d. Apakah solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi
ketidakterpenuhinya persyaratan komponen tinggi ruang bebas akses
masuk pemadam di gedung ANRI?
3. Sign di jalur akses masuk pemadam kebakaran
a. Apakah yang menjadi penyebab dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen sign di jalur akses masuk pemadam di gedung ANRI?
b. Apakah kendala yang dihadapi dalam pemenuhan persyaratan
komponen sign di jalur akses masuk pemadam di gedung ANRI?
c. Apakah efek yang dihasilkan dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen sign di jalur akses masuk pemadam di gedung ANRI?
d. Apakah solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi
ketidakterpenuhinya persyaratan komponen sign di jalur akses masuk
pemadam di gedung ANRI?
4. Penanda yang bersifat reflektif di jalur akses masuk pemadam
a. Apakah yang menjadi penyebab dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen penanda yang bersifat reflektif di jalur akses masuk
pemadam di gedung ANRI?
b. Apakah kendala yang dihadapi dalam pemenuhan persyaratan
komponen penanda yang bersifat reflektif di jalur akses masuk
pemadam di gedung ANRI?
c. Apakah efek yang dihasilkan dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen penanda yang bersifat reflektif di jalur akses masuk
pemadam di gedung ANRI?
d. Apakah solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi
ketidakterpenuhinya persyaratan komponen penanda yang bersifat
reflektif di jalur akses masuk pemadam di gedung ANRI?
II. Area Operasional
1. Area operasional khusus dengan lapis perkerasan
a. Apakah menjadi penyebab dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen area operasional di gedung ANRI?
b. Apakah kendala yang dihadapi dalam pemenuhan persyaratan
komponen area operasional di gedung ANRI?
c. Apakah efek yang dihasilkan dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen area operasional di gedung ANRI?
d. Apakah solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi
ketidakterpenuhinya persyaratan komponen area operasional di
gedung ANRI?
B. Informan Ahli
I. Akses Mencapai Bangunan Gedung
1. Lebar jalur akses masuk pemadam
a. Apakah yang menjadi penyebab dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen lebar jalur akses masuk pemadam di gedung ANRI?
b. Apakah efek yang dihasilkan dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen lebar jalur akses masuk pemadam di gedung ANRI?
c. Apakah solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi
ketidakterpenuhinya persyaratan komponen lebar jalur akses masuk
pemadam di gedung ANRI?
2. Tinggi ruang bebas akses
a. Apakah yang menjadi penyebab dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen tinggi ruang bebas akses masuk pemadam di gedung
ANRI?
b. Apakah efek yang dihasilkan dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen tinggi ruang bebas akses masuk pemadam di gedung
ANRI?
c. Apakah solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi
ketidakterpenuhinya persyaratan komponen tinggi ruang bebas akses
masuk pemadam di gedung ANRI?
3. Sign di jalur akses masuk pemadam kebakaran
a. Apakah yang menjadi penyebab dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen sign di jalur akses masuk pemadam di gedung ANRI?
b. Apakah efek yang dihasilkan dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen sign di jalur akses masuk pemadam di gedung ANRI?
c. Apakah solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi
ketidakterpenuhinya persyaratan komponen sign di jalur akses masuk
pemadam di gedung ANRI?
4. Penanda yang bersifat reflektif di jalur akses masuk pemadam
a. Apakah yang menjadi penyebab dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen penanda yang bersifat reflektif di jalur akses masuk
pemadam di gedung ANRI?
b. Apakah efek yang dihasilkan dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen penanda yang bersifat reflektif di jalur akses masuk
pemadam di gedung ANRI?
c. Apakah solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi
ketidakterpenuhinya persyaratan komponen penanda yang bersifat
reflektif di jalur akses masuk pemadam di gedung ANRI?
II. Area Operasional
1. Area operasional khusus dengan lapis perkerasan
a. Apakah menjadi penyebab dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen area operasional di gedung ANRI?
b. Apakah efek yang dihasilkan dari ketidakterpenuhinya persyaratan
komponen area operasional di gedung ANRI?
c. Apakah solusi yang bisa dilakukan untuk mengatasi
ketidakterpenuhinya persyaratan komponen area operasional di
gedung ANRI?
Lampiran 3
Hasil Observasi
No. Pergub DKI Jakarta No.
200 tahun 2015
Kondisi di
Lapangan
Keterangan
Akses mencapai bangunan gedung
1. Terdapat jalur akses
pemadam kebakaran. V
2. Lebar pintu gerbang minimal
4 m V
3. Lebar jalur akses masuk
paling sedikit 4 m. X
Lebar jalur akses masuk
menuju bangunan gedung
berkisar 3,5 m
4. Jalur akses masuk memiliki
tinggi ruang bebas paling
sedikit 4,5 m untuk dapat
dilalui peralatan pemadam. X
Tinggi ruang bebas jalur
akses masuk kurang dari
4,5m yaitu 3,5 m karena
terdapat pohon dan
jembatan penghubung antar
bangunan
5. Area jalur masuk pada kedua
sisinya ditandai dengan
bahan yang bersifat reflektif.
X
Tidak terdapat tanda yang
bersifat reflektif di jalur
masuk
6. Pada jalur akses masuk harus
diberi tulisan: “JALUR
PEMADAM
KEBAKARAN- JANGAN
DIHALANGI ”.
X
Tidak terdapat sign atau
penanda untuk jalur akses
masuk pemadam kebakaran
Area operasional
7. Terdapat area operasional
yang memiliki lapisan
perkerasan terbuat dari metal,
paving blok, atau lapisan
yang diperkuat agar dapat
menyangga beban peralatan
pemadam kebakaran
X
Tidak ada area operasional
yang disediakan oleh pihak
gedung ANRI
Akses masuk ke dalam bangunan gedung
8. Akses pintu masuk ke dalam
bangunan gedung melalui
lantai dasar
V
9. Akses masuk lewat bukaan
dinding luar atau jendela V
10. Tersedia tangga kebakaran V
11. Jumlah saf pemadam V
kebakaran paling sedikit 2
buah pada bangunan gedung
yang memiliki luas lantai 900
m2 atau lebih.
Lampiran 4
Matriks Wawancara
No Pernyataan I-1 I-2 I-3 I-4 Kesimpulan
A. Akses mencapai bangunan gedung
1 Lebar jalur akses
Apakah yang
menjadi
penyebab
ketidak
terpenuhinya
persyaratan
komponen
lebar jalur
akses di
gedung
ANRI?
Karena
keterbatasan lahan
disini itu gak ada
jalur khususnya
buat mobil
pemadam
kebakaran .. disini
itu ya cuma satu
jalannya yang buat
masuk mobil itu
gak adalagi
Karena saya juga
baru masuk sekitar
dua tahun lalu jadi
yaa adanya seperti
itu, saya kurang tau
kenapa itu gak
sesuai..
Karena lahannya
tidak terlalu luas dan
bangunan yang
cukup banyak jadi
gak bisa dibikin
sesuai persyaratan
Biasanya ya karena
kurangnya lahan
makanya jadi gak
terpenuhi
Penyebab dari
ketidakterpenuhinya
persyaratan komponen lebar
jalur akses di ANRI adalah
keterbatasan lahan yang
dimiliki sehingga jalur yang
dibuat tidak sesuai
persyaratan
Apa
kendalanya
Untuk menambah
lebar jalan
sepertinya agak
susah yaa karena
itu sifatnya sudah
permanen jadi sulit
untuk dilakukan
Kalo mau diperlebar
kayaknya gak
mungkin sih karena
udah mentok gaada
lahan lagi kan kanan
kiri jalan itu udah
bangunan semua
yaitu tadi disini
lahannya seperti ini,
kalau mau bebasin
lahan disekitar juga
susah karena di
belakang ini udah
perkampungan kan
- Kendala yang dimiliki pihak
ANRI untuk memenuhi
persyaratan lebar jalan akses
adalah karena kondisi
bangunan yang sudah jadi
sehingga sulit bila ingin
menambah lebar jalan
Efek Karena lebarnya
kurang jadi yaa gak
bisa dilewatin
mobil besar paling
kalo emang mau
lewat ya dipaksain,
tapi gakmungkin
Gabisa masuk sampe
dalem mobilnya
mungkin ya kalo
emang lebarnya
kurang
Mobil-mobil besar
gak bisa masuk
sampe ke dalem,
kayak bis juga gak
bisa sampe dalem..
paling parkir di
sebelah kanan
Jalur aman agar
mobil bisa lewat
paling minimal itu
empat meter jadi
mobil pemadam
yang ukuran besar
gabisa masuk kalo
Efek yang diakibatkan oleh
kurangnya lebar jalur akses
adalah tidak dapat dilalui oleh
mobil pemadam yang
berukuran besar hanya mobil
yang berukuran kecil saja
seperti mobil pompa air yang
No Pernyataan I-1 I-2 I-3 I-4 Kesimpulan
juga mobilnya
dipaksa masuk
gedung saja kurang dari itu,
paling yang ukuran
kecil aja kayak
mobil pompa air
yang bisa lewat..
bisa lewat
Solusi Kalo untuk
solusinya misalkan
kurangnya hanya
sedikit mungkin
bisa ditabrak aja
tamannya tapi kalo
memang tidak
memungkinkan
untuk dilewati yaa
hanya sampai jalan
yang bisa dilewati
Disini kita kan udah
menyediakan hidran
di beberapa tempat
jadi mungkin bisa
pake itu kalo
mobilnya gabisa
masuk
Misalkan memang
mobil pemadam
kebakarannya gabisa
menjangkau ke area
tengah dan belakang
gedung yaa bisa
pake hidran yang
tersedia.. hidran itu
selalu di cek kok
kondisinya jadi
insyaAllah berfungsi
Kalo emang gabisa
lewat yaa pake
selang nanti, kan
kita udah nyiapin
selang pemadam
per gulung 20 m
dan di tiap unit
mobil ada 10
gulung
Solusi yang bisa dilakukan
terhadap kurangnya lebar
jalan akses adalah
menggunakan hidran yang
telah tersedia di sepanjang
jalan gedung ANRI selain itu
petugas damkar juga
menyediakan selang yang
bisa digunakan untuk
mencapai lokasi kejadian
Tinggi ruang bebas
Apa
penyebabnya
Kalo tinggi ruang
bebas di gerbang
masuk sih udah
sesuai yaa yg
didalem juga,
mungkin kalo gak
sesuai itu karena
ada pohon yang
terlalu rimbun jadi
ngalangin ruang
bebasnya Adalagi
penghubung antar
gedung, itukan gak
Ada faktor jembatan
penghubung itu sih
buat kalo ada
permintaan arsip dari
depan langsung
lewat situ jadi
arsipnya gak kena
sinar matahari
langsung.. kalo
jembatannya itu
kurang tinggi atau
apa saya juga kurang
tau
Kalo masalah tinggi
kurang tau ya kenapa
karena itukan udah
ada rancangannya
kan sebelum dibikin
dan pastinya udah
dapet persetujuan
dari berbagai pihak
kenapa dibikinnya
segitu
Biasanya sih tinggi
gerbangnya yang
kurang, kalo mau
amannya kan
paling enggak 5
meter tingginya
Penyebab tidak terpenuhinya
tinggi ruang bebas di gedung
anri adalah terdapat jembatan
penghubung antar gedung
yang digunakan untuk
menyalurkan arsip agar tidak
terpapar sinar matahari
langsung, selain itu juga
terdapat dahan pohon yang
membuat tinggi ruang bebas
tidak sesuai dengan
persyaratan
No Pernyataan I-1 I-2 I-3 I-4 Kesimpulan
mungkin dirubah
jadi yaa dibiarin
kendala ada beberapa yang
emang gabisa
dirubah kan kayak
penghubung antar
bangunan itu
Itu udah permanent
bangunannya
gamungkin kita
renov ulang karena
pasti besar biayanya,
tapi kalo kayak
pohon gitu bisa
ajasih minta tolong
pangkas dikit sama
orang taman tapi itu
kadang juga gak
dikerjain kalo saya
yang bilang, kecuali
kalo atasan saya
yang bilang atau
yang udah lama
disini baru deh
langsung dikerjain
Yang namanya
bangunan udah jadi
susah dong untuk
dirubah hanya biar
sesuai dengan
persyaratan
- Kendala yang dialami untuk
memenuhi persyaratan tinggi
ruang bebas adalah kondisi
bangunan yang sudah
terbangun sehingga sulit
untuk dirubah, selain itu
petugas taman terkadang
menunda tugasnya untuk
memangkas dahan apabila
bukan staff senior yang
memintanya
Efek Kalo yang
penghalangnya
pohon sih paling
nabrak pohon aja
mobilnya kalo
lewat tapi kalau
yang pembatas
bangunan yaa
gakbisa dilewatin
Yaa harus muter,
kalo misalkan mobil
mau ke arah kiri
berarti lewat kiri
kalo ke kanan yaa
lewat sebelah kanan
karena ada
penghubung itu tadi
Pastinya gabisa
lewat situ kan gak
mungkin dipaksakan
lagipula petugas
pemadam pasti
punya cara lain
untuk ngejangkau ke
dalem
Kalo emang dari
gerbangnya aja
udah gabisa lewat
ya yaudah sampe
disitu aja tapi kalo
masih bisa masuk
lagi ya sampe ke
tempat terdekat
mobil itu bisa
berhenti
Efek yang terjadi bila tinggi
ruang bebas tidak terpenuhi
adalah mobil pemadam
kebakaran yang besar tidak
dapat melewatinya sehingga
harus mencari jalan lain yang
tidak terdapat jembatan
penghubung
No Pernyataan I-1 I-2 I-3 I-4 Kesimpulan
Solusi Karena ini
bangunannya udah
terbangun jadi ya
gak bisa dirubah
lagi, paling kita
tingkatin lewat
sistem proteksi
yang lainnya
Ya itu tadi kalo
masalah pohon
mungkin bisa
dipangkas, tapi kalo
gedung gabisa diapa-
apain paling muter
lewat jalan yang
gaada
penghubungnya
Sama seperti tadi
dari petugas
pemadamnya pasti
punya cara lain buat
sampe ke lokasi
kebakaran
Nyari tempat
terdekat buat ke
lokasi
Solusi yang mungkin
dilakukan karena kurangnya
tinggi ruang bebas adalah
mencari jalan lain yang dapat
dilalui oleh mobil pemadam
kebakaran serta
meningkatkan sistem proteksi
yang dimiliki
Sign jalur pemadam
Penyebab Kita emang belum
bikin anggaran
untuk itu.. dan
memang belum
pernah
mengadakannya..
disini itu signnya
hanya di beberapa
tempat saja untuk
exit dan titik
kumpul kalau
untuk yang lain
belum ada
Hal-hal seperti itu
belum dianggap
penting disini, belum
direncanakan… sign
evakuasi aja saya
cuma lihat di
beberapa tempat
disini karena staff
disini juga udah pada
tau udah hafal pintu
keluar yang mana,
tempat berkumpul
yang mana
Kayak petunjuk arah
gitu emang belum
semuanya dibikin
disini, nah yang sign
jalur pemadam itu
salah satunya
Mereka gak
menyediakan itu..
atau bisa aja udah
ada tapi gak
terawat
Penyebab tidakterpenuhinya
sign jalur pemadam di
gedung ANRI adalah belum
dibuatnya pengadaan untuk
sign jalur pemadam
Kendala Disini itu kita lebih
ke arah
pemeliharaan apa
yang sudah ada,
kalo untuk
menambah sesuatu
yang belum ada itu
Disini kan kalo mau
mengadakan sesuatu
harus diajukan dulu
dalam rancangan
anggarannya, nah itu
tuh nanti gak semua
yang di rencanain
Gak terlalu jadi
masalah banget
walaupun tidak ada
itu jadi untuk saat ini
masih belum ada,
kecuali kalau kayak
APAR gitu yang
- Kendala yang dihadapi dalam
pemenuhan persyaratan sign
jalur pemadam adalah belum
terlihat tingkat urgensinya
dari pengadaan sign jalur
pemadam sehingga hal
tersebut belum pernah
No Pernyataan I-1 I-2 I-3 I-4 Kesimpulan
belum dilakukan bisa disetujuin jadi
diliat dulu
urgensinya, kalo gak
urgent banget yaa
ditunda dulu… tapi
kadang juga bisa hal
yang belum urgen
banget dianggap
urgen sama atasan
jadi mau gak mau
kita harus ikutin
lebih urgent pasti
langsung kita adakan
atau perbaiki bila
ada yang tidak
berfungsi
diajukan kedalam rancangan
anggaran
Efek Berhubung disini
memang cuma ada
satu jalur masuk
jadi ya pasti mobil
pemadam kalo
masuk sini yaa
lewat situ,
walaupun gak ada
signnya mereka
pasti tau
Belum tau sih karena
belum pernah terjadi
kebakaran kan disini
dan itukan semacam
penunjuk arah gitu
ya.. disini kan cuma
satu jalurnya jadi yaa
gak ngefek-ngefek
bangetlah walaupun
gaada signnya
Gaada sih kayaknya
lagipula disini
lahannya gak terlalu
luas dan jalurnya
cuma itu jadi yaa
gak masalah
Kita gatau mana
jalurnya jadi kita
tanya dulu ke orang
sana mana jalur
yang bisa dilalui
mobil
Dengan tidak adanya sign
jalur pemadam tidak terlalu
memiliki efek di gedung anri
karena kondisi jalur yang
hanya satu sehingga tidak
menyulitkan petugas
pemadam
Solusi Mungkin bisa kita
ajukan nantinya
Kalo solusi untuk
kedepannya
mungkin nanti bisa
coba diajuin untuk
dilakukan pengadaan
sign jalur pemadam
Kalo memang harus
diadakan mungkin
nanti bisa kita
adakan
Harus diadakan
itukan bagian dari
akses pemadam
kebakaran
Solusi yang dapat dilakukan
terkait tidak adanya sign jalur
pemadam adalah
mengusulkan untuk
diadakannya sign jalur
pemadam di gedung ANRI
Penanda bersifat reflektif
Penyebab Sama halnya
seperti masalah
Disini kita juga
belum bikin itu juga
Hal itu memang
belum ada disini
Bisa aja tandanya
udah ilang atau
Penyebab
ketidakterpenuhinya penanda
No Pernyataan I-1 I-2 I-3 I-4 Kesimpulan
sign tadi, disini tuh
kita memang belum
mengadakannya
karena fokus kita
ke hal-hal yang
udah ada atau udah
terbangun
lagipula disini kan
hanya ada satu jalur
gaada jalur khusus
pemadam seperti itu
jadi sepertinya gak
ada juga gak papa
memang mereka
gak membuatnya
bersifat reflektif di gedung
anri adalah belum
diadakannya penandaan
terhadap jalur akses
kebakaran yang bersifat
reflektif
Kendala Untuk
memunculkan
sesuatu yang baru
disini tuh memang
belum dilakukan
Ya itu tadi kesadaran
tentang hal-hal
kayak gitu disini
masih kurang
Gimana yaa karena
itu gak terlalu urgent
jadi belum ada disini
dan misalkan kita
bilang urgent tapi
atasan bilang enggak
yaa gak jadi
dilakuin..
- Kendala yang dihadapi dalam
pemenuhan penanda jalur
yang bersifat reflektif adalah
masih kurangnya kesadaran
yang dimiliki terkait akses
pemadam kebakaran sehingga
terdapat komponen yang
belum terpenuhi
Efek Disini belum
pernah ada kasus
kebakaran sih yaa
jadi belum tau
gimana efeknya,
tapi berhubung
disini kan memang
cuma ada satu
jalurnya jadi
pemadam
kebakaran pasti tau
jalurnya, sudah
jelas kok
Kurang tau juga tuh
karena emang belum
pernah terjadi kan
Kalo disini mungkin
gaada efeknya yaa,
kecuali kalo
ditempat yang
areanya lebih luas
daripada ini
mungkin ada
efeknya kalo gaada
penandanya
Fungsinya ditandai
kan untuk
memudahkan kita
tau jalurnya disaat
malam hari karena
kalau ada
kebakaran gitu
biasanya kan gelap
semua, jadi dengan
adanya tanda yang
reflektif itu jadi
memudahkan kita
Efek yang terjadi dengan
tidak adanya penanda jalur
yang bersifat reflektif di
gedung anri dirasa tidak ada
karena hanya terdapat satu
jalur yang digunakan
Solusi Mungkin nanti bisa
kita ajukan itu
Bisa diajuin lagi
nanti ke atasan
Bisa diusulkan ke
atasan kalo untuk
Selama bisa
dilakukan harus
Solusi yang dapat dilakukan
yaitu mengusulkan untuk
No Pernyataan I-1 I-2 I-3 I-4 Kesimpulan
untuk diadakan
nantinya
mengadakan sesuatu
yang baru
diadakan sih kan
itu juga bagian dari
komponen yang
harus dipenuhi oleh
bangunan gedung
diadakannya penanda jalur
yang bersifat reflektif
B. Area operasional
Area operasional khusus dengan lapis perkerasan
Penyebab Disini kita tidak
memiliki lahan
yang cukup untuk
membuat area
operasional khusus
Kurangnya lahan
yang tersedia sih
Sepertinya sih
karena keterbatasan
lahan yang kita
punya makanya
gaada area
operasioanl
Tidak cukup
lahannya untuk
membuat lapis
perkerasan
Penyebab tidak terpenuhinya
area operasional khusus
dengan lapis perkerasan
adalah keterbatasan lahan
yang dimiliki sehingga tidak
memungkinkan untuk
dibangun area operasional di
gedung ANRI
Kendala Keterbatasan lahan
itu tadi yang jadi
kendalanya
Bisa jadi sih karena
disini cukup banyak
bangunannya jadi
lebih diutamakan ke
bangunan gedungnya
dulu karena disini
aja parkiran mobil
suka penuh kalo lagi
ada banyak
kunjungan jadi
parkir mobil pada di
jalan gitu
Kurang tau
sebenernya karena
itukan urusan yang
ngerancang
bangunan ini
dulunya, karena
sekarang udah jadi
yaa gak bisa di apa-
apain.. kalo mau
dibikin juga dimana
tempatnya sekarang
kan gaada
- Kendala yang dihadapi adalah
banyaknya bangunan gedung
di ANRI sehingga tidak
terdapat lahan yang cukup
untuk membuat area
operasional
Efek Tidak ada area
operasional khusus
untuk mobil
Mobil pemadam
kebakaran gabisa
manuver didekat
Berarti efeknya yaa
misalkan gedung
yang dalem terjadi
Area operasional
itukan disediakan
untuk memudahkan
Efek yang dihasilkan dengan
tidak adanya area operasional
di gedung ANRI adalah tidak
No Pernyataan I-1 I-2 I-3 I-4 Kesimpulan
pemadam
kebakaran untuk
beroperasi ketika
terjadi kebakaran
bangunan gedung kebakaran gak bisa
djangkau pake mobil
pemadam karena
gaada tempat buat
bermanuvernya kan
mobil pemadam
kebakaran
beroperasi di dekat
gedung yang
terbakar jadi kalo
gaada yaa paling
yang bisa
beroperasi cuma
mobil pompa aja,
kalo semacam
mobil tangga yang
besar itu gabisa
dipake karena
gabisa ngejangkau
tempatnya juga kan
dapat beroperasinya mobil
pemadam kebakaran didekat
bangunan gedung apabila
terjadi kebakaran
Solusi Menggunakan area
parkir atau jalanan
yang bisa dilalui
oleh mobil
pemadam
kebakaran
Kalo mau diadain
kayaknya juga sulit
sih di area yang
tengah depo itu
karena ada jembatan
penghubung kan jadi
yaa mau gimana
paling fokus kita ke
sistem proteksi yang
lain yang bisa kita
optimalin
Mungkin petugas
pemadam yang lebih
tau ya
Kalau mobil kita
yang besar gak bisa
masuk mungkin
kita cuma bisa pake
selang aja gabisa
pake mobil tangga
Solusi yang bisa dilakukan
adalah memakirkan mobil
pemadam kebakaran di area
yang bisa digunakan agar
mobil pemadam kebakaran
dapat beroperasi untuk
memadamkan api dan
memanfaatkan fasilitas yang
terdapat di gedung ANRI
untuk memadamkan api
Lampiran 5
Foto Akses Pemadam Kebakaran di Gedung ANRI