gel lidah buaya untuk pengawet tomat

138
74 SKRIPSI APLIKASI GEL LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) SEBAGAI EDIBLE COATING PADA PENGAWETAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) Oleh : ANDINY KISMARYANTI F24103124 2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Upload: donawsoke

Post on 18-Dec-2014

419 views

Category:

Documents


85 download

DESCRIPTION

XXX

TRANSCRIPT

Page 1: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

74

SKRIPSI

APLIKASI GEL LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) SEBAGAI EDIBLE

COATING PADA PENGAWETAN TOMAT

(Lycopersicon esculentum Mill.)

Oleh :

ANDINY KISMARYANTI

F24103124

2007

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

Andiny Kismaryanti. F24103124. Aplikasi Gel Lidah Buaya (Aloe vera L.) sebagai Edible Coating pada Pengawetan Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Di bawah bimbingan Slamet Budijanto. 2007

RINGKASAN

Permintaan produk sayuran dalam bentuk sayuran segar dan fresh cut (siap masak) terus meningkat baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pasar luar negeri dan pasar modern (supermarket, hypermarket, hotel dan restoran) menuntut adanya sayuran segar yang mempunyai kualitas yang baik yaitu penampilan baik, relatif tahan lama dan tidak cepat layu selama penyimpanan baik dalam bentuk sayuran segar maupun dalam bentuk fresh cut. Kualitas tersebut hanya mungkin dipenuhi dengan adanya penanganan pasca panen yang baik termasuk usaha melakukan upaya untuk dapat memperpanjang tingkat kesegaran. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di atas adalah dengan melakukan coating. Aloe vera telah dilaporkan mengandung beberapa senyawa bioaktif yang bersifat antimikroba serta mampu menyembuhkan luka pada jaringan, sehingga berpeluang untuk dijadikan bahan untuk aplikasi coating. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh edible coating Aloe vera untuk mempertahankan kesegaran sayuran dalam bentuk utuh.

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap yaitu (i) percobaan pembuatan gel Aloe vera (ii) pengujian pengaruh umur simpan gel terhadap mutu coating, (iii) formulasi gel Aloe vera L. untuk aplikasi coating pada tomat, serta (iv) penentuan umur simpan tomat segar dengan perlakuan Aloe vera gel coating, pengemasan, dan suhu. Aplikasi gel lidah buaya sebagai edible coating pada pengawetan tomat segar dapat menghambat penurunan mutu tomat akibat proses pematangan yang cepat setelah panen. Aplikasi ini lebih efektif jika dipadukan dengan pengemasan dan penyimpanan suhu dingin daripada penyimpanan pada suhu ruang. Gel lidah buaya yang digunakan adalah gel lidah buaya yang langsung diolah segera setelah panen dilakukan. Formulasi yang paling baik untuk digunakan sebagai edible coating adalah gel lidah buaya murni tanpa penambahan apapun. Penyimpanan pada suhu dingin mampu memperpanjang umur simpan tomat hingga 5 hari, sedangkan penyimpanan pada suhu ruang mampu memperpanjang umur simpan tomat hingga 3 hari. Penyimpanan pada suhu dingin (1°C) tidak membuat tomat yang telah dilapisi dengan gel lidah buaya dan dikemas dengan plastik PVC mengalami chilling injury. Edible coating dari gel lidah buaya memiliki kemampuan mereduksi jumlah mikroba awal pada permukaan tomat, yakni sebesar 2.2 X 107 koloni/cm2 sebelum dilapisi gel lidah buaya menjadi 1.8 X 106 koloni/cm2 setelah dilapisi, sedangkan jumlah kapang dari sebesar 5.4 X 104 koloni/ cm2 menjadi 2.2 X 104 koloni/cm2, namun aktivitas anti-mikroba dan anti-kapang dari gel lidah buaya tersebut tidak mampu menghilangkan mikroba penyebab penyakit antraknosa.

Page 3: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

75

Andiny Kismaryanti. F24103124. Aplikasi Gel Lidah Buaya (Aloe vera L.) sebagai Edible Coating pada Pengawetan Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.). Di bawah bimbingan Slamet Budijanto. 2007

RINGKASAN

Permintaan produk sayuran dalam bentuk sayuran segar dan fresh cut (siap masak) terus meningkat baik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pasar luar negeri dan pasar modern (supermarket, hypermarket, hotel dan restoran) menuntut adanya sayuran segar yang mempunyai kualitas yang baik yaitu penampilan baik, relatif tahan lama dan tidak cepat layu selama penyimpanan baik dalam bentuk sayuran segar maupun dalam bentuk fresh cut. Kualitas tersebut hanya mungkin dipenuhi dengan adanya penanganan pasca panen yang baik termasuk usaha melakukan upaya untuk dapat memperpanjang tingkat kesegaran. Salah satu upaya yang bisa dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di atas adalah dengan melakukan coating. Aloe vera telah dilaporkan mengandung beberapa senyawa bioaktif yang bersifat antimikroba serta mampu menyembuhkan luka pada jaringan, sehingga berpeluang untuk dijadikan bahan untuk aplikasi coating. Penelitian ini bertujuan mempelajari pengaruh edible coating Aloe vera untuk mempertahankan kesegaran sayuran dalam bentuk utuh.

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap yaitu (i) percobaan pembuatan gel Aloe vera (ii) pengujian pengaruh umur simpan gel terhadap mutu coating, (iii) formulasi gel Aloe vera L. untuk aplikasi coating pada tomat, serta (iv) penentuan umur simpan tomat segar dengan perlakuan Aloe vera gel coating, pengemasan, dan suhu. Aplikasi gel lidah buaya sebagai edible coating pada pengawetan tomat segar dapat menghambat penurunan mutu tomat akibat proses pematangan yang cepat setelah panen. Aplikasi ini lebih efektif jika dipadukan dengan pengemasan dan penyimpanan suhu dingin daripada penyimpanan pada suhu ruang. Gel lidah buaya yang digunakan adalah gel lidah buaya yang langsung diolah segera setelah panen dilakukan. Formulasi yang paling baik untuk digunakan sebagai edible coating adalah gel lidah buaya murni tanpa penambahan apapun. Penyimpanan pada suhu dingin mampu memperpanjang umur simpan tomat hingga 5 hari, sedangkan penyimpanan pada suhu ruang mampu memperpanjang umur simpan tomat hingga 3 hari. Penyimpanan pada suhu dingin (1°C) tidak membuat tomat yang telah dilapisi dengan gel lidah buaya dan dikemas dengan plastik PVC mengalami chilling injury. Edible coating dari gel lidah buaya memiliki kemampuan mereduksi jumlah mikroba awal pada permukaan tomat, yakni sebesar 2.2 X 107 koloni/cm2 sebelum dilapisi gel lidah buaya menjadi 1.8 X 106 koloni/cm2 setelah dilapisi, sedangkan jumlah kapang dari sebesar 5.4 X 104 koloni/ cm2 menjadi 2.2 X 104 koloni/cm2, namun aktivitas anti-mikroba dan anti-kapang dari gel lidah buaya tersebut tidak mampu menghilangkan mikroba penyebab penyakit antraknosa.

Page 4: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

76

APLIKASI GEL LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) SEBAGAI EDIBLE

COATING PADA PENGAWETAN TOMAT

(Lycopersicon esculentum Mill.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ANDINY KISMARYANTI

F24103124

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 5: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

77

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

APLIKASI GEL LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) SEBAGAI EDIBLE

COATING PADA PENGAWETAN TOMAT

(Lycopersicon esculentum Mill.)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh :

ANDINY KISMARYANTI

F24103124

Dilahirkan pada tanggal 22 Maret 1986

Di Jakarta

Tanggal lulus: 22 Agustus 2007

Menyetujui,

Bogor, Agustus 2007

Dr.Ir. Slamet Budijanto, M.Agr

Dosen Pembimbing Akademik

Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc

Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Page 6: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

78

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22

Maret 1986 sebagai anak pertama dari tiga

bersaudara dari pasangan H. Anwar Pasyah

dan Hj. Saniaty Hadarie. Penulis memiliki

dua orang bernama Nindya Andika Putri dan

Nadya Khoirunnisa. Pendidikan Sekolah

ditempuh dari tahun 1990-1991 di TK

Yasporbi, lalu pada tahun 1991-1997 di SD Bhakti Jakarta, kemudian melanjutkan

Sekolah Menengah Pertama di SLTPN 111 Jakarta hingga tahun 2000. pada

tahun 2000-2003 penulis melanjutkan Sekolah Menengah Umum di SMU N 78

Jakarta hingga tamat.

Penulis diterima sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor pada tahun

2003 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis merupakan anggota HIMITEPA

selama periode 2005 – 2006. Pelatihan dan seminar yang pernah diikuti penulis

adalah seminar dan pelatihan HACCP (Hazard Analytical Critical Control Point)

yang diselenggarakan oleh Mbrio, seminar Keamanan Pangan, seminar Pangan

Halal, seminar Entreptreneurship, dan seminar FGW Student Forum Milk and

Milk Product.

Page 7: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

79

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbi’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada

Allah SWT pemilik jiwa dan raga ini atas Ridho serta atas rahmat dan karunian-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian yang penulis lakukan

sebagai syarat mendapatkan gelar sarjana di Instutut Pertanian Bogor, berjudul

“Aplikasi Gel Lidah Buaya (Aloe vera L.) sebagai Edible Coating pada

Pengawetan Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)” yang telah dilaksanakan

dari bulan Januari 2007 sampai Agustus 2007 di Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, FATETA-IPB.

Selama kegiatan penelitian maupun penulisan skripsi ini tentu tak lepas

dari bantuan berbagai pihak. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima

kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak (H. Anwar Pasyah), ibu (Hj. Saniaty Hadarie), dan adik-adikku

(Nindya dan Nadya) yang tak pernah bosan memberi bimbingan,

dorongan (material, spiritual), doa serta limpahan kasih sayang yang tak

akan pernah terbalas.

2. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr, sebagai dosen pembimbing akademik

yang telah banyak memberi bimbingan dan dukungan selama penulis

menjalani pendidikan dan selama penulis melakukan tugas akhir sampai

penulisan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Sukarno, Msi, sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi

bimbingan selama penulis menjalani sidang skripsi.

4. Dr. Ir. M. Arpah, Msi, sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi

bimbingan selama penulis menjalani sidang skripsi.

5. Teman seperjuangan dan sebimbingan Rucitra W, Andal K, mba Ofi, mba

Olly, dan Irma Pratiwi.

6. Teman-teman terbaikku, Evanda, Annisa, Ocha, Riska, Andiny, Wati,

Insani, Irma bo, Abdy, Indach dan Dian, serta sahabat-sahabat terbaikku

Dila, Intan, Hanny, Nera, Tika, Rita, dan Gabby atas dukungannya,

perhatian, serta kasih sayang disaat susah maupun senang, terima kasih

Page 8: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

80

atas segala kenangan indah yang pernah ada kawan, kisah kita adalah

sebuah kisah klasik untuk masa depan.

7. Teman-teman TEP ,TIN ,38, 39, 40 dan 41

8. Teman-teman ITP 39 dan 40, Oneth, Erik, Nooy, Arie, Tillo, Chitra,

Wayan, Ade, Mona, Adiput, Steph, Tatan, Denang, Gilang, Aca, Ryal,

Widi, Teddy, Meiko, Kanin, Martin, Aji, especially buat golongan D,

Andal, Dian, Sarwo, Usman, Arga, Andreas, Agus, Santo, Ekus, Angel,

Lasty, Gading, Maya, Anis, Ika, Mae, Bos Mardi, Intan, Nana, Pau2,

Dhea, Andrea, atas segala kegembiraan disaat praktikum dan kuliah.

9. Ubaidillah Trianto, atas segala dukungan dan perhatian kepada penulis.

10. Temen-temen di Fits, mbak Febri, mbak Iin, mas Jejen, mas Narto, mas

Harsono, mang Ujang dan temen-temen lainnya. Terimakasih atas semua

bantuan yang telah diberikan.

11. Semua teknisi dan laboran. Pak Sobirin, Pak Koko, Pak Rojak, Teh Ida,

Bu Rubiyah, Pak Mul, Mas Edy, Bu Antin. Terima kasih atas bantuannya.

12. Penghuni Dwi Regina (Dhilah, Velma, Nila, Revi, Elis, Anny, Lisya,

Chitra, Upil, Yanti, Lina, Era) yang telah memberikan dukungan dan

menciptakan lingkungan yang kondusif bagi penulis sehingga

memudahkan dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Dosen IPB dan ITP-FATETA periode 2003-2007 atas segala pengajaran

dan pendidikan serta kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis.

Semoga skripsi hasil penelitian akhir ini dapat memberika banyak manfaat

bagi yang memerlukannya. Akhirnya kritik dan saran sangat penulis harapkan

demi perbaikan tulisan selanjutnya. Serta mohon ma’af atas segala kesalahan dan

kekurangan dalam skripsi ini.

Bogor, Agustus 2007

Penulis

Page 9: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

81

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................. i

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. ix

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG ...................................................................... 1

B. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ..................................... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TOMAT ............................................................................................ 3

1. Botani Tomat ................................................................................. 3

2. Pasca Panen Tomat ........................................................................ 5

B. ALOE VERA ..................................................................................... 10

C. EDIBLE COATING ............................................................................ 13

D. EDIBLE FILM BERDASARKAN POLISAKARIDA ..................... 14

E. ISOLAT PROTEIN KEDELAI ......................................................... 15

F. INTERAKSI PROTEIN-POLISAKARIDA ..................................... 19

G. PLASTICIZER .................................................................................... 20

H. PENGEMASAN ............................................................................... 21

I. PENYIMPANAN ............................................................................... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT ....................................................................... 25

B. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................ 25

1. Pembuatan Gel dari Pelepah Daun Aloe vera L ........................... 25

2. Pengujian Umur Simpan Gel terhadap Mutu Coating .................. 27

3. Formulasi Gel Aloe vera L.

Untuk Aplikasi Coating Pada Tomat ............................................ 29

4. Penentuan Umur Simpan Tomat Segar dengan Perlakuan

Aloe vera Gel Coating, Pengemasan, dan Suhu ........................... 29

Page 10: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

82

Halaman

C. METODE ANALISIS ....................................................................... 30

1. Analisis Sifat Fisik ........................................................................ 30

2. Analisis Sifata Kimia .................................................................... 30

3. Uji Mikrobiologi ........................................................................... 31

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pembuatan Edible Coating dari Gel Lidah Buaya .............................. 32

2. Pengujian Umur Simpan Gel terhadap Mutu Coating ........................ 35

3. Formulasi Gel Aloe vera L.

Untuk Aplikasi Coating Pada Tomat .................................................. 39

4. Penentuan Umur Simpan Tomat Segar dengan Perlakuan

Aloe vera Gel Coating, Pengemasan, dan Suhu ................................ 42

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN .................................................................................. 67

B. SARAN .............................................................................................. 68

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 69

LAMPIRAN................................................................................................... 74

Page 11: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

83

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Kandungan dan komposisi buah tomat tiap 100 gr

bahan yang dapat dimakan ............................................................ 4

Tabel 2. Komponen bioaktif yang terkandung pada Aloe vera L ............... 12

Tabel 3. Komposisi asam amino produk-produk protein kedelai ............... 17

Tabel 4. Hasil uji mikrobiologi pada tomat segar ....................................... 64

Tabel 5. Hasil uji mikrobiologi pada tomat segar

yang telah dilapisi gel lidah buaya ............................................... 64

Page 12: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

84

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Perbandingan tingkat kematangan tomat berdasarkan warna................................................................. 7 Gambar 2. Struktur moleku acemannan..................................................... 13 Gambar 3. Struktur molekul protein kedelai........................................... 19

Gambar 4. Diagram alir pembuatan gel Aloe vera..................................... 27 Gambar 5. Diagram alir pengaplikasian Aloe vera coating pada tomat.... 28

Gambar 6. Perlakuan pemanasan dan penambahan asam pada gel lidah buaya........................................................................................ 34 Gambar 7. Grafik pengaruh umur simpan gel (1 hari) Terhadap persentase susut bobot tomat.................................... 36 Gambar 8. Grafik pengaruh umur simpan gel (2 hari) Terhadap persentase susut bobot tomat.................................... 36 Gambar 9. Grafik pengaruh umur simpan gel (6 hari) Terhadap persentase susut bobot tomat.................................... 37 Gambar 10. Grafik pengaruh umur simpan gel (7 hari) Terhadap persentase susut bobot tomat.................................. 37 Gambar 11. Grafik perbandingan laju respirasi antara tomat yang dilapisi dan yang tidak........................................... 38 . Gambar 12. Grafik perbandingan persentase susut bobot tomat pada berbagai formula coating................................................ 40 . Gambar 13. Kerusakan fisik pada buah tomat.......... ................................ 42 Gambar 14a. Grafik pengaruh pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap susut bobot tomat selama penyimpanan. 44 Gambar 14b. Grafik perbandingan rata-rata susut bobot pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21............................... .. 44

Page 13: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

85

Halaman

Gambar 15a. Grafik pengaruh pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap kelunakan tekstur tomat selama penyimpanan............................................................. 47 Gambar 15b. Grafik perbandingan rata-rata kelunakan tekstur pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0..................................... 47 Gambar 15c. Grafik perbandingan rata-rata kelunakan tekstur pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21................................... 48 Gambar 16a. Grafik pengaruh pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap total padatan terlarut tomat selama penyimpanan............................................................. 51 Gambar 16b. Grafik perbandingan rata-rata total padatan terlarut pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0..................................... 51 Gambar 16c. Grafik perbandingan rata-rata total padatan terlarut pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21................................... 52 Gambar 17a. Grafik pengaruh pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap derajat keasaman tomat selama penyimpanan............................................................. 53 Gambar 17b. Grafik perbandingan rata-rata derajat keasaman pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0..................................... 54 Gambar 17c. Grafik perbandingan rata-rata derajat keasaman pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21................................... 54 Gambar 18a. Grafik pengaruh pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap warna merah tomat selama penyimpanan............................................................. 57 Gambar 18b. Grafik perbandingan rata-rata warna merah pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0..................................... 57

Page 14: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

86

Halaman Gambar 18c. Grafik perbandingan rata-rata warna merah pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21................................... 58 Gambar 19a. Grafik pengaruh pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap warna kuning tomat selama penyimpanan............................................................. 59 Gambar 19b. Grafik perbandingan rata-rata warna kuning pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0..................................... 59 Gambar 19c. Grafik perbandingan rata-rata warna kuning pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21................................... 60 Gambar 20a. Grafik pengaruh pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap kecerahan warna tomat selama penyimpanan............................................................. 61 Gambar 20b. Grafik perbandingan rata-rata kecerahan warna pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0..................................... 61 Gambar 20c. Grafik perbandingan rata-rata kecerahan warna pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel , pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21................................... 62 Gambar 21. Tomat yang terkena penyakit antraknosa................................ 66

Gambar 22. Chilling injury: Pencoklatan pada bibit................................... 66

Page 15: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

87

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Data susut bobot tomat (%) dengan perlakuan pelapisan gel lidah buaya pada umur tertentu........................ 74 Lampiran 2. Data susut bobot tomat yang diberi perlakuan pelapisan dengan berbagai formula gel .................................. 76 Lampiran 3. Data hasil pengamatan pada percobaan penentuan umur simpan tomat dengan perlakuan pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, serta penyimpanan pada suhu berbeda. ........................................... 81 Lampiran 4. Data susut bobot tomat pada hari ke-0 dan hari ke-21 ........... 84

Lampiran 5. Data kelunakan tekstur tomat pada hari ke-0 dan hari ke-21. 85

Lampiran 6. Data total padatan terlarut tomat pada hari ke-0 dan hari ke-21 ......................................................... 86 Lampiran 7. Data derajat keasaman tomat pada hari ke-0 dan hari ke-21. . 87

Lampiran 8. Data nilai kecerahan warna tomat pada hari ke-0 dan hari ke-21 .......................................................... 88 Lampiran 9. Data warna merah tomat (skala a) pada hari ke-0 dan hari ke-21 .......................................................... 89 Lampiran 10. Data warna kuning tomat (skala b) pada hari ke-0 dan hari ke-21 .......................................................... 90 Lampiran 11. Tabel hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan susut bobot tomat pada perlakuan penyimpanan gel lidah buaya untuk aplikasi coating............. 91 Lampiran 12. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap susut bobot tomat dengan berbagai perlakuan formula coating. ..................................... 92 Lampiran 13. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap susut bobot tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21 ........... 94

Page 16: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

88

Halaman Lampiran 14. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kelunakan tekstur tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0............... 95 Lampiran 15. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kelunakan tekstur tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21 ............ 96

Lampiran 16. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap total padatan terlarut tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0.................................................................... 97 Lampiran 17. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap total padatan terlarut tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21 ........................................................................ 98 Lampiran 18. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap derajat keasaman tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0 .......................................................................... 99 Lampiran 19. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap derajat keasaman tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21 ........................................................................ 100 Lampiran 20. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kemerahan warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0 .......................................................................... 101 Lampiran 21. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kemerahan warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21......................................................................... 102 Lampiran 22. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kekuningan warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0.......................................................................… 103 Lampiran 23. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kekuningan warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21…...................................................................... 104

Page 17: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

89

Halaman

Lampiran 24. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kecerahan warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0…………………………………........……… 105 Lampiran 25. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kecerahan warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21....................................................................... 106

Page 18: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

90

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, dan serat gizi yang

dibutuhkan oleh masyarakat. Seiring dengan perkembangan jaman,

kesadaran masyarakat akan kesehatan serta pentingnya nilai gizi dalam

makanan yang mereka konsumsi semakin meningkat. Kesadaran masyarakat

akan pola hidup sehat menyebabkan kebutuhan akan sayuran meningkat

juga. Peningkatan ini dapat dilihat dari semakin tingginya permintaan akan

sayuran yang bermutu tinggi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik di

dalam maupun di luar negeri. Pasar luar negeri dan pasar modern

(supermarket, hypermarket, hotel dan restoran) menuntut adanya sayuran

segar yang bermutu tinggi, yakni memiliki penampakan baik, relatif tahan

lama, dan tidak cepat layu selama penyimpanan. Kualitas sayuran tersebut

hanya mungkin dipenuhi dengan adanya penanganan pasca panen yang baik

termasuk usaha untuk dapat memperpanjang tingkat kesegaran.

Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk menghambat

kerusakan sayuran antara lain dengan cara melakukan modifikasi kemasan

sayuran dan penyimpanan dengan suhu rendah. Salah satu cara yang juga

dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan sayuran, namun tetap

dapat mempertahankan mutu, adalah dengan mengaplikasikan edible film

pada sayuran tersebut. Edible film sangat berpotensi untuk meningkatkan

shelf life dari sayuran karena secara teori pengaplikasian edible film akan

membentuk suatu coating yang mampu berperan sebagai barrier agar tidak

kehilangan kelembaban, bersifat permeabel terhadap gas-gas tertentu, serta

mengontrol migrasi komponen-komponen larut air yang dapat menyebabkan

perubahan pigmen dan komponen nutrisi sayuran ( Krochta, et al., 1994).

Pengaplikasian edible coating yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah pembuatan edible film yang berasal dari gel tanaman Aloe vera. Aloe

vera merupakan tanaman serbaguna yang akhir-akhir ini, selain digunakan

sebagai bahan baku industri shampoo (kosmetik), juga mulai diolah menjadi

aneka produk makanan. Aloe vera juga telah dilaporkan mengandung

Page 19: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

91

beberapa senyawa bioaktif yang bersifat antimikroba dan dapat

menyembuhkan luka jaringan sehingga diharapkan pada pengaplikasian gel

Aloe vera sebagai edible coating mampu mempertahankan mutu serta

memperpanjang masa simpan sayuran tersebut. Aplikasi gel Aloe vera

sebagai edible coating telah dicoba sebelumnya pada buah anggur dengan

menggunakan gel Aloe vera yang dilarutkan dengan sejumlah air (Valverde,

et al., 2005). Sayuran yang akan dijadikan sebagai objek penelitian ini

adalah sayuran tomat karena mudah untuk ditanam, bersifat responsif

terhadap berbagai perlakuan eksperimen, dan sangat berpotensi untuk

dikomersialkan baik didalam maupun luar negeri.

B. TUJUAN DAN MANFAAT

a. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mempelajari pembuatan edible film

dari gel tanaman lidah buaya ( Aloe vera L. ) dan pengaruhnya

terhadap tomat serta untuk mempertahankan mutu dan

memperpanjang masa simpan tomat tersebut.

b. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannya penelitian ini, diharapkan diperoleh

teknologi proses penanganan pasca panen sayuran yang dapat

diaplikasikan pada skala usaha kecil menengah sehingga dapat

meningkatkan daya saing produk sayuran Indonesia di pasar global.

Page 20: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

92

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TOMAT

1. Botani Tomat

Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) merupakan

tumbuhan setahun yang biasanya tumbuh di dataran tinggi. Tanaman

tomat memiliki morfologi seperti semak atau tanaman perdu dan

tingginya dapat mencapai 2 m. Daerah perakaran dapat mencapai 1.5

m, warna batang hijau dan permukaannya ditutupi oleh bulu. Daun

tomat merupakan daun majemuk dengan jumlah 5-9 helai, berbentuk

oval, sisi-sisinya bergerigi dan menyirip dengan ukuran panjang 15-30

cm serta lebar 10-25 cm. Bunga tomat bersifat hemafrodit dengan lima

helai kelopak berwarna hijau dan lima helai mahkota bunga yang

berwarna kuning (Salasa, 2005)

Menurut Tugiyono (1993), berdasarkan bentuk buahnya

tomat komersial dibedakan atas beberapa tipe, yakni tomat biasa

(Lycopersicon commune) yang buahnya berbetuk bulat pipih dan tidak

teratur, tomat kentang (Lycopersicon grandifolium) dengan buah yang

berbentuk padat, besar, dan menyerupai apel berukuran kecil, tomat

gondol (Lycopersicon validium) dengan buah yang berbentuk agak

lonjong, keras, dan berkulit tebal, serta tomat apel (Lycopersicon

pyriforme) dengan buah yang berbentuk bulat, kuat, sedikit keras, dan

menyerupai apel.

Secara sistematis, tanaman tomat dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

Divisi : Spermatophyta

Sub-divisi : Angiospermae

Kelas : Dycotiledone

Ordo : Tubiflorae

Famili : Solanaceae

Genus : Lycopersicon

Spesies : Lycopersicon esculentum Mill.

Page 21: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

93

Tanaman tomat dapat tumbuh dengan baik jika ditanam

pada tanah yang gembur, mengandung banyak humus, dan sedikit

mengandung pasir, kadar keasamannya (pH) antara 5-6, serta dengan

pengairan yang cukup. Suhu yang sesuai untuk pertumbuahan tanaman

tomat adalah 20-30° C pada siang hari dan 18-24° C (Rubatzky dan

Yamaguchi, 1997).

Tomat merupakan sayuran buah yang banyak dikonsumsi

oleh manusia, baik dalam keadaan segar maupun setelah diolah

terlebih dahulu, karena banyak mengandung vitamin, mineral, dan

antioksidan. Kandungan zat gizi pada buah tomat secara lengkap dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan dan komposisi buah tiap 100 gram bahan yang

dapat dimakan*

*Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981)

Menurut SNI Tomat Segar No. 01-3162-1992, standar mutu

buah tomat segar komersial didasarkan, antara lain, pada bobot,

ukuran, warna, tingkat kematangan, kotoran, dan kebusukan.

Kandungan Zat

Gizi

Macam Tomat

Buah muda Buah masak Sari buah

Energi (kal)

Protein (g)

Lemak (g)

Karbohidrat (g)

Kalsium (mg)

Fosfor (mg)

Zat besi (mg)

Vitamin A (SI)

Vitamin B1 (mg)

Vitamin C (mg)

Air (g)

23

2

0.70

2.30

5

27

0.50

320

0.07

30

93

20

1

0.30

4.20

5

27

0.50

1500

0.06

40

91

15

1

0.20

3.50

7

15

0.40

600

0.06

10

94

Page 22: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

94

2. Pasca-panen Tomat

Pemanenan buah tomat pada umumnya dilakukan saat

tanaman berumur 70-100 hari setelah tanam. Waktu pemanenan ini

juga ditentukan berdasarkan varietas, tujuan pemasaran, dan waktu

pengangkutan. Setelah panen, tomat lebih mudah mengalami

kerusakan, baik secara fisik maupun kimia. Produksi tomat di

Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun, tetapi jumlah

tomat yang rusak, selama penyimpanan dan pengangkutan,

mencapai 50% dari produksi tomat pertahunnya (Tugiyono, 1993).

Oleh karena itu, parameter-parameter yang mempengaruhi proses

pemasakan buah selama penyimpanan dan pengangkutan setelah

panen perlu diperhatikan untuk mempertahankan standar mutu

buah tomat komersial siap konsumsi. Standar mutu buah tomat

pasca-panen amat dipengaruhi oleh faktor biologis dan faktor

lingkumgan selama proses pematangannya. Faktor biologis

meliputi laju respirasi, produksi etilen, serta laju transpirasi

(kehilangan air). Faktor lingkungan meliputi suhu, kelembaban,

dan komposisi atmosfer sekitar.

Respirasi merupakan suatu proses pemecahan unsur-unsur

organik seperti karbohidrat, protein dan lemak menjadi energi.

Pemecahan substrat dasar ini menggunakan oksigen (O2) dan

menghasilkan karbondioksida (CO2). Laju respirasi berbanding

lurus dengan laju penurunan mutu produk yang dipanen. Respirasi

dipengaruhi oleh faktor lingkungan dimana produk tersebut

disimpan, misalnya cahaya, tekanan bahan kimia seperti fumigan,

radiasi, tekanan air, tingkat pertumbuhan, patogen perusak.

Sedangkan faktor yang paling penting dalam pasca panen adalah

suhu, komposisi atmosfir, dan tekanan fisik (Saltveit, 1996).

Pantastico (1986), melaporkan bahwa laju respirasi

merupakan petunjuk yang baik untuk mengetahui daya simpan

Page 23: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

95

buah setelah panen karena dapat menggambarkan proses

metabolisme buah. Pola respirasi buah dibagi menjadi dua

kelompok, yakni buah klimakterik dan buah non-klimakterik. Buah

tomat termasuk buah dengan pola respirasi klimakterik, yaitu pola

respirasi yang ditandai dengan terjadinya peningkatan laju respirasi

dan produksi etilen secara cepat dan bersamaan selama proses

pematangan (Rhodes, 1986). Menurut Muchtadi dan Sugiyono

(1992), laju respirasi rendah selama periode pra-klimakterik, lalu

selama periode klimakterik laju respirasi akan meningkat dengan

cepat hingga maksimum dan pematangan buah pun dimulai.

Kemudian, laju respirasi akan turun kembali pada saat memasuki

fase pasca klimakterik, proses sintesis praktis terhenti, proses

dekomposisi menjadi aktif, dan buah mulai mengalami

pembusukan. Puncak respirasi klimakterik tomat terjadi pada

tingkat merah jambu tua (Pantastico, 1986).

Etilen merupakan suatu gas yang dihasilkan secara alami

dari metabolisme tanaman dan dapat mempengaruhi proses

fisiologis tanaman tersebut. Produksi etilen erat kaitannya dengan

aktivitas respirasi, yakni apabila produksi etilen meningkat maka

aktivitas respirasi juga akan meningkat, yang ditandai dengan

meningkatnya penyerapan oksigen (Kartasaputra, 1989). Etilen

dapat menginduksi perubahan dalam permeabilitas dari membran

mitokondria, sehingga menyebabkan peningkatan pergerakan dari

ATP. Peningkatan pergerakan ATP ini dapat menginduksi

beberapa reaksi yang dapat meningkatkan laju respirasi.

Peningkatan laju respirasi yang terjadi akan meningkatkan kembali

produksi etilen pada buah, namun ada satu fase tertentu di dalam

proses pematangan buah tersebut dimana produksi etilen akan

menurun (Salasa, 2005).

Buah tomat akan mengalami perubahan-perubahan, baik

secara fisik maupun kimia, seiring dengan proses pematangannya.

Page 24: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

96

Perubahan kimia yang terjadi selama proses pematangan antara

lain :

1. Perubahan warna

Warna hijau pada buah tomat yang belum matang

merupakan warna dari klorofil hasil fotosintesis selama masa

pematangan buah (Hobson dan Davies, 1971). Ketika

memasuki tahap pematangan, tomat akan memproduksi lebih

banyak pigmen karoten dan xantofil sehingga warnanya lebih

terlihat jingga seiring dengan semakin menurunnya kandungan

klorofil. Warna buah akan semakin merah seiring dengan

semakin matangnya buah tomat tersebut, hal ini terjadi karena

produksi komponen likopen yang juga semakin meningkat

(Hobson dan Davies, 1971). Pengelompokan warna buah tomat

berdasarkan tingkat kematangannya dapat dilihat pada Gambar

1 di bawah ini.

Gambar 1. Perbandingan tingkat kematangan tomat berdasarkan

warna

2. Perubahan karbohidrat menjadi gula

Karbohidrat yang terkandung dalam buah tomat akan

terhidrolisis menjadi glukosa, fruktosa, dan sukrosa selama

proses pematangan buah, namun setelah itu kandungan gulanya

akan menurun karena telah melewati batas kematangannya

(Hobson dan Davies, 1971).

Green Breakers Turning Pink Light Red Red

Fase

hijau

Fase

masak

hijau

Fase pecah

warna

Fase matang

Page 25: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

97

3. Perubahan kandungan asam-asam organik

Asam-asam organik yang terkandung dalam buah tomat

akan semakin berkurang seiring dengan proses pematangan

tomat, hal ini dikarenakan sel buah tomat yang sudah

berkurang kemampuannya untuk memproduksi asam-asam

tersebut. Selain itu, asam-asam organik ini juga akan berkurang

selama penyimpanan (Barkey, 1998).

4. Perubahan kandungan asam amino

Selama proses pematangan, total asam amino bebas

relatif tetap, namun kandungan asam aspartat dan asam

glutamat meningkat tajam (Hobson dan Davies, 1971).

5. Perubahan kandungan protein (Hobson dan Davies, 1971).

Kandungan total nitrogen pada tomat selama pematangan

dilaporkan secara berbeda-beda. Yu et al. (1967) melaporkan

bahwa total nitrogen akan meningkat seiring dengan pematangan,

tetapi data yang diberikan oleh para peneliti ini tidak konsisten.

Rowan et al. (1958) menyatakan bahwa sebelum respirasi

mencapai puncaknya, kandungan total nitrogen tomat akan

meningkat namun akan segera turun drastis segera setelah puncak

respirasinya. Data bukti objektif penelitian yang dilakukan oleh

Rowan et al. ini juga masih tidak konsisten

6. Perubahan komponen volatil

Substansi pereduksi komponen volatil akan meningkat

seiring dengan proses pematangan buah (Hobson dan Davies,

1971).

Page 26: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

98

7. Pembusukan akibat adanya kontaminasi mikroba

Mikroba kontaminan yang sering terdapat pada buah

tomat segar antara lain Enterobacter, Alternaria, Penicillium,

Cladosporium, Fusarium, dan Bortrytis cinerea (Beuchat,

1998).

Transpirasi adalah proses keluarnya air dari jaringan

tanaman yang merupakan penyebab utama dari kerusakan sayuran

sehingga kesegaran sayuran akan menurun. Kehilangan air dapat

menyebabkan penyusutan secara kualitas dan kuantitas sayuran

(kekerutan, pelunakan, hilangnya kerenyahan, dan susut bobot).

Laju transpirasi dipengaruhi faktor internal meliputi karakteristik

morfologi, rasio luas permukaan dan volume, luas permukaan yang

terinfeksi maupun tingkat kematangan dan faktor eksternal atau

lingkungan meliputi suhu, kelembaban, pergerakan udara (angin)

maupun tekanan udara.

Selain faktor biologis di atas, faktor lingkungan juga

memegang peranan penting untuk mengendalikan kerusakan buah

tomat akibat proses pematangan. Suhu merupakan faktor

lingkungan/eksternal yang sangat mempengaruhi laju penurunan

mutu sayuran. Setiap peningkatan suhu 100 C di atas batas

optimum, kecepatan penurunan mutu dapat meningkat 2 – 3 kali

lipat. Suhu juga mempengaruhi produksi etilen, laju respirasi, dan

transpirasi. Kisaran suhu yang sering digunakan dalam

penangangan pasca panen adalah 0–30oC, dimana peningkatan

suhu menyebabkan respirasi meningkat. Pengontrolan suhu dalam

rangka pengendalian laju respirasi dari produk sangat penting

sehubungan dengan usaha memperpanjang umur simpan dari

komoditas yang disimpan.

Kelembaban akan berpengaruh pada laju transpirasi buah,

tergantung dari suhu dan laju pergerakan udara disekitarnya.

Pengaturan komposisi atmosfer, seperti pengurangan oksigen (O2)

Page 27: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

99

dan peningkatan karbondioksida (CO2), selama penyimpanan dapat

mengurangi laju respirasi dan reaksi metabolik lainnya, misalnya

dengan mengaplikasikan Modified Atmosphere Packaging (MAP)

atau Controlled Atmosphere Storage (CAS).

B. ALOE VERA

Aloe vera (lidah buaya) merupakan tanaman yang banyak tumbuh

pada iklim tropis ataupun subtropis dan sudah digunakan sejak berabad-

abad lalu karena fungsi pengobatannya. Secara sistematis, tumbuhan lidah

buaya ini diklasifikasikan sebagai berikut :

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Liliopsida

Ordo : Asparagales

Famili : Asphodelaceae

Genus : Aloe L.

Spesies : Aloe vera L.

Aloe vera L. memiliki ciri-ciri morfologi pelepah daun yang

runcing dan permukaan yang lebar, berdaging tebal, tidak bertulang,

mengandung getah, permukaan pelepah daun dilapisi lilin, bersifat

sukulen, berat rata-rata per pelepah adalah sekitar 0.5-1 kg. Produktivitas

tanaman lidah buaya ini di Kalimantan mencapai 6-7 ton per hektar setiap

kali panen. Masa panen lidah buaya sekitar 10-12 bulan setelah tanam

(BST) sehingga dalam satu tahun tanaman ini dapat dipanen sebanyak 4

kali (3 bulan sekali). Tanaman lidah buaya ini akan terus menghasilkan

pelepah daun hingga 7-8 tahun.

Yaron (1991), melaporkan bahwa pelepah tanaman Aloe vera L. ini

terdiri dari beberapa bagian utama, yakni mucilage gel dan exudate

(lendir). Bagian utama mucilage gel terdiri atas berbagai macam

polisakarida (glucomannan, acetylated glucomannan, acemannan,

galactogalacturan, dan galactoglucoarabinomannan), mineral (calcium,

magnesium, potassium, sodium, iron, zinc, dan chromium), protein (enzim

pectolytic, aloctin dan lectin (glikoprotein), serta jenis protein lain), ß-

Page 28: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

100

sitosterol, hidrokarbon rantai panjang, dan ester. Bagian utama exudate

(lendir) terdiri atas yellow sap (lendir berwarna kuning) dan lendir tidak

berwarna. Yellow sap mengandung berbagai komponen seperti

anthraquinone beserta turunannya, aloin (barbaloin), dan aloe-emodin,

sedangkan lendir tidak berwarna mengandung berbagai jenis komponen

fenolik. Struktur molekul acemannan dapat dilihat pada Gambar 2.

Setelah diteliti lebih lanjut ternyata zat-zat yang terkandung dalam

gel Aloe vera tersebut memiliki aktivitas antara lain sebagai anti-mikroba,

penurun kolesterol darah, anti-diabetes, anti-kanker, anti-virus, mencegah

chilling injury, serta dapat menyembuhkan luka dan mencegah peradangan

(anti-inflammatory) (Reynolds dan Dweck, 1999). Aktivitas anti-

inflammatory pada gel lidah buaya ini disebabkan adanya senyawa

mannosa-6-phosphat yang terkandung didalam acemannan lidah buaya

tersebut (Davis et al, 1994). Kandungan senyawa lectin (glikoprotein)

serta acemannan dalam gel lidah buaya ternyata juga dapat menghambat

pertumbuhan sel-sel tumor pada tikus seperti yang telah diteliti oleh

Winters et al. (1981). Fungsionalitas zat terkandung dalam Aloe vera L. ini

juga makin diperkuat dengan adanya penelitian dari Mousa et al. (1999),

yang menyatakan bahwa gel tanaman ini bersifat anti-fungal terhadap

Penicillium digitatum, Penicillium expansum, Bortrytis cinerea, Alternaria

alternate, Aspergillus niger, C. herbarum, dan Fusarium moniliforme.

Komponen bioaktif yang terkandung dalam Aloe vera L. dapat dilihat pada

Tabel 3.

Page 29: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

101

Tabel 2. Komponen bioaktif yang terkandung pada Aloe vera L.

*Sumber : Reynolds dan Dweck (1999).

Kini, penggunaan gel Aloe vera telah diaplikasikan di industri

pangan sebagai ingridien pangan fungsional, dan salah satunya dengan

menjadikan gel Aloe vera sebagai bahan untuk membentuk edible coating

alami. Hasil penelitian Valverde et al. (2005) membuktikan bahwa gel

Aloe vera sebagai edible coating dapat berperan baik dalam menahan laju

respirasi dan beberapa perubahan fisiologis akibat proses pematangan pada

buah anggur selama penyimpanan.

Berdasarkan penelitian mereka, edible coating lidah buaya bersifat

higroskopis sehingga mampu menjaga kelembaban dinding sel buah.

Coating dari gel ini juga bersifat permeabel terhadap transfer gas dan air,

serta dapat mencegah chilling injury. Gel lidah buaya ini juga terbukti

dapat mereduksi aktivitas enzim pada dinding sel buah anggur sehingga

mengurangi reaksi browning dan pelunakan tekstur. Selain itu, senyawa

antimikroba yang terkandung dalam gel lidah buaya ternyata mampu

mencegah proliferasi mikroba pada buah anggur tersebut. Umur simpan

buah anggur tersebut akan bertambah ± 4 hari jika disimpan pada suhu

Komponen bioaktif Fungsionalitas

Acemannan

Anti-inflammatory, wound healing, anti-kanker, anti-virus, UV sunburn

Glikoprotein Anti-diabetes, anti-kanker

Aloe emodin Anti-kanker, anti-mikroba

Lectin Anti-inflammatory, wound healing, anti-kanker

Barbaloin dan komponen fenolik

Anti-mikroba

Alomicin Anti-kanker

Page 30: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

102

20° C, sedangkan jika disimpan pada suhu 1° C maka umur simpan buah

anggur tersebut akan bertambah hingga ± 28 hari.

Gambar 2. Struktur molekul Acemannan.

C. EDIBLE COATING

Teknik pengawetan buah dan sayuran dengan penggunaan edible

coating sebenarnya sudah dilakukan sejak abad ke-13 di China dimana

buah-buahan pada jaman itu dicelupkan kedalam cairan lilin panas dengan

tujuan fermentasi. Kini, aplikasi edible film digunakan pada buah-buahan

dan sayuran untuk mengurangi terjadinya kehilangan kelembaban,

memperbaiki penampilan, berperan sebagai barrier yang baik (bersifat

selective permeable) untuk pertukaran gas dari produk ke lingkungan atau

sebaliknya, serta memiliki fungsi sebagai antifungal dan antimikroba

(Krochta, et al., 1994). Selain untuk memperpanjang umur simpan, film

atau selaput banyak digunakan karena tidak membahayakan kesehatan

manusia, dapat dimakan serta mudah diuraikan alam (biodegradable).

Edible film dan coating dapat juga diberi warna dan flavor seperti yang

diinginkan. Beberapa edible film komersial Jepang tersedia dalam berbagai

warna dan juga diperkaya dengan vitamin serta zat-zat gizi lainnya untuk

melakukan perbaikan gizi tanpa merusak keutuhan produk pangan

(Rimadianti, 2007)

Menurut Krochta, et al. (1994), secara umum ada tiga kelompok

materi yang biasa digunakan untuk pembuatan film atau coating, yakni

Page 31: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

103

protein, polisakarida, dan lipid (termasuk lilin, emulsifier, serta

turunannya). Formulasi yang dibuat harus terdiri dari komponen-

komponen yang memenuhi kriteria GRAS (Generally Recognized As

Safe).

Menurut Donhowe dan Fennema (1994), metode untuk aplikasi

coating pada buah dan sayuran terdiri dari beberapa cara, yakni metode

pencelupan (dipping), pembusaan, penyemprotan (spraying), penuangan

(casting), dan aplikasi penetesan terkontrol. Metode dipping merupakan

metode yang paling banyak digunakan terutama untuk sayuran, buah,

daging, dan ikan, dimana melalui metode ini produk akan dicelupkan

kedalam larutan yang digunakan sebagai bahan coating.

D. EDIBLE FILM BERDASARKAN POLISAKARIDA

Aplikasi edible coating dengan menggunakan bahan dasar

polisakarida banyak digunakan terutama pada buah dan sayuran karena

memiliki kemampuan bertindak sebagai membran permeabel yang selektif

terhadap pertukaran gas CO2 dan O2 sehingga dapat memperpanjang umur

simpan karena respirasi buah dan sayuran tersebut menjadi berkurang

(Krochta, et al., 1994). Penggunaan polisakarida ini biasanya

dikombinasikan dengan beberapa bahan kimia lainnya yang memiliki

fungsi pendukung dalam memperpanjang umur simpan. Misalnya

penambahan asam askorbat dapat mengurangi aktivitas polifenol oksidase

karena asam askorbat mencegah proses polimerisasi sehingga proses

pencoklatan dapat dicegah. Penambahan potassium sorbat akan berperan

sebagai antimikroba, atau penambahan kalsium klorida untuk

memperbaiki tekstur.

Polisakarida larut air merupakan senyawa polimer berantai panjang

yang dilarutkan kedalam air untuk mendapatkan viskositas larutan yang

cukup kental (Glincksman, 1984). Komponen-komponen inilah yang akan

berperan untuk mendapatkan kekerasan, kerenyahan, kepadatan, kualitas

ketebalan, viskositas, adhesivitas, kemampuan pembentukan gel, serta

mouthfeel yang baik. Selain itu, senyawa ini sangat ekonomis bila

Page 32: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

104

digunakan untuk industri karena mudah didapat dan nontoxic (Krochta, et

al., 1994). Golongan polisakarida yang banyak digunakan sebagai bahan

pembuatan edible film antara lain selulosa, pati dan turunannya, seaweed

extracts, exudate gums, serta seed gums. Film polisakarida yang rendah

kalori dan bersifat nongreasy dapat digunakan untuk memperpanjang

umur simpan buah dan sayuran dengan cara mencegah dehidrasi, oksidasi,

serta terjadinya browning pada permukaan, mengontrol komposisi gas

CO2 dan O2 dalam atmosfer internal sehingga mampu mengurangi laju

respirasi (Krochta et al., 1994).

Gel Aloe vera berpotensi untuk diaplikasikan dalam teknologi

edible coating, karena gel tersebut terdiri dari polisakarida yang

mengandung banyak komponen fungsional yang mampu menghambat

kerusakan pasca panen produk pangan segar, seperti acemannan yang

memiliki aktivitas antiviral, antidiabetes, antikanker, dan antimikroba,

serta meningkatkan proliferasi sel-sel yang terluka. Selain itu, gel Aloe

vera juga mampu menjaga kelembaban dengan cara mengontrol

kehilangan air dan pertukaran komponen-komponen larut air (Dweck dan

Reynolds, 1999). Gel Aloe vera memiliki struktur yang alami sebagai gel

sehingga mudah untuk diaplikasikan sebagai edible film serta murah, tetapi

kendalanya adalah reologi gel Aloe vera yang mudah menjadi encer

sehingga harus ditambahkan filler dari bahan alami lain untuk

mempertahankan konsistensi gelnya.

E. ISOLAT PROTEIN KEDELAI

Protein adalah suatu senyawa makromolekul yang terdiri dari

rantai residu asam amino yang dihubungkan dengan ikatan peptida dan

memiliki berat molekul lebih besar dari 10.000 Da. Selain asam amino,

protein juga mengandung komponen asam amino seperti lemak,

karbohidrat, vitamin, dan lain-lain. Senyawa protein ini merupakan

komponen utama dari kedelai. Protein kedelai terdapat dalam jaringan

kotiledon biji kedelai, dan pada tingkat subseluler protein tersebut

Page 33: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

105

terdistribusi didalam bagian-bagian sel yang disebut sebagai protein tubuh

serta tersebar pula di sekitar sitoplasma (Wibowo, 1996).

Protein kedelai dapat digolongkan sebagai globulin cadangan dan

protein biologis aktif (Meyer dan Williams, 1977). Globulin disebut

sebagai protein cadangan karena tidak memiliki aktivitas biologis,

sedangkan protein lainnya merupakan enzim-enzim intraseluler

(lipoksigenase, urease, amilase), hemaglutinin, protein inhibitor, dan

lipoprotein membran (Kinsella, 1979). Sampai kini protein kedelai belum

sepenuhnya teridentifikasi. Komponen utama dari protein cadangan inilah

yang berpengaruh terhadap mutu produk pangan yang dihasilkan terutama

sifat fisik dan nilai gizinya (Mori et al., 1981).

Penggunaan protein kedelai dalam industri pangan dibedakan

menjadi tiga kelompok berdasarkan kandungan proteinnya, yakni tepung

atau bubuk, konsentrat protein, dan isolat protein kedelai. Isolat potein

kedelai merupakan bentuk protein kedelai yang paing murni karena

kandungan proteinnya melebihi 90%, dan produk ini hampir bebas dari

karbohidrat, serat, serta lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik

bila dibandingkan dengan konsentrat protein ataupun tepung bubuk

kedelai (Wolf, 1975).

Kinsella (1976) melaporkan bahwa protein kedelai terbagi menjadi

empat bagian berdasarkan sifat sedimentasinya, yakni (a) fraksi 2S; terdiri

dari anti-tripsin dan sitokinin (8%), (b) fraksi 7S; terdiri dari

lipoksigenase, amilase, dan globulin (35%), (c) fraksi 11S; terutama terdiri

dari globulin (52%), serta (d) fraksi 15S; terdiri dari polimer protein (5%).

Protein kedelai adalah protein yang paling lengkap susunan asam

aminonya, dengan kualitas protein yang hampir menyamai kualitas protein

hewani (Wilson et al., 1975). Protein kedelai mempunyai susunan asam

amino esensial yang menyerupai susunan asam amino esensial protein

susu (Smith dan Circle, 1980), sedangkan menurut Liener (1978)

kandungan asam amino esensial protein kedelai tidak berbeda jauh dengan

komposisi asam amino standar FAO/WHO, dimana asam amino metionin

Page 34: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

106

sebagai pembatas. Komposisi asam amino produk-produk protein kedelai

dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi asam amino produk-produk protein kedelai*

*Wolf dan Cowan (1996).

Menurut Hurrel (1980), protein merupakan komponen yang

paling aktif dari kebanyakan bahan pangan. Protein dapat bereaksi

dengan gula pereduksi, lemak, zat-zat hasil oksidasi, dan lain-lain.

Hal ini dapat menyebabkan turunnya nilai gizi, munculnya flavor

yang tidak diinginkan, reaksi browning, bahkan timbulnya zat

toksik. Kemampuan protein untuk mengikat komponen pangan lain

penting untuk formulasi makanan ikatan ini menyebabkan gaya

adhesi, pembentukan serat dan film, serta peningkatan viskositas.

Sifat fungsional protein dapat didefinisikan sebagai sifat-sifat

fisiko-kimia di luar sifat nutrisi yang memungkinkan protein

menyumbang karakteristik tertentu pada suatu makanan (Cheftel et

Asam amino g asam amino dalam 16 g N tepung konsentrat isolat

Esensial :

Lisin Metionin

Sistin Triptofan Treonin Isoleusin Leusin

Fenilalain Valin

Non-esensial : Arginin Histidin Tirosin Serin

Glutamat Aspartat Glisin Alanin Prolin

Nitrogen

6.9 1.6 1.6 1.3 4.3 5.1 7.7 5.0 5.4

8.4 2.6 3.9 5.6

21.0 12.0 4.5 4.5 6.3 2.1

6.3 1.4 1.6 1.5 4.2 4.8 7.8 5.2 4.9

7.5 2.7 3.9 5.7

19.8 12.0 4.4 4.4 5.2 1.9

6.1 1.1 1.0 1.4 3.7 4.9 7.7 5.4 4.8

7.8 2.5 3.7 5.5 20.5 11.9 4.0 3.9 5.3 2.0

Page 35: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

107

al., 1985), yang didasarkan pada perilaku komponen protein bila

berinteraksi dengan komponen lain di dalam sistem pangan yang

kompleks selama persiapan, pengolahan, penyimpanan, hingga

konsumsi (Philips dan Beuchat, 1981).

Sifat-sifat fungsional protein dapat diklasifikasikan menjadi

tiga kelompok utama, yaitu (1) sifat hidrasi (interaksi protein-air)

seperti daya ikat air, kebasahan, swelling, daya lekat, kekentalan,

dan kelarutan, (2) sifat yang berhubungan dengan interaksi potein-

protein seperti pembentukan gel, serta (3) sifat-sifat permukaan

seperti emulsifikasi, pembentukan buih, dan tegangan permukaan

(Cheftel et al., 1985).

Sifat-sifat fungional protein dipengaruhi oleh tiga faktor,

yakni faktor intrinsk, lingkungan, dan perlakuan selama proses.

Faktor intrinsik protein meliputi komposisi protein, bentuk protein,

serta jumlah dan keragaman komponen penyusun protein. Faktor

lingkungan meliputi ketersediaan air, ion, lemak, gula, suhu, dan

pH lingkungan. Perlakuan selama proses yang dapat

mempengaruhi sifat fungsional protein adalah pemanasan,

pengeringan, pendinginan, serta modifikasi protein. Sifat-sifat

fungsional ini sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam industri

pangan seperti daya ikat air, kekentalan, emulsifikasi, serta

kemampuan untuk membuat film dan gel (Kinsella, 1979).

Lapisan film atau coating dari isolat protein adalah hasil

polimerisasi protein dan evaporasi pada permukaan antara coating

dan udara. Molekul protein pada coating dibentuk melalui ikatan

disulfida, interaksi hidrofobik, dan ikatan hidrogen. Rantai protein

hdirofobik lebih mengarah ke bagian luar, sedangkan rantai protein

hidrofobik mengarah ke bagian dalam larutan coating (Okamoto,

1978). Fraksi 11S dan 7S dari protein kedelai memiliki

kemampuan membentuk polimer (polimerisasi). Hal ini

mengindikasikan bahwa polimerisasi dari protein berfungsi untuk

menyediakan tempat terjadinya ikatan disulfida. Pemanasan akan

Page 36: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

108

membantu terjadinya polimerisasi protein kedelai dengan

menghancurkan struktur protein sehingga gugus sulfidril dan grup

hidrofobik dapat keluar dari struktur tersier protein. Selain itu,

kondisi alkali juga membantu polimerisasi karena alkali dapat

memutuskan rantai polipeptida dan mendorong pertukaran

sulfidril-disulfida (Kelley dan Pressey, 1966). Gambar struktur

protein kedelai dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur protein kedelai

F. INTERAKSI PROTEIN-POLISAKARIDA DALAM PEMBUATAN

EDIBLE COATING

Karbohidrat secara alami dapat sedikit berinteraksi dengan protein.

Menurut Farnum et al. (1976), interaksi antara protein dan karbohidrat

dapat terjadi karena adanya pembentukkan ikatan ionik dan hidrogen di

dalam struktur film, sedangkan Samanth et al. (1993), menjelaskan bahwa

interaksi polisakarida-protein dapat terjadi karena pembentukan kompleks

elektrostatik. Contohnya pada polisakarida anionik, CMC, akan berekasi

kuat pada pH 6 dengan mioglobin daripada dengan Bovine Serum Albumin

(BSA), dimana pada pH tersebut mioglobin bermuatan positif sedangkan

BSA bermuatan negatif. Ketergantungan muatan ini menyarankan adanya

keterlibatan grup karboksilat dari polisakarida dan residu asam amino

yang bermuatan positif seperti έ-amino, α-amino, guanidium, dan imidizol.

Page 37: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

109

Kekuatan interaksi yang sebenarnya sangat tergantung pada jumlah dan

distribusi sisi-sisi tersebut. Proses denaturasi akibat pemanasan atau

penambahan alkali dapat menyebabkan jumlah sisi-sisi tersebut meningkat

karena terbebaskan dari strukturnya sehingga dapat memaksimalkan

interaksi dan menghasilkan kompleks yang stabil (Imeson et al., 1977).

G. PLASTICIZER

Plasticizer didefinisikan sebagai substansi non-volatil, memiliki

titik didih yang tinggi, dan jika ditambahkan ke dalam suatu materi dapat

mengubah sifat fisik dan/atau sifat mekanik materi tersebut. Plasticizer

diteorikan dapat mengurangi gaya intermolekuler sepanjang rantai

polimer, sehingga mengakibatkan fleksibilitas edible film meningkat,

namun juga mengakibatkan turunnya permeabilitas film tersebut (Banker,

1966).

Sedangkan menurut Lieberman dan Gilbert (1973), senyawa poliol

seperti gliserol dan sorbitol efektif sebagai plasticizer karena

kemampuannya mengurangi ikatan hidrogen internal pada ikatan

intermolekuler sehingga dapat melunakkan struktur film, meningkatkan

mobilitas rantai biopolimer, dan memperbaiki sifat mekanik film. Gliserol

dan sorbitol adalah bahan humektan, dan bagian dari aksi plasticizing

berasal dari kemampuan mereka untuk menahan air pada edible film

tersebut.

Gliserol adalah senyawa alkohol polihidrat dengan tiga buah gugus

hidroksil dalam satu molekul. Rumus kimia gliserol adalah C3H8O3

dengan nama kimia 1,2,3-propanatriol. Gliserol memiliki berat molekul

92.10 gr/mol, massa jenis 1.23 g/cm3, titik didihnya 204°C, berbentuk

cair, tidak berbau, tidak berwarna, higroskopis, dan dapat larut dalam air

serta alkohol (Kumalasari, 2005). Gliserol dihasilkan sebagai produk

samping dalam pembuatan sabun. Penambahan gliserol dalam pembuatan

edible film akan meningkatkan fleksibilitas dan permeabilitas film

terhadap gas, uap air, serta gas terlarut. Selain itu, gliserol juga befungsi

sebagai penyerap air dan pembentuk kristal (Kumalasari, 2005).

Page 38: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

110

Sorbitol atau biasa disebut D-glusitol (C6H14O6) merupakan gula

alkohol hasil reduksi dari karbohidrat yang memiliki gugus poliol. Sorbitol

biasanya dijadikan sebagai gula pengganti pada makanan diet karena

memiliki rasa yang tidak begitu manis, yakni 60% dari manis gula

sukrosa. Sorbitol juga banyak digunakan sebagai cryoprotectant pada

pembuatan surimi. Sorbitol mudah larut air dan mempunyai sifat sangat

stabil terhadap asam, enzim, dan suhu mencapai 14°C (Kumalasari, 2005).

McHugh et al. (1994), menyebutkan bahwa mereka telah meneliti

pengaruh plasticizer seperti gliserin (gliserol), sorbitol, dan polietilen

glikol (PEG) pada edible film dari protein whey. Penelitian tersebut

membuktikan bahwa, sorbitol memberikan fleksibilitas tertinggi per unit

peningkatan permeabilitas uap air di antara semua plasticizer yang

diamati. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan plasticizer untuk

mengikat air ke dalam sistem edible film tersebut antara lain komposisi,

bentuk, serta ukuran dari plasticizer yang digunakan (Krochta, 1994).

H. PENGEMASAN

Pengemasan sayuran segar adalah suatu usaha menempatkan

sayuran segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat, dan dengan

tujuan agar mutunya tetap atau hanya mengalami sedikit penurunan

(Sacharow dan Griffin, 1980). Menurut Hardenburg (1975), pengemasan

sayuran segar dapat mengurangi kehilangan kandungan air (pengurangan

berat) sehingga dapat mencegah terjadinya dehidrasi, terutama bila

digunakan bahan pengemas yang kedap uap air. Kehilangan kandungan air

yang cukup tinggi pada komoditas sayuran akan menyebabkan kelayuan

dan kisut sehingga kesegaran sayuran tersebut akan berkurang serta

memberikan penampakan tekstur yang kurang baik. Oleh karena itu,

pengemasan sayuran harus diarahkan pada penghambatan proses respirasi,

transpirasi, pengendalian perubahan-perubahan fisiko-kimia, dan

kontaminasi mikroorganisme. Penggunaan plastik sebagai bahan

pengemas sayuran sudah banyak digunakan, selain karena terbukti efektif

Page 39: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

111

untuk mempertahankan mutu, juga dapat membuat penampilan komoditas

sayuran menjadi lebih menarik (Hall et al., 1975).

Bahan yang dikemas dengan plastik film permeabel merupakan

sistem yang dinamis, dan meliputi dua proses yang terjadi secara

serempak, yaitu proses respirasi serta penyerapan gas yang berhubungan

dengan respirasi tersebut. Oksigen secara terus-menerus digunakan oleh

buah untuk respirasi dan menghasilkan gas CO2, uap air, C2H4, gas-gas

volatil lain, serta energi panas. Hal ini mengakibatkan perbedaan

kandungan O2 antara bagian dalam dan luar kemasan sehingga O2 mulai

terserap masuk ke dalam kemasan. Sebaliknya, kandungan CO2 dan gas-

gas lain di dalam kemasan semakin bertambah dan dalam waktu yang

bersamaan akan merebes keluar kemasan karena terjadi perbedaan

konsentrasi CO2 antara luar dan dalam kemasan (Henig, 1972). Kemudian

Geeson et al. (1985) menegaskan bahwa perubahan konsentasi O2 dan

CO2 tersebut pada suatu saat akan mencapai suatu kondisi kesetimbangan

sehingga tidak lagi terjadi perubahan komposisi O2 dan CO2.

Sifat film kemasan yang cocok untuk penyimpanan buah-buahan

dan sayuran terutama untuk pembentuk atmosfer di dalam kemasan adalah

film-film yang lebih permeabel terhadap O2 daripada CO2. Akan tetapi,

film-film yang banyak tersedia di pasaran lebih permeabel terhadap CO2

daripada O2, sehingga laju akumulasi CO2 dari respirasi lebih sedikit

daripada laju penyusutan O2 (Hall et al., 1975). Menurut Hardenburg

(1975), untuk menghindarkan kemungkinan kerusakan akibat akumulasi

CO2 dan penyusutan O2 atau kemungkinan timbulnya bau serta rasa yang

tidak diinginkan, film-film tersebut harus dilubangi. Hal ini perlu

dilakukan karena dalam kemasan yang tertutup rapat semua O2 bebas akan

segera terpakai habis sehingga respirasi sayuran/buah menjadi anaerobik

dan terbentuk zat-zat seperti alkohol serta CO2 (Hall et al., 1975). Plastik PVC (Polivinil klorida) merupakan bahan kemasan yang

pada umumnya dibuat dari polimer vinil klorida. PVC dapat dibuat

menjadi plastik kemasan yang kaku ataupun fleksibel. Sifat-sifat umum

PVC antara lain memiliki warna yang transparan sampai keruh,

Page 40: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

112

permeabilitasnya terhadap uap air yang rendah, tahan terhadap minyak,

mempunyai kekuatan tarik yang tinggi dan tidak mudah sobek, serta dapat

dipengaruhi oleh panas dan sinar ultraviolet (Hanlon, 1971). Menurut

penelitian Supriyanto (1987), kemasan film plastik PVC yang digunakan

untuk mengemas tomat segar memiliki mutu (penampakan) yang lebih

baik bila dibandingkan dengan kemasan film plastik PE (Polietilen) dan

PP (Polipropilen).

I. PENYIMPANAN

Penyimpanan adalah suatu cara menempatkan sayuran, baik yang

sudah dikemas maupun belum, dalam suatu ruangan dan pada suhu serta

kelembaban tertentu untuk proses-proses selanjutnya (Soedibyo, 1985).

Penyimpanan buah-buahan dan sayuran segar dapat memperpanjang umur

simpan serta mempetahankan mutunya (Pantastico et al., 1975). Umur

simpan dapat diperpanjang dengan pengendalian mikroorganisme yang

mungkin timbul setelah panen, mengatur komposisi udara dalam ruang

penyimpanan, penyinaran, dan pendinginan. Penyimpanan dingin

merupakan cara yang paling umum dan ekonomis untuk penyimpanan

jangka panjang bagi produk holtikultura. Penyimpanan dingin biasanya

dilakukan pada suhu dibawah 15°C. Faktor yang perlu diperhatikan dalam

penyimpanan dingin adalah penggunaan temperatur terbaiknya (optimum).

Penyimpanan dingin dapat mengurangi :

1. Kegiatan respirasi dan reaksi metabolisme lainnya,

2. Proses penuaan (aging) karena adanya pematangan, pelunakan

(softening), dan perubahan-perubahan warna serta tekstur,

3. Kehilangan air dan pelayuan,

4. Kerusakan karena bakteri, kapang, dan ragi,

5. Proses pertumbuhan yang tidak dikehendaki, seperti pertunasan

(spouting).

Suhu yang direkomendasikan pada penyimpanan dingin untuk

tomat matang adalah 7-10° C (Batz, 1993). Pantastico (1986), menyatakan

bahwa penyimpanan tomat matang pada suhu 7-10° C dengan kelembaban

Page 41: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

113

85-90% dapat mempertahankan mutu tomat selama 1-3 minggu. Fields

(1977), menyatakan bahwa penyimpanan pada suhu 10° C merupakan

suhu yang paling baik untuk penyimpanan tomat karena kerusakan yang

dialami tomat paling minimum.

Bahan yang didinginkan pada suhu lebih rendah dari suhu

optimumnya, dalam tingkat tertentu akan mengalami kerusakan yang

dikenal dengan kerusakan dingin (chilling injury). Gejala kerusakan dingin

terlihat dari adanya kegagalan pematangan, pematangan tidak normal,

pelunakan prematur, kulit terkelupas, pencoklatan pada bibit, peningkatan

pembusukan akibat luka, dan kehilangan citarasa khas. Sensitivitas bahan

terhadap kerusakan dingin berkurang sejalan dengan peningkatan

kematangan bahan (Scoot, 1993).

Page 42: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

114

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang digunakan dalam proses aplikasi edible film dari gel

Aloe vera pada sayuran selada adalah wearing blend, timbangan digital halus,

baskom, kulkas, sendok pengaduk, sendok makan, sumpit, sarung tangan

plastik, masker, bunsen, gelas plastik, wadah styrofoam, plastik pembungkus,

talenan plastik, wadah ukuran besar, pisau, serta saringan. Alat-alat yang

digunakan dalam analisis adalah pipet tetes, pipet volumetrik 10 ml, 5ml, dan

2 ml, gelas piala ukuran 100 dan 400 ml, cawan alumunium, cawan porselen,

cawan petri, gelas ukur 10 ml, 100 ml, dan 300 ml, erlenmeyer 100 ml, 300

ml, dan 1000 ml, neraca analitik, inkubator 30 °C, penetrometer, chromameter

Minolta CR-300, pH-meter, refraktometer, hockey stick, toples, dan tabung

reaksi.

Bahan-bahan utama yang digunakan dalam proses aplikasi edible

coating dari gel Aloe vera pada buah tomat adalah tomat segar yang

didapatkan dari pasar induk Kemang Bogor, daun Aloe vera, klorin, air

matang, alkohol 70%, aquades, sorbitol, gliserol, dan isolat protein. Bahan-

bahan yang digunakan untuk analisis antara lain aquades, media PCA, PDA,

dan NA cair, serta larutan pengencer.

B. METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap yaitu (i) percobaan

pembuatan gel Aloe vera (ii) pengujian umur simpan gel terhadap mutu

coating, (iii) formulasi gel Aloe vera L. untuk aplikasi coating pada tomat,

serta (iv) penentuan umur simpan tomat segar dengan perlakuan Aloe vera

gel coating, pengemasan, dan suhu. Secara lebih terperinci tahapan

penelitian dijelaskan di bawah ini.

1. Pembuatan Gel dari Pelepah Daun Aloe vera L.

Tahap percobaan ini bertujuan mengembangkan cara

pembuatan gel dengan sifat coating yang baik. Pada tahap ini,

dilakukan pembuatan gel Aloe vera berdasarkan pembuatan minuman

Page 43: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

115

Aloe vera menurut He et al. (2003) dan memodifikasinya dengan

memberikan berbagai perlakuan seperti pencucian, pemanasan, serta

penambahan asam. Optimasi teknik pencucian dilakukan untuk

menghilangkan lendir berwarna kuning yang dapat menurunkan mutu

gel, seperti terjadinya perubahan warna gel menjadi lebih kuning dan

timbulnya bau tidak sedap. Perlakuan pemanasan dengan suhu 80°C

selama 5 menit dan penambahan asam sitrat sebanyak 4% yang juga

disertai pemansan dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroba awal

gel Aloe vera. Parameter yang diamati adalah penampakannya secara

fisik, meliputi warna, bau, serta kekentalan. Prosedur pembuatan gel

Aloe vera dibuat berdasarkan hasil yang didapatkan dari tahap ini, dan

dapat dilihat pada Gambar 4.

@

Daun Aloe vera

Sortasi dan pencucian dengan air mengalir

Perendaman dalam larutan klorin 200 ppm selama 30

menit

Pembilasan dengan air matang

Trimming dan Filleting

Pembilasan dengan air matang untuk menghilangkan yellow sap (lendir berwarna kuning)

Optimasi pencucian

Page 44: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

116

@

Gambar 4. Diagram alir pembuatan gel Aloe vera

2. Pengujian Umur Simpan Gel terhadap Mutu Coating

Percobaan ini bertujuan mengetahui daya tahan gel selama

penyimpanan pada suhu <10°C dalam refrigerator hingga 7 hari.

Selain itu, percobaan ini juga dilakukan untuk mengetahui pengaruh

penyimpanan gel tersebut terhadap mutu coating gel yang

diaplikasikan pada buah tomat segar. Coating dilakukan dengan

metode pencelupan (dipping). Parameter yang diamati adalah susut

bobot dan penurunan tingkat kesegaran yang terjadi pada tomat selama

penyimpanan pada suhu ruang. Data dari hasil pengukuran tersebut

kemudian diuji secara statistik menggunakan tabel ANOVA metode

Duncan, dan dibantu dengan media pengolahan SPSS. Diagram alir

pencelupan tomat ke dalam larutan coating dapat dilihat pada Gambar

5.

Pemanasan atau Penambahan disertai Pemansan

Gel Aloe vera

Penghancuran dengan crusher

Pengemasan dan Penyimpanan

Page 45: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

117

Gambar 5. Diagram alir pengaplikasian Aloe vera edible coating pada buah tomat

Coating gel dengan berbagai formula

Penirisan

Buah tomat

Pengamatan secara periodik

Coating dengan teknik pencelupan

Pengemasan dan penyimpanan pada

suhu ruang dan dingin

Pencucian

Buah tomat bersih

Page 46: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

118

3. Formulasi Gel Aloe vera L.untuk Aplikasi Coating pada Tomat

Tahap ini bertujuan melihat pengaruh coating gel Aloe vera

dengan penambahan isolat protein, gliserol, dan sorbitol yang

diaplikasikan pada buah tomat, sehingga dihasilkan edible coating

yang baik. Buah tomat segar dicelupkan ke dalam empat formula

larutan coating yang berbeda, yakni (a) larutan gel Aloe vera murni

(tanpa penambahan), (b) larutan gel Aloe vera dengan penambahan

isolat protein 1%, (c) larutan gel Aloe vera dengan penambahan isolat

protein 1% dan gliserol 2%, serta (d) larutan gel Aloe vera dengan

penambahan isolat protein 1% dan sorbitol 2 ml/45 ml ISP.

Pengamatan dilakukan terhadap parameter susut bobot buah tomat

selama penyimpanan pada suhu ruang dan melihat penurunan tingkat

kesegaran buah tersebut. Data dari hasil pengukuran tersebut kemudian

diuji secara statistik menggunakan tabel Univariate Analysis of

Variance dan uji lanjut Duncan yang dibantu dengan media

pengolahan SPSS. Formula gel terbaik yang didapatkan dari tahapan

ini akan digunakan pada tahap selanjutnya.

4. Penentuan Umur Simpan Tomat Segar dengan Perlakuan Aloe vera

Gel Coating, Pengemasan, dan Suhu

Tahapan ini bertujuan mengetahui pengaruh kemasan dan

kondisi suhu penyimpanan yang paling optimum untuk buah tomat

segar yang telah di-coating dengan formula larutan terpilih hasil

penelitian tahap tiga di atas. Setelah dicelup ke dalam larutan coating,

buah tomat tersebut dikemas dalam styrofoam dan dibungkus dengan

plasticized PVC, kemudian disimpan pada suhu ruang serta suhu 1°C.

Pengamatan dilakukan terhadap susut bobot, perubahan warna, tekstur,

perubahan kandungan gula (°B), perubahan pH, dan total mikroba

selama penyimpanan. Data dari hasil pengukuran tersebut kemudian

diuji secara statistik menggunakan tabel ANOVA metode Duncan, dan

dibantu dengan media pengolahan SPSS.

Page 47: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

119

C. METODE ANALISIS

1. Analisis Sifat Fisik

a. Susut Bobot (Katamsi, 2004)

Pengukuran susut bobot dilakukan secara gravimetri, yaitu

membandingkan selisih bobot sebelum penyimpanan dengan sesudah

penyimpanan. Rumus :

% Susut bobot = Bobot awal – Bobot akhir x 100%

Bobot awal

b. Warna (Jowitt et al., 1987)

Warna permukaan buah tomat selama penyimpanan diukur dengan

kromameter Minolta CR-300. Skala yang digunakan adalah skala L*a*b

dan Yxy dengan ulangan pengukuran sebanyak tiga kali setiap sampel.

c. Tingkat Kelunakan Tekstur Tomat

Tingkat kelunakan tekstur tomat diukur dengan alat penetrometer

semi-digital dengan menggunakan probe tertentu. Permukaan buah tomat

akan ditusuk jarum probe dengan kecepatan dan berat yang tetap selama

10 detik, sehingga kedalaman lubang yang diakibatkan oleh penusukan

tersebut akan menyatakan kelunakan tekstur buah tomat tersebut.

2. Analisis Sifat Kimia

a. Derajat Keasaman (pH) (AOAC, 1995)

Pengukuran derajat keasaman menggunakan pH meter. Sebelum

digunakan alat distandardisasi dahulu dengan menggunakan larutan buffer

pH 4. Sekitar 25 ml sampel dimasukkan ke dalam gelas piala. Elektroda

pH meter dicelupkan ke dalam sampel, kemudian dilakukan pembacaan

pH sampel setelah dicapai nilai yang tetap.

b. Total Padatan Terlarut (TPT)

Pengukuran TPT menggunakan Hand Refractometer (0-39˚Brix).

Sebelum digunakan alat dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol dan

Page 48: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

120

dilap hingga kering. Sampel yang akan diukur kemudian diletakkan

secukupnya pada tempat pembacaan. Kemudian nilai TPT ditunjukkan

oleh angka yang didapat pada batas garis biru dan putih.

3. Uji Mikrobiologi (Fardiaz, 1988)

a. Uji Total Mikroba (TPC)

Sampel di-swab dengan luas permukaan tertentu, kemudian hasil

swab tersebut dimasukkan kedalam larutan pengencer sebanyak 10 ml.

Sebanyak 1 ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam

masing-masing dua cawan petri (duplo) steril yang selanjutnya dituangkan

media PCA steril yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50 °C

sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan secara mendatar diatas meja supaya

contoh menyebar rata. Cawan berisi agar yang sudah membeku diinkubasi

dengan posisi terbalik pada suhu 30°C selama 2 hari. Total bakteri

ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count).

Koloni per cm2 =

Jumlah koloni/cawan x 10 x 1 Luas permukaan yang di-swab (cm2)

b. Uji Kapang Khamir

Sampel di-swab dengan luas permukaan tertentu, kemudian hasil

swab tersebut dimasukkan kedalam larutan pengencer sebanyak 10 ml.

Sebanyak 1 ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam

masing-masing dua cawan petri (duplo) steril yang selanjutnya dituangkan

media APDA steril yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50 °C

sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan secara mendatar diatas meja supaya

contoh menyebar rata. Cawan berisi agar yang sudah membeku diinkubasi

dengan posisi terbalik pada suhu 30°C selama 2 hari. Total bakteri

ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count).

Koloni per cm2 =

Jumlah koloni/cawan x 10 x 1 Luas permukaan yang di-swab (cm2)

Page 49: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

121

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pembuatan Edible Coating dari Gel Lidah Buaya (Aloe vera L.)

Larutan edible coating dibuat dari gel yang terdapat di dalam

pelepah daun lidah buaya. Prosedur pembuatan larutan ini merupakan

modifikasi dari proses pembuatan minuman sari lidah buaya dari metode

yang telah dilakukan oleh He et al. (2003). Metode ini telah dibuat

sedemikian rupa sehingga proses pembuatannya menjadi cukup sederhana,

namun tetap mempertahankan mutu serta komponen-komponen bioaktif

alami yang terdapat di dalam gel tersebut. Selain itu, metode ini juga

telah memenuhi HACCP sehingga kualitas dan keamanan gel yang

dihasilkan cukup terjamin. Dalam pembuatan edible coating dari gel lidah

buaya ini, tahapan yang dilakukan hanya sampai proses homogenisasi saja

dan gel lidah buaya yang telah dihasilkan dari proses tersebut langsung

dikemas, kemudian disimpan.

Tahap pembuatan edible coating dari gel lidah buaya ini dimulai

dari pemilihan (sortasi) pelepah daun lidah buaya. Pemilihan pelepah daun

ini berdasarkan penampakan fisiknya antara lain, tingkat kematangan yang

dapat dilihat dari warna daun yang sudah hijau (tidak kuning), ukuran

daun, ada atau tidaknya kotoran atau penyakit, serta kerusakan fisik seperti

patah atau luka pada jaringan luar daun. Pelepah daun ini harus sudah

diproses dalam jangka waktu 36 jam setelah dipanen untuk menghindari

degradasi komponen-komponen bioaktif yang terkandung didalamnya

(Roberts, 1997). Setelah disortasi, tahapan selanjutnya adalah mencuci

pelepah daun tersebut untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang

menempel pada permukaan daun. Kemudian, pelepah daun lidah buaya ini

direndam dalam larutan klorin dengan konsentrasi 200 ppm selama 30

menit. Tahap perendaman berfungsi untuk mengurangi cemaran mikroba

pada permukaan daun sehingga diharapkan tidak akan ada kontaminasi

silang ke dalam gel lidah buaya yang akan dihasilkan. Setelah direndam,

daun lidah buaya tersebut dibilas dengan air matang untuk menghilangkan

sisa-sisa larutan klorin yang menempel, sehingga tidak ada lagi bau klorin

Page 50: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

122

yang menyengat. Di beberapa negara selain Indonesia, seperti USA dan

Uni Eropa tidak memperbolehkan senyawa klorin digunakan sebagai

bahan pencuci untuk komoditi pangan, oleh karena itu senyawa klorin ini

sebaiknya diganti dengan desinfektan pencuci lainnya yang diperbolehkan

FDA, seperti penggunaan asam sitrat dan senyawa anti-mikroba alami

lainnya, untuk mencuci pelepah daun lidah buaya. Hal ini akan menjadi

sangat penting apabila komoditi pangan yang dilapisi dengan gel lidah

buaya ini diekspor ke negara-negara yang sangat ketat peraturannya

mengenai syarat keamanan seperti penggunaan desinfektan klorin untuk

digunakan sebagai pencuci produk pangan tersebut.

Tahapan selanjutnya adalah trimming dan filleting daun lidah

buaya. Pada proses ini, bagian pangkal, ujung, serta sisi-sisi daun yang

berduri, dan semua kulit daun dibuang dengan menggunakan pisau.

Pembuangan bagian-bagian tersebut perlu dilakukan untuk menghilangkan

yellow sap (senyawa anthraquinone beserta turunannya) dan dari proses ini

diharapkan hasil potongan gel lidah buaya tanpa kulit yang bersih. Namun,

seringkali yellow sap ini masih belum hilang secara sempurna sehingga

dapat mengkontaminasi gel lidah buaya yang dihasilkan. Oleh karena itu,

ada 2 hal yang harus dilakukan, yakni dengan membasuh ujung-ujung

bekas sayatan selama tahap filleting, serta membilas bagian pangkal gel

yang telah didapatkan dengan air matang. Yellow sap penting untuk

dihilangkan karena jika gel yang telah dihasilkan masih tercemar oleh

yellow sap ini maka warna gelnya akan berubah menjadi kekuningan,

baunya menjadi tidak sedap, memiliki efek laxative, serta dapat

mempengaruhi umur simpan dari gel tersebut. Pada tahap percobaan ini

belum diopltimalkan cara mendapatkan gel lidah buaya dengan rendemen

yang sesedikit mungkin. Hal ini cukup penting mengingat banyaknya

kandungan senyawa bioaktif dalam gel lidah buaya tersebut yang dapat

mempengaruhi mutu dari coating gel yang dihasilkan, sehingga

kehilangan lendir (tidak berwarna) dan terbuangnya bagian mucilage gel

lidah buaya selama proses trimming dan filleting perlu diminimalisasi.

Page 51: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

123

Potongan gel lidah buaya yang dihasilkan dari tahapan di atas

kemudian dihancurkan dengan menggunakan wearing blender selama

tidak lebih dari 10 menit. Jika proses penghancuran berlangsung terlalu

lama maka akan terjadi reaksi pencoklatan enzimatis dalam gel lidah

buaya tersebut dan warnanya akan menjadi berubah. Dari tahap ini,

didapatkan larutan gel lidah buaya yang sudah siap untuk dijadikan

coating. Larutan gel lidah buaya tersebut kemudian dikemas dan disimpan

pada suhu dingin (5°C).

Pada tahap ini, dilakukan juga percobaan pemanasan dan

penambahan asam sitrat pada larutan gel lidah buaya yang telah dihasilkan

dengan tujuan untuk mereduksi mikroba yang terdapat dalam larutan gel

tersebut sehingga dapat memperpanjang umur simpannya. Perlakuan

pemanasan dilakukan pada suhu 80°C selama 5 menit dan perlakuan

penambahan asam sitrat sebanyak 4% dilakukan setelahnya. Hasil yang

didapatkan dari percobaan ini dapat dilihat pada Gambar 6 dibawah ini.

(a) Larutan gel lidah buaya tanpa perlakuan

(b) Larutan gel lidah buaya (c) Larutan gel lidah buaya

dengan pemanasan dengan penambahan asam

Gambar 6. Perlakuan pemanasan dan penambahan asam pada gel

lidah buaya.

Page 52: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

124

Berdasarkan gambar hasil penampakan fisik kedua perlakuan di

atas dapat disimpulkan bahwa kedua perlakuan tersebut tidak efektif untuk

digunakan karena merusak mutu larutan gel lidah buaya yang dihasilkan.

Hal ini terlihat dari adanya endapan yang terjadi pada kedua perlakuan di

atas serta adanya perubahan warna larutan menjadi kecoklatan pada

perlakuan pemanasan. Endapan ini terjadi akibat pemanasan sehingga

meyebabkan degradasi komponen polisakarida karena putusnya ikatan

ionik yang mendukung struktur polisakarida tersebut. Warna coklat

terbentuk karena proses pemanasan mempercepat reaksi pencoklatan

enzimatis yang terjadi pada larutan gel (Blanshard dan Mitchell, 1979).

Terbentuknya endapan menyebabkan kekentalan larutan gel menjadi

berkurang drastis sehingga tidak lagi dapat membentuk lapisan edible

coating yang baik.

2. Pengaruh Umur Simpan Larutan Gel terhadap Mutu Coating.

Komposisi komponen-komponen bioaktif yang terkandung dalam

gel lidah buaya tergantung pada musim,iklim, serta tanah tempat tanaman

ini ditanam. Satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah

penanganan pelepah daun pasca panen karena proses dekomposisi

komponen didalamnya sudah dimulai sejak pelepah daun tersebut

dipotong dari tanaman induknya. Proses dekomposisi ini terjadi akibat

reaksi enzimatis dan aktivitas mikroba alami yang ada pada daun tersebut

(Coats, 1979). Pada larutan gel yang telah diekstraksi, kehilangan aktivitas

berbagai komponen bioaktif yang terkandung dalam lidah buaya menjadi

lebih sedikit bila dibandingkan ketika komponen tersebut masih ada di

dalam bentuk pelepah daunnya (He et al., 2003). Oleh karena itu, pada

percobaan ini dilakukan pengujian penyimpanan larutan gel yang telah

diekstraksi dari lidah buaya terhadap mutu coating yang dihasilkan ketika

diaplikasikan pada buah tomat. Penyimpanan gel dilakukan pada suhu

<10°C selama 7 hari. Tomat-tomat tersebut kemudian disimpan pada suhu

Page 53: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

125

ruang dan diamati selama 4 hari. Parameter yang diamati pada tomat untuk

melihat mutu coating yang dihasilkan adalah susut bobot.

00.5

11.5

22.5

33.5

44.5

1 2 3

Hari ke-

Susu

t bob

ot (%

) �

Tomat utuh kontrol 1Tomat utuh kontrol 2Tomat utuh dgn aloe 1Tomat utuh dgn aloe 2

Gambar 7. Grafik pengaruh umur simpan gel lidah buaya (1 hari) terhadap persentase susut bobot tomat

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

1 2 3

Hari ke-

Susu

t bob

ot (%

)

Tomat utuh kontrol 1Tomat utuh kontrol 2Tomat utuh dgn aloe 1Tomat utuh dgn aloe 2

Gambar 8. Grafik pengaruh umur simpan gel lidah buaya (2 hari) terhadap persentase susut bobot tomat

Page 54: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

126

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1 2 3

Hari ke-

Sus

ut b

obot

(%)

Tomat utuh kontrol 1Tomat utuh kontrol 2Tomat utuh dgn aloe 1Tomat utuh dgn aloe 2

Gambar 9. Grafik pengaruh umur simpan gel lidah buaya (6 hari) terhadap persentase susut bobot tomat

00.20.40.60.8

11.21.41.61.8

2

1 2 3

Hari ke-

Sus

ut b

obot

(%)

tomat kontrol 1tomat kontrol 2tomat aloe 1tomat aloe 2

Gambar 10. Grafik pengaruh umur simpan gel lidah buaya (7 hari) terhadap persentase susut bobot tomat

Berdasarkan keempat grafik diatas, dapat diketahui bahwa semakin

lama larutan gel lidah buaya disimpan maka kualitas gel tersebut sebagai

edible coating akan semakin menurun. Hal ini terlihat dari semakin

menurunnya kemampuan gel tersebut untuk menahan laju kehilangan

Page 55: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

127

bobot yang terjadi. Gambar 7 memperlihatkan bahwa susut bobot yang

terjadi pada tomat yang dilapisi gel lidah buaya lebih sedikit bila

dibandingkan dengan tomat yang tidak dilapisi (kontrol). Kemudian, pada

Gambar 8 - 10 mulai terlihat bahwa kemampuan coating gel untuk

menahan susut bobot pada tomat yang dilapisi mulai berkurang karena

susut bobot tomat yang dilapisi tersebut ternyata menjadi lebih tinggi

daripada kontrolnya. Sehingga, dari hasil percobaan di atas dapat

disimpulkan bahwa penyimpanan gel berpengaruh terhadap mutu coating

yang dihasilkan dan coating gel yang paling baik untuk diaplikasikan pada

tomat adalah gel yang langsung digunakan segera setelah diekstrak dari

pelepah daun yang baru dipanen.

Hasil analisis ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa perlakuan

pelapisan tomat dengan menggunakan gel lidah buaya pada Gambar 7

tidak berbeda nyata dengan tomat yang tidak dilapisi. Hal ini dapat

diperkuat oleh data perbandingan respirasi antara buah tomat yang dilapisi

dengan yang tidak, pada penyimpanan di suhu ruang, seperti terlihat pada

Gambar 11 di bawah ini.

0.00000

0.10000

0.20000

0.30000

0.40000

0.50000

0.60000

0.70000

0.80000

0.90000

1 2 3 4 5 6

Hari ke-

Laju

res

pira

si Tomat aloe 1Tomat aloe 2Tomat kontrol 1Tomat kontrol 2

Gambar 11. Grafik perbandingan laju respirasi pada suhu ruang antara tomat yang dilapisi gel lidah buaya dan yang tidak

Page 56: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

128

Dari tabel ini terlihat bahwa laju respirasi antara tomat yang

dilapisi dan yang tidak ternyata tidak terlalu berbeda. Hasil analisis ragam

yang telah dilakukan terhadap data ini pun menunjukkan bahwa perlakuan

pelapisan tomat dengan gel lidah buaya tidak berbeda nyata dengan tomat

yang tidak dilapisi (Olly, 2007). Sehingga dari percobaan ini dapat pula

disimpulkan bahwa perlakuan pelapisan tomat dengan gel lidah buaya

yang disimpan pada suhu ruang tidak terlalu efektif untuk

mempertahankan mutu tomat tersebut.

3. Formulasi Gel Aloe vera L.untuk Aplikasi Coating pada Tomat

Tahap percobaan ini dilakukan berdasarkan hasil tahapan

percobaan sebelumnya yang menyatakan bahwa edible coating dari gel

lidah buaya tidak cukup efektif untuk diaplikasikan pada tomat yang

disimpan pada suhu ruang, sehingga diperlukan adanya penambahan zat-

zat tertentu yang diperkirakan mampu memperbaiki kinerja coating dari

gel lidah buaya tersebut. Zat-zat yang akan ditambahkan antara lain isolat

protein kedelai, gliserol, dan sorbitol. Pada tahap percobaan ini, buah

tomat segar dicelupkan kedalam empat formula larutan coating yang

berbeda, yakni (a) larutan gel Aloe vera murni (tanpa penambahan), (b)

larutan gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein 1%, (c) larutan

gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein 1% dan gliserol 2%, serta

(d) larutan gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein 1% dan

sorbitol 1 ml. Pengamatan dilakukan terhadap parameter susut bobot buah

tomat selama penyimpanan pada suhu ruang dan melihat penurunan

tingkat kesegaran pada buah tersebut secara visual.

Page 57: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

129

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 2 4 6 8 10 12

Per 3 hari

Susu

t bob

ot (%

)

KontrolAloe 100Aloe ispAloe isp gliserolAloe isp sorbitolLinear (Kontrol)Linear (Aloe isp gliserol)Linear (Aloe isp)Linear (Aloe 100)Linear (Aloe isp sorbitol)

Gambar 12. Grafik perbandingan persentase susut bobot tomat pada berbagai formula edible coating

Grafik di atas menunjukkan bahwa garis regresi formula (a) berada

pada urutan paling bawah yang berarti bahwa formula coating yang

terbaik untuk menahan susut bobot tomat adalah dengan menggunakan gel

lidah buaya murni. Tetapi, jika dilihat lebih jelas, garis regresi formula (a)

dan (b) hampir berhimpit bila dibandingkan dengan garis regresi formula

yang lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji statistik untuk mengetahui

apakah ada perbedaan di antara kedua formula tersebut. Berdasarkan hasil

analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 12) yang telah

dilakukan, ternyata, formula (a) dan (b) berbeda nyata terhadap formula

(c), (d), dan kontrol. Formula (a) dan (b) tidak berbeda nyata satu sama

lain, tetapi formula (a) lebih baik daripada formula (b) jika dilihat dari

urutan pada hasil uji lanjut Duncan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa

formula gel lidah buaya murni lebih mampu menahan laju kehilangan

bobot daripada formula gel lidah buaya yang telah ditambahkan dengan

isolat protein kedelai. Selain itu, ditinjau dari keterjangkauan, gel murni

lidah buaya lebih mudah didapatkan dan diproses, bila dibandingkan

dengan harus formula lainnya yang harus menambahkan bahan-bahan

yang tidak bisa dibeli di sembarang tempat dan tidak terjangkau harganya.

Formula dengan penambahan sorbitol lebih besar susut bobotnya bila

dibandingkan dengan penambahan gliserol, hal ini dikarenakan sifat

Page 58: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

130

plasticizer sorbitol yang lebih baik sehingga kekentalan larutan pun

menjadi berkurang lebih banyak bila dibandingkan dengan gliserol.

Kekentalan larutan gel untuk coating berkurang karena aktivitas

plasticizer tersebut yang mampu mengurangi ikatan hidrogen internal pada

gel lidah buaya sehingga lapisan yang terbentuk menjadi lebih tipis dan

tidak dapat lagi menahan laju kehilangan bobot tomat tersebut.

Pada tahap sebelumnya, telah disimpulkan bahwa perlakuan

pelapisan tomat dengan gel lidah buaya tidak berbeda nyata dengan tomat

yang tidak dilapisi selama disimpan pada suhu ruang, tetapi pada tahap ini

diketahui bahwa tomat dengan pelapisan berbeda nyata dengan tomat

tanpa pelapisan. Hal ini mungkin terjadi karena perbedaan varietas dan

umur sampel tomat yang digunakan. Tomat yang digunakan pada tahap

sebelumnya sudah memiliki tingkat kematangan yang tinggi (warnanya

lebih merah) ketika akan dilapisi dengan gel, sedangkan tomat yang

digunakan pada tahap ini tingkat kematangannya lebih rendah (warnanya

masih kuning-kehijauan). Oleh karena itu, respirasi pada tomat yang

kematangannya sudah tinggi sulit untuk dibendung oleh lapisan gel lidah

buaya tersebut sehingga menyebabkan susut bobotnya pun menjadi sulit

untuk ditahan.

Penurunan tingkat kesegaran juga diamati secara visual.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, beberapa ulangan sampel

tomat kontrol serta tomat yang dilapisi dengan formula (b), (c), (d),

mengalami kerusakan fisik internal yang dimulai pada hari penyimpanan

ke-20, namun kerusakan ini tidak terjadi pada tomat yang dilapisi dengan

gel lidah buaya murni. Kerusakan internal pada tomat biasanya disertai

dengan adanya guratan-guratan pada permukaan buah yang merupakan

pertanda bahwa jaringan buah kehabisan air. Keadaan jaringan yang

kehabisan air ini akan semakin berkurang seiring dengan semakin

matangnya buah tersebut, tetapi kerusakan internal yang cukup serius tetap

terjadi. Kerusakan permanen pada jaringan lokular ini menyebabkan

jaringan tersebut gagal membuat dirinya menjadi sel-sel yang lebih

bersifat gelatinous yang pada umumnya normal terjadi selama pematangan

Page 59: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

131

buah. Kemudian pada jaringan lokular yang tidak terlalu rusak, proses

gelatinisasi sel ini berlangsung tidak sempurna sehingga akan membentuk

benang-benang tebal berwarna gelap pada jaringan tersebut (McColloch

1962 dalam Mohsenin). Benang- benang tebal yang berwarna gelap itu

seperti yang terlihat pada Gambar 13 di bawah ini.

Gambar 13. Kerusakan fisik pada buah tomat

4. Penentuan Umur Simpan Tomat Segar dengan Perlakuan Aloe vera

Gel Coating, Pengemasan, dan Suhu

Sayuran dan buah-buahan melangsungkan proses kehidupannya

dengan melakukan respirasi. Proses respirasi ini tidak hanya berlangung

ketika mereka berada di pohon saja, tetapi juga setelah dipanen mereka

terus melakukan respirasi. Proses respirasi yang terus berlangsung setelah

buah atau sayuran dipanen ini menyebabkan perubahan fisik dan kimia

yang dapat mempengaruhi kualitas buah atau sayuran itu sendiri. Oleh

karena itu, untuk mempertahankan mutu buah atau sayuran harus

dilakukan penanganan pasca panen yang tepat, agar kerusakan tomat

selama penyimpanan dapat diminimalkan. Beberapa upaya yang dapat

dilakukan untuk menjaga mutu buah agar tetap baik adalah dengan

menggunakan kemasan, edible coating, dan penyimpanan buah tersebut

pada suhu optimumnya.

Tahapan percobaan ini bertujuan mengetahui pengaruh kemasan

dan kondisi suhu penyimpanan yang paling optimum untuk buah tomat

segar yang telah di-coating dengan formula larutan terpilih dari tahap

percobaan sebelumnya. Tomat segar dicelup ke dalam larutan gel lidah

Page 60: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

132

buaya murni kemudian diletakkan pada styrofoam berukuran kecil dan

dikemas dengan kemasan plasticized PVC. Setelah itu, tomat-tomat, baik

yang telah dilapisi maupun tidak, dan tomat-tomat, baik yang dikemas

maupun tidak setelah pencelupan ke dalam larutan gel, disimpan pada

suhu ruang dan suhu 1°C. Parameter yang diamati antara lain susut bobot,

perubahan warna, kekerasan tekstur, perubahan °Brix (total gula), dan

perubahan pH (kadar keasaman). Hasil yang didapatkan dari percobaan ini

akan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan uji lanjut Duncan.

1. Susut Bobot

Respirasi yang terjadi pada buah merupakan proses biologis

dimana oksigen diserap untuk membakar bahan-bahan organik

dalam buah untuk menghasilkan energi dan diikuti oleh

pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air.

Air, gas yang dihasilkan, dan energi berupa panas akan mengalami

penguapan sehingga buah tersebut akan menyusut beratnya.

Menurut Wills (1981), faktor yang mempengaruhi kehilangan air

pada buah antara lain adalahh luas berbanding volume buah

tersebut, lapisan alami permukaan buah, dan kerusakan mekanis

pada kulit buah. Pemberian perlakuan pelapisan yang

dikombinasikan dengan pengemasan dan suhu penyimpanan

diharapkan dapat menekan laju kehilangan bobot yang terjadi.

Page 61: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

133

0

2

4

6

8

10

0 5 10 15 20 25 30

Waktu penyimpanan (hari)

Sus

ut b

obot

(%)

Tomat kontrol dikemas (suhuruang)Tomat dengan aloe dikemas(suhu ruang)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol dikemas (suhudingin)Tomat dengan aloe dikemas(suhu dingin)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu dingin)

Gambar 14a. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap persentase susut bobot tomat selama penyimpanan

012

3456

789

Tomat kontrolyang dikemas

Tomat denganaloe yangdikemas

Tomat kontrol Tomat denganaloe

Perlakuan

Susu

t bob

ot (%

)

Suhu ruangSuhu dingin

Gambar 14b. Grafik perbandingan rata-rata susut bobot pada tomat dengan

perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21

Pada Gambar 14a, dapat dilihat bahwa susut bobot yang

dialami oleh buah tomat meningkat selama penyimpanan. Hal ini

terjadi karena tomat merupakan buah yang memiliki pola respirasi

klimakterik. Pada buah yang bersifat klimakterik, respirasi akan

Page 62: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

134

terus meningkat seiring dengan semakin matangnya buah tersebut

sehingga mengakibatkan susut bobot buah juga semakin meningkat

terutama ketika buah tersebut telah mencapai puncak

klimakteriknya.

Gambar 14b menceritakan bahwa nilai susut bobot tomat

yang disimpan pada suhu ruang di hari ke-21 memiliki susut bobot

yang lebih besar bila dibandingkan dengan tomat yang disimpan

pada suhu dingin (1°C). Perbandingan nilai susut bobot antara

tomat yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin ini,

membuktikan bahwa suhu dingin dapat mempertahankan tomat

dari kehilangan bobot akibat proses respirasi dan transpirasi.

Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 13)

yang telah dilakukan terhadap data pada Gambar 14b ini

menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu

berbeda nyata terhadap susut bobot. Susut bobot yang dialami

tomat yang dilapisi gel lidah buaya, dikemas, dan disimpan pada

suhu dingin tidak berbeda nyata dengan tomat yang hanya dilapisi

dengan gel saja, tomat kontrol yang disimpan pada suhu dingin,

serta tomat yang dilapisi dengan gel lidah buaya namun disimpan

pada suhu ruang. Tomat dengan pelapisan gel lidah buaya,

pengemasan, penyimpanan pada suhu dingin memiliki susut bobot

yang paling kecil daripada keempat perlakuan lainnya diatas. Hal

ini berarti bahwa perlakuan tersebut mampu menghambat respirasi

dengan baik sehingga penyusutan pada bobot buah pun dapat

dihambat pula.

Tomat yang dilapisi dengan gel lidah buaya dan disimpan

pada suhu ruang tidak berbeda nyata dengan tomat kontrol yang

dikemas dan disimpan pada suhu dingin. Kedua perlakuan ini

berbeda nyata dengan keempat perlakuan yang telah disebutkan

diatas. Selain itu, perlakuan ini juga berbeda nyata dengan tomat

yang dikemas di suhu ruang serta tomat kontrol yang disimpan

pada suhu ruang. Tomat yang dikemas di suhu ruang serta tomat

Page 63: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

135

kontrol yang disimpan pada suhu ruang.ini tidak berbeda nyata satu

dengan yang lainnya, tetapi berbeda nyata dengan tomat yang

dilapisi gel lidah buaya, dikemas, dan disimpan pada suhu dingin

tidak berbeda nyata dengan tomat yang hanya dilapisi dengan gel

saja, tomat kontrol yang disimpan pada suhu dingin, serta tomat

yang dilapisi dengan gel lidah buaya namun disimpan pada suhu

ruang. Tomat yang tanpa pelapisan dan pengemasan yang disimpan

pada suhu ruang memilki susut bobot yang terbesar.

Berdasarkan hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa

pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata

terhadap susut bobot jika dikombinasikan dengan adanya

pengemasan, baik pada suhu ruang maupun suhu dingin. Begitu

pula dengan perlakuan suhu, penyimpanan tomat pada suhu yang

berbeda berpengaruh nyata terhadap susut bobot jika

dikombinasikan dengan kemasan dan gel lidah buaya, dimana pada

suhu yang lebih rendah susut bobot dapat dihambat. Hal ini berarti

bahwa gel lidah buaya mampu membentuk lapisan yang cukup

baik untuk menghambat proses respirasi dan tranpirasi, terutama

jika dikombinasikan dengan pengemasan dan perlakuan suhu

rendah yang tepat.

2. Kelunakan Tekstur

Nilai kelunakan tekstur akan semakin bertambah seiring

dengan proses pematangan buah, sehingga dapat mengakibatkan

penurunan mutu dari buah tomat yang disimpan. Nilai kelunakan

yang rendah menunjukkan bahwa buah masih keras dan belum

terlalu matang, sedangkan nilai kelunakan yang tinggi

menunjukkan bahwa buah sudah semakin matang. Penurunan nilai

kekerasan ini terjadi akibat degradasi pektin yang tidak larut air

(protopektin) dan berubah menjadi pektin yang larut dalam air. Hal

ini mengakibatkan menurunnya daya kohesi dinding sel yang

Page 64: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

136

mengikat dinding sel yang satu dengan dinding sel yang lain

(Winarno, 1981)

0

5

10

15

20

25

0 10 20 30

Waktu penyimpanan (hari)

Nila

i kel

unak

an to

mat

(mm

/10

sec)

Tomat kontrol yangdikemas (suhu ruang)Tomat dengan aloe yangdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol yangdikemas (suhu dingin)Tomat dengan aloe yangdikemas (suhu dingin)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu dingin)

Gambar 15a. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap kelunakan tekstur tomat selama penyimpanan

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Tomat kontrolyang dikemas

Tomat denganaloe yangdikemas

Tomat kontrol Tomat denganaloe

Perlakuan

Nila

i kel

unak

an to

mat

(mm

/10

sec)

Suhu ruangSuhu dingin

Gambar 15b. Grafik perbandingan rata-rata kelunakan tekstur pada tomat dengan

perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0

Page 65: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

137

0

5

10

15

20

25

Tomat kontrolyang dikemas

Tomat denganaloe yangdikemas

Tomat kontrol Tomat denganaloe

Perlakuan

Nila

i kel

unak

an to

mat

(mm

/10

sec)

Suhu ruangSuhu dingin

Gambar 15c. Grafik perbandingan rata-rata kelunakan tekstur pada tomat dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21

Gambar 15a menunjukkan bahwa kelunakan tekstur tomat

akan semakin bertambah seiring dengan semakin matangnya tomat

tersebut. Tomat diberi perlakuan pelapisan, pengemasan, dan

penyimpanan pada suhu yang berbeda untuk melihat pengaruhnya

terhadap penghambatan kelunakan tekstur yang terjadi. Parameter

kelunakan tekstur diamati selama 21 hari untuk tomat-tomat yang

disimpan pada suhu ruang dan tomat-tomat yang disimpan pada

suhu dingin diamati selama 28 hari.

Gambar 15c memperlihatkan bahwa kelunakan tekstur yang

terjadi pada tomat-tomat yang disimpan di suhu ruang lebih besar

bila dibandingkan dengan tomat yang disimpan di suhu dingin. Hal

ini berarti bahwa pada suhu dingin proses metabolisme dan

aktivitas enzim dalam proses pemecahan pektin dan hemiselulosa

menjadi terhambat.

Pada Gambar 15c terlihat bahwa tomat kontrol yang

disimpan pada suhu ruang mengalami kelunakan yang paling

besar. Tomat kontrol yang dikemas dan disimpan pada suhu ruang

Page 66: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

138

mengalami kelunakan tekstur yang lebih kecil bila dibandingkan

dengan perlakuan sebelumnya. Selanjutnya, tomat kontrol tanpa

kemasan yang disimpan pada suhu dingin mengalami kelunakan

tekstur yang lebih kecil daripada tomat kontrol kemas yang

disimpan pada suhu ruang. Kemudian, tomat kontrol yang dikemas

dan disimpan pada suhu dingin mengalami kelunakan tekstur yang

lebih kecil daripada tomat kontrol tanpa kemasan yang disimpan

pada suhu dingin. Tomat yang dilapisi dengan gel, dikemas, dan

disimpan pada suhu ruang mengalami kelunakan tekstur yang lebih

kecil daripada tomat kontrol yang dikemas dan disimpan pada suhu

dingin. Selain itu, tomat yang dilapisi dengan gel, dikemas, dan

disimpan pada suhu dingin lebih kecil kelunakan teksturnya

daripada tomat yang dilapisi dengan gel, dikemas, dan disimpan

pada suhu ruang. Tomat yang dilapisi dengan gel lidah buaya, baik

yang disimpan pada suhu ruang maupun suhu dingin, dengan tomat

yang juga dilapisi gel dan dikombinasikan dengan kemasan dan

penyimpanan suhu dingin memiliki nilai kelunakan tekstur yang

tampaknya tidak berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Hasil analisis ragam (Lampiran 14) terhadap data pada

Gambar 15b telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa

pada hari ke-0, perlakuan pelapisan, pengemasan, dan

penyimpanan pada suhu berbeda tidak memberikan pengaruh yang

nyata terhadap kelunakan tekstur yang terjadi pada tomat.

Hasil analisis ragam (Lampiran 15) yang dilakukan

terhadap data kelunakan tekstur pada hari penyimpanan ke-21

menunjukkan bahwa pada suhu dingin pelapisan tomat dengan gel

lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kelunakan tekstur yang

dialami oleh tomat tersebut. Pada suhu ruang, pelapisan tomat

dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kelunakan

tekstur. Pengemasan tomat tidak berpengaruh nyata terhadap

kelunakan tekstur jika dikombinasikan dengan pelapisan gel lidah

buaya, tetapi berpengaruh nyata pada tomat yang tidak dilapisi gel

Page 67: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

139

lidah buaya, baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu

dingin, dimana pengemasan mampu menghambat kelunakan

tekstur lebih baik daripada yang tidak dikemas. Perlakuan suhu

berpengaruh nyata terhadap kelunakan tekstur jika tomat tidak

dilapisi dengan gel lidah buaya, dimana suhu dingin mampu

menghambat kelunakan tekstur lebih baik dari suhu ruang.

Perlakuan yang mengalami kelunakan tekstur paling besar adalah

tomat tanpa pelapisan dan tanpa kemasan yang disimpan pada suhu

ruang. Sedangkan, perlakuan yang mengalami kelunakan tekstur

yang paling kecil adalah tomat yang dilapisi, dikemas, dan

disimpan pada suhu dingin.

Berdasarkan hasil percobaan di atas dapat disimpukan

bahwa pelapisan tomat dengan gel lidah buaya dapat menghambat

kelunakan tekstur. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan dengan

gel lidah buaya mampu mereduksi kerja enzim yang dapat

mengubah protopektin menjadi pektin larut air sehingga dapat

menahan laju kelunakan tekstur yang terjadi. Perlakuan pelapisan

ini akan lebih optimal jika dikombinasikan dengan pengemasan

dan penyimpanan suhu dingin. Perlakuan pelapisan dan

pengemasan dapat menutup stomata buah dengan tepat sehingga

menghambat laju respirasi. Suhu dingin dapat mempertahankan

keutuhan dinding sel dan turgor sel lebih baik sehingga kekerasan

buah dapat dipertahankan.

3. Perubahan Total Gula (°B)

Secara umum total padatan terlarut (total gula) mengalami

peningkatan pada tahap pematangan buah tomat. Hal ini

disebabkan karena terhidrolisisnya pati menjadi glukosa, fruktosa,

dan sukrosa, setelah itu akan terjadi fase penurunan total padatan

terlarut karena telah melewati batas kematangannya. Nilai total

padatan terlarut yang tinggi menunjukkan bahwa buah lebih cepat

Page 68: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

140

mengalami proses perombakan pati yang menandai proses

pematangan juga berlangsung cepat (Wolfe, 1993).

00.5

11.5

22.5

33.5

44.5

0 10 20 30

Waktu penyimpanan (hari)

Tota

l pad

atan

terla

rut (

%B

)

Tomat kontrol yangdikemas (suhu ruang)Tomat dengan aloe yangdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol yangdikemas (suhu dingin)Tomat dengan aloe yangdikemas (suhu dingin)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu dingin)

Gambar 16a. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan total padatan terlarut tomat selama penyimpanan

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

Tomat kontrolyang dikemas

Tomat denganaloe yangdikemas

Tomat kontrol Tomat denganaloe

Perlakuan

Tota

l pad

atan

terla

rut (

%B)

Suhu ruangSuhu dingin

Gambar 16b. Grafik perbandingan rata-rata total padatan terlarut pada tomat

dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0

Page 69: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

141

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

Tomat kontrolyang dikemas

Tomat denganaloe yangdikemas

Tomat kontrol Tomat denganaloe

Perlakuan

Tota

l pad

atan

terl

arut

(%B

)

Suhu ruangSuhu dingin

Gambar 16c. Grafik perbandingan rata-rata total padatan terlarut pada tomat

dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21

Gambar 16a menunjukkan bahwa waktu penyimpanan

berpengaruh terhadap total padatan terlarut yang terjadi pada buah

tomat. Pengamatan selama 21 hari pada suhu ruang dan 28 hari

pada suhu dingin memperlihatkan bahwa total padatan terlarut

akan meningkat hingga buah mencapai puncak fase klimakteriknya

dan akan menurun kembali setelah puncak klimakterik berakhir.

Gambar 16b menunjukkan pengaruh perlakuan pelapisan

gel lidah buaya, pengemasan, dan penyimpanan pada suhu yang

berbeda terhadap total padatan terlarut tomat pada penyimpanan

hari ke-0. Hasil analisis ragam (Lampiran 16) yang dilakukan

terhadap data dari histogram tersebut menyatakan bahwa perlakuan

yang diberikan pada tomat-tomat tersebut tidak berpengaruh nyata

terhadap perubahan total padatan terlarut. Begitu pula dengan data

yang terdapat pada Gambar 16c, melalui analisis ragam (Lampiran

17) yang telah dilakukan, menyatakan bahwa perlakuan yang

diberikan kepada tomat-tomat tersebut tidak berpengaruh nyata

terhadap perubahan total padatan terlarut pada hari penyimpanan

Page 70: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

142

ke-21. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), buah tomat

tergolong dalam buah-buahan klimakterik yang selama

pertumbuhan dan pematangan sel kenaikan kandungan gulanya

sangat sedikit atau tidak ada sama sekali.

4. Perubahan pH

Nilai pH pada buah berkaitan dengan asam organik yang

terkandung didalamnya. Penurunan keasaman ditandai dengan

kenaikan nilai pH. Nilai pH yang rendah berarti asam-asam

organik yang terdapat di dalam buah masih dalam keadaan baik.

Kenaikan nilai pH ini disebabkan oleh menurunnya pembentukan

asam-asam dan penurunan kandungan asam organik selama

penyimpanan. Perubahan keasaman tomat berbeda tergantung pada

tingkat kematangan dan suhu penyimpanan (Winarno dan Aman,

1981).

0

1

2

3

4

5

6

0 5 10 15 20 25 30

Waktu penyimpanan (hari)

Dera

jat k

easa

man

(pH)

)

Tomat kontrol yang dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe yangdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol yang dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe yangdikemas (suhu dingin)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu dingin)

Gambar 17a. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan derajat keasaman tomat selama penyimpanan.

Page 71: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

143

4.3

4.35

4.4

4.45

4.5

4.55

Tomat kontrolyang dikemas

Tomat denganaloe yangdikemas

Tomat kontrol Tomat denganaloe

Perlakuan

Der

ajat

kea

sam

an (p

H)

Suhu ruangSuhu dingin

Gambar 17b. Grafik perbandingan rata-rata derajat keasaman pada tomat dengan

perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0

4

4.2

4.4

4.6

4.8

5

5.2

5.4

Tomat kontrolyang dikemas

Tomat denganaloe yangdikemas

Tomat kontrol Tomat denganaloe

Perlakuan

Dera

jat k

easa

man

(pH)

Suhu ruangSuhu dingin

Gambar 17c. Grafik perbandingan rata-rata derajat keasaman pada tomat dengan

perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21

Page 72: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

144

Gambar 17a menunjukkan bahwa derajat keasaman (pH)

tomat akan semakin bertambah seiring dengan semakin matangnya

tomat tersebut. Tomat diberi perlakuan pelapisan, pengemasan, dan

penyimpanan pada suhu yang berbeda untuk melihat pengaruhnya

terhadap penghambatan kenaikan pH yang terjadi. Kemudian tomat

tersebut diamati selama 21 hari untuk penyimpanan pada suhu

ruang, serta 28 hari untuk penyimpanan pada suhu dingin. Pada

grafik tersebut perubahan pH tiap-tiap perlakuan tampak hampir

sama, oleh karena itu perlu dilakukan uji pembedaan dengan

menggunakan analisis ragam pada data parameter pH di hari

penyimpanan tertentu.

Gambar 17b dan 17c memperlihatkan bahwa kenaikan pH

yang terjadi pada tomat-tomat yang disimpan di suhu ruang lebih

besar bila dibandingkan dengan tomat yang disimpan di suhu

dingin. Hal ini berarti bahwa pada suhu dingin proses respirasi

dapat dihambat selama penyimpanan sehingga kenaikan juga dapat

dihambat.

Hasil analisis ragam (Lampiran 18) yang dilakukan

terhadap data pada histogram 17b menunjukkan bahwa perlakuan

yang diberikan kepada tomat-tomat tersebut tidak berpengaruh

nyata terhadap kenaikan pH pada penyimpanan hari ke-0.

Hasil analisis ragam (Lampiran 19) yang dilakukan

terhadap data kenaikan pH pada hari penyimpanan ke-21

menunjukkan bahwa pada suhu dingin pelapisan tomat dengan gel

lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH yang dialami

oleh tomat tersebut. Pada suhu ruang, pelapisan tomat dengan gel

lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH. Pengemasan

tomat tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH jika

dikombinasikan dengan pelapisan gel lidah buaya, tetapi

berpengaruh nyata pada tomat yang tidak dilapisi gel lidah buaya,

baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu dingin, dimana

pengemasan mampu menghambat kenaikan pH lebih baik daripada

Page 73: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

145

yang tidak dikemas. Perlakuan suhu berpengaruh nyata terhadap

kenaikan pH jika tomat tidak dilapisi dengan gel lidah buaya,

dimana suhu dingin mampu menghambat kenaikan pH lebih baik

dari suhu ruang. Perlakuan yang mengalami kenaikan pH paling

besar adalah tomat tanpa pelapisan dan tanpa kemasan yang

disimpan pada suhu ruang. Sedangkan, perlakuan yang mengalami

kenaikan pH yang paling kecil adalah tomat yang dilapisi,

dikemas, dan disimpan pada suhu dingin.

Berdasarkan hasil percobaan di atas dapat disimpukan

bahwa pelapisan tomat dengan gel lidah buaya dapat menghambat

kenaikan pH. Perlakuan pelapisan ini akan lebih optimal jika

dikombinasikan dengan pengemasan dan suhu penyimpanan

dingin.

5. Perubahan Warna

Pengamatan terhadap perubahan warna pada semua sampel

tomat dilakukan dengan menggunakan chromameter. Interpretasi

data mengenai warna diterjemahkan melalui skala L*a*b. L

menyatakan nilai kecerahan warna tomat, skala a menyatakan

warna merah-kuning, sedangkan skala b menyatakan warna

kuning-biru. Selama pematangan buah tomat, nilai a akan semakin

meningkat dan nilai b akan semakin menurun. Hal ini terjadi

karena seiring dengan proses pematangannya, buah tomat akan

memproduksi lebih banyak likopen sehingga produksi akan

karoten dan xantofil menjadi berkurang dan menyebabkan warna

tomat menjadi semakin merah (Hulme, 1971).

Page 74: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

146

05

101520253035404550

0 5 10 15 20 25 30

Waktu penyimpanan (hari)

Nila

i a

Tomat kontrol dikemas (suhuruang)Tomat dengan aloe dikemas(suhu ruang)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe tdk dikemas(suhu ruang)Tomat kontrol dikemas (suhudingin)Tomat dengan aloe dikemas(suhu dingin)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe tdk dikemas(suhu dingin)

Gambar 18a. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan warna merah tomat selama penyimpanan

0

5

10

15

20

25

30

Tomat kontrolyang dikemas

Tomat denganaloe yangdikemas

Tomat kontrol Tomat denganaloe

Perlakuan

Nila

i a Suhu ruangSuhu dingin

Gambar 18b. Grafik perbandingan rata-rata perubahan warna merah tomat dengan

perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0

Page 75: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

147

05

101520253035404550

Tomat kontrolyang dikemas

Tomat denganaloe yangdikemas

Tomat kontrol Tomat denganaloe

Perlakuan

Nila

i a

Suhu ruangSuhu dingin

Gambar 18c. Grafik perbandingan rata-rata perubahan warna merah tomat

dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21

Gambar 18a memperlihatkan bahwa semakin lama

disimpan maka semakin besar pula perubahan warna merah yang

terjadi pada buah tomat seiring dengan proses pematangannya.

Histogram pada Gambar 18b dan Gambar 18c menceritakan bahwa

pada hari penyimpanan ke-0 hingga hari ke-21, tomat-tomat

dengan berbagai perlakuan yang disimpan pada suhu dingin, nilai

a-nya tidak berubah terlalu banyak bila dibandingkan dengan

tomat-tomat yang disimpan pada suhu ruang. Pada suhu ruang

terjadi peningkatan warna merah, sedangkan warna merah tomat

yang disimpan pada suhu dingin justru menurun.

Hasil analisis ragam (Lampiran 20) yang dilakukan

terhadap data pada histogram Gambar 18b menyatakan bahwa

berbagai perlakuan yang diberikan pada tomat tidak memberikan

pengaruh yang nyata pada perubahan warna tomat pada hari ke-0.

Begitu pula dengan hasil analisis ragam (Lampiran 21) yang

dilakukan terhadap data pada histogram Gambar 18c menunjukkan

bahwa pada hari penyimpanan ke-21, perlakuan pelapisan dengan

gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu penyimpanan tidak

Page 76: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

148

memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan warna

merah tomat.

0

10

20

30

40

50

60

0 5 10 15 20 25 30

Waktu penyimpanan (hari)

Nila

i bTomat kontrol dikemas (suhuruang)Tomat dengan aloe dikemas(suhu ruang)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol dikemas (suhudingin)Tomat dengan aloe dikemas(suhu dingin)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu dingin)

Gambar 19a. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan warna kuning tomat selama penyimpanan

37

37.5

38

38.5

39

39.5

40

40.5

Tomat kontrolyang dikemas

Tomat denganaloe yangdikemas

Tomat kontrol Tomat denganaloe

Perlakuan

Nila

i b Suhu ruangSuhu dingin

Gambar 19b. Grafik perbandingan rata-rata perubahan warna kuning tomat

dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0

Page 77: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

149

0

10

2030

40

50

60

Tomat kontrolyang dikemas

Tomat denganaloe yangdikemas

Tomat kontrol Tomat denganaloe

Perlakuan

Nila

i b

Suhu ruangSuhu dingin

Gambar 19c. Grafik perbandingan rata-rata perubahan warna kuning tomat

dengan perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21

Hasil analisis ragam (Lampiran 22 dan 23) yang dilakukan

terhadap data pada histogram Gambar 19b dan 19c menyatakan

bahwa berbagai perlakuan yang diberikan pada tomat tidak

memberikan pengaruh yang nyata pada perubahan warna kuning

tomat, baik pada hari penyimpanan ke-0 maupun hari penyimpanan

ke-21. Berdasarkan hasil percobaan tersebut maka dapat

disimpulkan bahwa perlakuan pelapisan dengan gel lidah buaya,

pengemasan, dan suhu penyimpanan tidak memberikan pengaruh

yang nyata terhadap perubahan warna tomat.

Page 78: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

150

0

10

20

30

40

50

60

70

0 5 10 15 20 25 30

Waktu penyimpanan (hari)

Nila

i kec

erah

an (s

kala

L)

Tomat kontrol dikemas (suhuruang)Tomat dengan aloe dikemas(suhu ruang)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe tdk dikemas(suhu ruang)Tomat kontrol dikemas (suhudingin)Tomat dengan aloe dikemas(suhu dingin)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe tdk dikemas(suhu dingin)

Gambar 20a. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap kecerahan warna tomat selama penyimpanan

0

10

20

30

40

50

60

70

Tomat kontrolyang dikemas

Tomat denganaloe yangdikemas

Tomat kontrol Tomat denganaloe

Perlakuan

Nila

i kec

erah

an (s

kala

L)

Suhu ruangSuhu dingin

Gambar 20b. Grafik perbandingan rata-rata kecerahan warna tomat dengan

perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-0

Page 79: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

151

48

50

52

54

56

58

60

Tomat kontrolyang dikemas

Tomat denganaloe yangdikemas

Tomat kontrol Tomat denganaloe

Perlakuan

Nila

i kec

erah

an (s

kala

L)

Suhu ruangSuhu dingin

Gambar 20c. Grafik perbandingan rata-rata kecerahan warna tomat dengan

perlakuan pelapisan gel, pengemasan, dan suhu penyimpanan pada hari ke-21

Gambar 19a menunjukkan pengaruh waktu penyimpanan

terhadap perubahan nilai kecerahan pada tomat yang diberi

perlakuan pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan

penyimpanan suhu yang berbeda. Gambar 19b dan 19c,

menceritakan mengenai perubahan kecerahan yang terjadi pada

tomat dengan berbagai perlakuan pada hari ke-0 dan ke-21.

Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan (Lampiran 25)

pada data histogram Gambar 19c menyatakan bahwa perlakuan

suhu, pelapisan, dan pengemasan berpengaruh nyata terhadap

perubahan nilai kecerahan tomat. Nilai kecerahan terendah terdapat

pada tomat yang diberi perlakuan pelapisan gel lidah buaya,

pengemasan, dan penyimpanan pada suhu ruang, sedangkan nilai

kecerahan tertinggi terdapat pada tomat kontrol tanpa pelapisan

dan pengemasan yang disimpan pada suhu dingin. Tomat yang

disimpan pada suhu dingin memiliki nilai kecerahan yang lebih

tinggi bila dibandingkan dengan yang disimpan pada suhu ruang.

Selain itu, kombinasi perlakuan pelapisan dan pengemasan pada

suhu dingin dapat menghambat penurunan nilai kecerahan. Adanya

Page 80: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

152

kombinasi perlakuan pengemasan, pelapisan, dan suhu

penyimpanan yang tepat akan mengurangi metabolisme komponen

warna yang dapat mengurangi nilai kecerahan.

Tomat tanpa pelapisan dan pengemasan yang disimpan

pada suhu dingin memiliki nilai kecerahan yang paling tinggi

dikarenakan tomat tersebut mulai mengalami chilling injury yang

menyebabkan kegagalan pematangan dan metabolisme pigmen

sehingga tidak terjadi perubaha warna yang signifikan untuk

merubah nilai kecerahan warna dari permukaan tomat tersebut.

Chilling injury ini terjadi karena suhu yang digunakan untuk

menyimpan tomat tersebut adalah 1°C. Suhu tersebut bukanlah

suhu yang optimum untuk menghambat proses respirasi dan

pematangan buah tomat, sehingga tomat-tomat yang disimpan pada

suhu dingin pada tahap ini sulit untuk memproduksi pigmen dan

menyebabkan nilai kecerahan warnanya masih lebih tinggi bila

dibandingkan dengan tomat yang disimpan pada suhu ruang.

Kombinasi dengan pengemasan dan pelapisan akan melindungi

tomat dari chilling injury, seperti yang terlihat pada tomat yang

dilapisi gel lidah buaya, baik yang dikemas maupun tidak,

memiliki nilai kecerahan yang lebih rendah daripada tomat tanpa

pelapisan dan pengemasan yang disimpan pada suhu dingin.

Pengamatan terhadap tomat yang disimpan pada suhu ruang berhenti

dilakukan pada hari ke-21 karena semua tomat kontrol untuk pengamatan tersebut

sudah rusak. Penyimpanan pada suhu ruang masih menyisakan beberapa sampel

tomat dengan 2 kali ulangan yang dilapisi gel lidah buaya, baik yang dikemas

maupun yang tidak, selama 3 hari kedepan. Sebelum akhirnya rusak akibat

kontaminasi mikroba. Aktivitas antimikroba pada edible coating dari gel lidah

buaya ini diuji dengan menggunakan metode swab. Uji mikrobiologi ini dilakukan

pada 2 sampel, yakni tomat segar dan tomat segar yang telah dilpaisi dengan gel

lidah buaya. Hasil uji mikrobiologi dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5 di bawah ini.

Page 81: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

153

Tabel 4. Hasil uji mikrobiologi pada permukaan buah tomat segar

Tingkat

pengenceran

Total bakteri (koloni/ml) Total kapang-khamir

(koloni/ml)

Cawan Cawan

1 2 1 2

10-1 TBUD TBUD 227 211

10-2 TBUD TBUD 33 33

10-3 TBUD TBUD 1 0

10-4 100 114 0 0

Total 2.2 X 107 5.4 X 104

Tabel 5. Hasil uji mikrobiologi pada permukaan buah tomat segar yang

telah dilapisi gel lidah buaya.

Tingkat

pengenceran

Total bakteri (koloni/ml) Total kapang-khamir

(koloni/ml)

Cawan Cawan

1 2 1 2

10-1 TBUD TBUD 115 103

10-2 TBUD TBUD 19 17

10-3 92 88 3 1

10-4 0 0 0 0

Total 1.8 X 106 2.2 X 104

Pengamatan terhadap tomat yang disimpan pada suhu dingin berhenti

dilakukan pada hari ke-28 akibat chilling injury dan penyakit antraknosa yang

dialami oleh tomat kontrol. Chilling injury merupakan kerusakan yang biasa

terjadi apabila suatu komoditi buah ataupun sayuran disimpan pada suhu rendah

untuk memperpanjang masa simpannya setelah pemanenan. Gejala fisik yang

Page 82: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

154

mengindikasikan terjadinya kerusakan dingin (chilling injury) ini bervariasi

tergantung dari suhu dan lama penyimpanan, komoditas, tingkat kematangan

komoditas dan keadaan jaringannya, serta faktor lingkungan seperti cahaya, angin,

air, dan komponen nutrisi (Saltveit, 1990). Semakin lama komoditas disimpan

dalam suhu rendah maka gejala kerusakan dinginnya akan semakin cepat timbul.

Chilling injury yang dialami oleh tomat-tomat ini dicirikan dengan adanya

pencoklatan pada bibit, kehilangan citarasa tomat yang khas, serta kegagalan

pematangan. Kehilangan citarasa yang khas dari tomat akibat kerusakan dingin

terjadi karena adanya peningkatan siklus glikolisis sehingga terjadi pengumpulan

hasil-hasil fermentasi sampingan seperti ethanol dan asam laktat yang

menyebabkan penyimpangan bau.

Antraknosa merupakan penyakit yang sering terjadi pada tumbuhan. Pada

umumnya penyakit ini menyerang bagian daun dan buah dari tanaman tersebut.

Penyakit ini disebabkan oleh kapang jenis Colleothricum dengan penampakan

fisik menyerupai lebam-lebam hitam pada tanaman yang dijangkitinya. Jika

dilihat hasil uji mikrobiologi pada alinea di atas terlihat bahwa gel lidah buaya

mampu mengeliminasi sejumlah mikroba, tetapi kandungan anti-mikroba dan

anti-fungal lidah buaya tidak mampu menghilangkan mikroba penyakit

antraknosa. Penyakit ini sebenarnya dapat ditanggulangi dengan cara mencuci

terlebih dahulu buah atau sayur sebelum dicelupkan ke dalam gel lidah buaya

untuk kemudian dikonsumsi.

Penyimpanan pada suhu dingin masih menyisakan beberapa sampel tomat

dengan 2 kali ulangan yang dilapisi gel lidah buaya, baik yang dikemas maupun

yang tidak, selama 5 hari kedepan hingga tomat-tomat tersebut mengalami

pembusukan akibat chilling injury dan penyakit antraknosa yang dialami.

Page 83: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

155

Gambar 21. Tomat yang terkena penyakit antraknosa

Gambar 22. Chilling Injury : Pencoklatan pada bibit

Page 84: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

156

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Aplikasi gel lidah buaya sebagai edible coating pada pengawetan

tomat segar dapat menghambat kerusakan mutu tomat akibat proses

pematangan yang cepat setelah panen. Aplikasi ini lebih efektif jika

dipadukan dengan pengemasan dan penyimpanan suhu dingin daripada

penyimpanan pada suhu ruang. Gel lidah buaya yang digunakan adalah gel

lidah buaya yang langsung diolah segera setelah panen dilakukan. Formulasi

yang paling baik untuk digunakan sebagai edible coating adalah gel lidah

buaya murni tanpa penambahan apapun.

Penyimpanan pada suhu dingin mampu memperpanjang umur simpan

tomat hingga 5 hari, sedangkan penyimpanan pada suhu ruang mampu

memperpanjang umur simpan tomat hingga 3 hari. Penyimpanan pada suhu

dingin (1°C) tidak membuat tomat yang telah dilapisi dengan gel lidah buaya

dan dikemas dengan plastik PVC mengalami chilling injury.

Edible coating dari gel lidah buaya memiliki kemampuan mereduksi

jumlah mikroba awal pada permukaan tomat, yakni sebesar 2.2 X 107

koloni/cm2 sebelum dilapisi gel lidah buaya menjadi 1.8 X 106 koloni/cm2

setelah dilapisi, sedangkan jumlah kapang dari sebesar 5.4 X 104 koloni/ cm2

menjadi 2.2 X 104 koloni/cm2, namun aktivitas anti-mikroba dan anti-kapang

dari gel lidah buaya tersebut tidak mampu menghilangkan mikroba penyebab

penyakit antraknosa.

Page 85: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

157

B. SARAN

Penelitian mengenai edible coating dari gel lidah buaya ini masih memiliki

banyak kekurangan mulai dari pembuatan hingga ke proses aplikasinya. Oleh

karena itu, optimasi proses pencucian dengan menggunakan bahan pencuci

selain klorin serta trimming dan filleting agar didapatkan rendemen dengan

kehilangan senyawa bioaktif yang terkandung dalam gel lidah buaya ini perlu

dilakukan lebih mendalam. Selain itu, pada penelitian ini hanya dilakukan

kombinasi dengan satu macam kemasan dan suhu dingin (1°C) saja, sehingga

belum tercapai hasil yang optimum untuk mampu menahan penurunan mutu

yang terjadi pada tomat, oleh karena itu perlu diadakan penelitian dengan

menggunakan bebrbagai kemasan serta penyimpanan pada suhu optimum

(10°C). Apilkasi pelapisan dengan gel lidah buaya dapat pula dilakukan pada

jenis buah atau sayuran lain. Kemampuan gel lidah buaya untuk mereduksi

kerja enzim pada permukaan buah dapat diterapkan pada produk-produk fresh

cut yang mudah mengalami browning atau reaksi enzimatis lainnya.

Gel lidah buaya memiliki banyak komponen aktif yang terkandung

didalamnya, sehingga pengembangan produk-produk, selain sebagai edible

coating, dari gel lidah buaya ini sebaiknya dieksplorasi lebih jauh untuk dapat

memaksimalkan potensi-potensi tersebut dan menambah nilai jual tanaman

lidah buaya.

Page 86: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

158

DAFTAR PUSTAKA

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of The Association Analytical Chemistry, Inc., Washington D. C.

Barkey, Silvya S. 1998. Aplikasi Edible Film Khitosan dari Kulit Udang Windu (Panaeus monodon) pada Penyimpanan Buah Tomat. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Banker, G.S. 1966. Film coating, theory and practice. Journal of Pharmacological Science. Vol 55, pp 81-83 [ 30 Juli 2007].

Beuchat, L.R. 1998. Surface Decontamination of Fruits and Vegetables Eaten Raw. WHO. Switzerland.

Cheftel, J.C, Cug, J.I., dan D. Lorient. 1985. Amino Acids, Peptides, and Proteins. Di dalam O.R. Fennema (ed) Food Chemistry. Marcell Dekker, Inc. New York.

Davis, R.H., DiDonato, J.J., Hartman, G.M., Haas, R.C. 1994. Anti-inflammatory and wound healing activity of a growth substance in Aloe vera. Journal of The American Pediatric Medical Association. Vol. 84, pp 77-81.

Donhowe IG, Fennema O. 1994. Edible films and coatings: characteristics, formation, definitions, and testing methods. Di dalam . Krochta JM, Baldwin EA, Carriedo MN (eds) Edible Coating and Film to Improve Food Quality. Technomic Publishing Company. Inc. Pennsylvania.

Farnum, C., Stanley, D.W., dan J.I. Gray. 1976. Protein-lipid interactions in soy films. Di dalam H. Kristanoko: Pengaruh Penambahan CMC dan Sorbitol Terhadap Karakteristik Fisik Edible Film dari Ekstrak Protein Bungkil Kedelai. Skripsi Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Geeson, J.D., Brown, M.K., Madison, K., Shepherd, J., dan F. Guaraldi. 1985. Modified Atmosphere Packaging to Extend Shelf Life of Tomatoes. Di dalam T.S. Rahayu: Pemgaruh Suhu, Jenis Kemasan Plastik, dan Modifikasi Atmosfir Terhadap Mutu Kacang Panjang Selama Penyimpanan. Skripsi Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Glincksman, M. 1984. Food Hydrocolloids. Di dalam H. Halid: Mmepelajari Pengaruh Penambahan Isolat Potein Keelai Terhadap Beberapa Sifat Fisik Edible Coatings dari Kappa-Karagenan. Skripsi Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Page 87: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

159

Gontard, N., Gulibert. S., dan J.I. Cuq. 1983. Water and gliserol as plasticizer affect mechanical and water vapor barrier properties of an edible wheat gluten film. Journal of Food Science. Vol 58(1), pp 206-210 [30 Juli 2007]

Hall, C.W., R.E. Hardenburg, dan Er. B. Pantastico.1975. Pengemasan untuk konsumen dengan plastik. Di dalam Pantastico. Er. B (eds) Fisiologi Pasca Panen. Gajah Mada Universiity Press. Yogyakarta.

Hanlon, J.F. 1971. Handbook of Package Engineering. McGraw Hill Book Co. USA.

Hardenburg, R.E. 1975. Dasar-dasar Pengemasan. Di dalam Pantastico. Er. B (eds) Fisiologi Pasca Panen. Gajah Mada Universiity Press. Yogyakarta.

He, Qian., et al. 2003.Quality And Safety Assurance In The Processing Of Aloe vera Gel Juice. Food Control Journal. Vol 16, pp 95-104. [21 Mei 2007].

Henig, Y.S. 1972. Storage Stability and Quakity of Produce Packaged in Polymeric Films. Di dalam Norman dan Salunkhe (eds) Postharvest Biology and handling of Fruit and Vegetables. The AVI Publishing Co. Inc. Westport. Connecticut.

Hobson, G.E dan J.N. Davies. 1971. The Tomato. Di dalam Hulme A.C (eds) The Biochemistry of Fruit and Product. Vol II. Academic Press. London.

Hurrel, R.F. 1980. Interaction of Food Component during Processing. Di dalam G.G. Birch dan K.J. Parker (eds) Food and Health: Science and Technology. Applied Scince Publisher. London.

Jowitt, R., Felix, E., Michael, K., Brian, M., dan R. Michael.1987. Physical Properties of Foods 2. Elsevier Applied Science. London.

Kadek Kumalasari. 2005. Pembuatan dan karakterisasi edible film dari pati bonggol pisang dengan penambahan plasticizer gliserol dan propilen glikol. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kelley, J.J. dan R. Pressey. 1966. Syudies with soybean protein and fiber formation. Di dalam H. Halid: Mempelajari Pengaruh Penambahan Isolat Potein Keelai Terhadap Beberapa Sifat Fisik Edible Coatings dari Kappa-Karagenan. Skripsi Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Kinsella, J.E. 1979. Fungsional Pengolahan Kedelai Menjadikan Makanan Bermutu. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Krochta, J.M., Baldwin, E.A., dan M. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomic Publishing Co. Inc. Lancaster. Basel.

Page 88: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

160

Lieberman, E.R., dan S.G. Gilbert.1973. gas permeation of collagen films as affected by cross-linkage, moisture, and plasticizer content. Di dalam H. Kristanoko: Pengaruh Penambahan CMC dan Sorbitol Terhadap Karakteristik Fisik Edible Film dari Ekstrak Protein Bungkil Kedelai. Skripsi Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Liener, I.E. 1978. Nutritional Value of Food Protein Products. Di dalam A.K. Smith dan S.J. Cicle (eds) Soybean: Chemistry and Technology. The AVI Publishing Co. Inc. Westport. Connesticut.

McHugh, T.H. dan J.M. Krochta. 1994. Sorbitol vs gliserol plasticized whey protein edible films: integrated oxygen permeability and tensile strength evaluation. Di dalam H. Kristanoko: Pengaruh Penambahan CMC dan Sorbitol Terhadap Karakteristik Fisik Edible Film dari Ekstrak Protein Bungkil Kedelai. Skripsi Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Meyer, E.W. dan L.D. William. 1977. Chemical Modification of Soy Protein. Di dalam R.E. Feeney dan J.R. Whittaker (eds) Food Protein. American Chemical Society. Washington DC.

Mohsenin, Nuri N. 1970. Physical Properties of Plant and Animal Materials. Gordon and Birch Publishers. Australia.

Mousa , A.S.M., Ali, M.I.A, Shalaby, N.M.M, dan M.H.A. Elgamal. 1999. Antifungal effects of different plant extracts and their major components of selected Aloe species. J. Phytother. Res. Vol 13, pp 401-407 [20 Februari 2007.]

Mori, T., S. Utsumi, H. Inaba, K. Kitamura, dan K. Harada. 1981. Differences in sub-unit composition if glycinin among soybeen cultivars. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol 29, pp 22-23 [30 Juni 2007].

Muchtadi, T dan Sugiyono. 1989. Petunjuk Laboratrium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Depdikbid Dirjen PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Nur Rimadianti. 2007. Karakteristik Edible Film dari Isinglass dengan penambahan sorbitol sebagai plasticizer. Skripsi Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Okamoto, S. 1978. Factors affecting protein film formation. Di dalam H. Halid: Mempelajari Pengaruh Penambahan Isolat Potein Kedelai Terhadap Beberapa Sifat Fisik Edible Coatings dari Kappa-Karagenan. Skripsi Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Page 89: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

161

Pantastico, E. B., A.K. Mattoo, dan C.T. Phan. 1986. Respirasi dan Puncak Respirasi. Di dalam Fisiologi Pasca Panen. Gajah Mada University Press. Jakarta.

Philips, R.D. dan L.R. Beuchat. 1981. Enzyme Modification. Of Protein. Di dalam J.P. Cherry (ed) Protein Functionalty in Food. American Chemical Society. Washington DC.

Rhodes. 1986. Peranan etilen dalam pemasakan buah. Di dalam Pantastico, Er. B. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan, dan Pemanfaatan Buah-buahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Reynolds, T and A.C. Dweck. 1999. Aloe vera leaf gel: a review update. Journal of Ethnopharmacology. Vol 68, pp 3-37. [21 Mei 2007].

Robert, H.D. 1997. Aloe vera: A scientific approach. Di dalam He et al. (eds) Quality And Safety Assurance In The Processing Of Aloe vera Gel Juice. Food Control Journal. Vol 16, pp 95-104. [21 Mei 2007].

Samanth, S.K., R.S. Singhal, P.R. Kurkani, dan D.V. Rege. 1993. Protein-polysaccharide interactions: a new approach in food formulations. International Journal of Food Science and Technology. Vol. 28, pp 547-562 [23 Juli 2007].

Sacharow, S. dan R.C. Griffin. 1980. Principles pf Food Packaging. AVI Publishing Co. Westport, Connecticut.

Smith, A.K. dan S.J. Circle. 1980. Chemical Composition of The Seed. Di dalam Allan et al. (eds) Soybean Chemistry and Technology Vol I. AVI Publishing Co. Inc. Westport. Connecticut.

Soedibyo, M. dan A.B. Rosmani. 1986. Respirasi, Fungsi, dan Peranannya pada Penanganan Segar Buah-buahan dan Sayur-sayuran. Di dalam C.N. Anggrahini: Mempelajari Pengaruh Kemasan Plastik PVC Dilubangui Terhadap Perubahan Sifat Fisik dan Akumulasi CO2 Hasil Respirasi dari Paprika. Skripsi Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Supriyanto, T. 1987. Perilaku Peubah dan Parameter Teknik Sistem Pemyimpanan tomat Segar dengan MAP. Skripsi Jurusan Mekanisasi Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Tugiyono. 1993. Bertanam Tomat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Valverde, J.M., et al. 2005. Novel Edible Coating Based on Aloe vera Gel to Maintain Table Grape Quality and Safety. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol.53, pp 7807-7813 [20 Februari 2007].

Page 90: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

162

Wibowo, Josephine T. 1996. Pengaruh Penambahan Isolat Protein Kedelai Terhadap Karakteristik Edible Coating dari Low Methoxy Pectins. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Wilson, E.D., Fisher, K.H., dan M.E. Fuqua. 1975. Principle of Nutrition. John Willey and Sons, Inc. New York.

Winters, W.D., Benavides, R., dan W.J. Clouse. 1981. Effects of aloe extracts on human normal and tumor cells in vitro. Economic Botany. Vol. 35, pp 89-95.

Winarno, F.G dan M. Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Budaya. Jakarta.

Whistler, R.L. dan J.R. Daniel.1985. Carbohydrate. Di dalam O.R. Fennema (ed) Food Chemistry. Marcell Dekker, Inc. New York.

Wolf, W.J. dan J.C. Cowan. 1971. Soybean as a food source. Critical Review Food Technology Journal. Vol 2, pp 81-158 [18 Juli 2007].

Wolf, W.J. 1975. Soy Protein for Fabricated Foods. Di dalam G.E. Inglet (ed) Fabricated Foods. AVI Publ.Co.Inc. Westport. Connecticut.

Wolfe, T.K. dan Kipps, M.S. 1953. Production of Field Crops. A Textbook of Agronomy. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York.

Yaron, A. 1991. Aloe vera: chemical and physical properties and stabilization. Di dalam T. Reynolds dan A.C. Dweck (eds). Aloe vera leaf gel: a review update. Journal of Ethnopharmacology. Vol 68, pp 3-37. [21 Mei 2007]

Page 91: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

163

LAMPIRAN

Lampiran 1. Data susut bobot tomat (%) dengan perlakuan pelapisan gel lidah

buaya pada umur tertentu.

Lampiran 1.a. Data susut bobot tomat ( %) dengan pelapisan gel lidah buaya yang

berumur 1 hari.

Perlakuan Ulangan Susut bobot tomat

Hari ke-

1 2 3

1. Tomat kontrol

2. Tomat dengan

pelapisan gel lidah

buaya

1

2

1

2

0.797365

0.970374

0.777469

0.739552

1.485235

1.655408

1.631087

1.230056

2.874025

4.167485

3.063258

2.290403

Lampiran 1.b. Data susut bobot tomat ( %) dengan pelapisan gel lidah buaya yang

berumur 2 hari.

Perlakuan Ulangan Susut bobot tomat

Hari ke-

1 2 3

1. Tomat kontrol

2. Tomat dengan

pelapisan gel lidah

buaya

1

2

1

2

1.339506

1.420176

1.529497

1.521208

1.617251

1.71386

1.880811

1.916789

2.627905

2.997661

2.903857

2.887015

Page 92: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

164

Lampiran 1.c. Data susut bobot tomat ( %) dengan pelapisan gel lidah buaya yang

berumur 6 hari.

Perlakuan Ulangan Susut bobot tomat

Hari ke-

1 2 3

1. Tomat kontrol

2. Tomat dengan

pelapisan gel lidah

buaya

1

2

1

2

0.623778

0.528889

0.97095

1.113915

0.665168

0.541734

1.027912

1.188067

0.490427

0.37321

0.55125

0.801568

Lampiran 1.d. Data susut bobot tomat ( %) dengan pelapisan gel lidah buaya yang

berumur 7 hari.

Perlakuan Ulangan Susut bobot tomat (%)

Hari ke-

1 2 3

1. Tomat kontrol

2. Tomat dengan

pelapisan gel lidah

buaya

1

2

1

2

0.671141

0.796424

1.554899

0.838409

0.802365

0.81101

1.738286

1.228364

1.401182

1.405505

1.869143

1.614182

Page 93: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

165

Lampiran 3.h. Data susut bobot rata-rata tomat dengan perlakuan suhu dingin,

pelapisan dengan gel, dan pengemasan.

Perlakuan Rata-rata susut bobot tomat (%)

Hari ke-

0 7 14 21 28

Suhu

dingin

Dikemas Kontrol 0 1.71 6.16 5.06 2.76

Coating 0 3.26 2.33 2.68 4.06

Tidak

dikemas

Kontrol 0 7.47 6.45 3.85 3.91

Coating 0 4.31 4.90 3.69 2.81

Lampiran 3.i. Data nilai kelunakan tekstur rata-rata tomat dengan perlakuan suhu

dingin, pelapisan dengan gel, dan pengemasan.

Perlakuan Rata-rata susut bobot tomat (%)

Hari ke-

0 7 14 21 28

Suhu

dingin

Dikemas Kontrol 7.12 10.12 11.97 14.8 13.69

Coating 8.13 9.72 11.06 11.58 13.21

Tidak

dikemas

Kontrol 4.87 10.33 12.97 16.94 18.36

Coating 6.49 9.53 11.34 11.78 13.5

Lampiran 3.j. Data nilai perubahan total padatan terlarut rata-rata tomat dengan

perlakuan suhu dingin, pelapisan dengan gel, dan pengemasan.

Perlakuan Rata-rata susut bobot tomat (%)

Hari ke-

0 7 14 21 28

Suhu

dingin

Dikemas Kontrol 3.2 3.4 3.225 3.125 3

Coating 3.05 3.1 3.075 3 3

Tidak

dikemas

Kontrol 3 3.2 3.2 3.1 2.925

Coating 3.05 3.125 3.05 3 3

Page 94: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

166

Lampiran 3.k. Data nilai perubahan derajat keasaman rata-rata tomat dengan

perlakuan suhu dingin, pelapisan dengan gel, dan pengemasan.

Perlakuan Rata-rata susut bobot tomat (%)

Hari ke-

0 7 14 21 28

Suhu

dingin

Dikemas Kontrol 4.45 4.513 4.58 4.558 4.695

Coating 4.44 4.44 4.485 4.49 4.65

Tidak

dikemas

Kontrol 4.3875 4.5025 4.58 4.565 4.615

Coating 4.415 4.46 4.553 4.53 4.58

Lampiran 3.l. Data nilai kecerahan rata-rata warna tomat dengan perlakuan suhu

dingin, pelapisan dengan gel, dan pengemasan.

Perlakuan Rata-rata susut bobot tomat (%)

Hari ke-

0 7 14 21 28

Suhu

dingin

Dikemas Kontrol 58.22 51.83 54.49 53.11 55.69

Coating 51.87 53.55 54.87 58.62 59.02

Tidak

dikemas

Kontrol 53.68 54.42 60.26 64.52 58.02

Coating 54.59 52.97 57.59 58.47 56.48

Lampiran 3.m. Data nilai a rata-rata warna tomat dengan perlakuan suhu dingin,

pelapisan dengan gel, dan pengemasan.

Perlakuan Rata-rata susut bobot tomat (%)

Hari ke-

0 7 14 21 28

Suhu

dingin

Dikemas Kontrol 13.39 31.62 34.09 39.56 36.26

Coating 25.89 31.15 35.36 34.21 35.59

Tidak

dikemas

Kontrol 25.69 31.01 34 37.3 29.67

Coating 24.32 32.12 34.11 30.59 30.8

Page 95: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

167

Lampiran 3.n. Data nilai b rata-rata warna tomat dengan perlakuan suhu dingin,

pelapisan dengan gel, dan pengemasan.

Perlakuan Rata-rata susut bobot tomat (%)

Hari ke-

0 7 14 21 28

Suhu

dingin

Dikemas Kontrol 39.18 37.95 41 36.8 43.37

Coating 38.12 39.81 44.37 44.99 45.59

Tidak

dikemas

Kontrol 39.89 41.56 47.52 47.88 44.25

Coating 39.21 39.10 45.30 45.80 45.16

Page 96: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

168

Lampiran 4 . Data susut bobot tomat pada hari ke-0 dan hari ke-21.

Perlakuan Ulangan Susut bobot (%)

Hari ke-

21

Suhu ruang Dikemas Kontrol 1 8.06

2 7.11

X ± SD 7.62 ± 0.51

Coating 1 4.08

2 3.74

X ± SD 3.91 ± 0.17

Tidak

dikemas

Kontrol 1 8.64

2 7.94

X ± SD 8.35 ± 0.41

Coating 1 4.811

2 4.34

X ± SD 4.58 ± 0.24

Suhu dingin Dikemas Kontrol 1 3.29

2 4.81

X ± SD 5.06 ± 0.25

Coating 1 2.56

2 2.80

X ± SD 2.68 ± 0.12

Tidak

dikemas

Kontrol 1 4.12

2 3.57

X ± SD 3.85 ± 0.28

Coating 1 4.87

2 2.65

X ± SD 3.69 ± 1.04

Page 97: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

169

Lampiran 5 . Data kelunakan tekstur tomat pada hari ke-0 dan hari ke-21.

Perlakuan Ulangan Susut bobot (%)

Hari ke-

0 21

Suhu ruang Dikemas Kontrol 1 4.88 21.18

2 6.02 18.36

X ± SD 5.45 ± 0.57 19.72 ± 1.46

Coating 1 10.8 13.48

2 7.58 11.12

X ± SD 9.19 ± 1.61 12.3 ± 1.18

Tidak

dikemas

Kontrol 1 5.9 21.86

2 5.2 21.82

X ± SD 5.55 ± 0.35 21.84 ± 0.02

Coating 1 5.66 12.64

2 6.3 11.3

X ± SD 5.98 ± 0.32 11.97 ± 0.67

Suhu dingin Dikemas Kontrol 1 5.9 15.44

2 8.34 14.16

X ± SD 7.12 ± 1.22 14.8 ± 0.64

Coating 1 9.28 10.72

2 6.98 12.44

X ± SD 8.13 ± 1.15 11.58 ± 0.86

Tidak

dikemas

Kontrol 1 3.54 15.72

2 6.2 18.16

X ± SD 4.87 ± 1.33 16.94 ± 1.19

Coating 1 6 12.3

2 6.98 11.26

X ± SD 6.49 ± 0.49 11.78 ± 0.52

Page 98: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

170

Lampiran 6. Data total padatan terlarut tomat pada hari ke-0 dan hari ke-21.

Perlakuan Ulangan Susut bobot (%)

Hari ke-

0 21

Suhu ruang Dikemas Kontrol 1 3 2.95

2 2.5 2.5

X ± SD 2.75 ± 0.25 2.725 ±

0.225

Coating 1 2 3

2 2.9 2.5

X ± SD 2.45 ± 0.45 2.75 ± 0.25

Tidak

dikemas

Kontrol 1 2.5 2.825

2 2.95 2.375

X ± SD 2.725 ± 0.225 2.6 ± 0.275

Coating 1 2.65 2.6

2 3.05 2.75

X ± SD 2.85 ± 0.2 2.675 ±

0.075

Suhu dingin Dikemas Kontrol 1 3.35 3

2 3.05 3.25

X ± SD 3.2 ± 0.15 3.125 ±

0.875

Coating 1 3.2 3

2 2.9 3

X ± SD 3.05 ± 0.15 3 ± 0

Tidak

dikemas

Kontrol 1 3.05 3.2

2 2.95 3

X ± SD 3 ± 0.05 3.1 ± 0.1

Coating 1 3.1 2.95

2 3 3.05

X ± SD 3.05 ± 0.05 3 ± 0.05

Page 99: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

171

Lampiran 7. Data derajat keasaman tomat pada hari ke-0 dan hari ke-21.

Perlakuan Ulangan Susut bobot (%)

Hari ke-

0 21

Suhu ruang Dikemas Kontrol 1 4.545 5.3

2 4.405 5.29

X ± SD 4.475 ± 0.72 5.295 ± 0.005

Coating 1 4.515 4.52

2 4.525 4.53

X ± SD 4.52 ± 0.005 4.525 ± 0.005

Tidak

dikemas

Kontrol 1 4.425 5.3

2 4.36 5.32

X ± SD 4.393 ±

0.033

5.31 ± 0.01

Coating 1 4.4 4.53

2 4.55 4.53

X ± SD 4.475 ±

0.075

4.53 ± 0

Suhu dingin Dikemas Kontrol 1 4.42 4.545

2 4.48 4.57

X ± SD 4.45 ± 0.03 4.558 ± 0.012

Coating 1 4.485 4.455

2 4.395 4.525

X ± SD 4.44 ± 0.045 4.49 ± 0.035

Tidak

dikemas

Kontrol 1 4.315 4.59

2 4.46 4.54

X ± SD 4.388 ±

0.073

4.565 ± 0.025

Coating 1 4.475 4.53

2 4.355 4.53

X ± SD 4.415 ± 0.06 4.53 ± 0

Page 100: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

172

Lampiran 8. Data nilai kecerahan warna tomat pada hari ke-0 dan hari ke-21.

Perlakuan Ulangan Susut bobot (%)

Hari ke-

0 21

Suhu ruang Dikemas Kontrol 1 50.60 50.12

2 55.57 55.86

X ± SD 52.79 ± 0.42 52.99 ± 0.23

Coating 1 54.11 48.86

2 54.94 50.00

X ± SD 54.52 ± 0.41 49.44 ± 0.42

Tidak

dikemas

Kontrol 1 53.32 49.49

2 49.83 59.56

X ± SD 51.58 ± 1.75 54.53 ± 5.03

Coating 1 55.53 58.78

2 54.24 63.36

X ± SD 54.88 ± 0.54 61.07 ± 2.29

Suhu dingin Dikemas Kontrol 1 56.44 51.59

2 59.99 54.62

X ± SD 58.22 ± 1.77 53.11 ± 1.81

Coating 1 51.18 60.00

2 52.56 57.24

X ± SD 51.87 ± 0.69 58.62 ± 1.38

Tidak

dikemas

Kontrol 1 52.94 64.88

2 54.43 64.16

X ± SD 53.68 ± 0.75 64.52 ± 0.36

Coating 1 57.63 57.90

2 51.56 59.04

X ± SD 54.59 ± 3.03 58.47 ± 0.57

Page 101: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

173

Lampiran 9. Data warna merah tomat (skala a) pada hari ke-0 dan hari ke-21.

Perlakuan Ulangan Susut bobot (%)

Hari ke-

0 21

Suhu ruang Dikemas Kontrol 1 15.14 36.04

2 15.47 47.18

X ± SD 15.31 ± 0.16 41.61 ± 5.57

Coating 1 22.73 38.18

2 10.92 37.41

X ± SD 16.83 ± 5.91 37.79 ± 0.38

Tidak

dikemas

Kontrol 1 22.15 40.67

2 24.82 45.95

X ± SD 23.49 ± 1.33 43.31 ± 2.64

Coating 1 10.05 32.7

2 14.12 37.1

X ± SD 12.09 ± 2.03 34.9 ± 2.2

Suhu dingin Dikemas Kontrol 1 6.87 39.19

2 19.9 39.93

X ± SD 13.39 ± 6.51 39.56 ± 0.37

Coating 1 29.74 34.65

2 22.03 33.77

X ± SD 25.89 ± 3.85 34.21 ± 0.44

Tidak

dikemas

Kontrol 1 29.35 33.07

2 22.03 41.53

X ± SD 25.69 ± 3.66 37.3 ± 4.23

Coating 1 22.85 27.08

2 25.79 34.1

X ± SD 24.32 ± 1.47 30.59 ± 3.51

Page 102: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

174

Lampiran 10. Data warna kuning tomat (skala b) pada hari ke-0 dan hari ke-21.

Perlakuan Ulangan Susut bobot (%)

Hari ke-

0 21

Suhu ruang Dikemas Kontrol 1 40.36 32.9

2 39.39 47.02

X ± SD 39.89 ± 0.5 39.96 ± 7.06

Coating 1 39.22 31.7

2 39.58 35.6

X ± SD 39.4 ± 0.18 33.65 ± 1.95

Tidak

dikemas

Kontrol 1 39.94 33.62

2 39.36 39.54

X ± SD 39.65 ± 0.29 36.58 ± 2.96

Coating 1 39.35 45.81

2 40.42 46.62

X ± SD 39.89 ± 0.53 46.22 ± 0.4

Suhu dingin Dikemas Kontrol 1 39.32 35.95

2 39.03 37.65

X ± SD 39.18 ± 0.15 36.8 ± 0.85

Coating 1 38.71 45.95

2 37.53 44.04

X ± SD 38.12 ± 0.59 44.99 ± 0.95

Tidak

dikemas

Kontrol 1 39.35 47.28

2 40.43 48.48

X ± SD 39.89 ± 0.54 47.88 ± 0.6

Coating 1 39.72 45.9

2 38.69 45.69

X ± SD 39.21 ± 0.52 45.80 ± 0.11

Page 103: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

175

Lampiran 11. Tabel hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan susut bobot tomat

pada perlakuan penyimpanan gel lidah buaya untuk aplikasi

coating.

ANOVA SSTBBT

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups .781 3 .260 1.045 .424

Within Groups 1.994 8 .249

Total 2.775 11 SSTBBT Duncan

SAMPEL N

Subset for alpha = .05

1 4 3 1.00998

487 1 3 1.22379

675 3 3 1.28024

228 2 3 1.71261

970 Sig. .144

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 3.000. Keterangan : 1= tomat kontrol (1) 2.= tomat kontrol (2) 3 = tomat dengan pelapisan gel lidah buaya berunur 1 hari (1) 4 = tomat dengan pelapisan gel lidah buaya berunur 1 hari (2)

Page 104: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

176

Lampiran 12. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap susut bobot

tomat dengan berbagai perlakuan formula coating.

Univariate Analysis of Variance Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable: SSTBBT

Source

Type III Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Corrected Model 5.552(a) 14 .397 32.503 .000

Intercept 73.913 1 73.913 6058.370 .000

SAMPEL .751 4 .188 15.380 .000 HARI 4.801 10 .480 39.352 .000 Error .488 40 .012 Total 79.953 55 Corrected Total 6.040 54

a R Squared = .919 (Adjusted R Squared = .891) SSTBBT Duncan SAMPEL N

Subset 1 2

2 11 1.00388665

3 11 1.03873193

5 11 1.19848527

1 11 1.27438643

4 11 1.28079024

Sig. .464 .106 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .012. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 11.000. b Alpha = .05.

Page 105: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

177

SSTBBT Duncan HARI N

Subset 1 2 3 4 5

10 5 .62207907

9 5 .63025265

7 5 1.04087509

6 5 1.04903422

5 5 1.07342745

3 5 1.29395470

4 5 1.30866145

1.30866145

1 5 1.36802300

1.36802300

2 5 1.38001821

1.38001821

11 5 1.45372129

1.45372129

8 5 1.53177002

Sig. .907 .665 .270 .063 .271 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. Based on Type III Sum of Squares The error term is Mean Square(Error) = .012. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000. b Alpha = .05. Keterangan : 1 = kontrol 2 = tomat dengan gel lidah buaya 3 = tomat dengan gel lidah buaya dan ISP 1 % 4 = tomat dengan gel lidah buaya, ISP 1%, dan gliserol 1%

5 = tomat dengan gel lidah buaya, ISP 1%, dan sorbitol 2 ml/45 ml ISP

Page 106: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

178

Lampiran 13. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap susut bobot

tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu

penyimpanan pada hari ke-21.

ANOVA SSTBBT

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups 54.223 7 7.746 17.029 .000

Within Groups 3.639 8 .455

Total 57.862 15

SSTBBT Duncan SAMPEL N

Subset for alpha = .05 1 2 3

6 2 2.68106435

8 2 3.75745000

3.75745000

7 2 3.84377650

3.84377650

2 2 3.91059200

3.91059200

4 2 4.57803850

5 2 5.05380050

1 2 7.58802150

3 2 8.28617350

Sig. .125 .112 .331 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Page 107: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

179

Lampiran 14. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kelunakan

tekstur tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu

penyimpanan pada hari ke-0.

ANOVA KLUNAKN

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups 30.268 7 4.324 2.172 .150

Within Groups 15.924 8 1.990

Total 46.191 15

KLUNAKN Duncan

SAMPEL N

Subset for alpha = .05 1 2

7 2 4.87000 1 2 5.45000 3 2 5.55000 4 2 5.98000 5.980008 2 6.49000 6.490005 2 7.12000 7.120006 2 8.13000 8.130002 2 9.19000Sig. .067 .068

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Page 108: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

180

Lampiran 15. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kelunakan

tekstur tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu

penyimpanan pada hari ke-21.

ANOVA KLUNAKN

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups 225.838 7 32.263 19.363 .000

Within Groups 13.330 8 1.666

Total 239.168 15

KLUNAKN Duncan SAMPEL N

Subset for alpha = .05 1 2 3 4

6 2 11.58000

8 2 11.78000

4 2 11.97000

2 2 12.30000

5 2 15.55000

7 2 17.25000

17.25000

1 2 19.77000

19.77000

3 2 21.84000

Sig. .612 .224 .087 .147 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Page 109: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

181

Lampiran 16. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap total padatan

terlarut tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu

penyimpanan pada hari ke-0.

ANOVA B

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups .802 7 .115 1.130 .429

Within Groups .811 8 .101

Total 1.614 15

B Duncan

SAMPEL N

Subset for alpha = .05

1 2 2 2.450003 2 2.725001 2 2.750004 2 2.850007 2 3.000006 2 3.050008 2 3.050005 2 3.20000Sig. .063

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Page 110: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

182

Lampiran 17. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap total padatan

terlarut tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu

penyimpanan pada hari ke-21.

ANOVA B

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups .749 7 .107 1.986 .178

Within Groups .431 8 .054

Total 1.181 15

B Duncan

SAMPEL N

Subset for alpha = .05 1 2

3 2 2.60000 4 2 2.67500 2.675001 2 2.72500 2.725002 2 2.75000 2.750008 2 3.00000 3.000006 2 3.07500 3.075005 2 3.12500 3.125007 2 3.20000Sig. .072 .072

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Page 111: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

183

Lampiran 18. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap derajat

keasaman tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan

suhu penyimpanan pada hari ke-0.

ANOVA PH

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups .029 7 .004 .705 .671

Within Groups .047 8 .006

Total .076 15 PH Duncan

SAMPEL N

Subset for alpha = .05

1 7 2 4.387503 2 4.392508 2 4.415006 2 4.440005 2 4.450001 2 4.475004 2 4.475002 2 4.52000Sig. .147

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Page 112: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

184

Lampiran 19. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap derajat

keasaman tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan

suhu penyimpanan pada hari ke-21.

ANOVA PH

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups 1.784 7 .255 472.808 .000

Within Groups .004 8 .001

Total 1.788 15

PH Duncan SAMPEL N

Subset for alpha = .05 1 2 3

6 2 4.49000 2 2 4.52500 4.52500 4 2 4.53000 4.53000 8 2 4.53000 4.53000 5 2 4.55750 7 2 4.56500 1 2 5.295003 2 5.31000Sig. .144 .148 .536

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Page 113: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

185

Lampiran 20. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kemerahan

warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu

penyimpanan pada hari ke-0.

ANOVA A

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups 470.412 7 67.202 2.365 .126

Within Groups 227.365 8 28.421

Total 697.777 15

A Duncan

SAMPEL N

Subset for alpha = .05 1 2

4 2 12.08500

5 2 13.38500

13.38500

1 2 15.30500

15.30500

2 2 16.82500

16.82500

3 2 23.48500

23.48500

8 2 24.32000

24.32000

7 2 25.69000

6 2 25.88500

Sig. .068 .064 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Page 114: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

186

Lampiran 21. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kemerahan

warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu

penyimpanan pada hari ke-21.

ANOVA A

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups 240.571 7 34.367 1.870 .200

Within Groups 147.052 8 18.382

Total 387.623 15

A Duncan

SAMPEL N

Subset for alpha = .05 1 2

8 2 30.59000

6 2 34.21000

34.21000

4 2 34.90000

34.90000

7 2 37.30000

37.30000

2 2 37.79500

37.79500

5 2 39.56000

39.56000

1 2 41.61000

3 2 43.31000

Sig. .090 .087 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Page 115: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

187

Lampiran 22. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kekuningan

warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu

penyimpanan pada hari ke-0.

ANOVA B

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups 301.256 7 43.037 2.249 .139

Within Groups 153.117 8 19.140

Total 454.373 15

B Duncan

SAMPEL N

Subset for alpha = .05 1 2

2 2 33.65000

3 2 36.58000

36.58000

1 2 39.96000

39.96000

5 2 43.37000

43.37000

7 2 44.24500

44.24500

8 2 45.16000

6 2 45.59000

4 2 46.21500

Sig. .055 .078 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Page 116: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

188

Lampiran 23. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kekuningan

warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu

penyimpanan pada hari ke-21.

ANOVA B

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups 4.981 7 .712 1.820 .210

Within Groups 3.128 8 .391

Total 8.109 15 B Duncan

SAMPEL N

Subset for alpha = .05 1 2

6 2 38.12000

5 2 39.17500

39.17500

8 2 39.20500

39.20500

2 2 39.40000

39.40000

3 2 39.65000

39.65000

1 2 39.87500

4 2 39.88500

7 2 39.89000

Sig. .053 .315 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Page 117: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

189

Lampiran 24. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kecerahan

warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu

penyimpanan pada hari ke-0.

ANOVA L

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups 62.361 7 8.909 1.437 .310

Within Groups 49.598 8 6.200

Total 111.959 15

L Duncan

SAMPEL N

Subset for alpha = .05 1 2

3 2 51.57800

6 2 51.86850

1 2 52.78500

52.78500

7 2 53.68350

53.68350

2 2 54.52200

54.52200

8 2 54.59650

54.59650

4 2 54.88650

54.88650

5 2 58.21700

Sig. .250 .079 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Page 118: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

190

Lampiran 25. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan terhadap kecerahan

warna tomat dengan perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu

penyimpanan pada hari ke-21.

ANOVA L

Sum of Squares df

Mean Square F Sig.

Between Groups 342.252 7 48.893 4.467 .026

Within Groups 87.560 8 10.945

Total 429.813 15

L Duncan SAMPEL N

Subset for alpha = .05 1 2 3

2 2 49.43500

1 2 52.99300

52.99300

5 2 53.10800

53.10800

3 2 54.52850

54.52850

8 2 58.47000

58.47000

6 2 58.62150

58.62150

4 2 61.07300

61.07300

7 2 64.51850

Sig. .186 .055 .124 Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a Uses Harmonic Mean Sample Size = 2.000.

Page 119: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

191

Lampiran 2. Data susut bobot tomat yang diberi perlakuan pelapisan dengan berbagai formula gel.

Perlakuan

Susut bobot tomat (%)

Hari ke-

3 6 9 12 15 18 21 24 27 30 33

1. Tomat kontrol

2. Tomat + gel lidah buaya

3. Tomat + gel lidah buaya

+ ISP 1 %

4. Tomat + gel lidah buaya

+ ISP 1 % + gliserol 2%

5. Tomat + gel lidah buaya

+ ISP 1 % + sorbitol 2

ml/45 ml ISP

1.34

1.16

1.24

1.67

1.42

1.59

1.52

1.91

1.54

1.43

1.46

1.07

1.14

1.48

1.32

1.49

1.25

1.15

1.42

1.36

1.15

0.95

0.93

1.24

1.10

1.15

0.94

0.19

1.17

1.06

1.12

0.91

0.92

1.19

1.07

1.60

1.29

1.32

1.92

1.53

0.71

0.56

0.62

0.58

0.68

0.68

0.53

0.55

0.73

0.62

1.72

1.35

1.45

1.15

1.60

Page 120: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

192

Lampiran 3. Data hasil pengamatan pada percobaan penentuan umur simpan tomat dengan perlakuan pelapisan gel lidah buaya,

pengemasan, serta penyimpanan pada suhu berbeda.

Lampiran 3.a. Data susut bobot rata-rata tomat dengan perlakuan suhu ruang, pelapisan dengan gel, dan pengemasan.

Perlakuan Rata-rata susut bobot tomat (%)

Hari ke-

0 3 6 9 12 15 18 21

Suhu

ruang

Dikemas Kontrol 0 6.75 3.54 4.31 8.94 8.32 1.69 7.63

Coating 0 5.46 4.12 2.78 3.63 4.74 5.02 3.91

Tidak

dikemas

Kontrol 0 8.97 5.83 6.83 5.57 4.97 5.60 8.35

Coating 0 5.15 6.56 6.87 4.90 4.07 5.44 4.58

Page 121: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

193

Lampiran 3.b. Data nilai kelunakan tekstur rata-rata tomat dengan perlakuan suhu ruang, pelapisan dengan gel, dan pengemasan.

Perlakuan Rata-rata susut bobot tomat (%)

Hari ke-

0 3 6 9 12 15 18 21

Suhu

ruang

Dikemas Kontrol 5.45 11.26 11.65 11.8 12.28 12.79 12.87 19.77

Coating 9.19 10.24 10.57 10.9 11.04 12.87 11.63 12.3

Tidak

dikemas

Kontrol 5.55 11.17 12.55 12.84 13.06 11.63 13.63 21.84

Coating 5.98 9.48 9.77 10.02 10.78 13.63 11.65 11.97

Lampiran 3.c. Data nilai perubahan total padatan terlarut rata-rata tomat dengan perlakuan suhu ruang, pelapisan dengan gel, dan

pengemasan.

Perlakuan Rata-rata susut bobot tomat (%)

Hari ke-

0 3 6 9 12 15 18 21

Suhu

ruang

Dikemas Kontrol 2.75 3 3.05 .75 3.5 3.225 3 2.725

Coating 2.45 2.5 3.25 3.25 3 3 3 2.75

Tidak

dikemas

Kontrol 2.725 3.075 3.825 3.775 3.325 3 3 2.6

Coating 2.85 3.025 3.725 4 3 3 3 2.675

Page 122: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

194

Lampiran 3.d. Data nilai perubahan derajat keasaman rata-rata tomat dengan perlakuan suhu ruang, pelapisan dengan gel, dan pengemasan.

Perlakuan Rata-rata susut bobot tomat (%)

Hari ke-

0 3 6 9 12 15 18 21

Suhu

ruang

Dikemas Kontrol 4.475 4.618 4.685 4.605 4.605 5.36 4.64 4.295

Coating 4.52 4.64 4.64 4.63 4.575 4.995 4.525 4.525

Tidak

dikemas

Kontrol 4.393 4.573 4.69 4.625 4.645 5.345 4.68 5.31

Coating 4.475 4.605 4.663 4.598 4.595 5.02 4.575 4.53

Lampiran 3.e. Data nilai kecerahan rata-rata warna tomat dengan perlakuan suhu ruang, pelapisan dengan gel, dan pengemasan.

Perlakuan Rata-rata susut bobot tomat (%)

Hari ke-

0 3 6 9 12 15 18 21

Suhu

ruang

Dikemas Kontrol 52.79 50.38 48.71 47.80 50.08 52.84 51.43 52.99

Coating 54.52 53.73 49.69 50.64 50.41 50.48 51.00 49.44

Tidak

dikemas

Kontrol 51.58 52.63 51.01 50.98 47.53 53.89 53.40 54.53

Coating 54.88 55.98 47.39 50.56 50.22 51.80 52.91 61.07

Page 123: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

195

Lampiran 3.f. Data nilai a rata-rata warna tomat dengan perlakuan suhu ruang, pelapisan dengan gel, dan pengemasan.

Perlakuan Rata-rata susut bobot tomat (%)

Hari ke-

0 3 6 9 12 15 18 21

Suhu

ruang

Dikemas Kontrol 15.31 31.14 33.97 37.73 36.74 40.66 37.59 41.61

Coating 16.83 27.94 36.45 36.25 37.25 38.6 38.2 37.79

Tidak

dikemas

Kontrol 23.49 35.35 36.95 40.22 38.31 41.18 40.50 43.31

Coating 12.09 24.25 40.14 35.63 37.58 39.26 39.22 34.9

Lampiran 3.g. Data nilai b rata-rata warna tomat dengan perlakuan suhu ruang, pelapisan dengan gel, dan pengemasan.

Perlakuan Rata-rata susut bobot tomat (%)

Hari ke-

0 3 6 9 12 15 18 21

Suhu

ruang

Dikemas Kontrol 39.89 35.36 33.97 34.04 34.97 35.83 33.67 39.96

Coating 39.4 38.46 35.09 37.42 35.10 33.97 34.49 33.65

Tidak

dikemas

Kontrol 39.65 36.12 37.73 36.95 32.71 38.16 38.57 36.58

Coating 39.89 40.96 32.21 37.60 37.12 35.77 35.29 46.22

Page 124: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

Jurnal Skripsi 2007 Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

APLIKASI GEL LIDAH BUAYA (Aloe vera L.) SEBAGAI EDIBLE COATING PADA

PENGAWETAN TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.)

Slamet Budijanto1) dan Andiny Kismaryanti2)

1) Dosen Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor 2) Sarjana Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor

Abstrak Permintaan akan produk sayuran dan buah yang semakin meningkat, menuntut adanya

sayuran dan buah segar yang memiliki kualitas yang baik. Kualitas tersebut hanya mungkin dipenuhi melalui penanganan pasca panen yang baik serta upaya untuk memeperpanjang tingkat kesegaran. Salah satu usaha yang dapat dilakukan adalah dengan enggunaan edible coating. Aloe vera dilaporkan banyak mengandung senyawa bioaktif seperti antimikroba serta memiliki sifat pembentukan gel yang baik, sehingga berpotensi untuk dijadikan sebagai edible coating. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mempelajari aplikasi Aloe vera gel sebagai edible coating pada tomat. Berdasarkan pengamatan, Aloe vera edible coating pada tomat segar dapat menghambat penurunan mutu tomat akibat proses pematangan yang cepat setelah panen. Aplikasi ini lebih efektif jika dipadukan dengan pengemasan dan penyimpanan suhu dingin daripada penyimpanan pada suhu ruang. Gel lidah buaya yang digunakan adalah gel lidah buaya yang langsung diolah segera setelah panen. Formulasi yang paling baik untuk digunakan sebagai edible coating adalah gel lidah buaya murni tanpa penambahan apapun. Penyimpanan pada suhu dingin mampu memperpanjang umur simpan tomat hingga 5 hari, sedangkan penyimpanan pada suhu ruang mampu memperpanjang umur simpan tomat hingga 3 hari. Penyimpanan pada suhu dingin (1°C) tidak membuat tomat yang telah dilapisi dengan gel lidah buaya dan dikemas dengan plastik PVC mengalami chilling injury. Edible coating dari gel lidah buaya memiliki kemampuan mereduksi jumlah mikroba awal pada permukaan tomat, yakni sebesar 2.2 X 107 koloni/cm2 sebelum dilapisi gel lidah buaya menjadi 1.8 X 106 koloni/cm2 setelah dilapisi, sedangkan jumlah kapang dari sebesar 5.4 X 104

koloni/ cm2 menjadi 2.2 X 104 koloni/cm2, namun aktivitas anti-mikroba dan anti-kapang dari gel lidah buaya tersebut tidak mampu menghilangkan mikroba penyebab penyakit antraknosa. Kata kunci:

PENDAHULUAN Latar Belakang

Sayuran merupakan sumber vitamin, mineral, dan serat gizi yang dibutuhkan oleh masyarakat. Seiring dengan perkembangan jaman, kesadaran masyarakat akan kesehatan serta pentingnya nilai gizi dalam makanan yang mereka konsumsi semakin meningkat. Kesadaran masyarakat akan pola hidup sehat menyebabkan kebutuhan akan sayuran meningkat juga. Peningkatan ini dapat dilihat dari semakin tingginya permintaan akan sayuran yang bermutu tinggi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik di dalam maupun di luar negeri. Pasar luar negeri dan pasar modern (supermarket, hypermarket, hotel dan

restoran) menuntut adanya sayuran segar yang bermutu tinggi, yakni memiliki penampakan baik, relatif tahan lama, dan tidak cepat layu selama penyimpanan. Kualitas sayuran tersebut hanya mungkin dipenuhi dengan adanya penanganan pasca panen yang baik termasuk usaha untuk dapat memperpanjang tingkat kesegaran.

Ada berbagai cara yang dapat dilakukan untuk menghambat kerusakan sayuran antara lain dengan cara melakukan modifikasi kemasan sayuran dan penyimpanan dengan suhu rendah. Salah satu cara yang juga dapat dilakukan untuk memperpanjang masa simpan sayuran, namun tetap dapat mempertahankan mutu, adalah dengan mengaplikasikan edible film pada

Page 125: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

sayuran tersebut. Edible film sangat berpotensi untuk meningkatkan shelf life dari sayuran karena secara teori pengaplikasian edible film akan membentuk suatu coating yang mampu berperan sebagai barrier agar tidak kehilangan kelembaban, bersifat permeabel terhadap gas-gas tertentu, serta mengontrol migrasi komponen-komponen larut air yang dapat menyebabkan perubahan pigmen dan komponen nutrisi sayuran (Krochta, et al., 1994).

Pengaplikasian edible coating yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pembuatan edible film yang berasal dari gel tanaman Aloe vera. Aloe vera merupakan tanaman serbaguna yang akhir-akhir ini, selain digunakan sebagai bahan baku industri shampoo (kosmetik), juga mulai diolah menjadi aneka produk makanan. Aloe vera juga telah dilaporkan mengandung beberapa senyawa bioaktif yang bersifat antimikroba dan dapat menyembuhkan luka jaringan sehingga diharapkan pada pengaplikasian gel Aloe vera sebagai edible coating mampu mempertahankan mutu serta memperpanjang masa simpan sayuran tersebut. Aplikasi gel Aloe vera sebagai edible coating telah dicoba sebelumnya pada buah anggur dengan menggunakan gel Aloe vera yang dilarutkan dengan sejumlah air (Valverde, et al., 2005). Sayuran yang akan dijadikan sebagai objek penelitian ini adalah sayuran tomat karena mudah untuk ditanam, bersifat responsif terhadap berbagai perlakuan eksperimen, dan sangat berpotensi untuk dikomersialkan baik didalam maupun luar negeri.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mempelajari pembuatan edible film dari gel tanaman lidah buaya ( Aloe vera L. ) dan pengaruhnya terhadap tomat serta untuk mempertahankan mutu dan memperpanjang masa simpan tomat tersebut.

METODOLOGI

Bahan

Bahan yang diperlukan dalam penelitian ini adalah tomat segar (Lycopersicon esculentum Mill.), daun lidah buaya (Aloe vera L.), klorin, air matang, alkohol 70%, aquades, sorbitol, gliserol, isolat protein, aquades, media PCA, PDA, asam tartarat, serta larutan pengencer.

Alat Alat yang dibutuhkan dalam penelitian

ini adalah wearing blend, timbangan digital halus, baskom, kulkas, sendok pengaduk, sendok makan, sumpit, sarung tangan plastik, masker, bunsen, gelas plastik, wadah styrofoam, plastik pembungkus, talenan plastik, wadah ukuran besar, pisau, saringan, neraca analitik, inkubator 30 °C, penetrometer, chromameter Minolta CR-300, pH-meter, refraktometer, tabung reaksi, cawan petri, pipet volumetrik.

Metode

Penelitian ini dilakukan beberapa tahap yaitu (1) percobaan pembuatan gel Aloe vera (2) pengujian umur simpan gel terhadap mutu coating, (3) formulasi gel Aloe vera L. untuk aplikasi coating pada tomat, serta (4) penentuan umur simpan tomat segar dengan perlakuan Aloe vera gel coating, pengemasan, dan suhu.

1. Pembuatan gel dari pelepah daun Aloe

vera L. Tahap percobaan ini bertujuan

mengembangkan cara pembuatan gel dengan sifat coating yang baik. Pada tahap ini, dilakukan pembuatan gel Aloe vera berdasarkan pembuatan minuman Aloe vera menurut He et al. (2003) dan memodifikasinya dengan memberikan berbagai perlakuan seperti pencucian, pemanasan, serta penambahan asam. Optimasi teknik pencucian dilakukan untuk menghilangkan lendir berwarna kuning yang dapat menurunkan mutu gel, seperti terjadinya perubahan warna gel menjadi lebih kuning dan timbulnya bau tidak sedap. Perlakuan pemanasan dengan suhu 80°C selama 5 menit dan penambahan asam sitrat sebanyak 4% yang juga disertai pemanasan dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroba awal gel Aloe vera. Parameter yang diamati adalah penampakannya secara fisik, meliputi warna, bau, serta kekentalan.

2. Pengujian pengaruh umur simpan gel

Aloe vera L. Untuk aplikasi coating pada tomat.

Percobaan ini bertujuan mengetahui daya tahan gel selama penyimpanan pada suhu <10°C dalam refrigerator hingga 7 hari. Selain itu, percobaan ini juga dilakukan untuk

Page 126: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

mengetahui pengaruh penyimpanan gel tersebut terhadap mutu coating gel yang diaplikasikan pada buah tomat segar. Coating dilakukan dengan metode pencelupan (dipping). Parameter yang diamati adalah susut bobot dan penurunan tingkat kesegaran yang terjadi pada tomat selama penyimpanan pada suhu ruang. Data dari hasil pengukuran tersebut kemudian diuji secara statistik menggunakan tabel ANOVA metode Duncan, dan dibantu dengan media pengolahan SPSS.

3. Formulasi gel Aloe vera L. untuk

aplikasi coating pada tomat. Tahap ini bertujuan melihat

pengaruh coating gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein, gliserol, dan sorbitol yang diaplikasikan pada buah tomat, sehingga dihasilkan edible coating yang baik. Buah tomat segar dicelupkan ke dalam empat formula larutan coating yang berbeda, yakni (a) larutan gel Aloe vera murni (tanpa penambahan), (b) larutan gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein 1%, (c) larutan gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein 1% dan gliserol 2%, serta (d) larutan gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein 1% dan sorbitol 2 ml/45 ml ISP. Pengamatan dilakukan terhadap parameter susut bobot buah tomat selama penyimpanan pada suhu ruang dan melihat penurunan tingkat kesegaran buah tersebut. Data dari hasil pengukuran tersebut kemudian diuji secara statistik menggunakan tabel Univariate Analysis of Variance dan uji lanjut Duncan yang dibantu dengan media pengolahan SPSS. Formula gel terbaik yang didapatkan dari tahapan ini akan digunakan pada tahap selanjutnya.

4. Formulasi gel Aloe vera L. untuk

aplikasi coating pada tomat. Tahapan ini bertujuan

mengetahui pengaruh kemasan dan kondisi suhu penyimpanan yang paling optimum untuk buah tomat segar yang telah di-coating dengan formula larutan terpilih hasil penelitian tahap tiga di atas. Setelah dicelup ke dalam larutan coating, buah tomat tersebut dikemas dalam styrofoam dan

dibungkus dengan plasticized PVC, kemudian disimpan pada suhu ruang serta suhu 1°C. Pengamatan dilakukan terhadap susut bobot, perubahan warna, tekstur, perubahan kandungan gula (°B), perubahan pH, dan total mikroba selama penyimpanan. Data dari hasil pengukuran tersebut kemudian diuji secara statistik menggunakan tabel ANOVA metode Duncan, dan dibantu dengan media pengolahan SPSS.

a. Susut bobot

Pengukuran susut bobot dilakukan secara gravimetri, yaitu membandingkan selisih bobot sebelum penyimpanan dengan sesudah penyimpanan. Rumus :

% Susut bobot = a - b x 100% a a = bobot awal b = bobot akhir b. Kelunakan tekstur Tingkat kelunakan tekstur

tomat diukur dengan alat penetrometer semi-digital dengan menggunakan probe tertentu. Permukaan buah tomat akan ditusuk jarum probe dengan kecepatan dan berat yang tetap selama 10 detik, sehingga kedalaman lubang yang diakibatkan oleh penusukan tersebut akan menyatakan kelunakan tekstur buah tomat tersebut.

c. Warna Warna permukaan buah tomat

selama penyimpanan diukur dengan kromameter Minolta CR-300. Skala yang digunakan adalah skala L*a*b dan Yxy dengan ulangan pengukuran sebanyak tiga kali setiap sampel.

d. Derajat keasaman (pH) Pengukuran derajat keasaman

menggunakan pH meter. Sebelum digunakan alat distandardisasi dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 4. Sekitar 25 ml sampel dimasukkan ke dalam gelas piala. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam sampel, kemudian dilakukan pembacaan pH sampel setelah dicapai nilai yang tetap.

Page 127: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

e. Total Padatan Terlarut (TPT) Pengukuran total padatan

terlarut (TPT) menggunakan Hand Refractometer (0-39˚Brix). Sebelum digunakan alat dibersihkan terlebih dahulu dengan alkohol dan dilap hingga kering. Sampel yang akan diukur kemudian diletakkan secukupnya pada tempat pembacaan. Kemudian nilai TPT ditunjukkan oleh angka yang didapat pada batas garis biru dan putih.

f. Uji Mikrobiologi Sampel di-swab dengan luas

permukaan tertentu, kemudian hasil swab tersebut dimasukkan kedalam larutan pengencer sebanyak 10 ml. Sebanyak 1 ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan ke dalam masing-masing dua cawan petri (duplo) steril yang selanjutnya dituangkan media PCA steril (untuk total uji total mikroba) dan APDA steril (untuk uji kapang-khamir) yang telah didinginkan hingga suhunya 47-50 °C sebanyak 10-15 ml dan digoyangkan secara mendatar diatas meja supaya contoh menyebar rata. Cawan berisi agar yang sudah membeku diinkubasi dengan posisi terbalik pada suhu 30°C selama 2 hari. Total bakteri ditetapkan dengan SPC (Standard Plate Count).

Koloni per cm2 = Jumlah koloni/cawan x 10 x 1 n

n = luas permukaan yang di-swab

(cm2) HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan gel dari pelepah daun Aloe

vera L. Tahap pembuatan edible coating

dari gel lidah buaya ini dimulai dari pemilihan (sortasi) pelepah daun lidah buaya. Pemilihan pelepah daun ini berdasarkan penampakan fisiknya antara lain, tingkat kematangan yang dapat dilihat dari warna daun yang sudah hijau (tidak kuning), ukuran daun, ada atau tidaknya kotoran atau penyakit, serta kerusakan fisik seperti patah atau luka pada jaringan luar daun. Pelepah daun ini harus sudah diproses dalam jangka waktu

36 jam setelah dipanen untuk menghindari degradasi komponen-komponen bioaktif yang terkandung didalamnya (Roberts, 1997). Setelah disortasi, tahapan selanjutnya adalah mencuci pelepah daun tersebut untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang menempel pada permukaan daun. Kemudian, pelepah daun lidah buaya ini direndam dalam larutan klorin dengan konsentrasi 200 ppm selama 30 menit. Tahap perendaman berfungsi untuk mengurangi cemaran mikroba pada permukaan daun sehingga diharapkan tidak akan ada kontaminasi silang ke dalam gel lidah buaya yang akan dihasilkan. Setelah direndam, daun lidah buaya tersebut dibilas dengan air matang untuk menghilangkan sisa-sisa larutan klorin yang menempel, sehingga tidak ada lagi bau klorin yang menyengat. Di beberapa negara selain Indonesia, seperti USA dan Uni Eropa tidak memperbolehkan senyawa klorin digunakan sebagai bahan pencuci untuk komoditi pangan, oleh karena itu senyawa klorin ini sebaiknya diganti dengan desinfektan pencuci lainnya yang diperbolehkan FDA, seperti penggunaan asam sitrat dan senyawa anti-mikroba alami lainnya, untuk mencuci pelepah daun lidah buaya. Hal ini akan menjadi sangat penting apabila komoditi pangan yang dilapisi dengan gel lidah buaya ini diekspor ke negara-negara yang sangat ketat peraturannya mengenai syarat keamanan seperti penggunaan desinfektan klorin untuk digunakan sebagai pencuci produk pangan tersebut.

Tahapan selanjutnya adalah trimming dan filleting daun lidah buaya. Pada proses ini, bagian pangkal, ujung, serta sisi-sisi daun yang berduri, dan semua kulit daun dibuang dengan menggunakan pisau. Pembuangan bagian-bagian tersebut perlu dilakukan untuk menghilangkan yellow sap (senyawa anthraquinone beserta turunannya) dan dari proses ini diharapkan hasil potongan gel lidah buaya tanpa kulit yang bersih. Namun, seringkali yellow sap ini masih belum hilang secara sempurna sehingga dapat mengkontaminasi gel lidah buaya yang dihasilkan. Oleh karena itu, ada 2 hal yang harus dilakukan, yakni dengan membasuh ujung-ujung bekas sayatan selama tahap filleting, serta membilas

Page 128: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

bagian pangkal gel yang telah didapatkan dengan air matang. Yellow sap penting untuk dihilangkan karena jika gel yang telah dihasilkan masih tercemar oleh yellow sap ini maka warna gelnya akan berubah menjadi kekuningan, baunya menjadi tidak sedap, memiliki efek laxative, serta dapat mempengaruhi umur simpan dari gel tersebut. Pada tahap percobaan ini belum diopltimalkan cara mendapatkan gel lidah buaya dengan rendemen yang sesedikit mungkin. Hal ini cukup penting mengingat banyaknya kandungan senyawa bioaktif dalam gel lidah buaya tersebut yang dapat mempengaruhi mutu dari coating gel yang dihasilkan, sehingga kehilangan lendir (tidak berwarna) dan terbuangnya bagian mucilage gel lidah buaya selama proses trimming dan filleting perlu diminimalisasi.

Potongan gel lidah buaya yang dihasilkan dari tahapan di atas kemudian dihancurkan dengan menggunakan wearing blender selama tidak lebih dari 10 menit. Jika proses penghancuran berlangsung terlalu lama maka akan terjadi reaksi pencoklatan enzimatis dalam gel lidah buaya tersebut dan warnanya akan menjadi berubah. Dari tahap ini, didapatkan larutan gel lidah buaya yang sudah siap untuk dijadikan coating. Larutan gel lidah buaya tersebut kemudian dikemas dan disimpan pada suhu dingin (5°C).

Pada tahap ini, dilakukan juga percobaan pemanasan dan penambahan asam sitrat pada larutan gel lidah buaya yang telah dihasilkan dengan tujuan untuk mereduksi mikroba yang terdapat dalam larutan gel tersebut sehingga dapat memperpanjang umur simpannya. Perlakuan pemanasan dilakukan pada suhu 80°C selama 5 menit dan perlakuan penambahan asam sitrat sebanyak 4% dilakukan setelahnya. Berdasarkan pengamatan, pada gel dengan perlakuan pemanasan dan perlakuan penambahan asam yang disertai pemanasan, terdapat endapan dan terjadi perubahan warna larutan gel menjadi kecoklatan. Endapan ini terjadi akibat pemanasan sehingga meyebabkan degradasi komponen polisakarida karena putusnya ikatan ionik yang mendukung struktur polisakarida tersebut. Warna coklat terbentuk karena proses pemanasan mempercepat reaksi pencoklatan enzimatis yang terjadi pada

larutan gel (Blanshard dan Mitchell, 1979). Terbentuknya endapan menyebabkan kekentalan larutan gel menjadi berkurang drastis sehingga tidak lagi dapat membentuk lapisan edible coating yang baik.

B. Pengujian pengaruh umur simpan gel

Aloe vera L. Untuk aplikasi coating pada tomat.

Komposisi komponen-komponen bioaktif yang terkandung dalam gel lidah buaya tergantung pada musim,iklim, serta tanah tempat tanaman ini ditanam. Satu faktor penting yang harus diperhatikan adalah penanganan pelepah daun pasca panen karena proses dekomposisi komponen didalamnya sudah dimulai sejak pelepah daun tersebut dipotong dari tanaman induknya. Proses dekomposisi ini terjadi akibat reaksi enzimatis dan aktivitas mikroba alami yang ada pada daun tersebut (Coats, 1979). Pada larutan gel yang telah diekstraksi, kehilangan aktivitas berbagai komponen bioaktif yang terkandung dalam lidah buaya menjadi lebih sedikit bila dibandingkan ketika komponen tersebut masih ada di dalam bentuk pelepah daunnya (He et al., 2003). Oleh karena itu, pada percobaan ini dilakukan pengujian penyimpanan larutan gel yang telah diekstraksi dari lidah buaya terhadap mutu coating yang dihasilkan ketika diaplikasikan pada buah tomat. Penyimpanan gel dilakukan pada suhu <10°C selama 7 hari. Tomat-tomat tersebut kemudian disimpan pada suhu ruang dan diamati selama 4 hari. Parameter yang diamati pada tomat untuk melihat mutu coating yang dihasilkan adalah susut bobot.

00.5

11.5

22.5

33.5

44.5

1 2 3

Hari ke-

Sus

ut b

obot

(%)

Tomat utuh kontrol 1Tomat utuh kontrol 2Tomat utuh dgn aloe 1Tomat utuh dgn aloe 2

Gambar 1. Grafik pengaruh umur simpan gel lidah buaya (1 hari) terhadap persentase susut bobot tomat.

Page 129: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

1 2 3

Hari ke-

Sus

ut b

obot

(%)

Tomat utuh kontrol 1Tomat utuh kontrol 2Tomat utuh dgn aloe 1Tomat utuh dgn aloe 2

Gambar 2. Grafik pengaruh umur simpan gel lidah buaya (2 hari) terhadap persentase susut bobot tomat.

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1 2 3

Hari ke-

Sus

ut b

obot

(%)

Tomat utuh kontrol 1Tomat utuh kontrol 2Tomat utuh dgn aloe 1Tomat utuh dgn aloe 2

Gambar 3. Grafik pengaruh umur simpan gel lidah buaya (6 hari) terhadap persentase susut bobot tomat.

00.20.40.60.8

11.21.41.61.8

2

1 2 3

Hari ke-

Sus

ut b

obot

(%)

tomat kontrol 1tomat kontrol 2tomat aloe 1tomat aloe 2

Gambar 4. Grafik pengaruh umur simpan gel lidah buaya (7 hari) terhadap persentase susut bobot tomat. Berdasarkan keempat grafik

diatas, dapat diketahui bahwa semakin lama larutan gel lidah buaya disimpan maka kualitas gel tersebut sebagai edible coating akan semakin menurun. Hal ini terlihat dari semakin menurunnya kemampuan gel tersebut untuk menahan laju kehilangan bobot yang terjadi. Gambar 1 memperlihatkan bahwa susut bobot yang terjadi pada tomat yang dilapisi gel lidah buaya lebih sedikit bila dibandingkan dengan tomat yang tidak dilapisi (kontrol). Kemudian, pada Gambar 2 - 4 mulai terlihat bahwa kemampuan coating gel untuk menahan susut bobot pada tomat yang dilapisi

mulai berkurang karena susut bobot tomat yang dilapisi tersebut ternyata menjadi lebih tinggi daripada kontrolnya. Sehingga, dari hasil percobaan di atas dapat disimpulkan bahwa penyimpanan gel berpengaruh terhadap mutu coating yang dihasilkan dan coating gel yang paling baik untuk diaplikasikan pada tomat adalah gel yang langsung digunakan segera setelah diekstrak dari pelepah daun yang baru dipanen. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada suhu ruang perlakuan pelapisan tomat dengan menggunakan gel lidah buaya pada Gambar 1 tidak berbeda nyata dengan tomat yang tidak dilapisi.

C. Formulasi gel Aloe vera L. Untuk

alpikasi coating pada tomat. Tahap percobaan ini dilakukan

berdasarkan hasil tahapan percobaan sebelumnya yang menyatakan bahwa edible coating dari gel lidah buaya tidak cukup efektif untuk diaplikasikan pada tomat yang disimpan pada suhu ruang, sehingga diperlukan adanya penambahan zat-zat tertentu yang diperkirakan mampu memperbaiki kinerja coating dari gel lidah buaya tersebut. Zat-zat yang akan ditambahkan antara lain isolat protein kedelai, gliserol, dan sorbitol. Pada tahap percobaan ini, buah tomat segar dicelupkan kedalam empat formula larutan coating yang berbeda, yakni (a) larutan gel Aloe vera murni (tanpa penambahan), (b) larutan gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein 1%, (c) larutan gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein 1% dan gliserol 2%, serta (d) larutan gel Aloe vera dengan penambahan isolat protein 1% dan sorbitol 1 ml. Pengamatan dilakukan terhadap parameter susut bobot buah tomat selama penyimpanan pada suhu ruang dan melihat penurunan tingkat kesegaran pada buah tersebut secara visual.

Page 130: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

0

0.5

1

1.5

2

2.5

0 2 4 6 8 10 12

Per 3 hari

Sus

ut b

obot

(%)

KontrolAloe 100Aloe ispAloe isp gliserolAloe isp sorbitolLinear (Kontrol)Linear (Aloe isp gliserol)Linear (Aloe isp)Linear (Aloe 100)Linear (Aloe isp sorbitol)

Gambar 5. Grafik perbandingan persentase susut bobot tomat pada berbagai formula edible coating. Grafik di atas menunjukkan

bahwa garis regresi formula (a) berada pada urutan paling bawah yang berarti bahwa formula coating yang terbaik untuk menahan susut bobot tomat adalah dengan menggunakan gel lidah buaya murni. Tetapi, jika dilihat lebih jelas, garis regresi formula (a) dan (b) hampir berhimpit bila dibandingkan dengan garis regresi formula yang lain. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji statistik untuk mengetahui apakah ada perbedaan di antara kedua formula tersebut. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan yang telah dilakukan, ternyata, formula (a) dan (b) berbeda nyata terhadap formula (c), (d), dan kontrol. Formula (a) dan (b) tidak berbeda nyata satu sama lain, tetapi formula (a) lebih baik daripada formula (b) jika dilihat dari urutan pada hasil uji lanjut Duncan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa formula gel lidah buaya murni lebih mampu menahan laju kehilangan bobot daripada formula gel lidah buaya yang telah ditambahkan dengan isolat protein kedelai. Selain itu, ditinjau dari keterjangkauan, gel murni lidah buaya lebih mudah didapatkan dan diproses, bila dibandingkan dengan harus formula lainnya yang harus menambahkan bahan-bahan yang tidak bisa dibeli di sembarang tempat dan tidak terjangkau harganya. Formula dengan penambahan sorbitol lebih besar susut bobotnya bila dibandingkan dengan penambahan gliserol, hal ini dikarenakan sifat plasticizer sorbitol yang lebih baik sehingga kekentalan larutan pun menjadi berkurang lebih banyak bila dibandingkan dengan gliserol. Kekentalan larutan gel untuk coating berkurang karena aktivitas plasticizer tersebut yang mampu mengurangi ikatan hidrogen internal pada gel lidah buaya

sehingga lapisan yang terbentuk menjadi lebih tipis dan tidak dapat lagi menahan laju kehilangan bobot tomat tersebut.

Pada tahap sebelumnya, telah disimpulkan bahwa perlakuan pelapisan tomat dengan gel lidah buaya tidak berbeda nyata dengan tomat yang tidak dilapisi selama disimpan pada suhu ruang, tetapi pada tahap ini diketahui bahwa tomat dengan pelapisan berbeda nyata dengan tomat tanpa pelapisan. Hal ini mungkin terjadi karena perbedaan varietas dan umur sampel tomat yang digunakan. Tomat yang digunakan pada tahap sebelumnya sudah memiliki tingkat kematangan yang tinggi (warnanya lebih merah) ketika akan dilapisi dengan gel, sedangkan tomat yang digunakan pada tahap ini tingkat kematangannya lebih rendah (warnanya masih kuning-kehijauan). Oleh karena itu, respirasi pada tomat yang kematangannya sudah tinggi sulit untuk dibendung oleh lapisan gel lidah buaya tersebut sehingga menyebabkan susut bobotnya pun menjadi sulit untuk ditahan. Penurunan tingkat kesegaran juga diamati secara visual. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan, beberapa ulangan sampel tomat kontrol serta tomat yang dilapisi dengan formula (b), (c), (d), mengalami kerusakan fisik internal yang dimulai pada hari penyimpanan ke-20, namun kerusakan ini tidak terjadi pada tomat yang dilapisi dengan gel lidah buaya murni. Kerusakan internal pada tomat biasanya disertai dengan adanya guratan-guratan pada permukaan buah yang merupakan pertanda bahwa jaringan buah kehabisan air. Keadaan jaringan yang kehabisan air ini akan semakin berkurang seiring dengan semakin matangnya buah tersebut, tetapi kerusakan internal yang cukup serius tetap terjadi. Kerusakan permanen pada jaringan lokular ini menyebabkan jaringan tersebut gagal membuat dirinya menjadi sel-sel yang lebih bersifat gelatinous yang pada umumnya normal terjadi selama pematangan buah. Kemudian pada jaringan lokular yang tidak terlalu rusak, proses gelatinisasi sel ini berlangsung tidak sempurna sehingga akan membentuk benang-benang tebal berwarna gelap pada jaringan tersebut (Mohsenin, 1962).

Page 131: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

D. Penentuan umur simpan tomat segar dengan perlakuan Aloe vera gel coating, pengemasan, dan suhu.

Sayuran dan buah-buahan melangsungkan proses kehidupannya dengan melakukan respirasi. Proses respirasi ini tidak hanya berlangung ketika mereka berada di pohon saja, tetapi juga setelah dipanen mereka terus melakukan respirasi. Proses respirasi yang terus berlangsung setelah buah atau sayuran dipanen ini menyebabkan perubahan fisik dan kimia yang dapat mempengaruhi kualitas buah atau sayuran itu sendiri. Oleh karena itu, untuk mempertahankan mutu buah atau sayuran harus dilakukan penanganan pasca panen yang tepat, agar kerusakan tomat selama penyimpanan dapat diminimalkan. Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga mutu buah agar tetap baik adalah dengan menggunakan kemasan, edible coating, dan penyimpanan buah tersebut pada suhu optimumnya.

Tahapan percobaan ini bertujuan mengetahui pengaruh kemasan dan kondisi suhu penyimpanan yang paling optimum untuk buah tomat segar yang telah di-coating dengan formula larutan terpilih dari tahap percobaan sebelumnya. Tomat segar dicelup ke dalam larutan gel lidah buaya murni kemudian diletakkan pada styrofoam berukuran kecil dan dikemas dengan kemasan plasticized PVC. Setelah itu, tomat-tomat, baik yang telah dilapisi maupun tidak, dan tomat-tomat, baik yang dikemas maupun tidak setelah pencelupan ke dalam larutan gel, disimpan pada suhu ruang dan suhu 1°C. Parameter yang diamati antara lain susut bobot, perubahan warna, kekerasan tekstur, perubahan °Brix (total gula), dan perubahan pH (kadar keasaman). Hasil yang didapatkan dari percobaan ini akan dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dan uji lanjut Duncan. 1. Susut Bobot

Respirasi yang terjadi pada buah merupakan proses biologis dimana oksigen diserap untuk membakar bahan-bahan organik dalam buah untuk menghasilkan energi dan diikuti oleh pengeluaran sisa pembakaran berupa gas karbondioksida dan air. Air, gas yang dihasilkan, dan energi berupa panas akan mengalami penguapan

sehingga buah tersebut akan menyusut beratnya. Menurut Wills (1981), faktor yang mempengaruhi kehilangan air pada buah antara lain adalahh luas berbanding volume buah tersebut, lapisan alami permukaan buah, dan kerusakan mekanis pada kulit buah. Pemberian perlakuan pelapisan yang dikombinasikan dengan pengemasan dan suhu penyimpanan diharapkan dapat menekan laju kehilangan bobot yang terjadi.

Gambar 6. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap persentase susut bobot tomat selama penyimpanan.

Pada Gambar 6, dapat dilihat bahwa susut bobot yang dialami oleh buah tomat meningkat selama penyimpanan. Hal ini terjadi karena tomat merupakan buah yang memiliki pola respirasi klimakterik. Pada buah yang bersifat klimakterik, respirasi akan terus meningkat seiring dengan semakin matangnya buah tersebut sehingga mengakibatkan susut bobot buah juga semakin meningkat terutama ketika buah tersebut telah mencapai puncak klimakteriknya. Pada suhu ruang di hari ke-21 memiliki susut bobot yang lebih besar bila dibandingkan dengan tomat yang disimpan pada suhu dingin (1°C). Perbandingan nilai susut bobot antara tomat yang disimpan pada suhu ruang dan suhu dingin ini, membuktikan bahwa suhu dingin dapat mempertahankan tomat dari kehilangan bobot akibat proses respirasi dan transpirasi. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa perlakuan pelapisan, pengemasan, dan suhu berbeda nyata terhadap susut bobot. Susut bobot yang dialami tomat yang

0

2

4

6

8

10

0 5 10 15 20 25 30

Waktu penyimpanan (hari)Su

sut b

obot

(%)

Tomat kontrol dikemas (suhuruang)Tomat dengan aloe dikemas(suhu ruang)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol dikemas (suhudingin)Tomat dengan aloe dikemas(suhu dingin)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu dingin)

Page 132: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

dilapisi gel lidah buaya, dikemas, dan disimpan pada suhu dingin tidak berbeda nyata dengan tomat yang hanya dilapisi dengan gel saja, tomat kontrol yang disimpan pada suhu dingin, serta tomat yang dilapisi dengan gel lidah buaya namun disimpan pada suhu ruang. Tomat dengan pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, penyimpanan pada suhu dingin memiliki susut bobot yang paling kecil daripada keempat perlakuan lainnya diatas. Hal ini berarti bahwa perlakuan tersebut mampu menghambat respirasi dengan baik sehingga penyusutan pada bobot buah pun dapat dihambat pula. Tomat yang dilapisi dengan gel lidah buaya dan disimpan pada suhu ruang tidak berbeda nyata dengan tomat kontrol yang dikemas dan disimpan pada suhu dingin. Kedua perlakuan ini berbeda nyata dengan keempat perlakuan yang telah disebutkan diatas. Selain itu, perlakuan ini juga berbeda nyata dengan tomat yang dikemas di suhu ruang serta tomat kontrol yang disimpan pada suhu ruang. Tomat yang dikemas di suhu ruang serta tomat kontrol yang disimpan pada suhu ruang.ini tidak berbeda nyata satu dengan yang lainnya, tetapi berbeda nyata dengan tomat yang dilapisi gel lidah buaya, dikemas, dan disimpan pada suhu dingin tidak berbeda nyata dengan tomat yang hanya dilapisi dengan gel saja, tomat kontrol yang disimpan pada suhu dingin, serta tomat yang dilapisi dengan gel lidah buaya namun disimpan pada suhu ruang. Tomat yang tanpa pelapisan dan pengemasan yang disimpan pada suhu ruang memilki susut bobot yang terbesar. Berdasarkan hasil percobaan ini dapat disimpulkan bahwa pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap susut bobot jika dikombinasikan dengan adanya pengemasan, baik pada suhu ruang maupun suhu dingin. Begitu pula dengan perlakuan suhu, penyimpanan tomat pada suhu yang berbeda berpengaruh nyata terhadap susut bobot jika dikombinasikan dengan kemasan dan gel lidah buaya, dimana pada suhu yang lebih rendah susut bobot dapat dihambat. Hal ini berarti bahwa gel lidah buaya mampu membentuk lapisan yang cukup baik untuk menghambat proses respirasi dan tranpirasi, terutama jika dikombinasikan

dengan pengemasan dan perlakuan suhu rendah yang tepat. 2. Kelunakan Tekstur Nilai kelunakan tekstur akan semakin bertambah seiring dengan proses pematangan buah, sehingga dapat mengakibatkan penurunan mutu dari buah tomat yang disimpan. Nilai kelunakan yang rendah menunjukkan bahwa buah masih keras dan belum terlalu matang, sedangkan nilai kelunakan yang tinggi menunjukkan bahwa buah sudah semakin matang. Penurunan nilai kekerasan ini terjadi akibat degradasi pektin yang tidak larut air (protopektin) dan berubah menjadi pektin yang larut dalam air. Hal ini mengakibatkan menurunnya daya kohesi dinding sel yang mengikat dinding sel yang satu dengan dinding sel yang lain (Winarno, 1981).

Gambar 7. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap kelunakan tekstur tomat selama penyimpanan. Gambar 7 menunjukkan bahwa

kelunakan tekstur tomat akan semakin bertambah seiring dengan semakin matangnya tomat tersebut. Berdasarkan pengamatan, kelunakan tekstur yang terjadi pada tomat-tomat yang disimpan di suhu ruang lebih besar bila dibandingkan dengan tomat yang disimpan di suhu dingin. Hal ini berarti bahwa pada suhu dingin proses metabolisme dan aktivitas enzim dalam proses pemecahan pektin dan hemiselulosa menjadi terhambat. Tomat kontrol yang dikemas dan disimpan pada suhu ruang mengalami kelunakan tekstur yang lebih kecil bila dibandingkan dengan perlakuan sebelumnya. Selanjutnya, tomat kontrol tanpa kemasan yang disimpan pada suhu dingin mengalami kelunakan tekstur yang lebih

0

5

10

15

20

25

0 10 20 30

Waktu penyimpanan (hari)

Nila

i kel

unak

an to

mat

(mm

/10

sec)

Tomat kontrol yangdikemas (suhu ruang)Tomat dengan aloe yangdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol yangdikemas (suhu dingin)Tomat dengan aloe yangdikemas (suhu dingin)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu dingin)

Page 133: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

kecil daripada tomat kontrol kemas yang disimpan pada suhu ruang. Kemudian, tomat kontrol yang dikemas dan disimpan pada suhu dingin mengalami kelunakan tekstur yang lebih kecil daripada tomat kontrol tanpa kemasan yang disimpan pada suhu dingin. Tomat yang dilapisi dengan gel, dikemas, dan disimpan pada suhu ruang mengalami kelunakan tekstur yang lebih kecil daripada tomat kontrol yang dikemas dan disimpan pada suhu dingin. Selain itu, tomat yang dilapisi dengan gel, dikemas, dan disimpan pada suhu dingin lebih kecil kelunakan teksturnya daripada tomat yang dilapisi dengan gel, dikemas, dan disimpan pada suhu ruang. Tomat yang dilapisi dengan gel lidah buaya, baik yang disimpan pada suhu ruang maupun suhu dingin, dengan tomat yang juga dilapisi gel dan dikombinasikan dengan kemasan dan penyimpanan suhu dingin memiliki nilai kelunakan tekstur yang tampaknya tidak berbeda antara satu dengan yang lainnya. Hasil analisis ragam telah dilakukan dan hasilnya menunjukkan bahwa pada hari ke-0, perlakuan pelapisan, pengemasan, dan penyimpanan pada suhu berbeda tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelunakan tekstur yang terjadi pada tomat. Sedangkan, pada hari penyimpanan ke-21 menunjukkan bahwa pada suhu dingin pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kelunakan tekstur yang dialami oleh tomat tersebut. Pada suhu ruang, pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kelunakan tekstur. Pengemasan tomat tidak berpengaruh nyata terhadap kelunakan tekstur jika dikombinasikan dengan pelapisan gel lidah buaya, tetapi berpengaruh nyata pada tomat yang tidak dilapisi gel lidah buaya, baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu dingin, dimana pengemasan mampu menghambat kelunakan tekstur lebih baik daripada yang tidak dikemas. Perlakuan suhu berpengaruh nyata terhadap kelunakan tekstur jika tomat tidak dilapisi dengan gel lidah buaya, dimana suhu dingin mampu menghambat kelunakan tekstur lebih baik dari suhu ruang. Perlakuan yang mengalami kelunakan tekstur paling besar adalah tomat tanpa pelapisan dan tanpa kemasan

yang disimpan pada suhu ruang. Sedangkan, perlakuan yang mengalami kelunakan tekstur yang paling kecil adalah tomat yang dilapisi, dikemas, dan disimpan pada suhu dingin. Berdasarkan hasil percobaan di atas dapat disimpukan bahwa pelapisan tomat dengan gel lidah buaya dapat menghambat kelunakan tekstur. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan dengan gel lidah buaya mampu mereduksi kerja enzim yang dapat mengubah protopektin menjadi pektin larut air sehingga dapat menahan laju kelunakan tekstur yang terjadi. Perlakuan pelapisan ini akan lebih optimal jika dikombinasikan dengan pengemasan dan penyimpanan suhu dingin. Perlakuan pelapisan dan pengemasan dapat menutup stomata buah dengan tepat sehingga menghambat laju respirasi. Suhu dingin dapat mempertahankan keutuhan dinding sel dan turgor sel lebih baik sehingga kekerasan buah dapat dipertahankan. 3. Total Gula.

Secara umum total padatan terlarut (total gula) mengalami peningkatan pada tahap pematangan buah tomat. Hal ini disebabkan karena terhidrolisisnya pati menjadi glukosa, fruktosa, dan sukrosa, setelah itu akan terjadi fase penurunan total padatan terlarut karena telah melewati batas kematangannya. Nilai total padatan terlarut yang tinggi menunjukkan bahwa buah lebih cepat mengalami proses perombakan pati yang menandai proses pematangan juga berlangsung cepat (Wolfe, 1993).

Gambar 8. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan total padatan terlarut tomat selama penyimpanan.

Gambar 8 menunjukkan bahwa waktu penyimpanan berpengaruh terhadap total padatan terlarut yang

00.5

11.5

22.5

33.5

44.5

0 10 20 30

Waktu penyimpanan (hari)

Tota

l pad

atan

terla

rut (

%B

)

Tomat kontrol yangdikemas (suhu ruang)Tomat dengan aloe yangdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol yangdikemas (suhu dingin)Tomat dengan aloe yangdikemas (suhu dingin)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu dingin)

Page 134: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

terjadi pada buah tomat. Pengamatan selama 21 hari pada suhu ruang dan 28 hari pada suhu dingin memperlihatkan bahwa total padatan terlarut akan meningkat hingga buah mencapai puncak fase klimakteriknya dan akan menurun kembali setelah puncak klimakterik berakhir. Berdasarkan pengamatan dan hasil analisis ragam yang telah dilakukan, baik pada penyimpanan hari ke-0 maupun hari ke-21, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan yang diberikan pada tomat-tomat tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan total padatan terlarut. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), buah tomat tergolong dalam buah-buahan klimakterik yang selama pertumbuhan dan pematangan sel kenaikan kandungan gulanya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali.

4. Derajat Keasaman

Nilai pH pada buah berkaitan dengan asam organik yang terkandung didalamnya. Penurunan keasaman ditandai dengan kenaikan nilai pH. Nilai pH yang rendah berarti asam-asam organik yang terdapat di dalam buah masih dalam keadaan baik. Kenaikan nilai pH ini disebabkan oleh menurunnya pembentukan asam-asam dan penurunan kandungan asam organik selama penyimpanan. Perubahan keasaman tomat berbeda tergantung pada tingkat kematangan dan suhu penyimpanan (Winarno dan Aman, 1981).

0

1

2

3

4

5

6

0 5 10 15 20 25 30

Waktu penyimpanan (hari)

Dera

jat k

easa

man

(pH

))

Tomat kontrol yang dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe yangdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol yang dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe yangdikemas (suhu dingin)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu dingin)

Gambar 9. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan derajat keasaman tomat selama penyimpanan. Gambar 17a menunjukkan

bahwa derajat keasaman (pH) tomat akan semakin bertambah seiring dengan semakin matangnya tomat tersebut. Tomat diberi perlakuan pelapisan,

pengemasan, dan penyimpanan pada suhu yang berbeda untuk melihat pengaruhnya terhadap penghambatan kenaikan pH. Kenaikan pH yang terjadi pada tomat-tomat yang disimpan di suhu ruang lebih besar bila dibandingkan dengan tomat yang disimpan di suhu dingin. Hal ini berarti bahwa pada suhu dingin proses respirasi dapat dihambat selama penyimpanan sehingga kenaikan juga dapat dihambat.

Hasil analisis ragam yang dilakukan menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan kepada tomat-tomat tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH pada penyimpanan hari ke-0. Sedangkan, pada hari penyimpanan ke-21 menunjukkan bahwa pada suhu dingin pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH yang dialami oleh tomat tersebut. Pada suhu ruang, pelapisan tomat dengan gel lidah buaya berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH. Pengemasan tomat tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH jika dikombinasikan dengan pelapisan gel lidah buaya, tetapi berpengaruh nyata pada tomat yang tidak dilapisi gel lidah buaya, baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu dingin, dimana pengemasan mampu menghambat kenaikan pH lebih baik daripada yang tidak dikemas. Perlakuan suhu berpengaruh nyata terhadap kenaikan pH jika tomat tidak dilapisi dengan gel lidah buaya, dimana suhu dingin mampu menghambat kenaikan pH lebih baik dari suhu ruang. Perlakuan yang mengalami kenaikan pH paling besar adalah tomat tanpa pelapisan dan tanpa kemasan yang disimpan pada suhu ruang. Sedangkan, perlakuan yang mengalami kenaikan pH yang paling kecil adalah tomat yang dilapisi, dikemas, dan disimpan pada suhu dingin.

Berdasarkan hasil percobaan di atas dapat disimpukan bahwa pelapisan tomat dengan gel lidah buaya dapat menghambat kenaikan pH. Perlakuan pelapisan ini akan lebih optimal jika dikombinasikan dengan pengemasan dan suhu penyimpanan dingin.

5. Warna

Pengamatan terhadap perubahan warna pada semua sampel tomat dilakukan dengan menggunakan

Page 135: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

chromameter. Interpretasi data mengenai warna diterjemahkan melalui skala L*a*b. L menyatakan nilai kecerahan warna tomat, skala a menyatakan warna merah-kuning, sedangkan skala b menyatakan warna kuning-biru. Selama pematangan buah tomat, nilai a akan semakin meningkat dan nilai b akan semakin menurun. Hal ini terjadi karena seiring dengan proses pematangannya, buah tomat akan memproduksi lebih banyak likopen sehingga produksi akan karoten dan xantofil menjadi berkurang dan menyebabkan warna tomat menjadi semakin merah (Hulme, 1971).

Gambar 10. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan warna merah tomat selama penyimpanan.

0

10

20

30

40

50

60

0 5 10 15 20 25 30

Waktu penyimpanan (hari)

Nila

i b

Tomat kontrol dikemas (suhuruang)Tomat dengan aloe dikemas(suhu ruang)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu ruang)Tomat kontrol dikemas (suhudingin)Tomat dengan aloe dikemas(suhu dingin)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe tdkdikemas (suhu dingin)

Gambar 11. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap perubahan warna kuning tomat selama penyimpanan.

0

10

20

30

40

50

60

70

0 5 10 15 20 25 30

Waktu penyimpanan (hari)

Nila

i kec

erah

an (s

kala

L)

Tomat kontrol dikemas (suhuruang)Tomat dengan aloe dikemas(suhu ruang)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe tdk dikemas(suhu ruang)Tomat kontrol dikemas (suhudingin)Tomat dengan aloe dikemas(suhu dingin)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe tdk dikemas(suhu dingin)

Gambar 12. Grafik pengaruh pelapisan dengan gel lidah buaya, pengemasan, dan suhu terhadap kecerahan warna tomat selama penyimpanan. Berdasarkan hasil yang

didapatkan dari pengamatan dan analisis ragam, diketahui bahwa perlakuan yang diberikan pada tomat tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap perubahan warna merah dan kuning tomat selama 21 hari. Hal ini berarti bahwa perlakuan pelapisan, pengemasan, dan penyimpanan suhu rendah tidak mampu menahan perubahan warna yang terjadi selama penyimpanan akibat pematangan.

Gambar 12 menunjukkan pengaruh waktu penyimpanan terhadap perubahan nilai kecerahan pada tomat yang diberi perlakuan pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan penyimpanan suhu yang berbeda. Hasil analisis ragam dan uji lanjut Duncan menyatakan bahwa pada hari penyimpanan ke-21 perlakuan suhu, pelapisan, dan pengemasan berpengaruh nyata terhadap perubahan nilai kecerahan tomat. Nilai kecerahan terendah terdapat pada tomat yang diberi perlakuan pelapisan gel lidah buaya, pengemasan, dan penyimpanan pada suhu ruang, sedangkan nilai kecerahan tertinggi terdapat pada tomat kontrol tanpa pelapisan dan pengemasan yang disimpan pada suhu dingin. Tomat yang disimpan pada suhu dingin memiliki nilai kecerahan yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan yang disimpan pada suhu ruang. Selain itu, kombinasi perlakuan pelapisan dan pengemasan pada suhu dingin dapat menghambat penurunan nilai kecerahan. Adanya kombinasi perlakuan pengemasan, pelapisan, dan suhu penyimpanan yang tepat akan mengurangi metabolisme komponen warna yang dapat mengurangi nilai kecerahan.

05

101520253035404550

0 5 10 15 20 25 30

Waktu penyimpanan (hari)

Nila

i a

Tomat kontrol dikemas (suhuruang)Tomat dengan aloe dikemas(suhu ruang)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu ruang)Tomat dengan aloe tdk dikemas(suhu ruang)Tomat kontrol dikemas (suhudingin)Tomat dengan aloe dikemas(suhu dingin)Tomat kontrol tdk dikemas(suhu dingin)Tomat dengan aloe tdk dikemas(suhu dingin)

Page 136: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

Tomat tanpa pelapisan dan pengemasan yang disimpan pada suhu dingin memiliki nilai kecerahan yang paling tinggi dikarenakan tomat tersebut mulai mengalami chilling injury yang menyebabkan kegagalan pematangan dan metabolisme pigmen sehingga tidak terjadi perubaha warna yang signifikan untuk merubah nilai kecerahan warna dari permukaan tomat tersebut. Chilling injury ini terjadi karena suhu yang digunakan untuk menyimpan tomat tersebut adalah 1°C. Suhu tersebut bukanlah suhu yang optimum untuk menghambat proses respirasi dan pematangan buah tomat, sehingga tomat-tomat yang disimpan pada suhu dingin pada tahap ini sulit untuk memproduksi pigmen dan menyebabkan nilai kecerahan warnanya masih lebih tinggi bila dibandingkan dengan tomat yang disimpan pada suhu ruang. Kombinasi dengan pengemasan dan pelapisan akan melindungi tomat dari chilling injury, seperti yang terlihat pada tomat yang dilapisi gel lidah buaya, baik yang dikemas maupun tidak, memiliki nilai kecerahan yang lebih rendah daripada tomat tanpa pelapisan dan pengemasan yang disimpan pada suhu dingin.

6. Uji Mikrobiologi

Berdasarkan pengamatan, edible coating dari gel lidah buaya ini memiliki kemampuan mereduksi jumlah mikroba awal pada permukaan tomat, yakni sebesar 2.2 X 107 koloni/cm2 sebelum dilapisi gel lidah buaya menjadi 1.8 X 106 koloni/cm2 setelah dilapisi, sedangkan jumlah kapang dari sebesar 5.4 X 104 koloni/ cm2 menjadi 2.2 X 104 koloni/cm2, namun aktivitas anti-mikroba dan anti-kapang dari gel lidah buaya tersebut tidak mampu menghilangkan mikroba penyebab penyakit antraknosa.

KESIMPULAN

Aplikasi gel lidah buaya sebagai edible coating pada pengawetan tomat segar dapat menghambat kerusakan mutu tomat dan akan lebih efektif jika dipadukan dengan pengemasan dan penyimpanan suhu dingin daripada penyimpanan pada suhu ruang. Gel lidah buaya yang digunakan adalah gel lidah buaya yang langsung diolah segera setelah panen.

Penyimpanan pada suhu dingin mampu memperpanjang umur simpan tomat hingga 5 hari dan mencegah chilling injury, sedangkan penyimpanan pada suhu ruang mampu memperpanjang umur simpan tomat hingga 3 hari. Edible coating dari gel lidah buaya memiliki kemampuan mereduksi jumlah mikroba awal pada permukaan tomat, yakni sebesar 2.2 X 107 koloni/cm2 sebelum dilapisi gel lidah buaya menjadi 1.8 X 106

koloni/cm2 setelah dilapisi, sedangkan jumlah kapang dari sebesar 5.4 X 104 koloni/ cm2 menjadi 2.2 X 104 koloni/cm2, namun aktivitas anti-mikroba dan anti-kapang dari gel lidah buaya tersebut tidak mampu menghilangkan mikroba penyebab penyakit antraknosa.

DAFTAR PUSTAKA

He, Qian., et al. 2003.Quality And Safety Assurance In The Processing Of Aloe vera Gel Juice. Food Control Journal. Vol 16, pp 95-104. [21 Mei 2007].

Krochta, J.M., Baldwin, E.A., dan M. Nisperos-Carriedo. 1994. Edible Coatings and Films to Improve Food Quality. Technomic Publishing Co. Inc. Lancaster. Basel.

Mohsenin, Nuri N. 1970. Physical Properties of Plant and Animal Materials. Gordon and Birch Publishers. Australia.

Muchtadi, T dan Sugiyono. 1989. Petunjuk Laboratrium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Depdikbid Dirjen PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.

Robert, H.D. 1997. Aloe vera: A scientific approach. Di dalam He et al. (eds) Quality And Safety Assurance In The Processing Of Aloe vera Gel Juice. Food Control Journal. Vol 16, pp 95-104. [21 Mei 2007].

Valverde, J.M., et al. 2005. Novel Edible Coating Based on Aloe vera Gel to Maintain Table Grape Quality and Safety. Journal of Agricultural and Food Chemistry. Vol.53, pp 7807-7813 [20 Februari 2007].

Page 137: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

Winarno, F.G dan M. Aman. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra Budaya. Jakarta

Wolfe, T.K. dan Kipps, M.S. 1973. Production of Field Crops. A Textbook of Agronomy. McGraw-Hill Book Company, Inc. New York.

Page 138: Gel Lidah Buaya Untuk Pengawet Tomat

196