gender dalam sastra (studi semiotik-feminisme dalam...

34
GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam Novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah Karya Kahlil Gibran) TESIS Diajukan Kepada Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Magister Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab Pembimbing: Prof. Dr. Sukron Kamil, MA Disusun Oleh: WULANDARI NIM: 14.11.2.00.1.06.01.0032 KONSENTRASI BAHASA DAN SASTRA ARAB PROGRAM MAGISTER SEKOLAH PASCASARJANA UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2015

Upload: hahuong

Post on 02-Mar-2019

245 views

Category:

Documents


9 download

TRANSCRIPT

Page 1: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

GENDER DALAM SASTRA

(Studi Semiotik-Feminisme dalam Novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah

Karya Kahlil Gibran)

TESIS

Diajukan Kepada Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Sebagai Persyaratan Memperoleh Gelar Magister

Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab

Pembimbing:

Prof. Dr. Sukron Kamil, MA

Disusun Oleh:

WULANDARI

NIM: 14.11.2.00.1.06.01.0032

KONSENTRASI BAHASA DAN SASTRA ARAB

PROGRAM MAGISTER SEKOLAH PASCASARJANA

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2015

Page 2: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

xi

ABSTRAK

Penelitian ini membuktikan bahwa ada keterkaitan antara karya sastra

dengan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. Karya sastra selalu

mengungkapkan latar sosial budaya yang melingkari diri pengarang, ide dan

gagasannya, termasuk di dalamnya isu feminisme. Oleh karenanya novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah merupakan sebuah karya sastra yang mengungkap

ketidakadilan relasi gender antara laki-laki dan perempuan. Ia adalah satu kritik

Kahlil Gibran atas isu feminisme dalam karya sastranya yang menilai bahwa

norma-norma patriarkal mendominasi berbagai genre sastra khususnya dalam

kesusastraan Arab.

Posisi tesis ini memperkuat pendapat Michael Riffaterre, Julia Kristeva,

Mikhail Bakhtin, Sheldon Norman Grebstein dan Longinus, yang mengkaji karya

sastra tidak hanya dari sisi intratekstual (analisis mikro struktur) tapi juga

ekstratekstual (analisis makro struktur). Mereka sependapat bahwa setiap karya

sastra adalah hasil pengaruh yang rumit dari faktor-faktor sosial kultural. Hal ini

senada dengan Sukron Kamil dalam bukunya “Najib Mahfuz: Sastra, Islam dan Politik, Studi Semiotik Terhadap Novel Aulad Haratina” yang dalam salah satu

kesimpulannya menyatakan bahwa pengkajian sastra Arab yang ideal adalah

pengkajian yang bukan saja menjadikan sisi intrinsikalitas sastra sebagai objek

kajian, tetapi juga ekstrinsikalitasnya.

Tesis ini tidak sependapat dengan Paul Ricouer yang mengatakan bahwa

sebuah teks akan menjadi teks yang sesungguhnya apabila terlepas dari

pengarangnya. Penelitian ini juga tidak sependapat dengan Wimsatt, Beardsley,

dan Barthes, yang menilai bahwa teks sastra terpisah dari pengarangnya sejak

ditulis, sehingga pengarang tidak mampu mengontrol niat makna muatannya sesuai

dengan makna niatnya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan semiotik Michael Riffaterre

melalui analisis heuristik dan hermeneutik serta pendekatan kritik sastra feminis

(Feminist Literary Criticism). Kedua pendekatan ini digunakan sebagai pisau

analisis untuk membongkar tanda-tanda serta simbol-simbol sekaligus menganalisa

bagaimana sikap pengarang dalam menggambarkan gagasan feminis di dalam teks

sastra yang diciptakannya serta bagaimana citra perempuan yang ditampilkan

pengarang apakah citra perempuan yang khas patriarkis atau justru membentuk

citra perempuan yang baru sebagaimana tujuan dari kritik sastra feminis.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif-analitis, yaitu menganalisis

teks sastra melalui aspek instrinsik dan ekstrinsik sebuah karya sastra dan

menganalisis secara konteks sosial ideologis di mana karya sastra itu dibuat.

Sumber data primer penelitian ini adalah data pustaka yaitu novelet al-Ajnihah al-Mutakas}{{{{sirah (Sayap-Sayap Patah) karya Kahlil Gibran. Sedangkan

data sekundernya berupa, buku-buku, jurnal ilmiah, surat kabar, majalah dan

pendapat para ahli dari pelbagai bidang keilmuan yang mendukung penelitian ini.

Kata Kunci: Citra Perempuan, Kritik Sastra Feminis, Bias Gender,

Patriarki, Ketidakadilan, Kahlil Gibran.

Page 3: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

xiii

(Michael Riffaterre)

(Julia Kristeva) (Mikhail Bakhtin)

(Sheldon Norman Grebstein) (Longinus)

(Sukron Kamil)

(Paul Ricouer)

Wimsatt Beardsley

Page 4: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

xv

Abstract

This study proves that there is a correlation between a literary work

with the factors behind the emergency of literature. Literary work is

expressed sosio-cultural background of the author, ideas and its concepts,

included feminist issue, therefore that novelette al-Ajnihah al-Mutakassirah

as a literary work unveiling inequality gender relations between man and

woman and these was of Gibran’s criticism on feminist issues in a literary

work that considered that patriarchal norms dominated various literary

genres, especially Arabic literature.

This study agrees with Michael Riffaterre, Julia Kristeva, Mikhail

Bachtin, Sheldon Norman Grebstein and Longinus’s opinion. According to

their opinion that every literary work is the result of complicated influences

from the social dan cultural factors. It was the same opinion with Sukron

Kamil in his book “Najib Mahfuz: Sastra, Islam dan Politik, Studi Semiotik

Terhadap Novel Aulad Haratina, one of his conclusion said that the best

method of studying arabic literature not only from Micro Analysis Structure

(Intertextual) but also Macro Analysis Structure (Ekstratextual).

This study does not agree with Paul Ricouer, He said that a text could

be the real text when the text separated from the author. This research also

disagree with Wimsatt, Beardsley and Barthes’s opinion, they said that the

literary text are separated from the author from the literary work was

written and the author wasn’t able to control the meant of the text

according to his intention.

This study used the semiotic Michael Riffaterre analyzing a heuristic

and hermeneutic approach and feminist literary criticism. Each approach

used to dismantle the signs and symbols and analyse how the feminist idea

of the author in the text when faced of the male’s domination and how the

image of woman explored by the author, image of woman as the victims or

image of woman who fight for the gender equality.

Secondary data sources used in this study are books, journals, theses,

dissertations, news paper, magazines, the opinion of scientist that supported

the study.

Keywords: Feminist Literary Criticism, Gender, Patriarchy, Inequalities,

Kahlil Gibran.

Page 5: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

xix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................... iii

SURAT PERNYATAAN .......................................................................................... v

PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................................................. vii

PERSETUJUAN PENGUJI ...................................................................................... ix

ABSTRAK................................................................................................................ xi

PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................................................ xvii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ xix

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah ........................................................................ 19

2. Pembatasan Masalah ....................................................................... 19

3. Rumusan Masalah ........................................................................... 20

C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 20

D. Signifikansi Penelitian .......................................................................... 20

E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ..................................................... 21

F. Metodologi Penelitian ........................................................................... 23

G. Sistematika Penulisan ........................................................................... 26

BAB II DISKURSUS SASTRA FEMINIS DAN SEMIOTIK

A. Diskursus Intrinsikalitas dan Ekstrinsikalitas Sastra ........................... 28

B. Sastra dan Feminisme

1. Relasi Gender, Sastra dan Feminisme ........................................... 31

2. Agama dan Keadilan Gender: Sebuah Kritik Konstruktif ............ 37

C. Kerangka Teoritik

1. Pendekatan Semiotik Michael Riffaterre: Heuristik dan

Hermeneutik .................................................................................... 45

2. Kritik Sastra Feminis ...................................................................... 48

3. Pendekatan Semiotik dan Feminisme sebagai teori

interdisipliner Studi Sastra Arab .................................................... 57

BAB III KAHLIL GIBRAN: KONTEKS SOSIO HISTORIS

A. Biografi Gibran Kahlil Gibran ............................................................. 61

B. Karya Kahlil Gibran: Dari Karya Sastra Hingga Non Sastra .............. 67

C. Perempuan dan Lebanon: Setting Sosial Penciptaan Novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah ...................................................................... 71

Page 6: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

xx

BAB IV STUDI SEMIOTIK FEMINISME TERHADAP NOVEL AL-

AJNIHAH AL-MUTAKASSIRA (SAYAP-SAYAP PATAH): WUJUD

GAMBARAN PEREMPUAN DALAM TEKS

A. Analisis Heuristik Terhadap Novel al-Ajnihah al-Mutakassirah (Sayap-sayap patah) ............................................................................. 83

1. Seri Duka Cita Yang Hening .......................................................... 85

2. Seri Tangan Takdir ......................................................................... 86

3. Seri Gerbang Kuil ........................................................................... 88

4. Seri Obor Putih ............................................................................... 91

5. Seri Prahara ..................................................................................... 91

6. Seri Danau Api ................................................................................ 95

7. Seri Di Hadapan Singgasana Kematian .......................................... 98

8. Seri Antara Kristus dan Ishtar ........................................................ 102

9. Seri Pengorbanan ............................................................................ 103

10. Seri Sang Penyelamat ..................................................................... 105

11. Sekilas Gaya bahasa novel al-Ajnihah al-Mutakassirah (Sayap-sayap patah) .................................................................................... 107

B. Analisis Hermeneutik Terhadap Novel al-Ajnihah al-Mutakas}{{{{{<ira (Sayap-sayap patah): citra dan gambaran perempuan melalui tokoh

Salma Karamy ...................................................................................... 113

C. Nilai-nilai feminisme dan manifestasi ketidakadilan gender dalam

novel al-Ajnihah al-Mutakas}{{{{{<ira (Sayap-sayap patah) .......................... 121

1. Makna Pernikahan Laki-Laki dan Perempuan ................................ 122

2. Posisi Perempuan Dalam Masyarakat ............................................. 127

D. Sikap Implied Author terhadap isu gender dan feminisme dalam

novel al-Ajnihah al-Mutakassira: Membangun Citra, Membentuk

Cerita ..................................................................................................... 129

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................... 140

B. Saran ..................................................................................................... 140

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 142

GLOSARI ................................................................................................................ 155

INDEKS …………………………………………………………………………… 159

RIWAYAT PENULIS ………………………………………………………………. 160

LAMPIRAN…………………………………………………………………………. 161

Page 7: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Representasi perempuan Arab di tengah kultur masyarakat Arab

yang patriarkal menempatkan perempuan pada posisi yang kurang

menguntungkan. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Evelyn Sakir

dalam Syrian-Lebanese Woman Tell Their Story bahwa perempuan Arab

harus menghadapi sebuah kondisi dimana kehadirannya dianggap tidak lebih

baik daripada laki-laki.1 Dengan kata lain, bahwa ketimpangan gender

dalam relasi hubungan laki-laki dan perempuan masih sering terjadi di

berbagai negara Arab, termasuk di dalamnya Lebanon.2 Hal ini tentunya

membuat laju perkembangan emansipasi perempuan (Tahrir al-Mar’ah) di

Negara Arab menjadi terhambat. Azizah al-Hibri dalam Interview: Beyond the Veil and the Vote: Lebanese Women Today menyatakan bahwa

sebenarnya perempuan kelas sosial atas Lebanon sudah mulai

memperjuangkan hak pilihnya sejak tahun 1940, dan berhasil mendapatkan

hak tersebut pada tahun 1953. Menurut Azizah, meskipun perempuan kelas

sosial atas tersebut telah mendapatkan hak pilihnya, mereka lebih memilih

untuk menjadi seorang aktifis sosial dibandingkan duduk di kursi parlemen

sebagai wakil rakyat. Mereka lebih banyak mengkritik dan menghujat jika

ada kandidat perempuan yang mencalonkan diri di parlemen. Kondisi

seperti ini pada akhirnya membuat perempuan di Lebanon sulit untuk

mendapatkan struktur kekuasaan.3 Hingga saat ini kondisi perempuan

Lebanon juga tidak lebih baik, hal ini didasarkan pada laporan hasil survey

World Economic Forum, The Global Gender Gap pada tahun 2010 yang

menempatkan Lebanon sebagai negara dengan rengking 116 dari 134

1Evelyn Shakir, Syrian-Lebanese Women Tell Their Story: A Journal of Woman

Studies, Vol. 7, No. 1, Women’s Oral History Two (1983), pp. 9-13, University of

Nebraska Press. Lihat: http://www.jstor.org/stable/3345956. Diakses pada 1 November

2015. 2Term negara Arab mencakup 22 negara Arab yang luasnya antara Timur Tengah

dan Asia Utara. Ada tiga agama utama yang berada di wilayah ini yakni Islam, Kristen dan

Yahudi. 22 negara Arab tersebut terletak di beberapa wilayah: (1). Negara Arab di Timur

Tengah (Asia), terdiri atas: Yordania, Syria, Palestina, Lebanon, Irak dan Arab Saudi. (2).

Negara Teluk Arab: Bahrain, Kuwait, Uni Emirat Arab, Oman dan Qatar. (3). Negara Arab

Afrika: Mesir, Tunisia, Libya, Maroko, Algeria, Somalia, Sudan, Yaman, Jibouti, dan

Comoros. (Abu Sarhan, Arab American National Museum, Arab Civilization: Our

Heritage, 2011), 42. 3Azizah al-Hibry and Mary Bailey, Interview: Beyond the Veil and the Vote:

Lebanese Women Today. Off Our Backs. Vol. 4, No. 7 (June 1974), 23. (Diakses pada 1

November 2015)

Page 8: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

2

negara. Dilihat dari hak kewarganegaraan (Nationality Right), Perempuan

tidak diberikan hak yang sama sebagaimana laki-laki. Sebagai contoh,

Perempuan Lebanon yang menikah dengan laki-laki yang bukan warga

negara Lebanon (Foreign Spouses), maka anak dan pasangannya tersebut

tidak memiliki hak atas kewarganegaraan Lebanon4, namun sebaliknya

apabila seorang laki-laki warga Lebanon (Lebanese Men) menikahi

perempuan yang bukan warga negara Lebanon, maka laki-laki warga

Lebanon tersebut berhak untuk memberikan hak kewarganegaraan bagi anak

dan pasangannya yang bukan orang Lebanon (Non-Lebanese Spouns).5

Selain itu, berdasarkan laporan dari UNICEF (2011) mengenai Lebanon: MENA Gender Equality Profile, Status of Girls and Women in the Middle East and North Africa menjelaskan bahwa Lebanon belum memiliki

rancangan perundang-undangan yang melindungi perempuan dari perilaku

kekerasan, sehingga posisi perempuan sangat rentan dengan tindakan

kekerasan terutama yang erjadi dalam ruang domestik.6

Kondisi perempuan yang kurang menguntungkan ini tidak hanya

terjadi di Lebanon. Indonesia sebagai sebuah negara dengan mayoritas

muslim terbesar juga masih menempatkan perempuan sebagai kelompok

yang marginal dan tersubordinasi. Fakta bias gender dalam berbagai kajian

menyimpulkan bahwa posisi perempuan Indonesia masih sangat lemah dan

terdiskriminasi.7 Lebih banyak perempuan yang berkutat di ranah domestik

dibandingkan ranah publik.8

4Seorang perempuan Lebanon (a Lebanese Woman) diperbolehkan memberikan

hak kewarganegaraan kepada anaknya hanya apabila ayahnya tidak diketahui

keberadaannya (the Father is unknown). Anak yang dihasilkan dari pasangan perempuan

warga Lebanon dengan laki-laki non-Lebanon (Foreign Man) lebih dianggap sebagai

penduduk biasa dan bukan warga negara yang legal dan tidak memiliki akses yang sama

baik dalam bidang pendidikan, kesehatan dan tidak diperbolehkan bekerja dalam berbagai

profesi. 5 http://www.unicef.org/gender/files/Lebanon-Gender-Eqaulity-Profile-2011.pdf.

(Diakses pada tanggal 19 November 2015). 6Rancangan perundang-undangan anti kekerasan terhadap perempuan ini

sebenarnya sudah pernah masuk dalam pembahasan pemerintahan pada tahun 2009 yang

didukung oleh organisasi keperempuanan yang konsen dalam bidang hak perempuan

(Women Rights NGO) namun pada akhirnya terhenti prosesnya karena pergantian

kebijakan politik pada masa itu. Menurut laporan dari kantor komisioner untuk hak-hak

manusia (OHCHR) menjelaskan bahwa tenaga kerja perempuan banyak menjadi korban

tindakan kekerasan karena mereka sangat rentan dengan perilaku kekerasan yang kerap

terjadi dalam ruang domestik. 7Rukmina Gonibala, ‚Fenomena Bias Gender Dalam Pendidikan Islam‛, Jurnal

Iqra, Vol. 4 (Juli-Desember 2007), 35. 8A-Hali T dan Khan M8, Simone de Beauvoir (1908-1986), filusuf Perancis

terkemuka dan tokoh feminis menggambarkan tentang sosok perempuan di dalam keluarga

yang terjebak dalam rutinitas domestik yang nyaris tak bermakna, Beauvoir bahkan

Page 9: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

3

Salah satu agenda kemanusiaan yang mendesak untuk segera digarap

adalah mewujudkan kesetaraan dalam sistem hubungan laki-laki dan

perempuan dalam masyarakat.9 Ketimpangan gender adalah masalah sosial

yang harus diselesaikan secara integratif holistik dengan menganalisis

faktor dan indikator penyebab terjadinya ketimpangan tersebut termasuk

faktor hukum dan pendidikan yang kerapkali menjadi justifikasi agama.10

Memerangi ketidakadilan sosial sepanjang sejarah kemanusiaan selalu

menjadi tema menarik dan tetap menjadi tema penting dalam setiap

pemikiran dan konsepsi tentang kemasyarakatan di masa mendatang.

Menurut survey yang dilakukan kepada sekelompok guru di Yogyakarta dan

sekelompok mahasiswa di Jepang menunjukkan banyak yang menginginkan

perubahan kelamin. Bahkan keinginan untuk mengubah jenis kelamin

banyak datang dari kelompok perempuan daripada laki-laki. Hal ini

mengisyaratkan bahwa menjadi laki-laki memang lebih enak, dikarenakan

minimnya akses yang didapatkan perempuan untuk mendapatkan hak-hak

publik yang sudah lama didapat oleh laki-laki, baik itu dalam bidang

ekonomi, hukum maupun pendidikan.11

Laporan World Economic Forum (WEF) menyebutkan kesetaraan

gender baru akan tercipta pada tahun 2095 mendatang. Itu pun apabila

perempuan konsisten membangun dirinya, khususnya dalam bidang

ekonomi. Sebanyak 35 negara sudah menutup kesenjangan secara penuh, 25

negara baru mampu menutup kesenjangan dalam bidang pendidikan dan 82

mengibaratkannya dengan kutukan sisifus-sosok yang dipopulerkan oleh Albert Camus

(1913-1960) untuk menggambarkan absurditas hidup.8

‚Her home is thus her earthly lot, the expression of her social value and of her truest self. Because she does nothing, she eagerly seeks self-realization in what she has… Few task are more like the torture of Sisyphus than housework, with its endless repetition: the clean becomes soiled, the soiled is made clean, over and over, day after day.‛8 (Rumahnya menjadi takdir perempuan di dunia, ekspresi nilai sosialnya dan dirinya yang

sejati. Karena tidak melakukan apa-apa, dengan bersemangat perempuan mencari

pewujudan dirinya pada apa yang dia miliki… Beberapa tugas lebih seperti penderitaan

Sisifus daripada pekerjaan rumah, dengan pengulangan tanpa akhir: barang yang bersih

menjadi kotor, yang kotor dibersihkan, begitu terus-menerus, hari demi hari). 9Sugihastuti dan Suharto. Kritik Sastra Feminis, Teori dan Aplikasinya.

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), vii. 10

Zaitunah Subhan dalam disertasinya berjudul Kemitrasejajaran Pria dan Wanita

Dalam Perspektif Islam menyimpulkan bahwa pemahaman dan interpretasi agama

khususnya penafsiran di Indonesia (Dep Agama, Hamka dan Mahmud Yunus), tafsir-tafsir

klasik sehingga perlu dikaji kembali sehingga sesuai dengan perspektif Islam, Sumber

Islam al-Quran dan Hadis tidak bisa dipahami secara normatif, tetapi juga harus

diperhatikan konteksnya. Oleh karena itu, pemahaman secara kontekstual sangat

diperlukan. 11Lihat http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2000/09/07/0080.html (Diakses

pada tanggal 6 Juli 2015)

Page 10: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

4

lainnya masih dalam proses berjuang untuk mengatasi kesenjangan.

Persentase ini menunjukkan bahwa masih dibutuhkan upaya yang lebih

keras dan cepat untuk mewujudkan kesetaraan gender. Menurut pendiri

WEF, Klaus Schwab, kesenjangan antara laki-laki dan perempuan baru

dapat tertutupi secara total apabila dunia mau mengakomodasi

perkembangan perempuan.12

Dalam bidang hukum misalnya, Komisi

Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menilai

telah terjadi peningkatan peraturan daerah (PERDA) yang diskriminatif

terhadap perempuan.13

Sepanjang tahun 2013, ada 342 peraturan daerah

yang diskriminatif perempuan, meningkat dari 282 peraturan daerah pada

tahun sebelumnya. Hasil riset Komnas Perempuan mendapati Jawa Barat,

Jawa Timur, Sumatera Barat, Aceh dan Sulawesi Selatan sebagai daerah

sebagai daerah dengan produk legislasi yang paling diskriminatif. 14

Dalam bidang pendidikan, laporan terbaru UNESCO menyebutkan

bahwa dua pertiga anak yang tidak bersekolah adalah perempuan, dan ini

merupakan peringkat kedua terburuk di dunia.15

Berdasarkan data FAO

12

Penelitian ini melibatkan 142 negara dan dari seluruh hasil penelitian, partisipasi

perempuan dalam bidang politik menjadi point yang sangat kecil, tercatat hanya 21%

partisipasi perempuan pada setiap negara, namun angka perempuan yang menjadi menteri

sudah mulai naik ke angka 50%. Yang mengejutkan dari penelitian ini bahwa negara-

negara yang dianggap tertinggal seperti Rwanda dan Kuba justru banyak memiliki wakil

perempuan dalam kursi parlemen, jumlahnya bahkan mengalahkan laki-laki dan justru

negara-negara besar seperti Inggris dan Amerika Serikat tidak mampu masuk pada

peringkat 10 besar. Untuk jabatan menteri perempuan terbanyak dipegang Nikaragua,

Swedia, Finlandia, dan Prancis. Kegagalan negara besar dalam mengatasi kesenjangan

diakibatkan oleh ledakan jumlah penduduk dan faktor kekuatan sosial. lihat:

http://www.koran-sindo.com/read/916851/149/kesetaraan-gender-baru-akan-tercipta-pada-

2095-1414564677 (Diakses pada tanggal 16 September 2015). 13

Perda Diskriminatif terhadap perempuan ini dianggap bertentangan dengan

HAM karena adanya pengekangan-pengekangan terhadap perempuan, yang berarti

membatasi ruang gerak perempuan dalam ranah publik, seperti misalnya perda di Aceh

yang melarang duduk ‚Ngangkang‛bagi perempuan pembonceng sepeda motor, Perda di

Tasikmalaya yang mewajibkan pegawainya untuk memakai rok dan perda di Sumatra Barat

yang mewajibkan perempuan untuk mengaji pada jam 6 malam. 14Komnas Perempuan: Perda Diskriminatif Meningkat,

http://nasional.tempo.co/read/news/2014/01/20/063546436/komnas-perempuan-

perda-diskriminatif-meningkat, diakses tanggal 25 September 2015 pukul 16:00 15

Diskriminasi gender dalam bidang pendidikan bisa dilihat dari

banyaknya anak perempuan yang putus sekolah atau diputuskan sekolahkan

karena beberapa alasan dan pandangan sebagai berikut15: (1) Dengan alasan

kemiskinan dan keterbatasan ekonomi, masih banyak dari para orang tua yang

lebih memprioritaskan pendidikan anak laki-laki dibandingkan anak perempuan.

Anak laki-laki dipandang sebagai investasi yang terbaik sebagai penopang

keluarga dan anak perempuan lebih baik untuk segera dinikahkan. (2) Anak

perempuan lebih diarahkan sebagai tenaga kerja dibandingkan pendidikan. (3)

Page 11: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

5

khususnya daerah pedesaan, perempuan memiliki akses pendidikan,

kesehatan, pelayanan yang kurang dibanding laki-laki. Dalam bidang

kesehatan, dari sejumlah penelitian yang sudah dilakukan, hal ini

berimplikasi kepada meningkatnya kematian bayi akibat kurang gizi, di

beberapa negara menyebabkan penyakit HIV/AIDS, produktivitas tenaga

kerja yang berkurang yang pada akhirnya mempengaruhi ketahanan pangan

dan pertanian baik laki-laki maupun perempuan. Beberapa implikasi inilah

yang mendesak Food and Agriculture Organization of the United Nation

(FAO) untuk memfokuskan strategi pembangunan desa pada permasalahan

gender (gender issues).16

Meskipun di daerah perkotaan perempuan sudah lebih memiliki

akses dan peluang dalam pembangunan nasional secara luas, namun pada

dimensi-dimensi tertentu masih ada batasan-batasan dan problem-problem

baru, termasuk di dalamnya bahwa idiom-idiom pembangunan masih

banyak dikuasai laki-laki.17

Bahkan Krisnawaty T dalam tulisannya berjudul

‚Gerakan Perempuan dan Demokrasi‛ mengatakan bahwa Perempuan di era

modernisasi bukan hanya tersubordinasi bahkan lebih dari itu perempuan

rentan dengan proses eksploitasi, komoditisasi dan kekerasan baik itu dalam

lingkungan publik maupun pribadi. Hal ini senada dengan laporan penelitian

kebijakan Bank Dunia yang menyatakan bahwa hampir di seluruh negara,

termasuk di dalamnya negara muslim, perempuan selalu terpinggirkan dan

memiliki akses yang kurang dibandingkan laki-laki dalam segala bidang.18

Kate Millet dalam bukunya Sexual Politics menyatakan bahwa sepanjang

sejarah hingga saat ini, hubungan antar jenis kelamin antara laki-laki dan

perempuan sebagaimana istilah Max Weber adalah ‚Herrschaft‛ atau

hubungan dominasi dan subordinasi (Dominance and Subordination), laki-

laki untuk memerintah dan perempuan untuk dikuasai.19

Sejarah perbedaan gender (Gender Differences) antara laki-laki dan

perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Terjadinya

Beberapa orang tua beranggapan bahwa setinggi-tingginya pendiikan anak

perempuan, pada akhirnya akan berujung masuk ke wilayah domestik (dapur). 16Food and Agriculture Organization of United Nation (FAO), ‚Why Gender‛,

http://www.fao.org/gender/gender-home/gender-why/why-gender/en/ diakses pada 10

Februari 2015 17I Wayan Wendra, ‚Citra Perempuan Dalam Sastra Modern: Sebuah Pandangan

Feministik Pada Dua Pengarang Laki-Laki‛, Jurnal IKA, Vol. 8, No. 1 (2010), 16. 18Hasil penelitian Sukron Kamil dan Chaider S. Bamualim dalam Syariah Islam

dan HAM: Dampak Perda Syariah terhadap Kebebasan Sipil, Hak-Hak Perempuan, dan Non-Muslim (Jakarta: Center For the Study of Religion and Culture UIN Syarif

Hidayatullah, 2007), 38-39 19Lihat:http://www.uic.edu/orgs/cwluherstory/CWLUArchive/millett.html

(Diakses pada tanggal 8 September 2015).

Page 12: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

6

perbedaan gender ini diakibatkan banyak hal di antaranya dibentuk,

disosialisasikan, diperkuat dan bahkan dikonstruksi secara sosial dan

kultural melalui ajaran keagamaan maupun negara. Melalui proses panjang,

sosialisasi gender dianggap menjadi ketentuan Tuhan (Divine Creation),

seolah-olah bersifat statis, beku dan kaku yang tidak bisa diubah lagi

sehingga perbedaan-perbedaan gender dianggap sebagai kodrat laki-laki dan

perempuan.20

Persoalan ketimpangan gender ini perlu mendapatkan perhatian

sungguh-sungguh karena selama ini di dalam masyarakat kita telah terjadi

peneguhan pemahaman yang tidak pada tempatnya mengenai gender.

Prasangka gender mendapat tempat istimewa di masyarakat luas tempat

dikotomi laki-laki perempuan dipahami secara umum dan acapkali

dijustifikasi.21

Esensi dan asal muasal dikotomi itu begitu kuatnya sehingga

kita gencar mendiskusikan orde gender dengan gambaran singkat mengenai

beberapa hal yang dianggap sebagai unsur utama ideologi gender yang

dominan di masyarakat. Sugihastuti mengatakan prasangka gender timbul

karena adanya anggapan yang salah kaprah terhadap perbedaan konsep sex

(jenis kelamin) dan gender.22

Pemahaman dan pembedaan terhadap kedua

konsep tersebut sangat diperlukan untuk dapat melakukan analisis gender

untuk memahami persoalan-persoalan ketidakadilan sosial yang menimpa

kaum perempuan. Hal ini disebabkan ada kaitan erat antara perbedaan

gender (Gender Differences) dan ketidakadilan gender (Gender Inequalities)

dengan struktur ketidakadilan masyarakat secara lebih luas.23

Semakin kuat

pola relasi kuasa maka semakin besar pula ketimpangan peran gender di

dalam masyarakat, karena seseorang akan diukur berdasarkan nilai

produktifitasnya. Dengan alasan faktor reproduksi, maka produktifitas

perempuan dianggap tidak semaksimal laki-laki. Perempuan diklaim sebagai

komunitas reproduksi, yang lebih tepat mengambil peran domestik, dan

laki-laki diklaim sebagai komunitas produktif yang lebih tepat mengambil

peran publik. Akibatnya, terciptalah suatu masyarakat yang didominasi

laki-laki (Male Dominated Society/al-Mujtama’ al-Abawiy).24

Pemahaman dan anggapan yang salah inilah yang pada akhirnya

membuat oposisi laki-laki terhadap perempuan sangat kuat dalam ideologi

20Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2013), 9 21Sugihastuti dan Itsna Hadi Saptiawan, Gender dan Inferioritas Perempuan.,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), vi 22Sugihastuti dan Suharto. Kritik Sastra Feminis, 206. 23

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2013), 3. 24 Zaitunah Subhan, Rekonstruksi Pemahaman Jender Dalam Islam: Agenda Sosio-

Kultural dan Politik Peran Perempuan,, xi-xii.

Page 13: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

7

gender. Oposisi itu muncul sebagai satu kesatuan. Oposisi ini tidak

terhubung secara instrinsik, tetapi jaring asosiasi yang melingkupi telah

meyatukannya ke dalam gagasan-gagasan populer, termasuk ke dalam karya

sastra. Karya sastra tidak berkaitan dengan benar-salah, akan tapi berkaitan

dengan keindahan estetik. Dalam kaitan itulah, karya sastra dapat juga

dilihat sebagai fakta struktural, artistik, fakta sosial-komunikasional, dan

fakta intertekstual.25

Menurut Max Eastman (seorang teoretikus yang juga menulis puisi),

kebenaran dalam karya sastra sama dengan kebenaran di luar karya sastra,

yaitu pengetahuan sistematis yang dapat dibuktikan.26

Akan tetapi, sangat

ironi sekali ketika faktanya karya sastra yang kita kenal selama ini selalu

ditulis melalui pena dan sudut pandang laki-laki. Tulisan laki-laki kerapkali

menandakan sebuah oposisi biner (binary opposition)27, laki-laki senantiasa

diasosiasikan dengan hal-hal yang positif, sedangkan perempuan berbanding

terbalik dengannya, sehingga perempuan dianggap menjadi bagian dari laki-

laki yang eksistensinya bergantung kepada eksistensi laki-laki. Hal ini

membuat kisah-kisah yang mengangkat isu feminisme justru terlupakan

yang mengakibatkan ketidakseimbangan pola pikir masyarakat beserta

kebudayaannya dalam memandang posisi perempuan. Kecenderungan ini

menurut Anderson disebut sebagai Androcentric.28

Hal ini merupakan

akibat dari kurangnya pemahaman masyarakat tentang gender yang hingga

saat ini belum mampu mempengaruhi kondisi sosial budaya yang masih

cenderung memarginalkan perempuan. Pip Jones mengatakan, hampir

sepanjang waktu teori-teori sosiologi sibuk berdebat tentang hakikat

masyarakat modern, sedangkan sumber ketidaksetaraan,

ketidakberuntungan, yang dialami oleh separuh penduduk dunia lepas dari

perhatian. Asumsinya adalah bahwa dunia sebagaimana laki-laki sama

dengan yang dialami perempuan.29

25Maman S Mahayana, Sembilan Jawaban Sastra Indonesia., (Jakarta: Bening

Publishing, 2005), 41. 26Menurut Eastman, Pengarang dan terutama penyair mengira bahwa tugas utama

mereka adalah menemukan dan menyampaikan pengetahuan. Padahal fungsi utama penyair

adalah membuat kita melihat apa yang sehari-hari sudah ada di depan kita, dan

membayangkan apa yang secara konseptual dan nyata sebenarnya sudah kita ketahui. Lihat

Rene Wellek and Austin Warren, Teori Kesusastraan, terj. Melani Budianta, (Jakarta:

Gramedia, 2014), 28. 27Sebuah sistem yang berusaha membagi dunia dalam dua klasifikasi yang

berhubungan secara struktural. 28Elizabeth Anderson, ‚Feminist Epistemology: An Interpretation and A Defense‛,

Hypatia, Vol. 10, No. 3 (1995), 70. 29

Pip Jones, Pengantar Teori-teori Sosial: Dari Teori Fungsionalisme Hingga Post Modernisme, terj. Achmad Fedyani Saifuddin (Jakarta: Yayasan Obor, 2009), 125.

Page 14: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

8

P̀erbedaan fungsi dan peran laki-laki dan perempuan tidak akan

menjadi sebuah masalah besar apabila tidak menimbulkan marginalisasi,

diskriminasi serta ketidakadilan dalam berbagai aspek. Istilah-istilah gender

seperti Gender Roles, Gender Relations, Gender Mainstreaming, Gender Discrimination, Gender Equaility, Gender Equity, Gender Balances adalah

konsep gender yang selama beberapa dekade terakhir ini sudah

dideklarasikan dan diterima namun belum sepenuhnya dapat dipahami.30

Ketidakadilan gender termanifestasikan dalam pelbagai bentuk

ketidakadilan, yakni: Marginalisasi atau proses pemiskinan ekonomi,

subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik,

pembentukan stereotype atau melalui pelabelan negatif, kekerasan

(violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden) serta

sosialisasi ideologi nilai peran gender.

Manifestasi ketidakadilan gender tidak bisa dipisah-pisahkan, karena

satu sama lain saling berkaitan dan berhubungan dan saling mempengaruhi

secara dialektis. Tidak ada satupun manifestasi ketidakadilan gender yang

lebih penting dan lebih esensial daripada yang lain.31

Mary McIntosh dalam

tulisannya yang berjudul the Concept of Gender mengatakan bahwa di

dalam kehidupan bermasyarakat dikenal berbagai pemilahan, baik yang

berupa stratifikasi maupun diferensiasi. Pemilahan itu ada yang berdasarkan

pada perbedaan sifat biologis alamiah, misalnya warna kulit dan ras. Ada

pula perbedaan yang bersifat sosial budaya, seperti: agama, adat istiadat,

tingkat ekonomi dan sebagainya. Pemilahan yang ada kaitannya dalam

penelitian ini, adalah pemilihan yang didasarkan pada perbedaan sifat

biologis alamiah, yaitu kategori yang membedakan posisi laki-laki dan

perempuan beserta implikasinya.32

Adanya pemilahan inilah yang diduga

menjadi sebab terjadinya ketidakadilan gender dengan mayoritas perempuan

yang menjadi korban. Pembedaan laki-laki dan perempuan yang sudah

terlanjur melembaga tersebut tidak hanya diferensiatif, tetapi lebih jauh

sudah mengarah kepada penjenjangan stratifikasi yang memposisikan

bahwa laki-laki sebagai pemegang kekuasaan (the Authority).33 Pemisahan

dan stratifikasi di antara laki-laki dan perempuan ini sering kita kenal

dengan istilah dikotomi nature dan culture.

30Lihat http://www.fao.org/gender/gender-home/gender-why/why-gender/en/,

diakses pada tanggal 10 Februari 2015 31

Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2013), 12-13 32Mary McIntosh, The Concept of Gender dalam Maria Josephine, Gender dalam

Sastra: Studi Kasus Drama Mega-Mega. (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2006), 33. 33Maria Josephine Kumaat. Gender dalam Sastra: Studi Kasus Drama Mega-Mega. (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2006), 34.

Page 15: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

9

Perbedaan laki-laki dan perempuan secara fisik tersebut

menimbulkan persepsi yang tidak utuh mengenai keberadaan perempuan,

sehingga perempuan dianggap sebagai manusia yang tidak sempurna karena

tidak memiliki karakteristik yang serupa dengan laki-laki.34

Hal ini senada

dengan gambaran perempuan yang nasibnya tidak jauh lebih baik,

sebagaimana kutipan dari dua penulis feminis Arab terkenal, yaitu Fatima

Mernissi35

dan Nawal Sa’dawi36

, yang masing-masing meratapi

kesengsaraan perempuan muslim Arab. Beberapa pendapat dan pemahaman

para filusuf inilah yang menurut Abdullah Muhammad al-Ghadzami dalam

bukunya al-Mar’ah wa al-Lughah yang disinyalir telah menimbulkan

diskriminasi terhadap perempuan.37

Perlu digarisbawahi bahwa manifestasi

ketidakadilan gender ini tidak hanya terjadi dalam Islam, tapi juga pada dua

agama monoteis terdahulu seperti Yahudi dan Nasrani (Kristen).38

34Abdullah Muhammad Al-Ghadzami, al-Mar’ah wa al-Lughah, (Beirut: Al-

Markaz Ats-Tsaqafi Al-Arabi, 1997), 8. 35

Fatima Mernissi adalah sosiolog Maroko yang telah banyak menulis tentang

peran perempuan Arab dalam dunia Islam. Mernissi adalah seorang penganut Islam Liberal

yang meyakini bahwa nilai-nilai demokrasi liberal akan mampu hidup berdampingan

dengan Islam. Fatima Mernissi, ‚Macrosociologies, Islam and Democracy: Fear of the

Modern World‛, Scholarly Journal, Vol. 23 (1994): 680. 36Nawal Sa’dawi lahir pada tahun 1931 di sebuah desa bernama Kafr Tahla, tepi

sungai Nil. Al-Sa’dawi menyelesaikan studi kedokterannya di universitas kairo tahun 1955.

Sejak menjadi seorang dokter, Al-Sa’dawi sudah menuangkan pemikiran-pemikirannya

lewat novelet,cerpen dan karya ilmiah. Kehadirannya sebagai dokter dan pengalaman nyata

dalam kesehariannya tentu member pengaruh dan inspirasi, baik itu yang bersifat politik,

ekonomi atau budaya. Nawal El Sadawi, The Essentials Nawal El Sadawi: A Reader (London: Zed Books, 2010), 2.

37 Perempuan dalam al-Quran disebut dengan kosakata yang beragam, diantaranya:

mar’ah, imra’ah, nisa’ atau niswah dan unsa. Dalam bahasa Arab, kata-kata tersebut

memiliki makna yang berbeda. Misalnya dalam Lisan al-‘Arab, Jilid XV, h. 321 kata al-nisa’ yang merupakan bentuk jamak dari kata al-mar’ah yang berarti perempuan yang

sudah matang atau dewasa. Dalam al-Munjid fi al-Lughah wa al-I’lam yang dikarang oleh

Louis Makluf menyatakan bahwa akar kata al-Nisa’ adalah nasiya yang berarti lupa

disebabkan karena kelemahan akal, bisa juga bermakna jinak dan tenang hatinya,

sedangkan dalam Mu’jam Lughawy al-Asry yang dikarang oleh Jurjan Mas’ud al-Ra’idu

menyatakan bahwa dilihat dari filologi Arab kata an-Nisa’ berarti anisa yakni menghibur.

Lihat: Sabhamis, Pendekatan Feminis terhadap Penafsiran al-Quran dan Bibel, Jurnal al-Ta’lim, Jilid 1, Nomor 3 November 2012, 231.

38Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yulita Alexandra Nayoan tentang

kepemimpinan perempuan dalam gereja Masehi Injili di Timor (GMIT), ditemukan adanya

empat faktor yang melatar belakanginya terjadinya bias gender di GMIT, yaitu pengaruh

doktrin Gereja yang mengunggulkan laki-laki, masih kuatnya budaya patriarki dalam

kehidupan jemaat, pendidikan, serta pengaruh pandangan stereotip terhadap laki-laki dan

perempuan.

Page 16: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

10

Akan tetapi, tidak semua citra perempuan itu digambarkan secara

negatif, di antaranya ada beberapa asumsi positif tentang perempuan

meskipun dengan persentase kecil, di antaranya adalah Nawal el-Sadawi

dalam bukunya The Hidden Face of Eve yang mengatakan bahwa ia selalu

kagum dengan sejumlah kepribadian perempuan yang memiliki peranan

penting dalam kesukuan pada masa itu. Ia juga kagum atas posisi penting

yang mereka tempati, baik dalam kesusasteraan, kebudayaan, seni, cinta,

seks, ekonomi dan sosial. Menurut al-Sadawi mereka adalah perempuan

yang terkenal dengan partisipasi dan aktivitasnya yang penting dalam

perjuangan politik, peperangan dan pertempuran-pertempuran yang terkenal

saat itu.39

Hal ini juga senada dengan Zaitunah Subhan yang mengatakan

bahwa di awal sejarah Islam, kaum perempuan memperoleh kemerdekaan

dan suasana batin yang cerah. Rasa percaya diri mereka semakin kuat

sehingga di antara mereka mencatat prestasi gemilang, bukan saja di dalam

sektor domestik tetapi juga di sektor publik. Sayang sekali kenyataan

seperti ini tidak berlangsung lama karena banyak faktor.40

Ajaran Islam juga memberikan kedudukan yang tinggi terhadap

perempuan. Nasaruddin Umar dalam ‚Argumen Kesetaraan Gender:

Perspektif al-Qur’an‛ menyatakan bahwa menurut sebuah penelitian

membuktikan bahwa di antara kebudayaan dan semua peradaban dunia yang

hidup di masa turunnya al-Quran, seperti Yunani, Romawi, Yahudi, Persia,

Cina, India, dan Arab (Pra-Islam), tidak ada satupun yang menempatkan

perempuan lebih terhormat dan lebih bermartabat daripada nilai-nilai yang

diperkenalkan dalam al-Quran.41

Marginalisasi atau ketidakadilan gender yang banyak kita temui di

ruang publik dan sosial inilah yang menurut hemat penulis akhirnya turut

39Nawal El-Saadawi, The Hidden Face of Eve: Women in the Arab World, Edited

and Translated By Sherif Hetata, (London: Zed Press, 1980), 251. 40Beberapa faktor tersebut antara lain: (1)Semakin berkembangnya dunia Islam

sampai ke pusat-pusat kerajaan yang bercorak misoginis seperti: Damaskus, Bagdad dan

Persia, (2)Unifikasi dan Kodifikasi kitab-kitab hadis, tafsir, dan fiqh yang banyak

dipengaruhi budaya lokal yang secara langsung maupun tidak langsung mempunyai andil

dalam memberikan pembatasan dan gerak kaum perempuan, (3)Secara bersamaan

berlangsung politik antropologi untuk melanggengkan tradisi patriarki. Berbagai nilai

diarahkan dan digunakan untuk mempertahankan status quo pla relasi gender yang berakar

di masyarakat. Karena hal tersebut berlangsung lama, maka pola relasi gender ini

mengendap di alam bawah sadar masyarakat, seolah pola relasi gender adalah kodrat (baca

Arab: qudrah: ditentukan Tuhan), (4)Bertambah kuat lagi setelah pola relasi kuasa (power relations) menjadi subsistem dalam masyarakat modern-kapitalis, yang kemudian

melahirkan masyarakat new patriarchy. Lihat Zaitunah Subhan, Rekonstruksi Pemahaman Gender Dalam Islam: Agenda Sosio-Kultural dan Politik Peran Perempuan,, xi

41Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender: Perspektif al-Qur’an, (Jakarta:

Paramadina, 1991), 24.

Page 17: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

11

mempengaruhi penggambaran perempuan dalam dunia sastra. Pemahaman

yang keliru tentang perempuan (bias gender) malah terkesan justru

dipelihara dan dilestarikan dalam beberapa karya-karya sastra. Beberapa

literatur bahkan menyebutkan bahwa seringkali pengarang laki-laki dalam

hasil karyanya menceritakan tokoh perempuan yang selalu saja tertindas.42

Pengarang laki-laki cenderung menggambarkan citra perempuan yang selalu

menjadi korban kekerasan dan korban kepentingan orangtuanya, adat

istiadat maupun para lelaki di sekitarnya.43

Bahkan Seorang feminis

sekalipun yang memang memperjuangkan kesetaraan perempuan terkadang

tanpa disadari juga bisa terjebak dalam perilaku yang dikonstruksi oleh

budaya patriarki. Secara sadar atau tidak mereka justru telah

memarginalkan perempuan dan mengukuhkan dominasi laki-laki. Sastra

dan perempuan dalam genre novelet merupakan dua hal yang seringkali

dalam posisi relasi dan oposisi yang tidak seimbang, baik pada tataran

esensial maupun eksistensial, Sulaimah menyebutnya sebagai ada>b al-ha>mish (sastra marginal).

44

Dalam kesusatraan Indonesia, potret buram perempuan dalam sastra

tidak hanya terjadi dalam kurun waktu 1890-an hingga munculnya para

sastrawan pra-pujangga baru. Ditarik seabad ke masa kini pun potret

perempuan dalam sastra Indonesia masih buram, hal ini dapat dilihat di

antaranya novelet Matahari di atas Gilli karya Lintang Sugianto, meskipun

sarat akan makna semangat emansipatoris, kaum perempuan rata-rata juga

digambarkan lemah dan tidak terdidik.45

Kondisi serupa juga terjadi pada kesusatraan Barat, Josephine

Donovan mengatakan bahwa karya-karya yang dianggap penting dalam

peradaban Barat, seperti: Odyssey-nya Homer, Divine Comedy-nya Dante

dan Faust-nya Goethe menyatakan bahwa perempuan dalam sastra yang

ditulis oleh kaum pria dilihat sebagai yang lain (the Other), sebagai objek

perhatian hanya jika mereka melayani atau menyimpang dari tujuan

42Karya penulis Indo-Belanda dan peranakan Cina (1890-an), seperti Nyai Dasima

(1890) karya G Francis, Nyai Isah karya F Wiggers, Nona Leonie karya HFR Kommer,

Rosina karya FDJ Pangemanan hingga karya-karya yang terbit masa Pra-Pujangga Baru

(1920), seperti Roman Siti Nurbaya karya Marah Rusli, Azab dan Sengsara karya Merari

Siregar. Kesemua karya-karya tersebut meskipun tokoh utama perempuannya digambarkan

sebagai tokoh perempuan yang tegar, akan tetapi tokoh perempuan disekitarnya cenderung

digambarkan sebagai sosok perempuan yang bodoh, miskin, lemah dan jadi korban budaya

partiarkhi. 43Lizbeth Goodman, Literature and Gender. (London: Routledge,1996), 26. 44A.Khali>l Sulaimah dan A.Mashqu>q Hunayah ‚al-ada>b an-Niswi> Baina al-

Markaziyah wa al-Tahmi>sh‛, al-Multaqa> al Dawli> al Awwal fi al-Mustalah al-Naqdi> Yaumi>, No 9 (2011), 261-262.

45Mahkota Center, ‚Social and Economic Analysis‛,

http://mahkotacenter.wordpress.com/tag/artikel/, 18 November 2013

Page 18: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

12

protagonis laki-laki. Sastra semacam itu asing dari sudut pandang wanita

karena ia menolak keberadaan dirinya.46

Bukan hanya dinomorduakan atau

dianggap sebagai yang lain (the Other), tetapi perempuan dalam bidang

kesusastraan, juga seringkali cenderung disembunyikan dan disingkirkan.47

Strindberg dalam noveletnya Miss Julie menceritakan pengagungan budaya

patriarki yang tercermin jelas dari penggambaran tokoh perempuan dan laki-

lakinya. Laki-laki digambarkan sebagai orang yang kuat dan mengagumkan

sedangkan perempuan digambarkan sebagai dua sosok yang dikotomis.

Tokoh Kristin sebagai pribadi perempuan yang lembut, pandai mengatur

rumah tangga dan penurut. Dan tokoh Miss Julie yang merupakan tokoh

utamanya digambarkan sebagai sosok yang tidak mandiri, selalu bergantung

kepada laki-laki, perayu, penggoda, manja dan emosional.48

Kondisi kesusatraan Arab juga tidak berbeda jauh, dari sekian

banyak buku-buku yang menulis sejarah sastra Arab jahiliyah, tidak ada

satupun yang menyebutkan kontribusi dan peran penyair ataupun sastrawan

perempuan serta karya-karyanya. Sebagai contoh, buku yang ditulis oleh

sebuah tim yang berasal dari berbagai negara Arab dengan judul al-Mu’jaz fi>> al-A>dab al-Arabi> wa Ta>ri>khihi’ dari masa jahiliyah hingga modern sebanyak

lima jilid. Di dalam buku sejarah kesusatraan Arab tersebut, tidak ada

satupun penyair perempuan yang disebutkan ikut berperan aktif dalam

tumbuhnya sejarah kesusasteraan Arab dari masa jahiliyah hingga modern.

Seakan-akan penyair perempuan tidak pernah eksis dalam sejarah dan tidak

pernah memberikan kontribusi apapun dalam bidang sastra. Demikian pula

halnya dengan al-Wasi>t} fi>> al-A>\\\\\\\\dab al-Arabi> dan al-Mufas}sal fi Ta>rikh al-Adab al-Arabi> yang disusun oleh Ahmad al-Iskandari dkk dan lain-lainnya.

49

Hal ini juga dikuatkan oleh Cahya Buana dalam disertasinya yang

membuktikan bahwa memang syair karya laki-laki banyak menempatkan

perempuan sebagai makhluk impian, pemuas hawa nafsu, peratap kematian

laki-laki, tawanan perang dan juga harta rampasan. Pendapat tersebut juga

dikuatkan oleh Endraswara, menurutnya dalam dunia sastra, perempuan

dipersepsikan sebagai makhluk yang lemah lembut, permata, dan bunga.

46K.M. Newton, Menafsirkan Teks, Pengantar Kritis mengenai Teori dan Praktek

Menafsirkan Sastra, terj. Soelistia. (Semarang: IKIP Semarang Press, 1994), 190. 47Kondisi seperti ini dalam teori feminism dinamakan dengan istilah hidden

women (perempuan yang tersembunyi): yaitu sebuah istilah yang digunakan untuk

mendeskripsikan ekslusi (penyingkiran) perempuan, kehidupan, kerja, serta perjuangan

mereka dalam karya atau penelitian. Maggie Humm, Ensiklopedi Feminism, terjemah

Mundi Rahayu, (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2002), cet. 1, 202. 48

I Wayan Wendra ‚Citra Perempuan dalam Sastra Modern: Sebuah Pandangan

Feministik pada Dua Pengarang Laki-Laki‛, Jurnal IKA, 17 49

Cahya Buana, Citra Perempuan Dalam Puisi-Puisi Arab Jahiliyah :Kritik Sastra Feminis, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah), 8.

Page 19: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

13

Sebaliknya pria adalah kaum yang cerdas, aktif, kuat dan sejenisnya selalu

mewarnai hampir semua sastra di dunia. Figur laki-laki terus menjadi the authority, sehingga memberikan asumsi bahwa perempuan adalah impian,

the second sex, warga kelas dua dan tersubordinasi.50

Dari beberapa gambaran di atas, jelas menegaskan bahwa perempuan

di mata laki-laki dan juga di mata sastrawan pria, sekadar obyek. Konsep ini

telah membelenggu, hingga mendorong perempuan ke sudut: keterpurukan

nasib. Perempuan secara laten menjadi terjajah. Karena itu jangan heran

kalau laki-laki sering menyekap perempuan pada sebuah akuarium indah,

hanya sebagai pemandangan yang sedap dan panoramik belaka.51

Dominasi laki-laki terhadap wanita, telah mempengaruhi kondisi

sastra, antara lain: (1) nilai dan konvensi sastra sering didominasi oleh

kekuasaan laki-laki, sehingga wanita selalu berada pada posisi berjuang

terus-menerus ke arah kesetaraan gender, (2) penulis laki-laki sering berat

sebelah, sehingga menganggap wanita adalah obyek fantastis yang menarik.

Wanita selalu dijadikan obyek kesenangan sepintas oleh laki-laki. Karya-

karya demikian selalu memihak, bahwa wanita sekadar orang yang berguna

untuk melampiaskan nafsu semata, (3) wanita adalah figur yang menjadi

bunga-bunga sastra, sehingga sering terjadi tindak asusila laki-laki,

pemerkosaan, dan sejenisnya yang seakan-akan memojokkan wanita pada

posisi lemah.52

Dalam hal ini, karya sastra sebagai dunia imajinatif menjadi media

tumbuhnya subordinasi perempuan. Mengutip apa yang dikatakan Raman

Selden bahwa karya sastra dikuasai oleh laki-laki. Artinya, karya sastra

seolah olah hanya ditujukan untuk pembaca laki-laki. Kalaupun ada

pembaca perempuan, ia dipaksa membaca sebagai seorang laki-laki.53

Bertolak dari beberapa penjelasan di atas, penulis dapat menyimpulkan

bahwa memang telah terjadi kesenjangan antara posisi perempuan dan

posisi laki-laki baik itu dalam masyarakat (sosial) maupun dalam sastra.

Dalam sejarah sastra Barat terdapat dua tradisi yang memiliki visi

berbeda secara diametral, yaitu romantik dan strukturalisme. Tradisi

pertama menganggap bahwa pengarang adalah pencipta dan tradisi kedua

menganggap bahwa sastra tidak memiliki asal usul kecuali struktur itu

50Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra; Epistemologi Model, Teori,

Dan Aplikasi, (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2003), 143. 51Suwardi Endraswara, Metodologi Penelitian Sastra, 143. 52Suwardi Endraswara, 148. 53Sugihastuti dan Suharto, Kritik Sastra Feminis, Teori dan Aplikasinya,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 32.

Page 20: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

14

sendiri.54

Sastra secara definitif adalah bagian dari entitas budaya yang

wujudnya tercermin dalam karya-karya sastra berupa konstruksi kenyataan

yang diciptakan oleh pengarang melalui imajinasinya setelah melalui

pergumulan kehidupan nyata yang dialaminya.55

Sastra merupakan ramuan

yang memadukan antara kehidupan nyata diluar diri pengarang dan dunia

yang ada di dalam diri pengarang. Karya sastra diciptakan oleh seorang

pengarang di mana posisi pengarang juga merupakan produk dari sistem

nilai (kebudayaan) yang melingkupinya. Hal ini berarti, bahwa terciptanya

sebuah karya sastra merupakan hasil dialog yang terus menerus antara

pengarang dengan sistem nilai tersebut. Meskipun kajian sosiologi sastra

melihat ada kaitan erat antara produk sastra dengan kondisi lingkungan di

mana karya sastra itu diciptakan. Akan tetapi, karya sastra bukan

merupakan potret hitam putih dari sebuah kenyataan sosial. Karya sastra

adalah media untuk mengungkapkan ide dan gagasan seorang pengarang

termasuk di dalamnya sastra feminis.

Sastra feminis melihat sastra dalam keterkaitannya dengan gagasan

dan ideologi bahwa kanon sastra kita selama ini masih memiliki ideologi

tunggal dan bias gender. Sehingga untuk memahami dan menginterpretasi

sebuah karya sastra, maka perlu dipahami juga faktor sosial, ideologi, dan

latar belakang penulisnya. Maka disinilah letak penting seorang pengarang

yang mewakili individu serta merupakan produk sosial dari masyarakatnya.

Menurut Selden dan Widdowson, pengarang merupakan individu yang

memiliki sikap tertentu, individu adalah pendukung posisi-posisi dalam

masyarakat, individu bukan agen bebas. Teks-teks sastra selalu didasarkan

pada struktur-struktur mental trans-individual, milik kelompok atau kelas-

kelas tertentu.56

Kita dapat menemukan ideologi-ideologi dalam teks

dengan cara melihat konotasi-konatasi yang ada di dalam teks tersebut.

Salah satu caranya dengan mencari mitologi dalam teks. Tanpa pengarang,

karya sastra dianggap tidak ada, tanpa pengarang fakta-fakta sosial hanya

dilihat dari satu sisi saja lewat permukaan. Pengarang melalui daya

imaginasinya mampu melihat fakta-fakta secara multidimensional, gejala

dibalik gejala.57

54Lihat M.H. Abrams, The Mirror and The Lamp, Romantic Theory and The

Critical Tradition (Oxford: Oxford University Press, 1953), 48 dan A. Teeuw, Sastra dan Ilmu Sastra, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984), 42.

55Maria Josephine Kumaat Mantik, Gender dalam Sastra: Studi Kasus Drama

Mega-Mega., (Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2006), 13. 56Raman Selden dan Peter Widdowson, A Reader Guide to Comtemporary

Literary Theory (Lexiton: The University Press Of Kentucky, 1993), 87 57Eti Efrina, Pandangan Dunia Pengarang dalam Sastra: Kritik Sastra Feminis atas

Novelet Imra’ah Inda Nuqtat al-Sifr (Tesis), (Jakarta: YPM UIN Syarif Hidayatullah,

2012), 11.

Page 21: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

15

Hal ini justru sangat bertentangan dengan tradisi kelompok kedua

yang biasa disebut Kaum formalis yang memahami karya sastra sebagai

bahasa estetis, dan ingin membebaskan sastra dari aspek luarnya, sehingga

untuk memahami hakekat sebuah karya sastra, maka sastra harus dipahami

melalui karya sastra itu sendiri, yaitu unsur-unsur instrinsik, seperti: Alur,

Tema, Plot dan lain-lain. Melalui unsur-unsur instrinsik inilah, keindahan

sebuah karya sastra akan terbangun.58

Pendapat ini senada dengan Roland

Barthes dalam esainya ‚the Death of Author‛ yang menjelaskan bahwa teks

bersifat otonom dan pembaca merupakan kerangka utama dalam

menginterpretasi teks. Sebuah teks dapat diartikan berbeda-beda, karena

teks merupakan bahasa tulis yang memiliki struktur dari beberapa kode

sebagai sistem tanda. Pemahaman dan interpretasi yang tepat pada teks

tersebut tergantung dari penafsiran, pemahaman dan pengalaman

pembaca.59

Paul Ricouer mengatakan bahwa sebuah teks akan menjadi teks

yang sesungguhnya apabila terlepas dari pengarangnya.

Selain itu studi sastra selama ini masih dipahami sebagai sebuah

disiplin ilmu yang hanya berpusat pada teks-teks sastra. Asumsi semacam

ini tidak hanya terjadi dalam masyarakat Indonesia secara umum bahkan

dunia akademisi pun masih banyak yang mengasumsikan studi sastra

sebagai disiplin ilmu yang monodisipliner, bukan interdisipliner, baik itu

sastra Arab maupun sastra Indonesia. Kecenderungan ini bahkan tidak

hanya terjadi di Indonesia, namun juga di dunia Arab.60

Padahal dengan

metode sastra interdisipliner ini, kajian sastra akan lebih mampu menjawab

persoalan pragmatis yang dihadapi manusia, karena kajian sastra tidak

dibatasi hanya dengan persoalan penambahan kosakata atau

mengembangkan keterampilan berbahasa semata. Hal ini senada dengan apa

yang dijelaskan Arif Rahman bahwa penerapan sastra interdisipliner itu, di

antaranya memiliki tiga keuntungan, yaitu: pertama, perspektif

interdisipliner tidak mengasingkan diri dari studi-studi kemanusiaan praktis.

Kedua, dengan adanya pendekatan sastra yang interdisipliner ini karya

sastra akan akan sejajar dan setara dengan ilmu sosiologi, antropologi,

sejarah dan disiplin ilmu lainnya, sehingga nantinya sastra akan mampu

menjawab persoalan manusia dengan berbagai macam kompleksitasnya.

Dan ketiga, dengan model kajian sastra interdisipliner ini, orang akan

58Eti Efrina, Pandangan Dunia Pengarang dalam Sastra, 155 59Roland Barthes, Image, Music, Text, trans. Stephen Heat (New York: Hill and

Wang, 1977), 142 60Sukron, Kamil, Najib Mahfuz, Sastra, Islam dan Politik: Studi Semiotik terhadap

novelet Aulad Haratina., (Jakarta: Rajawali Pers, 2012), 1.

Page 22: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

16

melihat persoalan dan realitas sebagai kesatuan yang utuh dan

komprehensif.61

Oleh karena itu, penelitian gender dalam sastra melalui pendekatan

semiotik-feminisme merupakan studi yang baik, kalau bukan mendesak

untuk dilakukan. Hal ini sejalan dengan kaum feminis yang menilai dan

memandang perlu adanya penyusunan dan penilaian ulang mengenai kondisi

kesusatraan yang pada akhirnya kita kenal dengan nama Kritik Sastra

Feminis. Dalam sastra, kajian yang mengupas tokoh dan penokohan

perempuan dikenal dengan nama Kritik Sastra Feminisme (Feminist Literacy Criticism). Dalam bukunya ‚In The Shadow Of Change: Citra

Perempuan Dalam Sastra Indonesia‛. Tineke Hellwig mengatakan bahwa

melalui pendekatan kritik sastra feminis, kita akan tahu bagaimana sebuah

teks dalam merepresentasikan perempuan, bagaimana teks mendefinisikan

tentang feminitas dan maskulinitas, dan bagaimana pula teks menegaskan,

mempertanyakan dan mengkritik ideologi gender yang ada dalam sebuah

karya sastra baik yang ditulis oleh pengarang laki-laki maupun pengarang

perempuan.

Citra perempuan dalam sebuah karya sastra dan pencitraan

perempuan oleh pengarang, tidak hanya dilihat dari karya-karya pengarang

perempuan dan tokoh feminis perempuan, tetapi juga dapat dilihat dari

karya-karya pengarang laki-laki. Kritik sastra feminis tidak membedakan

pengarang perempuan dan pengarang pria. Yang penting, dalam karya itu

terdapat tokoh perempuan, baik yang berperan sebagai tokoh utama maupun

tokoh tambahan.

Dalam hubungannya dengan feminisme misalnya, sudah ada

beberapa akademisi yang mengkaji novelet dengan pendekatan kritik sastra

feminis62

, namun ketika pendekatan feminisme disandingkan dengan studi

semiotik, sepengetahuan penulis belum ada akademisi yang mengkaji

sebuah novelet dengan perspektif Semiotik-Feminisme yang memfokuskan

pada teori dan praktiknya. Jikalaupun ada obyek kajian yang digunakan

adalah sajak (puisi) bukan karya fiksi (novelet).

Dalam kesusatraan Arab, Entitas budaya sebagaimana yang sudah

dijelaskan sebelumnya tercermin dalam sebuah kesusastraan Arab, berupa

puisi, prosa dan drama yang sebagian besar memuat tema-tema kehidupan

61Muhammad Arif Rokhman, dkk., Sastra Interdisipliner, (Yogyakarta: Qalam,

2003) 62Lihat misalnya Wiyatmi., Feminisme dan Dekonstruksi Terhadap Ideologi

Famialisme dalam Novelet Saman Karya Ayu Utami, DIKSI Vol 10, No.2 Juli 200.,

Anwar., Dinamika Feminisme dalam Novelet Karya Pengarang Wanita Indonesia (1933-

2005), (Yogyakarta: UGM), 2008. Banita., Novelet Saman dan Larung karya Ayu Utami Dalam Perspektif Feminis Radikal, (Bandung: Universitas Padjajaran 2008)

Page 23: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

17

dan kronika bangsa Arab.63

Sebagaimana jenis kesusastraan pada umumnya,

kesusatraan Arab dalam hal ini novelet (prosa) selalu melibatkan tokoh dan

penokohan perempuan di dalamnya. Hal ini disebabkan karena pembicaraan

mengenai perempuan telah menjadi Culture Regime (Rezim Budaya) dan

memiliki daya pikat tersendiri sehingga masih menjadi isu yang menarik

dan relevan dari masa ke masa. Setiap orang, setiap generasi dan setiap

bangsa memandang perempuan dari pelbagai sudut, baik positif maupun

negatif.

Di antara karya sastra Arab yang layak untuk dijadikan studi

penelitian untuk melihat hubungan antara sastra, gender dan feminisme

adalah novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah (selanjutnya disingkat AM) karya Kahlil Gibran (selanjutnya disingkat Gibran). Novelet ini merupakan

gambaran otobiografi Gibran yang memiliki pengaruh besar terhadap dunia

Arab karena dengan terbitnya novelet ini, para perempuan yang selama ini

selalu terkukung dalam norma-norma yang mengikat seolah mendapat

kesempatan untuk berbicara dan memprotes struktur kekuasaan yang diatur

dalam perkawinan.64

Selain itu novelet AM merupakan salah satu karya

Gibran yang terbit di New York dan juga merupakan novelet pertama

Gibran yang berhasil menduduki daftar best seller dunia lebih lama dari

yang dicapai oleh an-Nabi (The Prophet) dan merupakan karya Gibran yang

terbaik dalam bahasa Arab.65

Struktur cerita novelet ini sangat sederhana

untuk ukuran sebuah novel, namun memiliki kelebihan dalam hal gaya

bahasa. Gaya bahasa yang digunakan adalah gaya bahasa metafora dan

simile yang dihiasi dengan gaya ironi dan paradox. Disinilah penting penulis

menggunakan pendekatan semiotik dengan pembacaan heuristik dan

hermeneutik guna memahami keseluruhan cerita dalam novelet ini secara

utuh dimana aspek feminisme juga sangat kental menjadi topik

pembahasan.

Gibran adalah salah satu dari beberapa sastrawan dan penyair laki-

laki yang karyanya sudah mendunia. Kahlil Gibran adalah sosok penyair

Lebanon yang banyak menginspirasi orang-orang Indonesia. Di Indonesia,

puisi-puisinya Kahlil memang lebih popular dibandingkan noveletnya.

Puisi-puisinya banyak dikutip terlebih oleh para Gibranis, sebutan untuk

para penggemar Gibran. Penelitian ini mencoba untuk melihat sosok

seorang Gibran melalui berbagai kacamata di antaranya melalui sastra

feminisnya. Meskipun Kahlil Gibran bukanlah seorang feminis, menurut

63Fadhil Munawwar Manshur, Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam.,

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), 2. 64Eka Budianta, Gibran Di Indonesia, (Jakarta: Ruas, 2010), 120-121 65Jubran Kahlil Jubran,. 1949. Sayap-Sayap Patah. Diterjemahkan oleh M Ruslan

Shiddieq. (Jakarta: Pustaka Jaya, 1990), xvi

Page 24: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

18

hemat penulis justru akan sangat menarik apabila karya-karya Gibran

diteliti secara mendalam melalui perspektif kritik sastra feminis. Hal ini

dikarenakan selain karya-karya Gibran banyak memasukkan tokoh dan

penokohan perempuan baik itu sebagai tokoh utama maupun tokoh

pendukung, Karya-karya Gibran merupakan salah satu karya penting yang

sudah memperoleh pengakuan karya monumental baik di peradaban bangsa

Arab dan Barat. Dalam karya-karyanya, Gibran menekankan kecintaan

kepada Tuhan, tanah air, keluarga, lingkungan hidup dan kemanusiaan

secara universal.66

Gibran dikenal sebagai ‚Sang Nabi Abadi dari Lebanon‛

dan ‚orang terpelajar pada zamannya‛67

, Gibran adalah sastrawan yang

berjasa besar dalam menyebarkan ide-ide inovatif dan mendorong

renaissance dalam kreatifitas orang-orang Arab.68

Ketika kondisi sastra

Arab berada pada masa yang memprihatinkan ‚kitsch‛, yaitu seni semu

yang oleh Eco, seorang linguis Italia disebut ‚sebuah dusta struktural‛69

,

Gibran merupakan satu di antara beberapa sastrawan yang ikut terlibat

dalam upaya penegakan kembali sastra Arab al-Inbi’ats (Renaissance) yang

untuk pertama kalinya dimulai di Lebanon, Suriah, dan Mesir.70

Gibran juga dikenal sebagai Sang Sufi (The Mystic), Sang Filosof

(The Philosopher), Yang Religius (The Religious), Si Kufur (The Heretic),

yang Cemerlang (The Serene), Sang Pemberontak (the Rebellious) dan

Yang Abadi (The Ageless). Dari sekian banyak penilaian dan predikat yang

terkumpul dalam pribadi Gibran, sejauh yang penulis ketahui, belum ada

yang mengungkapkan pandangan feminisme Gibran dalam memotret citra

perempuan dalam bentuk sebuah penelitian ilmiah. Padahal dalam beberapa

karya sastra yang ditulis Gibran banyak mengangkat persoalan perempuan

dalam masyarakat patriarki71

di Lebanon.72

Selama ini, Gibran dikenal

sebagai tokoh pembaharu dan dapat diterima secara luas di dunia Arab.

66Eka Budianta, Gibran Di Indonesia,, xi-xii. 67Ferris Anthony R, Potret Diri Gibran, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1989), 7. 68Suheil Bushrui dan Joe Jenkins, Gibran, Man and Poet, Biografi Terbaru, terj Nin

Bakdisoemanto. (Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2000), xviii. 69Artinya, dusta yang dibuat sengaja oleh penyair karena kebuntuan pikiran dan

daya imajinasinya sebagai pengarang sehingga karya-karya yang dihasilkan tidak bermutu. 70Fadhil Munawwar Manshur, Perkembangan Sastra Arab dan Teori Sastra Islam,

16. 71Melani Budianta dalam tulisannya: Pendekatan Feminis Terhadap Wacana,

dalam analisis wacana dari linguisik sampai dekonstruksi (2002, 207) menjelaskan bahwa

patriarki adalah sebutan bagi sebuah sistem yang melalui tataran sosial politik dan

ekonominya memberikan prioritas dan kekuasaan terhadap laki-laki. Dengan demikian baik

secara langsung maupun tidak langsung ataupun melalui kasat mata ataupun tersamar, laki-

laki telah melakukan penindasan dan subordinasi terhadap perempuan. 72Lebanon termasuk negara pelopor bangkitnya kesusatraan Arab selain Mesir,

Palestina, Irak, Iran dan negara Arab lainnya.

Page 25: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

19

Karya-karyanya memiliki tema keadilan, kebebasan dan ketuhanan. Oleh

karena itu, penulis sangat tertarik untuk melakukan penelitian tentang

Gibran dan karya sastranya dari sisi yang berbeda. Gambaran dan sikap

perempuan dalam karya sastra tersebut akan mampu mencerminkan

bagaimana jiwa pengarang masuk dalam karya-karyanya (Implied Author)73

dan mampu menunjukkan sikap pengarang terhadap isu gender yang ada

dalam karya yang ditulisnya cenderung mendukung sistem patriarkhi atau

sebaliknya.

Posisi pengarang dalam karyanya tidak mungkin netral, pasti ada

kecenderungan yang dibuat oleh pengarang untuk menunjukkan sikap dan

realitas sosial yang ada di lingkungannya atau di mana karya sastra itu

dibuat. Menurut Selden, Ketika kita membaca sebuah karya sastra, berarti

secara tidak langsung kita telah memasuki dunia sosial atau komunitas

manusiawi berdasarkan pemikiran dan perasaan si pengarang.

Berdasarkan permasalahan di atas, maka penulis melalui penelitian

sastra dengan pendekatan semiotik-feminisme ini penulis mencoba untuk

membongkar ideologi pengarang khususnya pengarang laki-laki di balik

penciptaan karya sastra. Seorang pengarang disadari ataupun tidak telah

mengkonstruksi nilai-nilai dan gagasannya melalui tokoh-tokoh rekaannya

dalam sebuah karya sastra yang diciptakannya. Dalam sastra Arab modern,

Kahlil Gibran lebih dikenal dengan kritik politiknya.74

sehingga menurut

sepengetahuan penulis, sejauh ini meskipun karya Gibran sudah banyak

diterjemahkan kedalam pelbagai macam bahasa, belum ada satupun peneliti

yang melakukan kajian feminisme terhadap karya sastra Gibran dalam hal

ini novelet menggunakan pendekatan semiotik-feminisme.

B. Permasalahan Penelitian

1. Identifikasi Masalah

Berangkat dari uraian latar belakang masalah di atas, maka ada beberapa

masalah yang bisa diidentifkasi sebagai masalah penelitian, diantaranya

adalah:

73S.E Peni Adjie, ‚Karya Religius Danarto: Kajian Kritik Sastra Feminis,‛ Jurnal

Humaniora, Vol. 15, No. 1 (Jakarta, 2002) : 23-28. 74Misalnya lewat cerpen Kahlil Jubran(1883-1931) al-Malik al-haki>m (Raja

Bijaksana) dalam kumpulan cerpen al-Majnu>n (Yang Gila). Kritik Jubrandalam cerpen ini

adalah bagaimana sosok penguasa yang bijak dan cerdas rela mengganti kecerdasan yang ia

miliki demi otoritas kedudukannya dihadapan masyarakat, bukannya malah menyembuhkan

kegilaan masyarakatnya tapi ikutan menjadi gila demi persamaan persepsi.

Page 26: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

20

a. Bagaimana penggunaan diksi kata serta bahasa kiasan (Majaz) dalam

al-Ajnihah al-Mutakassirah karya Jubran Kahlil Jubran? b. Bagaimana diksi kata dan bahasa kiasan tersebut mampu

mengkonstruksi pikiran pengarang (Jubran Kahlil Jubran) untuk

mengukuhkan oposisi biner yang lebih menguntungkan laki-laki atau

sebaliknya meruntuhkan budaya patriarki yang memposisikan

perempuan sebagai subordinat?

c. Bagaimana citra perempuan yang digambarkan Gibran dalam

karyanya al-Ajnihah al-Mutakassirah (Sayap-sayap Patah) cenderung

meneguhkan citra perempuan yang khas patriarkis atau justru

membuat citra baru perempuan sesuai dengan tujuan kritik sastra

feminis (KSF)?

d. Nilai-nilai feminisme apa yang terdapat dalam novelet al-Ajnihah al-

Mutakassirah?

e. Bagaimana bentuk manifestasi ketidakadilan gender yang

melingkupinya?

2. Pembatasan Masalah

Agar penelitian ini tidak meluas dan menjadi jelas serta fokus, maka

penelitian ini diberikan batasan-batasan yaitu sebagai berikut:

Teks-teks sastra yang dijadikan penelitian adalah teks-teks dalam

kumpulan karya berbahasa Arab yang disusun dan diabadikan Mikhail

Naimy dalam bukunya al-Majmu’ah al-Ka>milah lil Mu’allafa>ti Jubran Kahlil Jubran. Menurut pengamatan dan penelusuran peneliti, karya sastra

Jubran Kahlil Jubran yang ditulis dalam bahasa Arab, di antaranya: Ara’is al-Muru>j (Bidadari Lembah, 1906), al-Arwa>h al-Mutamarridah (semangat

perlawanan, 1908), al-Ajnihah al-Mutakassirah (Sayap-sayap patah, 1912),

dan Dam’a wa ibtisa>ma (Air mata dan Senyuman, 1914).75

Dari beberapa

karya sastra Arab yang ditulis Jubran Kahlil Jubran tersebut, penulis

membatasi objek kajian yang akan diteliti hanya pada novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah. Pemilihan novelet ini diambil karena dalam teks ini banyak nilai

feminisme yang bisa dibahas untuk melihat bagaimana pengarang

memunculkan gagasan feminis di dalam teks ketika menghadapi dominasi

laki-laki serta bagaimana citra perempuan yang ditampilkan pengarang

apakah citra perempuan sebagai korban atau justru sebaliknya citra

perempuan yang berpotensi memperjuangkan kesetaraan gender.

3. Rumusan Masalah

75 Eka Budianta, Gibran, 120.

Page 27: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

21

Berdasarkan Identifikasi dan batasan masalah di atas, maka permasalahan

dalam penelitian ini ingin menjawab pertanyaan:

‚Bagaimana pandangan feministik (Jubran Khallil Jubran) dalam

mencitrakan tokoh utama perempuan dalam novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah cenderung meneguhkan citra perempuan yang khas patriarkis

atau justru membuat citra baru perempuan sesuai dengan tujuan kritik sastra

feminis (KSF)?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan Penelitian ini adalah:

a. Untuk menggali, menjelaskan dan membuktikan keterkaitan teks sastra

dengan faktor-faktor yang melatarbelakanginya. karya sastra selalu

mengungkapkan latar sosial budaya yang melingkari diri pengarang, ide

dan gagasannya, termasuk di dalamnya kritik sastra feminis yang menilai

bahwa norma-norma patriarkal mendominasi berbagai genre sastra

khususnya dalam kesusatraan Arab. Melalui pendekatan semiotik-

feminisme, peneliti akan mencoba menjelaskan, menganalisa dan

membuktikan keterkaitan tersebut.

b. Untuk mengetahui pandangan feministik Gibran dalam mencitrakan

tokoh utama perempuan dalam karyanya al-Ajnihah al-Mutakassirah

(Sayap-sayap Patah)

c. Selain daripada itu, penelitian ini dibuat untuk mendekonstruksi karya

sastra Gibran yang selama ini cenderung dianggap hanya

mengungkapkan permasalahan religiusitas dan pendidikan semata.

D. Signifikansi Penelitian

Dalam rangka pengembangan keilmuan, penelitian ini sangat penting untuk

melihat secara komprehensif bagaimana sebuah karya sastra menjadi lebih

memiliki ruh ketika adanya perkaitan antara teks sastra dengan dunia yang

berada diluar itu. Jadi hakikat karya sastra tidak lagi dipandang sastra itu

sendiri atau sebagai sebuah karya imajinatif semata, namun lebih dari itu

karya sastra akan dipahami menjadi lebih lengkap karena ia juga

mengungkapkan berbagai faktor sosio kultural.

Selain itu penelitian ini tentunya akan membawa alternatif pemaknaan baru

bagi karya-karya Gibran. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan

manfaat dan menambah referensi kritik kesusastraan Arab ditengah

minimnya jenis kritik sastra feminis yang digunakan kritikus sastra,

akademisi, mahasiswa sastra, serta pemerhati dan peminat sastra dalam

mengkritik sebuah karya sastra. Melalui penelitian ini juga, besar harapan

penulis agar penelitian ini menjadi inspirasi bagi pecinta karya sastra

Indonesia, untuk meningkatkan kecintaaan masyarakat kepada pusaka tak-

ragawi bangsa Indonesia melalui karya-karya Gibran.

Page 28: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

22

E. Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Penelitian mengenai pandangan feministik pengarang laki-laki

terhadap citra dan pencitraan perempuan dalam karya sastranya sudah

pernah dilakukan oleh Hanik Mahliatussikah, dalam penelitiannya

‚Perempuan Dalam Antologi Cerpen Gibran‛ menyimpulkan bahwa

sastrawan Arab yang popular tingkat internasional, Gibran Kahlil Gibran

dalam karyanya telah mencitrakan perempuan Arab dalam antologi

cerpennya dengan pencitraan yang positif dan setara dengan laki-laki.

Perempuan tidak materialistik dan dapat hidup dalam kesederhanaan.

Perempuan tidak lemah tapi mampu mewujudkan kebebasan jiwa. 76

Fera Delila dalam penelitiannya (1998) ‚Novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah Karya Jibran Kahlil Jibran dan Novelet Dian Yang Tak Kunjung Padam Karya Sultan Takdir Alisyahbana (sebuah perbandingan), hasil dari penelitiannya membuktikan bahwa novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah membicarakan tema yang sama dengan novelet Dian Yang

Tak Kunjung Padam itu mengangkat tema kawin paksa yang merupakan

cerminan keadaan masarakat yang menjadi latar pada kedua novelet

tersebut.

TB Adli Hakim dalam penelitiannya (1990) ‚Tiga Puisi Prosa Jibran

Kahlil Jibran‛, hasil dari penelitiannya membuktikan bahwa isi dari ketiga

kumpulan puisi-prosa mengungkapkan pandangan penyairnya tentang cinta.

Ia menyatakan bahwa cinta membutuhkan ketulusan hati dan pengorbanan

diri, karena cinta tidak memberikan apa-apa kepada orang yang mencintai,

kecuali dirinya.

Bayu Rusman Prayitno dalam penelitiannya (2009) ‚Kohesi

Gramatikal Jenis Referensi Dalam Cerpen Wardah Hani Karya Gibran‛,

hasil penelitiannya Referensi dalam cerpen wardah hani memiliki tiga jenis,

aitu referensi persona, referensi demostrativa dan referensi perbandingan.

I Wayan Rendra dalam penelitiannya ‚Citra Perempuan dalam

Sastra Modern‛ (Pandangan Feministik dari Dua Pengarang Laki-Laki:

Sutan Takdir Alisyahbana Dan Marah Rusli), hasil dari penelitiannya

membuktikan bahwa Sutan Takdir Alisyahbana dan Marah Rusli

mencitrakan tokoh utama perempuan sebagai tokoh yang ingin memajukan

kaum perempuan melalui gerakan emansipasinya. Namun gerakan

emansipasinya hanya sebagian kecil saja terwujud, hal ini dikarenakan

posisi perempuan masih dipandang sebagai kaum yang termaginalkan

sehingga membatasi gerak perempuan untuk berbuat lebih untuk kemajuan

kaumnya.77

76

Eka Budianta, Gibran di Indonesia (Jakarta: Ruas, 2010), 116. 77

Wendra, I Wayan, ‚Citra Perempuan dalam Sastra Modern: Sebuah Pandangan

Feministik pada Dua Pengarang Laki-Laki.‛ Jurnal IKA, 19.

Page 29: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

23

Ratih Hardjono, dalam penelitiannya ‚Wanita Tersiksa dalam

Novelet Sentimental‛ mengatakan bahwa dari beberapa novelet yang

menjadi objek kajiannya, banyak tergambar perempuan selalu mengalami

ketidakadilan gender. Namun dalam beberapa novelet juga tersirat justru

ketidakadilan tersebut bersumber dan dilestarikan perempuan.78

Sitti Amalina Ummi, dalam penelitiannya ‚Citra Perempuan Arab

dalam Lima Cerpen al-Ka>busi (Halusinasi) karya Najib Kailani‛

membuktikan bahwa Najib Kailani sebagai seorang sastrawan Arab Muslim

yang terkenal mencitrakan perempuan sebagai sosok yang pasrah, tidak

berdaya, selalu tertindas dibawah kekuasaan laki-laki, perempuan yang

bodoh dan tabah dalam menghadapi kehidupan dengan segala cobaan yang

ada. Hal ini tercermin dalam tokoh perempuan Siham pada cerpen al-Jabbarah (Otoriter), Tokoh perempuan Fatihah pada cerpen al-Jawwu al-Ba>rid (Udara yang dingin) dan Tokoh perempuan Laila pada cerpen Qolbu Imra’ah (Hati Perempuan).

79

Winda Yuliana, dalam penelitiannya ‚Analisis Struktural Tiga

Cerpen Arab Hamdu bin Rasyid‛ membuktikan bahwa dalam tiga

cerpennya: Nabadat Mugtaribah (Denyut Imigran), Sarsarah ad-Duha> (Obrolan Pagi) dan Ainani Mutaraqibata>ni (sepasang mata yang mengintip),

Hamdu bin Rasyid mencitrakan perempuan sebagai sosok yang suka

berkumpul dan suka membicarakan orang lain serta suka membuang waktu

dengan percuma.80

Adapun yang membedakan penelitian ini dengan beberapa penelitian

yang sudah ada sebelumnya adalah analisis yang digunakan penulis dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan interdisipliner yaitu pendekatan

semiotik dan kritik sastra feminis. Analisispun dilakukan secara mendalam

dengan melakukan pembacaan heuristik dan hermeneutik agar kesimpulan

yang terkait tanda-tanda, simbol-simbol serta aspek-aspek feminisme yang

terdapat dalam novelet mampu disajikan penulis dengan lebih detail dan

akurat sebagai proses kelanjutan dari penelitian-penelitian yang sudah ada

sebelumnya.

F. Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat interdisipliner karena menggunakan

pendekatan semiotik dan kritik sastra feminis sebagai pisau analisisnya.

78Ratih Hardjono, Tokoh wanita dalam novelet Indonesia tahun 1920-1980an

(Jakarta: Depdikbud, 1992) 79Siti Amalina Ummi, Citra Perempuan Arab Dalam Lima Cerpen al-Ka>busi

(Halusinasi) Karya Najib Kailani (Jakarta, Universitas Indonesia, 2008). 80Winda Yuliana, Analisis Struktural Tiga Cerpen Arab Hamdu bin Rasyid

(Jakarta: Universitas Indonesia, 2001), 25.

Page 30: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

24

Pendekatan semiotik yang digunakan adalah teori semiotik Michael

Riffaterre, melalui analisis heuristik dan hermeneutik. Analisis heuristik

difokuskan untuk diksi dan kiasan bahasa dengan mengangkat simbol-

simbol serta kode-kode dalam novelet lalu kemudian mengaitkannya dengan

simbol-simbol feminin yang ada di dalam novelet tersebut. Pembacaan

dalam hal ini dilakukan secara holistik (menyeluruh), yaitu dengan memulai

pemahaman melalui analisis dari setiap unsur yang membangun karya sastra

tersebut, seperti tema, tokoh, alur (plot), latar (setting) dan sudut

pandang.81

Teks dibaca satu persatu secara sinkronis, kemudian

memetakannya secara diakronis untuk menjawab beberapa rumusan

masalah. Analisis tema dan tokoh dilakukan untuk mengetahui bagaimana

gambaran, peran dan citra perempuan dalam al-Ajnihah al-Mutakassirah (sayap-sayap patah) baik secara analitik maupun dramatik, sehingga dapat

diperoleh pesan, amanat, moral atau sesuatu yang sengaja ingin

disampaikan pengarang kepada pembaca.82

Analisis alur, latar dan sudut

pandang digunakan untuk menjawab bagaimana hubungan yang dibangun

perempuan dan tokoh-tokoh yang ada di dalam novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah (sayap-sayap patah) .

Lalu agar nantinya analisis yang dipaparkan mampu menguraikan

makna yang terkandung di dalam teks secara menyeluruh dan komprehensif,

maka penulis menggunakan analisis hermeneutik yang fokus kajiannya

menggunakan perspektif kritik sastra feminis dengan cara menghubungkan

isi cerita dan cara penceritaan dengan teori-teori yang ada dalam kritik

sastra feminis yang menunjukkan adanya isu gender dan feminisme di dalam

teks al-Ajnihah al-Mutakassirah (Sayap-sayap patah). Hal ini bertujuan agar

penulis mampu mengetahui bagaimana wujud gambaran perempuan yang

disampaikan pengarang dalam karya sastra yang diciptakannya. Yang

dimaksud dengan kritik sastra feminis dalam penelitian ini adalah teori yang

dikemukakan oleh Culler yaitu membaca sebagai perempuan (Woman as a Reader) menempatkan perempuan sebagai konsumen dari produk sastra

laki-laki dan pembaca perempuan mengubah pengertian terhadap teks,

meneliti aspek-aspek wacana yang berbeda dengan konsep feminisme dan

membongkar praduga dan ideologi kekuasaan laki-laki yang androsentris

dan patriarkhat. Menurut Sugihastuti, membaca sebuah karya sastra dengan

konsep Woman as Reader memberikan kesadaran kepada pembaca bahwa

analisis gender dalam sastra merupakan kategori yang fundamental.83

81

Sri Wahyuningtyas dan Wijaya Heru Santosa. Sastra: Teori dan Implementasi (Surakarta: Yuma Pustaka, 2011), 2.

82Sri Wahyuningtyas dan Wijaya Heru Santosa, Sastra: Teori dan Implementasi, 5.

83Sugihastuti dan Suharto. Kritik Sastra Feminis, Teori dan Aplikasinya

(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), 73.

Page 31: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

25

Metode kritik sastra feminis yang digunakan yaitu dengan cara

membaca tulisan, ideologi, serta kultur dengan perspektif yang berpusat

pada perempuan. Analisis ini dilakukan untuk melihat pemikiran feminisme

pengarang (Gibran) dan bagaimana ideologi patriarki yang ditampilkan

pengarang dalam novelet ciptaannya, karena yang diteliti adalah aspek

ideologinya, maka karya sastra diperlakukan sebagai satu aspek budaya

yang lahir dari proses kreatif pengarang. Pengkajian budaya lebih

mengamati aspek politis daripada sekedar kehadiran teks sastra tersebut.

Dalam hal ini teks sastra dianggap mampu untuk membangun atau justru

meruntuhkan ideologi tersebut. Selain itu, Pendekatan kritik sastra feminis

disini juga digunakan untuk mengetahui bagaimana gagasan feminis

dimunculkan dalam menghadapi dominasi laki-laki dan bagimana citra

perempuan ditampilkan untuk memperjuangkan kesetaraan dalam teks-teks

novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah. Pendekatan ini mampu menjembatani

antara dunia imaginatif dengan dunia realitas. Hal ini senada dengan apa

yang dikemukakan Radcliffe bahwa sastra sebagai gejala kedua

epiphenomenon yang hanya berharga jika terjadi kesepadanan dengan dunia

di luar sastra.84

Lalu dari beberapa persoalan yang ada tersebut dikaitkan

satu sama lain, lalu penulis kaitkan juga dengan konteks sosial budaya

dimana karya sastra itu diciptakan. Hal itu dilakukan untuk mengetahui

bagaimana pengarang dalam hal ini Gibran dalam menggambarkan citra

perempuan dalam karyanya cenderung meneguhkan citra perempuan yang

khas patriarkis atau justru membuat citra baru perempuan yang kuat, tegas,

mandiri dalam membuat keputusan-keputusan. Citra seperti inilah yang

sebenarnya diharapkan oleh kritik sastra feminis agar pada akhirnya

memungkinkan perempuan untuk mendapatkan citra baru yang mampu

menunjukkan kemampuan dan perjuangannya untuk mampu setara dengan

laki-laki.

Untuk membaca sumber data primer maka penelitian ini berfokus

pada teks (text-focused) yaitu konstruksi tanda-tanda sebagai sistem

komunikasi yang digunakan sesuai dengan konteksnya.85

Analisis teks

dalam penelitian ini yaitu dengan cara pembacaan, interpretasi dan kritikan

yang dilakukan dengan membaca ulang dan mengevaluasi ulang teks dalam

rangka menemukan bagaimana gagasan feminis yang dimunculkan oleh

pengarang di dalam teks ketika menghadapi dominasi laki-laki di bawah

budaya patriarkhi dan bagaimana citra atau gambaran tentang perempuan di

dalam teks sebagai korban atau citra perempuan yang memperjuangkan

84Lihat David Hill Radcliffe, ‚Romanticism and Genre: Theory and Practice‛,

Eighteenth-Century Life, Vol. 36, Duke University Press-Des 21 (2012), 1. 85Lihat M. Aminuddin, ‚Mengenal Keragaman Paradigm dan Strategi Penelitian

Kualitatif dalam Bidang Bahasa dan Sastra‛ Jurnal Bahasa dan Seni, (1998) : 118-139.

Page 32: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

26

kesetaraan gender. Naomi Wolf86

menyebutnya dengan istilah Feminis Korban dan Feminis Kekuasaan untuk melihat permasalahan yang dialami

perempuan dalam memperjuangkan ideologi feminism. Feminis korban

adalah cara yang digunakan dengan cara membuat catatan penderitaan

perempuan karena kesewenangan laki-laki dibawah budaya patriarki,

sebagai jalan untuk menuntut hak. Sedangkan feminis kekuasaan adalah

cara yang digunakan untuk melihat potensi perempuan dan menganggap

perempuan sebagai manusia biasa yang sama dengan laki-laki untuk dapat

setara. Kesetaraan adalah memang hak dari perempuan tanpa harus diminta

dari orang lain. Wolf melihat permasalahan ini dengan melakukan

pendekatan yang mengedepankan toleransi, menunjukkan potensi diri, dan

bukannya pembenaran terhadap diri sendiri. Wolf mempunyai pandangan

bahwa perlu membangun citra perempuan yang baru untuk dapat membuka

potensi diri perempuan agar dapat setara dengan laki-laki dalam segala hal.

Dengan digunakannya 2 (dua) pendekatan sekaligus, pendekatan

semiotik Michael Riffaterre dan kritik sastra feminis, diharapkan karya

Gibran ini mampu ditafsirkan secara utuh dan komprehensif, bukan tafsir

subjektif penulis semata.

Penelitian ini juga merupakan penelitian deskriptif, karena hasil

penelitian ini berupa uraian kata secara sistematik sebagai hasil dari

pemahaman dan analisis terhadap objek penelitian. Adapun tehnik

pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan tekhnik dokumentasi.

Oleh karena itu yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah merekam

seluruh data kepustakaan yang ditemukan penulis, khususnya dalam al-Ajnihah al-Mutakassirah (sayap-sayap patah). Selanjutnya menyajikan

kembali dalam bentuk tulisan ilmiah yang tentunya disertai dengan

pendapat para pengamat dan kritikus agar penelitian ini lebih kuat dan

mendalam dan ditunjang dengan buku primer maupun sekunder yang terkait

dengan tema penelitian.

Jadi kerangka kerja yang akan dilakukan penulis sebagaimana yang

dijelaskan oleh Djajanegara, yaitu sebagai berikut: Pertama, peneliti

mengidentifikasi tokoh perempuan di dalam sebuah karya sastra lalu

dilanjutkan mencari kedudukan tokoh perempuan tersebut di dalam keluarga

dan masyarakat. Kedua, Peneliti mencari tahu tujuan hidup tokoh

perempuan dari gambaran langsung yang diberikan penulis, Peneliti juga

harus memperhatikan pendirian serta ucapan tokoh perempuan

bersangkutan. Apa yang dipikirkan, dilakukan dan dikatakannya akan

banyak memberi keterangan tentang tokoh laki-laki yang memiliki

keterkaitan dengan tokoh perempuan yang bersangkutan. Ketiga,

86 Penggagas Post budaya feminism (Feminist Cultural Post)

Page 33: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

27

mengamati sikap penulis yang mungkin menulis dengan kata-kata ironis,

memperolok-olok, mengkritik atau mendukung, optimistik atau

pesimistik.87

Sehubungan dengan transliterasi, penelitian ini menggunakan

Pedoman transliterasi Arab Latin Ala-LC Romanization Tables yang

digandakan dari Library of Congress Romanization of Arabic.

G. Sistematika Penulisan

Rancangan penulisan dalam penelitian tesis ini terdiri dari 5 (lima)

bab yang bertujuan untuk mengarahkan pembaca kepada urutan tahapan

yang logis untuk memperoleh gambaran dan tujuan yang jelas serta tearah

dari masing-masing bab sehingga saling berhubungan antara bab yang satu

dengan yang lain. Secara umum, dapat dirumuskan dan diklasifikasikan

sebagai berikut:

BAB I, Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, permasalahan

penelitian yang dibagi menjadi: identifikasi masalah, pembatasan masalah

dan perumusan masalah. Selanjutnya dibahas juga tujuan penelitian,

signifikansi penelitian, penelitian terdahulu yang relevan, kerangka

pemikiran, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. Sebagaimana

fungsi dan perannya, bab pendahuluan ini merupakan pengantar yang

merupakan landasan umum dan jendela (the window to the thesis) untuk

bab-bab selanjutnya.

BAB II, Membahas tentang perdebatan akademik mengenai diskursus sastra

feminis dan semiotik, ada 3 (tiga) bagian yang dibahas dalam bab ini, yaitu:

Pertama, Diskursus Ekstrinsikalitas dan Intrinsikalitas Sastra, Kedua,

membahas tentang Sastra dan Feminisme yang di dalamnya akan

memaparkan bagaimana relasi sastra, gender dan feminisme, selanjutnya

pada bab tiga akan membahas kerangka teori yang menjelaskan pendekatan

semiotik Michael Riffaterre baik itu heuristik dan hermeneutik, lalu dibahas

juga tentang kritik sastra feminis dan terakhir mengenai pendekatan

semiotik-feminisme sebagai teori interdisipliner studi sastra Arab.

BAB III. Merupakan bab yang membahas tentang bagaimana kiprah Gibran,

dinamika sastranya serta setting sosialnya. Pembahasan difokuskan

mengenai: Biografi Gibran, Karya Gibran: Dari Karya Sastra Hingga Non

Sastra, Setting Sosial Penciptaan Novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah.

Point-point tersebut dipandang penting untuk mendukung sebuah

87Sri wahyu Ningtyas dan Heru Wijaya Santoso, Sastra: Teori dan Implementasi,

34-35.

Page 34: GENDER DALAM SASTRA (Studi Semiotik-Feminisme dalam ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/39540/1... · Pengkajian Islam Konsentrasi Bahasa dan Sastra Arab ... expressed

28

kesimpulan tentang gambaran jelas sosok Gibran dan bagaimana pandangan

feminisme terhadap perempuan di dalam karya sastranya.

BAB IV. Merupakan bab inti yang akan menjelaskan dan memaparkan

tentang eksistensi dan representasi perempuan melalui pendekatan semiotik

terhadap novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah (Sayap-sayap Patah). Bab ini

terdiri dari 4 (empat) sub bab, yang pertama analisis heuristik terhadap

novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah. Sub bab ini membahas 10 seri bagian

cerita dari novelet al-Ajnihah al-Mutakassira yang terdiri dari: Seri Duka

cita yang hening, Seri Tangan Nasib, Seri Pintu Masuk ke kuil, Seri Obor

Putih, Seri Prahara, Seri Danau Api, Seri Di hadapan Takhta Kematian, Seri

Antara Kristus dan Ishtar dan dari aspek semiotiknya, akan dibahas juga

tentang gaya bahasa novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah. Pembahasan

selanjutnya, penulis mencoba menganalisis secara hermeneutik bagaimana

citra dan gambaran perempuan melalui tokoh Salma Karamy, nilai-nilai

feminisme dan manifestasi ketidakadilan gender dalam novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah dan terakhir untuk melihat bagaimana posisi pengarang

dalam hal ini (Gibran) menggambarkan citra perempuan dalam karyanya,

maka pada sub bahasan difokuskan tentang sikap implied author terhadap

isu gender dan feminisme dalam novelet al-Ajnihah al-Mutakassirah, di

dalamnya akan dibahas bagaimana pengarang membangun citra dan

membentuk cerita.

BAB V. PENUTUP merupakan bab yang menguraikan kesimpulan yang

sudah dicapai penulis dalam penelitian ini beserta saran yang perlu

dilakukan selanjutnya untuk peneliti selanjutnya.