h. tillaceus.docx

3
Waru atau baru (Hibiscus tiliaceus, suku kapas-kapasan atau Malvaceae), juga dikenal sebagai waru laut, dan dadap laut (Pontianak) telah lama dikenal sebagai pohon peneduh tepi jalan atau tepi sungai dan pematang serta pantai. Walaupun tajuknya tidak terlalu rimbun, waru disukai karena akarnya tidak dalam sehingga tidak merusak jalan dan bangunan di sekitarnya. Waru dapat diperbanyak dengan distek. Namun, aslinya tumbuhan ini diperbanyak dengan biji. Memakai stek untuk perkembanganbiakan waru agak sulit, karena tunas akan mudah sekali terpotong. Waru masih semarga dengan kembang sepatu. Tumbuhan ini asli dari daerah tropika di Pasifik barat namun sekarang tersebar luas di seluruh wilayah Pasifik dan dikenal dengan berbagai nama: hau (bahasa Hawaii), purau (bahasa Tahiti), beach Hibiscus, Tewalpin, Sea Hibiscus, atau Coastal Cottonwood dalam bahasa Inggris. Di Indonesia tumbuhan ini memiliki banyak nama seperti: baru (Gayo, Belitung, Md., Mak., Sumba, Hal.); baru dowongi (Ternate,Tidore); waru (Sd., Jw., Bal., Bug., Flores); har u, halu, faru, fanu (aneka bahasa di Maluku); dan lain-lain. Ekologi dan penyebaran Kemampuan bertahannya tinggi karena toleran terhadap kondisi masin dan kering, juga terhadap kondisi tergenang. Tumbuhan ini tumbuh baik di daerah panas dengan curah hujan 800 sampai 2.000 mm. Waru biasa ditemui di pesisir pantai yang berpasir, hutan bakau, dan juga di wilayah riparian. Waru tumbuh liar di hutan dan di ladang, kadang-kadang ditanam di pekarangan atau di tepi jalan sebagai pohon pelindung. Pada tanah yang subur, batangnya lurus, tetapi pada tanah yang tidak subur batangnya tumbuh membengkok, percabangan dan daun-daunnya lebih lebar.

Upload: satriabayu31

Post on 16-Dec-2015

215 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Waruataubaru(Hibiscus tiliaceus,sukukapas-kapasan atauMalvaceae), juga dikenal sebagaiwaru laut, dandadap laut (Pontianak)telah lama dikenal sebagai pohon peneduh tepi jalan atau tepi sungai dan pematang serta pantai. Walaupuntajuknya tidak terlalu rimbun, waru disukai karena akarnya tidak dalam sehingga tidak merusak jalan dan bangunan di sekitarnya. Waru dapat diperbanyak dengan distek. Namun, aslinya tumbuhan ini diperbanyak denganbiji. Memakai stek untuk perkembanganbiakan waru agak sulit, karenatunasakan mudah sekali terpotong. Waru masih semarga dengankembang sepatu. Tumbuhan ini asli dari daerah tropika diPasifikbarat namun sekarang tersebar luas di seluruh wilayah Pasifik dan dikenal dengan berbagai nama:hau(bahasa Hawaii),purau(bahasa Tahiti),beach Hibiscus, Tewalpin,Sea Hibiscus, atauCoastal Cottonwooddalambahasa Inggris.DiIndonesiatumbuhan ini memiliki banyak nama seperti:baru(Gayo,Belitung,Md.,Mak.,Sumba,Hal.);baru dowongi(Ternate,Tidore);waru(Sd.,Jw.,Bal.,Bug.,Flores);haru, halu, faru, fanu(aneka bahasa diMaluku); dan lain-lain. Ekologi dan penyebaran

Kemampuan bertahannya tinggi karena toleran terhadap kondisi masin dan kering, juga terhadap kondisi tergenang. Tumbuhan ini tumbuh baik di daerah panas dengan curah hujan 800 sampai 2.000mm. Waru biasa ditemui di pesisir pantai yang berpasir,hutan bakau, dan juga di wilayahriparian. Waru tumbuh liar di hutan dan di ladang, kadang-kadang ditanam di pekarangan atau di tepi jalan sebagai pohon pelindung. Padatanahyang subur, batangnya lurus, tetapi pada tanah yang tidak subur batangnya tumbuh membengkok, percabangan dan daun-daunnya lebih lebar. H. tiliaceustumbuh alami di pantai-pantaiAsia Tenggara,OceaniadanAustraliautara dan timur. Diintroduksi ke Australia barat daya,Afrikabagian selatan, sertaHawaii; di mana menjadiliardi sana.

KegunaanKayu terasnya agak ringan, cukup padat, berstruktur cukup halus, dan tak begitu keras; kelabu kebiruan, semu ungu atau coklat keunguan, atau kehijau-hijauan. Liat dan awet bertahan dalam tanah, kayu waru ini biasa digunakan sebagai bahan bangunan atau perahu, roda pedati, gagang perkakas, ukiran, serta kayu bakar. Dari kulit batangnya, setelah direndam dan dipukul-pukul, dapat diperoleh serat yang disebutlulup waru. Serat ini sangat baik untuk dijadikan tali.Seratini juga merupakan bahan yang penting, dan berasal daripepaganwaru dan dipakai untuk membuat tali. Tali ini, selanjutnya dipergunakan sebagai bahan dasar membuat jaring dan tas-tas kasar.[1]Simplisiayang digunakan dari tumbuhan waru untuk pengobatan adalahdaundanbunganya. Daunnya mengandung saponin, flavonoida, dan polifenol, sedangkan akarnya mengandung saponin, flavonoida, dan tanin. Daunnya dapat dijadikan pakanternak, atau yang muda, dapat pula dijadikan sayuran. Bisa juga, untuk menggantikan daunjatidalam prosesperagiankecap.Daun yang diremas dan dilayukan digunakan untuk mempercepat pematanganbisul. Daun muda yang diremas digunakan sebagai bahan penyubur rambut. Daun muda yang direbus dengangulabatu dimanfaatkan untuk melarutkan (mengencerkan) dahak pada sakit batuk yang agak berat. Kuncup daunnya digunakan untuk mengobati berak darah dan berlendir pada anak-anak.Akartanaman waru bisa dipakai untukobatdemam. Berdasarkan hasil penelitian, serat yang dihasilkan waru pendek dan kurang baik sebagai bahanpulp. DiJawa, kayunya dipakai untuk bahan bakar. Daunnya juga digunakan sebagai pembungkus ikan segar oleh pedagang di pasar dan pedagang ikan keliling.Bunga waru dapat dijadikan jam biologi. Bunganya mekar di pagi hari dengan mahkota berwarna kuning. Di siang hari warnanya berubah jingga dan sore hari menjadi merah, sebelum akhirnya gugur. Legenda masyarakat penghuniPulau Jawamenyatakan,kuntilanakmenyukai pohon waru yang tumbuh miring (waru doyong) sebagai tempat bersemayamnya.