hernia inguinalis 1
TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pentingnya kesehatan untuk kelangsungan hidup sangat tinggi. Dengan
segala upaya manusia melakukan pekerjaannya untuk dapat mempertahankan
hidup, bahkan ia tidak peduli akan kesehatannya dan pekerjaan-pekerjaan yang
berat yang mungkin beresiko bagi dirinya. Selain itu dengan perkembangan ilmu
dan teknologi yang pesat, gaya hidup masyarakat pun ikut berubah seperti
mengkonsumsi makanan yang tinggi kalori dan tinggi lemak dan rendah serat
disertai aktifitas yang kurang sehingga badan menjadi obesitas yang membuat
otot-otot menjadi lemah. Hal ini dapat memicu terjadinya hernia inguinalis.
Hernia inguinalis merupakan penyakit yang disebabkan karena adanya
kelemahan otot dinding abdomen dan peningkatan tekanan intra abdomen.
Insiden tertinggi banyak terjadi pada laki-laki dibandingkan wanita dan usia
sekitar 50 tahun. Pada bayi juga dapat terjadi karena adanya kelemahan
kongenital. Menurut statistik, angka kesakitan hernia inguinalis lateralis dari awal
Januari 2004 sampai 13 Mei 2004 terdapat 6 orang menderita hernia inguinalis
lateralis.
Penyakit ini akan berbahaya apabila tidak segera ditangani sehingga dapat
terjadi komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul yaitu hernia incarcerata dan
hernia strangulata. Namun hal ini kurang disadari masyarakat karena tingkat
pengetahuan mereka yang kurang tentang kesehatan dan kurangnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Maka dari itu, peran perawat sangat
diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan termasuk memberikan
penyuluhan tentang penyakitnya, etiologi, perawatan post operasi, komplikasi
serta pencegahan-pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah resiko
terjadinya kekambuhan dari penyakit tersebut.
Dengan memberikan perawatan yang komprehensif, diharapkan dapat
membantu dalam penyembuhan klien dan mencegah terjadinya komplikasi-
komplikasi yang tidak diinginkan. Dengan demikian akan membantu
meningkatnya kualitas hidup.
1
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui secara lebih mendalam tentang hernia inguinalis lateralis,
anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala serta therapi dan
pengelolaan medik pada klien dengan hernia inguinalis lateralis.
2. Memperoleh pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada
klien dengan post operasi hernioplasty sehingga dapat menerapkan konsep
keperawatan dengan baik selama melaksanakan praktek keperawatan.
C. Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah :
1. Studi kepustakaan
Dengan mempelajari buku-buku yang memuat tentang hernia inguinalis
lateralis, perawatan dan pengelolaannya.
2. Studi kasus
Dengan mengamati kasus secara langsung di unit Lukas melalui wawancara
langsung dengan klien serta memberikan asuhan keperawatan yang meliputi:
pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi dan
evaluasi.
D. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini diawali dengan kata pengantar dan daftar
isi. Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penelitian,
metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab II merupakan tinjauan teoritis
yang dibagi dalam dua konsep dasar yaitu konsep dasar medik yang terdiri dari
definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, tanda dan gejala, pemeriksaan
diagnostik, therapi dan pengelolaan medik serta komplikasi, dan konsep asuhan
keperawatan yang terdiri pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan dan discharge planning. Bab III memuat pengamatan kasus yang
berisi pengkajian, analisa data, perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan
keperawatan, implementasi dan evaluasi. Bab IV berisikan pembahasan kasus.
Bab V berisi kesimpulan, diakhiri daftar pustaka.
2
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. KONSEP MEDIK
1. Definisi
Hernia inguinalis lateralis/indirekta adalah hernia yang melalui anulus
inguinalis internus/lateralis menelusuri kanalis inguinalis dan keluar rongga
abdomen melalui anulus inguinalis externa/medialis. Disebut lateralis karena
menonjol dari abdomen di lateral pembuluh epigastrika inferior (Kapita Selekta
Kedokteran, Tahun 1988).
2. Anatomi Fisiologi
“Regio inguinalis”
Kanalis inguinalis dibatasi di kranio lateral oleh anulus inguinalis internus
yang merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis musculus
tranversus abdominis. Di bagian medial bawah, di atas tuberkulum pubikum.
Kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus. Atapnya ialah aponeurosis
musculus oblikus eksternus dan di dasarnya terdapat ligamentum inguinale. Kanal
berisi tali sperma pada pria dan ligamentum rotunderm pada wanita.
(lihat gambar 1 dan gambar 2).
3. Etiologi
Hernia dapat terjadi bahwa :
a. Kelemahan otot dinding abdomen, karena :
- Trauma
- Obesitas
- Kehamilan
- Kelemahan kongenital.
b. Peningkatan intra abdomen, terjadi karena :
- Batuk kronis
- Bersin-bersin
- Mengangkat benda besar
- Mengejan (pada konstipasi dan hipertropi prostat)
-
3
4. Patofisiologi
Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
kehamilan terjadi eksensus restikulorum melalui kanal tersebut. Penurunan testis
akan menarik peritoneum ke darah skrotum sehingga terjadi tonjolan peritoneum
yang disebut juga dengan prosesus vaginalis peritonei. Bila bayi lahir, umumnya
prosesus telah mengalami obliterasi, sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui
kanalis tersebut. Pada keadaan tertentu kanalis belum tertutup dan akan menutup
secara normal pada usia 2 bulan. Kanalis yang belum menutup, bila batuk/
menangis dapat menimbulkan hernia.
Pada orang dewasa kanalis telah tertutup. Tetapi pada keadaan yang
menyebabkan tekanan intra abdomen meninggi disertai adanya kelemahan otot
dinding abdomen kanalis dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis. Isi
hernia dapat dimasukkan kembali dengan memanipulasi dan ini disebut hernia
reducible. Pada irreducible dan incarcerata tidak dapat dimasukkan lagi dengan
memanipulasi. Ketika tekanan dari cincin hernia menghambat suplai darah ke
segment usus. Usus akan menjadi strangulasi. Hernia incarcerata biasanya
menjadi strangulasi. Dalam situasi ini perlu pembedahan segera karena usus akan
menjadi gangren.
5. Tanda dan Gejala
a. Pada umumnya keluhan pada orang dewasa berupa adanya benjolan di lipat
paha yang timbul pada waktu mengejan, batuk atau mengangkat benda berat
dan menghilang waktu istirahat baring.
b. Bila terjadi hernia incarcerata terjadi gejala mual, muntah, konstipasi distensi
abdomen dan nyeri.
c. Pada bayi benjolan yang hilang timbul di lipat paha biasanya diketahui oleh
orangtuanya. Bila terjadi hernia strangulata, bayi/anak sering gelisah, banyak
menangis dan kadang-kadang perut kembung.
6. Pemeriksaan Diagnostik
- Darah rutin
- MPP Untuk persiapan operasi
- Thorax foto
4
7. Komplikasi
a. Terjadi perlekatan antara isi hernia dengan kantong hernia, sehingga isi hernia
tidak dapat dimasukkan kembali (hernia inguinalis lateralis ireponibilis). Pada
keadaan ini belum ada gangguan penyaluran isi usus.
b. Terjadi penekanan pada cincin hernia, akibatnya makin banyak usus yang
masuk. Cincin hernia menjadi relatif sempit dan dapat menimbulkan
gangguan penyaluran isi usus. Keadaan ini disebut hernia inguinalis lateralis
incarcerata.
c. Bila incarcerata dibiarkan, maka timbul edema sehingga terjadi penekanan
pembuluh darah dan terjadi nekrosis. Keadaan ini disebut hernia inguinalis
lateralis strangulata.
d. Hernia scrotalis.
8. Therapi dan Pengelolaan Medik
a. Konservatif
1) Istirahat di tempat tidur dan menaikkan bagian kaki, hernia ditekan secara
perlahan menuju abdomen (reposisi), selanjutnya gunakan alat
penyokong.
2) Pasien dipuasakan.
b. Pembedahan
1) Herniotomy
2) Hernioplasty.
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pengelolaan kesehatan
- Klien mengeluh adanya benjolan pada lipat paha.
b. Pola nutrisi metabolik
- Kebiasaan makan rendah serat.
- Mual, muntah, distensi abdomen.
c. Pola eliminasi
- Kebiasaan BAB/BAK (mengejan pada hipertropi prostat)
- Konstipasi.
5
d. Pola aktifitas dan latihan
- Jenis pekerjaan klien
- Kegiatan sehari-hari
- Sering mengangkat benda berat.
e. Pola persepsi kognitif
- Klien mengatakan nyeri.
f. Pola reproduksi dan seksualitas
- Kehamilan.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan di regio inguinalis.
2) Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan mual, muntah.
3) Cemas berhubungan dengan rencana operasi.
4) Gangguan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan obstruksi aliran
intestinal.
b. Post Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan insisi luka operasi.
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka operasi.
3) Ketidakefektifan management regiment terapeutik tentang perawatan post
operasi dan pencegahan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan.
3. Perencanaan Keperawatan
a. Pre Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan adanya benjolan di regio inguinalis.
HYD : Nyeri dapat berkurang sampai hilang dalam waktu 24 jam dengan
kriteria :
- Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang.
- Ekspresi wajah tenang, tidak kesakitan.
- Dapat istirahat.
Intervensi :
1. Kaji lokasi dan karakteristik nyeri (intensitas, lamanya nyeri).
R/ Memudahkan dalam menentukan penyebab dari nyeri.
2. Beri penjelasan tentang penyebab nyeri.
6
R/ Pemahaman klien akan meningkatkan kooperatif dalam asuhan
keperawatan.
3. Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
R/ Perubahan TTV menunjukkan intensitas nyeri yang tinggi.
4. Beri posisi yang nyaman bagi klien.
R/ Posisi yang nyaman membantu mengurangi rasa nyeri.
5. Anjurkan dan ajarkan teknik napas dalam.
R/ Membantu otot-otot relaksasi.
6. Ciptakan lingkungan yang tenang.
R/ Lingkungan yang tenang membantu mengurangi stress akibat
nyeri.
7. Kolaborasi medik untuk pemberian analgetik.
R/ Membantu mengurangi rasa nyeri.
2) Kekurangan volume cairan tubuh berhubungan dengan mual, muntah.
HYD : Pemenuhan cairan adekuat dalam waktu 24 jam dengan kriteria:
- Turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada tanda-
tanda dehidrasi.
- Intake output seimbang.
Intervensi :
1. Observasi intake output.
R/ Indikator yang menentukan keseimbangan cairan.
2. Observasi TTV setiap 2-4 jam.
R/ Deteksi dini terhadap tanda-tanda syok/dehidrasi sehingga
memudahkan untuk melakukan tindakan segera.
3. Monitor laboratorium : hematokrit, serum elektrolit.
R/ Perubahan nilai hematokrit dan serum elektrolit mengindikasikan
adanya gangguan keseimbangan cairan.
4. Observasi mukosa mulut dan kekenyalan kulit.
R/ Memantau status keseimbangan cairan.
5. Kolaborasi medik untuk pemberian cairan melalui parenteral.
R/ Membantu memenuhi kebutuhan cairan.
7
3) Cemas berhubungan dengan rencana operasi.
HYD : Cemas berkurang/hilang dalam waktu 12 jam dengan kriteria :
- Klien dapat mengungkapkan kecemasannya.
- Ekspresi wajah tampak tegang.
Intervensi :
1. Kaji tingkat kecemasan klien.
R/ Mengetahui sejauh mana klien dapat mengatasi rasa cemas.
2. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya.
R/ Mengurangi beban mental klien.
3. Observasi TTV.
R/ Peningkatan TTV menunjukkan peningkatan kecemasan.
4. Jelaskan setiap tindakan yang akan dilakukan pada klien.
R/ Membantu mengurangi kecemasan.
4) Gangguan eliminasi : konstipasi berhubungan dengan obstruksi aliran
intestinal, distensi abdomen.
HYD : Pola eliminasi kembali normal dalam waktu 3 hari dengan
kriteria:
- Klien dapat BAB secara rutin setiap hari.
- Bising usus 5-35 x/menit.
Intervensi :
1. Observasi bising usus.
R/ Mengetahui toleransi usus.
2. Kolaborasi medik untuk :
- Pasien dipuasakan
R/ Mengurangi distensi abdomen.
- Pasang NGT
R/ Mengurangi kembung.
- Tindakan operasi
R/ Memperbaiki aliran intestinal.
b. Post Operasi
1) Nyeri b.d insisi luka operasi.
HYD : Nyeri berkurang sampai hilang dalam waktu 3 hari dengan
kriteria:
8
- Klien mengungkapkan nyeri berkurang/hilang.
- Ekspresi wajah tenang, tidak kesakitan.
- Dapat istirahat.
Intervensi :
1. Kaji keluhan dan karakteristik nyeri.
R/ Membantu menentukan tindakan selanjutnya.
2. Observasi TTV tiap 2-4 jam.
R/ Perubahan TTV menunjukkan intensitas nyeri yang tinggi.
3. Beri posisi yang nyaman bagi klien.
R/ Posisi yang nyaman membantu mengurangi rasa nyeri.
4. Anjurkan dan ajarkan tehnik nafas dalam.
R/ Membantu otot-otot relaksasi.
5. Anjurkan klien untuk menyokong luka operasi dengan tangan/bantal
pada waktu batuk.
R/ Memberikan dorongan pada luka sehingga dapat menurunkan
stress.
6. Ciptakan lingkungan yang tenang.
R/ Lingkungan yang tenang membantu mengurangi stress akibat nyeri.
7. Kolaborasi medik untuk pemberian analgetik.
R/ Analgetik membantu mengurangi nyeri.
2) Kerusakan integritas kulit b.d adanya luka operasi.
HYD : Kulit klien kembali utuh dalam waktu 2-7 hari post operasi
dengan kriteria :
- Permukaan kulit utuh.
- Tidak ada kemerahan di sekitar luka operasi.
- Tidak ada luka di kulit.
- Luka jahitan bersih, kering dan tidak ada tanda-tanda infeksi.
Intervensi :
1. Kaji daerah sekitar luka terhadap tanda-tanda infeksi.
R/ Pengkajian terus menerus secara berkesinambungan memudahkan
deteksi awal jika terjadi gangguan dalam proses penyembuhan
luka.
2. Monitor suhu tubuh, dokumentasi dan laporkan jika ada peningkatan.
R/ Peningkatan suhu tubuh merupakan tanda penting terjadinya
infeksi.
9
3. Jaga luka jahitan tetap bersih dan kering, dengan perawatan luka yang
diinstruksikan.
R/ Daerah insisi yang bersih dan kering mengurangi resiko infeksi
sehingga mempercepat proses penyembuhan luka.
4. Gunakan tehnik aseptik pada saat merawat luka.
R/ Mencegah cross infeksi dan mencegah transmisi infeksi bakterial
pada luka operasi.
5. Beritahu klien dan keluarga tentang tanda-tanda infeksi.
R/ Pendidikan pada klien dan keluarga meningkatkan kemampuan
kontrol dan mengurangi kecemasan.
6. Berikan diit TKTP serta vitamin dan mineral.
R/ Penting untuk meningkatkan penyembuhan luka.
3) Ketidakefektifan management regiment terapeutik tentang perawatan luka
operasi dan pencegahan terjadinya kekambuhan b.d kurang pengetahuan.
HYD : Pengetahuan klien meningkat dalam waktu 1 hari dengan kriteria
- Klien dapat menjelaskan kembali tentang perawatan luka
operasi dan pencegahan-pencegahan yang harus dilakukan.
Intervensi :
1. Beri penjelasan dengan bahasa yang mudah dimengerti sesuai latar
belakang pendidikan klien.
R/ Bahasa yang mudah dimengerti membantu dalam pemahaman
klien.
2. Jelaskan pada klien tentang perawatan luka operasi.
R/ Meningkatkan pengetahuan/pemahaman klien tentang perawatan
luka operasi.
3. Jelaskan pada klien agar luka operasi tetap kering dan bersih.
R/ Mencegah resiko terjadinya infeksi pada luka operasi.
4. Jelaskan pada klien untuk tidak mengangkat benda berat lebih dari 5
kg.
R/ Mencegah terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen.
5. Jelaskan pada klien untuk banyak makan sayur, buah dan banyak
minum air putih.
R/ Mencegah konstipasi sehingga mengurangi tekanan intra abdomen.
10
4. Discharge Planning
a. Anjurkan klien untuk banyak makan sayur, buah-buahan dan banyak minum
air putih untuk mencegah konstipasi.
b. Anjurkan klien untuk tidak mengangkat benda berat > 5 kg selama 6-8
minggu post operasi.
c. Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan luka.
11
C. PATOFLOWDIAGRAM
Etiologi
Kanalis inguinalis terbuka
Isi rongga abdomen masuk ke kanalis inguinalis
Terjadi penonjolan keluar (Hernia)
12
Peningaktan tekanan intra abdomen:- Batuk - Bersin-bersin- Mengejan - Mengangkat benda berat
Kelemahan otot dinding abdomen:- Trauma - Obesitas- Kehamilan - Kelemahan kongenital
Reponibilis
- Timbul benjolan pada waktu berdiri, batuk, mengejan dan hilang waktu berbaring.
- Nyeri viseral DP. Nyeri
Ireponibilis
Obstruksi saluran intestinal (Hernia Incarcerata)
Edema
Penekanan pembuluh darah
Suplai terhambat(Hernia Strangulata)
Ischemic
Nekrosis
Mual, muntah DP. Kurang volume cairan
- Distensi abdomen- Nyeri - Konstipasi DP. Gang.
Eliminasi
DP. Nyeri
BAB III
PENGAMATAN KASUS
Pada pengamatan kasus ini, klien dirawat di unit Lukas RS Sint Carolus
kamar 562. Klien berinisial Tn. M, usia 48 tahun, pekerjaan karyawan restaurant
sebagai house keeping, beragama Islam. Diagnosa medik hernia inguinalis lateralis
sinistra Reponibilis. Klien masuk RS tanggal 03-05-2004, dikirim dari dr. Wawo.
Klien mengatakan sejak 10 tahun yang lalu pernah dioperasi karena hernia
inguinalis lateralis kanan. Sejak 1 tahun yang lalu klien mengeluh adanya benjolan
pada lipat paha kiri. Benjolan timbul bila berdiri dan bila berbaring kanalis didorong
benjolan hilang. Pada tanggal 04-05-2004 klien dilakukan operasi hernioplasty.
Pada saat pengkajian 2 hari post operasi, klien mengeluh nyeri pada daerah
luka operasi, balutan luka operasi bersih dan tidak ada rembesan. Klien mengatakan
tidak tahu bagaimana cara perawatan post operasi yang benar. Keadaan umum
tampak sakit sedang, kesadaran composmentis, TD: 110/70 mmHg, S : 372 oC, N: 76
x/menit, RR : 19 x/menit, HR : 92 x/menit.
Klien mendapat therapi :
- Tugesal 50 mg 2x1 (oral)
- Farmabex C 1x1 (oral)
- Dansera 2x1 (oral)
- Kalnex 500 mg 3x1 ampul (iv)
- Bellatram 50 mg 3x1 ampul (iv)
- Cedantron 4 mg 3x1 (iv)
- Taxegram 2x1 gr (iv)
- Infus Pan Amin G : Asering = 2 : 2 / 24 jam.
Pada saat pengkajian infus sudah di aff, therapi injeksi (Kalnex 500 mg,
Bellatram 50 mg, Cedantron 4 mg, Taxegram 1 gr) sudah distop.
Dari data di atas ditemukan masalah :
1. Nyeri berhubungan dengan insisi luka operasi.
2. Ketidakefektifan management regiment terapeutik tentang perawatan post operasi
dan pencegahan terjadinya kekambuhan berhubungan dengan kurang
pengetahuan.
Tindakan keperawatan yang diberikan berfokus pada masalah, yaitu :
mengurangi rasa nyeri, memberikan penyuluhan tentang perawatan post operasi dan
13
pencegahan yang harus dilakukan untuk mencegah terjadinya kekambuhan. Setelah
melakukan tindakan yang berhubungan dengan DP1 dan DP2, klien mengatakan
nyeri pada luka operasi berkurang, klien dapat menjelaskan tentang perawatan post
operasi serta pencegahan-pencegahan yang harus dilakukan.
14
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Setelah melakukan pengamatan kasus pada tanggal 06-05-2004 dan kemudian
membandingkannya dengan teori yang telah diperoleh, ada beberapa persamaan yang
ditemukan. Untuk itu penulis membahas kasus ini sesuai dengan langkah-langkah
kasus keperawatan.
Dari hasil pengkajian penulis mendapatkan persamaan etiologi yaitu
disebabkan oleh kelemahan otot dinding abdomen karena trauma dan peningkatan
tekanan intra abdomen karena sering mengangkat benda berat.
Tanda dan gejala yang ditemukan pada kasus ini adalah adanya benjolan pada
lipat paha yang timbul waktu mengejan, batuk, mengangkat benda berat dan hilang
waktu istirahat baring serta adanya nyeri. Pada Tn. M dilakukan pemeriksaan darah
rutin, MPPP dan thorax foto untuk persiapan pembedahan.
Diagnosa keperawatan post operasi yang muncul hampir sama dengan teori,
namun ada diagnosa yang tidak ditemukan pada klien yaitu diagnosa keperawatan
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka operasi. Diagnosa
keperawatan ini tidak ditemukan karena pada saat pengkajian penulis melihat
keadaan luka operasi dan jahitan bersih dan kering, tidak ada kemerahan di sekitar
luka operasi dan tidak ada tanda-tanda infeksi yang mengarah pada kerusakan
integritas kulit.
Pada perencanaan dan implementasi lebih difokuskan pada permasalahan
yang dianggap mengancam kesehatan klien. Tidak semua perencanaan dilakukan
karena mengingat pengamatan kasus ini waktunya sangat terbatas. Di sini penulis
melakukan pengkajian post operasi pada hari kedua, langsung melakukan tindakan
dan evaluasi pada akhir dinas. Sampai pada akhir pengamatan kasus ini klien masih
mengeluh nyeri tapi sudah berkurang. Intensitas nyeri 2-3. TD: 110/70 mmHg, Nadi:
76 x/menit, suhu: 366 oC.
15
BAB V
KESIMPULAN
Hernia inguinalis lateralis merupakan suatu keadaan dimana isi rongga
abdomen masuk ke kanalis inguinalis melalui anulus inguinalis. Hal ini disebabkan
karena kelemahan otot dinding abdomen dan peningkatan tekanan intra abdomen.
Faktor pencetus dapat meningkatkan penderita ini disebabkan oleh trauma,
obesitas, kehamilan, kelemahan kongenital, batuk kronis, bersin-bersin, mengangkat
benda berat dan mengejan pada konstipasi dan klien dengan hipertropi prostat. Untuk
itu klien harus memiliki pengetahuan tentang penyakitnya, komplikasi serta
pencegahan-pencegahan yang harus dilakukan.
Dalam hal ini perawat memegang peranan sangat penting terutama dalam
memberikan penyuluhan kepada klien karena klien kurang memahami tentang
pencegahan yang harus dilakukan agar penyakit ini tidak timbul kembali.
16
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, Medical Surgical Nursing, tahun 1988.
Charlene J. Reeves, Gayle Roux, Robin Lockhart, Keperawatan Medikal Bedah.
Joyce M. Black and Esther Matassarin-Jacobs, Medical Surgical Nursing, tahun 1993.
Purnawan Junaidi, Atiek S. Soemasto, Husna Amelz, Kapita Selekta Kedokteran,
Edisi 2, Jakarta 1982.
R. Sjamsuhidajat Wim de Jong, Ilmu Bedah, tahun 1997.
17