hipertensi
DESCRIPTION
makalahTRANSCRIPT
1. Hipertensi
1.1. Definisi Hipertensi
Hipertensi (HTN) atau tekanan darah tinggi, adalah kondisi medis kronis dengan
tekanan darah di arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus bekerja
lebih keras dari biasa untuk mengedarkan darah dari pembuluh darah. Tekanan darah
melibatkan 2 pengukuran yaitu systole dan diastole, tergantung apakah jantung
berkontraksi (systole) atau berelaksasi diantara denyut( diastole).
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal yang ditunjukkan
oleh angka sistolik dan angka diastolik pada pemeriksaan tensi darah menggunakan alat
ukur tekanan darah (Wahdah, 2011). Menurut Baradero dan Dayrit (2008)
mendefinisikan hipertensi sebagai peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik
dengan konsisten di atas 140/90mmHg. Menurut Brashers (2007) hipertensi
didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah arterial abnormal yang berlangsung
terus menerus. Berdasarkan uraian di atas, hipertensi merupakan peningkatan tekanan
darah sistolik dan diastolik di atas batas normal.
1.2. Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingkat keparahan dan
penyebabnya. Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee (JNC7),
hipertensi pada orang dewasa dapat dibagi menjadi beberapa golongan seperti yang
ditunjukkan pada tabel 2.1. (Yogiantoro, 2010)
Tabel 2.1 Klasifikasi Hipertensi
Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal ≤ 120 mmHg dan ≤ 80 mmHg
Prehipertensi 120-139 mmHg atau 80-89 mmHg
Hipertensi stage 1 140-159 mmHg atau 90-99 mmHg
Hipertensi stage 2 ≥160 mmHg atau ≥100 mmHg
1.3. Etiologi Hipertensi
Ditinjau menurut penyebabnya, hipertensi dapat dibedakan menjadi hipertensi
primer dan sekunder. Hipertensi primer disebut juga dengan istilah hipertensi esensial.
Penyebab dari hipertensi primer bersifat multifaktorial yang masing-masing akan
berinteraksi mengganggu homeostasis secara bersama sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan darah sistolik maupun diastolik (Black & Hawks, 2005).
Hipertensi primer dialami oleh 90% sampai 95% pasien yang mengalami peningkatan
tekanan darah (Hahn & Payne, 2003).
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang terjadi karena gangguan sistem
lain seperti arterioskeloris, stenosis arteri renal, hipertiroidisme, dan peningkatan
tekanan intrakranial (Cahyono, 2008). Pendapat lain mengungkapkan bahwa hipertensi
sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain seperti
glumerulonefritis, gagal ginjal, sindrom cushing, trauma kepala, dan tumor otak
(Baradero & Dayrit, 2008). Kejadian hipertensi sekunder lebih sedikit dibandingkan
dengan hipertensi primer, yaitu kurang dari 5% pada orang dewasa (Cahyono, 2008).
1.4. Faktor Resiko Hipertensi primer
Hipertensi essesial adalah penyakit multifaktorial yang timbul terutama karena
interaksi antara faktor-faktor risiko tertentu. Faktor-faktor risiko yang mendorong
timbulnya kenaikan tekanan darah adalah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya hipertensi yaitu usia, ras, jenis kelamin, konsumsi garam yang tinggi,
konsumsi alkohol berlebih, obesitas, dan stres. Namun faktor risiko hipertensi yang
berhubungan dengan lansia yaitu usia, jenis kelamin, konsumsi tinggi garam, dan stres.
(Yogiantoro, 2010)
Usia merupakan faktor risiko pertama yang berhubungan dengan kejadian
hipertensi primer pada lansia. Menurut pendapat Black dan Hawk (2009) menyatakan
bahwa semakin bertambah usia seseorang risiko terjadinya hipertensi juga semakin
tinggi. Pendapat lain menyatakan bahwa individu yang berusia 55 tahun memiliki 90%
risiko mengalami hipertensi. Hal ini dikarenakan adanya perubahan struktur jantung dan
pembuluh darah seperti akumulasi plak di arteri yang mengakibatkan aterosklerosis,
penurunan elastisitas arteri, penumpukan kolagen yang tinggi, dan gangguan
vasodilatasi yang mengakibatkan penurunan elastisitas pembuluh darah besar (Smeltzer
et al., 2009). Hal ini menyebabkan kemampuan arteri dan aorta dalam menampung
volume darah yang keluar dari jantung menjadi turun. Disisi lain energi yang
seharusnya digunakan untuk merenggangkan arteri dan aorta dalam menampung
volume darah beralih fungsi mengakibatkan peningkatan tekanan darah sistolik
(Smeltzer et al., 2009).
Prevalensi kejadian hipertensi akan lebih banyak pada wanita daripada pria
(Gray et al., 2005). Hal yang sama diungkapkan oleh Black dan Hawk (2005) yang
menyatakan bahwa wanita lebih rentan mengalami hipertensi daripada pria ketika
menginjak usia lanjut. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh hormon estrogen yang
melindungi wanita dari penyakit kardiovaskuler terjadi penurunan setelah menopause
(Gray et al., 2005). Kartikawati (2008) juga sependapat dengan hal tersebut, sebelum
menginjak usia lanjut wanita memiliki hormon-hormon yang membantu dalam melawan
penyakit jantung namun ketika mengalami menopause fungsi hormon-hormon tersebut
akan menurun sehingga meningkatkan risiko hipertensi primer pada wanita
(Yogiantoro, 2010)
Kurangnya kontrol terhadap asupan garam pada lansia mempengaruhi terjadinya
kekambuhan hipertensi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sugiarto (2007)
menunjukkan bahwa seseorang yang terbiasa mengonsumsi makanan asin berisiko
menderita hipertensi primer 3,95 kali dibandingkan dengan orang-orang yang tidak
terbiasa mengonsumsi makanan asin. Mekanisme terjadinya hipertensi pada orang-
orang yang mengonsumsi tinggi garam diungkapkan oleh beberapa pendapat. Makanan
dengan konsentrasi garam yang tinggi atau asin akan menstimulasi pengeluaran hormon
natriuretik dan mekanisme vasoreseptor dalam sistem syaraf pusat yang akan
berkontribusi dalam meningkatkan tekanan darah (Black & Hawk, 2005). Pendapat lain
menyatakan bahwa garam dapat meretensi air yang mengakibatkan terjadinya
peningkatkan volume darah di vaskuler sehingga akan menyebabkan peningkatan kerja
jantung dalam memompa darah keseluruh tubuh dan menjadikan tekanan darah
meningkat (Sunanto, 2009).
Stress dapat meningkatkan aktivitas berlebih saraf simpatis yang kemudian akan
memicu peningkatan kontraktilitas jantung yang akhirnya akan berujung pada
peningkatan tekanan darah. Obesitas juga menjadi faktor resiko hipertensi yaitu
berkaitan dengan dislipidemia yang kemudian bisa menyebabkan aterosklerosis yang
akan meningkatkan tahan resistensi perifer. (Yogiantoro, 2010).
1.5. Patofisiologi Hipertensi
1.6. Pengobatan Farmakologis dan Non-farmakologis
Tujuan Pengobatan Hipertensi adalah target tekanan darah <140/90 mmHg, untuk
individu berisiko tinggi (diabetes, gagal ginjal proteinuria) <130/80 mmHg, adanya penurunan
morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler serta menghambat laju penyakit ginjal proteinuria.
Perlu dipertimbangkan adanya pengobatan terhadap faktor resiko atau kondisi penyerta lainnya
seperti diabetes mellitus dan dislipidemia hingga tercapai target masing-masing (Yogiantoro,
2010)
Pengobatan hipertensi terdiri dari terapi nonfarmakologis dan farmakologis. Terapi non
farmakologis harus dilaksanakan oleh semua pasien hipertensi dengan tujuan menurunkan
tekanan darah dan mengendalikan faktor-faktor resiko serta penyakit penyreta
lainnya(Yogiantoro, 2010)
1.6.1 Terapi Farmakologis1.6.2 Terapi Non Farmakologis
Terapi non faramakologis meliputi, menghentikan kebiasaan merokok, menurunkan berat badan berlebih, menurunkan konsumsi alcohol berlebih, latihan fisik, menurunkan asupan garam, dan meningkatkan konsumsi buah dan sayur serta supan lemak (Yogiantoro, 2010)
1.6.3 Asuhan Keperawatan
1.7. Komplikasi Hipertensi
Hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Kerusakan oragan-organ targer yang umum terjadi ditemui pada
pasien hipertensi adalah pada organ jantung dimana akan menyebabkan hipertrofi
ventrikel kiri, angina atau infark miokard dan gagal jantung. Pada kerusakaan target
organ otak akibat dari adanya stroke atau transient ischemic attact. Kerusakan targer
organ juga terjadi pada ginjal yang menyebabkan penyakit ginjal kronis, penyakit arteri
perifer dan retinopati. Kerusakan orag-organ tersebut dapat melalui akibat langsung dari
kenaikan tekanan darah pada organ (Yogiantoro, 2010)
Adanya kerusakan organ target, terutama pada jantung dan pembuluh darah,
akan memperburuk prognosis pasien hipertensi. Tingginya morbiditas dan mortalitas
pasien hipertensi terutama disebabkan oleh timbulnya penyakit kardiovaskular
(Yogiantoro, 2010)
Faktor risiko penyakit kardio vascular pada pasien hipertensi antara lain
dikarenankan merokok, obesitas, kurangnya aktivitas fisik, dislipidemia, diabetes
mellitus, mikroalbuminuria, usia dan riwayat keluarga dengan penyakit jantung
kardiovaskuler. Pasien dengan prehipertensi berisiko mengalami peningkatan tekanan
darah menjadi hipertensi dan beresiko mengalami penyakit kardiovaskuler. Pada orang
yang berumur lebih dari 50 tahun, tekanan darah sistolik >140 mmHg merupakan faktor
resiko yang lebih penting terjadinya penyakit kardiovaskuler daripada tekana darah
diastolik.
Stroke terjadi akibat perdarahan tekanan tinggi di otak/akibat embolus yang
terlepas dari pembuluh darah non-otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke terjadi pada
hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertrofi dan
penebalan, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahi berkurang.
Infark miokardTerjadi apabila arteri koroner yang aterosklerosis tidak dapat
menyuplai darah yang cukup ke miokardium. Karena hipertensi kronik dan hipertensi
ventrikel, maka kebutuhan O2 miokardium mungkin tidak dapat dipenuhi dan dapat
terjadi iskemia jantung yang menyebabkan infark
Gagal ginjal terjadi karena kerusakan progresif akibat tekana tinggi kapiler-
kapiler ginjal, yaitu glomerulus. Dengan rusaknya glomerulus, darah akan mengalir ke
unit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksik
dan kematian.
Penyakit arteri koronaria terjadi akibat adanya plak yang terbentuk pada
percabangan arteri yang kemudian menyebabkan aliran darah mengalami obstruksi secara
permanen / sementara, sehingga menghambat pertukaran gas dan nutrisi.
Ensefalopati dapat terjadi terutama pada hipertensi maligna. Tekanan darah yang
sangat tinggi pada kelaina ini menyebabkan peningakatan tekanan kapiler dan mendorong
cairan ke dalam ruangan interstitium di seluruh susunan saraf pusat. Sehingga neuron-
neuron di sekitarnya kolaps yang bisa menyebabkan koma dan kematian.