hubungan antara motivasi kerja dengan …eprints.ums.ac.id/21443/14/02._naskah_publikasi.pdf ·...
TRANSCRIPT
HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN
PROFESIONALISME GURU
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana
(S-1) Psikologi
Oleh :
IKA FITRI RAHMAWATI
F 100 080 192
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN
PROFESIONALISME GURU
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana
(S-1) Psikologi
Oleh :
IKA FITRI RAHMAWATI
F 100 080 192
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN
PROFESIONALISME GURU
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh
Derajat Sarjana S-1 Psikologi
Oleh :
IKA FITRI RAHMAWATI
F 100 080 192
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2012
1
ABSTRAKSI
HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN
PROFESIONALISME GURU
Ika Fitri Rahmawati
Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta
Berdasarkan amanat Undang-undang Guru dan Dosen (UUGD) dan Peraturan
Pemerintah tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa guru adalah sebuah pekerjaan
profesional, maka usaha untuk menjadikan guru sebagai suatu pekerjaan profesional semakin
intensif dilakukan. Langkah awal yang telah dibuat adalah melakukan sertifikasi kepada
guru-guru dalam jabatan sebagai suatu bentuk pengakuan terhadap status profesionalisme
mereka. Melalui program sertifikasi diharapkan guru dapat meningkatkan mutu
profesionalismenya melalui peningkatan mutu proses dan hasil pembelajaran, serta
peningkatan kinerja dan mutu pendidikan secara nasional. Namun demikian, keluhan tentang
sertifikasi guru sudah mulai bermunculan. Secara nasional tidak terlihat peningkatan yang
berarti dalam hasil belajar dan mutu pendidikan secara umum. Indikator sederhana dapat
dilihat dari perolehan hasil belajar secara nasional lewat UN (Payong, 2011).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara motivasi kerja dengan
profesionalisme guru. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu ada hubungan positif antara
motivasi kerja dengan profesionalisme guru. Sampel untuk try out sebanyak 73 guru dan
untuk penelitian sebanyak 72 guru. Peneliti menggunakan pendekatan kuantitatif dan teknik
pengampilan sampel yang digunakan adalah cluster random sampling. Sampel yang
digunakan adalah guru yang bersertifikasi. Alat ukur yang digunakan adalah skala motivasi
kerja dan skala profesionalisme guru. Analisis data yang digunakan adalah product moment
dan perhitungan menggunakan SPSS 15.0 for windows. Dari hasil analisis data diketahui ada
hubungan positif yang sangat signifikan antara motivasi kerja dengan profesionalisme guru.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan positif antara motivasi kerja dengan
profesionalisme guru.
Kata kunci : motivasi kerja, profesionalisme guru, guru sertifikasi
2
PENDAHULUAN
Mutu guru di Indonesia dapat
dilihat dari kualifikasi dan juga
kompetensi yang dimilikinya. Data
terakhir menunjukkan bahwa
kualifikasi guru di Indonesia
sebagian besar masih berada dibawah
kualifikasi S1/DIV. Menurut data
dari dari Direktorat Profesi
Pendidikan Dijten PMPTK 2009,
guru Indonesia yang belum memiliki
kualifikasi akademik minimal
S1/DIV masih cukup besar yakni
1.496.721 guru atau sekitar 57,4%
dari total guru diseluruh jenjang.
tingkat penguasaan materi atau bahan
ajar pada guru juga masih rendah.
Hasil tes terhadap calon guru PNS
yang dibuat oleh Puspendik
Balitbang Depdiknas 2004
menunjukkan kenyataan yang kurang
menggembirakan, dimana tingkat
kemampuan umum dan kemampuan
penguasaan bidang studi pada
sebagian besar guru masih rendah
(Payong. 2011).
Adapun dari sebaran jenjang
pendidikan guru di jajaran Dinas
Dikpora Boyolali terdapat 7.475 atau
sekitar 55% guru dari semua jenjang
yang belum memenuhi kualifikasi
minimal S1/D4 dan 45% lainnya
telah memenuhi kualifikasi S1/D4
atau lebih. Presentase guru yang
belum memenuhi kualifikasi S1/D4
untuk setiap jenjang berturut-turut
adalah 90% atau 1.018 guru untuk
TK/RA, 79% atau 5.371 guru untuk
SD/MI, 27% atau 879 guru untuk
SMP/MTs dan 9% atau 207 guru
untuk SMA/MA/SMK
(www.disdikporaboyolali.com)
Berdasarkan amanat Undang-
undang Guru dan Dosen (UUGD)
dan Peraturan Pemerintah tentang
Standar Nasional Pendidikan bahwa
3
guru adalah sebuah pekerjaan
profesional, maka usaha untuk
menjadikan guru sebagai suatu
pekerjaan profesional semakin
intensif dilakukan. Langkah awal
yang telah dibuat adalah melakukan
sertifikasi kepada guru-guru dalam
jabatan sebagai suatu bentuk
pengakuan terhadap status
profesionalisme mereka. Langkah itu
telah dimulai sejak tahun 2006 dan
diperkirakan akan selesai pada tahun
2015. Sedangkan sertifikasi guru
selanjutnya akan dilakukan bagi guru
pra jabatan yang diintegrasikan
melalui program Pendidikan Profesi
Guru (PPG) setelah selesai
pendidikan S1sampai dengan tahun
2009, jumlah guru dalam jabatan
yang telah disertifikasi sebanyak
553.763 orang. Melalui program
sertifikasi diharapkan guru dapat
meningkatkan mutu
profesionalismenya melalui
peningkatan mutu proses dan hasil
pembelajaran, serta peningkatan
kinerja dan mutu pendidikan secara
nasional. Namun demikian, keluhan
tentang sertifikasi guru sudah mulai
bermunculan. Secara nasional tidak
terlihat peningkatan yang berarti
dalam hasil belajar dan mutu
pendidikan secara umum. Indikator
sederhana dapat dilihat dari
perolehan hasil belajar secara
nasional lewat UN (Payong, 2011).
Adapun kelulusan jenjang
SMP/MTs di Kabupaten Boyolali
kondisi ideal kelulusan siswa adalah
diatas 95% namun kenyataannya di
Kabupaten Boyolali masih terdapat
angka kelulusan dibawah 95%.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda
dan Olahraga (Disdikpora) Boyolali,
Dradjatno mengatakan jumlah siswa
tidak lulus UN SMP/Mts tahun 2012
4
di Boyolali sebanyak 56 orang siswa
yang tidak lulus berasal dari SMPN
sebanyak 14 siswa, SMP swasta 14
siswa, SMP Terbuka sebanyak 11
siswa, MTs N sebanyak 16 siswa dan
MTs swasta sebanyak 1 siswa
(www.disdikpporaboyolali.com).
Faktor yang meyebabkan
rendahnya profesionalisme guru
antara lain disebabkan oleh: (1)
masih banyak guru yang tidak
menekuni profesinya secara utuh.
Hal ini disebabkan oleh sebagian
guru yang bekerja diluar jam
kerjanya untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehari-hari, sehingga tidak
memiliki kesempatan untuk
meningkatkan diri, baik membaca,
menulis, apalagi membuka internet;
(2) kemungkinan disebabkan oleh
adanya perguruan tinggi swasta yang
mencetak guru asal jadi, atau
setengah jadi, tanpa
memperhitungkan outputnya kelak
dilapangan, sehingga menyebabkan
banyak guru yang tidak patuh
terhadap etika profesinya; (3)
kurangnya motivasi guru dalam
meningkatkan kualitas diri karena
guru tidak dituntut untuk meneliti
sebagaimana yang diberlakukan pada
dosen di perguruan tinggi (Sagala,
2009).
Dengan adanya
profesionalisme guru yang rendah
maka perlu adanya peningkatan
kemampuan profesional guru. Dalam
rangka peningkatan kemampuan
profesional guru, perlu dilakukan
sertifikasi dan uji kompetensi secara
berkala dan disertai dengan
pengawasan agar kinerjanya terus
meningkat dan tetap memenuhi
syarat profesional. Dimasa depan,
profil kelayakan guru akan
ditekankan pada aspek-aspek
5
kemampuan membelajarkan siswa,
dimulai dari menganalisis,
merencanakan atau merancang,
mengembangkan,
mengimplementasikan, dan menilai
pembelajaran yang berbasis pada
penerapan teknologi pendidikan.
Profesionalisme dapat diartikan
sebagai komitmen para anggota suatu
profesi untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya dan
terus-menerus mengembangkan
strategi-strategi yang digunakannya
dalam melakukan pekerjaan sesuai
dengan profesinya itu (Danim, 2010).
Profesionalisme berasal
dari kata bahasa inggris
profesionalism yang secara
leksikal berarti sifat profesional.
Orang yang profesional memiliki
sikap-sikap yang berbeda dengan
orang yang tidak profesional
meskipun dalam pekerjaan yanng
sama atau berada pada satu ruang
kerja. Tidak jarang pula orang
yang berlatar belakang pendidikan
yang sama dan bekerja pada
tempat yang sama menampilkan
kinerja profesional yang berbeda,
serta berbeda pula pengakuan
masyarakat kepada mereka. Sifat
profesional adalah seperti yang
dapat ditampilkan dalam
perbuatan, bukan yang dikemas
dalam kata-kata yang diklaim oleh
pelaku secara individual.
Profesionalisme dapat diartikan
sebagai komitmen para anggota
suatu profesi untuk meningkatkan
kemampuan profesionalnya dan
terus-menerus mengembangkan
strategi-strategi yang
digunakannya dalam melakukan
pekerjaan sesuai dengan
profesinya itu (Danim, 2010).
6
Guru adalah seorang
pendidik, pembimbing, pelatih, dan
pemimpin yang dapat menciptakan
iklim belajarmenarik, aman, nyaman
dan kondusif dikelas, keberadaannya
ditengah-tengah siswa dapat
mencairkan suasana kebekuan,
kekakuan, dan kejenuhan belajar
yang terasa berat diterima oleh para
siswa (Yamin, 2006).
Motivasi kerja adalah
dorongan yang muncul pada diri
individu untuk secara sadar
melakukan pekerjaan yang
dihadapi (Danim,2004).
Sedangkan menurut As’ad (2002)
motivasi kerja merupakan tingkah
laku seseorang yang biasanya
didorong oleh keinginan atau
kebutuhan yang harus diambil,
diawali dan diarahkan untuk
melaksanakan tugas dalam
pencapaian hasil kerja yang
diharapkan.
Menurut Yamin (2006)
orang akan termotivasi bila
percaya bahwa: (1) suatu perilaku
tertentu akan menghasilkan hasil
tertentu, (2) hasil tersebut
mempunyai nilai positif baginya,
(3) hasil tersebut dapat dicapai
dengan usaha yang dilakukan
seseorang.
Guru yang profesional
adalah guru yang memiliki
motivasi kerja yang tinggi dan
bertanggung jawab terhadap tugas
atau pekerjaannya. Motivasi kerja
tercermin dalam sikap yang positif
terhadap pekerjaan, kesetiaan, dan
dedikasi dalam tugas dan
pelayanannya serta kesediaan
untuk melaksanakan tugas dengan
penuh rasa tanggung jawab. Guru
yang memiliki motivasi tinggi
7
selalu menjunjung tinggi semangat
pengabdian tanpa pamrih.
Mengedepankan kewajiban-
kewajiban yang harus dipenuhi
dan mengutamakan pelayanan
prima kepada siswa atau pihak-
pihak lain yang membutuhkan.
Dorongan kerja tercermin dalam
kedisiplinan dan ketaatannya
dalam bekerja, keberanian
mengambil tanggung jawab dan
kesediaan melakukan inovasi-
inovasi yang bermanfaat bagi
perkembangan siswa maupun bagi
peningkatan mutu pendidikan
secara keseluruhan (Payong, 2011).
kurangnya motivasi guru
dalam meningkatkan kualitas diri
karena guru tidak dituntut untuk
meneliti sebagaimana yang
diberlakukan pada dosen di
perguruan tinggi menyebabkan
rendahnya profesionalisme guru
(Sagala, 2009)
Dari uraian diatas, maka
permasalahan yang akan diteliti adalah
“Apakah ada hubungan motivasi kerja
dengan profesionalisme guru?”.
Berdasarkan permasalahan di atas,
maka peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul
skripsi sebagai berikut, “Hubungan
Antara motivasi kerja dengan
profesionalisme guru”
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif. Adapun
variabel tergantungnya adalah
profesionalisme guru sedangkan
variabel bebasnya adalah motivasi
kerja. Sampel dalam penelitian ini
adalah guru yang sudah bersertifikasi.
Pengampilan sampel dengan
meggunakan teknik cluster random
8
sampling. Data penelitian ini
diperoleh melalui metode skala
psikologi. Metode analisis yang
digunakan untuk mengetahui
huubungan antara motivasi kerja
dengan profesionalisme guru adalah
teknik analisis korelasi product
moment dari pearson.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis
data menunjukkan ada korelasi
positif yang sangat signifikan
antara motivasi kerja dengan
profesionalisme guru yang
ditunjukkan oleh nilai koefisien
korelasi (r) sebesar 0, 789 dengan
nilai sign. 0,000 (p ˂ 0,01). Hal
ini sesuai dengan hipotesis yang
diajukan penulis, yaitu ada
hubungan positif yang sangat
signifikkan antara motivasi kerja
dengan profesionalisme guru.
Semakin tinggi motivasi kerja
yang dimiliki individu maka
semakin tinggi pula
profesionalisme guru. Sebaliknya,
semakin rendah motivasi kerja
individu maka semakin rendah
pula profesionalisme gurunya.
Hasil tersebut sesuai
dengan pendapat dari Payong
(2011) Guru yang profesional
adalah guru yang memiliki
motivasi kerja yang tinggi dan
bertanggung jawab terhadap tugas
atau pekerjaannya. Motivasi kerja
tercermin dalam sikap yang positif
terhadap pekerjaan, kesetiaan, dan
dedikasi dalam tugas dan
pelayanannya serta kesediaan
untuk melaksanakan tugas dengan
penuh rasa tanggung jawab. Guru
yang memiliki motivasi tinggi
selalu menjunjung tinggi semangat
pengabdian tanpa pamrih.
9
Mengedepankan kewajiban-
kewajiban yang harus dipenuhi
dan mengutamakan pelayanan
prima kepada siswa atau pihak-
pihak lain yang membutuhkan.
Dorongan kerja tercermin dalam
kedisiplinan dan ketaatannya
dalam bekerja, keberanian
mengambil tanggung jawab dan
kesediaan melakukan inovasi-
inovasi yang bermanfaat bagi
perkembangan siswa maupun bagi
peningkatan mutu pendidikan
secara keseluruhan.
Masalah motivasi sangat
besar pengaruhnya terhadap hasil
yang akan dicapai dalam
melaksanakan suatu pekerjaan.
Tinggi rendahnya suatu motivasi
sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungan kerja dipengaruhi oleh
situasi dan kondisi yang
menimbulkan gairah semangat
kerja. Motivasi kerja yang
dimaksud adalah sebagai suatu
kekuatan psikologis yang
mendorong individu untuk
bersikap dalam menentukan
tingkah lakunya yang berusaha
secara aktif melaksanakan dan
meningkatkan profesionalisme
kerjanya.
Hal tersebut juga didukung
dari hasil analisis data diketahui
Sumbangan Efektif (SE) variabel
motivasi kerja dengan
profesionalisme guru sebesar
62,25% yang ditunjukkan oleh
koefisien determinan (r2) = 0,6225.
Berarti masih tterdapat 37,75%
yang mempengaruhi
profesionalisme guru selain
motivasi kerja seperti; komitmen,
upah, ketrampilan, dan etos kerja.
Variabel motivasi kerja
dalam penelitian ini memiliki
10
Rerata Empirik (RE) sebesar 170,
72 dengan Rerata Hipotetik (RH)
sebesar 127,5 termasuk kategori
tinggi. sedangkan pada variabel
profesionalisme guru mempunyai
Rerata Empirik (RE) sebesar 98,53
dengan Rerata Hipotetik (RH)
sebesar 72,5 termasuk pada
kategori sangat tinggi. hal ini
menunjukkan bahwa guru
memiliki motivasi kerja yang
tinggi sehingga guru mampu
menunjukkan profesionalisme
gurunya yang ditampilakan dalam
perbuatan, seperti kemampuannya
dalam merencanakan,
melaksanakan, dan mengevaluasi
kurikulum yang berlaku disekolah
sehingga memperoleh hasil kerja
yang maksimal.
Kelemahan pada penelitian
ini dapat dilihat pada segi alat
pengumpulan data yang digunakan
hanya menggunakan skala
sehingga belum mampu
mengungkap aspek-aspek
profesionalisme guru dan motivasi
kerja yang tidak nampak secara
mendalam dan hanya dapat
menggambarkan kondisi subjek di
Kecamatan Simo.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis
data dan pembahasan dalam
penelitian ini, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1. Ada hubungan positif yang
sangat signifikan antara motivasi
kerja dengan profesionalisme guru
yang ditunjukkan oleh nilai koefisien
korelasi (r) sebesar 0,789. Artinya
semakin tinggi motivasi kerja yang
dimiliki oleh guru maka semakin
tinggi pula profesionalisme guru.
Sebaliknya, semakin rendah motivasi
11
kerja maka semakin rendah pula
profesionalisme guru.
2. Sumbangan Efektif (SE) pada
variabel motivasi kerja terhadap
profesionalisme guru sebesar 62,25%
yang ditunjukkan koefisien
determinan r2 = 0,6225. Berarti
masih terdapat 37,75% yang
mempengaruhi profesionalisme guru
selain variabel motivasi kerja seperti
komitmen, upah, ketrampilan, dan
etos kerja.
3. Pada variabel motivasi kerja
guru yang terdiri dari 72 responden,
distribusi tingkat motivasi kerja
menunjukkan bahwa distribusi paling
tinggi berada pada kategori tinggi
berjumlah 39 responden dengan
prosentase 54,17%.
4. Pada variabel profesionalisme
guru distribusi yang paling tinggi
berada pada kategori sangat tinggi
berjumlah 39 responden dengan
prosentase 54,17%.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian suatu pendekatan
praktik. Jakarta: PT Rineka
Cipta
Ariningtyas, Tipuk. 2011. Hubungan
Antara Kemampuan Berempati
Dan Sikap Terhadap
Karateristik Pekerjaan Dengan
Motivasi Kerja Perawat
Dirumah Sakit Umumdaerah
Sukoharjo. Skripsi (Tidak
Diterbitkan). Surakarta:
Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta
As’ad, Muhammad. 2002. Psikologi
industri. Yogyakarta: Liberty
Astutiningsih, Vida. 2011. Hubungan
Antara Etos Kerja Dengan
Profesional Guru SMA. Skripsi
(Tidak Diterbitkan). Surakarta:
Fakultas Psikologi Universitas
Muhammadiyah Surakarta
Azwar, Saifudin.1999. Metode
Penelitian. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
----------- 2000. Penyusunan Skala
Psikologi. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Danim, Sudarwan. 2004. Motivasi
Kepemimpinan Dan Efektifitas
Kelompok. Jakarta: PT Rineka
Cipta
12
Dikpora. 2010. Rencana strategis
dinas pendidikan pemuda dan
olahraga kabupaten boyolali
revisi tahun 2010 indikatif
2011-2015. laporan.
www.disdikporaboyolali.com
Hadi, Sutrisno. 2004. Metodologi
research jilid 2. Yogyakarta:
Andi Offset
Hamalik, Oemar. 1993. Psikologi
Manajemen: Penuntun Bagi
Pemimpin. Bandung: Trigenda
Karya
Hastutik, Tri. 2011. Perbedaan
Persepsi Terhadap
Profesionalisme Mengajar
Pada Guru SMA Negeri 1
Sragen Dan Guru
Muhammadiyah 1 Sragen.
Skripsi (Tidak Diterbitkan).
Surakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Muhammadiyah
Surakarta
Kunandar. 2007. Guru Profesional
Implementasi Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP) Dan Sukses Dalam
Sertifikasi Guru. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Mulyasa, E. 2002. Manajemen
Berbasis Sekolah Konsep,
Strategi, Dan Implementasi.
Bandung: PT Remaja Roosda
Karya
------------------2007. Standar
Kompetensi Dan Sertifikasi
Guru. Bandung: PT Rosda
Karya
Uno, Hamzah. 2007. Teori Motivasi
Dan Pengukurannya: Analisis
Dibidang Pendidikan. Jakarta:
Bumi aksara
Payong, Marselus R. 2011.
Sertifikasi Profesi
Guru:Konsep Dasar,
Problematika, Dan
Implementasinya. Jakarta: PT
Indeks
Sagala, Saiful. 2009. Kemampuan
Profesional Guru Dan Tenaga
Kependidikan. Bandung:
Alfabeta
Yamin, Martinis. 2006.
Profesionalisasi Guru Dan
Implementasi Kurikulum
Berbasis Kompetensi. Jakarta:
Gaung Persada press