hubungan kerapatan lamun dengan kepadatan bivalvia di ...repository.umrah.ac.id/1723/1/jurnal debby...
TRANSCRIPT
1
Hubungan Kerapatan Lamun Dengan Kepadatan Bivalvia Di Perairan Desa
Pengudang Kabupaten Bintan
Debby Puspita Sari, Febrianti Lestari, Dedy Kurniawan
Program studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan,Universitas Maritim Raja Ali Haji
ABSTRAK
Penelitian tentang hubungan kerapatan lamun dengan kepadatan Bivalvia di
perairan Desa Pengudang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan kerapatan lamun dengan kepadatan bivalvia di perairan Desa
Pengudang. Penelitian ini dilakukan dengan metode acak sebanyak 30 titik
menggunakan plot berukuran 1x1 meter untuk pengamatan lamun dan Bivalvia.
Hasil penelitian ditemukan 7 jenis lamun yaitu Halodule pinifolia, Halodule
univervis, Halophila ovalis, Syringodium iseotifolium, Cymodecea rotundata,
Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii dengan nilai total kerapatan 170,70
tegakan/m2. Hasil penelitian ditemukan 10 jenis Bivalvia yaitu Anadara
antiquate, Calista impar, Circe scripta, Circe tumefacta, Mactra grandis,
Modiolus metcalfei, Pinna bicolor, Gafarium pectinatum, Pitar citrinus dan
Trachycardium flavum dengan nilai total kelimpahan sebesar 10,63. Hubungan
kerapatan lamun dengan kepadatan Bivalvia tergolong sedang dengan nilai
koefisien korelasi sebesar 0,672.
Kata kunci : Kerapatan Lamun, Kepadatan Bivalvia, Pengudang,Bintan
PENDAHULUAN
Kabupaten Bintan memiliki potensi di bidang kelautan dan perikanan yang
cukup besar baik perikanan tangkap maupun perikanan budidaya. Hal ini karena
wilayah Kabupaten Bintan sebagian besar adalah wilayah laut dengan luas yang
mencapai 57.874,00 km² dan daratannya terdiri dari pulau-pulau yang secara
langsung menciptakan garis pantai yang sangat panjang mencapai 966,54 km²
dengan pantai umumnya berpasir, berlumpur dan berkarang. Secara historis,
kabupaten ini terkenal akan tebaran pulau-pulau kecil dan wilayah laut yang luas,
sehingga mengakibatkan perairannya kaya akan ikan, kerang-kerangan, udang dan
biota laut lainnya seperti terumbu karang, padang lamun dan hutan mangrove,
(RKPD BINTAN 2016).
Desa Pengudang ialah desa yang terletak di Kecamatan Telok Sebong
Kabupaten Bintan. Desa Pengudang memiliki banyak sumberdaya, yang banyak
dimanfaatkan seperti mangrove, terumbu karang dan lamun. Desa Pengudang
termasuk pada Kawasan Konservasi Perairan Daerah dan Daerah Perlindungan
Padang Lamun (DPPL). Pemerintah Kabupaten Bintan telah menetapkan kawasan
pesisir timur Pulau Bintan ini sebagai Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD)
2
Kabupaten Bintan dengan SK Bupati No. 261/VII/2007. Di Desa Pengudang
sudah dilakukan beberapa penelitian tentang keanekaragaman lamun,
produktivitas biomassa vegetasi lamun, pemanfaatan bilvavia, keanekaragaman
bilvaviva pada ekosistem padang lamun di perairan tersebut.
Menurut Hardiyansah (2016), Lamun yang ditemukan di perairan Desa
Pengudang ada 7 yaitu Cymodocea serrulata, Thalassia hemprichii, Halodule
pinifolia, Cymodocea rotundata, Syrongdium isoetifolium, Enhalus acoroides dan
Halodule uninervis. Bivalvia di perairan padang lamun Desa Pengudang
ditemukan 13 jenis diantaranya Gafrarium pectinatium, Leukoma metodon,
Anadara antiquata, coecellachinensis, Vasticardium flavum, pinctada maculata,
Pinidae Atrina pectinata, Callista diemenensis, Modiolus philippinarum, Pitar
citrinus, Dosnia africana, Paphia aurea, (Purba et al. 2013)
Ekosistem lamun merupakan ekosistem laut dangkal yang mempunyai peranan
penting dalam kehidupan berbagai biota laut. Salah satu jenis biota laut yang
senang berada di padang lamun adalah bivalvia. Lamun dan bivalvia memiliki
keterkaitan salah satunya memiliki karakteristik tipe substrat yang sama yang
dijadikan sebagai habitat. Selain itu, asosiasi lamun dan bivalvia mempunyai
keterkaitan yang kuat dalam siklus makanan.
Padang lamun di perairan Desa Pengudang dijadikan sebagai habitat hidup
bivalvia yang dimanfaatkan masyarakat sebagai sumber makanan. penelitian
sebelumnya meneliti hanya untuk mengetahui kondisi bilvavia dan lamun yang
terdapat di ekosistem lamun yang didukung oleh kualitas perairannya. Untuk
melanjutinya dilakukan penelitian lagi untuk memperkuat data mengenai kondisi
bilvavia dengan kondisi lamun. Bivalvia memiliki hubungan yang erat terhadap
keberadaan lamun. Untuk melihat pentingnya ekosistem lamun sebagai habitat
bagi hewan Bivalvia, dengan demikian perlu dilakukan penelitian yang
menghubungkan pengaruh antara kerapatan lamun dengan kepadatan bivalvia di
Perairan Desa Pengudang.
BAHAN DAN METODE
2.1.Waktu dan Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei 2018 , bertempat di perairan
Desa Pengudang, Kecamatan Teluk Sebong, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau.
Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
3
Identifikasi lamun dan pengukuran parameter lingkungan dilakukan secara in
situ. Sampel bivalvia akan di identifikasi di Laboratorium Fakultas Ilmu Kelautan
dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.
2.2.Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Alat penelitian
No Alat Kegunaan
1 Transek kuadrat 1 m x 1 m Sebagai batasan pengamatan bilvavia
2 Transek kuadrat 1 m x 1 m Sebagai batasan pengamatan lamun
3 Global Positioning System
(GPS)
Penentuan titik stasiun penelitian
4 Multitester Mengukur kadar pH, suhu, dan DO
5 Refraktormeter Mengukur Salinitas
6 Tali & Botol Mengukur kecepatan arus
7 Plastik sampel Menyimpan sampel biota bilvavia dan lamun
8 Kertas Label Untuk memberi label nama pada sample
9 Kamera Dokumentasi penelitian
10 Alat Tulis Mencatat data yang dapat di lapangan
11 Penggaris Untuk mengukur substrat
Tabel 2. Bahan penelitian
No Bahan Kegunaan
1 Bilvavia Objek yang diteliti
2 Lamun Objek yang diteliti
3 Aquades Untuk membersihkan alat
4 Sampel uji kualitas air Untuk menguji kualitas air
5 Alkohol 70% Mengawetkan sampel bilvavia
2.3. Penentuan Titik Sampling
Lokasi penelitian dan titik pengambilan sampel ditentukan menggunakan
metode acak (sampling random) dengan software Visual Simple Plan (VSP)
sebanyak 30 titik.
2.4. Pengambilan Data Lamun dan Bivalvia
Teknik pengambilan contoh sampel pada penelitian ini berdasarkan pada
penggunaan metode transek kuadrat. Pengambilan contoh lamun dan bivalvia
menggunakan kuadran 1 x 1 m. Lamun yang dijumpai di dalam plot diambil 1
rimpang untuk diidentifikasi jenisnya kemudian dilakukan perhitungan kerapatan
lamun dengan menghitung jumlah tegakan setiap jenisnya. Lamun yang terhitung
kemudian dicatat dengan menggunakan kertas underwater, data lamun siap untuk
dianalisis. Bivalvia yang diambil adalah Bivalvia yang berada dalam petak contoh
(plot) dengan keadaan hidup pada saat air surut. Bilvavia yang di ambil hidup
pada substrat dan di lamun ( daun / rhizome). Contoh Bivalvia yang sudah bersih
kemudian sebelum diidentifikasi diawetkan dengan menggunakan alkohol 70 %.
2.5.Pengukuran Parameter Fisika Kimia
Pengukuran parameter perairan meliputi parameter fisika dan parameter kimia
4
yang dapat berpengaruh terhadap kehidupan gastropoda, antara lain: suhu,
kecerahan, kecepatan arus, salinitas, pH, oksigen terlarut (DO), dan substrat.
2.6. Analisis Data
2.6.1. Kerapatan lamun
Kerapatan Jenis (Ki), yaitu jumlah total individu jenis lamun suatu unit area
yang diukur. Kerapatan jenis lamun dihitung dengan rumus, (Fachrul 2007):
𝐾𝑖 =𝑛𝑖
𝐴
Dimana:
Ki = kerapatan jenis ke-i
Ni = Jumlah total individu dari jenis ke-i
A = Luas area total pengambilan sampel (m2)
2.6.2. Kepadatan Bivalvia
Kepadatan diartikan sebagai satuan jumlah individu yang ditemukan per satuan
luas. Menurut Fachrul (2007), perhitungan kepadatan jenis bivalvia dapat di
rumuskan sebagai berikut :
Kepadatan Jenis (𝐾𝑖) =𝐷𝑖
𝐴
Dimana :
Ki= Kepadatan jenis (individu/m2)
Di= Jumlah individu dari spesies ke-i (individu)
A = Luas area pengamatan (m2)
N= Jumlah individu dari seluruh spesies (individu)
2.6.3. Hubungan Kerapatan Lamun dan Kepadatan Bivalvia
Untuk melihat hubungan antara kerapatan lamun dengan kepadatan bivalvia di
analisis dengan menggunakan Regresi Linear Sederhana menggunakan bantuan
software SPSS, Rumus yang digunakan yaitu:
Y = a+bX +ei
Dimana:
Y= Kelimpahan Bivalvia
X= Kerapatan Lamun
a = intercept
b = Slope
ei= Galat error
Untuk menghitung hubungan keeratan dari kerapatan lamun dan kepadatan
bivalvia digunakan analisis korelasi sederhana. Rumus yang dipergunakan untuk
menghitung koefisien korelasi sederhana, (Lubis et al. 2014):
5
keterangan :
r = nilai koefisien korelasi
x = kerapatan vegetasi lamun tiap transek
y = Kepadatan bilvavia tiap transek
Korelasi dilambangkan dengan r dengan ketentuan nilai r tidak lebih dari harga
(-1≤ r ≤ 1). Apabila nilai r = -1 artinya korelasi negative sempurna r = 0.
Interprestasi angka korelasi menurut Latuconsina et al 2013.
0,00-0,20 : hubungan sangat lemah
0,20-0,40 : hubungan lemah
0,40-0,70 : hubungan cukup/sedang
0,70-0,90 : hubungan kuat
0,90-1,00 : hubungan kuat/sempurna
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Jenis Lamun Di Perairan Desa Pengudang
Hasil penelitian jenis lamun di perairan Desa pengudang ditemukan 7 jenis
lamun yang masuk ke plot pengamatan. Jenis – jenis yang dijumpai antara lain ;
Halodule pinifolia, Halodule univervis, Halophila ovalis, Syringodium
iseotifolium, Cymodecea rotundata, Enhalus acoroides dan Thalassia hemprichii.
Dapat di lihat gambar lamun dan deskripsinya pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis Lamun di Perairan pengudang
Gambar Identifikasi Gambar Ditemukan Deskripsi Lamun
Halodule pinifolia
- Ujung daun membulat
- Satu pusat pembuluh
daun
- Umumnya rimpang
pucat, dengan bekas
luka daun berwarna
hitam
√(nΣx² – (Σx)²) (nΣy2 – (Σy)2)
nΣxy–(Σx)(Σy) (Σy)
r =
6
Halodule univervis
- Ujung daun berbentuk
trisula
- Satu pusat pembuluh
daun
- Umumnya rimpang
pucat.
Syringodium iseotifolium
- Penampang melintang
daun berbentuk silinder
- Ujung daun mengecil
pada satu titik
- Panjang daun 7 – 30 cm
Cymodecea rotundata
- Ujung daun membulat
- Helai daun sempit (lebar
2-4 mm)
- Panjang daun 7-15 cm
- Seludang daun
berkembang dengan baik
Halophila ovalis
- Jumlah pembuluh daun
melintang 10 atau lebih
- Permukaan daun tidak
berambut
7
Enhalus acoroides
- Daun sangat panjang,
bentuk mirip pita.
- Rimpang tebal dengan
rambut hitam panjang,
dan akar seperti tali
- panjang daun 30-150 cm
Thalassia hemprichii
- Bintik – bintik hitam
kecil (sel tannin) pada
daun
- Rimpang tebal dengan
skala diantara tunas
- Daun berbentuk sabit
(sedikit melengkung)
Panjang daun 10-40 cm
Thalassia hemprichii, Enhalus acoroides, Cymodecea serullata, Halodule
univervis, Halophila ovalis dan Thalassodendron ciliatum. Dari tabel 3 di atas
bahwa jenis – jenis tersebut dapat hidup bersamaan pada satu tipe substrat pada
satu perairan. Penelitian Juraij (2016) menemukan 8 jenis lamun di perairan Desa
Pengudang yaitu; Halodule pinifolia, Halodule univervis, Halophila ovalis,
Syringodium iseotifolium, Cymodecea rotundata, Cymodecea serrulata, Enhalus
acoroides dan Thalassia hemprichii dibandingkan dengan penelitian hanya di
temui 7 jenis dan 1 jenis yang tidak dijumpai yaitu Cymodecea serrulata
Menurut Purba et al. (2012), padang lamun dapat berbentuk vegetasi tunggal
maupun vegetasi campuran lebih dari 2 spesies sampai 12 spesies yang tumbuh
bersama – sama pada satu substrat dan spesies lamun yang biasanya tumbuh
dengan vegetasi tunggal adalah
3.2. Kerapatan Lamun Di Perairan Desa Pengudang
Perhitungan tegakan lamun dalam satuan luas pengamatan yang terdiri dari 7
jenis lamun, di peroleh hasil bahwa antar jenis lamun memiliki nilai kerapatan
yang berbeda. Untuk melihat kerapatan secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.
8
Tabel 4. Kerapatan Lamun Di Perairan Desa Pengudang.
Kerapatan total dari semua jenis sebesar 170,70 tegakan/m² dengan demikian
jika mengacu pada kategori kerapatan menurut Gosari dan Haris (2012), bahwa
lamun termasuk dalam kondisi rapat jika dibandingkan dengan penelitian, Nabela
(2016) memiliki jumlah total kerapatan lamun sebesar 96,65 tegakan/m2
menunjukkan bahwa kerapatan total untuk semua jenis lamun termasuk kondisi
agak rapat. Hal ini dimungkinkan karena titik sampling yang berbeda.
Nilai kerapatan lamun tertinggi di perairan Desa Pengudang terdapat jenis
yang pertama yaitu jenis Thalassia hemprichii dan Halodule pinifolia. Kerapatan
lamun tertinggi jenis lamun Thalassia hemprichii, tumbuhan ini merupakan
spesies lamun cepat tumbuh dan mampu berkolonisasi dengan cepat di daerah
yang mengalami gangguan (Wagey dan Sake 2013). Penelitian Hapiansyah (2014)
menunjukkan kerapatan lamun tertinggi di perairan Desa Pengudang adalah jenis
Thalassia hemprichii dengan demikian perbandingan dengan penelitian ini
menunjukkan bahwa kerapatan lamun yang tertinggi di Desa Pengudang terdapat
jenis Thalassia hemprichii. Jenis lamun ini pada umumnya ditemukan pada
substrat pasir, pecahan karang dan juga substrat campuran lumpur pasir serta
lumpur lunak. Thalassia hemprichii memiliki kemampuan beradaptasi untuk
hidup pada berbagai substrat dengan baik sehingga tersebar cukup merata,
(Harpiansyah 2014).
Rendahnya nilai kerapatan jenis lamun Halophila ovalis dikarenakan lamun ini
keberadaanya hanya terbatas pada bagian pinggir pantai yang paling dangkal,
sehingga bila ada proses kekeruhan, sebagian penetrasi cahaya masih dapat
mencapai dasar perairan yang tetap memberikan kesempatan bagi lamun jenis ini
untuk tumbuh dan berfotosintesis, (Bratakusuma et al. 2013)
3.3. Jenis Bivalvia Di Perairan Desa Pengudang
Jenis bivalvia yang ditemukan di Perairan Desa Pengudang tertera pada Tabel
5. Berdasarkan tabel, di jumpai 10 spesies bivalvia yang termasuk ke dalam 4
ordo, 9 genus serta 10 spesies.
Jenis Jumlah (tegakan) Kerapatan
(tegakan/m²)
Halodule pinifolia 639 21,30
Halodule univervis 331 11,03
Halophila ovalis 301 10,03
Syringodium iseotifolium 356 11,87
Cymodecea rotundata 471 15,70
Enhalus acoroides 336 11,20
Thalassia hemprichii 2687 89,57
Jumlah 5121 170,70
9
Tabel 5. Jenis Bivalvia yang ditemukan
Gambar Identifikasi Gambar Ditemukan Taksonomi
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Pterioamorphia
Order : Arcoida
Superfamily : Arcoida
Family : Arcidae
Genus : Anadara
Spesies : Anadara
antiquate
Nama Lokal : Kerang
bulu
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Heteredonta
Order : Veneroida
Superfamily : Veneroidea
Family : Venerideae
Genus : Calista
Spesies : Calista impar
Nama Lokal : Remis
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Heteredonta
Order : Veneroida
Superfamily : Veneroidea
Family : Veneridea
Genus : Circe
Spesies : Circe scripta
Nama Lokal : Remis
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Heteredonta
Order : Veneroida
Superfamily : Veneroidea
Family : Veneridea
Genus : Circe
Spesies;Circe tumefacta
Nama Lokal : Remis
10
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Heteredonta
Order : Veneroida
Superfamily : Mactroidea
Family : Mactridae
Genus : Mactra
Spesies : Mactra grandis
Nama Lokal : Lokan
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Ptelomophia
Order : Mytiloida
Superfamily : Mytiloidea
Family : Mytilidae
Genus : Modiolus
Spesies : Modiolus
metcalfei
Nama Lokal : Kijing
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Ptelomophia
Order : Pteroida
Superfamily : Pinnoidea
Family : Pinnidae
Genus : Pinna
Spesies : Pinna bicolor
Nama Lokal : Kerang
kapak
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Heterodonta
Order : Veneroida
Superfamily : Veneroidea
Family : Veneridae
Genus : Gafarium
Spesies:Gafarium
pectinatum
Nama Lokal :Gorap
11
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Heterodonta
Order : Veneroida
Superfamily : Veneroidea
Family : Veneridae
Genus : Pitar
Spesies : Pitar citrinus
Nama Lokal : Kerang
venus
Phylum : Mollusca
Class : Bivalvia
Subclass : Heterodonta
Order : Veneroida
Superfamily : Chardiidae
Family : Trachycardiinae
Genus : Trachycardium
Spesies : Trachycardium
flavum
Nama Lokal : Kerang
burung
3.4. Kepadatan Bivalvia di Perairan Desa Pengudang
Kepadatan jenis bivalvia dinyatakan dalam satuan individu yang menempati
ruang seluas satuan meter persegi
Tabel 6. Kepadatan Bivalvia di Perairan Pengudang
Jenis Bivalvia Jumlah Bivalvia
(ind)
Kepadatan
Bivalvia
(ind/m2)
Anadara antiquata
56 1,87
Calista impar 34 1,13
Circe scripta 42 1,40
Circe tumefacta 29 0,97
Mactra grandis 9 0,30
Moidolus metcalfei 15 0,50
Pinna bicolor 15 0,50
Gafarium pectinatum 15 0,50
Pitar citrinus 27 0,90
Trachycardium flavum 77 2,57
Jumlah 319 10,63
12
Hasil penelitian di perairan Desa Pengudang (Tabel 6) diketahui bahwa nilai
kepadatan tertinggi pada jenis Trachycardium flavum sebesar 2,57 ind/m2. Jenis
ini di temukan hampir setiap lokasi pengambilan baik pada lamun yang padat,
sedang dan jarang. Trancycardium flavum juga di temukan pada tipe substrat yang
berpasir, pasir berbatuan dan pasir berlumpur. Hal ini juga dikemukan pada
penelitian yang sama oleh Arbi (2011) yang mengatakan bahwa Trachycardium
flavum dari kelas pelecypoda merupakan jenis moluska yang memiliki sebaran
paling luas. Menurut Nyabakken (1992) bahwa tipe substrat berpasir akan
memudahkan moluska untuk mendapatkan suplai nutrisi dan air yang diperlukan
untuk kelangsungan hidupnya, sedangkan kelimpahan bivalvia terendah yaitu
jenis Mactra grandis mempunyai nilai kelimpahan lebih rendah yaitu 0,30 ind/m2
Menurut Ginting et al. (2017) habitat Mactra gradis hidup membenamkan diri
di dalam substrat berpasir atau pasir berlempung di daerah litoral. Kondisi fisika
dan kimia perairan sangat mendukung keberadaan bivalvia, selain dari ketersedian
makanan, unsur hara dan bahan organik maupun kemampuan biota untuk dapat
beradaptasi terhadap kondisi fisik lingkungan yang selalu berubah bahkan
terhadap tekanan ekologis seperti pemangsan oleh organisme lain bahkan
memperebut tempat demi kelangsungan hidupnya. Menurut Kustiyanrini dan
Djaja (2011), menyatakan arus menjadi salah satu faktor pembatas dalam
penyebaran makrozoobenthos. Arus yang kuat dapat mengurangi kepadatan
benthos di sebuah kawasan.
3.5. Parameter Fisika – Kimia Perairan Desa Pengudang
Kualitas perairan merupakan salah satu data penting yang dapat mewakili
kondisi perairan di suatu wilayah. Data hasil pengukuran kualitas perairan di desa
Pengudang disajikan pada Tabel 9.
Tabel 1. Parameter Fisika – Kimia Perairan Desa Pengudang
No Parameter
Fisika
Kimia
Satuan Hasil Rata – rata Baku Mutu
(KEPMEN LH)
1 Suhu °C 30-31° 31,23°C ±0,28 28-30°C
2 Kecepatan
Arus
m/s 0,03-0,14 0,06 m/s ±0,03 -
3 Salinitas 24-30 26,930/00 ±1,23 33 – 340/00
4 pH 7,8-8,1 8,0 ±0,06 7 – 8,5
5 DO Mg/L 5,7-7,0 6,5 mg/L ±0,39 >5
Hasil pengukuran suhu di perairan Desa Pengudang (Tabel 9), berkisar 30°C -
31°C dengan rata – rata 31,23°C. Berdasarkan baku mutu KEPMEN LH No 51
Tahun 2004, menyebutkan bahwa kisaran suhu yang baik bagi kehidupan lamun
berkisar antara 28°C - 30°C. Menurut Wijayanti (2007) bahwa suhu dapat
membatasi sebaran hewan makrobenthos secara geografik dan suhu yang baik
untuk pertumbuhan hewan makrobenthos berkisar antara 25 - 31 °C. Berdasarkan
kondisi tersebut, kondisi suhu masih layak untuk kehidupan makrofauna karena
masih sesuai pada kisaran optimal yang ditentukan.
13
Arus di Desa Pengudang tergolong arus lemah atau lambat karena kecepatan
arus rata – rata 0,06 m/s. Kecepatan arus berpengaruh terhadap distribusi biota
yang relatif menetap di perairan yaitu bentos, karena semakin besar kecepatan
arus maka akan terjadi kekeruhan, (Nybakken 1992). Menurut Wijayanti (2007),
arus dari 0,1 m/s termasuk kecepatan arus yang sangat lemah, sedangkan 0,1 – 1
m/s tergolong kecepatan arus yang sedang, kecepatan arus > 1 m/s tergolong
kecepatan arus yang kuat. Dengan demikian kecepatan arus perairan Desa
Pengudang dengan hasil yang didapatkan yaitu dalam keadaan lemah.
Perairan Desa Pengudang memiliki kecerahan 100%. Kecerahan perairan di
desa pengudang tergolong tinggi karena kecerahan masih tampak sampai dasar.
Dari hasil yang di dapat tersebut menunjukkan bahwa di daerah tersebut masih
mendukung kehidupan biota laut.
Kisaran nilai salinitas di perairan desa Pengudang sebesar 24 – 30 0/00 dengan
nilai rata – rata 26,9. Menurut Wijayanti (2007) kisaran optimal bagi kehidupan
organisme bhentos salah satunya pada kelas bivalvia pada ekositem perairan
adalah pada kisaran 25 – 400/00 . Mengacu dari kedua pendapat tersebut, salinitas
masih baik bagi kehidupan makrofauna bivalvia. Menurut Purba et al. (2012),
nilai salinitas yang optimum untuk lamun adalah 350/00. Berdasarkan hasil
tersebut, kondisi salinitas perairan Desa Pengudang kurang dari batas optimal
yang ditentukan, namun kehidupan lamun masih dalam kondisi baik. Di dukung
oleh pendapat Hutabarat et al. (2014), mengemukan bahwa nilai toleransi antar
spesies lamun terhadap salinitas sangat bervariasi.
Nilai rata – rata pH di Desa Pengudang berkisar 7 – 8 . secara keselurahan
kondisi Derajat Keasaman masih sesuai untuk kehidupan lamun. Mengacu pada
KEPMEN LH Tahun 2004 kisaran derajat keasaman optimul untuk kehidupan
lamun berkisar 7 – 8,5. Hutabarat et al. (2014), nilai pH sangat mempengaruhi
proses biokimiawi perairan, pada kisaran pH <4,00, sebagian besar tumbuhan
akuatik akan mati karena tidak dapat bertoleransi pada pH rendah. Menurut
Wijayanti (2007) bahwa pH yang mendukung kehidupan mollusca berkisar antara
5,7 – 8,4, dan untuk molluska hidup pada batas kisaran pH 5,8 - 8,3. Dengan
demikian kondisi pH masih dikatakan layak untuk kehidupan makrofauna.
Hasil pengukuran oksigen terlarut di perairan Desa Pengudang berkisar 5 – 7
mg/L dengan nilai rata – rata 6,45 mg/L. Kisaran nilai DO yang diperoleh jika
dibandingkan dengan standar baku mutu KEPMEN LH NO 51 Tahun 2004 masih
dapat ditolerir untuk kehidupan bivalvia. Rendahnya nilai oksigen terlarut di
perairan Desa Pengudang tersebut di perkirakan karena kondisi panas yang cukup
terik sehingga suhu perairan meningkat yang berpengaruh terhadap kelarutan gas
oksigen di perairan. Menurut Klabat et al. (2007), penambahan oksigen melalui
proses fotosintesis dan pertukaran gas antara air dan udara menyebabkan kadar
oksigen terlarut relatif lebih tinggi di lapisan permukaan. Dengan bertambahnya
kedalaman, proses fotosintesis akan semakin kurang efektif, maka akan terjadi
penurunan kadar oksigen terlarut sampai pada suatu kedalaman.
Tipe substrat yang ada pada ekosistem lamun di Perairan Desa Pengudang
terdiri dari pasir berkerikil. Komposisi pasir lebih besar yaitu 97,3% dibanding
dengan komposisi Gravel (kerikil/batu). Nilai oksigen akan lebih besar pada
substrat pasir dibandingkan yang berlumpur. Menurut Lindawaty et al. (2016),
jenis substrat sangat mempengaruhi penyebaran untuk biota akuatik, substrat pasir
14
dan lumpur cenderung memudahkan biota untuk bergerak ketempat ketempat
yang lain.
3.6. Hubungan Kerapatan Lamun dengan Kepadatan Bivalvia
Hubungan antara kerapatan lamun dengan kepadatan bivalvia di analisis
dengan menggunakan regresi sederhana.
Hubungan antara kerapatan lamun dengan kelimpahan bivalvia di peroleh hasil
yang positif. Jika positif makan hubungan antar kelimpahan bivalvia dengan
kerapatan lamun memiliki hubungan yang searah, artinya terdapat hubungan
dalam siklus / rantai makanan.
Hasil dari uji regresi pada, menunjukan asosiasi antara kerapatan lamun dengan
kepadatan bivalvia jika dilihat dari nilai r = 0,672, menunjukan bahwa keeratan
hubungan kerapatan lamun dengan kepadatan bivalvia tergolong sedang. Lamun
dan bivalvia memiliki keterkaitan salah satunya memiliki karakterisitik tipe
substrat yang sama yang dijadikan sebagai habitat. Selain itu, asosiasi lamun dan
bivalvia mempunyai keterkaitan yang kuat dalam siklus makanan. Serasah pada
lamun akan mengendap didasar perairan yang kemudian diuraikan oleh
mikroganisme yang menjadi makanan bivalvia sedangkan hasil penguraian akan
menjadi sumber makanan bagi larva, ikan – ikan kecil dan selanjutnya menjadi
makanan bagi biota lain Hermala (2015). Besarnya angka koefisien determinasi
(R2) 0,451 sama dengan 45,1 %, yang artinya bahwa kerapatan lamun bepengaruh
terhadap kelimpahan bivalvia sebesar 45,1% sedangkan 55% di pengaruhi oleh
faktor lain.
Menurut Hemminge dan Duarte (2000), keberadaan suatu jenis moluska di
daerah lamun tidak tergantung sepenuhnya pada keberadaan vegetasi lamun.
Faktor lingkungan seperti, karakteristik substrat, kedalaman dan salinitas
seringkali lebih memiliki pengaruh terhadap keberadaan suatu jenis moluska di
daerah lamun dan adanya masukan nutrien yang dibawa dari daratan ke laut.
Nybakken (1992) yang mengatakan bahwa substrat dasar merupakan salah satu
faktor ekologis utama yang mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos,
selain itu parameter perairan seperti salinitas mempengaruhi penyebaran hewan
makrozoobenthos karena setiap organisme laut dapat bertoleransi terhadap
perubahan salinitas yang relatif kecil dan perlahan.
y = 0.0397x + 0.1283
R² = 0.451
0.00
0.10
0.20
0.30
0.40
0.50
0.60
0.70
0.00 2.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00
Kep
adat
an B
ival
via
Kerapatan Lamun
15
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian, maka di simpulkan sebagai berikut :
1. Tingkat kerapatan lamun di perairan Desa Pengudang menghasilkan kerapatan
total sebesar 170,70 tegakan/m2. Kerapatan lamun tertinggi yaitu Thalassia
hempricii dengan nilai kerapatan 89,57 tegakan/m2. Kondisi lamun di perairan
Desa Pengudang tergolong kaya dan sehat.
2. Kelimpahan bivalvia di perairan Desa Pengudang menghasilkan kelimpahan
total sebesar 10.63 ind/m2. Kelimpahan tertinggi yaitu jenis Trachycardium
flavum dengan nilai kelimpahan 2.57 ind/m2.
3. Hubungan antara kerapatan lamun dengan kelimpahan bivalvia tergolong
sedang dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,672.
DAFTAR PUSTAKA
Arbi, U. C. 2011. Struktur Komunitas Moluska di Padang Lamun Perairan Pulau
Taliase Sulawesi Utara. Jurnal Osenologi Dan Limnologi. 37 (1) : 71 - 89.
Bratakusuma, N., Sahami, F. M., Nursinar, S. 2013. Komposisi Jenis Kerapatan
dan Tingkat Kemerataan Lamun di Desa Otiola Kecamatan Ponelo Kepulauan
Kabupaten Gorontalo Utara. Jurnal Ilmiah Perikanan Dan Kelautan. 1 (3) : 139 -
146.
Fachrul, M. F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Penerbit Bumi Aksara. Jakarta
Gosari, B. A. J., Haris, A. 2012. Studi Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di
Kepulauan Spermonde. Jurnal ilmu kelautan dan perikanan. 22 (3) : 156 - 162.
Ginting, E. D. D., Susetya, I. E., Patana, P., Desrita. 2017. Identifikasi Jenis –
Jenis Bivalvia di Perairan Tanjung Balai Provinsi Sumatera Utara. Aquatic
Sciences Journal. 4 (1) : 13 - 20.
Hemming, M., Duarte, C. 2000. Seagrass Ecology. United Kingdom At
University Press Cambridge.
Hutabarat, S., Suprapto., Bahari, C., M. 2014. Pengaruh Suhu dan Salinitas
terhadap Penetasan Kista Artemia Salina Skala Laboratorium. Jurnal Maquares.
3 (4) : 188-194.
Harpiansyah. 2014. Seagrass Community Structure in Aquatic [skripsi].
Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
Hermala. 2015. Hubungan Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan Bivalvia di
Pesisir Pantai Dolpin Desa Teluk Bakau Kabupaten Bintan. [skripsi] Universitas
Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
16
Hardiyansah. 2016. Produktivitas Biomassa Vegetasi Lamun di perairan Desa
Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Provinsi Kepelauan
Riau. [skripsi]. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang
Juraij. 2016. Hubungan Fungsional Sebaran Jenis Lamun dengan Kemunculan
Dugong Dugon di Pulau Bintan (Desa Pengudang & Desa Busung) Kepulauan
Riau.⦋Tesis⦌. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Klabat, T., Bangka, P., Simanjuntak, M. 2007. Oksigen Terlarut dan Apparent
Oxygen Utilization. Jurnal Ilmu Kelautan. Bangka. 12 (2) : 59 - 66.
Kustiyarini, L., Djaja, I. 2011. Keanekaragaman Bivalvia di Pesisir Pantai
Payumb Kelurahan Samkai Distrik Merauke. Jurnal Agricola. 1 (2) : 99 - 107.
Latuconsina, H., Sangadji, M., Dawar, L., 2013. Asosiasi Gastropoda pada
Habitat Lamun Berbeda di Perairan Pulau Osi Teluk Kontania Kabupaten
Seram Barat. Ilmu Kelautan dan Perikanan. 23 (2) : 67 – 78.
Lindawaty, Dewiyanti, I., Karina, S. 2016. Distribusi dan Kepadatan Kerang
Darah (Anadara sp) Berdasarkan Tekstur Substrat di Perairan Ulee Lheue Banda
Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah. 1(1): 114-
123.
Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut; Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan
Dari Marine Biology And Ecology Oleh Eidman, M. Koesoebiono. Jakarta.
Nabela. 2016. Hubungan Tegakan Lamun terhadap Kelimpahan Makrofauna di
Perairan Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten Bintan Provinsi
Kepulauan Riau. [skirpsi]. Universitas Maritim Raja Ali Haji. Tanjungpinang.
Purba, P. N., Djunaedi, O. Christon. 2012. Pengaruh Tinggi Pasang Surut
terhadap Pertumbuhan dan Biomassa Daun Lamun di Pulau Pari Kepulauan
Seribu Jakarta. Jurnal Perikanan dan Kelautan. 3 (3) : 288 – 294.
Purba, G. T. P., Pratomo, A., Yandrii, F. 2013. Keanekaragaman Bivalvia pada
Padang Lamun Perairan Desa Pengudang Kecamatan Teluk Sebong Kabupaten
Bintan Provinsi Kepulauan Riau. [skripsi]. Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Tanjungpinang.
RKPD. 2016. Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Kabupaten Bintan.
Kabupaten Bintan.
Wijayanti, H. 2007. Kualitas Perairan di Pantai Kota Bandar Lampung
Berdasarkan Komunitas Hewan Makrobenthos. ⦋Tesis⦌.Universitas Diponegoro.
Semarang
17
Wagey, B. T., Sake, W. 2013. Variasi Morfometrik Beberapa Jenis Lamun di
Perairan Kelurahan Tongkeina Kecamatan Bunaken. Jurnal Pesisir Dan Laut
Tropis. 3 (1) : 36 - 44