hydroterapi, massage dan terapi …eprints.ums.ac.id/63362/9/naskah publikasi.pdfminyak baby oil...
TRANSCRIPT
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA XEROSIS ET CAUSA
MORBUS HANSEN MULTI BASILER REAKSI DENGAN MODALITAS
HYDROTERAPI, MASSAGE DAN TERAPI LATIHAN DI UNIT
REHABILITASI KUSTA RSUD KELET
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Diploma III
pada Jurusan Fisioterapi Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
SRI WAHYUNINGSIH
J 100 150 038
PROGRAM STUDI DIPLOMA III FISIOTERAPI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
HALAMAN PERSETUJUAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA XEROSIS ET CAUSA
MORBUS HANSEN MULTI BASILER REAKSI DENGAN MODALITAS
HYDROTERAPI, MASSAGE DAN TERAPI LATIHAN DI UNIT
REHABILITASI KUSTA RSUD KELET
PUBLIKASI ILMIAH
Oleh:
Sri Wahyuningsih
J100 150 038
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing,
(Farid Rahman, SST.FT.,M.OR)
NIDN. 0610019101
ii
HALAMAN PENGESAHAN
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA XEROSIS ET CAUSA
MORBUS HANSEN MULTI BASILER REAKSI DENGAN MODALITAS
HYDROTERAPI, MASSAGE DAN TERAPI LATIHAN DI UNIT
REHABILITASI KUSTA RSUD KELET
Oleh:
SRI WAHYUNINGSIH
J100 150 038
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta
Pada hari Rabu, 04 Juli 2018
Dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Dewan Penguji:
1. Farid Rahman, SST.FT.,M.OR ( )
(Ketua Dewan Penguji)
2. Arin Supriyadi, SST.FT.,M.Fis ( )
(Anggota I Dewan Penguji)
3. Totok Budi Santoso, S.Fis.,Ftr.,M.PH ( )
(Anggota II Dewan Penguji)
Dekan,
(Dr. Mutalazimah, SKM.,M.Kes)
NIK. 786
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam publikasi ilmiah ini tidak
terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar ahli madya di suatu
perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau
pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali secara tertulis
diacu dalam naskah dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila kelak terbukti ada ketidakbenaran dalam pernyataan saya di atas,
maka akan saya pertanggungjawabkan sepenuhnya.
Surakarta,10 Juli 2018
Penulis
SRI WAHYUNINGSIH
J100150038
1
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA XEROSIS ET CAUSA
MORBUS HANSEN MULTI BASILER REAKSI DENGAN MODALITAS
HYDROTERAPI, MASSAGE DAN TERAPI LATIHAN DI UNIT
REHABILITASI KUSTA RSUD KELET
Abstrak
Latar Belakang: Xerosis Et Causa Morbus Hansen Multi Basiler Reaksi adalah
penyakit kulit akibat kuman kusta Mycobacterium Leprae menyerang stratum
korneum sehingga membuat kulit menjadi kering, kasar dan pecah-pecah.
Tujuan: untuk mengetahui manfaat dari Hydroterapi, Massage dan Terapi Latihan
pada kasus Xerosis Et Causa Morbus Hansen Multi Basiler Reaksi.
Hasil: setelah dilakukan terapi sebanyak 4 kali, terdapat perubahan pada kulit
yang kering menjadi berkurang, dan kulit yang kasar dan pecah-pecah menjadi
halus T0 : 4 menjadi T4 : 3, adanya peningkatan lingkar segmen pada kaki kiri
yang atrofi, 10 cm dari tuberositas tibia T0 : 28 cm menjadi T4 : 29 cm, 20 cm
dari tuberositas tibia T0 : 21 menjadi T4 : 22 serta 30 cm dari tuberositas tibia T0
: 22 menjadi T4 : 23 serta adanya peningkatan elastisitas kulit pada ankle dengan
meningkatnya lgs pada ankle sinistra dorsal flexi – plantar flexi T0 : 150 - 0
0 - 30
0
menjadi T4: 200 - 0
0- 50
0, serta pada ankle dextra dorsal flexi – plantar flexi T0 :
200 - 0
0 - 45
0 menjadi T4: 20
0 - 0
0- 50
0.
Kesimpulan: pemberian modalitas Hydroterapi, Massage dan Terapi Latihan
dapat membuat berkurangnya kulit yang kering, dan kulit yang kasar dan pecah-
pecah menjadi halus, meningkatnya lingkar segmen pada kaki yang atrofi, serta
meningkatnya elastisitas kulit pada kedua ankle dengan meningkatnya Lgs pada
kedua ankle.
Kata kunci: Xerosis e.c MHMB reaksi, Hydroterapi, dan Terapi Latihan.
Abstract
Background: Xerosis Et Causa Morbus Hansen Multi Basiler Reaction is a skin
disease caused by leprosy Mycobacterium Leprae that attacks the stratum
corneum causing the skin become dry, rough and cracked.
Objectives: to determine the benefits of Hydrotherapy, Massage and Exercise
Therapy in Xerosis Et Causa Morbus Hansen Multi Basiler Reaction.
Results: after treatment 4 times, the dry skin becomes reduced, and the skin that
rough and cracked turn into smooth T0: 4 to T4: 3, an increase in circumference
of the left atrophic leg segment, 10 cm from the tibia tuberosity T0 : 28 cm to T4:
29 cm, 20 cm from tibia tuberosity T0: 21 to T4: 22 and 30 cm from tibia
tuberosity T0: 22 to T4: 23 as well as an increase in skin elasticity of the ankle
with increasing ROM in the dorsal flexion - plantar flexion ankle sinistra T0: 150
2
- 00 - 30
0 to T4: 20
0 - 0
0 - 50
0, as well as on dorsal flexion - plantar flexion ankle
dextra T0: 200 - 0
0 - 45
0 to T4: 20
0 - 0
0- 50
0.
Conclusion: Modality of Hydrotherapy, Massage and Exercise Therapy can
reduce dry skin, and rough and cracked skin becomes smooth, increased
circumference of the segments in the atrophic leg, and increased skin elasticity in
both ankles with increased Lgs in both ankle.
Keywords: Xerosis e.c MHMB reaction, Hydrotherapy, and Exercise Therapy.
1. PENDAHULUAN
Berdasarkan data di Jawa Tengah mengenai penyakit kusta dari Profil
Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015 menyebutkan bahwa pada
tahun 2015 dilaporkan 1.801 kasus baru kusta, lebih rendah dibandingkan
tahun 2014 yang sebesar 1.865 kasus. Berdasarkan bebannya, provinsi dibagi
menjadi 2 kelompok yaitu provinsi dengan beban kusta tinggi (high burden)
dan provinsi dengan beban kusta rendah (low burden). Provinsi disebut high
burden jika NCDR (new case detection rate: angka penemuan kasus baru) >
10 per 100.000 penduduk dan atau jumlah kasus baru lebih dari 1.000,
sedangkan low burden jika NCDR < 10 per 100.000 penduduk dan atau
jumlah kasus baru kurang dari 1.000 kasus. Kabupaten/kota di Jawa Tengah
dengan proporsi kusta MB tertinggi pada tahun 2015 adalah Brebes 14,2
persen, Kab. Tegal 11,1 persen, Pemalang 7,2 persen, Jepara 5,6 persen dan
Blora 5,3 persen (Kemenkes RI, 2015).
Penyakit kusta ialah penyakit menular, menahun dan disebabkan oleh
kuman kusta Mycobacterium Leprae yang bersifat intraseluler obligat,
mengenai saraf tepi/perifer, lalu kulit dan mukosa saluran nafas bagian atas,
kemudian dapat ke organ tubuh lainnya kecuali susunan saraf pusat (Depkes
RI, 2012). Xerosis terjadi akibat Mycobacterium Leprae menyerang saraf
tepi sehingga fungsi otonom terganggu. Terganggunya fungsi otonom dapat
mengakibatkan menurunnya kerja kelenjar tiroid, sehingga metabolisme
tubuh terganggu yang mengakibatkan fungsi kulit terganggu. Biasanya
xerosis terjadi pada penderita kusta yang mengalami reaksi. Reaksi tersebut
terjadi sebagai suatu perjalanan penyakit dari kusta. Penderita reaksi kusta
telah meminum obat MDT (Multidrug Therapy) selama 1 tahun sebagai
3
pemutus rantai penularan kusta. Sehingga pada penderita kusta yang telah
diobati masih ada gejala sisa yang mengakibatkan adanya hiperpigmentasi
atau hipopigmentasi dan hilangnya fungsi sensorik kulit atau lesi anestesi
(Song et al., 2009).
Secara klinis xerosis ditandai dengan kulit yang kering, kasar,
bersisik, dan gatal. Secara patofisiologis hal ini terjadi karena stratum
korneum yang terganggu, dehidrasi, dan gangguan diferensiasi keratinosit.
Permasalahan fisioterapi dalam kasus ini adalah terganggunya fungsi proteksi
kulit, terganggunya metabolisme kulit, terganggunya fungsi otonom sehingga
membuat kulit menjadi kering dan kasar, kelembaban kulit berkurang serta
menurunnya elastisitas kulit (Barco et al., 2008).
2. METODE
Penatalakanaan fisioterapi dilakukan sebanyak 4 kali terapi di Unit
Rehabilitasi Kusta RSUD Kelet pada pasien Tn. M.S usia 32 tahun dengan
diagnosis medis xerosis et causa morbus Hansen multi basiler reaksi. Dalam
penanganan modalitas fisioterapi yang diberikan adalah hydroterapi, massage
dan terapi latihan. Metode tersebut digunakan untuk melembapkan kulit yang
kering dan menghaluskan kulit yang kasar disertai pecah-pecah. Selain terapi
diatas, diharapkan pasien dapat mengulangi latihan seperti yang telah
diajarkan oleh fisioterapis serta pasien dapat melaksanakan edukasi di rumah
yang telah diajarkan oleh fisioterapis seperti sering merendam kedua kakinya
ke dalam ember 2 kali sehari selama 15 menit dan sering mengoleskan
minyak baby oil atau minyak zaitun pada kedua kaki yang mengalami
xerosis.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hasil
Terapi yang diberikan kepada Tn. M.S usia 32 tahun dengan diagnose
medis xerosis et causa morbus Hansen multi basiler reaksi memiliki
problematika yaitu kulit yang kering dan kulit yang kasar disertai pecah-
4
pecah kehitaman. Setelah dilakukan terapi dengan dengan modalitas
hydroterapi, massage dan terapi latihan selama 4 kali terapi didapatkan
hasil:
3.1.1 Hasil evaluasi kontur kulit dengan skala ODSS (Overall Dry Skin
Score)
Gambar 1. Grafik hasil evaluasi kontur kulit diukur dengan ODSS
Terdapat perubahan pada skala ODSS tersebut, kulit kering
menjadi berkurang, dan kulit yang kasar dan pecah-pecah menjadi
halus dari T0 : 4 (didominasi oleh skuama kasar, kulit kasar tampak
jelas, kehitaman, perubahan eksematosa dan retakan) menjadi T4 : 3
(sisik halus-kasar terdistribusi seragam, kulit kasar tampak jelas,
kehitaman ringan dan beberapa retakan superficial).
0
1
2
3
4
5
T0 T1 T2 T3 T4
ODSS
5
3.1.2 Hasil evaluasi lingkar segmen dengan menggunakan girth and
volumetric test
Gambar 2. Grafik hasil evaluasi lingkar segmen tungkai kiri
Adanya peningkatan lingkar segmen pada kaki kiri yang
atrofi, 10 cm dari tuberositas tibia T0 : 28 cm menjadi T4 : 29 cm, 20
cm dari tuberositas tibia T0 : 21 menjadi T4 : 22 serta 30 cm dari
tuberositas tibia T0 : 22 menjadi T4 : 23.
3.1.3 Hasil evaluasi lgs ankle sinistra dengan goneometer
Tabel 1. Hasil evaluasi lgs ankle sinistra dengan goneometer
Terapi
Dorsal Flexi - Plantar
Flexi
Eversi - Inversi
T0 S 150 - 0
0 - 30
0 R 15
0 - 0
0 - 20
0
T1 S 150 - 0
0 - 30
0 R 15
0 - 0
0 - 20
0
T2 S 150 - 0
0 - 30
0 R 15
0 - 0
0 - 20
0
T3 S 200 - 0
0- 50
0 R 20
0 - 0
0 - 30
0
T4 S 200 - 0
0- 50
0 R 20
0 - 0
0 - 30
0
Adanya peningkatan lgs pada ankle sinistra dorsal flexi –
plantar flexi T0 : 150 - 0
0 - 30
0 menjadi T4: 20
0 - 0
0- 50
0, serta pada
gerakan eversi – inversi T0 : 150 - 0
0 - 20
0 menjadi T4 : 20
0 - 0
0 -
300.
0
5
10
15
20
25
30
35
T0 T1 T2 T3 T4
Girth and Volumetric Test
10 cm dari tuberositas tibia 20 cm dari tuberositas tibia
30 cm dari tuberositas tibia
6
3.1.4 Hasil evaluasi lgs ankle dextra dengan goneometer
Tabel 2. Hasil evaluasi lgs ankle dextra dengan goneometer
Terapi
Dorsal Flexi - Plantar
Flexi
Eversi - Inversi
T0 S 200 - 0
0 - 45
0 R 20
0 - 0
0 - 25
0
T1 S 200 - 0
0 - 45
0 R 20
0 - 0
0 - 25
0
T2 S 200 - 0
0 - 45
0 R 20
0 - 0
0 - 25
0
T3 S 200 - 0
0- 50
0 R 20
0 - 0
0 - 30
0
T4 S 200 - 0
0- 50
0 R 20
0 - 0
0 - 30
0
Adanya peningkatan lgs pada ankle dextra dorsal flexi –
plantar flexi T0 : 200 - 0
0 - 45
0 menjadi T4: 20
0 - 0
0- 50
0, serta pada
gerakan eversi – inversi T0 : 200 - 0
0 - 25
0 menjadi T4 : 20
0 - 0
0 -
300.
3.2 Pembahasan
3.2.1 Hydroterapi
Pemberian modalitas hydroterapi dapat mengurangi kulit
yang kering pada kasus xerosis karena hydroterapi bermanfaat
untuk membantu meningkatkan sirkulasi pada jaringan kulit dan di
bawah kulit, sehingga fungsi hidrasi pada lapisan kulit stratum
corneum meningkat sehingga kulit kering berkurang (Barco et al.,
2008).
3.2.2 Massage
Pemberian Massage dengan menggunakan lotion pada
penderita xerosis dapat mengurangi kulit yang kasar dan pecah-
pecah sehingga kulit menjadi halus. Kandungan minyak yang
terdapat di lotion yang digunakan dapat membantu melembapkan
kulit yang kasar dan pecah-pecah sehingga kulit menjadi halus.
Sebaiknya lotion yang digunakan mengandung olive oil atau soy
bean karena sangat bermanfaat untuk melembapkan kulit
7
(Hendricks et al.,2017). Kandungan yang terdapat pada olive oil
adalah vitamin E yang berperan sangat penting bagi kesehatan
kulit, yaitu dengan menjaga dan meningkatkan elastisitas dan
kelembapan kulit dan mencegah proses penuaan dini (Andriani
et al.,2015). Pada soy bean oil mengandung asam lemak tidak
jenuh dan Trigliserida yang berfungsi untuk merangsang
kelembaban kulit sehingga fungsi kulit meningkat (Gimenez-arnau,
2014).
3.2.3 Terapi Latihan
Pemberian modalitas terapi latihan dapat meningkatkan lgs
kedua ankle. Terapi latihan yang diberikan berupa Gerakan pasif
dorsi flexi, Gerakan aktif plantar flexi, dorsi flexi, inversi, dan
eversi, dan Gerakan aktif resisted plantar flexi melawan tahanan.
Ankle yang terkena kontraktur dapat perlahan-lahan bertambah lgs
nya. Adanya peningkatan lgs mempengaruhi peningkatan
elastisitas kulit pada kedua ankle. Serta dengan diberikan terapi
latihan, atrofi pada kaki kiri menjadi berkurang (Varkevisser et al.,
2009).
4. PENUTUP
4.1 Simpulan
Setelah dilakukan terapi sebanyak 4 kali pada kasus Xerosis e.c
MHMB Reaksi pada Tn. M.S didapatkan hasil sebagai berikut:
Hydroterapi dapat melembapkan kulit yang kering sehingga xerosis
berkurang pada keluhan Xerosis e.c MHMB Reaksi. Massage dapat
menghaluskan kulit yang kasar dan pecah-pecah pada keluhan Xerosis
e.c MHMB Reaksi. Terapi latihan dapat meningkatkan elastisitas kulit
dengan meningkatnya lgs pada ankle yang terkena xerosis.
4.2 Saran
Setelah melakukan terapi pada kasus Xerosis e.c MHMB Reaksi,
sebaiknya fisioterapi memberikan saran:
8
4.2.1 Kepada pasien
Pasien harus memiliki motivasi yang tinggi untuk sembuh
supaya kesembuhan pasien dapat mudah tercapai. Pasien juga
disarankan untuk melakukan beberapa hal yang mendukung
kesembuhan pasien yang telah dianjurkan terapis, serta pasien juga
disarankan untuk mengulangi latihan seperti yang telah diberikan
oleh terapis sesuai dengan jadwal latihan yang telah ditentukan.
Tabel 3. Jadwal latihan Tn. M.S
No Gerakan Pagi hari Sore hari
1 Gerakan aktif Plantar Flexi-Dorsal
Flexi ankle dilakukan hingga 2-8
x pengulangan
Pada pukul
07.00 WIB
Pada pukul
17.00 WIB
2 Gerakan aktif Inversi-Eversi ankle
dilakukan hingga 2-8x
pengulangan
Pada pukul
07.05 WIB
Pada pukul
17.05 WIB
3 Gerakan Plantar Flexi ankle
melawan tahanan dilakukan
hingga 2-8 x pengulangan
Pada pukul
07.15 WIB
Pada pukul
17.15 WIB
4 Gerakan pasif Dorsal Flexi ankle
dilakukan hingga 2-8 x
pengulangan
Pada pukul
07.20 WIB
Pada pukul
17.20 WIB
4.2.2 Kepada Fisioterapis
Sebaiknya terapis dapat melakukan pemeriksaan awal yang
benar, sehingga dapat menentukan diagnosa yang tepat, serta
sebaiknya terapis melakukan program terapi sesuai dengan prosedur
yang sesuai dengan kasus Xerosis e.c MHMB Reaksi sehingga hasil
yang diharapkan dapat tercapai.
4.2.3 Kepada Masyarakat
Sebaiknya apabila masyarakat menemui gejala kusta pada
tubuhnya berupa terdapatnya bercak putih yang mati rasa, serta
adanya gangguan gerak pada tangan atau kaki hendaknya
9
masyarakat langsung datang ke puskesmas atau rumah sakit terdekat
untuk mendapatkan pemeriksaan dan pengobatan lebih lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
Andriani Fatmawati; Fajriyah, Nuniek Nizmah, A. F. (2015). Efektivitas Minyak
Zaitun untuk Pencegahan Kerusakan Kulit pada Pasien Kusta. Jurnal Ilmu
Kesehatan (JIK), VII(Vol 7, No 1 (2015): ILMU KESEHATAN (JIK)).
Retrieved from http://www.journal.stikesmuhpkj.ac.id/journal/index.php/
jik/article/view/26
Barco, D., & Giménez-Arnau, A. (2008). Xerosis: a Dysfunction of the Epidermal
Barrier. Actas Dermo-Sifiliográficas (English Edition), 99(9), 671–682.
https://doi.org/10.1016/S1578-2190(08)70343-3
Bickley, L. (2009). Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan.
In L. Dwijayanthi (Ed.) (8th ed., pp. 97–99). Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Departemen Kesehatan RI. (2012). Pedoman nasional program pengendalian
penyakit kusta (pp. 67–88). Jakarta: Dirjen PPM dan PL.
Gillis, T. P. (2015). Chapter 93 – Mycobacterium leprae. In Molecular Medical
Microbiology (pp. 1655–1668). https://doi.org/10.1016/B978-0-12-397169-
2.00093-7
Gimenez-arnau, A. M. (2014). Xerosis Means “Dry Skin”: Mechanisms, Skin
Conditions, and Its Management, 235–249. https://doi.org/10.1007/978-3-
642-54379-1
Goodheart, H. (2009). Diagnosis Fotografik dan Pelaksanaan Penyakit Kulit. In
D. Ramadhani (Ed.) (III, pp. 293–296). New York: Departement of
Dermatology Mount Sinai School of Medicine.
Hendricks, A. J., Vaughn, A. R., Clark, A. K., Yosipovitch, G., & Shi, V. Y.
(2017). Sweat mechanisms and dysfunctions in atopic dermatitis. Journal of
Dermatological Science, 1–7. https://doi.org/10.1016/j.jdermsci.2017.11.005
Irianto, K. (2017). Anatomi dan Fisiologi (Edisi Revisi) (pp. 225–227). Bandung:
Alfabeta.
Kar, H. K., & Gupta, R. (2015). Treatment of leprosy. Clinics in Dermatology,
33(1), 55–65. https://doi.org/10.1016/j.clindermatol.2014.07.007