identifkasi masalah terapi obat pada pasien demam …
TRANSCRIPT
IDENTIFKASI MASALAH TERAPI OBAT PADA PASIEN
DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP H.
ADAM MALIK
SKRIPSI
OLEH:
ADINDA RISKI PUTRI
NIM 141501113
PROGRAM SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
IDENTIFKASI MASALAH TERAPI OBAT PADA PASIEN
DEMAM TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP H.
ADAM MALIK
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara
OLEH:
ADINDA RISKI PUTRI
NIM 141501113
PROGRAM SARJANA FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2019
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah
memberikan karunia yang berlimpah sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Identifikasi Masalah Terapi Obat pada Pasien Demam
Tifoid di Instalasi Rawat Inap RSUP H. Adam Malik”. Skripsi ini diajukan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas
Farmasi Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Prof Dr. Urip Harahap., Apt., selaku pembimbing
yang telah meluangkan waktu dan tenaga untuk membimbing penulis dengan
penuh kesabaran selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih
untuk Ibu Prof. Dr. Masfria, M.S., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi yang
menyediakan fasilitas selama masa pendidikan.
Penulis juga mempersembahkan rasa terima kasih yang tak terhingga
kepada kelurga tercinta Ayahanda H. Syahril Wahab dan Ibunda Hj. Zulfrida
Situmorang dan kepada Abangda tercinta Budi Frisyah Putra S.E., M.A.P., Fitra
Ananda dan Wimpi Adrian, S.E., atas doa dan dukungan baik moril maupun
materiil kepada penulis. Penulis ini juga mengucapkan terima kasih kepada
kesayanganku Kak Levi, Siti, Hartini, Duta, Azlya, dan teman-teman Farmasi
stambuk 2014 yang memberikan saran, arahan dan masukan kepada penulis dalam
penyelesaian skripsi ini.
Medan, 01 Maret 2019
Penulis,
Adinda Riski Putri
NIM 141501113
Universitas Sumatera Utara
v
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Adinda Riski Putri
Nomor Induk Mahasiswa : 141501113
Program Studi : Sarjana Farmasi
Judul Skripsi : Identifikasi masalah terapi obat pada pasien demam
tifoid di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang saya buat adalah asli karya sendiri
dan bukan plagiat. Apabila di kemudian hari diketahui skripsi saya tersebut
terbukti plagiat karena kesalahan sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apapun
oleh Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera
Utara. Saya tidak akan menuntut pihak manapun atas perbuatan saya tersebut.
Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya dan dalam
keadaan sehat.
Medan, 1 Maret 2019
Adinda Riski Putri
NIM 141501113
Universitas Sumatera Utara
vi
IDENTIFIKASI MASALAH TERAPI OBAT PADA PASIEN DEMAM
TIFOID DI INSTALASI RAWAT INAP RSUP H. ADAM MALIK
ABSTRAK
Latar Belakang: Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus
merupakan suatu penyakit yang menyerang saluran pencernaan disebabkan oleh
bakteri Salmonella thypi, dan merupakan penyakit endemik di Indonesia,
penderita penyakit demam tifoid mencapai 64% per 100.000 penduduk.
Tujuan: Tujuan penelitian ini untuk mengetahui besarnya angka dan persentase
kejadian masalah terapi obat kategori indikasi yang tidak diobati, obat diberikan
tanpa indikasi, kejadian efek samping pada penggunaan obat dan interaksi obat
pada pasien Demam Tifoid rawat inap RSUP H. Adam Malik.
Metode: Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan
retrospektif. Data yang dikumpulkan adalah catatan rekam medis pasien rawat
inap demam tifoid di SIRS (sistem informasi rumah sakit) di instalasi rekam
medik RSUP H. Adam Malik pada periode Januari-Desember 2017. Kemudian
diolah berdasarkan metode Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) V8.02.
Hasil: Dari 51 sampel (79,68%) yang memenuhi kriteria inklusi ditemukan 18
pasien (35,29%) mengalami kejadian masalah terapi obat penyakit demam tifoid
di RSUP H. Adam Malik 2017 lebih banyak terjadi pada perempuan sejumlah 27
pasien (52,94%) dibanding laki-laki 24 pasien (47,05%), jumlah pasien demam
tifoid paling banyak terjadi diusia 1-55 tahun dengan total 48 pasien (94,12%),
pengunaan antibiotik tunggal sebanyak 36 pasien (70,59%), sedangkan antibiotik
kombinasi sebanyak 15 pasien (29,41%). Rerata lama rawatan pasien demam
tifoid yaitu <7 hari sebanyak 28 pasien (54,90%). Masalah terapi obat, berupa
kode PCNE V8.02 yaitu: P2.1 sebanyak 11 kasus (61,11%), P1.3 sebanyak 4
kasus (22,22%), dan P3.2 sebanyak 3 kasus (16,67%).
Kesimpulan: Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, masalah terapi obat
yang terjadi pada pasien demam tifoid yaitu: kode PCNE V8.02 P2.1 sebanyak 11
kasus (61,11%), P1.3 sebanyak 4 kasus (22,22%), dan P3.2 sebanyak 3 kasus
(16,67%).
Kata Kunci: Demam Tifoid, masalah terapi obat, PCNE
Universitas Sumatera Utara
vii
IDENTIFICATION THE PROBLEMS OF DRUG THERAPY TYPHOID
FEVER PATIENTS IN INSTALLATION INPATIENT OF RSUP H. ADAM
MALIK
ABSTRACT
Background: Typhoid fever (typhoid fever) commonly called typhus is a disease
caused by Salmonella thypi bacteria, and is an endemic disease in Indonesia, with
typhoid fever sufferers reaching 64% per 100,000 population.
Objective: The study aimed to determine the value of numbers and percentage of
the incidence of drug therapy problems in the category of untreated indications,
drugs given without indication, the occurrence of side effects on drug use and the
presence of drug interactions in typhoid fever patients hospitalized at H. Adam
Malik Hospital.
Method: This study uses a descriptive method with a retrospective approach.
Data collected is a medical record of typhoid fever inpatients in SIRS (hospital
information system) in the medical record installation of H. Adam Malik Hospital
in the period January-December 2017 processed based on the method of
Pharmaceutical Care Network Europe (PCNE) V8.02.
Results: Out of the 51 samples (79.68%) that fulfil the inclusion criteria it was
found 18 patients (35.29%) overcoming the drug therapy problem incidence of
typhoid fever in RSUP H. Adam Malik 2017 was more common in male as many
as 27 patients (52.94%) compared to female 24 patients (47.05%), the number of
typhoid fever patients occurred at the age of 1-55 years with a total of 48 patients
(94.12%), single antibiotics were given to 36 patients (70.59%). And use of
combination antibiotics is 15 patients (29.41%). The average treatment time for
typhoid fever patients was <7 days as 28 patients (54.90%). There are causes of
drug therapy problems that occur in typhoid fever patients: code PCNE V8.02
P2.1 as 11 cases (61.11%), P1.3 as 4 cases (22.22%) and P3.2 as 3 cases
(16.67%).
Conclusion: Based on the researched, drug therapy problem that occur in typhoid
fever patients: code PCNE V8.02 P2.1 as 11 cases (61.11%), P1.3 as 4 cases
(22.22%) and P3.2 as 3 cases (16.67%).
Keywords: Typhoid Fever, drug therapy problem, PCNE
Universitas Sumatera Utara
viii
DAFTAR ISI
SAMPUL ................................................................................................................. i
JUDUL .................................................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................... v
ABSTRAK ............................................................................................................. vi
ABSTRACT ............................................................................................................ vii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xi
DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................... 5
1.3 Hipotesis ............................................................................................................. 5
1.4 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 5
1.6 Kerangka Pikir Penelitian .................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 8
2.1 Masalah Terkait Obat ........................................................................................ 8
2.1.1 Definisi masalah terkait obat ........................................................................... 8
2.1.2 Klasifikasi ...................................................................................................... 9
2.2 Demam Tifoid .................................................................................................. 13
2.2.1 Definisi demam tifoid .................................................................................. 13
2.2.2 Klasifikasi demam tifoid ............................................................................... 14
2.2.3 Etiologi demam tifoid ................................................................................... 15
2.2.4 Patofisiologi demam tifoid ........................................................................... 15
2.2.5 Gambaran klinis demam tifoid ..................................................................... 16
2.2.6 Diagnosis demam tifoid ............................................................................... 18
2.2.7 Rencana terapi demam tifoid ....................................................................... 19
2.2.8 Penggunaan antibiotik pada anak-anak ........................................................ 25
2.3 Efek Samping .................................................................................................. 25
2.4 Resistensi Antibiotik ....................................................................................... 26
2.5 Rekam Medis .................................................................................................. 28
BAB III METODE PENELITIAN......................................................................... 30
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................. 30
3.2 Populasi dan Sampel ....................................................................................... 30
3.2.1 Populasi ........................................................................................................ 30
3.2.2 Sampel .......................................................................................................... 30
3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian .......................................................................... 31
3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 31
3.4.1 Sumber data .................................................................................................. 31
3.4.2 Teknik pengumpulan data ............................................................................ 31
3.4.3 Analisis data ................................................................................................. 32
3.5 Bagan Alur Penelitian ..................................................................................... 32
3.6 Langkah Penelitian .......................................................................................... 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 34
Universitas Sumatera Utara
ix
4.1 Karakteristik Penderita Demam Tifoid ............................................................ 34
4.2 Identifikasi Masalah Terapi Obat .................................................................... 37
4.3 Klasifikasi Masalah Terapi Obat ..................................................................... 38
4.4 Klasifikasi DRPs menurut PCNE untuk Masalah Terkait Obat ...................... 39
4.5 Klasifikasi DRPs menurut PCNE untuk Penyebab Masalah Potensial ............ 42
4.6 Klasifikasi DRPs menurut PCNE untuk Intervensi yang Direncanakan ......... 51
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 54
5.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 54
5.2 Saran ................................................................................................................ 54
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 55
LAMPIRAN ......................................................................................................... 58
Universitas Sumatera Utara
x
DAFTAR TABEL
2.1.3 Klasifikasi dasar DRPs menurut PCNE V8.02 tahun 2017 .......................... 9
2.1.4 Klasifikasi dasar DRPs menurut PCNE V8.02 untuk masalah terkait
obat .............................................................................................................. 10
2.1.5 Klasifikasi dasar DRPs menurut PCNE V8.02 untuk penyebab masalah
potensial ....................................................................................................... 10
2.1.6 Klasifikasi dasar DRPs menurut PCNE V8.02 untuk intervensi yang
direncanakan ................................................................................................ 12
2.1.7 Klasifikasi dasar DRPs menurut PCNE V8.02 penerimaan dari
proposal intervensi ....................................................................................... 13
2.1.8 Klasifikasi menurut PCNE V8.02 status DRP ............................................. 13
2.2.7 Antibiotik dan dosis penggunaanya ............................................................ 24
4.1 Karateristik data demam tifoid RSUP H. Adam Malik Kota Medan .............. 34
4.2 Gambaran Masalah Terapi Obat pada Pasien Demam tifoid di RSUP
H. Adam Malik ................................................................................................ 38
4.3 Gambaran Masalah Terapi Obat pada Pasien Demam tifoid di RSUP
H. Adam Malik Kota Medan .......................................................................... 38
4.4 Klasifikasi DRPs menurut PCNE untuk Masalah Terkait Obat ..................... 39
4.5 Klasifikasi DRPs menurut PCNE untuk Penyebab Masalah Potensial ........... 43
4.6 Klasifikasi DRPs menurut PCNE untuk Intervensi yang Direncanakan ........ 51
Universitas Sumatera Utara
xi
DAFTAR GAMBAR
1.6 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat ............................. 7
3.5 Alur pelaksanaan penelitian ..................................................................... 32
Universitas Sumatera Utara
xii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat judul dan pembimbing ............................................................................. 58
2. Surat permohonan izin penelitian ..................................................................... 59
3. Surat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian ........................ 60
4. Surat izin penelitian di RSUP H. Adam Malik ................................................ 61
5. Surat selesai penelitian di RSUP H. Adam Malik ............................................ 62
6. Rekam medik penggunaan obat ........................................................................ 63
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dalam pelayanan kesehatan, obat merupakan komponen yang penting
karena di perlukan dalam sebagian besar upaya kesehatan baik untuk
menghilangkan gejala/sympom dari suatu penyakit, obat juga dapat mencegah
penyakit bahkan obat juga dapat menyembuhkan penyakit. Tetapi di lain pihak
obat dapat menimbulkan efek yang tidak diinginkan apabila penggunaannya tidak
tepat. Oleh sebab itu, penyediaan informasi obat yang benar, objektif dan lengkap
akan sangat mendukung dalam pemberian pelayanan kesehatan yang terbaik
kepada masyarakat sehingga dapat meningkatkan kemanfaatan dan keamanan
penggunaan obat (Anonim, 2003).
Masalah terapi obat adalah suatu kejadian yang melibatkan terapi obat
yang menggangu atau potensial mengganggu pencapaian hasil terapi yang
diinginkan (PCNE, 2017), atau suatu permasalahan terapi obat adalah setiap
kejadian yang tidak diinginkan, dialami oleh seorang pasien yang melibatkan atau
diduga melibatkan terapi obat sehingga dapat menggangu tercapainya tujuan
terapi yang diinginkan (Cipolle dkk., 2007).
Menurut PCNE Drug Related Problems (DRPs) adalah suatu keadaan
yang tidak diinginkan, yang melibatkan terapi obat yang berpotesi menggangu
pencapaian outcome terapi. Pembagian kategori DRPs menurut PCNE adalah
kejadian efek samping, masalah pemilihan obat, masalah dosis, masalah
penggunaan obat, interaksi obat dan lainnya. Masalah terkait obat dapat
mempengaruhi morbiditas dan mortalitas kualitas hidup pasien serta berdampak
Universitas Sumatera Utara
2
juga terhadap ekonomi dan sosial pasien. PCNE mendefinisikan masalah terkait
obat (DRPs) adalah kejadian suatu kondisi terkait dengan terapi obat yang secara
nyata atau potensial mengganggu hasil klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE,
2017).
Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan
oleh salmonella typhi. Demam tifoid di jumpai secara luas di berbagi negara
berkembang terutama yang terletak di daerah tropis dan subtropis. Data World
Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta
kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insiden 600.000 kasus kematian tiap
tahun (Riyanto, 2011).
Penyakit demam tifoid (typhoid fever) yang biasa disebut tifus merupakan
suatu penyakit yang menyerang saluran pencernaan disebabkan oleh bakteri
Salmonella thypi, dan merupakan penyakit endemik di Indonesia. Demam tifoid
merupakan suatu masalah kesehatan global, Indonesia termasuk negara endemik.
Meski demikian, tidak mudah mendiagnosis penyakit ini karena gambaran klinis
hampir sama dengan penyakit infeksi lain. Sementara laboratorium bakteriologi
belum tersedia secara merata di Indonesia. Diagnosa ditegakkan melalui tanda-
tanda klinis, terutama lima tanda utama (mual, nyeri abdominal, anoreksia,
muntah dan gangguan motilitas saluran cerna) dan kriteria lainnya (Kalbe, 2014).
Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit
ini termasuk penyakit menular yang tercantum dalam Undang-Undang nomor 6
Tahun 1962 tentang wabah. Kelompok penyakit menular ini merupakan penyakit
yang mudah menular dan dapat menyerang banyak orang sehingga dapat
meninggalkan wabah (Widodo, 2007). Penularan Salmonella typhi sebagian besar
Universitas Sumatera Utara
3
melalui minuman/makanan yang tercemar oleh kuman yang berasal dari penderita
atau pembawa kuman dan biasanya keluar bersama-sama tinja. (Soedarno, 2002).
Demam tifoid merupakan penyakit yang terdapat di seluruh dunia, di
Amerika Serikat diperkirakan terdapat 5700 kasus demam tifoid terjadi tiap tahun,
umumnya terjadi pada wisatawan. Diperkirakan 21 juta kasus demam tifoid
terjadi dan 200.000 kematian di seluruh dunia. Demam tifoid merupakan masalah
utama bagi negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia, Malaysia, dan
Thailand. Pada tahun 2007, Centers for disease control and prevention
melaporkan prevalensi kasus demam tifoid di Indonesia sekitar 358-810 per
100.000 penduduk dengan 64% terjadi pada usia 3 sampai 19 tahun. Di Jakarta,
demam tifoid adalah infeksi kedua tertinggi setelah gastroenteritis dan
menyebabkan angka kematian yang tinggi (Moehario, 2009).
Menurut laporan surveilans terpadu penyakit berbasis rumah sakit di
Sumatera Utara tahun 2008, jumlah kasus demam tifoid rawat inap yaitu 1.364
kasus. Berdasarkan Profil Kesehatan Propinsi Sumatera Utara tahun 2008, demam
tifoid yang rawat jalan di Rumah Sakit menempati urutan ke-5 dari 10 penyakit
terbesar yaitu 661 penderita dari 12.876 pasien rawat jalan (5,1%), sedangkan
rawat inap di Rumah Sakit menempati urutan ke-2 dari 10 penyakit terbesar yaitu
sebanyak 1.276 penderita dari 11.182 pasien rawat inap (11,4 %) (Dinkes Provsu,
2009).
Penyakit demam tifoid termasuk penyakit yang mengakibatkan angka
kematian pada semua umur, pada tahun 2007 menempati urutan ke 16 dari 22
(1,6%) dari penyakit yang tercatat (Anonim, 2003).
Universitas Sumatera Utara
4
Angka kematian umumnya disebabkan oleh komplikasi tifoid antara lain
radang paru - paru, perdarahan usus, dan kebocoran usus. Dengan antibiotika yang
tepat, angka kematian dapat ditekan menjadi sekitar 1 sampai 2%. Dengan
pengobatan pas, lamanya penyakit pun dapat ditekan menjadi sekitar seminggu
(Supari, 2006).
Pilihan terapi pada sebagian besar kasus demam tifoid adalah antibiotika,
seperti siprofloksasin, levofloksasin, seftrikason, kloramfenikol, kotrimoksazol,
amoksisillin, ampisillin dan azitromisin. Penggunaan antibiotika secara tidak tepat
atau tidak rasional dapat menyebabkan terjadinya (DRPs). DRP atau masalah
terkait obat didefenisikan sebagai suatu peristiwa atau keadaan yang
memungkinkan atau berpotensi menimbulkan masalah pada hasil pengobatan
yang diberikan. Farmasi klinis memiliki peran aktif dalam penyelesaian masalah
terkait obat seperti resep yang tidak tepat secara klinis, interaksi obat-obat yang
relevan, ketidakpatuhan pasien dalam minum obat, dosis subterapi, dan overdosis
dengan memulai perubahan dalam terapi obat melalui pelayanan klinis
kefarmasian (Kumar, 2012).
Suatu penelitian menunjukkan bahwa kejadian DRPs pada pasien demam
tifoid di salah satu rumah sakit di Surabaya pada periode Mei 2014 - April 2015
terdapat 24 kasus DRPs dari 34 pasien yaitu untuk penggunaan antibiotika
ketidaktepatan pemilihan obat 60%, ketidaktepatan dosis obat 20%, dan
ketidaktepatan frekuensi pemberian obat sebanyak 20% (Priastiputri, 2015).
Sehubungan dengan besarnya kasus demam tifoid tersebut, peneliti tertarik
meneliti dan mengetahui besarnya angka dan persentase kejadian masalah terapi
obat diantaranya kategori pemilihan obat, bentuk obat, pemilihan dosis, lama
Universitas Sumatera Utara
5
pengobatan, dispensing, penggunaan obat dan masalah lainnya pada pasien
Demam Tifoid rawat inap di RSUP H. Adam Malik.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah pada penelitian
ini adalah: apakah terjadi masalah terapi obat kode PCNE V8.02 yaitu P1.3 Gejala
atau indikasi tidak diterapi, P2.1 Kejadian efek buruk obat mungkin terjadi dan
P3.2 Penggunaan obat yang tidak perlu pada pasien demam tifoid rawat inap
RSUP H. Adam Malik.
1.3 Hipotesis
Berdasarkan perumusan masalah di atas maka hipotesis penelitian ini adalah
masalah terapi obat kode PCNE V8.02 yaitu P1.3 Gejala atau indikasi tidak
diterapi, P2.1 Kejadian efek buruk obat mungkin terjadi dan P3.2 Penggunaan
obat yang tidak perlu pada pasien demam tifoid rawat inap RSUP H. Adam Malik.
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan hipotesis penelitian di atas maka tujuan penelitian ini untuk
mengetahui besarnya angka dan persentase kejadian masalah terapi obat kode
PCNE V8.02 yaitu P1.3 Gejala atau indikasi tidak diterapi, P2.1 Kejadian efek
buruk obat mungkin terjadi dan P3.2 Penggunaan obat yang tidak perlu pada
pasien demam tifoid rawat inap RSUP H. Adam Malik.
1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian diatas maka manfaat penelitian ini adalah:
a. Untuk peneliti, diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan penulis terkait penyakit dan terapi yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
6
b. Untuk pasien, dapat meminimalkan efek masalah terapi obat sehingga
dapat meminimalkan terjadinya Medication Eror.
c. Untuk rumah sakit, diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi
suatu masukan dan evaluasi bagi RSUP H. Adam Malik mengenai
penatalaksanaan pengobatan Demam Tifoid kepada pasien kemudian hari.
d. Untuk masyarakat, diharapkan penelitian ini dapat menjadi gambaran
seputar masalah terapi obat yang terjadi dari penyakit demam tifoid.
1.6 Kerangka Pikir Penelitian
Penelitian ini mengkaji tentang identifikasi masalah terapi obat yang
terjadi pada pasien penyakit demam tifoid di ruang rawat inap di RSUP H. Adam
Malik. Dalam penelitian ini klasifikasi masalah terapi obat menjadi pada PCNE
V8.02 sebagai landasan evaluasi masalah terapi obat. Pemberian obat yang
tercatat dalam rekam medis pesien demam tifoid merupakan variabel bebas
(independent variable) dan masalah terapi obat atau (DRPs) meliputi P1.1 Tidak
ada efek terapi obat, P1.2 Efek obat tidak optimal, P1.3 Gejala atau indikasi tidak
diterapi, P2.1 Kejadian efek buruk obat mungkin terjadi, P3.1 Masalah dengan
efektifitas biaya pengobatan, P3.2 Penggunaan obat yang tidak perlu dan P3.3
Masalah/keluhan tidak jelas sebagai variabel terikat (dependent variable).
Universitas Sumatera Utara
7
Hubungan kedua variabel tersebut digambarkan dalam kerangka pikir penelitian
seperti ditunjukan pada Gambar 1.6
Variabel Bebas Variabel Terikat
Gambar 1.6 Skema hubungan variabel bebas dan variabel terikat
Obat – obat
yang
tercatat
dalam
rekam
medis
pasien
demam
tifoid
Masalah
Terapi
Obat
Telaah dan
analisis
Permasalahan:
1. P1.1 Tidak ada
efek terapi obat
2. P1.2 Efek obat
tidak optimal
3. P1.3 Gejala atau
indikasi tidak
diterapi
4. P2.1 Kejadian
efek buruk obat
mungkin terjadi
5. P3.1 Masalah
dengan efektifitas
biaya pengobatan
6. P3.2 Penggunaan
obat yang tidak
perlu
7. P3.3
Masalah/keluhan
tidak jelas
Universitas Sumatera Utara
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Masalah Terkait Obat (Drug Related Problems/DRPs)
2.1.1 Definisi masalah terkait obat
Menurut PCNE DRP adalah suatu keadaan yang tidak diinginkan, yang
melibatkan terapi obat yang berpotensi menggangu pencapaian outcome terapi.
Pembagian kategori DRPs menurut PCNE adalah kejadian efek samping, masalah
pemilihan obat, masalah dosis, masalah penggunaan obat, interaksi obat dan
lainnya. Masalah terkait obat dapat mempengaruhi morbiditas dan mortalitas
kualitas hidup pasien serta berdampak juga terhadap ekonomi dan sosial pasien.
PCNE mendefinisikan masalah terkait obat (DRPs) adalah kejadian suatu kondisi
terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau potensial mengganggu hasil
klinis kesehatan yang diinginkan (PCNE, 2017).
DRP merupakan situasi tidak ingin dialami oleh pasien yang disebabkan
oleh terapi obat sehingga dapat berpotensi menimbulkan masalah bagi
keberhasilan penyembuhan yang dikehendaki. Suatu kejadian dapat disebut DRPs
bila memenuhi kriteria. Kriteria tersebut adalah kejadian tidak diinginkan yang
dialami pasien berupa keluhan medis, gejala, diagnosis, penyakit, dan
ketidakmampuan (disability) serta memiliki hubungan antara kejadian tersebut
dengan terapi obat dimana hubungan ini dapat berupa konsekuensi dari terapi obat
atau kejadian yang memerlukan terapi obat sebagai solusi maupun preventif
(Cipolle dkk., 2004).
Universitas Sumatera Utara
9
2.1.2 Klasifikasi
Pharmaceutical Care Network Europe (The PCNE Classification V8.02)
mengelompokkan masalah terkait obat sebagai berikut (Pharmaceutical Care
Network Europe, 2017) dapat dilihat pada Tabel 2.1.3
Tabel 2.1.3 Klasifikasi dasar DRPs menurut PCNE V8.02 tahun 2017
Domain primer Kode
V8.02
Masalah
Masalah
(yang potensial)
P1
P2
P3
Efektivitas pengobatan
Ada (potensial) masalah yaitu
(kurangnya) efek farmakoterapi
Keamanan pengobatan
Pasien mengalami atau dapat
mengalami, akibat obat yang
merugikan
Lainnya
Penyebab
(termasuk kemungkinan
penyebab masalah yang
potensial)
C1
C2
C3
C4
C5
C6
C7
C8
Pemilihan obat
Penyebab DRP terkait dengan
pemilihan obat
Bentuk sediaan
Penyebab DRP terkait dengan
pemilihan bentuk sediaan obat
Pilihan dosis
Penyebab DRP terkait dengan
pemilihan jadwal dosis
Durasi pengobatan
Penyebab DRP terkait dengan durasi
pengobatan
Dispensing
Penyebab DRP dapat dikaitkan
dengan proses peresepan dan
pendistribusian obat
Pengunaan / proses obat
Penyebab DRP terkait dengan cara
pasien mendapatkan obat yang
diberikan oleh profesional kesehatan
atau perawat, meskipun instruksi
yang tepat (pada label)
Pasien
Penyebab DRP terkait dengan pasien
dan perilakunya (disengaja atau tidak
disengaja)
Lainnya
Universitas Sumatera Utara
10
Intervensi yang
direncanakan
I0
I1
I2
I3
I4
Tidak ada intervensi
Pada tingkat prescriber
Tingkat pasien
Tingkat obat
Lainnya
Intervensi Penerimaan
A1
A2
A3
Intervensi diterima
Intervensi tidak diterima
Lainnya
Status DRP
O0
O1
O2
O3
Status masalah tidak diketahui
Masalah terpecahkan
Sebagian terpecahkan
Masalah tidak terpecahkan
(PCNE, 2017).
Tabel 2.1.4 Klasifikasi DRPs menurut PCNE V8.02 untuk masalah terkait obat
Domain Primer
Kode
V8.02
Masalah
1. Efektivitas Pengobatan
pengobatan ada (potensi)
masalah kurangnya efek
farmakoterapi
P1.1
P1.2
P1.3
Tidak ada efek terapi obat
Efek obat tidak optimal
Gejala atau indikasi tidak
diterapi
2. Keamanan Terapi
Pasien mengalami, atau
dapat mengalami obat yang
merugikan
P2.1
Kejadian efek buruk obat
mungkin terjadi
3. Lainnya
P3.1
P3.2
P3.3
Masalah dengan efektivitas biaya
pengobatan
Penggunaan obat yang tidak
perlu
Masalah / keluhan tidak jelas
Diperlukan klarifikasi lebih
lanjut (digunakan sebagai jalan
keluar saja)
(PCNE, 2017).
Tabel 2.1.5 Klasifikasi DRPs PCNE V8.02 untuk penyebab masalah potensial
Domain Primer Kode
V8.02
Masalah
1. Pemilihan obat
Penyebab (potensi) DRP
terkait dengan pemilihan
obat
C1.1
C1.2
C1.3
C1.4
C1.5
Obat yang tidak tepat menurut
pedoman / formularium
Obat yang tidak tepat (dalam
pedoman tetapi sebaliknya kontra
indikasi)
Obat tanpa indikasi
Kombinasi obat atau obat dengan
herbal yang tidak tepat
Kelompok terapeutik atau bahan aktif
tidak tepat
Universitas Sumatera Utara
11
C1.6
C1.7
Pengobatan tidak diberikan
meskipun ada indikasi
Terlalu banyak obat yang
diresepkan untuk indikasi
2. Bentuk Sediaan
Penyebab DRP terkait
dengan pemilihan bentuk
obat
C2.1
Bentuk sediaan obat tidak tepat
(untuk pasien)
3. Pemilihan Dosis
Penyebab DRP terkait
dengan pemilihan dosis atau
bentuk sediaan
C3.1
C3.2
C3.3
C3.4
C3.5
Dosis obat terlalu rendah
Dosis obat terlalu tinggi
Frekuensi penggunaan dosis tidak
mencukupi
Frekuensi pengunaan dosis terlalu
sering
Instruksi waktu penggunaan dosis
salah, tidak jelas atau missing
4. Durasi Terapi
Penyebab DRP terkait
dengan durasi pengobatan
C4.1
C4.2
Lama pengobatan terlalu singkat
Lama pengobatan terlalu lama
5. Dispensing
Penyebab DRP terkait
dengan logistik proses
peresepan dan peracikan
C5.1
C5.2
C5.3
C5.4
Obat yang diresepkan tidak
tersedia
Informasi yang diperlukan tidak
tersedia
Obat, kekuatan atau dosis yang
disarankan salah
Obat atau kekuatan yang
diberikan salah
6. Proses Penggunaan Obat
Penyebab DRP terkait
dengan cara pasien
mendapatkan obat yang
diberikan oleh seorang
profesional kesehatan atau
perawat, meskipun instruksi
dosis tepat (pada label)
C6.1
C6.2
C6.3
C6.4
C6.5
Waktu pemberian dan / atau
interval pemberian dosis tidak
tepat
Obat yang diberikan kurang
Obat yang diberikan berlebihan
Obat tidak diberikan sama sekali
Obat yang diberikan salah
7. Pasien
Penyebab DRP terkait
dengan pasien dan
perilakunya (disengaja atau
tidak disengaja)
C7.1
C7.2
C7.3
C7.4
Pasien menggunakan / mengambil
lebih sedikit obat dari yang
ditentukan atau tidak
mengonsumsi obat sama sekali
Pasien menggunakan / mengambil
obat lebih banyak obat dari obat
yang diresepkan
Penyalahgunaan obat oleh pasien
(penggunaan berlebihan tidak
sesuai aturan)
Pasien menggunakan obat yang
tidak dibutuhkan
Universitas Sumatera Utara
12
C7.5
C7.6
C7.7
C7.8
C7.9
Pasien mengonsumsi makanan
yang berinteraksi dengan obat
Pasien menyimpan obat tidak
tepat
Waktu dan interval dosis tidak
tepat
Penggunaan dan cara
penyimpanan obat yang salah
Pasien tidak dapat menggunakan
obat / bentuk sediaan sesuai
petunjuk
8. Lain-lain C8.1
C8.2
C8.3
Tidak ada atau pemantauan
outcome tidak sesuai (termasuk
TDM)
Penyebab lainnya; spesifik
Tidak ada penyebab yang jelas
(PCNE, 2017).
Tabel 2.1.6 Klasifikasi DRPs menurut PCNE V8.02 untuk intervensi yang
direncanakan
Domain Primer
Kode
V8.02
Interverensi
Tidak ada intervensi I0.1 Tidak ada tindakan
1. Pada level prescriber
I1.1
I1.2
I1.3
I1.4
Preskriber (pemberi resep)
menginformasi cepat
Preskriber meminta informasi
Intervensi diusulkan preskriber
Intervensi didiskusikan dengan
preskriber
2. Pada level pasien
I2.1
I2.2
I2.3
I2.4
Konseling terhadap obat pasien
Hanya disediakan informasi
tertulis
Pasien dirujuk ke preskriber
Disampaikan kepada anggota
keluarga / pengasuh
3. Pada level obat I3.1
I3.2
I3.3
I3.4
I3.5
I3.6
Obat diubah menjadi….
Dosis diubah menjadi….
Formulasi berubah menjadi ......
Instruksi penggunaan diubah
menjadi ..
Obat dihentikan ....
Diberikan obat baru ....
4. Intervensi atau aktivitas
lain
I4.1
I4.2
Intervensi lain (sebutkan)
Efek samping dilaporkan kepada
pihak berwenang
(PCNE, 2017).
Universitas Sumatera Utara
13
Tabel 2.1.7 Klasifikasi menurut PCNE V8.02 penerimaan dari proposal intervensi
Domain Primer Kode
V8.02
Implementasi
1. Intervensi diterima
(oleh perskriber atau
pasien)
A1.1
A1.2
A1.3
A1.4
Intervensi diterima dan
diimplementasikan seluruhnya
Intervensi diterima dan sebagian
diimplementasikan
Intervensi diterima, tetapi tidak
diimplementasikan
Intervensi diterima, implementasi
tidak diketahui
2. Intervensi tidak
diterima (oleh perskriber
atau pasien)
A2.1
A2.2
A2.3
A2.4
Intervensi tidak diterima: tidak
layak
Intervensi tidak diterima: tidak ada
persetujuan
Intervensi tidak diterima: alasan
lain (spesifik)
Intervensi tidak diterima: alasan
tidak diketahui
3. Lain-lain
(tidak ada informasi pada
penerimaan)
A3.1
A3.2
Intervensi diusulkan, penerimaan
tidak diketahui
Intervensi tidak diusulkan
(PCNE, 2017)
Table 2.1.8 Klasifikasi menurut PCNE V8.02 status DRP
Domain Primer Kode
V8.02
Hasil dari Intervensi
0. Tidak diketahui O0.1 Status masalah tidak diketahui
1. Terpecahkan O1.1 Masalah terpecahkan seluruhnya
2. Sebagian terpecahkan O2.1 Masalah sebagian terpecahkan
3. Tidak terpecahkan O3.1
O3.2
O3.3
O3.4
Masalah tidak terpecahkan,
kurangnya kerjasama dengan pasien
Masalah tidak terpecahkan,
kurangnya kerjasama dengan
perskriber
Masalah tidak terpecahkan,
intervensi tidak efektif
Tidak diselesaikan
permasalahannya
(PCNE, 2017)
2.2 Demam Tifoid
2.2.1 Definisi demam tifoid
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gelaja demam yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan, dan gangguan kesadaraan. Penyebab penyakit ini adalah
Universitas Sumatera Utara
14
Salmonella typhi yang mempunyai ciri-ciri basil Gram negatif yang bergerak
dengan buluh getar dan tidak berspora, dan mempunyai sekurang – kurangnya 3
macam antigen, yaitu antigen O (somatik yang terdiri dari zat kompleks
lipopolisakarida), antigen H (flagella), dan antigen Vi. Dalam serum pasien
terdapat zat anti aglutinin terhadap tiga antigen tersebut (Nursalam dkk., 2005).
Masyarakat mengenal penyakit ini dengan nama Tipes atau thypus, tetapi
dalam dunia kedokteran disebut Typhoid fever atau Typus abdominalis karena
berhubungan dengan usus. Penyakit tifoid perut (Thypus abdomalis) merupakan
penyakit yang ditularkan melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh
bakteri Salmonella typhi (food and water disease). Seseorang yang sering
menderita penyakit tifoid menandakan bahwa sering mengkonsumsi makanan atau
minuman yang terkontaminasi bakteri ini (Zulkhoni, 2011). Jika tidak diobati
dengan tepat, demam tifoid dapat bersifat fatal (Munaf, 2009).
2.2.2 Klasifikasi demam tifoid
Menurut WHO (2003), ada dua klasifikasi demam tifoid dengan perbedaan
gejala klinis:
a. Demam tifoid akut non komplikasi, demam berkepanjangan, gangguan
pencernaan, sakit kepala, malaise dan anoreksia. Batuk bronkhitis terjadi
pada fase awal penyakit selama periode demam, sampai 25% penyakit
menunjukkan adanya rose spot pada dada, abdomen dan punggung
(Anonim, 2003).
b. Demam tifoid dengan komplikasi, bergantung pada kualitas pengobatan
dan keadaan kliniknya, hingga 10% pasien dapat mengalami komplikasi,
Universitas Sumatera Utara
15
mulai dari melena, perforasi dan ketidaknyamanan abdomen (Anonim,
2003).
2.2.3 Etiologi demam tifoid
Penyakit tipes Thypus abdominalis merupakan penyakit yang ditularkan
melalui makanan dan minuman yang tercemar oleh bakteri Salmonella typhosa,
(food and water borne disease). Seseorang yang sering menderita penyakit tifus
menandakan bahwa dia mengkonsumsi makanan atau minuman yang
terkontaminasi bakteri ini. Salmonella thyposa sebagai suatu spesies, termasuk
dalam kingdom Bakteria, Phylum Proteobakteria, Classis Gamma proteobakteria,
Ordo Enterobakteriales, Familia Enterobakteriakceae, Genus Salmonella.
Salmonella thyposa adalah bakteri Gram negatif yang bergerak dengan bulu getar,
tidak berspora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu: antigen
0 (somatik, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan
antigen V1 (hyalin, protein membrane). Dalam serum penderita terdapat zat anti
(glutanin) terhadap ketiga macam anigen tersebut (Zulkhoni, 2011).
2.2.4 Patofisiologi demam tifoid
Bakteri Salmonella typhi bersama makanan atau minuman masuk ke dalam
tubuh melalui mulut. Pada saat melewati lambung dengan suasana asam (pH <2)
banyak bakteri yang mati. Bakteri yang masih hidup akan menempel usus halus,
dan di usus halus tepatnya di ileum dan jejenum akan menembus dinding usus
halus. Bakteri mencapai folikel limfe usus halus, ikuti aliran ke kelenjar limfe
mesentrika bahkan melewati sirkulasi sistemik sampai ke jaringan
reticuloendothelial system (RES) diorgan hati dan limfa. Salmonella typhi
Universitas Sumatera Utara
16
mengalami multipikasi di dalam sel fagosit mononuclear di dalam folikel limfe,
kelenjar limfe mesenterika, hati, dan limfe (Soedarno dkk., 2002).
Dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,
dan bersama cairan empedu diekskresikan secara “intermittent” ke dalam lumen
usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian lagi masuk ke
dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali,
berhubungan makrofag telah teraktifavasi dan hiperaktif maka saat fagositosis
kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang
selanjutnya menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise,
myalgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskuler, gangguan mental dan
koagulasi (Widodo, 2007).
2.2.5 Gambaran klinis demam tifoid
Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-
rata antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala
klinik ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat
sehingga harus dirawat. Variasi gejala ini disebabkan factor strain Salmonella
status nutrisi dan imunologik pejamu serta lama sakit di rumahnya (Soedarno
dkk., 2002).
Demam thyphoid sering ditemukan pada anak berumur di atas satu tahun.
Keluhan utama berupa perasaan tidak enak, lesu, nyeri kepala, pusing dan kurang
bersemangat, serta nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi)
(Nursalam dkk., 2005). Beberapa gejala klinis yang sering pada demam tifoid
diantarannya adalah:
Universitas Sumatera Utara
17
a. Demam
Demam atau panas adalah gejala utama tifoid. Pada awal sakit, demamnya
kebanyakan samar saja. Selanjutnya suhu tubuh sering naik turun. Pagi lebih
rendah atau normal, sore dan malam lebih tinggi (demam intermitten). Dari hari
ke hari itensitas demam makin tinggi yang disertai dengan banyak gejala lain
seperti sakit kepala (pusing-pusing), nyeri otot, pegal-pegal, anoreksia, mual dan
muntah. Pada minggu ke dua itensitas demam makin tinggi, kadang-kadang terus
menerus (demam kontinyu). Bila pasien membaik maka pada minggu ke tiga suhu
badan berangsur turun dan dapat normal kembali pada akhir minggu ketiga. Tipe
demam menjadi tidak beraturan. Hal ini mungkin karena interverensi pengobatan
atau komplikasi yang dapat terjadi lebih awal. Pada anak khususnya balita,
demam tinggi dapat menimbulkan kejang (Menkes, 2006).
b. Gangguan Saluran Pencernaan
Sering di temukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama.
Bibir kering dan kadang-kadang pecah-pecah. Lidah kelihatan kotor dan ditutupi
selaput putih. Ujung dan tepi lidah kemerahan dan tremor, dan penderita anak
jarang ditemukan. Pada umumnya penderita sering mengeluh nyeri perut,
terutama region epigastric (nyeri ulu hati), disertai mual dan muntah. Pada awal
sakit sering meteorismus dan konstipasi. Pada minggu selanjutnya muncul diare
(Menkes, 2006).
c. Gangguan Kesadaraan
Umumnya terdapat gangguan kesadaraan yang kebanyakan berupa
penurunan kesadaraan ringan. Sering ditemukan kesadaraan apatis dengan
Universitas Sumatera Utara
18
kesadaraan seperti berkabut (tifoid). Bila klinis berat bias sampai koma (Menkes,
2006).
d. Hepatosplenomegali
Hati dan atau limpa, ditemukan sering membesar. Hal ini terasa kenyal
dan nyeri tekan (Menkes, 2006).
e. Bradikardia Relatif
Bradikari relatif sering tidak ditemukan, mungkin karna teknis
pemeriksaan yang sulit dilakukan. Bradikari relatif adalah peningkatan suhu tubuh
yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi. Patokan yang sering di pakai
adalah bahwa setiap peningkatan suhu 1 C tidak diikuti peningkatan frekuensi
nadi 8 denyut dalam 1 malam (Menkes, 2006).
2.2.6 Diagnosis demam tifoid
Untuk mengetahui seseorang terkena tipus atau tidak harus di lihat gejala-
gejala kliniknya dan harus dilakukan pemeriksaan laboratorium karena penderita
sering mengalami:
a. Penurunan sel darah putih
b. Anemia rendah karena pendarahan pada usus
c. Jumlah trombosit menurun dan keadaan normal
d. Menentukan bakteri Salmonella typhi pada kotoran, darah dan urin
(Zulkhoni, 2011).
Diagnosis demam tifoid ditegakkan melalui 3 metode, yaitu diagnosis
klinis, diagnosis mikrobiologis, dan diagnosis serologis. Gambaran klinis klasik
yang ditemui pada penderita demam tifoid adalah minggu pertama: demam dari
40C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan denyut nadi 80-100 per menit.
Universitas Sumatera Utara
19
Minggu kedua: suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak
kering mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat
diraba. Minggu ketiga: bila keadaan membaik: suhu turun, gejala dan keluhan
berkurang, bila keadaan memburuk, penderita mengalami delirium, stupor, otot-
otot bergerak terus, terjadi inkontinesia alvi dan urine atau menahan BAB/BAK.
Selain itu terjadi meteorisme (perut kembung) dan limpani, dan tekanan darah
abnomen meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan
akhirnya meninggal dunia akibat terjadinya degenerasi miokardial toksik. Minggu
keempat: bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan
(Soedarto, 2007).
Diagnosis mikrobiologi merupakan metode diagnosis yang paling spesifik.
Kultur darah dan sumsum tulang positif pada minggu pertama dan kedua,
sedangkan minggu ketiga dan keempat kultur tinja dan kultur urine positif kuat.
Pada diagnosis serologik untuk memantau antibodi terhadap antigen O dan
antigen H dideteksi dengan tes Widal (uji aglutinasi). Titer agglutinin 1/1200 atau
terjadi kenaikan titer lebih 4x menunjukan tes Widal positif, berarti demam tifoid
sedang berlangsung akut. Pemeriksaan darah menunujkan Hb yang lebih rendah
dan adanya leukositopenia (Soedarto, 2007).
2.2.7 Rencana terapi demam tifoid
Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati
suatu infeksi karena bakteri. Akan tetapi istilah antibiotik sebenarnya mengacu
pada zat kimia yang dihasilkan oleh satu macam organisme, terutama fungi yang
menghambat pertumbuhan atau membunuh organisme lain (Setiabudi, 2007).
Universitas Sumatera Utara
20
Penggunaan antibiotik merupakan terapi utama pada demam tifoid, karena
pada dasarnya fotogenis infeksi Salmonella typhi berhubungan dengan keadaan
bakteri. Pemberian terapi demam tifoid pada anak akan mengurangi komplikasi
dan angka kematian. Memperpendek perjalanan penyakit serta memperbaiki
gambaran klinis salah satu terjadi penurunan demam (Depkes RI, 2006).
Namun demikian pemberiaan antibiotik dapat menimbulkan drug induce
fever, yaitu demam yang timbul bersamaan dengan pemberian terapi antibiotik
dengan catatan tidak ada penyebab demam lain seperti adanya luka, rangsangan
infeksi, trauma dan lain-lain. Demam akan hilang ketika terapi antibiotik yang
digunakan tersebut dihentikan (Hammad, 2011).
Pengobatan penderita demam tifoid bervariasi tergantung gejala klinik,
status pasien dan sensitivitas antimikroba terhadap kuman. Menurut peranannya di
dalam penyembuhan penyakit, pengobatan tersebut dibagi menjadi pengobatan
simtomatik, suportif dan spesifik (Juwono, 2004).
a. Terapi simtomatik
i. Antiemetik adalah zat-zat yang berkhasiat menekan rasa mual dan muntah.
ii. Antipiretik, berkhasiat menurunkan demam tetapi tidak perlu diberikan
rutin pada setiap pasien demam tifoid, karena tidak banyak berguna
(Juwono, 2004).
iii. Kortikosteroid, pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid dalam
dosis yang menurun secara bertahap selama 5 hari. Hasilnya biasanya
sangat memuaskan, kesadaran pasien menjadi jernih dan suhu badan
menjadi normal. Akan tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa
Universitas Sumatera Utara
21
indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps
(Juwono, 2004).
b. Terapi suportif
i. Vitamin, senyawa organik yang diperlukan tubuh dalam jumlah kecil
untuk mempertahankan kesehatan tubuh.
ii. Terapi cairan, kadang makanan diberikan melalui infus sampai penderita
dapat mencerna makanan.
iii. Jika terjadi perforasi usus mungkin perlu dilakukan pembedahan untuk
memperbaiki bagian usus yang mengalami perforasi (Anonim, 2003).
c. Terapi spesifik
Terapi spesifik untuk pengobatan demam tifoid adalah pemberian
antibiotik. Penggunaan antibiotik yang tepat, dapat menyembuhkan 99% penderita
dengan cara menghentikan dan memusnahkan penyebaran kuman. Beberapa
kriteria yang harus diperhatikan dalam penggunaan antibiotik adalah khasiat,
ketersediaan dan harga obat. Antibiotik yang dapat digunakan pada penderita
tifoid adalah:
i. Sefalosporin
Sefalosporin termasuk antibiotik betalaktam dengan struktur, khasiat dan
sifat yang mirip dengan penisilin. Mempunyai spektrum kerja yang luas dan aktif
terhadap kuman Gram positif dan negatif tetapi spektrum masing-masing derivat
bervariasi (Tjay, 2010).
Mekanisme kerja obat berdasarkan penghambatan sintesis peptidoglikan
yang diperlukan kuman untuk ketangguhan dindingnya. Contoh antibiotik
golongan sefalosporin adalah ceftriaxone, cefixime, cefotaxime (Tjay, 2007).
Universitas Sumatera Utara
22
Ceftriakson adalah antibiotik golongan chepalosporin generasi ketiga yang
memiliki spectrum antibakteri yang lebih luas dibanding generasi sebelumnya dan
aktif terhadap bakteri Gram-negatif yang telah resisten, lebih tahan terhadap Beta-
laktamase, tetapi kurang aktif terhadap bakteri Gram-positif (Siswandono, 2008).
Cefotaxim merpakan antibiotik yang sangat aktif terhadap berbagai kuman
gram positif maupun Gram negatif aerobik. Obat ini termasuk dalam antibiotik
golongan sefalosporin, dimana memiliki mekanisme kerja menghambat sintesis
dinding sel mikroba. Mekanisme penghambatnya melalui reaksi transpeptidase
dalam rangkaian reaksi pembentukan dinding sel (Mangunatmaja, 2003).
ii. Kuinolon
Fluorokuinolon adalah antibiotik pilihan pertama untuk pengobatan
demam tifoid untuk orang dewasa, karena relatif murah, lebih toleran dan lebih
cepat menyembuhkan dari pada antibiotik lini pertama seperti kloramfenikol,
ampisilin, amoksisilin dan kombinasi trimethoprim-sulfametoksazol (Anonim,
2003). Mekanisme kerja obat dengan menghambat DNA gyrase sehingga sintesa
DNA kuman terganggu. Antibiotik golongan ini antara lain ialah ciprofloxacin,
levofloxacin, ofloksasin, pefloksasin, norfloksasin dan fleroksasin (Hadinegoro,
1999).
Siprofloksasin termasuk antibiotik golongan kuinolon generasi kedua,
Siprofloksasin memiliki daya anti-bakteri terhadap gram negatif lebih kuat
dibandingkan bakteri gram positif. Aktivitas siprofloksasin sangat efektif dalam
membunuh bakteri dengan mekanismenya yaitu menghambat replikasi DNA
bakteri (inti sel bakteri) dengan cara menempel molekunya pada DNA girase
(topoismerase II dan topoisomerase IV). Mekanisme yang langsung menuju intisel
Universitas Sumatera Utara
23
inilah yang menyebabkan bakteri dengan cepat dapat dieliminasi. Efek samping
yang paling menonjol adalah mual, muntah dan diare. Efek yang paling berbahaya
adalah dapat merusak kartilago yang sedang tumbuh dan tidak diberikan pada
pasien dibawah umur 18 tahun (Setiabudi, 2007).
iii. Ampisilin
Ampisilin merupakan derivat penisilin spektrum luas yang digunakan pada
pengobatan demam tifoid, terutama pada kasus resistensi terhadap kloramfenikol.
Ampisilin memiliki mekanisme kerja menghambat pembentukan mukopeptida
yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Pada mikroba yang sensitif,
ampisilin akan menghasilkan efek bakterisid (Sidabutar, 2010).
Amoksisilin merupakan turunan ampisilin dan memiliki spektrum
antibakteri yang sama namun diabsorpsi lebih baik bila diberikan per oral dan
menghasilkan kadar yang lebih tinggi dalam plasma dan jaringan. Dalam hal ini
kemampuannya untuk menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan amoksisilin
lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya
adalah pasien demam tifoid dengan leukopenia (Juwono, 2004). Ampisillin dan
amoksisilin diberikan 50-100 mg/KgBB/hari dibagi dalam 3-4 dosis perhari baik
secara oral, intramuskular, intravena (Anonim, 2003).
Mekanisme kerja obat bergabung dengan penicillin binding protein (PBPs)
pada kuman. Terjadi hambatan sintesis dinding sel kuman karena proses
transpeptidasi antar rantai peptidoglikan terganggu. Kemudian terjadi aktivasi
enzim proteolitik pada dinding sel. Ampisilin efektif terhadap beberapa mikroba
gram-negatif dan tahan asam, sehingga dapat diberikan per oral (Istiantoro, 2005).
Universitas Sumatera Utara
24
iv. Aminoglikosida
Aminoglikosisda dihasilkan oleh jenis−jenis fungi Streptomyces dan
Micromanospora semua senyawa dan turunan semi-sintesisnya mengandung dua
atau tiga gula amino di dalam molekulnya yang saling terikat secara glukosidis.
Dengan adanya gugusan-amino, zat-zat ini bersifat basa lemah dan garam
sulfatnya yang digunakan dalam terapi mudah larut dalam air (Tjay, 2010).
Spektrum aktivitas obat golongan ini menghambat bakteri aerob Gram
negatif. Obat ini mempunyai indeks terapi sempit, dengan toksisitas serius pada
ginjal dan pendengaran, khususnya pada pasien anak dan usia lanjut. Efek
samping yang ditumbulkan adalah toksisitas ginjal, ototoksisitas (auditorik
maupun vestibular), blokade neuromuskular lebih jarang. Gentamisin termasuk
golongan Aminoglikosida. Gentamisin bersifat bakterisid yang aktif terutama
terhadap gram negatif termasuk Pseudomonas aerogenosa, Proteus serratia.
Antibiotik ini diindikasikan pada pasien dengan pneumonia, kolesistisis,
peritonitis, infeksi kulit, inflamasi pada tulang panggul, endokarditis, meningitis,
pencegahan infeksi setelah pembedahan (Kemenkes. 2006).
Tabel 2.2.7 Antibiotik dan dosis penggunannya
Antibiotika Dosis Keterangan
Ceftriaxone Dewasa: 2-4g/hari selama
3-5 hari
Anak: 80 mg/kgBB/hari
dalam dosis tunggal selama
5 hari
Cepat menurunkan suhu,
lama pemberian pendek
dan dapat dosis tunggal
serta cukup aman untuk
anak.
Pemberian PO/IV
Cefixime
Anak: 1.5-2 mg/kgbb/hari
dibagi 2 dosis selama 10
hari
Aman untuk anak
Efektif
Pemberian per oral
Cefotaxime
Dewasa: 1-2g/6-12 jam
Anak: 50-200 mg/kg/hari
4-6 x sehari
Mengobati infeksi akibat
bakteri
Universitas Sumatera Utara
25
Ampicillin
Dewasa: 0,25-0,5 g 3x
sehari selama 7-10 hari
Anak : 20-40 mg/kg/hari
3x sehari selama 7-10 hari
Aman untuk penderita
hamil
Sering dikombinasi
dengan kloramfenikol
pada pasien kritis
Tidak mahal
Pemberian PO/IV
Quinolone
Ciprofloxacin Dewasa &
Anak 2x250-500
mg/hari2x sehari selama 1
minggu (PO)
2x 200-400 mg (IV)
Levofloxacin Dewasa &
Anak 1x(250-500) mg
(PO) selama 1 minggu
1x500 mg IV tiap 24 jam
Ciprofloxacin dan
Levofloxacin lebih cepat
menurunkan suhu
Efektif mencegah relaps
dan kanker
Pemberian peroral
Pemberian pada anak
tidak dianjurkan karena
efek samping pada
pertumbuhan tulang
Aminoglikosida
Gentamisin Dewasa &
Anak 5-6 mg/kg/hari 1x
sehari (IV,IM)
Mengobati infeksi akibat
bakteri
2.2.8 Penggunaan antibiotik pada anak-anak
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat baik dalam hal indikasi maupun
cara pemberian akan merugikan pita serta akan memudahkan terjadinya reistensi
terhadap antibiotik dan dapat menimbulkan efek samping. Hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah dosis yang tepat bagi anak-anak, cara pemberian, indikasi,
kepatuhan, jangka waktu yang tepat dengan memperhatikan keadaan patofisiologi
pasien secara tepat, diharapkan dapat memperkecil efek samping yang terjadi
(Prest, 2003).
2.3 Efek Samping
Efek samping obat adalah efek yang tidak menjadi tujuan utama pengobatan
(efek sekunder), namun efek ini dapat bermanfaat ataupun mengganggu
(merugikan) tergantung dari kondisi dan situasi pasien. Pada kondisi tertentu, efek
samping obat ini dapat juga membahayakan jiwa pasien. Efek samping biasanya
Universitas Sumatera Utara
26
terjadi pada dosis terapi. Tingkat kejadian efek samping ini sangat bervariasi
antara satu obat dengan obat lainnya. Efek samping ini juga tidak dialami oleh
semua orang karena masing-masing orang memiliki kepekaan dan kemampuan
untuk mengatasi efek ini secara berbeda-beda. Efek samping obat yang terjadi
dapat bermacam- macam, mulai dari efek yang ringan seperti mengantuk, mual,
alergi, pusing, dan lain-lain. Bahkan ada juga yang cukup berat seperti seperti
syok anafilaksis, gangguan pada saluran cerna (nyeri lambung), gangguan pada
darah, gangguan pada pernapasan, dan sebagainya (Nuryati, 2017).
2.4 Resistensi Antibiotik
Resistensi didefinisikan sebagai tidak terhambatnya pertumbuhan bakteri
dengan pemberian antibiotik secara sistemik dengan dosis normal yang
seharusnya atau kadar hambat minimalnya. Sedangkan multiple drugs resisten
didefinisikan sebagai resistensi terhadap dua atau lebih obat maupun klasifikasi
obat. Sedangkan cross resistance adalah resistensi suatu obat yang diikuti dengan
obat lain yang belum pernah dipaparkan (Tripathi, 2003).
Penyebab utama resistensi antibiotika adalah penggunaannya yang meluas
dan irasional. Lebih dari separuh pasien dalam perawatan rumah sakit menerima
antibiotik sebagai pengobatan ataupun profilaksis. Sekitar 80% konsumsi
antibiotik dipakai untuk kepentingan manusia dan sedikitnya 40% berdasar
indikasi yang kurang tepat, misalnya infeksi virus. Terdapat beberapa faktor yang
mendukung terjadinya resistensi, antara lain:
a. Penggunaannya yang kurang tepat (irrasional) terlalu singkat, dalam dosis
yang terlalu rendah, diagnosa awal yang salah, dalam potensi yang tidak
adekuat.
Universitas Sumatera Utara
27
b. Faktor yang berhubungan dengan pasien. Pasien dengan pengetahuan yang
salah akan cenderung menganggap wajib diberikan antibiotik dalam
penanganan penyakit meskipun disebabkan oleh virus, misalnya flu,
batuk-pilek, demam yang banyak dijumpai di masyarakat. Pasien dengan
kemampuan finansial yang baik akan meminta diberikan terapi antibiotik
yang paling baru dan mahal meskipun tidak diperlukan, bahkan pasien
membeli antibiotika sendiri tanpa peresepan dari dokter (self medication).
sedangkan pasien dengan kemampuan finansial yang rendah seringkali
tidak mampu untuk menuntaskan regimen terapi.
c. Peresepan dalam jumlah besar, meningkatkan unnecessary health care
expenditure dan seleksi resistensi terhadap obat-obatan baru. Peresepan
meningkat ketika diagnosis awal belum pasti. Klinisi sering kesulitan
dalam menentukan antibiotik yang tepat karena kurangnya pelatihan dalam
hal penyakit infeksi dan tatalaksana antibiotiknya.
d. Penggunaan monoterapi dibandingkan dengan penggunaan terapi
kombinasi, penggunaan monoterapi lebih mudah menimbulkan resistensi.
e. Perilaku hidup sehat terutama bagi tenaga kesehatan, misalnya mencuci
tangan setelah memeriksa pasien atau desinfeksi alat-alat yang akan
dipakai untuk memeriksa pasien.
f. Penggunaan di rumah sakit adanya infeksi endemik atau epidemik memicu
penggunaan antibiotika yang lebih massif pada bangsal-bangsal rawat inap
terutama di intensive care unit. Kombinasi antara pemakaian antibiotik
yang lebih intensif dan lebih lama dengan adanya pasien yang sangat peka
terhadap infeksi, memudahkan terjadinya infeksi nosokomial.
Universitas Sumatera Utara
28
g. Penggunaannya untuk hewan dan binatang ternak, antibiotik juga dipakai
untuk mencegah dan mengobati penyakit infeksi pada hewan ternak.
Dalam jumlah besar antibiotik digunakan sebagai suplemen rutin untuk
profilaksis atau merangsang pertumbuhan hewan ternak. Bila dipakai
dengan dosis subterapeutik, akan meningkatkan terjadinya resistensi.
h. Promosi komersial dan penjualan besar-besaran oleh perusahaan farmasi
serta didukung pengaruh globalisasi, memudahkan terjadinya pertukaran
barang sehingga jumlah antibiotika yang beredar semakin luas.
Memudahkan akses masyarakat luas terhadap antibiotika.
i. Kurangnya penelitian yang dilakukan para ahli untuk menemukan
antibiotika baru.
j. Lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam distribusi dan
pemakaian antibiotika, seperti pasien dapat dengan mudah mendapatkan
antibiotika meskipun tanpa peresepan dari dokter, selain itu juga
kurangnya komitmen dari instansi terkait baik untuk meningkatkan mutu
obat maupun mengendalikan penyebaran infeksi (Kemenkes RI, 2006).
2.5 Rekam medis
Rekam medis adalah berkas yang berisikan catatan, dan dokumen tentang
identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain kepada
pasien pada sarana pelayanan kesehatan, untuk itu rekam medis harus dijaga dan
dipelihara dengan baik. Rekam medis untuk pasien rawat inap sekurang-
kurangnya harus membuat data mengenal:
a. Identitas pasien
b. Anamnesis
Universitas Sumatera Utara
29
c. Riwayat penyakit
d. Hasil pemeriksaan laboratorium
e. Diagnosis
f. Persetujuaan tindakan medis (informed consent)
g. Tindakan/pengobatan
h. Catatan perawat
i. Catatan observasi klinis dan hasil pengobatan, dan
j. Resume akhir dan evaluasi pengobatan
(Iskandar,1998).
Universitas Sumatera Utara
30
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif, yaitu penelitian yang
bertujuan untuk mendapatkan gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan
secara objektif. Pengambilan data dilakukan secara retrospektif yaitu penelitian
dengan mengkaji informasi atau mengambil data yang telah lalu di SIRS (sistem
informasi rumah sakit) diruang rekam medik RSUP H. Adam Malik
(Notoadmodjo, 2005).
3.2 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien
rawat inap RSUP H. Adam Malik pada bulan Januari 2017-Desember 2017.
3.2.2 Sampel
Sampel penelitian ini adalah pasien Demam Tifoid yang memenuhi
kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Kriteria inklusi adalah
kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi yang
dapat dipilih sebagai sampel. Yang termasuk kriteria inklusi adalah:
a. Rekam medis pasien dengan diagnosis penyakit demam tifoid dan
penyakit penyerta lainnya di RSUP H. Adam Malik
b. Pasien demam tifoid yang mendapatkan terapi obat
c. Kategori semua gender
d. Kategori (usia ≥ 1 tahun)
Universitas Sumatera Utara
31
Adapun yang termasuk kriteria eksklusi adalah:
a. Rekam medis pasien yang tidak memenuhi kriteria inklusi
b. Rekam medis pasien yang tidak lengkap (tidak memuat informasi dasar yang
dibutuhkan dalam penelitian).
3.3 Waktu dan Lokasi Penelitian
Data diambil dari SIRS (sistem informasi rumah sakit) diruang rekam medis
pasien demam tifoid di instalasi rawat inap RSUP H. Adam Malik pada bulan
Januari-Desember 2017.
3.4 Instrumen Penelitian
3.4.1 Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini yaitu data sekunder berupa rekam medis
pasien yang dapat diambil melalui sistem informasi rumah sakit (SIRS) pada
pasien Demam Tifoid rawat inap RSUP H. Adam Malik pada bulan Januari –
Desember 2017.
3.4.2 Teknik pengumpulan data
Pengambilan data dilakukan dengan mengumpulkan rekam medis pasien
Demam Tifoid rawat inap RSUP H. Adam Malik pada bulan Januari – Desember
2017. Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah:
a. Pengelompokkan data rekam medis berdasarkan kriteria inklusi.
b. Identifikasi berdasarkan karakteristik yang sama dari pasien, seperti
jenis kelamin, usia, lama perawatan, kondisi pulang, dan terapi
antibiotik yang digunakan.
Universitas Sumatera Utara
32
c. Identifikasi masalah terapi obat berdasarkan klasifikasi dari PCNE
V8.02, dengan domain utama masalah efektivitas pengobatan,
keamanan terapi dan penggunaan obat yang tidak perlu.
Data yang dikumpulkan kemudian diolah berdasarkan metode
Pharmaceutical Care Network of Europe (PCNE) V8.02.
3.4.3 Analisis data
Data yang diperoleh dari penelitian ini akan dianalisis secara deskriptif.
Data kuantitatif disajikan dalam bentuk tabel sedangkan data kualitatif disajikan
dalam bentuk uraian. Data interaksi obat dievaluasi secara teoritik dan berurutan
berdasarkan studi literatur Drug Interaction Fact (Tatro, 2007), Stockley’s Drug
Interaction (Stockley, 2010), A to Z Drugs Facts (Tatro, 2007), (Pedoman umum
penggunaan antibiotik (Kemenkes RI, 2006) serta digunakan juga situ internet
terpercaya (www.drugs.com, medscape.com).
3.5 Bagan Alur Penelitian
Adapun alur pelaksanaan penelitian seperti pada Gambar 3.5
Gambar 3.5 Alur pelaksanaan penelitian
Pengelompokan data
berdasarkan kriteria
inklusi
Identifikasi masalah
terapi obat
Masalah indikasi
yang tidak diobati
Masalah obat
diberikan tanpa
Masalah adanya
kejadian efek
samping pada
pemakaian obat
Masalah adanya
interaksi obat
Analisis
data
Penarikan
Kesimpulan
Rekam medis pasien
Universitas Sumatera Utara
33
3.6 Langkah Penelitian
Langkah cara pengenggambilan data yang dilakukan untuk mengumpulkan
data rekam medik pasien adalah:
a. Meminta rekomendasi Dekan Fakultas Farmasi USU untuk dapat
melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat H Adam Malik.
b. Menghubungi kepala bidang pendidikan dan penelitian Rumah Sakit
Umum Pusat H Adam Malik untuk mendapatkan izin melakukan
penelitian, dengan membawa surat rekomendasi dari Fakultas.
c. Mengakses data periode Januari 2017Desember 2017 di bagian
Instalasi Rekam Medik seperti identitas pasien, tanggal dan waktu
pasien di rumah sakit, anamnesis (keluhan, riwayat penyakit), hasil
pemeriksaan fisik dan penunjang medis, diagnosis, pengobatan dan
tindakan yang di berikan pada pasien demam tifoid rawat inap di
Rumah Sakit Umum Pusat H Adam Malik.
d. Mengumpulkan data periode Januari 2017Desember 2017 di bagian
Instalasi Farmasi seperti nama obat, dosis, jumlah obat disetiap resep
yang diberikan pada pasien demam tifoid rawat inap di Rumah Sakit
Umum Pusat H Adam Malik.
e. Menganalisis data dan informasi yang diperoleh sehingga didapatkan
kesimpulan dari penelitian.
Universitas Sumatera Utara
34
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karateristik Penderita Demam Tifoid
Berdasarkan hasil penelitian dari seluruh data rekam medis diperoleh 64
pasien yang didiagnosis demam tifoid di instalasi rawat inap RSUP H. Adam
Malik pada Januari-Desmber 2017. Rekam medis yang memenuhi kriteria inklusi
adalah sebanyak 51 pasien (79,68%).
Karakteristik data pasien demam tifoid berdasarkan jenis kelamin, umur,
terapi antibiotik, lama rawat inap, kondisi pulang dapat dilihat dari Tabel 4.1
Tabel 4.1 Karateristik data demam tifoid RSUP H. Adam Malik Kota Medan
No Karaterisktik Jumlah pasien Persentase
1 Jenis kelamin
Laki-laki 24 47,05%
Perempuan 27 52,94%
2. Umur
1thn-55thn 48 94,12%
>55thn 3 5,88%
3 Terapi antibiotik
Antibiotik tunggal 36 70,59%
Kombinasi > 2 antibiotik 15 29,41%
4 Lama rawat inap
<7 hari 28 54,90%
7 hari 23 45,09%
Kejadian demam tifoid di RSUP H. Adam Malik selama periode Januari
2017-Desember 2017 lebih banyak terjadi pada perempuan sejumlah 27 pasien
(52,94%) dibanding pasien laki-laki 24 pasien (47,05%). Hal ini berarti bahwa
demam tifoid tidak di pengaruhi oleh jenis kelamin, namun diduga ada faktor lain
yang mempengaruhinya.
Demam tifoid termasuk salah satu penyakit menular. Penyakit menular
adalah penyakit yang dapat ditularkan (berpindah dari orang yang satu ke orang
Universitas Sumatera Utara
35
yang lain, baik secara langsung maupun perantara). Penyakit menular ini ditandai
dengan adanya agen atau penyakit yang hidup dan dapat berpindah. Suatu
penyakit dapat menular dari orang yang satu kepada yang lain, ditentukan oleh 3
faktor, yaitu: Agen (penyebab penyakit), Host (induk semang), Route of
transmission (jalannya penularan) (Notoatmodjo, 2005).
Dalam penelitian ini perempuan jauh lebih beresiko untuk mengalami
demam tifoid dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki. Hal ini berbeda
dengan penelitian sebelumnya menemukan bahwa laki-laki jauh lebih beresiko
dengan terjadinya demam tifoid dibandingkan perempuan, disebabkan karena
laki-laki memiliki aktivitas yang lebih tinggi dari perempuan. Adanya perbedaan
penelitian ini memang dimungkinkan karena dalam penelitian ini mayoritas data
yang di dapat dilapangan bahwa perempuan yang lebih banyak memeriksakan diri
di rumah sakit untuk mengobati penyakit demam tifoid, namun tidak menutup
kemungkinan bahwa penderita penyakit demam tifoid pada laki-laki juga
memiliki angka kejadiaan yang tinggi namun tidak memeriksakan diri kerumah
sakit. Namun secara umum menurut Kepmenkes tahun 2006 tidak terdapat
perbedaan nyata mengenai angka kejadian demam tifoid antara laki-laki dan
perempuan (Kemenkes, 2006).
Jumlah pasien demam tifoid banyak terjadi pada usia 1 tahun-55 tahun
dengan total pasien 48 (94,12%) dikarena ini merupakan usia produktif. Bila
dilihat kebanyakan kasus demam tifoid terjadi pada masa atau usia anak sekolah
dan usia produktif, dimana mobilitas dan pergerakan anak dan orang dewasa
untuk mengenal makan belum tentu terjamin kebersihannya melihat kebiasaan
jajanan makanan sembarangan (Herawati, 2009).
Universitas Sumatera Utara
36
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa penggunaan antibiotik dibedakan
menjadi antibiotik tunggal dan kombinasi. Pemberian antibiotik tunggal diberikan
kepada 36 pasien (70,59%). Penggunaan antibiotik kombinasi sebanyak 15 pasien
(29,41%). Antibiotik tunggal yang paling banyak digunakan dari golongan
sefalosporin generasi 3 yaitu seftriakson, sefiksim dan sefotaksim. Antibiotik
terbanyak kedua adalah dari golongan fluorokuinolon yaitu siprofloksasin dan
levofloksasin. Antibiotik terakhir dari golongan penicillin yaitu amoksisilin
(Widodo, 2007).
Antibiotik yang paling banyak digunakan di Instalasi Rawat Inap RSUP H.
Adam Malik dari golongan sefalosporin generasi ketiga adalah seftriakson,
Namun dari penelitian menunjukkan bahwa penggunaan seftriakson pada pasien
demam tifoid dapat menurunkan suhu badan penderita dalam waktu singkat
dibanding antibiotik kloramfenikol sehingga efektif bila dipakai. Selain itu tidak
ada laporan mengenai resistensi seftriakson dalam mengobati demam tifoid
(Hammad, et al., 2011). Sampai saat ini golongan sefalosporin generasi ketiga
yang terbukti efektif untuk mengobati demam tifoid adalah seftriakson (Widodo,
2007).
Golongan sefalosporin generasi ketiga lainnya yang digunakan untuk
pengobatan demam tifoid adalah sefotaksim, sefiksim, seftizoxim, sefodoxime
dan sefoperazon, seftriakson pada pasien demam tifoid digunakan jika ada
resistensi terhadap antibiotik quinolon. Sefotaksim digunakan pada pasien demam
tifoid berat yang resiten terhadap quinolon (WHO, 2003). Sefotaksim dan
seftriakson efektif untuk pengobatan bakteri Gram negatif seperti Salmonella
typhi (Gunawan, 2007).
Universitas Sumatera Utara
37
Antibiotik kombinasi yang diberikan adalah siprofloksasin-levofloksasin
dan seftriakson-amoksisilin. Penggunaan kombinasi obat-obat antibiotik baik
yang berasal dari golongan yang sama maupun berbeda tidak memberikan
keuntungan dibandingkan pengobatan dengan antibiotik tunggal, baik dalam
kemampuan menurunkan demam maupun dalam hal menurunkan angka
kekambuhan yang disebabkan Salmonella typhi (Juwono, 2004).
Kombinasi 2 antimikroba atau lebih hanya diindikasikan pada keadaan
tertentu saja diantaranya toksik tifoid, peritonitis, syok septik serta adanya jika
ada penemuan 2 macam organisme dalam kultur darah selain bakteri Salmonella
(Widodo, 2007).
Lama rawatan rata-rata untuk pasien demam tifoid yaitu 7 hari – 15 hari
sebanyak 23 pasien (45,09%), sedangkan perawatan 1-7 hari sebanyak 28 pasien
(54,90%) ini disebabkan pasien lebih cepat sembuh dengan perwatan < 7 hari
karna lama perawatan demam tifoid sangat tergantung dari keparahan tingkat
penyakitnya, ketaaatan dan kedisiplinan pasien pada minum obat serta diet
makanan. Pada umumnya lama rawatan demam tifoid adalah 7 hari, pasien
dipulangkan setelah 10 hari bebas panas, lama perawatan yang terlalu cepat
dikhawatirkan dapat meningkatkan resiko terjadinya komplikasi dan kekambuhan
kembali (Halisapoetro, 1990).
4.2 Identifikasi Masalah Terapi Obat
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan penulis mendapatkan
gambaran masalah terapi obat secara umum yang terjadi pada pasien (Tabel 4.2).
Universitas Sumatera Utara
38
Tabel 4.2 Gambaran masalah terapi obat pada pasien demam tifoid di RSUP H.
Adam Malik
Masalah Terapi Obat Jumlah Kasus Persentase
Terjadi masalah terapi obat 18 35,29%
Tidak terjadi masalah terapi obat 33 64,70%
Total 51 100
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di RSUP H. Adam Malik, terdapat
64 pasien yang menderita penyakit Demam Tifoid pada periode Januari-Desember
2017. Dan memenuhi kriteria inklusi sebanyak 51 pasien. Dari 51 pasien, yang
mengalami masalah terapi obat sebanyak 18 kasus (35,29%) dan yang tidak
terjadi masalah terapi sebanyak 33 kasus (64,70%). Dari jumlah masalah terapi
obat, membuktikan bahwa angka kejadian kasus masalah terapi obat pada pasien
demam tifoid masih di RSUP H. Adam Malik masih tinggi.
4.3 Klasifikasi Masalah Terapi Obat
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis mendapatkan empat
kategori masalah terapi obat yang terjadi. Keempat kategori masalah terapi
tersebut adalah indikasi yang tidak diobati, obat diberikan tanpa indikasi, adanya
kejadiaan efek samping obat pada pemakaian obat, dan adanya interaksi obat.
Gambaran dari masalah terapi obat yang terjadi dapat dilihat dari (Tabel 4.3).
Tabel 4.3 Gambaran masalah terapi obat pada pasien demam tifoid di RSUP H.
Adam Malik Kota Medan
No Kode Masalah Terapi Obat Jumlah Persentase
1 P1.3 Gejala atau indikasi tidak diterapi 4 22,22%
2 P2.1 Kejadian efek buruk obat mungkin
terjadi
11 61,11%
3 P3.2 Penggunaan obat yang tidak perlu 3 16,67%
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat bahwa yang paling banyak terjadi
yaitu P2.1 Kejadian efek buruk obat mungkin terjadi 11 kasus (61,11%), P1.3
Gejala atau indikasi tidak diterapi 4 kasus (22,22%) dan P3.2 Penggunaan obat
yang tidak perlu 3 kasus (16,67%).
Universitas Sumatera Utara
39
4.4 Klasifikasi DRPs menurut PCNE V8.02 untuk Masalah Terkait Obat
Tabel 4.4 Klasifikasi DRPs menurut PCNE V8.02 untuk masalah terkait obat
Domain
Primer
Kode
V8.02
Masalah
No.
RM
Keterangan Jlh %
1. Efektivitas
Pengobatan
pengobatan
ada (potensi)
masalah
kurangnya
efek
farmakoterapi
P1.1 Tidak ada
efek terapi
obat
- - - -
P1.2 Efek obat
tidak
optimal
- - - -
P1.3
Gejala atau
indikasi
tidak
diterapi
13.69
69.86
Demam 4 22,22%
28.61
78.20
Batuk
2. Keamanan
Terapi
Pasien
mengalami,
atau dapat
mengalami
obat yang
merugikan
P2.1
Kejadian
efek buruk
obat
mungkin
terjadi
81.09 Alergi 11
61,11%
42.40
07.39
Mual
Muntah
05.68
Hiperkalemia
77.56 Penurunan kadar
glukokortikoid
darah
55.18 Resiko irama
jantung tidak
teratur
42.40 Perubahan
mortilitas
gastrointestinal
43.81 Nefrotoksisitas
07.39 Menyebabkan
khelasi
71.09 Menghambat
penyerapan
gastrointestinal
81.09 Meningkatkan
resiko tendinitis
3. Lainnya P3.1
Masalah
dengan
efektivitas
biaya
pengobatan
- - - -
Universitas Sumatera Utara
40
Domain
Primer
Kode
V8.02
Masalah
No.
RM
Keterangan Jlh %
P3.2
Penggunaan
obat yang
tidak perlu
76.42
54.79
77.56
Ibuprofen
CTM
Valsartan
3 16,67%
P3.3
Masalah /
keluhan
tidak jelas
Diperlukan
klarifikasi
lebih lanjut
(digunakan
sebagai jalan
keluar saja)
- - - -
Berdasarkan Tabel 4.4 diatas dapat dilihat P1.3 bahwa adanya indikasi
tanpa diberikan pengobatan sebanyak 4 kasus (22,22%), indikasi yang tidak
diobati, pasien yang mengalami demam tidak menerima terapi obat sesuai dengan
yang dibutuhkan. Hal ini tentu saja dikatakan indikasi tidak terobati karna
seharusnya pasien menerima obat (Kothe, 2008).
Permasalahan didapat pada P2.1 kejadian efek samping dari pengunaan
obat sebanyak 4 kasus (22,22%). Reaksi alergi merupakan efek samping yang
paling sering terjadi pada penggunaan antibiotik golongan beta laktam. Reaksi
anafiilaksis dengan spasme bronkus dan urtikaria dapat terjadi. Reaksi silang
biasanya terjadi pada pasien alergi penisilin berat, sedangkan pada alergi
penicillin yang ringan dan sedang kemungkinan kecil. Sefalosporin merupakan zat
nefrotoksik, walaupun jauh kurang toksik dibandingkan aminogliosida.
Kombinasi sefalosporin dengan aminoglikosida mempermudah terjadinya
nefrotoksisitas (Elin, 2008).
Sebagai contoh, penggunaan kortikosteroid (deksametason) dalam waktu
lama dapat menimbulkan efek moonface dan peningkatan nafsu makan. Dan
Universitas Sumatera Utara
41
penggunaan nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) berkepanjangan, dapat
muncul efek samping berupa iritasi dan nyeri lambung. Ada beberapa obat ketika
dikonsumsi secara bersamaan, akan muncul efek yang tidak diinginkan.
Contohnya kombinasi antara obat hipertensi inhibitor ACE dengan diuretik
potasium-sparing (spironolakton) dapat menyebabkan hiperkalemia. Sebenarnya
tidak semua efek samping berakibat buruk, contohnya efek samping mengantuk
yang ditimbulkan bila kita mengonsumsi obat flu, obat batuk, atau obat alergi
seperti CTM. Efek kantuk yang ditimbulkan tidak perlu diatasi, karena efek ini
dibutuhkan pasien untuk bisa istirahat (Nuryati, 2017).
Misalnya Golongan quinolon (ciprofloxacin) ini tidak dianjurkan untuk
anak-anak, karena dapat menimbulkan efek samping pada tulang dan sendi, bila
diberikan pada anak akan menganggu pertumbuhan tulang pada masa anak
(Tandi, 2017).
Antibiotik golongan sefalosporin paling banyak diberikan pada pasien
demam tifoid. Penggunaan antibiotik golongan ini tidak dapat diberikan kepada
pasien yang hipersensitif terhadap obat-obat yang termasuk dalam golongan
sefalosporin, seperti sefadroksil, seftriakson, sefoperazone, sefotaksim, sefiksim,
seftazidime, siprofloksasin, dan sephradine. Akan tetapi, terdapat 32 pasien yang
menerima pengobatan antibiotik golongan sefalosporin dan tidak ada catatan
kontraindikasi pada pasien. Resistensi muncul karna penggunaan antibiotik yang
salah, penggunaan yang berlebihan (overuse), kesalahan penggunaan (misuse),
dan kurang digunakan (underuse) (Taketomo dkk., 2009).
Universitas Sumatera Utara
42
4.5 Klasifikasi DRPs PCNE V8.02 untuk Penyebab Masalah Potensial
Terdapat masalah terapi obat pada pasien demam tifoid berdasarkan
penyebabnya diantaranya obat yang diberikan tanpa indikasi, efek samping obat,
indikasi yang tidak diobati dan adanya interaksi obat (Tabel 4.5).
Hal yang penting yang harus diperhatikan dalam interaksi obat adalah
tingkat keparahan interaksi, tingkat keparahan interaksi dapat memberikan
pengetahuan tentang proritas monitoring pasien. Keparahan interaksi diberi
tingkatan dan dapat diklasifiksikan ke dalam tiga tingkatan yaitu ringan (minor),
sedang (moderate) dan berat (mayor). Sebuah interaksi termasuk ke dalam
keparahan ringan (minor) jika interaksi mungkin terajdi tetapi dipertimbangkan
signifikan potensial berbahaya terhadap pasien jika terjadi kelalaian (Bailie,
2004), misalnya peningkatan efek hepatoksik Parasetamol oleh ranitidin,
manajemen untuk potensi interaksi ini adalah dilakukan pemantauan saat
penggunaan bersama obat ini (drugs.com, 2015).
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan sedang (moderate) jika
satu dari bahaya potensial mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe
intervensi sering diperlukan. Potensi interaksi obat dengan tingkat sedang pada
penelitian ini adalah Sukralfat-Ciprofloxacin. Mekanisme Sukralfat menurunkan
kerja dari Ciprofloxacin dengan menghambat absopsi di saluran gastrointestinal,
dalam golongan moderat ini, efek interaksi obat dapat muncul, sehingga harus
mendapat perhatian khusus (monitoring) dalam hal ini efek yang dapat muncul
akibat interaksi tersebut. Untuk membantu menghindari interaksi karena khelasi,
ciprofloxacin harus diminum 2 jam sebelum atau 6 jam setelah pemberian
sukralfat (Medscape, 2016).
Universitas Sumatera Utara
43
Interaksi keparahan berat (mayor) terjadi jika terdapat probabilitas
kejadian yang tinggi, membahayakan pasien, menyangkut nyawa pasien dan dapat
menyebabkan kerusakan permanen (Bailie, 2004). Oleh karena itu sangat
dianjurkan untuk menghindari pengunaan obat-obat yang berinteraksi berat.
Kejadian potensi interaksi obat pada penelitian ini adalah kombinasi antara
deksametason dan levofloksasin dapat meningkatkan risiko tendon pecah,
meskipun resikonya lebih tinggi pada orang yang lebih tua, manajemen yang
dilakukan ialah seharusnya levofloksasin digunakan untuk mengobati kondisi
yang diduga kuat efektif untuk bakteri dan manfaat terapinya lebih besar daripada
risiko (drugs.com, 2015).
Berdasarkan penelitian skripsi yang dilakukan sebelumnya di rumah sakit
umum sari mutiara kota medan pada tahun 2014 didapat jenis interaksi
berdasarkan tingkat keparahan berat (mayor) 2 kasus (0,53%) tingkat sedang
(moderate) 151 kasus (40,05%) dan tingkat ringan (minor) 224 kasus (59,42%)
total jumlah kejadian 377 kasus (Seprida, 2015).
Tabel 4.5 Klasifikasi DRPs PCNE V8.02 untuk penyebab masalah potensial
Domain
Primer
Kode
V8.01
Masalah
No.
RM
Keterangan Jlh %
1. Pemilihan
obat
Penyebab
(potensi)
DRP terkait
dengan
pemilihan
obat
C1.1
Obat yang
tidak tepat
menurut
pedoman /
formularium
- - - -
C1.2 Obat yang
tidak tepat
(dalam
pedoman
tetapi
sebaliknya
kontra
indikasi)
81.09
Efek samping
obat
levofloxacin
4 22,22%
42.40
Efek samping
dari obat
Levofloxacin
07.39
Efek samping
dari obat
Ciprofloxacin
Universitas Sumatera Utara
44
Domain
Primer
Kode
V8.01
Masalah
No.
RM
Keterangan Jlh %
05.68 Efek samping dari
kombinasi antara
obat hipertensi
inhibitor ACE
(Sprinolakton)dengan
diuretik potasium-
sparing (Furosemid)
C1.3
Obat tanpa
indikasi
76.42
Tidak perlu, karena
sudah diberikan obat
demam yaitu
Ibuprofen
3 16,67%
54.79
Tidak perlu, karena
sudah diberikan obat
alergi yaitu CTM
77.56
Tidak perlu, karena
sudah diberikan obat
antihipertensi yaitu
Valsartan
C1.4
Kombinasi
obat atau
obat
dengan
herbal yang
tidak tepat
77.56 Antasida
+
Deksametason
7 38,89%
55.18 Antasida
+
Ondansetron
42.40 Metoklorpramid
+
Parasetamol
43.81 Seftriakson
+
Furosemide
07.39 Sukralfat
+
Ciprofloxacin
71.09 Sukralfat
+
Levofloxacin
81.09 Deksametason
+
Levofloxacin
C1.5
Kelompok
terapeutik
atau bahan
aktif tidak
tepat
- - - -
Universitas Sumatera Utara
45
Domain
Primer
Kode
V8.01
Masalah
No.
RM
Keterangan Jlh %
C1.6
Pengobatan
tidak
diberikan
meskipun ada
indikasi
13.69
69.86
Tidak diberikan
obat demam
4 22,
22%
28.61
78.20
Tidak diberikan
obat batuk
C1.7
Terlalu
banyak obat
yang
diresepkan
untuk indikasi
- - - -
2. Bentuk
Sediaan
Penyebab
DRP terkait
dengan
pemilihan
bentuk obat
C2.1
Bentuk
sediaan obat
tidak tepat
(untuk
pasien)
- - - -
3. Pemilihan
Dosis
Penyebab
DRP terkait
dengan
pemilihan
dosis atau
bentuk
sediaan
C3.1 Dosis obat
terlalu rendah
- - - -
C3.2 Dosis obat
terlalu tinggi
- - - -
C3.3
Frekuensi
penggunaan
dosis tidak
mencukupi
- - - -
C3.4
Frekuensi
pengunaan
dosis terlalu
sering
- - - -
C3.5 Instruksi
waktu
penggunaan
dosis salah,
tidak jelas
atau missing
- - - -
4. Durasi
Terapi
Penyebab
DRP terkait
dengan
durasi
pengobatan
C4.1 Lama
pengobatan
terlalu singkat
- - - -
C4.2
Lama
pengobatan
terlalu lama
- - - -
5.
Dispensing
Penyebab
C5.1
Obat yang
diresepkan
tidak tersedia
- - - -
Universitas Sumatera Utara
46
Domain
Primer
Kode
V8.01
Masalah
No.
RM
Keterangan Jlh %
DRP terkait
dengan
logistik
proses
peresepan
dan peracikan
C5.2
Informasi
yang diperlukan
tidak tersedia
- - - -
C5.3
Obat, kekuatan
atau dosis
yang disarankan
salah
- - - -
C5.4 Obat atau
kekuatan
yang diberikan
salah
- - - -
6. Proses
Penggunaan
Obat
Penyebab
DRP terkait
dengan cara
pasien
mendapatkan
obat yang
diberikan
oleh seorang
profesional
kesehatan
atau perawat,
meskipun
instruksi
dosis tepat
(pada label)
C6.1
Waktu
pemberian dan
atau
interval
pemberian dosis
tidak tepat
- - - -
C6.2
Obat yang
diberikan
kurang
- - - -
C6.3
Obat yang
diberikan
berlebihan
- - - -
C6.4
Obat tidak
diberikan
sama sekali
- - - -
C6.5 Obat yang
diberikan
salah
- - - -
7. Pasien
Penyebab
DRP terkait
dengan
pasien dan
perilakunya
(disengaja
atau tidak
disengaja)
C7.1
Pasien
menggunakan /
mengambil
lebih sedikit
obat dari
yang
ditentukan
atau tidak
mengonsumsi
obat sama
sekali
- - - -
C7.2 Pasien
menggunakan /
mengambil obat
lebih banyak
- - - -
Universitas Sumatera Utara
47
Domain
Primer
Kode
V8.01
Masalah
No.
RM
Keterangan Jlh %
obat dari
obat yang
diresepkan
- - - -
C7.3
Penyalahgunaan
obat oleh
pasien
(penggunaan
berlebihan
tidak sesuai
aturan)
- - - -
C7.4
Pasien
menggunakan
obat yang
tidak
dibutuhkan
- - - -
C7.5
Pasien
mengonsumsi
makanan yang
berinteraksi
dengan obat
- - - -
C7.6
Pasien
menyimpan
obat tidak tepat
- - - -
C7.7
Waktu dan
interval dosis
tidak tepat
- - - -
C7.8 Penggunaan
dan cara
penyimpanan
obat yang salah
- - - -
C7.9
Pasien tidak
dapat
menggunakan
obat / bentuk
sediaan sesuai
petunjuk
-
-
-
-
8. Lain-lain
C8.1
Tidak ada atau
pemantauan
outcome tidak
sesuai
(termasuk
TDM)
- - - -
Domain
Primer
Kode
V8.01
Masalah
No.
RM
Keterangan Jlh %
Universitas Sumatera Utara
48
C8.2
Penyebab
lainnya;
spesifik
- - - -
C8.3 Tidak ada
penyebab yang
jelas
- - - -
Interaksi obat adalah sebagai modifikasi efek suatu obat akibat obat lain
yang diberikan pada awalnya atau diberikan bersamaan, atau bila dua atau lebih
obat berinteraksi sedemikian rupa sehingga keefektifan atau toksisitas satu obat
atau lebih berubah. Berdasarkan mekanismenya, interaksi dapat dibagi menjadi
interaksi yang melibatkan aspek farmakokinetika obat dan interaksi yang
mempengaruhi respon farmakodinamik obat. Beberapa interaksi obat yang
dikenal merupakan kombinasi lebih dari satu mekanisme (Fradgley, 2003).
Interaksi obat potensial seringkali terjadi pada pasien rawat inap yang
diresepkan banyak pengobatan. Prevalensi interaksi obat meningkat secara linear
seiring dengan peningkatan jumlah obat yang diresepkan, jumlah kelas obat dalam
terapi, jenis kelamin dan usia pasien (Mara, 2006).
Interaksi kategori minor yang terjadi adalah Seftriakson - Furosemide dan
jenis interaksi farmakodinamik, Kombinasi keduanya dapat menyebabkan
Nefrotoksisitas meningkat dan dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal.
Seftriakson walaupun memiliki efek samping yang minimal terhadap ginjal,
manajemen penggunaannya harus dimonitoring jika fungsi ginjal dan hati tidak
normal ataupun diberikan bersama dengan obat-obat yang mengakibatkan efek
samping pada ginjal seperti furosemide (Setiabudi, 2007).
Interaksi kategori minor yang terjadi adalah Metoklopramid - Parasetamol
Perubahan mortilitas gastrointestinal karena kebanyakan obat sebagian besar
Universitas Sumatera Utara
49
diserap di bagian atas usus kecil, obat-obatan yang mengubah laju pengosongan
lambung dapat mempengaruhi absorpsi. Propantelin misalnya, menghambat
pengosongan lambung dan mengurangi penyerapan parasetamol (asetaminofen),
sedangkan metoklopramid memiliki efek meningkatkan kadar acetaminophen
dengan meningkatkan penyerapan gastrointestinal. Manajemennya penggunaan
harus dimonitoring (Stockley, 2008).
Interaksi kategori moderate yang terjadi adalah Sukralfat - Ciprofloxacin
dan jenis interaksi farmakokinetik tempat interaksi absopsi. Mekanisme Sukralfat
menurunkan kerja dari Ciprofloxacin dengan menghambat absopsi di saluran
gastrointestinal, dalam golongan moderat ini, efek interaksi obat dapat muncul,
sehingga harus mendapat perhatian khusus (monitoring) dalam hal ini efek yang
dapat muncul akibat interaksi tersebut. Untuk membantu menghindari interaksi
karena khelasi, ciprofloxacin harus diminum 2 jam sebelum atau 6 jam setelah
pemberian sukralfat (Medscape, 2016).
Interaksi farmakokinetik pada fase absorbsi adalah antasida dan
dexamethasone, dexamethasone merupakan golongan kortikosteroid jika
digunakan bersamaan dengan antasida akan menyebabkan interaksi berupa
penurunan kadar glukokortikoid darah melalui efek glukokortikoid akan
menurunkan perlindungan selaput lendir lambung/ mucus barrier sehingga terjadi
peningkatan produksi asam lambung. Manajemen untuk menghindari terjadinya
interaksi tersebut yaitu antasida diberikan 2-3 jam setelah mengkonsumsi
deksamethasone. Interaksi ini merugikan karena dapat mengakibatkan mual,
pendarahan gastrointestinal (Tatro, 2006).
Universitas Sumatera Utara
50
Pada interaksi farmakodinamik yang paling banyak terjadi interaksi
yaituobat antasida dan ondansetron. Ondansetron dapat meningkatkan resiko
irama jantung tidak teratur, gangguan elektrolit seperti hypokalemia dan
hipomagnesia. Jika obat tersebut digunakan bersamaan maka dosis dan durasi
tidak boleh melampaui anjuran yang diberikan. Apabila pasien mengalami gejala
seperti irama jantung tidak teratur, pusing, pingsan sesak nafas segera hubungi
tenaga medis (Drugs.com 2017).
Interaksi sukralfat dan levofloxacin adalah interaksi obat kategori moderate
dan jenis interaksi farmakokinetik tempat interaksi absopsi mekanisme sukralfat
menurunkan kadar levofloxacin dengan menghambat penyerapan gastrointestinal
manajemennya harus gunakan perhatian khusus (monitoring) (Medscape, 2016).
Interaksi deksametason dan levofloxacin adalah interaksi obat kategori
mayor dan jenis interaksi farmakokinetika efek menggunakan levofloxacin dan
deksametason dapat meningkatkan resiko tendinitis dan tendon pecah. Mekanisme
interaksi tidak diketahui tendinitis dan tendon pecah telah paling sering
melibatkan tencon Achilles, meskipun kasus yang melibatkan manset rotator
(bahu), tangan, bisep dan ibu jari telah dilaporkan. Beberapa telah diperlukan
perbaikan bedah atau mengakibatkan cacat berkepanjangan. Ruptur tendon dapat
terjadi selama atau sampai beberapa bulan setelah terapi fluorokuinolon.
Manajemen perhatian terutama pada pasien dengan factor resiko penyerta lainnya
(usia > 60 tahun, transplantasi ginjal, paru-paru). Pasien harus berhenti konsumsi
flourokuinolon dan hubungi dokter jika mengalami rasa sakit (Tatro, 2006).
Universitas Sumatera Utara
51
4.6 Klasifikasi DRPs menurut PCNE V8.02 untuk Intervensi yang
direncanakan
Klasifikasi masalah terapi obat berdasarkan interverensi yang direncanakan
diberikan pada pasien demam tifoid dapat dilihat dari (tabel 4.6).
Tabel 4.6 Klasifikasi DRPs menurut PCNE V8.02 untuk intervensi yang
direncanakan
Domain Primer Kode
V8.02
Interverensi
No
RM
Keterangan
Tidak ada
intervensi
I0.1 Tidak ada
tindakan
13.69 Tidak ada
tindakan
69.86 Tidak ada
tindakan
28.61
Tidak ada
tindakan
78.20 Tidak ada
tindakan
1. Pada level
prescriber
I1.1 Preskriber
(pemberi resep)
menginformasi
cepat
- -
I1.2
Preskriber
meminta informasi
- -
I1.3
Intervensi diusulkan
preskriber
- -
I1.4 Intervensi
didiskusikan dengan
preskriber
- -
2. Pada level
pasien
I2.1
Konseling terhadap
obat pasien
- -
I2.2
Hanya disediakan
informasi tertulis
- -
I2.3
Pasien dirujuk ke
preskriber
- -
I2.4 Disampaikan kepada
anggota keluarga /
pengasuh
- -
3. Pada level obat I3.1 Obat diubah
menjadi….
- -
I3.2
Dosis diubah
menjadi….
- -
I3.3
Formulasi berubah
menjadi ......
- -
Universitas Sumatera Utara
52
Domain Primer Kode
V8.02
Interverensi
No
RM
Keterangan
I3.4
Instruksi
penggunaan
diubah menjadi ..
- -
I3.5 Obat dihentikan 76.42
Diberikan obat
Ibuprofen saja
54.79 Diberikan obat
CTM saja
77.56 Diberikan obat
Valsartan saja
I3.6 Diberikan obat
baru
81.09 Diberikan
setirizine karna
mengalami alergi
42.40
07.39
Diberikan
domperidone
karna mengalami
mual dan muntah
05.68
Diberikan kalsium
glukonat karna
mengalami
hiperkalemia
4. Intervensi atau
aktivitas lain
I4.1
Intervensi lain
(sebutkan)
77.56
Antasida diberikan
2-3 jam setelah
mengkonsumsi
deksametason
55.18
Dosis dan durasi
tidak boleh
melampaui anjuran
yang diberikan
42.40 Penggunaan harus
dimonitoring
43.81 Monitor jika
fungsi ginjal dan
hati tidak normal
07.39 Ciprofloxacin
harus diminum 2
jam sebelum atau
6 jam setelah
pemberian
sukralfat
71.09
Penggunaan harus
dimonitoring
81.09
Hubungi dokter
jika mengalami
rasa sakit
Universitas Sumatera Utara
53
Domain Primer Kode
V8.02
Interverensi
No
RM
Keterangan
I4.2 Efek samping
dilaporkan kepada
pihak berwenang
- -
Menurut PCNE V8.02 masalah terapi obat yang muncul dilakukan
pencegahan dari berbagai tingkatan baik dari presepan dari pasien itu sendiri,
masalah yang muncul pada pengobatan dan pecegahan atau penanganan lainnya
atau tidak ada tindakan yang diambil sama sekali. Berdasarkan Tabel 4.6 diatas
didapat hanya ada 4 kasus yang mendapatkan pencegahan dalam penanganan
MTO yang terjadi pada pasien demam tifoid.
Universitas Sumatera Utara
54
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat masalah terapi obat yang
terjadi pada pasien demam tifoid yaitu P2.1 Kejadian efek buruk obat mungkin
terjadi 11 kasus (61,11%), P1.3 Gejala atau indikasi tidak diterapi 4 kasus
(22,22%) dan P3.2 Penggunaan obat yang tidak perlu 3 kasus (16,67%).
5.2 Saran
Bagi peneliti selanjutnya, perlu dilakukan penelitian pada pasien demam tifoid
dengan adanya komplikasi dengan penyakit infeksi lain serta menggambarkan
antibiotik yang digunakan dan selanjutnya dapat melakukan penelitian secara
prospektif ataupun gabungan antara retrospektif dan prospektif sehingga hasilnya
dapat dibandingkan.
Universitas Sumatera Utara
55
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2003. Background Document: The Diagnosis, Treatment and Prevention
of Typhoid Fever, Communicable Disease Surveillance and Response
Vaccines and Biologicals, WHO 2003. (Diambil dari
http://whqlibdoc.who.int/hq/2003/WHO_V&B_03.07.pdf. diakses: 9
Januari 2011).
Anonim. 2015. Drugs.com. tanggal diakses 30 Mei 2015.
drug.com/drug_interactions.php.
Bailie, G.R., Johnson, C.A., Mason, N.A., Peter, W.L.St. 2004. Medfacts Pocket
Guide of Drug Interaction. Second Edition. Middleton: Bone Care
International, Nephrology Pharmacy Associated, Inc. Halaman 1-6.
Cipolle, RJ., Strand, LM, Morley, PC. 2004. Drug Therapy Problem, In
Pharmaceutical Care Practie The Clinician's Guide. second edition, New
York: The McGraw-Hill Companies. Pages 324-327.
Cipolle, R.J, Strand, L.M. & Morley, P.C. 2007. Pharmaceutical Care Practice.
New York: Mc Graw Hill Company. Halaman 75, 82-83, 96-101.
Departemen Kesehatan RI. 2006. Pedoman Penyelenggaraan dan Prosedur
Rekam Medis Rumah Sakit di Indonesia. Jakarta: Depkes RI.
Dinkes Propsu. 2009. Profil Kesehatan Sumatera Utara 2008. Medan: Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Utara.
Elin Y.S. 2008. Iso Farmakoterapi. Jakarta: PT. ISFI. Halaman 349-353.
Fradgley, S. 2003. Interaksi Obat. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
Kelompok Gramedia. Halaman 120 – 123.
Gunawan S.G. 2007. Farmakologi dan terapi. Jakarta: Departemen Farmakologi
dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Halaman 210-
212.
Hadinegoro, S.R. 1999. Masalah Multi Drug Resistance pada Demam Tifoid
Anak. Jakarta: Cermin Dunia Kedokteran. Halaman 5-8, 124.
Halisapoetro, Soeharyo. 1990. Beberapa Faktor yang Berpengaruh terhadap
Kejadian Perdarahan dan atau Perforasi Usus Pada Demam Tifoid.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Hammad, O. M. 2011. Ceftriaxone versus Chloramphenicol for Treatment of
Acute Typhoid Fever. Life Science Journal. 8(2) :100-105.
Herawati, M.H., Ghani., L. 2009. Hubungan Faktor Determinan dengan Kejadian
Demam Tifoid di Indonesia tahun 2007. (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin
/jurnal/19409165173.pdf Accessed 2 April 2012).
Iskandar D.1998. Rumah Sakit, Tenaga Kesehatan dan Pasien. Jakarta: Sinar
Grafika. Halaman 100.
Istiantoro, Y.H., dan Gan., V.H.S. 2005. Farmakologi dan Terapi: Penisilin,
Sefalosporin dan Antibiotik Betalaktam Lainnya. Edisi IV. Jakarta:
Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Halaman 622–625.
Juwono, R. 2004. Demam Tifoid dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I.
Edisi III. Jakarta: FKUI. Halaman 101-105.
Kalbe academia highlight. 2014. Terapi terkini demam tifoid. Cermnin Dunia
Kedokteran. 41(6) :475.
Universitas Sumatera Utara
56
Kothe, H. 2008. Outcome of community-acquired demam tifoid: Influence of age,
residence status and antimicrobial treatment. European Respiratory
Journal. 32 (1) :139–146.
Kumar, Y.A, Ahmad, A Kumar., V.R Mohanta, G.P., Manna, P.K. 2012.
Pharmacists interventions and pharmaceutical care in an Indian Teaching
Hospital: A prospective study. International Journal of Advanced
Research in Pharmaceutical and Bio Sciences. 46 (1) :392-394
Mangunatmadja I, Munasir, Z., Gatot D. 2003. Pediatrics update. Jakarta: Ikatan
Dokter Anak Indonesia. Halaman 110-112.
Mara, J.C., dan Carlos, J.T. 2006. Prevalence of Potential Drug-Drug Interactions
and its Associated Factors In a Brazilian Teaching Hospital. Brazil Journal
of Pharmaceutical Science. 9(3): 427-433.
Moehario, L.h. 2009. Molecular Epidemiology Salmonella Thypi Across
Indonesia Reveals Bacterial Migration. Available from:
http://www.jidc.org/index.php/journal/article/viewFile /548/283.
Munaf, S. 2009. Kumpulan Kuliah Farmakologi. Edisi II. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC. Halaman 400-451.
Notoatmodjo, Soekidjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT.
Rineka Cipta. Halaman 105.
Nursalam. 2005. Asuhan keperawatan bayi dan anak. Edisi I. Jakarta: Salemba
Medika. Halaman 97-100.
Nuryati. 2017. Bahan Ajar Rekam Medis dan Informasi Kesehatan (RMIK).
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Priastiputri. 2015. Analisis drug related problem (DRPs) pada pasien demam
tifoid rawat inap di Rumah Sakit “Y” Kota Surabaya. Skripsi. Universitas
Surabaya.
Prest, M. 2003. Penggunaan Obat Pada Lanjut Usia: Farmasi Klinik Menuju
pengobatan ynag Rasional dan Penghargaan Pilihan Pasien. Jakarta: PT
Elex Media Komputindo. Halaman 203- 213.
PCNE. 2017. Classification for Drug Related Problems, Pharmaceutical Care
European.(online).(https://www.pcne.org/upload/files/215_PCNE_classifi
cation_V8-01.pdf pada 15 Juni 2017).
Riyanto. 2011. Buku Ajar Metodologi Penelitian. Jakarta: EGC. Halaman 102-
105.
Setiabudi, R. 2007. Farmakologi dan Terapi: Golongan Kuinolon dan
Fluorokuinolon Farmakologi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Halaman 720.
Seprida. 2015. Evaluasi interaksi obat pada pasien pediatrik demam tifoid di
rumah sakit umum sari mutiara medan periode januari-desember 2014.
Skripsi. Universitas Sumatera Utara.
Sidabutar R.P., dan Wiguno, P. 2009. Hipertensi Esensial, Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 11. Jakarta: FK-UI. Halaman 98.
Siswandono, 2008. Kimia Medisinal. Edisi II. Surabaya: Airlangga University
Press. Halaman 134.
Universitas Sumatera Utara
57
Soedarno, S.S.P., Garna, H., dan Hadinegoro, S.R. 2002. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Anak: Infeksi &Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta: IDAI.
Halaman 367-375.
Soedarto, 2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga University
Press. Halaman 221-223.
Supari, S.F. 2006. Pedoman Pengendalian Demam Tyfoid (online).
(http://125.160.76.194/peraturan/Himp.%20Cetak%2006/Cetak%Himp.%
20 Jilid%20V/DEMAM%20TIFOID/Lamp%20Tifoid.pdf.).
Stockley, Baxter., K. 2010. Stockley’s Drug Interaction. Nine Edition. London:
Pharmaceutical Press. Halaman 144, 698.
Taketomo, C.K., Hodding, J.H., Kraus, D.M. 2009. Pediatric Dosage Handbook.
American Pharmacists Association. (1) 34 :52-57.
Tandi, dan Joni. 2017. Kajian Kerasionalan Penggunaan Obat pada Kasus Demam
Tifoid di Instalasi Rawat Inap Anutapura Palu. Jurnal Ilmiah Pharmacon.
6 (4) :2302 – 2493.
Tatro D.S. 2006. Drug Interaction Fact. fifth Edition, facts and comparisons A.
California: Wolter Kluwer Company. Halaman 175, 348, 376.
Tjay, T.H., dan Rahardja, K. 2010. Obat-Obat Penting. Jakarta: Elex Media
Komputindo. Halaman 65-88.
Tripathi, K. D. 2003. Antimicrobial drugs: general consideration Essential of
medical pharmacology. Fifth edition. Jaypee: Brothers Medical
Publishers. 2(67) 78-81.
Widodo, J. 2007. Demam Tifoid, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV. Jilid
III. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKIU.
Halaman 1752-1754.
World Health Organization. 2003. Backgroud document: The Diagnosis,
treatment and prevention of typhoid fever. Geneva: World Health
Organization.
Zulkhoni, A. 2011. Parasitologi untuk Keperawatan, Kesehatan Masyarakat,
Teknik Lingkungan, Yogyakarta: Nuha Medika. Halaman 360-365.
Universitas Sumatera Utara
58
Lampiran 1. Surat judul penelitian
Universitas Sumatera Utara
59
Lampiran 2. Surat permohonan izin penelitian
Universitas Sumatera Utara
60
Lampiran 3. Surat persetujuan komisi etik tentang pelaksanaan penelitian
Universitas Sumatera Utara
61
Lampiran 4. Surat izin penelitian di RSUP H. Adam Malik
Universitas Sumatera Utara
62
Lampiran 5. Surat selesai penelitian di RSUP H. Adam Malik
Universitas Sumatera Utara
63
Lampiran 6. Rekam medik penggunaan obat
Data Pasien Data Pengobatan
20 Febuari 21 Febuari 22 Febuari
Nama : CP Omeprazole 2 x 20mg RL 500 btl /ml Seftriakson serb inj 1000mg/vial
No. RM : 00.44.38.48 Seftriakson serb inj1000mg/vial
PCT 3 x 500mg
Seftriakson serb inj 1000mg/vial
RL 500 btl /ml
PCT 3 x 500mg
Omeprazole 2 x 20mg Jenis Kelamin: LK
Umur : 21 Tahun
RL 500 btl /ml
PCT 3 x 500mg
Omeprazole 2 x 20mg
Laxadine Emulsi 3 x 60ml
Diagnosa : Demam typhoid
23 Febuari
Anamnesa Seftriakson serb inj1000mg/vial
RL 500 btl /ml
Demam Mencapai 40.5oC PCT 3 x 500mg
Sakit Kepala Omeprazole 2 x 20mg
Mual
Muntah
Sakit Perut
Konstipasi
Data Pasien Data Pengobatan
10 Oktober 11 Oktober 12 Oktober
Nama : IE Nacl 0,9% 500ml Ranitidin Inj 25mg/ml Nacl 0,9% 500ml
No. RM : 00.72.20.28 Ranitidin Inj 25mg/ml Sefiksim 2x 200mg Ranitidin Inj 25mg/ml
Umur : 12 Tahun Sefiksim 2x200mg
Jenis Kelamin: LK Ranitidine Tab 2x150 Mg
Universitas Sumatera Utara
64
Diagnosa :
Demam
typhoid
Anamnesa
Demam Mencapai 40.5oC 13 Oktober
Sakit Perut Sefiksim 2 x 100mg Kap
Mual
Muntah
Data Pasien 23 Agustus 24 Agustus 25 Agustus
Nama : AP Ranitidine Inj 50 mg/2ml Ranitidin Inj 25mg/Ml Larutan Karbohidrat
No. RM : 00.71.76.18 Nacl 0,9% 500 ml Sefiksim 200mg Ranitidine Inj 50 mg/2ml
Umur : 5 Tahun
PCT 3x500mg
Larutan Karbohidrat
Larutan Karbohidrat
Ranitidine Inj 50 mg/2ml
Seftriakson serb inj 1000mg/vial
Jenis
Kelamin:
PR
Seftriakson serbinj1000mg/vial
Seftriakson serb inj 1000mg/vial
Diagnosa : Demam typhoid Paracetamol Syr 60 Ml
Anamnesa 26 Agustus 27 Agustus 28 Agustus
Demam Mencapai 40.5oC Larutan Karbohidrat Ranitidine Inj 50 mg/2ml Seftriakson serb inj 1000mg/vial
Sakit Kepala
Mual
Ranitidine Inj 50 mg/2ml Seftriakson serb inj 1000mg/vial Ranitidine Inj 50 mg/2ml
Paracetamol Syr 60 Ml
Muntah
Batuk Kering Seftriakson serb inj1000mg/vial
Konstipasi 29 Agustus 30 Agustus
Ranitidine Inj 50 mg/2ml Ranitidine Inj 50 mg/2ml
Universitas Sumatera Utara
65
Seftriakson serb inj1000mg/vial
PCT 3x500mg
Seftriakson serb inj1000mg/vial
Laxadine Emulsi 3 x 60ml
Parasetamol Syr 60 Ml
Loratadine 10 Mg
Vitamin B- Complex (1x1)
Sefadroksil Sirup Kering 125
mg/5ml (2x1)
Data Pasien Data Pengobatan
15 Agustus 16 Agustus 17 Agustus
Nama : RM Larutan Karbohidrat Larutan Karbohidrat Larutan Karbohidrat
No. RM : 00.71.69.86 Racikan 01 Nacl 0,9% 100 ml
Umur : 9 tahun
Seftriakson serb inj 1000mg/vial
Jenis Kelamin: LK 18 Agustus 19 Agustus 20 Agustus
Diagnosa : Demam typhoid
Larutan Karbohidrat Nacl 0,9% 100 ml Seftriakson serb inj 1000mg/vial
Seftriakson serb inj1000mg/vial Racikan 01 Larutan Karbohidrat
Anamnesa Nacl 0,9% 100 ml Larutan Karbohidrat
Seftriakson serb inj 1000mg/vial
Demam Mencapai 40.5oC
Sakit Kepala 21 Agustus 22 Agustus 23 Agustus
Sakit Perut
Konstipasi Seftriakson serb inj1000mg/vial Larutan Karbohidrat Racikan 01 (2x1)
Mual
Muntah
Larutan Karbohidrat Seftriakson serb inj1000mg/vial
Laxadine Emulsi 4 x 60ml
Parasetamol Infus (1x1)
Universitas Sumatera Utara
66
Data Pasien Data Pengobatan
01 Agustus 02 Agustus 03 Agustus
Nama : KZ Larutan Karbohidrat Parasetamol Infus Tidak ada Medikasi
No. RM : 00.71.55.18 Sefotaksim inj 1000mg/vial
Umur : 5 Tahun
Jenis Kelamin: PR 04 Agustus 05 Agustus 06 Agustus
Diagnosa : Demam typhoid
Ondansetron Inj 4mg/ml Racikan 01 Seftriakson serbinj1000mg/vial
Parasetamol Infus Nacl 0,9% 100 ml Nacl 0,9% 100 ml
Anamnesa Seftriakson serbinj1000mg/vial Seftriakson serbinj1000mg/vial Racikan 01
Demam Mencapai 40.5oC 07 Agustus
Mual Larutan Karbohidrat
Muntah Seftriakson inj 1000mg/vial
Nyeri Nacl 0,9% 100 ml
Deksametason Inj
Racikan 01 (3x1)
Racikan 02 (1x1)
Data Pasien Data Pengobatan
22 Juli 23 juli 26 Juli
Nama : NK Larutan Karbohidrat Larutan Karbohidrat Seftriakson inj 1000mg/vial
No. RM : 00.71.45.29 Racikan 01 Racikan 01
Umur : 3 Tahun
Jenis Kelamin: PR 27 juli 28 juli 29 Juli
Universitas Sumatera Utara
67
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Seftriakson inj 1000mg/vial Parasetamol Infus (1x1)
Racikan 01
Parasetamol Infus (1x1)
Anamnesa
30 juli 31 juli 01 Agustus
Demam Mencapai 40.5oC Parasetamol Infus (1x1) Sefotaksim inj 1000mg/vial Larutan Karbohidat
Mual Seftriakson inj 1000mg/vial Seftriakson inj 1000mg/vial
Muntah
02 Agustus 03 Agustus
RL 500 btl /ml Racikan 01 (2x1)
Seftriakson inj 1000mg/vial
Data Pasien Data Pengobatan
18 Juni 19 Juni 20 Juni
Nama : YK RL 500 btl /ml RL 500 btl /ml RL 500 btl /ml
No. RM : 00.71.11.85 PCT 3x500mg PCT 3x500mg PCT 3x500mg
Umur : 20 Tahun
Jenis
Kelamin:
LK 21 Juni 22 Juni 23 Juni
RL 500 btl /ml Nacl 0,9% 100 ml RL 500 btl /ml
Diagnosa : Demam typhoid
PCT 3x500mg Seftriakson inj 1000mg/vial Salbutamol-Ventolin Nebules 2,5
Mg
Anamnesa Nacl 0,9% 100 Ml RL 500 btl /ml PCT 3x500mg
Seftriakson inj
1000mg/vial
Salbutamol-Ventolin Nebules 2,5
Mg
Seftriakson inj 1000mg/vial
Nacl 0,9% 500 ml
Demam Mencapai 40.5oC Siprofloksasin Tab 2 x 500 Mg Siprofloksasin Tab 2 x 500 Mg
Sakit Kepala
Universitas Sumatera Utara
68
Mual 24 Juni 25 Juni 26 Juni
Muntah Salbutamol-Ventolin PCT 3x500mg PCT 3x500mg
Batuk Nebules 2,5 Mg RL 500 btl /ml Levofloxacin 500 mg (1x1)
Asma PCT 3x500mg Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Kodein Tab 10 mg (Fosfat) (3x1)
Siprofloksasin 2x500
Mg
Siprofloksasin 2 x 500 Mg
Seftriakson inj 1000mg/vial
Seftriakson inj
1000mg/vial
Salbutamol-Ventolin Nebules 2,5
Mg
RL 500 btl /ml
Ranitidine Inj 50
Mg/2ml
Data Pasien Data Pengobatan
06 Mei 07 Mei 08 Mei
Nama : R Ranitidine Inj 50mg/2ml Ranitidine Inj 50mg/2ml Ranitidine Inj 50mg/2ml
No. RM : 00.70.73.58 Nacl 0,9% 500 ml Nacl 0,9% 500 ml Nacl 0,9% 500 ml
Umur : 31 Tahun
Jenis
Kelamin:
PR 09 Mei 10 Mei
PCT 3x500mg Ranitidine Inj 50mg/2ml
Diagnosa :
Demam
typhoid
Ranitidine Inj 50mg/2ml
Nacl 0,9% 500 ml
Nacl 0,9% 500 ml
PCT 3x500mg
Anamnesa Kalium Klorida – Ksr 600 mg
(1x1)
Demam Mencapai 40.5oC Siprofloksasin 2 x 500 Mg
Mual Vitamin B- Complex
Gastric
Universitas Sumatera Utara
69
Data Pasien Data Pengobatan
15 Apr 16 Apr 17 Apr
Nama : RA Nacl 0,9% 500 ml Metoklopramid – Sotatic
Inj5mg/ml
Metoklopramid – Sotatic Inj
5mg/ml No. RM : 00.70.13.41
Umur : 24 Tahun Ranitidine Inj 50mg/2ml PCT 3x500mg PCT 3x500mg
Jenis
Kelamin:
PR Parasetamol Infus
Ketorolac Inj 30 mg/ml
Nacl 0,9% 500 ml
Ranitidine Inj 50mg/2ml
Nacl 0,9% 500 ml
Ranitidine Inj 50mg/2ml
Diagnosa :
Demam
typhoid
Metoklopramid - Sotatic
Inj5mg/ml
Levofloxacin 500 mg/ 100 ml
Anamnesa PCT 3x500mg
Demam Mencapai 40.5oC 18 Apr 19 Apr 20 Apr
Mual
Muntah
Metoklopramid - Sotatic Inj
5mg/ml
Seftriakson Inj 1000mg/Vial
Metoklopramid – Sotatic Inj
5mg/ml
RL 500 btl /ml
Metoklopramid – Sotatic Inj
5mg/ml
Batuk Nacl 0,9% 500 ml PCT 3x500mg PCT 3x500mg
Sakit Kepala
Nyeri
Ranitidine Inj 50mg/2ml
Levofloxacin 500mg/ 100 ml
Betahistine 6 mg (3x1)
Nacl 0,9% 500 ml
Betahistine 6 mg (3x1)
Ranitidine Inj 50mg/2ml
PCT 3x500mg Ranitidine Inj 50mg/2ml Kodein Tab 20 Mg
Seftriakson Inj 1000mg/Vial Seftriakson Inj 1000mg/Vial
Betahistine 6 Mg (3x1)
21 Apr 22 Apr 23 Apr
Seftriakson Inj. 1000mg/Vial
PCT 3x500mg
Metoklopramid
PCT 3x500mg
Metoklopramid
PCT 3x500mg
Betahistine 6 mg (3x1) Betahistine 6 mg (3x1) Betahistine 6 mg (3x1)
Ranitidine Inj 50mg/2ml Ranitidine Inj 50mg/2ml Ranitidine Inj 50mg/2ml
Metoklopramid Sefiksim 100 mg Kap (2x1) Sefiksim 100 mg Kap (2x1)
Universitas Sumatera Utara
70
Sefiksim 100 mg Kap (2x1) Ranitidine Tab 150 Mg (2x1)
Data Pasien Data Pengobatan
05 Maret 06 Maret 07 Maret
Nama : AS Omeprazole 20 Mg RL 500 btl /ml RL 500 btl /ml
No. RM : 00.49.20.41 RL 500 btl /ml Metronidazole Tab 500 mg (3x1) PCT 3x500mg
Umur : 49 Tahun PCT 3x500mg Omeprazole 20 mg Metronidazole Tab 500 mg (3x1)
Jenis
Kelamin :
PR Siprofloksasin Tab 500 mg (2x1) PCT 3x500mg Omeprazole 20 mg
Levofloxacin 500 mg (1x2)
Diagnosa :
Demam
typhoid
08 Maret 09 Maret 10 Maret
Anamnesa
RL 500 btl /ml Metronidazole Tab 500 mg (3x1) PCT 3x500mg
PCT 3x500mg Omeprazole 20 mg (2x1) Metronidazole Tab 500 mg (3x1)
Metronidazole Tab 500 mg (3x1)
Omeprazole 20 mg
Levofloxacin 500 mg (1x2)
PCT 3x500mg
Levofloxacin 500 mg (1x2)
Demam 39.7oC
Gastritis Levofloxacin 500 mg (1x2) RL 500 btl /ml
Mual
Muntah
Data Pasien Data Pengobatan
25 Oktober 26 Oktober 27 Oktober
Nama : RS Glucose 10 % 500 ml Racikan 01(3x1) Ambroxol Syrup (2x0,50)
No. RM : 00.72.38.78 Dex 5 + Nacl 0.225 Dex 5 + Nacl 0.225 Zinc Tab 20 mg (1x1)
Umur : 1 Tahun Zinc Tab 20 mg (1x1) Vitamin B- Complex (1x1)
Jenis
Kelamin :
LK
Dex 5 + Nacl 0.225
Asam Folat- Profolat 0,4mg
(1x1)
Universitas Sumatera Utara
71
Diagnosa :
Demam
typhoid
Seftriakson Inj. 1000mg/Vial
28 Oktober 29 Oktober 30 Oktober
Anamnesa
Asam Folat- Profolat 0,4mg (1x1) PCT 3x500mg
Vitamin B- Complex (1x1)
Seftriakson Inj. 1000mg/Vial
Zinc Tab 20 mg (1x1)
PCT 3x500mg
Zinc Tab 20 mg (1x1)
Zinc Tab 20 mg (1x1)
Asam Folat- Profolat 0,4mg
(1x1)
Parasetamol Syr 60 ml
PCT 3x500mg
Asam Askorbat 50 mg (1x2) Demam 40.5
oC
Batuk Vitamin B- Complex (1x1) Zinc Tab 20 mg (1x1)
Anemia
Diare
Asam Folat- Profolat 0,4mg
(1x1)
Asma
31 Oktober 1 Nov 2 Nov
Seftriakson Inj. 1000mg/Vial
Parasetamol Infus (1x1)
Asam Folat- Profolat 0,4mg
(1x1)
Asam Askorbat 50 mg
Asam Folat- Profolat 0,4mg (1x1) Vitamin B- Complex (1x1)
Parasetamol Syr 120 mg/5ml Btl
60 Ml
Asam Askorbat 50 mg (1x1)
Asam Askorbat 50 mg (1x1)
Zinc Tab 20 mg (1x1)
PCT 3x500mg
PCT 3x500mg
Asam Folat- Profolat 0,4mg
(1x1)
Vitamin B- Complex (1x1)
Ambroxol Syrup (2x7,50)
Seftriakson Inj. 1000mg/Vial
Zinc Tab 20 mg (1x1)
Seftriakson Inj. 1000mg/Vial
Universitas Sumatera Utara
72
Parasetamol Infus (1x1)
Racikan 01 (3x1)
Parasetamol Infus (1x1)
3 Nov 4 Nov 5 Nov
Seftriakson Inj. 1000mg/Vial
Asam Folat- Profolat 0,4mg(1x1)
Asam Folat- Profolat 0,4mg
(1x1)
Asam Askorbat 50 mg (1x1) Vitamin B- Complex (1x1) Vitamin B- Complex (1x1)
Zinc Tab 20 mg (1x1) Asam Askorbat 50 Mg (1x1) Racikan 01 (3x1)
PCT 3x500mg Zinc Tab 20 mg (1x1) Asam Askorbat 50 mg (1x2)
Asam Folat- Profolat 0,4mg
(1x1)
PCT 3x500mg
Vitamin B- Complex (1x1)
Racikan 01(2x1)
6 Nov
Racikan 01 (3x1)
Asam Askorbat 50 mg (1x2)
Asam Folat- Profolat 0,4mg (1x1)
Vitamin B- Complex (1x1)
Zinc Tab 20 mg (1x1)
Salbutamol Syr 100 ml
Data Pasien Data Pengobatan
23 Oktober 24 Oktober 25 Oktober
Nama : ED Larutan Karbohidrat Larutan Karbohidrat Seftriakson Inj.1000mg/Vial
No. RM : 00.72.34.78 Nacl 0,9% 500 ml Larutan Karbohidrat
Umur : 5 Tahun Nacl 0,9% 500 m
Universitas Sumatera Utara
73
Jenis
Kelamin :
PR Ambroxol Syrup (3x1)
Diagnosa :
Demam
typhoid
26 Oktober 27 Oktober 28 Oktober
Nacl 0,9% 500 ml Larutan Karbohidrat Nacl 0,9% 500 ml
Anamnesa Parasetamol Infus Nacl 0,9% 500 ml Parasetamol Infus (1x1)
Seftriakson Inj1000mg/Vial Seftriakson inj 1000mg/Vial Ambroxol Syrup (3x1)
Demam 39oC
Nyeri
Batuk
Salbutamol- Ventolin Nebules 2,5
mg
Parasetamol Infus
Salbutamol- Ventolin Nebules
2,5 mg
Seftriakson Serb Inj.
1000mg/Vial
Larutan Karbohidrat
Asma
Batuk
Prednisone Tab 5 mg (3x1)
Salbutamol- Ventolin Nebules
2,5 mg
Ambroxol Syrup (3x0,5)
29 Oktober 30 Oktober
Seftriakson Serb Inj. 1000mg/Vial Salbutamol- Ventolin Nebules
2,5 mg
Larutan Karbohidrat
Nacl 0,9% 500 ml
Salbutamol- Ventolin Nebules 2,5
mg
Seftriakson Serb Inj.
1000mg/Vial
Larutan Karbohidrat
Nacl 0,9% 500 ml
Ambroxol Syrup (3x0,5)
Data Pasien Data Pengobatan
17 Oktober 18 Oktober 19 Oktober
Nama :
DS
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 ml Ringer Laktat Lar Infus Btl 500
ml
Loperamide 2 mg (3x1)
PCT 3x500mg
No. RM : 00.72.30.60 PCT 3x500mg Loperamid 2mg (3x1) Ringer Laktat Lar Infus Btl 500
Universitas Sumatera Utara
74
Ranitidine Inj 50mg/2ml PCT 3x500mg ml
Umur :
59 Tahun
Loperamid 2mg (3x1)
Siprofloksasin Tab 500 mg (2x1)
PCT 3x500mg
Siprofloksasin Tab 500 mg (2x1)
Ranitidine Inj 25mg/ml
Siprofloksasin Tab 500 mg (2x1)
Jenis
Kelamin :
PR Ranitidine Inj 50 mg/2ml Ambroxol Syrup
Diagnosa :
Demam
typhoid
20 Oktober
Siprofloksasin Tab 500 Mg
Anamnesa Ambroxol Syrup
PCT 3x500mg
Demam 39oC
Diare
Batuk Dahak
Mual
Data Pasien Data Pengobatan
22 Agustus 23 Agustus 24 Agustus
Nama :
BP
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 ml Larutan Karbohidrat (3x1)
Parasetamol Infus (2x1)
Larutan Karbohidrat (3x1)
Sefriakson Serb Inj 1000 mg
(2x1)
No. RM :
00.71.74.74
Sefriakson Serb Inj 1000 mg/ Vial Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Parasetamol Infus (2x1)
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500
ml
Umur :
10 Tahun
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500
ml
Seftriakson Serb Inj 1000
mg/Vial
Jenis
Kelamin :
Diagnosa :
LK
Demam
25 Agustus
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 ml
26 Agustus
Gentamysin Inj 80 Mg/2ml (3x1)
27 Agustus
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500
Universitas Sumatera Utara
75
typhoid (1x1) ml
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
Gentamysin Inj 80 mg/2ml (3x1)
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500
ml (1x1)
Nacl 0,9% 100 ml (3x1)
Gentamysin Inj 80 mg/2ml (3x1)
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Seftriakson Serb Inj 1000
mg/Vial
Anamnesa
Demam 40.5oC
Sakit Kepala
Data Pasien Data Pengobatan
21 Mei 22 Mei 23 Mei
Nama :
MP
Ranitidine Inj 50 mg/2ml Seftriakson Serb Inj
1000mg/Vial
Ranitidine Inj 50 mg/2ml
No. RM : 00.70.87.93
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 ml
Metoklorpramid-Sotatic Inj 5mg/ml
Ringer Laktat Lar Infus Btl
500 ml
Metoklorpramid-Sotatic Inj
5mg/ml
Umur : 27 Tahun
PCT 3x500mg
Seftriakson Serb Inj. 1000mg/Vial
Metoklorpramid-Sotatic Inj
5mg/Ml
PCT 3x500mg
Ranitidine Inj 50 mg/2ml
Jenis Kelamin : LK
PCT 3x500mg
Ranitidine Inj 50 mg/2ml
Seftriakson Serb Inj.
1000mg/Vial
Diagnosa : Demam typhoid Larutan Karbohidrat
Anamnesa 24 Mei
Amlodipine 5 mg
Demam 39oC PCT 3x500mg
Hipertensi Vitamin B-Complex (2x1)
Mual Ranitidine 150 mg (2x1)
Universitas Sumatera Utara
76
Muntah Loperamid 2 mg (3x1)
Data Pasien Data Pengobatan
28 Mei 29 Mei 30 Mei
Nama : NP
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 ml
Metoklorpramid-Sotatic Inj 5mg/ml
Metoklorpramid-Sotatic Inj
5mg/ml
Metoklorpramid-Sotatic Inj
5mg/ml
No. RM : 00.52.42.40 Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Umur : 23 tahun Sukralfat Susp 100 ml(2x1) PCT 3x500mg
Jenis Kelamin : LK Ringer Solution 500 ml Ranitidine Inj 50 mg/2ml
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Metoklorpramid-Sotatic Inj
5mg/ml
Ringer Laktat Lar Infus Btl
500 ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Levofloxacin 500mg (1x1)
Anamnesa
31 Mei
Demam 39oC PCT 3x500mg
Pusing Domperidone 10 mg (3x1)
Mual Lansoprazole Kap 30 mg (1x1)
Muntah Levofloxacin 500mg (1x1)
Gastric Sukralfat Susp 100ml (3x1)
Data Pasien Data Pengobatan
15 Nov 16 Nov 17 Nov
Nama : AD Larutan Karbohidrat PCT 3x500mg PCT 3x500mg
No. RM : 00.72.58.48 Ranitidine Inj 50 mg/2ml Larutan Karbohidrat Larutan Karbohidrat
Umur : 11 Tahun Seftriakson Serb Inj. 1000mg/Vial Seftriakson Serb Inj. Seftriakson Serb Inj.
Universitas Sumatera Utara
77
1000mg/Vial 1000mg/Vial
Jenis Kelamin : LK PCT 3x500mg
Diagnosa : Demam typhoid
Anamnesa
18 Nov 19 Nov 20 Nov
Larutan Karbohidrat Larutan Karbohidrat PCT 3x500mg
Seftriakson Serb Inj. 1000mg/Vial
PCT 3x500mg
Seftriakson Serb Inj.
1000mg/Vial
Seftriakson Serb Inj.
1000mg/Vial
Demam 40oC PCT 3x500mg
Mual
Data Pasien Data Pengobatan
16 Oktober 17 Oktober 18 Oktober
Nacl 0,9% 500 Ml Parasetamol Tab 500 Mg Seftriakson Serb Inj.
Nama : IT 1000mg/Vial
No. RM : 00.72.29.61
Ranitidine Inj 25 Mg/Ml
Metoklorpamid – Sotatic Inj 5ml
Ranitidine Inj 25 Mg/Ml
Larutan Karbohidrat
Umur : 9 Tahun Parasetamol Infus PCT 3x500mg Nacl 0,9% 500 Ml
Jenis
Kelamin :
PR
Seftriakson Serb Inj. 1000mg/Vial Larutan Karbohidrat
Ranitidine Inj 25 Mg/Ml
PCT 3x500mg
Diagnosa :
Demam
typhoid
Nacl 0,9% 500 Ml
Parasetamol Infus
Anamnesa 19 Oktober 20 Oktober
Demam 38oC PCT 3x500mg Sefiksim 100 Mg/Kap
Universitas Sumatera Utara
78
Pusing Seftriakson Serb Inj. 1000mg/Vial
Mual Ranitidine Inj 25 Mg/Ml
Muntah Larutan Karbohidrat
Nacl 0,9% 500 Ml
Parasetamol Infus
Data Pasien Data Pengobatan
25 Desember 27 Desember 28 Desember
Nama : DY PCT 3x500mg Sukralfat Susp 100 Ml Ciprofloksasin Infus
No. RM : 00.72.07.39 Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Ciprofloksasin Infus PCT 3x500mg
Umur : 18 tahun Sukralfat Susp 100 Ml PCT 3x500mg Nacl 0,9% 500 Ml
Jenis
Kelamin :
PR Ciprofloxacin Infus Nacl 0,9% 500 Ml Domperidone 10 Mg
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Diagnosa :
Demam
typhoid
Anamnesa 29 Desember 30 Desember
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp@2ml Asetil Sistein 200 Mg
Demam 39oC Domperidone 10 Mg Domperidone 10 Mg
Mual Setirizine 10 Mg Siprofloksasin Tab 500 Mg
Muntah Ciprofloksasin Infus Ranitidine Tab 150 Mg
Batuk Asetil Sistein 200mg Amitriptilline 25 Mg
Sakit Kepala Vertigo PCT 3x500mg
Nyeri Nacl 0,9% 500 Ml
Alergi
Data Pasien Data Pengobatan
15 Agustus 16 Agustus 17 Agustus
Universitas Sumatera Utara
79
Nama : NN Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml Larutan Karbohidrat Kalsium Glukonat-Ca
No. RM : 00.71.69.93 Seftriakson Serb. Inj 1000 Mg/Vial
Parasetamol Infus
Larutan Karbohidrat
Glucose 10% 500 Ml
Seftriakson Serb. Inj 1000
Mg/Vial
Larutan Elektrolit
Sefotaksim Inj 0,5 Gram
Parasetamol Infus
Gluconas 100 Mg
Ringer Laktat Lar Infus
Btl 500 Ml
Seftriakson Serb Inj.
1000 Mg/Vial
Umur : 5 Tahun
Jenis
Kelamin:
PR
Diagnosa :
Demam
typhoid
Larutan Karbohidrat
Kalsium Glukonat-Ca Gluconas
100 Mg
Otsu-Mgso4 40 Inj
40%Amp 20 Ml
Anamnesa Sefotaksim Serb Inj 1000
Mg/Vial
Demam 39oC Parasetamol Infus
Mual Larutan Karbohidrat
Gastric Larutan Asamino-
Amonofusin Pead 250
Nyeri 18 Agustus 19 Agustus
Pusing Larutan Karbohidrat Parasetamol Infus
Kalsium Glukonat-Ca Gluconas 100 Mg
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500
Ml
Otsu-D40 Infus 40% Btl 25ml Omeprazole 40mg/10ml Inj
Larutan Elektrolit-Otsu-Kcl 7,46
Larutan Asamino-Amonofusin Pead 250
Sefotaksim Inj 0,5 G
Parasetamol Infus
Omeprazole 40mg/10ml Inj
Universitas Sumatera Utara
80
Data Pasien Data Pengobatan
05 Agustus 07 Agustus 08 Agustus
Nama : JH Larutan Karbohidrat Stesolid 10 Mg Supp Larutan Karbohidrat
No. RM : 00.71.59.97 Larutan Karbohidrat Stesolid 10 Mg Supp
Umur : 8 Tahun
Chloralhdrat 1050 Mg/ 15 Cc
Jenis
Kelamin :
LK
09 Agustus
Diagnosa :
Demam
typhoid
Larutan Karbohidrat
Stesolid 10 Mg Supp
Anamnesa
Lidokain 2% (Hcl) + Eferin/Komposi
Asam Traneksamat Kaps 500 Mg
Demam 39.4oC Amoksisilin Sir. Kering 12mg/5 Ml Btl
Batuk
Nyeri
Pendarahan
Data Pasien Data Pengobatan
20 Juli 21 Juli 22 Juli
Nama :
EL
Larutan Karbohidrat Fitomenadion Inj 2mg/Ml Omeprazole 40 Mg/10 Ml
Inj
No. RM : 00.71.43.81 Parasetamol Infus
Lakulosa Sir 3,335 G/5ml
Umur : 11 tahun
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Jenis LK Cathejell With Lidocaine Ringer Laktat Lar Infus Btl 500
Universitas Sumatera Utara
81
Kelamin : Furosemide Inj. 10 Mg/Ml Amp 2 Ml Ml
Diagnosa :
Demam
typhoid
Omeprazole 40 Mg/10ml Inj
Albumin – Biotest 20% 100 Ml
Anamnesa
23 Juli 24 Juli 25 Juli
Omeprazole 40 Mg/10 Ml Inj Ringer Laktat Lar Infus Btl 500
Ml
Ringer Laktat Lar Infus
Btl 500 Ml
Demam 38.9oC
Gastric
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Mual
Muntah
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
Lakulosa Sir 3,335 G/5ml
Fitomenadion Inj 2mg/Ml
Furosemide Inj 10mg/Ml
Amp @2ml
Batuk 26 Juli 27 Juli 28 Juli
Furosemide Inj 10mg/Ml Amp @2ml
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml
Larutan Karbohidrat
Furosemide Inj 10mg/Ml
Furosemide Inj 10mg/Ml
Amp @ 2ml
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Larutan Karbohidrat
Sefotaksim Serb Inj 1000
Mg/Vial
29 Juli 30 Juli 31 Juli
Furosemide Inj 10 Mg/Ml Amp @2ml
Sefotaksim Serb Inj 1000 Mg/Vial
Sefotaksim Serb Inj 1000 Mg/
Vial
Furosemide Inj 10 Mg/Ml
Amp @2ml
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml
Furosemide Inj 10 Mg/Ml Amp
@2ml
Sefotaksim Serb Inj 1000
Mg/ Vial
01 Agustus
Sefotaksim Serb Inj 1000 Mg/ Vial
Universitas Sumatera Utara
82
Data Pasien Data Pengobatan
11 Juni 12 Juni 13 Juni
Nama : MH Larutan Karbohidrat Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Furosemide 40 Mg
No. RM : 00.71.05.68
Albumin-Albuminar 25% 100 Ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Umur : 13 Tahun Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial Larutan Karbohidrat Larutan Karbohidrat
Jenis
Kelamin : LK PCT 3x500mg
PCT 3x500mg
Furosemide 40 Mg
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
PCT 3x500mg
Diagnosa :
Demam
typhoid Sprionolakton Tab 25 Mg Spironolakton Tab 25mg
Anamnesa
Demam 38.9oC
Edema
14 Juni 15 Juni 16 Juni
Mual PCT 3x500mg Furosemide 40 Mg Parasetamol Tab 500 Mg
Muntah Furosemide 40 Mg
Spironolakton Tab 25 Mg
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Spironolakton Tab 25 Mg
Furosemide 40 Mg
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial Hipertensi
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial Larutan Karbohidrat Spironolakton Tab 25Mg
PCT 3x500mg Larutan Karbohidrat
Nacl 0,9% 500 Ml Nacl 0,9% 500 Ml
Kalsium glukonat
17 Juni
PCT 3x500mg
Furosemide 40 Mg
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
Universitas Sumatera Utara
83
Spironolakton Tab 25 Mg
Larutan Karbohidrat
Nacl 0,9% 500 Ml
Kalsium glukonat
Data Pasien Data Pengobatan
29 Mei 30 Mei 31 Mei
Nama :
HS
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml
Ketorolac Inj 30 Mg
PCT 3x500mg
Kalium Klorida –Ksr 600 Mg
Kalium Klorida – Ksr
600 Mg
No. RM : 00.70.94.90 Metoklopramid-Sotatic Inj 5mg/Ml Ketorolac Inj 30 Mg PCT 3x500mg
Umur : 25 Tahun PCT 3x500mg Ranitidine Inj 50mg/2ml Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Jenis
Kelamin :
PR
Kalium Klorida-Ksr 600mg
Metoklopramid – Sotatic Inj
5mg/Ml
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Diagnosa :
Demam
typhoid
Levofloxacin 500 Mg
Metoklopramid – Sotatic
Inj 5mg/Ml
Anamnesa Setriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
Ciprifloksasin Infus
Demam 37.9oC
Diare
Setriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Batuk 01 Agustus 02 Agustus 03 Agustus
Mual Setriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
PCT 3x500mg
Metoklopramid – Sotatic Inj
5mg/Ml
Kalium Klorida - Ksr 600
Mg Nyeri
Muntah Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml
Ciprofloxacin Infus
PCT 3x500mg
Ranitidine Inj 50mg/2ml
Metoklopramid – Sotatic
Inj 5mg/Ml Gastric
Metoklopramid – Sotatic Inj 5mg/Ml Ciprofloxacin Infus PCT 3x500mg
Kalium Klorida – Ksr 600 Mg Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Ranitidine Inj 50mg/2ml
Ciprofloxacin Infus
Universitas Sumatera Utara
84
Kalium Klorida - Ksr 600 Mg Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Loperamid 2 Mg
04 Agustus 05 Agustus 06 Agustus
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
Ranitidine Inj 50mg/2ml Amp @2ml
Metoklopramid – Sotatic Inj
5mg/Ml
PCT 3x500mg
SiprofloksasinTab500mg
Ciprifloksasin Infus PCT 3x500mg
Metoklopramid – Sotatic Inj 5mg/Ml Ciprofloxacin Infus
Kalium Klorida – Ksr 600 Mg Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Antasida Doen Komb Per 5 Ml
Sups Btl
Data Pasien Data Pengobatan
09 Mei 10 Mei 11 Mei
Nama : YI
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml
PCT 3x500mg
PCT 3x500mg
Larutan Karbohidrat
Ranitidine Inj 50mg/2ml
Amp @2ml
No. RM : 00.70.76.42
Sefrtiakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Sefrtiakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Umur : 14 Tahun Nacl 0,9% 100 Ml Larutan Karbohidrat
Jenis
Kelamin : PR
Nacl 0,9% 100 Ml
Diagnosa :
Demam
Typhoid
12 Mei 13 Mei 14 Mei
Larutan Karbohidrat Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Larutan Karbohidrat
Anamnesa
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Amp @2ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Ampl @2ml Parasetamol Infus
Larutan Karbohidrat
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Universitas Sumatera Utara
85
Demam 39oC
Mual 15 Mei 16 Mei 17 Mei
Nyeri Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml Larutan Karbohidrat Ibuprofen Tab 400 Mg
Sefrtiakson Serb Inj 1000 Mg/Vial Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Larutan Karbohidrat
Larutan Karbohidrat Larutan Karbohidrat Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Parasetamol Infus
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Parasetamol Infus
Ibuprofen Tab 400 Mg
18 Mei
Ibu Profen Tab 400 Mg
Larutan Karbohidrat
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml
Data Pasien Data Pengobatan
19 Mei 20 Mei 21 Mei
Nama :
RP
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml
Nacl 0,9% 500 Ml
Nacl 0,9% 500 Ml
PCT 3x500mg
Ringer Laktat Lar Infus
Btl 500 Ml
No. RM : 00.70.87.16 PCT 3x500mg
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2 Ml
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500
Ml
PCT 3x500mg
Umur : 28 Tahun
Jenis
Kelamin :
PR
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp
@2 Ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Amp @2 Ml
Diagnosa :
Demam
Typhoid
22 Mei 23 Mei
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml Vitamin - B Complex
Anamnesa PCT 3x500mg Domeperidone 10 Mg
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @ 2ml Ranitidine Tab 150 Mg
Universitas Sumatera Utara
86
Demam 40oC Levofloxacin 500 Mg
Mual
Muntah
Data Pasien Data Pengobatan
16 Maret 17 Maret 18 Maret
Nama : MA
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml
Nacl 0,9% 500 Ml
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500
Ml
Ringer Laktat Lar Infus
Btl 500 Ml
No. RM : 00.70.25.23
Parasetamol Syr 120mg/5ml Btl 60ml
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Umur : 7 Tahun Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Nacl 0,9% 500 Ml
Jenis
Kelamin :
PR
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Amp @2ml
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Anamnesa
19 Maret 20 Maret 21 Maret
Nacl 0,9% 100 Ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Demam 38oC Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml Ringer Laktat Lar Infus Btl 500
Ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Amp @ 2ml
Dispepsia Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp
@ 2ml
Ringer Laktat Lar Infus
Btl 500 Ml
Muntah 22 Maret 23 Maret
Mual Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500
Ml
Nyeri
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
Kalsium Glukonat Ca Gluconas 100mg
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp
@2ml
Konstipasi Bisakodil 5mg-Dulcolax Supp Seftriakson Serb Inj 1000
Universitas Sumatera Utara
87
Mg/Vial
Racikan 01
Data Pasien Data Pengobatan
18 Maret 19 Maret 20 Maret
Nama : S Nacl 0,9% 500 Ml Nacl 0,9% 500 Ml Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
No. RM :
00.62.71.09
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml
Metoklopramid – Sotatic Inj 5mg/Ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Metoklopramid – Sotatic Inj
5mg/Ml
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Umur :
65 Tahun
Seftriakson Serb Inj. 1000 Mg/Vial
Sukralfat – Ulsafate 100 Ml
Seftriakson Serb Inj. 1000
Mg/Vial
Kombinasi – Laxadine
Emulsi 60 Ml
Jenis
Kelamin :
PR
PCT 3x500mg
Nacl 0,9% 500 Ml
Metoklopramid – Sotatic
Inj 5mg/Ml
Diagnosa :
Demam
Typhoid
PCT 3x500mg
Nacl 0,9% 500 Ml
Anamnesa
21 Maret 22 Maret 23 Maret
Demam 38oC PCT 3x500mg PCT 3x500mg PCT 3x500mg
Mual Valsartan 80 Mg Valsartan 80 Mg Omeprazole 20 Mg
Muntah Metoklopramid – Sotatic Inj 5mg/Ml
Nacl 0,9% 500 Ml
Seftriakson Serb Inj. 1000
Mg/Vial
Levofloxacin 500 Mg
Gastric Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml
Seftriakson Serb Inj. 1000 Mg/Vial
Nacl 0,9% 500 Ml
Sukralfat – Ulsafate 100
Ml
Konstipasi
Metoklopramid – Sotatic Inj
5mg/Ml
Hipertensi
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp
@2ml
Universitas Sumatera Utara
88
Nyeri
Data Pasien Data Pengobatan
31 Mei 01 Juni 02 Juni
Nama :
RM
Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500 Ml
PCT 3x500mg
Metoklorpramid – Sotataic Inj
5mg/Ml
Metoklorpramid –
Sotataic Inj 5mg/Ml
No. RM : 00.57.10.32 Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial PCT 3x500mg PCT 3x500mg
Umur :
45 Tahun
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml Ringer Laktat Lar Infus, Btl
500ml
Ringer Laktat Lar Infus
Btl 500ml
Jenis
Kelamin :
PR
Metoklorpramid – Sotataic Inj 5mg/Ml
Sukralfat Susp 100 Ml
PCT 3x500mg
PCT 3x500mg
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Anamnesa
03 Juni 04 Juni 05 Juni
Demam 38oC Metoklorpramid – Sotataic Inj 5mg/Ml
PCT 3x500mg
Metoklorpramid – Sotataic Inj
5mg/Ml
PCT 3x500mg
Mual Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500 Ml
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
PCT 3x500mg Siprofloksasin Tab 500
mg
Muntah
Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500
Ml
Gastric
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Nyeri
Data Pasien Data Pengobatan
25 Sept 26 Sept 27 Sept
Nama :
S
Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500 Ml
Parasetamol Infus
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
PCT 3x500mg
Universitas Sumatera Utara
89
No. RM :
00.39.54.79
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
Nacl 0,9% 500 Ml
Parasetamol Tab 500 Mg
Seftriakson Serb Inj
1000Mg/Vial
Umur : 46 Tahun Nacl 0,9% 500 Ml
Jenis
Kelamin : LK
28 Sept 29 Sept 30 Sept
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Nacl 0,9% 500 Ml PCT 3x500mg PCT 3x500mg
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial Ctm Tab 4 Mg Ctm Tab 4 Mg
Anamnesa
Demam 38oC
Setrizine 10 Mg
PCT 3x500mg
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Nacl 0,9% 500 Ml
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Nacl 0,9% 500 Ml
Konstipasi 01 Okt 02 Okt
Alergi PCT 3x500mg Ranitidine Tab 150 Mg
Ctm Tab 4 Mg
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
Kombinasi – Laxadine Emulsi 30
Ml
Nacl 0,9% 500 Ml
Data Pasien Data Pengobatan
27 Desember 28 Desember 29 Desember
Nama :
EU
Nacl 0,9% 500 Ml
Domperidone 10 Mg
Nacl 0,9% 500 Ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Amp @2ml
No. RM : 00.72.96.70 Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml Sukralfat Susp 100 Ml Nacl 0,9% 500 Ml
Umur : 23 Tahun PCT 3x500mg PCT 3x500mg Parasetamol Infus
Jenis
Kelamin :
PR
Sukralfat Susp 100 Ml
Domperidone 10 Mg
Ciprofloxasin Infus
PCT 3x500mg
Domperidone 10 Mg
Diagnosa:
Demam
Typhoid
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Universitas Sumatera Utara
90
Anamnesa 30 Desember 31 Desember
Nacl 0,9% 500 Ml PCT 3x500mg
Demam 38oC Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial Domperidone 10 Mg
Mual Sukralfat Susp 100 Ml Vitamin –B Complex
Muntah Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml Omeprazole 20 Mg
Pusing PCT 3x500mg Levofloxacin 500 Mg
Gastric Domperidone 10 Mg
Data Pasien Data Pengobatan
08 Desember 09 Desember 10 Desember
Nama : HA Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500 Ml Parasetamol Infus Setirizine 10 Mg
No. RM : 00.72.81.09
Parasetamol Infus
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Deksametason Inj 5mg/Ml
Deksametason Inj
5mg/Ml
Umur :
33 Tahun
Metoklopramid – Sotatic
Inj 5mg/Ml
Jenis
Kelamin :
LK
PCT 3x500mg
11 Desember 12 Desember 13 Desember
Diagnosa:
Demam
Typhoid
PCT 3x500mg
Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500 Ml
Nacl 0,9% 500 Ml
PCT 3x500mg
Metoklopramid Tab
10mg
Anamnesa
Deksametason Inj 5mg/Ml
Setirizine 10 Mg
Ringer Laktat Lar Infus, Btl
500ml
Asam Tranexamat 50mg
PCT 3x500mg
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp
@2ml
Ringer Laktat Lar Infus,
Btl 500 Ml Demam 39.5C
Mual Sukralfat Susp 100 Ml
Setirizine 10 Mg
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Amp @2ml
Muntah Levofloxacin 500 Mg Seftriakson Serb Inj 1000
Universitas Sumatera Utara
91
Loperamid 2 Mg Mg/Vial
Pendarahan Asam Tranexamat 50mg Inj Sukralfat Susp 100 Ml
Nyeri
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Loperamid 2 Mg
Diabetes Levofloxacin 500 Mg
Alergi (ruam-ruam) Setirizine 10 Mg
Gastric 14 Desember 15 Desember
Diare Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500 Ml Metformin 500 Mg
Deksametason Inj 5mg/Ml Loperamid 2 Mg
Levofloxacin 500 Mg Asam Tranexamat 50mg Inj
Setirizine 10 Mg PCT 3x500mg
Loperamid 2 Mg Glimepiride 2mg
Asam Tranexamat 50mg Inj Levofloxacin 500 Mg
PCT 3x500mg Setirizine 10 Mg
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml Sukralfat Susp 100 Ml
Nacl 0,9% 500 Ml
Antihemoroid Komb. Bismut 150heksa
Data Pasien Data Pengobatan
18 Nov
Nama : DS Nacl 0,9% 500 Ml
No. RM : 00.62.01.51 Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml
Umur : 36 Tahun Ketorolac Inj 30 Mg/Ml Amp 1 Ml
Jenis LK
Universitas Sumatera Utara
92
Kelamin :
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Anamnesa
Mual
Nyeri
Data Pasien Data Pengobatan
25 Apr 26 Apr 27 Apr
Nama : MA Dex 5 + Nacl 0,225 Sefotaksim Inj 0,5 G Larutan Karbohidrat
No. RM : 00.65.72.64 Racikan 01 Parasetamol Infus Sefotaksim Inj 0,5 G
Umur : 2 Tahun Sefotaksim Inj 0,5 G Parasetamol Infus
Jenis
Kelamin :
LK
28 Apr 29 Apr 30 Apr
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Salbutamol – Ventolin Nebules 2,5 Mg
Sefotaksim Inj 0,5 G
Salbutamol – Ventolin Nebules
2,5 Mg
Salbutamol – Ventolin
Nebules 2,5 Mg
Larutan Karbohidrat Racikan 01 Sefotaksim Inj 0,5 G
Anamnesa Sefotaksim Inj 0,5 G Nacl 0,9% 500 Ml
Larutan Karbohidrat Parasetamol Infus
Demam 38oC Nacl 0,9% 500 Ml
Asma Parasetamol Infus
01 Mei
Racikan 01
Parasetamol Syr 120mg/5ml Btl 60 Ml
Universitas Sumatera Utara
93
Data Pasien Data Pengobatan
19 Mei 20 Mei 21 Mei
Nama : RS Nacl 0,9% 500 Ml Parasetamol Infus Parasetamol Infus
No. RM : 00.70.87.12 Nacl 0,9% 500 Ml Larutan Karbohidrat
Umur : 10 Tahun
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Jenis
Kelamin : LK
Prednisone Tab 5 Mg Laktulosa Sir 3,335g/5 Ml
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Prednisone Tab 5 Mg
Nacl 0,9% 500 Ml
Anamnesa
22 Mei
23 Mei
24 Mei
Demam 38oC
Mual
Larutan Karbohidrat
Prednisone Tab 5 Mg
Nacl 0,9% 500 Ml
Larutan Karbohidrat
Prednisone Tab 5 Mg
Batuk Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
Parasetamol Infus
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Nyeri Nacl 0,9% 500 Ml Parasetamol Infus Parasetamol Infus
Pusing Prednisone Tab 5 Mg Nacl 0,9% 500 Ml
25 Mei 26 Mei
Larutan Karbohidrat Sefiksim 100 Mg Kap
Nacl 0,9% 500 Ml Parasetamol Tab 500 Mg
Prednisone Tab 5 Mg Prednisone Tab 5 Mg
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
Parasetamol Infus
Universitas Sumatera Utara
94
Antasida Doen Kombper 5ml Sups btl
Data Pasien Data Pengobatan
Nama : TS Tidak ada Medikasi
No. RM : 00.72.13.69
Umur : 1 Tahun
Jenis
Kelamin : LK
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Anamnesa
Demam 37.5oC
Data Pasien Data Pengobatan
16 Oktober 17 Oktober
Nama :
MF
Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500 Ml
Parasetamol Syr 60 Ml
Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500
Ml
No. RM :
00.72.28.61
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Umur : 3 Tahun Racikan 01
Jenis
Kelamin :
LK
Universitas Sumatera Utara
95
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Anamnesa
Demam 38.5oC
Batuk
Data Pasien Data Pengobatan
Nama YG 17 Desember 18 Desember 19 Desember
No. RM : 00.72.88.01
Ringer Laktat Infus Btl 500 Ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp
@2ml
Ringer Laktat Infus Btl 500
Ml
Umur :
22 Tahun Parasetamol Infus Ringer Laktat Infus Btl 500 Ml Parasetamol Tab 500 Mg
Parasetamol Infus
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Amp @2ml
Jenis
Kelamin :
PR
Seftriakson Serb Inj
1000mg/Vial
20 Desember 21 Desember
Diagnosa:
Demam
Typhoid
Ringer Laktat Infus Btl 500 Ml
Parasetamol Tab 500 Mg
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp
@2ml
Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml Nacl 0,9% 100 Ml
Anamnesa
Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial Parasetamol Tab 500 Mg
Nacl 0,9% 100 Ml Ringer Laktat Infus Btl 500 Ml
Demam 38.5oC
Gastric
Data Pasien Data Pengobatan
27 Febuari 28 Febuari 1 Maret
Universitas Sumatera Utara
96
Nama : S
Metoklopramid – Sotatic Inj 5mg/Ml Metoklopramid – Sotatic Inj
5mg/Ml
Ringer Laktat Lar Infus,
Btl 500 Ml
No. RM : 00.31.68.73 Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500 Ml Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amlodipine 5 Mg
Umur :
68 Tahun
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml
Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial
Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial Telmisartan – Micardis 80
Mg
Jenis
Kelamin :
PR
Loperamid 2mg
Parasetamol Tab 500mg
Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500
Ml
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Parasetamol Tab 500mg
Loperamid 2mg
Anamnesa
2 Maret 3 Maret 4 Maret
Demam 37oC
Gastritis
Metoklopramid – Sotatic Inj 5mg/Ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml
Metoklopramid – Sotatic Inj
5mg/Ml
Metoklopramid – Sotatic
Inj 5mg/Ml
Mual Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500 Ml
Muntah
Diare
Telmisartan – Micardis 80 Mg
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp
@2ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Amp @2ml
Hipertensi Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500
Ml
Ringer Laktat Lar Infus,
Btl 500 Ml
Amlodipine 5 Mg Amlodipine 5 Mg
Telmisartan – Micardis 80 Mg Telmisartan – Micardis
80Mg
5 Maret 6 Maret
Telmisartan – Micardis 80 Mg Amlodipine 5 Mg
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml
Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500 Ml
Metoklopramid – Sotatic
Inj5mg/Ml
Amlodipine 5 Mg Parasetamol Tab 500mg
Universitas Sumatera Utara
97
Levofloxacin 500 Mg
Telmisartan – Micardis 80 Mg
Data Pasien Data Pengobatan
18 Sept 19 Sept 20 Sept
Nama : KC Larutan Karbohidrat Parasetamol Infus Parasetamol Infus
No. RM : 00.40.89.88
Larutan Karbohidrat
Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial
Seftriakson Serb Inj
1000mg/Vial
Umur : 8 Tahun
Ringer Laktat Lar Infus,
Btl 500 Ml
Jenis
Kelamin : PR
21 Sep 22 Sep
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500 Ml
Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial
Ringer Laktat Lar Infus, Btl 500
Ml
Anamnesa Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial
Demam 38oC
Mual
Data Pasien Data Pengobatan
20 Oktober 21 Oktober 22 Oktober
Nama : LT Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Amp @2ml Ranitidine Inj 25 Mg/Ml Ringer Laktat Infus Btl 500
No. RM :
00.21.77.56
Nacl 0,9% 500 Ml
Parasetamol Infus
Metoklopramid – Sotatic Inj
5mg/ml
Ml
Ranitidine Inj 25 Mg/Ml
Umur : 49 Tahun
Jenis
Kelamin :
LK
Metoklopramid – Sotatic
Inj 5mg/Ml
Universitas Sumatera Utara
98
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Parasetamol Tab 500mg
Anamnesa
23 Oktober 24 Oktober 25 Oktober
Demam 38oC Ranitidine Inj 25 Mg/Ml
Parasetamol Tab 500mg
Nacl 0,9% 500 Ml
Parasetamol Tab 500mg
Ringer Laktat Infus Btl 500
Ml
Mual Sukralfat Susp 100 Ml Domperidone 10 Mg Parasetamol Tab 500mg
Muntah Domperidone 10 Mg Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial
Ranitidine Inj 25 Mg/Ml
Seftriakson Serb Inj
1000mg/Vial
Hipertensi Amlodipine 10 Mg Amlodipine 10 Mg
Gastric Domperidone 10 Mg
Alergi Setirizin 10 Mg
Nyeri Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
Amp @2ml
Valsartan 80 Mg – Diovan
80 Mg Tab
26 Oktober 27 Oktober 28 Oktober
Ranitidine Inj 25 Mg/Ml Ringer Laktat Infus Btl 500 Ml Parasetamol Tab 500mg
Amlodipine 10 Mg
Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial
Domperidone 10 Mg
Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial
Seftriakson Serb Inj
1000mg/Vial
Valsartan 80 Mg – Diovan 80 Mg Ranitidine Inj 25 Mg/Ml
Amlodipine 10 Mg
Setirizin 10 Mg Amlodipine 10 Mg Setirizine 10 Mg
Ringer Laktat Infus Btl 500 Ml Valsartan 80 Mg – Diovan 80 Mg Valsartan 80 Mg – Diovan
Universitas Sumatera Utara
99
Parasetamol Tab 500mg Parasetamol Tab 500mg 80 Mg
Domperidone 10 Mg
Ciprofloxacin Infus
Setirizin 10 Mg
Ringer Laktat Infus Btl 500
Ml
29 Oktober 30 Oktober 31 Oktober
Ringer Laktat Infus Btl 500 Ml Parasetamol Tab 500mg Domperidone 10 Mg
Parasetamol Tab 500mg Domperidone 10 Mg Amlodipine 10 Mg
Domperidone 10 Mg Ringer Laktat Infus Btl 500 Ml Setirizin 10 Mg
Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial Omeprazole 20 Mg
Amlodipine 10 Mg
Sukralfat Susp 100 Ml
Amlodipine 10 Mg
Setirizin 10 Mg
Valsartan 80 Mg – Diovan
80 Mg
Valsartan 80 Mg – Diovan 80 Mg Tab Omeprazole 20 Mg Parasetamol Tab 500mg
Valsartan 80 Mg – Diovan 80 Mg Levofloxacin 500 Mg
Levofloxacin 500 Mg Domperidone 10 Mg
Amlodipine 10 Mg
1 Nov 2 Nov 3 Nov
Domperidone 10 Mg
Ringer Laktat Infus Btl 500 Ml
Domperidone 10 Mg
Deksametason Inj 5mg/Ml
Lar Asam Amino -
Aminofusin Hepar 500
Deksametason Inj 5mg/Ml Amlodipine 10 Mg Amlodipine 5 Mg
Setirizin 10 Mg
Parasetamol Tab 500mg
Lar Asam Amino – Aminofusin
Hepar 500
Setirizin 10 Mg
Omeprazole 20 Mg
Omeprazole 20 Mg
Valsartan 80 Mg – Diovan 80 Mg Tab
Setirizin 10 Mg
Omeprazole 20 Mg
Valsartan 80 Mg – Diovan
80 Mg Tab
Lar Asam Amino - Aminofusin Hepar 500
Valsartan 80 Mg – Diovan 80 Mg
Ringer Laktat Infus Btl 500 Ml
Amlodipine 5 Mg
4 Nov
Universitas Sumatera Utara
100
Amlodipine 5 Mg
Omeprazole 20 Mg
Desoksimetason 0,25% Krim
Sukralfat Susp 100 Ml
Valsartan 80 Mg – Diovan 80 Mg Tab
Amlodipine 10 Mg
Omeprazole 20 Mg
Setirizin 10 Mg
Data Pasien Data Pengobatan
23 Nov 24 Nov 25 Nov
Nama : CV Parasetamol Infus Kodein Tab 10 Mg (Fosfat) Kodein Tab 10 Mg (Fosfat)
No. RM : 00.43.23.13 Larutan Karbohidrat Parasetamol Tab 500mg Parasetamol Tab 500mg
Umur : 17 Tahun Siprofloksasin Tab 500 Mg Larutan Karbohidrat Nacl 0,9% 100 Ml
Jenis
Kelamin :
PR
Parasetamol Tab 500mg
Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial
Dex 5 + Nacl 0,225
Seftriakson Serb Inj
1000mg/Vial
Diagnosa :
Demam
Typhoid
26 Nov 27 Nov 28 Nov
Nacl 0,9% 100 Ml Kodein Tab 10 Mg (Fosfat) Sefiksim 200mg
Anamnesa
Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial
Kodein Tab 10 Mg (Fosfat)
Parasetamol Tab 500mg
Larutan Karbohidrat
Kodein Tab 10 Mg (Fosfat)
Parasetamol Tab 500mg Nacl 0,9% 100 Ml Parasetamol Tab 500mg
Demam 38oC Larutan Karbohidrat Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial
Batuk
Universitas Sumatera Utara
101
Data Pasien Data Pengobatan
06 Juli 07 Juli 08 Juli
Nama : MH Ringer Laktat Infus Btl 500 Ml Parasetamol Tab 500mg Parasetamol Tab 500mg
No. RM : 00.49.78.20
Umur : 7 Tahun 09 Juli
Jenis
Kelamin :
LK Parasetamol Tab 500mg
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Anamnesa
Demam 39oC
Batuk
Data Pasien Data Pengobatan
22 Nov 23 Nov 24 Nov
Nama : EE Ranitidine Tab 150 Mg Amoxicillin 500 Mg Parasetamol Tab 500mg
No. RM : 00.53.76.55
Parasetamol Tab 500mg
Amoxicillin 500 Mg
Larutan Karbohidrat Ringer Laktat Infus Btl
500ml
Umur : 8 Tahun Ringer Laktat Infus Btl 500 Ml
Antasida Doen Komb Per 5 Ml Sups Btl
Amoxicillin 500 Mg
Larutan Karbohidrat
Jenis
Kelamin :
LK
Larutan Karbohidrat
Dex + Nacl 0,225
Nacl 0,9% 100 Ml
Diagnosa :
Demam
Typhoid
25 Nov 26 Nov
Anamnesa Parasetamol Tab 500mg Amoxicillin 500 Mg
Larutan Karbohidrat
Universitas Sumatera Utara
102
Demam 39oC
Mual
Gastric
Data Pasien Data Pengobatan
24 Sep 25 Sep 26 Sep
Nama : RS Ringer Laktat Infus Btl 500 Ml Larutan Karbohidrat Parasetamol Tab 500 Mg
No. RM :
00.57.97.78
Larutan Karbohidrat
Parasetamol Tab 500 Mg
Parasetamol Tab 500 Mg Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Umur : 17 Tahun
Seftriakson Serb Inj 1000
Mg/Vial
Larutan Karbohidrat
Jenis
Kelamin :
PR
27 Sep
Seftriakson Serb Inj 1000 Mg/Vial
Diagnosa:
Demam
Typhoid
Larutan Karbohidrat
Parasetamol Tab 500 Mg
Anamnesa Vitamin B- Complex
Demam 39oC
Data Pasien Data Pengobatan
28 Sept 29 Sept 30 Sept
Nama : KG Larutan Karbohidrat Larutan Karbohidrat Parasetamol Infus
No. RM : 00.58.35.68 Parasetamol Infus Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial Larutan Karbohidrat
Jenis
Kelamin : LK
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml Parasetamol Infus
Nacl 0,9 100 Ml
Seftriakson Serb Inj
1000mg/Vial
Umur : 4 Tahun
Nacl 0,9 100 Ml
Universitas Sumatera Utara
103
Diagnosa :
Demam
Typhoid
01 Oktober 02 Oktober
Anamnesa
Nacl 0,9 100 Ml Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml
Larutan Karbohidrat
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500
Ml
Demam 39.5oC Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial Larutan Karbohidrat
Parasetamol Infus Nacl 0,9 100 Ml
Nacl 0,9 100 Ml
Data Pasien Data Pengobatan
13 Oktober 14 Oktober 15 Oktober
Nama : TK Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml Klobazam 10 Mg Parasetamol Tab 500 Mg
No. RM : 00.62.38.06 Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial Parasetamol Tab 500 Mg Betahistine 6 Mg
Umur : 19 Tahun Parasetamol Tab 500 Mg Betahistine 6 Mg Nacl 0,9 500 Ml
Jenis
Kelamin :
LK
Betahistine 6 Mg Ringer Laktat Lar Infus Btl
500 Ml
Seftriakson Serb
Inj1000mg/Vial
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Seftriakson Serb Inj
1000mg/Vial
Klobazam 10 Mg
Anamnesa 16 Oktober
Betahistine 6 Mg
Demam 39oC Parasetamol Tab 500 Mg
Kejang
Vertigo
Data Pasien Data Pengobatan
13 Desember
Nama : WG Nacl 0,9 500 Ml
Universitas Sumatera Utara
104
No. RM :
00.69.61.57
Ampisilin Serb Inj 1000mg/Vial
Parasetamol Syr 80 Ml
Umur :
5 Tahun
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml
Larutan Karbohidrat
Jenis
Kelamin :
PR
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Anamnesa
Demam 38oC
Data Pasien Data Pengobatan
17 Oktober 18 Oktober 19 Oktober
Nama : RM Nacl 0,9 500 Ml Ranitidine Inj 50 Mg/2ml Ranitidine Inj 50 Mg/2ml
No. RM : 00.69.72.62
Ringer Laktat Lar Infus Btl 500 Ml
Ranitidine Inj 50 Mg/2ml, Amp @2ml
Seftriakson Serb Inj
1000mg/Vial
Seftriakson Serb Inj
1000mg/Vial
Umur : 23 tahun Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial Nacl 0,9 500 Ml Nacl 0,9 500 Ml
Jenis
Kelamin :
PR
Parasetamol Tab 500 Mg Parasetamol Tab 500 Mg Parasetamol Tab 500 Mg
Domperidone 10 Mg Domperidone 10 Mg Domperidone 10 Mg
Diagnosa :
Demam
Typhoid
20 Oktober
Anamnesa Lidokain Hcl 2% (Hcl)
Nacl 0,9 100 Ml
Demam 38oC Setirizine 10 Mg
Universitas Sumatera Utara
105
Alergi Domperidone 10 Mg
Gastric Ranitidine Tablet
Mual
Data Pasien Data Pengobatan
Nama : RM Tidak ada medikasi
No. RM : 00.71.69.86
Umur : 9 tahun
Jenis
Kelamin :
LK
Diagnosa :
Demam
Typhoid
Anamnesa
Demam 37oC
Data Pasien Data Pengobatan
30 Sep 01 Oktober 02 Oktober
Nama :
AB
Larutan Karbohidrat
Parasetamol Syr 60 Ml
Larutan Karbohidrat Seftriakson Serb Inj
1000mg/Vial
No. RM : 00.72.14.14
Seftriakson Serb Inj
1000mg/Vial
Larutan Karbohidrat
Parasetamol Syr 60 Ml
Umur : 5 Tahun 03 Oktober 04 Oktober 05 Oktober
Jenis
Kelamin :
PR
Seftriakson Serb Inj 1000mg/Vial
Larutan Karbohidrat
Seftriakson Serb Inj
1000mg/Vial
Racikan 01
Diagnosa : Demam Glucose 10% 500 Ml
Universitas Sumatera Utara
106
Typhoid
Anamnesa
Demam 39oC
Universitas Sumatera Utara