identitas
DESCRIPTION
mataTRANSCRIPT
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
No. CM : 076328
Tempat & tanggal lahir : Jawa, 18 Maret 2014
Usia : 1 tahun / 12 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Susukan 1 /1 Delik Tuntang Kabupaten Semarang
Suku bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Tanggal masuk RS : 17 Maret 2015
Ruang Rawat : Dahlia – 214
IDENTITAS ORANG TUA
Data Orang Tua Ayah Ibu
Nama Tn. I Ny. D
Usia 25 tahun 23 tahun
Perkawinan ke Pertama Pertama
Usia saat menikah 24 22
Pendidikan SMA SMP
Pekerjaan Karyawan Swasta Ibu rumah tangga
Agama Islam Islam
Suku Bangsa Jawa Jawa
Data Dasar
Alloanamnesis tanggal 18 Maret 2015 Pukul 17.45 WIB
Keluhan Utama : Batuk
Riwayat Penyakit Sekarang
3 hari yang lalu, orang tua pasien mngeluhkan bahwa anaknya batuk terus – menerus.
Batuk berdahak berwarna putih. Batuk sepanjang hari, baik pagi, siang, sore, ataupun
malam hari. Batuk lebih dari 5 kali sehari. Pasien batuk namun tidak disertai pilek. Pasien
tidak mengalami mual serta tidak muntah. Buang air kecil jumlahnya sedikit, berwarna
kuning jernih dan berbau khas. Pasien juga mengalami penurunan napsu makan dan
minum.
2 hari yang lalu, orang tua pasien juga mengatakan batuk pada pasien disertai sesak.
Sesak dikeluhkan orang tua pasien timbull secara tiba – tiba dan semakin memberat.
Sesak tidak berhubungan dengan aktifitas. Keluhan sesak napas tidak disertai dengan
adanya suara sesak bunyi ( mengi ) dan mengorok, serta tidak ada kebiruan pada ujung
jari maupun sekitar mulut.
2 hari sebelum, pasien juga mengalami demam. Demam dikeluhkan timbul mendadak
dan naik turun yang dirasa orang tua pasien cukup tinggi, siang sama dengan malam
namun orang tua pasien tidak mengukur suhu pasien. Panas badan tidak disertai kejang.
Tidak ada keringat pada malam hari maupun penurunan kesadaran. Buang air besar tidak
ada keluhan, buang air kecil masih sedikit jumlahnya.
1 hari sebelum masuk rumah sakit, orang tua pasien membawa pasien ke Puskesmas
untuk berobat. Setelah itu pasien mendapatkan obat puyer dan sirup namun keluhan tidak
membaik. Di Puskesmas, dokter mengtakan bahwa pasien mengalami infeksi pada paru
dan gizi kurang baik, lalu dokter menyarankan untuk meneruskan pemeriksaan dan
pengobatan di Rumah Sakit.
Pasien datang ke RSUD Ambarawa karena rujukan dari Puskesmas dengan suspek
bronkopneumoni dan gizi buruk. Pada saat di IGD, orang tua pasien mengeluhkan bahwa
batuk dan sesak pada pasien semakin memberat sehingga pasien kesulitan untuk tidur.
Ibu pasien mengatakan tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit batuk –
batuk lama dan sesak napas.
Riwayat Penyakit Dahulu
- Pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini
- Riwayat Kejang : Disangkal
- Riwayat Trauma : Disangkal
- Riwayat Alergi : Disangkal
- Riwayat Asma : Disangkal
- Riwayat Operasi : Disangkal
- Riwayat Batuk Lama : Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Alergi : Disangkal
Riwayat Pengobatan TB : Disangkal
Riwayat Batuk Lama : Disangkal
Riwayat Pengobatan
Sudah ke berobat ke dokter namun tidak ada perbaikan
Riwayat Kehamilan dan persalinan
P1 A0, lahir spontan oleh bidan usia kehamilan 39 minggu, BB lahir 3000 gr PB: 48
cm, langsung menangis kuat.
Riwayat Imunisasi
Hepatitis B : (+) umur 0 hari
BCG : (+) umur 2 bulan
Polio : (+) umur 0 hari, 2 bulan, 4 bulan, 6 bulan
DPT : (+) umur 3 bulan, 5 bulan, 7 bulan
Campak : (+) umur 9 bulan
Kepandaian dan Kemajuan Bayi
Membalik : 4 bulan
Tengkurap : 4 bulan
Duduk : 8 bulan
Merangkak : 11 bulan
Berdiri : belum bisa
Berjalan : belum bisa
Tertawa : 4 bulan
Berceloteh : belum bisa
Memanggil mama : belum bisa
Memanggil papa : belum bisa
Anamnesis Makanan Terperinci Sejak Bayi Sampai Sekarang
ASI : lahir - 12 bulan
PASI : 4 bulan - 12 bulan
Bubur susu : 4 bulan - 12 bulan
Bubur saring : 8 bulan - 12 bulan
Bubur halus : 8 bulan - 12 bulan
Nasi lembek : 12 bulan
Riwayat Kebiasaan:
Pasien mempunyai 1 botol susu yang di cuci setiap akan diberikan susu formula
àbotol susu tidak direbus dan botol susu diletakkan telungkup di atas meja
Sumber air berasal dari air ledeng, dan dimasak hingga mendidih sebelum di
minum dan diletakkan di penampungan air minum
Sebelum memberikan susu kepada anak à ibu tidak mencuci tangan
Keadaan Sosial, Ekonomi, Kebiasaan dan Lingkungan
Penderita tinggal bersama ayah dan dan ibunya, serta bude dan pak de nya yang
memiliki 2 orang anak di rumah yang beratap genteng, berdinding tembok bata
dengan tambalan semen, lantai semen. Namun atas rumah pasien ( sebalah
kanan dan kiri nya ada yang tidak tertutup dengan baik sehingga udara luar
dapat langsung masuk ke dalam rumah.
Rumah pasien terdiri dari 2 kamar tidur, ruang tamu ( ruang keluarga ), dapur,
kamar mandi, dan satu ruangan untuk menjemur atau menyimpan baju.
Terdiri dari 2 kamar tidur. Kamar pertama terletak di depan dekat ruang tamu,
kamar pertama ditempati keluarga kakak nya bersaa 2 oranag anaknya. Pasien
dan keluarg amenempati kamar kedua yang berada di samping kamar pertma.
Rumah tersebut kurang memiliki ventlasi yang baik, tidak ada jendela. Hanya
ada pintu depan dan samping saja. Sumber air minum dari air isi ulang, sumber
penerangan listrik berasal dari PLN. Penanganan sampah dibuang di tempat
pembuangan sampah.
Paman pasien memeiliki kebiasaan merokok di dalam rumah. Sedaangkan ayah
pasien tidak merokok.
Genogram
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum: terlihat kurus, tampak lemas, kurang aktif, sedikit rewel, terlihat nafas
cuping hidung
Kesadaran : CM
Tanda vital N : 104 x/menit, regular, isi cukup
RR : 38 x/menit, regular, retraksi (-)
S : 37,8° C
BB : 6,5 kg; PB : 72 cm LiLA : 11 cm LK : 44 cm LD : 43 cm
Status Gizi
BB/U = < percentile 5 à gizi buruk
PB/U = percentile 25 à pendek Gizi Buruk
BB/PB = < percentil 5 à kurus
Kesan status gizi : gizi buruk
Kepala : Bentuk mesocephal, rambut tipis kemerahan , tidak mudah dicabut, UUB
menutup
Mata : Konjungtiva anemis +/+ , sklera tidak ikterik, refleks kornea
kesan normal, refleks cahaya normal, lensa jernih, pupil bulat
isokor dengan diameter 3 mm/3 mm, mata cekung +/+, bitot spot -/-, ulkus
kornea -/-, corneal scar -/-
Telinga : tidak ada sekret
Hidung : Tidak dijumpai deviasi septum, pernafasan cuping hidung +, tidak dijumpai
adanya sekret
Mulut : Sianosis tidak ada, selaput mulut basah,
Tonsil T1 - T1 tidak hiperemis, faring tidak hiperemis
Leher : tidak ada pembesaran KGB
Toraks : Bentuk simetris, ruang interkostal tidak melebar, tidak ada
retraksi
Jantung : Denyut jantung 104 x/menit, teratur, bunyi jantung I dan II
normal, tidak terdengar adanya bising
Paru
ANTERIOR POSTERIOR
KIRI KANAN KIRI KANAN
Inspeksi Pergerakan pernafasan simetris
Pergerakan pernafasan simetris
Pergerakan pernafasan simetris
Pergerakan pernafasan simetris
Palpasi Fremitus taktil = kanan
Fremitus taktil = kiri
Fremitus taktil = kanan
Fremitus taktil = kiri
Perkusi Sonor Sonor Sonor Sonor
Auskultasi Vesikuler
Ronkhi (+)
Wheezing (-)
Vesikuler
Ronkhi (+)
Wheezing (-)
Vesikuler
Ronkhi (+)
Wheezing (-)
Vesikuler
Ronkhi (+)
Wheezing (-)
Abdomen : Bentuk datar, lemas, bising usus normal, hepar dan lien tidak
teraba
Genitalia : Perempuan, tidak dijumpai adanya kelainan
Anggota gerak : Akral hangat, Capillary Refill Time ≤ 2”, kekuatan otot normal,
refleks fisiologis normal, refleks patologis tidak ada, tidak
dijumpai edema, baggy pants +/+, turgor kembali lambat
Diagnosis Sementara
1. Bronkopneumoni
2. Gizi buruk
Hasil Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap ( 18 Maret 2015 )
Hb : 11.5 g/dL
Leukosit : 9.4 ribu
Eritrosit : 4.45 juta
Ht : 34.5 %
Trombosit : 309.000/mm3
MCV : 77.8 mikro m3
MCH : 25.8 pg
MCHC : 33.2 %
RDW : 13,6 %
MPV : 6.8
Limfosit : 5.5
Monosit : 0.4
Eosinofil : 0.0
Basofil : 0.1
Neutrofil : 3.4
Limfosit% : 58.0
Monosit%: 4.5
Eosinofil%: 0.5
Basofil%:0.8
Neutrofil%: 36.2
PCT : 0.211
PDW : 12.7
Laju Endap Darah
• LED 1 : 26 mm/jam
• LED 2 : 60 mm/jam
• Gula Darah Sewaktu : 141
Gamabaran Radiologis
Kesan : pneumonia
I.2.6. Assesment
1. Penumonia
2. Gizi buruk
I.2.7. Penatalaksanaan
Non medikamentosa
Tirah baring F75 12x50 cc ( sonde NGT )
Medikamentosa
Infus KAEN 3B 500 cc/2jam à 7 tpm makro O2 Kanul nasal 2lpm Cetirizin 1x2 mg Ceftriaxone 2x250 mg Procaterol 2 x 1.7 cc Paracetamol 4 x ¾ cth Vitamin A 100.000
Edukasi
Jauhi dari paparan asap rokok dan debu.
Usahakan ventilasi udara di rumah bersirkulasi dengan baik.
Menganjurkan ibunya untuk tetap menjaga keseimbangan nutrisi anaknya dengan cara memberi makanan yang sehat dan bergizi
Menjaga kebersihan lingkungan dan pribadi Memberitahu tentang perjalanan penyakit kepada orang tua Memberi tahu komplikasi yang mungkin terjadi
I.2.9. Follow up
Tanggal Subject Object Assessment Planning
17-03-2015
Pasien mengeluh demam, batuk, pilek serta bab dbn , nappsu makan menurun
Ku: tampak rewel/CM
N:124x/m RR: 24x/m T: 37 C
K/L:CA+/+, SI -/-
Thorax :
cor s1 s2 reg, pulmo rhonki +/+
Abdomen: supel, bu +, NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, crt <2”, turgor kembali lambat
Pneumonia
Gizi buruk
Infus KAEN 3B 500 cc/2jam
O2 Kanul nasal 2lpm
Cetirizin 1x2 mg
Ceftriaxone 2x250 mg
Procaterol 2 x 1.7 cc
Paracetamol 4 x ¾ cth
Tanggal Subject Object Assessment Planning
18-03-2015
Batuk (+), makan dan minum sedikit
Ku: tampak rewel/CM
N:120x/m RR: 24x/m T: 37,2 C
K/L:CA-/-, SI -/-
Thorax :
cor s1 s2 reg,
Bronkopneumonia
Gizi buruk
Infus KAEN 3B 500 cc
O2 Kanul nasal 2lpm
Cetirizin 1x2 mg
Ceftriaxone 2x250 mg
Procaterol 2
pulmo rhonki +/+
Abdomen: supel, bu +, NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, crt <2”, turgor kembali cepat
x 1.7 cc Paracetamol
4 x ¾ cth Vitamin A
100.000 F75 12x50
cc
Tanggal Subject Object Assessment Planning
19-02-2015
Batuk sudah berkurang pilek (+), sulit makan
Ku: tampak rewel/CM
N:108x/m RR: 24x/m T: 37 C
K/L:CA-/-, SI -/-
Thorax :
cor s1 s2 reg, pulmo rhonki +/+
Abdomen: supel, bu +, NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, crt <2”, turgor kembali cepat
Bronkopneumonia
Diare akut
Infus KAEN 3B 500 cc/2jam
O2 Kanul nasal 2lpm
Cetirizin 1x2 mg
Ceftriaxone 2x250 mg
Procaterol 2 x 1.7 cc
Paracetamol 4 x ¾ cth
Vitamin A 100.000
F75 12x50 cc
Tanggal Subject Object Assessment Planning
20-03-2015
Batuk berkurang
Demam -
Ku: tampak rewel/CM
N:124x/m RR: 24x/m T: 37 C
Pneumonia
Gizi buruk
Acc pulang
K/L:CA-/-, SI -/-
Thorax :
cor s1 s2 reg, pulmo rhonki -/-
Abdomen: supel, bu +, NT (-)
Ekstremitas: akral hangat, crt <2”, turgor kembali cepat
PENDAHULUAN
Bronkopneumonia merupakan satu bentuk pneumonia, yaitu pneumonia lobularis.
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Pneumonia biasanya
disebabkan oleh virus atau bakteria. Sebagian besar episode yang serius disebabkan oleh
bakteria. Biasanya sulit untuk menentukan penyebab spesifik melalui gambaran klinis atau
gambaran foto dada. Dalam program penanggulangan penyakit ISPA, pneumonia
diklasifikasikan sebagai pneumonia sangat berat, pneumonia berat, pneumonia dan bukan
pneumonia, berdasarkan ada tidaknya tanda bahaya, tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam dan frekuensi napas, dan dengan pengobatan yang spesifik untuk masing-masing
derajat penyakit.
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak
di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia di bawah lima tahun. Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai
dengan distribusi umur pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Definisi
Bronkopneumonia merupakan satu bentuk pneumonia, yaitu pneumonia lobularis.
Bronkopneumonia didefinisikan sebagai peradangan akut dari parenkim paru pada bagian
distal bronkiolus terminalis dan meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris, sakus
alveolaris dan alveoli.
Pneumonia merupakan infeksi yang mengenai parenkim paru. Kebanyakan kasus
pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada sejumlah penyebab noninfeksi
seperti aspirasi makanan atau asam lambung, benda asing, hidrokarbon, bahan lipoid dan
pnemonitis akibat obat. Pneumonia digolongkan atas dasar anatomi seperti proses lobus
atau lobularis, alveoler atau interstisial
II. Epidemiologi
Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak
di negara berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak berusia di bawah lima tahun. Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh
dunia, lebih kurang 2 juta anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian
besar terjadi di afrika dan asia tenggara. Menurt survei kesehatan nasional tahun 2001, 27%
kematian bayi dan 22,8 % kematian balita di indonesia disebabkan oleh penyakit sistem
respiratorius, terutama pneumonia.
Insidensi pneumonia pada anak < 5 tahun di negara maju adalah 2-4 kasus/100
anak/tahun, sedangkan dinegara berkembang 10-20 kasus/100 anak/tahun. Pneumonia
menyebabkan lebih dari 5 juta kematian per tahun pada balita di negara berkembang.
Pola bakteri penyebab pneumonia biasanya berubah sesuai dengan distribusi umur
pasien. Di negara berkembang, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh bakteri.
Namun secara umum bakteri yang berperan penting dalam pneumonia adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophillus influenzae, Staphylococcus aureus, streptokokus grup B, serta
kuman atipik Chlamydia pneumoniae dan Mycoplasma pneumoniae.
III. Klasifikasi
Berdasarkan lokasi lesi di paru
- pneumonia lobaris
- pneumonia interstisial
- bronkopneumonia
Berdasarkan asal infeksi
- di dapat dari masyarakat
- di dapat dari rumah sakit
Berdasarkan etiologi penyebab
- pneumonia bakteri
- pneumonia virus
- pneumonia mikoplasma
- pneumonia jamur
Berdasarkan karakteristik penyakit
- pneumonia tipikal
- pneumonia atipikal
Berdasarkan lama penyakit
- pneumonia akut
- pneumonia persisten
IV. Etiologi
Usia pasien merupakan faktor yang memegang peranan penting pada perbedaan dan
kekhasan pneumonia anak, terutama dalam spektrum etiologi, gambaran klinis dan strategi
pengobatan. Etiologi pneumonia pada neonatus dan bayi kecil meliputi streptococcus group
B dan bakteri gram negatif seperti E. Colli, pseudomonas atau klebsiella. Pada bayi yang
lebih besar dan anak balita, pneumonia sering disebabkan oleh infeksi streptococcus
pneumonia, haemophillus influenzae tipe B dan staphylococcus aureus. Sedangkan pada
anak yang lenih bedar dan remaja, selain bakteri tersebut, sering juga ditemukan infeksi
mycoplasma pneumoniae.
Di negara maju, pneumonia pada anak terutama disebabkan oleh virus, disamping
bakteri. Virus yang terbanyak ditemukan adalah respiratory syncytial virus, rino virus dan
virus para influenza.
Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi bergantung pada :
- usia
- status imunologis
- kondisi lingkungan
- status imunisasi
- faktor penjamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Beberapa bakteri tertentu sering menimbulkan gambaran patologis tertentu bila
dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumoniae biasanya
bermanifestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru
(bronkopneumonia)
Daftar etiologi pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di Negara maju :
Usia Etiologi yang sering Etiologi yang jarang
Lahir - 20 hari
Bakteri Bakteri
E.colli Bakteri anaerob
Streptococcus grup B Streptococcus grup D
Listeria monocytogenes Haemophillus influenza
Streptococcus pneumonie
Virus
citomegalovirus
Herper simpleks virus
3 miggu – 3 bulan Bakteri Bakteri
Clamydia trachomatis Bordetella pertusis
Streptococcus pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Virus Moraxella catharalis
Adenovirus Staphylococcus aureus
Influenza virus Ureaplasma urealyticum
Parainfluenza 1,2,3 Virus
respiratory syncytial virus Cytomegalovirus
4 bulan – 5 tahun Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza tipe B
Mycoplasma pneumoniae Moraxella catharalis
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus Neisseria meningitides
Adenovirus Virus
Rinovirus Varisela Zoster
Influenza virus
Parainfluenza virus
respiratory syncytial virus
5 tahun – remaja Bakteri Bakteri
Clamydia pneumoniae Haemophillus influenza
Mycoplasma pneumoniae Legionella sp
Streptococcus pneumoniae Staphylococcus aureus
Virus
Adenovirus
Epstein-Barr virus
Influenza virus
Parainfluenza Rinovirus
Varisela zoster
Rino virus
respiratory syncytial virus
V. Patogenesis
Pneumonia dapat timbul akibat masuknya kuman penyebab ke dalam saluran
penafasan bagian bawah melalui 2 cara, yaitu : inhalasi dan hematogen.
Dalam keadaan normal saluran nafas mulai dari trakea ke bawah berada dalam
keadaan steril dengan adanya mekanisme pertahanan paru-paru seperti refleks epiglotis
yang mencegah terjadinya aspirasi sekret yang terinfeksi, refleks batuk, pergerakan sel silia,
sekret mukus, sel fagositik dan sistem limfatik. Infeksi paru terjadi apabila mekanisme ini
terganggu atau mikroorganisme yang masuk sangat banyak dan virulensi.
Saluran napas bawah dijaga tetap steril oleh mekanisme pertahanan bersihan
mukosiliar, sekresi imunoglobulin A, dan batuk. Mekanisme pertahanan imunologik yang
membatasi invasi mikroorganisme patogen adalah makrofag yang terdapat di alveolus dan
bronkiolus, IgA sekretori, dan imunoglobulin lain.
Biasanya bakteri penyebab terhirup ke paru-paru melalui saluran nafas, mikroorganisme
tiba di alveoli membentuk suatu proses peradangan yang meliputi empat stadium, yaitu :
1. Stadium I (4 – 12 jam pertama/kongesti)
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung
pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan
permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-
mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan.
Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast
juga mengaktifkan jalur komplemen. Komplemen bekerja sama dengan histamin dan
prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan
permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke
dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan
alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang
harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah
paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat
dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan.
Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit
dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada
stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah
sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III (3 – 8 hari)
Disebut hepatisasi kelabu yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi
daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah
yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel.
Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena
berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak
lagi mengalami kongesti.
4. Stadium IV (7 – 11 hari)
Disebut juga stadium resolusi yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan
mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
VI. Manifestasi klinis
Sebagian besar gambaran klinis pneumonia pada anak berkisar antara ringan hingga
sedang. Hanya sebagian kecil yang berat, mengancam jiwa dan mungkin terdapat
komplikasi sehingga memerlukan perawatan di rumah sakit.
Beberapa faktor yang mempengaruhi gambaran klinis pneumonia pada anak adalah
inmaturitas anatomik dan imunologik, mikroorganisme penyebab yang luas, gejala klinis
yang tidak khas terutama pada bayi.
Gambaran klinis pneumonia pada bayi dan anak bergantung pada berat ringannya
infeksi, tetapi secra umum adalah sebagai berikut:
Gambaran infeksi umum :
Demam, sakit kepala, gelisah, malaise, penurunan nafsu makan, keluhan
gastrointestinal seperti mual, muntah, atau diare.
Gambaran gangguan respiratorius:
Batuk, sesak nafas, retraksi dada, takipneu, nafas cuping hidung, merintih, sianosis.
VII. Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan
pernapasan cuping hidung.
b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.
Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus
selama jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps
paru/atelektasis) maka transmisi energi vibrasi akan berkurang.
c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan
d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan
napas/jalan napas kecil yang tiba-tiba terbuka.
VIII. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologi
Kelainan foto rontgen toraks tidak selalu berhubungan dengan gambaran klinis.
Biasanya dilakukan pemeriksaan rontgen toraks posisi AP. Foto rontgen toraks AP dan
lateral hanya dilakukan pada pasien dengan tanda dan gejala klinik distres pernapasan
seperti takipnea, batuk dan ronki, dengan atau tanpa suara napas yang melemah.
Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari :
Infiltrat interstitial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular,
peribronchial cuffing, dan hiperaerasi.
Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi
dapat mengenai satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris, atau terlibat sebagai
lesi tunggal yang biasanya cukup besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu
tegas, dan menyerupai lesi tumor paru, dikenal sebagai round pneumonia.
Bronkopneumonia, ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru, berupa
bercak-bercak infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru, disertai
dengan peningkatan corakan peribronkial.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit
dapat membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit
normal atau meningkat (tidak melebihi 20.000/mm3dengan limfosit predominan) dan
bakteri leukosit meningkat 15.000-40.000 /mm3dengan neutrofil yang predominan.
Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseranke kiri serta peningkatan LED. Analisa
gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi
asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat
invasif sehingga tidak rutin dilakukan.
IX. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan bila ditemukan 3 dari 5 gejala berikut :
1. Sesak nafas disertai dengan pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
Kriteria takipneu menurut WHO :
Anak umur < 2bulan : ≥ 60 x/menit
Anak umur 2-11 bulan : ≥ 50 x/menit
Anak umur 1-5 tahun : ≥ 40 x/menit
Anak umur ≥ 5 tahun : ≥ 30 x/menit
2. Panas badan
3. Ronkhi basah sedang nyaring (crackles)
4. Foto thorax
Menunjukkan gambaran infiltrat difus
5. Leukositosis :
Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan, dan bakteri
15.000-40.000/mm3 neutrofil yang predominan.
Kadar leukosit berdasarkan umur:
Anak umur 1 bulan : 5000 - 19500
Anak umur 1-3 tahun : 6000 - 17500
Anak umur 4-7 tahun : 5500 - 15500
Anak umur 8-13 tahun : 4500 – 13500
Pedoman diagnosis dan tatalaksana sederhana berdasarkan WHO :
Bayi berusia di bawah 2 bulan
Pneumonia
Bila ada napas cepat (> 60 x/menit) atau sesak napas
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Bukan pneumonia
Tidak ada napas cepat atau sesak napas
Tidak perlu dirawat, cukup diberikan pengobatan simptomatis
Bayi dan anak usia 2 bulan – 5 tahun
Pneumonia sangat berat
Bila ada sesak napas, sianosis sentral dan tidak sanggup minum
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia berat
Bila ada sesak napas, tanpa sianosis, dan masih sanggup minum
Harus dirawat dan diberikan antibiotik
Pneumonia ringan
Bila tidak ada sesak napas
Ada napas cepat dengan laju napas
Tidak perlu dirawat, diberikan antibiotik oral.
Bukan pneumonia
Bila tidak ada napas cepat dan sesak napas
Tidak perlu dirawat dan antibiotik, hanya diberikan pengobatan simptomatis.
Tanda bahaya pada anak usia 2 bulan – 5 tahun adalah tidak mau minum, kejang,
kesadaran menurun, stridor, dan gizi buruk.
Tanda bahaya untuk bayi usia < 2 bulan adalah malas minum, kejang, kesadaran
menurun, stridor, mengi, dan demam/badan terasa dingin.
X. Diagnosis banding
Bronkiolitis
Episode pertama wheezing pada anak umur < 2 tahun
Hiperinflasi dinding dada
Ekspirasi memanjang
Gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
Tidak ada respon dengan bronkodilator
Aspirasi pneumonia
Riwayat tiba-tiba tersedak
Stridor atau distres pernafasan tiba-tiba
Wheeze atau suara pernafasan menurun yang bersifat fokal
Tb paru primer
Riwayat kontak dengan pasien TB dewasa positif
Uji tuberkulin positif (>10mm, pada keadaan imunosupresi > 5mm)
Penurunan berat badan
Demam (>2minggu) tanpa sebab yang jelas
Batuk kronis > 3 minggu
Pembesaran KGB
XI. Penatalaksanaan
a. Penatalaksaan umum
Pemberian oksigen lembab 2-4 L/menit à sampai sesak nafas hilang atau PaO2
pada analisis gas darah ≥ 60 torr
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi elektrolit.
b. Penatalaksanaan khusus
mukolitik, ekspektoran dan obat penurun panas sebaiknya tidak diberikan pada 72
jam pertama karena akan mengaburkan interpretasi reaksi antibiotik awal.
Obat penurun panas diberikan hanya pada penderita dengan suhu tinggi.
Pemberian antibiotika berdasarkan mikroorganisme penyebab dan manifestasi klinis
Antibiotik :
Bila tidak ada kuman yang dicurigai, berikan antibiotik awal (24-72 jam pertama)
menurut kelompok usia.
1. Neonatus dan bayi muda (< 2 bulan) :
- ampicillin + aminoglikosid
- amoksisillin-asam klavulanat
- amoksisillin + aminoglikosid
- sefalosporin generasi ke-3
2. Bayi dan anak usia pra sekolah (2 bl-5 thn)
- beta laktam amoksisillin
- amoksisillin-amoksisillin klavulanat
- golongan sefalosporin
- kotrimoksazol
- makrolid (eritromisin)
3. Anak usia sekolah (> 5 thn)
- amoksisillin/makrolid (eritromisin, klaritromisin, azitromisin)
- tetrasiklin (pada anak usia > 8 tahun)
Antibiotik intravena diberikan pada pasien pneumonia yang tidak dapat menerima
obat peroral atau termasuk dalam derajat pneumonia berat. Antibiotik intravena
yang dianjurkan adalah : ampisilin dan kloramfenikol, ceftriaxone, dan cefotaxim.
Pemberian antibiotik oral harus dipertimbangkan jika terdapat perbaikan setelah
mendapat antibiotik intra vena.
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan terapi :
1. Kuman yang dicurigai atas dasas data klinis, etiologis dan epidemiologis
2. Berat ringan penyakit
3. Riwayat pengobatan selanjutnya serta respon klinis
4. Ada tidaknya penyakit yang mendasari
Nutrisi
Pada anak dengan distres pernafasan berat, pemberian makanan peroral harus dihindari.
Makanan dapat dberikan lewat NGT atau intravena. Jika memang dibutuhkan sebaiknya
menggunakan ukuran yang terkecil.
Perlu dilakukan pemantauan cairan agar anak tidak mengalami overhidrasi karena pada
pneumonia berat terjadi peningkatan sekresi hormon antidiuretik.
# Kriteria rawat inap:
bayi
1. saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis
2. frekuensi nafas > 60 x/ menit
3. distres pernafasan, apneu intermiten
4. tidak mau minum atau menetek
5. keluarga tidak bisa merawat dirumah
anak
1. saturasi oksigen ≤ 92%, sianosis
2. frekuensi nafas > 50 x/ menit
3. distres pernafasan
4. terdapat tanda dehidrasi
5. keluarga tidak bisa merawat dirumah
# Kriteria pulang:
- gejala dan tanda pneumonia menghilang
- asupan peroral adekuat
- pemberian antibiotik dapat diteruskan dirumah
- keluarga mengerti dan setuju untuk pemberian terapi dan rencana kontrol
- kondisi rumah memungkinkan untuk perawatan lanjutan dirumah.
XII. Komplikasi
Komplikasi biasanya sebagai hasil langsung dari penyebaran bakteri dalam rongga
thorax (seperti efusi pleura, empiema dan perikarditis) atau penyebaran bakteremia dan
hematologi. Meningitis, artritis supuratif, dan osteomielitis adalah komplikasi yang jarang
dari penyebaran infeksi hematologi.
XIII. Prognosis
Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada
anak-anak dengan keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk
pengobatan.
Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat
dapat memperjelek keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat
gizi esensial tubuh. Sebaliknya malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya
tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-
sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan
dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri.
XIV. Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan
penderita atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan
daya tahan tubuh kaita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti : cara hidup sehat,
makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat yang cukup, rajin
berolahraga, dll.
Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat mengurangi kemungkinan terinfeksi antara
lain:
Vaksinasi Pneumokokus
Vaksinasi H. Influenza
Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.
GIZI BURUK
Gizi buruk didefinisikan sebagai terdapatnya edema pada kedua kaki atau adanya
severe wasting dengan status gizi BB/TB < 70% atau <-3 SD ataupun gejala klinis gizi buruk
lainnya seperti kwashiorkor, marasmus, kwashiorkor-marasmus.4,5,6
Berdasarkan pedoman pelayanan anaki gizi buruk, gizi buruk adalah keadaan gizi
anak yang ditandai dengan satu atau lebih tanda berikut:
a. Sangat kurus
b. Edema, minimal pada kedua punggung kaki
c. BB/PB atau BB/TB < -3 SD
d. LiLA < 11,5 cm (untuk anak usia 6-59 bulan)
Klasifikasi
Kwashiorkor
Pada kwashiorkor terjadi inadekuat protein dengan kandungan kalori yang
dapat hampir normal.5 Kwashiorkor yang klasik, terjadi gangguan metabolik dan
perubahan sel yang menyebabkan edema dan perlemakan hati. Pada penderita
defisiensi protein tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan, karena
persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya.2,3,5
Kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam
amino esensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Dengan diet yang cukup karbohidrat,
maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum
yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya kadar
asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh
hepar, sehingga kemudian akan timbul edema. 2,3,5
Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta
sehinggaa transport lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya
terjadi akumulasi lemak dalam hepar.5
Etiologi
1. Intake kurang
2. Diare kronik
3. Malabsorpsi protein
4. Hilangnya protein melalui urine
5. Infeksi menahun
6. Luka bakar
7. Penyakit hati6,7
Gambaran Klinis
1. Rambu jarang, berwarna kemerahan, mudah dicabut.
2. Mata sembab, moon facies.
3. Tampak apatis
4. Anoreksia
5. Anemia
6. Hilangnya lemak subkutis
7. Hepatomegali
8. Edema tungkai
9. Crazy paving scaly skin
10. Ulkus luka yang tidak sembuh
Marasmus
Pada marasmus terjadinya inadekuat dari protein dan kalori.5 Disini terjadi
pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak
dibawah kulit. Pada mulanya kelainan tersebut merupakan proses fisiologis. Dalam
menjaga kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi
oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga
cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut.9,10,11
Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi
kebutuhan energi, akan tetapi juga memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit
esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu
pada marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal,
sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin.8,12
Etiologi
1. Kesalahan pemberian makan
2. Penyakit metabolik
3. Kelainan kongenital atau organ tubuh
4. Infeksi kronis6
Gejala Klinis
1. Kurus kering
2. Rewel, cengeng
3. Penakut, apatik
4. Nafsu makan menghilang
5. Gagal tumbuh kembang
6. Berat badan menurun
7. Jaringan subkuntan menghilang
8. Turgor jelek
9. Kulit keriput
10. Jaringan Llemak pipi menghilang à wajah seperti orang tua
11. Vena superfisialis nyata
12. Fontanella cekung
13. Tulang pipi & dagu menonjol
14. Mata lebih besar dan cekung
15. Perut membuncit
16. Atrofi otot à Hipotonia
17. Edema tungkai ringan
18. Suhu tubuh subnormal
19. Nadi lambat
20. Metabolisme basal menurun à ujung tangan dan kaki dingin6,7
Penyakit Penyerta
a. Enteritis
b. Infeksi cacing
c. Tuberkulosis
d. Defisiensi vitamin A6,7
Diagnosis
Ditegakkan berdasarkan tanda dan gejala klinis serta pengukuran antropometri, anak
didiagnosis gizi buruk apabila :4,10,11
• BB/TB < -3 SD atau < 70% dari median (marasmus)
• Edema pada kedua punggung kaki sampai seluruh tubuh (kwashiorkor : BB/TB > -3
SD atau marasmik kwashiorkor : BB/TB < -3 SD
Jika BB/TB atau BB/PB tidak dapat diukur dapat menggunakan tanda klinis berupa anak
tampak sangat kurus (visible severe wasting) dan tidak mempunyai jaringan lemak bawah
kulit terutama pada bahu, lengan, pantat, dan paha; tulang iga terlihat jelas, dengan atau
tanpa adanya edema.4
ANAMNESA
Anamnesis awal (untuk kedaruratan) : 4
• Kejadian mata cekung yang baru saja muncul
• Lama dan frekuensi diare dan muntah serta tampilan dari bahan muntah dan diare
(encer/darah/lendir)
• Kapan terakhir berkemih
• Sejak kapan tangan dan kaki teraba dingin
Bila didapatkan hal tersebut di atas, sangat mungkin anak mengalami dehidrasi/dan
atau syok serta harus segera diatasi.4
Anamnesa untuk mencari penyebab dan rencana tata laksana selanjutnya (dilakukan
setelah kedaruratan ditangani) :4,7,8,10
• Diet (pola makan)/ kebiasaan makan sebelum sakit
• Riwayat Pemberian ASI
• Asupan makanan dan minuman yg dikonsumsi beberapa hari terakhir
• Hilangnya nafsu makan
• Kontak dengan pasien campak atau tuberkulosis paru
• Pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir
• Batuk kronik
• Berat dan badan lahir
• Riwayat tumbuh dan kembang;
• Riwayat Imunisasi
• Apakah ditimbang setiap bulan
• Lingkungan keluarga (sosial dan ekonomi)
• Diketahui atau tersangka infeksi
PEMERIKSAAN FISIK
• Tentukan status gizi dengan menggunakan BB/TB –PB
• Tanda dehirasi : tampak haus, mata cekung, turgor buruk
• Adakah tanda syok (tangan dingin, capilary refill time yang lambat, nadi lemah dan
cepat), kesadaran menurun.
• Demam (suhu aksilar ≥ 37.5 C) atau hipotermi (suhu aksilar < 35.5 C)⁰ ⁰
• Frekuensi dan tipe pernapasan; pneumonia atau gagal jantung
• Sangat pucat
• Pembesaran hati dan ikterus
• Adakah perut kembung, bising usus melemah/meninggi, tanda asites, atau adanya
suara seperti pukulan air (abdominal splash)
• Adakah tanda2 defisiensi vitamin A à konjungtiva atau kornea yang kering (bercak
bitot), ulkus kornea, keratomalasia
• Ulkus pada mulut
• Fokus infeksi : telinga, tenggorokan, paru, kulit
• Lesi kulit pada kwashiorkor : hipo/hiperpigmentasi, deskuamasi, ulserasi (kaki, paha,
genital, lipatan paha, blkg telinga)
• Lesi eksudatif (menyerupai luka bakar) à seringkali dengan infeksi sekunder,
jamur).8,9,10
Pemeriksaan Penunjang
Darah perifer lengkap, LED
Fungsi hati
Gula darah sewaktu
Elektrolit: K, Na, Cl
Foto thorax
Urinalisa
Analisa tinja ( atas indikasi )6
Hipoglikemia
Semua anak dengan gizi buruk berisiko hipoglikemia (kadar gula darah <3mmol/L
atau <54 mg/dl) sehinga setiap anak gizi buruk harus diberi makan atau 50 ml larutan glukosa
10% segera setelah masuk rumah sakit. Penatalaksaan segera:4
Segera beri F75 pertama atau modifikasinya bila penyediaannnya memungkinkan,
Bila F75 tidak dapat disediakan dengan cepat, berikan 50 ml larutan glukosa 10%
secara oral atau NGT,
Lanjutkan pemberian F75 setiap 2-3 jam, siang dan malam selama minimal 2 hari,
Bila masih mendapat ASI teruskan pemberian ASI di luar jadwal pemberian F75,
Jika anak tidak sadar(lethargi), berikan larutan glukosa 10% secara intravena (bolus)
sebanyak 5ml/kgBB
Berikan antibiotik
Lakukan pemantauan kembali, apabila gula darah awal rendah ulangi pengukuran setelah 30
menit, bila didapatkan masih rendah ulangi pemberian larutan glukosa 10%. Bila disertai
dengan hipotermia lakukan tatalaksana hiptermia baru ulangi penilaian.4,8
Hipotermia
Hipotermia dinyatakan bila didapatkan suhu aksilar <35.5oC. Penatalaksanaan yang
dapat dilakukan:4
Segera beri makan F75 (jika perlu, lakukan rehidrasi terlebih dahulu),
Pastikan anak berpakaian (termasuk kepalanya), tutup dengan selimut, gunakan
penghangat bila perlu, attau lakukan metode kangguru,
Berikan antibiotik sesuai pedoman.
Ukur suhu aksilar setiap 2 jam sampai suhu meningkat menjadi 36.5oC, jika menggunakan
pemanas periksa setiam setengah jam. Pastikan anak tetap tertutup pakaian atau selimut
terutama pada malam hari. Periksa kadar gula darah bila ditemukan hipotermia.
Dehidrasi
Sering terjadi diagnosis berlebihan dari dehidrasi dan estimasi yang berlebihan
mengenai derajat keparahannya pada anak dengan gizi buruk karena sulitnya menetukan
derajat dehidrasi yang tepat. Maka anak gizi buruk dengan diare cair, bila derajat dehidrasi
tidak jelas anggap sebagai dehidrasi ringan. Penatalaksanaan sebagai berikut:4
Jangan gunakan infus untuk rehidrasi kecuali pada kasus dehidrasi berat dengan syok,
Beri ReSoMal secara oral atau melalui NGT, lakukan lebih lambat dibandingkan jika
melakukan rehidrasi pada anak dengan gizi baik.
o Beri 5 ml/kgBB setiap 30 menit untuk 2 jam pertama
o Setelah 2 jam, berikan ReSoMal 5-10 ml/kgBB/jam berselang seling dengan
F75 dengan jumlah yang sama, setiap jam selama 10 jam.
Selanutnya berikan F75 secara teratur setiap 2 jam,
Jika masih diare, beri ReSoMal setiap kali diare. Untuk usia <1th: 50-100ml setiap
buang air besar; usia ≥1th: 100-200 ml setiap kali buang air besar
Cara membuat cairan ReSoMal
Terdiri dari :
Bubuk WHO-ORS: 1 sachet (200 ml)
Gula pasir: 10 gram
Larutan elektrolit/ mineral mix: 8 ml
Di tambah air sampai larutan menjadi 400 ml
Setiap 1 liter cairan ReSoMal ini mengandung 45 mEq Na, 40 mEq K dan 1,5 mEq Mg
(*) : bubuk WHO ORS untuk 1 liter mengandung 3,5 g NaCl, 2,9 g trisodium citrat dihidrat
1,5 g KCl dan 20 g glukosa
Cara membuat larutan elektrolit
(**) : larutan elektrolit/ mineral terdiri dari :
KCl: 89.5 gram
Tripotasium citrat 32.4 gram
MgCl2,6H2O 30.5 gram
Zn asetat 2H2O 3.3 gram
Tembaga sulfat. 5H2O 0.56 gram
Ditambah air sampai larutan menjadi 1000 ml
Cara membuat cairan pengganti ReSoMal (Modifikasi ReSoMal)
Bila larutan elektrolit/mineral, sebagai alternatif atau bahan pengganti ReSoMal dapat dibuat
larutan sebagai berikut :
Bubuk WHO-ORS 1 sachet
Gula pasir 10 gram
Bubuk KCl 0.8 gram
Ditambah air sampai larutan menjadi 400 ml
Oleh karena larutan pengganti tidak mengandung Mg, Zn, dan Cu, maka diberikan makanan
yang merupakan sumber mineral tersebut. Dapat pula diberikan MgSO4 50% secara
intramuskular 1 x dengan dosis 0.3 ml/kg BB dengan maksimum 2 ml.4Pantau kemajuan
proses rehidrasi dan perbaikan keadaan klinis setiap setengah jam selama 2 jam pertama,
kemudian tiap jam sampai 10 jam berikutnya. Waspada terhadap gejala kelebihan cairan. Jika
ditemukan tanda kelebihan cairan (frekuensi nafas meningkat 5x/menit dan frekuensi nadi
15x/menit), hentikan pemberian cairan/ReSoMal segera dan lakukan penilaian ulang setelah
1 jam.4,8
Gangguan Keseimbangan Elektrolit
Semua anak dengan gizi buruk mengalami defisiensi kalium dan magnesium yang
mungkin membutuhkan waktu 2 minggu atau lebih untuk perbaikannya, serta terdapat
kelebihan kadar natrium total dalam tubuh. Penatalaksanaan yang diberikan:4
Berikan kalium dan magnesium yang sudah terkandung di dalam larutan mineral mix
yang ditambahkan ke dalam F75, F100, atau ReSoMal,
Gunakan larutan ReSoMal untuk rehidrasi
Siapkan makanan tanpa menambahkan garam (NaCl).
Infeksi
Pada gizi buruk gejala infiksi yang biasa ditemukan seperti demam seringkali tidak
ada, padahal infeksi ganda merupakan hal yang sering terjadi. Maka semua anak dengan gizi
buruk dianggap mengalami infeksi saat meraka datang ke rumah sakit dan segera tangani
dengan antibiotik. Hipoglikemia dan hipotermia adalah tanda infeksi berat.
Berikan pada semua anak dengan gizi buruk:4
Antibiotik spektrum luas
Vaksin campak pada anak berumur >6 bulan dan pada anak berumur >9 bulan jika
sudah mendapat vaksin sebelum berumur 9 bulan.
Defisiensi Zat Gizi Mikro
Semua anak gizi buruk mengalami defisiensi vitamin dan mineral. Meskipun sering
ditemukan anemia, jangan beri zat besi pada fase awal, tetai tunggu sampai anak mempunyai
nafsu makan yang baik dan mulai bertambah berat badannya. Hal tersebut dilakukan karena
zat besi dapat memperparah infeksi.
Berikan setiap hari paling sedikit dalam 2 minggu:4,8
Multivitamin
Asam folat (5 mg pada hari pertama dan selanjutnya 1mg/hari)
Seng (2 mg Zn elemental/kgBB/hari)
Tembaga (0.3 Cu/kgBB/hari)
Ferosulfat 3 mg/kgBB/hari setelah berat badan naik (mulai fase rehabilitasi)
Vitamin A: diberikan secara oral pada hari ke 1 dengan dosis: <6 bulan 50.000IU; 6-
12 bulan 100.000IU; 1-5 tahun 200.000IU.
Pemberian Makan Awal ( Initial Feeding)
Pada fase pemberian awal makanan formula harus hati-hati karena keadaan fisiologis
masih rapuh. Sifat pemberian makanan pada fase awal:4,8
Makanan dalam jumlah sedikit tetapi serig dan rendah osmolaritas maupun rendah
laktosa
Berikan secara oral atau melalui NGT, hindari penggunaan parenteral
Energi : 100 kkal/kgBB/hari
Protein: 1-1.5 g/kgBB/hari
Cairan 130 ml/kgBB/hari ( bila edema berat 100ml/kgBB/hari)
Jika masih mendapat ASI lanjutkan, tetapi pastikan jumlah F75 yang ditentukan
terpenuhi yaitu:
Hari ke Frekuensi Volume/kgBB/pemberian Volume/kgBB/hari
1-2 Setiap 2 jam 11 ml 130 ml
3-5 Setiap 3 jam 16 ml 130 ml
6 dst Setiap 4 jam 22 ml 130 ml
Pantau dan catat setiap harinya:4
Jumlah makanan yang diberikan dan dihabiskan
Muntah
Frekuensi defekasi dan konsistensi feses
Berat badan
Tumbuh Kejar
Tannda yang menunjukkan anak sudah memasuki fase ini adalah, kembalinya nafsu
makan dan edema yang minmal atau menghilang.
Lakukan transisi secara bertahap dari formula awal ke formula tumbuh kejar:4,8
Ganti F75 dengan F100, beri F100 dengan jumlah yang sama dengan F75 selama 2
hari berurutan
Selanjutnya naikkan jumlah F100 sebanyak 10 ml setiap kali pemberian sampai anak
tidak mampu menghabiskan.
Setelah transisi bertahap, beri anak:
o Pemberian makan yang sering dengan jumlah yang tidak terbatas
o Energi : 150-220 kkal/kgBB/hari
o Protein 4-6 g/kgBB/hari
Jika masih mendapat ASI lanjutkan tetapi pastikan mandapatkan F100 sesuai kebutuhan
karena gizi ASI tidak mencukupi untuk tumbuh kejar.
Tabel kebutuhan gizi berdasarkan fase:
Zat Gizi Stabilisasi Transisi Rehabilitasi
Energi 80-100 kkal/kgBB/hari 100-150 kkal/kgBB/hari 150-220 kkal/kgBB/hari
Protein 1-1.5 g/kgBB/hari 2-3 g/kgBB/hari 4-6 g/kgBB/hari
Cairan 130 ml/kgBB/hari
Atau 100 ml/kgBB/hari
Bila edema berat
150 ml/kgBB/hari 150-200 ml/kgBB/hari
Kemajuan terapi dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan. Maka
timbang dan catat berat badan setiap pagi sebelum diberi makan serta hitung dan catat
kenaikan berat badan setiap 3 hari dalam gram/kgBB/hari
Cara menghitung:4
1. Hitung kenaikan beratbadan dalam gram
2. Hitung kenaikan berat badan per harinya (dari kenaikan per 3 hari)
3. Bagilah hasil pada langkah 2 dengan berat rat-rata dala kilogram.
Penilaian yang diberikan adalah:4,8
Kurang (<5 g/kgBB/hari), anak membutuhkan penilaian ulang lengkap.
Sedang (5-10 g/kgBB/hari), periksa apakah target asupan terpenuhi, atau mungkin ada
infeksi yang tidak terdeteksi.
Baik (>10 g/kgBB/hari).
Kriteria Pemulangan6
Kriteria pemulangan anak gizi buruk dari ruang rawat inap: 4,8
Persiapan untuk tindak lanjut di rumah dapat dilakukan sejak anak dalam perawatan,
misalnya melibatkan ibu dalam kegiatan merawat anaknya. Kriteria sembuh bila BB/TB atau
BB/PB > -2 SD dan tidak ada gejala klinis.
Anak dapat dipulangkan bila memenuhi kriteria pulang sebagai berikut :
1) Edema sudah berkurang atau hilang, anak sadar dan aktif
2) BB/PB atau BB/TB > -3 SD
3) Komplikasi sudah teratasi
4) Ibu telah mendapat konseling gizi
5) Ada kenaikan BB sekitar 50 g/kg BB/minggu selama 2 minggu berturut-turut
6) Selera makan sudah baik, makanan yang diberikan dapat dihabiskan
DAFTAR PUSTAKA
1. Ikatan dokter anak indonesia. 2010. Pedoman pelayanan medis jilid 1. jakarta : pengurus
pusat IDAI
2. Mirzanie, Hanifah. 2006. Pediatricia. Jogjakarta
3. Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, 2005.Unpad: Bandung
4. Pedoman pelayanan kesehatan anak dirumah sakit. 2009. Jakarta : WHO indonesia
5. Rahajoe. NN, dkk. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak Edisi 1 cetakan Pertama IDAI
Jakarta h.350-365
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Pedoman pelayanan anak gizi buruk.
Kementrian Kesehatan republic Indonesia: Jakarta.
7. Tim Adaptasi Indonesia. 2009 Buku saku pelayanan kesehatan anak di rumah sakit
tingkat pertama di tingkat kabupaten/kota. WHO: Jakarta.
8. Pudjiadi, A.H. et al. ed. 2011. Pedoman pelayanan medis ikatan dokter anak indonesia
jilid II. Ikatan Dokter Anak Indonesia: Jakarta.
9. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. 2005.
Panduan pelayanan medis departemen ilmu kesehatan anak. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia: Jakarta.