ii tinjauan pustaka 2.1 cabai rawit menurut cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/bab...

19
1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai rawit yaitu: Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub Kelas : Asteridae Ordo : Solanales Famili : Solanaceae Genus : Capsicum Spesies : Capsicum frutescens L. Cabai rawit mempunyai tinggi yang dapat mencapai 150 cm. Batangnya bercabang banyak. Semakin banyak cabang, umumnya buah atau bunganya semakin banyak. Posisi bunga tegak dan berwarna kuning kehijauan. Panjang mahkota bunga 0,6-0,8 cm dan lebarnya 0,3-0,4 cm. Tanaman cabai rawit dapat hidup sampai 2-3 tahun dan cabai rawit dapat dipanen pada umur 4 bulan dengan selang waktu 1-2 minggu sekali (Cahyono, 2003). Cabai rawit mempunyai tingkat kepedasan 0,1-1% dibandingkan dengan cabai merah. Rasa pedas disebabkan oleh kandungan Kapsaisin dan dihidroKapsaisin. Karena rasa pedasnya, cabai rawit biasanya digunakan sebagai bumbu masakan. Selain itu, cabai rawit juga biasanya digunakan sebagai bahan baku obat-obatan dan farmasi (Cahyono, 2003). Gambar 2.1 Cabai Rawit (Elizabeth, 2008)

Upload: others

Post on 25-Nov-2020

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

1

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cabai Rawit

Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai rawit yaitu:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta

Super Divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub Kelas : Asteridae

Ordo : Solanales

Famili : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum frutescens L.

Cabai rawit mempunyai tinggi yang dapat mencapai 150 cm. Batangnya

bercabang banyak. Semakin banyak cabang, umumnya buah atau bunganya

semakin banyak. Posisi bunga tegak dan berwarna kuning kehijauan.

Panjang mahkota bunga 0,6-0,8 cm dan lebarnya 0,3-0,4 cm. Tanaman

cabai rawit dapat hidup sampai 2-3 tahun dan cabai rawit dapat dipanen

pada umur 4 bulan dengan selang waktu 1-2 minggu sekali (Cahyono,

2003).

Cabai rawit mempunyai tingkat kepedasan 0,1-1% dibandingkan dengan

cabai merah. Rasa pedas disebabkan oleh kandungan Kapsaisin dan

dihidroKapsaisin. Karena rasa pedasnya, cabai rawit biasanya digunakan

sebagai bumbu masakan. Selain itu, cabai rawit juga biasanya digunakan

sebagai bahan baku obat-obatan dan farmasi (Cahyono, 2003).

Gambar 2.1 Cabai Rawit (Elizabeth, 2008)

Page 2: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

2

2.1.1 Perbedaan Karakteristik Fisik Cabai Rawit Berbeda Genotip

a. Cabai Rawit Genotip G2

Warna buah cabai rawit genotip G2 saat muda yaitu kuning kehijauan dan

saat matang yaitu merah. Buah berbentuk memanjang (elongate). Permukaan

buah agak berkerut (semiwrinkled), irisan melintang agak berlekuk (slightly

corrugated). Panjang buah sekitar 3,53±0,30 cm, lebar yaitu 1,08±0,07 cm dan

berat sekitar 1,20±0,16 g. Cabai rawit G2 memiliki panjang tangkai buah sekitar

3,11±0,26 cm, tebal dinding buah 0,69±0,14 mm. Bentuk pangkal buah tumpul

(obtuse), tidak memiliki leher buah dan ujung buah lancip (pointed) (Rosita,

2016).

Gambar 2.2 Cabai Rawit G2

b. Cabai Rawit Genotip G4

Buah cabai rawit genotip G4 berbentuk memanjang (elongate). Warna buah

saat muda yaitu kuning kehijauan dan saat matang yaitu merah. Buah cabai rawit

G4 memiliki panjang sekitar 4,09±0,25 cm, lebar 0,94±0,07 cm dan berat

1,34±0,14 g. Pangkal buah berbentuk tumpul (obtuse), tidak terdapat leher buah

dan ujung buah lancip (pointed). Selain itu, panjang tangkai buah cabai rawit G4

yaitu 3,11±0,26 cm dan tebal dinding buah yaitu 0,77 mm (Rosita, 2016).

Gambar 2.3 Cabai Rawit G4

Page 3: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

3

c. Cabai Rawit Genotip G13

Cabai rawit genotip G13 adalah salah satu cabai rawit asal Malang. Saat

muda buahnya berwarna hijau muda, dan saat masak buah berwarna merah.

Bentuk buah cabai rawit G13 yaitu memanjang (elongate), pelekatan buah

berbentuk tumpul (obtuse),dan terdapat leher buah. Selain itu, genotip G13

memiliki ujung buah lancip (pointed), tidak ada tambahan ujung buah (absent),

dan permukaan buah agak berkerut (semiwrinkle) (Ratih, 2016).

Gambar 2.4 Cabai Rawit G13

2.1.2 Kandungan Gizi

Cabai rawit mengandung zat gizi yang cukup lengkap, yakni protein, lemak,

karbohidrat, mineral, vitamin dan zat lainnya seperti oleoresin, Kapsaisin,

bioflavonoid, minyak atsiri, karotenoid (kapsantin, kapsorubin, karoten, dan

lutein). Cabai rawit juga mengandung flavonoid, antioksidan , dan serat kasar.

Kandungan gizi buah cabai rawit dapat secara lengkap dilihat pada tabel 2.1

Tabel 2.1. Komposisi Gizi Buah Cabai Rawit per 100 g

No Jenis Zat Kadar

1 Kalori 40 kkal 2 Protein 1,87 g 3 Lemak 0,44 g 4 Karbohidrat 8,81 g 5 Air 88,02 g 6 Serat 1,5 g 7 Kalsium 14 mg 8 Fosfor 43 mg 9 Zat Besi 1,03 mg

10 Vitamin A 952 IU 11 Vitamin C 76,4 mg

Sumber: USDA (2016)

Page 4: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

4

2.1.3 Kandungan Senyawa Fitokimia dalam Cabai Rawit

a. Kapsaisin

Kapsaisin adalah kapsaisinoid yang termasuk golongan alkaloid. Kapsaisin

((E)-N-[(4-hydroxy-3-methoxyphenyl)methyl]-8-methylnon-6-enamide) merupakan

komponen aktif pada tanaman cabai yang larut lemak dan bersifat hidrofobik.

Kapsaisin dapat menimbulkan rasa pedas pada cabai. Kapsaisin adalah

metabolit sekunder yang memiliki berbagai manfaat bagi tubuh seperti

mengurangi rasa sakit dan mencegah kanker (Luo et al., 2011). Selain itu,

kapsaisin memiliki aktivitas antimikroba dan antivirulensi. Penelitian Jones

(1997), menunjukkan kapsaisin dapat menghambat aktivitas pertumbuhan H.

pylori dengan konsentrasi diatas 10 μg ml−1. Kapsaisin menunjukkan aktivitas

anti-virulensi melawan Vibrio cholerae, Staphylococcus aureus, and

Porphyromonas gingivalis (Chatterjee et al., 2010; Kalia et al., 2012; and Zhou et

al., 2014)

Kapsaisin dapat mempengaruhi sel mikroba dengan berpenetrasi ke dalam

sel. Komponen dinding sel suatu mikroba akan menentukan keberhasilan

kapsaisin dalam melakukan penetrasi. Hal ini dikarenakan sifat dari kapsaisin

yang larut dalam lemak dan sukar larut dalam air. Kapsaisin juga menghambat

sintesis protein serta merusak DNA (Pamungkas, 2008). Kapsaisin secara

langsung menghambat sintesis protein dengan berkompetisi dengan tirosin

dalam sistem sel. Kapsaisin dapat menyebabkan DNA strand-breakage yang

mempengaruhi fungsi sel sehingga sel akan mati (Cochereau et al., 1997).

Gambar 2.5 Kapsaisin (Astuti, 2011)

b. Fenol

Fenol adalah senyawa yang memiliki satu atau lebih gugus hidroksil yang

menempel di cincin aromatik. Senyawa fenol memiliki paling sedikit satu gugus

fenol. Fenol berbentuk kristal yang tidak berwarna dan memiliki bau yang khas.

Senyawa fenol dapat mengalami oksidasi sehingga dapat berperan sebagai

reduktor (Hoffman et al., 1997). Fenol bersifat lebih asam bila dibandingkan

dengan alkohol, tetapi lebih basa daripada asam karbonat karena fenol dapat

Page 5: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

5

melepaskan ion H+ dari gugus hidroksilnya. Lepasnya ion H+ menjadikan anion

fenoksida C6H5O (Fessenden dan Fessenden, 1992).

Senyawa fenol di tanaman memiliki sifat antimikroba dan bekerja sinergis

dengan antibiotik (Bello, 2015). Mekanisme senyawa fenol dalam menghambat

mikroorganisme melibatkan penghambatan enzim oleh senyawa yang

teroksidasi. Selain itu, melalui reaksi grup sulfihidril atau interaksi non spesifik

lainnya dengan protein (Cowan, 1999).

Gambar 2.6 Fenol (Carey, 2006)

c. Flavonoid

Flavonoid terdiri dari senyawa polifenol yang memiliki struktur benzo-Ɣ-

piranon. Flavonoid memiliki dua cincin benzen yang dipisahkan oleh sebuah unit

propana dan diturunkan dari senyawa flavon. Flavonoid merupakan golongan

senyawa yang mudah larut dalam air. Flavonoid dapat ditemukan pada tanaman

dalam bentuk glikosida dengan struktur rumit. Flavonoid adalah senyawa

hidroksilat fenol dan disintesa oleh tanaman untuk merespon infeksi mikroba

(Kumar, 2013).

Ekstrak tanaman yang banyak mengandung flavonoid akan memiliki aktivitas

antimikroba. Aktivitas penghambatan mikroorganisme oleh flavonoid melalui

beberapa mekanisme. Misalnya membentuk kompleks dengan protein melalui

ikatan hidrogen, efek hidrofobik, dan pembentukan ikatan kovalen. Mekanisme

penghambatan mikroba lainnya adalah dengan menginaktivasi enzim,

menghambat sintesis asam nukleat, menghambat metabolisme sel dan protein

jalur transport protein (Kumar, 2013).

Gambar 2.7 Struktur Dasar Flavonoid (Pietta, 2000)

Page 6: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

6

2.2 Ekstrasi Gelombang Mikro (Microwave)

Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan senyawa aktif yang terdapat

pada tanaman menggunakan bahan pelarut yang sesuai dengan kelarutan

komponen aktifnya. Prinsip dari ekstraksi adalah perpindahan massa komponen

zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka

kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Voight, 1994). Proses ekstraksi

menerapkan prinsip like dissolve like yaitu senyawa yang memiliki kepolaran

sama dengan pelarut akan tertarik keluar. Oleh karena itu, ekstraksi

menggunakan pelarut polar untuk menarik senyawa polar dan pelarut non polar

untuk menarik senyawa senyawa non-polar dalam pelarut non-polar (Voight,

1994). Salah satu metode ektraksi yang sering digunakan adalah ekstraksi

menggunakan gelombang mikro.

Ekstraksi menggunakan gelombang mikro memanfaatkan energi yang

dihasilkan dari gelombang mikro. Energi gelombang mikro akan memanaskan

molekul bahan melalui interaksi konduksi ion dan rotasi dipol dengan medan

elektromagnetik. Interaksi tersebut akan menghasilkan panas untuk

memanaskan dan menguapkan air dari sel bahan. Pemanasan akan

menyebabkan tekanan pada dinding sel meningkat sehingga sel membengkak

dan pecah (Calinescu et al., 2001). Kerusakan sel menyebabkan mudahnya

senyawa target untuk keluar dan terekstraksi (Jain et al., 2009). Namun,

penggunaan suhu tinggi tidak cocok untuk senyawa target yang bersifat

termolabil (Calinescu et al., 2001)

Radiasi gelombang mikro pada suhu tinggi akan menghidrolisis ikatan ester

pada konstituen dinding sel tanaman, yaitu selulosa. Selulosa akan berubah

menjadi fraksi terlarut dalam waktu yang singkat. Selain itu, suhu tinggi

menyebabkan peningkatan dehidrasi selulosa dan penurunkan kekuatan

mekanis selulosa. Hal tersebut menyebabkan pelarut lebih mudah mengakses

senyawa target dalam sel (Mandal et al., 2007).

Proses ekstraksi menggunakan gelombang mikro lebih efektif dibandingkan

metode ekstraksi konvensional yang menggunakan konduksi, konveksi, maupun

radiasi untuk mentransfer energi ke dalam matriks bahan (Thostenson, 1990).

Keuntungan lain dalam menggunakan metode MAE adalah mengurangi waktu

ekstraksi, mengurangi penggunaan pelarut, dan, meningkatkan rendemen dan

kualitas bahan, karena diproses pada suhu lebih rendah sehingga dapat

Page 7: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

7

menghemat energi hingga 70% dibandingkan dengan metode ekstraksi

konvensional (Yuan, 2012).

Adanya interaksi yang kuat antara ion dengan medan listrik dari gelombang

mikro akan menyebabkan peningkatan suhu yang tak terduga. Peningkatan suhu

akan meningkatkan reaksi. Hal ini menyebabkan adanya resiko overheating saat

reaksi menggunakan pelarut bersifat asam kuat, basa kuat, ataupun pelarut yang

memiliki kekuatan ionik tinggi. Oleh karena itu, dilakukan modifikasi pada

microwave dengan menambahkan kondensor, pengatur suhu, dan labu ekstraksi

untuk mengurangi resiko overheating (Fini, 1999).

Gambar 2.8 Modifikasi Microwave (Jayanta, 2016)

2.3 Faktor yang mempengaruhi ekstraksi

Keoptimalan proses ektrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Ukuran partikel padatan

Ukuran partikel padatan yang semakin kecil akan meningkatkan luas

permukaan. Peningkatan luas permukaan akan memperbesar kemungkinan

kontak antara partikel padatan dengan pelarut. Hal ini terjadi karena ukuran

padatan yang kecil akan memperpendek lintasan kapiler proses difusi sehingga

perpindahan massa ekstraksi akan berlangsung lebih cepat. Pengecilan ukuran

dapat dilakukan dengan penggerusan ataupun pemberian tekanan (Mc Cabe,

2005).

b. Sifat senyawa

Sifat senyawa akan menentukan jenis pelarut yang digunakan. Senyawa

yang memiliki kepolaran yang sama akan lebih mudah tertarik atau terlarut

dengan pelarut yang memiliki tingkat kepolaran yang sama. Hal ini dikarenakan

prinsip ekstraksi adalah like dissolve like (Voight, 1994).

Page 8: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

8

c. Temperatur yang tinggi

Temperatur yang tinggi akan menyebabkan peningkatan kecepatan difusi,

kelarutan dari larutan, dan penurunan viskositas pelarut. Viskositas pelarut yang

rendah memungkinkan peningkatan kelarutan dari larutan. Temperatur yang

digunakan harus dapat disesuaikan dengan kelarutan pelarut, stabilitas pelarut,

tekanan uap pelarut, dan selektifitas pelarut (Sulihono, 2012).

d. Struktur padatan

Struktur padatan yang berpori memungkinkan terjadinya difusi internal

solute dari permukaan padatan ke pori-pori padatan tersebut. Difusivitas adalah

parameter yang menunjukkan kemampuan solute berpindah secara difusi.

Semakin besar difusivitas bahan padatan maka semakin cepat pula difusi internal

yang terjadi dalam padatan tersebut (Skoog, 2002).

e. Waktu ekstraksi

Waktu ekstraksi juga menentukan ekstraksi suatu senyawa. Semakin lama

waktu ekstraksi, maka semakin lama waktu kontak antara pelarut dan solute

sehingga proses ekstraksi berjalan optimal. Ketika proses ekstraksi sudah terjadi

kesetimbangan maka solven sudah tidak mampu lagi mengekstrak solut

sehingga peningkatan waktu ekstraksi tidak efisien dalam segi ekonomi

(Sulihono, 2012).

2.4 Etanol

Etanol (C2H5OH) adalah cairan yang tidak berwarna dan berbau khas alkohol.

Etanol merupakan pelarut organik yang dapat meningkatkan permeabilitas

dinding sel simplisia sehingga proses ekstraksi menjadi lebih efisien dalam

menarik komponen polar hingga semi polar (Siedel, 2008). Keuntungan lain

dari pelarut etanol adalah etanol memiliki kelarutan yang tinggi dan bersifat

inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen lainnya (Susanti et al,

2012). Etanol tidak beracun dan tidak berbahaya (Myres dan Rusty, 2007).

Selain itu, etanol dapat bercampur dengan air dalam segala perbandingan,

selektif dalam menghasilkan jumlah senyawa aktif yang optimal dan panas

yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit sebab etanol mudah untuk

diuapkan dimana titik didih etanol yang rendah yaitu 78,5°C (Ramadhan dan

Haries, 2010).

Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan efektivitas etanol

sebagai pelarut pada ekstraksi cabai rawit. Penelitian yang dilakukan Goci

Page 9: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

9

(2013), menunjukkan bahwa etanol dan metanol adalah pelarut terbaik untuk

ekstraksi kapsaisin pada cabai jika dibandingkan dengan asetonitril. Penelitian

yang dilakukan Roxana (2014), menunjukkan etanol sebagai pelarut terbaik jika

dibandingkan dengan aseton, metanol, dan asetonitril. Dari penelitian yang

dilakukan, etanol lebih efektif dalam mengekstraksi karena faktor disipasi dan

konstanta yang dimiliki.

Tabel 2.2 Konstanta Fisik dan Faktor Disipasi Pelarut

Pelarut Konstanta dielektrik

a (ε ′)

Faktor disipasi tan δ (×10

−4 )

Titik didih b (

oC) Viskositas

c

(cP)

Aseton 20,7 5,555 56 0,30 Asetonitril 37,5 82 Etanol 24,3 2,500 78 0,69 Heksana 1,89 69 0,30 Metanol 32,6 6,400 65 0,54 2-Propanol 19,9 6,700 82 0,30 Air 78,3 1,570 100 0,89 Etil asetat 6,02 5,316 77 0,43 Haksana-aseton (1:1)

52

Sumber: Jassie (1997)

Keterangan: a Ditentukan pada suhu 20

oC

b

Ditentukan pada 101,4 kPa

c Ditentukan pada suhu 25

oC

Faktor penting yang digunakan untuk menentukan pelarut adalah konstanta

dielektrik dan faktor disipasi yang dimiliki pelarut tersebut. Konstanta dielektrik

akan menentukan kemampuan bahan untuk berinteraksi dengan energi

elektromagnetik. Konstanta dielektrik juga digunakan untuk mengukur efisiensi

dari energi gelombang mikro yang terserap untuk diubah menjadi energi panas.

(Acierno, 2004). Faktor disipasi digunakan untuk mengukur kemampuan matriks

bahan dalam menyerap energi gelombang mikro dan mendisipasikan panas ke

sekeliling molekul sehingga pemanasan berjalan lebih efisien (Mandal, 2007).

2.5 Antibakteri

Antibakteri adalah senyawa yang mampu menghambat pertumbuhan

mikroorganisme (bakteristatik) atau membunuh mikroorganisme (bakterisida).

Antibakteri adalah zat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba dan

digunakan untuk kepentingan pengobatan infeksi pada manusia dan hewan

Page 10: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

10

(Fitrial, 2009). Setiap senyawa antibakteri memiliki perbedaan aktivitas

penghambatan terhadap bakteri

2.5.1 Mekanisme Penghambatan oleh Senyawa Antibakteri

Menurut Poelongan (2006), senyawa antibakteri memiliki beberapa

mekanisme penghambatan kerja, yaitu:

a. Bereaksi dengan membran sel

Integritas membran sel dapat terganggu dengan adanya komponen bioaktif.

Komponen bioaktif dapat menyebabkan kebocoran materi intraseluler.

Contohnya senyawa fenol dapat mengakibatkan lisis sel dan meyebabkan

denaturasi protein, menghambat pembentukan protein sitoplasma dan asam

nukleat, dan menghambat ikatan ATP-ase pada membran sel

b. Menginaktivasi enzim

Senyawa antibakteri dapat mengganggu kerja enzim. Kerja enzim terganggu

disebabkan karena senyawa antimikroba memiliki spesifitas yang sama dengan

ikatan komplek yang menyusun struktur enzim. Ketika kerja enzim terganggu,

akan diperlukan energi yang besar untuk melangsungkan aktivitasnya. Oleh

karena itu, energi untuk pertumbuhan berkurang sehingga aktivitas

mikroorganisme terhambat

c. Menginaktivasi fungsi material genetik

Komponen bioaktif dapat mengganggu pembentukan asam nukleat (RNA

danDNA) sehingga menyebabkan terganggunya transfer informasi genetik.

Transfer informasi genetik yang mengalami gangguan akan menyebabkan

inaktivasi atau kerusakan materi genetik sehingga mengganggu proses

pembelahan sel

d. Mengganggu pembentukan dinding sel

Mekanisme ini disebabkan karena adanya akumulasi komponen lipofilat yang

terdapat pada dinding atau membran sel sehingga menyebabkan perubahan

komposisi penyusun dinding sel. Akumulasi senyawa antibakteri dipengaruhi oleh

bentuk tak terdisosiasi

Page 11: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

11

2.5.2 Faktor yang Mempengaruhi Kerja Antibakteri

Beberapa faktor yang mempengaruhi keefektifan antibakteri menurut Pelczar

dan Chan (1998), yaitu

a. Konsentrasi senyawa antibakteri

Semakin tinggi konsentrasi senyawa antibakteri maka semakin tinggi aktivitas

antibakterinya. Hal tersebut menunjukkan semakin banyak bakteri yang aktivitas

pertumbuhannya semakin terhambat

b. Jumlah mikroorganisme

Semakin banyak jumlah mikroorganisme maka semakin lama waktu yang

dibutuhkan untuk menghambat pertumbuhan mikroorganisme

c. Suhu

Peningkatan suhu dapat meningkatkan keefektifan suatu senyawa antibakteri.

Hal ini dikarenakan senyawa kimia menghambat pertumbuhan bakteri melalui

reaksi kimia. Reaksi kimia akan mengalami peningkatan kecepatan akibat

peningkatan suhu

d. Spesies mikroorganisme

Spesies mikroorganisme memiliki ketahanan tertentu terhadap senyawa

antimikroba. Misalnya bakteri gram negatif lebih resisten terhadap senyawa

antimikrob daripada gram positif. Gram negatif lebih resisten karena memiliki

membran luar yang terdiri dari liposakarida. Membran ini adalah perlindungan

pertama sel bakteri terhadap masuknya senyawa antibakteri bersifat lipofilik.

Selain itu, adanya porin melindungi sel dari senyawa antibateri yang bersifat

hidrofilik

2.5.3 Pengujian Antibakteri

Pengujian aktivitas antibakteri adalah tahapan untuk mengetahui kemampuan

suatu senyawa antibakteri dalam menghambat pertumbuhan mikroba. Pengujian

aktivitas antimikroba dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya yaitu

metode difusi. Metode difusi agar dilakukan dengan mengukur diameter zona

bening (clear zone). Adanya diameter zona bening menunjukkan respon

penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antimikroba. Syarat

jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL (Hermawan

dkk., 2007). Metode difusi agar dibedakan menjadi dua yaitu difusi cakram dan

sumuran.

Page 12: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

12

Metode difusi cakram adalah metode untuk menentukan aktivitas senyawa

antimikroba. Cakram yang berisi senyawa antimikroba diletakkan pada media

agar. Media agar yang digunakan sudah dinokulasikan dengan mikroorganisme

uji. Senyawa antimikroba pada cakram akan berdifusi ke dalam agar dan

menghambat aktivitas mikroorganisme. Penghambatan aktivitas mikroorganisme

ditunjukkan oleh adanya zona bening (Pratiwi, 2008). Keunggulan metode ini

adalah mudah, murah, memiliki kemampuan untuk menguji aktivitas senyawa

antimikroba pada berbagai jenis mikroorganisme (Kreger, 1980).

Metode difusi sumuran adalah metode yang digunakan secara luas untuk

mengevaluasi aktivitas antimikroba dari ekstrak tanaman. Metode ini memiliki

kemiripan dengan difusi cakram. Media agar yang sudah diinokulasikan dengan

mikroorganisme, akan dibuat lubang sumuran dengan borer steril dengan

diameter 6-8 mm. Ekstrak sebanyak 20-100 µl akan dimasukkan ke dalam

sumuran (Balouiri, 2016). Penelitian Valgas (2007) menunjukkan bahwa diameter

zona bening yang menggunakan metode difusi sumuran lebih besar daripada

difusi cakram. Hal ini menunjukkan sensitivitas pembacaan aktivitas senyawa

antimikroba lebih baik menggunakan metode difusi sumuran.

Tabel 2.3 Klasifikasi Respon Hambatan Pertumbuhan Mikroba

Diameter Zona Bening Respon Hambatan Pertumbuhan

< 5 mm Lemah 5 – 10 mm Sedang 10 – 20 mm Kuat

> 20 mm Sangat kuat

Sumber: Suryawiria (1978)

Page 13: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

13

2.5.4 Escherichia coli

Menurut Sembel (2015), klasifikasi E.coli yaitu

Superdomain : Phylogenetica

Filum : Proterobacteria

Kelas : Gamma proteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Escherichia

Spesies : Escherichia coli

E.coli adalah anggota family Enterobacteriaceae. E coli memiliki ukuran sel

dengan panjang 2,0 – 6,0 µm dan lebar 1,1 – 1,5 µm. E. coli berbentuk batang,

bersifat fakultatif anaerobik, tidak memiliki spora, dan merupakan bakteri gram

negatif (Sembel, 2015). E.coli dapat mereduksi nitrat menjadi nitrit. E.coli juga

dapat memfermentasi laktosa. Kebayakan strain E.coli dapat memfermentasi D-

manitol, D-sorbitol, dan L-arabinosa, maltosa, D-xylosa, trehalosa, dan D-

manosa. Namun strain E.coli patogen tidak dapat memfermentasinya. Umumnya

E.coli dapat tumbuh pada rentang pH 5,5-8. Beberapa strain E.coli penyebab

diare dapat hidup pada pH 2 (FAO, 2012).

E. coli biasanya hidup dalam saluran pencernaan manusia dan hewan

berdarah panas. E.coli dapat digunakan sebagai indikator kontaminasi fekal

untuk menilai kebersihan air dan makanan. Kebanyakan strain E.coli tidak

berbahaya tetapi terdapat beberapa serotipe yang bersifat patogen. E.coli yang

bersifat patogen dapat dibedakan dengan e.coli lainnya karena kemampuannya

untuk menyebabkan penyakit melalui beberapa mekanisme yaitu menghasilkan

toksin, menginfeksi host sel, mengganggu metabolisme sel dan merusak

jaringan (FAO, 2012).

Pada tahun 2011 terjadi kasus outbreak di Jerman yang disebabkan oleh

infeksi EHEC (enterohaemorrhagic E. coli). Kasus outbreak tersebut

menyebabkan 4321 korban dengan 50 orang meninggal dunia. Kasus ini

disebabkan karena konsumsi kacang-kacangan yang terkontaminasi dengan

bakteri tersebut (FAO, 2012).

Page 14: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

14

Gambar 2.9 E.coli (Juliantana, 2008)

2.5.5 Salmonella typi

Menurut Breuner (1984), klasifikasi S.typi adalah

Phylum : Eubacteria

Class : Prateobacteria

Ordo : Eubacteriales

Family : Enterobacteriaceae

Genus : Salmonella

Species : Salmonella enterica

Subspesies : enteric (I)

Serotipe : typhi

Salmonella typi adalah bakteri berbentuk basil yang bersifat fakultatif anaerob.

S. typi tumbuh pada suhu antara 5-47 0C, dengan suhu optimum 35-37 0C dan

tumbuh pada pH 4,1- 9,0 dengan pH optimum 6,5-7,5. S. typi berukuran 0.7 – 1.5

x 2-5 μm, bersifat katalase positif, oxidase negatif, dan dapat memfermentasi

glukosa dengan membentuk gas dan asam. S. typhi tidak menggunakan sitrat

sebagai sumber karbon, tidak dapat melakukan dekarboksilasi terhadap ornitin,

dan tidak memfermentasi rhamnosa (Breuner, 1984).

S. typi menyebabkan penyakit infeksi yang disebut dengan salmonellosis.

Gejala salmonellosis adalah diare, muntah dan nyeri perut. Gejala lainnya adalah

demam tipoid. Diperkirakan demam tifoid terjadi sebanyak 60.000 hingga

1.300.000 kasus dengan sedikitnya 20.000 kematian per tahun. Gejala

salmonelisis akan muncul setelah 12-36 jam terinfeksi dan inkubasi penyakit

sekitar 2-7 hari (Suwandono et al., 2005).

Bakteri Salmonella dapat ditularkan dari hewan yang menderita salmonellosis

atau karier ke manusia, melalui bahan pangan seperti telur, daging, susu, atau

air minum dan bahan-bahan lainnya yang tercemar oleh ekskresi hewan atau

penderita atau sebaliknya (animal and human carrier). Sumber penularan

Salmonella yang lainnya melalui makanan yang mengandung bahan dari telur

Page 15: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

15

tercemar Salmonella misalnya kue-kue, es krim, martabak dan lainnya, yang

kurang sempurna dimasak atau setengah matang, telur mentah yang dicampur

pada hidangan penutup (Dharmojono, 2001).

Gambar 2.10 S. typi (Suwandono et al., 2005)

2.5.6 Shigella dysenteriae

Menurut Breneur (1984),klasifikasi S. dysenteriae yaitu:

Kingdom : Bacteria

Filum : Proteobacteria

Kelas : Gammaproteobacteria

Ordo : Enterobacteriales

Famili : Enterobactericeae

Genus : Shigella

Spesies : Shigella dysenteriae

Shigella adalah bakteri gram negatif, berbentuk basil, non motil, dan

termasuk famili Enterobacteriacae. Bakteri ini bersifat fakultatif anaerob, tidak

menghasilkan spora, tidak memiliki kapsul, tumbuh pada pH 7,4 dan suhu 10-

40oC namun suhu optimum pertumbuhan yaitu 37oC. Bakteri ini menghasilkan

sitotoksin (shiga toksin) yang bersifat nefrotoksik, sitotoksik dan enterotoksik

sehingga menyebabkan sel epithelium mukosa usus menjadi nekrosis (WHO,

2005).

Shigellosis adalah penyakit endemik yang paling banyak menyebabkan diare

berdarah di negara berkembang. Setiap tahunnya terdapat 80 juta kasus diare

berdarah dan sekitar 700.000 kasus kematian akibat diare berdarah di seluruh

dunia. Kejadian luar biasa karena Shigella dysenteriae biasanya terjadi di

lingkungan padat penduduk, daerah kumuh dengan sanitasi yang buruk,

higienitas yang rendah, dan air yang terkontaminasi. Shigella dapat ditularkan

melalui konsumsi makanan yang terkontaminasi atau meminum air yang

terkontaminasi (WHO, 2005).

Page 16: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

16

Gambar 2.11 Shigella dysenteriae (Kulkel, 2015)

2.5.7 Staphylococcus aureus

Klasifikasi Breuner (1984), Staphylococcus aureus yaitu:

Domain : Bacteria

Kerajaan : Eubacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Bacillales

Famili : Staphylococcaceae

Genus : Staphylococcus

Spesies : S. aureus

Staphylococcus aureus adalah bakteri yang berasal dari famili

Staphylococcaceae. S. aureus memiliki sel berbentuk bulat berdiameter 0,7-1,2

μm, tersusun dalam kelompok-kelompok yang tidak teratur seperti buah anggur,

fakultatif anaerob, tidak membentuk spora, dan tidak bergerak. Bakteri ini tumbuh

pada suhu optimum 37 ºC, tetapi membentuk pigmen paling baik pada suhu

kamar (20-25 ºC) (Jawetz, 2005).

Staphylococcus aureus adalah patogen utama pada manusia. Sebagian

bakteri Staphylococcus merupakan flora normal pada kulit, saluran pernafasan,

dan saluran pencernaan makanan pada manusia. Infeksi oleh S. aureus ditandai

dengan kerusakan jaringan yang disertai abses. Beberapa penyakit infeksi yang

disebabkan oleh S. aureus adalah bisul, jerawat, impetigo, dan infeksi luka.

Infeksi yang lebih berat diantaranya pneumonia, mastitis, plebitis, meningitis,

infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis. S. aureus juga merupakan

toksik (Steven et al, 2015).

Page 17: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

17

Gambar 2.12 S. aureus di Kulit Manusia (Dennis, 2015)

2.5.8 Listeria monocytogenes

Menurut FSA (2013),Klasifikasi Listeria monocytogenes yaitu

Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Bacillales

Familia : Listeriaceae

Genus : Listeria

Species : Listeria monocytogenes

Bakteri Listeria merupakan bakteri gram positif yang dapat tumbuh baik di

tempat aerob maupun anaerob. Listeria hidup dimana-mana, di tanah, air, dan di

pakan ternak. Bakteri ini tidak membentuk spora, dan cukup resisten terhadap

panas, asam dan garam serta tahan terhadap suhu pembekuan (4oC – 10o C) .

Bakteri ini tumbuh pada pH 4.0–9.6, Aw 0.90, dan suhu optimal pertumbuhannya

30–37°C (FSA, 2013).

Listeria monocytogenes adalah suatu bakteri yang dapat menyebabkan

infeksi serius dan fatal pada bayi, anak-anak, orang sakit dan lanjut usia, serta

orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Orang sehat juga dapat

terinfeksi bakteri Listeria, dengan gejala jangka pendek yang muncul seperti

demam tinggi, sakit kepala , pegal, mual, sakit perut dan diare. Infeksi Listeria

dapat menyebabkan keguguran pada perempuan hamil (FDA, 2012).

Bakteri Listeria monocytogenes merupakan salah satu agen penyebab

foodborne disease yaitu penyakit yang muncul akibat masuknya mikroorganisme

patogen ke dalam tubuh yang melalui makanan. Bakteri ini dapat menyebabkan

infeksi dan penyakit listeriosis. Listeria menjadi salah satu organisme penyebab

terjadinya kasus KLB keracunan pangan yang terjadi di dunia, tercatat sekitar

2600 kasus keracunan pangan per tahun yang disebabkan oleh Listeria. Listeria

Page 18: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

18

juga dapat menyebabkan kematian. Tingkat kematian di antara bayi yang baru

lahir yang terinfeksi L. monocytogenes adalah 25-50 persen (BPOM, 2015).

Gambar 2.13. L. monocytogenes (Dennis, 2015)

2.5.9 Bacillus cereus

Menurut Bottone (2010), Klasifikasi B.cereus yaitu:

Domain : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Bacilli

Ordo : Bacillales

Famili : Bacillaceae

Genus : Bacillus

Species : Bacillus cereus

Bacillus cereus adalah bakteri gram positif berbentuk batang, berukuran 1 x 3-

4 µm, bersifat fakultatif anaerob, motil, dan membentuk spora. B. cereus adalah

bakteri yang tumbuh pada suhu 20°C-40°C, dan mampu beradaptasi dengan

kondisi lingkungan ekstrim. Bakteri ini tersebar luas di alam dan biasanya

ditemukan di tanah sebagai organisme saprotik. Bakteri ini merupakan mikroflora

di serangga (Bottone, 2010).

Bakteri ini dapat mudah mengontaminasi makanan seperti tumbuhan, telur,

daging, dan produk susu. Bakteri ini menyebabkan 2,5% intoksikasi foodborne

karena mensekresikan entrotoksin dan toksin emesis. Keracunan makanan

terjadi ketika makanan dibiarkan tanpa dimasukkan ke dalam kulkas selama

beberapa jam sebelum dikonsumsi. Sisa spora dari bakteri ini akan tumbuh

kembali setelah makanan dingin (Bottone, 2010).

Ketika enterotoksin tertelan akan menyebabkan gejala diare. Gejala mirip

dengan gejala keracunan makanan yang disebabkan oleh Clostridium

perfringens. Gejala tersebut adalah diare berair, kram perut, dan rasa sakit mulai

terjadi 6-15 jam setelah konsumsi makanan yang terkontaminasi. Rasa mual

Page 19: II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003 ...repository.ub.ac.id/1390/3/BAB II.pdf · 1 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cabai Rawit Menurut Cahyono (2003), klasifikasi cabai

19

mungkin menyertai diare, tetapi jarang terjadi muntah (emesis). Pada sebagian

besar kasus, gejala-gejala ini tetap berlangsung selama 24 jam. Gejala-gejala

keracunan makanan tipe ini mirip dengan gejala keracunan makanan yang

disebabkan oleh Staphylococcus aureus (Bottone, 2010).

Gambar 2.14 B. cereus (Dennis, 2015)

2.5.10 Perbedaan Gram Positif dan Negatif

Menurut Golan (2008), gram negatif memiliki tiga lapisan pada permukaannya

yaitu membran sitoplasma, dinding sel (peptidoglikan), dan lapisan terluar yang

mengandung lipoposakarida. Berbeda dengan gram positif yang memiliki struktur

lebih sederhana dan tidak memiliki lapisan terluar. Oleh karena itu, gram positif

akan berwarna ungu pada pewarnaan gram sedangkan bakteri gram negatif

akan berwarna pink. Perbedaan lain antara gram negatif dan positif dapat dilihat

pada tabel 2.4

Tabel 2.4 Perbedaan Gram Positif dan Negatif

Ciri Perbedaan Relatif

Gram Positif Gram Negatif

Struktur dinding sel Tebal (15-80 nm)

Berlapis tunggal

Tipis (10-15 nm)

Berlapis tiga (multi) Komposisi dinding sel Kandungan lipid rendah

(1-4%)

Peptidoglikan ada sebagai lapisan tunggal, peptidoglikan merupakan komponen utama yang memiliki berat kering >50% dan terdapat asam tekoat

Kandungan lipid tinggi (11-22%)

Jumlah peptidoglikan sekitar 10% dari berat kering dan tidak terdapat asam tekoat

Kerentanan terhadap penisilin

Lebih rentan Kurang rentan

Resistensi terhadap gangguan fisik

Lebih resisten Kurang resisten

Sumber: Pelczar (2010)